Paradigma Ilmu Sosial dan Komunikasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Kapita Selekta
Ilmu Sosial :
Bahasan
Sosiologi
PARADIGMA ILMU SOSIAL DAN
KOMUNIKASI
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Public
Relations
Tatap Muka
01
Kode MK
Disusun Oleh
85002
Fit Yanuar S.Isip.
Abstract
Kompetensi
Modul 1 ini hendak memperkenalkan
mahasiswa dengan cara pandang yang
berkembang dalam Ilmu Sosial dan
Sosiologi, dalam konteks keterkaitannya dengan ilmu komunikasi.
Mahasiswa mengerti akan cara
pandang yang berkembang dalam Ilmu
Sosial, Sosiologi, dalam kaitan dengan
Ilmu Komunikasi.
Paradigma Ilmu Sosial dan Komunikasi
PERSPEKTIF ILMU SOSIAL DAN SOSIOLOGI
Relatif banyak keyakinan di dalam kajian ilmu-ilmu sosial bahwa yang disebut sebagai
sosiologi ialah induk dari ilmu-ilmu sosial itu. Ini menjadi bahan perdebatan, yang terkadang
membingungkan
bagi
yang
tak
mampu
memahami
arah
perdebatannya.
Kecenderungannya, sebagian besar menerimanya. Namun sebagian lain menerima dengan
‘terpaksa’, khususnya karena faktor sejarah keilmuan. Sejarahnya, ilmu sosiologi memang
lebih dulu ada. Walaupun demikian, bagi yang kurang sepakat dengan perspektif sejarah,
tinjauan pun diarahkan pada area kajian maupun konten keilmuan yang dapat dijadikan
dasar pemikiran bahwa ilmu-ilmu sosial yang ada sama sekali tidak berinduk, melainkan
saling bergantung satu sama lainnya. Hanya saja, setiap ilmuwan sosial mengakui bahwa
ilmu sosiologi lebih dahulu hadir daripada, katakanlah, ilmu politik, psikologi, ilmu
komunikasi, dll.
Ritzer dan Goodman (2010) mengangkat bahwa sosiologi (modern) dapat dilacak
kepada silsilah pemikiran filsuf Perancis abad ke-18. Walaupun demikian, janganlah Anda
berpikir bahwa sebelum masa itu tidak ada yang berpikir tentang sosiologi (yang secara
sederhana dapat diartikan sebagai ‘ilmu mengenai masyarakat’). Ibnu Khaldun dari abad
ke-14, misalnya. Pemikir Islam kelahiran Tunisia ini dapat diangkat sebagai tokoh sosiologi
dari segi keilmuan, mengingat ia banyak menghasilkan karya-karya yang di masa sekarang
disebut sebagai pemikiran sosiologi. Demikian pula, pada masa Yunani Kuno, sudah dikenal
nama-nama tersohor seperti Plato, Aristoteles, yang memikirkan banyak hal terkait
masyarakat.
Akan tetapi Perancis memiliki Claude Henri Saint-Simon (1760-1825). Saint-Simon
hidup di masa pergolakan Perancis menuju tata negara modern, meninggalkan sistem
negara kerajaan (ingatlah dengan Revolusi Perancis tahun 1789, salah satu lembaran
penting dalam sejarah dunia, dalam konteks penumbangan sistem negara kerajaan/monarki,
dan hadirnya sistim demokrasi, di mana kekuasaan dipegang sepenuhnya oleh rakyat).
Saint-Simon sudah memikirkan agar masyarakat mempertahankan kehidupan seperti ‘apa
adanya’. Dan secara keilmuan, menurut Ritzer dan Goodman (2010: 16, mengutip pendapat
Emile Durkheim, sosiolog terkenal), ia ialah seorang positivis, dalam arti ia yakin bahwa
2013
2
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
studi fenomena sosial sebaiknya dibahas dengan menggunakan teknik ilmiah yang sama
dengan seperti yang digunakan dalam studi sains/ilmu eksakta.
Lalu datanglah Auguste Comte (1798-1857). Comte ialah murid Saint-Simon, bahkan
pernah menjadi sekretaris Saint-Simon, walaupun keduanya sering berdebat sengit yang
pada akhirnya keduanya malah berpisah. Comte-lah orang pertama yang memunculkan
istilah sosiologi. Sebagaimana halnya Saint-Simon, Comte membuat sebuah teknik analisis
yang tepat dalam memahami fenomena sosial. Ia menggunakan basis studi sains dalam
memahami masyarakat. Ia tidak ingin asal berasumsi saja jika kita membahas masyarakat.
Ia ingin semuanya terukur dan tersimpulkan dengan tepat, bagaikan kajian ilmu eksak.
Belakangan dunia mengenal cara berpikir Comte ini dengan sebuah sebutan mengemuka,
yaitu cara berpikir ‘positivistik’ dalam memahami fenomena sosial, yang belakangan disadari
tidak bisa diukur seperti itu saja.
Terdapat tiga landasan pemikiran Comte, yakni teori evolusinya, atau hukum tiga
tingkatan (Ibid.: 17). Comte mengatakan bahwa ada tiga tingkatan intelektual yang harus
dilalui dunia sepanjang sejarahnya. Menurut Comte, tidak hanya dunia yang akan melalui
proses tiga tahap ini, tetapi juga kelompok masyarakat, ilmu pengetahuan, individu, dan
bahkan pemikiran.
Pertama, tahap teologis, yang menjadi karakter dunia sebelum era 1300. Dalam
periode ini, sistem gagasan utamanya menekankan pada keyakinan bahwa kekuatan
adikodrati, tokoh agama, dan teladan kemanusiaan, menjadi dasar dari segala sesuatu.
Dunia sosial dan alam fisik khususnya dipandang sebagai ciptaan Tuhan.
Kedua, tahap metafisik, yang terjadi kira-kira antara 1300-1800. Era ini ditandai oleh
keyakinan bahwa kekuatan abstraklah yang menerangkan segala sesuatu, bukannya dewadewa personal.
Ketiga, pada tahun 1800, dunia memasuki tahap positivistik, yang ditandai oleh
keyakinan terhadap ilmu sains (science). Di sini manusia mulai cenderung menghentikan
penelitian terhadap penyebab absolut (Tuhan atau alam) dan memusatkan perhatian pada
pengamatan terhadap alam fisik dan dunia sosial guna mengetahui hukum-hukum yang
mengaturnya.
Jelas bahwa dalam teorinya, Comte memusatkan perhatian pada faktor intelektualita.
Ia menyatakan bahwa kekacauan intelektual telah menyebabkan kekacauan sosial.
Kekacauan ini sendiri berasal dari sistem gagasan terdahulu (teologi dan metafisik) yang
2013
3
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terus ada dalam era positif (ilmiah). Menurutnya, pergolakan sosial akan berakhir hanya bila
kehidupan masyarakat sepenuhnya dikendalikan oleh positivisme (Ibid.: 18).
Positivisme-nya Comte akan ilmu-ilmu sosial (atau disebut juga filsafat positif)
ditujukannya dalam kehendak untuk memberantas filsafat negatif dan destruktif yang
berkembang di masa kehidupannya yang digelorakan oleh revolusi sosial, mengikuti
dinamika Revolusi Perancis. Comte berkeinginan setiap tinjauan terhadap masyarakat
dilakukan secara ilmiah, yang baginya ialah terukur dengan jelas, bagaikan dalam dunia
pengetahuan eksakta. Itulah sebabnya sosiologi ala Comte disebut pula sebagai fisika
sosial yang menunjukkan bahwa Comte berupaya agar sosiologi meniru model “hard
sciences” (Ibid.: 17). Ilmu baru ini (sosiologi), yang menurut pandangan Comte akhirnya
menjadi ilmu dominan, adalah ilmu yang mempelajari social statistics (statistika sosial atau
struktur sosial yang ada) dan social dynamics (dinamika sosial atau perubahan sosial).
DEFINISI SOSIOLOGI
Meninjau perspektif ilmu sosial dan sosiologi di atas, dapatlah dimengerti bahwa
Comte oleh sebagian ilmuwan sosial dianggap sebagai bidannya sosiologi. Menurut
sosiolog Indonesia, Prof. Dr. Soerjono Soekanto (2003: 4), Comte menciptakan istilah
sosiologi itu pada tahun 1839. Terma/istilah ‘sosiologi’ sendiri berasal dari bahasa Latin dan
Yunani, yang secara etimogis (ilmu asal usul kata) berasal dari kata socius (bahasa Latin,
berarti ‘kawan’) dan dari bahasa Yunani untuk kata logos (yang berarti ‘kata’ atau
‘berbicara’). Dalam hal ini, sosiologi berarti ‘berbicara mengenai masyarakat’. Di lain pihak,
banyak pula ilmuwan yang mengatakan kata logos itu merujuk pada padanan kata
’ilmu/pengetahuan’, dan ’logika ’. Maka, dalam hal ini, sosiologi dapat pula diartikan sebagai
‘ilmu atau pemikiran tentang masyarakat’. Comte sendiri mengartikan sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan kemasyarakatan umum (Ibid.).
Terkait dengan terminologi (penjelasan konseptual akan suatu hal/istilah) sosiologi,
bagi yang baru belajar dunia keilmuan sosial, hendaknya janganlah kaget bahwa di dalam
keilmuan sosial, definisi-definisi akan suatu istilah atau konsep keilmuan tidaklah satu.
Jumlahnya tidak hanya lebih dari satu, bisa puluhan, bahkan bisa sampai ke tingkat ratusan,
jika saja menyebut jumlah ribuan sebagai sesuatu yang berlebihan.
2013
4
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ambil contoh J.W. Vander Zanden, mengartikan sosiologi, sebagai studi ilmiah
terhadap interaksi manusia (Sunarto, ed., 1985: 45). Selanjutnya Soekanto (2003: 19)
menderetkan definisi sosiologi dari para ilmuwan sosiologi tingkat dunia sebagai berikut:
Pitirim Sorokin: sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
i. hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misal
antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, dsb);
ii. hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala non sosial
(misalnya gejala geografis, biologis, dsb);
iii. ciri-ciri umum daripada semua jenis gejala-gejala sosial.
Roucek dan Warren: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dalam kelompok-kelompok.
William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff: sosiologi adalah penelitian secara ilmiah
terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
J.A.A. van Doorn dan C.J. Lammers: sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang
struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi: sosiologi atau ilmu masyarakat ialah
ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahanperubahan sosial.
LINGKUP KAJIAN SOSIOLOGI
Jelas, sosiologi mengkaji masyarakat. Pertanyaannya: masyarakat yang mana?
Keseluruhan masyarakatkah? Bolehkah sebagian tertentu saja dari keseluruhan masyarakat
itu? Struktur masyarakatkah? Atau, perilaku masyarakat? Interaksinyakah? Bagaimana
dengan konflik dalam masyarakat?
Sosiolog Dr. Kamanto Sunarto (1985: xv-xxv) dari Universitas Indonesia pernah
membuat lingkup sosiologi ke dalam bentuk kajian-kajian sebagai berikut: 1) sosiologi
makro, yang membahas interaksi sosial; 2) transisi sosiologi mikro ke makro, dengan
bahasan sosialisasi dan penyimpangan; 3) sosiologi makro, yang membahas struktur sosial.
Pengelompokan ruang lingkup demikian dilakukan Sunarto atas basis kajian-kajian yang
dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan sosiologi seluruh dunia terhadap sosiologi.
2013
5
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perhatikan kembali definisi-definisi sosiologi di atas. Di dalam tujuh definisi itu sudah
termaktub bidang-bidang yang menurut para pembuat definisi sebagai lingkup kajian
sosiologi.
Namun, supaya mahasiswa mendapat kepastian akan ruang lingkup kajian sosiologi,
berikut disampaikan sebuah tabel yang berisi analisis Alex Inkeles, seorang sosiolog, akan
ruang lingkup kajian sosiologi tersebut.
Tabel 1
Pokok-Pokok Pembahasan Sosiologi
I.
Analisa Sosiologi:
Kebudayaan manusia dan masyarakat
Sudut pandang sosiologi
Metode ilmiah dalam ilmu sosial
II. Satuan utama dalam Kehidupan Sosial:
Tindakan sosial dan hubungan sosial
Kepribadian individu
Kelompok (termasuk etnis dan kelas)
Komunitas: perkotaan dan pedesaan
Asosiasi dan organisasi
Penduduk
Masyarakat
III. Institusi Sosial Dasar:
Keluarga dan kekerabatan
Perekononomian
Politik dan hukum
Keagamaan
2013
6
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pendidikan dan ilmiah
Rekreasi dan kesejahteraan
Estetika dan ekspresif
IV. Proses Sosial Dasar:
Diferensiasi dan stratifikasi
Kerjasama, akomodasi, asimilasi
Konflik sosial (termasuk revolusi dan perang)
Komunikasi (termasuk pembentukan, pernyataan, dan perubahan pendapat)
Sosialisasi dan indoktrinasi
Evaluasi sosial (studi nilai)
Pengendalian sosial
Penyimpangan sosial (kejahatan, bunuh diri, dsb)
Integrasi sosial
Perubahan sosial
Sumber: Kamanto Sunarto (ed.), Pengantar Sosiologi – Sebuah Bunga Rampai, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, 1985.
Dari pandangan Alex Inkeles di atas, terlihat dengan jelas bahwa sosiologi membahas
seluruh ruang lingkup yang terkait dengan masyarakat, dan bagi Anda mahasiswa ilmu
komunikasi, yang cukup menarik ialah ternyata komunikasi pun masuk dalam lingkup
pembahasan sosiologi.
PENDEKATAN/ALIRAN KEILMUAN
Galibnya di zaman sekarang, orang membedakan ada jenis keilmuan berdasarkan
basisnya, yaitu ilmu eksakta dan ilmu sosial.
2013
7
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ilmu eksakta, sebagaimana disebut pada beberapa alinea di atas, dapat pula disebut
sebagai ilmu sains (hard sciences), atau pernah pula dikenal dengan sebutan ilmu pasti
(etimologinya [dari tinjauan bahasa Inggris] berasal dari kata exact, yang berarti tepat, betul
dalam setiap detilnya, bebas dari kesalahan). Ilmu eksakta mengenal beberapa cabang
keilmuan seperti matematika, fisika, kimia, biologi, teknologi, informatika, dll. Pada cabangcabang keilmuan tersebut, semua fenomena atau objek keilmuan yang diamati, harus
dibahas dan diukur secara pasti dan tanpa keraguan lagi di dalamnya. Contoh sederhana, 1
+ 1 = 2, tidak bisa selain 2 itu.
Ilmu sosial membahas seluruh yang terkait dengan masyarakat dan manusia. Dalam
bentuk nyatanya, cabang keilmuan sosial terdiri dari sosiologi, ilmu politik, ilmu komunikasi,
antropologi, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu bahasa, dan lain-lain. Dalam konteks inilah,
seperti terungkap pada awal modul ini, ada ilmuwan sosial dari cabang keilmuan tertentu
merasa tidak tepat lagi menempatkan sosiologi sebagai induk keilmuan sosial. Karena,
anggapan umum yang pernah dibentuk oleh kaum sosiolog sendiri menyatakan bahwa
sosiologi ialah ilmu tentang masyarakat (saja! FY), walaupun kemudian sosiolog lain seperti
Alex Inkeles menyatakan bahwa sosiologi mengkaji berbagai aspek masyarakat di mana
manusia pun termasuk di dalamnya (sebagai bagian dari keanggotaan manusia itu di dalam
masyarakat).
Namun, kita tidak perlu berpanjang lebar masuk ke dalam ranah perdebatan itu. Saya
membawa Anda masuk ke dalam ranah ini hanya sebagai pembuka mata bahwa ada
berbagai pendapat yang saling bersilang pendapat dalam kajian ilmu sosial.
Sesuatu yang harus dipahami oleh mahasiswa yang baru mempelajari dunia keilmuan
secara mendalam seperti yang Anda lakukan saat ini: ilmu pengetahuan itu, khususnya ilmu
sosial, tidaklah statis; ia bergerak penuh dengan dinamika. Dalam konteks pemahaman
seperti ini maka kita akan melihat bahwa ilmu pengetahuan terus menerus mengalami
perubahan. Perubahan itu dapat berupa pembaruan yang sekaligus merupakan kelanjutan
ilmu, dalam arti suatu upaya meneruskan ilmu lama ke dalam kajian barunya dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang baru muncul (akibat faktor kekinian atau dinamika
sosial), atau kajian yang sama dapat ditinjau secara lebih mendalam. Di lain pihak,
perubahan itu bisa pula akibat penentangan terhadap suatu gagasan pemikiran oleh
gagasan pemikiran berbeda dengan mempertimbangkan aspek-aspek keilmuan yang dapat
diterima umum.
2013
8
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam hal ini dunia keilmuan mengenal suatu pembedaan pemikiran yang seringkali
disebut sebagai ‘perspektif’, ‘pendekatan’, ‘aliran’, ‘paradigma’. Semua istilah itu merujuk
kepada basis berpikir, atau cara pandang dalam memahami sebuah objek fenomena.
Di
dalam
ilmu
sosial
terdapat
beberapa
pendekatan/aliran/paradigma
itu.
Pengkategoriannya bergantung kepada siapa yang menyampaikannya. Maksudnya,
pengkategorian menurut seorang ahli belumlah tentu sama dengan pengkategorian menurut
ahli lainnya walaupun objek bahasannya sama. Untuk memahaminya sebaik mungkin maka
hanya satu jalan terbaik: pelajari sebaik mungkin. Secara praktikalnya, Anda dapat
mempelajarinya dengan mendengarkan sepenuh pikiran atas ajaran orang-orang yang ahli
di bidangnya, dan kemudian dengan membaca pemikiran-pemikiran dan hasil-hasil
pemikiran dari para ahli tersebut (buku, hasil penelitian, dll).
Dari sudut pandang ilmu filsafat, A. Susanto, M.Pd. (2011: 36, mengutip Juhaya S.
Praja, 2003), menyatakan bahwa aliran-aliran yang cukup berpengaruh dalam filsafat di
antaranya: rasionalisme, empirisme, kritisisme, materialisme, idealisme, positivisme,
pragmatisme, sekularisme, dan filsafat Islam.
Dari kajian sosiologi, dua orang sosiolog Amerika Serikat kontemporer, George Ritzer
dan Douglas J. Goodman (2010: ix-xi) menyatakan aliran-aliran utama dalam teori
sosiologi modern ialah: fungsionalisme struktural, neofungsionalisme, dan teori konflik;
variasi teori neo-marxis; teori sistem; interaksionisme simbolik; etnometodologi; teori
pertukaran, teori jaringan, dan teori pilihan rasional; teori feminisme modern.
Dari sudut pandang ilmu komunikasi, dua orang ilmuwan komunikasi asal Universitas
Padjadjaran-Bandung, Elvinaro Ardianto dan Bambang Q-Anees (2011: 36, 79, 83)
menggunakan pemikiran Fisher (1978) menyatakan bahwa ilmu komunikasi mengenal
perspektif mekanistis, psikologis, interaksional, pragmatis, dan perspektif lainnya (ekologis,
dramatisme, aliran McLuhanisme, dan teori/model keseimbangan). Ditambahkan mereka,
dari tinjauan teori-teori yang bergema di ilmu komunikasi, berdasarkan ontologi keilmuan
(cara memahami realitas) dan epistemologisnya (cara mencapai pemahaman kajian), ilmu
komunikasi mengenal kehadiran perspektif realisme, nominalis, dan konstruksionis. Namun
dari segi perbandingan ontologi, epistemologi, dan metodologi, kedua ilmuwan komunikasi
ini mengangkat pendapat ilmuwan filsafat Doni Gahral Adian bahwa aliran keilmuan sosial
yang berkembang saat ini hanya empat, yaitu positivisme, post-positivisme, aliran teori kritis,
dan konstruktivisme.
Katherine
Miller
(2005:
iv-v),
ilmuwan
komunikasi
kontemporer
asal
AS,
mencukupkan aliran dalam ilmu komunikasi ke dalam tiga jenis pembedaan saja, yaitu
2013
9
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
perspektif pos-positivisme (di mana positivisme dimasukkannya ke dalam aliran ini),
perspektif interpretif, dan perspektif kritikal.
Pada modul ini dosen menjelaskan pendapat Miller saja. Penjelasan lebih lanjut dapat
ditanyakan pada sesi perkuliahan tatap muka.
Perspektif pos-postivisme ialah revisi dari perspektif positivisme yang digagas oleh
Comte dan telah dijelaskan di atas. Revisi dilakukan mengingat positivisme dianggap terlalu
kaku memandang fenomena sosial. Dunia sosial bukanlah dunia pasti sebagaimana halnya
yang terjadi dalam ilmu eksakta. Dalam dunia sosial, 1 + 1 bisa saja menjadi tiga, empat,
lima, dst, mengingat ada subjetivisme dalam interaksi dan kehidupan sosial. Positivisme
mengarah pada keteraturan sosial, padahal dunia sosial tidak selalu teratur. Positivisme
memandang realitas kehidupan ialah hal yang nyata terlihat sehingga dapat diukur, padahal
realitas yang dianggap nyata itu seringkali hanyalah bentukan daripada yang membentuk
realitas (misal: pemimpin politik berkata bahwa politik berjalan dengan baik, namun
realitasnya gontok-gontokan terjadi di mana). Oleh karenanya, aliran positivisme pun
merevisi pendekatannya dengan cara pandang yang lebih kritis dan mengakui bahwa tak
semua hal bisa diketahui secara sempurna.
Perspektif kritikal ialah yang mengkritik pandangan maupun pendekatan aliran
positivisme di atas. Mereka menyatakan bahwa realitas itu bisa saja bukan hal yang nyata,
melainkan hal yang semu, seperti contoh yang diberikan pada alinea di atas. Aliran teori
kritis digagas oleh cara pandang Karl Marx, filsuf abad 19, yang memahami fenomenafenomena sosial secara kritis. Cara pandang Marx yang mampu membuka selubung realitas
ini kemudian dijadikan sandaran oleh para pengikutnya ketika mereka mengkaji dan
memahami fenomena sosial.
Adapun perspektif interpretif sering disebut pula sebagai aliran konstruktif. Aliran ini
mencoba memahami fenomena sosial dari pembentukan fenomenanya dan berusaha untuk
memaknai setiap fenomena yang menjadi pusat perhatiannya. Salah satu kajian yang
mengemuka dari perspektif interpretif ialah hermeunetika yang digagas oleh Wilhem Dilthey,
yang melakukan kajian-kajian atas kitab suci, di mana kita ketahui kitab suci penuh dengan
konten tulisan yang boleh dikata absurd, sehingga perlu diberikan penjelasan/tafsir lebih
lanjut.
2013
10
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PENGERTIAN DAN KAITAN ILMU SOSIAL DAN ILMU KOMUNIKASI
Dari berbagai penjelasan di atas dapatlah dipahami bahwa saya memandang ilmu
komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial.
Ilmu komunikasi, secara realitas keilmuan hadir di abad ke-20. Tadinya ilmu
komunikasi dipandang sebagai bagian dari sosiologi dan bahkan ilmu politik. Misal, tentang
penggunaan propaganda-propaganda (sosial, politik) dalam mempengaruhi pendapat
umum.
Ilmu komunikasi, secara umum, mempelajari fenomena-fenomena sosial yang
menyangkut praktik komunikasi.
Menyangkut pelaku, komunikasi dilakukan oleh pihak yang menyampaikan konten
komunikasi, yang disebut sebagai komunikator. Pesan disampaikan kepada pihak penerima
pesan yang disebut komunikan. Pesan bisa pula disampaikan melalui saluran komunikasi
yang biasa diarahkan kepada media.
Menyangkut konten, yang dikomunikasikan ialah informasi atau pesan. Selanjutnya
jika terjadi respon oleh komunikan maka bisa terjadi suatu proses kegiatan balik yang
disebut dengan istilah umpan-balik atau feedback.
Menyangkut proses, selain penyampaian pesan yang juga bisa disebut sebagai
stimulus dengan hasil komunikasi berupa umpan-balik yang juga bisa disebut sebagai
respon, terkadang terdapat pula gangguan atau noise. Gangguan bisa muncul pada semua
pelaku komunikasi atau dihasilkan oleh lingkungan komunikasi, atau dalam hal
pemaknaanya.
Dalam hal ini demi mudahnya ilmu komunikasi dapat diartikan sebagai sebuah cabang
dari ilmu sosial yang mempelajari setiap aspek yang terkait dengan komunikasi antara
seluruh pelaku yang terlibat di mana di dalamnya termasuk konten dan proses komunikasi
yang muncul.
Berdasarkan definisi sederhana ini dapatlah dipahami kaitan antara ilmu sosial +
sosiologi dan ilmu komunikasi. Pada dasarnya ilmu komunikasi merupakan bagian dari ilmu
sosial, di mana ilmu sosial cukup banyak mendapatkan sumbangan kajian sosiologi.
Fit Yanuar, S.ISIP., Maret 2013.
2013
11
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Soerjono Soekanto, Sosiologi - Suatu Pengantar (Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2003).
Kamanto Sunarto (ed.), Pengantar Sosiologi – Sebuah Bunga Rampai (Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1985).
Drs. A. Susanto, M.Pd., Filsafat Ilmu – Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis (Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2011).
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Penerbit Kencana Prenada,
Jakarta, 2010).
Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si. dan Bambang Q-Anees, M.Ag., Filsafat Ilmu Komunikasi (Simbiosa
Rekatama Media, Bandung, 2011).
Katherine Miller, Communication Theories – Perspectives, Processes, and Contexts (McGraw-Hill,
Singapore, 2005).
2013
12
KSIS-Sosiologi
Fit Yanuar, S. Isip.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download