BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Komunikasi dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas
1. Definisi Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan
Kelas
Kecemasan merupakan sebuah perasaan yang dimiliki oleh setiap individu.
Munculnya kecemasan melibatkan pikiran dan perasaan negatif sehingga dapat
memunculkan perilaku-perilaku dan respon yang tidak biasa. Menurut Davison, dkk
(2012) kecemasan merupakan suatu perasaan takut dan khawatir yang tidak
menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisologis.
Apabila mengkaji menurut pengertian komunikasi, komunikasi adalah suatu
bentuk interaksi sosial yang nampak atau terwujud dalam suatu tindakan kolektif dan
adanya kerjasama di dalamnya (Rickheitt & Strohner, 2008). Hal serupa dikatakan
pula oleh Effendy (2003) bahwa komunikasi menunjuk kepada kalimat
mendiskusikan makna, berbagi informasi, dan mengirim pesan dengan tujuan agar
orang lain memiliki informasi yang serupa dengan pemberi pesan. Apabila individu
tersebut memiliki perasaan takut atau perasaan negatif dalam melakukan komunikasi
yang melibatkan berbagi informasi, mendiskusikan makna, dan mengirim pesan
kepada individu lain maka individu tersebut telah mengalami kecemasan komunikasi
(Beebe, Beebe, dan Radmond, 2005).
Menurut Turner & West (2009) kecemasan komunikasi merupakan ketakutan
yang dirasakan oleh individu berupa perasaan negatif dalam melakukan komunikasi.
Hal senada disampaikan pula oleh Spence, Westerman, Skalski, Seeger, Ulmer,
Venette, dan Sellnow (2005) yang mengatakan bahwa kecemasan dalam komunikasi
15
16
diartikan sebagai kekhawatiran individu yang berkaitan dengan komunikasi dengan
individu lain. Penjelasan tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Dunn, dan
Hammer (2011) yang mengatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan suatu
ketegangan yang dialami oleh individu ketika berbicara dengan orang lain.
McCroskey (1984) mendefinisikan kecemasan komunikasi sebagai ketakutan
yang dialami individu yang berhubungan dengan komunikasi baik secara langsung
maupun tidak langsung antara individu dengan individu lain. Kecemasan komunikasi
menurut McCroskey (1984) terbagi menjadi empat tipe dimana salah satunya
mewakili pengertian dari kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di
depan kelas. Tipe tersebut adalah situasional communication apprehension yang
merupakan kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan situasi ketika
seseorang mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain. Hal ini menunjuk
pada individu ketika melakukan presentasi tugas di depan kelas mendapat perhatian
dari teman-teman dan dosen.
Dari beberapa definisi di atas, definisi operasional didasarkan pada definisi
kecemasan komunikasi oleh McCroskey (1984) karena definisi kecemasan
komunikasi yang dinyatakan oleh McCroskey lebih tepat dalam membahas
kecemasan komunikasi ketika mempresentasikan tugas di depan kelas dibandingkan
teori lain yang membahas kecemasan komunikasi secara interpersonal. Definisi
kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas dikelas adalah ketakutan atau
kekhawatiran yang dialami oleh individu yang berhubungan dengan komunikasi
secara langsung ketika individu dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut
individu untuk mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain, yaitu ketika
mempresentasikan tugas di depan kelas.
17
2. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan Komunikasi
Kecemasan komunikasi yang dialami individu disebabkan oleh beberapa
faktor. Menurut McCroskey (1984), faktor yang menyebabkan individu mengalami
kecemasan komunikasi adalah:
a. Faktor Keturunan
Pada faktor ini menjelaskan bahwa penyebab individu mengalami
kecemasan komunikasi dikarenakan keturunan. Sikap individu dipengaruhi
oleh proses pembelajaran yang diterima dari orangtua individu. Artinya,
individu akan mengadopsi nilai-nilai yang diajarkan atau yang diturunkan
langsung dari orangtua, sebagai contoh individu yang sejak dini tidak
diajarkan untuk berpendapat secara bebas oleh orangtua, maka individu
tersebut akan menurunkan ajaran tersebut kepada generasi berikutnya.
b. Faktor Lingkungan
Pada faktor ini menjelaskan bahwa penyebab individu mengalami
kecemasan komunikasi karena lingkungan. Lingkungan yang dimaksud
seperti keluarga, teman sebaya, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
Individu yang berada pada lingkungan yang memiliki kecenderungan
mengalami kecemasan komunikasi, akan mengalami kecencerungan
mengalami kecemasan komunikasi.
c. Faktor Reinforcement
Faktor ini menyatakan bahwa seberapa sering individu mendapat
penguatan ketika melakukan komunikasi dari lingkungan sekitar. Individu
yang menerima positive reinforcement oleh lingkungan sekitar dapat
mengurangi kecemasan ketika melakukan komunikasi. Individu yang jarang
atau tidak pernah diberikan kesempatan oleh lingkungan sekitar untuk
18
berkomunikasi dan tidak diberikan dorongan untuk melakukan komunikasi,
maka individu tersebut menjadi cenderung mengalami kecemasan ketika
melakukan komunikasi.
Reinforcement yang dimaksud adalah proses belajar, dimana individu
yang aktif untuk belajar mengembangkan keterampilan komunikasi dapat
mengurangi kecemasan komunikasi dibandingkan yang individu yang tidak
belajar keterampilan komunikasi.
d. Faktor Situasi Komunikasi
Pemicu timbulnya kecemasan yang dialami seseorang adalah situasi
komunikasi. Individu yang mampu berkomunikasi dengan baik dalam situasi
informal, yaitu ketika berbicara dengan teman belum tentu dapat
berkomunikasi dengan baik ketika berkomunikasi dalam situasi formal.
Situasi formal yang dimaksud adalah situasi dimana individu melakukan
komunikasi pada khalayak umum. Individu yang berkomunikasi di depan
umum cenderung mengalami kecemasan.
e. Faktor Penilaian
Salah satu hal yang dapat menyebabkan individu mengalami
kecemasan dalam berkomunikasi adalah disaat individu merasa bahwa
individu akan dinilai atau diberikan penilaian dari orang lain karena penilaian
dianggap mampu membuat, mengangkat atau menjatuhkan harga diri namun
pada umumnya penilaian dapat membuat harga diri individu jatuh. Individu
yang akan melakukan komunikasi di depan umum cenderung memiliki
pikiran-pikiran negatif yang belum tentu benar sehingga hal tersebut
menyebabkan individu mengalami kecemasan ketika mengetahui bahwa
individu sedang dinilai oleh penilai.
19
f. Faktor Kemahiran Kemampuan dan Pengalaman
Diyakini bahwa individu yang memiliki sedikit kemampuan dan
pengalaman melakukan komunikasi menyebabkan individu tidak mengetahui
apa topik yang akan dibicarakan serta apa yang harus dilakukan sehingga halhal itu memunculkan kecemasan. Maka dari itu, dibutuhkan pengetahuan
yang luas mengenai komunikasi serta banyak berlatih berkomunikasi akan
memberikan individu kemampuan untuk memulai, melanjutkan, dan
mengakhiri pembicaraan yang baik dan benar.
1. Karakteristik Kecemasan Komunikasi
McCroskey (1984) mengemukakan, individu yang mengalami kecemasan
komunikasi, memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Internal Discomfort
Individu
mengalami
perasaan
tidak
nyaman
pada
diri.
Ketidaknyamanan dalam diri individu akan menimbulkan respon-respon yang
negatif seperti kekhawatiran atau ketakutan, sehingga individu akan
memunculkan kepanikan, malu, tegang atau gugup.
b. Avoidance of Communication
Individu yang mengalami kecemasan komunikasi cenderung untuk
menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi. Pada situasi
tersebut, perilaku yang dimunculkan biasanya berupa diam ataupun berbicara
seperlunya atau memunculkan respon berupa kalimat pendek.
c. Communication Disruption
Individu yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi cenderung
mengalami ketidaklancaran dalam presentasi verbal ataupun memunculkan
perilaku non verbal yang tidak natural. Pemilihan strategi komunikasi yang
20
kurang terencana terkadang terefleksikan dalam respon individu berupa:
“seharusnya saya…”
d. Overcommunication
Individu lebih memperdulikan kuantitas daripada kualitas dari
komunikasi yang disampaikan. Individu cenderung menampilkan respon yang
berlebih untuk menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kualitas yang
baik dalam melakukan presentasi namun sebenarnya perilaku itu muncul
untuk menutupi komunikasi yang kurang pada diri individu. Sebagai contoh,
individu ketika melakukan presentasi di depan kelas mengucapkan kalimatkalimat yang tidak sesuai dengan topik yang dibawakan.
2. Tipe-Tipe Kecemasan Komunikasi
McCroskey (1984) membagi empat tipe kecemasan komunikasi, diantaranya
adalah:
a. Traitlike Communication Apprehension
Kecenderungan kecemasan komunikasi yang relatif panjang waktunya
dan stabil ketika individu dihadapkan pada konteks komunikasi. Tipe ini dapat
dilihat sebagai refleksi orientasi kepribadian dari individu yang mengalami
tingkat kecemasan berkomunikasi. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah
individu yang memiliki kecemasan karena faktor bawaan atau kepribadian
yang dimiliki individu dan tipe ini cenderung sulit untuk diubah karena
merupakan sifat bawaan dari individu.
b. Generalized Context Communication Apprehension
Kecemasan yang timbul ketika individu berada hanya pada konteks yang
bagi individu tersebut merasa terancam dan kecemasan akan berubah apabila
individu berada pada konteks yang berbeda. Contoh dari kecemasan tipe ini
21
adalah individu yang memiliki kecemasan ketika berada pada konteks
berdiskusi kelompok dengan individu lainnya, namun ketika individu
dihadapkan pada konteks yang berbeda seperti melakukan pidato, individu
tidak akan mengalami kecemasan.
c. Audience Communication Apprehension
Individu merasa cemas apabila individu dihadapkan ketika individu
berkomunikasi pada tipe-tipe orang tertentu tanpa memandang waktu dan
konteks. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah individu akan mengalami
kecemasan komunikasi apabila dalam melakukan pidato dihadapkan pada
orangtua dari individu tersebut, namun apabila individu melakukan pidato
tanpa kehadiran orangtua, maka individu tersebut tidak akan mengalami
kecemasan.
d. Situasional Communication Apprehension
Individu akan mengalami kecemasan ketika individu dihadapkan pada
situasi-situasi yang dimana individu mendapatkan perhatian yang tidak biasa
dari orang lain. Sebagai contoh, individu akan mengalami kecemasan ketika
individu dihadapkan pada situasi sedang mempresentasikan skripsi dihadapan
para dosen karena individu menjadi pusat perhatian ketika melakukan
presentasi skripsi maka individu mengalami kecemasan.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan karakteristik kecemasan
komunikasi (McCroskey, 1984) untuk dijadikan skala yang terdiri dari internal
discomfort, avoidance of communication, communication disruption, dan
overcommunication.
22
B. Efikasi Diri
1. Pengertian Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Bandura
yang menekankan pada pentingnya peranan pengharapan yang dimiliki oleh
seseorang tentang akibat-akibat perbuatan individu sendiri. Istilah efikasi diri
pertama kali muncul pada tahun 1986. Bandura (1986) mengemukakan bahwa efikasi
diri mengacu pada keyakinan yang meliputi kemampuan menyesuaikan diri,
kepercayaan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas untuk bertindak pada
situasi yang penuh tekanan dimana individu tersebut menilai sejauhmana individu
dapat memperkirakan kemampuan diri yang dimiliki dalam melaksanakan tugas atau
melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu.
Selanjutnya, Bandura (1993) mengungkapkan bahwa efikasi diri dapat
berkembang secara terus-menerus seiring dengan bertambahnya pengalamanpengalaman yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki.
Bandura (1997) menambahkan bahwa efikasi diri adalah suatu kemampuan
atau keyakinan seseorang unuk mengatur dan melaksanakan tugas yang bertujuan
untuk menghasilkan pencapaian yang sesuai dengan keinginan atau harapan yang
akan dicapai oleh individu. Keyakinan seseorang terhadap kemampuan individu
sendiri untuk dapat mengukur keberfungsian dan hal-hal yang terjadi di dalam
lingkungan (Bandura dalam Feist & Feist, 2010).
Bandura (dalam Santrock, 2007) juga mengemukakan hal yang serupa bahwa
efikasi diri berpengaruh besar dalam menentukan munculnya perilaku tertentu untuk
mencapai tujuan yang akan diraih individu.
Hal serupa mengenai efikasi diri diungkapkan pula oleh Baron & Byrney
(1994) yang menyebutkan bahwa efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai
23
kompetensi diri individu sendiri untuk melakukan tugas, mencapai tujuan tertentu,
dan mengatasi hambatan. Brehm & Kassin (1993) mendefinisikan efikasi diri sebagai
keyakinan individu akan kemampuan individu sendiri dalam melakukan tindakan
spesifik yang diperlukan untuk mendapatkan hasil atau outcome yang diinginkan
dalam suatu situasi.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih
menggunakan definisi efikasi diri dari Bandura karena melihat dari sejarah penelitian
terkait efikasi diri yang telah dilakukan oleh Bandura dari tahun 1986. Oleh karena
itu, efikasi diri adalah keyakinan dan kemampuan yang dimiliki individu untuk
melakukan tugas sehingga dapat membentuk suatu pencapaian yang diinginkan.
2. Dimensi Efikasi Diri
Bandura (1997) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap
individu terletak pada tiga komponen, yaitu level, strength dan generality. Masingmasing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Level atau tingkat kesulitan tugas
Pada dimensi level berhubungan dengan tingkat kesullitan tugas yang
mampu dikerjakan oleh individu. Individu memiliki tingkat kesulitan yang
berbeda. Hal ini berdampak pada pemilihan perilaku yang akan dicoba atau
dikehendaki berdasarkan pengharapan pada tingkat kesulitan tugas (level of
difficulty). Individu akan mencoba perilaku yang dirasakan mampu untuk
dilakukan. Sebaliknya individu akan menghindari situasi dan perilaku yang
dirasa melampaui batas kemampuan yang dimiliki.
24
b. Generality atau luas bidang perilaku
Pada dimensi generality berhubungan dengan luas bidang perilaku
dimana individu merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki. Individu
mampu mengerjakan tugas yang memiliki kemiripan tugas yang pernah
dilakukan sebelumnya. Kemiripan tersebut mencakup aspek behavior, cognitive,
atau afektif. Gambaran secara umum tentang efikasi diri pada individu dapat
dilihat dari kemampuan individu dalam mengerjakan tugas. Keyakinan diri pada
individu akan semakin meningkat apabila individu semakin banyak mengerjakan
tugas dan memiliki pemahaman yang luas.
c. Strength atau kemantapan keyakinan
Pada dimensi strength berhubungan dengan keteguhan hati terhadap
keyakinan individu bahwa individu akan berhasil dalam menghadapi suatu
permasalahan atau tugas yang akan dihadapi. Dimensi ini seringkali harus
menghadapi rasa frustrasi, luka dan berbagai rintangan lainnya dalam mencapai
suatu hasil tertentu. Semakin kuat efikasi diri yang dimiliki oleh individu akan
semakin besar ketekunan akan tugas yang dihadapi. Individu dengan keyakinan
yang lemah akan mudah menyerah dalam menghadapi suatu tugas ataupun
tantangan.
3. Sumber Efikasi Diri
Efikasi diri pada individu disebabkan oleh empat sumber yang memberikan
kontribusi penting dalam pembentukan efikasi diri (Bandura, 1997), yaitu:
a. Enactive Mastery Experience
Sumber ekspektasi yang berasal dari pengalaman keberhasilan dan
pencapaian Prestasi. Sumber efikasi diri ini dikatakan penting karena berkaitan
dengan pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh
25
suatu keberhasilan akan terdorong untuk meningkatkan keyakinan dan penilaian
terhadap efikasi diri individu. Pengalaman keberhasilan individu dapat
meningkatkan ketekunan, keuletan, dan kegigihan dalam berusaha mengatasi
suatu tugas, sehingga dapat mengurangi kegagalan. Individu yang mengalami
keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas memiliki keyakinan dalam diri.
Individu yang cenderung mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas akan
memiliki keyakinan diri yang semakin meningkat.
b. Vicarious Experience
Sumber ini berkaitan dengan pengalaman orang lain. Biasanya individu
mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu
atau yang biasa disebut dengan modelling. Diyakini bahwa melalui sumber
vicarious experience, dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki indivdu
terutama model yang dirasa tepat oleh individu sehingga individu akan
mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama atau jauh
lebih baik dari subyek modelling. Peningkatan efikasi diri akan menjadi efektif
jika subyek modelling tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara
individu dengan model.
c. Verbal Persuasion
Sumber verbal persuasion berhubungan dengan sugesti untuk percaya
bahwa individu dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapi individu.
Verbal persuasion dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk
mencapai tujuan dan kesuksesan. Verbal persuasion dapat menjadi dorongan
motivasi untuk dapat melewati suatu tantangan atau tugas yang dihadapi, namun
tak jarang pula sumber ini akan menurunkan motivasi individu untuk mencapai
26
suatu keberhasilan apabila menggunakan kalimat atau kata-kata yang bersifat
negatif sehingga sumber ini hanya bersifat sementara.
d.
Physiological State and Emotional Arousal
Physiological State and Emotional Arousal berhubungan dengan situasi
yang menekan kondisi emosional individu seperti gejolak emosi, kegelisahan
yang mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu
sehingga dalam mengerjakan suatu tugas dibutuhkan fisik dan mental yang baik
agar individu mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Kecemasan dan stres
diyakini mampu mengurangi performa individu. Pada umumnya, individu dalam
kondisi fisik dan mental yang baik akan mampu mencapai keberhasilan di dalam
menyelesaikan tugas, namun sebaliknya, individu yang memiliki tingkat stres
dan kecemasan yang tinggi cenderung akan memiliki kegagalan dalam
menyelesaikan tugas dikarenakan ekspektasi dan pikiran negatif pada tugas yang
akan dikerjakan.
4. Proses-Proses yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997), proses psikologis turut berperan dalam diri manusia.
Terdapat empat proses yang mempengaruhi efikasi diri, yakni:
a. Proses Kognitif
Proses kognitif merupakan proses pemerolehan, pengorganisasian, dan
penggunaan informasi. Perilaku atau tindakan individu bermula dari proses
kognitif terlebih dahulu. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi lebih
senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya, individu yang memiliki
efikasi diri yang rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang
dapat menghambat tercapainya kesuksesan. Individu yang mempersepsikan diri
27
bahwa individu mampu melakukan suatu tugas maka individu tersebut semakin
membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuan.
b. Proses motivasi
Individu memberi motivasi atau dorongan pada diri sendiri dan
mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya.
Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam
beberapa hal, seperti menentukan tujuan yang telah ditentukan, seberapa besar
usaha yang dilakukan, ketahanan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan
dalam menghadapi kegagalan. Terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang
proses motivasi. Teori pertama adalah causal attributions. Teori ini berfokus
pada penyebab yang mempengaruhi motivasi, usaha, dan reaksi-reaksi individu.
Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung menganggap
kegagalan diakibatkan karena kurangnya usaha-usaha yang dikerahkan.
Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah, cenderung
menganggap kegagalan yang dialami individu diakibatkan oleh kemampuan
yang terbatas yang dimiliki individu. Teori kedua, outcomes experience, yang
menyatakan motivasi dibentuk melalui harapan-harapan. Biasanya individu
berperilaku sesuai dengan keyakinan individu tentang apa yang dapat dilakukan.
Teori ketiga, goal theory, dimana motivasi dapat meningkat apabila individu
menentukan tujuan terlebih dahulu.
c. Proses Afektif
Proses afeksi merupakan keyakinan dan kemampuan individu untuk
mengontrol situasi Individu yang merasa tidak mampu mengontrol situasi
cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan
kekurangan diri sendiri, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman,
28
membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang
sebenarnya jarang terjadi.
d. Proses Seleksi
Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu
mempengaruhi efek dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari
aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan individu. Bila individu merasa
yakin bahwa individu mampu menangani suatu situasi, maka individu akan
cenderung tidak menghindari situasi tersebut.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Beberapa hal yang mempengaruhi efikasi diri pada individu, antara lain:
a. Jenis kelamin
Zimmerman (dalam Bandura, 1997) mengatakan perkembangan
kemampuan dan kompetensi antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan.
Pada pekerjaan tertentu para pria memiliki efikasi diri yang lebih tinggi
dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya para wanita memiliki efikasi
diri yang tinggi dalam beberapa pekerjaan tertentu dibandingkan dengan pria.
b. Usia
Selama masa kehidupan yang berlangsung, maka terbentuk proses belajar
sosial pada individu. Individu yang lebih muda diyakini memiliki rentang waktu
dan pengalaman yang lebih sedikit dibandingkan individu yang lebih tua hal ini
dikarenakan individu yang lebih tua memiliki banyak pengalaman serta
peristiwa-peristiwa dalam hidup. Individu yang lebih tua akan lebih mampu
mengatasi suatu tugas dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini
berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupan
(Bandura, 1997).
29
c. Tingkat pendidikan
Efikasi diri dapat terbentuk dari proses pembelajaran pada tingkat formal.
Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diyakini memiliki efikasi
diri yang lebih tinggi karena individu tersebut lebih banyak belajar dalam
pendidikan formal. Selain itu, individu yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam
mengatasi permasalahan dalam hidup (Bandura, 1997).
d. Pengalaman
Melalui proses belajar pada suatu organisasi atau perusahaan maka dapat
terbentuk efikasi diri. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan proses adaptasi dan
pembelajaran yang ada dalam situasi kerja. Semakin lama seseorang bekerja
dalam suatu perusahaan atau organisasi maka semakin tinggi efikasi diri individu
namun tidak menutup kemungkinan bahwa efikasi diri yang dimiliki juga dapat
semakin rendah tergantung dari bagaimana individu menghadapi keberhasilan
dan kegagalan yang dialami individu selama melakukan pekerjaan tersebut
(Bandura, 1997).
6. Karakteristik Efikasi Diri
Bandura (1997) membagi karakteristik individu yang memiliki efikasi diri yang
tinggi dan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah.
a. Individu yang Memiliki Efikasi Diri Rendah:
1) Individu merasa tidak berdaya ketika dihadapkan dalam suatu tugas
2) Individu menghindari tugas-tugas yang dianggap sulit atau susah untuk
dikerjakan
3) Individu mudah merasa cemas
4) Individu bersikap apatis
30
5) Individu mudah bersedih
6) Individu mudah menyerah ketika menghadapi rintangan
7) Individu susah mengomunikasikan pendapatnya di depan umum
8) Individu memiliki komitmen yang rendah terkait dengan tujuan yang ingin
dicapai
9) Individu cenderung memikirkan kekurangan yang dimiliki ketika individu
dihadapkan pada situasi yang sulit
10) Individu memikirkan kegagalan ketika dihadapkan pada suatu situasi atau
tugas
11) Individu susah dalam memulihkan diri ketika individu mengalami
kegagalan.
b. Individu yang Memiliki Efikasi Diri Tinggi:
1) Individu merasa yakin bahwa individu mampu menangani secara efektif
tugas ataupun situasi yang dihadapi
2) Individu tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas
3) Individu merasa yakin akan kemampuan yang ada pada diri individu
4) Individu memandang kesulitan sebagai tantangan, bukan ancaman
5) Individu suka dengan hal-hal baru
6) Individu menetapkan sendiri tujuan yang ingin dicapai dan memiliki
komitmen yang kuat dalam diri
7) Individu menanamkan usaha yang kuat dengan tugas yang dilakukan dan
mampu meningkatkan usaha ketika individu mengalami kegagalan
8) Individu berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi
kesulitan
31
9) Individu cepat memulihkan rasa mampu kepada diri apabila individu
mengalami kegagalan
10) Individu dalam menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan pada
diri bahwa individu mampu mengontrol stressor atau ancaman tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan dimensi efikasi diri
(Bandura, 1997) untuk dijadikan skala yang terdiri dari dimensi level, strength, dan
generality.
C. Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam
Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas
Dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan, berkomunikasi di depan umum
seperti mempresentasikan tugas di depan kelas merupakan hal yang tidak mungkin
dihindari. Tantangan bagi mahasiswa untuk berbicara di depan kelas dalam
mempresentasikan tugas tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat menyebabkan
munculnya perasaan cemas. Melalui pengamatan peneliti yang telah peneliti paparkan di
latar belakang, mahasiswa yang mendapat tugas mempresentasikan tugas di depan kelas
dapat mengalami kecemasan dapat terlihat dari tangannya yang gemetar dan mahasiswa
tersebut tersendat-sendat atau kurang lancar dalam mempresentasikan tugas (Deviyanthi,
2014).
Timbulnya kecemasan pada mahasiswa salah satunya disebabkan oleh adanya
pikiran yang irasional. Adanya perasaan khawatir dan cemas ini seringkali disebabkan
karena ketidakyakinan mahasiswa akan kemampuan yang dimiliki dalam melakukan
sesuatu (Hidayatin & Darmawanti, 2013).
Individu yang mengalami kecemasan ketika melakukan presentasi di depan kelas
dapat menilai keyakinan diri sendiri akan kemampuan yang dimiliki (Prayitno, 2010).
32
Penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki individu disebut efikasi diri (Sarafino,
1994)
Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi yang menekan, dalam hal ini
melakukan presentasi di depan kelas, keyakinan mahasiswa terhadap kemampuan yang
dimiliki yakni efikasi diri akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap
situasi tersebut. Efikasi diri berguna untuk melatih individu dalam mengontrol stressor
yang berperan penting dalam memunculkan kecemasan pada mahasiswa (Bandura,
1997). Mahasiswa yang memiliki keyakinan akan kemampuan dalam mengontrol sebuah
ancaman seperti kecemasan ketika dihadapkan pada situasi presentasi di depan kelas,
mahasiswa tersebut akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dan sebaliknya,
mahasiswa yang tidak memiliki keyakinan dalam diri kurang dapat mengontrol ancaman
seperti melakukan presentasi di depan kelas, sehingga mahasiswa tersebut cenderung
memiliki kecemasan yang tinggi.
Hal serupa diungkapkan pula oleh Feist & Feist (2010) bahwa individu yang
memiliki kecemasan yang akut, ketakutan yang tinggi, atau tingkat stres yang tinggi,
maka individu tersebut mempunyai efikasi diri yang rendah dan individu yang memiliki
efikasi diri yang tinggi merasa mampu dan yakin akan kesuksesan dalam menghadapi
rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak untuk dihindari.
Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara efikasi diri dengan
kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di kelas. Hal ini didukung pula
oleh Hidayatin & Darmawanti (2013) bahwa efikasi diri mempengaruhi kecemasan
mahasiswa. Semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka semakin rendah kecemasan
yang dialami. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah efikasi diri seseorang maka
semakin tinggi kecemasan yang dialami. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang
memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki keyakinan akan kemampuan dalam
33
menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan dan memiliki keyakinan akan
keberhasilan menghadapi situasi tersebut. Berbeda dengan mahasiswa memiliki efikasi
diri yang tinggi. Mahasiswa dengan efikasi diri rendah cenderung memiliki
ketidakyakinan akan kemampuan yang dimiliki ketika mahasiswa dihadapkan pada
situasi yang memunculkan kecemasan. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tersebut
memiliki pemikiran bahwa usaha yang hendak dilakukan akan gagal atau sia-sia
sehingga secara tidak langsung meningkatkan perasaan tertekan yang dirasakan oleh
mahasiswa yang akan mempresentasikan tugas di depan kelas.
Mahasiswa yang mengalami kecemasan cenderung akan merasa terpaksa untuk
berbicara di depan kelas. Hal ini dapat dilihat dari prelimenary study yang peneliti
lakukan dimana mahasiswa saling menunjuk teman lainnya ketika dosen meminta salah
satu dari mahasiswa untuk mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014). Hal ini
didukung oleh penelitian Prayitno (2010) yang memaparkan bahwa terdapat hubungan
negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi pada
mahasiswa dalam mempresentasikan tugas di kelas. Semakin tinggi efikasi diri maka
semakin rendah kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas
dikelas, demikian pula sebaliknya.
Efikasi diri menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa
lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan. Mahasiswa dengan
efikasi diri tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk dihadapi
sedangkan mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah memandang tugas-tugas sulit
sebagai sebuah hambatan yang dapat mengancam diri mahasiswa sehingga tugas-tugas
sulit tersebut perlu dihindari.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara efikasi diri
dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas memiliki
34
hubungan yang berlawanan arah, artinya mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi
cenderung mengalami kecemasan yang rendah ketika mempresentasikan tugas di depan
kelas. Sebaliknya, mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah akan mengalami
kecemasan ketika mempresentasikan tugas di depan kelas.
Gambar 1. Hubungan Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam
Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas
Kecemasan
Presentasi
di depan
kelas
Efikasi Diri
Rendah
Tinggi
: Menghasilkan atau menyebabkan
: Memengaruhi
: Terdiri dari
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian teoretik di atas, maka dapat ditetapkan hipotesis penelitian ini
adalah:
Ho: Tidak terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi
dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.
Ha: Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam
mempresentasikan tugas di depan kelas
35
Download