usulan penerapan paradigma pedagogi fransiskan bagi para guru

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
USULAN PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN
BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA SAMARINDA
DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Selestina Uduk
NIM : 121124045
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Yesus Sang Guru sejati yang telah mendidik
dan mengajariku dengan penuh kasih
Persaudaraan Suster Fransiskanes St. Elisabeth dan Yayasan Elifa Mitra Setia
Anggota keluargaku yang selalu mendoakanku
Almamaterku tercinta dan para Dosenku yang telah menorehkan ilmu dan cinta
Sahabat dan teman-temanku yang juga turut memberi warna bagi hidupku hingga
kini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Tuhan yang memulai dan Tuhan juga yang akan menyelesaikannya,
aku hanya melakukan apa yang dikehendaki-Nya.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul USULAN PENERAPAN PARADIGMA
PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA
MITRA SETIA SAMARINDA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS
FRANSISKAN, berawal dari ketertarikan penulis tentang paradigma pedagogi
Fransiskan. Pendidikan merupakan investasi masa depan, hal ini mendorong
penulis untuk mendalami paradigma pedagogi Fransiskan yang merupakan suatu
model pendidikan yang berlandaskan pada sikap hidup/Spiritualitas St. Fransiskus
dari Asisi terhadap bumi, suatu model pendidikan dalam melahirkan generasigenerasi muda yang peduli dan memiliki relasi yang baik dengan Tuhan, sesama
dan alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup mereka maka
skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para guru di yayasan Elifa Mitra Setia
dalam proses interaksi edukatif dapat menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan
di sekolah.
Permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah apa itu paradigma pedagogi
Fransiskan dan bagaimana penerapannya di sekolah. Untuk mengkaji masalah ini,
diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu wawancara terhadap para guru YEMS
telah dilaksanakan. Disamping itu studi pustaka juga sangat diperlukan untuk
memperoleh pemikiran-pemikiran yang direfleksikan sehingga memperoleh
gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan bagi para guru YEMS dalam
menerapkan pedagogi Fransiskan.
Hasil akhir menunjukkan bahwa sebagian besar guru YEMS belum
memahami secara mendalam paradigma pedagogi Fransiskan dalam penghayatan
spiritualitas Fransiskan. Namun sebagian guru sudah memahami dan
menghayatinya walaupun masih dikemas dalam bentuk aturan sekolah. Maka
penulis mengusulkan workshop untuk membantu para guru mendalami tentang
paradigma pedagogi Fransiskan dan penerapannya di sekolah. Penulis melihat
kegiatan ini sangat baik karena melalui kegiatan ini guru memperoleh banyak
informasi, menambah wawasan dan pemahaman tentang paradigma pedagogi
Fransiskan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The title of this undergraduate Thesis is THE PROPOSAL OF THE
APPLICATION OF
THE PARADIGM
OF THE FRANCISCAN
PEDAGOGY
FOR THE TEACHERS OF ELIFA MITRA SETIA
FOUNDATION SAMARINDA IN LIVING OUT THE FRANCISCAN
SPIRITUALITY, starting from the interest of the writer on the Franciscan
pedagogy paradigm. Education is an investment of the future. This statement has
encouraged the writer to explore the paradigm of the Franciscan pedagogy
as a model of education that is based on the way of life and the spirituality of St.
Francis of Assisi. This is the model of education which produces the young
generations who care and have a good relationship with God, human beings and the
universe. God, human beings and the universe cannot be separated. Based on this
background, the purpose of this undergraduate thesis is to help the teachers
in Elifa Mitra Setia foundation to implement the process of education by using the
paradigm of the Franciscan pedagogy at school.
The primary issue which is written in this undergraduate thesis : what
is the paradigm of the Franciscan pedagogy and how it is applied at
school. Accurate data is needed. Therefore, interviews with teacher YEMS have
been done. The literature study is important in order to obtain the ideas. Those
ideas can be used as a contribution to the teacher of YEMS in implementing
the paradigm of the Franciscan pedagogy.
The final results showed that most of the YEMS teachers have not
understood deeply the paradigm of the Franciscan pedagogy in the light of the
Franciscan spirituality. However, some teachers have understood and lived it while
still implemented in the form of school rules. The writer proposes a workshop to
help teachers in order to learn more about the paradigm of the Franciscan
pedagogy and its implementation at school. The writer sees that this activity is very
important because through this activities the teachers will get more information,
increase their knowledge and understand the paradigm of the Franciscan pedagogy.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur bagi Yesus sang Guru sejati yang telah mendampingi,
membimbing dan mengajari penulis dengan rahmat dan kasih-Nya yang tiada batas
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
USULAN
PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA
GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA SAMARINDA DALAM
MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN.
Penulis sungguh menyadari skripsi ini bisa berhasil ditulis karena dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu penulis dengan kesungguhan hati mengucapkan limpah terima kasih
kepada:
1. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama yang dengan sabar,
teliti, setia dan penuh kasih mendampingi, membimbing dan mencurahkan
seluruh pikiran pada penulisan skripsi ini.
2. Dr. Carolus Putranta, SJ selaku dosen penguji kedua sekaligus Dosen
pembimbing Akademik yang dengan tulus memberi sapaan dan dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. L. Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum selaku dosen penguji ketiga
yang dengan penuh keramahan menyapa dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
5. Dewan Pemimpin Umum persaudaraan Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE),
yang memberikan waktu dan kesempatan, kepercayaan, perhatian dan
dukungan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan sampai pada
penyelesaian penulisan skripsi ini.
6. Para Suster FSE secara khusus Komunitas St. Yohanes Don Bosco Yogyakarta
yang selalu hadir sebagai teman sekaligus sahabat yang selalu mendukung dan
menemani penulis selama proses perkuliahan sampai dengan penulisan skripsi
ini.
7. Yayasan Elifa Mitra Setia (Sr. Yolanda FSE) yang selalu siap memberikan
informasi tentang para guru YEMS dalam membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini
8. Guru di sekolah St. Fransiskus Asisi Samarinda yang bersedia diwawancarai
penulis
9. Para saudara OFM (P. Darmin OFM, P. Vitalis OFM, P. Patris OFM, Br.
Damas OFM) yang selalu siap membantu penulis dengan meminjamkan bukubuku referensi yang dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Staf perpustakaan
Prodi
PAK yang telah melayani penulis dalam
meminjamkan buku-buku dari Perpustakaan yang dibutuhkan oleh penulis
11. Sahabat dan kenalan yang turut mendukung penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................
iv
MOTTO ..................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.....
vii
ABSTRAK ..............................................................................................
viii
ABSTRACT ..............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ............................................................................
x
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................
xvii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................
6
C. Tujuan Penulisan .............................................................
7
D. Manfaat Penulisan ...........................................................
7
E. Metode Penulisan ............................................................
7
F. Sistematika Penulisan ....................................................
8
PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN ......................
10
A. Siapakah Fransiskus dari Asisi .......................................
10
1. Masa kecil Fransiskus dari Asisi ...............................
11
2. Masa remaja Fransiskus dari Asisi ............................
12
BAB II
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
3. Panggilan Fransiskus dari Asisi ................................
14
B. Nilai-Nilai Spiritualitas Fransiskan .................................
18
1. Spiritualitas Kristiani ...............................................
18
2. Spiritualitas Fransiskan ............................................
20
a. Persaudaraan Sejati ..............................................
24
b. Kemiskinan .........................................................
27
c. Kebahagiaan Sejati ..............................................
31
d. Perdamaian .........................................................
34
C. Paradigma Pedagogi Fransiskan .....................................
36
1. Paradigma..................................................................
36
2. Pedagogi ....................................................................
38
3. Fransiskan .................................................................
38
4. Paradigma Pedagogi Fransiskan ...............................
39
a. Pendidikan Ekologi..............................................
43
b. Ekopedagogi .......................................................
51
D. Rangkuman .....................................................................
60
SEMANGAT PELAYANAN PARA GURU DIJIWAI
OLEH SPIRITUALITAS ST. FRANSISKUS ASISI ..........
62
A. Tugas dan Peran Guru dalam Dunia Pendidikan ............
63
1.
Tugas & Tanggungjawab Guru dalam Pendidikan ..
65
2.
Peran Guru dalam Pendidikan… .............................
68
a. Guru sebagai Pendidik sekaligus Pengajar .........
69
b. Guru sebagai Pembimbing .................................
70
c. Guru sebagai Fasilitator......................................
71
d. Guru sebagai Inspirator ......................................
72
e. Guru sebagai Motivator ......................................
73
f. Guru sebagai Model/Teladan .............................
74
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
g. Guru sebagai Korektor .......................................
75
h. Guru sebagai Evaluator ......................................
76
B. Semangat Pelayanan Para Guru YEMS Dijiwai oleh
Spiritualitas Fransiskan ..................................................
77
1.
Sacrum .....................................................................
85
2.
Bonum ......................................................................
86
3.
Verum ......................................................................
87
4.
Iustum ......................................................................
87
5.
Honesti .....................................................................
88
6.
Humanum ................................................................
88
7.
Pulchrum .................................................................
89
8.
Unum .......................................................................
89
9.
Clarum .....................................................................
90
10. Pacem ......................................................................
91
C. Penerapan Paradigma Pedagogi Fransiskan bagi Para
BAB IV
Guru Dalam Menghayati Spiritualitas Fransiskan ..........
92
D. Rangkuman .....................................................................
98
USULAN PROGRAM PENERAPAN PARADIGMA
PEDAGOGI FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YEMS
DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN
DALAM PERUTUSANNYA ..............................................
100
A. Latar belakang penyusunan program ..............................
100
B. Tujuan program ...............................................................
102
C. Penerapan Pedagogi Fransiskan di Sekolah ....................
104
D. Kegiatan Dan Petunjuk Pelaksanaan Program ...............
106
E. Materi Workshop ............................................................
107
F. Matrix Workshop............................................................
107
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Pelaksanaan Workshop ...................................................
114
PENUTUP..............................................................................
139
A. Kesimpulan ...................................................................
139
B. Saran..............................................................................
141
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
143
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
145
1. LAMPIRAN I ...................................................................................
(1)
2. LAMPIRAN II .................................................................................
(2)
BAB V
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan kitab suci dalam skripsi ini mengikuti
kitab suci
Deuterokanonika, yang diterbitkan Lembaga Biblika Indonesia
B. Singkatan dokumen Resmi Gereja
Kan
: Kanon
KHK
:
Kitab Hukum Kanonik
diundangkan
(Codex
Iuris Canonici),
oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal
25 Januari 1983
C. Singkatan Lain
AD
: Anggaran Dasar
AD3R
: Anggaran Dasar Ordo ketiga Regular Santo Fransiskus,
(diberikan di Roma, pada takhta Santo Petrus, dengan
meterai
Cincin Nelayan, pada 8 Desember 1982)
AngBul
: Anggaran Dasar dengan Bulla, (anggaran dasar yang
diteguhkan dengan surat peneguhan/bulla)
AngTBul
: Anggaran dasar Tanpa Bulla, (disusun tahun 1221, pada
masa
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
paus Honorius III disebut “tanpa bulla” karena anggaran
dasar
ini tidak diteguhkan dengan surat peneguhan (bulla)
Art
: Artikel
Bdk
: Bandingkan
Cel
: Celano
Dsb
: Dan sebagainya
Dst
: dan seterusnya
EG
: Evangelii Gaudium (ensiklik pertama yang ditulis oleh
Paus
Fransiskus pada tanggal 24 November 2013 sebagai
ajakan
untuk hadir menjadi saksi suka cita injili)
FAK
: Fransiskus Asisi dan Karya-karyanya
FSE
: Fransiskanes Santa Elisabeth
GT
: Go and Teach
GSS
: Gita Sang Surya
Hal
: Halaman
Konst
: Konstitusi
K3S
: Kisah Tiga Sahabat
LS
: Laudato Si (ensiklik kedua yang ditulis oleh Paus
Fransiskus
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada tanggal 18 Juni 2015 yang berisi ajakan untuk
peduli
terhada alam sebagai ibu)
No
: Nomor
OFM
: Ordo Fratrum Minorum
Okt
: Oktober
PPF
: Pedoman Pendidikan Fransiskan
PPL
: Program Pengalaman Lapangan
Psl
: Pasal
Pth
: Petuah
RI
: Republik Indonesia
RT
: Rukun Tetangga
SD
: Sekolah Dasar
SMA
: Sekolah Menengah Atas
St
: Santo atau Santa
Surkus
: Surat kepada para Kustos
SurOr
: Surat kepada Ordo
Tgl
: Tanggal
UUD
: Undang-Undang Dasar
Was
: Wasiat
YEMS
: Yayasan Elifa Mitra Setia
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah Investasi masa depan. Ungkapan ini sudah tidak
menjadi sesuatu yang asing bagi kita. Hampir di setiap lembaga pendidikan tertulis
kalimat ini. Hal ini mau mengatakan bahwasanya pendidikan memiliki peran yang
sangat penting dalam membentuk manusia menjadi pribadi-pribadi yang utuh
sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki jiwa pejuang dalam memajukan
kehidupan bangsa ini. Pendidikan bukan suatu entitas yang terpisah dari entitas
lainnya, sehingga proses perkembangan dalam dunia pendidikan dipengaruhi oleh
berbagai aspek. Lawrence Cremin mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha
sengaja, sistematis, dan terus-menerus untuk menyampaikan, menimbulkan atau
memperoleh pengetahuan, sikap, nilai ataupun keahlian (bdk. Groome, 2010:29).
Kesengajaan proses pendidikan akan lebih nyata bila pendidikan itu dipandang
secara sosiologis. Artinya bahwa pendidikan itu bukan tanggung jawab pribadi tetapi
proses pendidikan merupakan tanggungjawab semua manusia terutama bagi para
pendidik dan pemerhati pendidikan.
Seiring dengan perkembangan zaman ini, pendidikan sedang berhadapan
dengan tantangan yang sangat serius. Hal ini terjadi karena pendidikan dihadapkan
pada berbagai dinamika yang selalu berubah dan tidak pernah konstan sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
perubahan yang ditimbulkan oleh globalisasi zaman ini. Terutama perkembangan
zaman dan pendidikan di Indonesia saat ini.
Pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini ibarat seseorang yang sedang
mencari identitas dirinya. Di satu sisi, pendidikan di Indonesia sedang dirundung
masalah,
di sisi lain perkembangan teknologi menuntut perjuangan yang lebih
ekstra. Demikian juga masalah-masalah dalam dunia pendidikan selalu berkaitan
dengan persoalan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal ini bisa dimengerti
karena pendidikan merupakan suatu proses belajar-mengajar yang melibatkan
banyak pihak. Misalnya pemerintah, kurikulum, perkembangan teknologi dan juga
tenaga pendidik yang berperan dalam proses pendidikan tersebut. Bertolak dari
masalah-masalah yang sedang terjadi dalam dunia pendidikan, menuntut para
pengajar di sekolah-sekolah dalam menyajikan bahan-bahan akademis harus
bertindak sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik (bdk Drost, 2002:1).
Dalam rangka mencapai Tujuan Pendidikan Nasional, pada Bab II tentang
Dasar, Fungsi, dan Tujuan khususnya pada Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak
serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan
Bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
berilmu dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Di sini jelas bahwa pendidikan sungguh berperan dan bertanggung jawab
dalam menumbuh-kembangkan kehidupan para generasi penerus bangsa ini sehingga
guru selaku tenaga pendidik harus sungguh-sungguh menyadari tugas dan tanggungjawabnya. Melalui kesadaran akan tugas dan tanggungjawab di atas, guru terbuka
untuk berusaha mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki demi
menciptakan dan menumbuh-kembangkan pribadi-pribadi yang menjadi harapan
bangsa dimasa yang akan datang. Akan tetapi, guru (dan juga para pemerhati
pendidikan) harus juga menyadari
bahwasanya Pendidikan bukan semata-mata
untuk menciptakan teknokrat-teknokrat dengan keahlian yang tinggi, tetapi
pendidikan menciptakan manusia-manusia yang berpihak dalam memperjuangkan
keadilan dan perdamaian didalam dunia ini sehingga proses pendidikan harus
menyeluruh sebagaimana tertuang dalam buku pedoman pendidikan Fransiskan
(PPF) yang dikeluarkan oleh Sekretariat General untuk pendidikan Fransiskan art.
53 bahwa “studi tidak tebatas pada dimensi intelektual”. Hal ini mau mengatakan
bahwa dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menekankan pada segi kognitif
(intelektual) saja tetapi juga harus menyentuh segi afeksi (hati) peserta didik
sehingga peserta didik tergerak untuk ber-aksi (segi Psikomotorik).
Sejalan dengan apa yang tertuang dalam PPF art. 53, dalam ensikliknya yang
berjudul Evangelii Gaudium (EG) art. 242-243,
paus Fransiskus dengan jelas
menguraikan tentang dialog antar iman dan ilmu pengetahuan menjadi bagian dari
karya evangelisasi demi terciptanya perdamaian. Beliau juga mengatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
gereja tidak menahan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada tetapi
perkembangan itu menghantar setiap orang untuk bersukacita dan mengakui
anugerah Allah yang sungguh besar bagi manusia melalui kemampuan berpikir
manusia.
Bertolak dari situasi yang ada, pendidikan yang dikelola oleh Yayasan Elifa
Mitra
Setia
(YEMS)
percaya
bahwa
pendidikan
bisa
berperan
dalam
memperjuangkan perubahan sosial menuju kehidupan bersama yang lebih adil,
bersaudara, solider dan lebih memihak pada kaum lemah (option for the poor), dan
inilah yang menjadi alasan keberadaan
sekolah-sekolah
yang bernaung dalam
YEMS sehingga lembaga ini senantiasa berusaha dan bekerja keras untuk menata
sedemikian rupa tujuan dari keberadaan lembaga pendidikan ini yang tertuang dalam
visi dan misi dari YEMS. Selain visi dan misi, guru juga harus sungguh-sungguh
dibekali
dan
dipersiapkan
sehingga
guru sebagai tenaga pendidik
dapat
membantu anak didik yang dianugerahkan Tuhan untuk dibimbing, dibantu dalam
usaha untuk mengembangkan diri mereka sehingga pada akhirnya anak didik ini
dapat tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang utuh baik dari segi jasmani maupun
rohani.
Proses pendidikan yang diselenggarakan oleh YEMS berdasar
pada
spiritualitas Fransiskan yang tertuang dalam Kharisma Kongregasi Fransiskanes
Santa Elisabeth (FSE) hendak menciptakan lingkungan yang memungkinkan guru
menggunakan berbagai potensi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dalam proses pendidikan di sekolah. Pengelolaan proses pendidikan yang relevan
dengan kebutuhan anak didik memungkinkan interaksi antara anak didik dan
guru akan berjalan dengan baik sehingga kebutuhan anak didik dapat terpenuhi.
Sebagaimana
dalam PPF. art. 138 bahwa “para
pendidik
harus memiliki
kemampuan bekerjasama, untuk berdialog dan untuk mendengarkan saudara-saudara
yang dilayani”. Di sini jelas bahwa dalam pendidikan Fransiskan tidak hanya
memandang anak didik sebagai objek yang harus di didik tetapi anak didik adalah
saudara (sebuah anugerah) dari Tuhan yang harus dihormati dan dihargai sebagai
pribadi yang utuh.
Guru memiliki peran besar dalam membentuk pribadi-pribadi yang
dianugerahkan
Tuhan ini sehingga guru harus
sungguh-sungguh
menyadari
tugasnya bukan semata-mata hanya suatu kewajiban tetapi sungguh menyadari
bahwa pekerjaan dan profesinya sebagai guru merupakan bentuk pelayanannya
bagi Tuhan. Dalam PPF art. 143 dikatakan sebagai seorang pendidik hendaknya
menyadari bahwa dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki menjadi
sarana bagi mereka untuk melayani Tuhan yang hadir dalam dan melalui setiap
saudara yang dianugerahkan dan dipercayakan kepada mereka untuk dibimbing
dan dituntun menuju pertumbuhan dan perkembangan yang utuh.
Sebagai salah satu karya dari Kongregasi FSE yang menghayati spiritualitas
St. Fransiskus dari Asisi, YEMS
spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi
juga
berusaha
untuk
memperkenalkan
dengan menerapkan paradigma pedagogi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Fransiskan sebagai salah satu model atau cara untuk mengembangkan, memajukan,
mencapai maksud dan tujuan Yayasan dalam dunia pendidikan, dengan
mengindahkan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku (bdk. KHK
kan. 801), sehingga para guru semakin mampu untuk memaknai dan menghayati
panggilannya sebagai seorang guru dan dapat membantu setiap anak didik yang
dianugerahkan Tuhan untuk dididik, dibimbing dan dibantu dalam perkembangan
menuju pribadi yang dewasa dan utuh. Dalam rangka itu penulis memberi judul
karya tulis ini
USULAN PENERAPAN PARADIGMA
PEDAGOGI
FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA
SAMARINDA DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN.
B. RUMUSAN MASALAH
Nilai-nilai pedagogi Fransiskan tampak dalam sikap dan tindakan setiap hari.
Bahkan St. Fransiskus Asisi sendiri, seluruh hidupnya menampakkan nilai-nilai
pedagogis itu sendiri yang juga menjadi gambaran dari spiritualitas Fransiskan.
Oleh karena itu, penulis hanya membatasi permasalahan dalam dua
pertanyaan yang akan dibahas dan diperdalam melalui penulisan Skripsi ini.
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma pedagogi Fransiskan?
2. Bagaimana paradigma pedagogi Fransiskan itu diterapkan bagi para
guru di YEMS Samarinda dalam menghayati spiritualitas Fransiskan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
C. TUJUAN PENULISAN
Penulisan Skripsi ini bertujuan :
1. untuk mengetahui paradigma pedagogi Fransiskan
2. untuk mengetahui bagaimana paradigma
pedagogi
Fransiskan
itu
diterapkan bagi para guru di YEMS Samarinda dalam menghayati
spiritualitas Fransiskan.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang paradigma pedagogi
Fransiskan dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan.
2. Sumbangan bagi para guru yang berkarya di YEMS untuk menerapkan
paradigma pedagogi Fransiskan dalam mendalami dan menghayati
spiritualitas St. Fransiskus Asisi sehingga dapat meneladani nilai-nilai
luhur dan semangat Fransiskan dalam tugas dan pelayanan setiap hari
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah
metode deskriptif
analitis
dengan menggunakan cara studi pustaka dan kajian literatur yang diperoleh dari
laporan/refleksi tahunan dan wawancara para guru di YEMS Samarinda. Metode
yang digunakan adalah cek, ricek dan kroscek untuk melihat semangat pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
para guru yang dijiwai oleh semangat Fransiskan dalam melaksanakan tugas dan
perutusan mereka setiap hari terutama untuk membimbing dan membantu anak didik
menuju perkembangan pribadi yang utuh.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Karya tulis ini berjudul “Usulan Penerapan Paradigma Pedagogi Fransiskan
bagi Para Guru di Yayasan Elifa Mitra Setia Samarinda Dalam Menghayati
Spiritualitas Fransiskan”. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima
bab yaitu:
Bab I. Penulis menguraikan secara singkat gambaran umum penulisan Skripsi
ini yang memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
Bab II. Penulis akan menguraikan tentang paradigma pedagogi Fransiskan. Penulis
akan menguraikan dalam tiga
bagian yakni: pertama penulis akan
menjelaskan tentang siapa itu Fransiskus Asisi. Bagian kedua penulis akan
menjelaskan tentang spiritualitas Fransiskan. Bagian ketiga penulis akan
menjelaskan tentang paradigma pedagogi Fransiskan.
Bab III. Penulis akan menjelaskan dalam tiga bagian juga. Pertama menguraikan
tugas dan peran guru dalam dunia pendidikan. Kedua menggambarkan
tentang penghayatan nilai spiritualitas Fransiskan bagi para guru dan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
ketiga penulis ingin menelusuri penerapan paradigma pedagogi Fransiskan
bagi para guru dalam menghayati spiritualitas Fransiskan.
Bab IV. Penulis akan merancang suatu usulan program yang akan dilaksanakan
sebagai pembekalan bagi para guru untuk memperdalam pemahaman mereka
tentang spiritualitas Fransiskan dan paradigma pedagogi Fransiskan sehingga
para
guru
dapat
menghayati spiritualitas Fransiskan dan menerapkan
paradigma pedagogi Fransiskan dalam menjalani tugas dan perutusan
mereka setiap hari sebagai tenaga pendidik baik di sekolah maupun
rumah.
Bab V. Penulis akan memberi kesimpulan secara keseluruhan dan saran.
di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN
Pada bab dua ini akan diuraikan tentang paradigma pedagogi Fransiskan
dalam karya pelayanan Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE) di dunia
pendidikan. Siapakah Fransiskus dari Asisi, spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi
dan pada akhirnya akan diulas tentang paradigma pedagogi Fransiskan yang menjadi
kekhasan dalam dunia pendidikan Fransisikan.
A. Siapakah Fransiskus Asisi?
Asisi adalah sebuah kota kecil di Italia Tengah. Kota ini terletak di daerah
Umbria, tanah dataran manis permai yang membentang pada kaki gunung Subasio.
Kota Asisi terletak di lereng gunung itu. Dari kota Asisi orang bisa melayangkan
pandangan ke seluruh lembah Umbria yang subur serta penuh kebun anggur, kebun
zaitun dan ladang gandum. Karena terletak di lereng gunung dan tembok sehingga
jalan-jalan di kota Asisi sampai dewasa ini sangat sempit dan bertangga-tangga.
Orang tidak dapat masuk dengan kendaraan besar tetapi harus berjalan kaki atau
naik keledai. Di kota Asisi inilah lahir Fransiskus pada tahun 1181/1182 (Groenen
1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
1. Masa kecil Fransiskus dari Asisi
Waktu Fransiskus lahir pada bulan Desember 1181/1182, ayahnya sedang
bepergian ke Prancis. Ibunya memberi nama “Yohanes Pembabtis” tetapi oleh
ayahnya diubah menjadi “ Francesco” (orang Prancis). Ayah Fransiskus gemar akan
negeri Prancis. Ayah Fransiskus bernama Pietro Bernardone seorang pedagang
kain wol yang kaya raya dan terpandang di kota Asisi dan ibunya bernama
Yohana Dona Pica seorang putri bangsawan dari Prancis (Groenen 1997:13).
Melalui
dagangannya
ayah
Fransiskus
menjadi seorang
yang terkenal.
Ia
beragama Katolik tetapi tidak menjalankan tugas keagamaannya karena ia terlalu
sibuk dengan usahanya untuk mencari uang. Sebaliknya ibu Fransiskus adalah
wanita yang saleh dan taat beragama. Fransiskus adalah anak sulung dari Pietro
Bernardone dan Pica.
Sejak masa kecil Fransiskus diasuh oleh kedua orang tuanya menurut
patokan-patokan duniawi secara mewah dan karena ia lebih lama mengikuti cara
hidup dan tingkah laku orang tuanya sehingga hidupnya menjadi lebih hampa dan
sombong (Cel:1). Sebagaimana yang diketahui bahwa situasi pada saat itu menjadi
suatu kebiasaan bagi orang-orang di daerah Asisi berusaha untuk mendidik anakanak mereka dengan terlampau bebas tanpa terkekang sehingga anak-anak tersebut
dapat bertindak dan bersikap bebas yang pada akhirnya akan mengarahkan mereka
kepada hal-hal yang buruk dan jahat. Justru mereka dapat melakukan apa yang
mereka sukai sehingga dengan segala daya-upaya mereka membuat dirinya menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
budak dosa. Dalam dirinya tidak ada sesuatupun yang menunjukan corak kekristenan
baik dalam cara hidup maupun dalam tingkah lakunya, mereka hanya disebut Kristen
tetapi hidupnya jauh dari ciri kekristenan itu sendiri. Di dalam lingkungan dan
pendidikan seperti inilah yang menjadi lahan bertumbuh dan berkembangnya
Fransiskus kecil.
Fransiskus kecil menjadi kebanggaan dan harapan orang tuanya untuk
meneruskan usaha dagang ayahnya sehingga dalam situasi yang demikian Fransiskus
dididik dengan harapan bisa menjadi pedagang yang terkenal sehingga pada usia 14
tahun, setelah ia selesai mengikuti pendidikan umum, ia mengikuti suatu kursus
sebagai salah satu ketentuan bagi seorang pedagang sehingga bisa mengelola Toko
dengan baik (bdk. Rosetti, 1984: 146-147).
2. Masa remaja Fransiskus dari Asisi
Sejak kecil hingga Fransiskus berusia lebih kurang 25 tahun ia menghabiskan
waktunya dengan hidup
dalam kesia-siaan dan berfoya-foya.
Anehnya, dalam
situasi yang demikian ia menjadi pelopor kegiatan-kegiatan yang kurang pantas
(Cel: 2). Sama seperti ayahnya, Fransiskuspun
sangat
menyukai
Prancis.
Fransiskus mendapat pendidikan yang pada zaman itu dianggap pantas bagi anakanak orang yang berada dan yang perlu untuk meneruskan usaha ayahnya. Dibawah
bimbingan imam-imam, Fransiskus belajar menulis, membaca, menghitung dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
sedikit bahasa Latin. Ibunya sendiri mengajarkan bahasa Prancis kepadanya karena
ibunya adalah orang Prancis (Groenen,1997:13)
Fransiskus mulai membantu ayahnya mengurus toko di Asisi. Hanya saja
Fransiskus ternyata tidak disibukkan dengan urusan dagang. Ia mempunyai watak
periang dan peka terhadap keindahan alam dan hal-hal indah yang lain. Ia suka
musik, pakaian bagus yang berwarna/warni bahkan yang sedikit aneh. Sebagai
pemuda yang gembira, Fransiskus Asisi
suka menghambur-hamburkan uang
ayahnya bersama dengan teman-temannya di Asisi. Fransiskus menjadi pemimpin
mereka dalam mengadakan pesta-pesta, dan pada malam hari berkeliling di kota
sambil bernyanyi dan membuat keributan.
Fransiskus dikenal sebagai pria yang suka bersenang-senang dan berfoyafoya
dalam hidupnya dan ayahnya bangga dengan kehidupan putranya ini.
Walaupun demikian, Fransiskus tidak egois, Fransiskus memiliki hati yang peka
terhadap orang yang kecil dan miskin sehingga ia disukai oleh banyak orang
terutama teman-temannya, para gadis dan ibu-ibu. Ia sangat dimanjakan ayahnya
sehingga berkembang menjadi seorang pemuda yang suka berfoya-foya dan
pemboros. Fransiskus memiliki dua orang adik, yang satu bernama Angelo dan yang
lain tidak diketahui namanya. Kedua adik Fransiskus tidak senang pada kakak
mereka bahkan memusuhinya. Mereka tidak mengerti tingkah-laku kakak mereka.
Hubungan mereka yang retak itu sebenarnya tidak pernah pulih (Groenen,1997:13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
3. Panggilan Fransiskus dari Asisi
Fransiskus sungguh merasa bangga dengan keadaan hidupnya yang sudah
dijalani sejak masa kecilnya. Ia sungguh menikmati kehidupan dengan segala
kemewahan yang ada, dan selagi ia dengan semangat mudanya menceburkan diri ke
dalam dosa dan didorong kelincahan umurnya untuk memenuhi segala keinginannya
dan tidak ada sesuatupun yang bisa mengendalikan nafsu kemudaannya, saat itu juga
rahmat Allah hadir untuk pertama kalinya menyerbunya melalui pengalaman yang
sangat sederhana tetapi membawa efek yang sungguh luar biasa (Cel:3)
Pengalaman itu dialaminya pada tahun 1202, pada
umur
20 tahun ia
bersama teman-temannya terlibat sebagai prajurit dalam perang saudara antar Asisi
dan Perugia. Dalam pertempuran itu, ia ditangkap dan dipenjarakan selama satu
tahun hingga jatuh sakit. Pengalaman pahit itu menandai awal hidupnya yang baru.
Allah hadir untuk memanggil pulang Fransiskus dari kesesatan hidupnya dengan
mendatangkan kegelisahan batin dan gangguan badan. Hal ini selaras dengan
perkataan nabi “sesungguhnya Aku menyekat jalannya dengan duri-duri dan
mendirikan pagar tembok mengurung dia” (Cel:3). Setelah sembuh, remuk-redamlah
hatinya dan ia berjalan kian kemari di rumah dengan bertongkat. Ketika ia berjalan
keluar rumah dan mulai melihat-lihat dengan penuh perhatian lingkungan sekitarnya,
keelokan pemandangan dan pemandangan kebun anggur yang indah sama sekali
tidak memikat hatinya. Ia tidak tertarik lagi dengan usaha dagang ayahnya dan corak
hidup mewahnya dahulu.
Ia sendiri heran atas perubahan mendadak mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dirinya dan orang-orang yang menyukai semua itu dianggapnya bodoh. Sebaliknya
ia lebih tertarik pada corak hidup sederhana dan miskin sambil lebih banyak
meluangkan waktunya untuk berdoa di Gereja, mengunjungi orang-orang di penjara
dan melayani orang-orang miskin dan sakit.
Sungguh suatu keputusan pribadi yang datang dari luar bayangan orang
sedaerahnya dan orang tuanya. Ketika sedang berdoa di gereja San Damiano di luar
kota Asisi, ia
mendengar suatu suara keluar dari salib Yesus: “Fransiskus,
perbaikilah rumah-Ku yang hampir rubuh ini”. Fransiskus tertegun sebentar lalu
dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia
berlari ke rumah. Tanpa pikir panjang ia mengambil setumpuk kain mahal dari
gudang ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang hasil penjualan kain itu diberikan
kepada pastor paroki San Damiano untuk membiayai perbaikan gereja itu, tetapi
pastor menolak pemberian itu. Ayahnya
marah besar dan memukulnya dan
menguncinya di dalam sebuah kamar. Ibunya jatuh kasihan lalu membebaskan dia
dari kurungan itu. Setelah dibebaskan ibunya, ia kembali ke gereja San Damiano.
Ayahnya mengikuti dia ke gereja San Damiano, memukulnya sambil memaksanya
mengembalikan uang hasil jualan kain itu. Dengan tenang ia mengatakan bahwa
uang itu sudah diberikan kepada orang-orang miskin. Ia juga tidak mau kembali lagi
ke rumah meskipun ayahnya menyeret pulang. Ayahnya tidak berdaya lalu meminta
bantuan uskup Asisi untuk membujuk Fransiskus agar mengembalikan uang itu.
Fransiskus patuh kepada uskup. Dihadapan uskup Asisi, ia melucuti pakaian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dikenakan sambil mengatakan bahwa pakaian-pakaian itupun milik ayahnya. Sejak
saat
itu, hanya Tuhanlah yang menjadi satu-satunya ayahnya. Sang uskup
memberikan kepadanya sehelai mantel dan sebuah ikat pinggang.
Fransiskus tidak kecut apalagi sedih hati dengan semua yang tejadi atas
dirinya. Ia bahkan dengan bangga berkata “nah, sekarang barulah aku dapat berdoa
sungguh-sungguh: “Bapa kami yang ada di surga”. Sejak itu, sabda Yesus “
barang siapa yang mau mengikuti Aku ia harus menjual segala harta kekayaannya
dan membagikannya kepada orang miskin” menjadi dasar hidupnya yang baru.
Sehari-harian ia mengemis sambil berkotbha kepada orang-orang yang ada di sekitar
gereja San Damiano. Ia menolong orang-orang miskin dan menderita lepra dengan
uang yang diperolehnya setiap hari. Ia sendiri hidup miskin, ia disebut dengan nama
“poverello” (lelaki miskin). Cara hidupnya yang miskin tetapi selalu gembira dan
penuh cinta kepada orang-orang miskin menarik perhatian dan minat banyak
pemuda.
Pada tahun 1209, mulai ada tiga orang yang datang dan bergabung dengan
Fransiskus dan bersama dengan tiga orang anggota baru tersebut Fransiskus mulai
membentuk sebuah komunitas persaudaraan yang kemudian berkembang menjadi
sebuah ordo yaitu Ordo saudara-saudara Dina atau Ordo Fransiskan. Tak ketinggalan
wanita-wanita. Klara, seorang gadis bangsawan Asisi meninggalkan rumahnya dan
bergabung juga bersamanya. Bagi Klara dan teman-temannya, Fransiskus
mendirikan sebuah perkumpulan khusus. Itulah awal dari kongregasi suster-suster
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Fransiskan atau ordo kedua Fransiskan. Dalam perjalanan selanjutnya Fransiskus
juga mendirikan ordo ketiga sekular bagi mereka yang ingin menghayati dan
mengikuti semangat dan cara hidup Fransiskus tetapi tetap membina keluarga dan
ordo ketiga regular bagi mereka yang berkaul itulah kongregasi-kongregasi yang
mewarisi semangat santo Fransiskus Asisi
berkembang dengan pesat dan menakjubkan.
hingga saat ini. Ordo Fransiskan
Dalam
waktu
relatif
singkat
komunitas Fransiskan bertambah banyak terutama di Italia, Spanyol, Jerman dan
Hongaria.
Pada usia 43 ketika sedang berdoa di bukit La Verna, sekonyong-konyong
terasa sakit dibadannya dan muncul di kaki dan tangan serta lambungnya luka-luka
yang sama seperti luka-luka Yesus. Itulah stigmata Fransiskus. Pada tanggal 3
Oktober 1226 dalam usia 44 tahun Fransiskus meninggal Dunia di kapela Portiuncula
dan dua tahun berikutnya ia langsung dinyatakan Kudus oleh gereja. Fransiskus
adalah orang kudus besar yang dikagumi Gereja dan seluruh umat hingga saat ini.
Kebesaran St. Fransiskus terletak pada dua hal praktis yakni: “Kegembiraan
dalam hidupnya yang sederhana dan Cintanya yang merangkul seluruh alam ciptaan.
Ketika Gereja menjadi lemah dan sakit karena lebih tergiur dengan kekayaan dan
kekuasaan duniawi, Fransiskus menunjukkan kembali kekayaan iman Kristen
dengan menghayati sungguh-sungguh nasihat-nasihat dan cita-cita injil yang asli
yaitu kerendahan hati, kemiskinan dan cinta (Groenen 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
B. Nilai-Nilai Spiritualitas Fransiskan
1. Spiritualitas Kristiani
Manusia adalah makhluk Rohani. Kata Rohani berasal dari kata Ibrani:
Ruah yang berarti nafas. Manusia sebagai makhluk rohani mau mengemukakan
bahwa manusia sanggup dan mampu menjalin relasi dengan Allah sang sumber
kehidupan yang dinikmati oleh manusia. Istilah baru dari “kerohanian” dikenal
dengan istilah Spiritualitas. Spiritualitas mencakup dua segi yaitu: askese dan
mistik (Heuken, 2002: 11). Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup
keagamaan manusia.
Heuken (2002:12) mengatakan bahwa “spiritualitas dapat disebut cara
mengamalkan seluruh kehidupan sebagai seorang beriman yang berusaha merancang
dan menjalankan hidup ini semata-mata seperti Tuhan menghendakinya”. Di sini
jelas bahwa spiritualitas bukan sekedar keinginan dan kemauan seorang manusia
untuk bertindak, sebalikya spiritualitas merupakan kehendak dari Tuhan sendiri
yang diamanatkan kepada manusia untuk dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
tuntutan zaman yang ada.
Groenen (2012:1) mengatakan bahwa kata spiritualitas berasal dari istilah
asing yang diturunkan dari
bahasa Latin yaitu
Spiritus yang artinya Roh.
Bertolak dari arti tersebut, perlu diperhatikan bahwa Spiritualitas bukanlah suatu
“teori” atau ajaran khusus melainkan suatu penghayatan (Groenen, 2012:3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Di sini dapat dimengerti bahwa Spiritualitas merupakan suatu penghayatan
injili. Dalam injil, yang menjadi tokoh utama adalah pribadi
Yesus Kristus
sendiri sehingga dalam menghayati spiritualitas dapat juga berarti suatu cara khas
untuk mengikuti dan meneladani Yesus Kristus sebagaimana yang diwartakan dalam
seluruh kitab perjanjian baru secara khusus dalam keempat injil. Inilah yang menjadi
tolak ukur sekaligus sebagai pegangan dan sumber semua spiritualitas kristiani.
Situasi setelah konsili Vatikan II menjadi suatu berkat bagi gereja karena
sejak konsili Vatikan II, terjadi banyak pembaharuan dalam gereja secara khusus di
Gereja Indonesia. Misalnya hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dan
istilah-istilah yang digunakan di dalam gereja katolik. Salah satu istilah yang
menjadi istilah favorit adalah kata spiritualitas. Setelah konsili Vatikan II, istilah
spiritualitas banyak digunakan umat katolik di Indonesia umumnya dan secara
khusus bagi kaum biarawan/biarawati.
Semua Spiritualitas bertujuan untuk menghayati dan mengikuti Yesus
Kristus tetapi masing-masing spiritualitas menekankan (tidak memisah-misahkan)
salah satu unsur atau segi yang dianggap paling penting (Groenen, 2012:5). Hal ini
mau mengatakan bahwasanya semua spiritualitas yang ada di dalam Gereja
katolik ini walaupun bermacam-macam tetapi memiliki tujuan dan arah yang satu
dan sama yaitu mengarah kepada Yesus Kristus sendiri.
Dalam hal ini Groenen (2012:7) mengatakan: “Spiritualitas atau penghayatan
serta penafsiran khas atas injil Yesus Kristus, mempunyai ciri holistik atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
menyeluruh”. Artinya, suatu
spiritualitas (ikut) menentukan seluruh kehidupan
seseorang di bidang keagamaan serta sebagian hidup keduniaannya. Dari sini
kita bisa memahami
bahwasanya spiritualitas merupakan suatu pola hidup
seseorang yang mengarahkan seluruh pikiran, perasaan, tindakan dan cara
berkarya sebagaimana yang dapat kita saksikan di dalam kehidupan Gereja Katolik
terdapat berbagai macam komunitas dengan spiritualitas masing-masing yang
tampak dalam berbagai karya yang ditangani. Di sini jelas bahwa spiritualitas
sama sekali
tidak ditentukan oleh karya yang ditangani oleh komunitas yang
menghayati suatu spiritualitas tetapi spiritualitas itu lah yang menentukan jenis dan
cara suatu karya yang harus ditangani (Groenen, 2012 : 7).
Apabila spiritualitas ditentukan karya yang dikerjakan oleh setiap komunitas,
spiritualitas itu tidak akan bertahan lama dan orang akan mengalami apa yang
disebut krisis identitas karena makna spiritualitasnya menjadi kabur. Hal ini yang
mendorong banyak religius untuk menggali, memulihkan dan menghayati kembali
spiritualitas awal terbentuknya sebuah komunitas atau ordo.
2. Spiritualitas Fransiskan
Sebagaimana komunitas-komunitas religius dalam Gereja Katolik mulai
berusaha
menggali spiritualitas mereka, demikian juga para fransiskan/nes
senantiasa menggali, memahami dan berusaha menghayati spiritualitas atau
semangat hidup rohani mereka yang berakar pada spiritualitas st. Fransiskus Asisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Spiritualitas Fransiskan merupakan corak batin utama para pengikut St. Fransiskus
Asisi yang (semestinya) menguasai seluruh kehidupan Fransiskan/nes dan
memberikan warna tertentu dalam kehidupan mereka. Sebagaimana yang tertuang
dalam wasiat St. Fransiskus Asisi (Was. 1) bahwa corak batin utama yang menjiwai
hidup Fransiskus adalah kedinaan. Fransiskus ingin menjadi yang dina, rendahan,
pelayan, hamba. Seiring dengan jalan kedinaan-perendahan yang dijalani Fransiskus
agar dekat dan bersatu dengan Tuhan, kerendahan hati mewarnai seluruh hidupnya.
Ia tidak rendah diri (suatu kekurangan) melainkan rendah hati (suatu keutamaan,
malah induk segala keutamaan). Maka di sini akan dibahas secara singkat semangat
dasar kedinaan itu dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, seperti persaudaraan sejati,
kemiskinan, kebahagiaan sejati, perdamaian.
Berkaitan dengan spiritualitas St. Fransiskus Asisi atau spiritualitas
Fransiskan itu, orang mudah berpikir tentang kemiskinan, persaudaraan,
perdamaian, kegembiraan dll. Jika digali lebih dalam dan teliti, hal yang mendasari
semua itu adalah kedinaan.
Kedinaan
merupakan dimensi dasariah dari
keberadaan para Fransiskan. Kedinaan bukanlah suatu konsep statis tetapi suatu
sikap dinamis yang menjadi semangat para Fransiskan yang bersatu dalam ikatan
cinta Kristus yang miskin yang selalu siap sedia melayani sesama saudara (bdk.
Iriarte,1995:113). St. Fransiskus dari Asisi menghendaki para pengikutnya hidup
sebagai saudara dina, paling kecil dari semua, hamba bagi semua. Menjadi saudara
dina bukan berarti menyiksa diri sendiri tetapi menjadi saudara dina mau menunjuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
pada sikap kerendahan hati yang mendalam sebagaimana yang diteladankan oleh
Yesus. Sekalipun Fransiskus diilhami arti sosial yang terkandung dalam kata
minores pada masa itu, akan tetapi sesungguhnya kata ini mau menunjuk pada injil.
Artinya sangat jelas bagi kita sebagaimana yang tertuang dalam AngTBul (psl 7:2)
“hendaklah mereka menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang”.
Di sini jelas bahwa menjadi rendah dan tunduk kepada semua orang lebih menunjuk
pada sikap kedinaan yang penuh cinta yang menganggap orang lain lebih tinggi
tanpa menyinggung atau merendahkan orang lain. Kedinaan, di atas segalanya
merupakan suatu cara berada di hadapan Allah yang maha tinggi (Iriarte, 1995:111).
Conti (2006: xxii) mengatakan bahwa “aspek kedinaan itu mengandung
pembebasan dari segala bentuk penguasaan atau manipulasi terhadap oran lain”.
Hal ini kiranya menjadi jelas bagi kita, karena apabila kita menghayati gaya hidup
kedinaan, warta perdamaian dan sukacita injil dapat ditumbuhkan. Seorang saudara
dina berusaha untuk senantiasa menyadari akan tugas dan kerjanya untuk
mengusahakan keadilan bagi setiap insan yang hidup. Saudara-saudara dina
memberikan kesaksian kepada
dunia tentang Kristus yang miskin dan rendah
dengan menghayati hidup kedinaan sebagai seorang Fransiskan.
Dalam Anggaran Dasar
dikatakan bahwa hidup saudara/i pengikut St.
Fransiskus Asisi adalah “menepati Injil suci Tuhan kita Yesus Kristus” (AD I.1;
AD3R 1). Injil suci yang
dimaksudkan bukanlah buku injil melainkan Kabar
Gembira yang mempribadi dalam Yesus Kristus. Menepati Injil suci Tuhan kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Yesus Kristus berarti mengikuti jejak Tuhan Yesus yang hidup dan berkarya di bumi
Palestina sebagaimana tertulis dalam buku Injil. Mengikuti jejak berarti mengikuti
jalan yang ditempuh oleh Tuhan yaitu jalan perendahan Tuhan. Bagi Fransiskus
Asisi, Yesus di Palestina adalah Tuhan yang merendahkan diri untuk
menyelamatkan manusia. Awal perendahan Tuhan adalah Inkarnasi, lahir menjadi
manusia di Betlehem; Puncak perendahan adalah sengsara dan wafat di salib, yang
disusuli kebangkitan; perendahan Tuhan masih terus berlangsung dalam ekaristi di
mana Allah merendah-memberikan diri dalam rupa roti dan anggur untuk menjadi
makanan rohani kita sehari-hari. Oleh karena itu natal, paskah dan ekaristi mendapat
tempat penting dalam hidup Fransiskus Asisi. Sebagaimana yang dikisahkan dalam
Celano art. 84-87 tentang bagaimana Fransiskus Asisi merayakan natal dan
menjadikan kota kecil yang bernama Greccio menjadi Betlehem baru. Hal ini
menunjukkan bahwa Allah yang maha tinggi berkenan hadir di dunia dalam
perendahan untuk menyelamatkan manusia. Perendahan Allah tidak berhenti pada
natal tetapi puncak perendahan Allah yang sempurna terjadi di kayu salib dan
dikenang selalu dalam setiap kali mengikuti perayaan ekaristi yang dipersembahkan
oleh seorang pelayan tertahbis. Hal inilah yang selalu dihayati dan dihidupi oleh St.
Fransiskus dari Asisi dalam kehidupannya setiap hari (1SurKus: 7).
Dari Kedinaan melahirkan keutamaan-keutamaan yang menjadi kekhasan
dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang melihat dan mengalami cara hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Fransiskus dari Asisi. Keutamaan-kautamaan yang didasarkan pada kedinaan antara
lain:
a. Persaudaraan sejati.
Persaudaraan Fransiskan berpola pada injil Tuhan kita Yesus Kristus seperti
yang dialami dan dilakukan oleh keduabelas rasul yang hidup disekitar Yesus (bdk.
Mat. 23: 8-11). Bagi Fransiskus Asisi, setiap saudara adalah pelayan sehingga ketika
Fransiskus berhadapan dengan sesama ia menempatkan diri sebagai saudara yang
berasal dari bapak yang satu dan sama (Mat 23:9), ketika berhadapan dengan
makhluk hidup (alam semesta), ia menempatkan diri sebagai ciptaan yang berasal
dari pencipta yang satu dan sama karena itu persaudaraan bagi Fransiskus tidak
hanya dengan manusia tetapi persaudaraan menyangkut seluruh alam ciptaan atau
yang sering disebut dengan istilah persaudaraan semesta.
Dalam injil Matius digambarkan dengan sangat jelas bahwa di dalam dunia
ini, tidak ada seorangpun yang disebut rabi karena hanya ada satu Rabi dan kita
semua adalah “saudara”. Teks inilah yang menjadi pegangan Fransiskus dalam
persaudaraannya, hal ini bisa dilihat bahwa di dalam persaudaraan Fransiskan hanya
ada istilah “saudara”. Melalui persaudaraan semesta St. Fransiskus dari Asisi mau
mendobrak perbedaan/golongan-golongan yang terjadi di dalam masyarakat karena
kedudukan, jabatan, dan kelas-kelas yang ada (Groenen,
Fransiskus,
2012 : 161).
Bagi
kelas-kelas, jabatan dan kedudukan manusiawi justru membedakan
pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya sehingga orang tidak lagi saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
bersaudara dalam hidup bersama, sebaliknya orang hidup dalam dunia masingmasing, kurang peduli dan berusaha untuk mengejar keinginannya sendiri sekalipun
harus mengorbankan sesamanya dan situasi seperti ini sedang marak termasuk di
Indonesia. Dalam situasi seperti ini, para Fransiskan ditantang dalam menghayati
persaudaraan sejati.
Dalam persaudaraan Fransiskan, kesamaan itu tidak terletak pada kesamaan
hak dan kedudukan tetapi kesamaan itu tampak dalam keinginan dan panggilan
untuk saling melayani dan saling menaati satu dengan yang lainnya sehingga dalam
persaudaraan Fransiskan, sama bukan karena tidak ada bawahan tetapi karena semua
menjadi bawahan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Groenen dalam bukunya
(2012: 162) “dalam persaudaraan Fransiskan, semua menjadi sama rendah, sama
sekali tidak bernilai dan tidak berharga” oleh karena itu yang menjadi ciri khas
persaudaraan fransiskan adalah saling mentaati dan saling menghamba, karena itu
dalam peristilahan Fransiskus “persaudaraan”
dengan
“ketaatan”
(AngTBull
II:9-10).
dengan mudah dapat disamakan
Artinya
bahwa
bagi
Fransiskus,
persaudaraan itu diikat oleh ketaatan karena kasih sama halnya dengan tindakan
ketaatan Yesus kepada Bapa-Nya sampai rela wafat di kayu salib. Sebagaimana
yang telah dijelaskan bahwa dasar dari persaudaraan Fransiskan: injil Mat 23
sehingga
bagi Fransiskus
persaudaraan itu memiliki nilai yang sama dengan
ketaatan. Setiap orang yang ingin masuk dalam persaudaraan berarti siap untuk
melayani dengan tulus. Sejak
awal pertobatannya Fransiskus tidak pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
menghimpun orang untuk mengikuti jejaknya, tetapi Tuhanlah yang mengirimkan
orang-orang untuk bergabung bersamanya dan menghayati apa yang sudah dimulai
dihidupi oleh Fransiskus sehingga setiap saudara yang datang harus diterima dengan
senang hati sebagai suatu anugerah/hadiah dari Tuhan, maka tanpa sikap kedinaan
akan sulit untuk membangun persaudaraan.
Groenen (2012:166) mengatakan “persaudaraan injili yang sejati diciptakaan
oleh Roh, lain sekali sifatnya. Kemampuan, kepandaian, dan bakat sesama saudara
dinilai dan dihargai bukan sebagai “milik” saudara/saudari yang bersangkutan
melainkan sebagai buah karya kebaikan Tuhan”.
Hal ini dengan sangat jelas
digambarkan oleh Fransiskus bagi para pengikutnya sehingga setiap Fransiskan/nes
merasa yakin bahwa segala kebaikan yang dimiliki adalah karya tangan Tuhan dan
karena keyakinan inilah yang membuat para Fransiskan/nes, tidak ada yang
membanggakan segala bakat, kemampuan, dan menganggap dirinya lebih tinggi dan
lebih penting dari orang lain.
Persaudaraan Fransiskan juga merupakan persaudaraan Rasuli (Groenen,
2012:166). Artinya bahwa persaudaraan ini juga berpola pada gaya hidup Yesus dan
murid-murid yang hidup di sekitar Yesus.
Perlu diingat kembali bahwasanya
Fransiskus adalah pribadi yang Injili sekaligus Rasuli. Artinya para pengikutnya
juga disebut Rasuli karena gaya hidupnya berpola pada gaya hidup rasul-rasul yang
hidup di sekitar Yesus. Hidup Rasuli bertujuan untuk merasul dan mewartkan injil
bagi sesama. Dalam arti merasul, Fransiskus memiliki pandangan yang berbeda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dimana merasul bukan sebatas karya kerasulan yang dalam arti sempit tetapi
kerasulan dalam arti gaya hidup rasuli (Groenen 2012:167). Gaya hidup rasuli itulah
yang diabdikan untuk pewartaan, perdamaian dan perawatan injil. Oleh karena itu
yang lebih ditekankan bagi para Fransiskan adalah hidup persaudaraan bukan
pekerjaan. Persaudaraan yang ditekankan tidak hanya bersifat intern tetapi
persaudaraan yang universal, persaudaraan dengan semesta. Persaudaraan semesta
berarti persaudaraan yang dibangun tidak hanya antar sesama manusia tetapi
bersaudara dengan seluruh alam ciptaan (bdk. Kidung Saudara Matahari).
b. Kemiskinan
Kemiskinan
adalah
lebih
unggul-istimewa-luhur
diantara
keutamaam/kebajikan yang mempersiapkan hati manusia untuk menerima Allah
(Marpaung, 2008: 221). Kemiskinan merupakan suatu unsur hakiki dalam injil
(pribadi Yesus sendiri), karena itu kemiskinan amat berperan dalam kehidupan
kristiani dan menjadi spiritualitas kristiani. Artinya kemiskinan juga tampil dalam
spiritualitas Fransiskan dan sejak awal ordo, kemiskinan dianggap sebagai unsur
yang menentukan dalam spiritualitas Fransiskan (Groenen, 2012: 84). Kemiskinan
merupakan kesadaran yang mendalam bahwa dalam hal keselamatan, manusia sama
sekali tidak berdaya. Dalam hal ini, miskin berarti sepenuhnya mengandalkan Allah
satu-satunya penyelamat manusia. Sikap merendah dengan sendirinya didukung dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
disuburkan oleh kemiskinan ekonomi. Kemiskinan berkaitan erat dengan pilihan
untuk merendah atau memilih hidup dina.
Kemiskinan bagi Fransiskus tidak dimengerti dalam arti yang sempit (Kaul
Kemiskinan). Bagi Fransiskus, kemiskinan lahir dari penghayatan akan kemiskinan
Kristus yang walaupun kaya tetapi rela mengosongkan diri (Flp 2:7). Kemiskinan
yang dihayati oleh para Sransiskan seturut gaya dan teladan hidup St. Fransiskus
dari Asisi, sebagai “musafir dan perantau” (AngBul VI :3) di dunia ini. Seluruh
ajaran dan pandangan Fransiskus mengenai harga sebuah kemiskinan bernada
eskatologis artinya menunjuk pada situasi dan keadaan akhir zaman. Para saudara
dina mengadakan suatu perjalanan di dunia tanpa memiliki apapun yang bisa
diandalkan. Dengan berpola pada Kristus yang “miskin dan penumpang” (AngTBul
psl 9:5), Fransiskus mengajak para saudara/i Fransiskan untuk hidup dan menjadi
seorang “musafir dan perantau di dunia ini”. Yang menjadi dasar biblis bagi
Fransiskus mengajak setiap saudara untuk menjadi musafir dan perantau; Mat 8:20:
serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak
mempunyai tempat untuk meletakkan kepala.
menjadi pola bagi setiap saudara
Bagi Fransiskus, kemiskinan itu
dalam bertindak, bersikap dalam berhadapan
dengan segala sesuatu dan sesama, terutama kepada Allah sendiri.
Kemiskinan
selalu sejalan dengan kerendahan hati karena kemiskinan tanpa kerendahan hati
omong kosong. Dalam semangat kemiskinan ada sikap lepas bebas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Fransiskus bersama para pengikutnya (para Fransiskan)
menjadikan
kemiskinan sebagai unsur pokok dalam penghayatan atas injil secara menyeluruh.
Kemiskinan bagi Fransiskus sungguh merupakan harta yang tidak ternilai harganya
sehingga Fransiskus sangat menghormati dan menghargai kemiskinan bahkan
Fransiskus sendiri melihat keberadaan kemiskinan sebagai tuan baginya sehingga
Fransiskus menyebut kemiskinan sebagai “Tuan Putri Kemiskinan” karena dengan
menghormati
kemiskinan
membawa
Fransiskus
kepada
kemiskinan
yang
diteladankan oleh Allah sendiri melalui Putra-Nya Yesus kristus yang walaupun kaya
tetapi rela menjadi manusia yang lemah dan tidak berdaya demi keselamatan
manusia (bdk. Luk. 2).
Fransiskus tidak menuntut perbuatan-perbuatan yang hebat dalam hidup
persaudaraan tetapi Fransiskus meminta para pengikutnya untuk sungguh-sungguh
hidup dalam dan menghayati kemiskinan dalam Roh karena kasih kepada Kristus;
“tetapi jika datang seseorang yang tidak dapat memberikan harta miliknya karena
ada suatu halangan, namun ia mempunyai keinginan yang rohaniah, maka untuk dia
cukuplah meninggalkan harta benda itu” (AngTBul,psl 2:11). Di sini jelas bahwa
bagi Fransiskus, yang paling pokok dan paling penting bukanlah penampilan
“fisik/material” tetapi lebih menekankan sikap sederhana, rendah hati dan kejujuran
dalam menjalani kehidupan setiap hari. Sebagaimana yang sedang marak saat ini
bahwa penampilan luar bisa dipoles sedemikian rupa sehingga tampil menarik tetapi
sikap dan tindakan belum tentu menarik. Mengingat hal inilah sehingga sejak awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Fransiskus sudah menegaskan bahwa yang paling pokok dan perlu diperhatikan
adalah soal sikap, tindakan dan perbuatan setiap hari sehingga
keutamaan
itu
sungguh membathin dalam diri setiap saudara sehingga setiap saudara yang memilih
dan memutuskan untuk menghayati dan menghidupi pola hidup miskin harus juga
selalu membina sikap merendah. Sikap merendah ini mau menunjuk kepada sikap
rendah hati dan bukan rendah diri/minder.
Fransiskus menggarisbawahi secara khusus nasihat injil kemiskinan dengan
saudarinya keutamaan kedinaan: kemiskinan dalam Roh (Syukur, 2014:301). Bagi
Fransiskus, kenyataan menghayati kemiskinan secara total merupakan
identitas
seorang pengikut Kristus. Namun kemiskinan yang ditekankan oleh Fransiskus
adalah kemiskinan dalam Roh, hal ini berarti
yang
lebih penting
dalam
penghayatan kemiskinan adalah soal sikap bukan soal miskin dalam hal material
saja.
Dari uraian tentang penghayatan dan unsur-unsur yang terkandung di dalam
spiritualitas Fransiskan, tidak sekedar menjadi slogan indah bagi para Fransiskan
tetapi sungguh menjadi pedoman dan pegangan bagi para Fransiskan dalam
menghidupi persaudaraan yang injili sekaligus juga persaudaraan yang rasuli
sebagaimana yang diharapkan oleh st. Fransiskus dari Asisi kepada para
pengikutnya yang hidup di zaman ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
c. Kebahagiaan sejati
Kebahagiaan menjadi sesuatu yang selalu dicari oleh setiap manusia. Akan
tetapi sering kali orang kurang memahami makna dari kata kebahagiaan itu sendiri.
Kebahagiaan berasal dari kata Bahagia. Bahagia adalah sebuah kata yang merupakan
dambaan (impian) bagi setiap insan di dunia ini (Chan, 2009: 88). Perlu disadari
bahwa tidaklah mudah untuk mendapatkan kebahagiaan terutama kebahagiaan sejati.
Untuk memperoleh kebahagiaan terutama kebahagiaan sejati membutuhkan suatu
sikap kerelaan untuk berkorban baik berkorban waktu, tenaga, pikiran dan perasaan
sehingga untuk memperoleh sebuah kebahagiaan sejati tidak mudah tetapi akan
menjadi mudah ketika orang berani terbuka dengan keadaan sekitarnya sebagaimana
yang dikatakan oleh Paulus Winarto bahwa “orang yang mendapatkan kebahagiaan
sejati adalah orang yang dapat membahagiakan orang lain”. Hal ini yang sering
dilupakan oleh kebanyakan orang karena merasa belum memiliki apa yang
diinginkan sehingga tidak jarang ada ungkapan “ saya saja belum bahagia apalagi
membahagiakan orang lain”. Hal ini terjadi karena orang belum memahami arti
kebahagiaan yang sesungguhnya sehingga masih menggantungkan kebahagiaan itu
pada hal-hal yang bersifat sementara.
Kebahagiaan merupakan suasana dimana orang merasa senang karena
mendapatkan apa yang menjadi keinginannya. Berbeda dengan Fransiskus, bagi St.
Fransiskus Asisi kebahagiaan sejati tidak berkaitan dengan hal-hal duniawi. Justru
ketika Fransiskus meninggalkan hal-hal duniawi, ia mengalami kebahagiaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
mendalam.
Kebahagiaan sejati juga tidak dapat dipengaruhi oleh situasi dunia
sekitar tetapi juga tidak dapat menghindarinya (Groenen, 1997: 27). Seseorang
dapat dikatakan bahagia ketika mampu melihat dan menemukan makna dari setiap
pengalaman yang dialami baik pengalaman yang menyenangkan maupun
pengalaman yang kurang menyenangkan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
salah satu dimensi dari kebahagiaan sejati ketika seseorang mampu mengatasi
tantangan dan kesulitan yang ada dengan hati yang tenang dan damai (Syukur
2014:287). Bagi Fransiskus, kebahagiaan sejati tidak ada di dalam kesuksesan tetapi
kebahagiaan sejati ada di dalam sikap tetap merendah. Dalam buku
Sahabat”
“Kisah 3
kebahagiaan terjadi bila orang berada di jalan yang sama dengan Yesus
Kristus sendiri. Dalam masyarakat umum, harta dan gelar belum tentu ada
kebahagiaan.
Kebahagiaan Fransiskan bersumber dari kebahagiaan St. Fransiskus Asisi.
Kebahagiaan St. Fransiskus Asisi merupakan suatu proses yang panjang dalam
rangka pencarian makna hidup sebagaimana yang dialami sendiri oleh Fransiskus
Asisi yang walaupun hidup dalam situasi kemewahan tetapi karena ia sendiri tidak
menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya sehingga mendorongnya untuk terus
mencari dan mencari, pada akhirnya St. Fransiskus Asisi menemukan kebahagiaan
sejati itu di dalam diri orang kusta. Biasanya Fransiskus merasa jijik ketika bertemu
dengan orang kusta dan kalaupun harus memberi uang, Fransiskus hanya akan
melemparnya dari jauh dan segera melarikan diri. Akan tetapi tiba-tiba Fransiskus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
ingin sekali merasakan penderitaan dan kesusahan yang dialami oleh orang-orang
kusta. Pada suatu saat Fransiskus sedang melakukan perjalanan, ketika bertemu
dengan orang kusta Fransiskus segera turun dari kudanya dan memeluk serta
mencium si kusta yang adalah penjelmaan Kristus yang sungguh hadir dalam diri si
kusta, saat itulah ia mulai merasakan kebahagiaan sejati (Bodo, 2002:27).
Dalam buku Fioretti, tercantum sebuah kisah yang menjelaskan arti
kebahagiaan sejati.
Penulis Fioretti (hal. 45) menyampaikan suatu kisah yang
diceritakan oleh Fransiskus kepada saudara Leo ketika mereka sedang mengadakan
perjalanan dari Perugia menuju “santa Maria para malaikat” dimana ketika mereka
tiba di biara, mereka ditolak tetapi Fransiskus tetap merasa bahagia. Melalui kisah
itu menjadi jelas bahwa bagi Fransiskus, kebahagiaan sejati itu bukan mengarah
kepada hal-hal yang menyenangkan. kita mengalami kebahagiaan sejati ketika kita
mengalami penolakan, caci maki
dan
ejekan
karena
Kristus,
bahkan kita
mengalami penolakan dari saudara sendiri, saat itulah kita mengalami kebahagiaan
sejati yang sempurna.
Kisah tentang kebahagiaan sejati mau mengungkapkan suatu realitas tentang
orientasi utama masyarakat pada zamannya Fransiskus. Kebahaggiaan Fransiskan
tidak hanya berhenti pada situasi dimana orang mengalami canda dan tawaria, akan
tetapi kebahagiaan sejati bagi Fransiskan mendapat
penekanan dan kekuatan
bagaimana setiap pribadi mencapai kemampuan untuk menciptakan hidup yang
tenang dan damai dengan lingkungan sekitarnya, mampu merasakan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
menemukan kehadiran Allah dalam segala situasi yang ada sekalipun situasi yang
sangat sulit (bdk. Syukur 2014:286).
Bagi sebagian orang tentu memiliki pandangan yang berbeda tentang arti dan
makna kebahagiaan yang sejati, dan merasa tidak masuk akal apa yang dihayati dan
dihidupi oleh para Fransiskan tentang arti dan makna kebahagiaan sejati. Akan tetapi
bagi para pencinta dan pengikut Fransiskus Asisi, untuk mencapai kebahagiaan
sejati ini pada akhirnya harus siap untuk dipandang bodoh oleh dunia.
Kemampuan untuk bisa mengalami hal yang demikian hanya jika setiap
saudara memiliki rasa cinta yang mendalam dan relasi yang intim dengan Yesus
Kristus sendiri. Untuk bisa sampai pada pengalaman yang demikian, membutuhkan
sikap yang radikal untuk mengikuti Yesus sumber kebahagiaan sejati itu.
d. Perdamaian
Sejalan dengan aspek-aspek lain yang berakar pada kedinaan (persaudaraan,
kemiskinan, kebahagiaan), salah satu aspek yang juga tidak kalah pentingnya dalam
kehidupan Fransiskus Asisi adalah perdamaian. Dalam buku Fioretti (92-96), ada
sebuah kisah tentang Fransiskus yang memperdamaikan penduduk kota Gubbio
dengan seekor serigala yang ganas. Dari kisah Gubbio ini dapat diketahui bahwa
Fransiskus Asisi memang seorang pribadi yang sangat mencintai kehidupan damai
dan bersaudara dengan semua makhluk ciptaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Melihat kehidupan St. Fransiskus yang dipenuhi dengan damai dan cinta akan
lingkungan hidup, menimbulkan suatu pertanyaan bagaimana St. Fransiskus
sungguh dapat hidup damai dengan semua orang dan semua makhluk? Sumbersumber inspirasi manakah yang ia gali sehingga ia dapat hidup harmonis dengan
seluruh ciptaan? Pertama, Fransiskus tentu belajar dari ucapan yang penting dan
fundamental dari Yesus yang bangkit seperti kita dengarkan dalam Injil Yohanes
“Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19; 21). Dari teks ini Fransiskus sungguh
menyadari bahwa sumber kedamaian sejati itu datangnya dari Tuhan. Kedua,
Fransiskus tentu memahami juga, bahwa di dalam Yesuslah surga dan bumi
diperdamaikan dan dipersatukan kembali dengan Allah yang mahakuasa (SurOr 13;
bdk. Kol 1:20). Ketiga, Fransiskus tentunya dipengaruhi oleh “Sabda Bahagia” yang
berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut
anak-anak Allah.” (Mat 5:9). Orang yang membawa damai ini oleh Fransiskus
ditafsirkan sebagai “orang yang dalam segala penderitaannya di dunia ini tetap
memelihara kedamaian dalam jiwa dan raganya demi cinta kasih kepada Tuhan kita
Yesus Kristus” (Pth XV). Ketika ia dicaci maki, ditolak bahkan diusir, ia tetap
damai. Hal ini terjadi tentunya karena ia mengalami perdamaian dan bersatu dengan
Tuhan.
Bertolak dari inspirasi biblis, damai/damai sejahtera ini, menjadi pegangan
bagi Fransiskus Asisi untuk senantiasa hidup dalam damai dengan seluruh makhluk
ciptaan sebagaimana yang sangat khas dari Fransiskus Asisi yaitu setiap kali ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
bertemu dengan sesama, alam dan tumbuh-tumbuhan Fransiskus selalu menyapa
dengan pax et bonum artinya damai dan kebaikan karena Fransiskus merasa bahwa
yang paling penting dimiliki oleh semua orang bukanlah harta, kedudukan atau
pangkat tetapi memiliki hati yang damai dan kebaikan Allah tinggal serta bekerja
dalam diri kita. Di mana kebaikan Allah hadir dan bekerja di situlah damai dan
keselamatan Kerajaan Surga terwujud nyata.
C. Paradigma Pedagogi Fransiskan
Pada bagian ketiga dari bab II ini, disajikan tentang paradigma pedagogi
Fransiskan. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi suatu pedoman bagi para
fransiskan dalam melaksanakan pelayanannya terutama pelayanan dalam bidang
pendidikan untuk membantu setiap pribadi bertumbuh dan berkembang menuju
pribadi yang dewasa dan beriman.
1. Paradigma
Paradigma adalah suatu cara mendasar untuk memahami, berpikir, menilai
dan melakukan hal yang berkaitan dengan sesuatu yang khusus tentang realitas
(Moleong, 2004:49). Banyak ahli yang mendefinisikan paradigma sesuai dengan
temuan mereka masing-masing. Diantaranya; Ritzer dan Zamroni mengatakan
bahwa paradigma merupakan pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang
apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
cabang/disiplin ilmu pengetahuan. Berbeda dengan Robert Friedrichs mengatakan
bahwa paradigma merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir
seseorang sebagai titik tolak pandangannya.
Dalam buku Paradigma Pedagogi Reflektif (2008:39) Paradigma adalah pola
pikir (semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama yang akan menjadi
fasilitator) dalam menumbuhkembangkan
pribadi
siswa
menjadi pribadi
kristiani/kemanusiaan. Paradigma sangat menentukan pola berpikir dan pola
bertindak karena sudah menjadi semacam suatu “keyakinan”.
Paradigma ini
biasanya menjadi bagian yang sangat sulit untuk diubah, kecuali jika yang
bersangkutan bersedia.
Di sini jelas bagi kita bahwasanya paradigma merupakan suatu pandangan
atau pola pikir seseorang dalam menghadapi setiap peristiwa yang ada di dalam
hidup ini. Hal yang sering terjadi bahwa ketika seseorang sudah mapan dengan
paradigma yang sudah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat, akan sulit sekali
untuk mengubah atau membangun suatu pola baru tentang paradigma yang lazim di
lingkungan sekitarnya sehingga butuh perhatian yang khusus. Hal yang demikian
juga terjadi di lembaga pendidikan sehingga guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
membantu mengembangkan setiap pribadi anak didiknya untuk memiliki paradigma
yang membangun dan lebih terbuka dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi
dalam kehidupan setiap hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2.
Pedagogi
Secara etimologi kata pedagogi berasal dari bahasa Yunani : Paedagogos
yang berarti
pengasuh anak. Dalam bahasa Yunani kuno : paedagogia biasa
diterapkan kepada para budak yang mengawasi pendidikan anak majikannya
termasuk menghantarkannya ke sekolah atau tempat latihan, mengasuhnya, dan
membawakan perbekalannya seperti membawakan alat musiknya (Supriyati,
2012:1).
Dalam buku Paradigma Pedagogi Reflektif (2010:22) “Pedagogi merupakan
seni dan ilmu mengajar”.
Pedagogi adalah cara para guru atau fasilitator
mendampingi para anak didik dalam bertumbuh dan berproses, termasuk di
dalamnya
pandangan hidup serta visi
mengenai
pendidikan (menjadi agen
perubahan sosial). Seni dan ilmu mengajar yang tidak dapat begitu saja direduksi
menjadi suatu metodologi. Pedagogi memuat suatu pandangan dan visi pribadi ideal
yang terdidik. Jelas bahwa dari kata ini lahir istilah pedagogi yang diartikan
sebagai suatu ilmu dan seni dalam mengajar dan mendidik anak-anak.
3. Fransiskan
Istilah Fransiskan digunakan untuk menunjuk kepada kelompok yang
paling terkenal yang mengikuti "aturan hidup St. Fransiskus dari Asisi" yaitu Ordo
Fratrum
Minorum (seringkali disebut "Fransiskan "). Ordo Fratrum Minorum
adalah ordo keagamaan yang bermula dari St. Fransiskus Assisi. Disebut ordo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Fratrum Minorum yaitu cara hidup mengikuti Yesus Kristus dan injil-Nya dalam
kedinaan
dan
kerendahan.
(http://pojokseminari.blogspot.co.id/2011/06/ordo-
fratrum-minorum-ofm.html).
4. Paradigma Pedagogi Fransiskan
Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pendidikan yang
berlandaskan pada sikap hidup/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi
yang tertuang dalam Gita Sang Surya. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi
model pendidikan dalam melahirkan generasi-generasi muda yang peduli dan
memiliki relasi yang baik dengan alam semesta sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari hidup mereka. Pedagogi Fransiskan mengembangkan hubungan
Tuhan dengan
manusia
yang dinyatakan
dalam
Yesus Kristus
dan hidup
Fransiskus sendiri sebagaimana yang ditekankan dalam dokumen Go and Teach
(GT) yang dikeluarkan oleh Friars Minor sebagai pedoman untuk pendidikan
Fransiskan art. 22 yang berbicara tentang: relasi Vertikal (Manusia dengan
Tuhan) dan Horisontal (relasi sosial antara manusia dengan sesama). Di sini jelas
bahwa pedagogi Fransiskan menjadi salah satu sarana menghantar dan membantu
setiap anak didik untuk bisa menjalin relasi yang baik dan benar dengan Tuhan yang
hadir dalam pribadi Yesus Kristus yang diimaninya, dengan sesama dan dengan alam
semesta.
Sebagai sarana untuk menghantar anak didik dalam menjalin relasi dengan
Tuhannya, para pelaku pendidikan (para Fransiskan dan guru-guru) dituntut untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
tidak memandang anak didik yang datang
sebagai sasaran atau objek yang
kepadanya pengetahuan ditransfer oleh guru tetapi setiap anak didik yang datang
merupakan anugerah dari Tuhan yang harus diterima dengan penuh syukur (GT
art.40). Pedagogi Fransiskan mengajak setiap pribadi untuk memahami dan
mendalami dunia tidak sekedar sebagai tempat alamiah eksistensi manusia tetapi
juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah. Jika
dunia ini merupakan ungkapan cinta dan keagungan terindah dari Allah, artinya
setiap makhluk terutama manusia yang diciptakan dengan akal budi yang mulia
dituntut suatu tanggung jawab untuk memelihara dan merawat dunia ini dengan
baik (bdk Kej.1:26-29). Dalam kitab kejadian jelas perintah Allah (Kej.1:28):
"Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi". Menghayati panggilan untuk melindungi dan
memelihara karya Allah merupakan bagian penting dari kehidupan yang saleh
bukan suatu pilihan kedua dari kehidupan ini (bdk. LS art. 217).
Kehendak Allah jelas bagi manusia, dan dalam kitab Kejadian, jelas bagi kita
bahwa Allah mempercayakan bumi beserta dengan segala isinya bagi manusia untuk
menjaga dan merawatnya. Berkuasa bukan berarti dengan seenaknya saja manusia
memperlakukan alam, tetapi kuasa yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah
untuk menjaga dan merawat alam ini sebagai tanggapan manusia atas cinta dan
keagungan Allah yang diberikan-Nya kepada manusia sehingga ketika manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
memperlakukan alam dengan tidak bertanggung jawab, sudah jelas bahwa manusia
menolak cinta Allah dan tidak mengakui keagungan dan kebesaran dari Allah
sendiri. Maka jika kita manusia terbuka untuk melihat situasi alam kita saat ini,
menjadi gambaran yang nyata bagaimana manusia menanggapi cinta Allah dalam
dunia kita saat ini. Jika kita ingin jujur, dunia kita saat ini sedang mengalami “sakit”
sehingga sebagai ciptaan yang mulia manusia perlu berbenah diri untuk
mengembalikan dunia yang harmonis, alam yang indah dan udara yang segar yang
memberi kehidupan bagi kita manusia.
Menyadari tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Allah kepada
manusia untuk merawat alam ini, Pedagogi Fransiskan membimbing dan membawa
anak didik kepada sebuah pertobatan ekologis yang sejati dan sebuah keadilan
lingkungan sejati yang didasarkan pada nilai-nilai respek dan solidaritas yang
mengarah pada sikap cinta lingkungan. Paus Fransiskus dalam ensikliknya (LS,
art. 219) mengatakan bahwa “pertobatan ekologis yang diperlukan
menciptakan
untuk
suatu dinamisme perubahan yang berkelanjutan, juga merupakan
pertobatan komunal”. Jelas bagi kita bahwa untuk mencapai suatu usaha dalam
menciptakan relasi yang harmonis dengan lingkungan sekitar tidak semata-mata
menjadi tanggung jawab pribadi tetapi menjadi tanggung jawab bersama yang harus
dilakukan secara bersama di dalam suatu komunitas yang memiliki arah dan tujuan
yang sama. Pertobatan ekologis juga mau mengungkapkan suatu kesadaran bahwa
kehidupan manusia tidak terpisahkan dari makhluk ciptaan lainnya tetapi menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
suatu kesatuan yang tergabung dalam suatu persekutuan yang bersifat universal yang
memberi suatu warna yang indah dalam kehidupan setiap hari. Pertobatan ekologi
membawa suatu kesadaran baru bagi manusia bahwa setiap makhluk yang ada di
alam raya ini merupakan cerminan dari kasih Allah yang sungguh nyata bagi
manusia. Dengan kesadaran ini mengajak manusia untuk lebih peduli dan cinta
lingkungan dengan memelihara dan merawat bumi ini dengan penuh kasih sebagai
tanggapan akan cinta Allah yang besar bagi manusia yang diciptakan-Nya.
Pedagogi Fransiskan tidak hanya menekankan segi kognitif tetapi juga segi
afektif dan psikomotorik anak didik sehingga apa yang dipelajari sungguh nyata
dalam tindakan dan pengalaman hidupnya setiap hari.
Dalam GT art. 17 disajikan beberapa point pokok yang membutuhkan
tindakan atau perbuatan diantaranya:
a) Mengembangkan kemampuan untuk mengkontemplasikan dunia fisik dari titik
pandang kristiani dan Fransiskan.
b) Memahami masalah utama yang disebabkan oleh polusi dan bentuk kehancuran
alam lainnya.
c) Mengusahakan sebuah pendidikan lingkungan dengan mengembangkan sebuah
kesadaran untuk melindungi dan peduli ciptaan sesuai dengan kriteria yang ada
humanist, scientifik dan transenden.
d) Mendorong sebuah pembentukan budaya berdasarkan sebuah relasi keadilan dan
solidaritas pribadi dengan lingkungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
e) Merangsang sebuah penelitian untuk sebuah sosio-ekonomic alternatif sejalan
dengan proposal ekonomi keadilan.
f) Mempromosikan gaya hidup yang bertanggungjawab dalam menggunakan dan
mengkonsumsikan sumber-sumber alam.
g) Menyebarluaskan
peraturan-peraturan tentang lingkungan sosial dalam
kerjasama dengan otoritas sipil dan religius.
Dalam menghadapi situasi dunia yang ditandai dengan globalisasi ini
membutuhkan suatu paradigma pedagogi yang baru terhadap dunia pendidikan dan
kehidupan ini. Melihat dan menyaksikan situasi yang ada, pedagogi Fransiskan
menawarkan suatu pendidikan yang menghantar setiap pribadi untuk bisa
membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam sekitarnya. Model
pendidikan yang ditawarkan oleh pedagogi Fransiskan yaitu: pendidikan ekologis
dan Ekopedagogi.
a. Pendidikan Ekologis.
“Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya” (Daryanto & Suprihatin, 2013: 49). Secara singkat
dapat juga dikatakan bahwa ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi
antar makhluk hidup. Berbicara tentang ekologi tidak lepas dari ekosistem. Yang
dimaksud dengan ekosistem adalah suatu system ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik tidak
terpisahkan antar makhluk hidup dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
lingkungannya (bdk. Daryanto & Suprihatin, 2013: 63). Ekologi memandang setiap
makhluk hidup sesuai dengan perannya masing-masing dan memandang individu
dalam species menjadi salah satu unsur terkecil dari alam sehingga ekologi
menganut prinsip keseimbangan dan keharmonisan semua komponen alam sebagai
satu kesatuan yang saling melengkapi. St. Fransiskus dari Asisi melalui karyanya
(bdk. Kidung saudara matahari) mengajak kita semua untuk menyadari bahwasanya
keberadaan manusia tidak lepas dari alam, sebaliknya keberadaan kita saling adanya
keterkaitan sebagai makhluk yang berasal dari satu pencipta yaitu Allah sendiri
sehingga Fransiskus dari Asisi mengajak setiap pribadi untuk memandang setiap
ciptaan sebagai saudara dan saudari.
Pendidikan ekologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antara
organisme dan lingkungan sekitar. Model pendidikan Fransiskan ini merupakan
bagian warisan dari sikap Fransiskus Asisi terhadap bumi. Sikapnya yang konkrit
nyata dalam tindakan yang tercantum dalam Gita Sang Surya yang memberikan
hadiah penting pada zaman ini. Bagi Fransiskus yang ilahi, yang manusiawi, kosmik
atau alam hadir bagi yang lain (dengan menggunakan pendapat Thomas Bery)
Fransiskus memiliki cinta yang mendalam bagi Yesus Kristus inkarnasi Allah;
hatinya berlimpah-limpah dengan syukur ketika ia memikirkan Allah menjadi
manusia, arsitek dunia menjadi anak bumi. Cinta Fransiskus dan persahabatannya
yang akrab dengan makhluk ciptaan seperti saudara ikan, saudari air, saudari
burung, saudara monyet dan saudara kelinci memiliki persahabatan yang saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
menguntungkan; bukan merupakan pelayanan yang di tujukan kepada seseorang
atau sesuatu yang didominasinya. Fransiskus berpikir melampaui pelayanan. Dia
berbicara kepada ciptaan yang lain, dan mereka berbicara kepadanya. Dia
menyampaikan kepada mereka tentang Allah, dan mereka menyampaikan
kepadanya tentang Allah. Dia mengajarkan kepada mereka tentang kesederhanaan
dan ucapan syukur dan mereka juga mengajarkan kepadanya tentang kesederhanaan
dan ucapan syukur. Cinta Fransiskus terhadap ciptaan di bumi dan inkarnasi Allah
dalam pribadi Yesus sebagai pribadi yang kudus. Fransiskus menghormati setiap
pribadi karena mereka memiliki integritas dan keutuhan dalam hati yang penuh
misteri sebagaimana diungkapkan oleh perancang ilahi. Sikap Fransiskus inilah yang
menjadi alasan untuk mengungkapkan bahwa pendidikan Fransiskan harus spesifik,
eksperiental, dan persaudaraaan/kekeluargaan (persaudaraan yang universal). Model
pendidikan ekologi Fransiskan itu sangat membumi dan berkaitan dengan
perkembangan dimensi manusia. Dalam pendidikan ekologi perlu menekankan
empat point pokok yang menjadi pertanyaan reflektif bagi para pendidik Fransiskan:
 Siapakah kita?
 Bagaimana relasi kita kepada Allah?
 Bagaimana persahabatan kita terhadap sesama?
 Bagaimana relasi kita dengan bumi?
Melalui pendidikan ekologi dengan memperhatikan empat point pokok
dengan harapan setiap anak didik dibantu oleh para guru dapat bertanggungjawab
untuk keberlangsungan dan masa depan bumi ini. Dengan menekanan pertanyaan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
pertanyaan ini, Pendidik dalam sekolah/lembaga pendidikan yang dikelolah oleh
para Fransiskan dipanggil untuk mengajarkan secara bebas; pembedaan dan kritik.
Menurut Pirkl (1992:147) “relasi persahabatan antara empat pertanyaan
pokok dan apa yang dilihat sebagai tanggungjawab ini bagi para pendidik dan anak
didik bisa disetujui bisa juga tidak disetujui”. Orang yang percaya akan melihat
bahwa tanggung jawab terhadap pertanyaan fundamental akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh tanggungjawab pada tiga hal yang lain. Jika tuntutan Fransiskan
benar bahwa hidup kita tidak didasarkan pada struktur tetapi pada persahabatan, dan
siapakah kita (pertanyaan pertama) secara definitif bergantung pada persahabatan
kita dengan Allah, sesama dan bumi. Bagaimana relasi persahabatan kita dengan
Allah. Jika Allah adalah pencipta kita dan melalui misteri inkarnasi, imanen pada
keluarga bumi dan relasi kita dengan Allah (pertanyaan kedua) adalah persahabatan
makhluk ciptaan terhadap pencipta dan melalui Kristus. Bagaimana persahabatan
kita dengan manusia (pertanyaan ketiga) bila kita mempunyai pendekatan
pertanyaan siapa kita, kita juga mendekati pertanyaan siapakah orang lain dan
bagaimana kita berelasi dengan mereka sebagai ciptaan dan anak-anak dari Allah
yang sama, saudara dan saudari Kristus, dan anggota keluarga yang menghuni bumi
ini. Bagaimana persahabatan kita dengan bumi (pertanyaan keempat) bila kita
berpegang teguh pada persamaan ciptaan yang ada, kita tahu bagaimana relasi kita
kepada Allah dan kepada ciptaan yang lain (persaudaraan universal).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Tujuan dari pendidikan yang ekologis adalah terwujudnya keselamatan dan
keutuhan ciptaan. Dalam ensiklik Laudato Si art. 209 dikatakan bahwa orangorang muda memiliki kepekaan ekologis dan semangat untuk membela lingkungan
dan sebagai ungkapan cinta mereka akan lingkungan, mereka berupaya untuk
membaharui lingkungan tetapi mereka hidup dan dibesarkan dalam lingkungan yang
berbudaya konsumatif dan budaya instan sehingga menjadi sulit bagi mereka
untuk menghidupi dan menghayati cara hidup yang baru yang menghantar mereka
kepada suatu kehidupan yang berdasarkan pada spiritualitas ekologis. Bermula
dari perubahan pola pikir dan pemahaman akan jati diri manusia sebagai individu
yang ada dalam kebersamaan
dan
untuk mencapai suatu kehidupan yang
didasarkan pada budaya ekologis, para pendidik harus mampu mengembangkan
suatu pendidikan yang mengajak anak didik sungguh menyadari keberadaan mereka
sebagai bagian dari alam ini sehingga setiap anak didik berusaha untuk memiliki
rasa cinta akan lingkungan dan menyadari bahwa setiap ciptaan yang ada di alam
semesta ini merupakan saudara bagi yang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh
Daryanto & Suprihatin (2013: 1) bahwa pendidikan lingkungan hidup merupakan
pendidikan tentang lingkungan hidup dalam konteks internalisasi secara langsung
maupun tidak langsung dalam membentuk setiap pribadi menjadi pribadi yang
mandiri dan bertanggungjawab atas alam yang dipercayakan oleh Allah kepada
manusia untuk dijaga dan dirawat
manusia.
sebagai tanggapan atas cinta Allah kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Dalam GT art. 18 mengatakan bahwa “Pedagogi Fransiskan dapat dan harus
memberikan sebuah model alternatif tentang pribadi yakni Pribadi yang menjalin
relasi dengan alam, sesama, Allah dan diri sendiri”. Bagi Fransiskus Asisi, relasi itu
ada 2 aspek : “Persaudaraan dan Kedinaan” adalah pusat dan inti fundamental dari
relasi interpersonal.
1) Persaudaraan
Menjadi “saudara” memiliki dasarnya dalam kebenaran Wahyu bahwa kita
semua adalah Anak-anak dari Bapa yang sama (Mat 23:9). Santo Fransiskus dari
Asisi mengembangkan gagasan persaudaraan menjadi lebih luas dan menyeluruh
atau bersifat universal. Fransiskus tidak hanya membangun persaudaraan dengan
sesama manusia tetapi bahkan memandang seluruh ciptaan yang ada di dunia ini
sebagai saudara dan saudari. Ketika Fransiskus merenungkan bahwa segala sesuatu
yang ada berasal dari pencipta yang satu dan sama, ia dipenuhi dengan kasih sayang
yang besar dan memanggil semua makhluk, sekalipun yang terkecil sebagai saudara
dan saudari. Paus Fransiskus dalam ensikliknya (LS, 11:20) kembali menegaskan
bahwa sikap St. Fransiskus ini bukan sesuatu yang bersifat romantisme yang naïf,
karena berdampak pada pilihan-pilihan yang menentukan kita dalam bersikap dan
bertindak. Bercermin pada sikap sang santo, paus Fransiskus sangat menekankan
kepada seluruh dunia untuk peduli alam dengan gerakan ekologi karena beliau
meyakini bahwa dengan gerakan ekologi bisa membawa kemajuan yang besar bagi
dunia ini (bdk. LS, art. 14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Persaudaraan semesta yang dicita-citakan Fransiskus Asisi akan dapat
terwujud bila dalam diri setiap makhluk terdapat sikap untuk tidak hanya mencintai
diri sendiri (egois) tetapi juga memiliki cinta akan lingkungan hidupnya. Cinta ini
pada akhirnya juga akan bermuara pada keselamatan dirinya sendiri sebab dunia kita
ini tercipta sebagai sebuah ekosistem di mana semua makhluk ada dalam suatu mata
rantai yang saling melengkapi satu sama lain. Cinta ini juga yang akan mendorong
setiap orang untuk terlibat dalam usaha untuk melestarikan alam ini sebagai bagian
dari hidupnya sebagaimana yang dikatakan oleh paus Fransiskus dalam ensikliknya
bahwa “pelestarian alam adalah bagian dari suatu gaya hidup yang melibatkan
kemampuan untuk hidup bersama dalam persekutuan” (LS art. 228).
2) Kedinaan
Menjadi “dina” memiliki dasarnya bahwa : Yesus adalah Guru dan Tuhan,
menjadi Hamba dan melayani saudara-saudara-Nya. Kedinaan memiliki nuansa
khusus dibandingkan dengan kemiskinan. Kedinaan lebih menunjukkan sikap hati
yang mau merendah. Fransiskus menghayati perendahan diri ini terdorong oleh
karena kekagumannya akan Allah yang dalam pengalaman imannya hadir sebagai
Allah yang merendah. Allah yang sudi menjadi manusia dalam diri Kristus dan
berbela rasa dengan penderitaan manusia. Maka sikap rendah hati berbeda dengan
perasaan rendah diri/minder yang lebih merupakan kerapuhan jiwa.
Sikap
rendah
hati
pertama-tama lahir dari pengakuan diri akan nilai
manusia di hadapan Allah: sebagai abu yang tidak ada apa-apanya, namun belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
dari pengalaman umat beriman keberadaan kita yang bagaikan abu bukanlah suatu
fatalitas melainkan keadaan yang patut disyukuri karena Allah kita adalah Allah
yang tidak akan menolak hati yang remuk redam, Allah yang berbelaskasih atas
kerapuhan ciptaan-Nya sehingga meski kita abu tetapi Allah mengasihi kita dan
bahkan menganugerahkan rahmat-Nya dan bekerja melalui dan dalam diri kita
sehingga kita dapat berbuat banyak hal yang baik dan benar. Fransiskus mengakui
bahwa yang baik itu semuanya berasal dari Allah karena hanya Allahlah satu-satunya
yang baik bahkan Dialah kebaikan itu sendiri. Maka orang yang rendah hati adalah
orang yang tidak minder/rendah diri.
Minder adalah perasaan bahwa dirinya lebih rendah daripada yang lainnya,
sementara orang yang rendah hati memahami bahwa kenyataannya semua orang
sama, tidak ada yang lebih rendah dari yang lainnya, karena semua hanyalah debu
belaka di hadapan Tuhan. Tetapi orang yang rendah hati juga tidak sombong bila
mengalami kesuksesan dalam hidup karena sadar bahwa semua kebaikan itu dapat
terjadi dalam dirinya karena Allah yang berkenan bekerja dalam dirinya sehingga
Allah jugalah yang patut dipuji karenanya. Selain itu karena percaya akan penyertaan
Allah pada orang-orang yang rapuh dan kecil maka orang rendah hati yang
menyadari kerapuhan dan kekecilannya justru tidak akan pernah merasa putus asa
dalam hidup karena yakin Tuhan akan membantunya.
Kedinaan juga merupakan sikap hati terhadap kekayaan. Baik kekayaan
rohani seperti bakat, intelektual, atau talenta yang kita miliki juga kekayaan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
arti jasmani seperti uang, rumah, harta benda dsb. Kedinaan mengajak kita untuk
melihat dan memandang semua kekayaan tersebut bukan sebagai milik kita pribadi
tetapi milik Tuhan. Konsekuensinya adalah semua kekayaan itu hendaknya
digunakan bukan hanya menurut kemauan dan untuk kepentingan serta kesenangan
kita sendiri tetapi digunakan sesuai kehendak Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan.
Apa kehendak Tuhan dalam hal tersebut? Tuhan sendiri sudah menunjukkan diri
sebagai pribadi yang solider karena menginginkan semua makhluknya selamat
sejahtera maka kehendak Tuhan dalam penggunaan harta kekayaan tentunya agar
harta tersebut dipakai sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan semakin banyak orang/masyarakat. Oleh karena itu kedinaan pada
akhirnya akan mendukung dan menghasilkan persaudaraan yang lebih kokoh.
b. Ekopedagogi
Ekopedagogi merupakan suatu pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan
cita-cita ekologi baru-peradaban yang berkelanjutan sehingga anak-anak dan orang
muda dapat mewujudkannya dengan bantuan para pendidik dan orang-orang yang
ada di sekitarnya. Ekopedagogi mengajak manusia untuk tidak melihat dirinya
sebagai tuan dan penguasa atas bumi ini melainkan hadir sebagai anak dan murid
dari bumi yang merupakan “ibu” dan “guru” (Mater et magistra) karena sebagai ibu,
bumi mengasuh dan menyuap kita dengan aneka tumbuhan yang terhampar indah di
alam ini (bdk. Gita Sang Surya Fransiskus Asisi) dan sebagai Guru, bumi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
menampakkan dalam dirinya
“sekolah Kehidupan” yang memberi hikmat dan
pengertian bahwa manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam ini.
Sumber ekopedagogi yang utama adalah berdasarkan pada inspirasi dari sikap dan
perilaku St. Fransiskus dari Asisi terhadap alam (bumi). Atas dasar ini, ekopedagogi
menekankan karakter pendidikan yang partikular (GSS edisi Mei-juni: 2). Artinya
pendidikan yang mengutamakan pengalaman yang berspiritkan persaudaraan dan
kekeluargaan. Melalui pengalaman, anak didik diberi kesempatan untuk mengalami
langsung realitas yang ada dalam berelasi dengan alam, sedangkan persaudaraan
dimaksudkan agar anak didik memiliki kesadaran untuk mengenal dan menemukan
diri mereka sendiri dengan semua ciptaan yang ada di bumi pertiwi ini sebagai
saudara satu sama lain. Apakah
ekopedagogi mengabaikan Teori?
Dalam
ekopedagogi, teori merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman.
Dalam ekopedagogi, teori tidak lagi sesuatu yang hanya berhenti di “kepala” tetapi
teori menyatu dan menyerap kedalam seluruh diri menjadi suatu keutuhan dari diri
anak didik dalam berelasi dengan seluruh alam ciptaan yang ada.
Ekopedagogi bertujuan untuk mewargabumikan manusia (Mbula, 2015:7).
Mewargabumikan manusia berarti mendorong setiap orang untuk mengintegrasikan
keadilan sosial, perdamaian dan pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan
hidup merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai
pihak yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang
nilai-nilai lingkungan hidup (bdk. Daryanto & Suprihatin, 2013: 20) tujuan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
pendidikan lingkungan hidup mendorong dan memberikan kesempatan bagi setiap
orang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dapat
menumbuhkembangkan
kepedulian
untuk
melindungi,
memperbaiki
dan
memanfaatkan alam secara bijaksana dan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Melalui ekopedagogi membantu manusia untuk memahami hubungannya dengan
alam. Ekopedagogi melihat pendidikan bukan untuk mencapai tujuan dalam dirinya
sendiri melainkan untuk mencapai masa depan bersama. Para Fransiskan dan para
pendidik (Guru-Guru YEMS) sebagai sasaran ekopedagogi untuk berkomitmen
terhadap hak asasi manusia, perdamaian, dan membina persahabatan dengan alam
yang harus ditanamkan bagi anak didik sehingga anak didik lebih peduli terhadap
alam sekitarnya.
Dohut (2015: 39-43) membahas soal ekopedagogi menjadi salah-satu
jawaban menuju pertobatan ekologi. Menurut Dohut, melalui ekopedagogi melatih
anak didik untuk bertangung jawab dan respek terhadap alam semesta. Beliau
menguraikan beberapa point penting dari ekopedagogi yakni:
1. Ekopedagogi berorientasi pada penyadaran kognitif bahwa bumi mengalami
kerusakan. Kerusakan bumi bukan lagi sesuatu yang rahasia
tetapi suatu
kenyataan sehingga butuh kesadaran dari setiap pribadi untuk merawat bumi ini.
2. Penyadaran kognitif harus sampai menumbuhkan kepedulian untuk bertanggung
jawab atas keutuhan alam ini. Kesadaran dan pengetahuan tentang kerusakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
bumi harus menjadi penggerak bagi setiap pribadi untuk memberi perhatian
yang khusus bagi perkembangan alam di bumi pertiwi ini.
3. Tanggungjawab merupakan keutamaan yang perlu dilatih. Tanpa latihan terusmenerus secara dini, akan menjadi sulit bagi seorang anak didik untuk
bertanggungjawab dalam memelihara bumi ini. Contoh konkritnya membuang
sampah pada tempatnya, membedakan antara sampah basah dan sampah kering
dst.
4. Aturan perlu diterapkan bagi mereka yang melampaui batasan tertentu. Aturan
yang diterapkan bukanlah suatu ancaman tetapi menjadi rambu-rambu yang
menuntun setiap pribadi menuju arah yang hendak dicapai terutama dalam
merawat dan memelihara bumi. Manusia ekologis mendekati alam dengan
semangat merawat bukan mengeksploitasi.
Nilai-nilai lain yang patut dikembangkan juga dalam membangun
persaudaraan
dalam
pendidikan
Fransiskan yaitu mengembangkan dialog:
pluralitas, pembawa damai/non violence, kedinaan/ minor dll.
 Menghormati perbedaan (pluralitas) : Semua saudara adalah anugerah dari
Tuhan. Bandingkan perumpamaan-perumpamaan tentang domba yang hilang,
dirham yang hilang, dan anak yang hilang (kerahiman Allah). Fransiskus Asisi
dalam mengembangkan kepribadian dan spiritualitas hidupnya dia bersumber
pada Injil Kristus dan juga belajar dari orang lain. Sejauh mana kita memberi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
kesaksian atau teladan hidup tentang keterbukaan pada sesama yang berbeda
latar belakang budaya, suku, agama, ras dan golongan. (GT : Art. 40)
 Kedinaan : Berpihak, opsi,
atau solider terhadap kaum yang lemah dan
terpinggirkan. (GT 76). GT art. 66: Ditandaskan bahwa berkhotbah bukan untuk
mengajar tetapi memberi kesaksian tentang pengalaman hidup beriman. Hal itu
telah ditunjukkan santo Fransiskus di hadapan Uskup Ostia. Setiap saudara
adalah saudara dina (minor). Dimensi kedinaan/minor :kecil di hadapan Allah,
kontemplasi Fransiskus akan Allah, semangat kasih persaudaraan, pemimpin
disebut minister atau pelayan persaudaraan bukan superior.
 Pembawa damai (non violence). Misalnya M. Gandhi : pribadi yang setia pada
hati nurani dan kreatif dalam membaca tanda zaman. Komunikasi non violence
dalam situasi konflik yaitu Observing (mengamati bukan menilai), Feeling
(menyadari perasaan yang timbul), Need (kebutuhan yang mendasarkan lahirnya
perasaan tersebut, dan Request (menyampaikan permohonan secara positif).
Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas bahwa salah satu aspek hakiki
dari pedagogi Fransiskan
adalah
persaudaraan.
Sejak
awal terbentuknya
persaudaraan ini, St. Fransiskus dari Asisi menekankan kepada para saudara dan
para pengikutnya untuk menghayati persaudaraan yang bersifat universal.
Persaudaraan yang ditekankan dalam pedagogi Fransiskan bahwa segala makhluk
yang ada memiliki dasar dalam kebenaran yang mengungkapkan bahwa kita semua
menjadi anak dari Bapa yang sama dan menjadi kecil dalam sikap Yesus yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
menjadi Guru yang mengambil rupa seorang Hamba dan menempatkan diri-Nya
sebagai pelayan bagi “saudara-saudara-Nya ciptaan-Nya (GT:24).
Persaudaraan merupakan inti dan tempat yang tepat dari pendidikan (GT:25).
Hal ini jelas bahwa pendidikan itu terjadi dalam sebuah persaudaraan yang dibangun
atas dasar kasih. Artinya bahwa di dalam sebuah lembaga pendidikan tidak
dipandang sebagai suatu lembaga untuk mendidik setiap pribadi menjadi lebih pintar
tetapi setiap orang yang masuk dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan
saudara yang dihadiahkan oleh Tuhan sendiri untuk dibantu dan dibimbing menuju
pribadi yang dewasa dan beriman. Jelas bahwa di dalam pendidikan Fransiskan,
tidak ada atasan dan bawahan, pemimpin dan yang dipimpin tetapi dalam pedagogi
Fransiskan ditekankan bahwa sebagai tenaga pendidik, harus siap untuk melayani
dan membantu mengembangkan setiap saudara yang datang sebagai anugerah yang
terindah dari Allah. Sebagai anugerah yang diterima secara cuma-cuma, mengajak
setiap pendidik (guru) untuk mensyukuri rahmat dan anugerah itu dengan melayani
setiap saudara dengan sepenuh hati dan penuh cinta sebagaimana yang ditekankan
dalam paradigma pedagogi Fransiskan.
Dalam paradigma pedagogi Fransiskan ditekankan pendidikan yang
berdasarkan pada pengalaman akan kasih Allah yang terwujud dalam persaudaraan
(Jurnal of contemporary Franciscan Vol. 2).
Kasih merupakan jalan tertinggi
menuju Allah. Kasih memberi semangat bagi seseorang untuk melakukan sesuatu
yang bermanfaat bagi orang lain. Untuk memahami kasih yang sesungguhnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
seseorang harus berada pada dasar dari keinginannya untuk mengubah dunia dan
membantu orang lain untuk mencapai standar
umum
dimana setiap orang
membiarkan orang lain untuk hidup yang utuh secara manusiawi. Dasar yang benar
tentang relasi antar pribadi
adalah kasih di mana kita membiarkan orang lain
menjadi dirinya dan pada saat yang bersamaan
ia mengalami dan memenuhi
kebutuhan dirinya. Kasih mendorong seseorang untuk terus belajar dari setiap
pengalamannya dalam berelasi dengan Allah dan alam ciptaan-Nya. Pengetahuan
tidak akan pernah berakhir dan pengetahuan itu dapat diperoleh melalui pengalaman
akan apa yang ditemukan melalui proses belajar yang diterima melalui pendidikan.
Pendidikan berarti membawa manusia pada kesadaran tertinggi akan martabatnya
dan keunikannya melalui sharing pendapat dengan segala kekayaan yang
dimilikinya. Pendidikan berarti menuntun manusia pada kebebasan dan damai,
agar ada kemungkinan untuk mencintai dirinya dan orang lain dalam cinta sebagai
pelepasan; cinta yang tidak mencari kuasa untuk menguasai orang lain, cinta yang
tidak memiliki motivasi
lain, cinta yang mengenal
nilai terdalam dari setiap
makhluk yang dijumpai.
Berbicara tentang pendidikan yang membebaskan mengajak setiap orang
untuk belajar dari pribadi St. Fransiskus dari Asisi dan karyanya (Kidung saudara
Matahari) tentang membina relasi yang harmonis dan hidup secara damai dengan
sesama, alam dan dengan Allah pencipta sendiri. Untuk bisa belajar dari hidup sang
santo, terlebih dahulu kita pahami dan dalami kemiskinan dan cinta
yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
diikrarkan oleh St. Fransiskus dari Asisi sampai akhir. Dalam kata kemiskinan
ditemukan inti dari kehidupan dan visinya. Kemiskinan St. Fransiskus dari Asisi
berkembang dalam cintanya yang luar biasa kepada kristus saudaranya dan hal itu
merupakan afirmasi dari keberadaan dan kemartabatan dari setiap makhluk ciptaan.
Lebih tepat gambaran keindahan kemiskinannya diberikan oleh Louis Lavelle:
“makhluk ciptaan harus di cintai tetapi hanya sebagai ciptaan Allah dan dalam
semangat kemiskinan yang melarang cinta untuk memilikinya”.
Dalam kehidupan kemiskinan St. Fransiskus dari Asisi memiliki banyak segi
dan mengandung misteri. Fransiskus tidak dilahirkan dalam kemiskinan tapi dia
menghayatinya di kemudian hari. Fransiskus memilihnya secara bebas tidak seperti
penderitaan kemiskinan yang di alami oleh orang-orang pada umumnya.
Kemiskinan membebaskan diri dari ketakutan dalam hati dan makhluk ciptaan yang
masuk dalam kehidupannya.
Ketidaktakutan menjadikan ciptaan sebagai
saudaranya. Cinta melarangnya untuk memiliki sesuatu dan hal ini menuntunnya
untuk merangkul kemiskinan. Dari sinilah lahir kebebasan, kekaguman dan perasaan
mendalam dari persaudaraan universal kepada ciptaan yang mendorongnya untuk
lebih mencintai segala ciptaanNya. Semua elemen ini merupakan visi spiritualnya
yang berkaitan satu sama lain sebagaimana yang digambarkan dalam diagram ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Cinta
Persaudaraan
Keterpesonaan
kemiskinan
kebebasan
Cinta yang melahirkan penerimaan kemiskinan, pengakuan dan pelayanan
lainnya. Semuanya itu tidak memiliki motivasi tertentu dan juga bukan pencarian
identitas. Oleh karena itu ketidaktakutan dan kedamaian serta sukacita ada dalam
diri. Dalam kehidupan St. Fransiskus dari Asisi kemiskinan dan cinta tidak dapat
dipisahkan.
Ada kedekatan persahabatan antara kebebaan merangkul kemiskinan dan
mencintai mereka yang lahir untuk kemiskinan serta menghidupinya. Tetapi cinta ini
tidak mempengaruhinya untuk berhenti dalam kemiskinannya. Dengan kata lain cinta
itu menunjukkan kepada mereka ketidakadilan dan usaha untuk menghapuskannya
dari muka bumi dengan mengajarkan orang miskin untuk bekerja agar bisa
memperbaiki kondisi kehidupannya dengan melakukan segala sesuatu yang mungkin
untuk membangun keadilan di dalam dunia. Dengan cara ini kaum miskin akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
terangkat standar keberadaan kehidupan, sehingga merekapun
bisa memilih
kemiskinan secara bebas.
Sebagaimana
yang telah dikatakan
sebelumnya bahwa ketidakadilan
ekonomi dan krisis ekologi berkaitan satu dengan yang lain dan ini merupakan gejala
kelesuan spiritual. Penyembuhan spiritualnya adalah cinta yang memberikan
inspirasi untuk mengorbankan diri dalam merangkul kemiskinan secara bebas. Inilah
kemiskinan yang oleh Fransiskus disebut ibu kemiskinan. Dia memperolehnya
sebagai mempelai dengan rahmat kebebasan, keterpesonaan dan menumbuhkan
kesadaran persaudaraannya dalam ciptaan.
D. Rangkuman
Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pembelajaran yang
di terapkan di dalam lembaga pendidikan Sransiskan yang berpola pada semangat
dari St. Fransiskus Asisi yang menghantar setiap pribadi untuk memahami dan
mendalami dunia tidak sekedar sebagai tempat tinggal manusia belaka tetapi juga
sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah sehingga
melalui pembelajaran dengan model ini menghantar setiap anak didik untuk lebih
menghargai dan menghormati alam ini sebagai saudara yang berasal dari pencipta
yang satu dan sama.
Paradigma pedagogi Fransiskan mengajak setiap pribadi menyadari
keberadaannya di dunia ini dalam menjalin relasi baik dengan sesama, alam dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
dengan Allah sendiri.
Kesadaran itu menumbuhkan suatu tindakan untuk
memperlakukan alam sebagai saudara dan sesuai dengan fungsi dan tujuannya
masing-masing sebagaimana St. Fransiskus Asisi memperlakukan alam dan seluruh
ciptaan yang ada. Kesadaran itu menghantar setiap pribadi kepada suatu pertobatan
ekologis yaitu pertobatan yang mendorong setiap pribadi berusaha mengembangkan
semangat dan kreativitasnya sesuai dengan bakat dan kelebihannya masing-masing
dalam usaha untuk turut melindungi dan memberdayakan saudara alam (LS art.220).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
BAB III
SEMANGAT PELAYANAN PARA GURU
YANG DIJIWAI OLEH SPIRITUALITAS ST. FRANSISKUS ASISI
Karya pendidikan yang dikelolah oleh Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS)
merupakan salah satu bagian dari karya Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth
(FSE) yang mewarisi dan menghayati spiritualitas St. Fransiskus Asisi yang tertuang
dalam Kharisma Kongregasi yang hadir untuk melayani orang kecil, menderita dan
sakit. Salah satu penghayatan Kharisma pendiri, Kongregasi FSE berusaha untuk
selalu terbuka dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini sehingga
sebagai perwujudan dari Kharisma tersebut, Kongregasi FSE hadir untuk melayani
dan membantu anak-anak bangsa ini bertumbuh menjadi pribadi yang utuh melalui
karya pendidikan yang dikelolah oleh YEMS Samarinda.
Berangkat dari asal mula keberadaan lembaga pendidikan ini, pada bab ini
akan diuraikan tentang semangat pelayanan para guru yang berkarya di YEMS
dijiwai dan disemangati oleh spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung
sekolah sekaligus bapak spiritualitas para suster FSE, sebagai suatu tanggapan atas
panggilan Tuhan untuk melayani setiap anak didik yang hadir sebagai anugerah dari
Tuhan yang harus dibantu dan dididik untuk berkembang menuju pertumbuhan
pribadi yang utuh. Maka pada bagian ini akan diuraikan juga tentang tugas, peran
dan tanggung jawab sebagai seorang guru bagi anak didik di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
A. Tugas Dan Peran Guru Dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan merupakan wadah untuk mendidik dan membimbing setiap orang
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju pribadi yang utuh. Sebagai
wadah, lembaga pendidikan terbuka bagi semua orang. Dalam PPF art.129
dikatakan bahwa
“setiap
anggota
masuk
dalam
persaudaraan
itu dengan
kepribadian, sejarah, bakat-bakat dan kekurangan-kekurangannya masing-masing”.
Di sini jelas bahwa dengan latar belakang dan karakter yang berbeda dari setiap
saudara yang masuk dalam lembaga pendidikan tersebut perlu dibantu
dibimbing
menuju
dan
pada pertumbuhan pribadi yang utuh sebagaimana yang
diharapkan sebagai generasi penerus bangsa ini.
Dalam arti yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat umum adalah
orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu (Djamarah,
2010:31).
Bagi masyarakat, guru memiliki kedudukan dan peran yang sangat
penting karena guru dipandang sebagai figur yang mampu mengajar dan mendidik
pribadi-pribadi secara utuh dan menyeluruh menuju perkembangan masa depan yang
cerah. Melalui kepercayaan yang diberikan masyarakat bagi guru sehingga guru
mengemban tugas dan tanggung jawab yang berat. “Mengemban tugas memang
berat tetapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab”. Artinya bahwa menjalani
panggilan sebagai seorang guru mengemban tugas untuk mengajar di kelas, akan
tetapi mengemban tanggung jawab sebagai guru, tidak hanya sebatas di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
kelas/sekolah tetapi juga di luar sekolah. Hal ini merujuk pada tanggung jawab
moral. Guru bertanggung jawab untuk hadir sebagai teladan bagi anak didiknya
dalam melakukan apa yang dikatakannya dan mengatakan apa yang dilakukannya
sebagaimana yang diamanatkan secara luhur oleh bapak pendidikan Indonesia, Ki
Hadjar Dewantara dengan tiga pilarnya: ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani. Dari amanat Dewantara ini sangat jelas bahwa
kehadiran guru tidak hanya sekedar pengajar tetapi harus menjadi teladan dan
membangun kerjasama yang baik dengan anak didik dalam proses pendidikan yang
ada.
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil
dan idola, seluruh kehidupannya menjadi pelajaran yang bermakna bagi anak
didiknya. Artinya bahwa sebagai teladan, guru mendapat tanggung jawab yang besar
untuk hadir sebagai sosok yang ideal. Sebagai sosok yang ideal, mengarah pada
sikap pengabdian yang tulus berdasarkan panggilan jiwa dan hati nurani bukan
sekedar tuntutan segi material belaka, walaupun situasi dan kesejahteraan guru
harus tetap diperhatikan dan ditingkatkan. Guru yang ideal selalu ingin bersama
anak didiknya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Keselarasan antara perkataan
dan perbuatan menjadi tuntutan yang besar bagi guru. Bertolak dari situasi yang
ada, penulis menguraikan apa yang menjadi tugas dan peran sebagai seorang guru
dalam usaha untuk memajukan pendidikan yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
1. Tugas dan Tanggungjawab Guru dalam Pendidikan
Dalam pandangan umum, guru menjadi figur di dalam kehidupan
bermasyarakat karena guru dipandang sebagai seorang arsitektur yang dapat
membentuk karakter anak didik baik secara kejiwaan maupun watak anak didik.
Dalam hal ini, guru memiliki wewenang untuk membentuk dan membangun
kepribadian anak didik menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
Yang dimaksud dengan kepribadian di sini adalah “keseluruhan dari individu yang
terdiri dari unsur psikis dan fisik” (Djamarah, 2010:40).
Dalam PPF art.148 “Setiap pendidik hendaknya melaksanakan tugas dan
pelayanannya dengan mendidik dan mendampingi mereka yang berada dalam
lembaga pendidikan”. Jelas bahwa mengemban tugas sebagai guru bukanlah suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan tetapi mengembang tugas sebagai seorang guru
adalah suatu bentuk pelayanan untuk membimbing dan mendampingi setiap saudara
yang bergabung dalam lembaga pendidikan tersebut sehingga tugas mengajar dan
mendidik menjadi suatu pelayanan yang mulia.
Menjalani panggilan sebagai seorang guru memiliki banyak tugas, baik tugas
yang berkaitan dengan dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Jikalau
dilihat lebih mendalam, tugas sebagai seorang guru tidak hanya sekedar profesi
atau jabatan tetapi sebagai suatu tugas kemanusiaan. Tugas guru sebagai suatu
jabatan atau profesi menuntut guru untuk mengembangkan profesionalitasnya
sebagai seorang guru sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman yang semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
modern ini. Tugas guru sebagai profesi tampak dalam usaha guru untuk mengajar,
melatih dan membimbing anak didik. Selain sebagai profesi/jabatan, guru juga
memiliki tugas untuk mendidik. Tugas guru sebagai pendidik artinya, guru selalu
berusaha untuk meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang dimiliki
oleh seorang anak didik
dimana guru mendidik anak didiknya untuk mampu
menghayati nila-nilai hidup yang sudah dimiliki oleh anak didik sejak semula.
Artinya bahwa menjadi seorang guru tidak hanya sekedar berdiri di depan kelas
untuk mentransfer ilmu yang dimiliki ke dalam otak anak didik tetapi lebih dari itu,
seorang guru dituntut untuk bisa mengkorelasikan antara ilmu pengetahuan dengan
nilai-nilai kehidupan yang sudah dimiliki oleh anak didik sejak awal. “Guru harus
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik, dengan begitu anak didik
dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial” (Djamarah, 2010: 37). Dari
sini bisa dikatakan bahwa tugas guru tidak hanya sekedar berada di balik
tembok sekolah tetapi tugas guru juga merupakan jembatan antara sekolah dan
masyarakat.
Dalam mengemban tugas sebagai guru, seorang guru juga mengemban
tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. Pada umumnya di dunia dan di
Indonesia secara khusus, guru bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan
anak bangsa ini (Djamarah, 2010:34). Jelas bahwa tidak ada seorang guru pun yang
mengharapkan anak
didiknya menjadi “rusak”. Setiap guru akan berusaha dan
bekerja keras untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan
anak didiknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Menyadari tanggung
jawab yang besar terhadap anak didiknya,
tantangan dan kesulitan
bukanlah
penghalang bagi seorang guru untuk selalu hadir ditengah-tengah anak didiknya.
Seorang guru akan merasa sedih bila melihat dan menyaksikan anak didiknya
berlaku tidak sopan. “Guru tidak pernah memusuhi anak didiknya meskipun suatu
ketika anak didiknya yang berbuat kurang sopan kepada orang lain bahkan dengan
sabar dan bijaksana memberi nasihat bagaimana cara bertingkah laku yang sopan
kepada orang lain” (Djamarah, 2010:35).
Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma atau tata
aturan tentang nilai-nilai hidup agar anak didiknya mampu membedakan perbuatan
mana yang baik dan mana yang tidak baik sehingga guru tidak hanya berkata tetapi
bertanggung jawab juga dalam berbuat, tindakan seperti itulah yang akan menjadi
pelajaran yang sangat bermakna bagi seorang anak didik, sebagaimana pengalaman
penulis sendiri ketika berdinamika bersama anak didik di SD Tarakanita Bumijo
dalam program pengalaman lapangan (PPL), anak didik akan lebih patuh kepada
gurunya dari pada orang tuanya. Suatu contoh yang sangat menarik ketika itu,
belajar tentang “Ramah Lingkungan” dan guru menganjurkan kepada para anak
didiknya untuk memelihara tanaman tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah
seperti rajin menyiran bunga, dan salah seorang murid yang duduk di kelas IV SD
Tarakanita Bumijo berniat untuk rajin menyiram bunga tetapi karena asyik bermain,
sore itu dia lupa menyiram bunga dan baru teringat malam hari ketika hendak tidur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
saat itu juga dia langsung mengambil air dan menyiram bunga di rumahnya, ketika
orang tuanya melarang, anak itu mengatakan bahwa bapak guru saya mengajarkan
kepada kami untuk ramah lingkungan dengan cara rajin memelihara tanaman.
Dari pengalaman penulis yang sederhana ini, mau menegaskan kepada kita
bahwa betapa besar tanggung jawab guru itu. Seorang murid sampai melakukan hal
itu karena gurunya tidak hanya berkata tetapi juga sudah terlebih dahulu
melakukannya. Dengan demikian, “tanggung jawab seorang guru adalah untuk
membentuk anak didiknya menjadi pribadi yang cakap, berguna bagi agama, nusa
dan bangsa di masa yang akan datang (Djamarah, 2010: 36).
2. Peran Guru dalam Pendidikan
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan orang lain dan
membutuhkan orang lain dalam proses perkembangannya. Sebagai makhluk sosial,
manusia sejak lahir sampai mati selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Hal
ini menandakan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, lemah dan memiliki
keterbatasan dalam usaha untuk mencapai tujuan hidupnya. Demikian juga halnya
dengan pendidikan, guru dan murid saling melengkapi. Tidak ada murid jika tanpa
guru demikian juga sebaliknya, keduanya saling melengkapi. “Ketika orang tua
mendaftarkan anaknya di sekolah, pada saat itu juga orang tua menaruh harapan
pada guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal” (Mulyasa, 2011:35).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Dari sini bisa dipahami betapa besar peran guru dalam dunia pendidikan
untuk membimbing dan membantu perkembangan anak didik menjadi pribadi yang
berguna bagi bangsa dan agama. Dalam hal ini guru memiliki peran penting dalam
proses perkembangan anak didik.
Untuk kepentingan tersebut, dengan
memperhatikan kajian Mulyasa (2011:37) dan Djamarah (2010:43). Kedua tokoh ini
menguraikan beberapa point tentang peran guru sebagai pendidik dan pengajar,
pembimbing, fasilitator, inspirator, motivator, model/teladan, korektor, evaluator.
Dari berbagai-macam peran guru yang sudah disebutkan ini saling melengkapi atau
saling adanya keterkaitan satu dengan yang lainnya.
a. Guru sebagai Pendidik sekaligus Pengajar
Mengajar merupakan proses berelasi dan berkomunikasi secara efektif dan
afektif antar guru dan murid (Riyanto,2015:139). Jelas bahwa dalam suatu lembaga
pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar dibutuhkan suatu relasi dan
komunikasi yang baik antar guru dan anak didik untuk mencapai suatu pembelajaran
yang efektif sesuai dengan ketetapan yang ada dalam dunia pendidikan. Sebagai
pendidik sekaligus pengajar, guru tidak hanya mengajarkan tentang teori-teori yang
dimiliki, tetapi sebagai pendidik, guru juga harus hadir sebagai contoh bagi anak
didiknya, sehingga dalam menjalani kehidupannya setiap hari, guru harus “memiliki
standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, kewibawaan,
mandiri dan disiplin” (Mulyasa, 2011:37). Berbicara tentang kewibawaan seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
guru merujuk pada nilai-nilai spiritualitas yang dimiliki oleh seorang guru dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan sesuai dengan situasi dan perkembangan yang
ada. Nilai-nilai spiritualitas yang dimiliki oleh seorang guru menjadi arah dan
penunjuk jalan bagi para guru dalam membimbing dan membantu anak didik untuk
bertumbuh dan berkembang.
Nilai berarti sesuatu yang penting dan berharga, dimana orang rela menderita,
mengorbankan yang lain, membela, dan bahkan rela mati demi nilai tersebut
(Darminta, 2006:24). Jelas bagi kita bahwa dalam memperjuangkan suatu nilai
membutuhkan pengorbanan, sama halnya dengan usaha untuk menanamkan suatu
nilai bagi anak didik, guru harus berkorban baik waktu, tenaga, pikiran bahkan
harus berkorban perasaan sehingga nilai-nilai kehidupan yang diterapkan bagi anak
didik sungguh menyentuh afeksi anak didik. Disinilah salah satu usaha untuk
membangun kewibawaan seorang guru. Artinya bahwa kewibawaan seorang guru
juga tampak dalam usaha untuk menghayati nila-nilai spiritual yang dimilikinya
dalam tindakan dan perbuatan setiap hari.
b. Guru sebagai Pembimbing
Peran guru sebagai pembimbing tidak kalah pentingnya dari semua peran
yang ada. Peran guru sebagai pembimbing ini penting karena kehadiran guru di
sekolah sebagai pembimbing untuk membimbing anak
didik menjadi manusia
dewasa yang bersusila dan memiliki kecakapan dalam bertindak. Djamarah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(2010:46) mengatakan bahwa
kehadiran guru sebagai pembimbing sangat
membantu anak didik karena tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan
dalam menghadapi perkembangan.
Guru ibarat seorang guide
dalam suatu kunjungan yang berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran suatu
perjalanan. Istilah “perjalanan merupakan suatu proses belajar baik di kelas maupun
di luar kelas yang mencakup seluruh kehidupan”(Mulyasa, 2011:41). Analogi dari
perjalanan merupakan suatu proses pengembangan dari seluruh aspek yang terlibat
dalam proses pembelajaran. Setiap perjalanan tentu memiliki maksud dan tujuan
tertentu. Perjalanan dilakukan dari waktu ke waktu yang menuntut adanya tujuan
tertentu. Selaku seorang pembimbing, guru harus merumuskan suatu tujuan yang
jelas dari sebuah topik pembelajaran.
Selain merumuskan tujuan,
guru
juga
membimbing anak didik untuk bisa mencapai tujuan yang sudah dirumuskan
tersebut. Dengan adanya bimbingan dari guru, anak didik memiliki arah yang jelas
untuk mencapai
tujuan tersebut. Dari kenyataan yang ada, guru sebagai
pembimbing harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugasnya dalam
mendampingi anak didiknya.
c. Guru sebagai Fasilitator
Selaku fasilitator, guru sedapat mungkin menyediakan fasilitas yang
memungkinkan anak didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan nyaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lingkungan sekolah yang asri, suasana kelas yang nyaman, metode pembelajaran
yang menyenangkan sangat membantu para anak didik dalam mengikuti
pembelajaran dengan baik.
d. Guru sebagai Inspirator
Sebagai inspirator, guru berusaha untuk selalu memberikan ilham yang baik
bagi perkembangan dan kemajuan anak didiknya. Guru harus memberikan
petunjuk/ilham yang bisa menghantar anak didik pada suatu kesadaran tentang
pentingnya pendidikan dalam hidupnya. Kesadaran itu mendorong anak didik untuk
berusaha menggapai tujuan hidupnya. Petunjuk tidak selalu berupa teori-teori yang
dipelajari, tetapi juga petunjuk bisa berupa pengalaman hidup yang bisa dijadikan
sebagai cara/metode bagaimana harus belajar dengan baik. Menurut Djamarah
(2010:44) bahwa sebagai petunjuk, yang terpenting bukan teorinya tetapi bagaimana
melepaskan masalah yang dihadapi oleh anak didik.
Kartono (2011:31-34) mengisahkan bagaimana menjadi seorang guru yang
inspiratif bagi para anak didiknya. Dalam tulisannya beliau mengatakan dengan
sangat jelas bahwa, yang penting bukan hanya berhenti pada teori tetapi sikap dan
tindakan guru akan selalu membekas di hati anak didiknya dan inilah yang akan
menjadi inspirasi bagi perjuangan anak didiknya. Sebagaimana yang dikisahkan oleh
Kartono bahwa seorang anak didik pada akhirnya dapat berkembang menjadi
seorang yang terkenal karena terinspirasi dari pengalaman dipuji oleh guru SDnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
yang memuji karangannya, ketika beranjak ke sekolah menengah, karangannya
menjadi contoh yang dipakai oleh guru Bahasa Indonesia dan ketika di perguruan
tinggi ia ditantang dan dikritik (kritik yang membangun) oleh dosennya. Semua
pengalaman itu menjadi inspirasi dan menghantarnya menjadi seorang penulis
hingga saat ini.
Hu Wen Chiang, seorang pakar pendidikan dari Taiwan, menyebutkan ada
empat tipe guru yakni: Pertama, guru yang hanya bisa memindahkan informasi dari
buku kepada anak didik di depan kelas. Kedua, guru yang bisa menjelaskan sebuah
masalah atau bahan ajar. Ketiga, guru yang bisa
menunjukan materi ajar dengan
baik. Keempat, yang paling ideal yaitu guru yang bisa menjadi inspirasi bagi anak
didiknya untuk maju.
e. Guru sebagai Motivator
Sebagai seorang motivator, guru harus mendorong anak didik untuk lebih
giat dan aktif dalam belajar. Namun dalam usaha memberi motivasi bagi anak didik,
guru harus terlebih dahulu mengenal dan mendalami karakter dan motif yang
melatarbelakangi setiap anak didik sehingga motivasi yang diberikan sungguh
menyentuh afeksi dari setiap anak didik. “motivasi dapat efektif bila dilakukan
dengan memperhatikan kebutuhan anak didik (Djamarah, 2010:45). Peran guru
sebagai motivator dalam proses pendidikan sangat penting karena menyangkut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
eksistensi panggilan sebagai pendidik yang membutuhkan kemahiran sosial dalam
usaha untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa saat ini.
f. Guru sebagai Model/Teladan
Dalam lembaga pendidikan, guru juga berperan sebagai model atau teladan
bagi anak didiknya. Guru merupakan teladan bagi para anak didiknya dan semua
orang yang hidup bersama dengannya. Hadir sebagai teladan bagi para anak didik
merupakan unsur hakiki dalam proses pembelajaran. Peran guru sebagai teladan ini
tidak perlu dipahami sebagai suatu beban hidup karena tidak pantas menjadi teladan
tetapi dihayati sebagai sebuah panggilan hati untuk membantu memperkembangkan
anak didik dalam bertumbuh dan berkembang sehingga pengalaman ini sungguh
memperkaya guru dalam menjalankan tugas dan perutusannya sebagai seorang guru.
Sebagai pribadi yang menjadi teladan tentu segala sesuatu yang dilakukan
oleh seorang guru akan menjadi sorotan anak didik dan orang-orang yang hidup
disekitarnya. Sebagai pribadi, orang muda (anak didik) membutuhkan teladan dari
orang lain terutama mereka (guru) yang bergulat dalam dunia pendidikan sebagai
figur yang bisa dijadikan contoh. Berkaitan dengan itu, Mulyasa (2011:46)
menyajikan beberapa point pokok yang perlu diberi perhatian diantaranya:
Sikap dasar: postur psikologis yang tampak dalam masalah-masalah penting
terkait dengan keberhasilan dan kegagalan dalam proses pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa yang jelas dan tepat dalam
membantu pendengar untuk berpikir.
Kebiasaan bekerja: gaya atau
cara yang dimiliki oleh seseorang dalam
bekerja turut memberi warna bagi hidupnya.
Sikap yang perlu diperhatikan dalam setiap tindakan.
Pakaian: merupakan unsur yang sangat penting juga dalam hidup manusia.
Cara berpakaian dapat menunjukan siapa dirinya dihadapan orang lain.
Hubungan kemanusiaan: menyangkut sikap yang terwujud dalam hubungan
sosial dengan sesama.
Pola pikir yang dimiliki seorang guru dalam mengahdapi setiap masalah yang
ada.
Keputusan: bijaksana dalam mengambil setiap keputusan yang ada
Kesehatan juga perlu dijaga sehingga tidak mengganggu dalam proses
pembelajaran.
g. Guru sebagai Korektor
Guru juga berperan sebagai seorang korektor yang bisa membedakan nilainilai yang baik dan yang tidak baik. kedua aspek ini harus sungguh dipahami dalam
kehidupan bermasyarakat. Guru berhak untuk mempertahankan nila-nilai positif
yang dimiliki oleh setiap anak didik dan berhak juga untuk menyingkirkan nila-nilai
yang tidak baik yang merasuki jiwa dan watak anak didiknya. Koreski yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
dilakukan oleh seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai seorang korektor,
tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas karena perkembangan diri
sebagai makhluk sosial, anak didik juga berinteraksi dengan masyarakat di luar kelas
sehingga banyak peluang bagi anak didik untuk mengekspresikan dirinya.
h. Guru sebagai Evaluator
Evaluasi dan penilaian merupakan aspek pembelajaran yang kompleks karena
melibatkan banyak hal. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian karena penilaian
merupakan proses untuk mengetahui dan menetapkan kualitas hasil belajar
seseorang dalam mencapai tujuan dari pembelajaran yang telah disepakati bersama.
Bertolak dari kompleksnya penilaian sehingga guru dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.
Sebagai evaluator yang baik dan jujur, guru dituntut untuk memberikan
penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Aspek intrinsik lebih
menyangkut kepribadian seorang anak didik. Penilaian terhadap kepribadian anak
didik perlu diperhatikan karena anak didik yang pintar belum tentu sikap dan
kelakuannya baik sehingga dalam mengadakan evaluasi atau penilaian perlu
mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan secara menyeluruh dan utuh.
Djamarah (2010:48) mengatakan bahwa “sebagai evaluator, guru tidak hanya
menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran)”.
Dari sini jelas bahwa kedua aspek ini harus diperhatikan secara seimbang karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
melalui kedua aspek ini akan diperoleh umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan
interaksi edukatif yang dilakukan dalam setiap lembaga pendidikan yang ada.
Interaksi edukatif merupakan suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru
dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan (Djamarah,
2010:11).
B. Semangat Pelayanan Para Guru YEMS Dijiwai Oleh Spiritualitas
Fransiskan
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan figur yang memegang peranan
penting karena setiap anak didik membutuhkan tuntunan dan bimbingan dari seorang
guru untuk berkembang menuju pribadi yang utuh. Hal ini merupakan sesuatu yang
sudah menjadi anggapan umum dari masyarakat luas karena “lembaga pendidikan
formal adalah dunia kehidupan guru” (Djamarah, 2010:1). Sekolah merupakan
rumah kedua bagi para guru karena sebagian besar waktu guru berada di sekolah
selebihnya berada di rumah dan masyarakat. Dikatakan rumah kedua karena dari
sekian banyak waktu, sebagian besar waktunya dihabiskan di sekolah untuk
mendidik,
mendampingi
dan
membimbing
setiap
anak
didiknya
dalam
mengembangkan diri menjadi pribadi yang berbakti kepada bangsa, negara dan
agama.
Dalam
dunia pendidikan, guru merupakan cerminan pribadi yang mulia
(Djamarah, 2010: 3). Guru menjadi cerminan pribadi yang mulia bukan karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
potensi atau prestasi yang dimiliki tetapi guru dikatakan sebagai pribadi yang mulia
karena seluruh gerak hidupnya yang mencerminkan sikap dan ketulusan hati dalam
tindakan dan perbuatannya setiap hari baik dalam lembaga pendidikan maupun di
tengah-tengah masyarakat. Cerminan pribadi yang mulia turut dipengaruhi oleh
pandangan dan pemahaman seseorang tentang profesinya sebagai seorang guru.
Djamarah (2010:3) mengatakan bahwa “figur guru yang menjadi cerminan
yang mulia adalah sosok guru yang dengan rela hati menyisihkan waktunya demi
kepentingan anak didiknya”. Djamarah, menegaskan bahwa sebagai cerminan yang
mulia,
guru dengan suka rela hadir untuk membimbing, mendidik, menasihati,
membantu kesulitan yang sedang dihadapi dalam belajarnya dan bersedia untuk
mendengarkan keluh-kesah anak didiknya. Guru yang mulia selalu menjalin relasi
dan kerja sama yang baik dengan anak didiknya baik dalam interaksi edukatif di
kelas maupun di luar jam pelajaran di kelas bukan sebaliknya membangun jembatan
antara guru dan anak didiknya.
Mengemban profesi sebagai guru berdasarkan tuntutan pekerjaan merupakan
suatu perbuatan
yang sangat mudah. Akan tetapi menjadi guru berdasarkan
panggilan hati nurani adalah sesuatu yang tidak mudah karena kepadanya dituntut
suatu pengabdian yang lebih kepada anak didiknya daripada karena tuntutan
pekerjaan atau material oriented (Djamarah, 2010:2).
Seorang
guru yang
melaksanakan tugas keguruannya berdasarkan panggilan hati nurani akan lebih
dekat dengan anak didiknya dan selalu berusaha memikirkan yang terbaik bagi anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
didiknya sekalipun harus berkorban. Yang paling utama dari pelayanan seorang guru
karena kesadaran bahwa profesinya sebagai guru merupakan suatu panggilan dari
hati nurani adalah memberikan hatinya kepada anak didiknya dan senantiasa
menghayati panggilan profesi keguruannya di zaman ini sebagai tugas melanjutkan
keguruan Tuhan Yesus Kristus sang Guru sejati (bdk. Sufiyanta, 2014: 93).
Jika panggilan sebagai seorang guru merupakan
partisipasi dalam
melanjutkan tugas keguruan Yesus Kristus, jelas setiap guru dituntut untuk belajar
dari Yesus, bagaimana cara Yesus mengajar sehingga apa yang diajarkan oleh Yesus
sungguh menyentuh hati dan kebutuhan manusia. Sebagai perpanjangan tangan dari
Yesus untuk melaksanakan tugas pengajaran-Nya, para guru tidak sekedar mengajar
dan mendidik. Akan tetapi para guru harus juga melakukan apa yang dilakukan oleh
Yesus dimana Yesus tidak hanya mengajar dengan kata-kata belaka tetapi juga
menjadi teladan bagi para murid-Nya sebagaimana yang diceritakan dalam kitab suci
perjanjian baru secara khusus dalam injil. Yesus mengajar dengan kata-kata tetapi
juga melakukan apa yang diajarkan melalui tindakan-Nya sehingga apa yang
diajarkan dan dilakukan oleh Yesus sungguh-sungguh memikat hati para murid-Nya.
Ketidakhadiran seorang anak didik di dalam kelas, menjadi pergulatan bagi
gurunya yang memunculkan berbagaimacam pertanyaan tentang sang anak didik
“mengapa anak didiknya tidak hadir? Apa yang terjadi dengan anak didiknya?
Kesulitan apa yang dihadapinya? dan lain sebagainya. Hal ini merupakan gambaran
seorang guru yang bekerja berdasarkan panggilan hati nuraninya dalam mendidik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dan membimbing setiap pribadi (para anak didik) untuk bertumbuh dan berkembang
sebagaimana yang telah diteladankan oleh Yesus sang Guru sejati. Kehadiran guru
di sekolah yang dipengaruhi oleh pandangan bahwa profesi sebagai seorang guru
merupakan panggilan hati, akan menebarkan warna yang berbeda yang menjadi
semangat bagi seorang guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk
mendidik setiap pribadi yang dipercayakan kepadanya dalam sebuah lembaga
pendidikan.
Fidelis Waruhu dalam tulisannya mengatakan bahwa “mendidik dan
mengajar dengan hati hanya mungkin dilakukan oleh guru yang sudah ‘selesai’
dengan masalahnya sendiri”. Jelas bahwa guru mempunya masalah dan kesulitan
tersendiri, akan tetapi setiap masalah dan kesulitan itu bisa menjadi pembelajaran
bagi seorang guru dalam menjalankan tugas dan profesinya asal saja guru mau
berusaha untuk mengolah diri sehingga apa yang dialaminya menghantar pada suatu
pemberian diri yang total dalam mendidik dan membimbing anak didiknya menuju
perkembangan pribadi yang utuh.
Bertolak dari apa yang diuraikan di atas, para guru YEMS berusaha untuk
selalu melakukan tugas dan perutusannya sesuai dengan panggilan hati nurani
mereka dalam mendidik dan membimbing setiap anak didik yang datang sebagai
anugerah terindah dari Tuhan
dalam semangat St. Fransiskus Asisi sebagai
pelindung dari lembaga pendidikan yang bernaung
di bawah YEMS sekaligus
sebagai bapa spiritualitas para suster Kongregasi FSE yang mendirikan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mengelola YEMS ini. Melaksanakan tugas dan perutusan sesuai dengan panggilan
hati nurani dalam semangat St. Fransiskus dari Asisi berarti tidak hanya sekedar
nama atau aturan tetapi setiap guru dituntut untuk sungguh mendalami nilai-nilai
yang ada dalam spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sehingga semangat St.
Fransiskus Asisi sungguh hidup dalam diri setiap guru dalam melaksanakan tugas
dan perutusannya setiap hari.
Dalam menjalankan tugas dan pelayanannya setiap hari sebagai seorang guru
yang dijiwai semangat Fransisikan, para guru harus tetap menyadari nilai-nilai
yang mendasari spiritualitas Fransiskan. Sebagaimana St. Fransiskus Asisi yang
menganggap setiap saudara sebagai anugerah dari Allah (Konst: art. 77, bdk. Was.
Art. 14), demikian juga para guru di YEMS harus memandang setiap anak didik yang
masuk dalam lembaga ini sebagai anugerah terindah yang harus diterima untuk
dibantu, dididik dan dibimbing menuju perkembangan diri yang utuh.
Sejalan dengan pandangan
Djamarah yang mengatakan bahwa sebagai
seorang guru yang melaksanakan tugas dan perutusannya sesuai dengan panggilan
hati nurani akan selalu mengutamakan kepentingan anak didik bukan kepentingannya
sendiri. Para guru yang berkarya di YEMS yang disemangati dan dijiwai oleh
spiritualitas Fransiskan berusaha untuk senantiasa menghayati nilai-nilai spiritualitas
Fransiskan yang hadir untuk melayani dengan setulus hati, hal ini tampak dalam
prinsip hidup yang selalu ditekankan kepada para guru yaitu: “money is not the first
but service is the first”. Hadir untuk melayani sesama, itulah semangat hidup yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
dimiliki oleh St. Fransiskus dari Asisi sehingga setiap orang yang menghayati
spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi harus sungguh memahami dan menyadari apa
yang menjadi semangat hidup sang Santo sehingga dalam menjalankan tugas dan
perutusannya setiap hari dapat menampakkan nilai-nilai spiritualitas St. Fransiskus
dari Asisi sebagai pelindung sekolah yang ada di bawah naungan YEMS.
Bagi St. Fransiskus dari Asisi, persaudaraan merupakan inti dan tempat yang
tepat dari pendidikan. St. Fransisikus Asisi memberi inspirasi bahwa bentuk
komunitas yang paling tepat untuk mengembangkan hidup manusia adalah
persaudaraan. Dalam inspirasi St. Fransiskus dari Asisi, persaudaraan mengandung
makna universal. Persaudaraan universal artinya persaudaraan semesta yakni
persaudaraan yang bukan hanya antar manusia tetapi persaudaraan
yang terjadi
antar semua makhluk ciptaan (bdk. Kidung Saudara Matahari; FAK: 324). Semua
ciptaan di dunia ini adalah saudara karena sama-sama ciptaan Tuhan. Masing-masing
makhluk termasuk manusia saling solider dan peduli merawat kelestarian hidup satu
sama lain sehingga semua dapat merasakan kebahagiaan dan kesejahteraan bersama.
Belajar dari semangat St. Fransiskus Asisi tentang persaudaraan, menghantar
setiap pribadi (para pencinta Fransiskus) untuk menghayati komunitas persaudaraan
yang dibangun oleh Yesus sebagai sang Guru Illahi (Mat. 23: 11). Persaudaraan
yang dibangun oleh Yesus sebagai Guru dengan keduabelas rasul-Nya mengajarkan
kepada setiap Fransiskan bahwa dalam persaudaraan ini tidak ada yang disebut
sebagai atasan dan bawahan tetapi semuanya menjadi hamba karena berasal dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
pokok yang satu dan sama. Kesamaan yang dimaksud tidak terletak pada kesamaan
hak dan kedudukan tetapi dalam kesamaan perhambaan dan pelayanan (Groenen,
2012:162). Saudara-saudari ini justru ingin saling melayani dan mentaati satu sama
lain yang didasari dalam kasih Kristus yang tersalib.
Melalui uraian di atas menegaskan kepada para guru yang berkarya di YEMS
bahwa sebagai seorang guru yang hadir dan berkarya sesuai dengan panggilan hati
nurani yang dijiwai oleh semangat St. Fransiskus dari Asisi dituntut untuk melihat
kehadiran seorang anak didik pertama-tama bukan sebagai objek yang tidak tahu
apa-apa tetapi sebagai suatu anugerah terindah dari Allah yang harus diterima
untuk dididik dan dibantu dalam perkembangan menuju masa depan yang cerah.
Dalam persaudaraan Fransiskan, semua menjadi sama rendah, sama tidak bernilai
dan tidak berharga (Groenen, 2012:162).
Menjadi saudara bagi yang lain berarti peduli dan mau melayani kebutuhan
saudara/saudarinya (anak didiknya). Dalam hal ini kepedulian yang dituntut dari
lembaga ini nampak
dalam
prinsip subsidiaritas dan solidaritas.
Hal yang
mendasari prinsip ini adalah sikap saling percaya bahwa setiap saudara memiliki
talenta dan kemampuan masing-masing sehingga dari perbedaan yang ada, saling
melengkapi dan menyempurnakan satu dengan yang lainnya. Kemampuan
atau
talenta yang dimiliki oleh saudara lain tidak akan berkembang apabila tidak diberi
kepercayaan dan kesempatan untuk dikembangkan dalam persaudaraan dalam hal ini
di sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Persaudaraan juga dimaknai sebagai kesatuan dan kebersamaan dengan
makhluk hidup yang saling berpengaruh sehingga kepunahan salah satu unsur berarti
akan berdampak bagi keseluruhannya. Di sini jelas bahwa apapun profesi dan status
kita, semuanya sama di mata Allah
sehingga
dalam
pendidikan Fransisikan
ditekankan sikap kerendahan hati yang mendalam untuk melaksanakan tugas dan
perutusannya setiap hari. Maka jelas bagi seorang guru bahwa setiap anak didik
yang
hadir
di sekolah dalam lembaga pendidikan yang bernaung di YEMS
merupakan saudara sehingga apapun situasinya, bagaimanapun latar belakangnya
dan
keadaannya harus diterima dengan keterbukaan hati untuk dibimbing dan
dibantu.
Selain persaudaraan, salah satu semangat Fransiskan yang menjiwai para
guru yakni semangat
kedinaan.
Kedinaan
bukanlah suatu konsep yang statis
melainkan suatu sikap dinamis yang bersatu dalam cinta dan dalam kerendahan hati
yang mendalam untuk selalu siap-sedia dalam melayani sesama (Iriarte, 1995: 113).
Kerendahan hati yang suci bukanlah sikap perendahan dan sikap dina yang dibuatbuat. Kerendahan hati berazaskan kebenaran, yang memampukannya untuk bisa
membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik.
Di sini jelas bahwa guru dalam pelayanannya berarti bersedia untuk memberi
kesempatan dan kepercayaan bagi setiap anak didiknya untuk mengerjakan tugasnya
sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki oleh setiap anak didiknya. Bakat
dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak didik berbeda-beda ada yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
berbakat dalam bidang eksakta, ada yang berbakat dalam bidang bahasa dll sehingga
kehadiran anak didik bukan sebagai objek pendidikan tetapi subjek dari pendidikan
itu maka pendidikan perlu memperhatikan kemampuan dari masing-masing anak
didiknya (bdk. Suparno dkk, 2002: 28-29). Guru harus yakin dengan keberadaan
anak didiknya sebagai subjek yang memiliki talenta dan kemampuan yang kuat
sehingga guru hadir sebagai fasilitator untuk membantu setiap anak didiknya dalam
menyelesaikan tugasnya.
Sebagai
seorang guru
yang menghayati spiritualitas Fransiskan dalam
menjalankan tugas dan perutusannya sesuai dengan panggilan hati nuraninya untuk
melayani anak didiknya perlu memperhatikan
sepuluh nilai pedagogi/prinsip
persekolahan Fransiskan (bdk. pedoman pendidikan Fransiskan) yang semestinya
senantiasa dijalankan yaitu:
1. Sacrum ( Kekudusan )
Kudus berarti menjadi milik Allah. Menjalankan pendidikan berbasis nilai
kekudusan berarti menyadari bahwa dalam segala kegiatan pendidikan semua harus
dilihat kaitannya dengan kehendak Tuhan. Misalnya pendidikan kita hendaknya
bertujuan sesuai dengan kehendak Tuhan yakni supaya hasil pendidikan dibaktikan
pada kesejahteraan semua orang bukan hanya untuk kepentingan dan kesenangan
pribadi (kekayaan sendiri, popularitas pribadi) karena kehendak Tuhan adalah agar
semua orang selamat. Salah satu cara menanamkan nilai kekudusan dalam kegiatan
pendidikan misalnya dengan mengawali, mengiringi dan mengakhiri kegiatan belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
mengajar dengan doa bersama sehingga semua disadarkan bahwa saya belajar supaya
dapat semakin memuliakan Tuhan yakni dengan cara belajar serius supaya dapat
sungguh menguasai bahan pelajaran sehingga kelak dapat memanfaatkan kepandaian
yang diperolehnya untuk kesejahteraan banyak orang.
2. Bonum ( Kebaikan )
Kitab Kejadian menyadarkan kita bahwa semua diciptakan Allah dengan
sungguh amat baik. Yang membuat baik adalah karena semua diciptakan dalam
martabat yang luhur. Keluhuran ini terjadi karena dalam semua ciptaan terpatri
keilahian Allah penciptanya. Dalam diri manusia terpatri gambar dan rupa Allah,
dalam diri ciptaan lain yang hidup terpatri jejak Allah (Vestigia Dei) serta dalam
ciptaan tidak hidup yang lain terpatri bayangan Allah (Umbra Dei). Menjunjung
tinggi nilai kebaikan berarti menghargai martabat seluruh ciptaan baik martabatnya
sendiri, martabat sesama, dan martabat semua makhluk lain di bumi ini yang
terwujud dengan sikap adil kepada semua: memberikan semua sesuai dengan haknya.
Jangan sampai orang lain kita korbankan demi upaya kita dalam meraih hak kita atau
juga sebaliknya diri kita diabaikan dan dirugikan karena pemenuhan kebutuhan
orang lain.
Maka pendidikan berbasis nilai kebaikan berarti seluruh upaya dan
kegiatan pendidikan harus sedapat mungkin semakin menghormati, mengokohkan,
dan mengembangkan martabat manusia dan ciptaan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
3. Verum (Kebenaran)
Benar dalam Bahasa Yunani adalah ‘Aletheia’ yang berarti adanya
(realitanya) dikenal, dipahami. Maka berbicara soal kebenaran berarti berbicara
tentang kesesuaiannya dengan kenyataan yang ada. Belajar dalam hal ini berarti
usaha untuk memahami realitas yang ada seutuhnya dalam kejernihan dan kejujuran
sehingga anak didik tidak
jatuh pada pesimisme atau juga optimisme yang
berlebihan namun bisa memahami semuanya secara proporsional. Oleh karena itu,
belajar dalam semangat kebenaran berarti sedapat mungkin mengajak seluruh civitas
pendidikan untuk tidak hanya memahami segalanya dalam teorinya yang mulukmuluk tetapi dengan pedagogi eksperiensial (learning by doing) mengalami
kenyataan dalam segala kekayaan dimensi dan pemaknaannya. Fransiskus sendiri
adalah pribadi yang amat menjunjung tinggi pembelajaran eksperiensial seperti
terungkap dalam peristiwa Greccio1.
4. Iustum ( Keadilan )
Adil berarti memberikan hak untuk tumbuh dan berkembang sampai
mencapai kesempurnaan sehingga seiring dengan perkembangannya tersebut dapat
terlibat dalam kehidupan masyarakat melalui pelaksanaan kewajiban-kewajibannya
1
Dalam Buku Riwayat Hidup St.Fransiskus karangan Celano dikisahkan bahwa menjelang Natal
Fransiskus mengutarakan keinginannya untuk “dengan mata kepalaku sendiri melihat dan
merasakan bagaimana Yesus Kristus, Allah Putra yang luhur lahir di dunia dalam keadaannya yang
papa”. Keinginan tersebut menyiratkan penghargaan Fransiskus akan pengalaman pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
secara tulus dan penuh kesediaan berdasarkan kesadaran pribadi bukan karena
paksaan. Maka pendidikan berbasis nilai keadilan harus benar-benar memberi ruang
tumbuh bagi semua yang terlibat di dalam pendidikan itu sehingga masing-masing
juga dapat melaksanakan kewajibannya dengan setia dan bakti.
5. Honestum ( Kejujuran )
Kejujuran
selain berarti kesesuaian dengan kenyataan dan realita tanpa
dimanipulasi demi kepentingan dan keuntungan sendiri atau orang/golongan tertentu
juga bermakna tulus atau lurus hati yakni sikap kita terhadap orang lain di mana kita
selalu mengharapkan dan mengupayakan
agar sesama kita
senantiasa dalam
keadaan yang baik dan sejahtera. Pendidikan berbasis kejujuran mengajak kita
untuk membangun dalam diri semua yang terlibat dalam karya pendidikan untuk
mempunyai respek pada orang lain dan berusaha untuk membuat orang lain selamat
dan sejahtera tentu tanpa melupakan kebutuhan pribadi sehingga tertutup
kemungkinan untuk memanipulasi informasi demi keuntungan pribadi.
6. Humanum ( Kemanusiaan )
Tujuan pendidikan menurut
Driyarkara adalah memanusiakan manusia
artinya membuat manusia menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang punya
jiwa, raga, keinginan dan harapan sehingga dapat memperlakukan yang lain juga
sebagai manusia dengan mengakui dan menghargainya sebagai manusia yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
makhluk yang sama dengan dirinya mempunyai keinginan, harapan, pendapat dan
sebagainya.
7. Pulchrum ( Keindahan )
Seni mengasah dan memperlembut jiwa. Seni membuka ruang ekspresi anak.
Oleh karena itu perkembangan batin anak amat membutuhkan seni. Melalui
pendidikan dan ekspresi seni manusia diasah kepekaannya akan keindahan,
keharmonisan, keselarasan yang dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan kita
untuk juga peka dan peduli akan keindahan dan keluhuran Tuhan dalam setiap
ciptaan-Nya. Seni memungkinkan orang untuk merasakan damai dalam hidupnya.
8. Unum ( Kesatuan, Keutuhan )
“Ut Omnes Unum Sint” adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin.
Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut :” Supaya mereka
menjadi satu”. Kalimat ini diangkat dari Injil Yohanes 17 : 21. Unum (persatuan,
kesatuan) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab.
Pemikiran yang
melatar-belakangi istilah ini adalah: adanya kesatuan umat Allah yang dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa. Persekutuan ini digambarkan
oleh pemazmur
yang
sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama
rukun
dan
damai
(Mzm13:7).
Dalam Perjanjian Baru kesatuan itu lebih dimengerti sebagai keadaan akibat
dirobohkannya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang kafir;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
antara orang Yunani dengan orang bukan Yunani; antara tuan dan hamba; antara
laki-laki dan perempuan. Semua menjadi satu di dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12,
Gal. 3:26-29). Yesus Kristus adalah satu-satunya dasar dari kesatuan umat-Nya
yang beragama. Orang percaya adalah saudara-saudara dari Yesus Kristus. Dan
saudara satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu
Allah dan Bapa dari semua (Gal. 4:6). Mereka dituntun oleh Roh yang satu
menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Gal. 2:22).
Injil Yohanes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar muridmurid-Nya menjadi satu.
Keinginan
Yesus
ini
disampaikan melalui doa
permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut
eksistensi para murid di tengah dunia, termasuk eksistensi orang percaya. ”Supaya
semua menjadi satu” adalah doa Yesus yang tetap aktual hingga kini. Dengan
menjadi ”satu”, maka dunia percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia. Kita
dipanggil untuk ”menjadi satu” sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Hendaklah
persatuan dan kesatuan ini senantiasa diwujudkan dalam pelayanan kita di tengahtengah Gereja dan masyarakat.
9. Clarum (Cemerlang, Cahaya, Kecerdasan )
Pedagogi
fransiskan
berusaha
mengarahkan
dan
mengembangkan
kepribadian anak didik holistik dan bermutu dalam aspek kemanusiaan, iman, moral
dan sosial. Dalam proses pendidikan itulah anak didik semakin memperoleh
wawasan dan khasanah pengetahuan yang luas dan memadai serta kritis (bijaksana)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
demi mencerdaskan dirinya dan sesama. Di sisi lain pedagogi fransiskan ini turut
mendukung visi dan misi negara RI seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 alinea ke-4:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...”
Nilai pedagogi Fransiskan yang integral inilah yang menjadi cahaya (terang)
baru dalam membangun dan mencerdaskan kehidupan Gereja, bangsa, dan dunia
yang bersatu dan damai.
10. Pacem : ( Damai )
Profil lulusan yang dicita-citakan oleh pendidikan YEMS adalah pribadipribadi yang setelah mengalami pendidikan di lembaga pendidikan yang bernaung di
YEMS ini
berkembang ke arah gambaran manusia ideal yakni manusia yang
didukung oleh kematangan/kedewasaan iman dan pribadinya serta perkembangan
seluruh talentanya secara optimal, utuh dan seimbang dan tergerak hatinya oleh Roh
Kudus dalam kasih untuk solider dengan sesamanya teristimewa yang miskin dan
tersingkir, melibatkan diri secara proaktif dan setia sebagai wujud baktinya kepada
Allah dalam upaya dan perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang damai dan
sejahtera yang semakin layak dihuni oleh siapapun manusia apapun agama, suku,
adat dan kepercayaannya demi tercipta kehidupan yang semakin harmonis dan saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
membahagiakan satu sama lain. Pedagogi fransiskan menghantar anak didik untuk
menginternalisasikan nilai kedamaian kepada semua orang. Fransiskus Asisi telah
memberi inspirasi kepada para pengikutnya yaitu selalu membawa damai (shalom)
kepada semua orang bahkan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Pax et Bonum (Damai
dan Kebaikan).
C. Penerapan Paradigma Pedagogi Fransiskan Bagi Para Guru Dalam
Menghayati Spiritualitas Fransiskan
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab II tentang paradigma pedagogi
Fransiskan, pada bagian III dari bab ini akan lebih mendalami tentang penerapan
paradigma pedagogi Fransiskan bagi para guru di sekolah yang berada di YEMS.
Dalam paradigma pedagogi Fransiskan terdapat aspek-aspek yang menjadi ciri
pedagogi Fransiskan. Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan bagi para guru di
YEMS merupakan salah satu sarana dalam menghayati semangat/spiritualitas St.
Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah sehingga kehadiran para guru di
sekolah sungguh mencerminkan spiritualitas Fransiskan.
Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam
lembaga pendidikan
Fransiskan menekankan aspek dasariah yaitu membina relasi dan keharmonisan
dengan sesama, Allah dan dengan alam. Sebagaimana yang sudah diuraikan pada bab
sebelumnya bahwa pedagogi Fransiskan bertolak dari sikap dasar dan spiritualitas St.
Fransiskus dari Asisi sehingga relasi yang dibangun berdasarkan relasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
diwariskan oleh St. Fransiskus dari Asisi sendiri yaitu relasi yang mengandung
aspek persaudaraan dan kedinaan. Persaudaraan yang dibangun oleh Fransiskus Asisi
bersifat universal atau yang sering dikenal dengan nama persaudaraan universal atau
persaudaraan semesta.
Persaudaraan
universal
atau
persaudaraan semesta menekankan
persaudaraan yang tidak hanya dengan sesama manusia tetapi juga bersaudara
dengan alam dan segala isinya karena sama-sama berasal dari pencipta yang satu dan
sama (Allah sendiri) sehingga ada saudara Matahari, saudari Bulan, saudara semut,
saudara api bahkan mautpun disapa dengan saudari (bdk. Gita sang Surya). Bertolak
dari semangat Fransiskus Asisi dalam membangun persaudaraan, paradigma
pedagogi Fransiskan memunculkan model pendidikan yang dikenal dengan
pendidikan ekologi dan ekopedagogi. Sebagaimana yang diketahui bahwa
pendidikan yang ekologis merupakan suatu pendidikan yang membantu para anak
didik mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan
yang lainnya. Sedangkan ekopedagogi merupakan suatu pendidikan yang berjuang
untuk membangun komunitas persaudaraan semesta (bdk. GSS edidi Mei-Jun 2015).
Ekopedagogi berusaha untuk merekonstruksi kembali kesadaran hati nurani
manusia terutama anak didik untuk lebih menghargai, memelihara dan merawat
martabat semua makhluk sebagai sesama warga bumi. Selain ekopedagogi,
paradigma pedogogi fransiskan juga mengusahakan model pendidikan ekologi.
Artinya melalui pendidikan ekologi, anak didik dibantu oleh para pendidik/guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
untuk bertanggungjawab dalam melestarikan dan memelihara alam sebagai wujud
persaudaraan semesta yang dibangun oleh st. Fransiskus dari Asisi sendiri sebagai
tokoh dan pelindung ekologi.
YEMS sebagai salah satu karya dari Kongregasi FSE yang mewarisi
spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi. Sebagai salah satu karya dari para suster
Kongregasi FSE yang bergerak dalam bidang pendidikan yang hadir untuk
membantu, membimbing dan mendidik setiap pribadi menuju perkembangan yang
utuh dalam mencintai alam, YEMS menerapkan nilai-nilai yang menjadi kekhasan
dari paradigma pedagogi Fransiskan yang diwarisi dari spiritualitas St. Fransiskus
Asisi yang tertuang dalam visi-misi YEMS. Secara umum bisa dilihat visi-misi dan
tujuan dari sekolah yang dikelolah oleh YEMS yaitu mengusahakan sekolah yang
menjadi wadah dan persaudaraan yang pax et Bonum (kekhasan salam Fransiskus
dari Asisi).
Pax et Bonum berarti : damai dan kebaikan. Bertolak dari inspirasi Biblis,
damai atau damai sejahtera adalah keselamatan yang sebenarnya merupakan tujuan
hakiki manusia. Fransiskus Asisi dalam hidupnya setiap hari menggunakan salam
pax et bonum yang artinya damai dan kebaikan sebagai salam untuk menyapa semua
orang
yang
dijumpainya
manusia, alam dan juga tumbuh-tumbuhan sebagai
saudara karena Fransiskus merasa bahwa yang paling penting dimiliki oleh semua
makhluk bukanlah harta, kedudukan atau pangkat tetapi memiliki hati yang damai
dan kebaikan Allah yang tinggal merajai diri setiap pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Santo Fransiskus Asisi memberi inspirasi bahwa bentuk komunitas yang
paling tepat untuk mengembangkan hidup manusia adalah persaudaraan. Hal ini
dilandasi oleh unsur pedagogi fransiskan yang meyakini
bahwa manusia
berkembang di dalam dan melalui relasi multidimensi. Persaudaraan yang dibangun
adalah persaudaran yang bernilai egaliter dan demokratif. Persaudaraan dikatakan
bernilai egaliter karena bagi Fransiskus Asisi
semua orang memiliki kesamaan
sebagai saudara sehingga semua memiliki kedudukan yang setara (egaliter).
Persaudaraan dikatakan bernilai demokratis karena dengan menyadari bahwa
semuanya adalah saudara maka semua memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Persaudaraan juga dimaknai sebagai kesatuan dan kebersamaan dengan semua
makhluk hidup yang saling berpengaruh sehingga kepunahan salah satu unsur berarti
akan berdampak bagi keseluruhan.
Dalam inspirasi Fransiskus persaudaraan yang
bermakna universal disebut sebagai persaudaraan semesta yakni bukan hanya antar
manusia melainkan antar semua makhluk ciptaan. Semua ciptaan di dunia ini adalah
saudara karena sama-sama ciptaan Tuhan. Masing-masing makhluk termasuk
manusia saling solider dan peduli merawat kelestarian hidup satu sama lain sehingga
semua boleh merasakan kebahagian dan kesejahteraan bersama.
Dari Visi-Misi dan tujuan yang dicapai oleh YEMS hendak membentuk dan
mendidik setiap saudara menjadi pribadi yang cerdas dalam menyikapi
perkembangan zaman yang ada dan terampil dalam memanfaatkan sumber daya
yang disediakan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Sebagaimana
yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
tertuang dalam visi YEMS bahwa dengan
kehadiran YEMS berusaha untuk
membangun masyarakat cerdas, terampil, disiplin, sehat, bermoral, dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan spiritualitas Kongregasi FSE. Melalui
apa yang tertuang dalam visi ini bisa dilihat bahwa YEMS tidak hanya mendidik
setiap pribadi menjadi manusia yang cerdas tetapi juga manusia yang bertaqwa
kepada Tuhan. Di sini jelas bahwa sekolah-sekolah YEMS tidak hanya berjuang
untuk mengasah segi kognitif dari anak didiknya tetapi juga berusaha untuk
menyeimbangkan antara segi kognitif dan hati nurani anak didik sehingga bertumbuh
menjadi pribadi yang taqwa kepada Tuhan. Dalam rangka untuk mewujudkan visimisi dan tujuan dari YEMS, setiap guru diharapkan mampu merealisasikan apa yang
tertuang dalam visi-misi dan tujuan dari yayasan yang telah dijabarkan dalam visi
dan misi setiap unit sekolah yang ada dibawah naungan YEMS. Bertolak dari apa
yang menjadi harapan dari YEMS bagi para guru dalam menerapkan paradigma
pedagogi Fransiskan, setiap guru diharapkan dapat menerapkan pedagogi Fransiskan
dalam setiap pembelajaran di kelas sehingga anak didik dibantu untuk lebih
bersahabat dan bersaudara dengan alam.
Melalui wawancara penulis dengan beberapa guru yang berkarya di sekolahsekolah YEMS termasuk kepala sekolah SMA St. Fransiskus Asisi Samarinda
diketahui bahwa dalam melaksanakan tugas dan perutusan setiap hari di sekolah, ada
beberapa guru yang sudah berusaha untuk menerapkan unsur persaudaraan dan
kesederhanaan di sekolah, di SMA bahkan menjadi program tahunan yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dilaksanakan tahun ajaran 2017/2018 bekerjasama dengan pemerintah daerah
setempat. Akan tetapi dari hasil wawancara tersebut, hampir semua guru mengatakan
bahwa secara praksis, mereka sudah mulai menerapkannya walaupun masih dalam
bentuk aturan sekolah, akan tetapi arti dan makna paradigma pedagogi Fransiskan
itu sendiri mereka belum tahu bahkan belum pernah mendengarnya. Secara praksis
yang sudah mereka lakukan seperti untuk mewujudkan persaudaraan semesta dan
untuk menghayati kedinaan/kesederhanaan yang diwariskan oleh St. Fransiskus
Asisi, sekolah membuat aturan untuk tidak membawa mobil ke sekolah (karena
hampir semua anak didik ekonomi menengah ke atas), tidak memakai perhiasan
seperti gelang dan anting, tidak merayakan ulang tahun di sekolah. Aturan ini dibuat
karena bertolak dari persaudaraan yang dibangun oleh St. Fransiskus Asisi bahwa
semua saudara sama dihadapan Tuhan dan sesama sehingga dengan menghayati
kedinaan/kesederhanaan maka tidak ada yang lebih kaya dan tidak ada yang miskin,
semua sama dan menjadi saudara satu dengan yang lainnya.
Maka, melalui hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa
guru yang ada di sekolah-sekolah YEMS dapat dikatakan bahwa para guru yang
berkarya di sekolah yang dikelolah oleh YEMS belum memahami dan menerapkan
secara utuh di sekolah St. Fransiskus Asisi Samarinda-Kalimantan Timur model
pembelajaran dengan menggunakan paradigma pedagogi Fransiskan walaupun secara
praksis sudah ada sebagian yang dilaksanakan melalui aturan-aturan yang diterapkan
di sekolah YEMS. Akan tetapi dari hasil wawancara, secara utuh para guru belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
mengerti apa yang dimaksudkan dengan paradigma pedagogi Fransiskan
dan
bagaimana menerapkannya di dalam sekolah terutama dalam tindakan di dikelas
melalui interaksi edukatif walaupun
secara praksis
sudah
ada sekolah yang
menerapkannya masih sebagai aturan sekolah.
D. Rangkuman
Pendidikan sebagai wadah untuk melahirkan tunas-tunas bangsa yang cerdas
dan terampil menuju perkembangan pribadi yang utuh. Dalam melahirkan tunastunas bangsa itu membutuhkan seorang figur yang kita kenal dengan nama Guru.
Guru memiliki peran dan tanggungjawab yang besar dalam dunia pendidikan tetapi
guru juga tidak bisa dipisahkan dari anak didik. Guru dan anak didik menjadi partner
yang saling melengkapi.
Dalam menjalankan tugas dan profesi sebagai seorang guru yang disemengati
oleh kesadaran dari panggilan hati nurani untuk mendidik dan membantu setiap guru
untuk lebih mencintai panggilannya sebagai seorang guru. Hal ini tampak dalam
usaha setiap guru dalam pengabdiannya untuk mendidik dan membantu setiap anak
didik bertumbuh menjadi pribadi yang utuh. Para guru yang berkarya di YEMS
senantiasa disemangati dan dijiwai oleh semangat St. Fransiskus dari Asisi dalam
mendidik dan membantu setiap anak didik dalam bertumbuh menjadi pribadi yang
utuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Semangat pelayanan guru yang dijiwai oleh semangat St. Fransiskus dari
Asisi menuntut setiap guru untuk memandang setiap anak didik sebagai anugerah
Tuhan yang terindah yang harus diterima untuk didik, dibantu dan dibimbing menuju
pribadi yang cerdas dan terampil dalam membina relasi yang baik dengan sesama,
alam dan dengan Allah sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
BAB IV
USULAN PROGRAM PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI
FRANSISKAN BAGI PARA GURU DI YAYASAN ELIFA MITRA SETIA
DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN DALAM
TUGAS PERUTUSANNYA
Pada bab IV ini penulis mengusulkan suatu program yang kiranya dapat
memberikan suatu pemahaman tentang apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan
bagaimana penerapannya bagi
para guru
dalam menghayati
spiritualitas
Fransiskan. Pada bagian ini akan diuraikan tentang latar belakang penyusunan
program, tujuan dari program yang akan dilaksanakan dan penjelasan tentang materi
serta petunjuk pelaksanaan program yang dibuat.
A. Latar Belakang Penyusunan Program
Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS) merupakan salah satu
karya dari
Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth Medan (FSE) yang secara khusus melayani
dalam bidang pendidikan. Sebagai yayasan yang mewarisi semangat St. Fransiskus
dari Asisi,
setiap
orang yang berkarya di YEMS dapat menghayati
dan
menjadikan spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai semangat hidupnya dalam
melayani setiap saudara (anak didik) yang dianugerahkan Tuhan dalam lembaga ini
sebagaimana yang selalu ditekankan oleh St. Fransiskus dari Asisi bahwa setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
saudara adalah anugerah dari Tuhan yang harus diterima untuk dibantu, dibimbing
dan dididik menuju pribadi yang utuh.
Namun seringkali para pendidik merasa lebih tahu dari para anak didik
sehingga tidak jarang seorang pendidik memperlakukan anak didik sebagai objek
yang tidak tahu apa-apa. Pandangan seperti ini yang terkadang membuat guru
merasa lelah karena harus mempersiapkan berbagai metode pembelajaran yang
menarik untuk menyampaikan materi kepada anak didiknya. Sebaliknya ketika
seorang guru menyadari bahwa sebagai seorang pendidik/guru hadir untuk
membantu dan berperan sebagai fasilitator bagi anak didiknya karena setiap anak
didik merupakan subjek dalam pembelajaran, dengan demikian para guru akan lebih
bersemangat dalam menjalankan tugas dan pelayanan mereka dalam mendidik dan
membimbing setiap anak didik (saudara) yang dihadiahkan Tuhan dengan penuh
suka cita. Dalam usaha untuk sampai pada tahap ini, setiap guru YEMS harus
memahami nilai-nilai yang ada di dalam paradigma pedagogi Fransiskan dalam
menghayati spiritualitas Fransiskan sehingga dengan memahami dan menghayati
nilai-nilai tersebut, kehadiran setiap guru sungguh menjadi berkat bagi setiap anak
didik yang ada di lembaga pendidikan ini.
Berdasarkan pemikiran dalam bab-bab sebelumnya dan menanggapi masalah
yang dihadapi oleh para guru YEMS terkait dengan pemahaman dan wawasan para
guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan penerapannya bagi anak didik di
sekolah dalam menghayati spiritualitas Fransiskan, penulis menawarkan suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
program yang dikemas dalam bentuk Workshop. Hal ini menjadi langkah awal bagi
para guru dalam usaha untuk menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan dalam
menghayati spiritualitas Fransiskan.
Setelah para guru memahami paradigma pedagogi Fransiskan, diharapkan
setiap guru dapat menerapkannya bagi para anak didiknya melalui proses
pembelajaran baik dalam interaksi edukatif di kelas maupun dalam interaksi di luar
kelas melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk membangun semangat persaudaraan
dan membina sikap kedinaan bagi anak didik sehingga mereka semakin bertumbuh
dan berkembang menjadi pribadi yang utuh.
B. Tujuan Program
Adapun kegiatan yang telah dilakukan selama ini bagi para guru dalam
meningkatkan wawasan dan penghayatan spiritualitas Fransiskan antara lain
seminar, rekoleksi dan retret tahunan. Penulis memilih workshop karena melalui
kegiatan workshop ini para guru bisa memperoleh banyak informasi tentang
paradigma pedagogi Fransiskan dan semakin memperluas wawasan mereka tentang
bagaimana menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah dalam rangka
menghayati
spiritualitas Fransiskan melalaui paparan teori tentang paradigma
pedagogi Fransiskan dan nilai-nilai
Fransiskan.
yang ada dalam paradigma pedagogi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Harapannya melalui workshop ini para guru yang berkarya di YEMS semakin
memahami apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan nilai yang harus
dipertahankan dalam pedagogi Fransiskan ini sehingga melalui pemahaman itu para
guru dapat menerapkannya di sekolah bagi para anak didik baik melalui kegiatan
interaksi edukatif di kelas maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
sekolah ini sehingga setiap anak didik semakin mampu untuk sedikit demi sedikit
menghidupi spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah ini
terutama dalam hidup bersaudara (persaudaraan semesta) dan memelihara
kesederhanaan dalam kehidupan mereka setiap hari.
Materi tentang paradigma pedagogi Fransiskan ini disampaikan kepada para
guru karena mengingat peran guru dalam dunia pendidikan. Guru menjadi tonggak
dalam dunia pendidikan, sehingga guru harus sungguh-sungguh memahami apa
yang akan disampaikan kepada anak didiknya.
Selain pemahaman, guru juga
dituntut untuk mampu memberi teladan bagi para anak didiknya melalui tindakan
dan aksi konkrit agar apa yang diajarkan sejalan dengan apa yang dilakukannya.
Sebelum disampaikan kepada anak didik, guru harus terlebih dahulu mengetahui
hal-hal yang terkait dengan paradigma pedagogi Fransiskan dan nilai-nilai yang
diperjuangkan dalam paradigma pedagogi Fransiskan.
Dalam hal ini bukan
menunjuk kepada anak didik sebagai objek tetapi mau mengatakan bahwa kehadiran
guru sebagai pendidik harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih
sehingga dapat membimbing, membantu dan mendidik setiap anak didik (saudara)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
yang dianugerahkan Tuhan kepadanya melalui lembaga pendidikan yang menjadi
tempat perutusan bagi seorang guru.
C. Penerapan Pedagogi Fransiskan Di Sekolah
Sebagaimana yang sudah diuraikan dalam bab-bab terdahulu bahwa
pendidikan Fransiskan/pedagogi Fransiskan mengajak dan membimbing anak didik
untuk membangun relasi yang baik dan benar dengan Tuhan, sesama dan alam
semesta. Untuk dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam
semesta sebagai saudara, paradigma pedagogi Fransiskan menyajikan suatu model
pendidikan (ekologis dan ekopedagogi) yang membantu setiap pribadi dalam
memandang dunia tidak hanya sekedar tempat alamiah eksistensi manusia tetapi
juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan Allah. Jika
dunia ini merupakan ungkapan cinta dan keagungan terindah dari Allah, artinya
setiap makhluk terutama manusia yang diciptakan dengan akal budi yang mulia
dituntut suatu tanggung jawab untuk memelihara dan merawat dunia ini dengan
baik (bdk Kej.1:26-29).
Sebagai ungkapan atau tanggapan atas cinta dan keagungan Allah ini, para
pendidik Fransiskan terutama para guru YEMS dituntut untuk mampu menerapkan
nilai-nilai
pedagogi Fransiskan yang menjadi prinsip dalam persekolahan
Fransiskan dalam membantu setiap anak didik untuk menjalin relasi dan kesatuan
dengan Tuhan, sesama dan alam. Model pendidikan yang (harus) diterapkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
pendidikan Fransiskan yaitu pendidikan yang menghantar orang untuk mampu
membina relasi yang baik dengan sesama, alam dan dengan Allah sendiri.
Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan sangat relevan dan dapat
diterapkan dalam setiap mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Hal ini sangat
membantu dan mempermudah para guru untuk menerapkan paradigma pedagogi
Fransiskan baik dalam interaksi edukatif di kelas maupun melalui kegiatan
ekstrakurikuler. Contoh penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam interaksi
edukatif di kelas melalui pelajaran Biologi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
dalam pelajaran Biologi, anak didik diajarkan tentang alam, tumbuh-tumbuhan,
tanah dan lain-lain. Dalam mata pelajaran humaniora misalnya pelajaran sosiologi,
anak didik diajarkan tentang bagaimana hidup bersosial dengan orang lain. Dalam
mata pelajaran Agama, anak didik diajarkan tentang relasi Vertikal (dengan Allah)
dan relasi Horisontal (dengan sesama dan alam semesta). Hal ini sesuai dengan
semangat santo Fransiskus Asisi yang mengganggap setiap orang adalah saudara.
Penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam kegiatan ekstrakurikuler
misalnya mengadakan kegiatan gerakan penghijauan sebagai wujud rasa cinta
kepada alam dan lingkungan sekitar, gerakan hidup sederhana yang didorong oleh
sikap saling berbagi dan peduli sesama sebagai saudara yang dihadiahkan Tuhan,
membangun budaya hidup sehat dengan tidak membuang sampah sembarangan dll.
Oleh karena itu, melalui program workshop ini, guru dibekali dengan
pengetahuan dan pemahaman tentang penerapan paradigma pedagogi Fransiskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
sehingga dalam menjalankan tugas dan perutusannya setiap hari mampu menerapkan
juga bagi para anak didik yang dilayaninya setiap hari sehingga terbangun suatu
persaudaraan yang universal sebagaimana yang tertuang dalam spiritualitas dari
santo Fransiskus Asisi yang peduli dengan sesama, alam dan membangun suatu
persaudaraan yang bersifat universal.
D. Kegiatan dan petunjuk pelaksanaan program
Dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan para guru
tentang paradigma pedagogi Fransiskan, materi yang disajikan bagi para guru dalam
kegiatan ini terkait dengan paradigma pedagogi Fransiskan: spiritualitas Fransiskan,
apa itu pedagogi Fransiskan, aspek hakiki pedagogi Fransiskan, nilai pedagogi
Fransiskan atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pendidikan
Fransiskan sebagai usaha
untuk mewujudkan semangat/spiritualitas yang
diperjuangkan oleh St. Fransiskus dari Asisi.
Kegiatan ini dikemas dalam bentuk workshop yang akan dilaksanakan
dalam tiga
sesi. Sesi pertama ini untuk memaparkan penjelasan tentang
spiritualitas Fransiskan, apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan aspek hakiki
dalam paradigma pedagogi Fransiskan. Sesi kedua membahas tentang sepuluh nilai
pedagogi yang harus diperhatikan dalam pendidikan Fransiskan. pada sesi kedua ini
diakhiri dengan Tanya-jawab tentang materi yang sudah dipaparkan. sesi ketiga
sharing pengalaman guru tentang penghayatan spiritualitas Fransiskan terkait
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
dengan paradigma pedagogi Fransiskan, dan selanjutnya mendiskusikan aksi atau
tindakan konkrit yang akan diterapkan di sekolah baik dalam interaksi edukatif di
kelas maupun dalam interaksi di luar kelas berdasarkan nilai-nilai pedagogi
Fransiskan dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan.
E. Materi Workshop
Dalam kegiatan workshop ini, materi yang akan disajikan kepada para guru
YEMS terkait dengan pemahaman mengenai: spiritualitas Fransiskan, apa itu
paradigma pedagogi Fransiskan, aspek-aspek yang ada dalam paradigma pedagogi
Fransiskan dan nilai pedagogi atau sepuluh prinsip persekolahan dalam pendidikan
Fransiskan.
F. Matrix Workshop
Program workshop dikemas dalam tiga sesi yang akan dilaksanakan di
sekolah Fransiskus Asisi-Samarinda Kalimantan Timur sesuai dengan jadwal yang
telah direncanakan sebagaimana yang tertuang pada Matrix Workshop di Tabel ini
(lih. Tabel yang ada di bawah ini):
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
MATRIKS PROGRAM PENDAMPINGAN DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG
PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI FRANSISKAN PARA GURU YEMS
DALAM MENGHAYATI SPIRITUALITAS FRANSISKAN
Tema Umum
: Mengenal paradigma pedagogi Fransiskan melalui sepuluh nilai atau prinsip persekolahan
Fransiskan
Tujuan Umum : Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan para Guru yang berkarya di
YEMS tentang paradigma pedagogi fransiskan sehingga para guru dapat menerapkannya di sekolah
sesuai dengan semangat/spiritualitas Fransiskan.
Waktu
pelaksanaan
: 17 Juni 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
No
WAKTU
JUDUL
TUJUAN
URAIAN
SUMBER
METODE
PERTEMUAN
1
07.30-08.00
PERTEMUAN
dan Agar
Pembukaan
singkat guru)
pengantar
belakang dan tujuan yang
dari workshop ini
2
08.00-09.30
Sesi
I
mengetahui
latar rangkaian
tentang
:
MATERI
(para  Latarbelakang
peserta
kegiatan
kegiatan  Tujuan
akan
mereka
SARANA
BAHAN
 Informasi
 Laptop
 Tanya
 LCD
jawab
 Speaker
kegiatan ini
ikuti
tentang Agar para guru
spiritualitas
semakin memahami
Fransiskan,
spiritualitas
 Spritualitas
 Ceramah
Fransiskan
(pemapar
dan
an materi)
formationis
 Paradigma
paradigma pedagogi Fransiskan sebagai
pedagogi
Fransiskan
Fransiskan
dan sumber semangat
 Informasi
Go and teach
ratio
franciscanae
(pedoman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
3
09.30-10.00
4
10.00-11.30
aspek hakiki dalam pelayanan mereka dan  Aspek hakiki
pendidikan
paradigma pedagogi semakin memahami
paradigma
fransiskan)
Fransiskan
paradigma pedagogi
pedagogi
Fransiskan.
Fransiskan
Snack
Sesi II: sepuluh nilai Agar para Guru dapat menerapkannya di Ceramah
Laptop,
pedagogi fransiskan sekolah terutama dalam interaksi edukatif dan
LCD
yang diterapkan di di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler di informasi
hand out
sekolah
sekolah
Sepuluh prinsip pedagogi yang harus
diperhatikan dalam pendidikan fransiskan
Buku pedoman
dan yayasan
pendidikan
untuk
pendidikan
fransiskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
(YEMS)
5
11.30—12.00
Tanya-jawab mengenai materi paradigma pedagogi yang sudah dipaparkan
6
12.00-12.30
Makan siang
7
12.30-13.30
Sesi
III
sharing 
pengalaman guru,
Melalui
sharing  Penghayatan
para
guru
memperoleh
informasi
peserta/pengala
Fransiskan
 Tanya
man para guru
tentang
dan
meneguhkan
paradigma
satu
sama
pedagogi
tugas
dan
Pengalaman
 Informasi
saling memperkaya
dalam menjalankan
 Speaker
spiritualitas
dan  Pemahaman
lain
 Sharing
Fransiskan
jawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
perutusan mereka
setiap
terutama
hari
tentang
penerapan
pedagogi
Fransiskan
dan
penghayatan
spiritualitas
Fransiskan
8
13.30-14.00
Penutup
: Agar para guru saling Sepuluh
mendiskusikan
bersama bagaimana
memperkaya
satu nilai/prinsip
tentang
Tanyajawab
speaker
Materi
workshop
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
menerapkan
nilai
Fransiskan
nilai- sama lain.
pedagogi
pendidikan
Fransiskan
di
sekolah terutama di
dalam kelas
9
14.00
Sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
G. Pelaksanaan Workshop
1. Pengantar
a) Latar belakang dan tujuan kegiatan workshop
Suster, bapak/ibu guru yang terkasih di dalam Kristus, selamat pagi dan
selamat bertemu di dalam acara kita hari ini. Kita berkumpul di sini karena rahmat
dan kasih Tuhan. Pada pagi hari ini hingga sore hari nanti, kita akan mendalami
spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi sebagai pelindung sekolah kita ini dalam
menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
sebagai lembaga pendidikan yang dikelolah oleh yayasan Elifa Mitra Setia, secara
operasional sekolah kita belum menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan. oleh
karena itu melalui kegiatan workshop ini, diharapkan kita sebagai tenaga pendidik di
lembaga ini semakin memahami apa itu paradigma pedagogi Fransiskan dan
bagaimana cara kita menerapkannya di dalam setiap mata pelajaran yang kita ajarkan
kepada anak didik kita.
Oleh karena itu mari kita mohon rahmat Tuhan agar
kegiatan kita sepanjang hari ini dapat berjalan dengan baik.
b) Doa Pembuka
Allah Bapak asal dan tujuan hidup kami, kami bersyukur dan berterima kasih
atas segala rahmat dan berkat yang boleh kami terima hingga saat ini. Pada
kesempatan ini kami akan bersama-sama menggali semangat St. Fransiskus Asisi
sebagai pelindung sekolah kami dalam menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
kami mohon bantulah kami agar kami sungguh memahami apa yang menjadi
semangat St. Fransiskus Asisi sehingga kami mampu untuk menerapkannya dalam
tugas dan perutusan kami setiap hari. Berkatilah kami semua kiranya acara kami hari
ini berjalan dengan baik seturut rencana dan kehandak-Mu kini dan untuk selamanya.
Amin.
2. Sesi I : Spiritualitas Fransiskan, pedagogi Fransiskan dan aspek hakiki pedagogi
Fransiskan
a) Spiritualitas Fransiskan
Spiritualis Fransiskan merupakan corak batin utama para pengikut St.
Fransiskus Asisi yang (semestinya) menguasai seluruh kehidupan mereka dan
memberikan warna tertentu dalam kehidupan mereka. Spiritualitas itu berakar pada
spiritualitas St. Fransiskus Asisi. Maka berbicara tentang spiritualitas Fransiskan/nes
sama dengan berbicara tentang spiritualitas St. Fransiskus Asisi.
Sebagaimana yang tertuang dalam wasiat St. Fransiskus Asisi
bahwa corak batin utama yang menjiwai hidup Fransiskus
Fransiskus Asisi
(Was. 1)
adalah kedinaan.
ingin menjadi yang dina, rendahan, pelayan, hamba. Seiring
dengan jalan kedinaan-perendahan yang dijalani Fransiskus agar dekat dan bersatu
dengan Tuhan, kerendahan hati mewarnai seluruh hidupnya. Ia tidak rendah diri
(suatu kekurangan) melainkan rendah hati (suatu keutamaan, malah induk segala
keutamaan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Berkaitan dengan spiritualitas St. Fransiskus Asisi atau spiritualitas
Fransiskan itu, orang mudah berpikir tentang kemiskinan, persaudaraan, perdamaian,
kegembiraan dll. Jika digali lebih dalam dan teliti, hal yang mendasari semua itu
adalah kedinaan. Kedinaan merupakan dimensi dasariah dari keberadaan para
Fransiskan. Kedinaan bukanlah suatu konsep statis tetapi suatu sikap dinamis yang
menjadi semangat para Fransiskan yang bersatu dalam ikatan cinta Kristus yang
miskin yang selalu siap sedia melayani sesama saudara ( bdk. Iriarte,1995:113). St.
Fransiskus dari Asisi menghendaki para pengikutnya hidup sebagai saudara dina,
paling kecil dari semua, hamba bagi semua. Menjadi saudara dina bukan berarti
menyiksa diri sendiri tetapi menjadi saudara dina mau menunjuk pada sikap
kerendahan hati yang mendalam sebagaimana yang diteladankan oleh Yesus.
Sekalipun Fransiskus diilhami arti sosial yang terkandung dalam kata minores pada
masa itu, akan tetapi sesungguhnya kata ini mau menunjuk pada injil. Artinya sangat
jelas bagi kita sebagaimana yang tertuang dalam AngTBul (psl 7:2) “hendaklah
mereka menjadi yang lebih rendah dan tunduk kepada semua orang”.
Aspek kedinaan itu mengandung pembebasan dari segala bentuk penguasaan
atau manipulasi terhadap oran lain. Hal ini kiranya menjadi jelas bagi kita, karena
apabila kita menghayati gaya hidup kedinaan, warta perdamaian dan sukacita injil
dapat ditumbuhkan. Seorang saudara dina berusaha untuk senantiasa menyadari
akan tugas dan kerjanya untuk mengusahakan keadilan bagi setiap insan yang hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Saudara-saudara dina memberikan kesaksian di depan dunia tentang Kristus yang
miskin dan rendah dengan menghayati hidup kedinaan sebagai seorang Fransiskan.
Dalam Anggaran Dasar
dikatakan bahwa hidup saudara/i pengikut St.
Fransiskus Asisi adalah “menepati Injil suci Tuhan kita Yesus Kristus” (AD I.1;
AD3R 1). Injil suci yang
dimaksudkan bukanlah buku injil melainkan Kabar
Gembira yang mempribadi dalam Yesus Kristus. Menepati Injil suci Tuhan kita
Yesus Kristus berarti mengikuti jejak Tuhan Yesus yang hidup dan berkarya di bumi
Palestina sebagaimana tertulis dalam buku Injil. Mengikuti jejak berarti mengikuti
jalan yang ditempuh oleh Tuhan yaitu jalan perendahan Tuhan. Bagi Fransiskus
Asisi, Yesus di Palestina adalah Tuhan yang merendahkan diri untuk menyelamatkan
manusia. Awal perendahan Tuhan adalah Inkarnasi, lahir menjadi manusia di
Betlehem; Puncak perendahan adalah sengsara dan wafat di salib, yang disusuli
kebangkitan; perendahan Tuhan masih terus berlangsung dalam ekaristi di mana
Allah merendah-memberikan diri dalam rupa roti dan anggur untuk menjadi
makanan rohani kita sehari-hari.
Dari Kedinaan melahirkan keutamaan-keutamaan yang menjadi kekhasan
dan daya tarik tersendiri bagi setiap orang yang melihat dan mengalami cara hidup
Fransiskus dari Asisi. Keutamaan-kautamaan yang didasarkan pada kedinaan antara
lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
1) Persaudaraan
Dengan menempatkan diri serendah-rendahnya dan dalam kedekatan dan
kesatuannya dengan Allah, Fransiskus melihat dan memperlakukan semuanya sebagai
saudara. Semua manusia, apa pun dan bagaimana pun perbedaan di antara mereka,
mempunyai Bapa yang satu dan sama, yaitu Bapa di Surga. Semua makluk adalah
ciptaan di hadapan Pencipta yang satu dan sama, yaitu Allah Pencipta. Oleh karena
itu semuanya adalah saudara dan diperlakukan sebagai saudara.
Dalam Persaudaraan tidak ada perbedaan antara ‘atasan’ dan ‘bawahan’, Ia
juga melihat semua saudara yang bergabung dalam cara hidupnya sebagai anugerah
(Was 14). Sikap bersaudara ditujukan juga kepada semua orang lain, di luar
Persaudaraan. Pengalaman mukjizat ‘kemanisan persaudaraan’ dalam pertemuan
dengan orang kusta (1Cel 17; K3S 1), ketika ia sudah bertekad-bulat meninggalkan
ambisi kesuksesan pribadi, terekam kuat dalam ingatan dan hati Fransiskus.
Kemanisan persaudaraan melampaui segala sekat dan perbedaan di antara manusia.
Di permukaan manusia berbeda jenis kelamin, kondisi kesehatan, status sosial, suku,
ras, agama dst, tetapi di dasar permukaan mereka itu sama saja. Mereka semua
manusia, berasal dari Bapa yang satu dan sama yaitu Bapa di surga. Mereka semua
adalah saudara. Orang-orang memusuhi kita pun adalah saudara (ADtB XX.3).
Persaudaraan dengan seluruh alam ciptaan bukan hanya ditunjukkannya
dalam sikap dan perlakuan melainkan juga dikidungkannya. Dalam kidung PujaPujian Makhluk-Makhluk (Karya-Karya Fransiskus) ia bukan hanya menyapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
semuanya sebagai saudara/i melainkan juga memuji Allah atas semua anugerah itu
untuk kehidupan manusia. Perlu disadari bahwa unsur-unsur yang disapa Fransiskus
dalam Kidung itu adalah unsur-unsur yang membangun kehidupan manusia,seperti
air, udara, angin, matahari; bumi disapa ibu yang melahirkan kehidupan; bumi
menghasilkan
bahan-bahan
makanan.
Jalan
kedinaan-perendahan
mengantar
Fransiskus dekat dan bersatu dengan Tuhan dan dari situ ia melihat
dan
memperlakukan semuanya sebagai saudara.
2) Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu unsur hakiki dalam injil (pribadi Yesus sendiri).
Kemiskinan merupakan kesadaran yang mendalam bahwa dalam hal keselamatan,
manusia sama sekali tidak berdaya.
Dalam hal ini, miskin berarti sepenuhnya
mengandalkan Allah satu-satunya penyelamat manusia. Kemiskinan berkaitan erat
dengan pilihan untuk merendah atau memilih hidup dina.
Kemiskinan bagi Fransiskus tidak dimengerti dalam arti yang sempit (Kaul
Kemiskinan). Bagi Fransiskus, kemiskinan lahir dari penghayatan akan kemiskinan
Kristus yang walaupun kaya tetapi rela mengosongkan diri (Flp 2:7). Kemiskinan
yang dihayati oleh para Fransiskan seturut gaya dan teladan hidup St. Fransiskus
dari Asisi, sebagai “musafir dan perantau” (AngBul VI :3) di dunia ini. Seluruh
ajaran dan pandangan Fransiskus mengenai harga sebuah kemiskinan bernada
eskatologis artinya menunjuk pada situasi dan keadaan akhir zaman. Para saudara
dina mengadakan suatu perjalanan di dunia tanpa memiliki apapun yang bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
diandalkan. Dengan berpola pada Kristus yang “miskin dan penumpang” (AngTBul
psl 9:5), Fransiskus mengajak para saudara/i Fransiskan untuk hidup dan menjadi
seorang “musafir dan perantau di dunia ini”. Yang menjadi dasar biblis bagi
Fransiskus mengajak setiap saudara untuk menjadi musafir dan perantau; Mat 8:20:
serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak Manusia tidak
mempunyai tempat untuk meletakkan kepala.
menjadi pola bagi setiap saudara
Bagi Fransiskus, kemiskinan itu
dalam bertindak, bersikap dalam berhadapan
dengan segala sesuatu dan sesama, terutama kepada Allah sendiri. Kemiskinan
selalu sejalan dengan kerendahan hati karena kemiskinan tanpa kerendahan hati
omong kosong. Dalam semangat kemiskinan ada sikap lepas bebas.
Fransiskus bersama para pengikutnya (para Fransiskan)
menjadikan
kemiskinan sebagai unsur pokok dalam penghayatan atas injil secara menyeluruh.
Kemiskinan bagi Fransiskus sungguh merupakan harta yang tidak ternilai harganya
sehingga Fransiskus sangat menghormati dan menghargai kemiskinan bahkan
Fransiskus sendiri melihat keberadaan kemiskinan sebagai tuan baginya sehingga
Fransiskus menyebut kemiskinan sebagai “Tuan Putri Kemiskinan” karena dengan
menghormati
kemiskinan
membawa
Fransiskus
kepada
kemiskinan
yang
diteladankan oleh Allah sendiri melalui Putra-Nya Yesus kristus yang walaupun kaya
tetapi rela menjadi manusia yang lemah dan tidak berdaya demi keselamatan
manusia (bdk. Luk. 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Fransiskus menggarisbawahi secara khusus nasihat injil kemiskinan dengan
saudarinya keutamaan kedinaan: kemiskinan dalam Roh (Syukur, 2014:301). Bagi
Fransiskus, kenyataan menghayati kemiskinan secara total merupakan
identitas
seorang pengikut Kristus. Namun kemiskinan yang ditekankan oleh Fransiskus
adalah kemiskinan dalam Roh, hal ini berarti
yang
lebih penting
dalam
penghayatan kemiskinan adalah soal sikap bukan soal miskin dalam hal material
saja.
3) Kebahagiaan sejati
Kebahagiaan/kegembiraan mewarnai seluruh hidup Fransiskus, khususnya
periode kedua hidupnya yaitu hidup dalam pertobatan. Ketika pada awal menjalani
hidup pertobatannya ia sering diolok, diejek dan dianggap gila. Dalam semuanya itu
ia tetap bergembira dan memberikan salam damai kepada orang-orang di sekitarnya.
Sepanjang hidup tidak kurang ia mengalami situasi kedinaan seperti itu, seperti
merasa tidak dimengerti, malah dikhianati oleh saudara-saudara dan terutama sakit
badani yang semakin hebat pada tahun terakhir hidupnya. Dalam semuanya itu
Fransiskus tetap optimis dan bergembira. Dalam situasi sakit yang semakin hebat dan
merasa ajalnya sudah dekat ia menambahkan syair ‘saudari maut’ pada Kidung yang
ditulisnya, karena ia bergembira menyongsong maut badani.
Mengapa dalam situasi kedinaan seperti itu ia tetap bergembira. Hal ini
dikarenkakan ia merasa bahwa semakin ia berada dalam situasi seperti itu semakin
ia merasa dekat dan bersatu dengan Tuhan dalam Yesus Kristus yang mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
situasi sebagaimana yang dialaminya dalam hidup historis-Nya. Merasa dekat dan
bersatu dengan Tuhan itulah yang menjadi sumber kegembiraannya. Hal ini
diungkapkannya dengan cukup jelas dalam ‘karya-karyanya, Sukacita Yang Sejati
dan
Sempurna.
Dikatakan
bahwa
sukacita
sejati
tidak
terletak
dalam
kesuksesan…melainkan terjadi ketika (saudara) direndahkan….dan tetap sabar dan
tidak tersinggung (Karya-Karya Fransiskus). Situasi perendahan-kedinaan mengantar
Fransiskus dekat dan bersatu dengan Tuhan
dan itulah yang menjadi sumber
kegembiraannya.
4) Perdamaian
Sejalan dengan aspek-aspek lain yang berakar pada kedinaan (persaudaraan,
kemiskinan, kebahagiaan), salah satu aspek yang juga tidak kalah pentingnya dalam
kehidupan Fransiskus Asisi adalah perdamaian. Dalam buku Fioretti (92-96), ada
sebuah kisah tentang Fransiskus yang memperdamaikan penduduk kota Gubbio
dengan seekor serigala yang ganas. Dari kisah Gubbio ini dapat diketahui bahwa
Fransiskus Asisi memang seorang pribadi yang sangat mencintai kehidupan damai
dan bersaudara dengan semua makhluk ciptaan.
Melihat kehidupan St. Fransiskus yang dipenuhi dengan damai dan cinta akan
lingkungan hidup, menimbulkan suatu pertanyaan bagaimana St. Fransiskus sungguh
dapat hidup damai dengan semua orang dan semua makhluk? Sumber-sumber
inspirasi manakah yang ia gali sehingga ia dapat hidup harmonis dengan seluruh
ciptaan? Pertama, Fransiskus tentu belajar dari ucapan yang penting dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
fundamental dari Yesus yang bangkit seperti kita dengarkan dalam Injil Yohanes
“Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19; 21). Dari teks ini Fransiskus sungguh
menyadari bahwa sumber kedamaian sejati itu datangnya dari Tuhan. Kedua,
Fransiskus tentu memahami juga, bahwa di dalam Yesuslah surga dan bumi
diperdamaikan dan dipersatukan kembali dengan Allah yang mahakuasa (SurOr 13;
bdk. Kol 1:20). Ketiga, Fransiskus tentunya dipengaruhi oleh “Sabda Bahagia” yang
berkata, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut
anak-anak Allah.” (Mat 5:9). Orang yang membawa damai ini oleh Fransiskus
ditafsirkan sebagai “orang yang dalam segala penderitaannya di dunia ini tetap
memelihara kedamaian dalam jiwa dan raganya demi cinta kasih kepada Tuhan kita
Yesus Kristus” (Pth XV). Ketika ia dicaci maki, ditolak bahkan diusir, ia tetap damai.
Hal ini terjadi tentunya karena ia mengalami perdamaian dan bersatu dengan Tuhan.
Yang menjadi pegangan bagi Fransiskus Asisi untuk senantiasa hidup dalam
damai dengan seluruh makhluk ciptaan sebagaimana yang sangat khas dari
Fransiskus Asisi yaitu setiap kali ia bertemu dengan sesama, alam dan tumbuhtumbuhan Fransiskus selalu menyapa dengan pax et bonum artinya damai dan
kebaikan karena Fransiskus merasa bahwa yang paling penting dimiliki oleh semua
orang bukanlah harta, kedudukan atau pangkat tetapi memiliki hati yang damai dan
kebaikan Allah tinggal serta bekerja dalam diri kita. Di mana kebaikan Allah hadir
dan bekerja di situlah damai dan keselamatan Kerajaan Surga terwujud nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
b) Paradigma pedagogi Fransiskan
Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pendidikan yang
berlandaskan pada sikap hidup/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi
yang tertuang dalam gita sang surya. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi model
pendidikan dalam melahirkan generasi-generasi muda yang peduli dan memiliki
relasi yang baik dengan alam semesta sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
hidup mereka. Pedagogi Fransiskan mengembangkan hubungan Tuhan dengan
manusia yang dinyatakan dalam Yesus Kristus dan hidup Fransiskus sendiri.
Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi suatu pedoman bagi para Fransiskan
dalam melaksanakan pelayanannya terutama pelayanan dalam bidang pendidikan
untuk membantu setiap pribadi bertumbuh dan berkembang menuju pribadi yang
dewasa dan beriman. Sebagai sarana untuk menghantar anak didik dalam menjalin
relasi dengan Tuhannya, para pelaku pendidikan (para Fransiskan dan guru-guru)
dituntut untuk tidak memandang anak didik yang datang sebagai sasaran atau objek
yang kepadanya pengetahuan ditransfer oleh guru tetapi setiap anak didik yang
datang merupakan saudara yang dianugerahkan Tuhan yang harus diterima dengan
penuh syukur (GT art.40).
Pedagogi Fransiskan mengajak setiap pribadi untuk
memahami dan mendalami dunia tidak sekedar sebagai tempat alamiah eksistensi
manusia tetapi juga sebuah ungkapan cinta, kebijaksanaan, keagungan dan keindahan
Allah. Jika dunia ini merupakan ungkapan cinta dan keagungan terindah dari Allah,
artinya setiap makhluk terutama manusia yang diciptakan dengan akal budi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
mulia dituntut suatu tanggungjawab untuk memelihara dan merawat dunia ini
dengan baik.
Pedagogi Fransiskan tidak hanya menekankan segi kognitif tetapi juga segi
afektif dan psikomotorik anak didik sehingga apa yang dipelajari sungguh nyata
dalam tindakan dan pengalaman hidupnya setiap hari. Berhadapan dengan situasi
yang sedang terjadi saat ini, pedagogi Fransiskan menawarkan suatu pendidikan
yang menghantar setiap pribadi untuk bisa membangun relasi yang baik dengan
Tuhan, sesama dan alam sekitarnya. Model pendidikan yang ditawarkan oleh
pedagogi Fransiskan yaitu: pendidikan ekologis dan Ekopedagogi.
Pendidikan ekologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antara organisme
dan lingkungan sekitar. Model pendidikan Fransiskan ini merupakan bagian warisan
dari sikap Fransiskus Asisi terhadap bumi. Sikapnya yang konkrit nyata dalam
tindakan yang tercantum dalam gita sang surya yang memberikan hadiah penting
pada zaman ini. Bagi Fransiskus yang ilahi, yang manusiawi, kosmik atau alam hadir
bagi yang lain (dengan menggunakan pendapat Thomas Bery) Fransiskus memiliki
cinta yang mendalam bagi Yesus Kristus inkarnasi Allah; hatinya berlimpah-limpah
dengan syukur ketika ia memikirkan Allah menjadi manusia, arsitek dunia menjadi
anak bumi. Cinta Fransiskus dan persahabatannya yang akrab dengan makhluk
ciptaan seperti saudara ikan, saudari air, saudari burung, saudara monyet dan saudara
kelinci memiliki persahabatan yang saling menguntungkan; bukan merupakan
pelayanan yang di tujukan kepada seseorang atau sesuatu yang didominasinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Fransiskus berpikir melampaui pelayanan. Dia berbicara kepada ciptaan yang lain,
dan mereka berbicara kepadanya. Dia menyampaikan kepada mereka tentang Allah,
dan mereka menyampaikan kepadanya tentang Allah. Dia mengajarkan kepada
mereka tentang kesederhanaan dan ucapan syukur dan mereka juga mengajarkan
kepadanya tentang kesederhanaan dan ucapan syukur. Cinta Fransiskus terhadap
ciptaan di bumi dan inkarnasi Allah dalam pribadi Yesus sebagai pribadi yang kudus.
Fransiskus menghormati setiap pribadi karena mereka memiliki integritas dan
keutuhan dalam hati yang penuh misteri sebagaimana diungkapkan oleh perancang
Ilahi. Sikap Fransiskus inilah yang menjadi alasan untuk mengungkapkan bahwa
penidikan Fransiskan harus spesifik, eksperiental, dan persaudaraaan/kekeluargaan
(persaudaraan yang universal).
Ekopedagogi merupakan suatu pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan
cita-cita ekologi baru-peradaban yang berkelanjutan sehingga anak-anak dan orang
muda dapat mewujudkannya dengan bantuan para pendidik dan orang-orang yang ada
di sekitarnya. Ekopedagogi mengajak manusia untuk tidak melihat dirinya sebagai
tuan dan penguasa atas bumi ini melainkan hadir sebagai anak dan murid dari bumi
yang merupakan “ibu” dan “guru” (Mater et magistra) karena sebagai ibu, bumi
mengasuh dan menyuap kita dengan aneka tumbuhan yang terhampar indah di alam
ini (bdk. Gita Sang Surya Fransiskus Asisi) dan sebagai Guru, bumi menampakkan
dalam dirinya “sekolah Kehidupan” yang memberi hikmat dan pengertian bahwa
manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam ini. Sumber ekopedagogi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
yang utama adalah berdasarkan pada inspirasi dari sikap dan perilaku St. Fransiskus
dari Asisi terhadap alam (bumi). Atas dasar ini, ekopedagogi menekankan karakter
pendidikan yang partikular (GSS edisi Mei-juni: 2). Artinya pendidikan yang
mengutamakan pengalaman yang berspiritkan persaudaraan dan kekeluargaan.
Melalui pengalaman, anak didik diberi kesempatan untuk mengalami langsung
realitas yang ada dalam berelasi dengan alam, sedangkan persaudaraan dimaksudkan
agar anak didik memiliki kesadaran untuk mengenal dan menemukan diri mereka
sendiri dengan semua ciptaan yang ada di bumi pertiwi ini sebagai saudara satu sama
lain. Apakah
ekopedagogi mengabaikan Teori?
Dalam ekopedagogi, teori
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman.
Dalam ekopedagogi, teori tidak lagi sesuatu yang hanya berhenti di “kepala”
tetapi teori menyatu dan menyerap kedalam seluruh diri menjadi suatu keutuhan dari
diri anak didik dalam berelasi dengan seluruh alam ciptaan yang ada. Ekopedagogi
bertujuan
untuk mewargabumikan manusia. Mewargabumikan manusia berarti
mendorong setiap orang untuk mengintegrasikan keadilan sosial, perdamaian dan
pendidikan lingkungan.
c) Aspek paradigma pedagogi Fransiskan
Yang manjadi aspek hakiki dari pedagogi Fransiskan: persaudaraan yang
berdasarkan pada kedinaan. Bagi Fransiskus, setiap saudara adalah pelayan sehingga
ketika ia berhadapan dengan sesama ia menempatkan diri sebagai saudara yang
berasal dari Bapa yang satu dan sama, ketika ia berhadapan dengan makhluk hidup ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
menempatkan diri sebagai ciptaan yang berasal dari satu pencipta.
Menjadi
“saudara” memiliki dasarnya dalam kebenaran Wahyu bahwa kita semua adalah
Anak-anak dari Bapa yang sama (Mat 23:9). Santo Fransiskus dari Asisi
mengembangkan gagasan persaudaraan menjadi lebih luas dan menyeluruh atau
bersifat universal. Bercermin pada sikap sang santo, paus Fransiskus sangat
menekankan kepada seluruh dunia untuk peduli alam dengan gerakan ekologi karena
beliau meyakini bahwa dengan gerakan ekologi bisa membawa kemajuan yang besar
bagi dunia ini (bdk. LS, art. 14)
Persaudaraan semesta yang dicita-citakan Fransiskus Asisi akan dapat
terwujud bila dalam diri setiap makhluk terdapat sikap untuk tidak hanya mencintai
diri sendiri (egois) tetapi juga memiliki cinta akan lingkungan hidupnya. Cinta ini
pada akhirnya juga akan bermuara pada keselamatan dirinya sendiri sebab dunia kita
ini tercipta sebagai sebuah ekosistem di mana semua makhluk ada dalam suatu mata
rantai yang saling melengkapi satu sama lain. Cinta ini juga yang akan mendorong
setiap orang untuk terlibat dalam usaha untuk melestarikan alam ini sebagai bagian
dari hidupnya sebagaimana yang dikatakan oleh paus Fransiskus dalam ensikliknya
bahwa “pelestarian alam adalah bagian dari suatu gaya hidup yang melibatkan
kemampuan untuk hidup bersama dalam persekutuan” (LS art. 228).
Menjadi “dina” memiliki dasarnya bahwa : Yesus adalah Guru dan Tuhan,
menjadi Hamba dan melayani saudara-saudara-Nya. Kedinaan memiliki nuansa
khusus dibandingkan dengan kemiskinan. Kedinaan lebih menunjukkan sikap hati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
yang mau merendah. Fransiskus menghayati perendahan diri ini terdorong oleh
karena kekagumannya akan Allah yang dalam pengalaman imannya hadir sebagai
Allah yang merendah. Allah yang sudi menjadi manusia dalam diri Kristus dan
berbela rasa dengan penderitaan manusia. Maka sikap rendah hati berbeda dengan
perasaan rendah diri/minder yang lebih merupakan kerapuhan jiwa.
Kedinaan juga merupakan sikap hati terhadap kekayaan. Baik kekayaan
rohani seperti bakat, intelektual, atau talenta yang kita miliki juga kekayaan dalam
arti jasmani seperti uang, rumah, harta benda dsb. Kedinaan mengajak kita untuk
melihat dan memandang semua kekayaan tersebut bukan sebagai milik kita pribadi
tetapi milik Tuhan. Tuhan sendiri sudah menunjukkan diri sebagai pribadi yang
solider karena menginginkan semua makhluknya selamat sejahtera maka kehendak
Tuhan dalam penggunaan harta kekayaan tentunya agar
harta tersebut dipakai
sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan semakin
banyak orang/masyarakat. Oleh karena itu kedinaan pada akhirnya akan mendukung
dan menghasilkan persaudaraan yang lebih kokoh
3. Sesi II
: Sepuluh nilai pedagogi Fransiskan
Sepuluh nilai pedagogi/prinsip persekolahan Fransiskan (bdk. pedoman
pendidikan Fransiskan) yang semestinya senantiasa diperhatikan dan dijalankan
yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
a) Sacrum ( Kekudusan )
Kudus berarti menjadi milik Allah. Menjalankan pendidikan berbasis nilai
kekudusan berarti menyadari bahwa dalam segala kegiatan pendidikan semua harus
dilihat kaitannya dengan kehendak Tuhan. Misalnya pendidikan kita hendaknya
bertujuan sesuai dengan kehendak Tuhan yakni supaya hasil pendidikan dibaktikan
pada kesejahteraan semua orang bukan hanya untuk kepentingan dan kesenangan
pribadi (kekayaan sendiri, popularitas pribadi) karena kehendak Tuhan adalah agar
semua orang selamat. Salah satu cara menanamkan nilai kekudusan dalam kegiatan
pendidikan misalnya dengan mengawali, mengiringi dan mengakhiri kegiatan belajar
mengajar dengan doa bersama sehingga semua disadarkan bahwa saya belajar supaya
dapat semakin memuliakan Tuhan yakni dengan cara belajar serius supaya dapat
sungguh menguasai bahan pelajaran sehingga kelak dapat memanfaatkan kepandaian
yang diperolehnya untuk kesejahteraan banyak orang.
b) Bonum ( Kebaikan )
Kitab Kejadian menyadarkan kita bahwa semua diciptakan Allah dengan
sungguh amat baik. Yang membuat baik adalah karena semua diciptakan dalam
martabat yang luhur. Keluhuran ini terjadi karena dalam semua ciptaan terpatri
keilahian Allah penciptanya. Dalam diri manusia terpatri gambar dan rupa Allah,
dalam diri ciptaan lain yang hidup terpatri jejak Allah (Vestigia Dei) serta dalam
ciptaan tidak hidup yang lain terpatri bayangan Allah (Umbra Dei). Menjunjung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
tinggi nilai kebaikan berarti menghargai martabat seluruh ciptaan baik martabatnya
sendiri, martabat sesama, dan martabat semua makhluk lain di bumi ini yang
terwujud dengan sikap adil kepada semua: memberikan semua sesuai dengan haknya.
Jangan sampai orang lain kita korbankan demi upaya kita dalam meraih hak kita atau
juga sebaliknya diri kita diabaikan dan dirugikan karena pemenuhan kebutuhan orang
lain.
Maka pendidikan berbasis nilai kebaikan berarti seluruh upaya dan kegiatan
pendidikan harus sedapat mungkin semakin menghormati, mengokohkan, dan
mengembangkan martabat manusia dan ciptaan lainnya.
c) Verum (Kebenaran)
Benar dalam Bahasa Yunani adalah ‘Aletheia’ yang berarti adanya
(realitanya) dikenal, dipahami. Maka berbicara soal kebenaran berarti berbicara
tentang kesesuaiannya dengan kenyataan yang ada. Belajar dalam hal ini berarti
usaha untuk memahami realitas yang ada seutuhnya dalam kejernihan dan kejujuran
sehingga anak didik tidak jatuh pada pesimisme atau juga optimisme yang berlebihan
namun bisa memahami semuanya secara proporsional. Oleh karena itu, belajar dalam
semangat kebenaran berarti sedapat mungkin mengajak seluruh civitas pendidikan
untuk tidak hanya memahami segalanya dalam teorinya yang muluk-muluk tetapi
dengan pedagogi eksperiensial (learning by doing) mengalami kenyataan dalam
segala kekayaan dimensi dan pemaknaannya. Fransiskus sendiri adalah pribadi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
amat menjunjung tinggi pembelajaran eksperiensial seperti terungkap dalam peristiwa
Greccio2.
d) Iustum ( Keadilan )
Adil berarti memberikan hak untuk tumbuh dan berkembang sampai mencapai
kesempurnaan sehingga seiring dengan perkembangannya tersebut dapat terlibat
dalam kehidupan masyarakat melalui pelaksanaan kewajiban-kewajibannya secara
tulus dan penuh kesediaan berdasarkan kesadaran pribadi bukan karena paksaan.
Maka pendidikan berbasis nilai keadilan harus benar-benar memberi ruang tumbuh
bagi semua yang terlibat di dalam pendidikan itu sehingga masing-masing juga dapat
melaksanakan kewajibannya dengan setia dan bakti.
e) Honestum ( Kejujuran )
Kejujuran
selain berarti kesesuaian dengan kenyataan dan realita tanpa
dimanipulasi demi kepentingan dan keuntungan sendiri atau orang/golongan tertentu
juga bermakna tulus atau lurus hati yakni sikap kita terhadap orang lain di mana kita
selalu mengharapkan dan mengupayakan
agar sesama kita
senantiasa dalam
keadaan yang baik dan sejahtera. Pendidikan berbasis kejujuran mengajak kita
2
Dalam Buku Riwayat Hidup St.Fransiskus karangan Celano dikisahkan bahwa menjelang Natal
Fransiskus mengutarakan keinginannya untuk “dengan mata kepalaku sendiri melihat dan
merasakan bagaimana Yesus Kristus, Allah Putra yang luhur lahir di dunia dalam keadaannya yang
papa”. Keinginan tersebut menyiratkan penghargaan Fransiskus akan pengalaman pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
untuk membangun dalam diri semua yang terlibat dalam karya pendidikan untuk
mempunyai respek pada orang lain dan berusaha untuk membuat orang lain selamat
dan sejahtera tentu tanpa melupakan kebutuhan pribadi sehingga tertutup
kemungkinan untuk memanipulasi informasi demi keuntungan pribadi.
f) Humanum ( Kemanusiaan )
Tujuan pendidikan
menurut
Driyarkara adalah memanusiakan manusia
artinya membuat manusia menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang punya jiwa,
raga, keinginan dan harapan sehingga dapat memperlakukan yang lain juga sebagai
manusia dengan mengakui dan menghargainya sebagai manusia yakni makhluk
yang sama dengan dirinya mempunyai keinginan, harapan, pendapat dan sebagainya.
g) Pulchrum ( Keindahan )
Seni mengasah dan memperlembut jiwa. Seni membuka ruang ekspresi anak.
Oleh karena itu perkembangan batin anak amat membutuhkan seni. Melalui
pendidikan dan ekspresi seni manusia diasah kepekaannya akan keindahan,
keharmonisan, keselarasan yang dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan kita
untuk juga peka dan peduli akan keindahan dan keluhuran Tuhan dalam setiap
ciptaan-Nya. Seni memungkinkan orang untuk merasakan damai dalam hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
8. Unum ( Kesatuan, Keutuhan )
“Ut Omnes Unum Sint” adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin.
Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut :” Supaya mereka
menjadi satu”. Kalimat ini diangkat dari Injil Yohanes 17 : 21. Unum (persatuan,
kesatuan) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab.
Pemikiran yang
melatar-belakangi istilah ini adalah: adanya kesatuan umat Allah yang dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa. Persekutuan ini digambarkan
oleh pemazmur
yang
sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama
rukun
dan
damai
(Mzm13:7).
Dalam Perjanjian Baru kesatuan itu lebih dimengerti sebagai keadaan akibat
dirobohkannya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang kafir; antara
orang Yunani dengan orang bukan Yunani; antara tuan dan hamba; antara lakilaki dan perempuan. Semua menjadi satu di dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12, Gal.
3:26-29). Yesus Kristus adalah satu-satunya dasar dari kesatuan umat-Nya yang
beragama. Orang percaya adalah saudara-saudara dari Yesus Kristus. Dan saudara
satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu Allah
dan Bapa dari semua (Gal. 4:6). Mereka dituntun oleh Roh yang satu menjadi
tempat kediaman Allah di dalam Roh (Gal. 2:22).
Injil Yohanes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar muridmurid-Nya menjadi satu.
Keinginan
Yesus
ini
disampaikan melalui doa
permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
eksistensi para murid di tengah dunia, termasuk eksistensi orang percaya. ”Supaya
semua menjadi satu” adalah doa Yesus yang tetap aktual hingga kini. Dengan
menjadi ”satu”, maka dunia percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia. Kita
dipanggil untuk ”menjadi satu” sama seperti Bapa dan Anak adalah satu. Hendaklah
persatuan dan kesatuan ini senantiasa diwujudkan dalam pelayanan kita di tengahtengah Gereja dan masyarakat.
9. Clarum (Cemerlang, Cahaya, Kecerdasan )
Pedagogi
Fransiskan
berusaha
mengarahkan
dan
mengembangkan
kepribadian anak didik holistik dan bermutu dalam aspek kemanusiaan, iman, moral
dan sosial. Dalam proses pendidikan itulah anak didik semakin memperoleh
wawasan dan khasanah pengetahuan yang luas dan memadai serta kritis (bijaksana)
demi mencerdaskan dirinya dan sesama. Di sisi lain pedagogi Fransiskan ini turut
mendukung visi dan misi negara RI seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 alinea ke-4:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan
keadilan sosial,...”
Nilai pedagogi Fransiskan yang integral inilah yang menjadi cahaya (terang)
baru dalam membangun dan mencerdaskan kehidupan Gereja, bangsa, dan dunia
yang bersatu dan damai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
10. Pacem : ( Damai )
Profil lulusan yang dicita-citakan oleh pendidikan YEMS adalah pribadipribadi yang setelah mengalami pendidikan di lembaga pendidikan yang bernaung di
YEMS ini
berkembang ke arah gambaran manusia ideal yakni manusia yang
didukung oleh kematangan/kedewasaan iman dan pribadinya serta perkembangan
seluruh talentanya secara optimal, utuh dan seimbang dan tergerak hatinya oleh Roh
Kudus dalam kasih untuk solider dengan sesamanya teristimewa yang miskin dan
tersingkir, melibatkan diri secara proaktif dan setia sebagai wujud baktinya kepada
Allah dalam upaya dan perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang damai dan
sejahtera yang semakin layak dihuni oleh siapapun manusia apapun agama, suku, adat
dan kepercayaannya demi tercipta kehidupan yang semakin harmonis dan saling
membahagiakan satu sama lain. Pedagogi Fransiskan menghantar anak didik untuk
menginternalisasikan nilai kedamaian kepada semua orang. Fransiskus Asisi telah
memberi inspirasi kepada para pengikutnya yaitu selalu membawa damai (shalom)
kepada semua orang bahkan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Pax et Bonum (Damai
dan Kebaikan).
4. Sesi Tanya jawab
Pada sesi ini, diberi waktu bagi para peserta workshop/para guru untuk
semakin mendalami tentang penghayatan spiritualitas Fransiskan dalam menerapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah terutama dalam proses interaksi edukatif
di kelas melalui setiap mata pelajaran.
Contoh panduan pertanyaan:
a. Apa yang mendasari spiritualitas Fransiskan?
b. Bagaimana menghayati nilai/keutamaan dari spiritualitas Fransiskan?
c. Situasi apa yang melatarbelakangi munculnya paradigma pedagogi Fransiskan
ini?
d. Bagaimana menerapkan pedagogi Fransiskan ini di sekolah terutama dalam
dinamika di dalam kelas?
5. Sesi III
: Sharing pengalaman guru
Dalam sesi ketiga ini, menjadi kesempatan yang baik bagi para peserta/para
guru untuk mensharingkan pengalamannya tentang semangat St. Fransiskus Asisi
yang menjiwai setiap guru dalam menjalankan tugas dan perutusannya dalam
mendidik setiap pribadi yang ada di sekolah ini. Dalam sharing ini, setiap guru
diberi kesempatan untuk membagikan pengalamannya tentang sejauh mana
pemahamannya terkait dengan spiritualitas Fransiskan, sejauh mana semangat St.
Fransiskus Asisi menjiwainya dalam tugas perutusannya dan bagaimana peranan
nilai-nilai spiritualitas Fransiskan itu dalam hidup hariannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
6. Penutup : Diskusi bersama untuk menerapkan pedagogi Fransiskan di sekolah
terutama melalui setiap mata pelajaran yang berlaku di sekolah.
Pada bagian penutup ini, masih diberi kesempatan bagi para peserta/guru
untuk mendiskusikan bagaimana cara menerapkan paradigma pedagogi Fransiskan
dalam interaksi edukatif di kelas melalui setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada
anak didik dan juga tindakan yang bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler
yang ada di sekolah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari skripsi ini dan saran yang
dapat membangun dan berguna bagi para pembaca yang budiman terutama bagi
Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth Medan secara khusus bagi Yayasan Elifa
Mitra Setia (YEMS) Samarinda-Kalimantan Timur.
A.
Kesimpulan
Paradigma pedagogi Fransiskan merupakan suatu model pendidikan yang
berlandaskan pada sikap hidup/spiritualitas St. Fransiskus dari Asisi terhadap bumi
yang tertuang dalam Gita Sang Surya. Paradigma pedagogi Fransiskan menjadi
model pendidikan dalam melahirkan generasi-generasi muda yang peduli dan
memiliki relasi yang baik dengan Tuhan, sesama dan alam semesta sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari hidup mereka. Pedagogi Fransiskan mengembangkan
hubungan Tuhan dengan manusia yang dinyatakan dalam Yesus Kristus dan hidup
Fransiskus sendiri. Bagi Fransiskus Asisi, tujuan dari suatu pendidikan tidak hanya
sekedar untuk perkembangan dan kemajuan diri sendiri tetapi untuk suatu nilai yang
lebih luhur dan mulia yakni kemuliaan Tuhan dan demi kebaikan sesama bahkan
seluruh alam semesta. Nilai-nilai dalam paradigma pedagogi Fransiskan merupakan
warisan dari semangat hidup St. Fransiskus Asisi. Untuk menanamkan nilai-nilai
pedagogi Fransiskan ini kepada setiap anak didik, maka guru-guru YEMS harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
memahami paradigma pedagogi Fransiskan sehingga dapat menerapkannya bagi para
anak didik di sekolah yang bernaung dan di kelolah oleh YEMS.
Yayasan Elifa Mitra Setia adalah suatu bentuk Institusi berbadan hukum yang
didirikan pada tgl 14 Okt 1993 berlokasi di jalan Belatuk No. 23 RT. 18 Kelurahan
Temindung Permai Kecamatan Sungai Pinang Kalimantan Timur dalam rangka
melaksanakan Program Pendidikan Nasional. Yayasan Elifa Mitra Setia (YEMS)
merupakan salah satu karya pelayanan dari para suster Kongregasi Fransiskanes St.
Elisabeth (FSE) yang melayani dalam bidang pendidikan. Karya pendidikan yang
dikelolah oleh YEMS juga merupakan perwujudan dari semangat/spiritualitas St.
Fransiskus Asisi yang dihidupi dan dihayati oleh para suster FSE yang tertuang
dalam Kharisma Kongregasi (Daya kasih Kristus yang menyembuhkan) yakni
dipanggil untuk melayani mereka yang sakit dan menderita.
Dari hasil wawancara dengan para guru YEMS dapat dikatakan bahwa
sebagian besar para guru YEMS belum sungguh-sungguh memahami paradigma
pedagogi Fransiskan sehingga dalam menjalani tugas dan pelayanan setiap hari
sebagai pendidik/guru, dalam menghayati spiritualitas Fransiskan masih dalam
bentuk aturan-aturan yang diterapkan di sekolah dan belum sungguh-sungguh
menghayati spiritualitas Fransiskan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman
tentang paradigma pedagogi Fransiskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
B.
Saran
Bertolak dari kesimpulan di atas, penulis merasa ada beberapa pokok yang
perlu diperhatikan oleh Kongregasi secara khusus Yayasan Elifa Mitra Setia yang
menaungi sekolah-sekolah Asisi di Samarinda yang menjadi tempat karya para guru
antara lain: pemahaman dan wawasan tentang paradigma pedagogi Fransiskan dan
cara penerapan paradigma pedagogi Fransiskan di sekolah. Maka untuk
meningkatkan dan menambah wawasan para pendidik/guru YEMS tentang
penerapan paradigma pedagogi Fransiskan dalam menghayati spiritualitas
Fransiskan,
penulis memberikan saran sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pemahaman para guru tentang pedagogi Fransiskan:
1. Mengadakan rekoleksi/penyegaran tentang paradigma pedagogi Fransiskan bagi
para Fransiskan/para suster FSE yang berkarya di bidang pendidikan, sehingga
para suster sungguh menjadi teladan bagi para guru yang berkarya di YEMS
dalam menerapkan pedagogi Fransiskan sebagai wujud penghayatan spiritualitas
Fransiskan.
2. Mengadakan pertemuan (pembicara bisa dari para saudara OFM yang sungguh
ahli dalam bidang ini) untuk mendalami paradigma pedagogi Fransiskan dalam
membantu pemahaman dan penghayatan para guru YEMS tentang paradigma
pedagogi Fransiskan sehingga spiritualitas Fransiskan sungguh menjadi
semangat yang menjiwai pelayanan dan perutusan para guru YEMS setiap hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
3. Agar pertemuan itu berkelanjutan, tema tentang pedagogi Fransiskan bisa
dikemas dalam program retret/rekoleksi tahunan Guru YEMS sehingga selalu
ada penyegaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
DAFTAR PUSTAKA
Anggaran Dasar Dan Cara Hidup Saudara-Saudari Ordo Ketiga Regular St.
Fransiskus. (1984). ( diterjemahkan oleh Augustinus Card, Casaroli, Prefek
urusan umum Gereja, diberikan di Roma, pada takhta Santo Petrus, dengan
meterai Cincin Nelayan, pada tanggal 8 Desember 1982). Jakarta: SEKAFI
Bodo, Murray. (2002). Fransiskus Perjalanan Dan Impian. Bogor : Grafika Mardi
Yuana
Bruno Syukur, Paskalis. (2014). Discermen. Jakarta: JPIC-OFM Indonesia.
Celano, Thomas (1979). St. Fransiskus Dari Asisi. Jakarta : SEKAFI
Chan, Yance. (2009). The wise lesson & Inspiring Words. Yogyakarta : Kanisius
Conti, Martino. (2006). Identitas Fransiskan. Bogor: Grafika Mardi Yuana
Darminta, J. (2006). Praksis Pendidikan Nilai. Yogyakarta : Kanisius
Daryanto dan Agung Suprihatin. (2013). Pengantar Pendidikan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta : Gava Media
Dohut, Jhony. (2015). Ekopedagogi: perubahan radikal atau mati. (Majalah Gita
Sang Surya edisi mei-Juni). Jakarta: JPIC OFM
Drost, J. (2002). Pedagogi Ignasian. Manuskrip yang berisi teori tentang Manajemen
Berbasis Sekolah.
E, Mulyasa. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosda
Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium. Diterjemahkan oleh Adisusanto, F.X dan
Harini Tri Prasasti, Bernadeta. Bogor: Grafika Mardi Yuana
_________. (2015). Laudato Si. Diterjemahkan oleh Martin Harun. Jakarta : Obor
Go And Teach (2009). Manuskrip yang berisi pedoman umum untuk pendidikan
Fransiskan yang dikeluarkan oleh Sekretariat General Fransiskan
Groenen, Cletus. (1997) Fransiskus Dari Asisi. Jakarta : SEKAFI
________. (2012). Hendaklah berjalan terus dengan kaki cepat, ringan, tanpa
tersandung. Bogor: Grafika Mardi Yuana
________. (1987). Kisah Tiga Sahabat. Jakarta : SEKAFI
Groome, Thomas H.(2010). Christian Religious Education. Jakarta : Gunung Mulia
Heuken, A. (2002). Spiritualitas Kristiani. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka
http://pojokseminari.blogspot.co.id/2011/06/ordo-fratrum-minorum-ofm.html).
Iriarte, Lazaro. (1995). Panggilan Fransiskan. Sibolga: Capusin
Kartono, ST. (2011). Menjadi Guru Untuk Muridku. Yogyakarta : Kanisius
Kitab Hukum Kanonik. (2006). Dokumen asli diterbitkan tahun 1983 (R. D. R.
Rubiyatmoko, Ed). Bogor : Grafika Mardi Yuana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Konstitusi Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth. (2000). Manuskrip yang berisi
konstitusi dan statuta yang disahkan oleh Uskup Keuskupan Agung
Medan pada 20 November 2010.
Ladjar, Leo Laba. (2000). Karya-karya Fransiskus dari Asisi. Bogor : Grafika Mardi
Yuana
Leo, Sherley. (1997). Fioreti. Disadur dari buku the little flowers of saint Francis
with five consideration on the sacred stigmata oleh tim sekafi. Bogor :
grafika mardi yuana
Marpaung, Manangar C. (2008). Introduksi Spiritualitas Fransiskan. Medan:Bina
Media.
Mbula, V. Darmin. (2015). Ekopedagogi: membangun komunitas persaudaraan
semesta (Majalah Gita Sang Surya edisi mei-Juni). Jakarta: JPIC OFM
Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
(NN). (2008). Paradigma Pedagogi Reflektif . Yogyakarta : Kanisius
(NN). (2010) .Paradigma Pedagogi Reflektif . Yogyakarta : Kanisius
Pirkl, Margaret. (1992) Spirit And Life. Manuskrip yang berisi jurnal untuk
pendidikan Fransiskan
Ratio Formationis Fransiscanae (2003). Manuskrip yang beisi pedoman pendidikan
Fransiskan yang dikeluarkan oleh Sekretariat General Fransiskan
Riyanto, Theo. (2015). Guru Komunikatif Pembelajaran Jadi Efektif. Yogyakarta :
Kanisius
Rosetti Felice. (1984). Orangtua Santo Fransiskus. Jakarta : SEKAFI.
Mintara Sufiyanta, A. (2012). Guruku Malaikat Jiwaku. Jakarta :Obor.
Suparno, Paul dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta:
Kanisius
Supriyati, Y. (2012). “Pengantar Pendidikan”. Diktat untuk mahasiswa semester I,
Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan
Ilmu pendidikan Universitas Sanata Dharma
Syaiful Bahri Djamarah. (2010). Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta : Rineka cipta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN I
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA DENGAN GURU YEMS
1.
Bagaimana wujud penghayatan spiritualitas Fransiskan oleh para guru YEMS
dalam melaksanakan tugas pelayanannya setiap hari di sekolah?
2.
Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para guru sebagai wujud penghayatan
semangat Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah terutama yang berkaitan
dengan alam atau lingkungan hidup?
3.
Kegiatan apa saja yang sering dilaksanakan di sekolah sebagai suatu sarana untuk
mendalami spiritualitas St. Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah di
YEMS?
4.
Apa yang dipahami oleh para guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan?
5.
Bagaimana hubungan atau relasi guru dengan karyawan/i dan terutama relasi
guru dengan anak didik dalam proses interaksi di sekolah baik interaksi edukatif
di kelas maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah?
[1]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 2
JAWABAN/HASIL WAWANCARA DENGAN GURU YEMS
1. Wujud penghayatan spiritualitas Fransiskan oleh para guru YEMS dalam
melaksanakan tugas pelayanannya setiap hari di sekolah yaitu:
 Yang paling konkrit dalam penghayatan spiritualitas Fransiskan di sekolah
yaitu persaudaraan dan kesederhanaan walaupun masih dalam bentuk aturan
sekolah seperti : dalam mengambil setiap kebijakan terutama menentukan
tempat untuk mengadakan suatu kegiatan yang melibatkan seluruh warga
sekolah, menanamkan motivasi kepada para guru bahwa dalam tugas perutusan
sebagai pendidik di sekolah Fransiskus Asisi Samarinda ini hadir sebagai
pelayan karena setiap anak didik adalah saudara, atau yang sering diistilahkan
dengan : “Service is the first, not Money”
 Dalam penghayatan kesederhanaan ditetapkan juga dalam aturan sekolah
bahwa: di sekolah tidak diperkenankan membawa mobil ke sekolah (latar
belakang ekonomi anak didik yang sebagian besar menengah ke atas), tidak
diperkenankan memakai perhiasan, tidak merayakan ulang tahun yang besarbesaran di sekolah hanya mendoakan teman yang berulang tahun dengan acara
yang sederhana saja
[2]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menyapa setiap orang sebagai saudara baik karyawan maupun anak didik
dengan salam Fransiskus : Pax et Bonum/Pace e Bene
2. Kegiatan yang dilakukan oleh para guru sebagai wujud penghayatan semangat
Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah terutama yang berkaitan dengan alam
atau lingkungan hidup yaitu :
 Penghijauan melalui penanaman pohon, cinta lingkungan dengan menjaga
kebersihan, tidak merokok dan program pembersihan sungai Kamamumus
bekerjasama dengan organisasi pungut sampah Samarinda.
3. Kegiatan yang sering dilaksanakan di sekolah sebagai suatu sarana untuk
mendalami spiritualitas St. Fransiskus Asisi sebagai pelindung sekolah di YEMS
yaitu :
 Seminar dalam menyambut ulang tahun sekolah, rekoleksi/retret tahunan
sekolah (kadang-kadang pemberinya dari saudara OFM Cap Medan)
4. Yang dipahami oleh para guru tentang paradigma pedagogi Fransiskan yaitu:
 Secara praksis para guru sudah menghayati spiritualitas Fransiskan walaupun
masih dalam bentuk aturan, akan tetapi teori tentang paradigma pedagogi
Fransiskan dan penerapannya di sekolah belum tahu bahkan belum pernah
mendengar tentang pedagogi Fransiskan.
[3]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Hubungan atau relasi guru dengan karyawan/i dan terutama relasi guru dengan
anak didik dalam proses interaksi di sekolah baik interaksi edukatif di kelas
maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yaitu :
 Secara umum dalam membina relasi dengan karyawan selalu ditekankan
budaya sapa-menyapa (salam Fransiskus) sebagai saudara sehingga tidak ada
perbedaan antara guru dan karyawan tetapi semuanya adalah sama.
 Relasi dengan anak didik : pendekatan Dialogal yaitu melihat anak didik
sebagai subjek pendidikan bukan objek pendidikan, walaupun dalam
kenyataannya setiap hari masih ada beberapa guru yang memandang anak
didiknya sebagai objek dari pendidikan itu. Pandangan yang mengatakan
bahwa anak didik sebagai objek pendidikan ini dipengaruhi oleh
latar
belakang dan karakter dari guru yang bersangkutan sehingga sulit untuk
mengubah pandangan tersebut, apalagi guru ini sudah termasuk dalam
golongan senior.
[4]
Download