penerapan pendekatan belajar aktif pada

advertisement
PENERAPAN PENDEKATAN BELAJAR AKTIF PADA PEMBELAJARAN SAINS
DI KELAS 5 SD AL-JANNAH ISLAMIC FULLDAY SCHOOL JAKARTA
Aningsih *
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai informasi dan data sebagai
temuan, khususnya untuk mengetahui hakikat penerapan pembelajaran Sains di kelas 5 SD
Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta dengan menerapkan pendekatan belajar aktif.
Subjek penelitian ini terdiri dari guru dan siswa kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday School
Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan, wawancara, dan studi
dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis domain, taksonomi, komponensial, dan
tema. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya guru menjadikan siswa aktif sejak awal
pembelajaran, terdiri dari: (a) menciptakan minat awal siswa terhadap pelajaran, (b)
mempelajari pengetahuan dan pengalaman siswa terkait dengan materi, dan (c)
mengembangkan semangat kerja sama, saling mengenal dan ketergantungan yang positif.
Adapun peran guru pada proses pembelajaran Sains dalam rangka membantu siswa
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, terdiri dari: (a) membuat variasi
kegiatan belajar, (b) membuat variasi tempat belajar,(c) merangsang timbulnya motivasi
belajar siswa, (d) mengorganisasikan siswa, (e) mengembangkan sikap-sikap ilmiah, dan (f)
memfasilitasi terjadinya interaksi siswa dengan media dan sumber belajar. Cara guru
mengakhiri kegiatan belajar sains agar tidak mudah terlupakan oleh siswa, terdiri dari:
(a) mengadakan peninjauan, (b) merencanakan kegiatan mendatang, dan (c) memberikan
penguatan.
Kata kunci: penerapan, pendekatan belajar aktif, pembelajaran sains
I. PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah
Salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia adalah
melalui jalur pendidikan. Sekolah sebagai
satuan pendidikan formal mengemban
tugas
menyiapkan
siswa
untuk
menghadapi lingkungan hidup yang
mengalami perubahan demikian pesat,
mampu bersaing dalam kehidupan, dan
menyesuaikan diri terhadap berbagai
tantangan yang makin berat. Untuk itu,
diperlukan pendidikan dan pengajaran
dari berbagai disiplin ilmu, agama,
kesenian, dan keterampilan.
Salah satu disiplin ilmu tersebut adalah
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam. Sains
perlu diajarkan sejak dini agar siswa dapat
menyadari
kebesaran
Penciptanya,
memahami alam sekitar, serta memiliki
pengetahuan dan keterampilan dasar
yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat.
Sains pada hakikatnya dapat dipandang
dari
segi
proses,
produk,
dan
pengembangan sikap (Hendro Darmojo,
1992:6). Dipandang dari segi proses, sains
merupakan proses dari upaya manusia
untuk memahami gejala alam melalui
suatu tata cara tertentu yang sifatnya
analitis,
cermat,
lengkap,
serta
menghubungkan gejala alam yang satu
dengan gejala alam yang lain. Dipandang
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
1
dari segi produk, sains merupakan produk
atau hasil dari upaya manusia untuk
memahami berbagai gejala alam. Produkproduk itu berupa prinsip-prinsip, teoriteori,
hukum-hukum, konsep-konsep,
maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu
ditujukan untuk menjelaskan tentang
gejala alam. Dipandang dari segi
pengembangan sikap, sains dapat
mengubah sikap dan pandangan manusia
terhadap alam semesta, dari sudut
pandang mitologis menjadi sudut pandang
ilmiah yang selanjutnya melahirkan sikapsikap ilmiah, seperti sikap ingin tahu, ingin
mendapatkan sesuatu yang baru, kerja
sama, tidak putus asa, tidak berprasangka,
mawas diri, bertanggung jawab, berpikir
bebas, dan disiplin. Srini, dkk. (1996:12)
menyebutkan beberapa ciri sikap ilmiah,
di antaranya objektif terhadap fakta, tidak
tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila
belum cukup daya yang menyokong,
berhati
terbuka,
artinya
bersedia
menerima pendapat atau penemuan
orang lain, tidak mencampuradukkan
fakta dengan pendapat, bersifat hati-hati,
dan ingin menyelediki. Pembelajaran
sains di sekolah dasar harus mencakup
ketiga dimensi tersebut.
Akan tetapi, hingga saat ini masih banyak
siswa yang belajar sains hanya sebagai
produk, bukan sebagai proses dan
pengembangan sikap. Guru mengajarkan
sains sebatas pada penjelasan produkproduk
sains tanpa disertai cara
mendapatkan atau membuktikannya.
Akibatnya,
siswa
hanya
memiliki
kemampuan menggunakan sains, tetapi
tidak pandai menghasilkan sains.
Di samping itu, pembelajaran sains yang
hanya disampaikan melalui metode
ceramah, cenderung menempatkan guru
sebagai satu-satunya sumber belajar dan
kurang memperhatikan
perbedaan
individu siswa. Hal itu
mengakibatkan
kesenjangan di antara siswa
dalam
pencapaian
tujuan
pembelajaran
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
dikarenakan tingkat pemahaman mereka
tidaklah sama. Ada siswa yang mudah
memahami materi pelajaran meski hanya
mendengarkan penjelasan guru. Akan
tetapi, banyak dari mereka yang
mengalami kesulitan dalam memahami
materi pelajaran yang hanya disampaikan
melalui ceramah dan demonstrasi, tanpa
mendapat pengalaman belajar yang
bermakna. Apa yang guru jelaskan
terkadang hanya sesaat mereka ingat, lalu
dalam jangka waktu tidak begitu lama,
mereka telah lupa terhadap apa
yang telah didengarnya.
Agar dapat mengingat kembali apa
yang telah dipelajarinya, siswa harus
memahaminya terlebih dahulu. Seorang
guru tidak dapat serta-merta menuangkan
segala sesuatu ke dalam benak para
peserta didiknya, karena peserta didik
sendirilah yang harus menata ulang apa
yang telah mereka dengar dan lihat
menjadi satu kesatuan yang bermakna.
Tanpa peluang untuk terlibat aktif dalam
proses pembelajaran, peserta didik akan
kesulitan untuk
mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Agar pembelajaran Sains dapat berhasil
dengan baik, guru perlu memperhatikan
prinsip-prinsip pengajaran Sains seperti
yang diungkapkan John S. Richardson
dalam Hendro, dkk (1992:12-15), yaitu:
(1) prinsip keterlibatan siswa secara aktif;
(2) prinsip belajar berkesinambungan; (3)
prinsip motivasi; (4) prinsip multi saluran;
(5) prinsip penemuan; (6) prinsip totalitas;
(7) prinsip perbedaan individu.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan prinsip-prinsip tersebut
dalam
penerapannya
dan
dapat
memperkuat stimulus serta respon siswa
adalah pendekatan belajar aktif (active
learning). Pendekatan belajar aktif adalah
suatu pembelajaran yang mengajak siswa
untuk belajar secara aktif dengan
mengoptimalkan penggunaan semua
potensi mereka sehingga dapat mencapai
2
hasil belajar yang memuaskan sesuai
dengan karakteristik pribadi yang mereka
miliki. Hal ini sejalan dengan PP RI No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan bahwa:
Proses pembelajaranpada satuan
pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik
untuk
berpartisipsi
aktif,
serta
memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. (Fokus Media: 2006:74)
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa
diarahkan untuk menyadari adanya
kebutuhan untuk menambah ilmu
pengetahuan mengenai konsep baru dan
mengembangkan karakteristik positif.
Siswa juga dapat belajar dengan gembira
dan tidak mudah jenuh.
Pendekatan belajar aktif, khususnya
dalam pembelajaran Sains
telah
diterapkan di sebuah sekolah alam dan
sains, yakni SD Al-Jannah Islamic Fullday
School yang berlokasi di Jalan Jambore No.
4 Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta
Timur. SD tersebut mempunyai visi
mewujudkan generasi Islami yang cinta
alam, cerdas, unggul dalam sains dan
teknologi. SD Al-Jannah Islamic Fullday
School menyiapkan siswanya dengan
pengetahuan dan keterampilan sehingga
memiliki basic skill (kemampuan dasar),
life skill (kemampuan untuk hidup sesuai
dengan tantangan zamannya), leadership
skill
(kemampuan
untuk
menjadi
pemimpin/kalifah), dan spiritual skill
(kemampuan untuk hidup sesuai dengan
aturan Sang Pencipta).
SD Al-Jannah tidak hanya menjadikan
sains sebagai bagian dari mata pelajaran,
tetapi juga menjadikan sains sebagai
model dari sekolah. Hal itu didasarkan
pada pemikiran bahwa sains ada di sekitar
kehidupan dan
belajar sains dapat
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
merasakan kebesaran Allah SWT. Pada
dasarnya setiap anak adalah saintis.
Dengan belajar sains, anak dibimbing
untuk berpikir kritis, kreatif, dan bertindak
ilmiah.
Berdasarkan latar belakang tersebut,
peneliti tertarik untuk mengetahui lebih
dalam
mengenai
bagaimanakah
pelaksanaan pembelajaran Sains di SD
Al-Jannah Islamic Fullday School Jakarta,
khususnya kelas 5, melalui penerapan
pendekatan
belajar
aktif.
Peneliti
merumuskan fokus penelitian ini pada
“Bagaimana
penerapan
pendekatan
belajar aktif pada pembelajaran Sains di
kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday
School Jakarta?”Adapun pertanyaanpertanyaan penelitian yang dipilih, adalah
sebagai berikut: (a) Bagaimana upaya
guru menjadikan aktif siswa sejak awal
pembelajaran?; (b) Bagaimana peran
guru pada proses pembelajaran Sains
dalam rangka
membantu siswa
mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan?; (c)
Bagaimana
cara
guru mengakhiri kegiatan belajar Sains
tidak mudah terlupakan oleh siswa?
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan
berbagai informasi data sebagai temuan,
khususnya untuk mengetahui hakikat
pelaksanaan pembelajaran Sains di kelas 5
SD Al-Jannah Islamic Fullday School
Jakarta dengan menerapkan pendekatan
belajar aktif.
C. Manfaat Hasil Penelitian
Bagi peneliti, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai
aktualisasi
penerapan
pendekatan
belajar
aktif
dalam
pembelajaran Sains di kelas 5 SD AlJannah sehingga dapat dijadikan bahan
refleksi bagi para pengembang pendidikan
dan pembelajaran.Bagi guru SD, hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
acuan dalam pengembangankegiatan
3
pembelajaran Sains yang lebih baik.Bagi
pengelola pendidikan, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan umpan
balik dalam rangka pembinaan dan
peningkatan mutu pembelajaran sains di
kelas 5 SD.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Pendekatan Belajar Aktif
Menurut Zaini, dkk (2006:16) pendekatan
belajar aktif adalah suatu pembelajaran
yang mengajak peserta didik untuk belajar
secara aktif sehingga merekalah yang
mendominasi pembelajaran. Selanjutnya,
Hartono (2007:1) mengungkapkan bahwa
pendekatan belajar aktif dimaksudkan
untuk
mengoptimalkan
penggunaan
semua potensi peserta didik sehingga
mereka dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristik
pribadi yang mereka miliki. Oleh karena
itu, proses belajar dapat dikatakan aktif
apabila
didalamnya
mengandung
komitmen, tanggung jawab, dan motivasi
(Hidayat, 2007:1).
Komitmen yang tinggi dalam belajar aktif
mengandung arti bahwa materi, metode,
dan
strategi
pembelajaran
yang
diaplikasikan dapat bermanfaat bagi siswa
(meaningfull), sesuai dengan kebutuhan
siswa (relevan), dan bersifat pribadi
(personal).
Tanggung
jawab
yang
dimaksud dalam belajar aktif adalah
bahwa proses belajar yang dikembangkan
memberikan wewenang kepada siswa dan
mendorong siswa berpikir kritis. Guru
lebih banyak mendengar daripada
berbicara, menghormati ide-ide siswa,
memberikan pilihan, dan kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengambil
keputusan. Motivasi dalam belajar aktif
mencakup
motivasi
intrinsik
dan
ekstrinsik. Motivasi intrinsik, yaitu
motivasi yang berasal dari diri siswa lebih
dikembangkan agar proses belajar yang
ditekuninya
muncul
berdasarkan
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
kesadaran, minat, dan inisiatif siswa
sendiri,
bukan
karena
dorongan
lingkungan atau orang lain. Sedangkan
motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang
berasal dari luar diri siswa berupa
dorongan dari orang lain atau lingkungan.
Dave Meier dalam Triluqman (2006:1)
mengajukan model pembelajaran aktif
yang disingkat SAVI kependekan dari
somatis, auditori, visual, dan intelektual.
Model pembelajaran aktif ini bertolak dari
pandangan Meier yang berpendapat
bahwa manusia memiliki empat dimensi,
yakni
tubuh
atau
somatis
(S),
pendengaran
atau
auditori
(A),
penglihatan atau visual (V), dan pemikiran
atau intelek (I). Dengan pemahaman ini ia
mengajukan sejumlah prinsip pokok
dalam belajar, yakni: (1) belajar
melibatkan seluruh tubuh dan pikiran; (2)
belajar
adalah
berkreasi,
bukan
mengkonsumsi; (3) kerjasama membantu
proses
belajar;
(4)
pembelajaran
berlangsung pada banyak tingkatan secara
simultan; (5) belajar berasal dari
mengerjakan pekerjaan itu
sendiri;
(6) emosi positif sangat membantu
pembelajaran;
dan
(7)
otak-citra
menyerap informasi secara langsung dan
otomatis.
Berdasarkan pendapat-pendapat para
tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan belajar aktif adalah suatu
pembelajaran
yang
didalamnya
mengandung komitmen, tanggung jawab,
dan motivasi dengan mengajak peserta
didik untuk belajar secara aktif dalam
rangka mengoptimalkan penggunaan
semua potensi sehingga mereka dapat
mencapai hasil belajar yang memuaskan
sesuai dengan karakteristik pribadi yang
mereka miliki.
B. Hakikat Pembelajaran Sains
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
4
Belajar secara tradisional diartikan sebagai
upaya menambah dan mengumpulkan
sejumlah ilmu pengetahuan. Mulyani, dkk
(1998: 15) mengutip Morgan, dkk (1986)
mengungkapkan bahwa belajar adalah
setiap perubahan tingkah laku yang relatif
tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan
pengalaman.
Menurut Gagne (1985) dalam Dimyati
dan Mudjiono (2006:10),
belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas yang timbul
dari stimulasi yang berasal dari lingkungan
dan proses kognitif yang dilakukan oleh
pembelajar. Setelah belajar, orang
memiliki keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan nilai. Dengan demikian, belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengolahan informasi, dan
menjadi kapabilitas baru.
Adapun pembelajaran adalah proses
interaksi antara siswa dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.
Pembelajaran
merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar
terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan
(Wikipedia
Indonesia:
2007:1). Dengan kata lain, pembelajaran
adalah proses untuk membantu siswa
agar dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang
hayat oleh seorang manusia serta dapat
berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian
yang mirip dengan pengajaran, walaupun
mempunyai konotasi yang berbeda.
Dalam
konteks
pendidikan,
guru
mengajar supaya siswa dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai
sesuatu objektif yang ditentukan (aspek
kognitif), juga dapat mempengaruhi
perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan
(aspek
psikomotor)
(Kindsvatter, 1995:34-35). Pengajaran
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
memberi kesan hanya sebagai pekerjaan
satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja,
sedangkan
pembelajaran menyiratkan
adanya interaksi.
Berdasarkan pendapat para pakar
pendidikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah setiap perubahan
tingkah laku yang teramati berupa
keterampilan, pengetahuan, sikap, dan
nilai yang timbul dari proses kognitif
yang dilakukan oleh pembelajar dan
stimulasi yang berasal dari lingkungan.
Adapun, pembelajaran adalah proses
interaksi antara siswa dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar
sehingga
terjadi
proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan.
2. Hakikat Pembelajaran Sains
Pembelajaran Sains atau IPA dalam
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Tingkat Sekolah Dasar dan Madarasah
Ibtidaiyah berhubungan dengan cara
untuk mencari tahu tentang alam secara
sistematis melalui
observasi dan
eksperimen. Oleh karena itu, sains bukan
hanya penguasaan kumpulan ilmu
pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip, dan
teori-teori saja, tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan.
Pembelajaran Sains diharapkan dapat
menjadi sarana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam
sekitarnya, serta mengembangkan dan
menerapkannya dalam kehidupan seharihari.
Proses
pembelajarannya
menekankan
kepada
pemberian
pengalaman
langsung
untuk
mengembangkam
kompetensi
agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan
untuk
mencari
dan
menemukan,
merancang, dan membuat suatu karya
melalui penerapan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas,
5
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Sains merupakan cara untuk mencari tahu
tentang alam secara sistematis melalui
proses mencari, menemukan, merancang,
dan membuat suatu karya melalui
penerapan.
Pembelajaran
Sains
merupakan sarana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam
sekitarnya,
berpikir
kritis,
serta
mengembangkan dan menerapkannya
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran
Sains
hendaknya
memperhatikan
prinsip-prinsip
keterlibatan siswa secara aktif, belajar
berkesinambungan,
motivasi,
multi
saluran, penemuan, totalitas, dan
perbedaan individu.
C. Siswa Kelas 5 SD
Manurut Nasution (1992:43), masa usia
sekolah dasar adalah masa kanak-kanak
akhir yang berlangsung dari usia enam
tahun hingga kira-kira usia sebelas atau
dua belas tahun. Masa usia sekolah
disebut pula sebagai masa intelektual atau
masa keserasian bersekolah. Pada masa
ini, anak relatif lebih mudah dididik
daripada
masa
sebelumnya
dan
sesudahnya. Masa keserasian sekolah
diperinci menjadi dua fase, yaitu (1) Masa
kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira
umur 6,0 atau 7,0 sampai umur 9,0 atau
10,0 tahun; (2) Masa kelas-kelas tinggi
sekolah dasar, yaitu kira-kira umur 9,0
atau 10,0 tahun sampai kira-kira umur
12,0 atau 13,0 tahun.
Siswa kelas 5 SD rata-rata berusia antara
10 – 12 tahun. Berdasarkan fase di atas,
siswa kelas 5 SD termasuk dalam masa
kelas-kelas tinggi. Adapun, sifat-sifat khas
pada masa ini, ialah sebagai berikut:
(a) Adanya minat terhadap kehidupan
praktis sehari-hari yang konkret; hal
ini
menimbulkan
adanya
kecenderungan untuk membandingbandingkan pekerjaan-pekerjaan yang
praktis.
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
(b) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin
belajar.
(c) Telah ada minat terhadap hal-hal dan
mata pelajaran khusus.
(d) Sampai kira-kira umur 11,0 anak
membutuhkan guru atau orang-orang
dewasa lainnya untuk menyelesaikan
tugasnya
dan
memenuhi
keinginannya; setelah umur kira-kira
11 ,0 tahun pada umumnya anak
menghadapi tugas-tugasnya dengan
bebas
dan
berusaha
menyelesaikannya sendiri.
(e) Pada masa ini, anak memandang nilai
(angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat mengenai prestasi sekolah;
(f) Anak-anak pada masa ini gemar
membentuk
kelompok
sebaya,
biasanya untuk dapat bermain
bersama-sama. Di dalam permainan
ini biasanya anak tidak lagi terikat
pada
aturan
permainan
yang
tradisional;
mereka
membuat
peraturan sendiri.
Menurut Piaget, anak usia 10-12 tahun
berada pada tahap operasi konkret di
mana mereka mulai memandang dunia
secara
objektif,
berpikir
secara
operasional,
membentuk
dan
mempergunakan keterhubungan aturanaturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
sebab akibat, serta dapat memahami
konsep substansi, volume zat cair,
panjang, lebar, luas, dan berat
(Pembelajaran Guru: 2008:1).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa siswa kelas 5 SD
termasuk dalam tahap operasi konkret
yang mulai memandang dunia secara
objektif, berpikir secara operasional,
membentuk
dan
mempergunakan
keterhubungan aturan-aturan, sebab
akibat dan prinsip ilmiah sederhana, serta
dapat memahami konsep substansi,
volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan
berat. Selain itu, mereka memiliki minat
terhadap kehidupan praktis sehari-hari
6
yang konkret, amat realistik, ingin tahu,
dan ingin belajar, mempunyai minat pada
mata pelajaran khusus, membutuhkan
guru atau orang-orang dewasa lainnya
untuk menyelesaikan tugasnya dan
memenuhi keinginannya, menghadapi
tugas-tugasnya dengan bebas dan
berusaha
menyelesaikannya
sendiri,
memandang nilai (angka rapor) sebagai
ukuran yang tepat
mengenaiprestasi
sekolah, dan
gemar membentuk kelompok sebaya.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif, atau disebut
juga metode naturalistik. Peneliti memilih
metode ini dikarenakan permasalahan di
lapangan yang begitu kompleks, holistik,
dinamis dan penuh makna sehingga data
pada situasi tersebut tidak dapat dijaring
dengan metode penelitian kuantitatif.
Penelitian ini menitikberatkan pada kajian
proses penerapan pendekatan belajar
aktif pada pembelajaran Sains di kelas 5
SD Al-Jannah Islamic Fullday School
Jakarta.
Instrumen penelitian dalam pencarian
data di latar penelitian adalah peneliti
sendiri. Hal itu merupakan ciri khas dari
penelitian kualitatif yang memungkinkan
peneliti dapat menjadi instrumen
penelitian sekaligus.
Data diperoleh dari suatu situasi sosial
yang sesuai dengan fokus penelitian ini.
Sumber data yang dihimpun dalam
penelitian ini meliputi: (a) Wakil kepala
sekolah bidang kurikulum;(b) Guru Sains;
(c) Dokumen sekolah; (d) Jadwal kegiatan
belajar mengajar; (e) Lesson Plan/Rencana
Pelakasanaan Pembelajaran; (f) Media
yang dipergunakan; (g) Ringkasan materi;
(h) Metode yang dipergunakan;(i)
Berbagai aktivitas dan peristiwa yang
terkait dengan fokus penelitian ini.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan
melalui
pengamatan,
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
wawancara dan studi dokumentasi.
Sedangkan untuk pengujian keabsahan
data dilakukan dengan menggunakan uji
kredibilitas data melalui perpanjangan
pengamatan dan triangulasi. Triangulasi
dengan sumber dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah dianalisis oleh
peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan untuk selanjutnya dimintakan
kesepakatan dengan sumber-sumber
data. Triangulasi dengan teknik dilakukan
dengan mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda.
Triangulasi dengan waktu dilakukan
dengan melakukan pengecekan melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi
dalam waktu atau situasi yang berbeda.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
pengamatan,
wawancara, dan studi dokumentasi di
lapangan, penerapan pendekatan belajar
aktif di SD tersebut dapat dilihat
indikasinya dari:
A.Upaya guru menjadikan aktif siswa
sejak awal pembelajaran
1. Menciptakan minat awal siswa
terhadap pelajaran.Hal itu digambarkan
dalam wujud kegiatan pembelajaran,
seperti:
berdialog
secara
akrab,
menginformasikan materi yang akan
dipelajari berikut tujuan belajarnya,
menghubungkan
materi
dengan
kehidupan sehari-hari siswa (relevansi),
menggunakan kalimat-kalimat positif yang
dapat membangkitkan semangat belajar
siswa, mengendalikan siswa dengan
peringatan, teguran dan sanksi apabila
diperlukan, mengajukan sebuah topik atau
permasalahan, dan menjelaskan langkahlangkah kegiatan belajar siswa.
2. Mempelajari pengetahuan dan
pengalaman siswa.Hal itu dimunculkan
dalam bentuk kegiatan pembelajaran,
seperti: mengajukan pertanyaan seputar
materi atau kegiatan pada pertemuan
sebelumnya, mengajukan pertanyaan
7
seputar hal-hal yang berhubungan dengan
materi, mendorong siswa mengungkapkan
pengetahuan
yang
dimilikinya,
mendorong
siswa
mengungkapkan
pengalaman yang dialaminya terkait
dengan materi yang akan dibahas, dan
meminta siswa menuliskan hal-hal yang
diketahui mereka yang terkait dengan
materi.
3. Menunjukkan adanya upaya guru
mengembangkan semangat kerja sama,
saling mengenal, dan ketergantungan
yang positif.Hal itu diwujudkan dalam
bentuk kegiatan pembelajaran, seperti:
guru membagi siswa ke dalam kelompokkelompok kerja, guru menentukan
anggota masing-masing kelompok, siswa
memilih sendiri anggota kelompoknya,
dan guru memberikan tugas yang
dikerjakan secara kelompok.
Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian
maka dirumuskan teori substantif, sebagai
berikut: “Jika guru (1) menciptakan minat
awal siswa terhadap pelajaran; (2)
mempelajari
pengetahuan
dan
pengalaman
siswa;
serta
(3)
mengembangkan semangat kerja sama,
saling mengenal, dan ketergantungan
yang positif, maka dapat dikatakan bahwa
guru telah menjadikan siswa aktif sejak
awal pembelajaran. Tindakan-tindakan
guru
tersebut
dapat
dikatakan
menerapkan teori belajar aktif dari Dave
Meier, yakni membangun kerja sama dan
emosi positif untuk membantu proses
pembelajaran.”
B. Peran guru pada proses pembelajaran Sains dalam rangka membantu
siswamengembangkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan.
1. Membuat
variasi
kegiatan
belajar.Hal itu dimunculkan dalam bentuk
kegiatan pembelajaran, seperti: siswa
bertanya jawab dengan guru, melihat
tayangan
edukatif,
mendengarkan
penjelasan guru, mengamati demonstrasi
guru, melakukan serangkaian percobaan,
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
membuat suatu karya atau produk,
membuat
dan
mengisi
tabel,
mengidentifikasi
benda-benda,
mengamati suatu benda, mengidentifikasi
benda-benda, menghitung nilai suatu
benda, mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya,
melakukan kunjungan
edukatif, dan tutor oleh teman.
2. Membuat variasi tempat atau area
belajar.Hal itu ditampakkan dalam bentuk
kegiatan belajar, seperti: siswa belajar di
laboratorium sains, kelas, kebun, areal
pembibitan, green house, taman sekolah,
dan laboratorium teknologi pangan.
3. Merangsang timbulnya motivasi
belajar siswa. Hal itu dimunculkan dalam
bentuk kegiatan pembelajaran, seperti:
guru menyelenggarakan kegiatan belajar
yang menarik dan bervariasi, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
yang
mengembangkan daya pikir siswa,
melibatkan siswa secara aktif dalam
kegiatan belajar, berinteraksi secara
akrab, memberikan pujian, memberikan
teguran secara halus, mengucapkan
terima kasih di akhir kegiatan belajar,
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menyampaikan usul, memberi
respon positif terhadap pertanyaan, usul
dan jawaban siswa, membantu siswa yang
berkesulitan belajar, serta menghargai
pendapat siswa.
4. Mengorganisasikan siswa. Hal itu
dimunculkan
dalam
bentukkegiatan
pembelajaran,
seperti:
memberi
peringatan berupa teguran langsung,
memberi peringatan berupa teguran tidak
langsung, memelihara ketertiban belajar,
dan mengarahkan
siswa melakukan
tugas-tugas belajar.
5. Mengembangkan
sikap-sikap
ilmiah. Hal itu dicerminkan dalam bentuk
kegiatan pembelajaran, seperti: guru
berupaya mengembangkan sikap kerja
sama dengan memberikan tugas-tugas
kelompok, mengembangkan sikap objektif
terhadap
fakta
melalui
kegiatan
8
percobaan,
mengembangkan
sikap
disiplin,
mengembangkan
sikap
bertanggung jawab, mengembangkan
kemampuan
berpikir
kritis,
mengembangkan sikap ingin menyelidiki,
dan mengembangkan rasa keingintahuan
siswa.
6. Memfasilitasi terjadinya interaksi
siswa dengan media dan sumber belajar.
Hal tersebut ditampakkan dalam bentuk
kegiatan pembelajaran, seperti: guru
menyediakan media, alat peraga dan
sumber belajar yang sesuai, guru memilih
tempat atau area untuk berbagai macam
kegiatan, melibatkan siswa dalam
kegiatan percobaan, siswa melakukan
kegiatan pembelajaran menggunakan
media, siswa menciptakan suatu alat, dan
guru menjadikan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar.
Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian
di atas maka dirumuskan teori substantif,
sebagai berikut: Jika guru (1) membuat
variasi kegiatan belajar; (2) membuat
variasi
tempat/area
belajar;
(3)
merangsang timbulnya motivasi belajar
siswa; (4) mengorganisasikan siswa; (5)
mengembangkan sikap-sikap ilmiah; dan
(6) memfasilitasi terjadinya interaksi siswa
dengan media dan sumber belajar, maka
dapat dikatakan bahwa guru telah
membantu
siswa
mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Tindakan-tindakan guru tersebut dapat
dikatakan menerapkan teori belajar dari
Gagne bahwa belajar di antaranya dapat
menghasilkan
kemampuan kognitif,
sikap, dan keterampilan.
C. Cara
guru mengakhiri kegiatan
belajar Sains tidak mudah terlupakan
oleh siswa.
1. Melakukan
kegiatan
peninjauan.Hal itu ditampakkan dalam
bentuk
kegiatan
belajar,
seperti:
mengadakan tanya jawab seputar materi
yang baru saja dipelajari, bersama-sama
siswa menyimpulkan materi, mengecek
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
pekerjaan atau hasil karya siswa, dan
menilai hasil belajar siswa.
2. Merencanakan
kegiatan
mendatang. Hal itu dimunculkan dalam
bentuk
kegiatan
belajar,
seperti:
menginformasikan materi yang akan
dipelajari atau kegiatan yang akan
dilakukan pada pertemuan mendatang
dan menginformasikan alat-alat yang
dibawa
siswa
pada
pertemuan
mendatang.
3. Memberikan penguatan.Hal itu
diwujudkan dalam bentuk kegiatan
pembelajaran: guru memuji hasil karya
siswa, guru memuji perilaku positif siswa,
dan guru mengucapkan terima kasih di
akhir kegiatan belajar.
Bertitik tolak dari analisis hasil penelitian
dirumuskan teori substantif, sebagai
berikut: “Jika guru (1) melakukan kegiatan
peninjauan; (2) merencanakan kegiatan
mendatang;
dan
(3)
memberikan
penguatan, maka dapat dikatakan bahwa
guru telah berupaya menjadikan belajar
tidak mudah terlupakan oleh siswa.
Tindakan-tindakan guru tersebut dapat
dikatakan telah menerapkan teori belajar
dari John S. Richardson, yakni berprinsip
belajar berkesinambungan dan motivasi”.
Dari indikasi-indikasi tersebut, dapat
digambarkan
bahwa
penerapan
pendekatan belajar aktif terjadi dan
dilaksanakan pada hampir setiap kegiatan
pembelajaran Sains di kelas 5 SD AlJannah Islamic Fullday School Jakarta.
V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian di
lapangan maka dapat disimpulkan bahwa
guru telah menerapkan pendekatan
belajar aktif pada pembelajaran Sains di
kelas 5 SD Al-Jannah Islamic Fullday
SchoolJakarta. Hal itu dapat diamati dari
(1) Upaya guru menjadikan siswa aktif
sejak awal pembelajaran Sains terdiri
dari: menciptakan minat awal siswa
9
terhadap
pelajaran,
mempelajari
pengetahuan dan pengalaman siswa
terkait dengan materi, mengembangkan
semangat kerja sama, saling mengenal,
dan ketergantungan yang positif; (2)
Peran guru pada proses pembelajaran
Sains dalam rangka membantu siswa
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan terdiri dari: memvariasikan
kegiatan dan tempat belajar, merangsang
timbulnya
motivasi
belajar
siswa,
mengorganisasikan
siswa,
mengembangkan sikap ilmiah dan
memfasilitasi terjadinya interaksi siswa
dengan media dan sumber belajar; (3)
Cara guru mengakhiri kegiatan belajar
Sains agar tidak mudah terlupakan oleh
siswa terdiri dari: melakukan peninjauan,
merencanakan kegiatan mendatang dan
memberikan penguatan.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh
dari hasil penelitian, dapat dikemukakan
beberapa implikasi, sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan belajar aktif
sangat penting dilakukan oleh setiap
guru, khususnya dalam pembelajaran
Sains. Melalui belajar aktif siswa
diajak untuk turut serta dan ambil
bagian dalam proses pembelajaran
dari awal hingga akhir, baik secara
fisik maupun mentalnya. Dengan cara
ini, diharapkan siswa akan merasakan
suasana belajar yang lebih bermakna
dan menyenangkan sehingga hasil
belajar dapat dimaksimalkan;
2. Pendekatan belajar aktif berupaya
mengoptimalkan penggunaan semua
potensi siswa, baik intelektual,
emosional maupun fisik, sehingga
siswa diarahkan untuk menyadari
adanya kebutuhan untuk menambah
ilmu pengetahuan mengenai konsep
baru
dan
mengembangkan
karakteristik-karakteristik
positif.
Siswa juga dapat belajar dengan
gembira dan tidak mudah jenuh;
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
3. Guru dituntut untuk bersikap dinamis
dengan
terus
mengembangkan
pengetahuan dan kemampuannya
dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran;
4. Mengoptimalkan
pemanfaatan
sumber-sumber belajar yang tersedia
dapat membantu siswa memahami
fakta, konsep dan prinsip Sains dengan
lebih mudah, baik melalui kegiatan
eksplorasi maupun eksperimen.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi
yang dikemukakan di atas maka diajukan
beberapa saran, sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Proses pembelajaran Sains di SD AlJannah Islamic Fullday School Jakarta,
telah berjalan dengan sangat baik dan
dapat dikategorikan sekolah tersebut
telah banyak memiliki terobosan yang
signifikan. Untuk lebih meningkatkan hal
tersebut, akan lebih baik lagi apabila
penerapan pendekatan belajar aktif yang
sudah berjalan selama ini dapat terus
dikembangkan, khususnya dalam bentuk
pembinaan bagi guru-guru baru yang
mungkin masih memerlukan bimbingan
dari
para
seniornya.
Peningkatan
kemampuan guru untuk lebih kreatif,
inisiatif, dan inovatif dalam merencanakan
kegiatan belajar merupakan suatu
kebutuhan dalam proses penerapan
pendekatan belajar aktif.
2. Bagi guru
Dalam
rangka
mengoptimalkan
pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi
anak usia sekolah dasar, sangat
diharapkan agar proses yang telah
berjalan selama ini tetap dipertahankan,
namun akan lebih baik lagi jika senantiasa
mengikuti
perkembangan
ilmu
pengetahuan, memperkaya wawasan,
meningkatkan kerja sama tim dan
kedisiplinan
waktu
belajar,
10
sertamemaksimalkan
sumber-sumber belajar.
pemanfaatan
3. Bagi peneliti
Dalam rangka menyempurnakan kegiatan
penelitian, diharapkan agar selanjutnya
peneliti dapat lebih memperhatikan
prosedur penelitian, tekun, dan cermat
dalam melakukan penelitian.
*Aningsih adalah dosen PGSD FKIP Universitas Islam “45” BEKASI.
DAFTAR RUJUKAN
Darmodjo, Hendro & Jenny R.E.K. (1992). Pendidikann IPA. Jakarta: Depdikbud.
Dimyati & Mudjiono, (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartono,
(2007).
Strategi
Pembelajaran
Active
Learning.
http:www.eduarticles.com/?pilih=lihat&id=87
Hidayat, (2007). Penerapan Active Learning untuk Seluruh Siswa. http:/www.pikiranrakyat.co./cetak/2007/07/07/07/2007/geulis/paedagogi.htm
Iskandar, Srini.M. dkk (1996). Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud.
Kindsvatter, Richard,. et. al. (1995). Dinamics of Effective Teaching. USA: Longman
Publishers.
Nasution, Noehi. (1992). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Pembelajaran Guru. (2008:1) Ciri Kecenderungan Belajar dan Cara Belajar Anak SD dan MI.
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20
Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Sumantri, Mulyani & Johar Permana, (1998). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Depdikbud.
Triluqman, Heri. (2006). Teori Belajar Active Dave Meier. http:/www.tiranus.net/?p=21- 55k
Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003. (2005) Bandung: Fokus Media.
Wikipedia Indonesia (2007), Pembelajaran, http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran
Zaini, Hisyam, dkk. (2006). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.
PEDAGOGIK Vol. I, No. 2, September 2013
11
Download