BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

advertisement
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1. Hasil Pengumpulan Data
Penulis melakukan proses wawancara untuk mengumpulkan data sehingga
dapat menggambarkan secara menyeluruh bagaimana cara berinteraksi pria
homoseksual (gay) yang terjadi di media sosial Grindr.
V.1.1. Hasil Proses Wawancara
Penulis melakukan wawancara untuk memperoleh data di dalam penelitian
ini. Selain itu, wawancara juga dilakukan untuk mengetahui cara interaksi pria
homoseksual (gay) di media sosial Grindr. Wawancara dilakukan kepada tiga
orang homoseksual (gay) yang menggunakan media sosial Grindr dengan
menggunakan alat bantu voice recorder. Nama ketiga responden disamarkan.
Dibawah ini merupakan analisis 28 pertanyaan kepada tiga orang gay yang
menggunakan media sosial Grindr. 28 pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan
yang sama ketika diajukan kepada tiga pengguna media sosial Grindr yang
berbeda dengan waktu wawancara yang berbeda.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada respoden pertama yang
bernama James yang berumur 20 tahun dan tinggal di Karawaci, diketahui bahwa
James telah merasakan ketertarikan yang ia rasakan kepada sesama jenis ketika
masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar, James menganggap perasaan
yang ia rasakan terhadap sesama jenis semasa kecil merupakan proses yang
36
kemudian ia semakin yakini setelah ia berada di bangku perkuliahan. Perasaan
ingin dilindungi merupakan alasan mengapa James tertarik kepada sesama jenis,
kemudian rasa aman dan nyaman ketika berada didekat pria membuat James juga
lebih senang berada didekat pria.
Pengalaman interaksi James pada waktu SMA dengan pria gay adalah
ketika dia berpacaran dengan kakak kelas dan itu memperkuat apa yang selama ini
James rasakan bahwa memang dia menyukai pria. Dalam berinteraksi, James juga
menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan instagram, namun bagi
James dalam menemukan teman pria sesama gay memang sulit pada media sosial
tersebut karena semua orang tidak ada yang jelas apa statusnya dan terlalu
beresiko jika ingin melakukan interaksi dengan pria gay di media sosial tersebut.
Melalui seorang teman yang juga gay, James kemudian diperkenalkan dengan
media sosial Grindr. Lama pemakaian Grindr sudah delapan bulan dan
menggunakan iPad. James yang kemudian ingin tahu tentang Grindr pun mencoba
media sosial khusus gay ini dan kemudian melakukan interaksi dengan pria-pria
yang juga menggunakan Grindr.
Interaksi terjadi ketika James menemukan sosok pria yang macho dan
lucu, kemudian James melakukan interaksi dengan pria tersebut dengan mengajak
chatting. Pembicaraan awal yang mereka lakukan adalah seperti menyapa,
menanyakan tinggal dimana, pendidikan apa. Pembicaraan kemudian berlanjut
dan pada akhirnya James dan lawan bicaranya memutuskan untuk bertemu secara
langsung. James berkata bahwa perjumpaan langsung akan berbeda dengan
interaksi yang hanya dilakukan melalui media sosial Grindr. Dari pertemuan yang
37
berlangsung James mengharapkan bahwa teman pria yang ia jumpai di Grindr bisa
diajak ngobrol secara nyambung dan James mencari sosok yang humoris.
Pertemuan tidak akan berlanjut lagi ketika James melihat bahwa teman yang dia
dapatkan dari Grindr tidak seganteng di foto, sehingga James dapat kecewa.
Bagi James media sosial Grindr cukup membantu dia dalam menemukan
teman sesama jenis karena di dalam media sosial Grindr James tidak perlu ragu
apakah seseorang tersebut gay atau tidak, juga tidak perlu canggung ketika
mengajak lawan bicaranya untuk mengobrol karena tahu kalau sesama gay. Media
sosial Grindr juga sangat simpel digunakan karena tidak perlu sign up.
Responden kedua yang bernama Bill, umur 19 tahun dan tinggal di Bumi
Serpong Damai, Bill menceritakan bahwa ketertarikan yang dia rasakan kepada
sesama jenis telah dia rasakan semenjak masih sangat kecil pada waktu masa
taman kanak-kanak. Bill mengatakan bahwa dia tidak tertarik dengan perempuan
dan memang Bill mencari sosok yang bisa melindungi dan kuat.
Bill berpacaran beberapa kali dengan pria gay dan dikenalkan dengan
teman-teman pria yang juga gay. Dalam berinteraksi, Bill juga menggunakan
media sosial seperti Facebook dan Twitter dalam bercakap-cakap dan
berhubungan dengan teman-temannya. Kesulitan menemukan pria yang juga gay
dialami oleh Bill. Bill mengatakan bahwa dia mengetahui adanya media sosial
Grindr melalui teman pria gay dan kemudian Bill menyatakan bahwa dengan
media yang memang dikhususkan untuk gay, seorang gay akan lebih mudah
menemukan teman gay. Bill telah menggunakan Grindr selama lima bulan.
38
Pria yang dicari oleh Bill adalah pria yang ganteng dan lebih menuju sisi
maskulin, tinggi, dan putih. Interaksi kemudian terjadi ketika Bill menemukan
sosok seperti yang dia cari melalui Grindr. Pembicaraan juga dilakukan oleh Bill
dan pada awal mula pembicaraan, topik yan dibicarakan oleh Bill seperti bertanya
nama, umur berapa, darimana asalnya, cari teman pria yang seperti apa, kuliah
dimana. Ketika pembicaraan berlanjut ke topik yang lebih jauh mengenai lawan
bicaranya, Bill kemudian membicarakan mengenai kapan akan bertemu, dimana
dan kapan.
Pertemuan Bill terjadi dikarenakan rasa ingin tahu bagaimana sosok teman
pria dari Grindr ketika bertemu secara langsung. Ketika Bill merasa sifat diantara
mereka cocok dan aslinya memang ganteng seperti foto di Grindr, maka interaksi
akan berlanjut. Sebaliknya, interaksi tidak akan berlanjut ketika fotonya dan
aslinya berbanding terbalik, yaitu jelek.
Bill mengatakan media sosial Grindr membantu dirinya, karena jika
menggunakan Grindr semua orang yang berada di dalamnya sudah pasti gay dan
Bill juga tidak perlu malu menunjukkan identitasnya sebagai seorang gay. Bill
juga mengatakan bahwa dia menggunakan Grindr dibandingkan media sosial lain
yang serupa dikarenakan Grindr tidak ribet, tidak perlu sign up menggunakan
email.
Responden ketiga bernama Josh, umur 21 tahun dan tinggal di Karawaci.
Josh memiliki rasa tertarik kepada pria semenjak duduk di bangku SMP. Josh
mengatakan bahwa dia tertarik dan ketika orang menanyakan apa yang membuat
dia tertarik Josh mengatakan bahwa hal serupa bisa ditanyakan kepada orang lain
39
mengapa mereka menyukai lawan jenis mereka. Pengalaman interaksi Josh
dengan pria gay terjadi ketika Josh duduk di bangku SMP, setelah selelsai
berenang, Josh dengan teman pria nya kemudian saling mengukur panjang alat
vital masing-masing, dari saat itu Josh semakin yakin bahwa dia seorang gay.
Media sosial yang digunakan Josh untuk berinteraksi adalah Facebook dan
Twitter. Seperti dengan responden lain, Josh juga menemukan kesulitan
menemukan teman sesama gay di media sosial seperti Facebook dan Twitter
karena bagi Josh di media sosial tersebut cukup terbuka dan bagi Josh dan para
gay lain harus lebih berhati-hati menunjukkan identitas mereka. Josh kemudian
diberitahu akan adanya aplikasi khusus gay bernama Grindr dari temannya yang
juga gay. Josh telah memakai Grindr selama satu tahun. Rasa ingin tahu dan
mencoba Grindr membuat Josh menggunakannya.
Interaksi kemudian terjadi ketika Josh menemukan sosok pria yang terlihat
lebih sporty dan tidak feminim, kemudian percakapan akan dimulai dengan
chatting yang ditanyakan seperti berapa usia, pekerjaan, berat badan, menanyakan
suka tipe pria seperti apa. Kemudian percakapan berlanjut ke topik yang lebih
mendalam mengenai kehidupan teman pria Josh kemudian terjadi perjumpaan
diantara mereka.
Josh mengatakan ingin mengenal lebih dalam akan teman pria nya
tersebut, dari hasil pertemuan baru dapat diputuskan apakah Josh akan tetap
menjalani hubungan atau tidak. Kelanjutan hubungan terjadi jika fisik dan
wajahnya sesuai keinginan Josh, kemudian ketika berbicara keduanya
40
mendapatkan kecocokan. Jika kekecewaan terdapat dalam perjumpaan, seperti
tidak sesuai dengan harapan Josh, maka interaksi tidak akan dilanjutkan oleh Josh.
Josh mengatakan bahwa media sosial Grindr membantu dia dalam
menemukan teman sesama gay namun hingga saat ini Josh masih belum
menemukan orang yang dia suka. Keunggulan Grindr bagi Josh adalah karena
Grindr simpel dan tidak perlu sign up menggunakan email.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada tiga responden,
James, Bill dan Josh terdapat persamaan akan ketertarikan dengan sesama jenis,
yang didasarkan karena rasa ingin dilindungi, perasaan lebih aman dan nyaman
jika berada dengan sesama jenis, tidak tertarik dengan perempuan dan ingin
seseorang yang lebih kuat.
. Ketiga responden menggunakan media sosial lain seperti Twitter dan
Facebook namun mereka menemukan kesulitan mencari teman sesama jenis.
Seperti yang dijawab oleh James (responden I) yang mengatakan bahwa terdapat
kesulitan dikarenakan status semua orang disana tidak ada yang jelas dan terlalu
beresiko. Bill (responden II) yang mengatakan jika dengan media sosial yang
spesifik akan lebih gampang karena mereka yang menggunakan sudah pasti gay.
Kemudian Josh (responden III) yang mengatakan bahwa terdapat kesulitan,
karena di media sosial tersebut cukup terbuka dan sebagai gay harus lebih berhatihati.
Melalui wawancara, dapat ditarik suatu persamaan bahwa para responden
mengetahui media sosial Grindr dari teman mereka yang gay yang juga
menggunakan media sosial Grindr. Alasan mereka menggunakan Grindr didasari
41
dengan rasa penasaran akan media sosial Grindr dan karena ingin mencoba
aplikasi khusus untuk pria homoseksual (gay). Para responden juga memiliki
teman di Grindr. Cara ketiga responden yaitu James, Bill dan Josh berinteraksi
dengan teman pria homoseksual (gay) yang mereka jumpai di media sosial Grindr
adalah dengan mengajak ngobrol atau chatting.
Melalui interaksi yang dilakukan dengan pria homoseksual (gay) di media
sosial Grindr dengan melakukan chatting, dapat ditarik suatu persamaan dari
wawancara yang dilakukan, percakapan yang biasa dibicarakan adalah lebih
sering tentang identitas diri dari pria homoseksual (gay) seperti berkenalan,
meminta foto, umur, tinggi, berat badan, pekerjaan, apa yang mereka cari di
Grindr, dan sebagainya. Jika mereka menemukan kecocokan dengan lawan bicara
mereka di Grindr percakapan tentu saja akan berlanjut sampai pada tahap bertemu
secara langsung atau face to face. Dari jawaban ketiga responden, James
(responden I), Bill (responden II) dan Josh (responden III) dapat ditarik suatu
persamaan yang bahwa rasa penasaran dan ingin mengenal lebih dalam akan
sosok pria teman mereka di Grindr merupakan motif mereka untuk bertemu
langsung dengan pria homoseksual (gay) yang dikenal di Grindr.
Menurut ketiga responden, keunggulan Grindr dibanding dengan media
sosial khusus homoseksual (gay) lainnya adalah pemakaian Grindr yang cukup
praktis dan simpel. Pemilik aplikasi Grindr tidak perlu sign up melalui akun email
seperti media sosial lainnya. Grindr langsung menampilkan siapa-siapa saja yang
sedang online dengan foto yang tertera pada layar dan langsung bisa diajak
chatting. Media sosial Grindr cukup membantu mereka dalam berinteraksi dengan
42
pria homoseksual (gay) karena mereka tidak perlu menebak lagi apakah seseorang
itu gay atau tidak. Pria-pria yang menggunakan media sosial Grindr pasti
merupakan pria yang menyukai sesama jenis juga, sehingga mereka tidak perlu
ragu akan identitas seseorang di dalam Grindr.
V.2. Pembahasan
Dari hasil wawancara dengan responden pertama sampai ketiga ditemukan
bahwa mereka telah menyadari bahwa mereka seorang homoseksual (gay)
semenjak masih kecil, pada masa sekolah mereka. James (responden I)
mengatakan “Waktu SD, tapi sudah yakin pas kuliah.” Bill (responden II)
“Semenjak masih sangat kecil, TK.” Kemudian Josh (responden III) mengatakan
“Sewaktu SMP.” Menurut pemahaman ilmiah dan profesional saat ini, ketertarikan
ini yang membentuk dasar untuk orientasi seksual orang dewasa umumnya
muncul antara pertengahan masa kanak-kanak dan awal masa remaja. Pola
ketertarikan emosional, romantis, dan seksual ini mungkin muncul tanpa
didahului pengalaman seksual. Seseorang bisa saja tidak menikah dan tetap
mengetahui orientasi seksualnya (lesbian, gay, bisexual, atau heterosexual).
Masing-masing orang memiliki pengalaman yang berbeda berkenaan dengan
orientasi seksual mereka. Sebagian orang mengetahui bahwa mereka lesbian, gay
atau bisexual jauh sebelum mereka benar-benar menjalin hubungan dengan orang
lain. Sebagian orang terlibat dalam aktivitas seksual (dengan sesama jenis
dan/atau lawan jenis) sebelum menetapkan label yang jelas untuk orientasi seksual
mereka. Prasangka dan diskriminasi mempersulit banyak orang untuk menerima
43
identitas orientasi seksual mereka, sehingga mengklaim diri sebagai lesbian, gay
atau bisexual bisa menjadi suatu proses yang lama (American Psychological
Association 2012).
Homoseksual (gay) adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual
atau perilaku antara individu berjenis seksualitas yang sama (American
Psychological Association 2012). Ketertarikan James (respoden I) pada pria
dikarenakan “Ingin merasa dilindungi, rasa aman dan nyaman jika dengan pria
dan lebih menyenangkan,” Bill (responden II) mengatakan “Ingin dilindungi dan
butuh seseorang yang lebih kuat. Tidak tertarik dengan perempuan,” dan Josh
(respoden III)
memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis karena “Merasa
tertarik dan ingin dilindungi.”
Ini juga berkaitan dengan konsep diri (self-concept). Konsep diri adalah
seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya
sendiri. Ketika seseorang menanyakan pertanyaan mengenai “Siapakah saya?”
jawabannya berhubungan dengan konsep diri. Karakteristik tentang ciri-ciri fisik,
peranan, talenta, keadaan emosi, nilai, keterampilan dan keterbatasan sosial,
intelektualitas, dan seterusnya membentuk konsep diri. Konsep diri dapat
dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dan konsep diri memberikan
motif penting untuk perilaku (West dan Turner 2007).
Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri; mereka belajar tentang diri
mereka melalui interaksi. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai
untuk membedakan dirinya dari alam sekitarnya, ini merupakan perkembangan
paling awal yang kemudian terus berlanjut melalui proses anak mempelajari
44
bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta
menginternalisasi umpan balik yang dia terima (West dan Turner 2007). Demikian
juga dengan para homoseksual (gay), mereka tidak lahir dengan konsep diri
bahwa mereka adalah seorang homoseksual (gay). Melalui interaksi yang mereka
lakukan dan mereka jalani dengan orang lain yang kemudian memberitahukan
kepada mereka mengenai siapa diri mereka sebenarnya. Seperti pengalaman
ketiga responden yang membuat mereka semakin yakin akan konsep diri mereka.
James (responden I) menceritakan “Pas masa-masa SMA gitu ya pernah
berpacaran dengan kakak kelas yang juga homo, dari situ saya makin yakin kalau
memang saya sukanya sama gay.” Bill (responden II) “Berpacaran beberapa kali
dan dikenalin juga sama teman-teman yang memang gay.” Josh (responden III)
“Sewaktu saya masih SMP, saya habis berenang dan saya saling mengukur
panjang alat vital saya dengan teman saya yang gay juga, semenjak itu saya
yakin kalau memang saya gay.” Pengalaman-pengalaman interaksi yang mereka
jalani dengan pria homoseksual (gay) lainnya membuat mereka yakin akan konsep
diri bahwa mereka memang seorang gay yang tertarik dengan sesama jenis.
Salah satu cara pria homoseksual (gay) untuk berinteraksi adalah dengan
menggunakan internet. Papacharissi dan Rubin menemukan bahwa orang
mempunyai lima motif utama untuk penggunaan internet, dan yang paling penting
adalah pencarian informasi (West dan Turner 2007). Mereka juga menemukan
bahwa orang merasa dihargai secara interpersonal menggunakan internet untuk
pengumpulan informasi dan mereka yang merasa tidak aman pada interaksi tatap
muka berpaling ke internet untuk interaksi sosial. Orang mungkin meningkatkan
45
status sosial mereka dengan mencari orang lain yang memiliki pemikiran sama
melalui internet dan mengekspresikan ide-ide mereka kepada mereka. Mereka
juga menyarankan bahwa “mungkin internet adalah alat yang secara konstan
mengeksplorasi dan berusaha menemukan sesuatu yang baru, meningkatkan versi
yang lebih baik mengenai diri sendiri” (West dan Turner 2007).
Kemunculan internet sebagai media baru memiliki banyak kegunaan, salah
satunya adalah sebagai sarana komunikasi kepada orang lain. Untuk
berkomunikasi, para responden menggunakan media sosial. Media sosial
merupakan media yang tujuan utamanya adalah menghubungkan manusia
(Levinson 2009, 5). Twitter dan Facebook merupakan media sosial yang paling
sering responden gunakan selain tentunya media sosial yang khusus untuk para
pria homoseksual (gay). Ketika kita berbicara mengenai media sosial, kita
berbicara mengenai mediated communication yang adalah berbagai jenis
penyampaian pesan melalui sebuah perangkat atau media daripada tatap muka.
Dengan media sosial seperti Facebook dan Twitter ini seseorang dengan mudah
bisa mencari teman, memasukkan foto dan menulis status. Media sosial
merupakan jembatan yang menghubungkan kita dengan banyak orang.
Bagi ketiga responden, menemukan dan mencari teman gay di media
sosial seperti Facebook dan Twitter tidaklah mudah. James (responden I)
mengatakan “Sulit. Karena status semua orang disana tidak ada yang jelas dan
terlalu beresiko,” kemudian jawaban dari Bill (responden II) yang mengatakan
“Kadang sulit, jika dengan media sosial yang spesifik akan lebih gampang karena
mereka yang menggunakan sudah pasti gay,” dan menurut Josh (responden III)
46
“Karena di media sosial tersebut cukup terbuka dan saya sebagai gay harus lebih
berhati-hati.”
Media sosial Grindr yang dikhususkan untuk para homoseksual (gay)
sangat membantu mereka dalam menemukan teman sesama gay, dari jawaban
ketiga responden dapat ditarik kesamaan bahwa media sosial Grindr membantu
mereka dalam menemukan teman homoseksual (gay). Para responden
menggunakan Grindr karena penasaran dan ingin mencoba aplikasi yang memang
dikhususkan untuk para homoseksual (gay). Jawaban James (respoden I) “Karena
penasaran, kalau memang ada aplikasi khusus gay kenapa tidak dicoba.” Bill
(responden II) memberi jawaban “Penasaran pengen tahu dan juga biar kenal
lebih banyak sama orang-orang yang sesama gay.” Josh (responden III)
menjawab “Karena mau coba aja, ada aplikasinya ya dicoba.” Sehingga dapat
dikatakan bahwa jawaban responden yang mengatakan bahwa media sosial Grindr
membantu dalam menemukan teman homoseksual (gay) dipelopori dengan rasa
kebutuhan akan interaksi dengan teman pria sesama homoseksual (gay), yang sulit
mereka temukan di media sosial seperti Facebook dan Twitter yang tidak
dikhususkan untuk pria homoseksual (gay). Menurut W.F Maramis (1980),
kebutuhan dan dorongan yang ada pada diri manusia sebenarnya merupakan
faktor penting yang akan mempengaruhi perilakunya. Untuk memenuhi kebutuhan
dan dorongan itu, sering timbul hambatan yang menuntut kemampuan
penyesuaian diri. Demikian juga dengan kaum homoseksual, mereka juga tidak
lepas dari hambatan dalam memenuhi kebutuhannya.
47
Seperti dikatakan oleh Teori Kegunaan dan Gratifikasi, orang secara aktif
mencari media tertentu untuk menghasilkan kepuasaan (atau hasil) tertentu.
Anggota khalayak menilai tingkat penghargaan (gratifikasi) yang mereka
harapkan dari sebuah media atau pesan yang diberikan terhadap seberapa banyak
usaha yang mereka harus buat untuk melindungi penghargaan tersebut (West dan
Turner 2007). Alan Rubin (1981) mengemukakan bahwa interaksi sosial
merupakan salah satu alasan menggunakan media.
Rubin
dan
Step
mempelajari
hubungan
motivasi,
ketertarikan
interpersonal, dan interaksi parasional (hubungan yang kita rasa kita miliki dengan
orang-orang yang kita kenal hanya melalui media). Dengan realitanya seperti para
responden yang merupakan homoseksual (gay) memiliki motivasi untuk mengenal
dan mengetahui tentang para pria homoseksual (gay) yang juga menggunakan
Grindr dan memiliki ketertarikan interpersonal terhadap pria yang mereka sukai di
Grindr dan kemudian melakukan interaksi dengan pria tersebut dan terjadilah
suatu interaksi parasional dimana hubungan tersebut dirasakan dan dimiliki
dengan pria yang mereka kenal melalui media sosial Grindr. Sosok teman pria
yang dicari James (respoden I) adalah “Yang macho, yang lucu.” Bill (respoden
II) “Cakep, maskulin, dan tidak feminime, tinggi, putih.” Dan Josh (responden III)
“Yang terlihat sporty dan tidak feminime.” Dari jawaban ketiga responden terlihat
bahwa fisik seorang gay seperti wajah yang ganteng, sosok yang terlihat macho
dan tidak feminime merupakan sosok yang mereka cari di Grindr.
48
Gambar 5.1 Perangkat Chat
Melalui ketertarikan yang mereka rasakan, kemudian memunculkan
interaksi yang mereka lakukan dengan chatting. Dari hasil wawancara ditemukan
suatu persamaan mengenai cara interaksi yang dilakukan oleh para responden
dengan para pria homoseksual (gay) di Grindr, cara yang mereka gunakan adalah
dengan melakukan chatting atau percakapan di media sosial tersebut. Interaksi
tidak dapat terjadi apabila tidak ada komunikasi (Soekanto 1990, 71). Komunikasi
terdiri dari komunikasi verbal dan non-verbal. Chatting berhubungan dengan
komunikasi verbal. Yang termasuk dalam kategori verbal adalah bahasa lisan dan
bahasa tulisan. Percakapan yang dilakukan oleh para responden dengan teman
49
yang mereka jumpai di Grindr adalah percakapan verbal dengan menggunakan
bahasa tulisan yang diketik melalui gadget yang mereka miliki. Pertama-tama
mereka berkenalan, lalu percakapan pria homoseksual (gay) melalui media sosial
Grindr biasanya dimulai dengan menyapa pengguna lain, kemudian menanyakan
siapa nama mereka, dimana tempat tinggal mereka, umur, tinggi, berat badan,
profesi, jika lawan bicara tidak memasang foto di Grindr maka mereka akan
meminta foto yang kemudian akan dikirimkan melalui Grindr begitu pula
sebaliknya. Ketika orang asing bertemu, fokus utama mereka adalah mengurangi
tingkat ketidakpastian mereka dalam suatu situasi karena ketidakpastian
menyebabkan ketidaknyamanan. Mengurangi ketidakpastian tersebut bisa dengan
melakukan pembukaan diri, alat untuk mengurangi ketidakpastian adalah
komunikasi interpersonal (West dan Turner 2007). Dengan chatting mereka
melakukan pembukaan diri (self-disclosure) yaitu membuka informasi mengenai
diri sendiri kepada orang lain.
Komunikasi interpersonal adalah proses yang melibatkan tahapan-tahapan
perkembangan. Menurut Berger dan Calabrese, biasanya, kebanyakan orang
memulai interaksi dalam sebuah fase awal (entry phase), yang dapat didefinisikan
sebagai tahap awal interaksi antara orang asing. Seperti membalas ketika orang
mengatakan, “Hai! Apa Kabar?” (West dan Turner 2007). Hal ini juga terjadi
pada pria homoseksual (gay) di media sosial Grindr, tahapan awal interaksi
mereka ketika memulai sebuah perkenalan di Grindr dengan lawan bicara yang
belum pernah mereka kenal sebelumnya, membalas chatting merupakan fase awal
interaksi pria gay di media sosial Grindr.
50
Dari hasil wawancara mengenai hal yang dibicarakan ketika berkenalan di
media sosial Grindr, James (responden I) menjawab “Hai, tinggal dimana,
namanya siapa, lihat fotonya, cari apa di Grindr, kalau mencari teman lanjut
ngobrol, ngajak pergi.” Bill (responden II) menjawab “Hai, namanya siapa,
darimana, umur berapa, carinya kayak gimana, hobinya apa, kuliah dimana, ajak
jalan.” Kemudian Josh (responden III) menjawab “Nama, minta foto, tinggi, berat
badan, perkerjaan, umur, tipe seperti apa yang mereka inginkan, cari kesenangan
semata atau hubungan serius.” Awal perkenalan di Grindr antara kedua pria
homoseksual (gay) diisi dengan percakapan seputar informasi pribadi seperti
umur, perkerjaan, hobi, berat, tinggi, alamat, dan ajakan untuk bertemu.
Setelah itu, orang memasuki tahapan kedua, yang disebut sebagai fase
personal (personal phase), atau tahap di mana partisipan mulai berkomunikasi
dengan lebih spontan dan membuka lebih banyak informasi pribadinya. Fase
personal dapat terjadi dalam perjumpaan awal, tetapi biasanya lebih banyak terjadi
setelah dilakukan beberapa interaksi. Terkait dengan fase personal di sini adalah
ketika percakapan para responden dengan pria gay di Grindr telah memasuki
tahap di mana obrolan yang mereka memasuki tahap pertanyaan yang lebih
mendetail, mengenai informasi pribadi tentang diri mereka dan tahap dimana
mereka akan mengadakan pertemuan secara langsung. James (responden I)
menjawab bahwa topik yang dibicarakan “Hanya menanyakan tentang diri teman
yang saya ajak kenalan di Grindr sih, paling ujung-ujungnya ngajak ketemuan
langsung.” Bill (responden II) menjawab “Gak jauh-jauh dari nanyain soal
identitas mereka sih, kalau uda gitu ngomongin soal ketemuan, kapan, dimana.”
51
Josh (responden III) menjawab “Topik, hmm.. biasa aja sih topik ya seputar
kehidupan dia, karena kan juga baru kenal, biasa ajakin ketemuan paling.” Topik
percakapan mereka seputar identitas diri dan berlanjut pada percakapan kapan dan
dimana kedua belah pihak bisa melakukan pertemuan.
Dari percakapan yang terjadi antara dua orang tersebut di media sosial
Grindr yang didominasi dengan pertanyaan seputar identitas dari lawan bicara
mereka kemudian berlanjut dengan ajakan dari salah satu pihak untuk melakukan
pertemuan secara langsung (face to face) di dunia nyata. Para responden
menyatakan bahwa rasa penasaran ingin bertemu dengan teman pria gay di Grindr
membuat mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu. Perbedaan mereka
dapatkan ketika bertemu langsung dan hanya sekedar mengobrol melalui media
sosial Grindr. Ketika mereka bertemu secara langsung, mereka akan lebih tahu
mengenai sifat seseorang, muka sesungguhnya ketika bertemu langsung dan bisa
mengenal lebih dalam akan diri seseorang.
Tahap ketiga, fase akhir (exit phase), merujuk pada tahapan selama di
mana individu membuat keputusan mengenai apakah mereka ingin untuk
melanjutkan interaksi dengan pasangannya di masa yang akan datang. Melalui
wawancara dengan responden, diketahui bahwa James (responden I) mengatakan
“Hubungannya ya kalau dari hasil ketemuan saya merasa cocok dan saya suka
pastinya akan berlanjut, kalau engga ya gak berhubungan lagi.” Bill (responden
II) “Tergantung hmm ya hmm, kalau saya suka dan dia juga masih mau
berhubungan biasanya sih lanjut, tapi kalau pas ketemu saya gak suka ternyata
aslinya jelek atau sifatnya gak cocok, tinggalin.” Josh (responden III) “Kalau
52
suka diterusin, kalau engga suka ya gak berhubungan lagi.” Setelah mereka
bertemu dengan lawan bicara mereka di dunia nyata, selanjutnya adalah masalah
mereka suka atau tidak dengan hasil pertemuan tersebut. Jika dari pertemuan
tersebut mereka tidak menyukai dan merasa cocok dengan lawan bicara mereka,
maka mereka tidak akan melanjutkan hubungan mereka lagi begitu pula dengan
sebaliknya.
Gambar 5.2 Contoh Chatting
53
Ketika ditanyakan mengenai apa yang menyebabkan mereka melanjutkan
suatu hubungan dari hasil pertemuan dengan pria gay, James (respoden I)
menjawab “Hmm kalau cowoknya sesuai dengan yang saya inginkan, hmm
ganteng, humoris hmm dan ya nyambung sih obrolannya.” Bill (responden II)
menjawab “Kalau nyambung, ganteng dan lebih tinggi dari saya.” Kemudian
Josh (respoden III) “Asal ganteng dan fisiknya badannya bagus dan kalau
ngobrol sama saya nyambung.”
Gambar 5.3 Contoh Profil Pengguna
54
Pertemuan yang terjadi juga dapat menghasilkan sesuatu yang membuat
mereka tidak melanjutkan hubungan tersebut dengan pria yang mereka jumpai,
menurut James (responden I) “Biasanya kalau aslinya gak seganteng difoto jadi
ya hmm saya kecewa.” Bill (respoden II) “Hmm jelek dan ternyata fotonya gak
sesuai dengan pas ketemu.” Dan Josh (responden III) menjawab “Kalau
mengecewakan pas ketemu kayak gak sesuai harapan saya.”
Dari jawaban ketiga responden perjumpaan yang terjadi secara langsung
dapat memberikan hasil berupa kekecewaan dikarenakan pria yang mereka jumpai
di Grindr tidak sesuai dengan harapan ketika bertemu aslinya. Ini merupakan level
perbandingan yang adalah standar bagi apa yang dianggap seseorang harus ia
dapatkan dalam sebuah hubungan (West dan Turner 2007).
Level perbandingan bervariasi di antara individu-individu karena hal ini
subjektif. Tiap individu memiliki pengalaman yang sangat berbeda dalam jenis
hubungan yang sama, mereka membangun level perbandingan yang berbeda. Dari
perjumpaan yang dilakukan kedua pria homoseksual (gay) secara langsung
kemudian sampai pada fase akhir dari tahapan interaksi yang dilakukan oleh
mereka, apakah mereka akan melanjutkan hubungan tersebut atau tidak
melanjutkannya.
Meskipun semua orang tidak memasuki sebuah tahapan dengan cara yang
sama atau tetap pada sebuah tahapan selama beberapa waktu, Berger dan
Calabrese yakin bahwa sebuah kerangka universal untuk menjelaskan bagaimana
komunikasi interpersonal membentuk dan merefleksikan perkembangan hubungan
interpersonal (West dan Turner 2007).
55
Gambar 5.4 Contoh Chatting
Para responden memakai aplikasi dan online site khusus homoseksual
(gay), dua dari responden memakai Jack’d dan satu memakai online site seperti
manjam.com dan gayromeo.com. Namun terdapat keunggulan dari media sosial
Grindr dibandingkan dengan media sosial khusus gay lainnya. Seperti yang
dijawab James (responden I) “Lebih simpel, ada image tinggal klik lalu ngobrol,
tidak perlu sign up.” Bill (respoden II) menjawab “Tidak usah sign up, kalau
Jack’d lebih ribet harus sign up pakai email dulu.” Josh (responden III)
56
menjawab bahwa keunggulan Grindr adalah “Praktis, langsung memperlihatkan
siapa yang online, cukup praktis dan tidak usah sign up.”
Gambar 5.5 Contoh Chatting
Dari jawaban wawancara dari ketiga respoden mengenai keunggulan
Grindr dibandingkan media sosial lainnya ditemukan suatu kesamaan pendapat
mengenai keunggulan media sosial Grindr yaitu bahwa media sosial Grindr sangat
57
praktis dan simpel. Untuk dapat masuk ke dalam media sosial Grindr, pengguna
tidak perlu sign up menggunakan alamat email, ketika pengguna sudah memiliki
aplikasi Grindr dalam sebuah gadget yang mereka pakai, dengan segera pengguna
dapat langsung menggunakan Grindr, membuat profil, memasukkan foto dan
kemudian langsung dapat berinteraksi dengan pengguna lain yang juga
menggunakan Grindr.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keunggulan media sosial Grindr adalah
praktis dan simpel dilihat dari segi tidak perlu sign up menggunakan alamat email.
Bagi ketiga responden, media sosial Grindr membantu para responden
dalam berinteraksi dengan pria homoseksual (gay) lainnya yang juga
menggunakan Grindr. Media sosial Grindr menjembatani mereka dalam
melakukan interaksi dan memudahkan mereka menemukan teman sesama
homoseksual (gay).
58
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data dari bab sebelumnya, maka
kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah proses interaksi pria
homoseksual (gay) dengan menggunakan media sosial Grindr melibatkan
tahapan-tahapan perkembangan.
Ketiga respoden memulai interaksi dalam sebuah fase awal (entry phase),
yang didefinisikan sebagai tahap awal interaksi antara orang asing yang mereka
jumpai di media sosial Grindr. Pengguna berkenalan dengan sesama teman pria
homoseksual (gay) di Grindr. Percakapan diantara keduanya akan terjadi dan
membawa mereka memasuki tahapan kedua yaitu fase personal (personal phase),
atau tahap di mana pengguna mulai berkomunikasi dengan lebih spontan dan lebih
banyak membuka informasi pribadinya. Fase personal biasanya lebih banyak
terjadi setelah dilakukan beberapa interaksi. Kedua pria homoseksual (gay)
memutuskan untuk bertemu secara offline untuk lebih mengenal satu sama lain.
Hasil dari perjumpaan yang dilakukan oleh keduanya bisa berujung pada
dua hal, yaitu ketika mereka merasa cocok dan menyukai lawan bicaranya mereka
akan meneruskan interaksi diantara mereka. Ketika hasil perjumpaan tidak sesuai
dengan yang diharapkan, maka interaksi tidak akan dilanjutkan lagi.
Ini
merupakan fase akhir (exit phase) dari proses interaksi yang dilakukan pria
59
homoseksual (gay) yang bermula dari media sosial Grindr, yaitu apakah mereka
akan melanjutkan hubungan tersebut atau tidak melanjutkannya.
VI.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diatas, penulis menyarankan agar para pria
homoseksual (gay) untuk lebih terbuka kepada orang-orang terdekatnya, seperti
keluarga. Penulis juga menyarankan agar pria homoseksual (gay) untuk tidak
malu akan identitas mereka dan jika media sosial Grindr membantu mereka dalam
menemukan pria homoseksual (gay) lainnya yang mereka cari, maka mereka bisa
memanfaatkan media sosial tersebut dengan baik.
Penulis juga menyarankan kepada para pria homoseksual (gay) untuk
mencoba terbuka kepada masyarakat luas, karena anggapan masyarakat mengenai
homoseksual sebagai perilaku menyimpang sudah mulai berkurang dan mulai
dapat menerima kehadiran para pria homoseksual (gay).
60
Download