BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap perkembangan yang merupakan suatu pross alamiah yang menjadikan manusia sebagai mahluk yang sempurna. Perkembangan manusia di awali dari sejak dalam kandungan sampai dengan meninggal dunia. Masa perkembangan tersebut diantaranya adalah masa kanak-kanak, masa sekolah, masa remaja dan masa dewasa. Batas usia remaja berdasarkan usia kronologis yaitu 13 tahun hingga 18 tahun. Diantara tahap perkembangan tersebut, tahap perkembangan remaja merupakan tahap yang sangat peka dan sangat rentan terhadap lingkungan sosial.Dalam tahap tersebut seorang individu diharapkan mampu memiliki kemampuan interaksi dengan lingkungan sosial serta mampu melaksanakan peran dirinya saat berinteraksi dengan kehidupan sosialnya. Di sekolah, siswa melakukan interaksi sosialnya dengan sesama siswa, siswa dengan guru dan dengan banyak pihak yang ada dalam lingkungan sekolahnya. Interaksi sosial di sekolah merupakan interaksi sosial yang lebih luas dibanding interaksi sosial saat berada di dalam rumah. Dimana dalam 1 lingkungan sosial tersebut siswa tidak paham betul mengenai watak, perilaku maupun kebiasaan teman maupun guru di sekolah.Sehingga dalam interaksi tersebut siswa harus mampu melaksanakan perannya dengan baik melalui perilaku maupun secara emosi agar bisa berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya. Pada masa tersebut, setiap individu dibebani olah tugas-tugas perkembangan yang harus dilaluinya. Apabila tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagiaan dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu dalam bersosialisasi dengan lingkungannya, akan menentukan keberhasilan individu dalam memenuhi penerimaan dirinya terhadap lingkungan dalam fasenya. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stress dan harapan-harapan baru yang dialami remaja.Sehingga membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan. Lingkungan sosial remaja memberikan konsep yang baik dan tidak baik, patut dan tidak patut dan layak dan tidak layak. Seiring berjalannya waktu individu tidak begitu saja menerima konsep tersebut, namun dalam 2 diri individu akan mengalami dilema dan pertentangan dalam menentukan lingkungan sosial yang dapat menerima dirinya. Dalam mencari jati dirinya, remaja mulai memiliki keinginan untuk bergabung dengan kelompok lain. Pergaulannya yang dulu terbatas dengan keluarga, tetangga dan teman-teman sekolah, saat ini dia ingin lebih meluaskan pergaulannya sehingga tidak jarang mereka meninggalkan rumah. Di lingkungan sekolah siswa akan membentuk suatu kelompokkelompok kecil sesuai dengan kehidupan yang sedang dialaminya misalnya kelompok anak pintar, kelompok anak orang kaya dan kelompok-kelompok lainnya. Mulyono (2006), menyatakan kaburnya peran remaja dalam lingkungannya mengakibatkan remaja mulai membentuk kelompokkelompok. Penggabungan diri dengan anggota kelompok yang lain sebenarnya merupakan usaha mencari nilai- nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai- nilai itu, sebab remaja mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua, norma- norma yang ada dan sebagainnya. Goleman (2000), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau berempati, orang tersebut 3 akan memiliki tingkat emosional yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungan. Kecerdasan emosional atau dikenal dengan EQ (emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi dari kecerdasan emosional adalah keterampilan sosial sedangkan Kemampuan sosial adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri, berinteraksi dengan masyarakat, menjalin hubungan dalam masyarakat dan menyelesaikan masalah.Fauziah (2007) menambahkan oleh penelitian yang dilakukan terhadap 231 siswa (usia 1519 tahun) yang terdiri masing-masing 77 siswa berbakat tinggi (higly gifted student), siswa berbakat sedang (moderate gifted student) dan siswa nonberbakat (non giftedstudent) pada sekolah SMP di Semarang dan Yogjakarta. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa berbakat tinggi cenderung lebih formal dalam bersosialisasi, lebih menyukai kesendirian atau kurang menyukai stimulasi sosial dan cenderung mempunyai altruisme yang rendah. Sedangkan Nurdin (2009) dalam penelitiannya mengemukakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian sosial siswa adalah kecerdasan emosional. Siswa sebagai individu dalam lingkungan sekolah dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan 4 lingkungan dimana dia berada untuk dapat hidup dengan nyaman dan harmonis dengan keadaan lingkungan sekitarnya SMP Negeri 2 Cepu termasuk sekolah yang telah meraih prestasi gemilang baik prestasi akademis maupun non akademis dari tingkat daerah sampai tingkat nasional.Dalam Hal ini ingin dibuktikan apakah kemampuan akademis atau non akademis yang baik berpengaruh terhadap kemampuan bersosialisasi siswa di sekolah. Seperti yang dikatakan oleh Hargie (1998), yang memberikan pengertian kemampuan sosial (social skill) sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun non-verbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Kemampuan bersosialisasi yang baik adalah mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan intrapersonal, tanpa harus melukai orang lain. Goleman (2000), mengemukakan bahwa ada lima faktor kecerdasan emosional yaitu : kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Menurut Peter Salovey dan Mayer, ada lima faktor (aspek) dalam kecerdasan emosional (dalam Goleman, 2000) yaitu : memahami emosi-emosi sendiri, mampu mengelola emosi-emosi sendiri, 5 memotivasi diri sendiri, memahami emosi-emosi orang lain, dan membina hubungan sosial. Melalui interaksi- interaksi sosial yang dilakukan siswa dengan teman maupun guru di lingkungan sekolah diharapkan akan memberikan perubahan yang positif bagi siswa baik secara psikologis maupun secara akademis. Namun demikian, masih ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi dengan lingkungan sekolahnya.Padahal dengan bersosialisasi tersebut memberikan banyak peluang bagi siswa untuk menambah pengalaman, pengetahuan dan memperoleh kesempatan dalam menyampaikan pendapat serta pandanganpandangan terhadap banyak hal.Siswa yang kesulitan dalam melakukan interaksi sosial cenderung lebih menutup diri, menyendiri atau lebih banyak pergi ke perpustakaan untuk membaca buku dibanding bermain dengan teman di sekolahnya. Inilah yang menyebabkan terjadi kesenjangan dalam pergaulan di sekolah karena siswa yang lebih mudah bergaul dengan siswa yang lain akan mudah mendapat teman atau mudah diterima oleh suatu kelompok, lebih mudah dikenal guru di sekolah dibanding dengan siswa yang cenderung pendiam dan menyendiri. 6 Untuk itulah diperlukan dukungan dari banyak pihak di sekolah agar siswa siswi yang memiliki kemampuan bersosialisasi yang kurang dalam berinteraksi di sekolah diberikan bimbingan yang merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri demi tercapai tingkat kemampuan bersosialisasi yang optimal (Djumhur & Moh. Surya, 1988). Melalui latar belakang masalah yang telah dikemukakan pada paparan di atas maka peneliti mengadakan penelitian tentang "Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu Tahun Pelajaran 2010/2011”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini dapat dapat digambarkan pada pertanyaan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan yang signifikan antarakecerdasan emosi dengan Kemampuan sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu Tahun Pelajaran 2010/2011? ” 7 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikan hubungan antarakecerdasan emosi dan Kemampuan sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu Tahun Pelajaran 2010/2011. 1.4 Manfaat Penelitian Setelah diadakan penelitian ini, manfaat yang diharapkan dapat tercapai antara lain adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini jika ditemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dan kemampuan sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu maka penelitian ini berbeda dengan penelitian Fauziah (2007).Bila ditemukan adanya hubungan yang tidak positif dan signifikan antara kemampuan sosial dan kecerdasan emosi maka temuan ini searah dengan temuan Fauziah (2007) 8 1.4.2 Manfaat Praktik a. Manfaat bagi guru BK dan Sekolah 1) Memberikan sumbangan pemikiran pada dunia pendidikan dan bagi guru pembimbing khususnya tentang pentingnya hubungan sosial di lingkungan sekolah. 2) Memperoleh wawasan sebagai dasar untuk mengarahkan dan membimbing siswa dengan baik di sekolah. 3) Membantu siswa untuk mencapai tahap perkembangan yang menuju keutuhan pribadi dan mampu menyesuaikan diri terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya. b. Manfaat bagi penelitian selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dengan kemampuan sosial, maka hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan dan hendaknya dapat lebih disempurnakan dengan pandangan serta gagasan yang baru. 9 1.5 Sistematika Penulisan Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (enam) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap: 1. Bab I, PENDAHULUAN, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat teoritis, manfaat praktik dan sistematika penulisan. 2. Bab II, LANDASAN TEORI, berisi pengertian kemampuan sosial, pengertian kecerdasan emosi, hubungan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan sosial dan hipotesis. 3. Bab III, METODE PENELITIAN, berisi data penelitian, berupa deskripsi data berkenaan dengan variabel yang diteliti secara objektif dalam arti tidak tercampur dengan opini penulis. 4. Bab IV, HASIL PENELITIAN, berisi tentang perhitungan data-data yang diperoleh dalam penelitian sehingga didapat hasilnya, yang kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil yang didapat guna mendapatkan kesimpulan. 5. Bab V, PENUTUP, berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian dan berisi saran-saran yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 10