PERBEDAAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH

advertisement
PERBEDAAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH
LINGKUNGAN ANTARA GAYA KOGNITIF FIELD
INDEPENDENT DAN FIELD DEPENDENT
Agus Sujarwanta
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro
E-mail: [email protected]
Abstract: The objective of this research is to analyze the diffrerences ability of students
environmental problem-solving between field independent and field dependent cognitive
style one students of biology educational, Muhammadiyah University of Metro. The
samples of the research were 40 students which randomly taken. The data were analyze
by using t student. Findings of the research indicated that the ability of students
environmental problem-solving by field independent cognitive style better in field
dependent.
Keywodrs: ability students environmental problem-solving and cognitive style.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kenyataan di dalam kehidupan
sehari-hari tidak dapat dihindari bahwa
perkembangan kehidupan modern tidak
selalu diimbangi oleh kesiapan manusia
untuk mengantisipasi dampak negatif
yang
ditimbulkan.
Kompleksitas
perubahan
dalam
berbagai
sendi
kehidupan yang dipicu oleh pesatnya
perkembangan teknologi di bidang
industri berdampak terhadap perubahan
sendi-sendi kehidupan sosial manusia.
Manusia dapat memanfaatkan berbagai
produk olahan dari industri baik yang
berupa bahan makanan, obat-obatan,
maupun berbagai peralatan, namun disaat
yang sama juga dihantui oleh rasa
kekhawatiran terhadap keamanan bila
ditinjau dari aspek kesehatan.
Hal ini bagi mahasiswa, tidak
terkecuali, oleh karena itu diperlukan
pengetahuan tentang lingkungan, agar
kemampuan dalam memecahkan masalahmasalah lingkungan menjadi lebih baik.
Kemampuan
mahasiswa
dalam
memecahkan
masalah lingkungan
diyakini akan menjadi dasar yang kuat
untuk bertindak secara hati-hati terutama
ketika merespon berbagai aktivitas
konsumtif terhadap berbagai produk
teknologi yang semakin marak.
Kemampuan
mahasiswa
memecahkan masalah lingkungan disadari
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat berasal dari diri
sendiri maupun di luar dirinya. Faktorfaktor dari diri mahasiswa yang berpotensi
mempengaruhi kemampuan memecahkan
masalah
lingkungan,
salah
satu
diantaranya adalah gaya kognitif.
Sehubungan dengan hal tersebut,
tidak dapat dipungkiri maka dalam proses
perkuliahan selayaknya dapat diciptakan
suasana belajar yang mampu mendorong
mahasiswa berpikir kreatif dan lebih
berakar kepada persoalan faktual dalam
kehidupan
sehari-hari.
Perkuliahan
Biologi umum dalam hal ini yang diikuti
oleh
mahasiswa
menjadi
sumber
pengetahuan
tentang
konsep-konsep
tentang lingkungan yang dipandang
penting sebagai dasar dalam memecahkan
masalah lingkungan.
Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini disadari
terdapat keterbatasan, maka, untuk
menjaga agar penelitian ini lebih terarah
dan terfokus, dibatasi pada gaya kognitif,
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
178
yakni: field
dependent.
independent
dan
field
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
masalah dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Apakah
kemampuan mahasiswa memecahkan
masalah lingkungan yang memiliki gaya
kognitif field independent lebih tinggi dari
pada mahasiswa yang memiliki gaya
kognitif field dependent?”
Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berguna baik
secara teoretik maupun praktis, yakni:
1. Secara teoretik, dapat memperkaya
khasanah ilmiah dalam mengkaji
aspek
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama
dalam aspek kemampuan mahasiswa
dalam
memecahkan
masalah
lingkungan.
2. Secara praktis, dapat menjadi panduan
bagi dosen dalam mendisain programprogram pembelajaran dengan mempertimbangkan
gaya
kognitif
mahasiswa.
TINJAUAN PUSTAKA
Kemampuan Memecahkan Masalah
Lingungan
Menurut
Schermerhorn
dan
Obsborn (2003), kemampuan (ability)
mencerminkan kapasitas seseorang dalam
melakukan pekerjaan yang diberikan,
termasuk pengetahuan dan keterampilan
yang sesuai. Menurut Davis (1993),
”secara psikologis, kemampuan (ability)
terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+ skill),
artinya karyawan yang memiliki IQ di atas
rata-rata
dengan
pendidikan
yang
memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
Lebih lanjut Robbins (2003), menyatakan
bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor,
yaitu:
1)
kemampuan
intelek-tual
(intelectual
ability),
merupakan
kemampuan melakukan aktivitas secara
mental; 2) kemampuan fisik (physical
ability),
merupakan
kemampuan
melakukan aktivitas berdasarkan stamina
kekuatan
dan
karakteristik
fisik.
Pemecahan masalah adalah sebuah proses
yang dinamis. Dalam aspek ini,
pemecahan masalah dapat diartikan
sebagai proses mengaplikasikan segala
pengetahuan yang dimiliki pada situasi
yang baru dan tidak biasa.
Menurut Miller (1986), lingkungan
merupakan keseluruhan kondisi eksternal
yang mempengaruhi kehidupan suatu
organisme atau populasi. Sumberdaya
alam merupakan bentuk materi dari
lingkungan fisik untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Didalam lingkungan
terdapat kumpulan berbagai faktor yang
mempengaruhi
benda-benda
hidup,
mencakup manusia, hewan, tumbuhan,
organisme, tanah, air, udara, dan lain-lain
yang terjalin hubungan yang erat dan
timbal balik atau interaksi yang saling
mempengaruhi bersifat dinamis.
Menurut Odum (1971), organisme
(komunitas-komunitas) biotik maupun
abiotik, masing-masing mempengaruhi
yang lainnya dan keduanya perlu untuk
pemeliharaan kehidupan di atas bumi.
Selanjutnya Tivy dan Greg O’Hare
(1985), menjelaskan tentang hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Sistem tersebut terdiri atas
komponen-komponen yang bekerja secara
teratur sebagai satu kesatuan ekosistem.
Ekosistem terbentuk oleh komponen
hidup dan tidak hidup di suatu tempat
yang berinteraksi membentuk satu
kesatuan yang teratur. Keadaan ini disebut
juga dengan kondisi atau situasi, ada yang
membantu dalam sistem, ada yang
meransang mahkluk hidup melakukan
sesuatu, dan ada pula situasi atau kondisi
yang menghambat interaksi di dalam
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
179
sistem, lingkungan di mana manusia
hidup.
Lingkungan dalam pandangan
manajemen merupakan obyek yang
memerlukan pengelolaan di dalam
pemanfaatannya
secara
berkesinambungan.
Konsep
dalam
memanfaatan lingkungan dikenal dengan
prinsip 4 R, yaitu: mengurangi sampah
dan memanfaatkan sumber daya alam
secara efektif baik di lingkungan kerja
maupun rumah (reduce), pengamanan
lingkungan (rescue), penggunaan kembali
barang-barang bekas pakai (reuse), dan
mengolah kembali barang-barang yang
sudah rusak (recycling) (http://www.
cartridgerescue.com.au).
Berdasarkan kajian konseptual di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud
dengan
kemampuan
memecahkan masalah lingkungan adalah
cara mahasiswa merespon fakta dan
peristiwa sebagai faktor penyebab
kerusakan lingkungan yang mecakup
mengaplikasikan pengetahuan, memilih
solusi,
dan
mengambil
keputusan
berkenaan dengan air, polusi, dan limbah.
Gaya Kognitif
Menurut Goldstein (1990), gaya
kognitif menunjuk kepada karakteristik
individu dalam usaha mengorganisasikan
lingkungan secara konseptual. Pernyataan
lain tentang gaya kognitif disampaikan
oleh Smith, sebagaimana dikutip Jerold
(1990), yang menyatakan bahwa gaya
kognitif adalah cara khas seseorang dalam
memproses informasi, merasakan, dan
berprilaku
dalam
situasi
belajar.
Sedangkan Aiken (1997) mendefinisikan
gaya kognitif sebagai pendekatan untuk
menerima, mengingat, dan berpikir yang
cenderung digunakan individu untuk
memahami lingkungannya.
Gaya kognitif yang dimiliki siswa
tentunya merupakan gaya yang dirasakan
nyaman, sesuai dan mantap sehingga
membuat mereka lebih senang dalam
belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Davis (1973), bahwa gaya kognitif ialah
pola baku seseorang dalam melakukan
kegiatan belajar yang dirasakan nyaman,
sesuai, dan mantap.
Dengan melihat bermacam-macam
kombinasi dari perasaan, imajinasi,
berpikir, dan berbuat maka timbul gaya
kognitif yang berbeda, di antaranya: (1)
siswa antusias, yakni siswa yang aktif dan
berbuat disadari oleh perasaannya, (2)
siswa imajinatif, yakni siswa yang
mengandalkan intuisi, tetapi juga senang
mengamati sebelum bertindak, (3) siswa
praktis, yakni siswa yang pemikir dan
aktif menyelesaikan masalah, dan (4)
siswa logis, yakni orang yang hati-hati,
teliti, berpikir logis, dan lebih mudah
menghubungkan ide-ide.
Menurut Moran (1996), kognitif
adalah proses mental untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman atas segala
sesuatu di lingkungan sekitarnya. Di
dalam kemampuan kognitif seseorang berlangsung proses pengolahan informasi
untuk mengenal atau mengetahui sesuatu.
Kognitif merupakan suatu proses dan
produk
pikiran
untuk
mencapai
pengetahuan yang berupa aktivitas mental
seperti
mengingat,
mensimbolkan,
mengkategorikan, memecahkan masalah,
menciptakan dan berfantasi.
Perkembangan kognitif sendiri
adalah perkembangan fungsi intelek atau
proses proses perkembangan kemampuan
atau kecerdasan otak. Kemampuan
kognitif berkaitan dengan pengetahuan
kemampuan berfikir dan kemampuan
memecahkan
masalah.
Kemampuan
kognitif juga erat hubungannya dengan
prestasi belajar. Tanpa kemampuan
kognitif sulit dibayangkan seorang dapat
berfikir, karena tanpa mustahil orang
(mahasiswa) tersebut dapat memahami
materi-materi pelajaran yang disajikan
kepadanya.
Di
dalam
upaya
pengembangan kognitif secara terarah,
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
180
baik oleh orang tua maupun guru sangat
penting.
Kognitif
adalah
mengetahui
dengan menggunakan panca indera yaitu
melalui pengamatan merupakan aktivitas
disengaja yang dipengaruhi oleh motivasi
dan emosi. Pergerakan yang terdiri dari
beberapa subsistem dengan fungsi
tertentu, sensor navigasi bertugas untuk
melakukan penginderaan lingkungan kerja
wahana Moran (1996). Myers (1993),
aktivitas mental merupakan penalaran
pemecahan persoalan serta pembentukan
konsep-konsep tentang hal yang sedang
dikaji. Struktur kognitif pada suatu
kegiatan mental dan cara merespon
adanya pengalaman lang-sung dari
lingkungan, yang secara fisik merupakan
Menurut Charles (1980), bahwa
orang yang memiliki gaya kognitif field
dependent: 1) memerlukan dukungan yang
kuat dari orang lain di sekitarnya, 2)
cenderung penakut dan cemas, dan 3) sulit
mengambil inisiatif dan bekerja sendiri,
cen-derung bersifat patuh/ tunduk pada
orang lain, terutama dalam posisi otoritas.
Witkins yang dikutip Woolkfolk (1998),
mengidentifikasikan ciri-ciri gaya kognitif
field dependent sebagai berikut: 1)
menerima secara global, 2) membuat
perbedaan-perbedaan global di antara
konsep-konsep, 3) mempunyai orientasi
sosial, 4) memerlukan faktor eksternal
yakni tujuan dan penguatan, dan 5)
dimotivasi baik oleh pujian verbal,
bantuan guru, ganjaran eksternal, dan
dengan melihat nilai tugas-tugas orang
lain.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa orang yang memiliki gaya kognitif
field dependent adalah cenderung
memandang
suatu
pola
sebagai
keseluruhan dan kerap kali berorientasi
pada sesama manusia serta hubungan
sosial. Manusia (mahasiswa) yang
tergolong
kelompok
ini,
cepat
memperoleh kesan global dan mudah
mengingat informasi yang berkaitan
kelompok ingatan yang tersusun saling
berhubungan membentuk aksi dan strategi
untuk memahami dunia sekitarnya.
Dworetzky (1988), dalam telaah teorinya
tentang kemampuan kognitif mengatakan
bahwa kemampuan kognitif merupakan
kegiatan mental yang mencakup merasa,
berpikir, dan memecahkan masalah.
Tingkat kemampuan kognitif pada
tiap orang adalah berbeda-beda tergantung
aktivitas kognitifnya. Bila seseorang
sedang berfilsafat tentang dunia sosial,
maka aktivitas kemampuan koginitif
relatif tinggi, sebaliknya jika seseorang
tidak sabaran maka kekuatan yang
dikeluarkan sangat tinggi, sehingga proses
berpikirnya kecil, maka aktivitas kecil.
dengan hubungan sosial, tetapi sulit
mengolah materi pelajaran yang tidak
berstruktur dan lebih peka terhadap kritik
negatif.
Berdasarkan kajian konseptual di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan gaya kognitif adalah
cara-cara
khas
mahasiswa
dalam
menghadapi dan mengambil strategi
belajar
bnerkenaan
dengan
mengumpulkan informasi, memproses
informasi, dan membuat keputusan yang
dirasakan nyaman, sesuai, dan mantap
sehingga mahasiswa menjadi lebih senang
belajar.
Kerangka Teoretik
Mahasiswa yang memiliki gaya
kognitif
field
independent,
gaya
belajarnya lebih tidak tergantung kepada
bantuan pihak lain. Gaya belajar ini
membawa akan lebih mudah menangkap
pesan-pesan lingkungan dalam mata
kuliah Biologi Umum. Kemampuan
mahasiswa dalam belajar pada field
independent lebih terpicu dari dalam
dirinya.
Pada gaya kognitif field dependent
manusia
(mahasiswa)
cenderung
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
181
memandang
suatu
pola
sebagai
keseluruhan dan kerap kali berorientasi
pada sesama manusia serta hubungan
sosial. Mahasiswa yang tergolong
kelompok ini, cepat memperoleh kesan
global dan mudah mengingat informasi
yang berkaitan dengan hubungan sosial,
tetapi sulit mengolah materi pelajaran
yang tidak berstruktur dan lebih peka
terhadap kritik negatif.
Pesan-pesan
konsep
tentang
lingkungan yang lebih banyak diterima
secara lisan melalui pembelajaran mata
kuliah Biologi Umum menarik bagi
mahasiswa dengan gaya kognitif field
independent dalam hal mengembangkan
dengan mencari dan memperkaya sendiri
informasi pendukung yang lain.
Dalam konteks penelitian ini,
maka
dapat
diduga
kemampuan
mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan yang memiliki gaya kognitif
field independent lebih tinggi dari pada
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif
field dependent.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teoretik di
atas maka dapat diajukan hipotesis
Populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Pendidikan Biologi
Universitas
Muhammadiyah
Metro.
Sampel penelitian ditetapkan sebanyak 2
kelas. Kedua kelas tersebut terdiri atas
mahasiswa kelas A (jumlah 45 orang) dan
mahasiswa kelas B (jumlah 50 orang).
Setiap kelas diambil secara acak sebanyak
20 mahasiswa. Dengan demikian sampel
yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 40 orang mahasiswa.
Pengujian
hipotesis
dengan
menggunakan uji F melalui ANAVA
(Putrawan, 1990). Persyaratan uji antara
lain uji normalitas data dan uji kesamaan
dua varians dilakukan untuk melihat
derajat perbedaan atau variasi nilai data
individu yang ada dalam kelompok data
penelitian sebagai berikut: “Kemampuan
mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan yang memiliki gaya kognitif
field independent lebih tinggi dari pada
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif
field dependent.”
METODE PENELITIAN
Secara khusus tujuan penelitian
ini untuk memperoleh gam-baran secara
empirik tentang: ”Perbedaan kemampuan
mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan anatara yang memiliki gaya
kognitif field independent dan mahasiswa
yang memiliki gaya kognitif field
dependent.”
Penelitian ini dilakukan pada
Mahasiswa
Pendidikan
Biologi,
Universitas
Muhammadiyah
Metro.
Adapun waktu penelitian adalah bulan
September
sampai dengan Desember
2012. Penelitian ini menggunakan metode
ex post facto,
di mana peneliti tidak
melakukan manipulasi variabel, namun
dilakukan pengukuran terhadap variabel
yang sudah beralangsung peristiwanya
dan dilihat dari perspektif waktu saat ini.
(Sudjana, 1989). Hipotesis statistika yang
diuji adalah sebagai berikut:
H0 : A1 = A2
H1 : A1 > A2
di mana:
A1= rata-rata kemampuan memecahkan
masalah
lingkungan
pada
mahasiswa dengan gaya kognitif
field independent.
A2= rata-rata kemampuan memecahkan
masalah
lingkungan
pada
mahasiswa dengan gaya kognitif
field dependent.
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
182
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi
Data
Kemampuan
Mahasiswa dalam memecahkan
Masalah Lingkungan
Pertama, deskripsi data skor
kemampuan mahasiswa memecahkan
masalah lingkungan yang memiliki gaya
kognitif field independent mencakup
harga-harga statistik deskriptif dihitung
melalui sampel berjumlah 20 responden.
Harga statistik deskriptif yang dihitung
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Harga-harga Statistik
Deskriptif pada Gaya Kognitif
Field Independent
Statistik
Nilai (n=20)
Mean
47,40
Median
48,00
Modus
48,00
Standar Deviasi
1,9841
Variansi
3,9368
Skor Minimum
43
Skor Maksimum
50
Dari Tabel 1, khsusus harga gejala
pusat dari (mean, median, dan modus)
ternyata tidak sama besar. Keadaan ini
berimbas pada kurva distribusi normal
populasi penelitian ini tidak simetris.
Namun, karena harga-harga median dan
mean selisihnya sangat kecil dan sifatnya
lebih stabil dibandingkan modus berarti
data masih mendekati simetris.
Kedua, deskripsi skor kemampuan
mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan yang memiliki gaya kognitif
field dependent mencakup harga-harga
statistik deskriptif dihitung melalui sampel
berjumlah 20 responden. Harga statistik
deskriptif yang dihitung dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tabel 2. Harga-harga Statistik
Deskriptif pada Gaya Kognitif
Field Dependent
Statistik
Nilai (n=20)
Mean
46,20
Median
47,00
Modus
47,00
Standar Deviasi
1,6082
Variansi
2,5895
Skor Minimum
43
Skor Maksimum
50
Dari Tabel 2, khusus harga gejala
pusat dari (mean, median, dan modus)
ternyata tidak sama besar. Keadaan ini
berimbas pada kurva distribusi normal
populasi penelitian ini tidak simetris.
Namun demikian, karena harga-harga
median dan mean selisihnya sangat kecil
dan sifatnya lebih stabil dibandingkan
modus berarti data masih mendekati
simetris.
Dari dua deskripsi data di atas,
tampak bahwa dari rata-rata skor
kemampuan mahasiswa memecahkan
masalah lingkungan yamng memiliki gaya
kognitif field independent lebih tinggi dari
pada mahasiswa yang memiliki gaya
kognitif field dependent.
2. Pengujian Hipotesis
Persyaratan uji yang dilakukan
dengan uji normalitas data dilakukan
dengan uji Kolmogorov Smirnov yang
dihitugn dengan Programm SPSS 10.0 for
Windows memberikan hasil uji sebagai
berikut:
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
183
Tabel 3. Uji Kolmogorov-Smirnov Sampel Tunggal
N
Normal Parameters
a,b
Gaya Kognitif
Field
Independent
20
Gaya Kognitif
Field
Dependent
20
47.4000
46.2000
1.9841
1.6092
.169
.240
Mean
Std. Deviation
Most Extreme
Differences
Absolute
Positive
.110
.210
Negative
-.169
-.240
Kolmogorov-Smirnov Z
.755
1.075
Asymp. Sig. (2-tailed)
.619
.198
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari Tabel 3, diperoleh bahwa
harga Asymp. Sig. (2-tailed) baik pada
Gaya Kognitif Field Independent (0,619)
dan Gaya Kognitif Field Dependent
(0,198) lebih besar dari 0,05. Hasil uji
tersebut mengindikasikan bahwa data
dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Untuk uji kesamaan dua variansi,
dapat ditunjukkan hasilnya dengan
menggunakan uji F sebagai berikut:
F = Variansi terbesar / Variansi terkecil
(Sudjana, 2005)
= 3,9396 / 2,5895
= 1,52
Harga Fhit= 1,52 < F(0,95)(19,19)= 2,15, hasil
uji menunjukkan terima Ho pada α= 0,05,
maka kedua variansi data dalam penelitian
ini ini sama.
Pengujian hipotesis,
dengan
diperoleh kenyataan hasil uji dua variansi
dalam penelitian ini sama, maka dilakukan
dengan uji t. Dengan menggunakan
kriteria hasil uji sebagai berikut: tolak Ho
jika harga thitung > ttabel. Harga ttabel
diperoleh dengan menggunakan α=0,05
dan derajat kebebasan (dk)= n1 + n2 - 2,
dimana n1 dan n2 adalah sampel dari
masing-masing kelompok yang diuji
berjumlah 20, maka: t(0,05)(38)= 1,68.
Sedangkan untuk α= 0,01 diperoleh harga
t(0,01)(38)= 2,33. Dengan menggunakan
bantuan Program SPSS 10.0 for Windows
diperoleh hasil uji sebagai berikut:
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Uji Satu Pihak
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Mean
Pair Gaya Kognitif Field
1 IndIndependent-Gaya Kog 1.2000
Kog
Std. Error
Std. DeviationMean
Lower
2.9128
.6513
-.1632
Upper
2.5632
t
1.842*
df
19
nitif Field Dependent
*) Signifikan.
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
184
Hasil uji menunjukkan bahwa:
thitung= 1,84 > t(0,95)(38)= 1,68. Dengan
hasil tersebut berarti tolak Ho pada
α=0,05. Hasil uji ini memberikan bukti
secara empirik bahwa ”kemampuan
mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan pada gaya kognitif field
independent lebih tinggi dari pada
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif
field dependent” , adalah signifikan.
Dengan hasil uji hipotesis
tersebut maka dapat dinyatakan bahwa
gaya kognitif field independent secara
umum memberikan hasil lebih baik
dalam hal kemampuan mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan
dibandingkan dengan gaya kognitif field
dependent. Hasil penelitian ini tidak
bertentangan dengan kerangka teoretik
yang dikembangkan untuk membangun
hipotesis yang diuji.
Kesimpulan
Temuan dari penelitian ini
adalah
“rata-rata
kemampuan
mahasiswa
memecahkan
masalah
lingkungan yang memiliki gaya kognitif
field independent lebih tinggi dari pada
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif
field dependent”
Berdasarkan temuan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan memecahkan masalah
lingkungan mahasiswa yang memiliki
gaya kognitif field independent lebih
tinggi dari pada mahasiswa yang
memiliki gaya kognitif field dependent.
Implikasi
Bukti empirik melalui penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
bagi
mahasiswa yang memiliki gaya kognitif
field independent, kemampuannya
memecahkan
masalah
lingkungan
dalam pada mata Kuliah Biologi Umum
lebih tinggi. Dengan demikian dalam
pembelajaran
mahasiswa
yang
diarahkan untuk dapat memperbaiki
kemampuan
memecahkan
masalah
lingkungan perlu diperhitungkan faktor
individual mahahiswa yakni gaya kognitif.
Bagi
pembelejaran
yang
dimaksudkan
untuk
menanamkan
pengetahuan tentang lingkungan dengan
pendekatan integratif seperti halnya yang
dilakukan pada pada mata kuliah Biologi
Umum, maka akan efektif jika secara
individual mahasiswa memiliki gaya
kognitif field independent.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dalam
penelitian ini maka dapat disampaikan
saran bahwa, jika mahasiswa secara
individual memiliki gaya kognitif field
independent maka untuk mengoptimalkan
penguasaan konsep tentang lingkungan
dapat dilakukan dengan pengintegrasian
melalui mata kuliah Biologi Umum.
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis R. Psychological testing
and
Assessment
Boston:
Allynand,1997.
Charles, C. M. Individualizing Instruction. St. Louis: The C.V. Mos-by
Company, 1980.
Davis Keith dan John W. Newstrom.
Organization Behavior Human
Behavior at Work. New York:
McGraw Hill, 1993.
Dworetzky, Jhon P. Psychology. New
York: West Publishing Compa-ny,
1988.
Eugene P. Odum.
Fundamentals of
Ecology. United State of America:
W.B Saunders Company, 1971.
Goldstein, Norman L., dan E Brophy,
Education Psycholog. New York:
Longman. 1990.
http://www.cartridgerescue.com.au/Envir
onment/The_4_R_s_of_Enviromen
tal_Management.aspx.(diakses, 23
Juli 2011)
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
185
Jerold, W. APPS. Study Skill for Today’s College Student. USA:
McGraw-Hill, Inc., 1990.
Miller dan Taylor. Living in The
Environmental: An Introduction
to
Environmental
Science.
California: Beirmont,1986.
Moran, Aida. The Phychology of
Concentration in Sport. UK and
Francis: Psychology Press,
1996.
Putrawan, I Made. Pengujian Hipotesis
dalam Penelitian-penelitian
Sosial. Jakarta: Rineka Cipta,
1990.
Robbins,
Stepen P. Essential of
Organizational Behavior. New
Jersey:
Prentice
Hall
International Inc., 1997.
Sudjana. Metoda Statistika. Bandung:
Tarsito, 2005.
Schermerhorn, G. Hunt., dan Obsborn,
Organizational Behavior. USA:
John Wiley & Sons, Inc., 2003.
Tivy, Joy dan Greg O’Hare, Human
Impact on Ecosystem. Edinburg
and New York: Oliver & Boyd,
1985.
Wolkfolk, A. Educational Psychology.
Seventh Edition. Boston: Allyn and
Bacon A Viacom Company, 1998
.
BIOEDUKASI VOLUME 4 NOMOR 2, NOPEMBER 2013
186
Download