Pembelajaran Jarak Jauh + Contextual Teaching

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan pendidikan bukanlah lagi masalah yang harus diselesaikan oleh
satu pihak saja namun harus menjadi pola pikir banyak pihak, tetapi bukan berarti
semua pihak juga ikut memutuskan masalah pendidikan ini. Karena jika semua
ikut memutuskan maka “centang prenanglah” dunia pendidikan Indonesia.
Banyak hal yang harus diselesaikan dalam tubuh pendidikan itu sendiri, terutama
tuntutan atas peran strategis pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk mewujudkan pencerdasan kehidupan bangsa, telah mendorong
tumbuhnya berbagai inovasi dalam sistem pendidikan.
Usaha pembangunan pendidikan dengan cara-cara yang konvensional
seperti membangun gedung-gedung sekolah dan mengangkat guru baru, hal ini
tidak lagi dapat dipandang sebagai langkah yang mampu memecahkan masalah
pendidikan. Pembaharuan pendidikan tidak mungkin lagi dapat dilakukan dengan
cara-cara yang lama dengan menggunakan metode yang lama.
Seiring dengan perkembangan di banyak bidang yang cenderung tidak
menentu, tuntutan akan peningkatan kualitas sumber daya manusia semakin
muncul kepermukaan. Kedudukan strategis, baik disektor umum maupun swasta,
menuntut sumber daya manusia yang memiliki latar belakang pendidikan yang
lebih tinggi. Sehingga wajar jika motivasi publik untuk terus menambah
pengetahuannya melalui institusi pendidikan tinggi semakin meningkat. Namun
karena intensitas pekerjaan semakin bertambah, banyak kelompok masyarakat
yang ingin menempuh pendidikan sambil tetap bekerja.
Untuk itu kita harus bisa mengembangkan sistem pendidikan yang lebih
terbuka, lebih luwes, dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukan tanpa
memandang usia, jender, lokasi, kondisi sosial ekonomi, maupun pengalaman
pendidikan sebelumnya. sistem tersebut juga mampu meningkatkan mutu
pendidikan secara merata. Sistem pendidikan tersebut adalah sistem pendidikan
terbuka atau sistem belajar jarak jauh, yang merupakan bagian dari sistem
1
pendidikan nasional. Sistem belajar jarak jauh adalah suatu model pembelajaran
yang tidak terikat oleh segala peraturan yang mengikat seperti pada pendidikan
konvensional.
Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual
Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti
“hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual
diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual
Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang
berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey
(1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau
peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika
Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for
Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997
sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan
untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan
pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11
perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan
profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.
Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan
tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan
pelaksanaannya.
Untuk tingkat
sekolah,
pelaksanaan
dari
program
ini
memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan
siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
2
1. Apakah pengertian sisitem pembelajran jarak jauh, prinsip-prinsip sistem
pembelajran jarak jauh dan bagaimanakah pengembangan pembelajaran jarak
jauh.
2. Apakah defenisi Contextual Teaching and Learning (CTL), apa komponenkomponennya dan karakteristiknya, cara penerapannya, kelemahan dan
kelebihannya?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan akan tercapai, setelah membaca dan
memahami makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian pengertian apa itu pembelajaran jarak jauh
2. Mengetahui prinsip-prinsip pengembangan sistem pembelajaran jarak jauh
jarak jauh.
3. Mengetahui bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan sistem pembelajaran
jarak jauh .
4. Dapat mengetahui dan memahami arti dan hakekat pembelajarn Contextual
Teaching and Learnig (CTL)
5. Mampu mencari solusi ketika mengalami kesulitan dalam menerapkan salah
satu teori belajar dalam pembelajaran jarak jauh dan Contextual Teaching and
Learning (CTL)
6. Dapat mengkombinasikan beberapa teori belajar dalam pembelajaran jarak
jauh dan Contextual Teaching and Learning (CTL)
7. Dapat menggunakan teori belajar yang tepat dalam pembelajaran jarak jauh
dan Contextual Teaching and Learning (CTL)
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Belajar Jarak Jauh
Belajar jarak jauh bukanlah suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan
mengingat cara belajar ini sudah dikembangkan sejak tahun 1970-an. Bila
dianalisis secara gamblang saja maka dapat dikatakan belajar jarak jauh
merupakan suatu bentuk system pembelajaran yang proses pembelajarannya jauh
dari pusat penyelenggaraan pendidikan dan bersifat mandiri. Pendidikan jarak
jauh adalah suatu model pembelajaran yang membebaskan pebelajar untuk dapat
belajar tanpa terikat oleh ruang dan waktu dengan sedikit mungkin bantuan dari
orang lain.
Komunikasi yang berlangsung pada system pembelajaran ini bersifat
komunikasi tidak langsung, artinya proses pembelajaran dilakukan dengan
perantaraan dalam bentuk media cetak maupun multimedia yang dirancang
khusus. Kalaupun ada kontak langsung, bukanlah suatu proses proses
pembelajaran, namun suatu kegiatan tutorial untuk menyakinkan bahwa materi
pembelajaran yang disampaikan kepada pebelajar melalui media benar-benar
mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah dirumuskan.
Menurut Harina Yuhettu (2002) ada beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dari pendidikan jarak jauh antara lain:
1. Dapat dipercepatnya usaha memenuhi kebutuhan masyarakat dan pasaran
kerja.
2. Dapat menarik minat calon peserta yang banyak.
3. Tidak tergangggunya kegiatan kehidupan sehari-hari karena pola jadwal
pembelajaran yang luwes.
4. Harapan akan meningkatnya kerjasama dan dukungan pengguna lulusan atau
keluaran.
B. Hakekat Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh
Hakekat pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian
dan peningkatan kemampuan melalui berbagai kegiatan pengembangan dan
4
pembelajaran. Adapun hakekat pendidikan sistem belajar jarak jauh ini adalah:
1. Pendidikan sepanjang hayat
Salah satu bentuk hak azasi manusia adalah bahwa setiap manusia
mulai dari kandungan hingga liang lahat berhak untuk memperoleh yang
diperlukannya untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Pemberdayaan Pebelajar / Warga Belajar
Sistem pendidikan ini juga memperhatikan kepentingan pebelajarnya,
kondisi, dan karakteristik mereka. Dengan cara menyelenggarakan berbagai
pola pilihan pembelajaran, sumber belajar dan strategi dan pengelolaannya.
Hal ini sesuai dengan tuntutan dari kebutuhan pendidikan formal, hanya saja
peserta diberi kebebasan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya,
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
Kondisi dan karakterisik peserta didik adalah keadaan pribadi dan
lingkungan yang menunjukkan kemampuan, hambatan, dan peluang yang
berbeda-beda. Kondisi seperti ini tidak seharusnya dijadikan alasan untuk
tidak memberikan kesempatan belajar bagi pebelajar.
3. Pemberdayaan Lembaga Pendidikan
Pelaksanaan proses pembelajaran, sistem pendidikan ini perlu
diselanggarakan oleh lembaga pendidikan yang khusus dirancang untuk
keperluan itu. Bentuk-bentuk lembaga pendidikan yang dikhususkan saat ini
sudah terdapat Universitas Terbuka, Sekolah Dasar PAMONG, dan SLTP
terbuka. Tujuan dari adanya lembaga pendidikan ini adalah untuk memusatkan
kegiatan yang bersangkut paut dengan pelaksanaan pendidikan ini. Hal ini
dinamakan pelayanan operasional yang dilakukan secara memusat, mencakup
registrasi, penyediaan bahan pelajaran, bantuan belajar (tutorial), dan ujian
yang paling sederhana yang dilakukan melalui komunikasi pos.
C. Prinsip Pendidikan Sistem Belajar Jarak jauh
Untuk pembuatan program ini dititikberatkan pada prinsip-prinsip
pendidikan jarak jauh, diantaranya adalah sebagai berikut :
5
1. Prinsip Kemandirian
Prinsip ini diwujudkan dengan adanya kurikulum yang memungkinkan
dapat dipelajari secara independent learning, pebelajar dihadapkan pada
pilihan yang terbaik bagi dirinya sendiri, dari mulai pembentukan kelompok
belajar, program pendidikan yang digunakan, pola belajar yang disukai,
mengunakan
sumber
belajar
yang
tepat
sesuai
dengan
kebutuhan.
Penyelesaian program yang ditentukan sendiri oleh pebelajar. Bahan-bahan
pelajaran yang disediakan berupa paket-paket yang dapat dipilih oleh
pebelajar, yang didukung oleh pembimbing atau tutorial dan ujian yang
dirancang dengan pendekatan belajar tuntas. Pebelajar belajar dengan mandiri
dengan sesedikit mungkin melakukan pertemuan dengan tutor yang
bersangkutan.
2. Prinsip Keluwesan
Prinsip ini diwujudkan dengan dimungkinkannya peserta didik untuk
memulai, mencari sumber belajar, mengatur jadwal dan kegiatan belajar,
mengikuti ujian dan mengakhiri pendidikannya di luar ketentuan waktu dan
tahun ajaran. Dikatakan luwes, pebelajar dimungkinkan untuk berpindah dari
pendidikan formal ke pendidikan non-formal atau sebaliknya dari pendidikan
non-formal ke pendidikan formal.
3. Prinsip Keterkinian
Prinsip ini diwujudkan dengan tersedianya program pembelajaran yang
pada saat ini diperlukan (just-in-time). Hal ini berbeda dengan sistem
pendidikan dan pelatihan konvensional yang program atau kurikulumnya
termasuk buku-buku yang tersedia, dirancang untuk mengantisipasi keperluan
masa mendatang (just-in-case). Kecepatan untuk memperoleh informasi yang
baru merupakan suatu peluang untuk dapat bertahan dan berkembang dalam
persaingan bebas.
4. Prinsip Kesesuaian
Prinsip ini terwujud dengan tersedianya sumber belajar yang terkait
langsung dengan kebutuhan pribadi maupun tuntutan lapangan kerja atau
kemajuan masyarakat. Sumber belajar tersebut bobotnya harus setara dengan
6
kompetensi yang diperlukan, tetapi disajikan dalam bentuk yang sederhana
yang dapat dipelajari sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Prinsip ini
disesuaikan dengan kebutuhan dan latar belakang pebelajar.
5. Prinsip Mobilitas
Prinsip ini diwujudkan dengan adanya kesempatan bagi pebelajar
untuk berpindah lokasi, jenis, jalur dan jenjang pendidikan yang setara setelah
memenuhi kompetensi yang diperlukan.
6. Prinsip Efisiensi
Prinsip ini diwujudkan dengan pendayagunaan berbagai macam
sumber daya dan teknologi yang tersedia seoptimal mungkin. Pemberdayaan
segala sumber disekeliling pebelajar akan membantu pebelajar untuk dapat
menggunakan sumber tersebut sebanyak mungkin, sehingga pebelajar tidak
merasa kerepotan mengenai sumber belajarnya.
D. Perkembangan Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh
Sistem pendidikan jarak jauh ini awalnya ikut berkembang ke dalam
masyarakat Indonesia yang dimaksudkan sebagai salah satu pemecahan terhadap
menjulangnya anak putus sekolah dan anak yang belum sempat merasakan
kehidupan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia
sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Menurut HAR Tilaar, penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh sebenarnya sudah lama diterapkan di Indonesia, yaitu sejak
masuknya kolonial ke Indonesia. Namun perkembangannya terhenti tanpa
diketahui sebabnya.
Pada tahun 50-an muncul kembali pendidikan jarak jauh dalam bentuk
penataran guru tertulis. Tujuan dari penataran ini adalah meningkatkan kualifikasi
guru yang mengajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Bahan belajar
pada penataran ini terbatas hanya pada media cetak, yaitu modul. Untuk umpan
balik terhadap peserta, bahan ajar dikirim melalui jasa pos.
Pada awal tahun 70-an muncul prakarsa baru dalam penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh yaitu munculnya penataran guru dengan berbasis siaran
7
radio. Media utama dalam penataran ini adalah siaran radio yang dilengkapi
dengan bahan penyerta cetak yang dikirim kepada peserta.
Perkembangan selanjutnya dalam rangka memajukan pendidikan jarak
jauh ini maka dibentuklah pendidikan yang dinamai PAMONG (Pendidikan Anak
oleh Masyarakat Orang Tua dan Guru). Kegiatan pembelajaran dilaksanakan
dengan prinsip; belajar mandiri dengan menggunakan modul, belajar dengan
kelompok sebaya, kompetisi untuk berprestasi, fungsi guru sebagai pengelola
kegiatan belajar yang membantu pebelajar dalam memecahkan masalah yang
tidak dapat dipecahkannya, menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar,
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai
narasumber.
Dengan dibukanya SLTP Terbuka semakin menambah semaraknya
perkembangan pendidikan jarak jauh ini pada tahun 1979. Pada tahun 1984,
lembaga pendidikan tinggi mulai membuka diri untuk melayani kebutuhan
terhadap pendidikan dengan dibukanya Universitas Terbuka. Agak berbeda
dengan pendidikan terbuka lainnya, pada SLTP Terbuka dan Universitas Terbuka
media pembelajarannya yang digunakan lebih beragam. Mulai dari modul, siaran
radio, kaset audio video dan siaran televisi.
Mulai saat itu berbagai inisiatif dilakukan untuk menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan jarak jauh yang diselenggarakan berbagai lembaga
pendidikan. lembaga-lembaga tersebut memanfaatkan sistem belajar jarak jauh
untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berada dilingkungan mereka
masing-masing.
Namun
karena
sumber-sumber
yang
diperlukan
untuk
pengembangan program belajar jarak jauh yang baik amat terbatas dan itu pun
berserakan diberbagai tempat, inisiatif itu tidak tumbuh dengan sehat.
Namun demikian, sejak berlakunya ujian akhir nasional yang standar
pencapaiannya menjulang tinggi, timbul kembali fenomena baru dalam dunia
pendidikan. Bagi anak-anak yang dinyatakan tidak lulus dalam UAS ataupun
UAN maka mereka dapat mengikuti ujian penyetaraan melaui sekolah teruka.
Mirisnya sekolah terbuka atau kejar paket ini dijadikan seolah-olah pelarian.
Tentunya ini mempengaruhi pamor sekolah terbuka, yang menambah beban
8
seolah-olah ini adalah sekolah pelarian? Namun yang lebih mirisnya lagi masih
ada juga perguruan tinggi yang “ragu-ragu” menerima surat tanda tamat belajar
dari sekolah terbuka, seolah-olah tidak percaya pada kelegalan surat tersebut.
Namun perkembangan pendidikan
yang beragam, seperi adanya
“homeschooling” menambah maraknya ragam system belajar jarak jauh yaitu
dengan melibatkan internet. Seandainya sekolah system belajar jarak jauh dapat
dimaksimalkan fungsinya dan adanya “sharing” pada lembaga-lembaga yang ada,
maka dapatlah dibalikkan judul dalam artikel ini bahwa system belajar jarak jauh
tetap menjadi pilihan!
E. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Jarak Jauh
Jika Kita lihat prinsip-prinsip di atas, penggunaan PJJ (Pembelajaran Jarak
Jauh) dapat sangat efektif, khususnya bagi para peserta yang lebih dewasa dan
memiliki motivasi kuat untuk mengejar sukses dan senang diberi kepercayaan
melakukan proses belajar secara mandiri. Tetapi, kesuksesan Pembelajaran Jarak
Jauh yang meninggalkan ketaatan pada jadwal seperti pada proses pembelajaran
tatap muka, bukanlah merupakan suatu pilihan yang mudah baik bagi instruktur
maupun peserta didik. Maka dari itu PJJ memiliki keterbatasan sekaligus
kelebihan. Berikut kelebihan pembelajaran jarak jauh (Rusman. 2011:351) :
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di mana pendidik dan peserta didik dapat
berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat, waktu.
b. Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan di
mana saja kalau diperlukan.
c. Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan
bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara mudah.
d. Baik pendidik maupun peserta didik dapat melakukan diskusi melalui internet
yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
9
e. Peserta didik dapat benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar-mengajar
karena ia senantiasa mengacu kepada pembelajaran mandiri untuk
pengembangan diri pribadi. (Oemar Hamalik, 1994:52)
Walaupun demikian, pembelajaran jarak jauh juga tidak terlepas dari
berbagai kelemahan dan kekurangan, antara lain (Rusman. 2011:352) :
a. Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik atau bahkan
antarsesama peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa
memperlambat terbentuknya values dalam proses pembelajaran.
b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan
sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.
c. Masalah ketepatan dan kecepatan pengiriman modul dari puast pengelolaan
pembelajaran jarak jauh kepada para peserta di daerah sering tidak tepat
waktu, dank arenanya dapat menghambat kegiatan pembelajaran. (Oemar
Hamalik, 1994:53)
d. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung
gagal.
e. Dukungan administratif untuk proses pembelajaran jarak jauh dibutuhkan
untuk melayani jumlah peserta didik yang mungkin sangat banyak.
F. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual
Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti
“hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual
diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual
Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang
berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey
(1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau
peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
10
Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika
Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for
Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997
sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan
untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan
pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11
perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan
profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.
Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan
tinggi
sehingga
pelaksanaannya.
hasilnya
direkomendasikan untuk
Untuk tingkat
sekolah,
segera
pelaksanaan
disebarluaskan
dari
program
ini
memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan
siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.
Pembelajaran
kontekstual
berbeda
dengan
pembelajaran
konvensional,
Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara
pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran
konvensional sebagai berikut:
CTL
Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan
Pemilihan informasi ditentukan oleh
individu siswa;
guru;
Cenderung mengintegrasikan
Cenderung terfokus pada satu bidang
beberapa bidang (disiplin);
(disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi
Memberikan tumpukan informasi
dengan pengetahuan awal yang
kepada siswa sampai pada saatnya
telah dimiliki siswa;
diperlukan;
Menerapkan penilaian autentik
Penilaian hasil belajar hanya melalui
melalui melalui penerapan praktis
kegiatan akademik berupa ujian/ulang
dalam pemecahan masalah;
11
G. Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari
pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya
(Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5).
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental
berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk
konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000).
Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode
penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi
secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat
kegiatan inti, yaitu :
a. Mengandung pengalaman nyata (Experience);
b. Adanya interaksi sosial (Social interaction);
c. Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
d. Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan
kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit,
yang
hasilnya
diperluas
melalui
konteks
yang
terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap
diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan
tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).
Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan
dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti
kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbedabeda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-
12
beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan
kotak yang sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan.
Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara
yaitu asimilasi dan akomodasi.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual.
Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis
inquiry. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
berguna untuk :
a. Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
b. Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
c. Membangkitkan respon kepada siswa;
d. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
e. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
f. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
g. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas,
2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses
pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses
berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan
melalui beberapa langkah, yaitu :
a. Merumuskan masalah ;
b. Mengajukan hipotesis;
c. Mengumpulkan data;
d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
e. Membuat kesimpulan.
13
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki
sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari
sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang
belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga
berperan disini dengan berbagi pengalaman (Depdiknas, 2003).
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah
keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa
ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi
contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti guru memberi model tentang
“bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah
satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau
dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang
dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :
a. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang
lain.;
b. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau
dalam bentuk gambar ;
c. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan
menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang
baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
14
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada
akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat
melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa :
a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran
yang baru saja dilakukan.;
b. Catatan atau jurnal di buku siswa;
c. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat
memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar.
Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada
saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di
antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa
digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan
sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi,
dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa
kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan
siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual
(CTL)
memiliki
tujuah
komponen
utama,
yaitu
konstruktivisme
(constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakatbelajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection),
dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai
berikut:
a. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan
berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar
dimana
siswa
sendiri
15
aktif
secara
mental
mebangun
pengetahuannya,
yang
dilandasi
oleh
struktur
pengetahuanyang
dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat faktafakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry)
merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan
data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
c. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu
dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan
berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali
informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon
kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan
perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih
banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar
menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang
lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok,
dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila
ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar.
e. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang
dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya
untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya
melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga
mendatangkan dari luar.
16
f. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon
tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang
sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa
pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai
perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL,
gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus
penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual
serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
H. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching And Learning
Kelebihan
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan
saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sihingga tidak akan mudah dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan
a. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru
tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
17
pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang
sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang
akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman
yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari
dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk
belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian
dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai
dengan apa yang diterapkan semula.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti pada pembahasan di atas menerangkan bahwa pembelajaran jarak
jauh merupakan pembelajaran yang berciri khas kemandirian. Pembelajaran jarak
jauh merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi suatu masalah dalam
pembelajaran. Misalnya, memberikan kemudahan bagi siswa yang mengalami
kesulitan untuk mengakses pembelajaran karena jarak yang yang jauh.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran jarak jauh ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan, misalnya interaksi, pengalaman, dll. selain itu juga dalam
pembelajaran jarak jauh terdapat 9 prinsip dan unsur-unsur yang perlu
diperhatikan.
Pada pembahasan di atas juga menjabarkan teori belajar mana yang ada
dan sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaranjarak jauh, yakni teori
behavioristik, kognitif, dan psikomotor. Teori behaviorisme menjadi rujukan
dalam mengembangkan desain pembelajaran khususnya dalam bentuk pemberian
umpan balik dalam latihan soal dan petunjuk praktis dalam tugas. Teori
kognitivisme menjadi acuan dalam mengembangkan dan mengorganisasi materi
serta aktivitas pembelajaran. Dan Teori konstruktivisme menjadi inspirasi dalam
mengembangkan bahan ajar, tugas dan diskusi agar mengandung muatan-muatan
yang bersifat kontekstual dan memberikan pengalaman belajar peserta didik.
Sistem belajar jarak jauh merupakan suatu alternatif untuk memperoleh
kesempatan belajar bagi pebelajar atau warga belajar yang karena berbagai alasan
tidak dapat mengikuti pendidikan pada sistem pendidikan formal atau
konvensional. Pendidikan jarak jauh ini merupakan sistem pendidikan yang bebas
untuk diikuti oleh siapa saja tanpa terikat pada batasan tempat, jarak, waktu, usia,
jender dan batasan non akademik lainnya. Sistem ini memberikan kebebasan
kepada pebelajar atau warga belajar untuk mengikuti kegiatan pembelajaran
secara bebas dan mandiri. Keberhasilan dari program pendidikan jarak jauh ini
sangat tergantung pada pihak-pihak yang saling membantu, baik itu dari pebelajar
19
sendiri, lembaga pendidikan yang menyelenggara, anggota masyarakat. Selain itu
kita juga harus lebih perduli terhadap perkembangan Sistem belajar jarak jauh ini
meski telah merupakan kegiatan yang sudah sejak lama sudah dilakukan oleh
dinas pendidikan.
Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual
Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti
“hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual
diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual
Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang
berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey
(1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau
peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika
Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for
Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997
sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan
untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan
pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11
perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan
profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.
Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan
tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan
untuk
segera disebarluaskan
pelaksanaannya.
B. Saran
Mudah-mudaham makalah kami ini menjadi bahan masukan dan menjadi
referensi
bagi
teman-teman
sekalian
khususnya
dalam
Pembelajaran Jarak Jauh dan Contextual Teaching and Learning.
20
materi
Sistem
DAFTAR PUSTAKA
Buletin SLTP Terbuka. (2000). Padang,Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu
SLTP Propinsi Sumatera Bara. edisi 3 tahun 2000
C. Asri Budiningsih. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik Oemar. 1994. Sistem Pembelajaran Jarak Jauh dan pembinaan
Ketenagaan. Bandung: Trigenda Karya.
Hamzah B.Uno. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sadiman, Arief S. (1999). Jakarta. Jaringan Sistem Belajar Jarak Jauh Indonesia,
Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan. Depdiknas.
Smith, Mark K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirea.
http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/p11.htm. Diakses Pada Hari Senin 27
Mei 2013.
http://choymaster.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-e-learning.html.
Pada Hari Senin 27 Mei 2013.
Diakses
http://portalkuliah.blogspot.com/2009/01/sistem-pembelajaran-jarak-jauhberbasis.html. Diakses Pada Hari Senin 27 Mei 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_Jarak_Jauh. Diakses Pada Hari Senin
27 Mei 2013.
http://blog.tp.ac.id/penerapan-pembelajaran-jarak-jauh-dalam-pembelajaran.
Diakses Pada Hari Senin 27 Mei 2013.
21
Tugas
: Kelompok
Mata Kuliah : Analisis dan Perencanaan Sistem
SISTEM PEMBELAJARNA JARAK JAUH
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
OLEH :
KELOMPOK IV
KHAIRIL KABE
HERAWATI
ABU BAKAR
NURFAIDAH
10531 1745 11
10531 1745 11
10531 1745 11
10531 1745 11
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
i
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT., atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda
Rasulullah, Muhammad Saw. atas bimbingannya kepada kita semua untuk
senantiasa berada pada jalan kebajikan, jalan islam yang mulia.
Dalam kesempatan ini, Penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dosen Mata Kuliah, teman-teman karena dengan bantuan dan arahannya
Penulis termotivasi dan mendapatkan gambaran
yang inspiratif dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini. Teman-teman kelas juga memberikan
kontribusi tersendiri dalam penyelesaian makalah ini, untuk itu Penulis pun
hendaknya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya.
Dalam penulisan makalah ini, Penulis mencoba menguraikan berbagai hal
yang berkaitan dengan system belajar jarak jauh dalam dunia pendidikan yang
mencakup pada pengertian system belajar jarak jauh dan apa itu Contextual
Teaching and Learning (CTL).
Penulis sangat menyadari akan terterbatasan dan kekurangan wawasan dan
ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena demikian, Penulis sangat
mengharapkan kontribusi kritik dan saran dari rekan-rekan pembaca yang bersifat
konstruktif demi penyempurnaan makalah ini bahkan penyempurnaan makalahmakalah yang akan disusun selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua demi
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua. Amin.,,
Makassar, 31 Mei 2013
Penulis,
Kelompok IV
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................
i
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................................
2
C. Tujuan ..................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................
4
A. Pengertian Sistem Belajar Jarak Jauh ..................................................
4
B. Hakekat Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh ...................................
4
C. Prinsip Pendidikan Sistem Belajar Jarak jauh .....................................
5
D. Perkembangan Pendidikan Sistem Belajar Jarak Jauh ........................
7
E. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Jarak Jauh ..........................
9
F. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) ............... 10
G. Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) ........ 12
H. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching And Learning .......... 17
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 19
A. Kesimpulan ......................................................................................... 19
B. Saran ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21
iii
Download