FA Panduan-STBM-Indo

advertisement
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
PANDUAN
PENGEMBANGAN
MATERI
KOMUNIKASI
PROGRAM
STBM
DAFTAR ISI
PENGANTAR
I. STUDI FORMATIF
LATAR BELAKANG
TUJUAN PENELITIAN
METODOLOGI RISET
HASIL TEMUAN
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sasaran
Kondisi Keuangan Keluarga
Pemahaman Terhadap Kesehatan
Pengambilan Keputusan Dalam Pengadaan Fasilitas Sanitasi Keluarga
Perilaku BAB
Terbuka (Open Defecation): BAB di tempat terbuka dilakukan di pinggir sungai, sawah,
hutan atau semak
Berbagi Jamban (Sharing Practice): BAB di jamban milik tetangga atau milik umum
Jamban Sederhana (Unimproved Practice): BAB di jamban yang tidak mempunyai
buangan sesuai ketentuan serta fasilitas air untuk cebok dan cuci tangan
Jamban Sehat (Improved Practice): BAB di jamban yang dibangun dengan buangan
sesuai ketentuan serta fasilitas air untuk cebok dan cuci tangan
PROSES PERUBAHAN PERILAKU
II. PENGEMBANGAN STRATEGI KOMUNIKASI
TUJUAN KOMUNIKASI
SASARAN KOMUNIKASI
PESAN UTAMA
MATERI
Materi Cetak
Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Radio
Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Televisi
III. TAHAPAN PENGUJIAN MATERI
LOKAKARYA
“PRE-TEST”
Tujuan
Metodologi
Hasil Temuan
IV. IMPLEMENTASI
Media/Materi Cetak
Poster
Leaflet
Media Radio
Media Televisi
1
PENGANTAR
WSP atau Water and Sanitation Program adalah sebuah multi-donor partnership yang
dibentuk pada tahun 1978 dan dijalankan oleh World Bank untuk membantu orang tidak
mampu agar memiliki akses air dan layanan sanitasi yang terjangkau, aman dan berkelanjutan.
WSP menyediakan bantuan teknis, memfasilitasi penyuluhan dan mempromosikan teknik
pengembangan berbasis riset dan penerapan (evidence-based advancements) di sektor dialog.
Untuk menjalankan misinya, WSP telah melaksanakan program peningkatan sanitasi perdesaan
yang disebut dengan “Sanitasi Total Berbasis Masyarakat” (STBM) sejak 2007. Pendekatan
dilakukan berdasarkan tiga tujuan utama, yaitu:
membangkitkan kebutuhan akan layanan sanitasi sehat;
meningkatkan ketersediaan bahan untuk layanan sanitasi sehat;
meningkatkan lingkungan yang kondusif untuk mendukung pengembangan pasar.
Setelah 4 tahun pelaksanaan di Jawa Timur, program ini kini hendak dikembangkan hingga 5
provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat, dibawah WSP
Bisnis Area 1: Peningkatan Sanitasi dan Kebersihan Pedesaan. Program ini dilihat sebagai
perantara utama yang akan membantu pemerintah daerah dalam menangani semua aspek
peningkatan sanitasi dan kebersihan sesuai dengan strategi STBM pemerintah. Inisiatif ini sejalan
dengan tujuan dari strategi nasional untuk sanitasi pedesaan di Indonesia mencapai hingga
20.000 desa pada akhir 2014.
Agar program STBM berjalan dengan maksimal, diperlukan strategi komunikasi yang tepat untuk
meyakinkan masyarakat setempat tentang program ini. Strategi komunikasi tersebut nantinya
akan diterapkan dalam bentuk materi cetak seperti poster, buku panduan, leaflet edukasi, dan
iklan layanan masyarakat di televisi dan radio. Buku ini berisi tahapan proses strategi komunikasi
STBM hingga diterapkannya ke dalam berbagai media komunikasi, dimulai dari tahapan riset,
paparan konsep, produksi sampai dengan uji coba di kalangan target audiens. Diharapkan
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan rencana dan tindak lanjut program ini dapat
memanfaatkannya sebagai landasan dalam implementasi dan pengembangannya.
2
STUDI FORMATIF
STUDI FORMATIF
Latar belakang
Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa secara nasional, praktik buang air
besar di kebanyakan rumah tangga di Indonesia adalah sebagai berikut: 51% menggunakan fasilitas
sanitasi yang memadai, 25% menggunakan fasilitas yang kurang memadai, dan 17% dikategorikan
melakukan BAB di sembarang tempat.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang perilaku higienitas di wilayah – wilayah lokal,
dorongan dan hambatan dalam melakukan perilaku higienitas, maka diperlukan sebuah studi formatif
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang cara-cara yang tepat untuk mempromosikan
perilaku higienitas melalui sebuah pendekatan komunikasi yang terintegrasi. Untuk itu, AC Nielsen konsultan riset multinasional, ditunjuk untuk melakukan riset tersebut di 4 provinsi Indonesia, yaitu
Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Bali pada bulan Agustus 2012.
TUJUAN PENELITIAN
1.
2.
3.
4.
5.
Memahami praktik sanitasi dan kebersihan di antara masyarakat rural.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi praktik tersebut.
Mengidentifikasi manfaat dari fasilitas sanitasi.
Mengidentifikasi hambatan dalam mengadopsi fasilitas sanitasi yang bersih dan sehat.
Meneliti kemampuan dan kemauan rumah tangga untuk membangun dan menggunakan fasilitas
sanitasi.
METODOLOGI RISET
Metodologi riset yang digunakan adalah FGD (Focus Group Discussion) dan teknik wawancara mendalam
untuk beberapa segmen tertentu, seperti tokoh formal (pemerintah daerah) dan informal (agama).
Studi diadakan di 4 propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB dan Bali, dimana setiap propinsi tersebut
dibagi menjadi 3 area, yaitu pegunungan, pantai dan outskirt/rural ( yaitu area sekitar kota, yang waktu
tempuh melalui jalan darat sekitar 2 jam dari pusat kota)
Responden tiap daerah dibagi menjadi 4 segmen berdasarkan praktik BAB (Buang Air Besar) yang
mereka jalankan:
a. Improved: kelompok masyarakat yang memiliki fasilitas jamban sendiri dalam rumah,
lengkap dengan sarana air dan buangan yang sesuai ketentuan.
b. Unimproved: kelompok masyarakat yang memiliki fasilitas jamban sendiri, tetapi
menebarkan bau ke lingkungan sekitar karena tidak tertutup atau tidak memiliki buangan
yang dibangun sesuai ketentuan atau yang tidak tertutup dari hewan dan serangga.
c. Sharers: kelompok masyarakat yang menggunakan fasilitas jamban bersama keluarga lain
atau tetangga.
d. Open Defecator: kelompok masyarakat yang BAB di tempat terbuka, seperti sungai, sawah,
hutan, semak dan sebagainya, setidaknya 2-3 kali dalam sebulan terakhir.
3
HASIL TEMUAN
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SASARAN
Dari 3 jenis wilayah yang menjadi sasaran penelitian (rural, pantai dan pegunungan), daerah
rural memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik daripada wilayah pegunungan dan pantai. Hal ini
karena akses ke kota lebih mudah, sehingga memungkinkan masyarakat bekerja di kota atau
daerah urban. Faktor lain adalah mayoritas perempuan di wilayah rural mempunyai kesempatan
bekerja untuk membantu ekonomi keluarga.
Secara demografis, masalah air bersih dihadapi oleh masyarakat wilayah pegunungan dan
pantai, sehingga tingkat kebersihan wilayah ini pun rendah, terutama di musim kemarau
panjang yang kering.
Secara umum, hubungan sosial antar masyarakat cukup aktif di semua wilayah, terlihat dengan
banyaknya kegiatan warga seperti arisan, pengajian, temu warga, PKK dan sebagainya.
Lingkungan sosial sangat mempengaruhi perilaku mereka terhadap kebersihan dan kesehatan.
KONDISI KEUANGAN KELUARGA
Mayoritas suami adalah pekerja kasar dan buruh. Sedangkan para perempuan sebagian besar
tidak bekerja atau bekerja sampingan sebagai penjaga toko, pengrajin kayu atau penjahit
payet. Pada musim tertentu laki-laki menjadi buruh angkut atau buruh bangunan, namun
ada juga masa saat mereka menganggur tanpa pekerjaan apa pun. Penghasilan yang mereka
terima setiap bulannya tidak tetap dan bergantung pada kondisi, berkisar antara Rp 30.000
sampai Rp 50.000 per hari.
Pada demografis masyarakat usia 35 tahun ke atas, lebih banyak berprofesi sebagai pekerja
kasar, sementara masyarakat yang berusia lebih muda, semakin banyak yang berprofesi
sebagai karyawan pabrik atau guru sehingga berpenghasilan tetap.
Prioritas terhadap kepemilikian jamban di ketiga wilayah penelitian cenderung sama. Baik
dalam urutan pengeluaran rutin maupun tidak rutin, jamban tidak termasuk dalam prioritas
keluarga. Masyarakat lebih mengutamakan partisipasi pengeluaran untuk kegiatan sosial,
seperti sumbangan pesta perkawinan atau sunatan warga. Hal ini menunjukkan kehidupan
sosial adalah prioritas utama dalam keseharian masyarakat.
Bila mendapat penghasilan ekstra, responden lebih memilih menggunakannya untuk
membeli motor, telepon genggam dan pesawat televisi. Hal ini karena alasan-alasan sebagai
berikut: lebih memalukan meminjam barang daripada berbagi jamban, barang yang dibeli
berkaitan erat dengan penambah keuangan (motor), banyak barang yang dapat dibeli
dengan mencicil.
PEMAHAMAN TERHADAP KESEHATAN
Pada umumnya responden di ketiga wilayah mempunyai pemahaman yang baik tentang
kebersihan, tetapi lebih dikaitkan pada kebutuhan emosional, seperti gengsi/kebanggaan
dan bukan dipahami sebagai kebutuhan kesehatan. Hanya sedikit yang memahami kaitan
kebersihan dengan kesehatan.
4
Khususnya berkaitan dengan BAB, masyarakat responden yang tidak memiliki jamban tidak
merasa bersalah BAB di tempat terbuka, seperti di pantai, karena mereka berpendapat
kotorannya akan terbawa air laut dan tidak menimbulkan bau dan air laut tidak digunakan
untuk kebutuhan rumah tangga. Mereka umumnya beranggapan, ada banyak alternatif
tempat BAB, seperti kali, jamban umum, sawah ataupun semak.
Faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan masyarakat melaksanakan konsep kebersihan
dan kesehatan dalam keseharian adalah
tidak adanya infrastruktur yang mendukung, seperti tempat sampah dan air bersih
yang terjangkau;
fasilitas sanitasi tidak termasuk dalam prioritas keluarga, karena pengeluaran lebih
dipusatkan pada kebutuhan sekolah anak, rumah dan sandang;
tidak adanya kontrol dari petugas kebersihan dan kesehatan setempat, sehingga tidak
ada tekanan sosial terhadap perilaku kebersihan dan kesehatan yang rendah.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM
PENGADAAN FASILITAS SANITASI KELUARGA
Keputusan untuk mendirikan jamban pada umumnya diambil melalui diskusi suami dan istri
tentang kebutuhan keluarga. Suami akan terlibat lebih banyak dalam pembangunannya,
karena istri tidak begitu memahami segi teknis.
Namun demikian, faktor yang mempengaruhi keputusan untuk membangun jamban lebih
berkaitan dengan faktor emosional, seperti:
ketika menikah dan punya anak, biasanya keputusan datang dari pihak suami karena
ingin melindungi keluarga dari bahaya, seperti binatang atau diintip orang;
orangtua yang sakit;
gengsi di hadapan tetangga karena BAB di tempat terbuka;
istri yang hamil sehingga suami ingin memberikan kenyamanan;
bersamaan dengan saat membangun dapur atau area lain di rumah, bila keuangan
memungkinkan.
PERILAKU BAB
Terbuka (Open Defecation): BAB di tempat terbuka dilakukan di pinggir sungai, sawah,
hutan atau semak
Kecenderungan orang yang melakukan BAB di tempat terbuka disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu:
tidak memiliki jamban di rumah,
lebih nyaman melakukan BAB di luar dengan udara yang mengalir,
sudah menjadi kebiasaan sejak kecil,
lahan yang tidak tersedia untuk membangun jamban pribadi,
lebih malu jika menumpang jamban tetangga untuk BAB,
lokasi tempat bekerja yang jauh/tidak memiliki jamban.
5
Walau demikian, para pelaku open defecation ini mengakui adanya pengalaman negatif dari
perilaku mereka ini terutama ketidak nyamanan ketika melakukan BAB di malam hari atau hari
hujan dan bahaya terperosok atau kontak dengan hewan yang juga menghantui. Selain itu, dari
segi emosional, pelaku ini cenderung malu jika sampai bagian pribadi mereka terlihat oleh
banyaknya orang yang melintas.
Berbagi Jamban (Sharing Practice): BAB di jamban milik tetangga atau milik umum
Bagi sebagian masyarakat, berbagi jamban ini dipilih karena lebih menjaga privasi (lebih
tertutup), akan tetapi, mereka mengakui hal negatif dari berbagi jamban ini, yaitu:
perasaan segan karena terus menerus meminjam jamban tetangga,
tidak bisa melakukan BAB di malam hari karena akan mengganggu tetangga atau
tidak adanya penerangan yang cukup,
harus mengantri terutama ketika sedang banyak orang yang ingin BAB.
Jamban Sederhana (Unimproved Practice): BAB di jamban yang tidak mempunyai
buangan sesuai ketentuan serta fasilitas air untuk cebok dan cuci tangan
Kepemilikan jamban sederhana ini dibedakan menjadi dua karakter, yaitu orang yang baru
pertama kali memiliki jamban dan orang yang memilih jamban yang nyaman namun ekonomis.
Minimnya informasi mengenai pentingnya septic tank membuat mereka beranggapan bahwa
septic tank mahal, membutuhkan lahan luas dan dapat mencemari air tanah.
Jamban Sehat (Improved Practice): BAB di jamban yang dibangun dengan buangan
sesuai ketentuan serta fasilitas air untuk cebok dan cuci tangan
Hal yang mempengaruhi masyarakat untuk memiliki jamban sehat adalah
kondisi geografis yang jauh dengan sungai, memiliki lahan dan ketersediaan air
bersih di rumah;
kondisi psikografis yang sudah memiliki high exposure budaya perkotaan
(karena bekerja atau sekolah);
tekanan sosial dari banyaknya warga yang memiliki jamban sehat;
konsep kesehatan yang mengaitkan BAB sembarangan atau di alam bebas dapat
menimbulkan penyakit seperti diare.
PROSES PERUBAHAN PERILAKU
Agar hasil temuan yang didapatkan bisa dikembangkan dengan baik ke dalam suatu strategi komunikasi,
alur proses dalam mengembangkan konsep-konsep komunikasi perubahan perilaku perlu diterapkan.
Pelajari Perilaku Sasaran
SURVEY dan ANALISA
PENGEMBANGAN
MEDIA
PENILAIAN
UMPAN BALIK
UJI COBA
LAPANGAN
MEDIA
KOMUNIKASI
PERUBAHAN
PERILAKU
EFEKTIF
Konsisten - Bahasa Sederhana - Logo - Pesan - Sasaran - Fokus - Slogan
6
PENGEMBANGAN
STRATEGI KOMUNIKASI
PENGEMBANGAN STRATEGI KOMUNIKASI
Menindaklanjuti hasil temuan studi formatif yang dilakukan oleh AC Nielsen, dan dalam rencana
pengembangan komunikasi program STBM di 5 provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB
dan Bali, maka WSP perlu mengadakan kerjasama dengan konsultan komunikasi untuk merancang
strategi komunikasi, pengembangan kreatif sampai dengan tahapan produksi materi-materi
komunikasi tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pada bulan April 2013, WSP mengadakan proses pitching
(tender) dengan mengundang beberapa konsultan komunikasi, baik yang berskala nasional
maupun multinasional. Tahapan awal adalah screening dari segi kelengkapan administrasi, kualitas
perusahaan, SDM, dan pengalaman menangani pekerjaan sejenis. Setelah lolos tahapan awal, lalu
memasuki tahapan selanjutnya, yaitu menyerahkan proposal strategi komunikasi dan pendekatan
kreatif, sampai dengan perkiraan biaya anggaran pelaksanaan. Dari sekian banyak konsultan
komunikasi yang mengikuti pitching tersebut, akhirnya WSP menetapkan satu yang dinilai paling
tepat, yaitu Magma Eight Communications.
TUJUAN KOMUNIKASI
1. Mengembangkan materi komunikasi dan promosi untuk meningkatkan kesadaran dan
kebutuhan masyarakat pedesaan terhadap pentingnya penyediaan jamban sehat di rumah.
2. Mendukung lembaga mitra (pemerintah daerah) untuk melaksanakan strategi yang responsif
terhadap kendala sanitasi yang ada di daerah masing-masing, agar terjadi peningkatan
populasi dari sanitasi yang tidak memadai menjadi sanitasi yang sehat.
sasaran KOMUNIKASI
1. Decision Makers – Pengambil Keputusan
Umumnya laki-laki sudah menikah yang berusia 25-50 tahun, kepala rumah tangga. Mereka
adalah tipe yang berpikiran rasional dan butuh untuk diyakinkan. Bagi mereka, berbicara
gagasan baru atau perubahan, harus disertai penjelasan rasional dan bukti yang mendukung
keberhasilan gagasan tersebut.
2. Agents of Change – Agen Perubahan, yaitu orang-orang yang mempengaruhi para
pengambil keputusan
Ibu Rumah Tangga - memiliki kekuasaan untuk mengatur rumah tangga, termasuk
yang berhubungan dengan kesehatan keluarga dan anak-anak.
Pelajar - dengan pengetahuan yang mereka terima dari sekolah.
Pemuka Agama - sangat dihormati dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.
Kelompok Kontraktor - memiliki akses dalam penyediaan kebutuhan toilet.
Praktisi Kesehatan (formal dan tidak formal) - sebagai orang yang akan memberikan
penyuluhan tentang sanitasi yang baik.
7
pesan utama
Karena luasnya bentangan area geografi program STBM ini, yaitu 5 provinsi, dan beraneka ragam
pola, budaya serta bahasa masing-masing masyarakat yang menjadi sasaran komunikasi, maka
konsultan komunikasi harus memikirkan sebuah pesan utama yang bisa diterima dan dipahami
secara universal oleh semua kalangan, atau paling tidak sebagian besar dari mereka.
Bukan itu saja tantangannya, karena sebagai sebuah pesan komunikasi, diperlukan adanya unsur
kreativitas dalam pesan yang yang disampaikan agar bisa menarik perhatian masyarakat dan
memorable. Dalam menjawab tantangan itu, awalnya pesan utama yang diusulkan untuk komunikasi
dan promosi program STBM ini adalah “Plung di Jamban, Bukan di Kali”, yang setelah melalui diskusi
dalam lokakarya bersama Dinas Kesehatan dan Bappeda dari 5 provinsi dan Promkes serta
Penyehatan Lingkungan Pusat, disempurnakan menjadi “BAB di Jamban …….PLUNG JADI PLONG”
Pesan utama ini mudah diterima, diingat dan menarik, karena padanan kedua kata “PLUNG” dan
“PLONG”, dimana kedua kata ini bukan hanya menarik karena kedekatan pengulangan bunyinya
(rhyming, dalam istilah kreatif ), tetapi makna yang terkandung dalam kedua kata ini juga sangat
relevan dengan program STBM, karena “PLUNG” adalah suara universal dari kegiatan BAB, sehingga
mudah dimengerti oleh semua kalangan dan strata masyarakat dimanapun. Sedangkan “PLONG”
adalah sebuah ekspresi kelegaan setelah BAB di jamban, karena bebas dari kekuatiran akan penyakit,
rasa malu atau takut diintip orang akibat BAB di tempat terbuka atau dimalam hari.
materi KOMUNIKASI
Dengan pesan utama “BAB di Jamban …… PLUNG JADI PLONG”, dan hasil temuan studi formatif
Nielsen serta consumer insights berdasarkan pengalaman dan observasi konsultan komunikasi,
maka dikembangkan beberapa materi komunikasi yang pendekatan kreatifnya mengambil sisi
emosional, tapi tetap didukung “reason to believe” yang rasional.
8
MATERI CETAK
Untuk Materi Cetak, ada 3 seri yang dikembangkan yaitu:
“PLONG Dari Bahaya”: bebas dari ancaman binatang/ular, juga ancaman diintip
orang karena masih BAB di tempat terbuka.
9
“PLONG Karena Keluarga Aman dan Sehat”: lega karena anak, istri dan orangtua
hidup lebih higienis dan aman dari rasa malu.
10
“Plong Karena Tidak Mahal”: lega karena membangun jamban ternyata tidak
mahal, cukup dengan sedikit berhemat dari pengeluaran yang berlebihan atau
tidak bermanfaat.
11
Visualisasi Materi Cetak menggunakan teknik ilustrasi tangan, agar terasa dekat dengan
masyarakat sasaran, ringan, mudah dipahami dan tidak menyinggung pihak manapun, terutama
adanya visualisasi BAB maupun jamban yang merupakan ranah pribadi.
Untuk konsistensi, seluruh seri Materi Cetak mengikuti pola standarisasi berikut:
Headline “BAB di Jamban…..PLUNG JADI PLONG”, dan subheadline yang
menjelaskan lebih terperinci tentang “PLONG” dari apa.
Visual Space sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Paragraf yang menjelaskan headline dan subheadline secara lebih rinci.
Posisi Logo Kementerian Kesehatan, Water and Sanitation Program (WSP)
dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Warna, Font (tipe huruf ) yang konsisten.
Materi Cetak ini dapat berfungsi sekaligus sebagai poster, iklan koran, majalah, baliho, billboard.
Materi Cetak dalam bentuk leaflet dengan informasi yang lebih komprehensif juga dikembangkan
untuk edukasi masyarakat.
LEAFLET
12
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT (ILM) RADIO
Pesan utama iklan radio dengan durasi 60 detik, disampaikan dalam bentuk komedi yang segar.
Rute komedi diambil supaya informasi dan pesan tidak terkesan menggurui, serta mudah
diterima.
Sinopsis. Iklan radio bercerita tentang seorang suami bernama Sarimun yang merasa lega
setelah memutuskan membangun jamban di rumahnya. Sebelumnya, Sarimun sering ribut
dengan istrinya yang merasakan repotnya tidak punya jamban, karena kesehatan anak-anak
menjadi terganggu. Keputusan Sarimun itu dipicu oleh nasihat temannya yang akhirnya
membangun kesadarannya untuk sedikit berhemat dengan mengurangi rokok.
Produksi. Naskah iklan radio ini dibawakan oleh 4 orang aktor suara profesional dan
direkam di sebuah studio rekaman yang berpengalaman produksi naskah iklan atau drama
radio. Dialog dibawakan secara natural dan wajar karena ingin menampilkan keseharian
dalam keluarga.
WSP
RADIO SPOT 60”
Radio spot ini adalah testimoni seorang Bapak yang sudah merasakan senangnya punya jamban
sendiri di rumah.
BAPAK: Waah… Plong rasanya… Bener-bener plong! Ternyata keputusanku tepat!! (kaget) Eh, maaf…
nama saya Sarimun, tapi panggil aja I’im, lebih keren... hehehe. Ceritanya gini… saya dan istri belakangan ini ribuuut terus…
(Flash back suami istri ribut)
IBU: Pak, ini anak-anak diare terus Bapak kok tenang-tenang aja sih?
BAPAK: Bawa ke kali atau ke kebon sana. Ribut aja!
IBU: Ke kali itu jalannya licin, Pak, apalagi kalo hujan malem2. Belum lagi suka ada ular. Bikin jamban
di rumah dong, Pak. Biar deket, aman juga buat anak2 dan nenek yang sudah sakit-sakitan itu.
BAPAK: Duitnya mbah mu apa?? (background; Ibu ngomel2)
BAPAK: (ke pendengar) Capek rasanya ribut terus sama istri. Memang enak punya jamban sendiri…
tapi kan mahal…?? Naaa… sampai suatu hari saya ketemu Kholid di warung.
KHOLID: Jadi Im, kalau kamu mo ngirit dikit aja, bisa punya jamban sendiri. Kurangi beli pulsa buat
ngobrol gak penting dan kurangi rokok, pasti bisa!!
BAPAK: Kalau pulsa sih bisa, tapi kalo kurangi rokok… berat, Lid!
KHOLID: He, liat keluarga sehat dan senang itu lebih nikmat daripada rokok, tau!
BAPAK (ke pendengar): Meskipun berat, saya ikutin sarannya Kholid… kebetulan Bu Kades bikin
arisan bangun jamban. Duit yang saya sisihkan bisa dipake bayar arisan. Akhirnyaaa… Sekarang
keluarga saya punya jamban sendiri di rumah!!
SFX: Suara keriangan anak-anak
BAPAK: Plung di jamban sendiri itu bikin Plong rasanya… keluarga aman, senang dan gak mahal
kok…
ANNCR: Ingat! Habis BAB, cuci tangan pakai sabun.
13
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT (ILM) TELEVISI
Iklan televisi berdurasi 30 detik menyampaikan pesan utama dalam cerita singkat tentang
sebuah keluarga yang belum memiliki jamban di rumah.
Sinopsis. Iklan televisi menceritakan seorang ibu yang kerepotan karena kedua anaknya
terkena diare. Karena keluarga itu tidak memiliki jamban, maka ibu menjadi repot karena
anak-anak yang rewel sehingga ia terpaksa menyuruh mereka BAB di semak-semak di
halaman rumah. Ibu kesal karena bapak tidak juga mau membangun jamban keluarga
dengan alasan mahal. Di rumah itu tinggal pula nenek yang juga merasa kurang nyaman
dengan tidak adanya jamban keluarga. Sepasang suami-istri tetangga sebelah yang
kebetulan lewat, melihat anak-anak BAB di halaman dan bapak-ibu yang sedang
meributkan soal jamban. Mereka memberi saran kepada bapak agar uang rokok
ditabung dan ikut arisan jamban. Setelah mendapat penjelasan dari tetangga, bapak jadi
tahu membangun jamban ternyata tidak mahal. Akhirnya ia setuju untuk membangun
jamban keluarga dan keputusan ini membuat ibu serta nenek senang.
Produksi. Tahapan dalam proses produksi adalah sebagai berikut:
Sesi briefing dengan sutradara dan produser pelaksana dari rumah produksi yang
dipilih, untuk menjelaskan cerita, latar belakang, tujuan dan pesan yang ingin
disampaikan dalam iklan televisi.
Setelah itu, diadakan rapat pra-produksi I di mana sutradara memaparkan terjemahan
visual dari naskah cerita (director’s board) dan menunjukkan berbagai hal yang
berkaitan, seperti lokasi film, para aktor yang membawakan serta pakaian yang
mereka kenakan.
Semua masukan yang telah disepakati dalam rapat pra-produksi 1 dijadikan dasar
oleh sutradara dan produser pelaksana untuk membuat perbaikan dan dipaparkan
kembali dalam rapat pra-produksi 2. Selain itu, dalam rapat ini juga dipresentasikan
referensi ilustrasi musik yang akan digunakan.
Tahap berikutnya adalah pengambilan gambar (shooting) berdasarkan director’s board
yang telah disepakati.
Selanjutnya adalah proses penyuntingan gambar (editing) dan suara (recording). Ada
dua tahap yang harus dilalui, yaitu offline dan online. Dalam proses offline, dilakukan
penyusunan gambar-gambar yang sudah diambil saat shooting, dengan urutan
sesuai director’s board yang telah disepakati dalam rapat pra-produksi 2. Bila hasil
penyuntingan telah disetujui, maka tahap selanjutnya adalah online yaitu membuat
hasil offline menjadi lebih baik dari sisi warna, suara, animasi, pergantian antaradegan, sekaligus juga menggabungkan film dengan ilustrasi musik.
Setelah hasil penyuntingan online disetujui, maka film dipindahkan dalam materi
yang siap untuk ditayangkan di televisi.
14
STORYBOARD
Ibu: “ Duh anak-anak
diare lagi...”
Kakak, “Maak
sakit perut...”
Suasana rumah perkampungan di pagi hari
*wide shoot rumah
Tampak ibu sedang sibuk merapikan pakaian dan dibelakangnya
kedua anak-anaknya sedang rewel
*wide tracking shot
anak - anak semakin ribut dan ibu semakin panik lalu secara tidak
sengaja menjatuhkan beberapa baju.
sfx : terderngar suara komentator bola di tv dari ruang sebelah
Ibu bergegas sambil panik dan menaruh kaos bola di pundaknya
*close up ibu
15
STORYBOARD
Ibu: “Bapak nih gak bikin jamban!...”
Ibu keluar rumah sambi membawa anak-anaknya menuju tempat
biasa BAB
*wide tracking shot
Sambil kesal dengan bapak, ibu menaruh anak-anaknya dihalaman
rumah
*close up ibu
Kedua anak-anaknya jongkok BAB sambil kesakita dan ibunya
tampak panik.
*two shot anak-anak foreground, ibu di background
Ibu terlihat kerepotan mengurus kedua anaknya yang lagi BAB,
bapakmuncul dari jendela dan kaget melihat kaos bolanya dipakai
untuk membersihkan kotoran kedua anak-anaknya
*wide shot and porta jib
16
STORYBOARD
Bapak: “Mahal bu!”
Ibu: “Kaos dipikirin,
bikin jamban dong!”
Bapak: “Kaosku?!”
Ibu kesal karena bapak lebih memikirkan kaosnya ketimbang
anak-anaknya yang lagi diare
*two shot bapak dan ibu
Bapak terlihat panik tapi dengan ekspresi lucu
*close up bapak
Bikin jamban gak
mahal kok,
kurangi rokok...
Ikut arisan jamban!!
Bapak dan ibu karto muncul dan memberikan solusi bagaimana
cara mudah membuat jamban
*two shot bapak dan ibu karto
Tampak sebuah jamban yang bersih dengan perlengkapan mandi
*insert jamban
17
STORYBOARD
BAB gak repot lagi,
PLUNG JADI PLONG!
Bapak: “mengangguk
-angguk) ”Yuk bikin
jamban!”
Dengan ekspresi senang, bapak dan ibu bujel berencana membuat
jamban.
*two shot pak dan ibu bujel
Tampak nenek dengan ekspresi lucu senang karena sudah punya
jamban
*tracking shot close up nenek
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
18
BEHIND THE SCENE
19
CREATIVE BRIEF
1. Kegiatan apa yang akan dilaksanakan?
“Sanitasi Total Berbasis Masyarakat” (STBM) di 5 provinsi di Indonesia.
2. Tantangan apa saja yang dihadapi?
Praktik buang air besar di kebanyakan rumah tangga di Indonesia adalah sebagai berikut: 51% menggunakan
fasilitas sanitasi yang memadai, 25% menggunakan fasilitas yang kurang memadai, dan 17% dikategorikan
melakukan BAB di sembarang tempat.
3. Peluang apa saja yang dimiliki?
Faktor emosional dari masyarakat untuk hidup lebih sehat, dukungan pemerintah lokal dan departemen
kesehatan, dan rencana pemerintah akan strategi kesehatan nasional.
4. Siapa sasaran komunikasinya?
a. Pengambil keputusan: umumnya laki-laki sudah menikah yang berusia 25-50 tahun, kepala rumah tangga.
b. Agen perubahan: ibu rumah tangga, pelajar, pemuka agama, kelompok kontraktor dan praktisi
kesehatan.
5. Bagaimana perilaku yang terjadi saat ini yang dapat mempengaruhi kegiatan ini?
a. Terbuka: BAB di tempat terbuka dilakukan di pinggir sungai, sawah, hutan atau semak.
b. Berbagi Jamban: BAB di jamban milik tetangga atau milik umum.
c. Jamban Sederhana: BAB di jamban yang tidak mempunyai buangan sesuai ketentuan serta fasilitas air
untuk cebok dan cuci tangan.
6. Hasil apa yang diharapkan dari pembuatan strategi iklan?
a. Meningkatkan kesadaran dan kebutuhan masyarakat pedesaan terhadap pentingnya penyediaan
jamban sehat di rumah.
b. Meningkatkan populasi dari sanitasi yang tidak memadai menjadi sanitasi yang sehat.
7. Apa yang dapat memacu sasaran komunikasi untuk berubah?
Pesan utama “BAB di Jamban… PLUNG JADI PLONG”.
8. Apa yang dapat dilakukan untuk mendukung perubahan perilaku sasaran komunikasi?
Dengan menyediakan poster tentang pentingnya jamban sehat, menyediakan informasi membangun
jamban yang murah dan sehat, memfasilitasi arisan pembangunan jamban murah dan sehat, membuat iklan
layanan masyarakat di radio dan TV.
9. Apakah ada aturan wajib?
Ya. Seluruh seri materi cetak mengikuti pola standarisasi berikut:
a. Visual Space sesuai dengan pesan yang disampaikan.
b. Paragraf yang menjelaskan Headline dan subheadline secara lebih rinci.
c. Posisi Logo Kementrian Kesehatan, World and Sanitation Program (WSP) dan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM)
d. Warna, Font (tipe huruf) yang konsisten
10. Berapa banyak biaya pembuatannya?
Kegiatan ini memiliki budget yang terbatas.
20
taHAPAN
PENGUJIAN MATERI
taHAPAN PENGUJIAN MATERI
LOKAKARYA
Sebagai bagian dari pengembangan strategi, lokakarya merupakan hal yang penting untuk
melihat apakah strategi komunikasi ini dapat berjalan sesuai yang diharapkan atau tidak.
Oleh karena itu, pada tanggal 17-20 Juni 2013 diadakan Lokakarya “Meningkatkan Kapasitas
dalam Membangun Strategi Promosi Kesehatan Sanitasi dan Hygiene STBM”. Lokakarya ini
dihadiri oleh tim perwakilan dinas kesehatan dari 5 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali dan NTB serta Promkes dan PL pusat, yang berlangsung interaktif.
21
Pemaparan dan diskusi tentang materi komunikasi meliputi hal-hal berikut:
Evaluasi serta pembelajaran dari materi promosi yang pernah digunakan, yaitu video
“Mendadak Mules” dan materi cetak “Lik Telek” dari Jawa Timur serta materi cetak lain seperti
brosur, poster dan booklet.
Presentasi dan diskusi tentang media komunikasi baru yang diusulkan, meliputi logo, iklan
media cetak/poster, iklan radio dan iklan televisi, termasuk pula latar belakang dan rasional
yang melandasi pengembangannya.
Diskusi dalam grup tentang implementasi materi maupun media komunikasi baru. Dalam sesi
ini semua peserta secara terbuka dan aktif memberikan masukan bagaimana implementasi
yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing, termasuk ide-ide aktivasi yaitu kontak
langsung dengan sasaran.
Masukan dari lokakarya diakomodir dan diimplementasikan dalam memperbaiki dan
menyempurnakan materi komunikasi.
22
pre-test
Pre-test dilangsungkan pada tanggal 17, 18 dan 20 Agustus 2013 di Desa Sukamanah, Mega
Mendung, Jawa Barat, sebagai wilayah contoh yang sesuai dengan sasaran komunikasi.
Tujuan
Riset ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik langsung terhadap materi komunikasi
yang dikembangkan, yaitu materi cetak, iklan radio dan iklan televisi dari sudut pandang sasaran
komunikasi dan kader kesehatan.
Metodologi
Metodologi yang digunakan adalah Focus Group Discussion dengan dipandu oleh seorang
moderator untuk beberapa grup dengan kriteria dibawah ini:
Grup 1
Laki/Perempuan, CD Class , 20 – 27 tahun, mempunyai anak balita
Mempunyai jamban sehat
Group 2
Laki/Perempuan, CD Class , 20 – 27 tahun, mempunyai anak balita
TIDAK mempunyai jamban sehat
Group 3
Kader kesehatan, perempuan, 20 – 30 tahun
Sudah bekerja di areanya minimal 3 tahun
Hasil Temuan
Pesan utama “BAB di Jamban. Plung jadi Plong” dapat dimengerti dengan baik, yaitu
mengajak masyarakat untuk memiliki jamban sendiri di rumah.
Dari ketiga logo yang ada (Bakti Husada, WSP dan STBM), hanya logo Bakti Husada yang
langsung dikenali sebagian besar responden, karena telah sering melihatnya di posyandu
atau puskesmas.
Kalimat “Setelah BAB di jamban, cuci tangan pakai sabun” dipahami sebagai peringatan
bahwa jika memiliki jamban sendiri, hidup keluarga menjadi lebih sehat.
Iklan Media Cetak
Ketiga konsep direspons dengan positif karena relevan dengan pengalaman mereka sehari-hari,
menunjukkan keluarga harmonis dan menyampaikan ajakan untuk memiliki jamban sendiri di
rumah agar hidup lebih sehat.
Iklan Layanan Masyarakat
Responden sangat menikmati cerita dalam iklan layanan masyarakat baik di radio maupun
televisi, karena mudah dimengerti, yaitu: jangan BAB sembarangan dan pentingnya menjaga
kesehatan dengan membuat jamban di dalam rumah.
IMPLEMENTASI
Berdasarkan masukan, saran dan perbaikan yang diberikan selama lokakarya maupun hasil
temuan dalam pre-test, diadakan perbaikan-perbaikan dalam proses produksi, sehingga tersedia
materi komunikasi final seperti yang sudah disebutkan diatas.
Semua materi yang telah disiapkan, akan diimplementasikan di kelima provinsi sesuai dengan
kebutuhan dan jadwal dari program STBM di propinsi terkait.
23
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Download