Vol.02 No.01 Agustus 2016 PERAN MODAL SOSIAL KEPERCAYAAN DALAM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN BENDUNGAN KUWIL-KAWANGKOAN, SULAWESI UTARA Ganggaya Sotyadarpita Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email: [email protected] Abstract Dam infrastructure construction cannot be separated from social problems which frequently delay the progress of construction. Social problems occur through social changes or conflict of interests within the construction. Trusts which exist in social structure within local community in the affected areas of construction can be seen as a social capital which may potentially affect the construction plan. The study location to be observed was the affected areas of Kuwil-Kawangkoan Dam construction planning which located in Minahasa Utara Regency, North Sulawesi Province. This research was aimed to (1) reveal the form of “trust” as a social capital within the social structure in community within the affected areas of construction; and (2) analyze the role of “trust” as a social capital within the social structure in local community towards the dam construction planning. The method used was descriptive qualitative using two data acquisition techniques, literature research and depth interview. The result showed that the local community highly trusts their village chief (Hukum Tua). This high trust affected positively towards the dam construction planning, and so far was one of the key to successfully avoid the occurrence of social problems related with the KuwilKawangkoan Dam construction plan. Keywords: dam infrastructure construction, social problems, social capital trust, social structure, old law Abstrak Pembangunan infrastruktur bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial yang kerap menghambat jalannya pelaksanaan pembangunan. Permasalahan sosial timbul karena perubahan sosial maupun perbedaan kepentingan yang terjadi akibat pembangunan tersebut. Kepercayaan yang terdapat pada struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan dapat dipandang sebagai modal sosial yang berpotensi mempengaruhi perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan permasalahan sosial. Lokasi yang menjadi obyek kajian adalah daerah terdampak rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Tulisan ini bertujuan untuk (1) mengungkap gambaran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial di daerah terdampak pembangunan; dan (2) menganalisis peran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial terhadap rencana pembangunan bendungan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan dua teknik perolehan data yaitu penelusuran literatur dan wawancara. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak, terdapat modal sosial kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap kepala desa (Hukum Tua). Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap hukum tua memiliki peran positif dan sejauh ini telah berhasil meminimalisir permasalahan sosial yang berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan. Kata kunci: pembangunan infrastruktur bendungan, permasalahan sosial, modal sosial kepercayaan, struktur sosial, hukum tua Jurnal INFRASTRUKTUR 1 - 53 Vol.02 No.01 Agustus 2016 1. PENDAHULUAN Pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum adalah suatu upaya penyediaan sarana dan prasarana bagi kebutuhan masyarakat umum. Pada hakikatnya pembangunan infrastruktur diselenggarakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Soemarwoto (dalam Suwartapradja, 2005) menyatakan bahwa tidak ada pembangunan yang tidak melibatkan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Oleh sebab itu, setiap sentuhan pembangunan akan menimbulkan perubahan dalam lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Perubahan-perubahan tersebut acapkali memunculkan perbedaan kepentingan yang selanjutnya memicu timbulnya permasalahan sosial. Akibat permasalahan sosial yang terjadi, maka pelaksanaan pembangunan infrastruktur dapat menjadi terhambat. Sasaran dari Nawa Cita (sembilan agenda prioritas) pemerintah antara lain adalah meningkatnya ketahanan air dan ketahanan pangan. Guna mencapai sasaran tersebut, pembangunan infrastruktur bendungan menjadi program utama Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam lima tahun ke depan. Salah satu bendungan yang saat ini sedang direncanakan pembangunannya adalah Bendungan Kuwil Kawangkoan yang terletak di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Pembangunan bendungan juga tidak terlepas dari permasalahan sosial karena tujuan dan kepentingan dalam perencanaan dan pemanfaatan pembangunan bendungan antara pemerintah dengan berbagai pihak atau masyarakat masih berbeda dan belum terjadi secara sinergi (Kementerian PUPR, 2009). Salah satu contoh adalah pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang, Jawa Barat. Tahap perencanaan telah dilaksanakan sejak puluhan tahun yang lalu, namun hingga saat ini bendungan tersebut belum mampu beroperasi. Meskipun secara fisik, konstruksinya telah hampir selesai seluruhnya, namun permasalahan sosial-ekonomi terutama yang berkaitan dengan pembebasan lahan terus menghambat proses penyelesaian pembangunan. Lingkungan sosial yang kerap menjadi dimensi dari permasalahan pembangunan bendungan, terdiri dari kumpulan individu yang saling berinteraksi/ bersosialisasi hingga membentuk kesatuan masyarakat. Sistem kemasyarakatan tersebut memiliki struktur sosial di dalamnya. Coleman (dalam Siisiäinen, 2000) menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari modal sosial adalah struktur kewajiban (obligations), ekspektasi, dan kepercayaan. Pada konteks tersebut, bentuk modal sosial tergantung dari dua elemen yaitu kepercayaan dari lingkungan sosial dan perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuhi (obligation held). Berdasarkan persepektif itu, individu yang bermukim dalam struktur sosial dengan saling kepercayaan tinggi 1 - 54 Jurnal INFRASTRUKTUR memiliki modal sosial yang lebih tinggi daripada situasi sebaliknya. Struktur sosial yang dimaksud tersebut dapat berupa sistem tata posisi, kekerabatan, pemerintahan, maupun hukum yang berlaku, misalnya adanya tokoh adat/sesepuh/tetua yang menjadi panutan atau pemegang hukum adat yang dianut masyarakat. Kepercayaan dalam struktur sosial tersebut adalah salah satu bentuk modal sosial yang dapat mempengaruhi jalannya proses perencanaan pembangunan dalam konteks pengelolaan permasalahan sosial. Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini disusun dalam rangka menjawab dua rumusan masalah, yaitu (1) bagaimana gambaran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial di daerah terdampak pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan; dan (2) bagaimana peran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial tersebut terhadap perencanaan pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Infrastruktur Bendungan Pembangunan adalah proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers dalam Nasution, 2007). Menurut Inayatulah (dalam Nasution, 2007), pembangunan ialah perubahan menuju polapola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan para warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri. Shoemaker (dalam Nasution, 2007) mengungkapkan bahwa pembangunan merupakan suatu jenis perubahan sosial di mana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modernisasi pada tingkat sistem sosial. Pakar lain mendefinisikan pembangunan sebagai proses pencapaian pengetahuan dan keterampilan baru, perluasan wawasan manusia, tumbuhnya suatu kesadaran baru, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri (Kleinjans dalam Nasution, 2007). Nasution sendiri menyimpulkan bahwa pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat. Ditinjau Vol.02 No.01 Agustus 2016 dari konsep-konsep pembangunan di atas, dapat dihasilkan dua tujuan dari pembangunan, yaitu: a. Tujuan umum pembangunan adalah suatu proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ideide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan; dan b. Tujuan khusus pembangunan adalah tujuan jangka pendek, yang berupaya mencapai sasaran dari suatu program tertentu. Infrastruktur lazim dikonsepsikan sebagai fasilitas fisik beserta sistem layanannya. Umumnya infrastruktur dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: (1) public utilities (fasilitas umum) seperti sarana telekomunikasi, pipa air bersih, pipa gas, sanitasi dan pengolahan limbah, dan lain-lain, serta (2) public works (pekerjaan umum) seperti jalan, jembatan, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dam/bendungan, kanal, irigasi, saluran drainase, dan sebagainya (Usman, 2014). Pembangunan infrastruktur dalam konteks tulisan ini adalah pembangunan bendungan. pembangunan bendungan antara lain: a. pemindahan mengakibatkan masyarakat; penduduk yang sering menurunnya kesejahteraan b. persepsi negatif dari masyarakat kegiatan pembebasan lahan; c. konflik sosial yang bersifat pemerintah dan masyarakat; mengenai vertikal antara d. konflik sosial yang bersifat horizontal antara masyarakat dan masyarakat; e. tekanan penduduk (perubahan tingkat kepadatan) pada daerah tujuan migrasi penduduk; f. perubahan mata pencaharian masyarakat yang direlokasi; g. perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi bendungan; h. perubahan pola masyarakat; dan hubungan sosial antar i. sikap dan persepsi negatif masyarakat terhadap Gambar 1. Dimensi Modal Sosial (sumber: Punescu dan Badea, 2014) Pembangunan bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial karena tujuan dan kepentingan dalam perencanaan dan pemanfaatan pembangunan bendungan antara pemerintah dengan berbagai pihak atau masyarakat masih berbeda dan belum terjadi secara sinergi. 2.2. Permasalahan Sosial Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2009 Tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bendungan mendefinisikan permasalahan sosial sebagai suatu kondisi sosial dimana cita-cita warga masyarakat tidak terpenuhi. Permasalahan sosial yang berpotensi timbul selama masa pra-konstruksi proses pemindahan. 2.3. Struktur Sosial Konsep struktur sosial sering dianggap sama dengan organisasi sosial, khususnya jika dihubungkan dengan masalah kekerabatan dan kelembagaan atau hukum pada masyarakat yang masih sederhana. Soekanto (1993) menjelaskan bahwa organisasi berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam hubungan-hubungan sosial aktual. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan yang lebih fundamental yang memberikan batas-batas pada aksi yang mungkin dilakukan secara organisasi. Dengan kata lain, struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial Jurnal INFRASTRUKTUR 1 - 55 Vol.02 No.01 Agustus 2016 dan peranan-peranan sosial. Asjhari (2010) dalam penelitiannya, menggambarkan bahwa struktur sosial adalah bagian dari dimensi social fabric yang merupakan salah satu komponen model kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan akibat pembangunan. 2.4. Modal Sosial dan Kepercayaan (Trust) Modal sosial merupakan sumber daya yang muncul dari adanya relasi sosial dan dapat digunakan sebagai perekat sosial untuk menjaga kesatuan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama, ditopang oleh adanya kepercayaan dan norma sosial yang dijadikan acuan bersama dalam bersikap, bertindak, dan berhubungan satu sama lain (Satria, 2014). Menurut Robert D. Putnam (1993), modal sosial memiliki tiga komponen yaitu obligasi moral dan norma, nilai-nilai sosial (terutama kepercayaan), dan jaringan sosial. a. Kecamatan Kalawat : Desa Kawangkoan, Desa Kolongan, dan Desa Suwaan b. Kecamatan Airmadidi : Kelurahan Sukur Wilayah tersebut masuk dalam Kabupaten Minahasa Utara, sehingga kondisi penduduk dan situasi kehidupan di sana didominasi oleh homogenitas suku dan kultur Minahasa. Hukum Tua adalah sebutan bagi pemimpin desa (kepala desa) di daerah Minahasa. Secara terminologi, Istilah Hukum Tua berasal dari kata ukung tua yang berarti orang Kepercayaan (trust) berada pada urutan teratas dalam dimensi modal sosial (Gambar 1). Melalui konsep tersebut, kepercayaan dalam struktur sosial dapat menjadi modal atau sumberdaya utama yang mampu mendorong suatu masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 3. METODE PENELITIAN Kegiatan penulisan ini diawali dengan penelusuran literatur sebagai pendukung latar belakang dan tinjauan pustaka yang digunakan. Penelusuran literatur lebih daripada sekedar meyalani fungsifungsi yang ada pada kajian pustaka, namun sekaligus memanfaatkan sumber pustaka tersebut untuk mencapai tujuan penelitian (Zed, 2008). Oleh sebab itu, studi literatur juga digunakan untuk menggali teori-teori yang relevan dengan konteks bahasan dan menggunakannya sebagai bahan analisis yang akan dilaksanakan. Selanjutnya, perolehan data primer mengenai pola struktur sosial dan kepercayaan dalam struktur sosial dilakukan dengan teknik wawancara/penggalian langsung dari narasumber. Wawancara dilaksanakan pada beberapa warga yang lahannya terdampak pembangunan. Selain itu tokoh masyarakat kepala desa/hukum tua juga turut menjadi informan. Penyusunan tulisan ini menggunakan metode kuantitatif-deskriptif. Hasil perolehan data primer diolah dan dianalisis dengan teori-teori terkait modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial. 4. HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN 4.1. Modal Sosial Struktur Sosial Kepercayaan dalam Daerah terdampak pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan meliputi dua wilayah kecamatan dan empat wilayah desa/kelurahan, yaitu: 1 - 56 Jurnal INFRASTRUKTUR Gambar 2. Peta Lokasi Rencana Pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan (sumber: Balai Litbang Sosekling Jalan Jembatan Puslitbang KPT, 2015) tua yang melindungi. Ukung berarti kungkung/ lindung/jaga, sedangkan tua berarti dewasa dalam usia, berpikir, serta dalam mengambil keputusan (Kalesaran dalam Lumantow, 2014). Berdasarkan penggalian informasi melalui wawancara dan studi literatur, diketahui bahwa sosok Hukum Tua memegang peran yang sangat penting dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan. Hukum Tua memiliki peranan yang paling menonjol dibandingkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama lainnya. Jabatan Hukum Tua tidak hanya sebagai pemimpin pemerintahan, tetapi juga dianggap dan diakui sebagai jabatan adat/ budaya. Warga di keempat desa/kelurahan menuturkan bahwa setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat selalu dibawa kepada Hukum Tua untuk dibicarakan dan dipecahkan bersama solusinya. Baik permasalahan kecil yang hanya melibatkan antar Vol.02 No.01 Agustus 2016 individu, maupun permasalahan yang menyangkut kepentingan umum yang perlu dibicarakan dalam forum musyawarah. Peranan Hukum Tua dalam struktur masyarakat meliputi aspek penyedia informasi (information provider), mediator, hingga pengambil keputusan (decision maker). Kepercayaan masyarakat terhadap Hukum Tua seperti yang terjadi di daerah kajian, merupakan manifestasi kekuatan modal sosial hubungan (relational) seperti yang diungkapkan oleh Punescu dan Badea (2014). 4.2. Peran Modal Sosial Kepercayaan Terhadap Perencanaan Pembangunan Sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin budaya, posisi Hukum Tua adalah sebagai pelindung dan penanggungjawab bagi daerah yang dipimpinnya. Berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan, selain sebagai bagian dari masyarakat, Hukum Tua juga memegang peran sebagai perwakilan bagi masyarakat yang harus melindungi kepentingan masyarakat serta mampu memfasilitasi dan mengakomodasi suara-suara rakyat terhadap pemerintah selaku pihak pelaksana pembangunan. Di sisi lain, posisinya sebagai kepala pemerintahan desa membuat Hukum Tua juga harus bertanggungjawab dan mendukung atas jalannya kebijakan pemerintah pusat yang terjadi di daerahnya. Situasi tersebut menempatkan Hukum Tua sebagai penengah di antara pemerintah dengan masyarakat, dengan bobot tanggungjawab dua arah. tentang pembebasan lahan telah direspon positif oleh masyarakat, dan tinggal menunggu realisasi tindak lanjut teknisnya. Seperti yang diungkapkan Coleman (dalam Siisiäinen, 2000), kepercayaan yang tinggi dalam struktur sosial suatu masyarakat menyebabkan masyarakat tersebut memiliki modal sosial yang tinggi. Melalui kekuatan modal sosial tersebut, tujuan bersama tentu akan lebih mudah tercapai. Apabila dikaitkan dengan konteks perencanaan pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan di mana masyarakat telah mencapai kata sepakat pada taraf sosialisasi, maka tampak bahwa modal sosial masyarakat telah sejalan dengan rencana pemerintah sehingga menyurutkan potensi munculnya permasalahan sosial. 5. KESIMPULAN 1. Modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan adalah kepercayaan vertikal antara masyarakat dengan Hukum Tua selaku pimpinan pemerintahan sekaligus pemimpin adat budaya. Kepercayaan tersebut terjalin dengan baik dan mengarah kepada sinergi positif, terwujud dalam kepercayaan masyarakat terhadap sosok Hukum Tua sebagai penyedia informasi (information provider), mediator, dan pengambil keputusan (decision maker) dalam urusan maupun permasalahan sosial masyarakat. Meninjau keadaan itu, dapat dilihat adanya dua faktor yang menentukan yaitu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Hukum Tua serta karakteristik personal dari Hukum Tua itu sendiri. Bahasan sebelumnya telah menggambarkan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Hukum Tua dalam pengambilan keputusan perihal urusan sosial masyarakat. Sementara karakteristik personal adalah faktor yang tergantung dari masing-masing individu yang menjabat sebagai Hukum Tua. 2. Modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan memiliki peranan positif terhadap rencana pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan. Melalui modal sosial kepercayaan, potensi munculnya permasalahan sosial dapat ditekan atau diminimalisir sehingga tidak menghambat jalannya proses pembangunan. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tiap-tiap Hukum Tua yang menjabat di keempat desa/kelurahan tersebut adalah sosok yang kompeten. Tidak hanya dari segi kemampuan tata pemerintahan, namun juga kemampuan mereka dalam merangkul dan mengakomodir masyarakat dalam menghadapi rencana pembangunan bendungan Kuwil Kawangkoan. Pernyataan ini didasarkan pada jawaban-jawaban masyarakat yang mengaku telah sepakat dan mendukung rencana pembangunan bendungan, dan siap menerima ganti pembebasan lahan. Sebagian besar masyarakat melandaskan kesetujuannya terhadap pembangunan karena pembangunan tidak akan mengganggu permukiman maupun fasilitas publik. Lahan-lahan yang rencananya akan dibangun dan digenangi adalah lahan yang tidak dikelola sehingga tidak bersifat produktif atau bernilai ekonomi rendah. Sejauh ini sosialisasi dari pemerintah Asjhari, Ahsan. Laporan Akhir Penelitian Sosial Ekonomi Lingkungan Optimalisasi Pemanfaatan Jembatan Suramadu. Surabaya: Balai Penelitian Jalan dan Jembatan Puslitbang Sosekling Kementerian PUPR, 2010. DAFTAR PUSTAKA Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Laporan Pendahuluan Pemetaan Sosial, Ekonomi, Lingkungan dan Analisis Kebutuhan Teknologi Mendukung Rencana Pembangunan Bendungan. Surabaya: Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Jalan Jembatan, 2015. Lumantow, Sandi Pelealu. Kepemimpinan Hukum Tua dalam Melaksanakan Fungsi Manajemen Pemerintahan di Desa Suluun Satu Kecamatan Suluun Tareran. Jurnal Eksekutif 1, no. 3 (2014). Jurnal INFRASTRUKTUR 1 - 57 Vol.02 No.01 Agustus 2016 Nasution, Zulkarimen. Komunikasi Pembangunan (Pengenalan Teori dan Penerapannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/ PRT/M/2009 Tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bendungan. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2009. Punescu, Carmen, and Mihaela Raluca Badea. Examining The Social Capital Content and Structure in The Pre-start-up Planning. Procedia Economics and Finance (Elsevier) 15 (December 2014): 560-568. Putnam, Robert D. Making Democracy Work. Civic Traditions in Modern Italy. Princeton: Princeton University Press, 1993. Satria, Gema. Dukungan Modal Sosial Kepercayaan Terhadap Pembentukan Lembaga Tani yang Memiliki Kekuatan Posisi Tawar dalam Sistem Tata Niaga (Studi Kasus: Desa Belendung, Kab. Karawang). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK 1, no. 1 (2014): 163-172. Siisiäinen, Martti. “Two Concepts of Social Capital: Bourdieu vs Putnam.” ISTR Fourth International Conference. Dublin: Trinity College, 2000. Suwartapradja, Opan S. Konflik Sosial (Kasus Pada Pembangunan Bendungan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang Jawa Barat). Bandung: Universitas Padjajaran, n.d. Suwartapradja, Opan S., Herry Y. Hadikusumah, and Rimbo Gunawan. Konflik Sosial: Studi Kasus Pada Rencana Pembangunan Waduk Jatigede di Desa Cisurat Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang. Bandung: Universitas Padjajaran, 2005. Usman, Sunyoto. Pendekatan-pendekatan Studi Utilisasi Infrastruktur Bagi Pembangunan Masyarakat. MICD. Sekolah Pascasarjana UGM, 2014. 1-6. Webster, Leonard, and Patricie Metrova. Using Narrative Inquiry as a Research Method. Oxon: Routledge, 2007. Zed, 1 - 58 Mestika. Metode Penelitian Jakarta: Yayasan Obor, 2008. Jurnal INFRASTRUKTUR Kepustakaan.