PAPER Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada

advertisement
PAPER
Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa
Tambakrejo, Kecamtan Pacitan, Kabupaten Pacitan
Putri Ratna Noer Zheila (1508 100 065)
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2013
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapakah prevalensi dan intensitas Trichodina sp.
pada benih ikan nila (O. niloticus) di dua lokasi budidaya lokasi nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Pacitan, Kabupaten Pacitan, serta intensitas Trichodina sp. pada permukaan tubuh dan insang benih ikan
nila (O.niloticus). Pengambilan sampel benih ikan nila dilakukan secara acak di dua lokasi budidaya yang
berbeda. Sampel diambil sebanyak 25 ekor setiap tingkatan umur (1 bulan dan 3 bulan) dengan dua kali
pengambilan. Sampel benih ikan nila diambil mucus di setiap organ dengan cara scrapping dan diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 100X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi budidaya
berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp. pada benih nila. Prevalensi Trichodina sp. di lokasi B
lebih tinggi (80%) dibanding di lokasi A (48%). Umur benih berpengaruh terhadap intensitas Trichodina
sp. pada benih nila. Intensitas Trichodina sp. umur 1 bulan lebih tinggi (33,02 parasit/ekor) dibanding
dengan umur 3 bulan (19,96 parasit/ekor). Selain itu organ ikan juga berpengaruh terhadap intensitas
Trichodina sp. Intensitas tertinggi ditemukan pada permukaan tubuh (12,74 parasit/ekor) dibanding
dengan di insang (8,23 parasit/ekor) dan sirip (7,95 parasit/ekor).
Kata kunci : Trichodina sp., Oreochromis niloticus, prevalensi, intensitas.
Abstract
This research was conducted to find out what is the prevalency and intencity of Trichodina sp. on
Nile Tilapia (O. niloticus) juvenile in two locations Tambakrejo village and intencity of Trichodina sp.
on the body surface and gills of Nile Tilapia (O. niloticus) juvenile. Sampling of Nile Tilapia juvenile is
carried out at random in two different cultivation locations. Samples taken as many as 25 tails every age
levels (1 month and 3 months) with twice the uptake. Samples of Nile Tilapia juvenile are taken in each
organ of mucus by means of scrapping and observed under a microscope with a magnification of 100 x.
The results showed that the location of the cultivation effect on prevalency of Trichodina sp. on Nila
Tilapia juvenile. The prevalency of Trichodina sp. in location B is higher (80%) than at the site of A
(48%). Juvenile age effect on the intensity of Trichodina sp. on Nila Tilapia juvenile. The intencity of
Trichodina sp. age 1 month is higher (33,02 parasites/tail) compared to 3 months (19,96 parasites/tail).
Besides fish organs also have an effect on the intencity of Trichodina sp. of highest Intensity found on the
surface of the body (12,74 parasites/tail) than on the fins (8, 23 parasites/tail) and gill (7.95
parasites/tail).
Key words: Trichodina sp., Oreochromis niloticus, prevalence, intencity.
tinggi, memiliki kandungan protein tinggi dan
PENDAHULUAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah
keunggulan berkembang dengan
cepat.
ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di
Kandungan gizi ikan nila yaitu protein 16-24%,
Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang
kandungan lemak berkisar antara 0,2-2,2% dan
mempunyai kandungan karbohidrat, mineral
menjadi salah satu komoditas ekspor.
Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO
serta vitamin. Ikan nila mempunyai pertahanan
yang tinggi terhadap gangguan dan serangan
(Food
and
Agriculture
Organization)
menempatkan ikan nila di urutan ketiga setelah
penyakit. Namun demikian, tidak berarti tidak
udang dan salmon sebagai contoh sukses
ada hama dan penyakit yang akan
mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan ikan
perikanan budidaya dunia. Ikan nila termasuk
nila, terlebih pada fase benih (Mulia, 2006).
ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis
Indonesia merupakan Negara maritim
dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km2,
sehingga memiliki potensi perikanan baik laut
maupun tawar. Produksi ikan nila di Indonesia
mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun
2010 sebanyak 36 %. Berdasarkan data dari
Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur
bahwa produksi ikan nila di Jawa Timur
mengalami peningkatan pada tahun 2009
mencapai 8.521 ton (Anonim, 2010). Kabupaten
Pacitan terletak di memiliki luas wilayah
mencapai 7.636 mil persegi, sehingga memiliki
potensi perikanan baik ikan laut maupun ikan
tawar. Dalam memenuhi kebutuhan protein
hewani,
Kabupaten
Pacitan
mulai
mengembangkan budidaya ikan air tawar
terutama ikan nila. Berdasarkan data dari Dinas
Perikanan dan Keluatan Kabupaten Pacitan,
produktifitas ikan nila mengalami peningkatan
yaitu pada tahun 2010 sebesar 45.852 ton
menjadi 52.900 ton pada tahun 2011 (Anonim,
2011). Salah satu desa yang mengembangkan
budidaya ikan nila yaitu desa
Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten
Pacitan (Anonim, 2012).
Salah satu kendala dalam budidaya ikan
adalah ketersediaan akan benih yang mencukupi.
Faktor penting yang perlu di perhatikan dalam
menunjang keberhasilan usaha budidaya ikan
adalah penyediaan lingkungan yang sesuai
dengan benih, sehingga di peroleh kelangsungan
hidup yang tinggi. Menurut Sutisna dan
Sutarmanto (1995) dalam Purbomartono (2007),
benih merupakan komponen penting dalam
proses kegiatan budidaya ikan. Untuk
mengembangkan budidaya ikan, maka benih nila
harus mendapatkan perhatian dan penanganan
khusus. Kegiatan budidaya ikan terutama pada
tingkat pembenihan merupakan periode yang
rawan terhadap serangan penyakit. Menurut
Afrianto (1992), ikan dapat terserang penyakit
yang di sebabkan oleh organisme lain, pakan
maupun kondisi lingkungan yang kurang
menunjang kehidupan ikan. Interaksi yang tidak
serasi akan mnyebabkan ikan mengalami stress
sehingga mekanisme pertahanan diri yang
dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah
terserang penyakit.
Menurut Handayani et al., (2004) dalam
Pramono dan Syakuri (2008), salah satu jenis
penyakit ikan adalah parasit. Parasit adalah
organisme yang hidup pada tubuh organisme
lain dan umumnya menimbulkan efek negatif
pada organisme yang ditempatinya. Salah satu
penyakit ikan adalah ektoparasit. Kerugian
akibat dari infeksi ektoparasit memang tidak
sebesar kerugian yang diakibatkan oleh infeksi
organisme lain seperti virus dan bakteri. Namun,
infeksi ektoparasit dapat menjadi salah satu
faktor predisposisi bagi infeksi organisme
pathogen yang lebih berbahaya. Kerugian non
letal yaitu dapat berupa kerusakan organ luar.
Menurut Sommerville (1998) dalam Pramono
dan Syakuri (2008), tingkat ektoparasit yang
tinggi dapat mengakibatkan mortalitas tinggi
yang bersifat akut akibat infeksi ektoparasit
yaitu kematian yang terjadi tanpa menunjukkan
gejala terlebih dahulu.
Jenis ektoparasit yang sering menyerang
ikan nila (O. niloticus) adalah Trichodina sp.;
Dactylogyrus
sp.;
Gyrodactylus
sp.;
Ichtyopthirius mulrifilis sp.; Lernaea sp.; dan
Myxobolus sp. (Mulyana et al., 1990). Dari
beberapa penyakit ikan tersebut, Trichodina sp.
merupakan ektoparasit yang sering menyerang
ikan budidaya terutama pada benih ikan air
tawar. Trichodina sp. adalah ektoparasit patogen
dari golongan ciliata yang biasa menyerang
ikan air tawar. Parasit ini merupakan masalah
utama dalam budidaya air tawar di Indonesia
terutama pada fase benih karena parasit ini dapat
menyebabkan kerugian ekonomis, pertumbuhan
terhambat , periode pemeliharaan lebih lama.
Trichodina sp. mempunyai peranan yang sangat
besar terhadap budidaya ikan karena parasit ini
menurunkan daya tahan tubuh ikan dan
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder.
Trichodina sp. dalam jumlah sedikit tidak
menyebabkan dampak serius, akan tetapi infeksi
berat parasit ini akan menimbulkan bekas luka
terbuka pada tubuh luar ikan (Untergasser,
1989). Bekas luka ini akan menjadi vektor
pembawa patogen lainnya yang lebih berbahaya
(Lom, 1995).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992)
dalam Mulia (2006), predileksi Trichodina sp.
adalah permukaan tubuh, sirip dan insang.
Trichodina sp. menyebabkan penyakit gatal
pada ikan yang disebut dengan Trichodiniasis.
Ikan yang terserang Trichodina sp. ditandai
dengan adanya bintik-bintik putih keabu-abuan
dan terjadi peningkatan produksi lendir
(Gusrina,
2008).
Tingginya
intensitas
Trichodina sp. disebabkan karena parasit ini
berkembangbiak dengan cepat dan kondisi
perairan kolam yang menunjang bagi kehidupan
ektoparasit tersebut (Sachlan,1972 dalam
Rustikawati et al., 2004).
Tingginya intensitas Trichodina sp.
menyebabkan ikan stres dan terjadinya kematian
pada inang. Jika intensitas Trichodina sp. dalam
jumlah tinggi, akan mengakibatkan ikan tampak
pucat, nafsu makan turun, dan sensitif terhadap
infeksi bakteri yang selanjutnya akan mengalami
mortalitas yang tinggi. Menurut McArdle (1984)
dalam Pramono dan Syakuri (2008), serangan
Trichodina sp. dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan hyperplasia dan kerusakan
struktur insang, sehingga mempermudah
penyakit sekunder menyerang kulit dan insang
yang pada akhirnya ikan akan susah bernafas
dan menyebabkan kematian.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
permasalahan yang dihadapi dari penelitian ini
adalah :
1. Berapa prevalensi Trichodina sp. pada
benih ikan nila (O.niloticus) di dua
lokasi budidaya ikan nila di Desa
Tambakrejo,
Kecamatan
Pacitan,
Kabupaten Pacitan.
2. Berapa intensitas Trichodina sp. pada
benih ikan nila (O.niloticus) di dua
lokasi budidaya ikan nila di Desa
Tambakrejo,
Kecamatan
Pacitan,
Kabupaten Pacitan.
3. Berapa intensitas Trichodina sp. yang
menyerang permukaan tubuh, sirip dan
insang benih ikan nila (O.niloticus).
Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Sampel benih ikan nila (O.niloticus) di
ambil di dua lokasi budidaya ikan nila di
Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan,
Kabupaten Pacitan.
2. Sampel benih ikan nila (O.niloticus)
yang di ambil berumur 1 bulan dan 3
bulan.
3. Parasit Trichodina sp. yang menyerang
sirip, permukaan tubuh dan insang.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui
prevalensi
Trichodina sp. pada benih ikan nila
(O.niloticus) di dua lokasi budidaya ikan
nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Pacitan, Kabupaten Pacitan.
2. Untuk mengetahui intensitas Trichodina
sp. pada benih ikan nila (O. niloticus) di
dua lokasi budidaya ikan nila di Desa
Tambakrejo,
Kecamatan
Pacitan,
Kabupaten Pacitan.
3. Untuk mengetahui intensitas Trichodina
sp. yang menyerang permukaan tubuh,
sirip dan insang benih ikan nila (O.
niloticus).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai data dasar instansi terkait
dan sebagai data informasi tentang parasit pada
benih nila untuk para petani budidaya ikan di
desa
Tambakrejo,
Kecamatan
Pacitan,
Kabupaten
Pacitan,
sehingga
dapat
mengantisipasi atau mengurangi terjadinya
penurunan produksi dan kualitas produksi nila di
Pacitan, mengingat masih rendahnya konsusmsi
ikan tawar di Pacitan.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanakan pada bulan
September - Oktober 2012 di petani budidaya
ikan nila di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Pacitan, Kabupaten Pacitan. Perhitungan
prevalensi dan intensitas ektoparasit Trichodina
sp. dilakukan di Laboratorium Dinas Kelautan
dan Perikanan Pacitan, Kabupaten Pacitan.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah alat bedah (disetting set), mikroskop,
obyek glass, cover glass, hand counter, pipet,
jaring, bak plastik, papan bedah, kertas pH,
thermometer, dan DO meter.
Bahan yang digunakan dalan penelitian
ini adalah benih nila umur 1 bulan dan 3 bulan,
aquades.
Cara Kerja
A. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel benih nila (O.
niloticus) adalah menggunakan metode survey
yaitu melalui pengambilan sampel di lokasi
budidaya di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Pacitan, Kabupaten Pacitan secara langsung.
Pengambilan sampel benih ikan dilakukan
secara acak (random) (Mulia, 2006). Sampel
benih yang diambil berumur 1 bulan dan 3 bulan
untuk masing-masing kolam budidaya di dua
lokasi budidaya di Desa Tambakrejo,
Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan..
Menurut Mulia (2006) dan Prayitno (1998)
dalam Purbomartono et al., (2007), pengambilan
sampel benih nila sebanyak 5% dari jumlah
padat tebar ikan di kolam. Hal ini berdasarkan
penelitian Prayitno et al., (2004) dan Rokhmani
et al., (2004) menyatakan bahwa pengambilan
sampel sebanyak 5% dianggap sudah mewakili
dari seluruh populasi ikan di kolam pembenihan.
Padat tebar benih nila berumur 1 bulan dan 3
bulan di dua lokasi budidaya adalah 1000
ekor/kolam. Pengambilan sampel benih ikan nila
sebanyak 5% dari jumlah padat tebar benih ikan,
sehingga untuk penggambilan sampel umur 1
bulan 25 ekor dan umur 3 bulan 25 ekor
sebanyak 2x, sehingga jumlah total sampel
benih ikan nila yang diteliti 200 ekor. Sampel
kemudian dibawa ke Laboratorium Dinas
Perikanan dan Kelautan Pacitan untuk segera
diamati dan dihitung jumlah Trichodina sp. yang
menyerang benih ikan nila (O. niloticus).
B. Pemeriksaan Trichodina sp.
Pemeriksaan Trichodina sp. dilakukan
bedasarkan metode natif (pemeriksaan secara
langsung) (Dana et al., 2008). Benih nila yang
umur 1 bulan memiliki panjang tubuh 5-9 cm,
sedangkan benih nila yang berumur 3 bulan
memiliki panjang tubuh 9-13 cm. Pemeriksaan
dilakukan pada sirip, permukaan tubuh dan
insang dengan cara pengerokan (scrapping)
menggunakan scalpel. Lendir yang didapat,
kemudian diletakkan diatas obyek glass serta
ditetesi 1-2 tetes air dan ditutup dengan cover
glass. Preparat diamati menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 100X. Selanjutnya, dilakukan
perhitungan jumlah Trichodina sp. dengan hand
counter. Hasil dari perhitungan Trichodina sp.
dimasukkan ke dalam tabel pengamatan data.
C. Perhitungan Prevalensi dan Intensitas
Trichodina sp.
Dari data yang diperoleh yaitu banyaknya
Trichodina sp. yang telah ditemukan pada benih
nila, maka dapat dihitung prevalensi dan
intensitas. Prevalensi dan intensitas parasit dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Prevalensi =
Intensitas =
Jumlah ikan yang terserang parasit
Jumlah sampel ikan yang diamati
𝑥 100 %
Jumla h total 𝑇𝑟𝑖𝑐 ℎ𝑜𝑑𝑖𝑛𝑎 sp . yang menyerang
Jumla h ikan yang terserang parasit
(Hadiroseyani et al., 2006).
Hasil dari perhitungan prevalensi dan
intensitas ektoparasit, selanjutnya dimasukkan
ke dalam tabel prevalensi dan intensitas.
D. Pemeriksaan Kualitas Air
Pengamatan kualitas air berfungsi untuk
mengetahui karakteristik dari suatu perairan
pada saat pengumpulan data di kedua lokasi.
Pengamatan kualitas air dilakukan pada setiap
pengambilan sampel. Kualitas air yang diukur
meliputi :
a. Suhu Air
Suhu air diukur menggunakan thermometer.
Thermometer dicelupkan ke dalam air
tambak kurang lebih selama 3 - 5 menit.
Skala yang ditunjukkan thermometer
merupakan keadaan suhu air tambak. Suhu
air dinyatakan dalam °C .
b. pH Air
pH air diukur menggunakan kertas pH. Air
diteteskan pada kertas pH dan dicocokkan
warna dengan skala indicator yang terdapat
pada indikator pH.
c. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dalam air tambak diukur
menggunakan DO meter. Pengukuran ini
dilakukan pada masing-masing lokasi selama
pengambilan sampel. Oksigen terlarut
dinyatakan dengan ppm..
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey
melalui pengambilan sampel benih nila pada ke
dua lokasi secara langsung. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak (ramdom sampling) pada
ikan yang diambil dari dua lokasi budidaya yang
berbeda. Selanjutnya dilakukan penelitian untuk
menghitung jumlah parasit Trichodina sp. pada
benih nila (O. niloticus). Dari hasil pemeriksaan
jumlah serangan parasit Trichodina sp.,
selanjutnya dilakukan perhitungan prevalensi
dan intensitas Trichodina sp. pada benih nila (O.
niloticus) berumur 1 bulan dan 3 bulan.
Analisa Data
Data yang diperoleh berupa nilai prevalensi
dan intensitas Trichodina sp. selanjutnya di
analisa dengan menggunakan Anova. Jika
terdapat perbedaan infeksi Trichodina sp. antar
lokasi budidaya, umur dan organ maka
dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf α =
5%.
Ho = Lokasi budidaya nila tidak berpengaruh
terhadap prevalensi Trichodina sp.
H1 = Lokasi budidaya nila berpengaruh
terhadap prevalensi Trichodina sp.
Ho = Umur benih nila tidak berpengaruh
terhadap intensitas Trichodina sp.
H1 = Umur benih nila berpengaruh
terhadap intensitas Trichodina sp.
Ho = Jenis organ benih nila tidak berpengaruh
terhadap intensitas Trichodina sp.
H1 = Jenis organ benih nila berpengaruh
terhadap intensitas Trichodina sp.
PEMBAHASAN
1. Prevalensi Trichodina sp. Pada Benih Ikan
Nila (O. niloticus) Umur 1 Bulan dan 3
Bulan di Dua Lokasi Budidaya Nila di
Desa Tambakrejo, Kabupaten Pacitan.
Berdasarkan pengamatan pada benih nila di
Desa
Tambakrejo,
Kecamatan
Pacitan,
Kabupaten Pacitan adalah benih nila positif
terserang parasit Trichodina sp. Data dari hasil
pengamatan bahwa pada lokasi B memiliki nilai
prevalensi Trichodina sp. lebih tinggi dari pada
lokasi A. Nilai prevalensi lokasi B adalah 80%
sedangkan lokasi A memiliki nilai prevalensi
48% (Tabel 2). Lokasi B termasuk dalam
kategori tinggi karena memiliki nilai prevalensi
> 65%. Hal ini menandakan bahwa infeksi
serangan parasit Trichodina sp. tinggi sehingga
dapat menyebabkan ikan stres hingga terjadinya
kematian pada inang (Schmidt, 2008).
Tabel 2. Hasil penghitungan prevalensi Trichodina
sp. pada benih nila (O. niloticus).
Prevalensi Trichodina sp. (%)
Lokasi Budidaya A
Lokasi Budidaya B
56
84
40
76
b
48
80a
Keterangan : Huruf yang berbeda di belakang
angka menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada uji LSD 5%.
Berdasarkan hasil uji statistik Anova
menunjukkan bahwa lokasi budidaya nila
berpengaruh terhadap prevalensi Trichodina sp
pada benih ikan nila (p<0,05). Karena terdapat
perbedaan prevalensi Trichodina sp. antar lokasi
budidaya nila, maka dilanjutkan dengan uji LSD
dengan taraf signifikasi 5%. Hasil uji LSD
menunjukkan bahwa nilai prevalensi di lokasi
budidaya B berbeda signifikan dengan lokasi
budidaya A (Gambar 9).
Chart of prevalensi
350
250
prevalensi
Tabel 3. Parameter kualitas air ikan nila (O.
niloticus)
Lokasi
A
B
Umur
200
150
100
50
A
B
kolam
Gambar 9. Prevalensi Trichodina sp. pada benih
ikan nila di dua lokasi budidaya.
Protozoa adalah organisme eukaryot
(uniseluler)
berukuran
mikroskopis
dan
memiliki struktur kompleks yang digunakan
untuk pergearakan, pelekatan dan perlindungan.
Protozoa mampu untuk berkembangbiak pada
atau dalam inangnya. Hal ini membuat protozoa
sangat berbahaya pada ikan. Trichodina sp.
termasuk dalam pylum protozoa yang
merupakan parasit bagi ikan (Anshary, 2008).
Protozoa dibedakan berdasarkan alat gerak
antara lain yaitu Ciliophora berupa Cilia,
Mastigophora berupa Flagella. Trichodina sp.
Parameter kualitas air
Suhu
(°C)
pH
DO
(mg/L)
1
27
7
5,1
3
27
7
5,1
1
27
7
4,9
3
27
7
5
25-32
6-9
>5
Standart kualitas air yang
bagus
untuk
kolam
budidaya (Riko et al.,
2012).
300
0
termasuk dalam Ciliophora yang bergerak
dengan cilia. (Kabata, 1985).
Pada masing-masing lokasi budidaya
telah di ukur parameter lingkungan berupa pH,
DO dan suhu, hasilnya masih masuk dalam
kisaran kualitas normal (Tabel 3). Perbedaan
prevalensi pada kedua kolam budidaya
disebabkan karena penularan penyakit secara
vertikal dan secara horizontal. Penularan secara
vertikal adalah penularan penyakit dari induk ke
anak. Benih ikan nila pada lokasi budidaya A
berasal dari Bogor, sedangkan benih ikan nila di
lokasi budidaya B berasal dari Ponorogo.
Perbedaan asal benih ikan nila mempengaruhi
kondisi atau morfologi ikan yang tidak normal
dan pertumbuhan yang lambat. Hal ini
disebabkan karena penyakit turunan dari
induknya atau genetis (Yuliartati, 2011).
Penularan penyakit secara horizontal adalah
penularan penyakit dari manajemen kualitas air
dan teknik pemeliharaan kolam. Manajemen
kualitas air masih baik untuk budidaya ikan
nila,sedangkan untuk teknik pemeliharaan
kolam di dua lokasi budidaya berbeda. Pada
lokasi budidaya B memiliki prevalensi yang
tinggi karena kondisi air yang tergenang dan
padat tebar yang tinggi yaitu 200 ekor/m2. Padat
tebar yang tinggi akan menyebabkan ikan saling
bersinggungan satu sama lain sehingga parasit
akan mudah menular pada ikan yang lain.
Menurut Mulia (2006), untuk padat tebar benih
ikan pada kolam sebanyak 20 ekor/m2 atau 30
ekor/m2. Kolam yang tenang, tergenang dan
tidak berarus memungkinkan infeksi Trichodina
sp. lebih tinggi dibandingkan dengan kolam
yang berarus deras (Nugraha, 2008). Hal ini
dapat
menyebabkan
terjadinya
proses
penumpukan berupa sisa pakan yang berlebih
dan kotoran ikan yang dapat menyebabkan
tingginya kandungan bahan organik. Menurut
Bahrudin (1994) dalam Rustikawati et. al.,
(2004) bahwa semakin buruk kualitas air
budidaya yang ditandakan dengan tingginya
kandungan bahan organik, maka serangan
parasit cenderung akan semakin tinggi.
benih ikan nila umur 1 bulan (33,02
parasit/ekor) dan umur 3 bulan (19,96
parasit/ekor) (Tabel 4). Selanjutnya dilakukan
uji statistik dengan Anova. Berdasarkan hasil uji
statistik Anova menunjukkan bahwa umur ikan
berpengaruh terhadap intensitas Trichodina sp.
pada benih ikan nila (p<0,05). Karena terdapat
perbedaan intensitas Trichodina sp. pada umur
benih ikan nila, maka dilanjutkan dengan uji
LSD dengan taraf signifikasi 5%. Hasil uji LSD
menunjukkan bahwa umur 1 bulan berbeda
signifikan dengan umur 3 bulan (Gambar 11).
Tabel 4. Hasil penghitungan intensitas Trichodina
sp. pada benih nila (O. niloticus).
(a)
(b)
Gambar 10. Hasil pengamatan Trichodina sp.
(a) di insang dan (b) di permukaan tubuh pada
benih ikan nila (O.niloticus) perbesaran 100X.
Pada lokasi budidaya A memiliki prevalensi
rendah karena pada kolam ini memiliki teknik
pemeliharaan kolam air yang berarus deras
sehingga menghambat perkembangan dan
pertumbuhan ektoparasit Trichodina sp., dan
tidak ada penumpukan bahan organik dari sisa
pakan dan kotoran ikan. Selain itu untuk teknik
pemeliharaan dalam pemberian pakan di dua
lokasi tersebut juga berbeda. Pada lokasi
budidaya A di beri pakan alami berupa daundaunan dan pakan buatan berupa pellet sebanyak
dua kali sehari. Benih ikan nila diberi pakan
daun-daunan karena nila merupakan hewan
omnivora yakni hewan pemakan segala (Brojo,
1992 dalam Mardin 2011). Selain itu lokasi
budidaya A di tutup dengan jaring yang dapat
meminimalisir masuknya hama, predator dan
kompetitor bagi ikan nila. Sedangakan teknik
pemeliharaan di lokasi budidaya B memiliki
sistem pemeliharaan hanya di beri pakan pellet
dan tidak di tutup dengan jaring, sehingga
memungkinkan hama, predator dan kompetiror
masuk dengan mudah serta dapat mengganggu
kelangsungan hidup benih ikan nila. Menurut
Usman (2007) bahwa hama, predator dan
kompetitor dapat merugikan ikan di dalam suatu
ekosistem.
2. Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan
Nila (O.niloticus) Umur 1 Bulan dan 3
Bulan di Dua Lokasi Budidaya di Desa
Tambakrejo, Kabupaten Pacitan.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan,
menunjukkan bahwa intensitas Trichodina sp.
tertinggi adalah pada umur 1 bulan. Intensitas
Intensitas
Umur
(parasit/ekor)
Benih
Ikan
Rata-rata
lokasi
lokasi
Nila
budidaya budidaya
(bulan)
A
B
1
32,18
33,38
33,020a
3
12,8
26,24
19,960b
Keterangan : Huruf yang berbeda di belakang
angka menunjukkan terdapat
signifikan pada uji LSD 5%.
perbedaan
yang
Benih nila umur 1 bulan lebih banyak
terserang Trichodina sp. dibandingkan umur 3
bulan karena Trichodina sp. lebih cenderung
menyerang ikan pada fase benih atau umur yang
lebih muda dan perbedaan perkembangan sistem
imun. Penyakit di pengaruhi oleh 3 kondisi yaitu
inang (host), penyakit (patogen) dan lingkungan.
Penyakit di sebabkan karena terjadi tidak
keseimbangan antara host, patogen dan
lingkungan. Inang (host) memiliki ketahanan
tubuh (sistem imunitas) terhadap patogen dan
lingkungan. Pada fase benih lebih rentan
terserang penyakit terutama parasit. Hewan
muda memiliki respon antibodi yang lebih
lambat daripada hewan yang memiliki umur
dewasa. Hal ini disebabkan karena sistem imun
pada hewan yang dewasa sudah terbentuk
dengan sempurna, sehingga lebih tahan terhadap
infeksi ektoparasit (Nugraha, 2008).
Dalam tubuh terdapat sel yang berperan
sebagai sistem imunitas atau sistem antibodi
yaitu sel darah putih (leukosit). Sel darah putih
(leukosit) adalah zat antibodi yang berfungsi
melindungi tubuh terhadap kuman-kuman
penyakit yang menyerang tubuh inang. Serangan
Trichodina sp. akan menyebabkan luka atau
iritasi pada bagian tubuh ikan, maka sel darah
putih akan melawan kuman penyakit di bagian
yang terkena luka supaya kuman penyakit tidak
masuk melalui luka tersebut. Tetapi jumlah sel
darah putih (leukosit) dapat menurun karena
adanya infeksi penyakit. Trichodina sp. dalam
Respon seluler yaitu meningkatnya jumlah
makrofag dan juga meningkatkan imunitas
tubuh yang terdeteksi pada lendir eksternal.
(Murray, et al., 2000)..
Serangan parasit akan menurun sejalan
dengan bertambahnya umur dan ukuran ikan.
Semakin besar ikan maka sistem ketahanan
tubuh ikan akan semakin baik. Ikan yang
teinfeksi parasit akan mengalami iritasi pada
kulit dan luka sehingga bisa sebagai faktor
predisposisi bagi penyakit sekunder. Ikan nila
yang
terserang
Trichodina
sp.
telah
memproduksi lendir yang berlebihan, insang
berwarna pucat, insang dan operculum akan
megap-megap sehingga ikan nila akan sering ke
permukaan air, nafsu makan berkurang, gerakan
ikan lemah dan sirip rusak (Karno, 2000).
Chart of intensitas
35
30
Mean of intensitas
jumlah sedikit tidak menyebabkan dampak
serius, akan tetapi infeksi berat parasit ini akan
menimbulkan bekas luka terbuka pada tubuh
luar ikan (Untergasser, 1989). Bekas luka ini
akan menjadi vektor pembawa patogen lainnya
yang lebih berbahaya (Lom, 1995).
Berdasarkan ada dan tidaknya granula di
dalam sitoplasma, leukosit dibagi menjadi 2
bagian yaitu agranulosit (tidak memiliki
sitoplasma)
dan
granulosit
(memiliki
sitoplasma). Granulosit dan monosit mempunyai
peranan penting dalam perlindungan badan
terhadap kuman-kuman penyakit. Dengan
kemampuannya sebagai fagosit yaitu memakan
bakteri-bakteri hidup yang masuk ke peredaran
darah. Granulosit juga mempunyai enzim yang
dapat memecah protein yang memungkinkan
merusak jaringan hidup, menghancurkan, dan
membuangnya. Dengan cara ini jaringan yang
rusak atau terluka dapat dibuang dan
memungkinkan untuk penyembuhan. Sebagai
hasil kerja fagositik dari sel darah putih, yaitu
peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila
kegiatan sel darah putih tersebut tidak berhasil
dengan baik, maka ikan akan mengeluarkan
banyak lendir (mucus).
Dalam menghadapi serangan penyakit, ikan
memiliki tiga bentuk pertahanan yaitu :
a. Pengurangan jumlah hifa
Pengurangan jumlah koloni hifa pada tubuh
ikan dengan mukus. Mukus merupakan
bagian yang sangat penting dalam
menghambat kolonisasi dan pertumbuhan
spora Saprolegnia yang menempel pada
kulit ikan yang sehat dan juga yang sedang
terluka, hal ini mengindikasikan bahwa
semakin
banyak
mukus
diproduksi
pengurangan kolonisasi hifa pun semakin
meningkat.
b. Pertahanan secara hormon
Pertahan
hormonal,
peningkatan
pengeluaran morfogen lendir dari mukus
yang
berperan
untuk
mengurangi
pertumbuhan jamur, hal ini sama seperti
pada tumbuhan tingkat tinggi yang
memproduksi sejumlah senyawa kimia
untuk pertahanan seperti antibodi, lisozim
dan inilah yang terjadi pada kulit mukus
ikan. Beberapa sangat labil seperti aktivitas
kitinase yang telah diindentifikasi pada
jaringan hematopoietic ikan, yang juga
berpotensi menghambat pertumbuhan jamur
pathogen.
c. Pertahanan respon secara seluler
25
20
15
10
5
0
1
3
umur
Gambar 11. Intensitas Trichodina sp. pada benih
ikan nila (O. niloticus).
Resistensi umur dapat pula disebabkan oleh
ketahanan hewan dalam menghadai perubahanperubahan lingkungan. Interaksi lingkungan
yang tidak serasi menyebabkan stres pada ikan,
sehingga pertahanan diri menjadi lemah dan
semakin mudah penyakit lain menyerang serta
menimbulkan penyakit (Riko et al., 2012).
Dalam hal ini hewan yang berumur muda
biasanya
lebih
mudah
terkena
stress
dibandingkan dengan hewan yang berumur tua.
Stres akibat lingkungan pada ikan dapat
mengakibatkan menurunya respon imun
terhadap
organisme
penyebab
penyakit
(Nugraha, 2008). Parasit Trichodina sp. dapat
menyebabkan stres dan dapat menyebabkan
kerusakan pada morfologi ikan. Parasit ini
cukup patogen dan dapat menyebabkan
kematian pada inang. Jika tingkat infeksi
Trichodina sp. tinggi serta di dukung dengan
kondisi perairan yang mendukung, maka akan
mempercepat
proses
perkembangbiakan
Trichodina sp.
Trichodina sp. memerlukan yang inang
spesifik yaitu inang yang dapat menyediakan
kebutuhan parasit tersebut dan parasit tersebut
mempunyai kesempatan menginfeksi inang
tanpa adanya hambatan-hambatan. Parasit
Trichodina sp. termasuk dalam parasit obligat.
Parasit ini dapat hidup tanpa inang selama 2 hari
(48 jam). Jika lebih dari 2 hari (48 jam) maka
parasit akan mati atau jika inang mati, parasit
tersebut juga akan ikut mati. Pada pengamatan
morfologi benih ikan nila terdapat kerusakan
yaitu pada sirip ekor dan sirip punggung rusak,
sisik mencuat, ikan berwarna pucat dan produksi
lendir yang berlebih. Selain terjadi abnormalitas
morfologi, parasit ini dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Biasanya
ikan yang terinfeksi Trichodina sp. menjadi
pendiam, berenang dekat permukaan dan nafsu
makan berkurang (Nurfatimah, 2001).
Tabel 5. Hasil penghitungan intensitas Trichodina
sp. pada organ benih nila (O. niloticus).
Intensitas organ (parasit/ekor)
insang
permukaan tubuh
sirip
11,67
16,46
7,27
2,13
8,55
4,08
10,39
16,83
10,6
7,54
12,78
9,28
b
a
8,23
12,74
7,95b
Keterangan : Huruf yang berbeda di belakang
angka menunjukkan terdapat
signifikan pada uji LSD 5%.
(a)
(b)
(c)
Gambar 12. Morfologi benih ikan nila yang
terserang Trichodina sp. berupa (a) sisik ikan
mencuat, (b) sirip punggung rusak, (c) sirip ekor dan
sirip punggung rusak.
3. Intensitas
Trichodina sp. Pada Sirip,
Permukaan Tubuh dan Insang Benih Ikan
Nila (O.niloticus).
Data dari hasil pengamatan pada benih nila
menunjukkan bahwa intensitas Trichodina sp.
tertinggi pada permukaan tubuh dibanding
dengan sirip dan insang (Gambar 13). Intensitas
pada permukaan tubuh 12,78 parasit/ekor, pada
insang 8,23 parasit/ekor dan pada sirip 7,95
parasit/ekor (Tabel 5).
perbedaan
yang
Hasil dari uji statistik Anova menunjukkan
bahwa adanya pengaruh terhadap intensitas
serangan Trichodina sp. pada organ permukaan
tubuh, sirip dan insang (p<0,05). Selanjutnya
dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf
signifikasi 5%. Hasilnya menunjukkan bahwa
nilai intensitas Trichodina sp. permukaan tubuh
berbeda signifikan dengan sirip dan insang.
Sedangkan intensitas Trichodina sp. sirip tidak
berbeda signifikan dengan insang (Tabel 5).
Predileksi Trichodina sp. adalah permukaan
tubuh, sirip dan insang. Serangan parasit ini
dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan
kulit, insang dan sirip (Karno, 2007). Pada
penelitian ini intensitas tertinggi pada
permukaan tubuh dari pada organ lainya karena
banyak mengandung mucus, jaringan epitel dan
peredaran darah yang merupakan makan baik
bagi parasit dan menjadi tempat hidup yang baik
ektoparasit. Mucus ikan mengandung lisosim,
komplemen, antybody dan protease yang
berperan untuk mendegradasi dan mengeleminer
patogen. Selain itu permukaan tubuh
berhubungan langsung dengan lingkungan yang
memudahkan serangan Trichodina sp. Setelah
Trichodina sp. menempel, parasit ini akan
berputar-putar 360o sehingga akan merusak selsel disekitar dan memakan sel epitel yang
hancur hingga mengakibatkan iritasi pada
permukaan tubuh (Ohoilum, 2002). Tingginya
kandungan bahan organik dalam kolam dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit karena
sekresi mucus yang berlebih sehingga lebih
mudah terinfeksi oleh parasit terutama
ektoparasit. Serangan Trichodina sp. dengan
intensitas tinggi dapat menyebabkan hyperplasia
pada permukaan tubuh dan insang (Pramono dan
Syakuri, 2008).
3. Jenis organ benih nila berpengaruh terhadap
intensitas Trichodina sp. Intensitas tertinggi
pada organ permukaan tubuh (12,74
parasit/organ), insang (8,23 parasit/ekor) dan
sirip (7,95 parasit/organ).
Chart of intensitas
100
intensitas
80
60
40
SARAN
20
0
sirip
permukaan tubuh
organ
insang
Gambar 13. Intensitas Trichodina sp. pada organ
benih nila (O.niloticus).
Intensitas Trichodina sp. pada insag lebih
tinggi di banding dengan sirip. Posisi insang
yang terlindungi oleh operculum sehingga
menyulitkan Trichodina sp. untuk mencapainya.
Pada saat ikan bernafas operculum terbuka,
sehingga memungkinkan peluang Trichodina sp.
masuk dan menginfeksi insang. Infeksi
Trichodina sp. pada insang ikan jarang terjadi,
namun kadang juga ditemukan dalam frekuensi
yang rendah (Heckmann, 2003). Tetapi pada
penelitian ini nilai intensitas tinggi karena di
insang terdapat sel epitel, peredaran darah dan
mucus yang merupakan makanan baik bagi
Trichodina
sp.
Serangan
parasit
ini
menimbulkan luka sampai hyperplasia yang
dapat
menyebabkan
gangguan
osmotik,
pernapasan bahkan menyebabkan kematian.
Kondisi ini megakibatkan terhalangnya aliran air
menuju filament insang sehingga dapat
menyebabkan ikan stres dan sulit untuk
bernafas. Ikan yang terserang parasit ini akan
berenang lambat, berenang dekat permukaan air
dan nafsu makan berkurang (Anshary, 2008).
Intensitas sirip lebih sedikit karena pada organ
ini sedikit makan bagi Trichodina sp. karena
sirip bersifat keras berupa tulang, sehingga
Trichodina sp. sulit untuk menempel pada sirip
dan pada sirip tidak terdapat makanan bagi
parasit.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dapat di simpulkan
sebagai berikut :
1. Lokasi budidaya berpengaruh terhadap
prevalensi
Trichodina sp. Prevalensi
Trichodina sp. tertinggi pada lokasi budiaya
B (80%) di banding lokasi budidaya A
(48%).
2. Umur benih ikan berpengaruh terhadap
intensitas
Trichodina
sp.
Intensitas
Trichodina sp. tertinggi pada umur 1 bulan
(33,02 parasit/ekor) di banding umur 3 bulan
(19,96 parasit/ekor).
Perlu dilakukan penelitian secara lanjutan
mengenai prevalensi dan intensitas Trichodina
sp. pada ikan nila (O. niloticus) pada umur 4
bulan dan 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, A. 2008. Studi Keragaman Cacing
Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan
Gurami (Osprhonemus gouramy) dan
Ikan Tongkol (Euthynnus spp.). Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Afrianto, E. 1992. Pengendalian Hama &
Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
Akbar, J. 2011. Identifikasi Parasit Pada Ikan
Betok (Anabas testudieus). Bioscientiae.
Vol 8 hal 36-45.
Anonim. 2010. Laporan Tahunan Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Jatim.
Surabaya.
Anonim. 2011. Laporan Tahunan Dinas
Perikanan dan Kelautan Produksi Ikan
Nila tahun 2011. Pacitan.
Anonim. 2012. Ruang Informasi Edhi Baskoro
Yudhoyono.. www.griyaspirasibas.com.
[10 Juli 2012].
Anshary, H. 2008. Tingkat Infeksi Parasit Pada
Ikan Mas Koi (Cyprinus carpio) Pada
Beberapa Lokasi Budidaya Ikan Hias di
Makassar dan Gowa. Jaringan Sains dan
Teknologi. Vol 8 No.2 hal 139-147.
Basson, L., Van As, J. G. and Paperna, I. 1983.
Trichodinid ectoparasites of cichlid and
cyprinid fishes in South Africa and Israel.
Systematic Parasitology 5(4): 245-257.
Basson, L., Van As, J. G. 1989. Trichodinid
ectoparasites (Ciliophora:Peritrichida) of
wild and cultured freshwater fishes in
Taiwan, with notes on their origin.
Systematic Parasitology 28: 197-222.
Dana, D., Effendi, I., Sumawidjaja, K. dan
Hadiroseyani,
Y.
2008.
Parasit
Trichodina Pada Benih Ikan Betutu
(Oxyeleotris marmorata). Akuakultur
Indonesia. Vol 1 No. 1 hal 5-8.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan.
Jakarta.
Hadiroseyani, Y., Hariyadi, P., dan Nuryati, S.
2006. Inventarisasi Parasit Lele Dumbo
(Clarias sp.) di Daerah Bogor.
Akuakultur
Indonesia.
Departemen
Budidaya Perikanan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Heckmann, R. 2003. Other Ectoparasites
Infesting Fish, Copepods, Branchiurans,
Isopods, Mites and Bivalves. Aquakultur
Magazine, USA.
Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish
Culture in the Tropics. Taylor and Prancis
Inc, Philadephia.
Kordi, K. Ghufran, H. M. Budidaya Ikan Nila di
Kolam Terpal. Andi Offset, Yogyakarta.
Laird, M. 1952. The Protozoa of New Zealand
Intertidal Zone Fishes. Department of
Zoology, Victoria University Collage,
Wellington.
Lim,C. Webster, CD. 2006. Tilapia: Biology,
Culture and Naturtition. NY: Haworth
Press, Inc. Hlm: 17-18.
Laporan Penelitian. Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar Bogor, Bogor.
Murray, R. K. 2000. Harper’s Biochemistry 25th
ed. Appleton dan Lange. America.
Muthmainnah, N. 2004. Trichodinid dan
Beberapa Aspek Ekologinya dari Ikan di
Perairan Pelabuhan Ratu. Tesis. Program
Studi Ilmu Perairan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Nugraha, M. 2008. Derajat Infeksi Argulus sp.
pada Ikan Mas Koi (Cyprinus carrpio) di
desa Bangoan, Tulungagung. Tugas
Akhir. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, Surabaya.
Nurfatimah, A. 2001. Inventarisasi Parasit pada
Ikan Hias Koral Platy (Xyphophorus
maculatus), Ikan Gupi Kobra (Poecilia
reticulata), Ikan Red Nose Tetra
(Hemigrammus rhodostomus) dan Ikan
Serpe Minor (Hyphessobrycon serpae)
yang Dilalulintaskan Melalui Balai
Karantina Ikan Bandara Soekarno Hatta
Jakarta. Laporan Penelitian. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Lom, J. 1995. Trichodinid ciliates (Peritrichida:
Urceolariidae) from some marine fishes.
Folia Parasitolology 17: 113-125.
Paramitha, S. 2011. Efektifitas Perasan Daun
Pegangan (Centella asiatica) Untuk
Mengendalikan Trichodiniasis Pada
Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn).
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga, Surabaya.
Mardin. 2011. Toksisitas Nikel (Ni) Terhadap
Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus)
Pada Media Berkesadahan Lunak (Soft
Hardnes). Tesis. Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Pramono, T. dan Syakuri, H. 2008. Infeksi
Parasit Pada Permukaan Tubuh Ikan
Nilem (Osteochilus hasellti) yang
Diperdagangkan di PPI Purbalingga.
Ilmiah Perikanan. Vol. 3 No.2.
Mahasri, G. 2009. Patologi Ikan. Diktat Kuliah.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga, Surabaya.
Prayitno, S. B. 2004. Prinsip-prinsip Diagnosa
Penyakit Ikan. Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Mulia, D.S. 2006. Tingkat Infeksi Ektoparasit
Proozoa Pada Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Balai Benih
Ikan (BBI) Pandak dan Sidabowa,
Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto.
Mulyana, R. I. Riadi, S. L. Angka, dan A.
Rukyani. 1990. Pemakaian Sistem
Saringan Untuk Mencegah Infeksi Parasit
Pada Benih Ikan.Dalam Prosiding
Seminar II Penyakit Ikan dan Udang.
Purbomartono, C., Isnaetin, M., dan Suwarsito.
2007. Ektoparasit Benih Ikan Gurami
(Osprhonemus gouramy, Lac) di Unit
Pembenihan Rakyat (UPR) Beji dan
Sidabowa, Kabupaten Banyumas. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Purwokerto.
Ohoiulun, I. 2002. Inventarisai Parasit Pada
Ikan Cupang (Betta splendens), ikan gapi
(Poecilis reticulate) dan Ikan Rainbow
(Melanotaenia macculochi) di Daerah
Jakarta Barat, DKI Jakarta. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Riko, Y. A., Rosidah, Herawati, T. 2012.
Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit
Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Dalam Karamba Jaring Apung (KJA) di
Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa
Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan.
Vol. 3 No. 4 hal 231-241.
Rokhmani. 2004. Beberapa Penyakit Parasiter
Pada Budidaya Gurami (Osphronemus
gouramy) di Kabupaten Banyumas. Sains
Akuatik 5 (1) hal 21 - 26.
Rustikawati, I., Rostika, R. Iriana, D., dan
Herlina, E. 2004.
Intensitas dan
Prevalensi Ektoparasit Pada Benih Ikan
Mas (Cyprinus carpio L.) yang Berasal
dari Kolam Tradisional dan Longyam di
Desa
Sukamulya
Kecamatan
Singaparman Kabupaten Tasikmalaya.
Akuakultur Indonesia. Vol. 3 No. 3 hal
33-39.
Setiadi, R. 2008. Efektifitas Perendaman 24 jam
Benih Lele Dumbo Clarias sp. dalam
Larutan
Paci-Paci
Terhadap
Perkembangan Populasi Trichodina sp.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Untergasser, D. 1989. Handbook of Fish
Disease. TFH Publication. Hongkong.
http://www.fishparasite.fs.a.utokyo.ac.jp/Trichodina/Trichodinaeng.html. [9 September 2012].
http://www.koifishponds.com/epistylis.htm.
September 2012].
http://www.biology-resources.com.
2013]
[5
[9
Mei
Download