keganasan kulit pada kepala dan leher

advertisement
KEGANASAN KULIT PADA KEPALA DAN LEHER
REFERAT ONKOLOGI BEDAH KEPALA DAN LEHER
Oleh :
Desno Marbun
131421120002
PembimbingUtama:
Dindy Samiadi, MD.,dr., Sp THT-KL(K), FAAOHNS
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2015
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………….… i
DAFTAR GAMBAR.…………………………………………………….……. iii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………........ 5
1.1.LatarBelakang…………………………………………………………....... 5
BAB II. ANATOMI KULIT………………………..………………………….. 7
2.1. Lapisan Kulit……….……………………………………………………… 7
2.1.1 Lapisan Epidermis..….…………………………………………………… 7
2.1.2 Lapisan Dermis….………….……………………………………………...8
2.1.3 Lapisan Subkutis……………………………………………………….... 9
2.2 Adneksa Kulit…………………………………………………………....… 9
2.3 Fungsi Kulit…………………………………………………………………11
BAB III. KANKER KULIT……….……………………………………...…… 15
3.1. Kanker Kulit Epitel.………….………………………………………….... 16
3.1.1 Karsinoma Sel Basal……….…………………………………………….. 16
3.1.2 Karsinoma Sel Skuamosa……………………………………………….... 20
3.1.3 Penentuan Stadium..………………………………..…………………….. 23
3.2. Lesi Premaligna……………………….………………………………….....25
3
3.3. Kanker Kulit Nonepitelial..………………………………………………….….27
3.4 Tatalaksana untuk SCC dan BCC...……….…………………… ..……...…...
28
3.5. Melanoma Maligna……………………………………………………………..34
BAB IV. KESIMPULAN……….............................…………………………………42
DAFTAR PUSTAKA……………….………………….…………………………... 43
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Penampang Kulit ……………………………………………..… 11
Gambar 3.1 Karsinoma sel basal…………………………………………....... 19
Gambar 3.2. Aktinik Keratosis ……………………………………………... 20
Gambar 3.3. SCC tipe Keratoakantoma ....................................……………… 22
Gambar 3.4. Staging Tumor…………………………………………………. 23
Gambar 3.5. Area Rekurensi………………………………………….……… 24
Gambar 3.6. Distribusi Area Rekurensi……………………………….……. 25
Gambar 3.7. Stadium Tumor…………………………….……………..…… 27
Gambar 3.8 Tatalaksana kanker sel basal dan kanker sel skuamosa…..................... 33
Gambar 3.9 Perubahan Sel normal menjadi Melanoma Maligna.......................35
Gambar 3.10 Level Clark……………………………………………………..38
5
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ terluar manusia yang mempunyai berbagai fungsi dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15%
berat badan. Dengan demikian kulit selalu bersinggungan dengan lingkungan luar yang selalu
berubah-ubah sehingga rentan terhadap penyakit, salah satunya kanker kulit. Kanker kulit
ialah suatu penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak terkendali, dapat
merusak jaringan di sekitarnya dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Karena kulit terdiri
dari berbagai jenis sel maka kanker kulit juga bermacam-macam sesuai dengan jenis sel yang
terkena, akan tetapi paling sering yaitu karsinoma sel basal (Basal Cell Carcinoma/BCC),
karsinoma sel skuamosa (Squamosa Cell Carcinoma/SCC), dan melanoma maligna.1,2
Kanker kulit di kepala leher terbanyak yaitu nonmelanoma skin cancers (NMSC). Basal
Cell Carcinoma (BCC)/ karsinoma sel basal
dan Squamosa Cell Carcinoma (SCC)/
karsinoma sel skuamosa adalah tipe paling sering dari tipe NMSC. Melanoma maligna suatu
keganasan kulit yang agresif, dan terapi adjuvant yang ideal belum ditemukan sampai
sekarang walaupun beberapa pilihan terapi telah tersedia.3
Satu dari lima orang Amerika terserang kanker kulit selama seumur hidupnya, dan lebih
dari 97% di antaranya adalah kanker kulit nonmelanoma (NMSC). Meskipun NMSC
memiliki angka kematian yang rendah, itu lebih sering daripada semua kanker lainnya dan
memiliki insiden yang lebih tinggi dari kanker paru-paru, kanker payudara, kanker prostat,
dan kanker usus besar. Melanoma maligna merupakan kanker menempati urutan ketujuh dari
semua keganasan di Amerika Serikat. Melanoma maligna 1/3 nya muncul di area kepala dan
leher kanker kulit lebih sering menyerang pada orang kulit terang dibandingkan dengan
6
berkulit hitam. Adapun faktor risiko yang paling signifikan terhadapat peningkatan kejadian
kanker kulit adalah adanya paparan sinar matahari dalam jangka waktu yang lama.2,3
Melanoma maligna adalah kanker yang lethal, namun tidak semuanya fatal. Walaupun
melanoma maligna angka kejadaiannya hanya 5% dari seluruh kanker kulit, lebih dari 3-4
pada penderita kanker kulit karena melanoma maligna. Angka kematian untuk keseluruhan
untuk nonmelanoma relatif rendah, dengan 95% tingkat kelangsungan hidup 5 tahun.
Nonmelanoma agresif secara lokal, menyebabkan morbiditas yang signifikan, kecacatan,
kehilangan fungsi, dan membutuhkan perawatan kesehatan yang tinggi.3
7
BAB II
ANATOMI KULIT
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit
merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.1
2.1 Lapisan Kulit
Kulit terdiri dari 3 lapis, yaitu
1. Epidermis
2. Dermis
3. Hipodermis
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis yang ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya lemak.1
2.1.1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basal.1
Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan selsel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat
tanduk).1
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.1
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.1
8
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke
permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatanjembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar
jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di
antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung
banyak glikogen.1
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini rnengalami mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan
protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatan
antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).1
2.1.2 Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemenelemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars
papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh
darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini
terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan
9
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut
sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis.1
2.1.3 Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu
dengan yang lain oleh trabekula. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi
sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah,
dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit.
Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.1
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas
dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih
besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.1
2.2 Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di
lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar
keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang
encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.1
Kelenjar ekrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan berfungsi 40
minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di
10
permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan
kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan emosional.1
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, areola mamae,
pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada
waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat
mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8.1
Kelenjar palit terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan
kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar
ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar
rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung
trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi
hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih
besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.1
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku yang terbenam
dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada
ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang
bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per
minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis yang menutupi kuku di
bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupi bagian kuku bebas disebut
hiponikium.1
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang berada di luar
kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak
mengandung pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih
kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada
11
orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut
kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormon androgen. Rambut
halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen
berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen
berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi
rambut terdiri atas karbon 50,6%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen
20,8%.1
Gambar 2.1. Penampang Kulit.2
Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang, dengan demikian kulit pada
manusia mempunyai peranan yang sangat penting, selain fungsi utama yang menjamin
kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indikator sistemik, dan sarana
komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain.1
2.3 Fungsi Kulit
1. Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya
tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat
iritan contohnya karbol, lisol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas,
misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri
12
maupun jamur. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan
kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisis. Melanosit berperan melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan
mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum
yang impermeable terhadap pelbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan
keasaman kulit yang melindungi dari zat kimia, lapisan tersebut terbentuk dari hasil eksresi
keringat dan sebum, yang menyebabkan pH kulit 5–6,5. Proses keratinisasi berperan sebagai
sawar mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.4
2. Fungsi Absoprsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang
mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit
terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel,
menembus kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada melalui
muara kelenjar. 4
3. Fungsi Eksresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat tidak berguna lagi atau sisa metabolisme
dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas
pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya
terhadap amonia, pada waktu lahir dijumpai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi
melindungi kulit karena lapisan ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang
berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit
menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6.5.4
13
4. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner teletak di papila
dermis berperan terhadap rabaan, begitu pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis, terhadap tekanan diperankan oleh badan Vater Paccini di epidermis. Saraf-saraf
sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik. 4
5. Fungsi thermoregulasi
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan vasokonstriksi. Kulit
kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik.
Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding
pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena kulit
bayi tampak oedematus karena lebih banyak mengandung air dan natrium. 4
6. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi
saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah
serta besarnya butiran pigmern (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.
Pada pulasan H.E, sel ini jernih bentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula clear
cell. Melanosom dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu, dan O2.
Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit bawahnya dibawa oleh
sel melanofor. Warna kulit tidak sepenuhnya di pengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga
oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksigen kulit, dan karoten 4
14
7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans,
melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal kemudian pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi
makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan
keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur
hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Maltosy berpendapat mungkin
keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini
berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi perlindungan kulit terhadap
terhadap infeksi secara mekanik fisiologi.4
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.4
15
BAB III
KANKER KULIT
Kanker kulit ialah suatu penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak
terkendali, dapat merusak jaringan di sekitarnya dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain.
Kanker kulit di kepala leher terbanyak yaitu nonmelanoma skin cancers (NMSC). Basal
Cell Carcinoma (BCC) dan Squamosa Cell Carcinoma (SCC) adalah tipe paling sering dari
tipe NMSC. Melanoma maligna suatu keganasan kulit yang agresif, dan terapi adjuvant yang
ideal belum ditemukan sampai sekarang walaupun beberapa pilihan terapi telah tersedia.3
Keganasan pada kulit diklasifikasikan bergantung dari lokasi, yaitu :
1. Epidermal
2. Dermal
3. Adnexal, dan
4. Melanosit, 5
Basal Cell Carcinoma (BCC) dan Squamosa Cell Carcinoma (SCC) merupakan jenis yang
tersering dari tipe NMSC, dengan rasio BCC : SCC adalah 3-4:1.3
Faktor risiko BCC dan SCC adalah sangat mirip. Lesi ini, meskipun terlihat dalam kelompok
usia muda, yang paling sering ditemui pada pasien 60 tahun atau lebih tua. Faktor risiko
terpenting pada patogenesis NMSC adalah tingkat paparan dari sinar ultraviolet, adapun
panjang sinar ultraviolet berkisar 290-320 nm yang berperan sebagai karsinogenesis. Akibat
paparan dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan perubahan struktur dari kulit yang
normal menjadi aktinik kemudian akhirnya menjadi kanker kulit, proses ini berjalan progresif
dan terjadi dalam beberapa dekade. Perubahan lingkungan yang terjadi dengan bumi yaitu
penipisan lapisan ozon, sehingga kepedulian terhadap kanker kulit menjadi lebih meningkat.
Penipisan ozon yang luas telah terjadi di atas Benua Antartika, maka untuk setiap penurunan
16
1% dikonsentrasi ozon di atmosfer, secara bersamaan akan terjadi peningkatan 2% penetrasi
sinar ultra violet. Sekitar 90% dari kanker kulit nonmelanoma diperkirakan terkait dengan
paparan radiasi UV dari matahari. Faktor yang secara tidak langsung yang berimplikasi
terhadap peningkatan paparan sinar matahari adalah umur, pekerjaan, kebiasaan, geografis.
Faktor lain yang dapat berhubungan dengan keganasan kulit adalah paparan jangka panjang
terhadap zat kimia yaitu zat arsen pada pada penderita yang mendapat terapi Fowlers
solution, penderita dengan radiodermatitis kronik. Immunosupresi, yaitu pada penderita yang
mendapat transplantasi organ dan pada penderita leukemia atau limfoma dapat meningkatkan
insidensi keganasan dari kulit.3,5,6
Terdapat dua macam penderita dengan sindrom genetik yang jarang yaitu xeroderma
pigmentosa dan nevoid basal cell carcinoma syndrome yang akan berkembang menjadi
NMSC. Xeroderma pigmentosa kelainan genetik autosomal resesif dimana terdapat
penurunan kapasitas perbaikan kerusakan DNA akibat radiasi sinar ultraviolet. Sindrom
Nevoid karsinoma sel basal adalah suatu sindrom genetik autosomal dominan yang ditandai
dengan terdapatnya atau terjadinya beberapa BCC, kista pada rahang, kelainan tulang rusuk,
pits pada palmar dan plantar, dan kalsifikasi pada falx cerebri. 7
3.1 Kanker kulit epitel
3.1.1 Karsinoma sel basal
Kanker pada kulit yang paling sering adalah BCC, yaitu sekitar 70-75% dari seluruh
keganasan pada kulit. BCC terdapat beberap tipe, yaitu :
1. Nodul ulseratif BCC, termasuk ulkus rodent
2. BCC superfisial
3. BCC morphea
4. BCC pigmented
17
5. BCC Fibroadenoma
Tipe yang tersering adalah karsinoma sel basal tipe nodul useratif yaitu sekitar 75%,
sedangkan BCC tipe superfisial sekitar 10% dari total BCC.8,9
Insidensi metastasis BCC sangat jarang terjadi, angka kejadiannya 0,0028-0,1%, namun
BCC tipe morphea mempunyai angka lokal rekurensi yang tinggi.9,10
Jenis yang paling umum adalah nodular atau noduloulseratif lesi. Lesi ini biasanya muncul
sebagai diskrit, timbul, lesi melingkar berwarna merah muda dan lunak dengan jaringan
kapiler yang mudah terlihat. Sering terdapat area ulserasi sentral dengan perbatasan lesi lebih
tinggi. Tipe BCC ini yang paling mudah dikenali dan diobati. Varian dari lesi ini adalah BCC
kistik yang paling jarang terjadi, yang juga lunak seperti lilin klinisnya berbatas tegas tapi
lesinya lebih kistik.5
BCC tipe superfisial pada lesinya terdapat jaringan parut dan atrofi, dengan batasnya
mengkilap seperti lilin. Lesi ini dapat terdiri dari satu atau beberapa dengan bintik bintik
kemerahan. Batas lesinya tidak teratur dan lama kelamaan akan bertambah besar dengan
ekstensi ke perifer. BCC tipe superfisial relatif jarang di kepala dan leher dan lebih sering
terjadi pada batang atau ekstremitas.5
BCC tipe morphea adalah bentuk klinis yang paling agresif dari BCC, disebut juga BCC
fibrosis atau sklerosis . Tipe ini ditandai oleh makula keputihan, atau plak kekuningan.
Beberapa dokter telah melihat sebuah peningkatan kejadian di kalangan wanita.
Pinggirannnya tidak terlalu jelas, dan lesi mungkin tidak diketahui selama bertahun-tahun
pada beberapa pasien. Eksisi lengkap sulit karena batas yang tidak jelas. Lesi mungkin
terlihat seperti bekas luka, mungkin berkembang telangiektasia, atau mungkin menjadi
ulkus.5
BCC tipe pigmentosa merupakan tipe yang paling jarang terjadi, yang ditandai dengan
adanya pigmentasi (bercak) coklat dan mungkin menyerupai pigmentasi (bercak) nevus atau
18
melanoma. Klinisnya terdapat lesi yang hampir sama dengan BCC tipe nodular. Jenis lesi
juga dapat keliru atau hampir sama keratosis seboroik, melanoma, atau dermatofibroma.5
Fibroepithelioma tipe lain dari BCC, terdapat lesi pedunkulata yang menyerupai fibroma.
Pertama kali dijelaskan dalam 1953 oleh Pinkus. Lesi ini umumnya terjadi pada bagian
punggung.5
Sindrom nevoid karsinoma sel basal adalah suatu gangguan autosomal dominan. Selama
masa kanak-kanak, pada kulit akan terdapat nodul kecil, seringkali berjumlah ratusan. Lesi
ini pada awalnya bersifat indolen selama fase nevoid, tetapi seiring dengan bertambahnya
usia pasien, memasuki fase neoplastik di mana lesi menunjukkan perubahan yang nyata pada
sifat agresivitasnya. Lesi menjadi invasif, dan destruktif. Kelainan yang berhubungan dengan
sindrom nevoid BCC termasuk kista rahang, tulang rusuk bifida, skoliosis, keterbelakangan
mental..5
Karakteristik sel pada BCC memiliki inti sel yang besar, oval, atau inti memanjang dengan
relatif sedikit sitoplasma. Sel-sel ini dapat menyerupai sel-sel epidermis, tetapi dalam bentuk
neoplastik kekurangan jaringan penghubung interseluler. Ukuran dan konfigurasi inti sel
hampir sama semua. Stroma jaringan ikat akan berproliferasi dengan tumor yang berorientasi
pada jaringan di sekitar massa tumor, sehingga menyebabkan sel palisade perifer stroma
retraksi. Hal ini biasadisebut sebagai peritumoral lakuna. Stroma sering cairan mucinous
karena mucin akan menyusut dengan dehidrasi dan fiksasi spesimen. Terlepasnya jaringan
tumor dari stroma dikenal sebagai clefting merupakan tanda diagnostik.5
Lever membagi karsinoma sel basal menjadi empat berdasarkan pola histologis: solid,
keratosis, kistik, dan adenoid. Pada pola solid, sel-sel tidak menunjukkan diferensiasi. Pada
pola ini umumnya menampilkan massa tumor dengan berbagai ukuran bentuk melekat di
dermis. Lapisan sel perifer biasanya terdapat palisade dari inti sel. BCC tipe ini yang
membedakannya terhadap struktur rambut disebut sebagai keratosis. Lesi ini ditandai oleh sel
19
yang tidak berdiferensiasi dalam kombinasi dengan sel parakeratosis cystsHorn. Karsinoma
sel basal tipe kistik menunjukkan differensiasi menuju kelenjar sebaceous. Secara histologis,
mungkin ada satu atau beberapa ruang kistik dalam lobulus tumor. Karsinoma sel basal tipe
adenoid, sel tumor berbentuk formasi tubular atau kelenjar. Deretan sel-sel epitelnya
umumnya membentuk pola seperti renda5
A
C
B
D
E
Gambar 3.1. A. BCC tipe superfisial, B. BCC tipe nodular, C. BCC tipe morphea, D. BCC tipe
pigmentosa, E. BCC tipe kistik2
Karsinoma sel basal tipe keratosis, juga dikenal sebagai basosquamous karsinoma sel
basal atau karsinoma metatypical, masih menjadi bahan perdebatan. Perdebatan muncul
karena histologis ada beberapa fitur koeksistensi dari karsinoma sel basal dan karsinoma sel
skuamosa dalam lesi yang sama. Kebanyakan dermatopathologists saat ini percaya
basosquamous tumor adalah salah satu tipe dari karsinoma sel basal, disebut oleh banyak
20
orang sebagai karsinoma sel basal keratosis. Meskipun ada potensi terbatas untuk metastasis,
keratotik dianggap lebih agresif daripada banyak jenis karsinoma sel basal.5
3.1.2 Karsinoma sel skuamosa
Beberapa ulasan dari penelitian telah menunjukkan bahwa karsinoma sel skuamosa bisa
timbul dari lesi prakanker seperti aktinik keratosis (AK). Prevalensi AK pada orang berkulit
putih berkisar dari 11-26%, dan diperkirakan bahwa risiko berkembangannya karsinoma sel
skuamosa dari AK berkisar antara 6% dan 10% . Penyakit Bowen adalah suatu kelainan
patologis lain yang dianggap mewakili in situ karsinoma sel skuamosa kulit;
biasanya salah didiagnosa sebagai eksim atau psoriasis. Berdasarkan literatur penyakit bowen
akan menjadi invasif 3-5% dan 13% akan metastasis. Pada pemeriksaan mikroskopis
penyakit bowen memiliki karakteristik adanya keterlibatan keratinosit atipikal yang
memenuhi epitel dan kelenjar pilosebasea.11,12
Gambar 3.2 Aktinik Keratosis2
Karsinoma sel skuamosa merupakan kanker kulit ke dua terbanyak, gejala klinisnya yaitu
terdapat ulkus yang lebar tapi dangkal, elevasi, tepinya indurasi dan terdapat pada area yang
sering terkena sinar matahari. Ulkus biasanya tertutup oleh krusta dan dasarnya terdapat
jaringan granulasi. Pada pemeriksaan histologi terdapat massa irreguler pada sel-sel
epidermis yang berproliferasi ke dasar epidermis. Massa tumor tersususn dari sel-sel
skuamosa yang normal dan sel-sel skuamosa atipikal. Berdasarkan derajat keratinisasi,
21
karsinoma sel skuamosa terbagi menjadi differensiasi baik, differensiasi sedang, dan
berdifferensiasi buruk.9
Faktor-faktor klinis yang berkorelasi karsinoma sel squamosa dengan peningkatan risiko
kekambuhan lokal dan metastasis, yaitu :
1. Ukuran lesi lebih dari 2 cm
2. Histologi differensiasi buruk
3. Lesi telah mengenai seperti daun telinga atau bibir
4. Tumor yang timbul dari bekas luka sebelumnya
5. Invasi perineural
6. Menyerang penderita immunosupresi13
Karsinoma sel skuamosa berhubungan dengan paparan sinar matahari jangka panjang (1020 tahun). Angka kejadian karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal lebih
banyak menyerang laki-laki dibanding perempuan.5
Lesi–lesi pada karsinoma sel skuamosa bisa memberikan gambaran berbeda-beda. Bisa
berupa bercak hiperkeratosis yang tebal atau adanya area yang berkrusta. Dibawah krusta
terdapat ulserasi dengan pinggiran yang meninggi. Lesi lain berupa ulserasi yang persisten,
pada area bekas trauma, terbakar atau skar yang sudah lama (ulkus Marjolin). Perubahan
menjadi neoplasma pada ulkus kronik akan menyebabkan karsinoma sel skuamosa atau
karsinoma sel basal dengan prognosis yang buruk dan angka metastasis yang tinggi.5
Terdapat beberapa temuan histologis yang khas dalam menegakkan SCC. Gambaran
histologis yang biasa ditemukan pada SCC kulit yaitu terdapatnya massa sel epidermal
irreguler yang berproliferasi ke dalam dan menginvasi lapisan dermis. Massa tumor ini
mampu berdiferensiasi atau menunjukkan sel-sel atipikal atau anaplastik. Tumor yang
mengalami diferensiasi ini biasanya berhubungan dengan proses keratinisasi, seperti mutiara
keratin.5
22
Lesi SCC yang muncul akibat area tubuh yang terpapar sinar matahari memiliki perjalanan
lebih jinak dengan insidensi metastasi rendah. Lesi yang tumbuh ke dalam bersifat lebih
agresif dan memiliki insidensi metastasis lebih tinggi. Diperkirakan 54% penderita lesi de
novo mengalami metastasis regional maupun jauh. Kedua jenis SCC ini biasanya bisa di
bedakan secara klinis. Secara histologis, biasanya dapat ditentukan dengan melihat adanya
perubahan aktinik pada kulit disekitar SCC.5
SCC berpotensi metastasis dan penyebaran metastasis regional berhubungan dengan
kedalaman invasi. Lesi SCC yang berpenetrasi ke Clark level V dihubungkan dengan
kejadian metasis regional sebanyak 20%. 5
Gambar 3.3. SCC tipe Keratoakantoma
Variasi histologis dari SCC terdapat beberapa tipe antara lain, adenoid, bowenoid, verukosa,
dan tipe spindle pleomorfik. Pada umumnya ditandai dengan perubahan pada aktinik. Pada
tipe adenoid, terdapat susunan pseudoglandular. Susunan tubular atau alveolar ini hasil dari
diskeratosis dan akantolisis sebagian. Lumen dilapisi oleh satu atau beberapa lapis epitelium
serta terisi oleh sel-sel akantolitik deskuamasi. Tipe bowenoid dari SCC ditandai dengan
bukti adanya invasi bersamaan dengan adanya temuan penyakit bowen.5
Karsinoma verukosa jarang ditemukan sebagai kanker kulit pada kepala dan leher, tapi
lebih dikenal sebagai tumor pada rongga mulut dan laring. Hal ini tampak sebagai lesi putih
yang mirip bunga kol. Tumor ini berdiferensiasi baik, menunjukkan hiperkeratosis,
parakeratosis, dan akantosis. Hubungan antara klinis dan patologis dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis.5
23
SCC tipe spindle pleomorfik memiliki sedikit bukti diferensiasi. Tumor ini bersifat anaplastik
dengan sedikit atau tanpa keratinisasi dan biasanya diketahui sebagai tumor Broders grade 4.
Sel-sel spindle bercampur dengan kolagen, dan menggulung dan berhubungan dengan sel-sel
giant pleomorfik.5
3.1.3 Penentuan Stadium
Penentuan stadium untuk karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa berdasarkan
American Joint Committee on Cancer menggunakan TNM (Tumor, Node, Metastasis).
Histologi tumor, ekstensi tumor atau infiltrasi, ukuran tumor, lokasi anatomi,faktor risiko
yang berhubungan (sindrom genetik, riwayat radiasi sebelumnya), pengobatan sebelumnya
harus dipertimbangkan dalam menentukan risiko kekambuhan dan pengobatan yang akan
diberikan. Gambaran klinis dan tipe histologis akan menentukan prognosis, karsinoma sel
basal tipe morphea telah diketahui karena sifat subversivenya, lesi ini umumnya menyebar
secara sentrifugal seperti proyeksi jari-jari tangan. Tipe ini sifatnya susah di evaluasi dan di
kontrol. BCC tipe keratotic (basosquamosa), dan SCC tipe spindle memiliki prognosis yang
jelek. Lesi sel skuamosa berpotensi untuk metastasis ke kelenjar getah bening regional dan
sewaktu-waktu dapat terjadi metastasis jauh. Ketebalan tumor yang lebih besar atau sama
dengan 2 mm, Clark level IV atau lebih, dan invasi perineural yang berisiko tinggi fitur yang
berkaitan dengan stadium. 5
24
Gambar 3.4. TNM3
Lokasi anatomi mempengaruhi prognosis karena berbagai daerah kepala dan leher memiliki
kecenderungan untuk kekambuhan tumor. Lesi pada hidung dan telinga memiliki tingkat
yang lebih tinggi kekambuhan, yang mungkin terkaitdengan bidang fusi embrionik.5
Tempat bersatunya beberapa embriolonik memberikan akses yang lebih besar untuk tumor
menyebar , yang menggunakan permukaan sebagai jalan untuk menyebar. Tempat yang
paling menonjol adalah daerah preauricular dan postaurikular, dasar hidung dan kolumella.
Dan lipatan hidung pipi. Daerah periorbital juga berisiko sebagai jalan perluasan tumor
melalui tulang atau periosteum, khususnya di di area canthus medial. Menurut Mohs
karsinoma sel basal sel–sel tumornya akan bermigrasi sepanjang perikondrium atau
periosteum hidung dan canthus medial karena struktur kulit, tulang dan kartilago sangat
dekat.5
Swanson menjelaskan area yang tinggi rekurensinya di wajah dengan menyebut zona “H”,
yaitu lipatan nasolabial, septum nasi, ala nasi, canthus medial, palpebra inferior, preauricula,
daerah scalp. Tumor primer yang berada di telinga atau bibir memiliki risiko tinggi.5
25
Gambar 3.5. Area Rekurensi5
Karsinoma rekuren pada kulit menjadi suatu masalah lebih besar dibandingkan lesi primer.
Kanker kulit berulang menunjukknan terapi awal tidak adekuat atau terdapat penyakit yang
menetap di sekitar lesi primer. Levine dan Bailin mengevaluasi 496 kasus karsinoma sel basal
berulang untuk mengidentifikasi faktor risiko yang bermakna. Mereka menemukan bahwa
area midface terlibat pada 57,6% kasus dengan rekurensi sebesar 13,4% terjadi di aurikular
dan preaurikular, literatur lain menyebutkan SCC yang terdapat pada aurikula sekitar 6% dari
seluruh keganasan kulit. Hidung merupakan lokasi terbanyak (25,5–41%). Faktor risiko
terjadinya rekurensi telah dilakukan penghitungan oleh penelitian pada berbagai lokasi.
Urutan berdasarkan risiko tertinggi hingga terendah yaitu area hidung (2,38%), telinga
(1,43%), periorbital (1,17%), sisa wajah (1,04%), serta leher dan kulit kepala (0,5%).14
Distribusi dari rekurensi tumor ini dapat dilihat pada gambar.5
Gambar 3.6. Distribusi area Rekurensi5
26
3.2 Lesi Premaligna
Terdapat beberapa lesi di kulit yang harus dipikirkan sebuah premaligna. Lesi premaligna
yang sering pada daerah kepala dan leher yaitu keratosis aktinik, penyakit bowen, dan
keratoakantoma.5
Keratosis aktinik (solar keratosis atau senile keratoses) adalah lesi premaligna yang paling
sering pada kepala dan leher terutama pada area yang sering terpapar sinar matahari. Lesi
umumnya berdiameter kurang dari 1 cm, dan lokasinya terdapat di wajah, kulit kepala,lengan,
dan tungkai. Sekitar 20% lesi ini berubah menjadi suatu keganasan. Tampilan klinisnya
berupa bintik eritem, bisa ditutupi krusta yang melekat erat, terdapat sedikit atau tanpa tandatanda inflamasi. Terkadang, terdapat hiperkeratosis yang jelas, memberikan gambaran tanduk
kutaneus. Gambaran sisik sandpaper-like merupakan yang paling khas pada temuan klinis.
Lesi ini berpotensi menjadi ganas, sehingga kebanyakan klinisi memilih untuk menindak
lanjuti lesi tersebut. Tindakannya bisa dengan eksisi superfisial, cryosurgery, terapi topikal
dengan 5-fluorourasil atau asam trikloroasetat. Diagnosis banding dari lesi ini antara lain,
keratosis seboroik, lentigo jinak, SCC, dan BCC.5
Penyakit Bowen merupakan suatu bentuk preinvasif dari SCC, berupa karsinoma in situ di
kulit. Secara histologis terdapat displasia pada epidermis tanpa adanya invasi. Klinis, terdapat
lesi yang berbatas tegas, eritem, bersisik atau bisa terdapat plak dengan tepi iregular. Lesinya
terdapat pada area yang terkena paparan sinar matahari. Penyakit ini juga sering pada pasien
dengan riwayat konsumsi arsen yang kronik, dimana lesi dapat terjadi pada area yang tidak
terkena paparan sinar matahari. Lesi ini bisa menyerupai BCC yang superfisial, namun
batasnya tidak tegas seperti BCC.5
Keratoakantoma adalah sautu tumor jinak yang biasanya hanya terbatas pada epitel dan
secara klinis maupun histopatologis sering tertukar dengan SCC. Menyerang lebih banyak
27
pada laki–laki dan usia tua. Perjalanan penyakitnya cepat yaitu antara 2–6 bulan, awalnya
lesi berupa nodul yang halus, namun setelah membesar akan timbul ulserasi ditengah
nodulnya dan terisi keratin, seperti gunung api. Tanda diagnostik keratoakantoma adalah
pertumbuhan yang cepat dalam waktu beberapa minggu atau bulan.5
Lokasi lesi yang paling banyak adalah hidung. Walaupun secara histologinya menyerupai
SCC, keratoacanthoma dapat sembuh spontan, dan meninggalkan skar. Karena prediksi yang
sulit, tindakan pembedahan yaitu eksisi masih diperlukan.5
3.3 Kanker Kulit Nonepitelial
Kanker kulit nonepitelial kejadiannya sekitar 5% dari NMSC, yang berkembang dari skin
appendages, sel-sel neuroendokrin, sel-sel mesenkim, atau pembuluh darah.5
3.3.1 Karsinoma Sel Merkel
Merupakan karsinoma neuroendokrin dermal yang
jarang namun bersifat agresif.
Gambaran klasik dari karsinoma ini berupa nodul soliter merah keunguan, sebagian besar
tumor ini berukuran kurang dari 2 cm namun dapat juga mencapai 10 cm. Umumnya kasus
ini terdapat di kepala dan leher, dan diduga disebabkan oleh kerusakan aktinik yang
berhubungan dengan paparan sinar matahari. Gambaran histopatologisnya menunjukkan selsel bulat berwarna biru, kecil, dan padat yang tersusun mengisi trabekula dan berupa
lembaran. Kromatin bersifat halus dan tersebar merata.15
Terapi untuk karsinoma ini harus agresif. Rekurensi lokal setelah reseksi telah dilaporkan
sebanyak 44%. Batas reseksi tumor yang direkomendasikan pada kebanyakan penelitian
adalah 2–3cm dari batas tumor, namun kadangkala hal ini sulit diterapkan pada area kepala
28
dan leher. Radioterapi dan kemoterapi ajuvan dianjurkan pada stadium lanjut, namun
perannya masih belum dapat dibuktikan.16
Gambar 3.7 Stadium Tumor5
3.3.2 Dermatofibrosarcoma Protuberans (DFSP)
Suatu keganasan intermediet yang berasal dari dermal fibroblas. Gambaran klinisnya
berupa plak dengan indurasi yang multipel berwarna kemerahan sampai keunguan. Biasanya
terdapat di badan, dengan kejadian di kepala dan leher sekitar 10–15%. Histopatologis dari
DFSP berupa sel-sel spindel monomorfik padat mulai dari dermis sampai subkutan
memberikan gambaran seperti sarang lebah. Angka rekurensi lokal sekitar 44%, namun
metastasis hanya 1–4%. Beberapa studi menjelaskan tindakan pada tumor ini adalah eksisi
dengan batas bebas tumor 2 cm, dengan indikasi fungsional dan kosmetik, Mohs’
microsurgery dapat sebagai tindakan alternatif.17
3.4 Tatalaksana untuk BCC dan SCC
1. Kuretase dengan elektrodisekasi
Kuretase dengan elektrodisekasi merupakan terapi terbanyak untuk BCC atau lebih
dikenal electrosurgery atau elektrodisekasi dengan kuretase. Metode ini banyak dipakai
29
oleh ahli dermatologi yang menangani sebagian besar dari lesi tersebut, dan
menunjukkan hasil yang baik apabila digunakan secara tepat dengan tingkat kesembuhan
81–97%. Alasan pemilihan metode ini pada BCC dan SCC adalah karena keduanya
memiliki permukaan yang lembut ,sehingga dapat dilakukan kuretase. Ditangan yang
ahli dengan metode ini dapat mengangkat semua tumor yang teraba menggunakan alat
kuret berbagai ukuran, setelah didapatkan jaringan yang terasa normal pada bagian basal
yang dieksisi maka dilakukan elektrodisekasi atau fulgurasi. Proses ini dilakukan
sebanyak 2-6 kali. Keuntungan metode ini adalah menyisakan jaringan normal sebanyak
mungkin, serta mudah dilakukan. Kerugiannya adalah perlu perawatan pada luka
terbuka, menimbulkan skar, dan perdarahan. Indikasi menggunakan metode ini hanya
pada lesi dengan diameter kurang dari 2 cm. Kontraindikasi metode ini antara lain lesi
dengan invasi dalam, karsinoma sel basal sklerotik (morphea-like), letak lesi di area
yang memiliki tingkat rekurensi tinggi (hidung, telinga, periokular, dan perioral),
melanoma maligna, dan tumor rekuren.5,8
2. Cryosurgery (bedah beku)
Cryosurgery atau bedah beku adalah pilihan terapi lain yang mungkin sesuai untuk
beberapa lesi sel basal. Sebagaimana elektrosurgery dibutuhkan keahlian dan
pengalaman. Cryogen terbanyak yang digunakan berupa nitrogen cair. Temperatur yang
dianggap letal bagi jaringan tumor adalah minimal -30 oC sampai -50oC. Jaringan tumor
dan area sekitar tumor dibekukan untuk memastikan ablasi yang adekuat. Termocaupel
diinsersikan ditepi area lesi untuk menjamin suhu yang sesuai agar terjadi kematian sel.
Kelebihan dari teknik ini adalah angka kesembuhan yang tinggi, banyak menyelamatkan
jaringan yang sehat di sekitarnya. Indikasi dan kontraindikasi metode ini sama dengan
metode elektrodisekasi. Kekurangan metode ini lamanya fase penyembuhan, dan
perawatan luka.18
30
3. Radiasi
Terapi radiasi efektif untuk mengatasi kanker kulit dan telah digunakan sebelumnya.
semakin ditinggalkannya terapi radikal maka terapi radiasi makin populer. Kelebihan
metode ini adalah kemampuan untuk menjangkau secara luas jaringan tumor, dan
menghindari pembedahan. kekurangannya meliputi metode ini memakan waktu berlarutlarut, biaya yang tidak murah, efek jaringan yang berdekatan, efektivitas terbatas
jika tumor melibatkan tulang rawan atau tulang, radiodermatitis. Terapi radiasi biasanya
dipilih pada pasien yang tidak layak dioperasi karena kondisi umumnya, terapi tambahan
untuk pembedahan, terapi paliatif pada lesi yang luas.8
4. Terapi Photodinamik untuk keganasan kulit pada kepala dan leher
Photodynamic therapy (PDT) adalah metode terapi
yang menggunakan zat
photosensitizasi yang akan mencapai lokasi tumor secara selektif, zat tersebut akan aktif
apabila terkena paparan sinar sehingga memberikan efek terapi. Walaupun metode ini
menjanjikan, tapi masih diteliti lebih lanjut. Terdapat dua komponen untuk melakukan
metode terapi ini, yaitu obat photosensitisasi, dan laser yang mengaktivasi obat. Obat
yang paling banyak digunakan pada keganasan kulit kepala dan leher adalah porphyrin.
Beberapa obat lain yang digunakan adalah tetrasiklin, fluorese, dan rodamin.
Berdasarkan kajian literatur pada awalnya metode ini digunakan untuk tindakan kanker
kulit stadium lanjut. Beberapa seri metode ini memberikan respon awal yang baik pada
beberapa pasien, namun pemantauan jangka panjang sulit dilakukan. Masalah utama
yang perlu dievaluasi adalah keragaman dari teknik, obat, dan dosis sinar. Keuntungan
PDT adalah beberapai lesi dapat diterapi secara bersamaan, memiliki hasil kosmetik
31
yang baik, dan tidak memerlukan anestesi. Kekurangannya meliputi respon yang tidak
dapat diprediksi pada lesi lanjut, dan phosensitifisitas.5
5. Interferon α
Interferon α merupakan kelompok sitokin yang muncul secara alami dan memiliki efek
biologis antara lain mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel, memodulasi respon
imun, dan memiliki aktifitas antiviral. Pemeberian Interferon α intralesi cocok untuk
mengobati karsinoma sel basal superfisial dan nodular dengan angka kesembuhan lebih
dari 80%.18,19
6. Bedah Eksisi
Merupakan metode terbanyak yang dipakai untuk keganasan kulit pada kepala dan leher.
Klinisi harus memiliki 4 tujuan yaitu :
1. Pengangkatan/penghancuran total tumor
2. Mempertahankan sebanyak mungkin jaringan normal
3. Mempertahankan fungsi
4. Perhatikan kosmetik.5
Prinsip utama dari metode ini adalah eksisi tumor komplit, karena jika hal ini tidak
tercapai maka tujuan lain tidak akan tercapai. Batas reseksi yang adekuat diperlukan
untuk mencapai batas aman 4mm, bagi kebanyakan kasus BCC dan SCC batas 4mm
dari lesi cukup untuk lesi yang berukuran 2cm atau kurang, namun untuk lesi dengan
ukuran lebih dari 2cm terletak di area yang berisko rekurensi dan dinvasi lemak atau
tidak berdiferensiasi baik diperlukan batas eksisi 6mm. Sebagai tambahan diperlukan
pertimbangan untuk mencapai batas yang aman. Rekonstruksi dari defek tergantung pada
ukuran defek dan sifat tumor yang dieksisi. Untuk lesi yang lebih kecil penutupan primer
dan proses penyembuhan luka adalah pilihan yang drekomendasikan. Pada defek yang
lebih besar (intermediate) diperlukan skin graft atau rotational flap untuk penutupan
32
defek yang adekuat. Untuk defek yang besar maka diperlukan maka perlu regional atau
pedicled flaps atau free flaps.sehingga sebelum dilakukan eksisi diperlukan konsultasi ke
ahli bedah rekonstruksi.20
7.
Mohs micrographic surgery
Merupakan teknik pembedahan khusus yang mampu mempertahankan jaringan sehat
semaksimal mungkin. Freederich E. Mohs menemukan prosedur ini pada tahun 1930.
Setelah mengalami modifikasi selama bertahun-tahun, prosedur tersebut memerlukan
anestesi lokal dengan tepi tumor 1cm. Kuret diperlukan untuk debulking tumor dengan
memulai melakukan eksisi dengan sudut 45o dari kulit. Sebelum melakukan eksisi tumor
lengkap diperlukan insisi awal. Dengan metode ini pasta zinc klorida diaplikasikan ke
massa tumor untuk memfiksasi in situ dan melakukan eksisi serial agar dapat dilakukan
pemeriksaan seluruh spesimen secara histologis. Hal ini mempermudah pengambilan sisa
tumor sehingga dapat dilakukan eksisi ulang pada kanker tersebut. Angka kesembuhan
dengan
teknik
ini
95-99%.
Sebelum
eksisi
lengkap
tumor,
serta
awal
sayatan harus mencakup tanda asimetris agar batas tumor menjadi akurat. Spesimen
dibagi menjadi 4 untuk mempermudah proses pemeriksaan histologis dari seluruh sisi
tumor. Serial reseksi dan pemeriksaan patologis ini di ulang sampai daerah bebas tumor.
Dibandingkan dengan modalitas terapi lain metode ini memberikan angka kesembuhan
yang tinggi pada kanker kulit. Angka harapan hidup 5 tahun lebih 99% pada BCC
dengan SCC dengan eksisi primer, juga bisa dilakukan pada tumor rekuren 96%, disisi
lain SCC yang diterapi dengan metode ini angka kesembuhan 5 tahunnya pada pasien
dengan metastasis adalah 16%, sedangkan pada pada yang tidak metastasis sampai 96%.
Kekurangan metode ini adalah prosedur tindakannya lama, perlu peralatan khusus
(cryostat), dan perlu tim ahli khusus.21
8. Laser karbondioksida
33
Eksisi dengan metode laser cocok untuk beberapa kanker kulit. Indikasi metode ini
adalah pada penderita dengan status kardio atau kondisi medis lainnya yang merupakan
kontraindikasi pemberian epinefrin untuk anestesi lokal. Lidokain tanpa tambahan
vasokonstriktor memiliki durasi 10 menit, lebih lama dari waktu yang diperlukan untuk
melakukan reseksi sebagaian besar lesi di muka pada kondisi kekurangan darah dengan
terapi laser CO2. Apabila di tepi lesi masih ditemukan tumor, dibutuhkan anestesi
infiltrasi tambahan jika diperlukan untuk pengambilan jaringan. Jika telah ditentukan
bahwa batas lesi bebas tumor, maka area flap lokal di infiltrasi dan dilakukan
rekonstruksi. Terapi laser ini juga memiliki keuntungan pada penderita dengan kelainan
darah. Indikasi lain dari laser CO2 adalah reseksi atau vaporisasi lesi kecil multipel yang
tidak memerlukan rekonstruksi. Lesi yang berukuran antara 7–8mm dapat direseksi tanpa
disertai perdarahan, dan dapat sembuh sempurna dalam 10 hari, sehingga dapat
mempertahankan kosmetik. Metode ini terutama efektif dalam penatalaksanaan lesi
multipel premalignansi atau yang berpotensi malignan pada kanker kulit. Terapi paliatif
terhadap lesi yang dibiarkan pada pasien usia lanjut atau yang terbelakang dimana kanker
kulit kurang menjadi perhatian, ditatalaksana menggunakan laser CO2.5
9. 5-Fluorouracil topikal
5-fluorouracil (5-FU) adalah suatu struktur yang analog dengan thymin yang
menghambat timidilat sintetase, sehingga mengganggu sintesis DNA dalam pembelahan
sel dan menyebabkan sel mati. Terapi5-FU topikal dapat mempunyai tingkat
kesembuhan 92% untuk SCC in situ dan 95% untuk BCC superfisial. Kerugian dari
pengobatan topikal 5-FU adalah terdapatnya peradangan dan iritasi selama pengobatan.8
10. Retinoid
Vitamin A dan metabolit fisiologis dan derivat sintetisnya(retinoid) telah terbukti
memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap perkembangan jenis kanker tertentu. Secara
34
klinis, isotretinoin(asam 13-cis-retinoic) signifikan menurunkan kejadian tumor primer
kedua pada pasien dengan kanker kepala dan leher dan mengurangi munculnya NMSC
pada pasien dengan xeroderma pigmentosum.22
Gambar 3.8 Tatalaksana kanker sel basal dan kanker sel skuamosa2
3.5 Melanoma Maligna
Melanoma maligna merupakan kanker kulit yang sangat agresif,walaupun angka kejadiannya
lebih sedikit dibandingkan NMSC. Melanoma kulit timbul dari melanosit epidermal
penghasil pigmen dan merupakan penyebab utama kematian di antara keganasan kulit.
Melanoma maligna merupakan kanker yang menempati urutan ketujuh dari semua keganasan
di Amerika Serikat. Melanoma maligna 1/3 nya muncul di area kepala dan leher.2,3
Melanoma maligna adalah kanker yang letal, namun tidak semuanya fatal. Walaupun
melanoma maligna angka kejadiannya hanya 5% dari seluruh kanker kulit,lebih dari 3–4 pada
penderita kanker kulit karena melanoma maligna.3,23
Etiologi dan faktor risiko
Sama dengan NMSC, terdapat hubungan yang kuat antara paparan sinar matahari dengan
perkembangan melanoma maligna. Pada NMSC (SCC dan BCC) berawal dari paparan sinar
matahari jangka panjang, sedangkan pada melanoma maligna berhubungan dengan papran
35
sinar matahari namun bukan jangka panjang. Orang berkulit putih yang memiliki mata biru,
merah atau pirang rambut, kulit terang, dan bercak kecenderungan ada peningkatan
risikountuk melanoma maligna.3
Mayoritas melanoma maligna (70% atau lebih) muncul dari kulit normal dibanding dari
yang mempunyai lesi premaligna. Ada tiga tipe lesi yang berperan sebagai prekursor
melanima maligna. Pada beberapa literatur persentase histologis yang berhubungan
melanoma maligna adalah melanocystic nevi, congenital melanocystic nevi (CMN) terdapat
dari sejak lahir, dapat meningkatkan kejadian melanoma maligna. Peningkatan risiko yang
signifikan terhadapa melanoma maligna adalah pada penderita dengan giant CMN (diameter
>20 cm), lentigo maligna (LM) adalah bentuk dari melanoma maligna in situ, presentase pasti
dari LM menjadi lentigo malignant melanoma (LMM) tidak diketahui dengan pasti.3
Riwayat keluarga dengan melanoma maligna memegang peranan penting pada kanker ini
(dysplatic nevi). Penderita dengan familial dysplastic nevi syndrome and sporadic dysplastic
nevi mempunya risiko yang tinggi untuk berkembang menjadi melanoma maligna.
Xeroderma pigmentosum adalah suatu sindrom genetik yang berhubungan dengan melanoma
maligna. 7
Gambar 3.9 Peubahan kulit normal menjadi melanoma2
Pada pemriksaan klinis, dapat digunakan cara untuk memudahkan menegakkan diagnosis,
yaitu dengan ABCD : Asimetri : lesi melanoma tidak simetris; Border : batasnya irreguler
36
dan tidak merata; Color: warna yang beraneka ragam dengan berbagai macam, seperticoklat,
hitam, dan cokelat; Diameter: diameter biasanya >6mm. Dasar untuk diagnosis sebagai
standar baku adalah dengan pemeriksaan biopsi.3
Klasifikasi dan Histopatologis pada melanoma maligna
Melanoma berasal dari transformasi melanosit menjadi ganas. Melanoma diklasifikasin
menjadi :

lentigo maligna

superficial spreading melanoma

nodular

acral lentiginous melanoma.3
1. Lentigo maligna
Manifestasi klinis dari Lentigo Maligna/LM adalah adanya makula pigmentasi
ireguler atau bercak pada area bekas paparan sinar matahari. LM banyak terjadi pada
orang tua dengan kulit menjadi atrofi karena paparan sinar matahari. Histopatologinya
pada epidermis pada epidermis biasanya terjadi perubahan yaitu atrofi atau penipisan
dan peningkatan jumlah melanosit atipikal pada lapisan sel basal.melanosit terdapat
dalam berbagai macam ukuran, bentuk dana ada perubahan atipikal di inti.3,4
Lentigo maligna melanoma (LMM) merupakan tipe melanoma paling jarang (4-15%).
Terdapat pada area yang terpapar sinar matahari di kepala leher, hidung dan dagu
merupakan tempat tersering. Klinisnya yaitu adanya bercak dengan batas tidak tegas
dengan atau tanpa nodul dan
papul. Warnanya beraneka ragam dan mungkin
termasuk coklat, hitam, biru-abu-abu, dan putih. Histopatologi dari LMM yaitu
adanya hiperplasia yang ekstensif dari melanosit tipikal di sepanjang perbatasan
dermis-epidermis dan melanosit atipikal di paipal dermis.3,4
37
2. Superficial spreading melanoma
Superficial spreading melanoma (SMM)
menggambarkan 70% dari seluruh
melanoma dan merupakan tipe tersering dari melanoma. SMM biasanya berupa
makula pigmentasi atau plak dengan pigmen yang beragam. Tempat tersering dari
SMM adalah area tungkai pada wanita dan area punggung pada laki-laki.
Histopatologi SMM adalah hiperplasia pada epidermal dengan distribusi pagetoid dari
melanosit.3,4
3. Nodular melanoma
Nodular melanoma (NM) merupakan jenis melanoma tersering kedua, dengan
frekuensi 15–30%. Tampilan klinis NM adalah adanya nodul biru kehitaman di
badan, kepala dan leher. Deteksi dini NM sulit karena masih kurangnya gambaran
klinis yang khas pada NM, namun NM memiliki ciri evolusi yang cepat dalam
bebrapa minggu sampai beberapa bulan, histopatologgi dari NM adalah proliferasi
yang jelas dari melanosit neoplastik dari lapisan dermis membentuk massa tumor
besar. Penyebaran pagetoid dari ke epidermis pada melanosit neoplastik dapat tidak
ditemukan atau terbatas pada lapisan yang melapis massa dermal.3,4
4. Melanoma akral lentigenosa
Melanoma akral lentigenosa (ALM) relatif jarang terjadi pada orang kulit putih dan
kulit terang, namun cukup sering ditemukan pada kulit yang lebih gelap. Gambaran
histopatologi menunjukkan proliferasi dari melanosit neoplastik dengan granula yang
sangat berpigmen disepanjang tautan dermal-epidermis. Sesuia dengan namanya,
ALM selalu terjadi dibagian akral, lokasi tersering adalah dibagian telapak kaki.3,4
3.5.1 Penentuan Stadium
38
The American Joint Committtee on Cancer (AJCC) Tumor Node Metastasis Committee telah
membuat penentuan stadium yang baru untuk melanoma maligna. Tiga faktor prognostik
yang termasuk dalam AJCC staging sistem :
1. ketebalan tumor
2. ulserasi
3. level dari invasi (level Clark’s)
Gambar 3.10 Level Clark’s3
Level invasi anatomi (level Clark’s) adalah faktor independent hanya untuk ketebalan
melanoma yang tipis (< 1mm atau kategori T1). Ketebalan dilasifikasikan menjdi level I-V.
Level I menunjukkan melanoma terbatas pada epidermis. Level II menunjukkan sel tumor
menyebar ke papila dermis namun belum mencapai papilari retikular permukaan dermis.
Level III invasi neoplasma yang mengisi dan meluas ke papilari dermis tapi tidak menembus
retikular dermis. Level IV terdapat ekstensi yang jelas dari sel-sel tumor ke dalam retikular
dermis. Level V menunjukkan invasi subkutan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
39
prognostik, faktor prognostik buruk antara lain bertambahnya usia, laki-laki, lokasi kepala
dan leher, meningkatnya laju mitosis, hilangnya limfosit yang menginfiltrasi tumor,
metastasis mikroskopis, dan invasi ke vaskular.3
Gambar 3.11 Melanoma Maligna. A. LM invasif, Breslow depth 1,35mm, level Clark’s IV, ulserasi (), sentinel lymph node (-). B. Superficial spreading melanoma, Breslow depth 1,36mm, level Clark’s
III, , ulserasi (-), sentinel lymph node (-). C. Nodular Melanoma, Breslow depth 3,9mm, ulserasi (-),
sentinel lymph node (-). D. Desmoplastic Melanoma, , Breslow depth 1,35mm, level Clark’s IV,
ulserasi (+), sentinel lymph node (-).5
3.5.2 Tatalaksana
1. Bedah Eksisi
Terapi standar untuk melanoma kulit adalah bedah eksisi komplit dari lesi primer.
Menurut pedoman American Academy Dermatology (AAD) terbaru tatalaksana
melanoma kulit merekomdasikan 0,5cm dari batas melanoma in situ, 1cm untuk
melanoma invasif dengan ketebalan <2mm, 2cm batas dari tumor untuk tumor dengan
ketebalan >2mm. Eksisi melanoma pada tempat yang khusus seperti telinga, hidung
atau tempat yang lain di kepala dan leher memerlukan teknik pembedahan yang khusus
dengan memperhatikan kosmetik. Sebagai tambahan seorang ahli bedah harus berfikir 3
dimensi, yaitu bagaimana mendapat batas yang dalam sebagaimana batas lateral
40
(contoh pertimbangan perlu tidaknya reseksi otot dan tulang muka untuk mendapat
batas yang adekuat).3
2. Biopsi sentinel kelenjar getrah bening dan diseksi elektif kelenjar getah bening.
Sentinel KGB adalah nodus KGB pertama atau KGB yang merupakan drainase ke
massa tumor. Biopsi KGB sentinel dilakukan untuk menentukan apakah terjadi
metastasis regional. Area kepala dan leher merupakan area yang sulit dipetakan, angka
keberhasilannya 70-80%, namun dengan menggunakan teknik pemetaan dapat
meningkat sampai 95%.3
3. Terapi adjuvan
Terapi adjuvan yang ideal belum ditemukan. Penelitian terbaru menunjukkan angka
kebebasan tumor meningkat secara signifikan pada penderita resiko tinggi yang
menderita
melanoma
setelah
mendapat
intrferon
α
dosis
tinggi.
Regimen
pemberiaannya yaitu IFN-α intravena (20x106 IU/m2/hari, selama 5 hari dalam
seminggu untuk 4 minggu), diikuti pemberian IFN-α subkutan (10x106 IU/m2/hari,
selama 3 hari dalam seminggu untuk 11 bulan) dengan pertimbangan efek samping
yang dapat terjadi pemberian IFN-α dosis tinggi telah ditemukan IFN-α dosis rendah
yang memili imunitas lebih baik berdasarkan penelitian in vitro; penelitian terbaru
menggunakan IFN-α subkutan dosis rendah selama 2 tahun.3
4. Tujuan pemberian Kemoterapi terbagi menjadi dua bagian bedar : sebagai terapi
adjuvant pada penderita risiko tinggi dan sebagai terapi paliatif pada penderita stadium
IV.
41
Gambar 3.12 Tatalaksana Inisial pada melanoma maligna5
Gambar 3.13 Tatalaksana Inisial pada melanoma maligna yang mengalami metastasis5
Gambar 3.14 Tatalaksana Inisial pada melanoma maligna5
42
BAB IV
KESIMPULAN
NMSC pada kepala dan leher cukup sering terjadi. Setelah diagnosis NMSC
dianggap, anamnesis lengkap, dan pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan baik.
Karena berbagai bedah dan non-bedah pilihan yang tersedia untuk pengobatan
NMSC,
penilaian
preoperatif
hati-hati,
termasuk
penunjang
diagnostik
pemeriksaan radiologi dan konsultasi dengan Ahli bedah rekonstruksi, ahli
radiologi, ahli onkologi atau, bagian lain biladiperlukan.
Angka kejadian melanoma maligna lebih tinggi dibandingkan dengan kanker
lain, dan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting. Tatalaksana
melanoma adalah untuk mengobati dengan diagnosis dini dan tepat pengobatan.
Beberapa pilihan untuk pengobatan kulit kanker tersedia untuk pasien dan dokter,
yang
memungkinkan
tingkat
kesembuhan
yang
tinggi
dan
dengan
mempertibangkan kosmetik. Sampai penelitian lebih lanjut menghasilkan obat
untuk melanoma ganas, perlindungan tabir suryadan evaluasi awal daerah yang
sering terpapar lini pertama sebagai pertahanan dalam memerangi melanoma
ganas.
43
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1.
Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi BE, Natahusada EC, Sjamsoe-Daili E,
Effendi EH, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2002
2.
Vincent D, Theodore L, Steven R. Devita, Hellman & Rosenberg's Cancer:
Principles & Practice of Oncology. Connecticut: Lippincott Williams &
Wilkins;Edisi 8: 2008
3.
Ouyang Y-H. Skin Cancer of the Head and Neck. Semin Plas Surg.New York.
2012;24:117-26.
4.
Fitzpatrik's. Dermatology in General Medicine. New York: Mc Graw Hill;
Edisi 8, Vol 1; 2010.
5.
Cherie-Ann, S T. Bailey's Head & Neck Surgery Otolaryngology.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;edisi 5. 2013.
6.
Buzzell R. Effects of Solar Radiation on The Skin. Otolaryngol Clin North
Am. 2010;26:1-11.
7.
Shumrick K, Coldiron B. Genetic Syndromes Associated with Skin Cancer.
Otolaryngol Clin North Am. 2009;26:117-37.
8.
Padget J, Hendrix J. Cutaneus Malignacies and Their Management.
Otolaryngol Clin North Am. 2009;34:523-53.
9.
Kirkuan N. Tumor and Cyst Epidermis. Otolaryngol Clin North Am. Edisi 9.
Baltimore,2010;9:805-66
44
10.
Lo J, Snow S, Reeizner G, Mohs F, Larson P, Hruza G. Metastatic Basal Cell
Carcinoma: Report of Twelve Caseswith a Review of the Literature. J Am
Acad Dermatol. 2009;24:715-9.
11.
Salasche S. Epidemiology of actinic keratoses and squamous cell carcinoma. J
Am Acad Dermatol. 2009;42:4-7.
12.
Kao
G.
Carcinoma
arising
in
Bowen’s
disease.
Arch
Dermatol.
2007;122:1124-6.
13.
Rowe D, Carroll R, Day C. Prognostic factors for localrecurrence, metastasis,
and survival rates in squamous cellskin cancer. J Am Acad Dermatol.
2009;26:976-90.
14.
Jung TTK, Jinn TH. Ballenger's Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Penysalvania: William & Wilkins; 2003.
15.
Brown. Recognition and management of unusual cutaneous tumors. Dermatol
Clin. 2010;18:543-52.
16.
Lawenda B, Tringer J, Foss R, Johnstone P. Merkelcell carcinoma arising in
the head and neck: optimizing therapy. Am J Clin Oncol. 2010;24:35-42.
17.
Gloster H. Dermatofibrosarcoma protuberans. J Am Acad Dermatol.
2010;35:355-74.
18.
Tucker S, Polasek J, Perri AJ ea. Long-term follow-up of basal cell
carcinomas treated with perilesional interferon alfa 2b as monotherapy. J Am
Acad Dermatol. 2011;54:1033-8
19.
Edwards, SB T, al PAe. The effect of an intralesional sustained-release
formulation of interferon alfa-2b on basal cell carcinomas. Arch Dermatol.
2009;126:1029-32.
45
20.
Broadland D, Zitelli J. Surgical margins for excision of primary cutaneous
squamous cell carcinoma. J Am Acad Dermatol. 2009;27:241-8.
21.
Shriner D, McCoy D, Goldberg D, Wagner R. Mohs micrographic surgery. J
Am Acad Dermatol. 2009;39:79-97.
22.
Niles R. Recent advances in the use of vitamin A (retinoids) in the prevention
and treatment of cancer Nutrition. J Am Acad Dermatol. 2010;16:1084-9.
23.
Rigel D. Epidemiology and prognostic factors in malignant melanoma. Ann
Plast Surg. 2009;28:7-8.
Download