Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian, untuk mengatasi gejala-gejala flu yang seringkali mengganggu, penggunaan obat flu kadangkala juga diperlukan. Obat flu biasa dijual bebas dan mudah didapat. Obat flu yang dijual di pasaran sangat bervariasi, mulai dari merk dan komposisinya. Salah satu obat flu yang cukup banyak digunakan di masyarakat adalah obat flu yang mengandung Phenylpropanolamin (PPA). PPA biasa ditemukan dalam komposisi obat flu bersamaan dengan analgesik seperti parasetamol, antihistamin seperti klorfeniramin maleat, atau juga pada obat batuk. PPA bekerja sebagai dekongestan, yang berguna untuk menghilangkan/melonggarkan hidung tersumbat dengan cara menyempitkan pembuluh darah mukosa pada hidung. Sebagai dekongestan, PPA dapat diminum dalam berbagai dosis. Pada anak-anak usia 2–6 tahun, dosis PPA adalah 6,25–25 mg/hari, sedangkan pada anak-anak 6–12 tahun, dosis PPA yang digunakan adalah 12,5–50 mg/hari, dengan dosis maksimalnya adalah 75 mg/hari. Dosis PPA untuk orang dewasa adalah 25–100 mg/hari dengan dosis maksimal 150 mg/hari. Di samping memiliki efek dekongestan, PPA juga memiliki efek sebagai penekan nafsu makan, sehingga di luar negri PPA banyak digunakan oleh para wanita sebagai obat untuk menurunkan berat badan. Tetapi kemudian muncul kasus peningkatan risiko terjadinya stroke hemoragik/perdarahan akibat mengkonsumsi PPA dengan dosis sebagai obat penurun berat badan, sehingga US FDA (Food and Drug Administration) menarik semua produk yang mengandung PPA dari pasaran. Pada tahun 2009, Badan POM telah mengeluarkan press release yang menyatakan bahwa di Indonesia PPA hanya disetujui sebagai obat untuk menghilangkan gejala hidung tersumbat dalam obat flu dan batuk, dan tidak pernah disetujui sebagai obat penurun berat badan. Obat flu dan batuk yang mengandung PPA di Indonesia telah mendapat izin edar aman dikonsumsi sesuai aturan pakai yang telah ditetapkan. Gejala Keracunan Phenylpropanolamine (PPA) Keracunan PPA dapat terjadi karena konsumsi PPA dengan dosis yang berlebih. Toksisitas dapat terjadi setelah mengkonsumsi PPA pada dosis yang melebihi 2–3 kali dosis terapinya, seperti pada penyalahgunaan PPA di Amerika sebagai obat untuk menurunkan berat badan, dengan dosis sekitar 300–350 mg/hari. 1 Phenylpropanolamine bekerja dengan menstimulasi sistem adrenergik dalam tubuh. Efek yang ditimbulkan pada reseptor alfa adrenergik bervariasi. PPA juga menghasilkan stimulasi ringan beta-1adrenergik dan bekerja secara tidak langsung dalam meningkatkan pelepasan norepinefrin. Hal ini yang membuat PPA memiliki fungsi sebagai vasokonstriktor (menyempitkan pembuluh darah). Menurut US FDA mengkonsumsi PPA dalam jumlah besar diduga menimbulkan pendarahan di otak. Saat PPA digunakan dalam dosis terapi, maka efek vasokonstriksi (penyempitan/penciutan pembuluh darah) yang terjadi relatif lebih terkendali, utamanya terjadi di pembuluh darah tepi pada mukosa hidung (sehingga menyebabkan longgarnya hidung yang tersumbat). Namun, saat PPA dikonsumsi melebihi dosis terapinya maka efek toksiknya akan muncul. Vasokonstriksi dapat terjadi secara sistemik di seluruh tubuh, termasuk pada pembuluh darah di otak. Efek toksik utama dari obat ini adalah hipertensi, yang kemudian dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, seizure (kejang), bahkan pendarahan otak. Selain itu, efek toksik dari penggunaan PPA dengan dosis berlebih adalah pendarahan otak, yang dapat terjadi pada pasien muda yang sehat, setelah terjadi peningkatan tekanan darah yang cukup signifikan (misalnya 170/110 mmHg) dan seringkali berhubungan dengan defisit neurologi, koma, dan seizure (kejang). Selain itu, dapat terjadi juga bradikardia (perlambatan denyut jantung) atau penyumbatan atrioventrikular, yang umum ditemukan pada pasien penderita hipertensi berat yang berhubungan dengan konsumsi PPA. Terjadinya infark miokardial dan nekrosis miokardial juga dihubungkan dengan keracunan PPA dosis tinggi. Penegakan Diagnosis JIka terjadi keracunan, penegakan diagnosis biasanya berdasarkan pada catatan penggunaan PPA sebagai dekongestan atau penyalahgunaan sebagai obat pelangsing pada pasien serta timbulnya hipertensi. Adanya gejala sakit kepala yang berat, gangguan neurologis, atau koma dapat meningkatkan terjadinya pendarahan otak. Perlu dilakukan pemeriksaan spesifik, seperti pemeriksaan urin. Perlu diperhatikan dalam pemeriksaan urin bahwa PPA juga bisa menyebabkan hasil positif dari obat amfetamin, tetapi bisa dibedakan dari tes konfirmasi. Pemeriksaan laboratorium lainnya yang penting antara lain: pemeriksaan elektrolit, glukosa, kadar urea dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN), kreatinin, kreatin fosfokinase dengan isoenzim MB, 12-lead EKG dan monitoring EKG, serta CT scan kepala jika diduga terjadi pendarahan otak. 2 Penanganan Keracunan A. Penanganan pada saat darurat dan perawatan suportif Jaga jalan nafas dan bantu ventilasi, jika diperlukan berikan oksigen tambahan. Atasi hipertensi, seizure (kejang), dan takiaritmia ventrikular jika terjadi. Jangan atasi bradikardia yang terjadi tiba-tiba (refleks), kecuali dengan menurunkan tekanan darah secara tidak langsung. Monitor tanda vital dan EKG selama 4–6 jam setelah konsumsi PPA overdosis, dan monitor lebih lama jika pasien mengonsumsi PPA tablet sustained-release (lepas lambat) (Lange, 2007) B. Antidotum Tidak ada antidotum khusus untuk zat ini. C. Dekontaminasi Segera berikan arang aktif dosis tunggal setelah 30–60 menit menelan PPA dalam bentuk sediaan cair dan 2 jam setelah menelan PPA dalam bentuk sediaan kapsul/tablet, dengan dosis: o Anak-anak: 1–2 gram/kg secara oral. o Dewasa: 50–100 gram/kg secara oral. D. Eliminasi Diuresis asam PPA yang termasuk golongan obat simpatomimetik dieliminasi oleh ginjal, waktu paruhnya menurun jika pH urinnya rendah. Pengasaman urin dapat meningkatkan eliminasi zatnya, tetapi pada pasien dengan kondisi mioglobinuria merupakan kontraindikasi. Pengasaman ini dapat memperburuk kondisi pasien karena dapat mengendapkan mioglobin pada gagal ginjal. Hemodialisis Dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat meningkatkan eliminasi zat tersebut, tetapi efikasi klinis pada pasien yang overdosis belum terbukti. Pencegahan Keracunan Penggunaan PPA hanya diperuntukan sebagai obat flu, sesuai dengan dosis yang dianjurkan, bukan sebagai obat untuk menurunkan berat badan. Mengkonsumsi PPA jika hanya diperlukan, sesuai dengan anjuran dokter, dan dalam dosis yang sesuai. 3 Baca cara penggunaan dan aturan pakai konsumsi obat flu, terutama yang mengandung PPA. Jika gejala flu sudah sembuh, penggunaan obat flu, dapat dihentikan. Jika gejala flu tidak kunjung sembuh, segera kontak kembali dokter untuk evaluasi pengobatan. Apabila dicurigai telah terjadi keracunan PPA, segera hubungi Sentra Informasi Keracunan atau dokter setempat untuk mendapatkan informasi dan petunjuk seputar penanganan keracunan. Pustaka: 1. Tatro, D.S. 2003. A to Z Drugs Facts 4th edition. Facts and Comparisons 2. Olson, K. R., 2007, Lange Poisoning and Drug Overdose 4th ed. , McGraw-Hill Inc., p. 322–324 3. Press Release Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Penjelasan terkait Informasi Obat Flu dan Batuk yang Mengandung Phenylpropanolamine (PPA) Nomor KH.00.01.1.3.1673, Tanggal 16 April 2009 4. http://www.toxinz.com/Spec/2222161, akses tanggal 12 April 2012 -monik 4