BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Hasil Pengumpulan Data Penulis melakukan proses wawancara untuk mengumpulkan data sehingga dapat menggambarkan secara menyeluruh bagaimana cara berinteraksi pria homoseksual (gay) yang terjadi di media sosial Grindr. V.1.1. Hasil Proses Wawancara Penulis melakukan wawancara untuk memperoleh data di dalam penelitian ini. Selain itu, wawancara juga dilakukan untuk mengetahui cara interaksi pria homoseksual (gay) di media sosial Grindr. Wawancara dilakukan kepada tiga orang homoseksual (gay) yang menggunakan media sosial Grindr dengan menggunakan alat bantu voice recorder. Nama ketiga responden disamarkan. Dibawah ini merupakan analisis 28 pertanyaan kepada tiga orang gay yang menggunakan media sosial Grindr. 28 pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sama ketika diajukan kepada tiga pengguna media sosial Grindr yang berbeda dengan waktu wawancara yang berbeda. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada respoden pertama yang bernama James yang berumur 20 tahun dan tinggal di Karawaci, diketahui bahwa James telah merasakan ketertarikan yang ia rasakan kepada sesama jenis ketika masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar, James menganggap perasaan yang ia rasakan terhadap sesama jenis semasa kecil merupakan proses yang 36 kemudian ia semakin yakini setelah ia berada di bangku perkuliahan. Perasaan ingin dilindungi merupakan alasan mengapa James tertarik kepada sesama jenis, kemudian rasa aman dan nyaman ketika berada didekat pria membuat James juga lebih senang berada didekat pria. Pengalaman interaksi James pada waktu SMA dengan pria gay adalah ketika dia berpacaran dengan kakak kelas dan itu memperkuat apa yang selama ini James rasakan bahwa memang dia menyukai pria. Dalam berinteraksi, James juga menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan instagram, namun bagi James dalam menemukan teman pria sesama gay memang sulit pada media sosial tersebut karena semua orang tidak ada yang jelas apa statusnya dan terlalu beresiko jika ingin melakukan interaksi dengan pria gay di media sosial tersebut. Melalui seorang teman yang juga gay, James kemudian diperkenalkan dengan media sosial Grindr. Lama pemakaian Grindr sudah delapan bulan dan menggunakan iPad. James yang kemudian ingin tahu tentang Grindr pun mencoba media sosial khusus gay ini dan kemudian melakukan interaksi dengan pria-pria yang juga menggunakan Grindr. Interaksi terjadi ketika James menemukan sosok pria yang macho dan lucu, kemudian James melakukan interaksi dengan pria tersebut dengan mengajak chatting. Pembicaraan awal yang mereka lakukan adalah seperti menyapa, menanyakan tinggal dimana, pendidikan apa. Pembicaraan kemudian berlanjut dan pada akhirnya James dan lawan bicaranya memutuskan untuk bertemu secara langsung. James berkata bahwa perjumpaan langsung akan berbeda dengan interaksi yang hanya dilakukan melalui media sosial Grindr. Dari pertemuan yang 37 berlangsung James mengharapkan bahwa teman pria yang ia jumpai di Grindr bisa diajak ngobrol secara nyambung dan James mencari sosok yang humoris. Pertemuan tidak akan berlanjut lagi ketika James melihat bahwa teman yang dia dapatkan dari Grindr tidak seganteng di foto, sehingga James dapat kecewa. Bagi James media sosial Grindr cukup membantu dia dalam menemukan teman sesama jenis karena di dalam media sosial Grindr James tidak perlu ragu apakah seseorang tersebut gay atau tidak, juga tidak perlu canggung ketika mengajak lawan bicaranya untuk mengobrol karena tahu kalau sesama gay. Media sosial Grindr juga sangat simpel digunakan karena tidak perlu sign up. Responden kedua yang bernama Bill, umur 19 tahun dan tinggal di Bumi Serpong Damai, Bill menceritakan bahwa ketertarikan yang dia rasakan kepada sesama jenis telah dia rasakan semenjak masih sangat kecil pada waktu masa taman kanak-kanak. Bill mengatakan bahwa dia tidak tertarik dengan perempuan dan memang Bill mencari sosok yang bisa melindungi dan kuat. Bill berpacaran beberapa kali dengan pria gay dan dikenalkan dengan teman-teman pria yang juga gay. Dalam berinteraksi, Bill juga menggunakan media sosial seperti Facebook dan Twitter dalam bercakap-cakap dan berhubungan dengan teman-temannya. Kesulitan menemukan pria yang juga gay dialami oleh Bill. Bill mengatakan bahwa dia mengetahui adanya media sosial Grindr melalui teman pria gay dan kemudian Bill menyatakan bahwa dengan media yang memang dikhususkan untuk gay, seorang gay akan lebih mudah menemukan teman gay. Bill telah menggunakan Grindr selama lima bulan. 38 Pria yang dicari oleh Bill adalah pria yang ganteng dan lebih menuju sisi maskulin, tinggi, dan putih. Interaksi kemudian terjadi ketika Bill menemukan sosok seperti yang dia cari melalui Grindr. Pembicaraan juga dilakukan oleh Bill dan pada awal mula pembicaraan, topik yan dibicarakan oleh Bill seperti bertanya nama, umur berapa, darimana asalnya, cari teman pria yang seperti apa, kuliah dimana. Ketika pembicaraan berlanjut ke topik yang lebih jauh mengenai lawan bicaranya, Bill kemudian membicarakan mengenai kapan akan bertemu, dimana dan kapan. Pertemuan Bill terjadi dikarenakan rasa ingin tahu bagaimana sosok teman pria dari Grindr ketika bertemu secara langsung. Ketika Bill merasa sifat diantara mereka cocok dan aslinya memang ganteng seperti foto di Grindr, maka interaksi akan berlanjut. Sebaliknya, interaksi tidak akan berlanjut ketika fotonya dan aslinya berbanding terbalik, yaitu jelek. Bill mengatakan media sosial Grindr membantu dirinya, karena jika menggunakan Grindr semua orang yang berada di dalamnya sudah pasti gay dan Bill juga tidak perlu malu menunjukkan identitasnya sebagai seorang gay. Bill juga mengatakan bahwa dia menggunakan Grindr dibandingkan media sosial lain yang serupa dikarenakan Grindr tidak ribet, tidak perlu sign up menggunakan email. Responden ketiga bernama Josh, umur 21 tahun dan tinggal di Karawaci. Josh memiliki rasa tertarik kepada pria semenjak duduk di bangku SMP. Josh mengatakan bahwa dia tertarik dan ketika orang menanyakan apa yang membuat dia tertarik Josh mengatakan bahwa hal serupa bisa ditanyakan kepada orang lain 39 mengapa mereka menyukai lawan jenis mereka. Pengalaman interaksi Josh dengan pria gay terjadi ketika Josh duduk di bangku SMP, setelah selelsai berenang, Josh dengan teman pria nya kemudian saling mengukur panjang alat vital masing-masing, dari saat itu Josh semakin yakin bahwa dia seorang gay. Media sosial yang digunakan Josh untuk berinteraksi adalah Facebook dan Twitter. Seperti dengan responden lain, Josh juga menemukan kesulitan menemukan teman sesama gay di media sosial seperti Facebook dan Twitter karena bagi Josh di media sosial tersebut cukup terbuka dan bagi Josh dan para gay lain harus lebih berhati-hati menunjukkan identitas mereka. Josh kemudian diberitahu akan adanya aplikasi khusus gay bernama Grindr dari temannya yang juga gay. Josh telah memakai Grindr selama satu tahun. Rasa ingin tahu dan mencoba Grindr membuat Josh menggunakannya. Interaksi kemudian terjadi ketika Josh menemukan sosok pria yang terlihat lebih sporty dan tidak feminim, kemudian percakapan akan dimulai dengan chatting yang ditanyakan seperti berapa usia, pekerjaan, berat badan, menanyakan suka tipe pria seperti apa. Kemudian percakapan berlanjut ke topik yang lebih mendalam mengenai kehidupan teman pria Josh kemudian terjadi perjumpaan diantara mereka. Josh mengatakan ingin mengenal lebih dalam akan teman pria nya tersebut, dari hasil pertemuan baru dapat diputuskan apakah Josh akan tetap menjalani hubungan atau tidak. Kelanjutan hubungan terjadi jika fisik dan wajahnya sesuai keinginan Josh, kemudian ketika berbicara keduanya 40 mendapatkan kecocokan. Jika kekecewaan terdapat dalam perjumpaan, seperti tidak sesuai dengan harapan Josh, maka interaksi tidak akan dilanjutkan oleh Josh. Josh mengatakan bahwa media sosial Grindr membantu dia dalam menemukan teman sesama gay namun hingga saat ini Josh masih belum menemukan orang yang dia suka. Keunggulan Grindr bagi Josh adalah karena Grindr simpel dan tidak perlu sign up menggunakan email. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada tiga responden, James, Bill dan Josh terdapat persamaan akan ketertarikan dengan sesama jenis, yang didasarkan karena rasa ingin dilindungi, perasaan lebih aman dan nyaman jika berada dengan sesama jenis, tidak tertarik dengan perempuan dan ingin seseorang yang lebih kuat. . Ketiga responden menggunakan media sosial lain seperti Twitter dan Facebook namun mereka menemukan kesulitan mencari teman sesama jenis. Seperti yang dijawab oleh James (responden I) yang mengatakan bahwa terdapat kesulitan dikarenakan status semua orang disana tidak ada yang jelas dan terlalu beresiko. Bill (responden II) yang mengatakan jika dengan media sosial yang spesifik akan lebih gampang karena mereka yang menggunakan sudah pasti gay. Kemudian Josh (responden III) yang mengatakan bahwa terdapat kesulitan, karena di media sosial tersebut cukup terbuka dan sebagai gay harus lebih berhatihati. Melalui wawancara, dapat ditarik suatu persamaan bahwa para responden mengetahui media sosial Grindr dari teman mereka yang gay yang juga menggunakan media sosial Grindr. Alasan mereka menggunakan Grindr didasari 41 dengan rasa penasaran akan media sosial Grindr dan karena ingin mencoba aplikasi khusus untuk pria homoseksual (gay). Para responden juga memiliki teman di Grindr. Cara ketiga responden yaitu James, Bill dan Josh berinteraksi dengan teman pria homoseksual (gay) yang mereka jumpai di media sosial Grindr adalah dengan mengajak ngobrol atau chatting. Melalui interaksi yang dilakukan dengan pria homoseksual (gay) di media sosial Grindr dengan melakukan chatting, dapat ditarik suatu persamaan dari wawancara yang dilakukan, percakapan yang biasa dibicarakan adalah lebih sering tentang identitas diri dari pria homoseksual (gay) seperti berkenalan, meminta foto, umur, tinggi, berat badan, pekerjaan, apa yang mereka cari di Grindr, dan sebagainya. Jika mereka menemukan kecocokan dengan lawan bicara mereka di Grindr percakapan tentu saja akan berlanjut sampai pada tahap bertemu secara langsung atau face to face. Dari jawaban ketiga responden, James (responden I), Bill (responden II) dan Josh (responden III) dapat ditarik suatu persamaan yang bahwa rasa penasaran dan ingin mengenal lebih dalam akan sosok pria teman mereka di Grindr merupakan motif mereka untuk bertemu langsung dengan pria homoseksual (gay) yang dikenal di Grindr. Menurut ketiga responden, keunggulan Grindr dibanding dengan media sosial khusus homoseksual (gay) lainnya adalah pemakaian Grindr yang cukup praktis dan simpel. Pemilik aplikasi Grindr tidak perlu sign up melalui akun email seperti media sosial lainnya. Grindr langsung menampilkan siapa-siapa saja yang sedang online dengan foto yang tertera pada layar dan langsung bisa diajak chatting. Media sosial Grindr cukup membantu mereka dalam berinteraksi dengan 42 pria homoseksual (gay) karena mereka tidak perlu menebak lagi apakah seseorang itu gay atau tidak. Pria-pria yang menggunakan media sosial Grindr pasti merupakan pria yang menyukai sesama jenis juga, sehingga mereka tidak perlu ragu akan identitas seseorang di dalam Grindr. V.2. Pembahasan Dari hasil wawancara dengan responden pertama sampai ketiga ditemukan bahwa mereka telah menyadari bahwa mereka seorang homoseksual (gay) semenjak masih kecil, pada masa sekolah mereka. James (responden I) mengatakan “Waktu SD, tapi sudah yakin pas kuliah.” Bill (responden II) “Semenjak masih sangat kecil, TK.” Kemudian Josh (responden III) mengatakan “Sewaktu SMP.” Menurut pemahaman ilmiah dan profesional saat ini, ketertarikan ini yang membentuk dasar untuk orientasi seksual orang dewasa umumnya muncul antara pertengahan masa kanak-kanak dan awal masa remaja. Pola ketertarikan emosional, romantis, dan seksual ini mungkin muncul tanpa didahului pengalaman seksual. Seseorang bisa saja tidak menikah dan tetap mengetahui orientasi seksualnya (lesbian, gay, bisexual, atau heterosexual). Masing-masing orang memiliki pengalaman yang berbeda berkenaan dengan orientasi seksual mereka. Sebagian orang mengetahui bahwa mereka lesbian, gay atau bisexual jauh sebelum mereka benar-benar menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagian orang terlibat dalam aktivitas seksual (dengan sesama jenis dan/atau lawan jenis) sebelum menetapkan label yang jelas untuk orientasi seksual mereka. Prasangka dan diskriminasi mempersulit banyak orang untuk menerima 43 identitas orientasi seksual mereka, sehingga mengklaim diri sebagai lesbian, gay atau bisexual bisa menjadi suatu proses yang lama (American Psychological Association 2012). Homoseksual (gay) adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis seksualitas yang sama (American Psychological Association 2012). Ketertarikan James (respoden I) pada pria dikarenakan “Ingin merasa dilindungi, rasa aman dan nyaman jika dengan pria dan lebih menyenangkan,” Bill (responden II) mengatakan “Ingin dilindungi dan butuh seseorang yang lebih kuat. Tidak tertarik dengan perempuan,” dan Josh (respoden III) memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis karena “Merasa tertarik dan ingin dilindungi.” Ini juga berkaitan dengan konsep diri (self-concept). Konsep diri adalah seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Ketika seseorang menanyakan pertanyaan mengenai “Siapakah saya?” jawabannya berhubungan dengan konsep diri. Karakteristik tentang ciri-ciri fisik, peranan, talenta, keadaan emosi, nilai, keterampilan dan keterbatasan sosial, intelektualitas, dan seterusnya membentuk konsep diri. Konsep diri dapat dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dan konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku (West dan Turner 2007). Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri; mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk membedakan dirinya dari alam sekitarnya, ini merupakan perkembangan paling awal yang kemudian terus berlanjut melalui proses anak mempelajari 44 bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang dia terima (West dan Turner 2007). Demikian juga dengan para homoseksual (gay), mereka tidak lahir dengan konsep diri bahwa mereka adalah seorang homoseksual (gay). Melalui interaksi yang mereka lakukan dan mereka jalani dengan orang lain yang kemudian memberitahukan kepada mereka mengenai siapa diri mereka sebenarnya. Seperti pengalaman ketiga responden yang membuat mereka semakin yakin akan konsep diri mereka. James (responden I) menceritakan “Pas masa-masa SMA gitu ya pernah berpacaran dengan kakak kelas yang juga homo, dari situ saya makin yakin kalau memang saya sukanya sama gay.” Bill (responden II) “Berpacaran beberapa kali dan dikenalin juga sama teman-teman yang memang gay.” Josh (responden III) “Sewaktu saya masih SMP, saya habis berenang dan saya saling mengukur panjang alat vital saya dengan teman saya yang gay juga, semenjak itu saya yakin kalau memang saya gay.” Pengalaman-pengalaman interaksi yang mereka jalani dengan pria homoseksual (gay) lainnya membuat mereka yakin akan konsep diri bahwa mereka memang seorang gay yang tertarik dengan sesama jenis. Salah satu cara pria homoseksual (gay) untuk berinteraksi adalah dengan menggunakan internet. Papacharissi dan Rubin menemukan bahwa orang mempunyai lima motif utama untuk penggunaan internet, dan yang paling penting adalah pencarian informasi (West dan Turner 2007). Mereka juga menemukan bahwa orang merasa dihargai secara interpersonal menggunakan internet untuk pengumpulan informasi dan mereka yang merasa tidak aman pada interaksi tatap muka berpaling ke internet untuk interaksi sosial. Orang mungkin meningkatkan 45 status sosial mereka dengan mencari orang lain yang memiliki pemikiran sama melalui internet dan mengekspresikan ide-ide mereka kepada mereka. Mereka juga menyarankan bahwa “mungkin internet adalah alat yang secara konstan mengeksplorasi dan berusaha menemukan sesuatu yang baru, meningkatkan versi yang lebih baik mengenai diri sendiri” (West dan Turner 2007). Kemunculan internet sebagai media baru memiliki banyak kegunaan, salah satunya adalah sebagai sarana komunikasi kepada orang lain. Untuk berkomunikasi, para responden menggunakan media sosial. Media sosial merupakan media yang tujuan utamanya adalah menghubungkan manusia (Levinson 2009, 5). Twitter dan Facebook merupakan media sosial yang paling sering responden gunakan selain tentunya media sosial yang khusus untuk para pria homoseksual (gay). Ketika kita berbicara mengenai media sosial, kita berbicara mengenai mediated communication yang adalah berbagai jenis penyampaian pesan melalui sebuah perangkat atau media daripada tatap muka. Dengan media sosial seperti Facebook dan Twitter ini seseorang dengan mudah bisa mencari teman, memasukkan foto dan menulis status. Media sosial merupakan jembatan yang menghubungkan kita dengan banyak orang. Bagi ketiga responden, menemukan dan mencari teman gay di media sosial seperti Facebook dan Twitter tidaklah mudah. James (responden I) mengatakan “Sulit. Karena status semua orang disana tidak ada yang jelas dan terlalu beresiko,” kemudian jawaban dari Bill (responden II) yang mengatakan “Kadang sulit, jika dengan media sosial yang spesifik akan lebih gampang karena mereka yang menggunakan sudah pasti gay,” dan menurut Josh (responden III) 46 “Karena di media sosial tersebut cukup terbuka dan saya sebagai gay harus lebih berhati-hati.” Media sosial Grindr yang dikhususkan untuk para homoseksual (gay) sangat membantu mereka dalam menemukan teman sesama gay, dari jawaban ketiga responden dapat ditarik kesamaan bahwa media sosial Grindr membantu mereka dalam menemukan teman homoseksual (gay). Para responden menggunakan Grindr karena penasaran dan ingin mencoba aplikasi yang memang dikhususkan untuk para homoseksual (gay). Jawaban James (respoden I) “Karena penasaran, kalau memang ada aplikasi khusus gay kenapa tidak dicoba.” Bill (responden II) memberi jawaban “Penasaran pengen tahu dan juga biar kenal lebih banyak sama orang-orang yang sesama gay.” Josh (responden III) menjawab “Karena mau coba aja, ada aplikasinya ya dicoba.” Sehingga dapat dikatakan bahwa jawaban responden yang mengatakan bahwa media sosial Grindr membantu dalam menemukan teman homoseksual (gay) dipelopori dengan rasa kebutuhan akan interaksi dengan teman pria sesama homoseksual (gay), yang sulit mereka temukan di media sosial seperti Facebook dan Twitter yang tidak dikhususkan untuk pria homoseksual (gay). Menurut W.F Maramis (1980), kebutuhan dan dorongan yang ada pada diri manusia sebenarnya merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi perilakunya. Untuk memenuhi kebutuhan dan dorongan itu, sering timbul hambatan yang menuntut kemampuan penyesuaian diri. Demikian juga dengan kaum homoseksual, mereka juga tidak lepas dari hambatan dalam memenuhi kebutuhannya. 47 Seperti dikatakan oleh Teori Kegunaan dan Gratifikasi, orang secara aktif mencari media tertentu untuk menghasilkan kepuasaan (atau hasil) tertentu. Anggota khalayak menilai tingkat penghargaan (gratifikasi) yang mereka harapkan dari sebuah media atau pesan yang diberikan terhadap seberapa banyak usaha yang mereka harus buat untuk melindungi penghargaan tersebut (West dan Turner 2007). Alan Rubin (1981) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan salah satu alasan menggunakan media. Rubin dan Step mempelajari hubungan motivasi, ketertarikan interpersonal, dan interaksi parasional (hubungan yang kita rasa kita miliki dengan orang-orang yang kita kenal hanya melalui media). Dengan realitanya seperti para responden yang merupakan homoseksual (gay) memiliki motivasi untuk mengenal dan mengetahui tentang para pria homoseksual (gay) yang juga menggunakan Grindr dan memiliki ketertarikan interpersonal terhadap pria yang mereka sukai di Grindr dan kemudian melakukan interaksi dengan pria tersebut dan terjadilah suatu interaksi parasional dimana hubungan tersebut dirasakan dan dimiliki dengan pria yang mereka kenal melalui media sosial Grindr. Sosok teman pria yang dicari James (respoden I) adalah “Yang macho, yang lucu.” Bill (respoden II) “Cakep, maskulin, dan tidak feminime, tinggi, putih.” Dan Josh (responden III) “Yang terlihat sporty dan tidak feminime.” Dari jawaban ketiga responden terlihat bahwa fisik seorang gay seperti wajah yang ganteng, sosok yang terlihat macho dan tidak feminime merupakan sosok yang mereka cari di Grindr. 48 Gambar 5.1 Perangkat Chat Melalui ketertarikan yang mereka rasakan, kemudian memunculkan interaksi yang mereka lakukan dengan chatting. Dari hasil wawancara ditemukan suatu persamaan mengenai cara interaksi yang dilakukan oleh para responden dengan para pria homoseksual (gay) di Grindr, cara yang mereka gunakan adalah dengan melakukan chatting atau percakapan di media sosial tersebut. Interaksi tidak dapat terjadi apabila tidak ada komunikasi (Soekanto 1990, 71). Komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan non-verbal. Chatting berhubungan dengan komunikasi verbal. Yang termasuk dalam kategori verbal adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan. Percakapan yang dilakukan oleh para responden dengan teman 49 yang mereka jumpai di Grindr adalah percakapan verbal dengan menggunakan bahasa tulisan yang diketik melalui gadget yang mereka miliki. Pertama-tama mereka berkenalan, lalu percakapan pria homoseksual (gay) melalui media sosial Grindr biasanya dimulai dengan menyapa pengguna lain, kemudian menanyakan siapa nama mereka, dimana tempat tinggal mereka, umur, tinggi, berat badan, profesi, jika lawan bicara tidak memasang foto di Grindr maka mereka akan meminta foto yang kemudian akan dikirimkan melalui Grindr begitu pula sebaliknya. Ketika orang asing bertemu, fokus utama mereka adalah mengurangi tingkat ketidakpastian mereka dalam suatu situasi karena ketidakpastian menyebabkan ketidaknyamanan. Mengurangi ketidakpastian tersebut bisa dengan melakukan pembukaan diri, alat untuk mengurangi ketidakpastian adalah komunikasi interpersonal (West dan Turner 2007). Dengan chatting mereka melakukan pembukaan diri (self-disclosure) yaitu membuka informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain. Komunikasi interpersonal adalah proses yang melibatkan tahapan-tahapan perkembangan. Menurut Berger dan Calabrese, biasanya, kebanyakan orang memulai interaksi dalam sebuah fase awal (entry phase), yang dapat didefinisikan sebagai tahap awal interaksi antara orang asing. Seperti membalas ketika orang mengatakan, “Hai! Apa Kabar?” (West dan Turner 2007). Hal ini juga terjadi pada pria homoseksual (gay) di media sosial Grindr, tahapan awal interaksi mereka ketika memulai sebuah perkenalan di Grindr dengan lawan bicara yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, membalas chatting merupakan fase awal interaksi pria gay di media sosial Grindr. 50 Dari hasil wawancara mengenai hal yang dibicarakan ketika berkenalan di media sosial Grindr, James (responden I) menjawab “Hai, tinggal dimana, namanya siapa, lihat fotonya, cari apa di Grindr, kalau mencari teman lanjut ngobrol, ngajak pergi.” Bill (responden II) menjawab “Hai, namanya siapa, darimana, umur berapa, carinya kayak gimana, hobinya apa, kuliah dimana, ajak jalan.” Kemudian Josh (responden III) menjawab “Nama, minta foto, tinggi, berat badan, perkerjaan, umur, tipe seperti apa yang mereka inginkan, cari kesenangan semata atau hubungan serius.” Awal perkenalan di Grindr antara kedua pria homoseksual (gay) diisi dengan percakapan seputar informasi pribadi seperti umur, perkerjaan, hobi, berat, tinggi, alamat, dan ajakan untuk bertemu. Setelah itu, orang memasuki tahapan kedua, yang disebut sebagai fase personal (personal phase), atau tahap di mana partisipan mulai berkomunikasi dengan lebih spontan dan membuka lebih banyak informasi pribadinya. Fase personal dapat terjadi dalam perjumpaan awal, tetapi biasanya lebih banyak terjadi setelah dilakukan beberapa interaksi. Terkait dengan fase personal di sini adalah ketika percakapan para responden dengan pria gay di Grindr telah memasuki tahap di mana obrolan yang mereka memasuki tahap pertanyaan yang lebih mendetail, mengenai informasi pribadi tentang diri mereka dan tahap dimana mereka akan mengadakan pertemuan secara langsung. James (responden I) menjawab bahwa topik yang dibicarakan “Hanya menanyakan tentang diri teman yang saya ajak kenalan di Grindr sih, paling ujung-ujungnya ngajak ketemuan langsung.” Bill (responden II) menjawab “Gak jauh-jauh dari nanyain soal identitas mereka sih, kalau uda gitu ngomongin soal ketemuan, kapan, dimana.” 51 Josh (responden III) menjawab “Topik, hmm.. biasa aja sih topik ya seputar kehidupan dia, karena kan juga baru kenal, biasa ajakin ketemuan paling.” Topik percakapan mereka seputar identitas diri dan berlanjut pada percakapan kapan dan dimana kedua belah pihak bisa melakukan pertemuan. Dari percakapan yang terjadi antara dua orang tersebut di media sosial Grindr yang didominasi dengan pertanyaan seputar identitas dari lawan bicara mereka kemudian berlanjut dengan ajakan dari salah satu pihak untuk melakukan pertemuan secara langsung (face to face) di dunia nyata. Para responden menyatakan bahwa rasa penasaran ingin bertemu dengan teman pria gay di Grindr membuat mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu. Perbedaan mereka dapatkan ketika bertemu langsung dan hanya sekedar mengobrol melalui media sosial Grindr. Ketika mereka bertemu secara langsung, mereka akan lebih tahu mengenai sifat seseorang, muka sesungguhnya ketika bertemu langsung dan bisa mengenal lebih dalam akan diri seseorang. Tahap ketiga, fase akhir (exit phase), merujuk pada tahapan selama di mana individu membuat keputusan mengenai apakah mereka ingin untuk melanjutkan interaksi dengan pasangannya di masa yang akan datang. Melalui wawancara dengan responden, diketahui bahwa James (responden I) mengatakan “Hubungannya ya kalau dari hasil ketemuan saya merasa cocok dan saya suka pastinya akan berlanjut, kalau engga ya gak berhubungan lagi.” Bill (responden II) “Tergantung hmm ya hmm, kalau saya suka dan dia juga masih mau berhubungan biasanya sih lanjut, tapi kalau pas ketemu saya gak suka ternyata aslinya jelek atau sifatnya gak cocok, tinggalin.” Josh (responden III) “Kalau 52 suka diterusin, kalau engga suka ya gak berhubungan lagi.” Setelah mereka bertemu dengan lawan bicara mereka di dunia nyata, selanjutnya adalah masalah mereka suka atau tidak dengan hasil pertemuan tersebut. Jika dari pertemuan tersebut mereka tidak menyukai dan merasa cocok dengan lawan bicara mereka, maka mereka tidak akan melanjutkan hubungan mereka lagi begitu pula dengan sebaliknya. Gambar 5.2 Contoh Chatting 53 Ketika ditanyakan mengenai apa yang menyebabkan mereka melanjutkan suatu hubungan dari hasil pertemuan dengan pria gay, James (respoden I) menjawab “Hmm kalau cowoknya sesuai dengan yang saya inginkan, hmm ganteng, humoris hmm dan ya nyambung sih obrolannya.” Bill (responden II) menjawab “Kalau nyambung, ganteng dan lebih tinggi dari saya.” Kemudian Josh (respoden III) “Asal ganteng dan fisiknya badannya bagus dan kalau ngobrol sama saya nyambung.” Gambar 5.3 Contoh Profil Pengguna 54 Pertemuan yang terjadi juga dapat menghasilkan sesuatu yang membuat mereka tidak melanjutkan hubungan tersebut dengan pria yang mereka jumpai, menurut James (responden I) “Biasanya kalau aslinya gak seganteng difoto jadi ya hmm saya kecewa.” Bill (respoden II) “Hmm jelek dan ternyata fotonya gak sesuai dengan pas ketemu.” Dan Josh (responden III) menjawab “Kalau mengecewakan pas ketemu kayak gak sesuai harapan saya.” Dari jawaban ketiga responden perjumpaan yang terjadi secara langsung dapat memberikan hasil berupa kekecewaan dikarenakan pria yang mereka jumpai di Grindr tidak sesuai dengan harapan ketika bertemu aslinya. Ini merupakan level perbandingan yang adalah standar bagi apa yang dianggap seseorang harus ia dapatkan dalam sebuah hubungan (West dan Turner 2007). Level perbandingan bervariasi di antara individu-individu karena hal ini subjektif. Tiap individu memiliki pengalaman yang sangat berbeda dalam jenis hubungan yang sama, mereka membangun level perbandingan yang berbeda. Dari perjumpaan yang dilakukan kedua pria homoseksual (gay) secara langsung kemudian sampai pada fase akhir dari tahapan interaksi yang dilakukan oleh mereka, apakah mereka akan melanjutkan hubungan tersebut atau tidak melanjutkannya. Meskipun semua orang tidak memasuki sebuah tahapan dengan cara yang sama atau tetap pada sebuah tahapan selama beberapa waktu, Berger dan Calabrese yakin bahwa sebuah kerangka universal untuk menjelaskan bagaimana komunikasi interpersonal membentuk dan merefleksikan perkembangan hubungan interpersonal (West dan Turner 2007). 55 Gambar 5.4 Contoh Chatting Para responden memakai aplikasi dan online site khusus homoseksual (gay), dua dari responden memakai Jack’d dan satu memakai online site seperti manjam.com dan gayromeo.com. Namun terdapat keunggulan dari media sosial Grindr dibandingkan dengan media sosial khusus gay lainnya. Seperti yang dijawab James (responden I) “Lebih simpel, ada image tinggal klik lalu ngobrol, tidak perlu sign up.” Bill (respoden II) menjawab “Tidak usah sign up, kalau Jack’d lebih ribet harus sign up pakai email dulu.” Josh (responden III) 56 menjawab bahwa keunggulan Grindr adalah “Praktis, langsung memperlihatkan siapa yang online, cukup praktis dan tidak usah sign up.” Gambar 5.5 Contoh Chatting Dari jawaban wawancara dari ketiga respoden mengenai keunggulan Grindr dibandingkan media sosial lainnya ditemukan suatu kesamaan pendapat mengenai keunggulan media sosial Grindr yaitu bahwa media sosial Grindr sangat 57 praktis dan simpel. Untuk dapat masuk ke dalam media sosial Grindr, pengguna tidak perlu sign up menggunakan alamat email, ketika pengguna sudah memiliki aplikasi Grindr dalam sebuah gadget yang mereka pakai, dengan segera pengguna dapat langsung menggunakan Grindr, membuat profil, memasukkan foto dan kemudian langsung dapat berinteraksi dengan pengguna lain yang juga menggunakan Grindr. Jadi dapat disimpulkan bahwa keunggulan media sosial Grindr adalah praktis dan simpel dilihat dari segi tidak perlu sign up menggunakan alamat email. Bagi ketiga responden, media sosial Grindr membantu para responden dalam berinteraksi dengan pria homoseksual (gay) lainnya yang juga menggunakan Grindr. Media sosial Grindr menjembatani mereka dalam melakukan interaksi dan memudahkan mereka menemukan teman sesama homoseksual (gay). 58 BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data dari bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah proses interaksi pria homoseksual (gay) dengan menggunakan media sosial Grindr melibatkan tahapan-tahapan perkembangan. Ketiga respoden memulai interaksi dalam sebuah fase awal (entry phase), yang didefinisikan sebagai tahap awal interaksi antara orang asing yang mereka jumpai di media sosial Grindr. Pengguna berkenalan dengan sesama teman pria homoseksual (gay) di Grindr. Percakapan diantara keduanya akan terjadi dan membawa mereka memasuki tahapan kedua yaitu fase personal (personal phase), atau tahap di mana pengguna mulai berkomunikasi dengan lebih spontan dan lebih banyak membuka informasi pribadinya. Fase personal biasanya lebih banyak terjadi setelah dilakukan beberapa interaksi. Kedua pria homoseksual (gay) memutuskan untuk bertemu secara offline untuk lebih mengenal satu sama lain. Hasil dari perjumpaan yang dilakukan oleh keduanya bisa berujung pada dua hal, yaitu ketika mereka merasa cocok dan menyukai lawan bicaranya mereka akan meneruskan interaksi diantara mereka. Ketika hasil perjumpaan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka interaksi tidak akan dilanjutkan lagi. Ini merupakan fase akhir (exit phase) dari proses interaksi yang dilakukan pria 59 homoseksual (gay) yang bermula dari media sosial Grindr, yaitu apakah mereka akan melanjutkan hubungan tersebut atau tidak melanjutkannya. VI.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diatas, penulis menyarankan agar para pria homoseksual (gay) untuk lebih terbuka kepada orang-orang terdekatnya, seperti keluarga. Penulis juga menyarankan agar pria homoseksual (gay) untuk tidak malu akan identitas mereka dan jika media sosial Grindr membantu mereka dalam menemukan pria homoseksual (gay) lainnya yang mereka cari, maka mereka bisa memanfaatkan media sosial tersebut dengan baik. Penulis juga menyarankan kepada para pria homoseksual (gay) untuk mencoba terbuka kepada masyarakat luas, karena anggapan masyarakat mengenai homoseksual sebagai perilaku menyimpang sudah mulai berkurang dan mulai dapat menerima kehadiran para pria homoseksual (gay). 60