Disampaikan oleh: Danang Widoyoko, Simon Petrus Sumargo, Budiastuti, Warnida, Vieronica VS Konflik komunal di Kalbar & Kalteng Konflik dengan kekerasan yang terjadi antara suku Madura dengan penduduk lokal, Dayak dan Melayu. Konflik terjadi sepanjang tahun 1996 & 2001 di Kalbar dan Kalteng, dengan korban diperkirakan >500 Tewas, sebagian besar dari suku Madura. 100.000 suku Madura harus diungsikan ke barak pengungsian atau diungsikan ke Madura. Penyebab konflik Akhir 70-an, pemerintah pusat memberikan konsesi kepada perusahaan besar untuk ekstraksi sumber daya alam (SDA), terutama hutan dan tambang. Problem hukum: hukum nasional di atas hukum adat. Hutan yang secara adat milik penduduk lokal (Dayak) diberikan konsesinya kepada perusahaan raksasa dari Jakarta tanpa kompensasi kepada suku Dayak. Penduduk lokal terpinggirkan dan menimbulkan kecemburuan. Marginalisasi suku Dayak juga terjadi melalui penyeragaman desa. Kepala Desa ditunjuk oleh Kecamatan dan menjadi kepanjangan tangan Pemda. Institusi adat kehilangan otoritas dan digantikan oleh birokrasi desa sebagai representasi negara. Institusi adat yang juga berfungsi menyelesaikan sengketa tidak berfungsi, terutama di beberapa daerah yang mengalami konflik parah. Booming industri kayu “memaksa” suku Dayak mengubah kebudayaan dan gaya hidup. Pemerintah pada saat yang sama juga mendorong asimilasi Dayak ke dalam bentuk “desa” yang seragam, seperti meninggalkan rumah panjang. Marginalisasi juga menimpa suku Melayu. Nelayan Melayu tergusur oleh nelayan yang didukung pemodal besar. Petani jeruk dirugikan oleh monopoli jeruk Pontianak oleh keluarga Soeharto (Bambang Trihatmojo). Sebagian suku Melayu menjadi TKI illegal di Malaysia, yang tertangkap dideportasi kembali, terutama di Sambas. Kalimantan menjadi tujuan migrasi, termasuk Madura. Berbeda dengan suku Jawa, orang Madura bekerja di perkebunan, industri kayu. Suku Madura membangun pemukiman dan menguasai area bukan hutan yang secara adat milik suku Dayak. Di mata suku Dayak, pemerintah lebih membela suku Madura dalam soal tanah, managemen hutan dan aktivitas ekonomi. Di kawasan urban, Madura bersaing dengan Melayu menguasai sektor informal dan kontrol atas bisnis illegal. Dayak dan Melayu menuding Madura eksklusif. Di Kalbar ada segregasi antara Madura, Melayu muslim dan Dayak. Konflik dan dinamika Akhir 90-an, Dayak di pedesaan mulai alihkan perhatian ke perusahaan dan Pemda dengan tuntutan untuk pemulihan hukum adat. Di masa yg sama, kejahatan terorganisir mulai terjadi di Ketapang dan Landak. Aparat keamanan justru melindungi orang Madura yg terlibat kriminal. Konflik semakin meluas saat Dayak mengorganisir dukungan melalui “mangkuk merah”. Pada 1997 di Kalbar, Sanggau dan Pontianak, diperkirakan 500 – 1700 orang dibunuh, sebagian besar Madura. Tetapi tempat ibadah tidak dirusak. Konflik - Sambas Konflik yang terjadi di Sambas 1999, disebabkan dan terkait dengan konflik 1997 di Sanggau. Konflik di Sambas terkait dengan politik lokal, terutama kompetisi antara Dayak dan Melayu. Diawali dari konflik personal, konflik berkembang menjadi konflik komunal antara Melayu dan Dayak melawan Madura. Sebagian besar Madura melarikan diri ke Pontianak dan sebagian kembali ke Pulau Madura atau Jawa Timur. Konflik - Kalteng Pertengahan 90, berkembang ethno-nasionalis Dayak. Tujuan dari elit Dayak adalah menguasai jabatanjabatan publik:Gubernur dan Bupati. Dayak membentuk LMMDD-KT. Kemudian Madura membentuk IKAMA. Terjadi pembunuhan satu keluarga Madura oleh Dayak yang disusul dg penangkapan 38 Dayak. Lebih dari 100.000 Madura harus mengungsi di kamp, sebagian kembali ke P. Madura atau Jawa Timur. 469 mati, 456 diantaranya adalah orang Madura. Dampak Sosial Ekonomi Di Kalteng, 200.000 Madura harus mengungsi. 70.000 – 80.000 dari Kotawaringin Timur. Human Right Watch, memperkirakan kerugian di Sanggau Ledo mencapai Rp. 13,56 miliar. Saat konflik terjadi, terjadi kelangkaan pangan karena ekonomi berhenti. Konflik juga membuat banyak sektor kehilangan tenaga kerja: transportasi sungai, becak, kebun sawit dsb. Dampak Sosial Ekonomi Di Kalimantan : - Ketidakseimbangan ekonomi (sebagian pelaku ekonomi aktif mengungsi ke Madura). Di Madura - Dampak kemiskinan & munculnya ketergantungan pada bantuan kemanusiaan -Konflik ekonomi dan sosial dengan penduduk lokal -Adaptasi pengungsi dengan ‘budaya sendiri’ Potensi perdamaian Di sebagian daerah seperti Ketapang, ada konflik tetapi tidak berujung pada kekerasan. Salah satu faktornya karena keberadaan institusi adat (DAD). Antisipasi terhadap potensi konflik di masa mendatang, terutama terkait dengan kembalinya pengungsi dan potensi konflik dengan penduduk lokal. Kesimpulan Latar belakang khas konflik: Eksploitasi SDA dlm skala raksasa Masyarakat adat (terutama Dayak) termarginalisasi dan menimbulkan sentimen etno-nasionalis. Madura dipandang sebagai representasi dari monopoli negara atas tanah dan sumberdaya yang mengabaikan hukum adat. Kesimpulan Potensi terjadinya konflik ke depan : - Masalah kembalinya pengungsi - Gegap Gempita Pilkada - Resiko Ketimpangan horisontal terbaru Kesimpulan Hal yang perlu diperhatikan: Keamanan Administrasi Pemulihan Ekonomi Rehabilitasi Infrastruktur Sosial Manajemen Konflik terhadap Sumber Daya Alam “Jangan terulang lagi...” “Jangan terulang lagi...” Perubahan Sosial Eksploitasi smber daya alam yg meminggirkan secara ekonomi dan sosial memarjinalisasi Dayak a.l. Eksploitasi hutan, Mematikan institusi adat, krn penyeragaman desa Tidak diakuinya hukum adat pengalihan hak atas tanah perush & Madura Peminggiran peran secara politik krn lembaga politik dikuasai oleh ‘Jakarta’ Penguasaan sektor ekonomi (informal , perkebunan, jasa, transportasi) oleh Madura