REKONSTRUKSI KEPINGAN-KEPINGAN AKUNTANSI DARI PERSPEKTIF SEJARAH: SEBUAH REDEFINISI AKUNTANSI Arif Widyatama Nugraha Agung Taro Stevani Agreanni Rakota STIE Panca Bhakti Palu Jl.Dr. Soeharso No. 36 A Palu ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai akuntansi bila dipandang dari perspektif sejarah. Pada artikel ini mencoba untuk merekonstruksi beberapa bukti sejarah yang ada untuk dikumpulkan agar dapat membentuk sebuah definisi atau fungsi sebenarnya dari akuntansi. Penelitian ini dilakukan dengan kajian pustaka yaitu mengumpulkan beberapa bukti dari beberapa artikel mengenai sejarah akuntansi. Hasil artikel ini menyebutkan bahwa sejatinnya akuntansi hanya dipandang sebagai sebuah alat yang digunakan sebagaialat pencatatan dari zaman ke zaman. Akuntansi berdasarkan sudut pandang sejarah tidak dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu, esensi akuntansi bila melihat sudut pandang sejarah dari bukti yang dikumpulkan hanya sebatas sebagai alat pencatatan. Kata Kunci: Akuntansi, Perspektif Sejarah, Alat Pencatatan ABSTRACT This article aims to discuss the accounting when viewed from a historical perspective . In this article tries to reconstruct some historical evidence was to be collected in order to establish a definition or actual function of accounting . This research was conducted with the literature review is to gather some evidence of several articles on the history of accounting . The results of this article states that the accounting sejatinnya only be viewed as a tool that is used as a means of recording from time to time . Accounting is based on a historical perspective can not be regarded as a science , accounting essence when looking at a historical point of evidence collected merely as a means of recording . Keywords : Accounting , Historical Perspective , Recording Equipment Pendahuluan Akuntansi telah perkembagannya.Pada mengalami awalnya, perjalanan pencatatan panjang transaksi dalam perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 SM. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka-angka desimal arab dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu. Pada abad ke-15 seorang ahli Matematika berkebangsaan Italia Luca Paciolo telah menyusun buku tentang akuntansi dengan judul “Tractatus de Cumputis at Scritorio” buku ini berorientasi pada pembukuan berpasangan. Pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping) mencatat kedua aspek transaksi sedemikian rupa yang membentuk suatu pemikiran yang berimbang. Bila dirunut lebih dalam, sebenarnya ada beberapa rentetan perubahan baik fungsi akuntansi maupun definisi akuntansi jika dipandang dari sudut pandang sejarah. Studi sejarah akuntansi mengalami perkembangan yang signifikan ditandai dengan munculnya pendekatan baru yang digunakan oleh para ilmuwan akuntansi dalam mengkaji sejarah akuntasi. Pendekatan baru tersebut adalah pendekatan menggunakan berbagai disiplin ilmu sosial dalam mengkaji sejarah akuntansi. Studi sejarah akuntansi menggunakan pendekatan ini pada umumnya hanya mengkritisi studi-studi sejarah akuntansi yang dianggap menggunakan sudut pandang tradisional. Dalam sudut pandang tradisional, akuntansi hanya dianggap sebgai peralatan teknis yaitu sebagai teknik mengumpulkan dan menyajikan data keuangan untuk pengambilan keputusan (Sukoharsono, 1998a; Carmona et.al, 2004). Lebih jauh pada sudut pandang tradisional atau yang sering disebut dengan sudut pandang konvensional hanya memandang bahwa akuntansi hanya sebatas pada pencatatan seperti pencatatan upah, gaji dan buruh. Sedangkan berbeda dengan pendekatan tradisional,pada pendekatan baru yang digunakan oleh ilmuwan akuntansi yang dikenal dengan istilah new accounting historymemandang akuntansi tidak hanya sebagai peralatan teknis melainkan sebagai suatu kekuatan dan pengetahuan (power and knowledge) yang membentuk kehidupan sosial (Sukoharsono, 1998a; Carmona, et.al., 2004). Oleh sebab itu, pada artikel ini akan coba diuraikan perjalanan sejarah akuntansi serta tujuan akuntansi pada saat itu. Sehingga pada akhirnya nanti akan diketahui filosofi akuntansi serta pemahaman secara mendalam mengenai akuntansi tersebut. Pada artikel ini juga akan coba diuraikan mengenai definisi akuntansi. Yaitu mengenai apakah akuntansi dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu atau tidak. Penjelasan Stamp (1981) dan Baccouche (1992) dalam Nofianti (2012) dengan berbagai alasan secara tegas mengatakan bahwa akuntansi bukanlah suatu ilmu. Perdebatan mengenai akuntansi merupakan sebuah perdebatan yang cukup panjang, namun perdebatan tersebut masih belum bisa menentukan seperti apa definisi akuntansi itu sendiri, mengingat banyak hasil riset maupun tulisan yang mencoba untuk mendefinisikan akuntansi. Bahkan beberapa orang ahli juga mengatakan bahwa akuntansi bukanlah suatu seni maupun ilmu, tetapi akuntansi adalah teknologi, karena menurut mereka akuntansi merupakan bagian dari praktik, sehingga jika akuntansi dianggap sebagai ilmu maka untuk bisa dipakai untuk mempengaruhi sosial tertentu harus terlebih dahulu diolah menjadi teknologi (Littleton, 1974; Sudibyo, 1987; Gaffikin, 1991dan Suwardjono, 2005 dalam Nofianti (2012)).Perjalanan panjang akuntansi dan perdebatan-perdebatan tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan besar di hati penulis: “Jika hasil akhir dari ilmu merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan beserta argumenargumen sebagai penjelasan yang telah valid dan secara keseluruhan membentuk teori, apakah sepanjang perjalanan sejarah perkembangannya, akuntansi sendiri telah menghasilkan teori yang valid tentang fenomenafenomena gejala akuntansi, atau akuntansi hanyalah menjadi alat yang digunakan untuk memecahkan berbagai konflik kepentingan antara individuindividu dan kelompok-kelompok yang berbeda di sepanjang sejarah peraadaban manusia?” Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka paper ini berusaha merumuskan akuntansi berdasarkan perspektif sejarah. Tujuan dari paper ini adalah untuk mengumpulkan kepingan-kepingan akuntansi agar dapat merumuskan sebuah makna berdasarkan sejarah-sejarah yang telah dikumpullkan. dari akuntansi KAJIAN LITERATUR Akuntansi Dalam Bingkai Sejarah Dewasa ini perkembangan akuntansi sangat pesat. Pada perjalanannya akuntansi memiliki banyak perkembangan bila dipandang dari aspek sejarah. Berikut merupakan rentetan perkembangan akuntansi bila dipandang dari aspek sejarah. a. Peradaban Mesopotamia (3.500 – 2.335 SM) Peradaban di mesopotamia berada di lembah sungai eufrat dan tigris di huni oleh bangsa Sumeria , Babilonia dan asiriah. Daerah ini merupakan daerah yang subur sehinggah kaya akan hasil-hasil pertanian. Pada masa peradaban mesopotamia telah ada mekanisme pasar dimana ada penjuall,pembeli,dan barang yang di perjual belikan meskipun meraka belum mengenal mata uang.Pemerintah bangsa sumeria mensyaratkan masyarakatnya agar melakukan pencatatan atas tanah dan ternak yang mereka miliki serta juga catatan atas segala transaksi perdagangan (Adnan & Labatjo, 2006).catatan transaksi di buat dengan bahan tanah liat, dan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi akan membubuhkan tanda tangannya melalui cap (segel) yang masing- masing mereka miliki sebagai identitas.(Kurek, 2004; Carmona and Ezzamel, 2005). Pada peradaban Mesopotamia ini akuntansi diperhadapkan sebagai sebuah alat atau tools yang digunakan sebagai dasar pencatatan transaksi yang terjadi pada peradaban Mesopotamia. Kebanyakan masyarakat pada zaman tersebut merupakan pelaku ekonomi dala bidang pertanian sehingga akuntansi pada saat tersebut muncul sebagai alat untuk mencatat segala transaksi dalam pertanian termasuk diantaranya pencatatan upah petani, ternak dan perkebunan. b. Peradaban Mesir Kuno (3.300 – 332 SM) Kehidupan perekonomian di mesir kuno lebih banyak di atur oleh pemerintah (raja) atau masih berbasis pada kerajaan. Sehingga segala regulasi yang ada masih diatur sepenuhnya oleh Pemerintah (Kerajaan). Sehingga pada peradaban Mesir Kuno akuntansi pada peradaban tersebut sudah mulai digunakan untuk kerajaan, akan tetapi, aktifitas pasar tetap ada (Carmona and Ezzamel, 2005). Penggunaan akuntansi di Mesir Kuno hampir serupa dengan yang ada di mesopotamia, yaitu pencatatan untuk transaksi ekonomi khusus pertaniaan. Namun perbedaannya di Mesir Kuno tidak menggunakan tanah liat sebagai media pencatatan melainkan menggunakan daun papyrus. Peradaban mesir kuno belum mengenal mata uang, namun mereka menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar. c. India (321 SM – 296 SM) Kitab Hindu Arthasastra Arthasastra adalah kitab klasik yang ditulis oleh Kautilya seorang mentri, ahli politik dan ahli agama yang hidup pada 321 – 296 SM di India, memuat berbagai pedoman pengklasifikasian pendapatan dan pengeluaran, pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, pengawasan internal dan audit. Beberapa konsep pengelolaan keuangan yang tercantum dalam Arthasastra memiliki kesamaan dengan konsep akuntansi modern. d. Peradaban Yunani dan Romawi kuno Salah satu sumbangan besar yang diberikan oleh bangsa Yunani kuno pada akuntansi maupun pada peradaban uat manusia adalah pengenalan uang logam (coined money) pada sekitar abad ke-7 SM. Pengenalan uang telah menyebabkan sistem perekonomian dan keuagan di Yunani kuno berkembang dengan baik. Bangsa Yunani kuno telah mengenal sistem perbankan yang meyelenggarakan pencatatan transaksi, meminjam uang, bahkan memberikan jasa transfer antar bank yang berada di kota lain (Adnan& Labatjo, 2006;). Akuntansi pada masa Romawi kuno berawal daripada sistem pencatatan yang diterapkan oleh setiap keluarga. Catatan itu berupa catatan penerimaan dan pengeluaran yang dicatat ke dalam catatan harian yang disebut adversaria; da setiap bulan diposting ke buku kas yang disebut Codex Accepti et expensi (Adnan & Labatjo, 2006). e. Jaman Renaisance di Italia Dalam sejarah akuntansi seringkali dikatakan bahwa kontribusi besar daripada akuntansi dalam membangun peradaban manusia adalah dengan digunakannya sistem pencatatan berpasangan (double entry book keeping). Kapan tepatnya masyarakat mulai mengenal sistem double-entry ini tidak dapat dipastikan, tetapi De Roover (1955 dalam Sukoharsono, 1998a) menyatakan bahwa sistem pencatatan yang memisahkan anatara aset, kewajiban dan ekuitastelah digunakan pada tahun 1296. Namun demikian, populernya sistem doubleentry ini tidak terlepas dari peran Luca Pacioli, seorang biarawan dari Italia yanghidup pada abad ke 15. Pada tahun 1494 Pacioli menerbitkan buku yang berjudul Summa de Arithmetica Geometria, Proportioni et Proportionalita, sebuah bukuyang membahas mengenai matematika dimana tata buku (book keeping)merupakan salah satu topik yang dibahas di dalamnya (Belkaoui, 2006). Sebagaitambahan, buku tersebut direvisi kembali ke dalam 36 bab pendek yang diberijudul De Computis et Scripturis (Adnan & Labatjo, 2006). Dalam bukunya, Pacioli menguraikan bahwa dalam pencatatan transaksi digunakan sisi debit dan kredit untuk memastikan adanya pencatatan secara berpasangan. Selain itu Paciolijuga menyarankan agar dilakukan perhitungan laba untuk suatu periode danpenutupan buku (Belkaoui, 2006).Lebih jauh Pacioli jugamenyatakan meyakinkan orang-orang bahwa sistem double-entry yangmeragukan integritas ini dapat daripada perusahaan maupun kredibilitas daripada suatusistem perdagangan. f. Akuntansi dalam Sejarah Indonesia Indonesia yang dikenal sekarang sebagai negara Republik dalamsejarahnya merupakan tempat berdirinya kerajaan-kerajaan besar sepertiSriwijaya, Majapahit maupun Demak yang merupakan simbol peradabanperadabanBudha, Hindu dan Islam. Karena itu, untuk menguraikan keberadaanakuntansi di Indonesia kami memilahnya menjadi dua fase utama, yaitu pertamaadalah Indonesia yang dikenal sebagai Nusantara yaitu pada masa kerajaankerajaandan fase kedua adalah Indonesia pada masa lahirnya Republik Indonesia. Studi atas sejarah akuntansi di Indonesia pada masa kerajaan dilakukanoleh Sukoharsono (1998b) yang melakukan studi mengenai perkembanganakuntansi pada masa transisi dari masa Hindu ke masa Islam. Sebelum masuknyaIslam ke Nusantara, mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu (dan Budha)mengingat pada waktu itu yang berkuasa adalah Kerajaan Majapahit. Islam masukke Nusantara bukan melalui peperangan atau penaklukan, melainkan melaluiperkawinan dan hubungan dagang terutama dengan pedagang Islam dari Gujaratdan Persia (Ricklefs, 1981 dalam Sukoharsono, 1998b). Masuknya Islam keNusantara tidak hanya membawa pengaruh dalam kehidupan keagamaan,melainkan juga membawa pengetahuan-pengetahuan baru. Sukoharsono (1998b)menguraikan bahwa kedatangan Islam membawa kemajuan dalam pengetahuantulis menulis di Nusantara karena mereka memperkenalkan kertas sebagai mediatulis untuk menggantikan daun lontar yang sebelumnya digunakan oleh penduduk.Selain itu kedatangan Islam juga memperkenalkan huruf latin, angka arab, danyang tak kalah pentingnya adalah diperkenalkannya uang logam (coined money).Kemajuan ini sangat penting bagi kemajuan sistem perdagangan di Nusantaratermasuk juga untuk kepentingan pemerintah (kerajaan) terutama dalammengenakan pajak kepada rakyatnya (Sukoharsono, 1998b). Masa lahirnya Republik Indonesia merupakan masa-masa peralihan dariIndonesia yang dikuasai oleh penjajah menjadi sebuah bangsa yang merdeka danberdaulat. Indonesia sebelum merdeka pernah dijajah oleh bangsa Spanyol,Portugis, Belanda, dan Jepang. Sukoharsono (1993) menguraikan bahwa awalmasuknya sistem tata buku modern ke Indonesia merupakan pengaruh daripadaBangsa Belanda yang pada waktu itu menajajah Indonesia. Sistem tata bukuBelanda terutama ditujukan untuk menyelenggarakan administasi keuangan bagiperusahaan-perusahaan milik Pemerintah Belanda yang didirikan di Indonesia.Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945,Indonesia memasuki jaman baru sebagai sebuah negara yang berdaulat.Kemerdekaan membawa perubahan besar dalam berbagai aspek termasukperekonomian. Pembangunan perekonomian membutuhkan berbagai sumberdaya, termasuk keberadaan akuntansi dan akuntan. Untuk kepentingan itu, NegaraIndonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang penggunaangelar atau sebutan akuntan (Sukoharsono, 2000). Praktik akuntansi yangditerapkan di Indonesia pun turut mengalami perubahan dari akuntansi yangdipengaruhi oleh Belanda menjadi akuntansi yang banyak dipengaruhi olehAmerika Serikat. Perubahan dalam perekonomian Indonesia yang signifikan terlihat daridilakukannya liberalisasi perekonomian oleh pemerintah baik bagi perusahaandomestik maupun bagi perusahaan asing, sehingga dalam bentuk usaha tertentuperusahaan asing dapat beroperasi di Indonesia. Perubahan ini juga dibarengidengan berdirinya afiliasi-afiliasi kantor akuntan publik lokal (Indonesia) dengankantor akuntan publik dari luar negeri. Salah satu momen yang sangat pentingdalam sejarah akuntansi Indonesia adalah ketika untuk pertama kalinya Ikatanakuntan Indonesia menerbitkan standar akuntansi yang diberi nama PrinsipAkuntansi Indonesia pada tahun 1973. Suatu hal yang menarik sepertidisampaikan oleh Abdoelkadir (1982, dalam Sukoharsono, 1998b) standarakuntansi tersebut tidak terlepas dari pengaruh akuntansi Amerika Serikatmengingat standar akuntansi tersebut ditranslasikan dari regulasi akuntansi yangdi terapkan di Amerika Serikat. Perumusan Akuntansi: Sebuah Filosofi Ilmu Pendapat Burrell dan Morgan juga sependapat dengan Chua dan juga pendapat Unti Ludigdo dalam presentasi yang berjudul Metodologi dan Metode Penelitian hanya membagi filosofi dasar penelitian dalam 4 hal yakni: a. Ontologi Dimensi ini meliputi bagaimana cara pandang peneliti terhadap realitas yang diteliti. Asumsi ontologi, asumsi ini dapat dilihat dari subyektifitasnya, yaitu nasionalisme, atau dilihat dari obyektifitasnya, yaitu realisme. Nasionalisme adalah asumsi akan dunia sosial yang terletak diluar kesadaran atau pengertian suatu individu adalah terbuat tidak lebih dari nama, konsep dan label yang digunakan untuk membuat struktur pada realitas. Sedangkan realisme adalah asumsi akan dunia sosial yang terletak di luar kesadaran atau pengertian suatu individu adalah suatu dunia nyata yang keras dan nyata dan mempunyai struktur yang relatif abadi. b. Epistemology Dimensi ini meliputi cara pandang tentang bagaimana hubungan peneliti dengan yang diteliti. Asumsi epistomologi dapat dilihat dari anti-positivism atau positivism. Pada intinya anti-positivist melihat bahwa dunia sosial hanya dapat dimengerti dari sudut pandang dari seorang individu yang secara terlibat langsung di dalam aktifitas yang akan dipelajari. Sedangkan positivist epistemology melihat berdasarkan pendekatan tradisional yang mendominasi ilmu pengetahuan yang alami. c. Aksiologi Dimensi ini meliputi cara pandang tentang peranan nilai-nilai. Asumsi mengenai human nature melihat dari permasalahan voluntarism dan determinism. Maksudnya adalah seperti apakah seseorang yang terlibat dapat direfleksikan berdasarkan teori-teori sosial? Asumsi ini mendefinisikan voluntarism sebagai seseorang yang autonom dan mempunyai keinginan yang bebas, sedangkan determinism adalah pandangan yang memperhatikan seseorang dan aktifitas yang dilakukannya secara tekun oleh situasi atau ‘lingkungan’ tempat dia berada. d. Metodologi. Dimensi ini meliputi cara pandang atas dilakukannya proses penelitian. Asumsi yang terakhir, metodologi melihat berdasarkan pendekatan ideographic dan pendekatan nomothetic. Pendekatan ideographic kepada ilmu sosial berdasarkan pandangan akan seseorang hanya akan mengerti dunia sosial dengan memperoleh firsthand knowledge dari subyek yang sedang diteliti. Pendekatan nomothetic kepada ilmu sosial mendapat perhatian akan pentingnya akan melakukan riset berdasarkan atas protokol yang sistematis dan teknis. METODE PENELITIAN Artikel ini ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur yang membahas sebuah permasalahan dengan menggunakan literatur yang dimiliki. Fokus penelitian ini adalah menjelaskan mengenai keterkaitan antara fase-fase sejarah akuntansi serta mendefinisikan akuntansi. Pada artikel ini juga menjelaskan secara mendalam (deep) sejarah-sejarah timbulnya akuntansi. Selain itu juga akan merumuskan sebuah definisi akuntansi, dikarenakan permasalahan yang timbul adalah mengenai definisi akuntansi tentang akuntansi dipandang sebagai sebuah ilmu, alat maupun seni. PEMBAHASAN Akuntansi di Mata Para Ahli Akuntansi telah dipandang berbeda oleh para ahli sejak dulu. Perbedaan itu menyangkut mengenai fungsi akuntansi serta definisi akuntansi. Banyak ahli yang menyatakan bahwa akuntansi dipandang sebagai alat untuk pencatatan upah, gaji kerajaan bahkan ada yang menyatakan bahwa akuntansi sebagai seni maupun alat. Perdebatan mengenai definisi akuntansi sudah cukup lama seperti perdebatan yang dilakukan antara Sterling (1975) dan Stamp (1981), Sterling (1975) mencoba untuk mengkritisi akuntansi dalam artikelnya yang menyebutkan bahwa akuntan tidak pernah menyelesaikan masalah-masalah akuntansi seperti perdebatan atas penggunaan FIFO dan LIFO. Sterling (1975) menyatakan bahwa unresolved issues ini diakibatkan oleh kesalahan/misconceptions definisi akuntansi. Pada artikel itu juga disebutkan bahwa mengenai masalah mendasar akuntansi dalam pembahasan definisi ini tentu saja yang dibicarakan adalah masalah mendasar tentang ‘apa’ sebenarnya akuntasi. Lebih lanjut Sterling (1975) menyebutkan bahwa akuntansi hanya akan dapat memecahkan masalah-masalah akuntansi apabila akuntansi dipandang sebagai sains. Oleh sebab itu, dari argumentasi Sterling (1975) maka dapat diolah lebih mendalam bahwa akuntansi hanya dijadikan sebagai sebuah alat untuk memecahkan masalah akuntansi. Kondisi yang menyatakan bahwa akuntansi hanya dijadikan sebagai suatu alat telah terjadi pada zaman Mesopotamia maupun di Zaman Mesir Kuno yang sejarah menyebutkan bahwa akuntansi dipandang sebagai alat untuk pencatatan upah buruh petani. Selain pada Zaman Mesopotamia dan Mesir Kunor, rentetat sejarah akuntansi. Seperti sejarah yang terjadi di India yang akuntansi dipandang sebagai Pedoman pengklasifikasian pendapatan dan pengeluaran, pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, pengawasan internal dan audit. Berdasarkan zaman di India maka disimpulkan akuntansi hanya dipandang sebagai sebuah alat, namun pada zaman Hindia terdapat pergeseran akuntansi yang sebelumnya hanya dipandang sebagai alat untuk pencatatan namun pada Zaman di India akuntansi mulai bergeser menjadi sebuah pedoman bahkan lebih pada sebuah pertanggungjawaban pengelolaan keuangan serta sebagai pengawasan internal dan audit. Kemudian bergeser pada peradaban Yunani dan Romawi Kuno yang menyebutkan bahwa akuntansi dipandang sebagai sebuah alat untuk pencatatan transaksi maupun transfer antar Bank. Bila dipandang dari Jaman Renaisance di Italia (abad ke-15) akuntansi mulai coba untuk dirumuskan dengan sebuah konsep Pembukuan berpasangan (double entry bookkepping). Berikut merupakan sebuah peta analisis yang penulis rangkum untuk menunjukkan perjalanan akuntansi dari perspektif sejarah: Peradaban Mesopotamia 1. Telah ada mekanisme pasar meskipun belum mengenal mata uang. (3.500 – 2.335 SM) 2. pencatatan atas tanah, ternak & segala transaksi perdagangan Peradaban Mesir Kuno (3.300 – 332 SM) India (321 SM – 296 SM) Kitab Hindu Arthasastra Peradaban Yunani dan Romawi kuno (abad ke-7 1. 2. Akuntansinya serupa dengan yang ada di mesopotamia menggunakan emas dan perak sebagai alat tukar Pedoman pengklasifikasian pendapatan dan pengeluaran, pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, pengawasan internal dan audit Pencatatan transaksi, meminjam uang, bahkan memberikan jasa transfer antar bank yang berada di kota lain Masehi) Jaman Renaisance di Pembukuan berpasangan (double entry bookkepping) Italia (abad ke-15) Akuntansi dalam Sejarah Indonesia (1973) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia Keterangan: : Output Gambar 1.1: sejarah Akuntansi dan output nya. Namun argumentasi tersebut ditentang oleh Stamp (1981). Stamp (1981), disisi lain memandang bahwa akuntansi tidak akan pernah menjadi sebagai sains yang merupakan alat untuk memecahkan masalah namun Stamp (1981) menyebutkan bahwa kedudukan akuntansi tidak hanya sebagai sebuah sains atau sebagai alat, dan bahkan kedudukan akuntasi sebagai ‘bukan sains’ merupakan suatu posisi yang memiliki kehormatan tersendiri. Dalam perjalanannya Sterling (1975) menyatakan bahwa buku-buku teks akuntansi telah menjelaskan bahwa akuntansi adalah seni, bukan sains. Ini merupakan kesalahan konsepsi (misconception) yang yang menurutnya menjadi fatal karena dua hal penting. Pertama, eksistensi ketidakpastian menyebabkan akuntansi dipandang sebagai suatu seni. Ini merupakan kesalahan konsepsitas sains yang memandang bahwa sains merupakan kebenaran absolut. Sains bukanlah kebenaran absolut, maka dari itu jika tidak mau menyatakan akuntansi merupakan sains hanya karena ada ketidakpastian, hal ini merupakan kesalahan konsepsi yang besar. Kesalahan konsepsi ini menjadi suatu kesalahan besar karena ontologi akuntansi sebagai seni akhirnya mengarah pada kesalahan konsepsi selanjutnya, yaitu mengenai pendekatan pemecahan masalah-masalah akuntansi. Kesalahan konsepsi kedua (akibat kesalahan konsepsi pertama) adalah akuntansi didasarkan pada kesepakatan, dan bukan hukum. Menurut Sterling (1975), kesepakatan ini menunjukkan bentuk pendekatan terhadap pemecahan masalah yang tidak ilmiah karena kesepakatan sangat sarat dengan subyektivitas. Sterling (1975) menegaskan bahwa ketidakmampuan akuntansi dalam menyelesaikan masalah terletak pada dua kesalahan konsepsi ini. Saat ini akuntansi tidak ilmiah dan ia menganjurkan bahwa akuntansi sebaiknya berubah menjadi berdasarkan hukum dan bukan kesepakatan. Sterling memberikan suatu tantangan kepada akuntan untuk mengembangkan konsep pengukuran (measurement), yang lebih ilmiah dibandingkan konsepsi lokasi. Rekonstruksi Perumusan Akuntansi Dalam membuat sebuah rumusan mengenai definisi akuntansi maka perlu dipertimbangkan dari berbagai aspek. Pada artikel ini akan coba dimuat tentang merumuskan akuntansi dari aspek sejarah. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan dengan detail mengenai rentetan perjalanan akuntansi, dari zaman Mesopotamia hingga sekarang. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian tersebut maka juga dapat mengumpulkan ‘kepingankepingan’ sejarah tersebut hingga dapat dibuat sebuah rumusan akuntansi. Namun perlu ditekankan pada artikel ini hanya mencoba untuk menrumuskan definisi serta fungsi akuntansi dari sudut pandang sejarah atau tentang fungsi akuntansi pada masa lampau sehingga dari definisi tersebut dapat diketahui bila dipandang dari sudut pandang sejarah. Pada pembahasan di atas telah disebutkan berdasarkan aspek sejarah maka dapat dibuat sebuah pengumpulan bukti-bukti sejarah yang berhasil dikumpulkan dari zaman ke zaman disebutkan bahwa akuntansi dapat dilihat pada berbagai aspek. Diantaranya adalah aspek fungsi dari akuntansi pada zaman ke zaman. Bila dapat disimpulkan akuntansi bila dilihat dari aspek sejarah maka apat diberikan sebuah kesimpulan bahwa akuntansi sebenarnya dapat didefinisikan sebagai sebuah pencatatan transaksitransaksi ekonomi. Oleh karena itu, maka dapat dibuat sebuah simpulan dari aspek sejarah akuntansi hanya sebatas pada pencatatan pada setiap zamannya. Bila diuraikan lebih jauh seperti yang terjadi di zaman Mesopotamia akuntansi digunakan hanya sebagai alat pencatatan jual beli. Hal serupa juga terjadi diberbagai zaman seperti yang terjadi dizaman Babylonia, mesir kuno maupun pada zaman lainnya. Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa bila akuntansi ingin didefinisikan dengan komprehensif dengan mengacu pada sisi sejarah maka dapat dibuat sebuah kesimpulan yang pada akhirnya menjelaskan bahwa akuntansi dapat dikatakan atau didefinisikan sebagai sebuah fungsi pencatatan. Sehingga pada dasarnya akuntansi sekarang lebih tepatnya hanya digunakan sebagai sebuah alat pencatatan bagi perusahaan baik institusi pemerintahaan ataupun perusahaan bisnis. Kesimpulan Akuntansi telah mengalami perjalanan yang panjang dalam perkembangannya dari segi praktik. Terbukti dari masa ke masa, akuntansi menghasilkan beragam metode pencatatan mulai dari hanya pencatatan atas tanah, ternak, dan transaksi perdagangan (peradaban Mesopotamia) hingga terbentuknya beragam standar dalam penggunaan akuntansi itu sendiri sebagai alat/teknologi untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Namun perkembangan akuntansi dari segi penggunaanya sebagai alat/teknologi, tidak diikuti dengan perkembangan ilmu akuntansi sehingga dapat menghasilkan teori yang bersifat universal. Sehingga, penulis berpendapat bahwa akuntansi bukan/belum dapat dikatakan sebagai ilmu karena tidak/belum memiliki teori sendiri yang bersifat universal, Melainkan hanya digunakan sebagai alat untuk memuaskan pihak penggunanya. Selain itu, hal yang dapat disimpulkan dari pembahasan tersebut adalah bahwa akuntansi merupakan sebuah alat yang digunakan oleh baik institusi pemerintahan maupunn pemerintahan swasta sebagai alat pencatatan. Dengan mengacu pada aspek sejarah maka disimpulkan pula Akuntansi hanya dapat didefinisikan sebagai sebuah alat tapi belum dapat didefinisikan sebagai sebuah ilmu dikarenakan akuntansi tersebut belum memiliki dasar ilmu yang kokoh. Daftar Pustaka Adnan, M dan Irma Labadjo. 2006. Sejarah Akuntansi dalam Perspektif Islam.Matan: Yogyakarta. Carmona, S. and Mahmoud Ezzamel. 2005. Accounting and Forms ofAccountability in Ancient Civilization: Mesopotamia and Ancient Egypt Carmona, Salvador, et. al. 2004. Accounting History Research: Traditional and New Accounting History Perspectives Kamayanti, Ari, “Menggugat Ontologi Akuntansi” 16 maret 2014. http://arikamayanti.lecture.ub.ac./id/2014/03/menggugat-ontologiakuntansi/. diakses tanggal 1 Agustus 2016 Kurrohman, Taufik. Akuntansi, Kekuatan, Pengetahuan: Peran Akuntansi Dalam Membangun Peradaban. Jurnal Akuntansi Universitas Jember Leny Nofianti. 2012. Kajian Filosofis Akuntansi:Seni, Ilmu Atau Teknologi. Pekbis Jurnal, Vol.4, No.3, November 2012: 203-210 Nofianti, Leny. November 2012. Kajian Filosofis Akuntansi: Seni, Ilmu atau Teknologi. Pekbis Jurnal, Vol.4,No.3 Sujana, Edy. Pertanggungjawaban Keuangan, Pengawasan dan Audit dalam Kitab Hindu Arthasastra. Universitas Pendidikan Ganesha. Sukoharsono, E.G. 1998a. Accounting in a New History: A Disciplinary Power and Knowledge of Accounting