BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Adenokarsinoma Istilah adenokarsinoma ini berasal dari makna ‘adeno’ yang berarti mengenai kelenjar dan ‘karsinoma’ yang menggambarkan suatu kanker yang berkembang dalam sel epitel. Maka adenokarsinoma dapat diartikan sebagai suatu kanker yang berasal dari jaringan kelenjar. Adenokarsinoma dapat terjadi pada beberapa mamalia yang lebih tinggi, termasuk manusia. Kanker ini mungkin muncul sebagai kelenjar dan memiliki sifat sekresi.12 Karena epitel dan kelenjar jaringan terdapat secara luas dalam tubuh, adenokarsinoma ini dapat mempengaruhi beberapa organ. Adenokarsinoma yang sering ditemukan adalah adenokarsinoma usus besar dan adenokarsinoma pada paru. Adenokarsinoma juga dapat mempengaruhi organ-organ lain, antara lain: rahim, pankreas, prostat, tiroid, dan payudara.12 Pada organ-organ ginekologi, adenokarsinoma dapat ditemukan pada endometrium, serviks, ovarium, vulva dan vagina.1 2.2. Adenokarsinoma Endometrium 2.2.1 Defenisi Kanker endometrium adalah tumor ganas epitel primer di endometrium, umumnya dengan diferensiasi glandular dan berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. Kanker endometrium 6 merupakan kanker ginekologi yang paling sering terjadi di dunia barat, menempati urutan keempat kanker pada wanita setelah kanker payudara, kolon, dan paru. Dengan mortalitas sekitar 3,4 per 100.000 wanita diketahui bahwa sebenarnya prognosis kanker ini cukup baik apabila diketahui dini dan ditangani dengan tepat. Sementara ini, angka ketahanan hidup 5 tahunnya mencapai 84%. 1 Hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar kanker endometrium berada dalam stadium awal sehingga dapat disembuhkan secara sempurna.4 Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinoma (75%), yang berasal dari lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan membentuk kelenjar endometrium. Terdapat beberapa subtipe kanker endometrium yaitu jenis endometrioid, dimana sel kanker menyerupai gambaran endometrium normal, papillary serous carcinoma yang agresif dan clear cell carcinoma.1 Gambar 2.1. Kanker endometrium 7 2.2.2. Insidensi Umumnya karsinoma endometrium dijumpai pada wanita yang berusia 50-65 tahun dengan usia rata-rata 61 tahun. Kira-kira 5% dapat dijumpai pada usia sebelum 40 tahun dan sebesar 20-25% pada usia sebelum menopause. Di Amerika diperkirakan 34.000 kasus baru dengan angka kematian sebesar 6000. Frekuensi adenokarsinoma korpus uteri lebih tinggi dari adenokarsinoma serviks, tetapi lebih kurang dari epidermoid karsinoma serviks uteri. Jika karsinoma serviks banyak ditemukan pada golongan masyarakat menengah ke bawah, karsinoma korpus uteri justru sering ditemukan pada golongan masyarakat menengah ke atas. Lebih sering terjadi pada wanita yang tidak kawin dan nullipara. Faktor-faktor lain yang agaknya berpengaruh ialah geografi, status rasial atau etnik. Juga dengan meningginya life expectancy kemungkinan mendapat karsinoma korpus uteri makin besar. Umur ratarata untuk mendapat karsinoma korpus ialah 57 tahun, lebih panjang dari pada karsinoma serviks uteri.13 Di AS insidensinya10: Tumor ganas tersering pada traktus genital wanita Ke 4 tersering setelah keganasan mammae, colon, paru pada wanita Perkiraan tahun 2000: 36.100 kasus baru, 6500 kematian Peak incidence 75% pasca menopause (60-70 tahun) 8 2-5% <40 tahun, pernah dilaporkan terjadi pada usia 20-30 tahun 75% kasus terbatas pd korpus uteri 2.2.3. Etiologi dan patogenesis Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan kasus kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan pada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.1,14 Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker endometrium telah diketahui selama lebih dari 50 tahun. Satu faktor resiko yang paling sering dan paling terbukti untuk adenokarsinoma uterus adalah obesitas. Jaringan adiposa memiliki enzim aromatase yang aktif. Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di dalam jaringan adipose pada individu yang obesitas. Estrogen yang baru disintesis ini juga memiliki bioavaibilitas yang sangat baik karena perubahan metabolik yang berhubungan dengan obesitas menghambat produksi globulin pengikat hormon seks oleh hati. Individu yang obesitas mungkin mengalami peningkatan drastis pada estrogen bioavailable yang bersirkulasi dan pajanan ini dapat menyebabkan penumbuhan hiperplastik pada endometrium.14 9 Mutasi phosphatase and tensin homolog (PTEN) selalu terjadi pada kasus hiperplasia endometrium atipikal kompleks, yang menandakan bahwa hal tersebut merupakan kejadian awal pada karsinogenesis endometrium. Berdasarkan tipe histologis, mutasi PTEN terutama terjadi pada karsinoma endometrium tipe endometrioid. PTEN, yang terletak di kromosom 10q23, mengkodekan protein dengan fungsi tyrosine kinase dan berperilaku sebagai gen penekan tumor. Inaktivasi PTEN disebabkan oleh mutasi yang mengarah ke kehilangan ekspresi dan, yang lebih rendah, dengan hilangnya heterozigositas. Protein ini memiliki kedua aktivitas fosfatase lipid dan protein, dengan masing-masing melayani fungsi yang berbeda. Aktivitas fosfatase lipid dari PTEN menyebabkan siklus sel terperangkap di titik G1/S. Kehilangan PTEN merupakan kemungkinan suatu peristiwa awal tumorigenesis endometrium, terbukti dengan kehadirannya di prakanker, lesi dan kemungkinan dimulai dalam menanggapi faktor risiko hormonal yang diketahui.15,16 PTEN menindak phosphatidylinositol 3-kinase terfosforilasi Mutasi AKT. lebih lanjut (PI3KCA) PTEN bertentangan untuk meningkatkan mengontrol aktivasi dengan tingkat PI3KCA, mengakibatkan fosforilasi AKT. Mutasi PI3KCA terlihat pada 36% dari kanker endometrium endometrioid dan paling sering terjadi pada tumor yang juga mengalami mutasi PTEN. Kegiatan fosfatase protein dari PTEN terlibat dalam penghambatan pembentukan adhesi fokal, penyebaran sel, dan migrasi, serta penghambatan pertumbuhan faktor-dirangsang sinyal MAPK. Terdapat data yang menyatakan mutasi PI3KCA, terutama pada 10 ekson 20, merupakan penanda dari invasi myometrium dan derajat yang lebih tinggi pada karsinoma endometrium.16 Β-catenin, komponen dari protein unit E-chaderin, berguna pada diferensiasi sel dan dalam mempertahankan arsitektur jaringan normal, dan memainkan peran penting dalam transduksi sinyal. Ekpresi Β-catenin telah ditemukan pada hiperplasia atipik, yang menunjukkan sebagai kejadian awal pada tumorigenesis endometrium. Mutasi pada Β-catenin menghasilkan stabilisasi protein yang melawan degradasi, yang menyebabkan akumulasi inti dan sitoplasmik dan aktivitas gen target konstitutif. Ada data yang beranggapan bahwa akumulasi inti ini dapat berkontribusi pada abnormalitas protein Wnt lainnya, namun fungsi pasti dari Β-catenin pada tumorigenesis endometrium masih belum diketahui sepenuhnya.15,17 Mutasi lainnya yang ditemukan pada kanker endometrium adalah mutasi K-ras. Mutasi K-ras diidentifikasi pada 10% sampai 30% dari kanker endometrium tipe I. K-ras merupakan onkogen yang berlokasi pada 12p12.1 yang mengkode anggota protein dari superfamily GTPase. Proses ini mengakibatkan translokasi MAP kinase ke nucleus dimana hal ini mempromosikan transkripsi gen yang terlibat pada proliferasi sel. Insidensi mutasi K-ras pada karsinoma endometrium sebesar 14 sampai 36%. Mutasi K-ras terjadi dini pada karsinogenesis endometrium, sebagai mutasi yang teridentifikasi pada fokal hiperplasia atipikal kompleks yang menjadi karsinoma endometrium.16,17 11 2.2.4. Faktor risiko Menstruasi Usia menars dini (< 12 tahun) berhubungan dengan meningkatkan risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap risiko meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pascamenopause. Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan risiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya karsinoma endometrium.1 Di samping itu karsinoma endometrium dapat terjadi pada wanita premenopause dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada beberapa observasi ternyata bahwa adenokarsinoma sering terjadi pada wanita yang mengalami menopause yang terlambat. Seperti diketahui siklus pada masa menopause biasanya anovulatoar di mana lebih banyak pengaruh estrogen.1,18 Obesitas Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko karsinoma endometrium sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat badan 11-25 kg mempunyai peningkatan risiko 3 kali dan 10 kali pada wanita yang mempunyai kelebihan berat badan >25 kg.1 12 Diabetes mellitus Didapati peningkatan risiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes mellitus untuk terjadinya karsinoma endometrium.18 Hipertensi Sebesar 25-75% penderita karsinoma endometrium mengidap hipertensi.18 Nuliparitas Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor risiko untuk kanker endometrium didukung oleh penelitian-peneltian yang menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah. Pada wanita nuliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3 kali.1 Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dihubungkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi (terekspos estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenedion serum yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum yang rendah pada nulipara.1,18 13 Faktor genetik Wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium 2-3 kali lipat. Begitu juga dengan wanita yang memiliki riwayat keluarga terkena kanker endometrium.1,18 Pemakaian estrogen eksogen Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen akan terjadi peningkatan risiko karsinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Telah banyak ditemukan kasus-kasus adenocarcinoma yang terjadi pada wanita-wanita yang diberi terapi estrogen untuk jangka waktu yang lama. Walaupun belum ada bukti yang nyata, banyak ahli yang tidak menyukai pemberian yang terlalu lama.1,18 2.2.5. Patologi adenokarsinoma endometrium Sebagian besar karsinoma endometrium timbul sebagai massa polipoid yang menjalar seperti fungus di dalam rongga endometrium. Uterus seringkali membesar secara tidak simetris. Invasi ke dalam miometrium terjadi secara dini.12 Secara mikroskopis, sebagian besar karsinoma endometrium yang berupa adenokarsinoma berdiferensiasi baik dengan kelenjar-kelenjar tak beraturan yang dilapisi oleh sel-sel silindris ganas.12 Adenokarsinoma endometrioid berdiferensiasi baik digambarkan dengan kelenjar ‘back-toback’ dengan sedikit atau tidak ada intervensi pada stroma dan sitologi 14 yang atipia ( nukleolus menonjol). Sarang kelenjar dengan cribriforming ekstensif adalah pola umum lainnya yang terlihat pada adenokarsinoma endometrioid.19 Gambar 2.2 Adenokarsinoma endometrium Kanker endometrium ditentukan derajatnya berdasarkan derajat diferensiasi histologiknya. Suatu varian histologik adalah adenokarsinoma serosa papiler. Jenis ini menyerupai karsinoma serosa ovarium dan memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan adenokarsinoma endometrium endometrioid.12,19 15 2.2.6. Stadium dan Derajat Kanker endometrium Tabel 2.1. Klasifikasi stadium kanker endometrium berdasarkan FIGO 200919 Stadium Keterangan I Tumor terbatas pada korpus uteri IA Tidak atau kurang dari setengah invasi myometrium IB Invasi mencapai sama atau lebih dari setengah myometrium Tumor menginvasi stroma serviks, tetapi tidak meluas ke luar II uterus III Tumor menyebar secara lokal dan/atau regional IIIA Tumor menginvasi serosa korpus uteri dan/atau adneksa IIIB Keterlibatan vagina dan/atau parametrium Metastasis ke pelvis dan/atau kelenjar getah bening para IIIC aorta IIIC1 Kelenjar getah bening pelvis positif Kelenjar getah bening para aorta positif dengan/tanpa IIIC2 kelenjar getah bening pelvis positif Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus, dan/atau IV metastasis jauh IVA Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus Metastasis jauh, termasuk metastasis intra abdomen IVB dan/atau kelenjar getah bening inguinal 16 Derajat adenokarsinoma :19 : G1 derajat diferensiasi adenokarsinoma baik dengan ≤ 5% nonskuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat G2 : derajat diferensiasi adenokarsinoma dengan 6% sampai 50% non skuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat G3 : lebih dari 50% nonskuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat (undiferensiasi) 2.2.7. Tipe adenokarsinoma endometrium Sembilan puluh persen kanker endometrium adalah adenokarsinoma, sisanya adalah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarcoma, dan karsinosarkoma. Tipe histologi kanker endometrium yang paling sering ditemui adalah endometrioid adenokarsinoma (75% dari total kasus). Karakteristik tumor ini adalah terdapat kelenjar yang mirip dengan endometrium normal. Dalam tumor ini, kelenjar ganas dilapisi oleh epitel endometrium jinak yang bertingkat, sering memanjang.19 Adenokarsinoma mempunyai dua tipe dengan patogenesis berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen dependen dan tipe kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekuler yang terdapat pada karsinoma endometrium tipe I dan tipe II juga berbeda.1,20,21 Tipe I estrogen dependen22 Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang umumnya menyerang wanita pre dan perimenopause. 17 Karsinoma endometrium tipe I ini cenderung terjadi pada usia antara 40 sampai 60 tahun (meskipun karsinoma ini dapat terjadi pada wanita yang lebih muda, bahkan pada kasus yang jarang, pada usia 20 tahun) Pada anamnesis didapatkan riwayat terpapar estrogen dan berasal dari hiperplasia endometrial atipikal. Tipe ini berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga memiliki prognosis yang baik. Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes, penyakit hati, hipertensi, obesitas, infertilitas, dan gangguan menstruasi. Tipe II estrogen independen22 Tipe II ini biasanya didapatkan pada wanita pasca menopause, kurus, atau wanita dengan siklus hormonal yang normal. Karsinoma endometrium tipe II ini cenderung terjadi pada usia yang lebih tua dan tidak memiliki riwayat hiperestrogenisme. Tipe II ini lebih agresif dan mempunyai prognosis lebih buruk daripada tipe I. Tipe II ini paling sering didapati pada wanita Afro-Amerika. Yang termasuk kanker endometrium tipe II adalah: o High grade endometrioid cancer o Uterine papillary serous carcinoma o Uterine clear cell carcinoma 18 2.3. Adenokarsinoma Serviks 2.3.1. Defenisi dan Epidemiologi Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Dimana serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan berhubungan dengan vagina melalui sebuah saluran yang dibatasi ostium eksternum dan internum.23 Infeksi virus HPV merupakan faktor risiko masuknya karsinogen E6 dan E7, kedua protein tersebut merupakan karsinogen kanker serviks. Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker secara keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita. Karena HPV yang merupakan faktor etiologi maka kanker serviks mempunyai beberapa faktor risiko yang umumnya terkait dengan suatu penyakit akibat hubungan seksual. Penyimpangan pola kehidupan seksual merupakan faktor risiko yang sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor risiko antara lain faktor hubungan seksual pertama kali pada usia muda, dan faktor kebiasaan merokok.5 2.3.2. Etiologi Infeksi HPV ( Human Papilloma Virus) terdeteksi pada 99,7% kanker serviks. Pada penelitian kasus-kontrol, prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa dijumpai sejumlah 78,4-98,1% (metaanalisis 12 negara). Prevalensi infeksi HPV pada kanker 19 serviks jenis adenokarsinoma dijumpai sejumlah 85,7-100% (metaanalisis 9 negara).5 Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel yang mengalami mutasi genetik sehingga merubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal, dan menginvasi menyebabkan jaringan mutasi stroma genetik dibawahnya. Keadaan yang tidak diperbaiki akan yang dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. Mutasi gen suppressor tumor ini menyebabkan peningkatan aktivitas proliferasi dan apoptosis menurun.1 Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor (faktor yang menyertai) terjadinya kanker serviks antara lain multiparitas, merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit hubungan seksual, dan faktor nutrisi. Jumlah paritas meningkatkan risiko menderita kanker serviks. Risiko menderita kanker serviks meningkat dengan peningkatan jumlah batang rokok yang dikonsumsi, tetapi tidak berhubungan dengan lamanya merokok. Penggunaan kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko menderita kanker serviks, kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan penelitian metanalisis. Lamanya penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko menderita kanker serviks, dan penggunaan 10 tahun meningkatkan risiko 20 sampai dua kali. Penelitian pada infeksi virus herpes, dan HIV membuktikan adanya peningkatan risiko kanker serviks.5 2.3.3. Patologi adenokarsinoma serviks Diagnosis histologis adenokarsinoma in situ (ACIS) membutuhkan perubahan displastik tegas, yang biasanya digambarkan dengan basophilia-daya rendah, inti sel hiperkromasia dengan butiran kromatin baik halus atau kasar, apoptosis inti atau debris kariorrhektik, mitosis apikal, dan hilangnya polaritas. Kelenjar yang terlibat menunjukkan arsitektur lobular yang mungkin muncul lebih jelas daripada yang berdekatan kelenjar endoserviks yang tidak terlibat, tapi infiltrasi ireguler pada stroma tidak ditemukan. Keterlibatan kelenjar parsial sering ditemukan. 12,19 Gambar 2.3. Adenokarsinoma serviks 21 2.3.4. Skrining Kanker Serviks Sejak 2 dekade terakhir terdapat kemajuan dalam pemahaman tentang riwayat alamiah dan terapi lanjutan dari kanker serviks. Infeksi HPV sekarang telah dikenal sebagai penyebab utama kanker serviks, selain itu sebuah laporan sitologi baru telah mengembangkan diagnosis, penanganan lesi prekanker, dan protokol terapi spesifik peningkatan ketahanan pasien dengan penyakit dini dan lanjut. Penelitian terbaru sekarang ini terfokus pada penentuan infeksi menurut tipe HPV onkogenik, penilaian profilaksis dan terapi vaksin serta pengembangan strategi skrining yang berkesinambungan dengan tes HPV dan metode lain berdasarkan sitologi. Hal ini merupakan batu loncatan untuk mengimplementasikan deteksi dini kanker serviks dengan beberapa macam pemeriksaan seperti tes Pap (Pap smear), Pap net, servikografi, Inspeksi Visual Asetat (IVA), tes HPV, kolposkopi dan sitologi berbasis cairan (Thin-Layer Pap Smear Preparation).24 Namun metode yang sekarang ini sering digunakan diantaranya adalah Tes Pap dan IVA. Tes Pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 98%. Selain itu pemeriksaan Pap smear masih memerlukan penunjang laboratorium sitologi dan dokter ahli patologi yang relative memerlukan waktu dan biaya yang besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai 96% dan spesifisitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlatih. Hal ini menunjukkan bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitologi serviks 22 sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada negara berkembang seperti di Indonesia.1,24 2.3.5. Stadium Kanker Serviks International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan suatu sistem stadium kanker serviks sebagai berikut:5 Tabel 2.2. Klasifikasi stadium kanker serviks berdasarkan FIGO 20095 Stadium Karakteristik 0 Lesi belum menembus membrana basalis 1 Lesi tumor masih terbatas di serviks 1A1 Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm 1A2 Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi < 5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm 1B1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4 cm 1B2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4 cm II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga proksimal vagina) IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina distal) IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal 23 IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul IV Lesi menyebar keluar organ genitalia IVA Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke mukosa vesika urinaria IVB Lesi telah meluas ke mukosa rectum dan atau meluas ke organ jauh 2.3.6. Prognosis adenokarsinoma serviks Prognosis kanker serviks sangat tergantung pada seberapa dini kasus ini terdiagnosis dan dilakukan terapi yang adekuat. Ada beberapa faktor prognostik yang utama bagi pasien kanker serviks stadium IB dan IIA yang dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi, yaitu: 1,19 1. Status keterlibatan KGB 2. Ukuran tumor primer 3. Kedalaman invasi stroma 4. Ada tidaknya invasi ke pembuluh darah dan pembuluh limfe 5. Ada tidaknya keterlibatan parametrium 6. Tipe histologi sel 7. Status batas sayatan vagina 2.4. Vimentin Vimentin adalah protein yang membentuk filament intermediate dengan berat molekul 57kD yang merupakan bagian dari kerangka sel 24 (sitoskeleton), dan ditemukan dalam sel yang secara embrional berasal dari mesenkim dan diekspresikan oleh sel epitel, termasuk sel epitel endometrium.25 Vimentin diekspresikan oleh tumor yang berasal dari sel mesenkim. Vimentin, protein 57kDa, merupakan salah satu dari protein yang diekspresikan secara luas dan protein yang terpelihara dari famili filament intermediate tipe III. Oleh karena vimentin merupakan komponen sitoskeleton mayor dari sel mesenkimal, vimentin sering digunakan sebagai penanda sel turunan mesenkimal ataupun sel yang mengalami transisi dari epithelial menjadi mesenkimal selama perkembangan normal maupun proses progresi metastatik.26 Monomer vimentin, seperti filament intermediate lainnya, memiliki gugus pusat α-heliks, ditutup pada setiap ujungnya dengan amino nonhelikal (kepala) dan gugus karboksil (ekor). Dua monomer kemungkinan mengekspresikan secara kotranslasi dalam memfasilitasi pembentukan dimer melingkar, yang merupakan subunit dasar penyusunan vimentin.27,28 Urutan α-heliks berisi pola asam amino hidrofobik yang berkontribusi untuk membentuk "hydrophobic seal" pada permukaan heliks. Selain itu, terdapat distribusi periodik asam amino asidik dan dasar yang tampaknya memainkan peran penting dalam menstabilkan dimer melingkar. Jarak dari residu optimal untuk jembatan garam ionik, yang memungkinkan untuk stabilisasi struktur α-heliks.27,28 25 Vimentin memainkan peran penting dalam mendukung dan mempertahankan posisi organel dalam sitosol. Vimentin melekat pada inti, retikulum endoplasma, dan mitokondria, baik secara lateral maupun terminal. Sifat dinamis vimentin penting dalam fungsi fleksibilitas untuk sel. Para ilmuwan menemukan bahwa vimentin memberikan daya pegas dari jaringan filamen mikrotubulus atau aktin, ketika berada di bawah tekanan mekanik in vivo. Oleh karena itu, secara umum, diterima bahwa vimentin merupakan komponen sitoskeletal yang bertanggung jawab untuk menjaga integritas sel. (Ditemukan bahwa sel-sel tanpa vimentin sangat rentan ketika terganggu dengan mikropunktur).29,30 Vimentin juga diketahui mengontrol transportasi low-density lipoprotein (LDL), dari lisosom ke lokasi esterifikasi. Dengan pemblokiran transportasi kolesterol turunan LDL dalam sel, sel-sel ditemukan menyimpan persentase lipoprotein yang jauh lebih rendah daripada sel normal dengan vimentin. Ketergantungan ini tampaknya menjadi proses pertama dari fungsi biokimia dalam setiap sel yang tergantung pada jaringan filament intermediate selular.30 Pengaturan unik dari filamen intermediate vimentin pada droplet lipid dalam beberapa tipe sel tertentu menunjukkan kemungkinan bahwa filamen intermediate tipe vimentin memiliki fungsi tertentu yang berhubungan dengan pembentukan droplet lipid pada sel adipogenik. Perubahan dalam pengaturan filamen vimentin yang menyertai konversi adiposa merupakan perubahan yang signifikan dalam pengaturan sitoplasma. Pembentukan kumpulan filamen vimentin pada permukaan 26 droplet lipid, ditutupi oleh endoplasma retikulum cisterna, pertama dijelaskan oleh Franke et al. (1987), terjadi bersamaan dengan peningkatan besar dalam kapasitas pembentukan lipid sel 3T3-L1. Selama adipogenesis, penyusunan filamen sitoskeleton vimentin berubah dari kesatuan fibriliar menjadi satu lapisan filamen intermediate yang dikelilingi globul lipid.31,32 Sel 3T3-L1 dari morfologi sel adiposit dapat meningkatkan sintesis dan akumulasi trigliserida. Hubungan signifikan secara biologis belum diketahui jelas.32,33 Vimentin diketahui berperan dalam menjaga integritas seluler dan menyediakan tahanan terhadap stres. Vimentin diekspresikan berlebihan pada beberapa jenis kanker epithelial, termasuk kanker prostat, tumor gastrointestinal, tumor CNS, kanker payudara, melanoma maligna, dan kanker paru. Ekspresi berlebihan Vimentin pada kanker berhubungan dengan percepatan pertumbuhan tumor, invasi, dan prognosis yang buruk. Akan tetapi, kerja Vimentin dalam perkembangan kanker masih tidak jelas.26,30 Ketika Vimentin diidentifikasi pada tumor epithelial, hal ini akan menunjukkan ekspresi sel terhadap dediferensiasi sel menjadi fenotip yang lebih primitif. Imunoreaktivitas vimentin berlokasi pada sitoplasma sel tumor dan telah dilaporkan menjadi prediktor agresivitas pada karsinoma payudara dan karsinoma ginjal. Imunohistokimia dari filamen intermediate, yang termasuk sitokeratin, vimentin, desmin, glial fibrillary acidic protein, dan neurofilamen, telah digunakan secara luas untuk menggambarkan 27 neoplasma, karena neoplasma cenderung mengekspresikan filament sama dengan jaringan inang.34 2.5. Imunohistokimia Vimentin Imunohistokimia / Immunohistochemistry (IHC) adalah sebuah metode pemeriksaan dengan menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein dalam jaringan, yang biasanya dilakukan untuk penelitian, dan tujuan diagnostik atau prognostik. Penilaian IHC diintrepretasikan berdasarkan gabungan antara kualitas ikatan antigen dengan antibodi yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan persentase sel yang terwarnai dalam lapang pandang.35 Diantara metode penilaian IHC tersebut adalah: 1) H score, merupakan penjumlahan dari persentase sel yang terwarnai lemah, persentase sel yang terwarnai sedang dikalikan dengan dua, dan persentase sel yang terwarnai kuat dikalikan dengan tiga. Penilaian ini memberikan skor dari 0-300.35 2) Allred score, merupakan penjumlahan dari skor persentase sel yang terwarnai (0= tidak terwarnai, 1= terwarnai <1%, 2=1-10%, 3=10-33%, 4=33-67%, 5= 67-100%) dan skor dari intensitas sel yang terwarnai (0= tidak terwarnai, 1= terwarnai lemah, 2=terwarnai sedang, 3= terwarnai kuat). Penilaian ini akan memberikan skor dari 0-8%.36,37 28 3) Intensitas warna pada sel, merupakan derajat intensitas sel yang terwarnai, dengan nilai: negative (-) jika tidak ada sel yang terwarnai, (+) jika sel terwarnai lemah, (++) jika sel terwarnai sedang, dan (+++) jika sel terwarnai kuat.35 Bila digunakan untuk tumor yang diduga berasal dari otot polos, Vimentin dianggap sebagai penanda nonspesifik yang biasa disajikan dalam tumor yang kurang terdiferensiasi dan biasanya berhubungan dengan ekspresi marker lainnya. Hasil positif pewarnaan Vimentin dicirikan dengan sitoplasma sel yang berwarna cokelat. Pada kasus ini sel-sel tumor tersebut menunjukkan hasil negatif atau tidak imunoreaktif terhadap pewarnaan imunohistokimia Vimentin. Hal ini menunjukkan bahwa sel tumor tersebut bukan sel yang berasal dari sel mesenkim.38 Pewarnaan vimentin diharapkan dapat menjadi indikator prognostik yang lebih baik. Pewarnaan ekspresi vimentin yang dilaporkan pada karsinoma payudara dan karsinoma ginjal, didapati bahwa vimentin yang positif berhubungan dengan prognosis yang buruk. Pada payudara, tumor dengan vimentin positif juga merupakan reseptor estrogen negatif dan memiliki fraksi pertumbuhan Ki67 yang tinggi. Berbeda dengan karsinoma endometrium, tumor dengan vimentin positif berhubungan dengan tumor stadium rendah dan prognosis yang lebih baik. Kurangnya pewarnaan vimentin menandakan perubahan jauh dari fenotip normal endometrium. 39 Berikut gambaran hasil pemeriksaan Vimentin pada adenokarsinoma endometrium: 29 Gambar 2.4. Pewarnaan vimentin pada adenokarsinoma endometrium 2.6 Pemeriksaan Imunohistokimia Vimentin Pada Adenokarsinoma Endometrium dan Serviks Adenokarsinoma endometrioid serviks menyerupai kasus tipe adenokarsinoma endometrium, namun karsinoma ini berada di serviks. Pembedaan secara histologik antara adenokarsinoma yang berasal dari endometrium dengan yang berasal dari serviks mungkin sulit, terutama pada biopsi kecil atau spesimen kuretase.6,7 Pemeriksaan imunohistokimia dengan vimentin dapat membedakan kanker endometrium dari kanker endoserviks, khususnya pada gambaran PA yang tumpang tindih. Hal ini disebabkan protein filament intermediate vimentin dapat mengendap dengan baik pada epitel kelenjar endometrium normal maupun yang neoplastik, namun tidak pada epitel kelenjar 30 endoserviks.8,38 Pengaturan vimentin juga diketahui berhubungan dengan jaringan adiposa. Perubahan dalam pengaturan filamen vimentin yang menyertai konversi adiposa merupakan perubahan yang signifikan dalam pengaturan sitoplasma.31,32 Jaringan adiposa memiliki enzim aromatase yang aktif. Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di dalam jaringan adiposa pada individu dengan berat badan berlebih.14 Tabel 2.3. Perbedaan Adenokarsinoma endometrium dan adenokarsinoma serviks40 Ketika ditemukan pada tumor epithelial, hal ini menunjukkan ekspresi dediferensiasi sel pada fenotipe yang lebih primitif. Imunoreaktivitas Vimentin yang terbatas pada sitoplasma sel tumor dilaporkan sebagai prediktor agresivitas pada kanker payudara dan ginjal. Dalam proses pembelajaran jaringan ginekologis dengan antibodi pada 31 filamen intermediate, diketahui bahwa vimentin diekspresikan secara luas oleh kelenjar normal endometrium proliferatif, tetapi tidak pada kelenjar endometrium sekretori. Pada endometrium proliferatif normal, ko-ekspresi sitokeratin dan vimentin membentuk tatanan fenotipikal normal, dan terdapatnya ekspresi vimentin pada kanker endometrium menunjukkan fenotipe yang kurang maligna. Semakin sedikit vimentin yang diekspresikan menunjukkan diferensiasi kanker endometrium yang lebih buruk. 34 Pola pemeriksaan imunohistokimia memungkinkan identifikasi asal jaringan yang lebih hematoksilin-eosin membedakan saja. akurat dibandingkan dengan pemeriksaan Pemeriksaan imunohistokimia yang dapat adenokarsinoma endometrium dan adenokarsinoma endoserviks adalah vimentin, ProExC, carcinoembrionic antigen (CEA), reseptor estrogen (ER), dan p16. Terdapat beberapa penelitian yang menilai kemampuan pemeriksaan imunohistokimia dengan vimentin dalam membedakan adenokarsinoma endometrium dari adenokarsinoma endoserviks dengan hasil nilai sensitivitas dan spesifisitas yang sangat tinggi mencapai hingga 97%.8 Pada penelitian Amru Sofian, dkk pada tahun 2006 meneliti peran pemeriksaan imunohistokimia Vimentin sebagai penanda asal jaringan kanker endometrium. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pemeriksaan imunohistokimia vimentin mampu membedakan asal jaringan kanker. Karsinoma endometrium dengan metode pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 93,7% dan spesifisitas 94,4% dalam mengenali 32 jaringan endometrium. Semakin rendah persentase area Vimentin, semakin tinggi stadium surgikalnya (p= 0,194) dan semakin rendah persentase area Vimentin, semakin buruk derajat diferensiasi sel kanker (p=0,12).9 Penelitian Domenico Coppola, dkk didapatkan hasil imunoekspresi Vimentin ditemukan pada 35% kanker endometrium. Hal ini terdapat pada 90% kanker stadium rendah tetapi hanya pada 17% kanker stadium tinggi. Ekspresi ini tidak tampak pada pasien yang meninggal karena penyakit dan diekspresikan pada pasien-pasien yang hidup tanpa bukti penyakit (67%). Oleh karena itu, Vimentin positif secara keseluruhan berhubungan dengan tumor stadium rendah (p<0,001) dan prognosis yang lebih baik (p<0,05).39 Penelitian Kamoi membandingkan pewarnaan imunohistokimia dalam membedakan adenokarsinoma primer pada endometrium dan endoserviks. Pola pewarnaan imunohistokimia yang dapat mengidentifikasi daerah asal yang lebih akurat daripada pewarnaan hematoksilin eosin sendiri adalah kombinasi imunohistokimia Vimentin dan skor ER pada karsinoma endometrioid, mendapatkan hasil akurasi 95% pada asal tumor dari endometrium.41 Castrillon dkk juga meneliti pewarnaan imunohistokimia dalam membedakan adenokarsinoma endometrial dan endoserviks dengan membandingkan imunohistokimia Vimentin (Vim), carcinoembryonic antigen (CEA), epithelial membrane antigen (EMA), dan cytokeratin 7 dan 33 20 (CK7 dan CK20). Disimpulkan bahwa Vim dan CEA merupakan marker imunohistokimia yang berguna dalam membedakan adenokarsinoma endometrium dan endoserviks, namun CK7, CK20, dan EMA tidak berguna dalam membedakannya.42 2.7. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah: Pemeriksaan ekspresi Vimentin spesifik terhadap adenokarsinoma endometrium. 2.8. Kerangka Teori Endometrium Normal Protoonkogen Jaringan Adipose Onkoprotein HPV E6 dan E7 Aromatase Unopposed estrogen Penyakit Metabolik Displasia sel epitel serviks Mutasi PTEN Mutasi PI3KCA Mutasi β-catenin Mutasi gen suppressor tumor p53 dan pRb Hiperplasia Endometrium Aktivitas proliferasi ↑ Apoptosis ↓ Mutasi K-ras Adenokarsinoma Endometrium Adenokarsinoma serviks Vimentin 34 2.9. Kerangka Konsep Adenokarsinoma endometrium Vimentin Adenokarsinoma serviks 35