BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas 1. Definisi Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas Kecemasan merupakan sebuah perasaan yang dimiliki oleh setiap individu. Munculnya kecemasan melibatkan pikiran dan perasaan negatif sehingga dapat memunculkan perilaku-perilaku dan respon yang tidak biasa. Menurut Davison, dkk (2012) kecemasan merupakan suatu perasaan takut dan khawatir yang tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisologis. Apabila mengkaji menurut pengertian komunikasi, komunikasi adalah suatu bentuk interaksi sosial yang nampak atau terwujud dalam suatu tindakan kolektif dan adanya kerjasama di dalamnya (Rickheitt & Strohner, 2008). Hal serupa dikatakan pula oleh Effendy (2003) bahwa komunikasi menunjuk kepada kalimat mendiskusikan makna, berbagi informasi, dan mengirim pesan dengan tujuan agar orang lain memiliki informasi yang serupa dengan pemberi pesan. Apabila individu tersebut memiliki perasaan takut atau perasaan negatif dalam melakukan komunikasi yang melibatkan berbagi informasi, mendiskusikan makna, dan mengirim pesan kepada individu lain maka individu tersebut telah mengalami kecemasan komunikasi (Beebe, Beebe, dan Radmond, 2005). Menurut Turner & West (2009) kecemasan komunikasi merupakan ketakutan yang dirasakan oleh individu berupa perasaan negatif dalam melakukan komunikasi. Hal senada disampaikan pula oleh Spence, Westerman, Skalski, Seeger, Ulmer, Venette, dan Sellnow (2005) yang mengatakan bahwa kecemasan dalam komunikasi 15 16 diartikan sebagai kekhawatiran individu yang berkaitan dengan komunikasi dengan individu lain. Penjelasan tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Dunn, dan Hammer (2011) yang mengatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan suatu ketegangan yang dialami oleh individu ketika berbicara dengan orang lain. McCroskey (1984) mendefinisikan kecemasan komunikasi sebagai ketakutan yang dialami individu yang berhubungan dengan komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung antara individu dengan individu lain. Kecemasan komunikasi menurut McCroskey (1984) terbagi menjadi empat tipe dimana salah satunya mewakili pengertian dari kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Tipe tersebut adalah situasional communication apprehension yang merupakan kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan situasi ketika seseorang mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain. Hal ini menunjuk pada individu ketika melakukan presentasi tugas di depan kelas mendapat perhatian dari teman-teman dan dosen. Dari beberapa definisi di atas, definisi operasional didasarkan pada definisi kecemasan komunikasi oleh McCroskey (1984) karena definisi kecemasan komunikasi yang dinyatakan oleh McCroskey lebih tepat dalam membahas kecemasan komunikasi ketika mempresentasikan tugas di depan kelas dibandingkan teori lain yang membahas kecemasan komunikasi secara interpersonal. Definisi kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas dikelas adalah ketakutan atau kekhawatiran yang dialami oleh individu yang berhubungan dengan komunikasi secara langsung ketika individu dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut individu untuk mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain, yaitu ketika mempresentasikan tugas di depan kelas. 17 2. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan Komunikasi Kecemasan komunikasi yang dialami individu disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut McCroskey (1984), faktor yang menyebabkan individu mengalami kecemasan komunikasi adalah: a. Faktor Keturunan Pada faktor ini menjelaskan bahwa penyebab individu mengalami kecemasan komunikasi dikarenakan keturunan. Sikap individu dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang diterima dari orangtua individu. Artinya, individu akan mengadopsi nilai-nilai yang diajarkan atau yang diturunkan langsung dari orangtua, sebagai contoh individu yang sejak dini tidak diajarkan untuk berpendapat secara bebas oleh orangtua, maka individu tersebut akan menurunkan ajaran tersebut kepada generasi berikutnya. b. Faktor Lingkungan Pada faktor ini menjelaskan bahwa penyebab individu mengalami kecemasan komunikasi karena lingkungan. Lingkungan yang dimaksud seperti keluarga, teman sebaya, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Individu yang berada pada lingkungan yang memiliki kecenderungan mengalami kecemasan komunikasi, akan mengalami kecencerungan mengalami kecemasan komunikasi. c. Faktor Reinforcement Faktor ini menyatakan bahwa seberapa sering individu mendapat penguatan ketika melakukan komunikasi dari lingkungan sekitar. Individu yang menerima positive reinforcement oleh lingkungan sekitar dapat mengurangi kecemasan ketika melakukan komunikasi. Individu yang jarang atau tidak pernah diberikan kesempatan oleh lingkungan sekitar untuk 18 berkomunikasi dan tidak diberikan dorongan untuk melakukan komunikasi, maka individu tersebut menjadi cenderung mengalami kecemasan ketika melakukan komunikasi. Reinforcement yang dimaksud adalah proses belajar, dimana individu yang aktif untuk belajar mengembangkan keterampilan komunikasi dapat mengurangi kecemasan komunikasi dibandingkan yang individu yang tidak belajar keterampilan komunikasi. d. Faktor Situasi Komunikasi Pemicu timbulnya kecemasan yang dialami seseorang adalah situasi komunikasi. Individu yang mampu berkomunikasi dengan baik dalam situasi informal, yaitu ketika berbicara dengan teman belum tentu dapat berkomunikasi dengan baik ketika berkomunikasi dalam situasi formal. Situasi formal yang dimaksud adalah situasi dimana individu melakukan komunikasi pada khalayak umum. Individu yang berkomunikasi di depan umum cenderung mengalami kecemasan. e. Faktor Penilaian Salah satu hal yang dapat menyebabkan individu mengalami kecemasan dalam berkomunikasi adalah disaat individu merasa bahwa individu akan dinilai atau diberikan penilaian dari orang lain karena penilaian dianggap mampu membuat, mengangkat atau menjatuhkan harga diri namun pada umumnya penilaian dapat membuat harga diri individu jatuh. Individu yang akan melakukan komunikasi di depan umum cenderung memiliki pikiran-pikiran negatif yang belum tentu benar sehingga hal tersebut menyebabkan individu mengalami kecemasan ketika mengetahui bahwa individu sedang dinilai oleh penilai. 19 f. Faktor Kemahiran Kemampuan dan Pengalaman Diyakini bahwa individu yang memiliki sedikit kemampuan dan pengalaman melakukan komunikasi menyebabkan individu tidak mengetahui apa topik yang akan dibicarakan serta apa yang harus dilakukan sehingga halhal itu memunculkan kecemasan. Maka dari itu, dibutuhkan pengetahuan yang luas mengenai komunikasi serta banyak berlatih berkomunikasi akan memberikan individu kemampuan untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan yang baik dan benar. 1. Karakteristik Kecemasan Komunikasi McCroskey (1984) mengemukakan, individu yang mengalami kecemasan komunikasi, memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Internal Discomfort Individu mengalami perasaan tidak nyaman pada diri. Ketidaknyamanan dalam diri individu akan menimbulkan respon-respon yang negatif seperti kekhawatiran atau ketakutan, sehingga individu akan memunculkan kepanikan, malu, tegang atau gugup. b. Avoidance of Communication Individu yang mengalami kecemasan komunikasi cenderung untuk menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi. Pada situasi tersebut, perilaku yang dimunculkan biasanya berupa diam ataupun berbicara seperlunya atau memunculkan respon berupa kalimat pendek. c. Communication Disruption Individu yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi cenderung mengalami ketidaklancaran dalam presentasi verbal ataupun memunculkan perilaku non verbal yang tidak natural. Pemilihan strategi komunikasi yang 20 kurang terencana terkadang terefleksikan dalam respon individu berupa: “seharusnya saya…” d. Overcommunication Individu lebih memperdulikan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan. Individu cenderung menampilkan respon yang berlebih untuk menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kualitas yang baik dalam melakukan presentasi namun sebenarnya perilaku itu muncul untuk menutupi komunikasi yang kurang pada diri individu. Sebagai contoh, individu ketika melakukan presentasi di depan kelas mengucapkan kalimatkalimat yang tidak sesuai dengan topik yang dibawakan. 2. Tipe-Tipe Kecemasan Komunikasi McCroskey (1984) membagi empat tipe kecemasan komunikasi, diantaranya adalah: a. Traitlike Communication Apprehension Kecenderungan kecemasan komunikasi yang relatif panjang waktunya dan stabil ketika individu dihadapkan pada konteks komunikasi. Tipe ini dapat dilihat sebagai refleksi orientasi kepribadian dari individu yang mengalami tingkat kecemasan berkomunikasi. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah individu yang memiliki kecemasan karena faktor bawaan atau kepribadian yang dimiliki individu dan tipe ini cenderung sulit untuk diubah karena merupakan sifat bawaan dari individu. b. Generalized Context Communication Apprehension Kecemasan yang timbul ketika individu berada hanya pada konteks yang bagi individu tersebut merasa terancam dan kecemasan akan berubah apabila individu berada pada konteks yang berbeda. Contoh dari kecemasan tipe ini 21 adalah individu yang memiliki kecemasan ketika berada pada konteks berdiskusi kelompok dengan individu lainnya, namun ketika individu dihadapkan pada konteks yang berbeda seperti melakukan pidato, individu tidak akan mengalami kecemasan. c. Audience Communication Apprehension Individu merasa cemas apabila individu dihadapkan ketika individu berkomunikasi pada tipe-tipe orang tertentu tanpa memandang waktu dan konteks. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah individu akan mengalami kecemasan komunikasi apabila dalam melakukan pidato dihadapkan pada orangtua dari individu tersebut, namun apabila individu melakukan pidato tanpa kehadiran orangtua, maka individu tersebut tidak akan mengalami kecemasan. d. Situasional Communication Apprehension Individu akan mengalami kecemasan ketika individu dihadapkan pada situasi-situasi yang dimana individu mendapatkan perhatian yang tidak biasa dari orang lain. Sebagai contoh, individu akan mengalami kecemasan ketika individu dihadapkan pada situasi sedang mempresentasikan skripsi dihadapan para dosen karena individu menjadi pusat perhatian ketika melakukan presentasi skripsi maka individu mengalami kecemasan. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan karakteristik kecemasan komunikasi (McCroskey, 1984) untuk dijadikan skala yang terdiri dari internal discomfort, avoidance of communication, communication disruption, dan overcommunication. 22 B. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Efikasi diri merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Bandura yang menekankan pada pentingnya peranan pengharapan yang dimiliki oleh seseorang tentang akibat-akibat perbuatan individu sendiri. Istilah efikasi diri pertama kali muncul pada tahun 1986. Bandura (1986) mengemukakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan yang meliputi kemampuan menyesuaikan diri, kepercayaan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas untuk bertindak pada situasi yang penuh tekanan dimana individu tersebut menilai sejauhmana individu dapat memperkirakan kemampuan diri yang dimiliki dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Selanjutnya, Bandura (1993) mengungkapkan bahwa efikasi diri dapat berkembang secara terus-menerus seiring dengan bertambahnya pengalamanpengalaman yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki. Bandura (1997) menambahkan bahwa efikasi diri adalah suatu kemampuan atau keyakinan seseorang unuk mengatur dan melaksanakan tugas yang bertujuan untuk menghasilkan pencapaian yang sesuai dengan keinginan atau harapan yang akan dicapai oleh individu. Keyakinan seseorang terhadap kemampuan individu sendiri untuk dapat mengukur keberfungsian dan hal-hal yang terjadi di dalam lingkungan (Bandura dalam Feist & Feist, 2010). Bandura (dalam Santrock, 2007) juga mengemukakan hal yang serupa bahwa efikasi diri berpengaruh besar dalam menentukan munculnya perilaku tertentu untuk mencapai tujuan yang akan diraih individu. Hal serupa mengenai efikasi diri diungkapkan pula oleh Baron & Byrney (1994) yang menyebutkan bahwa efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai 23 kompetensi diri individu sendiri untuk melakukan tugas, mencapai tujuan tertentu, dan mengatasi hambatan. Brehm & Kassin (1993) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu akan kemampuan individu sendiri dalam melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk mendapatkan hasil atau outcome yang diinginkan dalam suatu situasi. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih menggunakan definisi efikasi diri dari Bandura karena melihat dari sejarah penelitian terkait efikasi diri yang telah dilakukan oleh Bandura dari tahun 1986. Oleh karena itu, efikasi diri adalah keyakinan dan kemampuan yang dimiliki individu untuk melakukan tugas sehingga dapat membentuk suatu pencapaian yang diinginkan. 2. Dimensi Efikasi Diri Bandura (1997) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu level, strength dan generality. Masingmasing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut: a. Level atau tingkat kesulitan tugas Pada dimensi level berhubungan dengan tingkat kesullitan tugas yang mampu dikerjakan oleh individu. Individu memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Hal ini berdampak pada pemilihan perilaku yang akan dicoba atau dikehendaki berdasarkan pengharapan pada tingkat kesulitan tugas (level of difficulty). Individu akan mencoba perilaku yang dirasakan mampu untuk dilakukan. Sebaliknya individu akan menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuan yang dimiliki. 24 b. Generality atau luas bidang perilaku Pada dimensi generality berhubungan dengan luas bidang perilaku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki. Individu mampu mengerjakan tugas yang memiliki kemiripan tugas yang pernah dilakukan sebelumnya. Kemiripan tersebut mencakup aspek behavior, cognitive, atau afektif. Gambaran secara umum tentang efikasi diri pada individu dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mengerjakan tugas. Keyakinan diri pada individu akan semakin meningkat apabila individu semakin banyak mengerjakan tugas dan memiliki pemahaman yang luas. c. Strength atau kemantapan keyakinan Pada dimensi strength berhubungan dengan keteguhan hati terhadap keyakinan individu bahwa individu akan berhasil dalam menghadapi suatu permasalahan atau tugas yang akan dihadapi. Dimensi ini seringkali harus menghadapi rasa frustrasi, luka dan berbagai rintangan lainnya dalam mencapai suatu hasil tertentu. Semakin kuat efikasi diri yang dimiliki oleh individu akan semakin besar ketekunan akan tugas yang dihadapi. Individu dengan keyakinan yang lemah akan mudah menyerah dalam menghadapi suatu tugas ataupun tantangan. 3. Sumber Efikasi Diri Efikasi diri pada individu disebabkan oleh empat sumber yang memberikan kontribusi penting dalam pembentukan efikasi diri (Bandura, 1997), yaitu: a. Enactive Mastery Experience Sumber ekspektasi yang berasal dari pengalaman keberhasilan dan pencapaian Prestasi. Sumber efikasi diri ini dikatakan penting karena berkaitan dengan pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh 25 suatu keberhasilan akan terdorong untuk meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi diri individu. Pengalaman keberhasilan individu dapat meningkatkan ketekunan, keuletan, dan kegigihan dalam berusaha mengatasi suatu tugas, sehingga dapat mengurangi kegagalan. Individu yang mengalami keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas memiliki keyakinan dalam diri. Individu yang cenderung mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas akan memiliki keyakinan diri yang semakin meningkat. b. Vicarious Experience Sumber ini berkaitan dengan pengalaman orang lain. Biasanya individu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu atau yang biasa disebut dengan modelling. Diyakini bahwa melalui sumber vicarious experience, dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki indivdu terutama model yang dirasa tepat oleh individu sehingga individu akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama atau jauh lebih baik dari subyek modelling. Peningkatan efikasi diri akan menjadi efektif jika subyek modelling tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model. c. Verbal Persuasion Sumber verbal persuasion berhubungan dengan sugesti untuk percaya bahwa individu dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapi individu. Verbal persuasion dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Verbal persuasion dapat menjadi dorongan motivasi untuk dapat melewati suatu tantangan atau tugas yang dihadapi, namun tak jarang pula sumber ini akan menurunkan motivasi individu untuk mencapai 26 suatu keberhasilan apabila menggunakan kalimat atau kata-kata yang bersifat negatif sehingga sumber ini hanya bersifat sementara. d. Physiological State and Emotional Arousal Physiological State and Emotional Arousal berhubungan dengan situasi yang menekan kondisi emosional individu seperti gejolak emosi, kegelisahan yang mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu sehingga dalam mengerjakan suatu tugas dibutuhkan fisik dan mental yang baik agar individu mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Kecemasan dan stres diyakini mampu mengurangi performa individu. Pada umumnya, individu dalam kondisi fisik dan mental yang baik akan mampu mencapai keberhasilan di dalam menyelesaikan tugas, namun sebaliknya, individu yang memiliki tingkat stres dan kecemasan yang tinggi cenderung akan memiliki kegagalan dalam menyelesaikan tugas dikarenakan ekspektasi dan pikiran negatif pada tugas yang akan dikerjakan. 4. Proses-Proses yang Mempengaruhi Efikasi Diri Menurut Bandura (1997), proses psikologis turut berperan dalam diri manusia. Terdapat empat proses yang mempengaruhi efikasi diri, yakni: a. Proses Kognitif Proses kognitif merupakan proses pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Perilaku atau tindakan individu bermula dari proses kognitif terlebih dahulu. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan. Individu yang mempersepsikan diri 27 bahwa individu mampu melakukan suatu tugas maka individu tersebut semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuan. b. Proses motivasi Individu memberi motivasi atau dorongan pada diri sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, seperti menentukan tujuan yang telah ditentukan, seberapa besar usaha yang dilakukan, ketahanan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan dalam menghadapi kegagalan. Terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang proses motivasi. Teori pertama adalah causal attributions. Teori ini berfokus pada penyebab yang mempengaruhi motivasi, usaha, dan reaksi-reaksi individu. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung menganggap kegagalan diakibatkan karena kurangnya usaha-usaha yang dikerahkan. Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah, cenderung menganggap kegagalan yang dialami individu diakibatkan oleh kemampuan yang terbatas yang dimiliki individu. Teori kedua, outcomes experience, yang menyatakan motivasi dibentuk melalui harapan-harapan. Biasanya individu berperilaku sesuai dengan keyakinan individu tentang apa yang dapat dilakukan. Teori ketiga, goal theory, dimana motivasi dapat meningkat apabila individu menentukan tujuan terlebih dahulu. c. Proses Afektif Proses afeksi merupakan keyakinan dan kemampuan individu untuk mengontrol situasi Individu yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan kekurangan diri sendiri, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman, 28 membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang sebenarnya jarang terjadi. d. Proses Seleksi Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu mempengaruhi efek dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan individu. Bila individu merasa yakin bahwa individu mampu menangani suatu situasi, maka individu akan cenderung tidak menghindari situasi tersebut. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Beberapa hal yang mempengaruhi efikasi diri pada individu, antara lain: a. Jenis kelamin Zimmerman (dalam Bandura, 1997) mengatakan perkembangan kemampuan dan kompetensi antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Pada pekerjaan tertentu para pria memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya para wanita memiliki efikasi diri yang tinggi dalam beberapa pekerjaan tertentu dibandingkan dengan pria. b. Usia Selama masa kehidupan yang berlangsung, maka terbentuk proses belajar sosial pada individu. Individu yang lebih muda diyakini memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih sedikit dibandingkan individu yang lebih tua hal ini dikarenakan individu yang lebih tua memiliki banyak pengalaman serta peristiwa-peristiwa dalam hidup. Individu yang lebih tua akan lebih mampu mengatasi suatu tugas dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupan (Bandura, 1997). 29 c. Tingkat pendidikan Efikasi diri dapat terbentuk dari proses pembelajaran pada tingkat formal. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diyakini memiliki efikasi diri yang lebih tinggi karena individu tersebut lebih banyak belajar dalam pendidikan formal. Selain itu, individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi permasalahan dalam hidup (Bandura, 1997). d. Pengalaman Melalui proses belajar pada suatu organisasi atau perusahaan maka dapat terbentuk efikasi diri. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerja. Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi maka semakin tinggi efikasi diri individu namun tidak menutup kemungkinan bahwa efikasi diri yang dimiliki juga dapat semakin rendah tergantung dari bagaimana individu menghadapi keberhasilan dan kegagalan yang dialami individu selama melakukan pekerjaan tersebut (Bandura, 1997). 6. Karakteristik Efikasi Diri Bandura (1997) membagi karakteristik individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi dan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah. a. Individu yang Memiliki Efikasi Diri Rendah: 1) Individu merasa tidak berdaya ketika dihadapkan dalam suatu tugas 2) Individu menghindari tugas-tugas yang dianggap sulit atau susah untuk dikerjakan 3) Individu mudah merasa cemas 4) Individu bersikap apatis 30 5) Individu mudah bersedih 6) Individu mudah menyerah ketika menghadapi rintangan 7) Individu susah mengomunikasikan pendapatnya di depan umum 8) Individu memiliki komitmen yang rendah terkait dengan tujuan yang ingin dicapai 9) Individu cenderung memikirkan kekurangan yang dimiliki ketika individu dihadapkan pada situasi yang sulit 10) Individu memikirkan kegagalan ketika dihadapkan pada suatu situasi atau tugas 11) Individu susah dalam memulihkan diri ketika individu mengalami kegagalan. b. Individu yang Memiliki Efikasi Diri Tinggi: 1) Individu merasa yakin bahwa individu mampu menangani secara efektif tugas ataupun situasi yang dihadapi 2) Individu tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas 3) Individu merasa yakin akan kemampuan yang ada pada diri individu 4) Individu memandang kesulitan sebagai tantangan, bukan ancaman 5) Individu suka dengan hal-hal baru 6) Individu menetapkan sendiri tujuan yang ingin dicapai dan memiliki komitmen yang kuat dalam diri 7) Individu menanamkan usaha yang kuat dengan tugas yang dilakukan dan mampu meningkatkan usaha ketika individu mengalami kegagalan 8) Individu berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan 31 9) Individu cepat memulihkan rasa mampu kepada diri apabila individu mengalami kegagalan 10) Individu dalam menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan pada diri bahwa individu mampu mengontrol stressor atau ancaman tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan dimensi efikasi diri (Bandura, 1997) untuk dijadikan skala yang terdiri dari dimensi level, strength, dan generality. C. Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas Dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan, berkomunikasi di depan umum seperti mempresentasikan tugas di depan kelas merupakan hal yang tidak mungkin dihindari. Tantangan bagi mahasiswa untuk berbicara di depan kelas dalam mempresentasikan tugas tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat menyebabkan munculnya perasaan cemas. Melalui pengamatan peneliti yang telah peneliti paparkan di latar belakang, mahasiswa yang mendapat tugas mempresentasikan tugas di depan kelas dapat mengalami kecemasan dapat terlihat dari tangannya yang gemetar dan mahasiswa tersebut tersendat-sendat atau kurang lancar dalam mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014). Timbulnya kecemasan pada mahasiswa salah satunya disebabkan oleh adanya pikiran yang irasional. Adanya perasaan khawatir dan cemas ini seringkali disebabkan karena ketidakyakinan mahasiswa akan kemampuan yang dimiliki dalam melakukan sesuatu (Hidayatin & Darmawanti, 2013). Individu yang mengalami kecemasan ketika melakukan presentasi di depan kelas dapat menilai keyakinan diri sendiri akan kemampuan yang dimiliki (Prayitno, 2010). 32 Penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki individu disebut efikasi diri (Sarafino, 1994) Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi yang menekan, dalam hal ini melakukan presentasi di depan kelas, keyakinan mahasiswa terhadap kemampuan yang dimiliki yakni efikasi diri akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi tersebut. Efikasi diri berguna untuk melatih individu dalam mengontrol stressor yang berperan penting dalam memunculkan kecemasan pada mahasiswa (Bandura, 1997). Mahasiswa yang memiliki keyakinan akan kemampuan dalam mengontrol sebuah ancaman seperti kecemasan ketika dihadapkan pada situasi presentasi di depan kelas, mahasiswa tersebut akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dan sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki keyakinan dalam diri kurang dapat mengontrol ancaman seperti melakukan presentasi di depan kelas, sehingga mahasiswa tersebut cenderung memiliki kecemasan yang tinggi. Hal serupa diungkapkan pula oleh Feist & Feist (2010) bahwa individu yang memiliki kecemasan yang akut, ketakutan yang tinggi, atau tingkat stres yang tinggi, maka individu tersebut mempunyai efikasi diri yang rendah dan individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi merasa mampu dan yakin akan kesuksesan dalam menghadapi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak untuk dihindari. Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di kelas. Hal ini didukung pula oleh Hidayatin & Darmawanti (2013) bahwa efikasi diri mempengaruhi kecemasan mahasiswa. Semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka semakin rendah kecemasan yang dialami. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah efikasi diri seseorang maka semakin tinggi kecemasan yang dialami. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki keyakinan akan kemampuan dalam 33 menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan dan memiliki keyakinan akan keberhasilan menghadapi situasi tersebut. Berbeda dengan mahasiswa memiliki efikasi diri yang tinggi. Mahasiswa dengan efikasi diri rendah cenderung memiliki ketidakyakinan akan kemampuan yang dimiliki ketika mahasiswa dihadapkan pada situasi yang memunculkan kecemasan. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tersebut memiliki pemikiran bahwa usaha yang hendak dilakukan akan gagal atau sia-sia sehingga secara tidak langsung meningkatkan perasaan tertekan yang dirasakan oleh mahasiswa yang akan mempresentasikan tugas di depan kelas. Mahasiswa yang mengalami kecemasan cenderung akan merasa terpaksa untuk berbicara di depan kelas. Hal ini dapat dilihat dari prelimenary study yang peneliti lakukan dimana mahasiswa saling menunjuk teman lainnya ketika dosen meminta salah satu dari mahasiswa untuk mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014). Hal ini didukung oleh penelitian Prayitno (2010) yang memaparkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas di kelas. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas dikelas, demikian pula sebaliknya. Efikasi diri menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan. Mahasiswa dengan efikasi diri tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk dihadapi sedangkan mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah memandang tugas-tugas sulit sebagai sebuah hambatan yang dapat mengancam diri mahasiswa sehingga tugas-tugas sulit tersebut perlu dihindari. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas memiliki 34 hubungan yang berlawanan arah, artinya mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung mengalami kecemasan yang rendah ketika mempresentasikan tugas di depan kelas. Sebaliknya, mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah akan mengalami kecemasan ketika mempresentasikan tugas di depan kelas. Gambar 1. Hubungan Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas Kecemasan Presentasi di depan kelas Efikasi Diri Rendah Tinggi : Menghasilkan atau menyebabkan : Memengaruhi : Terdiri dari D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoretik di atas, maka dapat ditetapkan hipotesis penelitian ini adalah: Ho: Tidak terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Ha: Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas 35