percobaan ii - WordPress.com

advertisement
ABSTRAK
Telah dilakukan praktikum untuk mengidentifikasi senyawa organik, untuk uji
polar dan non polar, maka digunakan pelarut polar (air) dan pelarut semi polar
(heksana). Saat pengujian dengan menggunakan asam asetat terlihat senyawa ini
dapat larut dalam air, heksana, larutan NaOH 10% . Dalam rumus molekul asam
asetat ini mengandung dua buah atom C, sehingga menyebabkan asam asetat ini
dapat mudah larut dalam air atau senyawa uji yang lain. Karena secara teori, pada
suku pertama sampai suku keempat (C1-C4) mudah larut dalam air, tetapi untuk
suku kelima dan keenam (C5-C6) sedikit larut dalam air sedangkan untuk suku
ketuju akan lebih tidak larut dalam air. Ketika senyawa asam asetat ini
ditambahkan larutan NaOH 10% sedikit demi sedikit, maka akan timbul panas
yang tinggi. Ketika asam asetat ditambahkan dengahn NaOH, maka asam asetat
ini akan berubah menjadi garamnya yang larut dalam air, dan ion H+ dari asam ini
akan mengubah garam itu menjadi asam asetat kembali. Sedangkan ketika asam
asetat ditambahkan dengan HCl 10%, maka tidak menimbulkan panas. Asam
asetat ini merupakan asam lemah, karena hanya sebagian kecil yang terionisasi
apabila dilarutkan dalam air. Semakin panjang rantai C, maka sifat keasamannya
semakin lemah.
Kata kunci : Senyawa Polar dan Non Polar, HCl dan NaOH
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Molekul organik non polar seperti hodrokarbon dan halokarbon
ditolak oleh air, senyawa tersebut dikatakan hidrofob (benci air). Hampir
semua orang tahu bahwa air dan minyak tidak dapat bercampur. Tetapi
kita campurkan dua cairan non polar, keduanya membentuk larutan.
Aturan yang mudah diingat adalah zat melarutkan zat sejenisnya. Dengan
mengingat prinsip zat melarutkan zat sejenisnya, apa yang kita harapkan
mengenai kelarutan alkohol dalam air? Karena alkohol adalah turunan dari
air, kita dapat menduga keduanya mempunyai sifat yang serupa. Sampai
batas tertentu dugaan ini benar. Alkohol berkarbon sampai empat larut
dalam air dalam semua perbandingan. Kelarutan alkohol dengan rantai
karbon empat atau lebih menjadi lebihk terdiri dari dua bagian: rantai
karbon dan gugus hidroksyl. Kedua bagian ini saling berlawanan. Rantai
karbon bersifat non polar dan hidrofob, tetapi gugus hidroksil yang
berikatan hydrogen bersifat hidrofil (suka air). Alkohol rantai pendek larut
dalam air, seedangkan yang berantai panjang tidak larut. Eter lebih larut
dibandingkan
hidrokarbon
dan
halokarbon,
tetapi
kurang
larut
dibandingkan alkohol. Alasnya, oksigen dalam eter adalah penerima
hidrogen, tetapi eter tak memiliki hydroksil untuk disumbangkan kepada
ikatan hidrogen. Rendahnya kelarutan ini dibanding alkohol diatasi apabila
terdapat lebih dari satu ikatan eter dalam molekul.
Eter pada umumnya tidak bereaksi dengan asam encer, basa encer
atau dengan reduktor atau oksodator biasa. Ia tidak bereaksi dengan ion
logam natrium, inilah sifat yang membedakannya dari alkohol. Pada
umumnya, ia tidak bereaksi dengan senyawa organik lain. Kelembaman
eter, ditambah dengan kenyataan banyaknya senyawa organik yang larut
dalam eter, menyebabkan eter merupakan pelarut yang baik untuk
melakukan reaksi-reaksi organik. Eter juga sering digunakan untuk
memisahkan senyawa organi dari sumber-sumber alamnya. Biasanya
digunakan dietil eter untuk maksud ini. Titik didihnya yang rendah yang
menyebabkan ia mudah diuapkan dari ekstraknya untuk kemudian
dipulihkan kembali sebagai pelarut. Dietil eter mudah terbakar. Eter tidak
dapat membentuk ikatan hydrogen antara molekul-molekulnya, karena
tidak memilki hidrogen yang terikat pada oksigen. Tetapi eter dapat
membentuik ikatan hydrogen dengan air, alkohol atau fenol. Karena ikatan
hidrogen dengan H2O inilah maka kelarutan dietil eter dan 1-butanol kirakira sama (kedunya mempunyai ampat atom karbon per molekul). Eter
sangat tidak reaktif dan bertabiat seperti alkena seperti pada senyawa
organik yang mengandung gugus fuungsional. Eter bereaksi auto-oksidasi
dan pembakaran (yang berlangsung dengan mudah), tetapi tidak dioksidasi
oleh reagensia laboratorium; juga tidak bereaksi reduksi, eliminasi maupun
reaksi dengan basa. Untuk mengetahui molekul itu polar atau tidak polar
prediksi yang tepat dari bentuk molekul itu penting. Juga pelajar harus
tahu banyak perbedaan tentang bagian yang dimiliknya dan kemampuan
prosedurnya. Jika kita menggambarkan bentuk molekul yang tepat salah
satunya kita akan melihat jumlah semua keelektronegatifannya semua
adalah nol atau berbeda dari nol. Jika jumlah mol sama dengan nol,
senyawa tersebut non polar dan jika jumlahnya bukan nol, senyawa
tersebut adalah senyawa polar.
II. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum kali ini yaitu mengidentifikasi senmyawa
organik berdasarkan sifat kelarutannya.
III. Prinsip Percobaan
Kelarutan senyawa organik dipengaruhi oleh tingkat kepolarannya.
Senyawa polar dan non polar larut dalam pelarut polar dan senyawa
nonpolar larut dalam pelarut nonpolar.
BAB II
TEORI PENDUKUNG
Antaraksi antara molekul nonpolar berasal dari dipole seketika
sementara, yang dimiliki oleh semua molekul, sebagai akibat perubahan
posisi seketika electron. Kedua dipole ini saling bertarikan, sehingga
energi potensial pasangan itu turun. Walaupun molekul pertama akan terus
mengubah ukuran dan arah dipolnya, molekul kedua akan mengikutinya.
Jadi, kedua dipole itu “terkorelasi” dalam arah. Karena korelasi ini, terikan
antara kedua dipole seketika itu tidak terata-rata menjadi nol dan
menimbulkan antaraksi dipole terinduksi/dipole terinduksi (Atkins, 1997).
Dipole yang dihasilkan dalam atom (atau molekul nonpolar),
distribusi electron electron pada atom (atau molekul) itu akan terganggu
dengan gaya yang dilakukan oleh ion atau molekul polar tersebut. Dipole
yang dihasilkan dalam atom (atau molekul) itu disebut dipole terinduksi
(induced dipole) sebab pemisahan muatan positif dan negative dalam atom
(atau molekul nonpolar) itu disebabkan oleh kedekatannya dengan suatu
ion atau molekul polar. Interaksi tarik-menarik antara ion dan dipole
terinduksi disebut interaksi ion –dipole terinduksi, dan interaksi tarik
menarik antara molekul polar dan dipole terinduksi disebut interaksi
dipole-dipole terinduksi.
Kemungkinan momen dipole akan terinduksi bergantung bukan
hanya pada muatan ion atau kekuatan dipole tetapi juga bergantung pada
keterpolaran atom atau molekul. Keterpolaran adalah kemudahan
tergantung distribusi electron dalam suatu atom (Chang, 2004).
Eter tidak dapat membentuk ikatan hydrogen antara molekulmolekulnya, karena tidak memilki hidrogen yang terikat pada oksigen.
Tetapi eter dapat membentuik ikatan hydrogen dengan air, alkohol atau
fenol. Karena ikatan hidrogen dengan H2O inilah maka kelarutan dietil eter
dan 1-butanol kira-kira sama (kedunya mempunyai ampat atom karbon
per molekul). Eter sangat tidak reaktif dan bertabiat seperti alkena seperti
pada senyawa organik yang mengandung gugus fuungsional. Eter bereaksi
auto-oksidasi dan pembakaran (yang berlangsung dengan mudah), tetapi
tidak dioksidasi oleh reagensia laboratorium; juga tidak bereaksi reduksi,
eliminasi maupun reaksi dengan basa (Fessenden, 1986).
Kelarutan senyawa organik dapat dibagi menjadi 2 kategori :
1. Kelarutan yang berdasarkan reaksi kimia
Misal : reaksi asam-basa
2. Kelarutan yang berdasarkan kemiripan sifat ( like disolve like) untuk
analisis NMR
Misal : eter dilarutkan dalam CCl4
Senyawa organik dikatakan larut apabila 1 mL larutan dapat
larut dalam 1 – 3 mL pelarut. Kelarutan senyawa organic dipengaruhi oleh
tingkat kepolarannya. Senyawa polar larut dalam pelarut polar dan
senyawa nonpolar larut dalam senya non-polar. Kelarutan senyawa
organik dalam suatu pelarut juga dapat memberi informasi tentang
klasifikasi larutan yang bersifat asam atau basa dengan menentukan
kelarutannya dalam larutan basa, asam, atau netral (Anonim, 2013).
Pengasaman dengan HCl bertujuan untuk mengubah garam
natrium eugenolat menjadi eugenol. Reaksi yang terjadi adalah reaksi
penggaraman biasa. Dalam reaksi ini ion eugenolat akan menangkap ion
hidronium yang berasal dari ionisasi sempurna HCl. Hasil reaksi adalah
eugenol dan garam NaCl. Eugenol akan berada pada lapisan atas.
Pemurnian eugenol dilakukan dengan destilasi bertingkat pengurang
tekanan, karena titik didih eugenol sangat tinggi (2250C) pada tekanan 1,0
Atm. Pengurangan tekanan dilakukan dengan menyambungkan alat
destilasi pada vakum minyak, sehingga tekanannya dapat turun hingga 6,0
mmHg. Pada tekanan tersebut titik didih eugenol pada setiap fraksi
berkisar antara 103-1140C. Tabel 1 menunjukkan hasil pemurnian dan
karakterisasi eugenol dengan destilasi bertingkat. Jika dilihat dari titik
didihnya, maka fraksi yang paling tinggi kemurniannya adalah fraksi 3
(Handayani, 2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu:
1. Tabung reaksi
12 buah
2. Pipet tetes
4 batang
3. Gelas ukur 25 mL
1 buah
4. pipet skala 5 mL
1 batang
5. gelas piala
1 buah
Bahan yang digunakan :
1. pelarut : Air, Heksana, NaOH 10%, HCl 10 %
2. senyawa uji : etanol, larutan garam, senyawa alkena, asam karboksilat,
amida/amina, dan kertas lakmus.
II. Prosedur Kerja
1. Kelarutan dalam air
1 mL senyawa uji
(senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6)
-Masing-masing dimasukkan
daalam tabung reaksi
-Ditetesi 1 mL aquades
-Dikocok kuat-kuat
Senyawa uji
larut
Senyawa uji
tidak larut
Ditambahkan
lagi 1 ml
aquades (max :
3 ml)
Emulsi
-Diambil lapisan atasnya
-Diuji dengan kertas lakmus
Senyawa polar/ semi polar
2. Kelarutan dalam eter
1 ml Senyawa uji
(senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6)
-Masing-masing dimasukkan
daalam tabung reaksi
-Ditetesi 1 mL aquades
-Dikocok kuat-kuat
Senyawa uji
larut
Senyawa uji
tidak larut
Ditambahkan
lagi 1 ml
aquades (max :
3 ml)
Emulsi
-Diambil lapisan atasnya
-Diuji dengan kertas lakmus
Senyawa larut/tidak larut
3. Kelarutan dalam NaOH 10%
1 ml Senyawa uji
(senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6)
-Masing-masing dimasukkan
daalam tabung reaksi
-Ditetesi 1 mL NaOH 10%
-Dikocok kuat-kuat
Senyawa uji
larut
Senyawa uji
tidak larut
-Diambil lapisan atasnya
-Ditambahkan setetes
demi setetes larutan
HCl hingga bersifat
asam
Endapan
-Diidentifikasi
-Diidentifikasi
Adanya gugus asam
Adanya gugus asam
4. Kelarutan dalam HCl 10%
1 ml Senyawa uji
(senyawa 1, 2, 3, 4, 5, 6)
-Masing-masing dimasukkan
daalam tabung reaksi
-Ditetesi 1 mL HCl 10%
-Dikocok kuat-kuat
Senyawa uji
larut
Senyawa uji
tidak larut
-Diambil lapisan atasnya
-Ditambahkan setetes
demi setetes larutan
HCl hingga bersifat
basa
Endapan
-Diidentifikasi
-Diidentifikasi
Adanya gugus basa
Adanya gugus basa
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
I. Data Hasil Pengukuran
Pelarut
Senyawa
No.
1.
Uji
Air
Heksana
Etanol
+++
---
+++
++
Larutan
2.
NaOH 10%
HCl 10%
++
+++
---
++
---
+++
Garam
3.
+++
Alkena
Asam
4.
Karboksilat
5.
Amida
Keterangan ;
+++ = larut sempurna
++ = larut sebagian
--- = tidak larut
II. Reaksi Lengkap
O
1.
CH3
C
O
OH + NaOH
CH3
C
ONa + H2O + HCl
CH3
O
2.
CH3
C
C
OH + NaCl + H2O
C
O
NH4 + HCl
CH3
C
Cl + NH3 + H2
O
O
CH3
ONa + H2O
O
O
CH3
C
Cl + NaOH
+ NH3
CH3
C
NH2 + NaCl + H2O
III. Pembahasan
Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut didefinisikan sebagai
jumlah terbanyak (yang dinyatakan baik dalam gram atau dalam mol) yang
akan larut dalam kesetimbangan dalam volume pelarut tertentu pada suhu
tertentu. Garam menunjukkan interval kelarutan yang besar dalam air.
Kebanyakan reaksi pelarut untuk zat pada ionik bersifat endotermik (panas
diserap), sehingga menurut prinsip Le Chatelier kelarutan naik dengan
naiknya suhu.
Dalam percobaan ini, untuk mengidentifikasi senyawa organik,
untuk uji polar dan non polar, maka digunakan pelarut polar (air) dan
pelarut semi polar (heksana). Selain itu pula, digunakan pelarut NaOH
10% dan HCl 10%. Tujuan dari digunakan pelarut ini yaitu untuk
mengidentifikasi senyawa apakah mengandung gugus asam atau
mengandung gugus basa. Tujuan yang paling mendasar yang ingin dicapai
dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi senyawa yang belum
diketahui menjadi senyawa yang diketahui berdasarkan kelarutan yang
diberikan.
Untuk senyawa lain yang larut dalam air meliputi alkohol, ester,
aldehid, keton, asam karboksilat, amida, amina dan nitril. Dalam deret
homolog yang bergugus fungsional alkohol, heksana, aldehid, keton, asam
karboksilat, amida dan nitril memiliki nilai batas kelarutan dalam air.
Senyawa-senyawa tersebut dengan jumlah atom sampai dengan empat
mudah larut dalam air. Kemudahan kelarutan dalam deret homolog
tersebut disebabkan gugus polar masih dominan dari pada jumlah atom
karbon empat. Pada kenaikan atom karbon besarnya gugus polar adalah
tetap senang gugus non polar menjadi besar. Kenaikan gugus non polar
menyebabkan sifat non polar menjadi dominan dibandingkan dengan
gugus polar sehingga kelarutan dalam air berkurang.
Senyawa ionik seperti garam tidak dapat larut dalam heksana. Hal
ini disebabkan kelarutan senyawa polar tergantung pada pengaruh gugus
polar yang relatif terhadap gugus non polar. Apabila gugus non polar lebih
dominan dari pada gugus polar, maka sifat non polarnya menjadi lebih
kuat. Pada umumnya senyawa dengan satu gugus polar per molekul akan
larut dalam heksana. Banyak senyawa organik yang tidak larut dalam air
tetapi larut dalam heksana. Jika senyawa tersebut dapat larut dalam air dan
heksana maka kemungkinan senyawa adalah senyawa-senyawa non ionik,
senyawa-senyawa dengan rantai karbon kurang dari lima, senyawasenyawa yang mempunyai gugus fungsional polar mampu membentuk
ikatan hidrogen, atau senyawa tidak mempunyai gugus polar lebih dari
satu. Tetapi jika senyawa organik larut dalam air tetapi tidak larut dalam
heksana, maka kemungkinan senyawa tersebut adalah ionik (garam) atau
sernyawa dengan dua atau lebih gugus polar tetapi atom karbonnya kurang
dari empat per gugus polar.
Jika suatu senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat
larut dalam larutan NaOH 10% maka dapat dikatakan bahwa senyawa
tersebut lebih asam dari pada air dan mempunyai gugus fungsional asam.
Senyawa yang termasuk golongan ini, meliputi asam karboksilat, asam
sulfonat, fenol, thiornol, amida dan senyawa enol.
Apabila senyawa yang tidak larut dalam air atau H2O tetapi larut
dalam larutan HCl 10% maka senyawa tersebut memiliki gugus fungsional
basa. Gugus fungsional basa ini meliputi senyawa-senyawa amina dan
senyawa oksigen seperti pyrole, anthocyanidin dari pigmen bunga yang
dengan penambahan HCl terbentuk ion oksonium yang larut dalam air.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diidentifkasi bahwa
senyawa amoniak dapat larut dalam air, larutan NaOH 10% dan larutan
HCl 10%, tetapi tidak dapat larut dalam heksana. Selain dengan melihat
kelarutannya, senyawa ini dapat juga diidentifikasi dari segi aromanya,
senyawa ini memiliki aroma yang khas atau bau yang merangsang,
Amoniak membentuk ikatan Hidrogen. Ikatan Hidrogen N-HN lebih
lemah dari pada ikatan Hidrogen O-HO karena N kurang elektronegatif
dibandingkan dengan O dan karena itu ikatan NH kurang polar.
Pengikatan Hidrogen yang lemah antara molekul amoniak menyebabkan
amoniak ini dapat larut dalam air karena membentuk ikatan hydrogen
dengan air.
Saat pengujian dengan menggunakan asam asetat terlihat
senyawa ini dapat larut dalam air, heksana, larutan NaOH 10% . Dalam
rumus molekul asam asetat ini mengandung dua buah atom C, sehingga
menyebabkan asam asetat ini dapat mudah larut dalam air atau senyawa
uji yang lain. Karena secara teori, pada suku pertama sampai suku keempat
(C1-C4) mudah larut dalam air, tetapi untuk suku kelima dan keenam (C5C6) sedikit larut dalam air sedangkan untuk suku ketuju akan lebih tidak
larut dalam air. Ketika senyawa asam asetat ini ditambahkan larutan
NaOH 10% sedikit demi sedikit, maka akan timbul panas yang tinggi.
Ketika asam asetat ditambahkan dengahn NaOH, maka asam asetat ini
akan berubah menjadi garamnya yang larut dalam air, dan ion H+ dari
asam ini akan mengubah garam itu menjadi asam asetat kembali.
Sedangkan ketika asam asetat ditambahkan dengan HCl 10%, maka tidak
menimbulkan panas. Asam asetat ini merupakan asam lemah, karena
hanya sebagian kecil yang terionisasi apabila dilarutkan dalam air.
Semakin panjang rantai C, maka sifat keasamannya semakin lemah.
Senyawa alkena mempunyai kelarutan dalam air yang tidak
sempurna, yang ditandai dengan adanya atau tedapatnya bidang batas di
dalam larutan, begitu pula dalam heksana, senyawa ini larut sebagian,
tetapi jika direaksikan dengan NaOH 10% dan HCl 10% senyawa ini tidak
larut. Hal ini disebabkan karena alkena merupakan senyawa non polar
sehingga gaya tarik antar molekulnya sangat lemah. Karena non polar,
maka alkena akan larut dalam pelarut non polar atau sedikit polar.
Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van Der Waals antara pelarut dan
zat terlarut.
Berbeda halnya dengan sifat yang dimiliki etanol, dimana terlihat
bahwa etanol laut dalam air namun tidak larut dalam heksana. Etanol
dapat larut dalam air karena etanol berbobot molekul rendah. Kelarutan
dalam air ini disebabkan oleh ikatan hydrogen antara etanol dan air.
Semakin panjang bagian hidrokarbon dari suatu alkohol, maka makin
rendah kelarutannya dalam air. Bila rantai hidrokarbon cukup panjang,
sifat hidrofob (menolak molekul air) ini dapat mengalahkan sifat hidrofil
(menyukai air) gugus hidroksil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa etanol
ini bersifat polar karena memiliki gugus –OH. Semakin panjang gugus
alkil suatu alkohol, semakin berkurang kepolaran alkohol tersebut.
Kepolaran mempengaruhi kelarutan, sehingga alkohol dengan suku rendah
lebih mudah larut dalam pelarut polar, sebaliknya, alkohol dengan suku
tinggi sukar larut. Etanol memiliki titik didih tinggi, karena memilki gugus
–OH yang bersifat sangat polar sehingga gaya tarik-menarik antar molekul
alkohol sangat kuat sampai terbentuk ikatan hidrogen. Ikatan alkohol
sangat polar karena tingginya keelektronegatifan atom Oksigen. Karena
tingginya muatan negatif parsial dan kecilnya atom Hidrogen, ia dapat
berhubungan dengan dua atom oksigen elektronegatif. Ketika etanol
direaksikan dengan heksana maka alkoho, akan larut. Hal ini disebabkan
karena antara heksana dan etanol sama-sama membentuk ikatan hydrogen
dengan senyawa-senyawa –OH.
Senyawa alkena mempunyai kelarutan dalam air yang tidak
sempurna, yang ditandai dengan adanya atau tedapatnya bidang batas di
dalam larutan, begitu pula dalam heksana, senyawa ini larut sebagian,
tetapi jika direaksikan dengan NaOH 10% dan HCl 10% senyawa ini tidak
larut. Hal ini disebabkan karena alkena merupakan senyawa non polar
sehingga gaya tarik antar molekulnya sangat lemah. Karena non polar,
maka alkena akan larut dalam pelarut non polar atau sedikit polar.
Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van Der Waals antara pelarut dan
zat terlarut.
BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakuan dapat disimpulkan bahwa
senyawa polar seperti etanol dan larutan garam dapat larut dalam pelarut
yag bersifat polar seperti air. Namun senyawa semi polar seperti asam
karboksilat dan amida hanya larut sebagian dalam pelarut polar. Dan
senyawa non polar seperti alkena tidak larut dalam senyawa polar namun
larut dalam senyawa nonpolar seperti heksana.
II. Saran
Saran yang dapat saya berikan adalah kelengkapan bahan yang
harus disediakan di laboratorium segera dilengkapi, agar praktikan dapat
melakukan semua percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Senyawa Organik. http://www.emildatuak.multiply.com (diakses
tanggal 8 november 2013).
Atkins, 1997. Kimia Fisik. Erlangga. Jakarta.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.
Fessenden, 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Wuryanti, Handayani, 2013. Sintesis Polieugenol Dengan Katalis Asam Sulfat.
Jurnal Ilmu Dasar, Vol.2 No.2, 2001: 103-110. Staf Pengajar Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Jember.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1
PERCOBAAN I
IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK
BERDASARKAN KELARUTANNYA
OLEH :
NAMA
: SABARUDDIN
STAMBUK
: A1C4 12 026
PROGRAM STUDI
: PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN
: PENDIDIKAN MIPA
KELOMPOK
: V (LIMA)
NAMA ASISTEN
: INDRA KURNIAWAN
LABORATORIUM PENGEMBANGAN UNIT KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
Download