BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit penyebab kematian
terbesar di dunia.
Angka kematian akibat
dari serangan penyakit
kardiovaskuler masih akan terus bertambah seiring dengan perubahan gaya
hidup masyarakat dunia dan semakin berkurangnya aktivitas fisik. Penyakit
kardiovaskular (khususnya aterosklerosis) diperkirakan menjadi penyebab
utama penyakit yang diderita oleh masyarakat dunia pada tahun 2020. Salah
satu
penyakit
kardiovaskular
adalah
aterosklerosis.
Aterosklerosis
menyebabkan nyeri di dada, serangan jantung, dan stroke. Aterosklerosis
menyebabkan kematian lebih tinggi setiap tahunnya daripada kanker (Libby,
2004; Dipiro et al., 2008; Loscalzo, 2010).
Pada awalnya, aterosklerosis dikaitkan dengan pengendapan lemak di
dalam pembuluh darah arteri. Penelitian-penelitian di bidang kardiovaskular
terkini menunjukkan bahwa aterosklerosis terkait inflamasi yang dipicu oleh
agen-agen pro-inflamasi, seperti: oxLDL, TNF-α, dan IL. Agen-agen proinflamasi yang terlibat di dalam inflamasi berkontribusi dalam bermigrasinya
leukosit dan pembentukan plak aterosklerosis pada arteri (Lusis, 2000; Libby,
2002; Takeuchi & Akira, 2010; Riccioni & Sblendorio, 2012). Oleh karena
itu, salah satu terapi yang bisa dilakukan untuk menanggulangi aterosklerosis
adalah menargetkan inflamasi melalui penghambatan migrasi leukosit.
1
2
Salah satu senyawa yang diketahui mampu menghambat mediator
inflamasi adalah kurkumin. Kurkumin menghambat beberapa mediator
inflamasi, seperti: TNF-α, IL (IL-1, -1β, -6, dan -8), dan COX-2 (Shehzad et
al., 2013). Menurut Anand et al. (2007), kurkumin mempunyai ketersedian
hayati yang kurang bagus. Hal ini menjadi permasalahan dalam penggunaan
kurkumin secara klinis. Pembuatan senyawa turunan kurkumin secara sintetik
dilakukan untuk memperbaiki sifat kurkumin tersebut. Salah satu senyawa
hasil sintesis yang berhasil dibuat adalah siklovalon. Menurut Wei et al.
(2012), efek penghambatan NF-κB siklovalon lebih baik dibandingkan dengan
kurkumin. NF-κB berperan dalam meregulasi ekspresi siklooksigenase,
lipoksigenase, sitokin, dan kemokin, serta molekul adhesi. Pada aterosklerosis,
NF-κB berperan dalam meregulasi protein-protein pro-inflamasi (Dabek et al.,
2010; van der Heiden et al., 2010). Berdasarkan hal tersebut, siklovalon
diduga mempunyai efek anti-inflamasi lebih baik dibandingkan dengan
kurkumin.
Siklovalon
dan
kurkumin
mempunyai
potensi
menghambat
overekspresi protein-protein yang terlibat dalam reaksi inflamasi karena
mempunyai aktivitas penghambatan NF-κB. Hal ini membuat siklovalon dan
kurkumin berpotensi menjadi senyawa anti-inflamasi yang diharapkan dapat
digunakan untuk terapi penyakit yang berkaitan dengan inflamasi, seperti
aterosklerosis. Penelitian aktivitas anti-inflamasi siklovalon dan kurkumin
dalam menghambat migrasi leukosit menjadi penting dan diharapkan
memberikan kontribusi bagi pengobatan maupun pencegahan aterosklerosis.
3
Pada
penelitian
ini,
efektivitas
anti-inflamasi
siklovalon
melalui
penghambatan migrasi leukosit dibandingkan dengan kurkumin.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah siklovalon dan kurkumin mempunyai aktivitas anti-inflamasi melalui
penghambatan migrasi leukosit ?
2. Apakah efek anti-inflamasi melalui penghambatan migrasi leukosit siklovalon
lebih baik dibandingkan dengan kurkumin ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas dan efektivitas
anti-inflamasi siklovalon dan kurkumin melalui penghambatan migrasi
leukosit.
D. Tinjauan Pustaka
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yaitu: athere yang berarti
bubur dan skleros yang berarti keras. Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi
yang ditandai dengan penebalan dan hilangnya permeabilitas dinding bagian
dalam arteri (endotelial) yang disebabkan oleh LDL, radikal bebas akibat
merokok,
hipertensi,
diabetes
mellitus,
faktor
genetik,
infeksi
mikroorganisme, dan kombinasi faktor tersebut, serta faktor lain. Komplikasi
terpenting akibat aterosklerosis, yaitu: penyakit jantung koroner, gangguan
4
pembuluh darah serebral, dan gangguan pembuluh darah perifer. Pembuluh
darah yang bisa terkena aterosklerosis adalah arteri besar dan sedang, yaitu:
pembuluh serebral, vertebral, koroner, renal, aorta, dan pembuluh di tungkai
(Ross, 1999; Paoletti et al., 2004; Longe, 2006).
Gambar 1. Peran disfungsi endotelial pada aterosklerosis (Chhabra, 2009)
Tahap awal dari aterogenesis adalah disfungsi endotelial. Faktor utama
penyebab disfungsi endotelial adalah radikal bebas akibat merokok, kadar
LDL yang tinggi, hipertensi, diabetes mellitus, perubahan genetik,
peningkatan konsentrasi plasma homosistein, infeksi mikroorganisme (virus
herpes atau Chlamdia pneumonia), dan faktor lain. Disfungsi endotelial
mengakibatkan peningkatan permeabilitas sel endotelial terhadap monosit dan
lipoprotein (terutama LDL). Monosit dan LDL menjadi mudah melewati
endotelial untuk masuk ke dalam intima. Di intima, LDL akan teroksidasi
menjadi oxLDL karena kerusakan oksidatif dan tidak adanya antioksidan di
dalam intima. Selain itu, disfungsi endothelial juga akan menyebabkan
ketersediaan hayati NO berkurang. Hal ini akan menyebabkan diproduksinya
5
molekul adhesi (VCAM-1, ICAM-1, E-selectin, dan P-selectin) oleh
endotelial. Molekul adhesi dan kemokin (MCP-1) akan memfasilitasi monosit
dari peredaran darah menuju ke dalam intima (Ross, 1999; Schachninger &
Zeiher, 2002; Endermann & Schiffrin, 2004; George & Johnshon, 2010).
Gambar 2. Mekanisme terjadinya aterosklerosis (Kumar et al., 2005)
Keterangan: IL (interleukin), HDL (High Density Lipoprotein), LDL (Low Density
Lipoprotein), dan MCP-1 (Monocyte Chemo-Attractant Protein-1)
Monosit akan bertransformasi menjadi makrofag yang mempunyai
kemampuan memakan kolesterol, lemak-lemak, dan oxLDL. Makrofag akan
mengalami perubahan morfologi menjadi sel busa yang dipenuhi partikel
lemak, kolesterol, dan oxLDL. Sel busa akan memproduksi faktor
pertumbuhan, ROS, dan sitokin pro-inflamasi. Sitokin dan faktor pertumbuhan
berperan penting dalam migrasi dan proliferasi sel otot polos ke arah intima,
6
kemudian sel otot polos akan mendesak dinding sel endothelial. Sitokin dan
ROS akan memicu inflamasi selanjutnya sehingga aterogenesis ini bisa
berlangsung lama dan sinyal inflamasi yang dihasilkan menjadi semakin kuat
yang mengakibatkan terbentuknya plak. Plak yang terdiri dari sel-sel otot
polos, sel busa, dan sel-sel yang telah mati. Plak inilah yang menyebabkan
penyempitan arteri (Lusis, 2000; Libby et al., 2002; Fan & Watanabe, 2003;
Libby, 2004).
Gambar 3. Plak aterosklerosis (Kumar et al., 2005)
Plak aterosklerosis (ateroma atau fibrous plaque) terdiri dari lemak
atau sel-sel mati ditutupi oleh lapisan fibrotic cap yang terdiri dari campuran
sel otot polos dan matriks ekstraseluler. Ada dua jenis plak aterosklerosis,
yaitu: plak yang stabil dan plak yang labil. Plak yang stabil biasanya terdiri
dari small lipid core dan ditutupi oleh lapisan tipis fibromuscular cap dengan
sel otot polos dan matriks ekstraseluler sedangkan plak yang labil seringkali
terdiri dari large lipid core, thin cap, dan sel-sel inflamasi dalam jumlah besar.
Plak labil mempunyai kecenderungan untuk pecah. Pecahan tersebut bisa
membentuk gumpalan/endapan dengan darah dan menyumbat pembuluh
darah. Penyumbatan pembuluh darah akibat pecahnya plak inilah yang
menyebabkan serangan jantung dan stroke (Lusis, 2000; Libby, 2002; Fan &
Watanabe, 2003; Libby, 2004).
7
Standar diagnosis aterosklerosis yang baik adalah menggunakan pipa
kateter (catheterization), tetapi metode ini mahal dan mempunyai resiko
tinggi. Metode diagnosis yang tidak berbahaya atau tidak invasif diperlukan
untuk mendiagnosis aterosklerosis. Metode marker biokimia (CRP) dan tidak
invasif lainnya (intravascular ultrasound, extravascular ultrasound, dan
ultrafast computerized tomography) bisa digunakan untuk mengatasi
keterbatasan diagnosis. Tes terhadap LDL, HDL, rasio LDL-HDL, dan
tekanan darah sudah dilakukan sejak lama untuk mengetahui peningkatan
faktor resiko dan resiko lain yang menyebabkan aterosklerosis. MRI atau CT
scans bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan penglihatan ke dalam
dinding pembuluh darah. Selain itu, metode pengukuran suhu pembuluh darah
bisa digunakan dengan dasar adanya peningkatan suhu akibat reaksi inflamasi
yang terjadi pada aterosklerosis (Lusis, 2000; Libby, 2004; Dipiro et al.,
2008).
Gambar 4. Peran NF-κB pada aterogenesis (Baker et al., 2011)
Terapi farmakologi yang dapat dilakukan untuk mencegah atau
mengobati
aterosklerosis,
yaitu:
mencegah
oksidasi
LDL
dengan
menggunakan antioksidan (antioksidan mengurangi pembentukan ROS);
menurunkan kadar kolesterol LDL dalam plasma darah menggunakan obat-
8
obatan golongan statin (statin menghambat enzim biosintesis kolesterol
sehingga dapat menurunkan kadar LDL); menghambat ekspresi molekul
adhesi dan sitokin menggunakan ACE inhibitors (ekspresi angiotensin II
berkaitan dengan ekspresi sitokin); menghambat adhesi, aktivasi, dan agregasi
platelet menggunakan aspirin (antiplatelet mencegah terbentuknya trombus);
menghambat leukosit menuju pusat inflamasi dengan COX inhibitors
(ekspresi COX-2 dapat menginduksi produksi sitokin); dan mengurangi
aktifitas NF-κB (NF-κB merupakan regulator yang mengatur produksi sitokin,
kemokin, dan molekul adhesi) (Greaves & Channon, 2002; Schachinger &
Zeiher, 2002; Paoletti et al., 2004; Riccioni & Sblendorio, 2012).
2. Inflamasi
Inflamasi adalah mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik untuk
menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Inflamasi disebabkan oleh
rusaknya jaringan akibat trauma fisik, zat kimia yang merusak, dan zat
mikrobiologik. Inflamasi dikarakteristik oleh lima tanda, yaitu: panas,
kemerahan, pembengkakan, sakit, dan hilangnya fungsi (Lawrence et al.,
2002; Libby, 2003; Tortora & Derrickson, 2012).
Menurut Guyton & Hall (2011), inflamasi ditandai dengan (1)
vasodilatasi pembuluh darah lokal, (2) kenaikan permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan dalam ruang interstisial, (3) pembekuan
cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein
9
lainnya dalam jumlah berlebihan yang berasal dari kapiler yang bocor, (4)
migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit menuju jaringan, dan (5)
pembengkakan jaringan.
Gambar 5. Ilustrasi lima tanda inflamasi (Lawrence et al., 2002)
Inflamasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: mikroba patogen
(bakteri, virus, protozoa, dan jamur), luka, gangguan pada sel, serangan fisik
(panas, dingin, luka, dan radiasi ultraviolet), agen kimia (toksin mikroba,
racun, asam, dan basa), dan antigen yang distimulasi oleh respon imunologi
(Waugh & Grant, 2001; Tortora & Derrickson, 2012).
Inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu: inflamasi akut dan inflamasi
kronik. Inflamasi akut terjadi dalam jangka waktu singkat (jam sampai hari)
setelah infeksi atau kerusakan. Inflamasi akut ditandai dengan aktivasi sel
endotelial, pengerahan leukosit, dan interaksi sel endotelial dengan leukosit
yang mengakibatkan bermigrasinya leukosit melintasi sel endotelial. Inflamasi
kronik terjadi dalam jangka waktu lama (minggu sampai tahun) setelah infeksi
atau kerusakan. Inflamasi kronik terjadi akibat kegagalan resolusi inflamasi
10
akut untuk menghilangkan faktor penyebab inflamasi. Kegagalan ini akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih parah (Lawrence & Gilroy,
2006; Serhan et al., 2010).
Gambar 6. Inflamasi akut dan kronik (Buckley et al., 2014)
Keterangan: COX (cyclooxygenase), IL (interleukin), LT (leukotriene), LX (lipoxins), MCP-1
(Monocyte Chemo-Attractant Protein-1), PG (prostaglandin), PMN (polymorphonuclear
leukocytes), PPARɣ (Peroxisome Proliferator Activated Receptor ɣ), dan TGF (Transforming
Growt Factor)
Inflamasi akut diawali oleh sel endotelial, sel mast, jaringan yang
rusak, dan makrofag lokal memproduksi mediator inflamasi (sitokin, kemokin,
histamin, bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien) sebagai respon terhadap
infeksi atau kerusakan. Hal ini menyebabkan leukosit (neutrofil) bermigrasi
11
dari sumsum tulang untuk menuju lokasi infeksi atau kerusakan dan melintasi
sel endotelial. Neutrofil merupakan leukosit pertama yang sampai pada lokasi
kerusakan. Neutrofil akan memproduksi ROS yang dapat membunuh bakteri.
Neutrofil akan memakan bakteri yang telah mati dan mengalami apoptosis.
Proses ini berlangsung sampai faktor penyebab inflamasi hilang. Setelah itu,
neutrofil yang telah mati akan dimakan oleh makrofag lokal. Inflamasi akan
diakhiri dengan cara produksi TGF-β,
lipoksin, dan siklopentanon
prostaglandin. Proses tersebut disebut dengan resolusi inflamasi yang
bertujuan untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan mencegah terjadinya
inflamasi kronik (Medzhitov, 2008; Guyton & Hall, 2011; Buckley et al.,
2014).
3. Obat anti-inflamasi
Kegagalan resolusi inflamasi akut akan menyebabkan terjadinya
inflamasi yang tidak terkendali (inflamasi kronik). Inflamasi yang tidak
terkendali ini dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Obat antiinflamasi dibuat untuk menghentikan inflamasi yang tak terkendali. Obat antiinflamasi bekerja dengan menghambat metabolisme asam arakidonat. Obat
anti-inflamasi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: golongan steroid dan
golongan nonsteroid (Kumar et al., 2005; Serhan et al., 2010).
Obat anti-inflamasi golongan steroid (glukokortikoid/kortikosteroid).
Obat golongan ini digunakan secara luas untuk terapi berbagai penyakit
inflamasi dan penyakit sistem imun. Mekanisme umum efek anti-inflamasi
12
dari obat golongan ini adalah dengan menghambat kerja enzim fosfolipase.
Obat golongan ini diantaranya: betametason, deksametason, fludrokortison,
hidrokortison, kortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, dan
triamsinolon. Obat golongan ini diformulasikan dalam bentuk sedian oral,
topikal (salap dan krim), inhalasi (oral dan nasal), rektal, dan tetes (telinga dan
mata) (Longe, 2006; Offermanns & Rosenthal, 2008; Sweetman, 2009;
Katzung et al., 2011; Martini & Nath, 2012).
Gambar 7. Mekanisme kerja obat anti-inflamasi golongan steroid dan nonsteroid
(Kumar et al., 2005)
Obat anti-inflamasi golongan nonsteroid mengurangi rasa sakit,
kekakuan, pembengkakan, dan inflamasi, tetapi tidak menyembuhkan
penyakit yang menyebabkan masalah tersebut. Obat golongan ini diantaranya:
asam mefenamat, diklofenac, etodolac, flurbiprofen, ibuprofen, indometasin,
13
kalium diklofenak, ketoprofen, ketorolac, mekrofenamat, meloksikam,
nabumeton, natrium diklofenak, naproksen, oksaprozin, piroksikam, dan
sulindak. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat kerja enzim
siklooksigenase. Obat golongan ini tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, atau
kaplet (Lullman et al., 2005; Longe, 2006; Offermanns & Rosenthal, 2008;
Sweetman, 2009; Katzung et al., 2011).
Tanaman obat sudah lama digunakan sebagai obat untuk mengatasi
berbagai penyakit. Tanaman obat telah digunakan sebagai sumber penting
sebagai bahan baku pengambangan obat. Tanaman obat mengandung senyawa
metabolit sekunder (fitokimia) yang diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi. Mekanisme aktivitas anti-inflamasi dari senyawa fitokimia, yaitu:
1) antioksidan dan penangkap radikal bebas; 2) modulasi aktivitas seluler dari
sel-sel pro-inflamasi (sel mast, makrofag, limfosit, dan neutrofil); 3) modulasi
aktivitas enzim pro-inflamasi (enzim fosfolipase A2, siklooksigenase,
lipoksigenase, dan NOS); 4) modulasi sitokin pro-inflamasi, kemokin, dan
molekul adhesi; dan 5) menghambat aktivitas NF-κB (Calixto et al., 2003a;
Calixto et al., 2003b; Bellik et al., 2012).
4. Migrasi leukosit
Leukosit atau sel darah putih merupakan sistem pertahanan tubuh dari
serangan benda asing atau patogen dan membuang zat sisa (racun, kotoran,
dan sel yang rusak/abnormal). Dalam keadaan normal manusia dewasa,
leukosit berjumlah 4.000-11.000 sel/µL darah. Leukosit diidentifikasi secara
14
mikroskopi dengan pewarna darah menggunakan standar zat warna Wright
atau zat warna Giemsa. Pengecatan menggunakan zat warna Giemsa membagi
leukosit ke dalam dua jenis berdasarkan ada tidaknya granular, yaitu:
granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan agranulosit (monosit dan
limfosit) (Kelly, 2004; Guyton & Hall, 2011; Martini & Nath, 2012).
Gambar 8. Jenis-jenis leukosit (Martini & Nath, 2012)
Waktu hidup leukosit sangat singkat. Leukosit mampu bermigrasi dari
organ ke organ lain secara cepat menuju lokasi infeksi atau luka. Leukosit
mempunyai 4 karakteristik, yaitu: (1) mampu bermigrasi melalui aliran darah;
(2) mempunyai gerak amoeboid; (3) bereaksi terhadap rangsangan kimia; dan
(4) neutrofil, eosinofil, dan monosit bersifat fagositosis/menelan (Martini &
Nath, 2012).
Neutrofil mempunyai fungsi utama untuk melindungi dari serangan
benda asing yang masuk ke dalam tubuh (umumnya bakteri). Neutrofil sangat
cepat bergerak dan umumnya pertama kali sampai di lokasi luka. Eosinofil
menyerang zat yang berikatan dengan antibodi. Eosinofil akan bertambah
banyak pada reaksi alergi. Eosinofil juga bergerak menuju lokasi luka dimana
terjadi pelepasan enzim untuk mengurangi inflamasi. Basofil berpindah
menuju lokasi luka dan melintasi dinding bagian dalam kapiler untuk
15
berkumpul di jaringan yang rusak. Basofil akan merangsang terjadinya reaksi
inflamasi lokal. Monosit mampu berpindah melalui aliran darah selama 24 jam
sebelum memasuki jaringan perifer untuk menjadi makrofag. Makrofag
merupakan bentuk agresif dari fagositosis. Limfosit berperan dalam reaksi
imunologis (Waugh & Grant, 2001; Martini & Nath, 2012).
Migrasi leukosit menuju lokasi luka atau inflamasi merupakan tahapan
penting pada inflamasi. Proses migrasi leukosit terdiri dari dua tahap, yaitu: 1)
tahap pengerahan leukosit dari sumsum tulang dan 2) tahap adhesi leukosit
melintasi sel endotelial.
Gambar 9. Proses pengerahan leukosit oleh makrofag (Guyton & Hall, 2011)
Keterangan: TNF (Tumor Necrosis Factor), IL-1 (interleukin-1), GM-CSF (GranulocyteMonocyte-Colony-Stimulating Factor), G-CSF (Granulocyte Colony-Stimulating Factor), dan
M-CSF (Monocyte Colony-Stimulating Factor)
Tahap pengerahan leukosit dimulai beberapa menit setelah terjadi
inflamasi. Makrofag lokal akan teraktivasi akibat inflamasi dan memproduksi
16
berbagai macam sitokin (TNF-α dan IL-1). Sitokin akan memasuki pembuluh
darah untuk menuju sumsum tulang. Sitokin akan memacu pengerahan
leukosit dalam jumlah besar menuju lokasi inflamasi untuk menghilangkan
faktor penyebab inflamasi. Leukosit akan menuju lokasi inflamasi karena
adanya rangsangan kimia (kemotaksis) (Guyton & Hall, 2011).
Gambar 10. Proses adhesi leukosit melintasi sel endotelial (Ley et al., 2007)
Keterangan: ESAM (endotelial cell-selective adhesion molecule), ICAM1 (intracellular
adhesion molecule 1), JAM (junctional adhesion molecule), LFA1 (lymphocyte functionassociated antigen 1), MAC1 (macrophage antigen 1), MADCAM1 (mucosal vascular
adhesion cell-adhesion molecule), PSGL1 (P-selectin glycoprotein ligand 1), PECAM1
(platelet/endotelial-cell adhesion molecule 1), PI3K (phosphoinositide 3-kinase), VCAM1
(vascular cell-adhesion molecule 1), dan VLA4 (very late antigen 4)
Tahap adhesi leukosit melintasi sel endotelial diawali oleh aktivasi sel
endotelial oleh sitokin. Sel endotelial akan memproduksi molekul adhesi yang
berperan dalam migrasi leukosit melintasi sel endotelial. Molekul adhesi (Eselectin, P-selectin, VCAM-1, dan ICAM-1) akan memediasi ikatan antara
leukosit dengan permukaan endothelial. Selain itu, sitokin juga akan
meningkatkan afinitas integrin. Leukosit akan menempel pada sel endotelial
akibat adanya selectin (E-selectin dan P-selectin). Leukosit akan berputar
akibat adanya aliran darah. Integrin
(VLA-4, LFA-1, dan Mac-1) akan
17
berikatan dengan VCAM-1 dan ICAM-1 yang akan memperlambat
berputarnya leukosit sampai akhirnya berhenti berputar. Setelah itu, leukosit
akan memanjang dan memipih terhadap endotelial. Tahapan ini akan
memperkuat proses adhesi leukosit. Leukosit akan bergerak perlahan sampai
akhirnya melintasi endothelial. Leukosit akan melintasi endotelial melalui dua
cara, yaitu: cara paracelluar (leukosit bermigrasi melalui celah antara sel
endotelial) dan transcelullar (leukosit bermigrasi melalui badan sel endotelial)
(Prescott et al., 2002; Yadav et al., 2003; Ley et al., 2007; Serhan et al.,
2010).
Migrasi leukosit dari aliran pembuluh darah sebagai respon terhadap
inflamasi berhubungan erat dengan berbagai penyakit, seperti: aterosklerosis,
arthritis, asma, dan psorias. Pengembangan obat anti-inflamasi melalui
penghambatan migrasi leukosit merupakan terapi baru yang dapat digunakan
untuk mengatasi penyakit inflamasi. Penghambatan migrasi leukosit dapat
melalui beberapa mekanisme, yaitu: menggunakan antagonis selectin dan
integrin (selectin dan integrin bertanggung jawab dalam proses bermigrasinya
leukosit),
menggunakan heparin (heparin mempunyai aktivitas
non-
antikoagulasi dengan menghambat adhesi dan aktivasi leukosit; dan mencegah
kerusakan endotelial dari molekul perusak, seperti: kemokin, bradikin,
histamin, dan oksigen radikal), dan menggunakan antagonis NF-κB (NF-κB
meregulasi protein-protein pro-inflamasi) (Guo, 2001; Worthylake &
Burridge, 2001; Mackay, 2008).
18
5. Kurkumin
Kurkumin
[1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-
dion] adalah pigmen warna kuning yang diisolasi dari rimpang kunyit
(Curcuma longa L.) yang secara tradisional digunakan sebagai pewarna
makanan, rempah-rempah, dan pengobatan tradisional. Kurkumin mempunyai
banyak aktivitas biologis, seperti: antioksidan, antikanker, anti-inflamasi,
antihepatoksik, hipotensif, dan hipokolesterol. Kurkumin diidentifikasi
pertama kali oleh Lampe dan Milobedzka pada tahun 1910. Kurkumin
mempunyai berat molekur 368,38 dan titik lebur 179-183°C, serta rumus
kimia C21H20O6. Kurkumin mempunyai kelarutan dan ketersedian hayati yang
kurang bagus, tetapi cukup stabil pada pH asam dari lambung (Itokawa et al.,
2008; Sikora et al., 2010; Basnet & Skalko-Basnet, 2011; Bayomi et al., 2013;
Shehzad et al., 2013). Menurut Anand et al. (2007), alasan ketersedian hayati
kurkumin yang kurang bagus adalah aktivitas intrinsik yang rendah, absorbsi
yang kurang bagus, kecepatan metabolisme yang cepat, produk metabolit yang
tidak aktif, dan cepat dieliminasi dari tubuh.
Gambar 11. Struktur senyawa kurkumin (Wei et al., 2012)
Kurkumin mempunyai kemampuan mengobati berbagai penyakit,
seperti: kegemukan, diabetes, kardiovaskular, penyakit neugeneratif, cerebral
edema, alergi, bronchial astma, inflammatory bowel disease, rheumatoid
19
arthritis, renal ischemia, psoriasis, scleroderma, acquired immunodeficiency
syndrome, dan berbagai jenis kanker (Shehzad et al., 2013).
Pada inflamasi, kurkumin menghambat siklooksigenase, lipoksigenase,
iNOS, dan menghambat sitokin pro-inflamasi (TNF-α, IL-1, -2, -6, -8, -12,
MCP-1). Kurkumin menghambat aktivitas faktor transkripsi NF-κB. NF-κB
merupakan regulator utama proses inflamasi yang mengatur ekspresi proteinprotein pro-inflamasi (Chainani-Wu, 2003; Duvoix et al., 2004; Itokawa et al.,
2008; Shehzad et al., 2013).
6. Siklovalon
Siklovalon
[2,6-bis(4-hidroksi-3-metoksibenzilidin)sikloheksanon]
merupakan sikloheksanon yang menghubungkan dua cincin fenil. Siklovalon
mempunyai
aktivitas
anti-inflamasi
dengan
menghambat
enzim
siklooksigenase. Siklovalon mempunyai rumus kimia C22H22O5, titik lebur
178-179°C, dan membutuhkan waktu reaksi sintesis selama 2 hari (Sardjiman
et al., 1997; Nurrochmad et al., 1998; Itokawa et al., 2008; Liang et al., 2008).
Penelitian Bayomi et al. (2012) menunjukkan siklovalon mempunyai aktivitas
antioksidan, antihemolisis, dan antitumor.
Gambar 12. Struktur senyawa siklovalon (Wei et al., 2012)
Siklovalon disintesis dengan cara mengkondensasi vanillin dengan
sikloheksanon dalam suasana asam. Campuran vanillin dan sikloheksanon
20
diaduk pada suhu kamar hingga vanillin terlarut. Setelah itu, HCl pekat
diteteskan sambil diaduk-aduk sampai campuran tersebut memadat. Padatan
yang diperoleh kemudian dimaserasi dengan menggunakan campuran asam
asetat-air (1:1) dan dilanjutkan dengan direkristalisasi. Metode ini akan
menghasilkan rendemen sebesar 40% (Hayun, 1995; Sardjiman et al., 1997;
Sardjiman, 2000).
7. Mekanisme induksi inflamasi oleh thioglycollate broth
Thioglycollate broth merupakan media mikrobiologi yang digunakan
untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Thioglycollate broth terdiri dari yeast
extract, casein peptone, dextrose, sodium thioglycollate, L-cystine, dan
resazurin. Sodium thioglycollate dan L-cystine akan mereduksi oksigen
menjadi ROS (H2O2, O2•-, dan OH•) (Carlsson et al., 1978; Prescott et al.,
2002; Leboffe & Pierce, 2011). Menurut Prescott et al. (2002), oksigen akan
tereduksi melalui reaksi berikut ini:
O2 + e-  O2•O2•- + e- + 2H+  H202
H202 + e- + H+  H20 + 0H•
Radikal superoksida (O2•-) lebih reaktif dibandingkan dengan H2O2
dan OH•. Radikal superoksida akan berikatan dengan NO menjadi bentuk
ONOO-. Peroksinitrit (ONOO-) mudah berpenetrasi ke dalam sel yang dapat
menyebabkan modifikasi oksidatif makromolekul, terutama lemak, DNA, dan
protein. Radikal superoksida akan mengoksidasi BH4 (kofaktor yang
21
dibutuhkan untuk memproduksi NO) menjadi BH2. Menurut Dauphinee &
Karsan (2010), NO diproduksi melalui reaksi berikut ini:
L-arginina + O2 → L-sitrulina + NO
Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim eNOS. Produksi NO dapat
berkurang karena dua hal, yaitu: berkurangnya L-arginina dan BH4.
Berkurangnya
BH4
mengakibatkan
tidak
diproduksi
NO.
Hal
ini
mengakibatkan ketersediaan hayati NO berkurang dan diproduksinya molekul
adhesi oleh endotelial (Endemann & Schiffrin, 2004; Chhabra, 2009;
Dauphinee & Karsan, 2010; Assar et al., 2013).
Gambar 13. Fungsi NO (Kumar et al., 2005)
8. Haemocytometer
Haemocytometer adalah kaca tebal dengan bagian tengah terdiri dari
grid yang didesain sebagai kamar hitung. Setiap kamar hitung mempunyai
ukuran 3 x 3 mm. Grid pada umumnya terdiri dari 9 kotak besar berukuran 1 x
1 mm yang mampu menampung volume sebanyak 0,1 mm3. Setiap kotak
22
besar dibagi menjadi 16 kotak kecil dan 16 kotak kecil dari kotak besar
dibagian tengah dibagi menjadi 16 kotak yang berukuran lebih kecil (Sharpe,
1988; Bonifacino et al., 2010). Menurut Sharpe (1988), keuntungan
menghitung sel dengan menggunakan haemocytometer adalah sederhana,
langsung, dan murah sedangkan kerugiannya adalah sulit, memakan waktu
untuk mengencerkan suspensi sel, dan kesalahan pengenceran yang berakibat
pada kesalahan mengalikan pada perhitungan akhir jumlah sel.
Gambar 14. Haemocytometer grid tipe Neubauer Improved (Sharpe, 1988)
Perhitungan akurat jumlah sel (sel/mL) akan diperoleh dengan
menghitung sel yang berada di 4 kotak besar yang berada di sudut (kotak
nomor 1, 2, 3, dan 4 pada Gambar 14). Hasil perhitungan sel yang diperoleh
kemudian dihitung nilai rata-rata dan mengalikannya dengan faktor koreksi
dari haemocytometer, yaitu: 104 (Sharpe, 1988; Bonifacino et al., 2010).
23
Menurut Bonifacino et al. (2010), jumlah sel per mL dihitung dengan
menggunakan rumus berikut ini:
Sel/mL
= rata-rata hitung 4 sudut grid x faktor pengenceran x 104
Total sel
= sel/mL x volume suspensi sel yang diambil dari sampel
E. LANDASAN TEORI
Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik untuk
menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Inflamasi ditandai oleh lima
tanda, yaitu: kemerahan, panas, sakit, pembengkakan, dan hilangnya fungsi
(Lawrence et al., 2002; Tortora & Derickson, 2012). Salah satu penyakit yang
terkait dengan inflamasi adalah aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi yang diawali dengan
disfungsi endotelial yang menyebabkan bermigrasinya leukosit melintasi
endotelial (Lusis, 2000; Libby, 2002; Libby et al., 2002). Oleh karena itu,
penghambatan migrasi leukosit bisa dijadikan salah satu terapi untuk
pencegahan atau pengobatan aterosklerosis.
Siklovalon dan kurkumin mempunyai aktivitas terhadap NF-κB
(Sikora et al., 2010; Wei et al., 2012). NF-κB meregulasi ekspresi dari
siklooksigenase, lipoksigenase, sitokin, dan kemokin, serta molekul adhesi
yang terlibat dalam migrasi leukosit (Dabek et al., 2010; van der Heiden et al.,
2010). Menurut Wei et al. (2012), efek penghambatan NF-κB siklovalon lebih
baik dibandingkan dengan kurkumin. Oleh karena itu, siklovalon dan
24
kurkumin mempunyai potensi penghambatan migrasi leukosit karena mampu
menghabat aktivitas NF-κB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas dan efektivitas anti-inflamasi siklovalon dan kurkumin melalui
penghambatan migrasi leukosit.
F. HIPOTESIS
1.
Siklovalon dan kurkumin mempunyai aktivitas anti-inflamasi melalui
penghambatan migrasi leukosit.
2.
Efek anti-inflamasi melalui penghambatan migrasi leukosit siklovalon lebih
baik dibandingkan dengan kurkumin.
Download