22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI 3.1 Tahap – Tahap Penelitian a. Identifikasi Masalah Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah Sulitnya data debit jangka panjang pada sungai untuk menghitung BMB. Sehingga perhitungan BMB didekati dengan konsep CMB. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan faktor keamanan bendungan. b. Pengumpulan Data Data yang dipakai adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Data tersebut merupakan data curah hujan harian (24 jam) yang memiliki klasifikasi panjang data sesuai dengan stasiun hujan dan ketersediaan data. c. Penyaringan Data Penyaringan Data merupakan awal dari pengelolaan data. Hal – hal yang harus dilakukan dalam penyaringan data adalah: • Pemeriksaan terhadap simbol pencatatan data • Pemeriksaan terhadap panjang pencatatan data 23 • Pemeriksaan curah hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari 20mm • Pemeriksaan Data hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400 mm diperiksa terhadap hujan bulanannya. d. Analisa Konsistensi Data Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu memungkinkan terdapat data yang tidak konsisten. Untuk itu perlu dilakukan cek untuk konsistensi data. Pengujian konsistensi data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode Double Mass Curve. Metode ini adalah metode yang membandingkan data hujan tahunan kumulatif stasiun yang akan diuji (sumbu Y) dengan kumulatif rata – rata stasiun lain (sumbu X). e. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi (CMB) Perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode Hersfield. Metode ini adalah metode yang menghitung CMB melalui pendekatan statistik. Komponen yang mendukung rumus Hersfield ini adalah simpangan baku dari data curah hujan harian maksimum tahunan, rata-rata dari data curah hujan harian maksimum tahunan dan Faktor frekuensi. Faktor frekuensi dapat dihitung dengan melihat gambar 2.9 mengenai grafik perhitungan Km. Nilai Km diperoleh dengan melihat nilai rata-rata dari data curah hujan harian maksimum tahunan terhadap curah hujan harian (24 jam). 24 f. Pembuatan Peta Isohyet Peta Isohyet dibuat berdasarkan hasil perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi selesai. Peta isohyet terbentuk dari jumlah curah hujan pada masing-masing stasiun hujan yang di plot dengan garis isohyet. g. Analisa dan Pembahasan Setelah perhitungan selesai, tahap terakhir adalah analisa dan pembahasan. Hasilhasil perhitungan yang dilakukan sebelumnya dianalisa dan dibahas untuk menjadi hasil akhir dari penelitian ini. 25 Mulai Identifikasi Masalah Landasan Teori Pengumpulan Data Penyaringan Data Analisa Konsistensi Data Dengan Metode Double Mass Curve Perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi Output Pembuatan Peta Isohyet Analisa dan Pembahasan Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 3.2 26 Daerah Studi Daerah studi atau daerah penelitian dalam skripsi ini adalah DAS Brantas. Daerah Aliran Sungai Brantas terletak di propinsi Jawa Timur. Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas Kota Batu, kemudian mengalir ke kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto Brantas bercabang dua manjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo). . (Sumber : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Gambar 3.2 Daerah Aliran Sungai Brantas 27 DAS Brantas mempunyai Luas ± 12000 km2 dengan panjang sungai induk Brantas ± 320 km. Jumlah penduduk di DAS Brantas ± 15,5 juta jiwa (2003) yang merupakan 42.8 % dari jumlah penduduk Jawa Timur. Kepadatan Penduduk di DAS Brantas ± 1260 jiwa/km2 dan pertumbuhan penduduk rata-rata 0.80 % per tahun DAS Brantas memiliki 8 bendungan yang telah lama dibangun. Bendungan tersebut di bangun di tahun 70an - 80an dengan fungsi – fungsi yang berbeda. Bendungan-bendungan tersebut adalah : a. Bendungan Sutami Bendungan Sutami dibangun tahun 1973 dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 117 meter dan memiliki volume tampung efektif 253 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: • Pengendali banjir • Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 76651 ha • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Penyedia air baku • Perikanan • Pariwisata 28 b. Bendungan Lahor Bendungan Lahor dibangun tahun 1977 dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 74 meter dan memiliki volume tampung efektif 29,40 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai tambahan supply air ke Bendungan Sutami melalui Connection tunnel. c. Bendungan Selorejo Bendungan Selorejo dibangun tahun 1970 dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 46 meter dan memiliki volume tampung efektif 50,10 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: • Pengendali banjir • Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 5700 ha • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Penyedia air baku • Perikanan • Pariwisata d. Bendungan Wonorejo Bendungan Wonorejo adalah bendungan dengan tipe Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 65 meter dan memiliki volume tampung efektif 106 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: 29 • Pengendali banjir • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Penyedia air baku • Perikanan • Pariwisata e. Bendungan Bening Bendungan Bening dibangun tahun 1981 dengan tipe bendungan Homogenous. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 35,6 meter dan memiliki volume tampung efektif 22,30 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: • Pengendali banjir • Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 9120 ha • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Penyedia air baku • Perikanan • Pariwisata 30 f. Bendungan Sengguruh Bendungan Sengguruh dibangun tahun 1989 bendungan ini merupakan waduk harian dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 34 meter dan memiliki volume tampung efektif 2,50 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: • Pengendali banjir • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Penahan sedimen yang masuk ke Sutami g. Bendungan Wlingi Bendungan Wlingi dibangun tahun 1977 bendungan ini merupakan waduk harian dengan tipe bendungan Zonefill dan Earthfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 28 meter dan memiliki volume tampung efektif 5,20 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: • Pengendali banjir dan pasir • Afterbay Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sutami • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 12.320 ha • Perikanan • Pariwisata 31 h. Bendungan Lodoyo Bendungan Lodoyo dibangun tahun 1982 dengan tipe bendungan bendung gerak. Bendungan ini memiliki 8 unit pintu bendung dengan ukuran masing-masing pintu 12 x 11,30 meter dan memiliki volume tampung efektif 5 juta m3. Bendungan ini berfungsi sebagai: • Pengendali banjir • Afterbay Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Wlingi • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) • Penyedia air baku • Perikanan • Pariwisata 3.3 Stasiun Hujan Dalam penelitian ini terdapat 38 pos hujan yang tersebar di seluruh DAS Brantas. Peta Stasiun hujan ini adalah peta berskala yang digambar sesuai dengan posisi pos-pos pengukur hujan dengan letak garis lintang dan bujur yang sesuai dengan peta Jawa Timur. Berikut adalah nama stasiun hujan dan peta stasiun Hujan DAS Brantas. • Stasiun Tangkil • Stasiun Poncokusumo • Stasiun Wagir 32 • Stasiun Birowo • Stasiun Wates Kediri • Stasiun Kediri • Stasiun Kertosono • Stasiun Pujon/Batu • Stasiun Wates Sawahan • Stasiun Tugu • Stasiun Semen • Stasiun Dampit • Stasiun Doko • Stasiun Kepanjen • Stasiun Kalidawir • Stasiun Nganjuk • Stasiun Jombang • Stasiun Lodoyo • Stasiun Tulungagung • Stasiun Besuki • Stasiun Mojokerto • Stasiun Jati 33 • Stasiun Tapen • Stasiun Porong • Stasiun Malang • Stasiun Blitar • Stasiun Kampak • Stasiun Pager Wojo • Stasiun Tampung • Stasiun Berbek • Stasiun Bendungan Selorejo • Stasiun Wilis • Stasiun Wates Wlingi • Stasiun Bendungan Wlingi • Stasiun Jeli • Stasiun Sumber Agung • Stasiun Tunggorono • Stasiun Bendungan Sutami 34 (Sumber : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gambar 3.3 Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Brantas 3.4 Data Curah Hujan Data curah hujan yang dipakai dalam penelitian ini berupa curah hujan harian (24 jam). Curah hujan harian diukur dengan menggunakan alat ukur hujan sederhana yang terdiri dari 3 bagian, yaitu corong (orifice), bejana pengumpul dan batang ukur (deep stick). Pengukuran hujan dilakukan dengan mengukur air yang tertampung dalam bejana pengumpul, dan besaran hujan dinyatakan dalam mm. Pengukuran curah hujan dilakukan setiap hari pada jam tertentu (biasanya pukul 09.00 – 10.00) secara manual, 35 dan hasil pengukuran dicatat dalam buku / tabel yang telah tersedia. Hujan yang diukur pada suatu hari, dianggap sebagai hujan yang terjadi sehari sebelumnya. Hal ini berarti data curah hujan yang diperoleh adalah hujan kumulatif selama 24 jam. (Sumber : Sri Harto BR, Hidrologi, 2000) Gambar 3.4 Alat Pengukur Hujan