ABSTRAK Telah dilakukan praktikum untuk mengidentifikasi senyawa organik, untuk uji polar dan non polar, maka digunakan pelarut polar (air) dan pelarut semi polar (heksana). Saat pengujian dengan menggunakan asam asetat terlihat senyawa ini dapat larut dalam air, heksana, larutan NaOH 10% . Dalam rumus molekul asam asetat ini mengandung dua buah atom C, sehingga menyebabkan asam asetat ini dapat mudah larut dalam air atau senyawa uji yang lain. Karena secara teori, pada suku pertama sampai suku keempat (C1-C4) mudah larut dalam air, tetapi untuk suku kelima dan keenam (C5-C6) sedikit larut dalam air sedangkan untuk suku ketuju akan lebih tidak larut dalam air. Ketika senyawa asam asetat ini ditambahkan larutan NaOH 10% sedikit demi sedikit, maka akan timbul panas yang tinggi. Ketika asam asetat ditambahkan dengahn NaOH, maka asam asetat ini akan berubah menjadi garamnya yang larut dalam air, dan ion H+ dari asam ini akan mengubah garam itu menjadi asam asetat kembali. Sedangkan ketika asam asetat ditambahkan dengan HCl 10%, maka tidak menimbulkan panas. Asam asetat ini merupakan asam lemah, karena hanya sebagian kecil yang terionisasi apabila dilarutkan dalam air. Semakin panjang rantai C, maka sifat keasamannya semakin lemah. Kata kunci : Senyawa Polar dan Non Polar, HCl dan NaOH BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Molekul organik non polar seperti hodrokarbon dan halokarbon ditolak oleh air, senyawa tersebut dikatakan hidrofob (benci air). Hampir semua orang tahu bahwa air dan minyak tidak dapat bercampur. Tetapi kita campurkan dua cairan non polar, keduanya membentuk larutan. Aturan yang mudah diingat adalah zat melarutkan zat sejenisnya. Dengan mengingat prinsip zat melarutkan zat sejenisnya, apa yang kita harapkan mengenai kelarutan alkohol dalam air? Karena alkohol adalah turunan dari air, kita dapat menduga keduanya mempunyai sifat yang serupa. Sampai batas tertentu dugaan ini benar. Alkohol berkarbon sampai empat larut dalam air dalam semua perbandingan. Kelarutan alkohol dengan rantai karbon empat atau lebih menjadi lebihk terdiri dari dua bagian: rantai karbon dan gugus hidroksyl. Kedua bagian ini saling berlawanan. Rantai karbon bersifat non polar dan hidrofob, tetapi gugus hidroksil yang berikatan hydrogen bersifat hidrofil (suka air). Alkohol rantai pendek larut dalam air, seedangkan yang berantai panjang tidak larut. Eter lebih larut dibandingkan hidrokarbon dan halokarbon, tetapi kurang larut dibandingkan alkohol. Alasnya, oksigen dalam eter adalah penerima hidrogen, tetapi eter tak memiliki hydroksil untuk disumbangkan kepada ikatan hidrogen. Rendahnya kelarutan ini dibanding alkohol diatasi apabila terdapat lebih dari satu ikatan eter dalam molekul. Eter pada umumnya tidak bereaksi dengan asam encer, basa encer atau dengan reduktor atau oksodator biasa. Ia tidak bereaksi dengan ion logam natrium, inilah sifat yang membedakannya dari alkohol. Pada umumnya, ia tidak bereaksi dengan senyawa organik lain. Kelembaman eter, ditambah dengan kenyataan banyaknya senyawa organik yang larut dalam eter, menyebabkan eter merupakan pelarut yang baik untuk melakukan reaksi-reaksi organik. Eter juga sering digunakan untuk memisahkan senyawa organi dari sumber-sumber alamnya. Biasanya digunakan dietil eter untuk maksud ini. Titik didihnya yang rendah yang menyebabkan ia mudah diuapkan dari ekstraknya untuk kemudian dipulihkan kembali sebagai pelarut. Dietil eter mudah terbakar. Eter tidak dapat membentuk ikatan hydrogen antara molekul-molekulnya, karena tidak memilki hidrogen yang terikat pada oksigen. Tetapi eter dapat membentuik ikatan hydrogen dengan air, alkohol atau fenol. Karena ikatan hidrogen dengan H2O inilah maka kelarutan dietil eter dan 1-butanol kirakira sama (kedunya mempunyai ampat atom karbon per molekul). Eter sangat tidak reaktif dan bertabiat seperti alkena seperti pada senyawa organik yang mengandung gugus fuungsional. Eter bereaksi auto-oksidasi dan pembakaran (yang berlangsung dengan mudah), tetapi tidak dioksidasi oleh reagensia laboratorium; juga tidak bereaksi reduksi, eliminasi maupun reaksi dengan basa. Untuk mengetahui molekul itu polar atau tidak polar prediksi yang tepat dari bentuk molekul itu penting. Juga pelajar harus tahu banyak perbedaan tentang bagian yang dimiliknya dan kemampuan prosedurnya. Jika kita menggambarkan bentuk molekul yang tepat salah satunya kita akan melihat jumlah semua keelektronegatifannya semua adalah nol atau berbeda dari nol. Jika jumlah mol sama dengan nol, senyawa tersebut non polar dan jika jumlahnya bukan nol, senyawa tersebut adalah senyawa polar. II. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum kali ini yaitu mengidentifikasi senmyawa organik berdasarkan sifat kelarutannya. III. Prinsip Percobaan Kelarutan senyawa organik dipengaruhi oleh tingkat kepolarannya. Senyawa polar dan non polar larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar larut dalam pelarut nonpolar. BAB II TEORI PENDUKUNG Antaraksi antara molekul nonpolar berasal dari dipole seketika sementara, yang dimiliki oleh semua molekul, sebagai akibat perubahan posisi seketika electron. Kedua dipole ini saling bertarikan, sehingga energi potensial pasangan itu turun. Walaupun molekul pertama akan terus mengubah ukuran dan arah dipolnya, molekul kedua akan mengikutinya. Jadi, kedua dipole itu “terkorelasi” dalam arah. Karena korelasi ini, terikan antara kedua dipole seketika itu tidak terata-rata menjadi nol dan menimbulkan antaraksi dipole terinduksi/dipole terinduksi (Atkins, 1997). Dipole yang dihasilkan dalam atom (atau molekul nonpolar), distribusi electron electron pada atom (atau molekul) itu akan terganggu dengan gaya yang dilakukan oleh ion atau molekul polar tersebut. Dipole yang dihasilkan dalam atom (atau molekul) itu disebut dipole terinduksi (induced dipole) sebab pemisahan muatan positif dan negative dalam atom (atau molekul nonpolar) itu disebabkan oleh kedekatannya dengan suatu ion atau molekul polar. Interaksi tarik-menarik antara ion dan dipole terinduksi disebut interaksi ion –dipole terinduksi, dan interaksi tarik menarik antara molekul polar dan dipole terinduksi disebut interaksi dipole-dipole terinduksi. Kemungkinan momen dipole akan terinduksi bergantung bukan hanya pada muatan ion atau kekuatan dipole tetapi juga bergantung pada keterpolaran atom atau molekul. Keterpolaran adalah kemudahan tergantung distribusi electron dalam suatu atom (Chang, 2004). Eter tidak dapat membentuk ikatan hydrogen antara molekulmolekulnya, karena tidak memilki hidrogen yang terikat pada oksigen. Tetapi eter dapat membentuik ikatan hydrogen dengan air, alkohol atau fenol. Karena ikatan hidrogen dengan H2O inilah maka kelarutan dietil eter dan 1-butanol kira-kira sama (kedunya mempunyai ampat atom karbon per molekul). Eter sangat tidak reaktif dan bertabiat seperti alkena seperti pada senyawa organik yang mengandung gugus fuungsional. Eter bereaksi auto-oksidasi dan pembakaran (yang berlangsung dengan mudah), tetapi tidak dioksidasi oleh reagensia laboratorium; juga tidak bereaksi reduksi, eliminasi maupun reaksi dengan basa (Fessenden, 1986). Kelarutan senyawa organik dapat dibagi menjadi 2 kategori : 1. Kelarutan yang berdasarkan reaksi kimia Misal : reaksi asam-basa 2. Kelarutan yang berdasarkan kemiripan sifat ( like disolve like) untuk analisis NMR Misal : eter dilarutkan dalam CCl4 Senyawa organik dikatakan larut apabila 1 mL larutan dapat larut dalam 1 – 3 mL pelarut. Kelarutan senyawa organic dipengaruhi oleh tingkat kepolarannya. Senyawa polar larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar larut dalam senya non-polar. Kelarutan senyawa organik dalam suatu pelarut juga dapat memberi informasi tentang klasifikasi larutan yang bersifat asam atau basa dengan menentukan kelarutannya dalam larutan basa, asam, atau netral (Anonim, 2013). Pengasaman dengan HCl bertujuan untuk mengubah garam natrium eugenolat menjadi eugenol. Reaksi yang terjadi adalah reaksi penggaraman biasa. Dalam reaksi ini ion eugenolat akan menangkap ion hidronium yang berasal dari ionisasi sempurna HCl. Hasil reaksi adalah eugenol dan garam NaCl. Eugenol akan berada pada lapisan atas. Pemurnian eugenol dilakukan dengan destilasi bertingkat pengurang tekanan, karena titik didih eugenol sangat tinggi (2250C) pada tekanan 1,0 Atm. Pengurangan tekanan dilakukan dengan menyambungkan alat destilasi pada vakum minyak, sehingga tekanannya dapat turun hingga 6,0 mmHg. Pada tekanan tersebut titik didih eugenol pada setiap fraksi berkisar antara 103-1140C. Tabel 1 menunjukkan hasil pemurnian dan karakterisasi eugenol dengan destilasi bertingkat. Jika dilihat dari titik didihnya, maka fraksi yang paling tinggi kemurniannya adalah fraksi 3 (Handayani, 2013). BAB III METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan yaitu: 1. Tabung reaksi 12 buah 2. Pipet tetes 4 batang 3. Gelas ukur 25 mL 1 buah 4. pipet skala 5 mL 1 batang 5. gelas piala 1 buah Bahan yang digunakan : 1. pelarut : Air, Heksana, NaOH 10%, HCl 10 % 2. senyawa uji : etanol, larutan garam, senyawa alkena, asam karboksilat, amida/amina, dan kertas lakmus. II. Prosedur Kerja 1. Kelarutan dalam air 1 mL senyawa uji (senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6) -Masing-masing dimasukkan daalam tabung reaksi -Ditetesi 1 mL aquades -Dikocok kuat-kuat Senyawa uji larut Senyawa uji tidak larut Ditambahkan lagi 1 ml aquades (max : 3 ml) Emulsi -Diambil lapisan atasnya -Diuji dengan kertas lakmus Senyawa polar/ semi polar 2. Kelarutan dalam eter 1 ml Senyawa uji (senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6) -Masing-masing dimasukkan daalam tabung reaksi -Ditetesi 1 mL aquades -Dikocok kuat-kuat Senyawa uji larut Senyawa uji tidak larut Ditambahkan lagi 1 ml aquades (max : 3 ml) Emulsi -Diambil lapisan atasnya -Diuji dengan kertas lakmus Senyawa larut/tidak larut 3. Kelarutan dalam NaOH 10% 1 ml Senyawa uji (senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6) -Masing-masing dimasukkan daalam tabung reaksi -Ditetesi 1 mL NaOH 10% -Dikocok kuat-kuat Senyawa uji larut Senyawa uji tidak larut -Diambil lapisan atasnya -Ditambahkan setetes demi setetes larutan HCl hingga bersifat asam Endapan -Diidentifikasi -Diidentifikasi Adanya gugus asam Adanya gugus asam 4. Kelarutan dalam HCl 10% 1 ml Senyawa uji (senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6) -Masing-masing dimasukkan daalam tabung reaksi -Ditetesi 1 mL HCl 10% -Dikocok kuat-kuat Senyawa uji larut Senyawa uji tidak larut -Diambil lapisan atasnya -Ditambahkan setetes demi setetes larutan HCl hingga bersifat basa Endapan -Diidentifikasi -Diidentifikasi Adanya gugus basa Adanya gugus basa BAB IV HASIL PENGAMATAN I. Data Hasil Pengukuran Pelarut Senyawa No. 1. Uji Air Heksana Etanol +++ --- +++ ++ Larutan 2. NaOH 10% HCl 10% ++ +++ --- ++ --- +++ Garam 3. +++ Alkena Asam 4. Karboksilat 5. Amida Keterangan ; +++ = larut sempurna ++ = larut sebagian --- = tidak larut II. Reaksi Lengkap O 1. CH3 C O OH + NaOH CH3 C ONa + H2O + HCl CH3 O 2. CH3 C C OH + NaCl + H2O C O NH4 + HCl CH3 C Cl + NH3 + H2 O O CH3 ONa + H2O O O CH3 C Cl + NaOH + NH3 CH3 C NH2 + NaCl + H2O III. Pembahasan Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut didefinisikan sebagai jumlah terbanyak (yang dinyatakan baik dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam kesetimbangan dalam volume pelarut tertentu pada suhu tertentu. Garam menunjukkan interval kelarutan yang besar dalam air. Kebanyakan reaksi pelarut untuk zat pada ionik bersifat endotermik (panas diserap), sehingga menurut prinsip Le Chatelier kelarutan naik dengan naiknya suhu. Dalam percobaan ini, untuk mengidentifikasi senyawa organik, untuk uji polar dan non polar, maka digunakan pelarut polar (air) dan pelarut semi polar (heksana). Selain itu pula, digunakan pelarut NaOH 10% dan HCl 10%. Tujuan dari digunakan pelarut ini yaitu untuk mengidentifikasi senyawa apakah mengandung gugus asam atau mengandung gugus basa. Tujuan yang paling mendasar yang ingin dicapai dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi senyawa yang belum diketahui menjadi senyawa yang diketahui berdasarkan kelarutan yang diberikan. Untuk senyawa lain yang larut dalam air meliputi alkohol, ester, aldehid, keton, asam karboksilat, amida, amina dan nitril. Dalam deret homolog yang bergugus fungsional alkohol, heksana, aldehid, keton, asam karboksilat, amida dan nitril memiliki nilai batas kelarutan dalam air. Senyawa-senyawa tersebut dengan jumlah atom sampai dengan empat mudah larut dalam air. Kemudahan kelarutan dalam deret homolog tersebut disebabkan gugus polar masih dominan dari pada jumlah atom karbon empat. Pada kenaikan atom karbon besarnya gugus polar adalah tetap senang gugus non polar menjadi besar. Kenaikan gugus non polar menyebabkan sifat non polar menjadi dominan dibandingkan dengan gugus polar sehingga kelarutan dalam air berkurang. Senyawa ionik seperti garam tidak dapat larut dalam heksana. Hal ini disebabkan kelarutan senyawa polar tergantung pada pengaruh gugus polar yang relatif terhadap gugus non polar. Apabila gugus non polar lebih dominan dari pada gugus polar, maka sifat non polarnya menjadi lebih kuat. Pada umumnya senyawa dengan satu gugus polar per molekul akan larut dalam heksana. Banyak senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam heksana. Jika senyawa tersebut dapat larut dalam air dan heksana maka kemungkinan senyawa adalah senyawa-senyawa non ionik, senyawa-senyawa dengan rantai karbon kurang dari lima, senyawasenyawa yang mempunyai gugus fungsional polar mampu membentuk ikatan hidrogen, atau senyawa tidak mempunyai gugus polar lebih dari satu. Tetapi jika senyawa organik larut dalam air tetapi tidak larut dalam heksana, maka kemungkinan senyawa tersebut adalah ionik (garam) atau sernyawa dengan dua atau lebih gugus polar tetapi atom karbonnya kurang dari empat per gugus polar. Jika suatu senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam larutan NaOH 10% maka dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut lebih asam dari pada air dan mempunyai gugus fungsional asam. Senyawa yang termasuk golongan ini, meliputi asam karboksilat, asam sulfonat, fenol, thiornol, amida dan senyawa enol. Apabila senyawa yang tidak larut dalam air atau H2O tetapi larut dalam larutan HCl 10% maka senyawa tersebut memiliki gugus fungsional basa. Gugus fungsional basa ini meliputi senyawa-senyawa amina dan senyawa oksigen seperti pyrole, anthocyanidin dari pigmen bunga yang dengan penambahan HCl terbentuk ion oksonium yang larut dalam air. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diidentifkasi bahwa senyawa amoniak dapat larut dalam air, larutan NaOH 10% dan larutan HCl 10%, tetapi tidak dapat larut dalam heksana. Selain dengan melihat kelarutannya, senyawa ini dapat juga diidentifikasi dari segi aromanya, senyawa ini memiliki aroma yang khas atau bau yang merangsang, Amoniak membentuk ikatan Hidrogen. Ikatan Hidrogen N-HN lebih lemah dari pada ikatan Hidrogen O-HO karena N kurang elektronegatif dibandingkan dengan O dan karena itu ikatan NH kurang polar. Pengikatan Hidrogen yang lemah antara molekul amoniak menyebabkan amoniak ini dapat larut dalam air karena membentuk ikatan hydrogen dengan air. Saat pengujian dengan menggunakan asam asetat terlihat senyawa ini dapat larut dalam air, heksana, larutan NaOH 10% . Dalam rumus molekul asam asetat ini mengandung dua buah atom C, sehingga menyebabkan asam asetat ini dapat mudah larut dalam air atau senyawa uji yang lain. Karena secara teori, pada suku pertama sampai suku keempat (C1-C4) mudah larut dalam air, tetapi untuk suku kelima dan keenam (C5C6) sedikit larut dalam air sedangkan untuk suku ketuju akan lebih tidak larut dalam air. Ketika senyawa asam asetat ini ditambahkan larutan NaOH 10% sedikit demi sedikit, maka akan timbul panas yang tinggi. Ketika asam asetat ditambahkan dengahn NaOH, maka asam asetat ini akan berubah menjadi garamnya yang larut dalam air, dan ion H+ dari asam ini akan mengubah garam itu menjadi asam asetat kembali. Sedangkan ketika asam asetat ditambahkan dengan HCl 10%, maka tidak menimbulkan panas. Asam asetat ini merupakan asam lemah, karena hanya sebagian kecil yang terionisasi apabila dilarutkan dalam air. Semakin panjang rantai C, maka sifat keasamannya semakin lemah. Senyawa alkena mempunyai kelarutan dalam air yang tidak sempurna, yang ditandai dengan adanya atau tedapatnya bidang batas di dalam larutan, begitu pula dalam heksana, senyawa ini larut sebagian, tetapi jika direaksikan dengan NaOH 10% dan HCl 10% senyawa ini tidak larut. Hal ini disebabkan karena alkena merupakan senyawa non polar sehingga gaya tarik antar molekulnya sangat lemah. Karena non polar, maka alkena akan larut dalam pelarut non polar atau sedikit polar. Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van Der Waals antara pelarut dan zat terlarut. Berbeda halnya dengan sifat yang dimiliki etanol, dimana terlihat bahwa etanol laut dalam air namun tidak larut dalam heksana. Etanol dapat larut dalam air karena etanol berbobot molekul rendah. Kelarutan dalam air ini disebabkan oleh ikatan hydrogen antara etanol dan air. Semakin panjang bagian hidrokarbon dari suatu alkohol, maka makin rendah kelarutannya dalam air. Bila rantai hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob (menolak molekul air) ini dapat mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa etanol ini bersifat polar karena memiliki gugus –OH. Semakin panjang gugus alkil suatu alkohol, semakin berkurang kepolaran alkohol tersebut. Kepolaran mempengaruhi kelarutan, sehingga alkohol dengan suku rendah lebih mudah larut dalam pelarut polar, sebaliknya, alkohol dengan suku tinggi sukar larut. Etanol memiliki titik didih tinggi, karena memilki gugus –OH yang bersifat sangat polar sehingga gaya tarik-menarik antar molekul alkohol sangat kuat sampai terbentuk ikatan hidrogen. Ikatan alkohol sangat polar karena tingginya keelektronegatifan atom Oksigen. Karena tingginya muatan negatif parsial dan kecilnya atom Hidrogen, ia dapat berhubungan dengan dua atom oksigen elektronegatif. Ketika etanol direaksikan dengan heksana maka alkoho, akan larut. Hal ini disebabkan karena antara heksana dan etanol sama-sama membentuk ikatan hydrogen dengan senyawa-senyawa –OH. Senyawa alkena mempunyai kelarutan dalam air yang tidak sempurna, yang ditandai dengan adanya atau tedapatnya bidang batas di dalam larutan, begitu pula dalam heksana, senyawa ini larut sebagian, tetapi jika direaksikan dengan NaOH 10% dan HCl 10% senyawa ini tidak larut. Hal ini disebabkan karena alkena merupakan senyawa non polar sehingga gaya tarik antar molekulnya sangat lemah. Karena non polar, maka alkena akan larut dalam pelarut non polar atau sedikit polar. Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van Der Waals antara pelarut dan zat terlarut. BAB V PENUTUP I. Kesimpulan Dari hasil pengamatan yang dilakuan dapat disimpulkan bahwa senyawa polar seperti etanol dan larutan garam dapat larut dalam pelarut yag bersifat polar seperti air. Namun senyawa semi polar seperti asam karboksilat dan amida hanya larut sebagian dalam pelarut polar. Dan senyawa non polar seperti alkena tidak larut dalam senyawa polar namun larut dalam senyawa nonpolar seperti heksana. II. Saran Saran yang dapat saya berikan adalah kelengkapan bahan yang harus disediakan di laboratorium segera dilengkapi, agar praktikan dapat melakukan semua percobaan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2013. Senyawa Organik. http://www.emildatuak.multiply.com (diakses tanggal 8 november 2013). Atkins, 1997. Kimia Fisik. Erlangga. Jakarta. Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta. Fessenden, 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I. Erlangga. Jakarta. Wuryanti, Handayani, 2013. Sintesis Polieugenol Dengan Katalis Asam Sulfat. Jurnal Ilmu Dasar, Vol.2 No.2, 2001: 103-110. Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1 PERCOBAAN I IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK BERDASARKAN KELARUTANNYA OLEH : NAMA : SABARUDDIN STAMBUK : A1C4 12 026 PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN : PENDIDIKAN MIPA KELOMPOK : V (LIMA) NAMA ASISTEN : INDRA KURNIAWAN LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013