Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Alternatif

advertisement
~ Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Alternatif
Pembangkit Listrik Tenaga Surya: Memecah Kebuntuan Kebutuhan Energi Nasional dan
Dampak Pencemaran Lingkungan
Beberapa tahun belakangan ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) kita gencar mensosialisasikan
program hemat listrik dari pukul 17.00 hingga 22.00. Alasan PLN melakukan ini adalah untuk
efisiensi energi terutama dalam menghadapi beban puncak pada jam tersebut. Oleh karena itu
masalah peningkatan konsumsi energi nasional ini harus segera dipecahkan. Perlu kita pahami,
kebutuhan energi global dalam 30 tahun ke depan akan meningkat dua kali lipat per tahunnya.
Pada 40 tahun mendatang, kebutuhan meningkat lagi menjadi tiga kali lipat atau setara dengan
energi 20 miliar ton minyak bumi. Memang selama ini menurut Energy Information
Administration (EIA) memperkirakan pemakaian energi hingga tahun 2025 masih didominasi
bahan bakar fosil, yakni minyak bumi, gas alam, dan batubara. Permasalahannya yaitu menurut
data Departemen ESDM juga menyebutkan, cadangan minyak bumi di Indonesia hanya cukup
untuk 18 tahun kedepan, sedangkan gas bumi masih bisa mencukupi hingga 61 tahun lagi.
Kemudian cadangan batubara diperkirakan habis dalam waktu 147 tahun lagi.
Energi alternatif
Salah satu langkah konkrit PLN yang akan diwujudkan hingga tahun 2009 adalah dengan
membangun proyek PLTU 10.000 MW. Mungkin beberapa alasan memilih solusi ini karena
selama ini kebutuhan listrik Negara 30 % disumbang oleh PLTU Suralaya yang berbahan baku
batubara dan seperti yang dikemukakan diatas bahwa cadangan batubara nasional cukup
tinggi. Permasalahannya adalah sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global,
yaitu pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi dua kali
lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi
yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt
yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton
karbondioksida per tahun yang merupakan salah satu gas rumah kaca penyebab global
warming.
Selanjutnya apabila kita menggunakan bahan bakar gas, memang relatif murah dan ramah
lingkungan. Namun cadangan gas bumi kita terbatas. Belum lagi persaingan dengan konsumsi
publik karena PT. Pertamina saat ini melakukan program konversi minyak tanah ke bahan
bakar gas. Jelas hal ini merupakan dua hal yang kompetitif.
1/4
~ Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Alternatif
Selain itu ada juga pemanfaatan energi panas bumi bisa menjadi alternatif yang murah dan
ramah lingkungan. Tetapi pemanfaatan energi panas bumi tidak bisa maksimal karena
persediaannya sangat terbatas dan teknologi untuk mengelolanya dianggap mahal. Bagaimana
dengan energi tenaga air? Energi ini termasuk yang paling murah untuk dimanfaatkan. Namun,
kendala yang kerap terjadi adalah ketika musim kemarau tiba. Sumber-sumber air yang
digunakan sebagai pembangkit seringkali menyurut dan jauh berkurang sehingga tidak dapat
beroperasi secara optimal.
Selanjutnya bagaimana dengan teknologi nuklir? Mungkin secara teknologi bangsa kita sudah
bisa mampu. Namun sejarah mengenai kasus teknologi ini di Uni Soviet maupun tragedi
Hiroshima dan Nagasaki menjadi trauma bagi dunia pada umumnya. Tentunya
permasalahannya adalah waktu sosialisasi yang cukup lama terhadap penanganan resiko dari
teknologi ini.
Sebagai salah satu solusi masalah energi diatas yaitu energi matahari atau tenaga surya.
Energi matahari yang dipancarkan ke planet bumi adalah 15.000 kali lebih besar dibandingkan
dengan penggunaan energi global dan 100 kali lebih besar dibandingkan dengan cadangan
batubara, gas, dan minyak bumi. Permasalahan energi matahari ini mungkin sedikit banyak
mirip dengan energi nuklir. Sebenarnya secara teknologi bangsa Indonesia sudah mampu
mengelolanya. Bahkan teknologi mutakhir telah mampu mengubah 10-20 % pancaran sinar
matahari menjadi tenaga surya. Secara teoritis untuk mencukupi kebutuhan energi global,
penempatan peralatan tersebut hanya memerlukan kurang dari satu persen permukaan bumi,
bukankah suatu hal yang efisien!
Namun sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa bumi sehingga memiliki energi sinar
matahari berlimpah tidak dapat memanfaatkannya secara baik. Pemanfaatan energi matahari
selama ini baru digunakan sebagai pemanas air di rumah-rumah mewah maupun hotel, itupun
masih produk impor. Padahal, di negara-negara Eropa utara yang relatif miskin sinar matahari,
justru banyak memanfaatkan energi matahari sebagai energi terbaharukan, ramah lingkungan,
dan murah. Bagaimana dengan bangsa Indonesia?
Pertimbangan Ekonomi
Mungkin kita pernah kaget karena harga minyak bumi yang terus melambung sempat
menembus angkan US$ 76 per barel sehingga menyebabkan pembengkakan anggaran dan
menekan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu pemanfaatan energi matahari merupakan solusi
2/4
~ Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Alternatif
yang ekonomis. Jika ada pendapat bahwa pemanfaatan energi matahari memerlukan biaya
tinggi, itu merupakan pendapat yang perlu dipertanyakan. Perlu diakui bahwa untuk investasi
awal cukup mahal. Namun dalam biaya operasionalnya terbilang murah ketimbang
pemanfaatan energi gas bumi maupun batubara. Justru kita mendapatkan bahan bakunya
secara gratis!
Negara kita setiap tahunnya menadapat energi matahari sebesar 2.500 kW per jam-nya
(sumber lainnya mengatakan bumi secara tak henti disinari energi sebesar 17 triliun kW). Jelas
ini merupakan potensi. Mengutip tulisan dari Ivan A. Hadar dari Infid, energi matahari dapat
dimanfaatkan secara solar thermal dan photogalvanic. Pada prinsipnya solar thermal yaitu sinar
matahari diperkuat cermin yang mengalihkan ke alat penyerap berisi cairan. Cairan ini
kemudian memanas dan menghasilkan uap yang membangkitkan generator turbo pembangkit
tenaga listrik. Di California, AS, alat ini telah mampu menghasilkan listrik sebesar 354 MW.
Dengan memproduksinya secara massal, harga satuan energi matahari ini di AS, hanya sekitar
Rp 100.000 per kW per jam-nya. Hal ini tentu lebih murah ketimbang energi nuklir dan sama
dengan energi dari pembangkit listrik berbahan baku fosil.
Sedangkan pembangkit listrik photogalvanic, pengunaannya menggunakan sel-sel
photogalvanic. Sebagai akibat sengatan sinar matahari, sel-sel tersebut melepaskan elektron
yang dipaksa berputar dengan dampak terjadinya aliran listrik. Sel-sel tersebut dikemas dan
dijual dalam bentuk modul dan dapat digunakan pada teknologi tegangan tinggi. Memang untuk
saat ini modulnya terbilang cukup mahal. Namun perkembangan kedepannya diperkirakan
harga akan menurun. Sebab salah satu pasarnya adalah mobil tenaga listrik yang diramalkan
akan menjadi mobil masa depan.
Lalu apa solusinya?
Berdasarkan uraian diatas, hendaknya pemerintah lebih proaktif untuk mencari sumber energi
baru dan terbaharukan. Ada beberapa langkah yang dapat menjadi bahan pemikiran kita
bersama. Pertama, diversifikasi penelitian dan pengembangan energi matahari. Dana untuk
penelitian dan pengembangan energi alternatif perlu ditingkatkan tiap tahunnya. Kedua, dengan
perkembangan teknologi, khususnya biaya produksi energi surya dapat bersaing dengan energi
fosil. Ketiga, kemauan politik dari semua pihak harus tinggi. Sehingga apabila dilakukan
produksi energi matahari secara masal, maka sumber energi ini tereksplorasi sebagai energi
utama di masa depan.
3/4
~ Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Alternatif
Yang pasti, kedepannya kita tidak akan meninggalkan krisis energi bagi anak cucu bangsa
Indonesia. Justru mewariskan teknolgi masa depan yang mutakhir. Teknologi yang murah,
ramah lingkungan dan efisien.
Sumber : Situs Kimia Indonesia
4/4
Download