BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan pendidikan bukanlah lagi masalah yang harus diselesaikan oleh satu pihak saja namun harus menjadi pola pikir banyak pihak, tetapi bukan berarti semua pihak juga ikut memutuskan masalah pendidikan ini. Karena jika semua ikut memutuskan maka “centang prenanglah” dunia pendidikan Indonesia. Banyak hal yang harus diselesaikan dalam tubuh pendidikan itu sendiri, terutama tuntutan atas peran strategis pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk mewujudkan pencerdasan kehidupan bangsa, telah mendorong tumbuhnya berbagai inovasi dalam sistem pendidikan. Usaha pembangunan pendidikan dengan cara-cara yang konvensional seperti membangun gedung-gedung sekolah dan mengangkat guru baru, hal ini tidak lagi dapat dipandang sebagai langkah yang mampu memecahkan masalah pendidikan. Pembaharuan pendidikan tidak mungkin lagi dapat dilakukan dengan cara-cara yang lama dengan menggunakan metode yang lama. Seiring dengan perkembangan di banyak bidang yang cenderung tidak menentu, tuntutan akan peningkatan kualitas sumber daya manusia semakin muncul kepermukaan. Kedudukan strategis, baik disektor umum maupun swasta, menuntut sumber daya manusia yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga wajar jika motivasi publik untuk terus menambah pengetahuannya melalui institusi pendidikan tinggi semakin meningkat. Namun karena intensitas pekerjaan semakin bertambah, banyak kelompok masyarakat yang ingin menempuh pendidikan sambil tetap bekerja. Untuk itu kita harus bisa mengembangkan sistem pendidikan yang lebih terbuka, lebih luwes, dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukan tanpa memandang usia, jender, lokasi, kondisi sosial ekonomi, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. sistem tersebut juga mampu meningkatkan mutu pendidikan secara merata. Sistem pendidikan tersebut adalah sistem pendidikan terbuka atau sistem belajar jarak jauh, yang merupakan bagian dari sistem 1 pendidikan nasional. Sistem belajar jarak jauh adalah suatu model pembelajaran yang tidak terikat oleh segala peraturan yang mengikat seperti pada pendidikan konvensional. Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 2 1. Apakah pengertian sisitem pembelajran jarak jauh, prinsip-prinsip sistem pembelajran jarak jauh dan bagaimanakah pengembangan pembelajaran jarak jauh. 2. Apakah defenisi Contextual Teaching and Learning (CTL), apa komponenkomponennya dan karakteristiknya, cara penerapannya, kelemahan dan kelebihannya? C. Tujuan Adapun tujuan yang diharapkan akan tercapai, setelah membaca dan memahami makalah ini, yakni sebagai berikut: 1. Mengetahui pengertian pengertian apa itu pembelajaran jarak jauh 2. Mengetahui prinsip-prinsip pengembangan sistem pembelajaran jarak jauh jarak jauh. 3. Mengetahui bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan sistem pembelajaran jarak jauh . 4. Dapat mengetahui dan memahami arti dan hakekat pembelajarn Contextual Teaching and Learnig (CTL) 5. Mampu mencari solusi ketika mengalami kesulitan dalam menerapkan salah satu teori belajar dalam pembelajaran jarak jauh dan Contextual Teaching and Learning (CTL) 6. Dapat mengkombinasikan beberapa teori belajar dalam pembelajaran jarak jauh dan Contextual Teaching and Learning (CTL) 7. Dapat menggunakan teori belajar yang tepat dalam pembelajaran jarak jauh dan Contextual Teaching and Learning (CTL) 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sistem Belajar Jarak Jauh Belajar jarak jauh bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan mengingat cara belajar ini sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an. Bila dianalisis secara gamblang saja maka dapat dikatakan belajar jarak jauh merupakan suatu bentuk system pembelajaran yang proses pembelajarannya jauh dari pusat penyelenggaraan pendidikan dan bersifat mandiri. Pendidikan jarak jauh adalah suatu model pembelajaran yang membebaskan pebelajar untuk dapat belajar tanpa terikat oleh ruang dan waktu dengan sedikit mungkin bantuan dari orang lain. Komunikasi yang berlangsung pada system pembelajaran ini bersifat komunikasi tidak langsung, artinya proses pembelajaran dilakukan dengan perantaraan dalam bentuk media cetak maupun multimedia yang dirancang khusus. Kalaupun ada kontak langsung, bukanlah suatu proses proses pembelajaran, namun suatu kegiatan tutorial untuk menyakinkan bahwa materi pembelajaran yang disampaikan kepada pebelajar melalui media benar-benar mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah dirumuskan. Menurut Harina Yuhettu (2002) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pendidikan jarak jauh antara lain: 1. Dapat dipercepatnya usaha memenuhi kebutuhan masyarakat dan pasaran kerja. 2. Dapat menarik minat calon peserta yang banyak. 3. Tidak tergangggunya kegiatan kehidupan sehari-hari karena pola jadwal pembelajaran yang luwes. 4. Harapan akan meningkatnya kerjasama dan dukungan pengguna lulusan atau keluaran. B. Hakekat Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh Hakekat pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian dan peningkatan kemampuan melalui berbagai kegiatan pengembangan dan 4 pembelajaran. Adapun hakekat pendidikan sistem belajar jarak jauh ini adalah: 1. Pendidikan sepanjang hayat Salah satu bentuk hak azasi manusia adalah bahwa setiap manusia mulai dari kandungan hingga liang lahat berhak untuk memperoleh yang diperlukannya untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. 2. Pemberdayaan Pebelajar / Warga Belajar Sistem pendidikan ini juga memperhatikan kepentingan pebelajarnya, kondisi, dan karakteristik mereka. Dengan cara menyelenggarakan berbagai pola pilihan pembelajaran, sumber belajar dan strategi dan pengelolaannya. Hal ini sesuai dengan tuntutan dari kebutuhan pendidikan formal, hanya saja peserta diberi kebebasan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Kondisi dan karakterisik peserta didik adalah keadaan pribadi dan lingkungan yang menunjukkan kemampuan, hambatan, dan peluang yang berbeda-beda. Kondisi seperti ini tidak seharusnya dijadikan alasan untuk tidak memberikan kesempatan belajar bagi pebelajar. 3. Pemberdayaan Lembaga Pendidikan Pelaksanaan proses pembelajaran, sistem pendidikan ini perlu diselanggarakan oleh lembaga pendidikan yang khusus dirancang untuk keperluan itu. Bentuk-bentuk lembaga pendidikan yang dikhususkan saat ini sudah terdapat Universitas Terbuka, Sekolah Dasar PAMONG, dan SLTP terbuka. Tujuan dari adanya lembaga pendidikan ini adalah untuk memusatkan kegiatan yang bersangkut paut dengan pelaksanaan pendidikan ini. Hal ini dinamakan pelayanan operasional yang dilakukan secara memusat, mencakup registrasi, penyediaan bahan pelajaran, bantuan belajar (tutorial), dan ujian yang paling sederhana yang dilakukan melalui komunikasi pos. C. Prinsip Pendidikan Sistem Belajar Jarak jauh Untuk pembuatan program ini dititikberatkan pada prinsip-prinsip pendidikan jarak jauh, diantaranya adalah sebagai berikut : 5 1. Prinsip Kemandirian Prinsip ini diwujudkan dengan adanya kurikulum yang memungkinkan dapat dipelajari secara independent learning, pebelajar dihadapkan pada pilihan yang terbaik bagi dirinya sendiri, dari mulai pembentukan kelompok belajar, program pendidikan yang digunakan, pola belajar yang disukai, mengunakan sumber belajar yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Penyelesaian program yang ditentukan sendiri oleh pebelajar. Bahan-bahan pelajaran yang disediakan berupa paket-paket yang dapat dipilih oleh pebelajar, yang didukung oleh pembimbing atau tutorial dan ujian yang dirancang dengan pendekatan belajar tuntas. Pebelajar belajar dengan mandiri dengan sesedikit mungkin melakukan pertemuan dengan tutor yang bersangkutan. 2. Prinsip Keluwesan Prinsip ini diwujudkan dengan dimungkinkannya peserta didik untuk memulai, mencari sumber belajar, mengatur jadwal dan kegiatan belajar, mengikuti ujian dan mengakhiri pendidikannya di luar ketentuan waktu dan tahun ajaran. Dikatakan luwes, pebelajar dimungkinkan untuk berpindah dari pendidikan formal ke pendidikan non-formal atau sebaliknya dari pendidikan non-formal ke pendidikan formal. 3. Prinsip Keterkinian Prinsip ini diwujudkan dengan tersedianya program pembelajaran yang pada saat ini diperlukan (just-in-time). Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan dan pelatihan konvensional yang program atau kurikulumnya termasuk buku-buku yang tersedia, dirancang untuk mengantisipasi keperluan masa mendatang (just-in-case). Kecepatan untuk memperoleh informasi yang baru merupakan suatu peluang untuk dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan bebas. 4. Prinsip Kesesuaian Prinsip ini terwujud dengan tersedianya sumber belajar yang terkait langsung dengan kebutuhan pribadi maupun tuntutan lapangan kerja atau kemajuan masyarakat. Sumber belajar tersebut bobotnya harus setara dengan 6 kompetensi yang diperlukan, tetapi disajikan dalam bentuk yang sederhana yang dapat dipelajari sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Prinsip ini disesuaikan dengan kebutuhan dan latar belakang pebelajar. 5. Prinsip Mobilitas Prinsip ini diwujudkan dengan adanya kesempatan bagi pebelajar untuk berpindah lokasi, jenis, jalur dan jenjang pendidikan yang setara setelah memenuhi kompetensi yang diperlukan. 6. Prinsip Efisiensi Prinsip ini diwujudkan dengan pendayagunaan berbagai macam sumber daya dan teknologi yang tersedia seoptimal mungkin. Pemberdayaan segala sumber disekeliling pebelajar akan membantu pebelajar untuk dapat menggunakan sumber tersebut sebanyak mungkin, sehingga pebelajar tidak merasa kerepotan mengenai sumber belajarnya. D. Perkembangan Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh Sistem pendidikan jarak jauh ini awalnya ikut berkembang ke dalam masyarakat Indonesia yang dimaksudkan sebagai salah satu pemecahan terhadap menjulangnya anak putus sekolah dan anak yang belum sempat merasakan kehidupan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Menurut HAR Tilaar, penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebenarnya sudah lama diterapkan di Indonesia, yaitu sejak masuknya kolonial ke Indonesia. Namun perkembangannya terhenti tanpa diketahui sebabnya. Pada tahun 50-an muncul kembali pendidikan jarak jauh dalam bentuk penataran guru tertulis. Tujuan dari penataran ini adalah meningkatkan kualifikasi guru yang mengajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Bahan belajar pada penataran ini terbatas hanya pada media cetak, yaitu modul. Untuk umpan balik terhadap peserta, bahan ajar dikirim melalui jasa pos. Pada awal tahun 70-an muncul prakarsa baru dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh yaitu munculnya penataran guru dengan berbasis siaran 7 radio. Media utama dalam penataran ini adalah siaran radio yang dilengkapi dengan bahan penyerta cetak yang dikirim kepada peserta. Perkembangan selanjutnya dalam rangka memajukan pendidikan jarak jauh ini maka dibentuklah pendidikan yang dinamai PAMONG (Pendidikan Anak oleh Masyarakat Orang Tua dan Guru). Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan prinsip; belajar mandiri dengan menggunakan modul, belajar dengan kelompok sebaya, kompetisi untuk berprestasi, fungsi guru sebagai pengelola kegiatan belajar yang membantu pebelajar dalam memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkannya, menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai narasumber. Dengan dibukanya SLTP Terbuka semakin menambah semaraknya perkembangan pendidikan jarak jauh ini pada tahun 1979. Pada tahun 1984, lembaga pendidikan tinggi mulai membuka diri untuk melayani kebutuhan terhadap pendidikan dengan dibukanya Universitas Terbuka. Agak berbeda dengan pendidikan terbuka lainnya, pada SLTP Terbuka dan Universitas Terbuka media pembelajarannya yang digunakan lebih beragam. Mulai dari modul, siaran radio, kaset audio video dan siaran televisi. Mulai saat itu berbagai inisiatif dilakukan untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jarak jauh yang diselenggarakan berbagai lembaga pendidikan. lembaga-lembaga tersebut memanfaatkan sistem belajar jarak jauh untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berada dilingkungan mereka masing-masing. Namun karena sumber-sumber yang diperlukan untuk pengembangan program belajar jarak jauh yang baik amat terbatas dan itu pun berserakan diberbagai tempat, inisiatif itu tidak tumbuh dengan sehat. Namun demikian, sejak berlakunya ujian akhir nasional yang standar pencapaiannya menjulang tinggi, timbul kembali fenomena baru dalam dunia pendidikan. Bagi anak-anak yang dinyatakan tidak lulus dalam UAS ataupun UAN maka mereka dapat mengikuti ujian penyetaraan melaui sekolah teruka. Mirisnya sekolah terbuka atau kejar paket ini dijadikan seolah-olah pelarian. Tentunya ini mempengaruhi pamor sekolah terbuka, yang menambah beban 8 seolah-olah ini adalah sekolah pelarian? Namun yang lebih mirisnya lagi masih ada juga perguruan tinggi yang “ragu-ragu” menerima surat tanda tamat belajar dari sekolah terbuka, seolah-olah tidak percaya pada kelegalan surat tersebut. Namun perkembangan pendidikan yang beragam, seperi adanya “homeschooling” menambah maraknya ragam system belajar jarak jauh yaitu dengan melibatkan internet. Seandainya sekolah system belajar jarak jauh dapat dimaksimalkan fungsinya dan adanya “sharing” pada lembaga-lembaga yang ada, maka dapatlah dibalikkan judul dalam artikel ini bahwa system belajar jarak jauh tetap menjadi pilihan! E. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Jarak Jauh Jika Kita lihat prinsip-prinsip di atas, penggunaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) dapat sangat efektif, khususnya bagi para peserta yang lebih dewasa dan memiliki motivasi kuat untuk mengejar sukses dan senang diberi kepercayaan melakukan proses belajar secara mandiri. Tetapi, kesuksesan Pembelajaran Jarak Jauh yang meninggalkan ketaatan pada jadwal seperti pada proses pembelajaran tatap muka, bukanlah merupakan suatu pilihan yang mudah baik bagi instruktur maupun peserta didik. Maka dari itu PJJ memiliki keterbatasan sekaligus kelebihan. Berikut kelebihan pembelajaran jarak jauh (Rusman. 2011:351) : a. Tersedianya fasilitas e-moderating di mana pendidik dan peserta didik dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, waktu. b. Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan. c. Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara mudah. d. Baik pendidik maupun peserta didik dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. 9 e. Peserta didik dapat benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar-mengajar karena ia senantiasa mengacu kepada pembelajaran mandiri untuk pengembangan diri pribadi. (Oemar Hamalik, 1994:52) Walaupun demikian, pembelajaran jarak jauh juga tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan, antara lain (Rusman. 2011:352) : a. Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik atau bahkan antarsesama peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses pembelajaran. b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. c. Masalah ketepatan dan kecepatan pengiriman modul dari puast pengelolaan pembelajaran jarak jauh kepada para peserta di daerah sering tidak tepat waktu, dank arenanya dapat menghambat kegiatan pembelajaran. (Oemar Hamalik, 1994:53) d. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. e. Dukungan administratif untuk proses pembelajaran jarak jauh dibutuhkan untuk melayani jumlah peserta didik yang mungkin sangat banyak. F. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. 10 Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga pelaksanaannya. hasilnya direkomendasikan untuk Untuk tingkat sekolah, segera pelaksanaan disebarluaskan dari program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan. Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut: CTL Konvensional Pemilihan informasi kebutuhan Pemilihan informasi ditentukan oleh individu siswa; guru; Cenderung mengintegrasikan Cenderung terfokus pada satu bidang beberapa bidang (disiplin); (disiplin) tertentu; Selalu mengkaitkan informasi Memberikan tumpukan informasi dengan pengetahuan awal yang kepada siswa sampai pada saatnya telah dimiliki siswa; diperlukan; Menerapkan penilaian autentik Penilaian hasil belajar hanya melalui melalui melalui penerapan praktis kegiatan akademik berupa ujian/ulang dalam pemecahan masalah; 11 G. Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5). 1. Konstruktivisme (Constructivism) Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru. Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu : a. Mengandung pengalaman nyata (Experience); b. Adanya interaksi sosial (Social interaction); c. Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making); d. Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge). Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6). Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbedabeda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda- 12 beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. 2. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : a. Menggali informasi, baik administratif maupun akademis; b. Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa; c. Membangkitkan respon kepada siswa; d. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; e. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; f. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; g. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 3. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu : a. Merumuskan masalah ; b. Mengajukan hipotesis; c. Mengumpulkan data; d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan; e. Membuat kesimpulan. 13 Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa. 4. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman (Depdiknas, 2003). 5. Pemodelan (Modeling) Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi : a. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.; b. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ; c. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003). 14 Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa : a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.; b. Catatan atau jurnal di buku siswa; c. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis. Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakatbelajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut: a. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri 15 aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya. b. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat faktafakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion). c. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. d. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. e. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. 16 f. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil. H. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching And Learning Kelebihan a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”. Kelemahan a. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan 17 pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula. 18 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Seperti pada pembahasan di atas menerangkan bahwa pembelajaran jarak jauh merupakan pembelajaran yang berciri khas kemandirian. Pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi suatu masalah dalam pembelajaran. Misalnya, memberikan kemudahan bagi siswa yang mengalami kesulitan untuk mengakses pembelajaran karena jarak yang yang jauh. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran jarak jauh ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, misalnya interaksi, pengalaman, dll. selain itu juga dalam pembelajaran jarak jauh terdapat 9 prinsip dan unsur-unsur yang perlu diperhatikan. Pada pembahasan di atas juga menjabarkan teori belajar mana yang ada dan sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaranjarak jauh, yakni teori behavioristik, kognitif, dan psikomotor. Teori behaviorisme menjadi rujukan dalam mengembangkan desain pembelajaran khususnya dalam bentuk pemberian umpan balik dalam latihan soal dan petunjuk praktis dalam tugas. Teori kognitivisme menjadi acuan dalam mengembangkan dan mengorganisasi materi serta aktivitas pembelajaran. Dan Teori konstruktivisme menjadi inspirasi dalam mengembangkan bahan ajar, tugas dan diskusi agar mengandung muatan-muatan yang bersifat kontekstual dan memberikan pengalaman belajar peserta didik. Sistem belajar jarak jauh merupakan suatu alternatif untuk memperoleh kesempatan belajar bagi pebelajar atau warga belajar yang karena berbagai alasan tidak dapat mengikuti pendidikan pada sistem pendidikan formal atau konvensional. Pendidikan jarak jauh ini merupakan sistem pendidikan yang bebas untuk diikuti oleh siapa saja tanpa terikat pada batasan tempat, jarak, waktu, usia, jender dan batasan non akademik lainnya. Sistem ini memberikan kebebasan kepada pebelajar atau warga belajar untuk mengikuti kegiatan pembelajaran secara bebas dan mandiri. Keberhasilan dari program pendidikan jarak jauh ini sangat tergantung pada pihak-pihak yang saling membantu, baik itu dari pebelajar 19 sendiri, lembaga pendidikan yang menyelenggara, anggota masyarakat. Selain itu kita juga harus lebih perduli terhadap perkembangan Sistem belajar jarak jauh ini meski telah merupakan kegiatan yang sudah sejak lama sudah dilakukan oleh dinas pendidikan. Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. B. Saran Mudah-mudaham makalah kami ini menjadi bahan masukan dan menjadi referensi bagi teman-teman sekalian khususnya dalam Pembelajaran Jarak Jauh dan Contextual Teaching and Learning. 20 materi Sistem DAFTAR PUSTAKA Buletin SLTP Terbuka. (2000). Padang,Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP Propinsi Sumatera Bara. edisi 3 tahun 2000 C. Asri Budiningsih. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik Oemar. 1994. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh dan pembinaan Ketenagaan. Bandung: Trigenda Karya. Hamzah B.Uno. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sadiman, Arief S. (1999). Jakarta. Jaringan Sistem Belajar Jarak Jauh Indonesia, Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan. Depdiknas. Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirea. http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/p11.htm. Diakses Pada Hari Senin 27 Mei 2013. http://choymaster.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-e-learning.html. Pada Hari Senin 27 Mei 2013. Diakses http://portalkuliah.blogspot.com/2009/01/sistem-pembelajaran-jarak-jauhberbasis.html. Diakses Pada Hari Senin 27 Mei 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_Jarak_Jauh. Diakses Pada Hari Senin 27 Mei 2013. http://blog.tp.ac.id/penerapan-pembelajaran-jarak-jauh-dalam-pembelajaran. Diakses Pada Hari Senin 27 Mei 2013. 21 Tugas : Kelompok Mata Kuliah : Analisis dan Perencanaan Sistem SISTEM PEMBELAJARNA JARAK JAUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) OLEH : KELOMPOK IV KHAIRIL KABE HERAWATI ABU BAKAR NURFAIDAH 10531 1745 11 10531 1745 11 10531 1745 11 10531 1745 11 KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013 i KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT., atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Rasulullah, Muhammad Saw. atas bimbingannya kepada kita semua untuk senantiasa berada pada jalan kebajikan, jalan islam yang mulia. Dalam kesempatan ini, Penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah, teman-teman karena dengan bantuan dan arahannya Penulis termotivasi dan mendapatkan gambaran yang inspiratif dalam menyelesaikan penulisan makalah ini. Teman-teman kelas juga memberikan kontribusi tersendiri dalam penyelesaian makalah ini, untuk itu Penulis pun hendaknya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya. Dalam penulisan makalah ini, Penulis mencoba menguraikan berbagai hal yang berkaitan dengan system belajar jarak jauh dalam dunia pendidikan yang mencakup pada pengertian system belajar jarak jauh dan apa itu Contextual Teaching and Learning (CTL). Penulis sangat menyadari akan terterbatasan dan kekurangan wawasan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena demikian, Penulis sangat mengharapkan kontribusi kritik dan saran dari rekan-rekan pembaca yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan makalah ini bahkan penyempurnaan makalahmakalah yang akan disusun selanjutnya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua demi menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua. Amin.,, Makassar, 31 Mei 2013 Penulis, Kelompok IV ii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2 C. Tujuan .................................................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4 A. Pengertian Sistem Belajar Jarak Jauh .................................................. 4 B. Hakekat Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh ................................... 4 C. Prinsip Pendidikan Sistem Belajar Jarak jauh ..................................... 5 D. Perkembangan Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh ........................ 7 E. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Jarak Jauh .......................... 9 F. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) ............... 10 G. Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) ........ 12 H. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching And Learning .......... 17 BAB III PENUTUP ......................................................................................... 19 A. Kesimpulan ......................................................................................... 19 B. Saran ..................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21 iii