Daya Dalam Bidang Pertanian

advertisement
Efisiensi PLTU batubara
Ariesma Julianto
105100200111051
Vagga Satria Rizky
105100207111003
Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi,
cadangan gas alam yang mencukupi serta cadangan batubara yang melimpah. Sumber daya
energi batubara diperkirakan sebesar 36,5 milyar ton, dengan sekitar 5,1 milyar ton
dikategorikan sebagai cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar berada di
Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah
lain. Selama sepuluh tahun terakhir ini penggunaan batubara dalam negeri terus mengalami
pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dan industrialisasi. Sektor tenaga
listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi batubara paling besar. Pada saat ini ada 30 %
pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batubara. Diperkirakan konsumsi
batubara untuk pembangkit listrik akan mencapai dua kali lipat pada awal abad 21.
Permasalahan utama dalam pemanfaatan batubara adalah gas buang hasil pembakaran yang
menghasilkan polutan seperti SO2, NO2, dan abu terbang (fly ash). Pembakaran batubara
juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global. Permasalahan
tersebut sedang dicari pemecahannya melalui penelitian yang telah dan sedang
dikembangkan saat ini.
Banyaknya pemakaian batu bara tentunya akan menentukan besarnya biaya
pembangunan PLTU. Harga batu bara itu sendiri ditentukan oleh nilai panasnya (kcal/kg).
Sedang nilai panas ditentukan oleh kandungan zat SOx yaitu suatu zat yang beracun, jadi
pada pembangkit harus dilengkapi alat penghisap SOx. Hal inilah yang menyebabkan biaya
PLTU batu bara lebih tinggi sampai 20% dari pada PLTU minyak bumi. Bila batu bara
yang digunakan rendah kandungan SOx-nya maka pembangkit tidak perlu dilengkapi oleh
alat penghisap SOx dengan demikian harga PLTU batu bara bisa lebih murah.
1
PLTU batubara di Indonesia yang pertama kali dibangun adalah di Suryalaya pada
tahun1984 dengan kapasitas terpasang 4 x 400 MW. Sekarang PLTU Suralaya mempunyai
5-7 unit pembangkit dengan kapasitas total 3400 MW dan kebutuhan batubara 10,23 juta
ton per tahun. Contoh perhitungan kasar efisiensi PLTU Suralaya:
· Kapasitas per hari (panas yang diubah menjadi listrik) = 3.400 MW
· Misal batubara yang digunakan berjenis bituminous yang mempunyai heating value
7555,3 kkal/kg
· Kebutuhan batu bara = 28.027,39 ton/hari = 1.167.087,9 kg/jam
· Panas dihasilkan= 1.167.087,9 kg/jam x 7533,3 kkal/kg = 8.823.139.153 kkal/jam =
10.293,6 MW
· Efisiensi = 3.400/10.293,6 x 100% = 33,03%
Ini sesuai dengan fakta bahwa kebanyakan steam power plant mempunyai efisiensi
termal kurang dari 50% karena konversi energi termal menjadi energi mekanik sangat
rendah sebagai akibat banyaknya panas yang hilang ke lingkungan ( hukum
Termodinamika kedua).
Sistim Kerja PLTU Batu bara
1. Sistem pembakaran batubara bersih
Adapun prinsip kerja PLTU adalah batubara yang akan digunakan/dipakai dibakar di
dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran
yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan
NOx yang rendah. Batubara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras,
kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu
berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan
udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa,
akibatnya butir batabara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan
butir-butir batubara yang mengambang. Selain mengambang butir batubara itu juga
bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek
yang baik sehingga butir itu habis terbakar. Karena butir batu bara relatif mempunyai
ukuran yang sama dan dengan jarak yang berdekatan akibatnya lapisan mengambang itu
menjadi penghantar panas yang baik. Karena proses pembakaran suhunya rendah sehingga
2
NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini
bisa mengurangi polutan.
2. Proses terjadinya energi listrik
Pembakaran batubara ini akan menghasilkan uap dan gas buang yang panas. Gas
buang itu berfungsi juga untuk memanaskan pipa boiler yang berada di atas lapisan
mengambang. Sedangkan uap dialiri ke turbin yang akan menyebabkan turbin bergerak,
tapi karena poros turbin digandeng/dikopel dengan poros generator akibatnya gerakan
turbin itu akan menyebabkan pula gerakan generator sehingga dihasilkan energi listrik.
Uap itu kemudian dialiri ke kondensor sehingga berubah menjadi air dan dengan bantuan
pompa air itu dialiri ke boiler sebagai air pengisi. Pada waktu PLTU batubara beroperasi
suhu pada kondensor naiknya begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor menjadi
panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah
besar, hal inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan sumber air yang banyak
seperti di tepi sungai atau tepi pantai.
3. Efisiensi
Bila pada PLTU batu bara tekanan kondensornya turun, maka daya gunanya
meningkat. Biasanya tekanan kondensor berhubungan langsung atau berbanding lurus
dengan besarnya suhu air pendingin. Jadi bila suhu itu rendah, maka tahanannya juga
rendah dan pada suhu terendah akan dihasilkan/terjadi tekanan jenuh. Peningkatan daya
guna bisa dilakukan dengan pemanasan ulang.
4. Pemanasan Ulang
Hal ini bisa dilakukan dengan membagi turbin menjadi dua bagian yaitu bagian
tekanan tinggi (TT) dan bagian tekanan rendah (TR) yang berada pada satu poros. Dengan
demikian pembangkit ini mempunyai susunan sebagai berikut : Boiler - TT - TR Generator.
3
Cara kerjanya :
Uap dari boiler dimasukan/dialirkan ke bagian TT, setelah uap itu dipakai dialirkan
kembali ke boiler untuk pemanasan ulang. Kemudian uap dari boiler itu dialirkan lagi ke
turbin TR untuk dipakai sebagai penggerak generator. Dengan demikian jumlah energi
yang bisa dimanfaatkan menjadi besar akibatnya daya guna atau efisiensi menjadi besar
pula. Dari sini bisa disimpulkan bila turbin dibagi menjadi tiga bagian yaitu TT, TM, dan
TR maka energi yang diperoleh juga besar, hal ini biasanya digunakan pada mesin dengan
ukuran besar.
Meningkatnya suhu dan tekanan uap tentunya menyebabkan pertumbuhan PLTU
menjadi lebih pesat (dalam praktik PLTU jarang beroperasi pada suhu di atas 600oC dan
tekanan di atas 10.000 kPa). Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya efisiensi dan
keandalan, namun hal ini akan meningkatkan biaya pembuatan PLTU karena memerlukan
bahan konstruksi yang lebih kuat dan lebih mahal.
5. Regenerative Cycle
Air dari kondenser tidak dipompa langsung ke turbin akan tetapi dipanaskan terlebih
dahulu dengan uap yang diekstrak dari turbin yang biasanya dilakukan dalam beberapa
stage sehingga suhu air masuk boiler meningkat.
6. Pembakaran Lapisan Mengenmbang Bertekanan
Proses pembakarannya menggunakan udara bertekanan atau dikompres berarti
perpindahan panasnya meningkat akibatnya suhu uap dan gas buang juga meningkat. Gas
buang yang panas ini setelah dibersihkan bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin
gas yang digandeng dengan generator sehingga dihasilkan energi listrik. Jadi energi listrik
pada proses pembakaran ini dihasilkan oleh uap dan gas buang, hal inilah yang
menyebabkan efisiensi pada pembakaran seperti ini meningkat. Selain dari itu turbin gas
juga menghasilkan gas buang yang cukup panas yang bisa digunakan untuk memanaskan
air yang keluar dari kondensor turbin uap yang selanjutnya dimasukkan ke boiler sedang
gas yang sudah dingin di buang ke udara melalui cerobong. Dengan menggunakan
4
pembakaran lapisan mengambang bertekanan, maka batubara yang bermutu rendah bisa
dimanfaatkan untuk menjadi energi listrik yang ramah lingkungan.
Usaha yang dapat dilakukan untuk membuat PLTU batubara yang ramah lingkungan
dapat menerapkan teknologi bersih batubara. Batubara yang dibakar di boiler akan
menghasilkan energi listrik serta emisi seperti partikel SOx, NOx, dan CO2. Emisi tersebut
dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi seperti denitrifikasi, desulfurisasi,
electrostatic precipitator (penyaring debu), dan separator CO2.
Upaya untuk meningkatkan pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan metode
mengubah atau memanfaatkan limbah menjadi produk baru yang lebih ekonomis.
Pengelolaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Mengolah Polutan menjadi Gipsum
Proses ini dimulai dengan pemisahan polutan yang dapat dilakukan menggunakan
penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam
fasilitas flue gas desulfurization (FGD) kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam
gas terbuang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya didinginkan
dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam
sulfat selanjutnya bereaksi dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa
gypsum. Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur.
b. Mengolah Polutan menjadi Pupuk
Peralatan berteknologi tinggi lain yang kini mulai dipakai untuk mengolah polutan
penyebab hujan asam adalah electron beam machine atau mesin berkas elektron (MBE).
Proses pembersihan gas buang dilakukan dengan mendinginkan SOx dan NOx dengan
semburan air. Ke dalam senyawa ini selanjutnya ditambahkan gas ammonia dan dialirkan
ke dalam tabung pereaksi (vessel). Campuran senyawa yang mengalir dalam tabung
pereaksi ini selanjutnya diirradiasi dengan berkas elektron. Gas-gas polutan akan berubah,
SOx akan menjadi SO3 dan NOx akan menjadi NO3 karena mendapatkan tambahan energi
dari elektron. Kedua senyawa tersebut bereaksi dengan air sehingga dihasilkan produk
antara (intermediate product) berupa asam sulfat dan asam nitrat. Setelah 0,1 detik dari
proses irradiasi, produk antara bereaksi dengan ammonia sehingga dihasilkan produk akhir
5
berupa ammonium sulfat dan ammoniun nitrat. Kedua senyawa ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pupuk sulfat dan pupuk nitrogen.
6
Download