PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI USULAN PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA SAMARINDA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik Oleh: Selestina Uduk NIM : 121124045 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada Yesus Sang Guru sejati yang telah mendidik dan mengajariku dengan penuh kasih Persaudaraan Suster Fransiskanes St. Elisabeth dan Yayasan Elifa Mitra Setia Anggota keluargaku yang selalu mendoakanku Almamaterku tercinta dan para Dosenku yang telah menorehkan ilmu dan cinta Sahabat dan teman-temanku yang juga turut memberi warna bagi hidupku hingga kini. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO Tuhan yang memulai dan Tuhan juga yang akan menyelesaikannya, aku hanya melakukan apa yang dikehendaki-Nya. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Skripsi ini berjudul USULAN PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA SAMARINDA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN, berawal dari ketertarikan penulis tentang paradigma pedagogi Fransiskan. Pendidikan merupakan investasi masa depan, hal ini mendorong penulis untuk mendalami paradigma pedagogi Fransiskan yang merupakan suatu model pendidikan yang berlandaskan pada sikap hidup/Spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi, suatu model pendidikan dalam melahirkan generasigenerasi muda yang peduli dan memiliki relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup mereka maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para guru di yayasan Elifa Mitra Setia dalam proses interaksi edukatif dapat menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah. Permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan bagaimana penerapannya di sekolah. Untuk mengkaji masalah ini, diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu wawancara terhadap para guru YEMS telah dilaksanakan. Disamping itu studi pustaka juga sangat diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang direfleksikan sehingga memperoleh gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan bagi para guru YEMS dalam menerapkan pedagogi Fransiskan. Hasil akhir menunjukkan bahwa sebagian besar guru YEMS belum memahami secara mendalam paradigma pedagogi Fransiskan dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan. Namun sebagian guru sudah memahami dan menghayatinya walaupun masih dikemas dalam bentuk aturan sekolah. Maka penulis mengusulkan workshop untuk membantu para guru mendalami tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan penerapannya di sekolah. Penulis melihat kegiatan ini sangat baik karena melalui kegiatan ini guru memperoleh banyak informasi, menambah wawasan dan pemahaman tentang paradigma pedagogi Fransiskan. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT The title of this undergraduate Thesis is THE PROPOSAL OF THE APPLICATION OF THE PARADIGM OF THE FRANCISCAN PEDAGOGY FOR THE TEACHERS OF ELIFA MITRA SETIA FOUNDATION SAMARINDA IN LIVING OUT THE FRANCISCAN SPIRITUALITY, starting from the interest of the writer on the Franciscan pedagogy paradigm. Education is an investment of the future. This statement has encouraged the writer to explore the paradigm of the Franciscan pedagogy as a model of education that is based on the way of life and the spirituality of St. Francis of Assisi. This is the model of education which produces the young generations who care and have a good relationship with God, human beings and the universe. God, human beings and the universe cannot be separated. Based on this background, the purpose of this undergraduate thesis is to help the teachers in Elifa Mitra Setia foundation to implement the process of education by using the paradigm of the Franciscan pedagogy at school. The primary issue which is written in this undergraduate thesis : what is the paradigm of the Franciscan pedagogy and how it is applied at school. Accurate data is needed. Therefore, interviews with teacher YEMS have been done. The literature study is important in order to obtain the ideas. Those ideas can be used as a contribution to the teacher of YEMS in implementing the paradigm of the Franciscan pedagogy. The final results showed that most of the YEMS teachers have not understood deeply the paradigm of the Franciscan pedagogy in the light of the Franciscan spirituality. However, some teachers have understood and lived it while still implemented in the form of school rules. The writer proposes a workshop to help teachers in order to learn more about the paradigm of the Franciscan pedagogy and its implementation at school. The writer sees that this activity is very important because through this activities the teachers will get more information, increase their knowledge and understand the paradigm of the Franciscan pedagogy. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan Syukur bagi Yesus sang Guru sejati yang telah mendampingi, membimbing dan mengajari penulis dengan rahmat dan kasih-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul USULAN PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA SAMARINDA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN. Penulis sungguh menyadari skripsi ini bisa berhasil ditulis karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis dengan kesungguhan hati mengucapkan limpah terima kasih kepada: 1. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama yang dengan sabar, teliti, setia dan penuh kasih mendampingi, membimbing dan mencurahkan seluruh pikiran pada penulisan skripsi ini. 2. Dr. Carolus Putranta, SJ selaku dosen penguji kedua sekaligus Dosen pembimbing Akademik yang dengan tulus memberi sapaan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Drs. L. Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum selaku dosen penguji ketiga yang dengan penuh keramahan menyapa dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 5. Dewan Pemimpin Umum persaudaraan Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE), yang memberikan waktu dan kesempatan, kepercayaan, perhatian dan dukungan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan sampai pada penyelesaian penulisan skripsi ini. 6. Para Suster FSE secara khusus Komunitas St. Yohanes Don Bosco Yogyakarta yang selalu hadir sebagai teman sekaligus sahabat yang selalu mendukung dan menemani penulis selama proses perkuliahan sampai dengan penulisan skripsi ini. 7. Yayasan Elifa Mitra Setia (Sr. Yolanda FSE) yang selalu siap memberikan informasi tentang para guru YEMS dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini 8. Guru di sekolah St. Fransiskus Asisi Samarinda yang bersedia diwawancarai penulis 9. Para saudara OFM (P. Darmin OFM, P. Vitalis OFM, P. Patris OFM, Br. Damas OFM) yang selalu siap membantu penulis dengan meminjamkan bukubuku referensi yang dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Staf perpustakaan Prodi PAK yang telah melayani penulis dalam meminjamkan buku-buku dari Perpustakaan yang dibutuhkan oleh penulis 11. Sahabat dan kenalan yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. iv MOTTO .................................................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN................................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..... vii ABSTRAK .............................................................................................. viii ABSTRACT .............................................................................................. ix KATA PENGANTAR ............................................................................ x DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................... 6 C. Tujuan Penulisan ............................................................. 7 D. Manfaat Penulisan ........................................................... 7 E. Metode Penulisan ............................................................ 7 F. Sistematika Penulisan .................................................... 8 PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN ...................... 10 A. Siapakah Fransiskus dari Asisi ....................................... 10 1. Masa kecil Fransiskus dari Asisi ............................... 11 2. Masa remaja Fransiskus dari Asisi ............................ 12 BAB II xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III 3. Panggilan Fransiskus dari Asisi ................................ 14 B. Nilai-Nilai Spiritualitas Fransiskan ................................. 18 1. Spiritualitas Kristiani ............................................... 18 2. Spiritualitas Fransiskan ............................................ 20 a. Persaudaraan Sejati .............................................. 24 b. Kemiskinan ......................................................... 27 c. Kebahagiaan Sejati .............................................. 31 d. Perdamaian ......................................................... 34 C. Paradigma Pedagogi Fransiskan ..................................... 36 1. Paradigma.................................................................. 36 2. Pedagogi .................................................................... 38 3. Fransiskan ................................................................. 38 4. Paradigma Pedagogi Fransiskan ............................... 39 a. Pendidikan Ekologi.............................................. 43 b. Ekopedagogi ....................................................... 51 D. Rangkuman ..................................................................... 60 SEMANGAT PELAYANAN PARA GURU DIJIWAI OLEH SPIRITUALITAS ST. FRANSISKUS ASISI .......... 62 A. Tugas dan Peran Guru dalam Dunia Pendidikan ............ 63 1. Tugas & Tanggungjawab Guru dalam Pendidikan .. 65 2. Peran Guru dalam Pendidikan… ............................. 68 a. Guru sebagai Pendidik sekaligus Pengajar ......... 69 b. Guru sebagai Pembimbing ................................. 70 c. Guru sebagai Fasilitator...................................... 71 d. Guru sebagai Inspirator ...................................... 72 e. Guru sebagai Motivator ...................................... 73 f. Guru sebagai Model/Teladan ............................. 74 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI g. Guru sebagai Korektor ....................................... 75 h. Guru sebagai Evaluator ...................................... 76 B. Semangat Pelayanan Para Guru YEMS Dijiwai oleh Spiritualitas Fransiskan .................................................. 77 1. Sacrum ..................................................................... 85 2. Bonum ...................................................................... 86 3. Verum ...................................................................... 87 4. Iustum ...................................................................... 87 5. Honesti ..................................................................... 88 6. Humanum ................................................................ 88 7. Pulchrum ................................................................. 89 8. Unum ....................................................................... 89 9. Clarum ..................................................................... 90 10. Pacem ...................................................................... 91 C. Penerapan Paradigma Pedagogi Fransiskan bagi Para BAB IV Guru Dalam Menghayati Spiritualitas Fransiskan .......... 92 D. Rangkuman ..................................................................... 98 USULAN PROGRAM PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YEMS DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN DALAM PERUTUSANNYA .............................................. 100 A. Latar belakang penyusunan program .............................. 100 B. Tujuan program ............................................................... 102 C. Penerapan Pedagogi Fransiskan di Sekolah .................... 104 D. Kegiatan Dan Petunjuk Pelaksanaan Program ............... 106 E. Materi Workshop ............................................................ 107 F. Matrix Workshop............................................................ 107 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI G. Pelaksanaan Workshop ................................................... 114 PENUTUP.............................................................................. 139 A. Kesimpulan ................................................................... 139 B. Saran.............................................................................. 141 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 143 DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... 145 1. LAMPIRAN I ................................................................................... (1) 2. LAMPIRAN II ................................................................................. (2) BAB V xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan kitab suci dalam skripsi ini mengikuti kitab suci Deuterokanonika, yang diterbitkan Lembaga Biblika Indonesia B. Singkatan dokumen Resmi Gereja Kan : Kanon KHK : Kitab Hukum Kanonik diundangkan (Codex Iuris Canonici), oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983 C. Singkatan Lain AD : Anggaran Dasar AD3R : Anggaran Dasar Ordo ketiga Regular Santo Fransiskus, (diberikan di Roma, pada takhta Santo Petrus, dengan meterai Cincin Nelayan, pada 8 Desember 1982) AngBul : Anggaran Dasar dengan Bulla, (anggaran dasar yang diteguhkan dengan surat peneguhan/bulla) AngTBul : Anggaran dasar Tanpa Bulla, (disusun tahun 1221, pada masa xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI paus Honorius III disebut “tanpa bulla” karena anggaran dasar ini tidak diteguhkan dengan surat peneguhan (bulla) Art : Artikel Bdk : Bandingkan Cel : Celano Dsb : Dan sebagainya Dst : dan seterusnya EG : Evangelii Gaudium (ensiklik pertama yang ditulis oleh Paus Fransiskus pada tanggal 24 November 2013 sebagai ajakan untuk hadir menjadi saksi suka cita injili) FAK : Fransiskus Asisi dan Karya-karyanya FSE : Fransiskanes Santa Elisabeth GT : Go and Teach GSS : Gita Sang Surya Hal : Halaman Konst : Konstitusi K3S : Kisah Tiga Sahabat LS : Laudato Si (ensiklik kedua yang ditulis oleh Paus Fransiskus xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pada tanggal 18 Juni 2015 yang berisi ajakan untuk peduli terhada alam sebagai ibu) No : Nomor OFM : Ordo Fratrum Minorum Okt : Oktober PPF : Pedoman Pendidikan Fransiskan PPL : Program Pengalaman Lapangan Psl : Pasal Pth : Petuah RI : Republik Indonesia RT : Rukun Tetangga SD : Sekolah Dasar SMA : Sekolah Menengah Atas St : Santo atau Santa Surkus : Surat kepada para Kustos SurOr : Surat kepada Ordo Tgl : Tanggal UUD : Undang-Undang Dasar Was : Wasiat YEMS : Yayasan Elifa Mitra Setia xix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan adalah Investasi masa depan. Ungkapan ini sudah tidak menjadi sesuatu yang asing bagi kita. Hampir di setiap lembaga pendidikan tertulis kalimat ini. Hal ini mau mengatakan bahwasanya pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk manusia menjadi pribadi-pribadi yang utuh sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki jiwa pejuang dalam memajukan kehidupan bangsa ini. Pendidikan bukan suatu entitas yang terpisah dari entitas lainnya, sehingga proses perkembangan dalam dunia pendidikan dipengaruhi oleh berbagai aspek. Lawrence Cremin mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sengaja, sistematis, dan terus-menerus untuk menyampaikan, menimbulkan atau memperoleh pengetahuan, sikap, nilai ataupun keahlian (bdk. Groome, 2010:29). Kesengajaan proses pendidikan akan lebih nyata bila pendidikan itu dipandang secara sosiologis. Artinya bahwa pendidikan itu bukan tanggung jawab pribadi tetapi proses pendidikan merupakan tanggungjawab semua manusia terutama bagi para pendidik dan pemerhati pendidikan. Seiring dengan perkembangan zaman ini, pendidikan sedang berhadapan dengan tantangan yang sangat serius. Hal ini terjadi karena pendidikan dihadapkan pada berbagai dinamika yang selalu berubah dan tidak pernah konstan sesuai dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 perubahan yang ditimbulkan oleh globalisasi zaman ini. Terutama perkembangan zaman dan pendidikan di Indonesia saat ini. Pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini ibarat seseorang yang sedang mencari identitas dirinya. Di satu sisi, pendidikan di Indonesia sedang dirundung masalah, di sisi lain perkembangan teknologi menuntut perjuangan yang lebih ekstra. Demikian juga masalah-masalah dalam dunia pendidikan selalu berkaitan dengan persoalan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal ini bisa dimengerti karena pendidikan merupakan suatu proses belajar-mengajar yang melibatkan banyak pihak. Misalnya pemerintah, kurikulum, perkembangan teknologi dan juga tenaga pendidik yang berperan dalam proses pendidikan tersebut. Bertolak dari masalah-masalah yang sedang terjadi dalam dunia pendidikan, menuntut para pengajar di sekolah-sekolah dalam menyajikan bahan-bahan akademis harus bertindak sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik (bdk Drost, 2002:1). Dalam rangka mencapai Tujuan Pendidikan Nasional, pada Bab II tentang Dasar, Fungsi, dan Tujuan khususnya pada Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Di sini jelas bahwa pendidikan sungguh berperan dan bertanggung jawab dalam menumbuh-kembangkan kehidupan para generasi penerus bangsa ini sehingga guru selaku tenaga pendidik harus sungguh-sungguh menyadari tugas dan tanggungjawabnya. Melalui kesadaran akan tugas dan tanggungjawab di atas, guru terbuka untuk berusaha mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki demi menciptakan dan menumbuh-kembangkan pribadi-pribadi yang menjadi harapan bangsa dimasa yang akan datang. Akan tetapi, guru (dan juga para pemerhati pendidikan) harus juga menyadari bahwasanya Pendidikan bukan semata-mata untuk menciptakan teknokrat-teknokrat dengan keahlian yang tinggi, tetapi pendidikan menciptakan manusia-manusia yang berpihak dalam memperjuangkan keadilan dan perdamaian didalam dunia ini sehingga proses pendidikan harus menyeluruh sebagaimana tertuang dalam buku pedoman pendidikan Fransiskan (PPF) yang dikeluarkan oleh Sekretariat General untuk pendidikan Fransiskan art. 53 bahwa “studi tidak tebatas pada dimensi intelektual”. Hal ini mau mengatakan bahwa dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menekankan pada segi kognitif (intelektual) saja tetapi juga harus menyentuh segi afeksi (hati) peserta didik sehingga peserta didik tergerak untuk ber-aksi (segi Psikomotorik). Sejalan dengan apa yang tertuang dalam PPF art. 53, dalam ensikliknya yang berjudul Evangelii Gaudium (EG) art. 242-243, paus Fransiskus dengan jelas menguraikan tentang dialog antar iman dan ilmu pengetahuan menjadi bagian dari karya evangelisasi demi terciptanya perdamaian. Beliau juga mengatakan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 gereja tidak menahan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada tetapi perkembangan itu menghantar setiap orang untuk bersukacita dan mengakui anugerah Allah yang sungguh besar bagi manusia melalui kemampuan berpikir manusia. Bertolak dari situasi yang ada, pendidikan yang dikelola oleh Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS) percaya bahwa pendidikan bisa berperan dalam memperjuangkan perubahan sosial menuju kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, solider dan lebih memihak pada kaum lemah (option for the poor), dan inilah yang menjadi alasan keberadaan sekolah-sekolah yang bernaung dalam YEMS sehingga lembaga ini senantiasa berusaha dan bekerja keras untuk menata sedemikian rupa tujuan dari keberadaan lembaga pendidikan ini yang tertuang dalam visi dan misi dari YEMS. Selain visi dan misi, guru juga harus sungguh-sungguh dibekali dan dipersiapkan sehingga guru sebagai tenaga pendidik dapat membantu anak didik yang dianugerahkan Tuhan untuk dibimbing, dibantu dalam usaha untuk mengembangkan diri mereka sehingga pada akhirnya anak didik ini dapat tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang utuh baik dari segi jasmani maupun rohani. Proses pendidikan yang diselenggarakan oleh YEMS berdasar pada spiritualitas Fransiskan yang tertuang dalam Kharisma Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) hendak menciptakan lingkungan yang memungkinkan guru menggunakan berbagai potensi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh guru PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 dalam proses pendidikan di sekolah. Pengelolaan proses pendidikan yang relevan dengan kebutuhan anak didik memungkinkan interaksi antara anak didik dan guru akan berjalan dengan baik sehingga kebutuhan anak didik dapat terpenuhi. Sebagaimana dalam PPF. art. 138 bahwa “para pendidik harus memiliki kemampuan bekerjasama, untuk berdialog dan untuk mendengarkan saudara-saudara yang dilayani”. Di sini jelas bahwa dalam pendidikan Fransiskan tidak hanya memandang anak didik sebagai objek yang harus di didik tetapi anak didik adalah saudara (sebuah anugerah) dari Tuhan yang harus dihormati dan dihargai sebagai pribadi yang utuh. Guru memiliki peran besar dalam membentuk pribadi-pribadi yang dianugerahkan Tuhan ini sehingga guru harus sungguh-sungguh menyadari tugasnya bukan semata-mata hanya suatu kewajiban tetapi sungguh menyadari bahwa pekerjaan dan profesinya sebagai guru merupakan bentuk pelayanannya bagi Tuhan. Dalam PPF art. 143 dikatakan sebagai seorang pendidik hendaknya menyadari bahwa dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki menjadi sarana bagi mereka untuk melayani Tuhan yang hadir dalam dan melalui setiap saudara yang dianugerahkan dan dipercayakan kepada mereka untuk dibimbing dan dituntun menuju pertumbuhan dan perkembangan yang utuh. Sebagai salah satu karya dari Kongregasi FSE yang menghayati spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi, YEMS spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi juga berusaha untuk memperkenalkan dengan menerapkan paradigma pedagogi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 Fransiskan sebagai salah satu model atau cara untuk mengembangkan, memajukan, mencapai maksud dan tujuan Yayasan dalam dunia pendidikan, dengan mengindahkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku (bdk. KHK kan. 801), sehingga para guru semakin mampu untuk memaknai dan menghayati panggilannya sebagai seorang guru dan dapat membantu setiap anak didik yang dianugerahkan Tuhan untuk dididik, dibimbing dan dibantu dalam perkembangan menuju pribadi yang dewasa dan utuh. Dalam rangka itu penulis memberi judul karya tulis ini USULAN PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA SAMARINDA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN. B. RUMUSAN MASALAH Nilai-nilai pedagogi Fransiskan tampak dalam sikap dan tindakan setiap hari. Bahkan St. Fransiskus Asisi sendiri, seluruh hidupnya menampakkan nilai-nilai pedagogis itu sendiri yang juga menjadi gambaran dari spiritualitas Fransiskan. Oleh karena itu, penulis hanya membatasi permasalahan dalam dua pertanyaan yang akan dibahas dan diperdalam melalui penulisan Skripsi ini. 1. Apa yang dimaksud dengan paradigma pedagogi Fransiskan? 2. Bagaimana paradigma pedagogi Fransiskan itu diterapkan bagi para guru di YEMS Samarinda dalam menghayati spiritualitas Fransiskan? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 C. TUJUAN PENULISAN Penulisan Skripsi ini bertujuan : 1. untuk mengetahui paradigma pedagogi Fransiskan 2. untuk mengetahui bagaimana paradigma pedagogi Fransiskan itu diterapkan bagi para guru di YEMS Samarinda dalam menghayati spiritualitas Fransiskan. D. MANFAAT PENULISAN Adapun manfaat penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang paradigma pedagogi Fransiskan dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan. 2. Sumbangan bagi para guru yang berkarya di YEMS untuk menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan dalam mendalami dan menghayati spiritualitas St. Fransiskus Asisi sehingga dapat meneladani nilai-nilai luhur dan semangat Fransiskan dalam tugas dan pelayanan setiap hari E. METODE PENULISAN Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan menggunakan cara studi pustaka dan kajian literatur yang diperoleh dari laporan/refleksi tahunan dan wawancara para guru di YEMS Samarinda. Metode yang digunakan adalah cek, ricek dan kroscek untuk melihat semangat pelayanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 para guru yang dijiwai oleh semangat Fransiskan dalam melaksanakan tugas dan perutusan mereka setiap hari terutama untuk membimbing dan membantu anak didik menuju perkembangan pribadi yang utuh. F. SISTEMATIKA PENULISAN Karya tulis ini berjudul “Usulan Penerapan Paradigma Pedagogi Fransiskan bagi Para Guru di Yayasan Elifa Mitra Setia Samarinda Dalam Menghayati Spiritualitas Fransiskan”. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab yaitu: Bab I. Penulis menguraikan secara singkat gambaran umum penulisan Skripsi ini yang memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II. Penulis akan menguraikan tentang paradigma pedagogi Fransiskan. Penulis akan menguraikan dalam tiga bagian yakni: pertama penulis akan menjelaskan tentang siapa itu Fransiskus Asisi. Bagian kedua penulis akan menjelaskan tentang spiritualitas Fransiskan. Bagian ketiga penulis akan menjelaskan tentang paradigma pedagogi Fransiskan. Bab III. Penulis akan menjelaskan dalam tiga bagian juga. Pertama menguraikan tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan. Kedua menggambarkan tentang penghayatan nilai spiritualitas Fransiskan bagi para guru dan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 ketiga penulis ingin menelusuri penerapan paradigma pedagogi Fransiskan bagi para guru dalam menghayati spiritualitas Fransiskan. Bab IV. Penulis akan merancang suatu usulan program yang akan dilaksanakan sebagai pembekalan bagi para guru untuk memperdalam pemahaman mereka tentang spiritualitas Fransiskan dan paradigma pedagogi Fransiskan sehingga para guru dapat menghayati spiritualitas Fransiskan dan menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan dalam menjalani tugas dan perutusan mereka setiap hari sebagai tenaga pendidik baik di sekolah maupun rumah. Bab V. Penulis akan memberi kesimpulan secara keseluruhan dan saran. di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 BAB II PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN Pada bab dua ini akan diuraikan tentang paradigma pedagogi Fransiskan dalam karya pelayanan Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE) di dunia pendidikan. Siapakah Fransiskus dari Asisi, spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi dan pada akhirnya akan diulas tentang paradigma pedagogi Fransiskan yang menjadi kekhasan dalam dunia pendidikan Fransisikan. A. Siapakah Fransiskus Asisi? Asisi adalah sebuah kota kecil di Italia Tengah. Kota ini terletak di daerah Umbria, tanah dataran manis permai yang membentang pada kaki gunung Subasio. Kota Asisi terletak di lereng gunung itu. Dari kota Asisi orang bisa melayangkan pandangan ke seluruh lembah Umbria yang subur serta penuh kebun anggur, kebun zaitun dan ladang gandum. Karena terletak di lereng gunung dan tembok sehingga jalan-jalan di kota Asisi sampai dewasa ini sangat sempit dan bertangga-tangga. Orang tidak dapat masuk dengan kendaraan besar tetapi harus berjalan kaki atau naik keledai. Di kota Asisi inilah lahir Fransiskus pada tahun 1181/1182 (Groenen 1997). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 1. Masa kecil Fransiskus dari Asisi Waktu Fransiskus lahir pada bulan Desember 1181/1182, ayahnya sedang bepergian ke Prancis. Ibunya memberi nama “Yohanes Pembabtis” tetapi oleh ayahnya diubah menjadi “ Francesco” (orang Prancis). Ayah Fransiskus gemar akan negeri Prancis. Ayah Fransiskus bernama Pietro Bernardone seorang pedagang kain wol yang kaya raya dan terpandang di kota Asisi dan ibunya bernama Yohana Dona Pica seorang putri bangsawan dari Prancis (Groenen 1997:13). Melalui dagangannya ayah Fransiskus menjadi seorang yang terkenal. Ia beragama Katolik tetapi tidak menjalankan tugas keagamaannya karena ia terlalu sibuk dengan usahanya untuk mencari uang. Sebaliknya ibu Fransiskus adalah wanita yang saleh dan taat beragama. Fransiskus adalah anak sulung dari Pietro Bernardone dan Pica. Sejak masa kecil Fransiskus diasuh oleh kedua orang tuanya menurut patokan-patokan duniawi secara mewah dan karena ia lebih lama mengikuti cara hidup dan tingkah laku orang tuanya sehingga hidupnya menjadi lebih hampa dan sombong (Cel:1). Sebagaimana yang diketahui bahwa situasi pada saat itu menjadi suatu kebiasaan bagi orang-orang di daerah Asisi berusaha untuk mendidik anakanak mereka dengan terlampau bebas tanpa terkekang sehingga anak-anak tersebut dapat bertindak dan bersikap bebas yang pada akhirnya akan mengarahkan mereka kepada hal-hal yang buruk dan jahat. Justru mereka dapat melakukan apa yang mereka sukai sehingga dengan segala daya-upaya mereka membuat dirinya menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 budak dosa. Dalam dirinya tidak ada sesuatupun yang menunjukan corak kekristenan baik dalam cara hidup maupun dalam tingkah lakunya, mereka hanya disebut Kristen tetapi hidupnya jauh dari ciri kekristenan itu sendiri. Di dalam lingkungan dan pendidikan seperti inilah yang menjadi lahan bertumbuh dan berkembangnya Fransiskus kecil. Fransiskus kecil menjadi kebanggaan dan harapan orang tuanya untuk meneruskan usaha dagang ayahnya sehingga dalam situasi yang demikian Fransiskus dididik dengan harapan bisa menjadi pedagang yang terkenal sehingga pada usia 14 tahun, setelah ia selesai mengikuti pendidikan umum, ia mengikuti suatu kursus sebagai salah satu ketentuan bagi seorang pedagang sehingga bisa mengelola Toko dengan baik (bdk. Rosetti, 1984: 146-147). 2. Masa remaja Fransiskus dari Asisi Sejak kecil hingga Fransiskus berusia lebih kurang 25 tahun ia menghabiskan waktunya dengan hidup dalam kesia-siaan dan berfoya-foya. Anehnya, dalam situasi yang demikian ia menjadi pelopor kegiatan-kegiatan yang kurang pantas (Cel: 2). Sama seperti ayahnya, Fransiskuspun sangat menyukai Prancis. Fransiskus mendapat pendidikan yang pada zaman itu dianggap pantas bagi anakanak orang yang berada dan yang perlu untuk meneruskan usaha ayahnya. Dibawah bimbingan imam-imam, Fransiskus belajar menulis, membaca, menghitung dan juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 sedikit bahasa Latin. Ibunya sendiri mengajarkan bahasa Prancis kepadanya karena ibunya adalah orang Prancis (Groenen,1997:13) Fransiskus mulai membantu ayahnya mengurus toko di Asisi. Hanya saja Fransiskus ternyata tidak disibukkan dengan urusan dagang. Ia mempunyai watak periang dan peka terhadap keindahan alam dan hal-hal indah yang lain. Ia suka musik, pakaian bagus yang berwarna/warni bahkan yang sedikit aneh. Sebagai pemuda yang gembira, Fransiskus Asisi suka menghambur-hamburkan uang ayahnya bersama dengan teman-temannya di Asisi. Fransiskus menjadi pemimpin mereka dalam mengadakan pesta-pesta, dan pada malam hari berkeliling di kota sambil bernyanyi dan membuat keributan. Fransiskus dikenal sebagai pria yang suka bersenang-senang dan berfoyafoya dalam hidupnya dan ayahnya bangga dengan kehidupan putranya ini. Walaupun demikian, Fransiskus tidak egois, Fransiskus memiliki hati yang peka terhadap orang yang kecil dan miskin sehingga ia disukai oleh banyak orang terutama teman-temannya, para gadis dan ibu-ibu. Ia sangat dimanjakan ayahnya sehingga berkembang menjadi seorang pemuda yang suka berfoya-foya dan pemboros. Fransiskus memiliki dua orang adik, yang satu bernama Angelo dan yang lain tidak diketahui namanya. Kedua adik Fransiskus tidak senang pada kakak mereka bahkan memusuhinya. Mereka tidak mengerti tingkah-laku kakak mereka. Hubungan mereka yang retak itu sebenarnya tidak pernah pulih (Groenen,1997:13). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 3. Panggilan Fransiskus dari Asisi Fransiskus sungguh merasa bangga dengan keadaan hidupnya yang sudah dijalani sejak masa kecilnya. Ia sungguh menikmati kehidupan dengan segala kemewahan yang ada, dan selagi ia dengan semangat mudanya menceburkan diri ke dalam dosa dan didorong kelincahan umurnya untuk memenuhi segala keinginannya dan tidak ada sesuatupun yang bisa mengendalikan nafsu kemudaannya, saat itu juga rahmat Allah hadir untuk pertama kalinya menyerbunya melalui pengalaman yang sangat sederhana tetapi membawa efek yang sungguh luar biasa (Cel:3) Pengalaman itu dialaminya pada tahun 1202, pada umur 20 tahun ia bersama teman-temannya terlibat sebagai prajurit dalam perang saudara antar Asisi dan Perugia. Dalam pertempuran itu, ia ditangkap dan dipenjarakan selama satu tahun hingga jatuh sakit. Pengalaman pahit itu menandai awal hidupnya yang baru. Allah hadir untuk memanggil pulang Fransiskus dari kesesatan hidupnya dengan mendatangkan kegelisahan batin dan gangguan badan. Hal ini selaras dengan perkataan nabi “sesungguhnya Aku menyekat jalannya dengan duri-duri dan mendirikan pagar tembok mengurung dia” (Cel:3). Setelah sembuh, remuk-redamlah hatinya dan ia berjalan kian kemari di rumah dengan bertongkat. Ketika ia berjalan keluar rumah dan mulai melihat-lihat dengan penuh perhatian lingkungan sekitarnya, keelokan pemandangan dan pemandangan kebun anggur yang indah sama sekali tidak memikat hatinya. Ia tidak tertarik lagi dengan usaha dagang ayahnya dan corak hidup mewahnya dahulu. Ia sendiri heran atas perubahan mendadak mengenai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 dirinya dan orang-orang yang menyukai semua itu dianggapnya bodoh. Sebaliknya ia lebih tertarik pada corak hidup sederhana dan miskin sambil lebih banyak meluangkan waktunya untuk berdoa di Gereja, mengunjungi orang-orang di penjara dan melayani orang-orang miskin dan sakit. Sungguh suatu keputusan pribadi yang datang dari luar bayangan orang sedaerahnya dan orang tuanya. Ketika sedang berdoa di gereja San Damiano di luar kota Asisi, ia mendengar suatu suara keluar dari salib Yesus: “Fransiskus, perbaikilah rumah-Ku yang hampir rubuh ini”. Fransiskus tertegun sebentar lalu dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia berlari ke rumah. Tanpa pikir panjang ia mengambil setumpuk kain mahal dari gudang ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang hasil penjualan kain itu diberikan kepada pastor paroki San Damiano untuk membiayai perbaikan gereja itu, tetapi pastor menolak pemberian itu. Ayahnya marah besar dan memukulnya dan menguncinya di dalam sebuah kamar. Ibunya jatuh kasihan lalu membebaskan dia dari kurungan itu. Setelah dibebaskan ibunya, ia kembali ke gereja San Damiano. Ayahnya mengikuti dia ke gereja San Damiano, memukulnya sambil memaksanya mengembalikan uang hasil jualan kain itu. Dengan tenang ia mengatakan bahwa uang itu sudah diberikan kepada orang-orang miskin. Ia juga tidak mau kembali lagi ke rumah meskipun ayahnya menyeret pulang. Ayahnya tidak berdaya lalu meminta bantuan uskup Asisi untuk membujuk Fransiskus agar mengembalikan uang itu. Fransiskus patuh kepada uskup. Dihadapan uskup Asisi, ia melucuti pakaian yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 dikenakan sambil mengatakan bahwa pakaian-pakaian itupun milik ayahnya. Sejak saat itu, hanya Tuhanlah yang menjadi satu-satunya ayahnya. Sang uskup memberikan kepadanya sehelai mantel dan sebuah ikat pinggang. Fransiskus tidak kecut apalagi sedih hati dengan semua yang tejadi atas dirinya. Ia bahkan dengan bangga berkata “nah, sekarang barulah aku dapat berdoa sungguh-sungguh: “Bapa kami yang ada di surga”. Sejak itu, sabda Yesus “ barang siapa yang mau mengikuti Aku ia harus menjual segala harta kekayaannya dan membagikannya kepada orang miskin” menjadi dasar hidupnya yang baru. Sehari-harian ia mengemis sambil berkotbha kepada orang-orang yang ada di sekitar gereja San Damiano. Ia menolong orang-orang miskin dan menderita lepra dengan uang yang diperolehnya setiap hari. Ia sendiri hidup miskin, ia disebut dengan nama “poverello” (lelaki miskin). Cara hidupnya yang miskin tetapi selalu gembira dan penuh cinta kepada orang-orang miskin menarik perhatian dan minat banyak pemuda. Pada tahun 1209, mulai ada tiga orang yang datang dan bergabung dengan Fransiskus dan bersama dengan tiga orang anggota baru tersebut Fransiskus mulai membentuk sebuah komunitas persaudaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah ordo yaitu Ordo saudara-saudara Dina atau Ordo Fransiskan. Tak ketinggalan wanita-wanita. Klara, seorang gadis bangsawan Asisi meninggalkan rumahnya dan bergabung juga bersamanya. Bagi Klara dan teman-temannya, Fransiskus mendirikan sebuah perkumpulan khusus. Itulah awal dari kongregasi suster-suster PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Fransiskan atau ordo kedua Fransiskan. Dalam perjalanan selanjutnya Fransiskus juga mendirikan ordo ketiga sekular bagi mereka yang ingin menghayati dan mengikuti semangat dan cara hidup Fransiskus tetapi tetap membina keluarga dan ordo ketiga regular bagi mereka yang berkaul itulah kongregasi-kongregasi yang mewarisi semangat santo Fransiskus Asisi berkembang dengan pesat dan menakjubkan. hingga saat ini. Ordo Fransiskan Dalam waktu relatif singkat komunitas Fransiskan bertambah banyak terutama di Italia, Spanyol, Jerman dan Hongaria. Pada usia 43 ketika sedang berdoa di bukit La Verna, sekonyong-konyong terasa sakit dibadannya dan muncul di kaki dan tangan serta lambungnya luka-luka yang sama seperti luka-luka Yesus. Itulah stigmata Fransiskus. Pada tanggal 3 Oktober 1226 dalam usia 44 tahun Fransiskus meninggal Dunia di kapela Portiuncula dan dua tahun berikutnya ia langsung dinyatakan Kudus oleh gereja. Fransiskus adalah orang kudus besar yang dikagumi Gereja dan seluruh umat hingga saat ini. Kebesaran St. Fransiskus terletak pada dua hal praktis yakni: “Kegembiraan dalam hidupnya yang sederhana dan Cintanya yang merangkul seluruh alam ciptaan. Ketika Gereja menjadi lemah dan sakit karena lebih tergiur dengan kekayaan dan kekuasaan duniawi, Fransiskus menunjukkan kembali kekayaan iman Kristen dengan menghayati sungguh-sungguh nasihat-nasihat dan cita-cita injil yang asli yaitu kerendahan hati, kemiskinan dan cinta (Groenen 1997). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 B. Nilai-Nilai Spiritualitas Fransiskan 1. Spiritualitas Kristiani Manusia adalah makhluk Rohani. Kata Rohani berasal dari kata Ibrani: Ruah yang berarti nafas. Manusia sebagai makhluk rohani mau mengemukakan bahwa manusia sanggup dan mampu menjalin relasi dengan Allah sang sumber kehidupan yang dinikmati oleh manusia. Istilah baru dari “kerohanian” dikenal dengan istilah Spiritualitas. Spiritualitas mencakup dua segi yaitu: askese dan mistik (Heuken, 2002: 11). Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia. Heuken (2002:12) mengatakan bahwa “spiritualitas dapat disebut cara mengamalkan seluruh kehidupan sebagai seorang beriman yang berusaha merancang dan menjalankan hidup ini semata-mata seperti Tuhan menghendakinya”. Di sini jelas bahwa spiritualitas bukan sekedar keinginan dan kemauan seorang manusia untuk bertindak, sebalikya spiritualitas merupakan kehendak dari Tuhan sendiri yang diamanatkan kepada manusia untuk dilaksanakan sesuai dengan situasi dan tuntutan zaman yang ada. Groenen (2012:1) mengatakan bahwa kata spiritualitas berasal dari istilah asing yang diturunkan dari bahasa Latin yaitu Spiritus yang artinya Roh. Bertolak dari arti tersebut, perlu diperhatikan bahwa Spiritualitas bukanlah suatu “teori” atau ajaran khusus melainkan suatu penghayatan (Groenen, 2012:3). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 Di sini dapat dimengerti bahwa Spiritualitas merupakan suatu penghayatan injili. Dalam injil, yang menjadi tokoh utama adalah pribadi Yesus Kristus sendiri sehingga dalam menghayati spiritualitas dapat juga berarti suatu cara khas untuk mengikuti dan meneladani Yesus Kristus sebagaimana yang diwartakan dalam seluruh kitab perjanjian baru secara khusus dalam keempat injil. Inilah yang menjadi tolak ukur sekaligus sebagai pegangan dan sumber semua spiritualitas kristiani. Situasi setelah konsili Vatikan II menjadi suatu berkat bagi gereja karena sejak konsili Vatikan II, terjadi banyak pembaharuan dalam gereja secara khusus di Gereja Indonesia. Misalnya hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dan istilah-istilah yang digunakan di dalam gereja katolik. Salah satu istilah yang menjadi istilah favorit adalah kata spiritualitas. Setelah konsili Vatikan II, istilah spiritualitas banyak digunakan umat katolik di Indonesia umumnya dan secara khusus bagi kaum biarawan/biarawati. Semua Spiritualitas bertujuan untuk menghayati dan mengikuti Yesus Kristus tetapi masing-masing spiritualitas menekankan (tidak memisah-misahkan) salah satu unsur atau segi yang dianggap paling penting (Groenen, 2012:5). Hal ini mau mengatakan bahwasanya semua spiritualitas yang ada di dalam Gereja katolik ini walaupun bermacam-macam tetapi memiliki tujuan dan arah yang satu dan sama yaitu mengarah kepada Yesus Kristus sendiri. Dalam hal ini Groenen (2012:7) mengatakan: “Spiritualitas atau penghayatan serta penafsiran khas atas injil Yesus Kristus, mempunyai ciri holistik atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 menyeluruh”. Artinya, suatu spiritualitas (ikut) menentukan seluruh kehidupan seseorang di bidang keagamaan serta sebagian hidup keduniaannya. Dari sini kita bisa memahami bahwasanya spiritualitas merupakan suatu pola hidup seseorang yang mengarahkan seluruh pikiran, perasaan, tindakan dan cara berkarya sebagaimana yang dapat kita saksikan di dalam kehidupan Gereja Katolik terdapat berbagai macam komunitas dengan spiritualitas masing-masing yang tampak dalam berbagai karya yang ditangani. Di sini jelas bahwa spiritualitas sama sekali tidak ditentukan oleh karya yang ditangani oleh komunitas yang menghayati suatu spiritualitas tetapi spiritualitas itu lah yang menentukan jenis dan cara suatu karya yang harus ditangani (Groenen, 2012 : 7). Apabila spiritualitas ditentukan karya yang dikerjakan oleh setiap komunitas, spiritualitas itu tidak akan bertahan lama dan orang akan mengalami apa yang disebut krisis identitas karena makna spiritualitasnya menjadi kabur. Hal ini yang mendorong banyak religius untuk menggali, memulihkan dan menghayati kembali spiritualitas awal terbentuknya sebuah komunitas atau ordo. 2. Spiritualitas Fransiskan Sebagaimana komunitas-komunitas religius dalam Gereja Katolik mulai berusaha menggali spiritualitas mereka, demikian juga para fransiskan/nes senantiasa menggali, memahami dan berusaha menghayati spiritualitas atau semangat hidup rohani mereka yang berakar pada spiritualitas st. Fransiskus Asisi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 Spiritualitas Fransiskan merupakan corak batin utama para pengikut St. Fransiskus Asisi yang (semestinya) menguasai seluruh kehidupan Fransiskan/nes dan memberikan warna tertentu dalam kehidupan mereka. Sebagaimana yang tertuang dalam wasiat St. Fransiskus Asisi (Was. 1) bahwa corak batin utama yang menjiwai hidup Fransiskus adalah kedinaan. Fransiskus ingin menjadi yang dina, rendahan, pelayan, hamba. Seiring dengan jalan kedinaan-perendahan yang dijalani Fransiskus agar dekat dan bersatu dengan Tuhan, kerendahan hati mewarnai seluruh hidupnya. Ia tidak rendah diri (suatu kekurangan) melainkan rendah hati (suatu keutamaan, malah induk segala keutamaan). Maka di sini akan dibahas secara singkat semangat dasar kedinaan itu dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, seperti persaudaraan sejati, kemiskinan, kebahagiaan sejati, perdamaian. Berkaitan dengan spiritualitas St. Fransiskus Asisi atau spiritualitas Fransiskan itu, orang mudah berpikir tentang kemiskinan, persaudaraan, perdamaian, kegembiraan dll. Jika digali lebih dalam dan teliti, hal yang mendasari semua itu adalah kedinaan. Kedinaan merupakan dimensi dasariah dari keberadaan para Fransiskan. Kedinaan bukanlah suatu konsep statis tetapi suatu sikap dinamis yang menjadi semangat para Fransiskan yang bersatu dalam ikatan cinta Kristus yang miskin yang selalu siap sedia melayani sesama saudara (bdk. Iriarte,1995:113). St. Fransiskus dari Asisi menghendaki para pengikutnya hidup sebagai saudara dina, paling kecil dari semua, hamba bagi semua. Menjadi saudara dina bukan berarti menyiksa diri sendiri tetapi menjadi saudara dina mau menunjuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 pada sikap kerendahan hati yang mendalam sebagaimana yang diteladankan oleh Yesus. Sekalipun Fransiskus diilhami arti sosial yang terkandung dalam kata minores pada masa itu, akan tetapi sesungguhnya kata ini mau menunjuk pada injil. Artinya sangat jelas bagi kita sebagaimana yang tertuang dalam AngTBul (psl 7:2) “hendaklah mereka menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang”. Di sini jelas bahwa menjadi rendah dan tunduk kepada semua orang lebih menunjuk pada sikap kedinaan yang penuh cinta yang menganggap orang lain lebih tinggi tanpa menyinggung atau merendahkan orang lain. Kedinaan, di atas segalanya merupakan suatu cara berada di hadapan Allah yang maha tinggi (Iriarte, 1995:111). Conti (2006: xxii) mengatakan bahwa “aspek kedinaan itu mengandung pembebasan dari segala bentuk penguasaan atau manipulasi terhadap oran lain”. Hal ini kiranya menjadi jelas bagi kita, karena apabila kita menghayati gaya hidup kedinaan, warta perdamaian dan sukacita injil dapat ditumbuhkan. Seorang saudara dina berusaha untuk senantiasa menyadari akan tugas dan kerjanya untuk mengusahakan keadilan bagi setiap insan yang hidup. Saudara-saudara dina memberikan kesaksian kepada dunia tentang Kristus yang miskin dan rendah dengan menghayati hidup kedinaan sebagai seorang Fransiskan. Dalam Anggaran Dasar dikatakan bahwa hidup saudara/i pengikut St. Fransiskus Asisi adalah “menepati Injil suci Tuhan kita Yesus Kristus” (AD I.1; AD3R 1). Injil suci yang dimaksudkan bukanlah buku injil melainkan Kabar Gembira yang mempribadi dalam Yesus Kristus. Menepati Injil suci Tuhan kita PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 Yesus Kristus berarti mengikuti jejak Tuhan Yesus yang hidup dan berkarya di bumi Palestina sebagaimana tertulis dalam buku Injil. Mengikuti jejak berarti mengikuti jalan yang ditempuh oleh Tuhan yaitu jalan perendahan Tuhan. Bagi Fransiskus Asisi, Yesus di Palestina adalah Tuhan yang merendahkan diri untuk menyelamatkan manusia. Awal perendahan Tuhan adalah Inkarnasi, lahir menjadi manusia di Betlehem; Puncak perendahan adalah sengsara dan wafat di salib, yang disusuli kebangkitan; perendahan Tuhan masih terus berlangsung dalam ekaristi di mana Allah merendah-memberikan diri dalam rupa roti dan anggur untuk menjadi makanan rohani kita sehari-hari. Oleh karena itu natal, paskah dan ekaristi mendapat tempat penting dalam hidup Fransiskus Asisi. Sebagaimana yang dikisahkan dalam Celano art. 84-87 tentang bagaimana Fransiskus Asisi merayakan natal dan menjadikan kota kecil yang bernama Greccio menjadi Betlehem baru. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang maha tinggi berkenan hadir di dunia dalam perendahan untuk menyelamatkan manusia. Perendahan Allah tidak berhenti pada natal tetapi puncak perendahan Allah yang sempurna terjadi di kayu salib dan dikenang selalu dalam setiap kali mengikuti perayaan ekaristi yang dipersembahkan oleh seorang pelayan tertahbis. Hal inilah yang selalu dihayati dan dihidupi oleh St. Fransiskus dari Asisi dalam kehidupannya setiap hari (1SurKus: 7). Dari Kedinaan melahirkan keutamaan-keutamaan yang menjadi kekhasan dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang melihat dan mengalami cara hidup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 Fransiskus dari Asisi. Keutamaan-kautamaan yang didasarkan pada kedinaan antara lain: a. Persaudaraan sejati. Persaudaraan Fransiskan berpola pada injil Tuhan kita Yesus Kristus seperti yang dialami dan dilakukan oleh keduabelas rasul yang hidup disekitar Yesus (bdk. Mat. 23: 8-11). Bagi Fransiskus Asisi, setiap saudara adalah pelayan sehingga ketika Fransiskus berhadapan dengan sesama ia menempatkan diri sebagai saudara yang berasal dari bapak yang satu dan sama (Mat 23:9), ketika berhadapan dengan makhluk hidup (alam semesta), ia menempatkan diri sebagai ciptaan yang berasal dari pencipta yang satu dan sama karena itu persaudaraan bagi Fransiskus tidak hanya dengan manusia tetapi persaudaraan menyangkut seluruh alam ciptaan atau yang sering disebut dengan istilah persaudaraan semesta. Dalam injil Matius digambarkan dengan sangat jelas bahwa di dalam dunia ini, tidak ada seorangpun yang disebut rabi karena hanya ada satu Rabi dan kita semua adalah “saudara”. Teks inilah yang menjadi pegangan Fransiskus dalam persaudaraannya, hal ini bisa dilihat bahwa di dalam persaudaraan Fransiskan hanya ada istilah “saudara”. Melalui persaudaraan semesta St. Fransiskus dari Asisi mau mendobrak perbedaan/golongan-golongan yang terjadi di dalam masyarakat karena kedudukan, jabatan, dan kelas-kelas yang ada (Groenen, Fransiskus, 2012 : 161). Bagi kelas-kelas, jabatan dan kedudukan manusiawi justru membedakan pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya sehingga orang tidak lagi saling PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 bersaudara dalam hidup bersama, sebaliknya orang hidup dalam dunia masingmasing, kurang peduli dan berusaha untuk mengejar keinginannya sendiri sekalipun harus mengorbankan sesamanya dan situasi seperti ini sedang marak termasuk di Indonesia. Dalam situasi seperti ini, para Fransiskan ditantang dalam menghayati persaudaraan sejati. Dalam persaudaraan Fransiskan, kesamaan itu tidak terletak pada kesamaan hak dan kedudukan tetapi kesamaan itu tampak dalam keinginan dan panggilan untuk saling melayani dan saling menaati satu dengan yang lainnya sehingga dalam persaudaraan Fransiskan, sama bukan karena tidak ada bawahan tetapi karena semua menjadi bawahan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Groenen dalam bukunya (2012: 162) “dalam persaudaraan Fransiskan, semua menjadi sama rendah, sama sekali tidak bernilai dan tidak berharga” oleh karena itu yang menjadi ciri khas persaudaraan fransiskan adalah saling mentaati dan saling menghamba, karena itu dalam peristilahan Fransiskus “persaudaraan” dengan “ketaatan” (AngTBull II:9-10). dengan mudah dapat disamakan Artinya bahwa bagi Fransiskus, persaudaraan itu diikat oleh ketaatan karena kasih sama halnya dengan tindakan ketaatan Yesus kepada Bapa-Nya sampai rela wafat di kayu salib. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dasar dari persaudaraan Fransiskan: injil Mat 23 sehingga bagi Fransiskus persaudaraan itu memiliki nilai yang sama dengan ketaatan. Setiap orang yang ingin masuk dalam persaudaraan berarti siap untuk melayani dengan tulus. Sejak awal pertobatannya Fransiskus tidak pernah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 menghimpun orang untuk mengikuti jejaknya, tetapi Tuhanlah yang mengirimkan orang-orang untuk bergabung bersamanya dan menghayati apa yang sudah dimulai dihidupi oleh Fransiskus sehingga setiap saudara yang datang harus diterima dengan senang hati sebagai suatu anugerah/hadiah dari Tuhan, maka tanpa sikap kedinaan akan sulit untuk membangun persaudaraan. Groenen (2012:166) mengatakan “persaudaraan injili yang sejati diciptakaan oleh Roh, lain sekali sifatnya. Kemampuan, kepandaian, dan bakat sesama saudara dinilai dan dihargai bukan sebagai “milik” saudara/saudari yang bersangkutan melainkan sebagai buah karya kebaikan Tuhan”. Hal ini dengan sangat jelas digambarkan oleh Fransiskus bagi para pengikutnya sehingga setiap Fransiskan/nes merasa yakin bahwa segala kebaikan yang dimiliki adalah karya tangan Tuhan dan karena keyakinan inilah yang membuat para Fransiskan/nes, tidak ada yang membanggakan segala bakat, kemampuan, dan menganggap dirinya lebih tinggi dan lebih penting dari orang lain. Persaudaraan Fransiskan juga merupakan persaudaraan Rasuli (Groenen, 2012:166). Artinya bahwa persaudaraan ini juga berpola pada gaya hidup Yesus dan murid-murid yang hidup di sekitar Yesus. Perlu diingat kembali bahwasanya Fransiskus adalah pribadi yang Injili sekaligus Rasuli. Artinya para pengikutnya juga disebut Rasuli karena gaya hidupnya berpola pada gaya hidup rasul-rasul yang hidup di sekitar Yesus. Hidup Rasuli bertujuan untuk merasul dan mewartkan injil bagi sesama. Dalam arti merasul, Fransiskus memiliki pandangan yang berbeda PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 dimana merasul bukan sebatas karya kerasulan yang dalam arti sempit tetapi kerasulan dalam arti gaya hidup rasuli (Groenen 2012:167). Gaya hidup rasuli itulah yang diabdikan untuk pewartaan, perdamaian dan perawatan injil. Oleh karena itu yang lebih ditekankan bagi para Fransiskan adalah hidup persaudaraan bukan pekerjaan. Persaudaraan yang ditekankan tidak hanya bersifat intern tetapi persaudaraan yang universal, persaudaraan dengan semesta. Persaudaraan semesta berarti persaudaraan yang dibangun tidak hanya antar sesama manusia tetapi bersaudara dengan seluruh alam ciptaan (bdk. Kidung Saudara Matahari). b. Kemiskinan Kemiskinan adalah lebih unggul-istimewa-luhur diantara keutamaam/kebajikan yang mempersiapkan hati manusia untuk menerima Allah (Marpaung, 2008: 221). Kemiskinan merupakan suatu unsur hakiki dalam injil (pribadi Yesus sendiri), karena itu kemiskinan amat berperan dalam kehidupan kristiani dan menjadi spiritualitas kristiani. Artinya kemiskinan juga tampil dalam spiritualitas Fransiskan dan sejak awal ordo, kemiskinan dianggap sebagai unsur yang menentukan dalam spiritualitas Fransiskan (Groenen, 2012: 84). Kemiskinan merupakan kesadaran yang mendalam bahwa dalam hal keselamatan, manusia sama sekali tidak berdaya. Dalam hal ini, miskin berarti sepenuhnya mengandalkan Allah satu-satunya penyelamat manusia. Sikap merendah dengan sendirinya didukung dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 disuburkan oleh kemiskinan ekonomi. Kemiskinan berkaitan erat dengan pilihan untuk merendah atau memilih hidup dina. Kemiskinan bagi Fransiskus tidak dimengerti dalam arti yang sempit (Kaul Kemiskinan). Bagi Fransiskus, kemiskinan lahir dari penghayatan akan kemiskinan Kristus yang walaupun kaya tetapi rela mengosongkan diri (Flp 2:7). Kemiskinan yang dihayati oleh para Sransiskan seturut gaya dan teladan hidup St. Fransiskus dari Asisi, sebagai “musafir dan perantau” (AngBul VI :3) di dunia ini. Seluruh ajaran dan pandangan Fransiskus mengenai harga sebuah kemiskinan bernada eskatologis artinya menunjuk pada situasi dan keadaan akhir zaman. Para saudara dina mengadakan suatu perjalanan di dunia tanpa memiliki apapun yang bisa diandalkan. Dengan berpola pada Kristus yang “miskin dan penumpang” (AngTBul psl 9:5), Fransiskus mengajak para saudara/i Fransiskan untuk hidup dan menjadi seorang “musafir dan perantau di dunia ini”. Yang menjadi dasar biblis bagi Fransiskus mengajak setiap saudara untuk menjadi musafir dan perantau; Mat 8:20: serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala. menjadi pola bagi setiap saudara Bagi Fransiskus, kemiskinan itu dalam bertindak, bersikap dalam berhadapan dengan segala sesuatu dan sesama, terutama kepada Allah sendiri. Kemiskinan selalu sejalan dengan kerendahan hati karena kemiskinan tanpa kerendahan hati omong kosong. Dalam semangat kemiskinan ada sikap lepas bebas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 Fransiskus bersama para pengikutnya (para Fransiskan) menjadikan kemiskinan sebagai unsur pokok dalam penghayatan atas injil secara menyeluruh. Kemiskinan bagi Fransiskus sungguh merupakan harta yang tidak ternilai harganya sehingga Fransiskus sangat menghormati dan menghargai kemiskinan bahkan Fransiskus sendiri melihat keberadaan kemiskinan sebagai tuan baginya sehingga Fransiskus menyebut kemiskinan sebagai “Tuan Putri Kemiskinan” karena dengan menghormati kemiskinan membawa Fransiskus kepada kemiskinan yang diteladankan oleh Allah sendiri melalui Putra-Nya Yesus kristus yang walaupun kaya tetapi rela menjadi manusia yang lemah dan tidak berdaya demi keselamatan manusia (bdk. Luk. 2). Fransiskus tidak menuntut perbuatan-perbuatan yang hebat dalam hidup persaudaraan tetapi Fransiskus meminta para pengikutnya untuk sungguh-sungguh hidup dalam dan menghayati kemiskinan dalam Roh karena kasih kepada Kristus; “tetapi jika datang seseorang yang tidak dapat memberikan harta miliknya karena ada suatu halangan, namun ia mempunyai keinginan yang rohaniah, maka untuk dia cukuplah meninggalkan harta benda itu” (AngTBul,psl 2:11). Di sini jelas bahwa bagi Fransiskus, yang paling pokok dan paling penting bukanlah penampilan “fisik/material” tetapi lebih menekankan sikap sederhana, rendah hati dan kejujuran dalam menjalani kehidupan setiap hari. Sebagaimana yang sedang marak saat ini bahwa penampilan luar bisa dipoles sedemikian rupa sehingga tampil menarik tetapi sikap dan tindakan belum tentu menarik. Mengingat hal inilah sehingga sejak awal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 Fransiskus sudah menegaskan bahwa yang paling pokok dan perlu diperhatikan adalah soal sikap, tindakan dan perbuatan setiap hari sehingga keutamaan itu sungguh membathin dalam diri setiap saudara sehingga setiap saudara yang memilih dan memutuskan untuk menghayati dan menghidupi pola hidup miskin harus juga selalu membina sikap merendah. Sikap merendah ini mau menunjuk kepada sikap rendah hati dan bukan rendah diri/minder. Fransiskus menggarisbawahi secara khusus nasihat injil kemiskinan dengan saudarinya keutamaan kedinaan: kemiskinan dalam Roh (Syukur, 2014:301). Bagi Fransiskus, kenyataan menghayati kemiskinan secara total merupakan identitas seorang pengikut Kristus. Namun kemiskinan yang ditekankan oleh Fransiskus adalah kemiskinan dalam Roh, hal ini berarti yang lebih penting dalam penghayatan kemiskinan adalah soal sikap bukan soal miskin dalam hal material saja. Dari uraian tentang penghayatan dan unsur-unsur yang terkandung di dalam spiritualitas Fransiskan, tidak sekedar menjadi slogan indah bagi para Fransiskan tetapi sungguh menjadi pedoman dan pegangan bagi para Fransiskan dalam menghidupi persaudaraan yang injili sekaligus juga persaudaraan yang rasuli sebagaimana yang diharapkan oleh st. Fransiskus dari Asisi kepada para pengikutnya yang hidup di zaman ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 c. Kebahagiaan sejati Kebahagiaan menjadi sesuatu yang selalu dicari oleh setiap manusia. Akan tetapi sering kali orang kurang memahami makna dari kata kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan berasal dari kata Bahagia. Bahagia adalah sebuah kata yang merupakan dambaan (impian) bagi setiap insan di dunia ini (Chan, 2009: 88). Perlu disadari bahwa tidaklah mudah untuk mendapatkan kebahagiaan terutama kebahagiaan sejati. Untuk memperoleh kebahagiaan terutama kebahagiaan sejati membutuhkan suatu sikap kerelaan untuk berkorban baik berkorban waktu, tenaga, pikiran dan perasaan sehingga untuk memperoleh sebuah kebahagiaan sejati tidak mudah tetapi akan menjadi mudah ketika orang berani terbuka dengan keadaan sekitarnya sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus Winarto bahwa “orang yang mendapatkan kebahagiaan sejati adalah orang yang dapat membahagiakan orang lain”. Hal ini yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang karena merasa belum memiliki apa yang diinginkan sehingga tidak jarang ada ungkapan “ saya saja belum bahagia apalagi membahagiakan orang lain”. Hal ini terjadi karena orang belum memahami arti kebahagiaan yang sesungguhnya sehingga masih menggantungkan kebahagiaan itu pada hal-hal yang bersifat sementara. Kebahagiaan merupakan suasana dimana orang merasa senang karena mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Berbeda dengan Fransiskus, bagi St. Fransiskus Asisi kebahagiaan sejati tidak berkaitan dengan hal-hal duniawi. Justru ketika Fransiskus meninggalkan hal-hal duniawi, ia mengalami kebahagiaan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 mendalam. Kebahagiaan sejati juga tidak dapat dipengaruhi oleh situasi dunia sekitar tetapi juga tidak dapat menghindarinya (Groenen, 1997: 27). Seseorang dapat dikatakan bahagia ketika mampu melihat dan menemukan makna dari setiap pengalaman yang dialami baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang kurang menyenangkan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu dimensi dari kebahagiaan sejati ketika seseorang mampu mengatasi tantangan dan kesulitan yang ada dengan hati yang tenang dan damai (Syukur 2014:287). Bagi Fransiskus, kebahagiaan sejati tidak ada di dalam kesuksesan tetapi kebahagiaan sejati ada di dalam sikap tetap merendah. Dalam buku Sahabat” “Kisah 3 kebahagiaan terjadi bila orang berada di jalan yang sama dengan Yesus Kristus sendiri. Dalam masyarakat umum, harta dan gelar belum tentu ada kebahagiaan. Kebahagiaan Fransiskan bersumber dari kebahagiaan St. Fransiskus Asisi. Kebahagiaan St. Fransiskus Asisi merupakan suatu proses yang panjang dalam rangka pencarian makna hidup sebagaimana yang dialami sendiri oleh Fransiskus Asisi yang walaupun hidup dalam situasi kemewahan tetapi karena ia sendiri tidak menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya sehingga mendorongnya untuk terus mencari dan mencari, pada akhirnya St. Fransiskus Asisi menemukan kebahagiaan sejati itu di dalam diri orang kusta. Biasanya Fransiskus merasa jijik ketika bertemu dengan orang kusta dan kalaupun harus memberi uang, Fransiskus hanya akan melemparnya dari jauh dan segera melarikan diri. Akan tetapi tiba-tiba Fransiskus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 ingin sekali merasakan penderitaan dan kesusahan yang dialami oleh orang-orang kusta. Pada suatu saat Fransiskus sedang melakukan perjalanan, ketika bertemu dengan orang kusta Fransiskus segera turun dari kudanya dan memeluk serta mencium si kusta yang adalah penjelmaan Kristus yang sungguh hadir dalam diri si kusta, saat itulah ia mulai merasakan kebahagiaan sejati (Bodo, 2002:27). Dalam buku Fioretti, tercantum sebuah kisah yang menjelaskan arti kebahagiaan sejati. Penulis Fioretti (hal. 45) menyampaikan suatu kisah yang diceritakan oleh Fransiskus kepada saudara Leo ketika mereka sedang mengadakan perjalanan dari Perugia menuju “santa Maria para malaikat” dimana ketika mereka tiba di biara, mereka ditolak tetapi Fransiskus tetap merasa bahagia. Melalui kisah itu menjadi jelas bahwa bagi Fransiskus, kebahagiaan sejati itu bukan mengarah kepada hal-hal yang menyenangkan. kita mengalami kebahagiaan sejati ketika kita mengalami penolakan, caci maki dan ejekan karena Kristus, bahkan kita mengalami penolakan dari saudara sendiri, saat itulah kita mengalami kebahagiaan sejati yang sempurna. Kisah tentang kebahagiaan sejati mau mengungkapkan suatu realitas tentang orientasi utama masyarakat pada zamannya Fransiskus. Kebahaggiaan Fransiskan tidak hanya berhenti pada situasi dimana orang mengalami canda dan tawaria, akan tetapi kebahagiaan sejati bagi Fransiskan mendapat penekanan dan kekuatan bagaimana setiap pribadi mencapai kemampuan untuk menciptakan hidup yang tenang dan damai dengan lingkungan sekitarnya, mampu merasakan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 menemukan kehadiran Allah dalam segala situasi yang ada sekalipun situasi yang sangat sulit (bdk. Syukur 2014:286). Bagi sebagian orang tentu memiliki pandangan yang berbeda tentang arti dan makna kebahagiaan yang sejati, dan merasa tidak masuk akal apa yang dihayati dan dihidupi oleh para Fransiskan tentang arti dan makna kebahagiaan sejati. Akan tetapi bagi para pencinta dan pengikut Fransiskus Asisi, untuk mencapai kebahagiaan sejati ini pada akhirnya harus siap untuk dipandang bodoh oleh dunia. Kemampuan untuk bisa mengalami hal yang demikian hanya jika setiap saudara memiliki rasa cinta yang mendalam dan relasi yang intim dengan Yesus Kristus sendiri. Untuk bisa sampai pada pengalaman yang demikian, membutuhkan sikap yang radikal untuk mengikuti Yesus sumber kebahagiaan sejati itu. d. Perdamaian Sejalan dengan aspek-aspek lain yang berakar pada kedinaan (persaudaraan, kemiskinan, kebahagiaan), salah satu aspek yang juga tidak kalah pentingnya dalam kehidupan Fransiskus Asisi adalah perdamaian. Dalam buku Fioretti (92-96), ada sebuah kisah tentang Fransiskus yang memperdamaikan penduduk kota Gubbio dengan seekor serigala yang ganas. Dari kisah Gubbio ini dapat diketahui bahwa Fransiskus Asisi memang seorang pribadi yang sangat mencintai kehidupan damai dan bersaudara dengan semua makhluk ciptaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Melihat kehidupan St. Fransiskus yang dipenuhi dengan damai dan cinta akan lingkungan hidup, menimbulkan suatu pertanyaan bagaimana St. Fransiskus sungguh dapat hidup damai dengan semua orang dan semua makhluk? Sumbersumber inspirasi manakah yang ia gali sehingga ia dapat hidup harmonis dengan seluruh ciptaan? Pertama, Fransiskus tentu belajar dari ucapan yang penting dan fundamental dari Yesus yang bangkit seperti kita dengarkan dalam Injil Yohanes “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19; 21). Dari teks ini Fransiskus sungguh menyadari bahwa sumber kedamaian sejati itu datangnya dari Tuhan. Kedua, Fransiskus tentu memahami juga, bahwa di dalam Yesuslah surga dan bumi diperdamaikan dan dipersatukan kembali dengan Allah yang mahakuasa (SurOr 13; bdk. Kol 1:20). Ketiga, Fransiskus tentunya dipengaruhi oleh “Sabda Bahagia” yang berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat 5:9). Orang yang membawa damai ini oleh Fransiskus ditafsirkan sebagai “orang yang dalam segala penderitaannya di dunia ini tetap memelihara kedamaian dalam jiwa dan raganya demi cinta kasih kepada Tuhan kita Yesus Kristus” (Pth XV). Ketika ia dicaci maki, ditolak bahkan diusir, ia tetap damai. Hal ini terjadi tentunya karena ia mengalami perdamaian dan bersatu dengan Tuhan. Bertolak dari inspirasi biblis, damai/damai sejahtera ini, menjadi pegangan bagi Fransiskus Asisi untuk senantiasa hidup dalam damai dengan seluruh makhluk ciptaan sebagaimana yang sangat khas dari Fransiskus Asisi yaitu setiap kali ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 bertemu dengan sesama, alam dan tumbuh-tumbuhan Fransiskus selalu menyapa dengan pax et bonum artinya damai dan kebaikan karena Fransiskus merasa bahwa yang paling penting dimiliki oleh semua orang bukanlah harta, kedudukan atau pangkat tetapi memiliki hati yang damai dan kebaikan Allah tinggal serta bekerja dalam diri kita. Di mana kebaikan Allah hadir dan bekerja di situlah damai dan keselamatan Kerajaan Surga terwujud nyata. C. Paradigma Pedagogi Fransiskan Pada bagian ketiga dari bab II ini, disajikan tentang paradigma pedagogi Fransiskan. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi suatu pedoman bagi para fransiskan dalam melaksanakan pelayanannya terutama pelayanan dalam bidang pendidikan untuk membantu setiap pribadi bertumbuh dan berkembang menuju pribadi yang dewasa dan beriman. 1. Paradigma Paradigma adalah suatu cara mendasar untuk memahami, berpikir, menilai dan melakukan hal yang berkaitan dengan sesuatu yang khusus tentang realitas (Moleong, 2004:49). Banyak ahli yang mendefinisikan paradigma sesuai dengan temuan mereka masing-masing. Diantaranya; Ritzer dan Zamroni mengatakan bahwa paradigma merupakan pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 cabang/disiplin ilmu pengetahuan. Berbeda dengan Robert Friedrichs mengatakan bahwa paradigma merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya. Dalam buku Paradigma Pedagogi Reflektif (2008:39) Paradigma adalah pola pikir (semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama yang akan menjadi fasilitator) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani/kemanusiaan. Paradigma sangat menentukan pola berpikir dan pola bertindak karena sudah menjadi semacam suatu “keyakinan”. Paradigma ini biasanya menjadi bagian yang sangat sulit untuk diubah, kecuali jika yang bersangkutan bersedia. Di sini jelas bagi kita bahwasanya paradigma merupakan suatu pandangan atau pola pikir seseorang dalam menghadapi setiap peristiwa yang ada di dalam hidup ini. Hal yang sering terjadi bahwa ketika seseorang sudah mapan dengan paradigma yang sudah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat, akan sulit sekali untuk mengubah atau membangun suatu pola baru tentang paradigma yang lazim di lingkungan sekitarnya sehingga butuh perhatian yang khusus. Hal yang demikian juga terjadi di lembaga pendidikan sehingga guru dituntut untuk lebih kreatif dalam membantu mengembangkan setiap pribadi anak didiknya untuk memiliki paradigma yang membangun dan lebih terbuka dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan setiap hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 2. Pedagogi Secara etimologi kata pedagogi berasal dari bahasa Yunani : Paedagogos yang berarti pengasuh anak. Dalam bahasa Yunani kuno : paedagogia biasa diterapkan kepada para budak yang mengawasi pendidikan anak majikannya termasuk menghantarkannya ke sekolah atau tempat latihan, mengasuhnya, dan membawakan perbekalannya seperti membawakan alat musiknya (Supriyati, 2012:1). Dalam buku Paradigma Pedagogi Reflektif (2010:22) “Pedagogi merupakan seni dan ilmu mengajar”. Pedagogi adalah cara para guru atau fasilitator mendampingi para anak didik dalam bertumbuh dan berproses, termasuk di dalamnya pandangan hidup serta visi mengenai pendidikan (menjadi agen perubahan sosial). Seni dan ilmu mengajar yang tidak dapat begitu saja direduksi menjadi suatu metodologi. Pedagogi memuat suatu pandangan dan visi pribadi ideal yang terdidik. Jelas bahwa dari kata ini lahir istilah pedagogi yang diartikan sebagai suatu ilmu dan seni dalam mengajar dan mendidik anak-anak. 3. Fransiskan Istilah Fransiskan digunakan untuk menunjuk kepada kelompok yang paling terkenal yang mengikuti "aturan hidup St. Fransiskus dari Asisi" yaitu Ordo Fratrum Minorum (seringkali disebut "Fransiskan "). Ordo Fratrum Minorum adalah ordo keagamaan yang bermula dari St. Fransiskus Assisi. Disebut ordo PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 Fratrum Minorum yaitu cara hidup mengikuti Yesus Kristus dan injil-Nya dalam kedinaan dan kerendahan. (http://pojokseminari.blogspot.co.id/2011/06/ordo- fratrum-minorum-ofm.html). 4. Paradigma Pedagogi Fransiskan Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pendidikan yang berlandaskan pada sikap hidup/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi yang tertuang dalam Gita Sang Surya. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi model pendidikan dalam melahirkan generasi-generasi muda yang peduli dan memiliki relasi yang baik dengan alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup mereka. Pedagogi Fransiskan mengembangkan hubungan Tuhan dengan manusia yang dinyatakan dalam Yesus Kristus dan hidup Fransiskus sendiri sebagaimana yang ditekankan dalam dokumen Go and Teach (GT) yang dikeluarkan oleh Friars Minor sebagai pedoman untuk pendidikan Fransiskan art. 22 yang berbicara tentang: relasi Vertikal (Manusia dengan Tuhan) dan Horisontal (relasi sosial antara manusia dengan sesama). Di sini jelas bahwa pedagogi Fransiskan menjadi salah satu sarana menghantar dan membantu setiap anak didik untuk bisa menjalin relasi yang baik dan benar dengan Tuhan yang hadir dalam pribadi Yesus Kristus yang diimaninya, dengan sesama dan dengan alam semesta. Sebagai sarana untuk menghantar anak didik dalam menjalin relasi dengan Tuhannya, para pelaku pendidikan (para Fransiskan dan guru-guru) dituntut untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 tidak memandang anak didik yang datang sebagai sasaran atau objek yang kepadanya pengetahuan ditransfer oleh guru tetapi setiap anak didik yang datang merupakan anugerah dari Tuhan yang harus diterima dengan penuh syukur (GT art.40). Pedagogi Fransiskan mengajak setiap pribadi untuk memahami dan mendalami dunia tidak sekedar sebagai tempat alamiah eksistensi manusia tetapi juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah. Jika dunia ini merupakan ungkapan cinta dan keagungan terindah dari Allah, artinya setiap makhluk terutama manusia yang diciptakan dengan akal budi yang mulia dituntut suatu tanggung jawab untuk memelihara dan merawat dunia ini dengan baik (bdk Kej.1:26-29). Dalam kitab kejadian jelas perintah Allah (Kej.1:28): "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi". Menghayati panggilan untuk melindungi dan memelihara karya Allah merupakan bagian penting dari kehidupan yang saleh bukan suatu pilihan kedua dari kehidupan ini (bdk. LS art. 217). Kehendak Allah jelas bagi manusia, dan dalam kitab Kejadian, jelas bagi kita bahwa Allah mempercayakan bumi beserta dengan segala isinya bagi manusia untuk menjaga dan merawatnya. Berkuasa bukan berarti dengan seenaknya saja manusia memperlakukan alam, tetapi kuasa yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah untuk menjaga dan merawat alam ini sebagai tanggapan manusia atas cinta dan keagungan Allah yang diberikan-Nya kepada manusia sehingga ketika manusia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 memperlakukan alam dengan tidak bertanggung jawab, sudah jelas bahwa manusia menolak cinta Allah dan tidak mengakui keagungan dan kebesaran dari Allah sendiri. Maka jika kita manusia terbuka untuk melihat situasi alam kita saat ini, menjadi gambaran yang nyata bagaimana manusia menanggapi cinta Allah dalam dunia kita saat ini. Jika kita ingin jujur, dunia kita saat ini sedang mengalami “sakit” sehingga sebagai ciptaan yang mulia manusia perlu berbenah diri untuk mengembalikan dunia yang harmonis, alam yang indah dan udara yang segar yang memberi kehidupan bagi kita manusia. Menyadari tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk merawat alam ini, Pedagogi Fransiskan membimbing dan membawa anak didik kepada sebuah pertobatan ekologis yang sejati dan sebuah keadilan lingkungan sejati yang didasarkan pada nilai-nilai respek dan solidaritas yang mengarah pada sikap cinta lingkungan. Paus Fransiskus dalam ensikliknya (LS, art. 219) mengatakan bahwa “pertobatan ekologis yang diperlukan menciptakan untuk suatu dinamisme perubahan yang berkelanjutan, juga merupakan pertobatan komunal”. Jelas bagi kita bahwa untuk mencapai suatu usaha dalam menciptakan relasi yang harmonis dengan lingkungan sekitar tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pribadi tetapi menjadi tanggung jawab bersama yang harus dilakukan secara bersama di dalam suatu komunitas yang memiliki arah dan tujuan yang sama. Pertobatan ekologis juga mau mengungkapkan suatu kesadaran bahwa kehidupan manusia tidak terpisahkan dari makhluk ciptaan lainnya tetapi menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 suatu kesatuan yang tergabung dalam suatu persekutuan yang bersifat universal yang memberi suatu warna yang indah dalam kehidupan setiap hari. Pertobatan ekologi membawa suatu kesadaran baru bagi manusia bahwa setiap makhluk yang ada di alam raya ini merupakan cerminan dari kasih Allah yang sungguh nyata bagi manusia. Dengan kesadaran ini mengajak manusia untuk lebih peduli dan cinta lingkungan dengan memelihara dan merawat bumi ini dengan penuh kasih sebagai tanggapan akan cinta Allah yang besar bagi manusia yang diciptakan-Nya. Pedagogi Fransiskan tidak hanya menekankan segi kognitif tetapi juga segi afektif dan psikomotorik anak didik sehingga apa yang dipelajari sungguh nyata dalam tindakan dan pengalaman hidupnya setiap hari. Dalam GT art. 17 disajikan beberapa point pokok yang membutuhkan tindakan atau perbuatan diantaranya: a) Mengembangkan kemampuan untuk mengkontemplasikan dunia fisik dari titik pandang kristiani dan Fransiskan. b) Memahami masalah utama yang disebabkan oleh polusi dan bentuk kehancuran alam lainnya. c) Mengusahakan sebuah pendidikan lingkungan dengan mengembangkan sebuah kesadaran untuk melindungi dan peduli ciptaan sesuai dengan kriteria yang ada humanist, scientifik dan transenden. d) Mendorong sebuah pembentukan budaya berdasarkan sebuah relasi keadilan dan solidaritas pribadi dengan lingkungan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 e) Merangsang sebuah penelitian untuk sebuah sosio-ekonomic alternatif sejalan dengan proposal ekonomi keadilan. f) Mempromosikan gaya hidup yang bertanggungjawab dalam menggunakan dan mengkonsumsikan sumber-sumber alam. g) Menyebarluaskan peraturan-peraturan tentang lingkungan sosial dalam kerjasama dengan otoritas sipil dan religius. Dalam menghadapi situasi dunia yang ditandai dengan globalisasi ini membutuhkan suatu paradigma pedagogi yang baru terhadap dunia pendidikan dan kehidupan ini. Melihat dan menyaksikan situasi yang ada, pedagogi Fransiskan menawarkan suatu pendidikan yang menghantar setiap pribadi untuk bisa membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam sekitarnya. Model pendidikan yang ditawarkan oleh pedagogi Fransiskan yaitu: pendidikan ekologis dan Ekopedagogi. a. Pendidikan Ekologis. “Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya” (Daryanto & Suprihatin, 2013: 49). Secara singkat dapat juga dikatakan bahwa ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antar makhluk hidup. Berbicara tentang ekologi tidak lepas dari ekosistem. Yang dimaksud dengan ekosistem adalah suatu system ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tidak terpisahkan antar makhluk hidup dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 lingkungannya (bdk. Daryanto & Suprihatin, 2013: 63). Ekologi memandang setiap makhluk hidup sesuai dengan perannya masing-masing dan memandang individu dalam species menjadi salah satu unsur terkecil dari alam sehingga ekologi menganut prinsip keseimbangan dan keharmonisan semua komponen alam sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. St. Fransiskus dari Asisi melalui karyanya (bdk. Kidung saudara matahari) mengajak kita semua untuk menyadari bahwasanya keberadaan manusia tidak lepas dari alam, sebaliknya keberadaan kita saling adanya keterkaitan sebagai makhluk yang berasal dari satu pencipta yaitu Allah sendiri sehingga Fransiskus dari Asisi mengajak setiap pribadi untuk memandang setiap ciptaan sebagai saudara dan saudari. Pendidikan ekologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antara organisme dan lingkungan sekitar. Model pendidikan Fransiskan ini merupakan bagian warisan dari sikap Fransiskus Asisi terhadap bumi. Sikapnya yang konkrit nyata dalam tindakan yang tercantum dalam Gita Sang Surya yang memberikan hadiah penting pada zaman ini. Bagi Fransiskus yang ilahi, yang manusiawi, kosmik atau alam hadir bagi yang lain (dengan menggunakan pendapat Thomas Bery) Fransiskus memiliki cinta yang mendalam bagi Yesus Kristus inkarnasi Allah; hatinya berlimpah-limpah dengan syukur ketika ia memikirkan Allah menjadi manusia, arsitek dunia menjadi anak bumi. Cinta Fransiskus dan persahabatannya yang akrab dengan makhluk ciptaan seperti saudara ikan, saudari air, saudari burung, saudara monyet dan saudara kelinci memiliki persahabatan yang saling PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 menguntungkan; bukan merupakan pelayanan yang di tujukan kepada seseorang atau sesuatu yang didominasinya. Fransiskus berpikir melampaui pelayanan. Dia berbicara kepada ciptaan yang lain, dan mereka berbicara kepadanya. Dia menyampaikan kepada mereka tentang Allah, dan mereka menyampaikan kepadanya tentang Allah. Dia mengajarkan kepada mereka tentang kesederhanaan dan ucapan syukur dan mereka juga mengajarkan kepadanya tentang kesederhanaan dan ucapan syukur. Cinta Fransiskus terhadap ciptaan di bumi dan inkarnasi Allah dalam pribadi Yesus sebagai pribadi yang kudus. Fransiskus menghormati setiap pribadi karena mereka memiliki integritas dan keutuhan dalam hati yang penuh misteri sebagaimana diungkapkan oleh perancang ilahi. Sikap Fransiskus inilah yang menjadi alasan untuk mengungkapkan bahwa pendidikan Fransiskan harus spesifik, eksperiental, dan persaudaraaan/kekeluargaan (persaudaraan yang universal). Model pendidikan ekologi Fransiskan itu sangat membumi dan berkaitan dengan perkembangan dimensi manusia. Dalam pendidikan ekologi perlu menekankan empat point pokok yang menjadi pertanyaan reflektif bagi para pendidik Fransiskan: Siapakah kita? Bagaimana relasi kita kepada Allah? Bagaimana persahabatan kita terhadap sesama? Bagaimana relasi kita dengan bumi? Melalui pendidikan ekologi dengan memperhatikan empat point pokok dengan harapan setiap anak didik dibantu oleh para guru dapat bertanggungjawab untuk keberlangsungan dan masa depan bumi ini. Dengan menekanan pertanyaan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 pertanyaan ini, Pendidik dalam sekolah/lembaga pendidikan yang dikelolah oleh para Fransiskan dipanggil untuk mengajarkan secara bebas; pembedaan dan kritik. Menurut Pirkl (1992:147) “relasi persahabatan antara empat pertanyaan pokok dan apa yang dilihat sebagai tanggungjawab ini bagi para pendidik dan anak didik bisa disetujui bisa juga tidak disetujui”. Orang yang percaya akan melihat bahwa tanggung jawab terhadap pertanyaan fundamental akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tanggungjawab pada tiga hal yang lain. Jika tuntutan Fransiskan benar bahwa hidup kita tidak didasarkan pada struktur tetapi pada persahabatan, dan siapakah kita (pertanyaan pertama) secara definitif bergantung pada persahabatan kita dengan Allah, sesama dan bumi. Bagaimana relasi persahabatan kita dengan Allah. Jika Allah adalah pencipta kita dan melalui misteri inkarnasi, imanen pada keluarga bumi dan relasi kita dengan Allah (pertanyaan kedua) adalah persahabatan makhluk ciptaan terhadap pencipta dan melalui Kristus. Bagaimana persahabatan kita dengan manusia (pertanyaan ketiga) bila kita mempunyai pendekatan pertanyaan siapa kita, kita juga mendekati pertanyaan siapakah orang lain dan bagaimana kita berelasi dengan mereka sebagai ciptaan dan anak-anak dari Allah yang sama, saudara dan saudari Kristus, dan anggota keluarga yang menghuni bumi ini. Bagaimana persahabatan kita dengan bumi (pertanyaan keempat) bila kita berpegang teguh pada persamaan ciptaan yang ada, kita tahu bagaimana relasi kita kepada Allah dan kepada ciptaan yang lain (persaudaraan universal). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 Tujuan dari pendidikan yang ekologis adalah terwujudnya keselamatan dan keutuhan ciptaan. Dalam ensiklik Laudato Si art. 209 dikatakan bahwa orangorang muda memiliki kepekaan ekologis dan semangat untuk membela lingkungan dan sebagai ungkapan cinta mereka akan lingkungan, mereka berupaya untuk membaharui lingkungan tetapi mereka hidup dan dibesarkan dalam lingkungan yang berbudaya konsumatif dan budaya instan sehingga menjadi sulit bagi mereka untuk menghidupi dan menghayati cara hidup yang baru yang menghantar mereka kepada suatu kehidupan yang berdasarkan pada spiritualitas ekologis. Bermula dari perubahan pola pikir dan pemahaman akan jati diri manusia sebagai individu yang ada dalam kebersamaan dan untuk mencapai suatu kehidupan yang didasarkan pada budaya ekologis, para pendidik harus mampu mengembangkan suatu pendidikan yang mengajak anak didik sungguh menyadari keberadaan mereka sebagai bagian dari alam ini sehingga setiap anak didik berusaha untuk memiliki rasa cinta akan lingkungan dan menyadari bahwa setiap ciptaan yang ada di alam semesta ini merupakan saudara bagi yang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh Daryanto & Suprihatin (2013: 1) bahwa pendidikan lingkungan hidup merupakan pendidikan tentang lingkungan hidup dalam konteks internalisasi secara langsung maupun tidak langsung dalam membentuk setiap pribadi menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab atas alam yang dipercayakan oleh Allah kepada manusia untuk dijaga dan dirawat manusia. sebagai tanggapan atas cinta Allah kepada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 Dalam GT art. 18 mengatakan bahwa “Pedagogi Fransiskan dapat dan harus memberikan sebuah model alternatif tentang pribadi yakni Pribadi yang menjalin relasi dengan alam, sesama, Allah dan diri sendiri”. Bagi Fransiskus Asisi, relasi itu ada 2 aspek : “Persaudaraan dan Kedinaan” adalah pusat dan inti fundamental dari relasi interpersonal. 1) Persaudaraan Menjadi “saudara” memiliki dasarnya dalam kebenaran Wahyu bahwa kita semua adalah Anak-anak dari Bapa yang sama (Mat 23:9). Santo Fransiskus dari Asisi mengembangkan gagasan persaudaraan menjadi lebih luas dan menyeluruh atau bersifat universal. Fransiskus tidak hanya membangun persaudaraan dengan sesama manusia tetapi bahkan memandang seluruh ciptaan yang ada di dunia ini sebagai saudara dan saudari. Ketika Fransiskus merenungkan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari pencipta yang satu dan sama, ia dipenuhi dengan kasih sayang yang besar dan memanggil semua makhluk, sekalipun yang terkecil sebagai saudara dan saudari. Paus Fransiskus dalam ensikliknya (LS, 11:20) kembali menegaskan bahwa sikap St. Fransiskus ini bukan sesuatu yang bersifat romantisme yang naïf, karena berdampak pada pilihan-pilihan yang menentukan kita dalam bersikap dan bertindak. Bercermin pada sikap sang santo, paus Fransiskus sangat menekankan kepada seluruh dunia untuk peduli alam dengan gerakan ekologi karena beliau meyakini bahwa dengan gerakan ekologi bisa membawa kemajuan yang besar bagi dunia ini (bdk. LS, art. 14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 Persaudaraan semesta yang dicita-citakan Fransiskus Asisi akan dapat terwujud bila dalam diri setiap makhluk terdapat sikap untuk tidak hanya mencintai diri sendiri (egois) tetapi juga memiliki cinta akan lingkungan hidupnya. Cinta ini pada akhirnya juga akan bermuara pada keselamatan dirinya sendiri sebab dunia kita ini tercipta sebagai sebuah ekosistem di mana semua makhluk ada dalam suatu mata rantai yang saling melengkapi satu sama lain. Cinta ini juga yang akan mendorong setiap orang untuk terlibat dalam usaha untuk melestarikan alam ini sebagai bagian dari hidupnya sebagaimana yang dikatakan oleh paus Fransiskus dalam ensikliknya bahwa “pelestarian alam adalah bagian dari suatu gaya hidup yang melibatkan kemampuan untuk hidup bersama dalam persekutuan” (LS art. 228). 2) Kedinaan Menjadi “dina” memiliki dasarnya bahwa : Yesus adalah Guru dan Tuhan, menjadi Hamba dan melayani saudara-saudara-Nya. Kedinaan memiliki nuansa khusus dibandingkan dengan kemiskinan. Kedinaan lebih menunjukkan sikap hati yang mau merendah. Fransiskus menghayati perendahan diri ini terdorong oleh karena kekagumannya akan Allah yang dalam pengalaman imannya hadir sebagai Allah yang merendah. Allah yang sudi menjadi manusia dalam diri Kristus dan berbela rasa dengan penderitaan manusia. Maka sikap rendah hati berbeda dengan perasaan rendah diri/minder yang lebih merupakan kerapuhan jiwa. Sikap rendah hati pertama-tama lahir dari pengakuan diri akan nilai manusia di hadapan Allah: sebagai abu yang tidak ada apa-apanya, namun belajar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 dari pengalaman umat beriman keberadaan kita yang bagaikan abu bukanlah suatu fatalitas melainkan keadaan yang patut disyukuri karena Allah kita adalah Allah yang tidak akan menolak hati yang remuk redam, Allah yang berbelaskasih atas kerapuhan ciptaan-Nya sehingga meski kita abu tetapi Allah mengasihi kita dan bahkan menganugerahkan rahmat-Nya dan bekerja melalui dan dalam diri kita sehingga kita dapat berbuat banyak hal yang baik dan benar. Fransiskus mengakui bahwa yang baik itu semuanya berasal dari Allah karena hanya Allahlah satu-satunya yang baik bahkan Dialah kebaikan itu sendiri. Maka orang yang rendah hati adalah orang yang tidak minder/rendah diri. Minder adalah perasaan bahwa dirinya lebih rendah daripada yang lainnya, sementara orang yang rendah hati memahami bahwa kenyataannya semua orang sama, tidak ada yang lebih rendah dari yang lainnya, karena semua hanyalah debu belaka di hadapan Tuhan. Tetapi orang yang rendah hati juga tidak sombong bila mengalami kesuksesan dalam hidup karena sadar bahwa semua kebaikan itu dapat terjadi dalam dirinya karena Allah yang berkenan bekerja dalam dirinya sehingga Allah jugalah yang patut dipuji karenanya. Selain itu karena percaya akan penyertaan Allah pada orang-orang yang rapuh dan kecil maka orang rendah hati yang menyadari kerapuhan dan kekecilannya justru tidak akan pernah merasa putus asa dalam hidup karena yakin Tuhan akan membantunya. Kedinaan juga merupakan sikap hati terhadap kekayaan. Baik kekayaan rohani seperti bakat, intelektual, atau talenta yang kita miliki juga kekayaan dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 arti jasmani seperti uang, rumah, harta benda dsb. Kedinaan mengajak kita untuk melihat dan memandang semua kekayaan tersebut bukan sebagai milik kita pribadi tetapi milik Tuhan. Konsekuensinya adalah semua kekayaan itu hendaknya digunakan bukan hanya menurut kemauan dan untuk kepentingan serta kesenangan kita sendiri tetapi digunakan sesuai kehendak Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan. Apa kehendak Tuhan dalam hal tersebut? Tuhan sendiri sudah menunjukkan diri sebagai pribadi yang solider karena menginginkan semua makhluknya selamat sejahtera maka kehendak Tuhan dalam penggunaan harta kekayaan tentunya agar harta tersebut dipakai sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan semakin banyak orang/masyarakat. Oleh karena itu kedinaan pada akhirnya akan mendukung dan menghasilkan persaudaraan yang lebih kokoh. b. Ekopedagogi Ekopedagogi merupakan suatu pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita ekologi baru-peradaban yang berkelanjutan sehingga anak-anak dan orang muda dapat mewujudkannya dengan bantuan para pendidik dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ekopedagogi mengajak manusia untuk tidak melihat dirinya sebagai tuan dan penguasa atas bumi ini melainkan hadir sebagai anak dan murid dari bumi yang merupakan “ibu” dan “guru” (Mater et magistra) karena sebagai ibu, bumi mengasuh dan menyuap kita dengan aneka tumbuhan yang terhampar indah di alam ini (bdk. Gita Sang Surya Fransiskus Asisi) dan sebagai Guru, bumi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 menampakkan dalam dirinya “sekolah Kehidupan” yang memberi hikmat dan pengertian bahwa manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam ini. Sumber ekopedagogi yang utama adalah berdasarkan pada inspirasi dari sikap dan perilaku St. Fransiskus dari Asisi terhadap alam (bumi). Atas dasar ini, ekopedagogi menekankan karakter pendidikan yang partikular (GSS edisi Mei-juni: 2). Artinya pendidikan yang mengutamakan pengalaman yang berspiritkan persaudaraan dan kekeluargaan. Melalui pengalaman, anak didik diberi kesempatan untuk mengalami langsung realitas yang ada dalam berelasi dengan alam, sedangkan persaudaraan dimaksudkan agar anak didik memiliki kesadaran untuk mengenal dan menemukan diri mereka sendiri dengan semua ciptaan yang ada di bumi pertiwi ini sebagai saudara satu sama lain. Apakah ekopedagogi mengabaikan Teori? Dalam ekopedagogi, teori merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman. Dalam ekopedagogi, teori tidak lagi sesuatu yang hanya berhenti di “kepala” tetapi teori menyatu dan menyerap kedalam seluruh diri menjadi suatu keutuhan dari diri anak didik dalam berelasi dengan seluruh alam ciptaan yang ada. Ekopedagogi bertujuan untuk mewargabumikan manusia (Mbula, 2015:7). Mewargabumikan manusia berarti mendorong setiap orang untuk mengintegrasikan keadilan sosial, perdamaian dan pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang nilai-nilai lingkungan hidup (bdk. Daryanto & Suprihatin, 2013: 20) tujuan dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 pendidikan lingkungan hidup mendorong dan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat menumbuhkembangkan kepedulian untuk melindungi, memperbaiki dan memanfaatkan alam secara bijaksana dan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Melalui ekopedagogi membantu manusia untuk memahami hubungannya dengan alam. Ekopedagogi melihat pendidikan bukan untuk mencapai tujuan dalam dirinya sendiri melainkan untuk mencapai masa depan bersama. Para Fransiskan dan para pendidik (Guru-Guru YEMS) sebagai sasaran ekopedagogi untuk berkomitmen terhadap hak asasi manusia, perdamaian, dan membina persahabatan dengan alam yang harus ditanamkan bagi anak didik sehingga anak didik lebih peduli terhadap alam sekitarnya. Dohut (2015: 39-43) membahas soal ekopedagogi menjadi salah-satu jawaban menuju pertobatan ekologi. Menurut Dohut, melalui ekopedagogi melatih anak didik untuk bertangung jawab dan respek terhadap alam semesta. Beliau menguraikan beberapa point penting dari ekopedagogi yakni: 1. Ekopedagogi berorientasi pada penyadaran kognitif bahwa bumi mengalami kerusakan. Kerusakan bumi bukan lagi sesuatu yang rahasia tetapi suatu kenyataan sehingga butuh kesadaran dari setiap pribadi untuk merawat bumi ini. 2. Penyadaran kognitif harus sampai menumbuhkan kepedulian untuk bertanggung jawab atas keutuhan alam ini. Kesadaran dan pengetahuan tentang kerusakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54 bumi harus menjadi penggerak bagi setiap pribadi untuk memberi perhatian yang khusus bagi perkembangan alam di bumi pertiwi ini. 3. Tanggungjawab merupakan keutamaan yang perlu dilatih. Tanpa latihan terusmenerus secara dini, akan menjadi sulit bagi seorang anak didik untuk bertanggungjawab dalam memelihara bumi ini. Contoh konkritnya membuang sampah pada tempatnya, membedakan antara sampah basah dan sampah kering dst. 4. Aturan perlu diterapkan bagi mereka yang melampaui batasan tertentu. Aturan yang diterapkan bukanlah suatu ancaman tetapi menjadi rambu-rambu yang menuntun setiap pribadi menuju arah yang hendak dicapai terutama dalam merawat dan memelihara bumi. Manusia ekologis mendekati alam dengan semangat merawat bukan mengeksploitasi. Nilai-nilai lain yang patut dikembangkan juga dalam membangun persaudaraan dalam pendidikan Fransiskan yaitu mengembangkan dialog: pluralitas, pembawa damai/non violence, kedinaan/ minor dll. Menghormati perbedaan (pluralitas) : Semua saudara adalah anugerah dari Tuhan. Bandingkan perumpamaan-perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang (kerahiman Allah). Fransiskus Asisi dalam mengembangkan kepribadian dan spiritualitas hidupnya dia bersumber pada Injil Kristus dan juga belajar dari orang lain. Sejauh mana kita memberi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 kesaksian atau teladan hidup tentang keterbukaan pada sesama yang berbeda latar belakang budaya, suku, agama, ras dan golongan. (GT : Art. 40) Kedinaan : Berpihak, opsi, atau solider terhadap kaum yang lemah dan terpinggirkan. (GT 76). GT art. 66: Ditandaskan bahwa berkhotbah bukan untuk mengajar tetapi memberi kesaksian tentang pengalaman hidup beriman. Hal itu telah ditunjukkan santo Fransiskus di hadapan Uskup Ostia. Setiap saudara adalah saudara dina (minor). Dimensi kedinaan/minor :kecil di hadapan Allah, kontemplasi Fransiskus akan Allah, semangat kasih persaudaraan, pemimpin disebut minister atau pelayan persaudaraan bukan superior. Pembawa damai (non violence). Misalnya M. Gandhi : pribadi yang setia pada hati nurani dan kreatif dalam membaca tanda zaman. Komunikasi non violence dalam situasi konflik yaitu Observing (mengamati bukan menilai), Feeling (menyadari perasaan yang timbul), Need (kebutuhan yang mendasarkan lahirnya perasaan tersebut, dan Request (menyampaikan permohonan secara positif). Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas bahwa salah satu aspek hakiki dari pedagogi Fransiskan adalah persaudaraan. Sejak awal terbentuknya persaudaraan ini, St. Fransiskus dari Asisi menekankan kepada para saudara dan para pengikutnya untuk menghayati persaudaraan yang bersifat universal. Persaudaraan yang ditekankan dalam pedagogi Fransiskan bahwa segala makhluk yang ada memiliki dasar dalam kebenaran yang mengungkapkan bahwa kita semua menjadi anak dari Bapa yang sama dan menjadi kecil dalam sikap Yesus yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 menjadi Guru yang mengambil rupa seorang Hamba dan menempatkan diri-Nya sebagai pelayan bagi “saudara-saudara-Nya ciptaan-Nya (GT:24). Persaudaraan merupakan inti dan tempat yang tepat dari pendidikan (GT:25). Hal ini jelas bahwa pendidikan itu terjadi dalam sebuah persaudaraan yang dibangun atas dasar kasih. Artinya bahwa di dalam sebuah lembaga pendidikan tidak dipandang sebagai suatu lembaga untuk mendidik setiap pribadi menjadi lebih pintar tetapi setiap orang yang masuk dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan saudara yang dihadiahkan oleh Tuhan sendiri untuk dibantu dan dibimbing menuju pribadi yang dewasa dan beriman. Jelas bahwa di dalam pendidikan Fransiskan, tidak ada atasan dan bawahan, pemimpin dan yang dipimpin tetapi dalam pedagogi Fransiskan ditekankan bahwa sebagai tenaga pendidik, harus siap untuk melayani dan membantu mengembangkan setiap saudara yang datang sebagai anugerah yang terindah dari Allah. Sebagai anugerah yang diterima secara cuma-cuma, mengajak setiap pendidik (guru) untuk mensyukuri rahmat dan anugerah itu dengan melayani setiap saudara dengan sepenuh hati dan penuh cinta sebagaimana yang ditekankan dalam paradigma pedagogi Fransiskan. Dalam paradigma pedagogi Fransiskan ditekankan pendidikan yang berdasarkan pada pengalaman akan kasih Allah yang terwujud dalam persaudaraan (Jurnal of contemporary Franciscan Vol. 2). Kasih merupakan jalan tertinggi menuju Allah. Kasih memberi semangat bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Untuk memahami kasih yang sesungguhnya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 seseorang harus berada pada dasar dari keinginannya untuk mengubah dunia dan membantu orang lain untuk mencapai standar umum dimana setiap orang membiarkan orang lain untuk hidup yang utuh secara manusiawi. Dasar yang benar tentang relasi antar pribadi adalah kasih di mana kita membiarkan orang lain menjadi dirinya dan pada saat yang bersamaan ia mengalami dan memenuhi kebutuhan dirinya. Kasih mendorong seseorang untuk terus belajar dari setiap pengalamannya dalam berelasi dengan Allah dan alam ciptaan-Nya. Pengetahuan tidak akan pernah berakhir dan pengetahuan itu dapat diperoleh melalui pengalaman akan apa yang ditemukan melalui proses belajar yang diterima melalui pendidikan. Pendidikan berarti membawa manusia pada kesadaran tertinggi akan martabatnya dan keunikannya melalui sharing pendapat dengan segala kekayaan yang dimilikinya. Pendidikan berarti menuntun manusia pada kebebasan dan damai, agar ada kemungkinan untuk mencintai dirinya dan orang lain dalam cinta sebagai pelepasan; cinta yang tidak mencari kuasa untuk menguasai orang lain, cinta yang tidak memiliki motivasi lain, cinta yang mengenal nilai terdalam dari setiap makhluk yang dijumpai. Berbicara tentang pendidikan yang membebaskan mengajak setiap orang untuk belajar dari pribadi St. Fransiskus dari Asisi dan karyanya (Kidung saudara Matahari) tentang membina relasi yang harmonis dan hidup secara damai dengan sesama, alam dan dengan Allah pencipta sendiri. Untuk bisa belajar dari hidup sang santo, terlebih dahulu kita pahami dan dalami kemiskinan dan cinta yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 diikrarkan oleh St. Fransiskus dari Asisi sampai akhir. Dalam kata kemiskinan ditemukan inti dari kehidupan dan visinya. Kemiskinan St. Fransiskus dari Asisi berkembang dalam cintanya yang luar biasa kepada kristus saudaranya dan hal itu merupakan afirmasi dari keberadaan dan kemartabatan dari setiap makhluk ciptaan. Lebih tepat gambaran keindahan kemiskinannya diberikan oleh Louis Lavelle: “makhluk ciptaan harus di cintai tetapi hanya sebagai ciptaan Allah dan dalam semangat kemiskinan yang melarang cinta untuk memilikinya”. Dalam kehidupan kemiskinan St. Fransiskus dari Asisi memiliki banyak segi dan mengandung misteri. Fransiskus tidak dilahirkan dalam kemiskinan tapi dia menghayatinya di kemudian hari. Fransiskus memilihnya secara bebas tidak seperti penderitaan kemiskinan yang di alami oleh orang-orang pada umumnya. Kemiskinan membebaskan diri dari ketakutan dalam hati dan makhluk ciptaan yang masuk dalam kehidupannya. Ketidaktakutan menjadikan ciptaan sebagai saudaranya. Cinta melarangnya untuk memiliki sesuatu dan hal ini menuntunnya untuk merangkul kemiskinan. Dari sinilah lahir kebebasan, kekaguman dan perasaan mendalam dari persaudaraan universal kepada ciptaan yang mendorongnya untuk lebih mencintai segala ciptaanNya. Semua elemen ini merupakan visi spiritualnya yang berkaitan satu sama lain sebagaimana yang digambarkan dalam diagram ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 Cinta Persaudaraan Keterpesonaan kemiskinan kebebasan Cinta yang melahirkan penerimaan kemiskinan, pengakuan dan pelayanan lainnya. Semuanya itu tidak memiliki motivasi tertentu dan juga bukan pencarian identitas. Oleh karena itu ketidaktakutan dan kedamaian serta sukacita ada dalam diri. Dalam kehidupan St. Fransiskus dari Asisi kemiskinan dan cinta tidak dapat dipisahkan. Ada kedekatan persahabatan antara kebebaan merangkul kemiskinan dan mencintai mereka yang lahir untuk kemiskinan serta menghidupinya. Tetapi cinta ini tidak mempengaruhinya untuk berhenti dalam kemiskinannya. Dengan kata lain cinta itu menunjukkan kepada mereka ketidakadilan dan usaha untuk menghapuskannya dari muka bumi dengan mengajarkan orang miskin untuk bekerja agar bisa memperbaiki kondisi kehidupannya dengan melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk membangun keadilan di dalam dunia. Dengan cara ini kaum miskin akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 terangkat standar keberadaan kehidupan, sehingga merekapun bisa memilih kemiskinan secara bebas. Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa ketidakadilan ekonomi dan krisis ekologi berkaitan satu dengan yang lain dan ini merupakan gejala kelesuan spiritual. Penyembuhan spiritualnya adalah cinta yang memberikan inspirasi untuk mengorbankan diri dalam merangkul kemiskinan secara bebas. Inilah kemiskinan yang oleh Fransiskus disebut ibu kemiskinan. Dia memperolehnya sebagai mempelai dengan rahmat kebebasan, keterpesonaan dan menumbuhkan kesadaran persaudaraannya dalam ciptaan. D. Rangkuman Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pembelajaran yang di terapkan di dalam lembaga pendidikan Sransiskan yang berpola pada semangat dari St. Fransiskus Asisi yang menghantar setiap pribadi untuk memahami dan mendalami dunia tidak sekedar sebagai tempat tinggal manusia belaka tetapi juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah sehingga melalui pembelajaran dengan model ini menghantar setiap anak didik untuk lebih menghargai dan menghormati alam ini sebagai saudara yang berasal dari pencipta yang satu dan sama. Paradigma pedagogi Fransiskan mengajak setiap pribadi menyadari keberadaannya di dunia ini dalam menjalin relasi baik dengan sesama, alam dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 dengan Allah sendiri. Kesadaran itu menumbuhkan suatu tindakan untuk memperlakukan alam sebagai saudara dan sesuai dengan fungsi dan tujuannya masing-masing sebagaimana St. Fransiskus Asisi memperlakukan alam dan seluruh ciptaan yang ada. Kesadaran itu menghantar setiap pribadi kepada suatu pertobatan ekologis yaitu pertobatan yang mendorong setiap pribadi berusaha mengembangkan semangat dan kreativitasnya sesuai dengan bakat dan kelebihannya masing-masing dalam usaha untuk turut melindungi dan memberdayakan saudara alam (LS art.220). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 BAB III SEMANGAT PELAYANAN PARA GURU YANG DIJIWAI OLEH SPIRITUALITAS ST. FRANSISKUS ASISI Karya pendidikan yang dikelolah oleh Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS) merupakan salah satu bagian dari karya Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) yang mewarisi dan menghayati spiritualitas St. Fransiskus Asisi yang tertuang dalam Kharisma Kongregasi yang hadir untuk melayani orang kecil, menderita dan sakit. Salah satu penghayatan Kharisma pendiri, Kongregasi FSE berusaha untuk selalu terbuka dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini sehingga sebagai perwujudan dari Kharisma tersebut, Kongregasi FSE hadir untuk melayani dan membantu anak-anak bangsa ini bertumbuh menjadi pribadi yang utuh melalui karya pendidikan yang dikelolah oleh YEMS Samarinda. Berangkat dari asal mula keberadaan lembaga pendidikan ini, pada bab ini akan diuraikan tentang semangat pelayanan para guru yang berkarya di YEMS dijiwai dan disemangati oleh spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah sekaligus bapak spiritualitas para suster FSE, sebagai suatu tanggapan atas panggilan Tuhan untuk melayani setiap anak didik yang hadir sebagai anugerah dari Tuhan yang harus dibantu dan dididik untuk berkembang menuju pertumbuhan pribadi yang utuh. Maka pada bagian ini akan diuraikan juga tentang tugas, peran dan tanggung jawab sebagai seorang guru bagi anak didik di sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 A. Tugas Dan Peran Guru Dalam Dunia Pendidikan Pendidikan merupakan wadah untuk mendidik dan membimbing setiap orang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju pribadi yang utuh. Sebagai wadah, lembaga pendidikan terbuka bagi semua orang. Dalam PPF art.129 dikatakan bahwa “setiap anggota masuk dalam persaudaraan itu dengan kepribadian, sejarah, bakat-bakat dan kekurangan-kekurangannya masing-masing”. Di sini jelas bahwa dengan latar belakang dan karakter yang berbeda dari setiap saudara yang masuk dalam lembaga pendidikan tersebut perlu dibantu dibimbing menuju dan pada pertumbuhan pribadi yang utuh sebagaimana yang diharapkan sebagai generasi penerus bangsa ini. Dalam arti yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat umum adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu (Djamarah, 2010:31). Bagi masyarakat, guru memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting karena guru dipandang sebagai figur yang mampu mengajar dan mendidik pribadi-pribadi secara utuh dan menyeluruh menuju perkembangan masa depan yang cerah. Melalui kepercayaan yang diberikan masyarakat bagi guru sehingga guru mengemban tugas dan tanggung jawab yang berat. “Mengemban tugas memang berat tetapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab”. Artinya bahwa menjalani panggilan sebagai seorang guru mengemban tugas untuk mengajar di kelas, akan tetapi mengemban tanggung jawab sebagai guru, tidak hanya sebatas di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 kelas/sekolah tetapi juga di luar sekolah. Hal ini merujuk pada tanggung jawab moral. Guru bertanggung jawab untuk hadir sebagai teladan bagi anak didiknya dalam melakukan apa yang dikatakannya dan mengatakan apa yang dilakukannya sebagaimana yang diamanatkan secara luhur oleh bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara dengan tiga pilarnya: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Dari amanat Dewantara ini sangat jelas bahwa kehadiran guru tidak hanya sekedar pengajar tetapi harus menjadi teladan dan membangun kerjasama yang baik dengan anak didik dalam proses pendidikan yang ada. Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya menjadi pelajaran yang bermakna bagi anak didiknya. Artinya bahwa sebagai teladan, guru mendapat tanggung jawab yang besar untuk hadir sebagai sosok yang ideal. Sebagai sosok yang ideal, mengarah pada sikap pengabdian yang tulus berdasarkan panggilan jiwa dan hati nurani bukan sekedar tuntutan segi material belaka, walaupun situasi dan kesejahteraan guru harus tetap diperhatikan dan ditingkatkan. Guru yang ideal selalu ingin bersama anak didiknya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Keselarasan antara perkataan dan perbuatan menjadi tuntutan yang besar bagi guru. Bertolak dari situasi yang ada, penulis menguraikan apa yang menjadi tugas dan peran sebagai seorang guru dalam usaha untuk memajukan pendidikan yang ada. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 1. Tugas dan Tanggungjawab Guru dalam Pendidikan Dalam pandangan umum, guru menjadi figur di dalam kehidupan bermasyarakat karena guru dipandang sebagai seorang arsitektur yang dapat membentuk karakter anak didik baik secara kejiwaan maupun watak anak didik. Dalam hal ini, guru memiliki wewenang untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Yang dimaksud dengan kepribadian di sini adalah “keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik” (Djamarah, 2010:40). Dalam PPF art.148 “Setiap pendidik hendaknya melaksanakan tugas dan pelayanannya dengan mendidik dan mendampingi mereka yang berada dalam lembaga pendidikan”. Jelas bahwa mengemban tugas sebagai guru bukanlah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan tetapi mengembang tugas sebagai seorang guru adalah suatu bentuk pelayanan untuk membimbing dan mendampingi setiap saudara yang bergabung dalam lembaga pendidikan tersebut sehingga tugas mengajar dan mendidik menjadi suatu pelayanan yang mulia. Menjalani panggilan sebagai seorang guru memiliki banyak tugas, baik tugas yang berkaitan dengan dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Jikalau dilihat lebih mendalam, tugas sebagai seorang guru tidak hanya sekedar profesi atau jabatan tetapi sebagai suatu tugas kemanusiaan. Tugas guru sebagai suatu jabatan atau profesi menuntut guru untuk mengembangkan profesionalitasnya sebagai seorang guru sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman yang semakin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 modern ini. Tugas guru sebagai profesi tampak dalam usaha guru untuk mengajar, melatih dan membimbing anak didik. Selain sebagai profesi/jabatan, guru juga memiliki tugas untuk mendidik. Tugas guru sebagai pendidik artinya, guru selalu berusaha untuk meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang dimiliki oleh seorang anak didik dimana guru mendidik anak didiknya untuk mampu menghayati nila-nilai hidup yang sudah dimiliki oleh anak didik sejak semula. Artinya bahwa menjadi seorang guru tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas untuk mentransfer ilmu yang dimiliki ke dalam otak anak didik tetapi lebih dari itu, seorang guru dituntut untuk bisa mengkorelasikan antara ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai kehidupan yang sudah dimiliki oleh anak didik sejak awal. “Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik, dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial” (Djamarah, 2010: 37). Dari sini bisa dikatakan bahwa tugas guru tidak hanya sekedar berada di balik tembok sekolah tetapi tugas guru juga merupakan jembatan antara sekolah dan masyarakat. Dalam mengemban tugas sebagai guru, seorang guru juga mengemban tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. Pada umumnya di dunia dan di Indonesia secara khusus, guru bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa ini (Djamarah, 2010:34). Jelas bahwa tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi “rusak”. Setiap guru akan berusaha dan bekerja keras untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan anak didiknya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Menyadari tanggung jawab yang besar terhadap anak didiknya, tantangan dan kesulitan bukanlah penghalang bagi seorang guru untuk selalu hadir ditengah-tengah anak didiknya. Seorang guru akan merasa sedih bila melihat dan menyaksikan anak didiknya berlaku tidak sopan. “Guru tidak pernah memusuhi anak didiknya meskipun suatu ketika anak didiknya yang berbuat kurang sopan kepada orang lain bahkan dengan sabar dan bijaksana memberi nasihat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan kepada orang lain” (Djamarah, 2010:35). Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma atau tata aturan tentang nilai-nilai hidup agar anak didiknya mampu membedakan perbuatan mana yang baik dan mana yang tidak baik sehingga guru tidak hanya berkata tetapi bertanggung jawab juga dalam berbuat, tindakan seperti itulah yang akan menjadi pelajaran yang sangat bermakna bagi seorang anak didik, sebagaimana pengalaman penulis sendiri ketika berdinamika bersama anak didik di SD Tarakanita Bumijo dalam program pengalaman lapangan (PPL), anak didik akan lebih patuh kepada gurunya dari pada orang tuanya. Suatu contoh yang sangat menarik ketika itu, belajar tentang “Ramah Lingkungan” dan guru menganjurkan kepada para anak didiknya untuk memelihara tanaman tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah seperti rajin menyiran bunga, dan salah seorang murid yang duduk di kelas IV SD Tarakanita Bumijo berniat untuk rajin menyiram bunga tetapi karena asyik bermain, sore itu dia lupa menyiram bunga dan baru teringat malam hari ketika hendak tidur, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 saat itu juga dia langsung mengambil air dan menyiram bunga di rumahnya, ketika orang tuanya melarang, anak itu mengatakan bahwa bapak guru saya mengajarkan kepada kami untuk ramah lingkungan dengan cara rajin memelihara tanaman. Dari pengalaman penulis yang sederhana ini, mau menegaskan kepada kita bahwa betapa besar tanggung jawab guru itu. Seorang murid sampai melakukan hal itu karena gurunya tidak hanya berkata tetapi juga sudah terlebih dahulu melakukannya. Dengan demikian, “tanggung jawab seorang guru adalah untuk membentuk anak didiknya menjadi pribadi yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang (Djamarah, 2010: 36). 2. Peran Guru dalam Pendidikan Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam proses perkembangannya. Sebagai makhluk sosial, manusia sejak lahir sampai mati selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Hal ini menandakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, lemah dan memiliki keterbatasan dalam usaha untuk mencapai tujuan hidupnya. Demikian juga halnya dengan pendidikan, guru dan murid saling melengkapi. Tidak ada murid jika tanpa guru demikian juga sebaliknya, keduanya saling melengkapi. “Ketika orang tua mendaftarkan anaknya di sekolah, pada saat itu juga orang tua menaruh harapan pada guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal” (Mulyasa, 2011:35). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 Dari sini bisa dipahami betapa besar peran guru dalam dunia pendidikan untuk membimbing dan membantu perkembangan anak didik menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa dan agama. Dalam hal ini guru memiliki peran penting dalam proses perkembangan anak didik. Untuk kepentingan tersebut, dengan memperhatikan kajian Mulyasa (2011:37) dan Djamarah (2010:43). Kedua tokoh ini menguraikan beberapa point tentang peran guru sebagai pendidik dan pengajar, pembimbing, fasilitator, inspirator, motivator, model/teladan, korektor, evaluator. Dari berbagai-macam peran guru yang sudah disebutkan ini saling melengkapi atau saling adanya keterkaitan satu dengan yang lainnya. a. Guru sebagai Pendidik sekaligus Pengajar Mengajar merupakan proses berelasi dan berkomunikasi secara efektif dan afektif antar guru dan murid (Riyanto,2015:139). Jelas bahwa dalam suatu lembaga pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar dibutuhkan suatu relasi dan komunikasi yang baik antar guru dan anak didik untuk mencapai suatu pembelajaran yang efektif sesuai dengan ketetapan yang ada dalam dunia pendidikan. Sebagai pendidik sekaligus pengajar, guru tidak hanya mengajarkan tentang teori-teori yang dimiliki, tetapi sebagai pendidik, guru juga harus hadir sebagai contoh bagi anak didiknya, sehingga dalam menjalani kehidupannya setiap hari, guru harus “memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, kewibawaan, mandiri dan disiplin” (Mulyasa, 2011:37). Berbicara tentang kewibawaan seorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 guru merujuk pada nilai-nilai spiritualitas yang dimiliki oleh seorang guru dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan sesuai dengan situasi dan perkembangan yang ada. Nilai-nilai spiritualitas yang dimiliki oleh seorang guru menjadi arah dan penunjuk jalan bagi para guru dalam membimbing dan membantu anak didik untuk bertumbuh dan berkembang. Nilai berarti sesuatu yang penting dan berharga, dimana orang rela menderita, mengorbankan yang lain, membela, dan bahkan rela mati demi nilai tersebut (Darminta, 2006:24). Jelas bagi kita bahwa dalam memperjuangkan suatu nilai membutuhkan pengorbanan, sama halnya dengan usaha untuk menanamkan suatu nilai bagi anak didik, guru harus berkorban baik waktu, tenaga, pikiran bahkan harus berkorban perasaan sehingga nilai-nilai kehidupan yang diterapkan bagi anak didik sungguh menyentuh afeksi anak didik. Disinilah salah satu usaha untuk membangun kewibawaan seorang guru. Artinya bahwa kewibawaan seorang guru juga tampak dalam usaha untuk menghayati nila-nilai spiritual yang dimilikinya dalam tindakan dan perbuatan setiap hari. b. Guru sebagai Pembimbing Peran guru sebagai pembimbing tidak kalah pentingnya dari semua peran yang ada. Peran guru sebagai pembimbing ini penting karena kehadiran guru di sekolah sebagai pembimbing untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa yang bersusila dan memiliki kecakapan dalam bertindak. Djamarah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 (2010:46) mengatakan bahwa kehadiran guru sebagai pembimbing sangat membantu anak didik karena tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan. Guru ibarat seorang guide dalam suatu kunjungan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran suatu perjalanan. Istilah “perjalanan merupakan suatu proses belajar baik di kelas maupun di luar kelas yang mencakup seluruh kehidupan”(Mulyasa, 2011:41). Analogi dari perjalanan merupakan suatu proses pengembangan dari seluruh aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap perjalanan tentu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Perjalanan dilakukan dari waktu ke waktu yang menuntut adanya tujuan tertentu. Selaku seorang pembimbing, guru harus merumuskan suatu tujuan yang jelas dari sebuah topik pembelajaran. Selain merumuskan tujuan, guru juga membimbing anak didik untuk bisa mencapai tujuan yang sudah dirumuskan tersebut. Dengan adanya bimbingan dari guru, anak didik memiliki arah yang jelas untuk mencapai tujuan tersebut. Dari kenyataan yang ada, guru sebagai pembimbing harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugasnya dalam mendampingi anak didiknya. c. Guru sebagai Fasilitator Selaku fasilitator, guru sedapat mungkin menyediakan fasilitas yang memungkinkan anak didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan nyaman. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Lingkungan sekolah yang asri, suasana kelas yang nyaman, metode pembelajaran yang menyenangkan sangat membantu para anak didik dalam mengikuti pembelajaran dengan baik. d. Guru sebagai Inspirator Sebagai inspirator, guru berusaha untuk selalu memberikan ilham yang baik bagi perkembangan dan kemajuan anak didiknya. Guru harus memberikan petunjuk/ilham yang bisa menghantar anak didik pada suatu kesadaran tentang pentingnya pendidikan dalam hidupnya. Kesadaran itu mendorong anak didik untuk berusaha menggapai tujuan hidupnya. Petunjuk tidak selalu berupa teori-teori yang dipelajari, tetapi juga petunjuk bisa berupa pengalaman hidup yang bisa dijadikan sebagai cara/metode bagaimana harus belajar dengan baik. Menurut Djamarah (2010:44) bahwa sebagai petunjuk, yang terpenting bukan teorinya tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh anak didik. Kartono (2011:31-34) mengisahkan bagaimana menjadi seorang guru yang inspiratif bagi para anak didiknya. Dalam tulisannya beliau mengatakan dengan sangat jelas bahwa, yang penting bukan hanya berhenti pada teori tetapi sikap dan tindakan guru akan selalu membekas di hati anak didiknya dan inilah yang akan menjadi inspirasi bagi perjuangan anak didiknya. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Kartono bahwa seorang anak didik pada akhirnya dapat berkembang menjadi seorang yang terkenal karena terinspirasi dari pengalaman dipuji oleh guru SDnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 yang memuji karangannya, ketika beranjak ke sekolah menengah, karangannya menjadi contoh yang dipakai oleh guru Bahasa Indonesia dan ketika di perguruan tinggi ia ditantang dan dikritik (kritik yang membangun) oleh dosennya. Semua pengalaman itu menjadi inspirasi dan menghantarnya menjadi seorang penulis hingga saat ini. Hu Wen Chiang, seorang pakar pendidikan dari Taiwan, menyebutkan ada empat tipe guru yakni: Pertama, guru yang hanya bisa memindahkan informasi dari buku kepada anak didik di depan kelas. Kedua, guru yang bisa menjelaskan sebuah masalah atau bahan ajar. Ketiga, guru yang bisa menunjukan materi ajar dengan baik. Keempat, yang paling ideal yaitu guru yang bisa menjadi inspirasi bagi anak didiknya untuk maju. e. Guru sebagai Motivator Sebagai seorang motivator, guru harus mendorong anak didik untuk lebih giat dan aktif dalam belajar. Namun dalam usaha memberi motivasi bagi anak didik, guru harus terlebih dahulu mengenal dan mendalami karakter dan motif yang melatarbelakangi setiap anak didik sehingga motivasi yang diberikan sungguh menyentuh afeksi dari setiap anak didik. “motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik (Djamarah, 2010:45). Peran guru sebagai motivator dalam proses pendidikan sangat penting karena menyangkut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 eksistensi panggilan sebagai pendidik yang membutuhkan kemahiran sosial dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa saat ini. f. Guru sebagai Model/Teladan Dalam lembaga pendidikan, guru juga berperan sebagai model atau teladan bagi anak didiknya. Guru merupakan teladan bagi para anak didiknya dan semua orang yang hidup bersama dengannya. Hadir sebagai teladan bagi para anak didik merupakan unsur hakiki dalam proses pembelajaran. Peran guru sebagai teladan ini tidak perlu dipahami sebagai suatu beban hidup karena tidak pantas menjadi teladan tetapi dihayati sebagai sebuah panggilan hati untuk membantu memperkembangkan anak didik dalam bertumbuh dan berkembang sehingga pengalaman ini sungguh memperkaya guru dalam menjalankan tugas dan perutusannya sebagai seorang guru. Sebagai pribadi yang menjadi teladan tentu segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang guru akan menjadi sorotan anak didik dan orang-orang yang hidup disekitarnya. Sebagai pribadi, orang muda (anak didik) membutuhkan teladan dari orang lain terutama mereka (guru) yang bergulat dalam dunia pendidikan sebagai figur yang bisa dijadikan contoh. Berkaitan dengan itu, Mulyasa (2011:46) menyajikan beberapa point pokok yang perlu diberi perhatian diantaranya: Sikap dasar: postur psikologis yang tampak dalam masalah-masalah penting terkait dengan keberhasilan dan kegagalan dalam proses pembelajaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa yang jelas dan tepat dalam membantu pendengar untuk berpikir. Kebiasaan bekerja: gaya atau cara yang dimiliki oleh seseorang dalam bekerja turut memberi warna bagi hidupnya. Sikap yang perlu diperhatikan dalam setiap tindakan. Pakaian: merupakan unsur yang sangat penting juga dalam hidup manusia. Cara berpakaian dapat menunjukan siapa dirinya dihadapan orang lain. Hubungan kemanusiaan: menyangkut sikap yang terwujud dalam hubungan sosial dengan sesama. Pola pikir yang dimiliki seorang guru dalam mengahdapi setiap masalah yang ada. Keputusan: bijaksana dalam mengambil setiap keputusan yang ada Kesehatan juga perlu dijaga sehingga tidak mengganggu dalam proses pembelajaran. g. Guru sebagai Korektor Guru juga berperan sebagai seorang korektor yang bisa membedakan nilainilai yang baik dan yang tidak baik. kedua aspek ini harus sungguh dipahami dalam kehidupan bermasyarakat. Guru berhak untuk mempertahankan nila-nilai positif yang dimiliki oleh setiap anak didik dan berhak juga untuk menyingkirkan nila-nilai yang tidak baik yang merasuki jiwa dan watak anak didiknya. Koreski yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 dilakukan oleh seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai seorang korektor, tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas karena perkembangan diri sebagai makhluk sosial, anak didik juga berinteraksi dengan masyarakat di luar kelas sehingga banyak peluang bagi anak didik untuk mengekspresikan dirinya. h. Guru sebagai Evaluator Evaluasi dan penilaian merupakan aspek pembelajaran yang kompleks karena melibatkan banyak hal. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian karena penilaian merupakan proses untuk mengetahui dan menetapkan kualitas hasil belajar seseorang dalam mencapai tujuan dari pembelajaran yang telah disepakati bersama. Bertolak dari kompleksnya penilaian sehingga guru dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Sebagai evaluator yang baik dan jujur, guru dituntut untuk memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Aspek intrinsik lebih menyangkut kepribadian seorang anak didik. Penilaian terhadap kepribadian anak didik perlu diperhatikan karena anak didik yang pintar belum tentu sikap dan kelakuannya baik sehingga dalam mengadakan evaluasi atau penilaian perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan secara menyeluruh dan utuh. Djamarah (2010:48) mengatakan bahwa “sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran)”. Dari sini jelas bahwa kedua aspek ini harus diperhatikan secara seimbang karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 melalui kedua aspek ini akan diperoleh umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang dilakukan dalam setiap lembaga pendidikan yang ada. Interaksi edukatif merupakan suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan (Djamarah, 2010:11). B. Semangat Pelayanan Para Guru YEMS Dijiwai Oleh Spiritualitas Fransiskan Dalam dunia pendidikan, guru merupakan figur yang memegang peranan penting karena setiap anak didik membutuhkan tuntunan dan bimbingan dari seorang guru untuk berkembang menuju pribadi yang utuh. Hal ini merupakan sesuatu yang sudah menjadi anggapan umum dari masyarakat luas karena “lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru” (Djamarah, 2010:1). Sekolah merupakan rumah kedua bagi para guru karena sebagian besar waktu guru berada di sekolah selebihnya berada di rumah dan masyarakat. Dikatakan rumah kedua karena dari sekian banyak waktu, sebagian besar waktunya dihabiskan di sekolah untuk mendidik, mendampingi dan membimbing setiap anak didiknya dalam mengembangkan diri menjadi pribadi yang berbakti kepada bangsa, negara dan agama. Dalam dunia pendidikan, guru merupakan cerminan pribadi yang mulia (Djamarah, 2010: 3). Guru menjadi cerminan pribadi yang mulia bukan karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 potensi atau prestasi yang dimiliki tetapi guru dikatakan sebagai pribadi yang mulia karena seluruh gerak hidupnya yang mencerminkan sikap dan ketulusan hati dalam tindakan dan perbuatannya setiap hari baik dalam lembaga pendidikan maupun di tengah-tengah masyarakat. Cerminan pribadi yang mulia turut dipengaruhi oleh pandangan dan pemahaman seseorang tentang profesinya sebagai seorang guru. Djamarah (2010:3) mengatakan bahwa “figur guru yang menjadi cerminan yang mulia adalah sosok guru yang dengan rela hati menyisihkan waktunya demi kepentingan anak didiknya”. Djamarah, menegaskan bahwa sebagai cerminan yang mulia, guru dengan suka rela hadir untuk membimbing, mendidik, menasihati, membantu kesulitan yang sedang dihadapi dalam belajarnya dan bersedia untuk mendengarkan keluh-kesah anak didiknya. Guru yang mulia selalu menjalin relasi dan kerja sama yang baik dengan anak didiknya baik dalam interaksi edukatif di kelas maupun di luar jam pelajaran di kelas bukan sebaliknya membangun jembatan antara guru dan anak didiknya. Mengemban profesi sebagai guru berdasarkan tuntutan pekerjaan merupakan suatu perbuatan yang sangat mudah. Akan tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan hati nurani adalah sesuatu yang tidak mudah karena kepadanya dituntut suatu pengabdian yang lebih kepada anak didiknya daripada karena tuntutan pekerjaan atau material oriented (Djamarah, 2010:2). Seorang guru yang melaksanakan tugas keguruannya berdasarkan panggilan hati nurani akan lebih dekat dengan anak didiknya dan selalu berusaha memikirkan yang terbaik bagi anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 didiknya sekalipun harus berkorban. Yang paling utama dari pelayanan seorang guru karena kesadaran bahwa profesinya sebagai guru merupakan suatu panggilan dari hati nurani adalah memberikan hatinya kepada anak didiknya dan senantiasa menghayati panggilan profesi keguruannya di zaman ini sebagai tugas melanjutkan keguruan Tuhan Yesus Kristus sang Guru sejati (bdk. Sufiyanta, 2014: 93). Jika panggilan sebagai seorang guru merupakan partisipasi dalam melanjutkan tugas keguruan Yesus Kristus, jelas setiap guru dituntut untuk belajar dari Yesus, bagaimana cara Yesus mengajar sehingga apa yang diajarkan oleh Yesus sungguh menyentuh hati dan kebutuhan manusia. Sebagai perpanjangan tangan dari Yesus untuk melaksanakan tugas pengajaran-Nya, para guru tidak sekedar mengajar dan mendidik. Akan tetapi para guru harus juga melakukan apa yang dilakukan oleh Yesus dimana Yesus tidak hanya mengajar dengan kata-kata belaka tetapi juga menjadi teladan bagi para murid-Nya sebagaimana yang diceritakan dalam kitab suci perjanjian baru secara khusus dalam injil. Yesus mengajar dengan kata-kata tetapi juga melakukan apa yang diajarkan melalui tindakan-Nya sehingga apa yang diajarkan dan dilakukan oleh Yesus sungguh-sungguh memikat hati para murid-Nya. Ketidakhadiran seorang anak didik di dalam kelas, menjadi pergulatan bagi gurunya yang memunculkan berbagaimacam pertanyaan tentang sang anak didik “mengapa anak didiknya tidak hadir? Apa yang terjadi dengan anak didiknya? Kesulitan apa yang dihadapinya? dan lain sebagainya. Hal ini merupakan gambaran seorang guru yang bekerja berdasarkan panggilan hati nuraninya dalam mendidik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 dan membimbing setiap pribadi (para anak didik) untuk bertumbuh dan berkembang sebagaimana yang telah diteladankan oleh Yesus sang Guru sejati. Kehadiran guru di sekolah yang dipengaruhi oleh pandangan bahwa profesi sebagai seorang guru merupakan panggilan hati, akan menebarkan warna yang berbeda yang menjadi semangat bagi seorang guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk mendidik setiap pribadi yang dipercayakan kepadanya dalam sebuah lembaga pendidikan. Fidelis Waruhu dalam tulisannya mengatakan bahwa “mendidik dan mengajar dengan hati hanya mungkin dilakukan oleh guru yang sudah ‘selesai’ dengan masalahnya sendiri”. Jelas bahwa guru mempunya masalah dan kesulitan tersendiri, akan tetapi setiap masalah dan kesulitan itu bisa menjadi pembelajaran bagi seorang guru dalam menjalankan tugas dan profesinya asal saja guru mau berusaha untuk mengolah diri sehingga apa yang dialaminya menghantar pada suatu pemberian diri yang total dalam mendidik dan membimbing anak didiknya menuju perkembangan pribadi yang utuh. Bertolak dari apa yang diuraikan di atas, para guru YEMS berusaha untuk selalu melakukan tugas dan perutusannya sesuai dengan panggilan hati nurani mereka dalam mendidik dan membimbing setiap anak didik yang datang sebagai anugerah terindah dari Tuhan dalam semangat St. Fransiskus Asisi sebagai pelindung dari lembaga pendidikan yang bernaung di bawah YEMS sekaligus sebagai bapa spiritualitas para suster Kongregasi FSE yang mendirikan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 mengelola YEMS ini. Melaksanakan tugas dan perutusan sesuai dengan panggilan hati nurani dalam semangat St. Fransiskus dari Asisi berarti tidak hanya sekedar nama atau aturan tetapi setiap guru dituntut untuk sungguh mendalami nilai-nilai yang ada dalam spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sehingga semangat St. Fransiskus Asisi sungguh hidup dalam diri setiap guru dalam melaksanakan tugas dan perutusannya setiap hari. Dalam menjalankan tugas dan pelayanannya setiap hari sebagai seorang guru yang dijiwai semangat Fransisikan, para guru harus tetap menyadari nilai-nilai yang mendasari spiritualitas Fransiskan. Sebagaimana St. Fransiskus Asisi yang menganggap setiap saudara sebagai anugerah dari Allah (Konst: art. 77, bdk. Was. Art. 14), demikian juga para guru di YEMS harus memandang setiap anak didik yang masuk dalam lembaga ini sebagai anugerah terindah yang harus diterima untuk dibantu, dididik dan dibimbing menuju perkembangan diri yang utuh. Sejalan dengan pandangan Djamarah yang mengatakan bahwa sebagai seorang guru yang melaksanakan tugas dan perutusannya sesuai dengan panggilan hati nurani akan selalu mengutamakan kepentingan anak didik bukan kepentingannya sendiri. Para guru yang berkarya di YEMS yang disemangati dan dijiwai oleh spiritualitas Fransiskan berusaha untuk senantiasa menghayati nilai-nilai spiritualitas Fransiskan yang hadir untuk melayani dengan setulus hati, hal ini tampak dalam prinsip hidup yang selalu ditekankan kepada para guru yaitu: “money is not the first but service is the first”. Hadir untuk melayani sesama, itulah semangat hidup yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 dimiliki oleh St. Fransiskus dari Asisi sehingga setiap orang yang menghayati spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi harus sungguh memahami dan menyadari apa yang menjadi semangat hidup sang Santo sehingga dalam menjalankan tugas dan perutusannya setiap hari dapat menampakkan nilai-nilai spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah yang ada di bawah naungan YEMS. Bagi St. Fransiskus dari Asisi, persaudaraan merupakan inti dan tempat yang tepat dari pendidikan. St. Fransisikus Asisi memberi inspirasi bahwa bentuk komunitas yang paling tepat untuk mengembangkan hidup manusia adalah persaudaraan. Dalam inspirasi St. Fransiskus dari Asisi, persaudaraan mengandung makna universal. Persaudaraan universal artinya persaudaraan semesta yakni persaudaraan yang bukan hanya antar manusia tetapi persaudaraan yang terjadi antar semua makhluk ciptaan (bdk. Kidung Saudara Matahari; FAK: 324). Semua ciptaan di dunia ini adalah saudara karena sama-sama ciptaan Tuhan. Masing-masing makhluk termasuk manusia saling solider dan peduli merawat kelestarian hidup satu sama lain sehingga semua dapat merasakan kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Belajar dari semangat St. Fransiskus Asisi tentang persaudaraan, menghantar setiap pribadi (para pencinta Fransiskus) untuk menghayati komunitas persaudaraan yang dibangun oleh Yesus sebagai sang Guru Illahi (Mat. 23: 11). Persaudaraan yang dibangun oleh Yesus sebagai Guru dengan keduabelas rasul-Nya mengajarkan kepada setiap Fransiskan bahwa dalam persaudaraan ini tidak ada yang disebut sebagai atasan dan bawahan tetapi semuanya menjadi hamba karena berasal dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 pokok yang satu dan sama. Kesamaan yang dimaksud tidak terletak pada kesamaan hak dan kedudukan tetapi dalam kesamaan perhambaan dan pelayanan (Groenen, 2012:162). Saudara-saudari ini justru ingin saling melayani dan mentaati satu sama lain yang didasari dalam kasih Kristus yang tersalib. Melalui uraian di atas menegaskan kepada para guru yang berkarya di YEMS bahwa sebagai seorang guru yang hadir dan berkarya sesuai dengan panggilan hati nurani yang dijiwai oleh semangat St. Fransiskus dari Asisi dituntut untuk melihat kehadiran seorang anak didik pertama-tama bukan sebagai objek yang tidak tahu apa-apa tetapi sebagai suatu anugerah terindah dari Allah yang harus diterima untuk dididik dan dibantu dalam perkembangan menuju masa depan yang cerah. Dalam persaudaraan Fransiskan, semua menjadi sama rendah, sama tidak bernilai dan tidak berharga (Groenen, 2012:162). Menjadi saudara bagi yang lain berarti peduli dan mau melayani kebutuhan saudara/saudarinya (anak didiknya). Dalam hal ini kepedulian yang dituntut dari lembaga ini nampak dalam prinsip subsidiaritas dan solidaritas. Hal yang mendasari prinsip ini adalah sikap saling percaya bahwa setiap saudara memiliki talenta dan kemampuan masing-masing sehingga dari perbedaan yang ada, saling melengkapi dan menyempurnakan satu dengan yang lainnya. Kemampuan atau talenta yang dimiliki oleh saudara lain tidak akan berkembang apabila tidak diberi kepercayaan dan kesempatan untuk dikembangkan dalam persaudaraan dalam hal ini di sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 Persaudaraan juga dimaknai sebagai kesatuan dan kebersamaan dengan makhluk hidup yang saling berpengaruh sehingga kepunahan salah satu unsur berarti akan berdampak bagi keseluruhannya. Di sini jelas bahwa apapun profesi dan status kita, semuanya sama di mata Allah sehingga dalam pendidikan Fransisikan ditekankan sikap kerendahan hati yang mendalam untuk melaksanakan tugas dan perutusannya setiap hari. Maka jelas bagi seorang guru bahwa setiap anak didik yang hadir di sekolah dalam lembaga pendidikan yang bernaung di YEMS merupakan saudara sehingga apapun situasinya, bagaimanapun latar belakangnya dan keadaannya harus diterima dengan keterbukaan hati untuk dibimbing dan dibantu. Selain persaudaraan, salah satu semangat Fransiskan yang menjiwai para guru yakni semangat kedinaan. Kedinaan bukanlah suatu konsep yang statis melainkan suatu sikap dinamis yang bersatu dalam cinta dan dalam kerendahan hati yang mendalam untuk selalu siap-sedia dalam melayani sesama (Iriarte, 1995: 113). Kerendahan hati yang suci bukanlah sikap perendahan dan sikap dina yang dibuatbuat. Kerendahan hati berazaskan kebenaran, yang memampukannya untuk bisa membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Di sini jelas bahwa guru dalam pelayanannya berarti bersedia untuk memberi kesempatan dan kepercayaan bagi setiap anak didiknya untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki oleh setiap anak didiknya. Bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak didik berbeda-beda ada yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 berbakat dalam bidang eksakta, ada yang berbakat dalam bidang bahasa dll sehingga kehadiran anak didik bukan sebagai objek pendidikan tetapi subjek dari pendidikan itu maka pendidikan perlu memperhatikan kemampuan dari masing-masing anak didiknya (bdk. Suparno dkk, 2002: 28-29). Guru harus yakin dengan keberadaan anak didiknya sebagai subjek yang memiliki talenta dan kemampuan yang kuat sehingga guru hadir sebagai fasilitator untuk membantu setiap anak didiknya dalam menyelesaikan tugasnya. Sebagai seorang guru yang menghayati spiritualitas Fransiskan dalam menjalankan tugas dan perutusannya sesuai dengan panggilan hati nuraninya untuk melayani anak didiknya perlu memperhatikan sepuluh nilai pedagogi/prinsip persekolahan Fransiskan (bdk. pedoman pendidikan Fransiskan) yang semestinya senantiasa dijalankan yaitu: 1. Sacrum ( Kekudusan ) Kudus berarti menjadi milik Allah. Menjalankan pendidikan berbasis nilai kekudusan berarti menyadari bahwa dalam segala kegiatan pendidikan semua harus dilihat kaitannya dengan kehendak Tuhan. Misalnya pendidikan kita hendaknya bertujuan sesuai dengan kehendak Tuhan yakni supaya hasil pendidikan dibaktikan pada kesejahteraan semua orang bukan hanya untuk kepentingan dan kesenangan pribadi (kekayaan sendiri, popularitas pribadi) karena kehendak Tuhan adalah agar semua orang selamat. Salah satu cara menanamkan nilai kekudusan dalam kegiatan pendidikan misalnya dengan mengawali, mengiringi dan mengakhiri kegiatan belajar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 mengajar dengan doa bersama sehingga semua disadarkan bahwa saya belajar supaya dapat semakin memuliakan Tuhan yakni dengan cara belajar serius supaya dapat sungguh menguasai bahan pelajaran sehingga kelak dapat memanfaatkan kepandaian yang diperolehnya untuk kesejahteraan banyak orang. 2. Bonum ( Kebaikan ) Kitab Kejadian menyadarkan kita bahwa semua diciptakan Allah dengan sungguh amat baik. Yang membuat baik adalah karena semua diciptakan dalam martabat yang luhur. Keluhuran ini terjadi karena dalam semua ciptaan terpatri keilahian Allah penciptanya. Dalam diri manusia terpatri gambar dan rupa Allah, dalam diri ciptaan lain yang hidup terpatri jejak Allah (Vestigia Dei) serta dalam ciptaan tidak hidup yang lain terpatri bayangan Allah (Umbra Dei). Menjunjung tinggi nilai kebaikan berarti menghargai martabat seluruh ciptaan baik martabatnya sendiri, martabat sesama, dan martabat semua makhluk lain di bumi ini yang terwujud dengan sikap adil kepada semua: memberikan semua sesuai dengan haknya. Jangan sampai orang lain kita korbankan demi upaya kita dalam meraih hak kita atau juga sebaliknya diri kita diabaikan dan dirugikan karena pemenuhan kebutuhan orang lain. Maka pendidikan berbasis nilai kebaikan berarti seluruh upaya dan kegiatan pendidikan harus sedapat mungkin semakin menghormati, mengokohkan, dan mengembangkan martabat manusia dan ciptaan lainnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 3. Verum (Kebenaran) Benar dalam Bahasa Yunani adalah ‘Aletheia’ yang berarti adanya (realitanya) dikenal, dipahami. Maka berbicara soal kebenaran berarti berbicara tentang kesesuaiannya dengan kenyataan yang ada. Belajar dalam hal ini berarti usaha untuk memahami realitas yang ada seutuhnya dalam kejernihan dan kejujuran sehingga anak didik tidak jatuh pada pesimisme atau juga optimisme yang berlebihan namun bisa memahami semuanya secara proporsional. Oleh karena itu, belajar dalam semangat kebenaran berarti sedapat mungkin mengajak seluruh civitas pendidikan untuk tidak hanya memahami segalanya dalam teorinya yang mulukmuluk tetapi dengan pedagogi eksperiensial (learning by doing) mengalami kenyataan dalam segala kekayaan dimensi dan pemaknaannya. Fransiskus sendiri adalah pribadi yang amat menjunjung tinggi pembelajaran eksperiensial seperti terungkap dalam peristiwa Greccio1. 4. Iustum ( Keadilan ) Adil berarti memberikan hak untuk tumbuh dan berkembang sampai mencapai kesempurnaan sehingga seiring dengan perkembangannya tersebut dapat terlibat dalam kehidupan masyarakat melalui pelaksanaan kewajiban-kewajibannya 1 Dalam Buku Riwayat Hidup St.Fransiskus karangan Celano dikisahkan bahwa menjelang Natal Fransiskus mengutarakan keinginannya untuk “dengan mata kepalaku sendiri melihat dan merasakan bagaimana Yesus Kristus, Allah Putra yang luhur lahir di dunia dalam keadaannya yang papa”. Keinginan tersebut menyiratkan penghargaan Fransiskus akan pengalaman pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 secara tulus dan penuh kesediaan berdasarkan kesadaran pribadi bukan karena paksaan. Maka pendidikan berbasis nilai keadilan harus benar-benar memberi ruang tumbuh bagi semua yang terlibat di dalam pendidikan itu sehingga masing-masing juga dapat melaksanakan kewajibannya dengan setia dan bakti. 5. Honestum ( Kejujuran ) Kejujuran selain berarti kesesuaian dengan kenyataan dan realita tanpa dimanipulasi demi kepentingan dan keuntungan sendiri atau orang/golongan tertentu juga bermakna tulus atau lurus hati yakni sikap kita terhadap orang lain di mana kita selalu mengharapkan dan mengupayakan agar sesama kita senantiasa dalam keadaan yang baik dan sejahtera. Pendidikan berbasis kejujuran mengajak kita untuk membangun dalam diri semua yang terlibat dalam karya pendidikan untuk mempunyai respek pada orang lain dan berusaha untuk membuat orang lain selamat dan sejahtera tentu tanpa melupakan kebutuhan pribadi sehingga tertutup kemungkinan untuk memanipulasi informasi demi keuntungan pribadi. 6. Humanum ( Kemanusiaan ) Tujuan pendidikan menurut Driyarkara adalah memanusiakan manusia artinya membuat manusia menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang punya jiwa, raga, keinginan dan harapan sehingga dapat memperlakukan yang lain juga sebagai manusia dengan mengakui dan menghargainya sebagai manusia yakni PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 makhluk yang sama dengan dirinya mempunyai keinginan, harapan, pendapat dan sebagainya. 7. Pulchrum ( Keindahan ) Seni mengasah dan memperlembut jiwa. Seni membuka ruang ekspresi anak. Oleh karena itu perkembangan batin anak amat membutuhkan seni. Melalui pendidikan dan ekspresi seni manusia diasah kepekaannya akan keindahan, keharmonisan, keselarasan yang dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan kita untuk juga peka dan peduli akan keindahan dan keluhuran Tuhan dalam setiap ciptaan-Nya. Seni memungkinkan orang untuk merasakan damai dalam hidupnya. 8. Unum ( Kesatuan, Keutuhan ) “Ut Omnes Unum Sint” adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin. Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut :” Supaya mereka menjadi satu”. Kalimat ini diangkat dari Injil Yohanes 17 : 21. Unum (persatuan, kesatuan) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab. Pemikiran yang melatar-belakangi istilah ini adalah: adanya kesatuan umat Allah yang dalam Kitab Suci Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa. Persekutuan ini digambarkan oleh pemazmur yang sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama rukun dan damai (Mzm13:7). Dalam Perjanjian Baru kesatuan itu lebih dimengerti sebagai keadaan akibat dirobohkannya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang kafir; PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 antara orang Yunani dengan orang bukan Yunani; antara tuan dan hamba; antara laki-laki dan perempuan. Semua menjadi satu di dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12, Gal. 3:26-29). Yesus Kristus adalah satu-satunya dasar dari kesatuan umat-Nya yang beragama. Orang percaya adalah saudara-saudara dari Yesus Kristus. Dan saudara satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu Allah dan Bapa dari semua (Gal. 4:6). Mereka dituntun oleh Roh yang satu menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Gal. 2:22). Injil Yohanes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar muridmurid-Nya menjadi satu. Keinginan Yesus ini disampaikan melalui doa permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut eksistensi para murid di tengah dunia, termasuk eksistensi orang percaya. ”Supaya semua menjadi satu” adalah doa Yesus yang tetap aktual hingga kini. Dengan menjadi ”satu”, maka dunia percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia. Kita dipanggil untuk ”menjadi satu” sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Hendaklah persatuan dan kesatuan ini senantiasa diwujudkan dalam pelayanan kita di tengahtengah Gereja dan masyarakat. 9. Clarum (Cemerlang, Cahaya, Kecerdasan ) Pedagogi fransiskan berusaha mengarahkan dan mengembangkan kepribadian anak didik holistik dan bermutu dalam aspek kemanusiaan, iman, moral dan sosial. Dalam proses pendidikan itulah anak didik semakin memperoleh wawasan dan khasanah pengetahuan yang luas dan memadai serta kritis (bijaksana) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 demi mencerdaskan dirinya dan sesama. Di sisi lain pedagogi fransiskan ini turut mendukung visi dan misi negara RI seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...” Nilai pedagogi Fransiskan yang integral inilah yang menjadi cahaya (terang) baru dalam membangun dan mencerdaskan kehidupan Gereja, bangsa, dan dunia yang bersatu dan damai. 10. Pacem : ( Damai ) Profil lulusan yang dicita-citakan oleh pendidikan YEMS adalah pribadipribadi yang setelah mengalami pendidikan di lembaga pendidikan yang bernaung di YEMS ini berkembang ke arah gambaran manusia ideal yakni manusia yang didukung oleh kematangan/kedewasaan iman dan pribadinya serta perkembangan seluruh talentanya secara optimal, utuh dan seimbang dan tergerak hatinya oleh Roh Kudus dalam kasih untuk solider dengan sesamanya teristimewa yang miskin dan tersingkir, melibatkan diri secara proaktif dan setia sebagai wujud baktinya kepada Allah dalam upaya dan perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang damai dan sejahtera yang semakin layak dihuni oleh siapapun manusia apapun agama, suku, adat dan kepercayaannya demi tercipta kehidupan yang semakin harmonis dan saling PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 membahagiakan satu sama lain. Pedagogi fransiskan menghantar anak didik untuk menginternalisasikan nilai kedamaian kepada semua orang. Fransiskus Asisi telah memberi inspirasi kepada para pengikutnya yaitu selalu membawa damai (shalom) kepada semua orang bahkan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Pax et Bonum (Damai dan Kebaikan). C. Penerapan Paradigma Pedagogi Fransiskan Bagi Para Guru Dalam Menghayati Spiritualitas Fransiskan Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab II tentang paradigma pedagogi Fransiskan, pada bagian III dari bab ini akan lebih mendalami tentang penerapan paradigma pedagogi Fransiskan bagi para guru di sekolah yang berada di YEMS. Dalam paradigma pedagogi Fransiskan terdapat aspek-aspek yang menjadi ciri pedagogi Fransiskan. Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan bagi para guru di YEMS merupakan salah satu sarana dalam menghayati semangat/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah sehingga kehadiran para guru di sekolah sungguh mencerminkan spiritualitas Fransiskan. Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam lembaga pendidikan Fransiskan menekankan aspek dasariah yaitu membina relasi dan keharmonisan dengan sesama, Allah dan dengan alam. Sebagaimana yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa pedagogi Fransiskan bertolak dari sikap dasar dan spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sehingga relasi yang dibangun berdasarkan relasi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 diwariskan oleh St. Fransiskus dari Asisi sendiri yaitu relasi yang mengandung aspek persaudaraan dan kedinaan. Persaudaraan yang dibangun oleh Fransiskus Asisi bersifat universal atau yang sering dikenal dengan nama persaudaraan universal atau persaudaraan semesta. Persaudaraan universal atau persaudaraan semesta menekankan persaudaraan yang tidak hanya dengan sesama manusia tetapi juga bersaudara dengan alam dan segala isinya karena sama-sama berasal dari pencipta yang satu dan sama (Allah sendiri) sehingga ada saudara Matahari, saudari Bulan, saudara semut, saudara api bahkan mautpun disapa dengan saudari (bdk. Gita sang Surya). Bertolak dari semangat Fransiskus Asisi dalam membangun persaudaraan, paradigma pedagogi Fransiskan memunculkan model pendidikan yang dikenal dengan pendidikan ekologi dan ekopedagogi. Sebagaimana yang diketahui bahwa pendidikan yang ekologis merupakan suatu pendidikan yang membantu para anak didik mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Sedangkan ekopedagogi merupakan suatu pendidikan yang berjuang untuk membangun komunitas persaudaraan semesta (bdk. GSS edidi Mei-Jun 2015). Ekopedagogi berusaha untuk merekonstruksi kembali kesadaran hati nurani manusia terutama anak didik untuk lebih menghargai, memelihara dan merawat martabat semua makhluk sebagai sesama warga bumi. Selain ekopedagogi, paradigma pedogogi fransiskan juga mengusahakan model pendidikan ekologi. Artinya melalui pendidikan ekologi, anak didik dibantu oleh para pendidik/guru PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 untuk bertanggungjawab dalam melestarikan dan memelihara alam sebagai wujud persaudaraan semesta yang dibangun oleh st. Fransiskus dari Asisi sendiri sebagai tokoh dan pelindung ekologi. YEMS sebagai salah satu karya dari Kongregasi FSE yang mewarisi spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi. Sebagai salah satu karya dari para suster Kongregasi FSE yang bergerak dalam bidang pendidikan yang hadir untuk membantu, membimbing dan mendidik setiap pribadi menuju perkembangan yang utuh dalam mencintai alam, YEMS menerapkan nilai-nilai yang menjadi kekhasan dari paradigma pedagogi Fransiskan yang diwarisi dari spiritualitas St. Fransiskus Asisi yang tertuang dalam visi-misi YEMS. Secara umum bisa dilihat visi-misi dan tujuan dari sekolah yang dikelolah oleh YEMS yaitu mengusahakan sekolah yang menjadi wadah dan persaudaraan yang pax et Bonum (kekhasan salam Fransiskus dari Asisi). Pax et Bonum berarti : damai dan kebaikan. Bertolak dari inspirasi Biblis, damai atau damai sejahtera adalah keselamatan yang sebenarnya merupakan tujuan hakiki manusia. Fransiskus Asisi dalam hidupnya setiap hari menggunakan salam pax et bonum yang artinya damai dan kebaikan sebagai salam untuk menyapa semua orang yang dijumpainya manusia, alam dan juga tumbuh-tumbuhan sebagai saudara karena Fransiskus merasa bahwa yang paling penting dimiliki oleh semua makhluk bukanlah harta, kedudukan atau pangkat tetapi memiliki hati yang damai dan kebaikan Allah yang tinggal merajai diri setiap pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 Santo Fransiskus Asisi memberi inspirasi bahwa bentuk komunitas yang paling tepat untuk mengembangkan hidup manusia adalah persaudaraan. Hal ini dilandasi oleh unsur pedagogi fransiskan yang meyakini bahwa manusia berkembang di dalam dan melalui relasi multidimensi. Persaudaraan yang dibangun adalah persaudaran yang bernilai egaliter dan demokratif. Persaudaraan dikatakan bernilai egaliter karena bagi Fransiskus Asisi semua orang memiliki kesamaan sebagai saudara sehingga semua memiliki kedudukan yang setara (egaliter). Persaudaraan dikatakan bernilai demokratis karena dengan menyadari bahwa semuanya adalah saudara maka semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Persaudaraan juga dimaknai sebagai kesatuan dan kebersamaan dengan semua makhluk hidup yang saling berpengaruh sehingga kepunahan salah satu unsur berarti akan berdampak bagi keseluruhan. Dalam inspirasi Fransiskus persaudaraan yang bermakna universal disebut sebagai persaudaraan semesta yakni bukan hanya antar manusia melainkan antar semua makhluk ciptaan. Semua ciptaan di dunia ini adalah saudara karena sama-sama ciptaan Tuhan. Masing-masing makhluk termasuk manusia saling solider dan peduli merawat kelestarian hidup satu sama lain sehingga semua boleh merasakan kebahagian dan kesejahteraan bersama. Dari Visi-Misi dan tujuan yang dicapai oleh YEMS hendak membentuk dan mendidik setiap saudara menjadi pribadi yang cerdas dalam menyikapi perkembangan zaman yang ada dan terampil dalam memanfaatkan sumber daya yang disediakan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Sebagaimana yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 tertuang dalam visi YEMS bahwa dengan kehadiran YEMS berusaha untuk membangun masyarakat cerdas, terampil, disiplin, sehat, bermoral, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan spiritualitas Kongregasi FSE. Melalui apa yang tertuang dalam visi ini bisa dilihat bahwa YEMS tidak hanya mendidik setiap pribadi menjadi manusia yang cerdas tetapi juga manusia yang bertaqwa kepada Tuhan. Di sini jelas bahwa sekolah-sekolah YEMS tidak hanya berjuang untuk mengasah segi kognitif dari anak didiknya tetapi juga berusaha untuk menyeimbangkan antara segi kognitif dan hati nurani anak didik sehingga bertumbuh menjadi pribadi yang taqwa kepada Tuhan. Dalam rangka untuk mewujudkan visimisi dan tujuan dari YEMS, setiap guru diharapkan mampu merealisasikan apa yang tertuang dalam visi-misi dan tujuan dari yayasan yang telah dijabarkan dalam visi dan misi setiap unit sekolah yang ada dibawah naungan YEMS. Bertolak dari apa yang menjadi harapan dari YEMS bagi para guru dalam menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan, setiap guru diharapkan dapat menerapkan pedagogi Fransiskan dalam setiap pembelajaran di kelas sehingga anak didik dibantu untuk lebih bersahabat dan bersaudara dengan alam. Melalui wawancara penulis dengan beberapa guru yang berkarya di sekolahsekolah YEMS termasuk kepala sekolah SMA St. Fransiskus Asisi Samarinda diketahui bahwa dalam melaksanakan tugas dan perutusan setiap hari di sekolah, ada beberapa guru yang sudah berusaha untuk menerapkan unsur persaudaraan dan kesederhanaan di sekolah, di SMA bahkan menjadi program tahunan yang akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 dilaksanakan tahun ajaran 2017/2018 bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Akan tetapi dari hasil wawancara tersebut, hampir semua guru mengatakan bahwa secara praksis, mereka sudah mulai menerapkannya walaupun masih dalam bentuk aturan sekolah, akan tetapi arti dan makna paradigma pedagogi Fransiskan itu sendiri mereka belum tahu bahkan belum pernah mendengarnya. Secara praksis yang sudah mereka lakukan seperti untuk mewujudkan persaudaraan semesta dan untuk menghayati kedinaan/kesederhanaan yang diwariskan oleh St. Fransiskus Asisi, sekolah membuat aturan untuk tidak membawa mobil ke sekolah (karena hampir semua anak didik ekonomi menengah ke atas), tidak memakai perhiasan seperti gelang dan anting, tidak merayakan ulang tahun di sekolah. Aturan ini dibuat karena bertolak dari persaudaraan yang dibangun oleh St. Fransiskus Asisi bahwa semua saudara sama dihadapan Tuhan dan sesama sehingga dengan menghayati kedinaan/kesederhanaan maka tidak ada yang lebih kaya dan tidak ada yang miskin, semua sama dan menjadi saudara satu dengan yang lainnya. Maka, melalui hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa guru yang ada di sekolah-sekolah YEMS dapat dikatakan bahwa para guru yang berkarya di sekolah yang dikelolah oleh YEMS belum memahami dan menerapkan secara utuh di sekolah St. Fransiskus Asisi Samarinda-Kalimantan Timur model pembelajaran dengan menggunakan paradigma pedagogi Fransiskan walaupun secara praksis sudah ada sebagian yang dilaksanakan melalui aturan-aturan yang diterapkan di sekolah YEMS. Akan tetapi dari hasil wawancara, secara utuh para guru belum PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 mengerti apa yang dimaksudkan dengan paradigma pedagogi Fransiskan dan bagaimana menerapkannya di dalam sekolah terutama dalam tindakan di dikelas melalui interaksi edukatif walaupun secara praksis sudah ada sekolah yang menerapkannya masih sebagai aturan sekolah. D. Rangkuman Pendidikan sebagai wadah untuk melahirkan tunas-tunas bangsa yang cerdas dan terampil menuju perkembangan pribadi yang utuh. Dalam melahirkan tunastunas bangsa itu membutuhkan seorang figur yang kita kenal dengan nama Guru. Guru memiliki peran dan tanggungjawab yang besar dalam dunia pendidikan tetapi guru juga tidak bisa dipisahkan dari anak didik. Guru dan anak didik menjadi partner yang saling melengkapi. Dalam menjalankan tugas dan profesi sebagai seorang guru yang disemengati oleh kesadaran dari panggilan hati nurani untuk mendidik dan membantu setiap guru untuk lebih mencintai panggilannya sebagai seorang guru. Hal ini tampak dalam usaha setiap guru dalam pengabdiannya untuk mendidik dan membantu setiap anak didik bertumbuh menjadi pribadi yang utuh. Para guru yang berkarya di YEMS senantiasa disemangati dan dijiwai oleh semangat St. Fransiskus dari Asisi dalam mendidik dan membantu setiap anak didik dalam bertumbuh menjadi pribadi yang utuh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Semangat pelayanan guru yang dijiwai oleh semangat St. Fransiskus dari Asisi menuntut setiap guru untuk memandang setiap anak didik sebagai anugerah Tuhan yang terindah yang harus diterima untuk didik, dibantu dan dibimbing menuju pribadi yang cerdas dan terampil dalam membina relasi yang baik dengan sesama, alam dan dengan Allah sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 BAB IV USULAN PROGRAM PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN DALAM TUGAS PERUTUSANNYA Pada bab IV ini penulis mengusulkan suatu program yang kiranya dapat memberikan suatu pemahaman tentang apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan bagaimana penerapannya bagi para guru dalam menghayati spiritualitas Fransiskan. Pada bagian ini akan diuraikan tentang latar belakang penyusunan program, tujuan dari program yang akan dilaksanakan dan penjelasan tentang materi serta petunjuk pelaksanaan program yang dibuat. A. Latar Belakang Penyusunan Program Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS) merupakan salah satu karya dari Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth Medan (FSE) yang secara khusus melayani dalam bidang pendidikan. Sebagai yayasan yang mewarisi semangat St. Fransiskus dari Asisi, setiap orang yang berkarya di YEMS dapat menghayati dan menjadikan spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai semangat hidupnya dalam melayani setiap saudara (anak didik) yang dianugerahkan Tuhan dalam lembaga ini sebagaimana yang selalu ditekankan oleh St. Fransiskus dari Asisi bahwa setiap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 saudara adalah anugerah dari Tuhan yang harus diterima untuk dibantu, dibimbing dan dididik menuju pribadi yang utuh. Namun seringkali para pendidik merasa lebih tahu dari para anak didik sehingga tidak jarang seorang pendidik memperlakukan anak didik sebagai objek yang tidak tahu apa-apa. Pandangan seperti ini yang terkadang membuat guru merasa lelah karena harus mempersiapkan berbagai metode pembelajaran yang menarik untuk menyampaikan materi kepada anak didiknya. Sebaliknya ketika seorang guru menyadari bahwa sebagai seorang pendidik/guru hadir untuk membantu dan berperan sebagai fasilitator bagi anak didiknya karena setiap anak didik merupakan subjek dalam pembelajaran, dengan demikian para guru akan lebih bersemangat dalam menjalankan tugas dan pelayanan mereka dalam mendidik dan membimbing setiap anak didik (saudara) yang dihadiahkan Tuhan dengan penuh suka cita. Dalam usaha untuk sampai pada tahap ini, setiap guru YEMS harus memahami nilai-nilai yang ada di dalam paradigma pedagogi Fransiskan dalam menghayati spiritualitas Fransiskan sehingga dengan memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut, kehadiran setiap guru sungguh menjadi berkat bagi setiap anak didik yang ada di lembaga pendidikan ini. Berdasarkan pemikiran dalam bab-bab sebelumnya dan menanggapi masalah yang dihadapi oleh para guru YEMS terkait dengan pemahaman dan wawasan para guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan penerapannya bagi anak didik di sekolah dalam menghayati spiritualitas Fransiskan, penulis menawarkan suatu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 program yang dikemas dalam bentuk Workshop. Hal ini menjadi langkah awal bagi para guru dalam usaha untuk menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan dalam menghayati spiritualitas Fransiskan. Setelah para guru memahami paradigma pedagogi Fransiskan, diharapkan setiap guru dapat menerapkannya bagi para anak didiknya melalui proses pembelajaran baik dalam interaksi edukatif di kelas maupun dalam interaksi di luar kelas melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk membangun semangat persaudaraan dan membina sikap kedinaan bagi anak didik sehingga mereka semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh. B. Tujuan Program Adapun kegiatan yang telah dilakukan selama ini bagi para guru dalam meningkatkan wawasan dan penghayatan spiritualitas Fransiskan antara lain seminar, rekoleksi dan retret tahunan. Penulis memilih workshop karena melalui kegiatan workshop ini para guru bisa memperoleh banyak informasi tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan semakin memperluas wawasan mereka tentang bagaimana menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah dalam rangka menghayati spiritualitas Fransiskan melalaui paparan teori tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan nilai-nilai Fransiskan. yang ada dalam paradigma pedagogi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 Harapannya melalui workshop ini para guru yang berkarya di YEMS semakin memahami apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan nilai yang harus dipertahankan dalam pedagogi Fransiskan ini sehingga melalui pemahaman itu para guru dapat menerapkannya di sekolah bagi para anak didik baik melalui kegiatan interaksi edukatif di kelas maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah ini sehingga setiap anak didik semakin mampu untuk sedikit demi sedikit menghidupi spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah ini terutama dalam hidup bersaudara (persaudaraan semesta) dan memelihara kesederhanaan dalam kehidupan mereka setiap hari. Materi tentang paradigma pedagogi Fransiskan ini disampaikan kepada para guru karena mengingat peran guru dalam dunia pendidikan. Guru menjadi tonggak dalam dunia pendidikan, sehingga guru harus sungguh-sungguh memahami apa yang akan disampaikan kepada anak didiknya. Selain pemahaman, guru juga dituntut untuk mampu memberi teladan bagi para anak didiknya melalui tindakan dan aksi konkrit agar apa yang diajarkan sejalan dengan apa yang dilakukannya. Sebelum disampaikan kepada anak didik, guru harus terlebih dahulu mengetahui hal-hal yang terkait dengan paradigma pedagogi Fransiskan dan nilai-nilai yang diperjuangkan dalam paradigma pedagogi Fransiskan. Dalam hal ini bukan menunjuk kepada anak didik sebagai objek tetapi mau mengatakan bahwa kehadiran guru sebagai pendidik harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih sehingga dapat membimbing, membantu dan mendidik setiap anak didik (saudara) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 yang dianugerahkan Tuhan kepadanya melalui lembaga pendidikan yang menjadi tempat perutusan bagi seorang guru. C. Penerapan Pedagogi Fransiskan Di Sekolah Sebagaimana yang sudah diuraikan dalam bab-bab terdahulu bahwa pendidikan Fransiskan/pedagogi Fransiskan mengajak dan membimbing anak didik untuk membangun relasi yang baik dan benar dengan Tuhan, sesama dan alam semesta. Untuk dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam semesta sebagai saudara, paradigma pedagogi Fransiskan menyajikan suatu model pendidikan (ekologis dan ekopedagogi) yang membantu setiap pribadi dalam memandang dunia tidak hanya sekedar tempat alamiah eksistensi manusia tetapi juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah. Jika dunia ini merupakan ungkapan cinta dan keagungan terindah dari Allah, artinya setiap makhluk terutama manusia yang diciptakan dengan akal budi yang mulia dituntut suatu tanggung jawab untuk memelihara dan merawat dunia ini dengan baik (bdk Kej.1:26-29). Sebagai ungkapan atau tanggapan atas cinta dan keagungan Allah ini, para pendidik Fransiskan terutama para guru YEMS dituntut untuk mampu menerapkan nilai-nilai pedagogi Fransiskan yang menjadi prinsip dalam persekolahan Fransiskan dalam membantu setiap anak didik untuk menjalin relasi dan kesatuan dengan Tuhan, sesama dan alam. Model pendidikan yang (harus) diterapkan dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 pendidikan Fransiskan yaitu pendidikan yang menghantar orang untuk mampu membina relasi yang baik dengan sesama, alam dan dengan Allah sendiri. Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan sangat relevan dan dapat diterapkan dalam setiap mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Hal ini sangat membantu dan mempermudah para guru untuk menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan baik dalam interaksi edukatif di kelas maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler. Contoh penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam interaksi edukatif di kelas melalui pelajaran Biologi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam pelajaran Biologi, anak didik diajarkan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, tanah dan lain-lain. Dalam mata pelajaran humaniora misalnya pelajaran sosiologi, anak didik diajarkan tentang bagaimana hidup bersosial dengan orang lain. Dalam mata pelajaran Agama, anak didik diajarkan tentang relasi Vertikal (dengan Allah) dan relasi Horisontal (dengan sesama dan alam semesta). Hal ini sesuai dengan semangat santo Fransiskus Asisi yang mengganggap setiap orang adalah saudara. Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam kegiatan ekstrakurikuler misalnya mengadakan kegiatan gerakan penghijauan sebagai wujud rasa cinta kepada alam dan lingkungan sekitar, gerakan hidup sederhana yang didorong oleh sikap saling berbagi dan peduli sesama sebagai saudara yang dihadiahkan Tuhan, membangun budaya hidup sehat dengan tidak membuang sampah sembarangan dll. Oleh karena itu, melalui program workshop ini, guru dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman tentang penerapan paradigma pedagogi Fransiskan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 sehingga dalam menjalankan tugas dan perutusannya setiap hari mampu menerapkan juga bagi para anak didik yang dilayaninya setiap hari sehingga terbangun suatu persaudaraan yang universal sebagaimana yang tertuang dalam spiritualitas dari santo Fransiskus Asisi yang peduli dengan sesama, alam dan membangun suatu persaudaraan yang bersifat universal. D. Kegiatan dan petunjuk pelaksanaan program Dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan para guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan, materi yang disajikan bagi para guru dalam kegiatan ini terkait dengan paradigma pedagogi Fransiskan: spiritualitas Fransiskan, apa itu pedagogi Fransiskan, aspek hakiki pedagogi Fransiskan, nilai pedagogi Fransiskan atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pendidikan Fransiskan sebagai usaha untuk mewujudkan semangat/spiritualitas yang diperjuangkan oleh St. Fransiskus dari Asisi. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk workshop yang akan dilaksanakan dalam tiga sesi. Sesi pertama ini untuk memaparkan penjelasan tentang spiritualitas Fransiskan, apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan aspek hakiki dalam paradigma pedagogi Fransiskan. Sesi kedua membahas tentang sepuluh nilai pedagogi yang harus diperhatikan dalam pendidikan Fransiskan. pada sesi kedua ini diakhiri dengan Tanya-jawab tentang materi yang sudah dipaparkan. sesi ketiga sharing pengalaman guru tentang penghayatan spiritualitas Fransiskan terkait PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 dengan paradigma pedagogi Fransiskan, dan selanjutnya mendiskusikan aksi atau tindakan konkrit yang akan diterapkan di sekolah baik dalam interaksi edukatif di kelas maupun dalam interaksi di luar kelas berdasarkan nilai-nilai pedagogi Fransiskan dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan. E. Materi Workshop Dalam kegiatan workshop ini, materi yang akan disajikan kepada para guru YEMS terkait dengan pemahaman mengenai: spiritualitas Fransiskan, apa itu paradigma pedagogi Fransiskan, aspek-aspek yang ada dalam paradigma pedagogi Fransiskan dan nilai pedagogi atau sepuluh prinsip persekolahan dalam pendidikan Fransiskan. F. Matrix Workshop Program workshop dikemas dalam tiga sesi yang akan dilaksanakan di sekolah Fransiskus Asisi-Samarinda Kalimantan Timur sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan sebagaimana yang tertuang pada Matrix Workshop di Tabel ini (lih. Tabel yang ada di bawah ini): PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 MATRIKS PROGRAM PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN PARA GURU YEMS DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN Tema Umum : Mengenal paradigma pedagogi Fransiskan melalui sepuluh nilai atau prinsip persekolahan Fransiskan Tujuan Umum : Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan para Guru yang berkarya di YEMS tentang paradigma pedagogi fransiskan sehingga para guru dapat menerapkannya di sekolah sesuai dengan semangat/spiritualitas Fransiskan. Waktu pelaksanaan : 17 Juni 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 No WAKTU JUDUL TUJUAN URAIAN SUMBER METODE PERTEMUAN 1 07.30-08.00 PERTEMUAN dan Agar Pembukaan singkat guru) pengantar belakang dan tujuan yang dari workshop ini 2 08.00-09.30 Sesi I mengetahui latar rangkaian tentang : MATERI (para Latarbelakang peserta kegiatan kegiatan Tujuan akan mereka SARANA BAHAN Informasi Laptop Tanya LCD jawab Speaker kegiatan ini ikuti tentang Agar para guru spiritualitas semakin memahami Fransiskan, spiritualitas Spritualitas Ceramah Fransiskan (pemapar dan an materi) formationis Paradigma paradigma pedagogi Fransiskan sebagai pedagogi Fransiskan Fransiskan dan sumber semangat Informasi Go and teach ratio franciscanae (pedoman PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 3 09.30-10.00 4 10.00-11.30 aspek hakiki dalam pelayanan mereka dan Aspek hakiki pendidikan paradigma pedagogi semakin memahami paradigma fransiskan) Fransiskan paradigma pedagogi pedagogi Fransiskan. Fransiskan Snack Sesi II: sepuluh nilai Agar para Guru dapat menerapkannya di Ceramah Laptop, pedagogi fransiskan sekolah terutama dalam interaksi edukatif dan LCD yang diterapkan di di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler di informasi hand out sekolah sekolah Sepuluh prinsip pedagogi yang harus diperhatikan dalam pendidikan fransiskan Buku pedoman dan yayasan pendidikan untuk pendidikan fransiskan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 (YEMS) 5 11.30—12.00 Tanya-jawab mengenai materi paradigma pedagogi yang sudah dipaparkan 6 12.00-12.30 Makan siang 7 12.30-13.30 Sesi III sharing pengalaman guru, Melalui sharing Penghayatan para guru memperoleh informasi peserta/pengala Fransiskan Tanya man para guru tentang dan meneguhkan paradigma satu sama pedagogi tugas dan Pengalaman Informasi saling memperkaya dalam menjalankan Speaker spiritualitas dan Pemahaman lain Sharing Fransiskan jawab PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 perutusan mereka setiap terutama hari tentang penerapan pedagogi Fransiskan dan penghayatan spiritualitas Fransiskan 8 13.30-14.00 Penutup : Agar para guru saling Sepuluh mendiskusikan bersama bagaimana memperkaya satu nilai/prinsip tentang Tanyajawab speaker Materi workshop PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 menerapkan nilai Fransiskan nilai- sama lain. pedagogi pendidikan Fransiskan di sekolah terutama di dalam kelas 9 14.00 Sayonara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 G. Pelaksanaan Workshop 1. Pengantar a) Latar belakang dan tujuan kegiatan workshop Suster, bapak/ibu guru yang terkasih di dalam Kristus, selamat pagi dan selamat bertemu di dalam acara kita hari ini. Kita berkumpul di sini karena rahmat dan kasih Tuhan. Pada pagi hari ini hingga sore hari nanti, kita akan mendalami spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah kita ini dalam menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sebagai lembaga pendidikan yang dikelolah oleh yayasan Elifa Mitra Setia, secara operasional sekolah kita belum menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan. oleh karena itu melalui kegiatan workshop ini, diharapkan kita sebagai tenaga pendidik di lembaga ini semakin memahami apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan bagaimana cara kita menerapkannya di dalam setiap mata pelajaran yang kita ajarkan kepada anak didik kita. Oleh karena itu mari kita mohon rahmat Tuhan agar kegiatan kita sepanjang hari ini dapat berjalan dengan baik. b) Doa Pembuka Allah Bapak asal dan tujuan hidup kami, kami bersyukur dan berterima kasih atas segala rahmat dan berkat yang boleh kami terima hingga saat ini. Pada kesempatan ini kami akan bersama-sama menggali semangat St. Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah kami dalam menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 kami mohon bantulah kami agar kami sungguh memahami apa yang menjadi semangat St. Fransiskus Asisi sehingga kami mampu untuk menerapkannya dalam tugas dan perutusan kami setiap hari. Berkatilah kami semua kiranya acara kami hari ini berjalan dengan baik seturut rencana dan kehandak-Mu kini dan untuk selamanya. Amin. 2. Sesi I : Spiritualitas Fransiskan, pedagogi Fransiskan dan aspek hakiki pedagogi Fransiskan a) Spiritualitas Fransiskan Spiritualis Fransiskan merupakan corak batin utama para pengikut St. Fransiskus Asisi yang (semestinya) menguasai seluruh kehidupan mereka dan memberikan warna tertentu dalam kehidupan mereka. Spiritualitas itu berakar pada spiritualitas St. Fransiskus Asisi. Maka berbicara tentang spiritualitas Fransiskan/nes sama dengan berbicara tentang spiritualitas St. Fransiskus Asisi. Sebagaimana yang tertuang dalam wasiat St. Fransiskus Asisi bahwa corak batin utama yang menjiwai hidup Fransiskus Fransiskus Asisi (Was. 1) adalah kedinaan. ingin menjadi yang dina, rendahan, pelayan, hamba. Seiring dengan jalan kedinaan-perendahan yang dijalani Fransiskus agar dekat dan bersatu dengan Tuhan, kerendahan hati mewarnai seluruh hidupnya. Ia tidak rendah diri (suatu kekurangan) melainkan rendah hati (suatu keutamaan, malah induk segala keutamaan). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 Berkaitan dengan spiritualitas St. Fransiskus Asisi atau spiritualitas Fransiskan itu, orang mudah berpikir tentang kemiskinan, persaudaraan, perdamaian, kegembiraan dll. Jika digali lebih dalam dan teliti, hal yang mendasari semua itu adalah kedinaan. Kedinaan merupakan dimensi dasariah dari keberadaan para Fransiskan. Kedinaan bukanlah suatu konsep statis tetapi suatu sikap dinamis yang menjadi semangat para Fransiskan yang bersatu dalam ikatan cinta Kristus yang miskin yang selalu siap sedia melayani sesama saudara ( bdk. Iriarte,1995:113). St. Fransiskus dari Asisi menghendaki para pengikutnya hidup sebagai saudara dina, paling kecil dari semua, hamba bagi semua. Menjadi saudara dina bukan berarti menyiksa diri sendiri tetapi menjadi saudara dina mau menunjuk pada sikap kerendahan hati yang mendalam sebagaimana yang diteladankan oleh Yesus. Sekalipun Fransiskus diilhami arti sosial yang terkandung dalam kata minores pada masa itu, akan tetapi sesungguhnya kata ini mau menunjuk pada injil. Artinya sangat jelas bagi kita sebagaimana yang tertuang dalam AngTBul (psl 7:2) “hendaklah mereka menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang”. Aspek kedinaan itu mengandung pembebasan dari segala bentuk penguasaan atau manipulasi terhadap oran lain. Hal ini kiranya menjadi jelas bagi kita, karena apabila kita menghayati gaya hidup kedinaan, warta perdamaian dan sukacita injil dapat ditumbuhkan. Seorang saudara dina berusaha untuk senantiasa menyadari akan tugas dan kerjanya untuk mengusahakan keadilan bagi setiap insan yang hidup. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117 Saudara-saudara dina memberikan kesaksian di depan dunia tentang Kristus yang miskin dan rendah dengan menghayati hidup kedinaan sebagai seorang Fransiskan. Dalam Anggaran Dasar dikatakan bahwa hidup saudara/i pengikut St. Fransiskus Asisi adalah “menepati Injil suci Tuhan kita Yesus Kristus” (AD I.1; AD3R 1). Injil suci yang dimaksudkan bukanlah buku injil melainkan Kabar Gembira yang mempribadi dalam Yesus Kristus. Menepati Injil suci Tuhan kita Yesus Kristus berarti mengikuti jejak Tuhan Yesus yang hidup dan berkarya di bumi Palestina sebagaimana tertulis dalam buku Injil. Mengikuti jejak berarti mengikuti jalan yang ditempuh oleh Tuhan yaitu jalan perendahan Tuhan. Bagi Fransiskus Asisi, Yesus di Palestina adalah Tuhan yang merendahkan diri untuk menyelamatkan manusia. Awal perendahan Tuhan adalah Inkarnasi, lahir menjadi manusia di Betlehem; Puncak perendahan adalah sengsara dan wafat di salib, yang disusuli kebangkitan; perendahan Tuhan masih terus berlangsung dalam ekaristi di mana Allah merendah-memberikan diri dalam rupa roti dan anggur untuk menjadi makanan rohani kita sehari-hari. Dari Kedinaan melahirkan keutamaan-keutamaan yang menjadi kekhasan dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang melihat dan mengalami cara hidup Fransiskus dari Asisi. Keutamaan-kautamaan yang didasarkan pada kedinaan antara lain: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 1) Persaudaraan Dengan menempatkan diri serendah-rendahnya dan dalam kedekatan dan kesatuannya dengan Allah, Fransiskus melihat dan memperlakukan semuanya sebagai saudara. Semua manusia, apa pun dan bagaimana pun perbedaan di antara mereka, mempunyai Bapa yang satu dan sama, yaitu Bapa di Surga. Semua makluk adalah ciptaan di hadapan Pencipta yang satu dan sama, yaitu Allah Pencipta. Oleh karena itu semuanya adalah saudara dan diperlakukan sebagai saudara. Dalam Persaudaraan tidak ada perbedaan antara ‘atasan’ dan ‘bawahan’, Ia juga melihat semua saudara yang bergabung dalam cara hidupnya sebagai anugerah (Was 14). Sikap bersaudara ditujukan juga kepada semua orang lain, di luar Persaudaraan. Pengalaman mukjizat ‘kemanisan persaudaraan’ dalam pertemuan dengan orang kusta (1Cel 17; K3S 1), ketika ia sudah bertekad-bulat meninggalkan ambisi kesuksesan pribadi, terekam kuat dalam ingatan dan hati Fransiskus. Kemanisan persaudaraan melampaui segala sekat dan perbedaan di antara manusia. Di permukaan manusia berbeda jenis kelamin, kondisi kesehatan, status sosial, suku, ras, agama dst, tetapi di dasar permukaan mereka itu sama saja. Mereka semua manusia, berasal dari Bapa yang satu dan sama yaitu Bapa di surga. Mereka semua adalah saudara. Orang-orang memusuhi kita pun adalah saudara (ADtB XX.3). Persaudaraan dengan seluruh alam ciptaan bukan hanya ditunjukkannya dalam sikap dan perlakuan melainkan juga dikidungkannya. Dalam kidung PujaPujian Makhluk-Makhluk (Karya-Karya Fransiskus) ia bukan hanya menyapa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 semuanya sebagai saudara/i melainkan juga memuji Allah atas semua anugerah itu untuk kehidupan manusia. Perlu disadari bahwa unsur-unsur yang disapa Fransiskus dalam Kidung itu adalah unsur-unsur yang membangun kehidupan manusia,seperti air, udara, angin, matahari; bumi disapa ibu yang melahirkan kehidupan; bumi menghasilkan bahan-bahan makanan. Jalan kedinaan-perendahan mengantar Fransiskus dekat dan bersatu dengan Tuhan dan dari situ ia melihat dan memperlakukan semuanya sebagai saudara. 2) Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu unsur hakiki dalam injil (pribadi Yesus sendiri). Kemiskinan merupakan kesadaran yang mendalam bahwa dalam hal keselamatan, manusia sama sekali tidak berdaya. Dalam hal ini, miskin berarti sepenuhnya mengandalkan Allah satu-satunya penyelamat manusia. Kemiskinan berkaitan erat dengan pilihan untuk merendah atau memilih hidup dina. Kemiskinan bagi Fransiskus tidak dimengerti dalam arti yang sempit (Kaul Kemiskinan). Bagi Fransiskus, kemiskinan lahir dari penghayatan akan kemiskinan Kristus yang walaupun kaya tetapi rela mengosongkan diri (Flp 2:7). Kemiskinan yang dihayati oleh para Fransiskan seturut gaya dan teladan hidup St. Fransiskus dari Asisi, sebagai “musafir dan perantau” (AngBul VI :3) di dunia ini. Seluruh ajaran dan pandangan Fransiskus mengenai harga sebuah kemiskinan bernada eskatologis artinya menunjuk pada situasi dan keadaan akhir zaman. Para saudara dina mengadakan suatu perjalanan di dunia tanpa memiliki apapun yang bisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 diandalkan. Dengan berpola pada Kristus yang “miskin dan penumpang” (AngTBul psl 9:5), Fransiskus mengajak para saudara/i Fransiskan untuk hidup dan menjadi seorang “musafir dan perantau di dunia ini”. Yang menjadi dasar biblis bagi Fransiskus mengajak setiap saudara untuk menjadi musafir dan perantau; Mat 8:20: serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala. menjadi pola bagi setiap saudara Bagi Fransiskus, kemiskinan itu dalam bertindak, bersikap dalam berhadapan dengan segala sesuatu dan sesama, terutama kepada Allah sendiri. Kemiskinan selalu sejalan dengan kerendahan hati karena kemiskinan tanpa kerendahan hati omong kosong. Dalam semangat kemiskinan ada sikap lepas bebas. Fransiskus bersama para pengikutnya (para Fransiskan) menjadikan kemiskinan sebagai unsur pokok dalam penghayatan atas injil secara menyeluruh. Kemiskinan bagi Fransiskus sungguh merupakan harta yang tidak ternilai harganya sehingga Fransiskus sangat menghormati dan menghargai kemiskinan bahkan Fransiskus sendiri melihat keberadaan kemiskinan sebagai tuan baginya sehingga Fransiskus menyebut kemiskinan sebagai “Tuan Putri Kemiskinan” karena dengan menghormati kemiskinan membawa Fransiskus kepada kemiskinan yang diteladankan oleh Allah sendiri melalui Putra-Nya Yesus kristus yang walaupun kaya tetapi rela menjadi manusia yang lemah dan tidak berdaya demi keselamatan manusia (bdk. Luk. 2). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 Fransiskus menggarisbawahi secara khusus nasihat injil kemiskinan dengan saudarinya keutamaan kedinaan: kemiskinan dalam Roh (Syukur, 2014:301). Bagi Fransiskus, kenyataan menghayati kemiskinan secara total merupakan identitas seorang pengikut Kristus. Namun kemiskinan yang ditekankan oleh Fransiskus adalah kemiskinan dalam Roh, hal ini berarti yang lebih penting dalam penghayatan kemiskinan adalah soal sikap bukan soal miskin dalam hal material saja. 3) Kebahagiaan sejati Kebahagiaan/kegembiraan mewarnai seluruh hidup Fransiskus, khususnya periode kedua hidupnya yaitu hidup dalam pertobatan. Ketika pada awal menjalani hidup pertobatannya ia sering diolok, diejek dan dianggap gila. Dalam semuanya itu ia tetap bergembira dan memberikan salam damai kepada orang-orang di sekitarnya. Sepanjang hidup tidak kurang ia mengalami situasi kedinaan seperti itu, seperti merasa tidak dimengerti, malah dikhianati oleh saudara-saudara dan terutama sakit badani yang semakin hebat pada tahun terakhir hidupnya. Dalam semuanya itu Fransiskus tetap optimis dan bergembira. Dalam situasi sakit yang semakin hebat dan merasa ajalnya sudah dekat ia menambahkan syair ‘saudari maut’ pada Kidung yang ditulisnya, karena ia bergembira menyongsong maut badani. Mengapa dalam situasi kedinaan seperti itu ia tetap bergembira. Hal ini dikarenkakan ia merasa bahwa semakin ia berada dalam situasi seperti itu semakin ia merasa dekat dan bersatu dengan Tuhan dalam Yesus Kristus yang mengalami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 situasi sebagaimana yang dialaminya dalam hidup historis-Nya. Merasa dekat dan bersatu dengan Tuhan itulah yang menjadi sumber kegembiraannya. Hal ini diungkapkannya dengan cukup jelas dalam ‘karya-karyanya, Sukacita Yang Sejati dan Sempurna. Dikatakan bahwa sukacita sejati tidak terletak dalam kesuksesan…melainkan terjadi ketika (saudara) direndahkan….dan tetap sabar dan tidak tersinggung (Karya-Karya Fransiskus). Situasi perendahan-kedinaan mengantar Fransiskus dekat dan bersatu dengan Tuhan dan itulah yang menjadi sumber kegembiraannya. 4) Perdamaian Sejalan dengan aspek-aspek lain yang berakar pada kedinaan (persaudaraan, kemiskinan, kebahagiaan), salah satu aspek yang juga tidak kalah pentingnya dalam kehidupan Fransiskus Asisi adalah perdamaian. Dalam buku Fioretti (92-96), ada sebuah kisah tentang Fransiskus yang memperdamaikan penduduk kota Gubbio dengan seekor serigala yang ganas. Dari kisah Gubbio ini dapat diketahui bahwa Fransiskus Asisi memang seorang pribadi yang sangat mencintai kehidupan damai dan bersaudara dengan semua makhluk ciptaan. Melihat kehidupan St. Fransiskus yang dipenuhi dengan damai dan cinta akan lingkungan hidup, menimbulkan suatu pertanyaan bagaimana St. Fransiskus sungguh dapat hidup damai dengan semua orang dan semua makhluk? Sumber-sumber inspirasi manakah yang ia gali sehingga ia dapat hidup harmonis dengan seluruh ciptaan? Pertama, Fransiskus tentu belajar dari ucapan yang penting dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 fundamental dari Yesus yang bangkit seperti kita dengarkan dalam Injil Yohanes “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19; 21). Dari teks ini Fransiskus sungguh menyadari bahwa sumber kedamaian sejati itu datangnya dari Tuhan. Kedua, Fransiskus tentu memahami juga, bahwa di dalam Yesuslah surga dan bumi diperdamaikan dan dipersatukan kembali dengan Allah yang mahakuasa (SurOr 13; bdk. Kol 1:20). Ketiga, Fransiskus tentunya dipengaruhi oleh “Sabda Bahagia” yang berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat 5:9). Orang yang membawa damai ini oleh Fransiskus ditafsirkan sebagai “orang yang dalam segala penderitaannya di dunia ini tetap memelihara kedamaian dalam jiwa dan raganya demi cinta kasih kepada Tuhan kita Yesus Kristus” (Pth XV). Ketika ia dicaci maki, ditolak bahkan diusir, ia tetap damai. Hal ini terjadi tentunya karena ia mengalami perdamaian dan bersatu dengan Tuhan. Yang menjadi pegangan bagi Fransiskus Asisi untuk senantiasa hidup dalam damai dengan seluruh makhluk ciptaan sebagaimana yang sangat khas dari Fransiskus Asisi yaitu setiap kali ia bertemu dengan sesama, alam dan tumbuhtumbuhan Fransiskus selalu menyapa dengan pax et bonum artinya damai dan kebaikan karena Fransiskus merasa bahwa yang paling penting dimiliki oleh semua orang bukanlah harta, kedudukan atau pangkat tetapi memiliki hati yang damai dan kebaikan Allah tinggal serta bekerja dalam diri kita. Di mana kebaikan Allah hadir dan bekerja di situlah damai dan keselamatan Kerajaan Surga terwujud nyata. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 b) Paradigma pedagogi Fransiskan Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pendidikan yang berlandaskan pada sikap hidup/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi yang tertuang dalam gita sang surya. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi model pendidikan dalam melahirkan generasi-generasi muda yang peduli dan memiliki relasi yang baik dengan alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup mereka. Pedagogi Fransiskan mengembangkan hubungan Tuhan dengan manusia yang dinyatakan dalam Yesus Kristus dan hidup Fransiskus sendiri. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi suatu pedoman bagi para Fransiskan dalam melaksanakan pelayanannya terutama pelayanan dalam bidang pendidikan untuk membantu setiap pribadi bertumbuh dan berkembang menuju pribadi yang dewasa dan beriman. Sebagai sarana untuk menghantar anak didik dalam menjalin relasi dengan Tuhannya, para pelaku pendidikan (para Fransiskan dan guru-guru) dituntut untuk tidak memandang anak didik yang datang sebagai sasaran atau objek yang kepadanya pengetahuan ditransfer oleh guru tetapi setiap anak didik yang datang merupakan saudara yang dianugerahkan Tuhan yang harus diterima dengan penuh syukur (GT art.40). Pedagogi Fransiskan mengajak setiap pribadi untuk memahami dan mendalami dunia tidak sekedar sebagai tempat alamiah eksistensi manusia tetapi juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah. Jika dunia ini merupakan ungkapan cinta dan keagungan terindah dari Allah, artinya setiap makhluk terutama manusia yang diciptakan dengan akal budi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 mulia dituntut suatu tanggungjawab untuk memelihara dan merawat dunia ini dengan baik. Pedagogi Fransiskan tidak hanya menekankan segi kognitif tetapi juga segi afektif dan psikomotorik anak didik sehingga apa yang dipelajari sungguh nyata dalam tindakan dan pengalaman hidupnya setiap hari. Berhadapan dengan situasi yang sedang terjadi saat ini, pedagogi Fransiskan menawarkan suatu pendidikan yang menghantar setiap pribadi untuk bisa membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam sekitarnya. Model pendidikan yang ditawarkan oleh pedagogi Fransiskan yaitu: pendidikan ekologis dan Ekopedagogi. Pendidikan ekologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antara organisme dan lingkungan sekitar. Model pendidikan Fransiskan ini merupakan bagian warisan dari sikap Fransiskus Asisi terhadap bumi. Sikapnya yang konkrit nyata dalam tindakan yang tercantum dalam gita sang surya yang memberikan hadiah penting pada zaman ini. Bagi Fransiskus yang ilahi, yang manusiawi, kosmik atau alam hadir bagi yang lain (dengan menggunakan pendapat Thomas Bery) Fransiskus memiliki cinta yang mendalam bagi Yesus Kristus inkarnasi Allah; hatinya berlimpah-limpah dengan syukur ketika ia memikirkan Allah menjadi manusia, arsitek dunia menjadi anak bumi. Cinta Fransiskus dan persahabatannya yang akrab dengan makhluk ciptaan seperti saudara ikan, saudari air, saudari burung, saudara monyet dan saudara kelinci memiliki persahabatan yang saling menguntungkan; bukan merupakan pelayanan yang di tujukan kepada seseorang atau sesuatu yang didominasinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 Fransiskus berpikir melampaui pelayanan. Dia berbicara kepada ciptaan yang lain, dan mereka berbicara kepadanya. Dia menyampaikan kepada mereka tentang Allah, dan mereka menyampaikan kepadanya tentang Allah. Dia mengajarkan kepada mereka tentang kesederhanaan dan ucapan syukur dan mereka juga mengajarkan kepadanya tentang kesederhanaan dan ucapan syukur. Cinta Fransiskus terhadap ciptaan di bumi dan inkarnasi Allah dalam pribadi Yesus sebagai pribadi yang kudus. Fransiskus menghormati setiap pribadi karena mereka memiliki integritas dan keutuhan dalam hati yang penuh misteri sebagaimana diungkapkan oleh perancang Ilahi. Sikap Fransiskus inilah yang menjadi alasan untuk mengungkapkan bahwa penidikan Fransiskan harus spesifik, eksperiental, dan persaudaraaan/kekeluargaan (persaudaraan yang universal). Ekopedagogi merupakan suatu pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita ekologi baru-peradaban yang berkelanjutan sehingga anak-anak dan orang muda dapat mewujudkannya dengan bantuan para pendidik dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ekopedagogi mengajak manusia untuk tidak melihat dirinya sebagai tuan dan penguasa atas bumi ini melainkan hadir sebagai anak dan murid dari bumi yang merupakan “ibu” dan “guru” (Mater et magistra) karena sebagai ibu, bumi mengasuh dan menyuap kita dengan aneka tumbuhan yang terhampar indah di alam ini (bdk. Gita Sang Surya Fransiskus Asisi) dan sebagai Guru, bumi menampakkan dalam dirinya “sekolah Kehidupan” yang memberi hikmat dan pengertian bahwa manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam ini. Sumber ekopedagogi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 yang utama adalah berdasarkan pada inspirasi dari sikap dan perilaku St. Fransiskus dari Asisi terhadap alam (bumi). Atas dasar ini, ekopedagogi menekankan karakter pendidikan yang partikular (GSS edisi Mei-juni: 2). Artinya pendidikan yang mengutamakan pengalaman yang berspiritkan persaudaraan dan kekeluargaan. Melalui pengalaman, anak didik diberi kesempatan untuk mengalami langsung realitas yang ada dalam berelasi dengan alam, sedangkan persaudaraan dimaksudkan agar anak didik memiliki kesadaran untuk mengenal dan menemukan diri mereka sendiri dengan semua ciptaan yang ada di bumi pertiwi ini sebagai saudara satu sama lain. Apakah ekopedagogi mengabaikan Teori? Dalam ekopedagogi, teori merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman. Dalam ekopedagogi, teori tidak lagi sesuatu yang hanya berhenti di “kepala” tetapi teori menyatu dan menyerap kedalam seluruh diri menjadi suatu keutuhan dari diri anak didik dalam berelasi dengan seluruh alam ciptaan yang ada. Ekopedagogi bertujuan untuk mewargabumikan manusia. Mewargabumikan manusia berarti mendorong setiap orang untuk mengintegrasikan keadilan sosial, perdamaian dan pendidikan lingkungan. c) Aspek paradigma pedagogi Fransiskan Yang manjadi aspek hakiki dari pedagogi Fransiskan: persaudaraan yang berdasarkan pada kedinaan. Bagi Fransiskus, setiap saudara adalah pelayan sehingga ketika ia berhadapan dengan sesama ia menempatkan diri sebagai saudara yang berasal dari Bapa yang satu dan sama, ketika ia berhadapan dengan makhluk hidup ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 menempatkan diri sebagai ciptaan yang berasal dari satu pencipta. Menjadi “saudara” memiliki dasarnya dalam kebenaran Wahyu bahwa kita semua adalah Anak-anak dari Bapa yang sama (Mat 23:9). Santo Fransiskus dari Asisi mengembangkan gagasan persaudaraan menjadi lebih luas dan menyeluruh atau bersifat universal. Bercermin pada sikap sang santo, paus Fransiskus sangat menekankan kepada seluruh dunia untuk peduli alam dengan gerakan ekologi karena beliau meyakini bahwa dengan gerakan ekologi bisa membawa kemajuan yang besar bagi dunia ini (bdk. LS, art. 14) Persaudaraan semesta yang dicita-citakan Fransiskus Asisi akan dapat terwujud bila dalam diri setiap makhluk terdapat sikap untuk tidak hanya mencintai diri sendiri (egois) tetapi juga memiliki cinta akan lingkungan hidupnya. Cinta ini pada akhirnya juga akan bermuara pada keselamatan dirinya sendiri sebab dunia kita ini tercipta sebagai sebuah ekosistem di mana semua makhluk ada dalam suatu mata rantai yang saling melengkapi satu sama lain. Cinta ini juga yang akan mendorong setiap orang untuk terlibat dalam usaha untuk melestarikan alam ini sebagai bagian dari hidupnya sebagaimana yang dikatakan oleh paus Fransiskus dalam ensikliknya bahwa “pelestarian alam adalah bagian dari suatu gaya hidup yang melibatkan kemampuan untuk hidup bersama dalam persekutuan” (LS art. 228). Menjadi “dina” memiliki dasarnya bahwa : Yesus adalah Guru dan Tuhan, menjadi Hamba dan melayani saudara-saudara-Nya. Kedinaan memiliki nuansa khusus dibandingkan dengan kemiskinan. Kedinaan lebih menunjukkan sikap hati PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 yang mau merendah. Fransiskus menghayati perendahan diri ini terdorong oleh karena kekagumannya akan Allah yang dalam pengalaman imannya hadir sebagai Allah yang merendah. Allah yang sudi menjadi manusia dalam diri Kristus dan berbela rasa dengan penderitaan manusia. Maka sikap rendah hati berbeda dengan perasaan rendah diri/minder yang lebih merupakan kerapuhan jiwa. Kedinaan juga merupakan sikap hati terhadap kekayaan. Baik kekayaan rohani seperti bakat, intelektual, atau talenta yang kita miliki juga kekayaan dalam arti jasmani seperti uang, rumah, harta benda dsb. Kedinaan mengajak kita untuk melihat dan memandang semua kekayaan tersebut bukan sebagai milik kita pribadi tetapi milik Tuhan. Tuhan sendiri sudah menunjukkan diri sebagai pribadi yang solider karena menginginkan semua makhluknya selamat sejahtera maka kehendak Tuhan dalam penggunaan harta kekayaan tentunya agar harta tersebut dipakai sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan semakin banyak orang/masyarakat. Oleh karena itu kedinaan pada akhirnya akan mendukung dan menghasilkan persaudaraan yang lebih kokoh 3. Sesi II : Sepuluh nilai pedagogi Fransiskan Sepuluh nilai pedagogi/prinsip persekolahan Fransiskan (bdk. pedoman pendidikan Fransiskan) yang semestinya senantiasa diperhatikan dan dijalankan yaitu: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130 a) Sacrum ( Kekudusan ) Kudus berarti menjadi milik Allah. Menjalankan pendidikan berbasis nilai kekudusan berarti menyadari bahwa dalam segala kegiatan pendidikan semua harus dilihat kaitannya dengan kehendak Tuhan. Misalnya pendidikan kita hendaknya bertujuan sesuai dengan kehendak Tuhan yakni supaya hasil pendidikan dibaktikan pada kesejahteraan semua orang bukan hanya untuk kepentingan dan kesenangan pribadi (kekayaan sendiri, popularitas pribadi) karena kehendak Tuhan adalah agar semua orang selamat. Salah satu cara menanamkan nilai kekudusan dalam kegiatan pendidikan misalnya dengan mengawali, mengiringi dan mengakhiri kegiatan belajar mengajar dengan doa bersama sehingga semua disadarkan bahwa saya belajar supaya dapat semakin memuliakan Tuhan yakni dengan cara belajar serius supaya dapat sungguh menguasai bahan pelajaran sehingga kelak dapat memanfaatkan kepandaian yang diperolehnya untuk kesejahteraan banyak orang. b) Bonum ( Kebaikan ) Kitab Kejadian menyadarkan kita bahwa semua diciptakan Allah dengan sungguh amat baik. Yang membuat baik adalah karena semua diciptakan dalam martabat yang luhur. Keluhuran ini terjadi karena dalam semua ciptaan terpatri keilahian Allah penciptanya. Dalam diri manusia terpatri gambar dan rupa Allah, dalam diri ciptaan lain yang hidup terpatri jejak Allah (Vestigia Dei) serta dalam ciptaan tidak hidup yang lain terpatri bayangan Allah (Umbra Dei). Menjunjung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 tinggi nilai kebaikan berarti menghargai martabat seluruh ciptaan baik martabatnya sendiri, martabat sesama, dan martabat semua makhluk lain di bumi ini yang terwujud dengan sikap adil kepada semua: memberikan semua sesuai dengan haknya. Jangan sampai orang lain kita korbankan demi upaya kita dalam meraih hak kita atau juga sebaliknya diri kita diabaikan dan dirugikan karena pemenuhan kebutuhan orang lain. Maka pendidikan berbasis nilai kebaikan berarti seluruh upaya dan kegiatan pendidikan harus sedapat mungkin semakin menghormati, mengokohkan, dan mengembangkan martabat manusia dan ciptaan lainnya. c) Verum (Kebenaran) Benar dalam Bahasa Yunani adalah ‘Aletheia’ yang berarti adanya (realitanya) dikenal, dipahami. Maka berbicara soal kebenaran berarti berbicara tentang kesesuaiannya dengan kenyataan yang ada. Belajar dalam hal ini berarti usaha untuk memahami realitas yang ada seutuhnya dalam kejernihan dan kejujuran sehingga anak didik tidak jatuh pada pesimisme atau juga optimisme yang berlebihan namun bisa memahami semuanya secara proporsional. Oleh karena itu, belajar dalam semangat kebenaran berarti sedapat mungkin mengajak seluruh civitas pendidikan untuk tidak hanya memahami segalanya dalam teorinya yang muluk-muluk tetapi dengan pedagogi eksperiensial (learning by doing) mengalami kenyataan dalam segala kekayaan dimensi dan pemaknaannya. Fransiskus sendiri adalah pribadi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 amat menjunjung tinggi pembelajaran eksperiensial seperti terungkap dalam peristiwa Greccio2. d) Iustum ( Keadilan ) Adil berarti memberikan hak untuk tumbuh dan berkembang sampai mencapai kesempurnaan sehingga seiring dengan perkembangannya tersebut dapat terlibat dalam kehidupan masyarakat melalui pelaksanaan kewajiban-kewajibannya secara tulus dan penuh kesediaan berdasarkan kesadaran pribadi bukan karena paksaan. Maka pendidikan berbasis nilai keadilan harus benar-benar memberi ruang tumbuh bagi semua yang terlibat di dalam pendidikan itu sehingga masing-masing juga dapat melaksanakan kewajibannya dengan setia dan bakti. e) Honestum ( Kejujuran ) Kejujuran selain berarti kesesuaian dengan kenyataan dan realita tanpa dimanipulasi demi kepentingan dan keuntungan sendiri atau orang/golongan tertentu juga bermakna tulus atau lurus hati yakni sikap kita terhadap orang lain di mana kita selalu mengharapkan dan mengupayakan agar sesama kita senantiasa dalam keadaan yang baik dan sejahtera. Pendidikan berbasis kejujuran mengajak kita 2 Dalam Buku Riwayat Hidup St.Fransiskus karangan Celano dikisahkan bahwa menjelang Natal Fransiskus mengutarakan keinginannya untuk “dengan mata kepalaku sendiri melihat dan merasakan bagaimana Yesus Kristus, Allah Putra yang luhur lahir di dunia dalam keadaannya yang papa”. Keinginan tersebut menyiratkan penghargaan Fransiskus akan pengalaman pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 untuk membangun dalam diri semua yang terlibat dalam karya pendidikan untuk mempunyai respek pada orang lain dan berusaha untuk membuat orang lain selamat dan sejahtera tentu tanpa melupakan kebutuhan pribadi sehingga tertutup kemungkinan untuk memanipulasi informasi demi keuntungan pribadi. f) Humanum ( Kemanusiaan ) Tujuan pendidikan menurut Driyarkara adalah memanusiakan manusia artinya membuat manusia menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang punya jiwa, raga, keinginan dan harapan sehingga dapat memperlakukan yang lain juga sebagai manusia dengan mengakui dan menghargainya sebagai manusia yakni makhluk yang sama dengan dirinya mempunyai keinginan, harapan, pendapat dan sebagainya. g) Pulchrum ( Keindahan ) Seni mengasah dan memperlembut jiwa. Seni membuka ruang ekspresi anak. Oleh karena itu perkembangan batin anak amat membutuhkan seni. Melalui pendidikan dan ekspresi seni manusia diasah kepekaannya akan keindahan, keharmonisan, keselarasan yang dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan kita untuk juga peka dan peduli akan keindahan dan keluhuran Tuhan dalam setiap ciptaan-Nya. Seni memungkinkan orang untuk merasakan damai dalam hidupnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134 8. Unum ( Kesatuan, Keutuhan ) “Ut Omnes Unum Sint” adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin. Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut :” Supaya mereka menjadi satu”. Kalimat ini diangkat dari Injil Yohanes 17 : 21. Unum (persatuan, kesatuan) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab. Pemikiran yang melatar-belakangi istilah ini adalah: adanya kesatuan umat Allah yang dalam Kitab Suci Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa. Persekutuan ini digambarkan oleh pemazmur yang sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama rukun dan damai (Mzm13:7). Dalam Perjanjian Baru kesatuan itu lebih dimengerti sebagai keadaan akibat dirobohkannya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang kafir; antara orang Yunani dengan orang bukan Yunani; antara tuan dan hamba; antara lakilaki dan perempuan. Semua menjadi satu di dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12, Gal. 3:26-29). Yesus Kristus adalah satu-satunya dasar dari kesatuan umat-Nya yang beragama. Orang percaya adalah saudara-saudara dari Yesus Kristus. Dan saudara satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu Allah dan Bapa dari semua (Gal. 4:6). Mereka dituntun oleh Roh yang satu menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Gal. 2:22). Injil Yohanes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar muridmurid-Nya menjadi satu. Keinginan Yesus ini disampaikan melalui doa permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 eksistensi para murid di tengah dunia, termasuk eksistensi orang percaya. ”Supaya semua menjadi satu” adalah doa Yesus yang tetap aktual hingga kini. Dengan menjadi ”satu”, maka dunia percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia. Kita dipanggil untuk ”menjadi satu” sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Hendaklah persatuan dan kesatuan ini senantiasa diwujudkan dalam pelayanan kita di tengahtengah Gereja dan masyarakat. 9. Clarum (Cemerlang, Cahaya, Kecerdasan ) Pedagogi Fransiskan berusaha mengarahkan dan mengembangkan kepribadian anak didik holistik dan bermutu dalam aspek kemanusiaan, iman, moral dan sosial. Dalam proses pendidikan itulah anak didik semakin memperoleh wawasan dan khasanah pengetahuan yang luas dan memadai serta kritis (bijaksana) demi mencerdaskan dirinya dan sesama. Di sisi lain pedagogi Fransiskan ini turut mendukung visi dan misi negara RI seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...” Nilai pedagogi Fransiskan yang integral inilah yang menjadi cahaya (terang) baru dalam membangun dan mencerdaskan kehidupan Gereja, bangsa, dan dunia yang bersatu dan damai. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 10. Pacem : ( Damai ) Profil lulusan yang dicita-citakan oleh pendidikan YEMS adalah pribadipribadi yang setelah mengalami pendidikan di lembaga pendidikan yang bernaung di YEMS ini berkembang ke arah gambaran manusia ideal yakni manusia yang didukung oleh kematangan/kedewasaan iman dan pribadinya serta perkembangan seluruh talentanya secara optimal, utuh dan seimbang dan tergerak hatinya oleh Roh Kudus dalam kasih untuk solider dengan sesamanya teristimewa yang miskin dan tersingkir, melibatkan diri secara proaktif dan setia sebagai wujud baktinya kepada Allah dalam upaya dan perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang damai dan sejahtera yang semakin layak dihuni oleh siapapun manusia apapun agama, suku, adat dan kepercayaannya demi tercipta kehidupan yang semakin harmonis dan saling membahagiakan satu sama lain. Pedagogi Fransiskan menghantar anak didik untuk menginternalisasikan nilai kedamaian kepada semua orang. Fransiskus Asisi telah memberi inspirasi kepada para pengikutnya yaitu selalu membawa damai (shalom) kepada semua orang bahkan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Pax et Bonum (Damai dan Kebaikan). 4. Sesi Tanya jawab Pada sesi ini, diberi waktu bagi para peserta workshop/para guru untuk semakin mendalami tentang penghayatan spiritualitas Fransiskan dalam menerapkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137 paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah terutama dalam proses interaksi edukatif di kelas melalui setiap mata pelajaran. Contoh panduan pertanyaan: a. Apa yang mendasari spiritualitas Fransiskan? b. Bagaimana menghayati nilai/keutamaan dari spiritualitas Fransiskan? c. Situasi apa yang melatarbelakangi munculnya paradigma pedagogi Fransiskan ini? d. Bagaimana menerapkan pedagogi Fransiskan ini di sekolah terutama dalam dinamika di dalam kelas? 5. Sesi III : Sharing pengalaman guru Dalam sesi ketiga ini, menjadi kesempatan yang baik bagi para peserta/para guru untuk mensharingkan pengalamannya tentang semangat St. Fransiskus Asisi yang menjiwai setiap guru dalam menjalankan tugas dan perutusannya dalam mendidik setiap pribadi yang ada di sekolah ini. Dalam sharing ini, setiap guru diberi kesempatan untuk membagikan pengalamannya tentang sejauh mana pemahamannya terkait dengan spiritualitas Fransiskan, sejauh mana semangat St. Fransiskus Asisi menjiwainya dalam tugas perutusannya dan bagaimana peranan nilai-nilai spiritualitas Fransiskan itu dalam hidup hariannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 6. Penutup : Diskusi bersama untuk menerapkan pedagogi Fransiskan di sekolah terutama melalui setiap mata pelajaran yang berlaku di sekolah. Pada bagian penutup ini, masih diberi kesempatan bagi para peserta/guru untuk mendiskusikan bagaimana cara menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan dalam interaksi edukatif di kelas melalui setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada anak didik dan juga tindakan yang bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 BAB V PENUTUP Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari skripsi ini dan saran yang dapat membangun dan berguna bagi para pembaca yang budiman terutama bagi Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth Medan secara khusus bagi Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS) Samarinda-Kalimantan Timur. A. Kesimpulan Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pendidikan yang berlandaskan pada sikap hidup/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi yang tertuang dalam Gita Sang Surya. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi model pendidikan dalam melahirkan generasi-generasi muda yang peduli dan memiliki relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup mereka. Pedagogi Fransiskan mengembangkan hubungan Tuhan dengan manusia yang dinyatakan dalam Yesus Kristus dan hidup Fransiskus sendiri. Bagi Fransiskus Asisi, tujuan dari suatu pendidikan tidak hanya sekedar untuk perkembangan dan kemajuan diri sendiri tetapi untuk suatu nilai yang lebih luhur dan mulia yakni kemuliaan Tuhan dan demi kebaikan sesama bahkan seluruh alam semesta. Nilai-nilai dalam paradigma pedagogi Fransiskan merupakan warisan dari semangat hidup St. Fransiskus Asisi. Untuk menanamkan nilai-nilai pedagogi Fransiskan ini kepada setiap anak didik, maka guru-guru YEMS harus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 memahami paradigma pedagogi Fransiskan sehingga dapat menerapkannya bagi para anak didik di sekolah yang bernaung dan di kelolah oleh YEMS. Yayasan Elifa Mitra Setia adalah suatu bentuk Institusi berbadan hukum yang didirikan pada tgl 14 Okt 1993 berlokasi di jalan Belatuk No. 23 RT. 18 Kelurahan Temindung Permai Kecamatan Sungai Pinang Kalimantan Timur dalam rangka melaksanakan Program Pendidikan Nasional. Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS) merupakan salah satu karya pelayanan dari para suster Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE) yang melayani dalam bidang pendidikan. Karya pendidikan yang dikelolah oleh YEMS juga merupakan perwujudan dari semangat/spiritualitas St. Fransiskus Asisi yang dihidupi dan dihayati oleh para suster FSE yang tertuang dalam Kharisma Kongregasi (Daya kasih Kristus yang menyembuhkan) yakni dipanggil untuk melayani mereka yang sakit dan menderita. Dari hasil wawancara dengan para guru YEMS dapat dikatakan bahwa sebagian besar para guru YEMS belum sungguh-sungguh memahami paradigma pedagogi Fransiskan sehingga dalam menjalani tugas dan pelayanan setiap hari sebagai pendidik/guru, dalam menghayati spiritualitas Fransiskan masih dalam bentuk aturan-aturan yang diterapkan di sekolah dan belum sungguh-sungguh menghayati spiritualitas Fransiskan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman tentang paradigma pedagogi Fransiskan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 B. Saran Bertolak dari kesimpulan di atas, penulis merasa ada beberapa pokok yang perlu diperhatikan oleh Kongregasi secara khusus Yayasan Elifa Mitra Setia yang menaungi sekolah-sekolah Asisi di Samarinda yang menjadi tempat karya para guru antara lain: pemahaman dan wawasan tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan cara penerapan paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah. Maka untuk meningkatkan dan menambah wawasan para pendidik/guru YEMS tentang penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam menghayati spiritualitas Fransiskan, penulis memberikan saran sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman para guru tentang pedagogi Fransiskan: 1. Mengadakan rekoleksi/penyegaran tentang paradigma pedagogi Fransiskan bagi para Fransiskan/para suster FSE yang berkarya di bidang pendidikan, sehingga para suster sungguh menjadi teladan bagi para guru yang berkarya di YEMS dalam menerapkan pedagogi Fransiskan sebagai wujud penghayatan spiritualitas Fransiskan. 2. Mengadakan pertemuan (pembicara bisa dari para saudara OFM yang sungguh ahli dalam bidang ini) untuk mendalami paradigma pedagogi Fransiskan dalam membantu pemahaman dan penghayatan para guru YEMS tentang paradigma pedagogi Fransiskan sehingga spiritualitas Fransiskan sungguh menjadi semangat yang menjiwai pelayanan dan perutusan para guru YEMS setiap hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142 3. Agar pertemuan itu berkelanjutan, tema tentang pedagogi Fransiskan bisa dikemas dalam program retret/rekoleksi tahunan Guru YEMS sehingga selalu ada penyegaran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143 DAFTAR PUSTAKA Anggaran Dasar Dan Cara Hidup Saudara-Saudari Ordo Ketiga Regular St. Fransiskus. (1984). ( diterjemahkan oleh Augustinus Card, Casaroli, Prefek urusan umum Gereja, diberikan di Roma, pada takhta Santo Petrus, dengan meterai Cincin Nelayan, pada tanggal 8 Desember 1982). Jakarta: SEKAFI Bodo, Murray. (2002). Fransiskus Perjalanan Dan Impian. Bogor : Grafika Mardi Yuana Bruno Syukur, Paskalis. (2014). Discermen. Jakarta: JPIC-OFM Indonesia. Celano, Thomas (1979). St. Fransiskus Dari Asisi. Jakarta : SEKAFI Chan, Yance. (2009). The wise lesson & Inspiring Words. Yogyakarta : Kanisius Conti, Martino. (2006). Identitas Fransiskan. Bogor: Grafika Mardi Yuana Darminta, J. (2006). Praksis Pendidikan Nilai. Yogyakarta : Kanisius Daryanto dan Agung Suprihatin. (2013). Pengantar Pendidikan Lingkungan Hidup. Yogyakarta : Gava Media Dohut, Jhony. (2015). Ekopedagogi: perubahan radikal atau mati. (Majalah Gita Sang Surya edisi mei-Juni). Jakarta: JPIC OFM Drost, J. (2002). Pedagogi Ignasian. Manuskrip yang berisi teori tentang Manajemen Berbasis Sekolah. E, Mulyasa. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosda Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium. Diterjemahkan oleh Adisusanto, F.X dan Harini Tri Prasasti, Bernadeta. Bogor: Grafika Mardi Yuana _________. (2015). Laudato Si. Diterjemahkan oleh Martin Harun. Jakarta : Obor Go And Teach (2009). Manuskrip yang berisi pedoman umum untuk pendidikan Fransiskan yang dikeluarkan oleh Sekretariat General Fransiskan Groenen, Cletus. (1997) Fransiskus Dari Asisi. Jakarta : SEKAFI ________. (2012). Hendaklah berjalan terus dengan kaki cepat, ringan, tanpa tersandung. Bogor: Grafika Mardi Yuana ________. (1987). Kisah Tiga Sahabat. Jakarta : SEKAFI Groome, Thomas H.(2010). Christian Religious Education. Jakarta : Gunung Mulia Heuken, A. (2002). Spiritualitas Kristiani. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka http://pojokseminari.blogspot.co.id/2011/06/ordo-fratrum-minorum-ofm.html). Iriarte, Lazaro. (1995). Panggilan Fransiskan. Sibolga: Capusin Kartono, ST. (2011). Menjadi Guru Untuk Muridku. Yogyakarta : Kanisius Kitab Hukum Kanonik. (2006). Dokumen asli diterbitkan tahun 1983 (R. D. R. Rubiyatmoko, Ed). Bogor : Grafika Mardi Yuana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144 Konstitusi Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth. (2000). Manuskrip yang berisi konstitusi dan statuta yang disahkan oleh Uskup Keuskupan Agung Medan pada 20 November 2010. Ladjar, Leo Laba. (2000). Karya-karya Fransiskus dari Asisi. Bogor : Grafika Mardi Yuana Leo, Sherley. (1997). Fioreti. Disadur dari buku the little flowers of saint Francis with five consideration on the sacred stigmata oleh tim sekafi. Bogor : grafika mardi yuana Marpaung, Manangar C. (2008). Introduksi Spiritualitas Fransiskan. Medan:Bina Media. Mbula, V. Darmin. (2015). Ekopedagogi: membangun komunitas persaudaraan semesta (Majalah Gita Sang Surya edisi mei-Juni). Jakarta: JPIC OFM Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. (NN). (2008). Paradigma Pedagogi Reflektif . Yogyakarta : Kanisius (NN). (2010) .Paradigma Pedagogi Reflektif . Yogyakarta : Kanisius Pirkl, Margaret. (1992) Spirit And Life. Manuskrip yang berisi jurnal untuk pendidikan Fransiskan Ratio Formationis Fransiscanae (2003). Manuskrip yang beisi pedoman pendidikan Fransiskan yang dikeluarkan oleh Sekretariat General Fransiskan Riyanto, Theo. (2015). Guru Komunikatif Pembelajaran Jadi Efektif. Yogyakarta : Kanisius Rosetti Felice. (1984). Orangtua Santo Fransiskus. Jakarta : SEKAFI. Mintara Sufiyanta, A. (2012). Guruku Malaikat Jiwaku. Jakarta :Obor. Suparno, Paul dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta: Kanisius Supriyati, Y. (2012). “Pengantar Pendidikan”. Diktat untuk mahasiswa semester I, Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sanata Dharma Syaiful Bahri Djamarah. (2010). Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka cipta PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN I PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA DENGAN GURU YEMS 1. Bagaimana wujud penghayatan spiritualitas Fransiskan oleh para guru YEMS dalam melaksanakan tugas pelayanannya setiap hari di sekolah? 2. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para guru sebagai wujud penghayatan semangat Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah terutama yang berkaitan dengan alam atau lingkungan hidup? 3. Kegiatan apa saja yang sering dilaksanakan di sekolah sebagai suatu sarana untuk mendalami spiritualitas St. Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah di YEMS? 4. Apa yang dipahami oleh para guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan? 5. Bagaimana hubungan atau relasi guru dengan karyawan/i dan terutama relasi guru dengan anak didik dalam proses interaksi di sekolah baik interaksi edukatif di kelas maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah? [1] PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI LAMPIRAN 2 JAWABAN/HASIL WAWANCARA DENGAN GURU YEMS 1. Wujud penghayatan spiritualitas Fransiskan oleh para guru YEMS dalam melaksanakan tugas pelayanannya setiap hari di sekolah yaitu: Yang paling konkrit dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan di sekolah yaitu persaudaraan dan kesederhanaan walaupun masih dalam bentuk aturan sekolah seperti : dalam mengambil setiap kebijakan terutama menentukan tempat untuk mengadakan suatu kegiatan yang melibatkan seluruh warga sekolah, menanamkan motivasi kepada para guru bahwa dalam tugas perutusan sebagai pendidik di sekolah Fransiskus Asisi Samarinda ini hadir sebagai pelayan karena setiap anak didik adalah saudara, atau yang sering diistilahkan dengan : “Service is the first, not Money” Dalam penghayatan kesederhanaan ditetapkan juga dalam aturan sekolah bahwa: di sekolah tidak diperkenankan membawa mobil ke sekolah (latar belakang ekonomi anak didik yang sebagian besar menengah ke atas), tidak diperkenankan memakai perhiasan, tidak merayakan ulang tahun yang besarbesaran di sekolah hanya mendoakan teman yang berulang tahun dengan acara yang sederhana saja [2] PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Menyapa setiap orang sebagai saudara baik karyawan maupun anak didik dengan salam Fransiskus : Pax et Bonum/Pace e Bene 2. Kegiatan yang dilakukan oleh para guru sebagai wujud penghayatan semangat Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah terutama yang berkaitan dengan alam atau lingkungan hidup yaitu : Penghijauan melalui penanaman pohon, cinta lingkungan dengan menjaga kebersihan, tidak merokok dan program pembersihan sungai Kamamumus bekerjasama dengan organisasi pungut sampah Samarinda. 3. Kegiatan yang sering dilaksanakan di sekolah sebagai suatu sarana untuk mendalami spiritualitas St. Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah di YEMS yaitu : Seminar dalam menyambut ulang tahun sekolah, rekoleksi/retret tahunan sekolah (kadang-kadang pemberinya dari saudara OFM Cap Medan) 4. Yang dipahami oleh para guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan yaitu: Secara praksis para guru sudah menghayati spiritualitas Fransiskan walaupun masih dalam bentuk aturan, akan tetapi teori tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan penerapannya di sekolah belum tahu bahkan belum pernah mendengar tentang pedagogi Fransiskan. [3] PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Hubungan atau relasi guru dengan karyawan/i dan terutama relasi guru dengan anak didik dalam proses interaksi di sekolah baik interaksi edukatif di kelas maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yaitu : Secara umum dalam membina relasi dengan karyawan selalu ditekankan budaya sapa-menyapa (salam Fransiskus) sebagai saudara sehingga tidak ada perbedaan antara guru dan karyawan tetapi semuanya adalah sama. Relasi dengan anak didik : pendekatan Dialogal yaitu melihat anak didik sebagai subjek pendidikan bukan objek pendidikan, walaupun dalam kenyataannya setiap hari masih ada beberapa guru yang memandang anak didiknya sebagai objek dari pendidikan itu. Pandangan yang mengatakan bahwa anak didik sebagai objek pendidikan ini dipengaruhi oleh latar belakang dan karakter dari guru yang bersangkutan sehingga sulit untuk mengubah pandangan tersebut, apalagi guru ini sudah termasuk dalam golongan senior. [4]