INTERAKSI SOSIAL PADA ANAK PERIODE LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA Muhammad Ibnu Pradana, S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Late childhood yang bekerja adalah anak yang berumur antara 6 – 13 tahun yang melakukan suatu aktifitas kerja untuk memenuhi kebutuhan pada subjek terutama pemenuhan finansial. Jika anak yang normal pada umumnya mengisi keseharian dengan belajar dan bermain, late childhood yang bekerja justru harus membagi waktunya untuk bekerja. Dalam hal ini tentu banyak aspek-aspek psikologi yang terkait dalam perkembangan anak, khususnya interaksi sosial dalam kehidupannya. Interaksi sosial pada anak akan terbentuk sesuai dengan kehidupan yang mereka jalani sehari-harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab anak pada periode latechildhood untuk bekerja, dan mengetahui proses terbentuknya interaksi sosial yang terjadi pada anak periode late childhood yang bekerja. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan ini digunakan agar diperoleh hasil yang dapat mewakili secara utuh fenomena yang telah diteliti. Dalam penelitian ditentukan karakteristik subjek penelitian, yaitu anak pada periode late childhood yang berusia 6-13 tahun yang bekerja dan bersekolah. Adapun subjek penelitian berjumlah 2 orang dengan masing-masing significant othernya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Untuk membantu proses pengumpulan data digunakan pedoman wawancara dan alat perekam audio sebagai alat bantu peneliti. Setelah dilakukan penelitian diperoleh bahwa penyebab late childhood bekerja adalah permintaan dari orangtuanya untuk membantu mencari biaya yang akan digunakan sebagai kebutuhan hidup. Adapun bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan yaitu kerjasama, akomodasi, persaingan, kontravensi, dan pertentangan Kerjasama adalah bentuk interaksi yang banyak dilakukan, terpengaruh dari dampak bekerja yang dilakukan oleh individu late childhood yang bekerja. Kata Kunci : Interaksi Sosial, late childhood,bekerja teman-teman yang ada di kelompoknya. PENDAHULUAN Periode kanak-kanak akhir atau late childhood umumnya diambil patokan 6-13 tahun untuk wanita dan 6 – 15 tahun untuk laki-laki atau sampai organ-organ seksualnya matang (Riyanti dkk., 1996). Perkembangan sosial pada periode late childhood lingkungan ditandai sosial dengan meluasnya anak. Anak-anak pada melepaskan diri dari keluarga, anak makin mendekatkan diri pada orang-orang lain di samping anggota keluarga sehingga menyebabkan anak terpengaruh oleh lingkungan khususnya lingkungan sekolah dan kelompok bermain di luar pengawasan orang tua. Ketika anak berkelompok bersama temannya maka terjadilah suatu interaksi sosial. Interaksi sosial menurut Soekanto (2005) adalah hubungan–hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang–orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Pada saat bermain anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Seperti teori yang dikembangkan oleh Erikson tentang perkembangan psikososial (dalam Riyanti dkk., 1996), pada tahap industry vs inferiority dimana anak sudah mulai mampu melakukan pemikiran logis dan menghadapi konflik-konflik dimana jika dirinya gagal akan timbul perasaan rendah diri dan tidak produktif dibandingkan Namun pada saat ini banyak anak-anak kehilangan masa-masa bermain dan berkemlompok yang seharusnya didapat oleh anak seumuran mereka, karena dipaksa bekerja oleh orangtuanya. Pekerjaan yang mereka lakukan bermacam-macam mulai dari pemulung, buruh pasar, pedagang kaki lima, dan membantu orangtuanya bertani. Penyebab anak bekerja menurut Mulandar antara lain tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua, diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa, asumsi bahwa dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain, dan pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja (http://digilib.itb.ac.id). arsono mengatakan, bekerja di usia dini dapat merusak pertumbuhan fisik dan mental karena mengalami siksaan, dikucilkan atau diperlakukan buruk serta tidak ada waktu atau terlalu lelah untuk belajar dan sekolah. Sementara bagi perekonomian negara, kehadiran pekerja anak dapat mengakibatkan kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil dan berpendidikan rendah. Anak-anak akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang kurang sehat, kurang dapat bersosialisasi dan secara emosional terganggu. Semua kebutuhan akan bermain terpenuhi dan berkelompok mereka sehingga mempengaruhi perkembangan sosialnya. tidak akomodasi, dan asimilasi. Yang kedua yaitu TINJAUAN PUSTAKA proses disosiatif yang terdiri dari persaingan, INTERAKSI SOSIAL kontravensi, dan pertentangan atau konflik. Interaksi sosial menurut Mar’at (dalam Riyanti a. Proses-proses yang asosiatif dan Prabowo, 1998) yaitu suatu proses dimana 1. Kerjasama menurut Sarwono (2005) individu memperhatikan dan merespon individu dimaksudkan lainnya, sehingga mendapat balasan suatu tingkah bersama antara orang perorangan atau laku tertentu. Reaksi yang terjadi ini berarti bahwa kelompok manusia untuk mencapai individu memperhatikan orang yang memberi satu atau berapa tujuan bersama. stimulus, sehingga dengan adanya perhatian terhadap stimulus tersebut terjadilah suatu 2. Akomodasi suatu sebenarnya usaha merupakan cara untuk menyelesaikan hubungan. Menurut Kelly (dalam Riyanti dan pertentangan tanpa menghancurkan Prabowo, hubungan pihak lawan, sehingga lawan tidak interaksi sosial terjadi apabila dua orang saling kehilangan kepribadiannya. (Soekanto, mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soekanto 2005) (2005) interaksi sosial merupakan hubungan- 3. Asimilasi 1998) mendefinisikan suatu sebagai menurut Ningrat (1965) hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut merupakan proses sosial dalam tahap hubungan antara orang-orang perorangan, antara lanjutan, yang ditandai dengan adanya kelompok manusia, maupun orang perorangan usaha-usaha mengurangi perbedaan- dengan kelompok manusia. Dari sinilah dapat perbedaan ditarik suatu pengertian bahwa interaksi sosial individu atau kelompok dan juga adalah suatu proses hubungan yang terjadi antara meliputi dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi menpertinggi kesatuan tindak, sikap antara individu dengan individu, individu dengan dan kelompok, serta kelompok dengan kelompok memperhatikan kepentingan dan tujuan lainnya. bersama. yang terdapat usaha-usaha proses antara untuk mental dengan b. Proses-proses yang disosiatif Bentuk-bentuk Interaksi Sosial 1. Persaingan menurut Gillin dan Gillin Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2005) Bentuk- (dalam bentuk interaksi sosial terbagi menjadi proses diartikan sebagai suatu proses sosial, yang asosiatif dimana yang terdiri dari kerja sama, Seoekanto, individu 2005) atau dapat kelompok manusia bersaing, mencari keuntungan yang terjalin diantaranya. Kontak sosial melalui bidang-bidang kehidupan yang tahap pertama dari terjadinya hubungan, pada suatu masa tertentu menjadi pusat seperti perhatian umum dengan cara menarik Sedangkan perhatian publik atau mempertajam memberikan tafsiran pada perilaku orang prasangka yang telah ada, lain (pembicaraan, gerak-gerak badannya tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. 2. Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada sentuhan dan kontak mata. komunikasi adalah proses atau sikap) yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. b. Menurut Shannon dan Weaver (dalam antara persaingan dan pertentangan atau Wiryanto, pertikaian. Kontravensi ditandai dengan bentuk interaksi manusia yang saling adanya diri pengaruh mempengaruhi satu sama lain, seseorang atau suatu rencana dan perasaan sengaja atau tidak sengaja dan tidak tidak disembunyikan, terbatas pada bentuk komunikasi verbal, kebencian, atau keragu-raguan terhadap tetapi juga dalam hal ekspresi muka, kepribadian seseorang. (Soekanto, 2005) lukisan, seni dan teknologi. ketidakpastian suka 3. Pertentangan yang adalah mengenai sarana 2004) komunikasi adalah untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan- Faktor-faktor Interaksi Sosial kekuatan Karena Soekanto (2005) menyatakan faktor-faktor merupakan yang mempengaruhi interaksi sosial adaah timbulnya pertanda dalam masyarakat. pertentangan bahwa akomodasi yang imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. sebelumnya tercapai, tidak dihiraukan Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri- lagi.(Soekanto,2005) sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Faktor interaksi sosial adalah. Syarat-syarat Interaksi Sosial a. Faktor imitasi mempunyai peranan yang Menurut Mar’at (dalam Riyanti dan Prabowo, sangat penting dalam proses interaksi sosial. 1998) interaksi sosial dapat terjadi apabila Salah satu segi positifnya adalah bahwa memenuhi dua aspek yaitu adanya kontak imitasi dapat mendorong seseorang untuk sosial dan komunikasi. mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai a. Kontak sosial menurut Soekanto (2005) yang berlaku. Sedangkan negatifnya adalah adalah adanya kontak sosial dan komunikasi tindakan yang ditiru adalah tindakan- tindakan yang menyimpang. (http://faroji83.wordpress.com). b. Menurut Soekanto (2005) perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya faktor sugesti itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat berlangsung apabila seseorang memberi suatu serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari perkembangannya. dirinya yang kemudian diterima oleh pihak mengatakan bahwa seorang individu masuk ke lain. dalam periode anak jika sudah berusia 2 tahun. Riyanti dkk (1996) c. Gerungan (2004) identifikasi dilakukan orang Orang tua sering memandang periode ini kepada orang lain yang diangapnya ideal dalam sebagai masa-masa yang sulit, anak menjadi suatu segi untuk memperoleh sistem norma, luar biasa nakalnya, suka membantah orangtua sikap, dan nilai yang dianggap ideal, untuk dan banyak bertanya. Hurlock (1996) juga menutupi kekurangan dalam dirinya. mengatakan bahwa masa kanak-kanak dimulai d. Gerungan (2004) menjelaskan bahwa simpati setelah melewati masa bayi yang penuh adalah perasaan tertariknya terhadap orang lain ketergantungan yakni kira-kira usia 2 tahun secara sadar bukan karena salah satu ciri sampai dengan matang secara seksual. tertentu melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Tahapan-tahapan Anak Riyanti (1996) pada buku psikologi umum I, ANAK mengatakan periode anak terbagi menjadi 2 Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak tahapan, tahapan kanak-kanak awal (Early adalah pribadi yang masih bersih dan peka Childhood) dan kanak-kanak Akhir (Late terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari Childhood). lingkungan. Sedangkan Sobur (1988) mengartikan a. Periode Early childhood dihitung sejak anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, anak berusia 2 tahun sampai berusia 6 perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang tahun. Dia mulai sadar bahwa sampai tahap dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono tertentu dia dapat mengatasi lingkungannya (dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa tanpa bantuan dari oranglain. Ia juga anak merupakan mahluk yang membutuhkan semakin tahu bahwa ia tidak harus selalu pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi tunduk pada lingkungan, entah itu suatu perkembangannya. Kasiram (1994), mengatakan situasi, benda, atau orangtuanya sendiri. anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf (Riyanti dkk,1996) b. Late childhood masuk ke dalam fase anak sekolah (usia sekolah dasar) dimana anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif. b. Perkembangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang Menurut Yusuf (2001) pada periode late menuntut childhood anak sudah dapat bereaksi kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis terhadap dan melaksanakan tugas-tugas belajar yang menghitung. (Yusuf, 2001) Dari rangsangan intelektual, atau penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa menuntut kemampuan yang disebut anak adalah individu antara umur membaca, menulis, 2 – 15 tahun yang terbagi menjadi 2 tahapan. Sedangkan Hurlock (1996) mengatakan Tahapan pertama yang disebut early childhood pada (gang-age) yaitu antara umur 2 – 6 tahun dan keterampilan yang mulai terasah, antara yang kedua yaitu tahapan late childhood (usia lain keterampilan menolong diri, menolong sekolah dasar) dimana anak berumur 6 – 15 orang lain, keterampilan bersekolah, dan tahun. keterampilan bermain. masa ini kognitif dan banyak seperti menghitung. keterampilan- c. Perkembangan bahasa LATE CHILDHOOD YANG BEKERJA Menurut Yusuf Menurut Santrock (2002) masa late childhood childhood merupakan masa berkembang merupakan masa tenang sebelum pertumbuhan dengan pesatnya kemampuan mengenal yang cepat menjelang masa remaja. dan menguasai (2001) periode perbendaharaan late kata. Banyaknya kosakata yang dipelajari dan Ciri-ciri Late Childhood dimiliki menjadi salah satu ciri a. Perkembangan fisik perkembangan bahasa pada masa ini antara Menurut Santrock (2002) masa akhir anak- lain kosakata etiket, warna, bilangan, uang, anak meliputi pertumbuhan yang lambat dan waktu, kata populer dan makian serta konsisten. teori kosakata simbol atau rahasia. (Hurlock, yang 1996) Sedangkan perkembangan menurut psikoseksual dikembangkan oleh Freud (dalam Riyanti dkk, d. Perkembangan sosial 1996), periode late childhood termasuk ke Perkembangan sosial pada late childhood dalam fase periode laten dimana ini adalah menurut Monks dkk (2002) ditandai oleh masa meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak tenang, walau anak mengalami melepaskan diri dari keluarga, ia makin sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk mendekatkan diri pada orang lain disamping perilaku dengan konsep benar-salah atau anggota keluarga, terutama teman sebayanya baik-buruk. (Yusuf, 2001) baik di lingkungan sekolah atau lingkungan bermain. Menurut Yusuf (2001) pada usia ini Late Childhood yang Bekerja anak Menurut Anoraga (1992) bekerja merupakan mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap yang sesuatu kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris Kebutuhannya (memperhatikan kepentingan orang lain). Anak berkembang, dan berubah bahkan seringkali dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan tidak dapat di sadari oleh pelakunya. Seseorang teman kuat bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapai keinginannya untuk diterima menjadi anggota dan orang berharap bahwa aktifitas kerja yang kelompok bermain, dia tidak merasa senang dilakukan akan membawanya kepada suatu jika tidak diterima dalam kelompoknya. keadaan yang lebih memuaskan daripada sebayanya, dan bertambah e. Perkembangan emosi yang dibutuhkan dapat manusia. bermacam-macam, sebelumnya. Bekerja menurut Magnis (dalam Menurut Yusuf (2001) perkembangan emosi Anoraga, pada anak periode late childhood menginjak direncanakan. Berarti tidak semua aktifitas pada proses kemampuan mengontrol ekspresi dikatakan emosinya. Kemampuan mengontrol emosinya terdapat kebutuhan sehingga terbentuk suatu diperoleh latihan. tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan Sedangkan menurut Hurlock (dalam Riyanti pengertian diatas late childhood yang bekerja dkk, adalah suatu aktifitas yang dilakukan anak usia melalui 1996) peniruan perkembangan dan emosi anak 1992) kerja adalah kegiatan meskipun pada sangatlah dipengaruhi oleh faktor kemasakan antara 6-13 tahun untuk dan belajar. kebutuhannya. Untuk itu f. Perkembangan moral yang manusia memenuhi anak dapat menyatakan diri secara objektif dunia sehingga Anak mulai mengenal konsep moral pertama dapat ia dan orang lain dapat memandang dan kali dari lingkungan keluarga. Namun pada memahami periode late childhood karena bersamaan Mulandar, penyebab dari fenomena anak dengan masa sekolah, maka anak sudah dapat bekerja mengikuti pertautan antara tuntutan dari orang tekanan ekonomi keluarga, dipaksa orang tua, tua atau lingkungan sosialnya. Selain itu anak diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang keberadaan antara dirinya. Menurut lain:(http://digilib.itb.ac.id) lebih dewasa, asumsi bahwa dengan bekerja bisa sifatnya deskriptif seperti transkip wawancara, digunakan sebagai sarana bermain, pembenaran catatan lapangan, gambar foto, rekaman video, dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja. dan Dampak dari anak pada masa late childhood yang kompleksitas, memahami kedalaman makna, bekerja menurut Usman dan Nachrowi (2004) dan sangat beragam, dimulai dari aspek fisik, kognitif, fenomena. Heru Basuki (2006) mengatakan emosional serta sosialnya. bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian a. Fisik, bekerja dapat mengganggu kesehatan, yang bertujuan untuk mendapat pemahaman koordinasi, kekuatan penglihatan dan yang lainnya serta interpretasi mendalam mengungkapkan terhadap tentang keuntungan masalah-masalah pendengaran. Menurut hasil observasi dan manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan penelitian oleh yayasan Kusuma Buana di bagian Bantar Gebang pemulung 8 – 13 tahun hampir sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif semuanya menderita cacingan sehingga mereka dengan kekurangan gizi. menginterpretasikan b. kognitif, tidak bisa membaca, kesulitan dalam berhitung, memperoleh pengetahuan. c. Emosional, hilangnya harga diri, permukaan dari suatu positivismenya. realitas Peneliti bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi ikatan tingkah laku mereka. Penelitian dilakukan keluarga, perasaan dicintai, dan diterima secara dalam memadai. (naturalistic) d. Sosial, rasa identitas kelompok yang hilang, berkurangnya kemauan untuk bekerja sama latar (setting) bukan yang alamiah hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan. dengan orang lain, tidak mampu membedakan baik dan buruk. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan METODE PENELITIAN pendekatan Peneliti ini akan menggunakan metode kualitatif wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini karena dengan menggunakan metode kualitatif peneliti peneliti akan mendapatkan data yang lebih menggunakan petunjuk umum wawancara mendalam tentang topik yang akan diteliti. karena dengan menggunakan jenis wawancara Menurut pendekatan ini peneliti dapat menentukan alur wawancara kualitatif menghasilkan dan mengelola data yang agar tidak keluar dari topik yang diteliti dan Poerwandari (2001), kualitatif menggunakan dengan jenis teknik wawancara menggunakan pengamatan tanpa berperan serta Tahap kedua adalah melakukan analisis (nonpartisipan), dimana peneliti langsung hanya antar mengamati dan mendata secara langsung tentang mengungkapkan perbedaan dan persamaan subjek dalam obeservasinya. antar subjek serta menyimpulkan. subjek yang bertujuan untuk d. Menguji Asumsi Teknik Analisis Data Setelah kategori dan pola data tergambar Data yang dipeloreh akan dianalisa dengan dengan jelas, pada tahap ini kategori yang menggunakan teknik Poerwandari (1998), analisa data kualitatif. telah didapat melalui analisis ditinjau memberikan beberapa kembali berdasarkan landasan teori yang tahapan yang diperlukan dalam menganalisa data dijabarkan pada bab sebelumnya, sehingga kualitatif, tahapan tersebut adalah : data yang diperoleh dapat dicocokkan a. Mengorganisasikan Data apakah ada kesamaan antara landasan teori Setelah peneliti mendapatkan data dari subjek dengan data yang didapat. melalui wawancara dengan alat perekam, Teknik analisis data yang digunakan peneliti kemudian transikp setelah mendapatkan hasil wawancara dari (verbatim) dalam bentuk tulisan. Karena kedua subjek yaitu, dengan merubah hasil datanya beragam dan banyak data harus wawancara kedalam verbatim yang kemudian diorganisasikan dengan rapi, sistematis dan di kelompokkan menggunakan koding respon lengkap sebelum masuk ke dalam tahap analisis kasus merubahnya dengan b. Mengelompokkan Data yang terdiri dari analisis intra kasus dan antar Langkah pertama sebelum analisis adalah kasus. Kemudian hasil analisis antar kasus membubuhkan kode-kode pada data yang ditinjau kembali ke dalam pembahasan antara doperoleh hasil penelitian dengan landasan teori. dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail sehingga data HASIL DAN PEMBAHASAN dapat memunculakan gambaran tentang topik Faktor c. Analisis Kasus Penyebab Anak pada Periode Latechildhood yang Bekerja Analisis kasus yang pertama dilakukan adalah Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa melakukan analisis terhadap masing-masing mengenai penyebab kedua subjek bekerja kasus. adalah faktor kemiskinan dan permintaan dari Analisis wawancara yang dilakukan melalui diungkapkan hasil responden. orangtua. Orangtua dari kedua subjek mempunyai penghasilan yang kurang mencukupi ayahnya untuk biaya hidup keluarganya, sehingga kedua bersama ibunya untuk menjaga warung subjek dan adiknya. dipaksa bekerja untuk membantu meringankan beban kedua orangtuanya. Hal ini sejalan dengan membersihkan becak dan Subjek pertama melakukan kerjasama Mulandar dengan teman bekerjanya ketika (http://digilib.itb.ac.id) faktor yang menyebabkan membagi wilayah memulung dan ketika anak bekerja diantaranya kemisikinan dan dipaksa membantu bekerja oleh orangtuanya. Sedangkan Berdasarkan beruntung untuk mendapatka sampah. berbagai penelitian yang dilakukan Pusat Kajian Sedangkan subjek kedua melakukan dan kerjasama dengan temannya ketika Perlindungan Anak temannya yang kurang (www.sulaimanzuhdimanik.blogspot.com) melakukan ditemukan banyak faktor yang menyebabkan anak berjualan di pasar. Kedua subjek sama- terpaksa bekerja. Kemiskinan ditemukan sebagai sama melakukan kerjasama di sekolah salah satu penyebab utama (prime suspect). ketika Terdapat kesamaan antara subjek pertama kedua dalam hal bekerjasama. Kedua subjek sama-sama kerjasama baik dengan keluarga, teman sekolah, teman bekerja, maupun teman bermainnya. Pada subjek pertama melakukan kerjasama dengan keluarga bersama ibunya untuk memulung bersama dan mensortir sampah, sedangkan bersama kakaknya bekerjasama ketika mencari kayu untuk memasak. Subjek bersama kedua melakukan keluarga dan subjek melakukan kerjasama ketika 1. Kerja sama melakukan kelas berada pada lingkungan bermain, kedua a. Proses-proses yang asosiatif subjek membesihkan wilayah mengerjakan tugas kelompok. Ketika Bentuk-bentuk Interaksi Sosial dengan pembagian dengan kerjasama membantu melakukan permainan secara berkelompok atau tim. Kerjasama menurut Sarwono (2005) dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau berapa tujuan bersama. 2. Akomodasi Kedua subjek dalam penelitian ini sama-sama akomodasi melakukan yang akomodasi, dilakukan subjek pertama dengan cara meninggalkan pihak lawan sehingga tidak terjadi perkelahian dan terhindar dari intimidasi fisik. Sedangkan subjek kedua intimidasi verbal yang ditujukan kepada melakukan dirinya secara diam-diam sehingga menuruti akomodasi perintah dari dengan cara pihak lawan pihak lawan tidak mengetahuinya. sehingga subjek terhindar dari intimidasi Kontravensi yang dilakukan oleh subjek fisik kedua adalah dengan memendam rasa dan lawannya mendapatkan keinginannya. Menurut kesal Soekanto (2005) dan marahnya, lalu akomodasi menceritakannya kepada orang yang sebenarnya merupakan suatu cara untuk dekat dengan subjek. Kedua subjek menyelesaikan melakukan kontravensi karena tidak pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga mempunyai lawan tidak kehilangan kepribadiannya. menghadapi pihak lawan dan tidak kekuatan untuk ingin diintimidasi secara fisik. b. Proses-proses yang disosiatif Menurut Soekanto (2005) kontravensi 1. Persaingan pada hakikatnya merupakan suatu Kedua subjek melakukan persaingan pada bentuk proses sosial yang berada antara saat persaingan bermain untuk mendapatkan dan pertentangan atau kemenangan sehingga meraih kebanggaan pertikaian. Kontravensi ditandai dengan tersendiri adanya ketidakpastian mengenai diri bagi subjek dan teman bermainnya. Menurut seseorang atau suatu rencana dan Gillin Seoekanto, 2005) dan Gillin (dalam persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok manusia bersaing, mencari keuntungan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keraguraguan terhadap kepribadian seseorang. 3. Pertentangan melalui Kedua subjek melakukan pertentangan, bidang-bidang kehidupan yang pada suatu subjek pertama melakukan pertentangan masa tertentu menjadi pusat perhatian kepada orangtuanya karena dipaksa umum dengan cara menarik perhatian bekerja. Subjek tidak ingin bekerja publik atau mempertajam prasangka yang karena malu dengan teman-temannya. 2. Kontravensi Sedangkan subjek kedua melakukan Subjek pertama melakukan kontravensi pertentangan dengan perkelahian. Subjek berkelahi karena cara membalas cacian atau dengan melakukan ingin meolong temannya yang mendapat subjek melakukan imitasi ketika memasak hinaan dari orang lain. dan mensortir sampah bersama. Ibu subjek Pertentangan adalah sarana untuk mencapai juga mengajarkan subjek untuk saling keseimbangan antara kekuatan-kekuatan membantu sesama teman pada saat bekerja. dalam timbulnya Pada saat melakukan akomodasi subjek di pertentangan merupakan pertanda bahwa ajarkan ibunya untuk tidak berkelahi, akomodasi yang sebelumnya tercapai, tidak sehingga ketika memiliki masalah dengan dihiraukan lagi.(Soekanto,2005) orang lain subjek meninggalkan pihak masyarakat. Karena lawan agar tidak terjadi perkelahian. Berdasarkan hasil penelitian dari kedua subjek, Imitasi yang dilakukan subjek kedua pada dapat diketahui bahwa kedua subjek melakukan saat interaksi yang mengarah pada proses –proses membersihkan kelas dan mengerjakan tugas asosiatif yaitu kerjasama dan akomodasi. Selain itu kelompok, subjek diajarkan untuk saling kedua subjek juga melakukan interaksi sosial yang membantu mengarah pada proses-proses yang disosiatif gurunya. Faktor imitasi yang dilakukan seperti persaingan, kontravensi, dan pertentangan. subjek pada saat berakomodasi ketika Tetapi orangtua subjek mengajarkannya untuk bentuk-bentuk interaksi yang sering bekerjasama dan ketika subjek bergotongroyong oleh dilakukan kedua subjek adalah kerjasama, karena patuh dan taat kepada kedua orangtuanya. kedua subjek selalu melakukannya setiap hari Faroji dengan pihak manapun. mengatakan Menurut Yusuf (2001) pada masa late childhood, mempunyai peranan yang sangat penting anak sudah mulai memiliki kesanggupan untuk dalam proses interaksi sosial. Salah satu menyesuaikan diri sendiri untuk bekerjasama atau segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat memperhatikan kepentingan oranglain. mendorong (http://faroji83.wordpress.com) bahwa seseorang Faktor untuk imitasi mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Subjek Sedangkan negatifnya adalah tindakan yang Menggunakan Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ditiru a. Faktor Imitasi menyimpang Kedua subjek melakukan faktor imitasi pada adalah tindakan-tindakan yang b. Faktor Identifikasi saat bekerjasama dan berakomodasi. Pada saat Kedua subjek sama-sama melakukan faktor subjek pertama bekerjasama dengan ibunya, identifikasi, terutama mereka beridentifikasi terhadap teman-temannya dikarenakan masa memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai anak-anak adalah masa dimana mereka saling yang dianggap ideal, untuk menutupi berkelompok. kekurangan dalam dirinya Subjek pertama melakukan identifikasi pada saat bekerjasama ketika Faktor simpati hanya dilakukan oleh subjek melakukan sebuah permainan berkelompok, kedua. Faktor simpati yang dilakukan subjek dengan subjek ketika bekerjasama dengan ibunya. akan berhasil Subjek membantu ibunya karena subjek tersebut. Ketika tidak ingin melihat ibunya sakit-sakitan sadar temannya dan jika maka memenangkan bersaing c. Faktor Simpati bekerjasama subjek permainan subjek mempunyai masalah dengan temannya, karena bekerja. subjek melakukan akomodasi yaitu dengan cara Menurut meninggalkan temannya. Hal ini dilakukan agar merupakan suatu proses dimana seseorang terhindar dari perkelahian yang mengakibatkan merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam renggangnya proses ini perasaan memegang peranan rasa persahabatan diantara Soekanto (2005) faktor ini mereka. yang sangat penting, walaupun dorongan Subjek kedua melakukan identifikasi karena utama pada simpati adalah keinginan untuk subjek senang akan kebersamaan yang terjadi memahami pihak lain dan untuk bekerja antara sama dengannya. subjek bekerjasama. identifikasi dan temannya Subjek melakukan bersaing Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada kedua subjek. Faktor-faktor yang faktor banyak mendorong subjek untuk melakukan identifikasi yang dilakukan memotivasi subjek bentuk-bentuk interaksi sosial adalah faktor dan temannya untuk memenangkan permainan imitasi dan identifikasi. tersebut. Selain itu subjek juga melakukan Menurut Hurlock (1996) pada masa ini identifikasi pada saat melakukan perkelahian banyak atau mulai terasah, antara lain keterampilan lain saat saat dengan kelompok pada juga pada ketika pertentangan, bermain, subjek tidak ingin keterampilan-keterampilan yang sahabatnya di intimidasi secara verbal oleh menolong pihak lain. keterampilan bersekolah, dan keterampilan Menurut Gerungan (2004) diri, menolong orang lain, identifikasi bermain.yang anak pelajari. Sedangkan dilakukan orang kepada orang lain yang faktor identifikasi dilakukan karena pada diangapnya ideal dalam suatu segi untuk masa ini Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, ia makin mendekatkan diri pada dengan penjelasan dari Usman dan Nachrowi orang (2004) bekerja dapat menghilangkan rasa lain disamping anggota keluarga, terutama teman sebayanya baik di lingkungan identitas sekolah atau lingkungan bermain.(Monks dkk, kemauan untuk bekerja sama dengan orang 2002) lain, tidak mampu membedakan baik dan kelompok dan berkurangnya buruk. Dampak Bekerja terhadap Bentuk-bentuk Interaksi yang Digunakan KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian terhadap kedua Berdasarkan hasil penelitian interaksi sosial subjek, terdapat kesamaan dari dampak bekerja pada anak periode late childhood yang bekerja, yang dilakukan kedua subjek terhadap bentuk- dapat disimpulkan bahwa : bentuk interaksi sosial yang dilakukan. Pekerjaan 1. Kedua subjek bekerja karena permintaan yang dilakukan membuat kedua subjek terbiasa orangtuanya dan membantu orangtuanya untuk bekerjasama baik di rumah, sekolah, tempat mencari nafkah untuk biaya hidup mereka bekerja maupun lingkungan bermainnya. sehari-hari. Semua ini dipicu oleh keadaan Subjek pertama diajarkan oleh ibunya untuk saling ekonomi keluarga mereka yang kurang membantu sesama teman ketika bekerja. Subjek berkecukupan. selalu menerapkan pada kehidupan sehari-hari sehingga terhindar dan proses asosiatif yang dilakukan oleh kedua persaingan diantara mereka. Sedangkan subjek subjek adalah kerjasama dan akomodasi. kedua belajar bekerjasama ketika subjek dan Sedangkan interaksi yang menuju pada teman-temannya membagi tugas wilayah berjualan proses-proses dan bersama ayahnya bekerjasama ketika bekerja dilakukan menjadi subjek persaingan, kontravensi, dan pertentangan. mempraktikan hal tersebut pada kegiatan yang Bentuk interaksi sosial yang paling banyak lainnya dilakukan buruh seperti dari pasar. bermain pertentangan 2. Bentuk interaksi yang menuju pada proses- sehingga dan pada saat mengerjakan tugas kelompok di sekolahnya. Menurut Tauran (2000) pekerja anak yang masih mendapatkan perhatian dari orangtuanya yang kedua oleh disosiatif subjek kedua antara subjek yang lain yaitu kerjasama. Kedua subjek selalu melakukan kerjasama setiap harinya dengan semua pihak, baik dengan keluarga, teman menampakkan adanya filtrasi dalam menerapkan bekerja, teman sekolah, maupun teman di nilai dan norma di ligkungannya. Lain halnya lingkungan bermainnya. 3. Faktor-faktor yang mendorong kedua subjek article/ view/1697. Diakses tanggal 5 Mei 2009 untuk melakukan bentuk-bentuk interaksi adalah faktor imitasi dan identifikasi. Faroji (2008). Interaksi sosial. http://faroji83.wordpress.com/2008/ 06/05/ interaksi-sosial/. Di akses tanggal 20 desember 2008 Sedangkan faktor simpati hanya dilakukan oleh subjek kedua. Faktor pendorong yang dominan dilakukan oleh kedua identifikasi, subjek adalah karena pada imitasi dan periode late childhood ini banyak sesuatu yang mereka Gerungan, W.A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Heru pelajari dan anak mulai berkelompok dengan anak seusianya. Basuki, A.M. (2006). Pendekatan kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Gunadarma 4. Bentuk interaksi kerjasama pada kedua subjek sebagai dampak dari pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya, karena pada saat bekerja kedua subjek dituntut untuk bekerja Hurlock, E. (1996). Psikologi perkembangan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. & Dra. Muslichah Z. Jakarta: Erlangga sama oleh orangtua maupun situasi yang ada pada saat bekerja. Hal itulah yang akhirnya Hurlock, mereka terapkan dalam keseharian hidup kedua subjek, baik dalam lingkungan bermain maupun lingkungan sekolahnya ILO E. (1997). Suatu pengantar sepanjang rentang kehidupan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta: Erlangga (2006). Sikap terhadap anak dan pendidikan di Indonesia. Jakarta: DAFTAR PUSTAKA International Labour Organization Anoraga, P. (1992). Psikologi kerja. Jakarta: Rineka Cipta Dwi .(2000). Anak jalanan. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php. Diakses tanggal 13 Desember 2008 Djunaedi, E. (2003). Penelusuran pekerja di bawah umur di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/RH/ Kertamuda, F. (2006). Sosiologi. Jakarta: Universitas Paramadina Massofa. (2008). Interaksi social. http://massofa.wordpress.com. Di akses tanggal 5 Mei 2009 Moleong, L.J. (1999). Metode Peneletian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Monks, F.J., Knoers. & Haditono, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Soekanto, S. (2005). Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Soemardjan, S., Soemardi, S. (1974). Setangkai bunga sosiologi. Jakarta: Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J., Huston, A.C. (1988). Perkembangan dan kepribadian anak. Jilid I. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta :97 Erlangga Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam peneletian psikologi. Depok: LPSP3 UI Sroufe, L.A., dkk. (1996). Child development. New York : Mc Graww – Hill Inc. Prabowo, H., Puspitawati, H. (1998). Psikologi umum II. Depok: Universitas Gunadarma Sunarto, K. (2000). Pengantar sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Press Riyanti, Dwi, B.P., Prabowo, H., dan Puspitawati, I. (1996). Psikologi umum I. Depok: Universitas Gunadarma Susenas Santrock, J.W. (2002). Perkembangan masa hidup. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. Jakarta: Erlangga Tauran. (2000). Studi profil anak jalanan sebagai upaya perumusan model kebijakan penanggualangannya. Jurnal Administrasi Negara. Vol.1. Malang Santrock, J.W. (2004). Child development. New York : Mc Graww – Hill Inc Saputra, M.S.T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: Grasindo Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka YBP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2001). Pekerja www.bappenas.go.id. Di tanggal 20 Desember 2008 anak. akses Usman, H., Nachrowi, D.N. (2004). Pekerja anak di indonesia. Jakarta: Grasindo Yusuf, S.L.N. (2001). Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya