ARTIKEL MATEMATIKA oleh EDUAR,S.PD

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang semakin dirasakan
interkasinya dengan bidang-bidang ilmu lainnya seperti ekonomi dan teknologi.
Peran matematika dalam interaksi ini terletak pada struktur ilmu dan perlatan yang
digunakan. Ilmu matematika sekarang ini masih banyak digunakan dalam
berbagai bidang seperti bidang industri, asuransi, ekonomi, pertanian, dan di
banyak bidang sosial maupun teknik. Mengingat peranan matematika yang
semakin besar dalam tahun-tahun mendatang, tentunya banyak sarjana
matematika yang sangat dibutuhkan yang sangat terampil, andal, kompeten, dan
berwawasan luas, baik di dalam disiplin ilmunya sendiri maupun dalam disiplin
ilmu lainnya yang saling menunjang. Untuk menjadi sarjana matematika tidaklah
mudah, harus benar-benar serius dalam belajar, selain harus belajar matematika,
kita juga harus mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya. Sehingga, jika sudah
menjadi sarjana matematika yang dalam segala bidang bisa maka sangat mudah
untuk mencari pekerjaan.
Kata matematika berasal dari kata “mathema” dalam bahasa Yunani yang
diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan atau belajar.” Disiplin utama dalam
matematika di dasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan,
pengukuran tanah, dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan
ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika
yaitu studi tentang struktur, ruang, dan perubahan. Pelajaran tentang struktur yang
sangat umum dimulai dalam bilangan natural dan bilangan bulat, serta operasi
aritmatikanya, yang semuanya dijabarkan dalam aljabar dasar. Sifat bilangan bulat
yang lebih mendalam dipelajari dalam teori bilangan. Ilmu tentang ruang berawal
dari geometri. Dan pengertian dari perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung
adalah suatu hal yang biasa dalam ilmu alam dan kalkulus.
Dalam perdagangan sangat berkaitan erat dengan matematika karena
dalam perdagangan pasti akan ada perhitungan, di mana perhitungan tersebut
1
bagian dari matematika. Secara tidak sadar ternyata semua orang menggunakan
matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti jika ada orang yang sedang
membangun rumah maka pasti orang tersebut akan mengukur dalam
menyelesaikan pekerjaannya itu. Oleh karena itu matematika sangat bermanfaat
sekali dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat
abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam
matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional
belum menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna,
sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.
“Menurut Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan
siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi
kehidupan real.” Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa
adalah karena dalam pembelajaran matematika kurang bermakna, dan guru dalam
pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh
siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide
matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata, anak dengan ide-ide
matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting dilakukan agar
pembelajaran matematika bermakna.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika
terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa dan tidak
dapat mengaplikasikan matematika. Salah satu pembelajaran matematika yang
berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika
realistik.
Pembelajaran matematika relaistik pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal.
Pembelajaran matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan nyata seharihari.
Biasanya ada sebagian siswa yang menganggap belajar matematika harus
dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus belajar dengan ekstra keras.
2
Hal ini menjadikan matematika seperti “monster” yang mesti ditakuti dan malas
untuk mempelajari matematika. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai
salah satu diantara mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang
merupakan syarat bagi kelulusan siswa-siswi SMP maupun SMA, ketakutan siswa
pun makin bertambah. Akibat dari pemikiran negatif terhadap matematika, perlu
kiranya seorang guru yang mengajar matematika melakukan upaya yang dapat
membuat proses belajar mengajar bermakna dan menyenangkan. Ada beberapa
pemikiran untuk mengurangi ketakutan siswa terhadap matematika.
Salah satunya dengan cara pembelajaran matematika realistik dimana
pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman
nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan
matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan pendekatan RME tersebut, siswa
tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan masalah situasi
nyata yang ada dalam pikiran siswa. Jadi siswa diajak berfikir bagaimana
menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialami siswa dalam
kesehariannya.
Pembelajaran sekarang ini selalu dilaksanakan di dalam kelas, dimana
siswa kurang bebas bergerak, cobalah untuk memvariasikan strategi pembelajaran
yang berhubungan dengan kehidupan dan lingkungan sekitar sekolah secara
langsung, sekaligus mempergunakannya sebagai sumber belajar. Banyak hal yang
bisa kita jadikan sumber belajar matematika, yang penting pilihlah topik yang
sesuai misalnya mengukur tinggi pohon, mengukur lebar pohon dan lain
sebagainya.
Siswa lebih baik mempelajari sedikit materi sampai siswa memahami,
mengerti materi tersebut dari pada banyak materi tetapi siswa tidak mengerti
tersebut. Meski banyak tuntutan pencapaian terhadap kurikulum sampai daya
serap namun dengan alokasi yang terbatas. Jadi guru harus memberanikan diri
menuntaskan siswa dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya karena hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman siswa dalam belajar matematika.
Kebanyakan siswa, belajar matematika merupakan beban berat dan
membosankan, jadinya siswa kurang termotivasi, cepat bosan dan lelah. Adapun
3
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal di atas dengan
melakukan inovasi pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain
memberikan kuis atau teka-teki yang harus ditebak baik secara berkelompok
ataupun individu, memberikan permainan di kelas suatu bilangan dan sebagainya
tergantung kreativitas guru. Jadi untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran
matematika harus dihubungkan dengan kehidupan nyata yang terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Penulisan
Suatu
pembelajaran
matematika
tidaklah
sulit,
ada
cara
untuk
mempermudah dalam belajar matematika yaitu dengan cara Pembelajaran
Matematika Realistik. Dimana pembelajaran ini menghubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Dalam penulisan makalah ini bertujuan:
1. Untuk mempermudah siswa dalam belajar matematika dapat menggunakan
dalam pembelajaran matematika realistik.
2. Guru dalam menyampaikan materi harus mempunyai strategi dalam
pembelajaran matematika, supaya siswa tidak bosan dalam pembelajaran
matematika.
3. Supaya siswa mengetahui betapa menyenangkan mempelajari matematika.
4. Untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang pembelajaran matematika realistik.
5. Untuk memaparkan secara teori pembelajaran matematika realistik.
6. Untuk pengimplementasian pembelajaran matematika realistik.
7. Kaitan antara pembelajaran matematika realistik dengan pengertian.
1.3 Pertanyaan Penulisan
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika realistik?
2. Bagaimana cara strategi seorang guru dalam pembelajaran matematika supaya
siswa menyukai pembelajaran matematika?
3. Kenapa matematika tidak disukai oleh siswa?
4. Karakteristik apa saja yang ada dalam RME?
5. Mengapa siswa selalu lupa dengan konsep yang telah dipelajari?
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Matematika Realistik (MR)
Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa
sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai
sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika
formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik
RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali
konsep-konsep matematika. Dan siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan
konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari. Karakteristik
RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi
siswa, interaktif dan keterkaitan. (Trevers, 1991; Van Heuvel-Panhuizen, 1998).
Di sini akan mencoba menjelaskan tentang karakteristik RME.
a. Menggunakan konteks “dunia nyata” yang tidak hanya sebagai sumber
matematisasi tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali
matematika. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalahmasalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman
sebelumnya secara langsung. Proses pencarian (inti) dari proses yang sesuai
dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi
konseptual.
Dengan
pembelajaran
matematika
realistik
siswa
dapat
mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat
mengaplikasikan konep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata.
Oleh karena itu untuk membatasi konsep-konsep matematika dengan
pengalaman sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman seharihari dan penerapan matematika dalam sehari-hari.
b. Menggunakan model-model (matematisasi) istilah model ini berkaitan dengan
model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri.
Dan berperan sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak
5
atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat
model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model situasi merupakan model
yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model
tersebut. Melalui penalaran matematika model-of akan bergeser menjadi
model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model
matematika formal.
c. Menggunakan produksi dan konstruksi streefland (1991) menekankan bahwa
dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan
refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.
Strategi-strategi formal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah
konstekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d. Menggunakan interaktif. Interaktif antara siswa dengan guru merupakan hal
yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk
interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, digunakan untuk mencapai
bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
e. Menggunakan keterkaitan dalam pembelajaran matematika realistik. Dalam
pembelajaran ada keterkaitan dengan bidang yang lain, jadi kita harus
memperhatikan juga bidang-bidang yang lainnya karena akan berpengaruh
pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika biasanya
diperlukan pengetahuan yang kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar,
atau geometri tetapi juga bidang lain.
2.2 Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik merupakan teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika. Teori pembelajaran matematika realistik pertama
kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
6
Freudenthal. Freudenthal berpendapat bahwa matematika harus diartikan dengan
realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Dari pendapat Freudenthal
memang benar alangkah baiknya dalam pembelajaran matematika harus ada
hubungannya dengan kenyataan dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa. Matematika harus dekat dengan anak dan
kehidupan sehari-hari. Upaya ini dilihat dari berbagai situasi dan persoalanpersoalan “realistik”. Realistik ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas pada
realitias tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan.
Adapun menurut pandangan konstruktifis pembelajaran matematika adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep
matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam
hal ini berperan sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran matematika guru
memang harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan guru terus
memantau atau mengarahkan siswa dalam pembelajaran walaupun siswa sendiri
yang akan menemukan konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus
mendampingi siswa dalam pembelajaran matematika.
Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran
matematika berorientasi pada:
1. Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.
2. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.
3. Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui
suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan pengalamannya.
4. Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka
katakan atau tulis.
Pendapat Davis tersebut, dalam pembelajaran matematika siswa
mempunyai pengetahuan dalam berpikir melalui proses akomodasi dan siswa juga
harus dapat menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya. Siswa mengetahui
informasi baru dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari secara logis, dalam
7
pembelajaran ini harus bisa memahami dan berpikir sendiri dalam menyelesaikan
masalah tersebut, jadi tidak tergantung kepada guru, siswa juga dapat mempunyai
cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah.
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa
dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktisme sosial (Taylor, 1993;
Wilson, Teslow dan Taylor, 1993; Atwel, Bleicher dan Cooper, 1998). Ada dua
konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD)
merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai
kemampuan
pemecahan
masalah
secara
mandiri
dan
tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman
sejawat yang lebih mampu. Scraffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan
kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi
bantuan dan memberi kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Jadi Zone of
Proximal Development ini ada siswa yang menyelesaikan masalah secara sendiri,
dan ada siswa yang menyelesaikan masalah harus dengan persetujuan orang
dewasa. Sedangkan scraffolding mempunyai tahap-tahap pembelajaran, dalam
pembelajaran awal siswa dibantu, tapi bantuan itu sedikit demi sedikit dikurangi.
Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah sendiri dan
mempunyai tanggung jawab yang semakin besar setelah siswa dapat
melakukannya. Scraffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa
untuk belajar memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,
dorongan,
peringatan,
menguraikan
masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan
siswa itu belajar mandiri.
Prinsip penemuan dapat diinspirasikan oleh prosedur-prosedur pemcahan
informal,
sedangkan
proses
penemuan
kembali
menggunakan
konsep
matematisasi. Ada dua jenis matematisasi diformlasikan oleh Treffers (1991),
8
yaitu matematisasi horizontal
dan vertikal. Contoh matematisasi horizontal
adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasian masalah dalam caracara yang berbeda dan pentransformasian masalah dunia real ke dunia
matematika. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubunganhubungan dalam rumus, perbaikan dan penyelesaian model matematika,
penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian. Kedua jenis ini
mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai
yang sama. Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam
pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik,
empiristik, strukturalistik, dan realistik.
Pendekatan mekanistik adala pendekatan secara tradisional dan didasarkan
pada apa yang diketahui dan pengalaman sendiri. Pendekatan empiristik adalah
suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan dan siswa
diharapkan dapat menemukan sendiri melalui matematisasi horizontal, pendekatan
strukturalistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan sistem formal,
misalnya dalam pengajaran penjumlahan secara panjang perlu didahului dengan
nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.
Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah
realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi
horizontal dan vertilal diharapkan siswa dapat menemukan konsep-konsep
matematika.
Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak
bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan
masalah dan pengajuan masalah oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam
pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan
konstruktivisme sosio. Siswa berinteraksi dengan guru, dan berdasarkan pada
pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon
masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstrutivis sosio ini sangat
sesuai dengan karakteristik RME. Konsep ZPD dan Scraffolding dalam
pendekatan konstruktivis sosio, di dalam pembelajaran matematika realistik
disebut dengan penemuan kembali terbimbing. Menurut Graevenmeijer (1994)
9
walaupun kedua pendekatan ini mempunyai kesamaan tetapi kedua pendekatan ini
dikembangkan
secara
terpisah.
Perbedaan
keduanya
adalah
pendekatan
konstruktivis sosio merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat umum,
sedangkan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan khusus yaitu
hanya dalam pembelajaran matematika.
2.3 Implementasi pembelajaran Matematika Realistik
Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran
matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di
sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya
pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang
sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk
yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa
benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi
bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat
berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak
awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat
memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan
guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika.
Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
2.4 Kaitan Antara Pembelajaran Matematik Realistik dengan Pengertian
Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajarkan matematika senantiasa
terlontar kata “bagaimana, apa mengerti?” siswa pun buru-buru menjawab
mengerti. Siswa sering mengeluh, seperti berikut,”pak…pada saat di kelas saya
mengerti penjelasan bapak,tetapi begitu sampai dirumah saya lupa,”atau”
pak…pada saat dikelas saya mengerti contoh yang bapak berikan, tetapi saya
tidak bisa menyelesaikan soal-soal latihan”.
10
Apa yang dialami oleh siswa pada ilustrasi diatas menunjukkan bahwa
siswa belum mengerti atau belum mempunyai pengetahuan konseptual. Siswa
yang mengerti konsep dapat menemukan kembali konsep yang mereka lupakan.
Mitzell(1982) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung
dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa
dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau
terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi, maka siswa akan
mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan
pengajaran
matematika.
Karena
tanpa
pengertian
orang
tidak
dapat
mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika
dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi
(Hieber dan carpenter,1992). Matematika bukan hanya dimengerti tapi harus
benar-benar memahami persoalan yang sedang dihadapi. Umumnya sejak anakanak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya
tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran,dan sebagainya. Anak sebelum
sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
datang kesekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yang siap diisi dengan apa
saja. Pembelajaran disekolah akan lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan
apa yang telah diketahui anak. Pengertian siswa tentang ide matematika dapat
dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan
pengetahuan mereka. Hanna dan yackel (NCTM,2000) mengatakan bahwa belajar
dengan pengertian dapat ditingkatkan melalui interaksi kelas dan interaksi sosial
dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide dan
mengorganisasikan pengetahuan kembali. Dalam pembelajaran guru haruslah
berinteraksi dengan siswa, agar siswa lebih mudah memahami apa yang telah
diajarkan, tentunya dalam pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan nyata
untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa
untuk
menemukan
kembali
dan
memahami
konsep-konsep
matematika
berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik
11
dalam masalah memungkinkan siswa menggunkan cara-cara informal untuk
menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi
siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan memahami
konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan
dengan skema anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi
lebih kuat. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan mempunyai
kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai simpulan dapat disampaikan
beberapa hal. Matematika realistik merupakan matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah
realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran dan melalui matematisasi horisontalvertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep
matematika. Selanjutnya siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang
lain. Dengan kata lain pembelajaran matematika realistik berorientasi pada
matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa belajar dengan bermakna (pengertian).
Pembelajaran matematika realistik berpusat pada siswa, sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator dan motivator, sehingga memerlukan paradigma yang
berbeda tentang bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, dan apa yang
dipelajari oleh siswa dengan paradigma pembelajaran matematika selama ini.
Karena itu, perubahan persepsi guru tentang mengajar perlu dilakukan bila ingin
mengimplementasikan
pembelajaran mateamtika realistik.
Sesuai dengan
simpulan diatas maka disarankan :
1. Kepada pakar atau pecinta pendidikan matematika untuk melakukan
penelitian-penelitian yang berorientasi pada pembelajaran matematika realistik
sehingga diperoleh global theory pembelajaran matematika realistik yang
sesuai dengan sosial budaya Indonesia.
2. Kepada
guru-guru
matematika
untuk
mencoba
pengimplementasikan
pembelajaran matematika realistik secara bertahap, misalnya mulai dengan
memberikan
masalah-masalah
realistik
menyampaikan pendapat.
13
untuk
memotivasi
siswa
Marilah kita tingkatkan lagi dalam belajar matematika dengan cara
kenyataan dan kehidupan sehari-hari, agar mudah dipahami oleh siswa, sehingga
siswa menyukai matematika dan matematika tidak sulit. Dengan pembelajaran
MR para siswa akan mudah memahami karena dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari.
14
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehidupan Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Kita sebagai pelajar harus mengetahui apa matematika itu, yang biasanya
para pelajar sangat tidak menyukai matematika, karena mereka mengalami
kesulitan tapi sebenarnya ada cara pembelajaran matematika yang mudah
dipahami oleh para siswa. Dengan cara pembelajaran matematika realistik dimana
pembelajaran ini dilakukan dengan pengalaman sehari-hari dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika realistik ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep
matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep
matematika. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan
mempunyai arti yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.
Pembelajaran matematika realistik pertama kali dikembangkan dan
dilaksanakan di belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan
pengertian siswa. Semoga dengan adanya pembelajaran matematika realistik ini
banyak siswa yang menyukai matematika dan sebenarnya matematika itu sangat
menyenangkan bila kita dari awal sudah menyukai pelajaran matematika,
ditambah guru yang mengajar matematika itu haruslah menyenangkan tidak
membuat siswa menjadi bosan dan merasa mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal-soal matematika. Guru harus bisa membuat keadaan di kelas
menyenangkan dengan diadakannya permainan yang berhubungan dengan
matematika.
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca apa lagi bagi para siswa.
Palembang, Juli 2011
Penulis
15
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................................
4
1.3 Pertanyaan Penulisan ...........................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Matematika Realistik (MR)................................................................
6
2.2 Pembelajaran Matematika Realistik (RME) ......................................
8
2.3 Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik ............................
11
2.4 Kaitan Antara pembelajaran MR dengan Pengertian .........................
12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................
16
14
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Sekolah
Menengah Tingkat Pertama (SMP) pelajaran Matematika ,
Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas, Model – Model Pembelajaran yang Efektif, Jakarta:
Depdiknas.
Institut Teknologi Bandung ( ITB ),2006, PMRI / RME, Bandung:
Institut Teknologi Bandung ( ITB ).
Kunandar,2008. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan
Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, S. 1989. Dikdaktik Azas-azas Mengajar. Bandung: Jermnas.
Sudjana, Nana, 1991. Model – Model Mengajar CBSA. Bandung:
Sinar Baru.
Sujatmiko, Ponco, 2005, Matematika Kreatif 3,Solo: PT Tiga Serangkai.
Sukino, dkk, 2007,Matematika untuk SMP Kelas IX,Jakarta:
PT. Erlangga
17
MAKALAH
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
(RME)
Disusun Oleh :
Nama : Eduar, S.Pd
NIP : 197801102006041019
Guru Bidang Studi : Matematika
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PALEMBANG
Jalan Gubernur H.A.Bastari (Jakabaring) Palembang
2011
18
Download