PENERAPAN PENDEKATAN BELAJAR AKTIF PADA PEMBELAJARAN SAINS DI KELAS 5 SD AL-JANNAH ISLAMIC FULLDAY SCHOOL JAKARTA Aningsih * Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai informasi dan data sebagai temuan, khususnya untuk mengetahui hakikat penerapan pembelajaran Sains di kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta dengan menerapkan pendekatan belajar aktif. Subjek penelitian ini terdiri dari guru dan siswa kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis domain, taksonomi, komponensial, dan tema. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya guru menjadikan siswa aktif sejak awal pembelajaran, terdiri dari: (a) menciptakan minat awal siswa terhadap pelajaran, (b) mempelajari pengetahuan dan pengalaman siswa terkait dengan materi, dan (c) mengembangkan semangat kerja sama, saling mengenal dan ketergantungan yang positif. Adapun peran guru pada proses pembelajaran Sains dalam rangka membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, terdiri dari: (a) membuat variasi kegiatan belajar, (b) membuat variasi tempat belajar,(c) merangsang timbulnya motivasi belajar siswa, (d) mengorganisasikan siswa, (e) mengembangkan sikap-sikap ilmiah, dan (f) memfasilitasi terjadinya interaksi siswa dengan media dan sumber belajar. Cara guru mengakhiri kegiatan belajar sains agar tidak mudah terlupakan oleh siswa, terdiri dari: (a) mengadakan peninjauan, (b) merencanakan kegiatan mendatang, dan (c) memberikan penguatan. Kata kunci: penerapan, pendekatan belajar aktif, pembelajaran sains I. PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan. Sekolah sebagai satuan pendidikan formal mengemban tugas menyiapkan siswa untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan demikian pesat, mampu bersaing dalam kehidupan, dan menyesuaikan diri terhadap berbagai tantangan yang makin berat. Untuk itu, diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian, dan keterampilan. Salah satu disiplin ilmu tersebut adalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam. Sains perlu diajarkan sejak dini agar siswa dapat menyadari kebesaran Penciptanya, memahami alam sekitar, serta memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat. Sains pada hakikatnya dapat dipandang dari segi proses, produk, dan pengembangan sikap (Hendro Darmojo, 1992:6). Dipandang dari segi proses, sains merupakan proses dari upaya manusia untuk memahami gejala alam melalui suatu tata cara tertentu yang sifatnya analitis, cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain. Dipandang PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 1 dari segi produk, sains merupakan produk atau hasil dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Produkproduk itu berupa prinsip-prinsip, teoriteori, hukum-hukum, konsep-konsep, maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu ditujukan untuk menjelaskan tentang gejala alam. Dipandang dari segi pengembangan sikap, sains dapat mengubah sikap dan pandangan manusia terhadap alam semesta, dari sudut pandang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah yang selanjutnya melahirkan sikapsikap ilmiah, seperti sikap ingin tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan disiplin. Srini, dkk. (1996:12) menyebutkan beberapa ciri sikap ilmiah, di antaranya objektif terhadap fakta, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup daya yang menyokong, berhati terbuka, artinya bersedia menerima pendapat atau penemuan orang lain, tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat, bersifat hati-hati, dan ingin menyelediki. Pembelajaran sains di sekolah dasar harus mencakup ketiga dimensi tersebut. Akan tetapi, hingga saat ini masih banyak siswa yang belajar sains hanya sebagai produk, bukan sebagai proses dan pengembangan sikap. Guru mengajarkan sains sebatas pada penjelasan produkproduk sains tanpa disertai cara mendapatkan atau membuktikannya. Akibatnya, siswa hanya memiliki kemampuan menggunakan sains, tetapi tidak pandai menghasilkan sains. Di samping itu, pembelajaran sains yang hanya disampaikan melalui metode ceramah, cenderung menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber belajar dan kurang memperhatikan perbedaan individu siswa. Hal itu mengakibatkan kesenjangan di antara siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 dikarenakan tingkat pemahaman mereka tidaklah sama. Ada siswa yang mudah memahami materi pelajaran meski hanya mendengarkan penjelasan guru. Akan tetapi, banyak dari mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang hanya disampaikan melalui ceramah dan demonstrasi, tanpa mendapat pengalaman belajar yang bermakna. Apa yang guru jelaskan terkadang hanya sesaat mereka ingat, lalu dalam jangka waktu tidak begitu lama, mereka telah lupa terhadap apa yang telah didengarnya. Agar dapat mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya, siswa harus memahaminya terlebih dahulu. Seorang guru tidak dapat serta-merta menuangkan segala sesuatu ke dalam benak para peserta didiknya, karena peserta didik sendirilah yang harus menata ulang apa yang telah mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, peserta didik akan kesulitan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Agar pembelajaran Sains dapat berhasil dengan baik, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran Sains seperti yang diungkapkan John S. Richardson dalam Hendro, dkk (1992:12-15), yaitu: (1) prinsip keterlibatan siswa secara aktif; (2) prinsip belajar berkesinambungan; (3) prinsip motivasi; (4) prinsip multi saluran; (5) prinsip penemuan; (6) prinsip totalitas; (7) prinsip perbedaan individu. Salah satu pendekatan pembelajaran yang memperhatikan prinsip-prinsip tersebut dalam penerapannya dan dapat memperkuat stimulus serta respon siswa adalah pendekatan belajar aktif (active learning). Pendekatan belajar aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif dengan mengoptimalkan penggunaan semua potensi mereka sehingga dapat mencapai 2 hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Hal ini sejalan dengan PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa: Proses pembelajaranpada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipsi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Fokus Media: 2006:74) Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diarahkan untuk menyadari adanya kebutuhan untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai konsep baru dan mengembangkan karakteristik positif. Siswa juga dapat belajar dengan gembira dan tidak mudah jenuh. Pendekatan belajar aktif, khususnya dalam pembelajaran Sains telah diterapkan di sebuah sekolah alam dan sains, yakni SD Al-Jannah Islamic Fullday School yang berlokasi di Jalan Jambore No. 4 Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. SD tersebut mempunyai visi mewujudkan generasi Islami yang cinta alam, cerdas, unggul dalam sains dan teknologi. SD Al-Jannah Islamic Fullday School menyiapkan siswanya dengan pengetahuan dan keterampilan sehingga memiliki basic skill (kemampuan dasar), life skill (kemampuan untuk hidup sesuai dengan tantangan zamannya), leadership skill (kemampuan untuk menjadi pemimpin/kalifah), dan spiritual skill (kemampuan untuk hidup sesuai dengan aturan Sang Pencipta). SD Al-Jannah tidak hanya menjadikan sains sebagai bagian dari mata pelajaran, tetapi juga menjadikan sains sebagai model dari sekolah. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa sains ada di sekitar kehidupan dan belajar sains dapat PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 merasakan kebesaran Allah SWT. Pada dasarnya setiap anak adalah saintis. Dengan belajar sains, anak dibimbing untuk berpikir kritis, kreatif, dan bertindak ilmiah. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran Sains di SD Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta, khususnya kelas 5, melalui penerapan pendekatan belajar aktif. Peneliti merumuskan fokus penelitian ini pada “Bagaimana penerapan pendekatan belajar aktif pada pembelajaran Sains di kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta?”Adapun pertanyaanpertanyaan penelitian yang dipilih, adalah sebagai berikut: (a) Bagaimana upaya guru menjadikan aktif siswa sejak awal pembelajaran?; (b) Bagaimana peran guru pada proses pembelajaran Sains dalam rangka membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan?; (c) Bagaimana cara guru mengakhiri kegiatan belajar Sains tidak mudah terlupakan oleh siswa? B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan berbagai informasi data sebagai temuan, khususnya untuk mengetahui hakikat pelaksanaan pembelajaran Sains di kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta dengan menerapkan pendekatan belajar aktif. C. Manfaat Hasil Penelitian Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai aktualisasi penerapan pendekatan belajar aktif dalam pembelajaran Sains di kelas 5 SD AlJannah sehingga dapat dijadikan bahan refleksi bagi para pengembang pendidikan dan pembelajaran.Bagi guru SD, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangankegiatan 3 pembelajaran Sains yang lebih baik.Bagi pengelola pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan umpan balik dalam rangka pembinaan dan peningkatan mutu pembelajaran sains di kelas 5 SD. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Pendekatan Belajar Aktif Menurut Zaini, dkk (2006:16) pendekatan belajar aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif sehingga merekalah yang mendominasi pembelajaran. Selanjutnya, Hartono (2007:1) mengungkapkan bahwa pendekatan belajar aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi peserta didik sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Oleh karena itu, proses belajar dapat dikatakan aktif apabila didalamnya mengandung komitmen, tanggung jawab, dan motivasi (Hidayat, 2007:1). Komitmen yang tinggi dalam belajar aktif mengandung arti bahwa materi, metode, dan strategi pembelajaran yang diaplikasikan dapat bermanfaat bagi siswa (meaningfull), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevan), dan bersifat pribadi (personal). Tanggung jawab yang dimaksud dalam belajar aktif adalah bahwa proses belajar yang dikembangkan memberikan wewenang kepada siswa dan mendorong siswa berpikir kritis. Guru lebih banyak mendengar daripada berbicara, menghormati ide-ide siswa, memberikan pilihan, dan kesempatan kepada siswa untuk mengambil keputusan. Motivasi dalam belajar aktif mencakup motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari diri siswa lebih dikembangkan agar proses belajar yang ditekuninya muncul berdasarkan PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 kesadaran, minat, dan inisiatif siswa sendiri, bukan karena dorongan lingkungan atau orang lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari luar diri siswa berupa dorongan dari orang lain atau lingkungan. Dave Meier dalam Triluqman (2006:1) mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI kependekan dari somatis, auditori, visual, dan intelektual. Model pembelajaran aktif ini bertolak dari pandangan Meier yang berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi, yakni tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelek (I). Dengan pemahaman ini ia mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni: (1) belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran; (2) belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi; (3) kerjasama membantu proses belajar; (4) pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan; (5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri; (6) emosi positif sangat membantu pembelajaran; dan (7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Berdasarkan pendapat-pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan belajar aktif adalah suatu pembelajaran yang didalamnya mengandung komitmen, tanggung jawab, dan motivasi dengan mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif dalam rangka mengoptimalkan penggunaan semua potensi sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. B. Hakikat Pembelajaran Sains 1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran 4 Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan. Mulyani, dkk (1998: 15) mengutip Morgan, dkk (1986) mengungkapkan bahwa belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Menurut Gagne (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas yang timbul dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Setelah belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Adapun pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan (Wikipedia Indonesia: 2007:1). Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat oleh seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya siswa dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) (Kindsvatter, 1995:34-35). Pengajaran PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja, sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi. Berdasarkan pendapat para pakar pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang teramati berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang timbul dari proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar dan stimulasi yang berasal dari lingkungan. Adapun, pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan. 2. Hakikat Pembelajaran Sains Pembelajaran Sains atau IPA dalam Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar dan Madarasah Ibtidaiyah berhubungan dengan cara untuk mencari tahu tentang alam secara sistematis melalui observasi dan eksperimen. Oleh karena itu, sains bukan hanya penguasaan kumpulan ilmu pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip, dan teori-teori saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran Sains diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Proses pembelajarannya menekankan kepada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkam kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari dan menemukan, merancang, dan membuat suatu karya melalui penerapan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, 5 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Sains merupakan cara untuk mencari tahu tentang alam secara sistematis melalui proses mencari, menemukan, merancang, dan membuat suatu karya melalui penerapan. Pembelajaran Sains merupakan sarana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, berpikir kritis, serta mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Sains hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip keterlibatan siswa secara aktif, belajar berkesinambungan, motivasi, multi saluran, penemuan, totalitas, dan perbedaan individu. C. Siswa Kelas 5 SD Manurut Nasution (1992:43), masa usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Masa usia sekolah disebut pula sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa ini, anak relatif lebih mudah dididik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya. Masa keserasian sekolah diperinci menjadi dua fase, yaitu (1) Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6,0 atau 7,0 sampai umur 9,0 atau 10,0 tahun; (2) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, yaitu kira-kira umur 9,0 atau 10,0 tahun sampai kira-kira umur 12,0 atau 13,0 tahun. Siswa kelas 5 SD rata-rata berusia antara 10 – 12 tahun. Berdasarkan fase di atas, siswa kelas 5 SD termasuk dalam masa kelas-kelas tinggi. Adapun, sifat-sifat khas pada masa ini, ialah sebagai berikut: (a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingbandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 (b) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar. (c) Telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus. (d) Sampai kira-kira umur 11,0 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah umur kira-kira 11 ,0 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri. (e) Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah; (f) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri. Menurut Piaget, anak usia 10-12 tahun berada pada tahap operasi konkret di mana mereka mulai memandang dunia secara objektif, berpikir secara operasional, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturanaturan, prinsip ilmiah sederhana, dan sebab akibat, serta dapat memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Pembelajaran Guru: 2008:1). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas 5 SD termasuk dalam tahap operasi konkret yang mulai memandang dunia secara objektif, berpikir secara operasional, membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, sebab akibat dan prinsip ilmiah sederhana, serta dapat memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Selain itu, mereka memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari 6 yang konkret, amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar, mempunyai minat pada mata pelajaran khusus, membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya, menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri, memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenaiprestasi sekolah, dan gemar membentuk kelompok sebaya. III. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, atau disebut juga metode naturalistik. Peneliti memilih metode ini dikarenakan permasalahan di lapangan yang begitu kompleks, holistik, dinamis dan penuh makna sehingga data pada situasi tersebut tidak dapat dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Penelitian ini menitikberatkan pada kajian proses penerapan pendekatan belajar aktif pada pembelajaran Sains di kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta. Instrumen penelitian dalam pencarian data di latar penelitian adalah peneliti sendiri. Hal itu merupakan ciri khas dari penelitian kualitatif yang memungkinkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian sekaligus. Data diperoleh dari suatu situasi sosial yang sesuai dengan fokus penelitian ini. Sumber data yang dihimpun dalam penelitian ini meliputi: (a) Wakil kepala sekolah bidang kurikulum;(b) Guru Sains; (c) Dokumen sekolah; (d) Jadwal kegiatan belajar mengajar; (e) Lesson Plan/Rencana Pelakasanaan Pembelajaran; (f) Media yang dipergunakan; (g) Ringkasan materi; (h) Metode yang dipergunakan;(i) Berbagai aktivitas dan peristiwa yang terkait dengan fokus penelitian ini. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengamatan, PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk pengujian keabsahan data dilakukan dengan menggunakan uji kredibilitas data melalui perpanjangan pengamatan dan triangulasi. Triangulasi dengan sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan untuk selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan sumber-sumber data. Triangulasi dengan teknik dilakukan dengan mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi dengan waktu dilakukan dengan melakukan pengecekan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi di lapangan, penerapan pendekatan belajar aktif di SD tersebut dapat dilihat indikasinya dari: A.Upaya guru menjadikan aktif siswa sejak awal pembelajaran 1. Menciptakan minat awal siswa terhadap pelajaran.Hal itu digambarkan dalam wujud kegiatan pembelajaran, seperti: berdialog secara akrab, menginformasikan materi yang akan dipelajari berikut tujuan belajarnya, menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari siswa (relevansi), menggunakan kalimat-kalimat positif yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa, mengendalikan siswa dengan peringatan, teguran dan sanksi apabila diperlukan, mengajukan sebuah topik atau permasalahan, dan menjelaskan langkahlangkah kegiatan belajar siswa. 2. Mempelajari pengetahuan dan pengalaman siswa.Hal itu dimunculkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran, seperti: mengajukan pertanyaan seputar materi atau kegiatan pada pertemuan sebelumnya, mengajukan pertanyaan 7 seputar hal-hal yang berhubungan dengan materi, mendorong siswa mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya, mendorong siswa mengungkapkan pengalaman yang dialaminya terkait dengan materi yang akan dibahas, dan meminta siswa menuliskan hal-hal yang diketahui mereka yang terkait dengan materi. 3. Menunjukkan adanya upaya guru mengembangkan semangat kerja sama, saling mengenal, dan ketergantungan yang positif.Hal itu diwujudkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran, seperti: guru membagi siswa ke dalam kelompokkelompok kerja, guru menentukan anggota masing-masing kelompok, siswa memilih sendiri anggota kelompoknya, dan guru memberikan tugas yang dikerjakan secara kelompok. Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian maka dirumuskan teori substantif, sebagai berikut: “Jika guru (1) menciptakan minat awal siswa terhadap pelajaran; (2) mempelajari pengetahuan dan pengalaman siswa; serta (3) mengembangkan semangat kerja sama, saling mengenal, dan ketergantungan yang positif, maka dapat dikatakan bahwa guru telah menjadikan siswa aktif sejak awal pembelajaran. Tindakan-tindakan guru tersebut dapat dikatakan menerapkan teori belajar aktif dari Dave Meier, yakni membangun kerja sama dan emosi positif untuk membantu proses pembelajaran.” B. Peran guru pada proses pembelajaran Sains dalam rangka membantu siswamengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. 1. Membuat variasi kegiatan belajar.Hal itu dimunculkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran, seperti: siswa bertanya jawab dengan guru, melihat tayangan edukatif, mendengarkan penjelasan guru, mengamati demonstrasi guru, melakukan serangkaian percobaan, PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 membuat suatu karya atau produk, membuat dan mengisi tabel, mengidentifikasi benda-benda, mengamati suatu benda, mengidentifikasi benda-benda, menghitung nilai suatu benda, mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, melakukan kunjungan edukatif, dan tutor oleh teman. 2. Membuat variasi tempat atau area belajar.Hal itu ditampakkan dalam bentuk kegiatan belajar, seperti: siswa belajar di laboratorium sains, kelas, kebun, areal pembibitan, green house, taman sekolah, dan laboratorium teknologi pangan. 3. Merangsang timbulnya motivasi belajar siswa. Hal itu dimunculkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran, seperti: guru menyelenggarakan kegiatan belajar yang menarik dan bervariasi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengembangkan daya pikir siswa, melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar, berinteraksi secara akrab, memberikan pujian, memberikan teguran secara halus, mengucapkan terima kasih di akhir kegiatan belajar, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan usul, memberi respon positif terhadap pertanyaan, usul dan jawaban siswa, membantu siswa yang berkesulitan belajar, serta menghargai pendapat siswa. 4. Mengorganisasikan siswa. Hal itu dimunculkan dalam bentukkegiatan pembelajaran, seperti: memberi peringatan berupa teguran langsung, memberi peringatan berupa teguran tidak langsung, memelihara ketertiban belajar, dan mengarahkan siswa melakukan tugas-tugas belajar. 5. Mengembangkan sikap-sikap ilmiah. Hal itu dicerminkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran, seperti: guru berupaya mengembangkan sikap kerja sama dengan memberikan tugas-tugas kelompok, mengembangkan sikap objektif terhadap fakta melalui kegiatan 8 percobaan, mengembangkan sikap disiplin, mengembangkan sikap bertanggung jawab, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mengembangkan sikap ingin menyelidiki, dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. 6. Memfasilitasi terjadinya interaksi siswa dengan media dan sumber belajar. Hal tersebut ditampakkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran, seperti: guru menyediakan media, alat peraga dan sumber belajar yang sesuai, guru memilih tempat atau area untuk berbagai macam kegiatan, melibatkan siswa dalam kegiatan percobaan, siswa melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan media, siswa menciptakan suatu alat, dan guru menjadikan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian di atas maka dirumuskan teori substantif, sebagai berikut: Jika guru (1) membuat variasi kegiatan belajar; (2) membuat variasi tempat/area belajar; (3) merangsang timbulnya motivasi belajar siswa; (4) mengorganisasikan siswa; (5) mengembangkan sikap-sikap ilmiah; dan (6) memfasilitasi terjadinya interaksi siswa dengan media dan sumber belajar, maka dapat dikatakan bahwa guru telah membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tindakan-tindakan guru tersebut dapat dikatakan menerapkan teori belajar dari Gagne bahwa belajar di antaranya dapat menghasilkan kemampuan kognitif, sikap, dan keterampilan. C. Cara guru mengakhiri kegiatan belajar Sains tidak mudah terlupakan oleh siswa. 1. Melakukan kegiatan peninjauan.Hal itu ditampakkan dalam bentuk kegiatan belajar, seperti: mengadakan tanya jawab seputar materi yang baru saja dipelajari, bersama-sama siswa menyimpulkan materi, mengecek PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 pekerjaan atau hasil karya siswa, dan menilai hasil belajar siswa. 2. Merencanakan kegiatan mendatang. Hal itu dimunculkan dalam bentuk kegiatan belajar, seperti: menginformasikan materi yang akan dipelajari atau kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan mendatang dan menginformasikan alat-alat yang dibawa siswa pada pertemuan mendatang. 3. Memberikan penguatan.Hal itu diwujudkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran: guru memuji hasil karya siswa, guru memuji perilaku positif siswa, dan guru mengucapkan terima kasih di akhir kegiatan belajar. Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian dirumuskan teori substantif, sebagai berikut: “Jika guru (1) melakukan kegiatan peninjauan; (2) merencanakan kegiatan mendatang; dan (3) memberikan penguatan, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berupaya menjadikan belajar tidak mudah terlupakan oleh siswa. Tindakan-tindakan guru tersebut dapat dikatakan telah menerapkan teori belajar dari John S. Richardson, yakni berprinsip belajar berkesinambungan dan motivasi”. Dari indikasi-indikasi tersebut, dapat digambarkan bahwa penerapan pendekatan belajar aktif terjadi dan dilaksanakan pada hampir setiap kegiatan pembelajaran Sains di kelas 5 SD AlJannah Islamic Fullday School Jakarta. V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa guru telah menerapkan pendekatan belajar aktif pada pembelajaran Sains di kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday SchoolJakarta. Hal itu dapat diamati dari (1) Upaya guru menjadikan siswa aktif sejak awal pembelajaran Sains terdiri dari: menciptakan minat awal siswa 9 terhadap pelajaran, mempelajari pengetahuan dan pengalaman siswa terkait dengan materi, mengembangkan semangat kerja sama, saling mengenal, dan ketergantungan yang positif; (2) Peran guru pada proses pembelajaran Sains dalam rangka membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan terdiri dari: memvariasikan kegiatan dan tempat belajar, merangsang timbulnya motivasi belajar siswa, mengorganisasikan siswa, mengembangkan sikap ilmiah dan memfasilitasi terjadinya interaksi siswa dengan media dan sumber belajar; (3) Cara guru mengakhiri kegiatan belajar Sains agar tidak mudah terlupakan oleh siswa terdiri dari: melakukan peninjauan, merencanakan kegiatan mendatang dan memberikan penguatan. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa implikasi, sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan belajar aktif sangat penting dilakukan oleh setiap guru, khususnya dalam pembelajaran Sains. Melalui belajar aktif siswa diajak untuk turut serta dan ambil bagian dalam proses pembelajaran dari awal hingga akhir, baik secara fisik maupun mentalnya. Dengan cara ini, diharapkan siswa akan merasakan suasana belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan; 2. Pendekatan belajar aktif berupaya mengoptimalkan penggunaan semua potensi siswa, baik intelektual, emosional maupun fisik, sehingga siswa diarahkan untuk menyadari adanya kebutuhan untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai konsep baru dan mengembangkan karakteristik-karakteristik positif. Siswa juga dapat belajar dengan gembira dan tidak mudah jenuh; PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 3. Guru dituntut untuk bersikap dinamis dengan terus mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar yang tersedia dapat membantu siswa memahami fakta, konsep dan prinsip Sains dengan lebih mudah, baik melalui kegiatan eksplorasi maupun eksperimen. C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang dikemukakan di atas maka diajukan beberapa saran, sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah Proses pembelajaran Sains di SD AlJannah Islamic Fullday School Jakarta, telah berjalan dengan sangat baik dan dapat dikategorikan sekolah tersebut telah banyak memiliki terobosan yang signifikan. Untuk lebih meningkatkan hal tersebut, akan lebih baik lagi apabila penerapan pendekatan belajar aktif yang sudah berjalan selama ini dapat terus dikembangkan, khususnya dalam bentuk pembinaan bagi guru-guru baru yang mungkin masih memerlukan bimbingan dari para seniornya. Peningkatan kemampuan guru untuk lebih kreatif, inisiatif, dan inovatif dalam merencanakan kegiatan belajar merupakan suatu kebutuhan dalam proses penerapan pendekatan belajar aktif. 2. Bagi guru Dalam rangka mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak usia sekolah dasar, sangat diharapkan agar proses yang telah berjalan selama ini tetap dipertahankan, namun akan lebih baik lagi jika senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, memperkaya wawasan, meningkatkan kerja sama tim dan kedisiplinan waktu belajar, 10 sertamemaksimalkan sumber-sumber belajar. pemanfaatan 3. Bagi peneliti Dalam rangka menyempurnakan kegiatan penelitian, diharapkan agar selanjutnya peneliti dapat lebih memperhatikan prosedur penelitian, tekun, dan cermat dalam melakukan penelitian. *Aningsih adalah dosen PGSD FKIP Universitas Islam “45” BEKASI. DAFTAR RUJUKAN Darmodjo, Hendro & Jenny R.E.K. (1992). Pendidikann IPA. Jakarta: Depdikbud. Dimyati & Mudjiono, (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hartono, (2007). Strategi Pembelajaran Active Learning. http:www.eduarticles.com/?pilih=lihat&id=87 Hidayat, (2007). Penerapan Active Learning untuk Seluruh Siswa. http:/www.pikiranrakyat.co./cetak/2007/07/07/07/2007/geulis/paedagogi.htm Iskandar, Srini.M. dkk (1996). Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud. Kindsvatter, Richard,. et. al. (1995). Dinamics of Effective Teaching. USA: Longman Publishers. Nasution, Noehi. (1992). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Pembelajaran Guru. (2008:1) Ciri Kecenderungan Belajar dan Cara Belajar Anak SD dan MI. http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20 Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sumantri, Mulyani & Johar Permana, (1998). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Triluqman, Heri. (2006). Teori Belajar Active Dave Meier. http:/www.tiranus.net/?p=21- 55k Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003. (2005) Bandung: Fokus Media. Wikipedia Indonesia (2007), Pembelajaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran Zaini, Hisyam, dkk. (2006). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD. PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013 11