B AB 9. B AN G U NAN PELENGK AP JAL AN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk bagi pengguna jalan agar unsur kenyamanan dan keselamatan dapat terpenuhi. Bangunan pelengkap jalan dapat dikelompokan sebagai berikut : o Bangunan Drainase Jalan o Bangunan Penguat Tebing o Bangunan untuk keamanan lalu-lintas, Rambu dan Marka Jalan 9.1. BANGUNAN DRAINASE JALAN Bangunan Drainase Jalan terdiri dari : o Bangunan Drainase Permukaan : Saluran samping jalan Gorong-gorong (culvert) Kantong Lumpur dan Bak Penampung Saluran pembuang Saluran penangkap Bangunan terjun o Bangunan Drainase Bawah Permukaan : Subdrain (saluran bawah permukaan) Konstruksi filter 9.2. BANGUNAN PENGUAT TEBING Bangun Penguat Tebing terdiri dari : Perkuatan Lereng Stabilisasi Timbunan Tembok Penahan 9 . 2 . 1 . P e r k u a t a n L e re ng Perkuatan Lereng adalah bangunan konstruksi non struktural untuk melindungi Lereng timbunan atau galian dari gerusan air dan angin yang sifatnya tidak menahan beban. Manfaat lain dari Perkuatan lereng dengan tamanan, disamping untuk menahan gerusan air juga untuk menambah kestabilan lereng dan menambah estetika dengan penataan landscape yang baik, misalnya pada tempat yang digunakan untuk istirahat (rest area) atau pada tepi sungai (sekitar abutment jembatan) dan pada tempat dinding kepala dan bangunan terjun (culvert). Perkuatan lereng dalam perencanaan teknik jalan, juga termasuk bagian yang harus direncanakan dengan didasarkan pada sifat dan jenis tanah bahan urugan pada daerah timbunan dan sifat dan jenis tanah lereng alam pada daerah galian, sehingga jenis perkuatan lereng dapat ditentukan, apakah dari tanaman (rumput dll.) atau material bahan konstruksi (batu alam atau beton). 1 Perkuatan lereng dapat dilakukan dengan tanaman maupun material konstruksi yaitu material yang tidak lapuk dalam waktu singkat akibat pengaruh cuaca yang konstruksinya berupa : rip rap, bronjong, batu kosong, dll. Sistem drainase pada perkuatan lereng ini tidak boleh diabaikan, dengan demikian dalam perencanaan perkuatan lereng, harus dipertimbangkan apakah perlu dibuat sistem bertangga (terasering), dibuat saluran penangkap (catch ditch) dan dipasang pipa (lubang) drainase pada perkuatan lereng dengan pasangan batu alam atau beton. Sebagaimana sifat dari perkuatan lereng ini yaitu tidak menahan beban tetapi hanya berupa perlindungan terhadap erosi, sehingga bahaya longsor akibat gerusan air dapat diminimalkan. 9.2.2. Stabilisasi Timbunan Stabilisasi timbunan pada umumnya banyak digunakan pada peningkatan jalan, baik pelebaran maupun pemindahan alinemen. Sedangkan pada jalan baru, sudah barang tentu pemilihan route jalan dilakukan menghindari tempat-tempat yang labil maupun yang kondisi medannya sulit (dalam arti akan memerlukan bangunan penunjang yang mahal). Stabilisasi timbunan dapat dilakukan dengan berbagai jenis dan cara yang disesuaikan dengan kebutuhan/kondisi setempat, misalnya dengan tanaman (bambu banyak digunakan), dengan memperbaiki atau membuat drainase bawah permukaan, memasang tembok penahan dan yang lainnya. 9.2.3. Tembok Penahan Tembok Penahan adalah bangunan struktural yang umumnya dibuat untuk menahan badan jalan yang berupa timbunan yang cukup tinggi baik pada daerah rolling maupun pada daerah dataran rendah yang mempunyai perbedaan tinggi muka air normal dan muka air banjir cukup besar, sehingga konstruksi badan jalan dibentuk berupa timbunan untuk menghindari banjir. Jadi tembok penahan diperlukan untuk menahan kelongsoran badan jalan pada lokasi dengan lereng / talud cukup tinggi. Tembok penahan tanah terdiri dari beberapa tipe bentuk yang ditilik dari konstruksinya, yaitu seperti pada gambar - 9.1 dan 9.2, yaitu Tipe Pasangan Batu dan Tipe Beton Bertulang. a) SEMI GRAVITY b) GRAVITY Gambar – 9.1 : Tembok Beton Bertulang 2 c) CANTILEVER d) COUNTERFORD Gambar – 9.2 : Tembok Beton Bertulang Untuk merencanakan tembok penahan tanah, terlebih dahulu harus diketahui karakteristik tanah, baik tanah dasar maupun tanah sebagai material urugan, dimana parameter tanah yang diperlukan, yaitu : Berat Isi (), Sudut Geser () dan Kohesi (c). (1) Tekanan Tanah Lateral Untuk membuat Tembok Penahan agar tetap stabil oleh pengaruh tekanan tanah lateral akibat berat sendiri dan pembebanan lainnya, maka pengaruh tekanan tanah harus dapat diimbangi atau ditahan oleh konstruksi tembok penahan tersebut. (a) Tekanan Tanah Menurut teori RANKINE, tekanan tanah terhadap tembok penahan yang terdiri dari : 1) Tekanan Tanah Aktip, yaitu Pa yang merupakan resultante gaya atau tekanan tanah yang arahnya membentuk sudut α dengan horisontal dan memotong atau menekan tembok setinggi H/3 dari dasar pondasi yang dinyatakan secara umum per pias, dengan persamaan : 1 γ H 2 Ka 2cH Ka 2 Dimana : Ka = Koefisien tekanan tanah aktip, yang menurut Rankine = tan' (45 +Φ/2) H = Tinggi Tembok Penahan, (meter) 2) Tekanan Tanah Pasip, yaitu Pp adalah tekanan tanah pada bagian depan tembok penahan yang dinyatakan secara umum per pias, dengan persamaan: 1 Pp = γ H 2 Kp 2cH Kp 2 Dimana : Kp = Koefisien tekanan tanah pasip, yang menurut Rankine = tang (45 +Φ/2) Jika urugan pada tembok penahan tanpa gesekan dengan tanah berbutir (c = 0) yang permukaannya miring (lereng) dengan sudut kemiringan = α, maka koefisien tekanan tanah aktip Ka dinyatakan dengan persamaan : cos α cos 2 α cos 2 φ Ka = cos α cos α cos 2 α cos 2 φ 1 Pa= γ H 2 Ka 2 Pa= 3 Dari persamaan untuk berbagai nilai seperti pada tabel di bawah, dimana = sudut geser tanah Tabel - 9.1 : Koefisien Tekanan Tanah Aktip (Ka) () 28 30 32 34 36 () 0 0,361 0,333 0,307 0,283 0,260 5 0,366 0,337 0,311 0,286 0,262 10 0,380 0,350 0,321 0,294 0,270 15 0,409 0,373 0,341 0,311 0,283 20 0,461 0,414 0,374 0,338 0,306 25 0,573 0,494 0,434 0,385 0,343 = , maka Ka = cos 0,866 0,848 0,829 0,809 = 0,883 38 0,238 0,240 0,246 0,258 0,277 0,307 40 0,217 0,219 0,225 0,235 0,250 0,275 0,788 0,766 38 4,204 4,136 3,937 3,615 3,189 2,676 40 4,599 4,527 4,316 3,977 3,526 2,987 0,788 0,766 cos α cos 2 α cos 2 φ cos α cos 2 α cos 2 φ Kp = cos α Pp= 1 γ H 2 Kp 2 Tabel - 9.2 : Koefisien Tekanan Tanah Pasip (Kp) () 28 30 32 34 36 () 0 2,770 3,000 3,255 3,537 3,852 5 2,715 2,943 3,196 3,476 3,788 10 2,551 2,775 3,022 3,295 3,598 15 2,284 2,502 2,740 3,003 3,293 20 1,918 2,132 2,362 2,612 2,886 25 1,434 1,664 1,894 2,135 2,394 = , maka Kp = cos 0,866 0,848 0,829 0,809 = 0,883 (b) Pemakaian Teori Tekanan Tanah untuk Desain Pada gambar - 9.3 (a) dan (b) di bawah, adalah teori dasar tekanan tanah untuk perhitungan. Untuk pemakaian teori ini pada perencanaan, harus dibuat asumsi yang mudah. Pada tipe cantilever, jika dipakai teori Rankine untuk pemeriksaan stabilitas, diperlukan garis vertikal AB seperti pada gambar - 9.3a, dengan asumsi bahwa tekanan aktip berada pada sepanjang garis per pias atau bidang ini. Pada pemakaian untuk perhitungan, gaya (Pa) akibat beban tanah di atas tumit (Ws) dan berat sendiri tembok (Wb) diambil sebagai pertimbangan. Asumsi bahwa tekanan tanah aktip tanah sepanjang bidang AB dibenarkan jika daerah geser berimpit dengan garis AC tidak terhalang oleh bagian dari tembok. Sudut (), adalah simpangan garis AC dengan garis AB, dapat dinyatakan dengan persamaan : 4 = 45 + sin α α φ sin 1 2 2 sin φ Pada tipe gravity, pemakaian dalam analisis sama dengan pada tipe cantilever seperti pada gambar - 9.3b. Untuk Pemakaian pada tembok penahan rendah, dapat dipakai grafik "Beban Rencana untuk Tembok Penahan Tanah Rendah/pendek" 5 (2) Perkiraan Dimensi untuk Desain (3) Stabilitas Tembok Penahan Pemeriksaan stabilitas yang harus dilakukan pada konstruksi tembok penahan tanah (diambil dari buku "Principles of Foundation Engineering" oleh Braja M. Das, Brooks/Cole Engineering Division, California 1984) sebagai berikut : Stabilitas terhadap geser Penurunan (settlement) Stabilitas terhadap guling Daya dukung tanah dasar (a) Pemeriksaan Stabilitas Terhadap Guling 6 1 γ2 D 2 Kp 2c 2 D Kp 2 Dimana : 2 = Berat isi tanah dibagian ujung dan dibawah pondasi (tanah dasar), (ton/m 3 ) c 2 , 2 = Kohesi dan sudut geser tanah dasar pondasi 1 Pp = γ1(H 1 ) Ka 2c1 H Ka 2 Pp = Faktor keamanan (FK) guling terhadap ujung (pada titik C) : FK(gl) = MR M0 Dimana : Mo = Jumlah momen guling terhadap titik C, (ton meter) MR = Jumlah momen guling terhadap titik C, (ton meter) H1 3 Dimana : Ph = Pa Cos Mo = Ph FK(gl) = M1 M 2 M 3 M 4 M 5 M 6 M v 1,5 2 H1 Pa Cos α) 3 Atau, banyak digunakan oleh designer persamaan dibawah : FK(gl) = M1 M 2 M 3 M 4 M 5 M 6 1,5 2 H1 Pa Cos α) Mv 3 7 Untuk menghitung MR, dengan mengabaikan Pp ditabelkan seperti dibawah : Tabel – 9.3 : Perhitungan MR Bidang 1 2 3 4 5 6 Luas (m2) F1 F2 F3 F4 F5 F6 W, per pias (ton) W1 = 1 x F1 W2 = 2 x F2 W3 = 3 x F3 W4 = 4 x F4 W5 = 5 x F5 W6 = 6 x F6 Pv V X (lengan momen) (m) X1 X2 X3 X4 X5 X6 B 1 = tanah urugan dimana : Momen terhadap C (1 m) M1 M2 M3 M4 M5 M6 M MR b = batu/beton a) Pemeriksaan Stabilitas Terhadap Geser Faktor keamanan kuat terhadap kuat geser pada sepanjang pondasi : FR FK(gl) = Ph 1 : FR1 = Jumlah gaya penahan horizontal, (ton) Ph1 = Jumlah gaya penahan horizontal, (ton) Kuat geser tanah pada bagian bawah pelat pondasi adalah : = tan 2 + c 2 (lihat Bab - 6 Geoteknik dan Material Jalan). Jadi gaya penahan maksimum pada bagian bawah pelat pondasi per pias, adalah : Dimana 8 R'= ( B x I )=B tan 2 + B c2 Jika B = Jumlah gaya vertikal = V (lihat tabel - 9.3), Maka : R' = (V) tan 2 + B c 2 Seperti pada gambar - 9.6, Gaya Pasif (Pp) juga akan ikut menahan, sehingga persamaan menjadi : FR1 = (V) tan 2 + B c 2 + Pp Jika gaya horizontal hanya Pa, maka : Fd = Pa cos Jadi dengan kombinasi persamaan-persamaan di atas, maka : FK(gs) = (Σ V)tan φ 2 B c 2 Pp 1,5 Pa cos α Dalam perhitungan Pp seringkali diabaikan, maka parameter 2 dan c2 dapat direduksi, jadi : (Σ V)tan (k1 φ 2 ) B k 2 c 2 Pp 1,5 Pa cos α 1 2 Dimana : k1 k2 = angka reduksi antara 2 3 FK(gs) = Jika tidak digunakan kaki/jangkar, maka nilai Pp seperti pada rumus. Jika digunakan kaki/jangkar, maka : Pp = 1 Kp 2 (D’)2 + 2 c2 D’ 2 Kp (c) Daya Dukung Tanah Dasar terhadap Longsoran Tekanan dari gaya-gaya vertikal disalurkan ke tanah dasar melalui pelat pondasi yang besarnya atau daya dukung dari tanah dasar tersebut adalah sebagai berikut 9 Jumlah gaya vertikal terhadap pelat dasar, setara atau sebesar EV (lihat kolom 3 pada tabel - 9.3), sedangkan gaya horisontal adalah Pa cos α. Resultante gaya vertikal dan gaya horisontal adalah R. R ΣV (Pa cos α) Momen gaya R ini terhadap titik C (lihat gambar-9-7), adalah : Mnet = MR - Mo dimana : MR dan Mo telah ditentukan (lihat kolom 5 pada tabel -9.3) Garis gaya R memotong dasar pelat pondasi pada titik E (gambar-9.7). Jadi jarak CE dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : CE X M net ΣV Jika eksentrisitas R adalah e (lihat gambar - 9.7), maka : B CE 2 Penyebaran gaya di bawah pondasi dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : ΣV M net Y q= F I e= Dimana : Mnet = (V) e, (ton meter) I = Momen inersia dasar pondasi per pias, (m’) 1 ( 1 )(B3) 12 F = Luas dasar pondasi per pias x) pias = panjang 1 m’ ke arah memanjang pondasi = Untuk gaya ke atas (daya dukung) maksimum maupun minimum (y) pada persamaan (9.26), adalah 3 . Maka dengan subsitusi pada persamaan, diperoleh : 2 B e (ΣΣV ΣV 2 ΣV 1 6 e qmak = (1) (B) 1 3 B B B 12 ΣV 6 e qmin = 1 B B Catalan : V meliputi berat tanah (lihat tabel - 9.3) dan jika e > B/6, maka qmin menjadi negatif (9.28). Indikasi ini menunjukkan adanya tegangan tarik pada daerah ujung kaki pondasi (dapat diabaikan, karena tegangan tarik tanah sangat kecil). Hubungan untuk daya dukung batas dari Terzaghi untuk pondasi dangkal, sebagai berikut : 10 B' N (Fd Fi) 2 Dimana : q = Tekanan efektif pada bidang dasar pondasi = 2 D. B’= Lebih efektif pondasi = B – 2e. qult = c Nc (Fed Fei) + q Nq (Fqd Fqi) + 2 Faktor Kedalaman : Fcd = 1 + 0.4 D B' Fqd = 1 + 2 tan 2 (1 – sin 2)2 D B' Fd = 1 Faktor Inklinasi Beban : ψ0 Fci = Fqi 1 0 90 2 2 ψ0 FI = 1 0 90 P cos α 0 = tan-1 a ΣV Daya dukung batas tanah dihitung dengan persamaan, Jadi faktor keamanan terhadap daya dukung FK(dd) = q ult 3 4 q mak (d) Penurunan Besarnya daya dukung ultimate pada pondasi dangkal terjadi pada saat penurunan ± 10 % dari lebar pondasi, akan tetapi karena lebar tembok penahan (lebar B) besar; maka penurunan pondasi yang akan terjadi cukup besar, sehingga FK = 3 terhadap kegagalan akibat daya dukung tidak dapat menjamin. Karena itu dalam kasus tembok penahan, diperlukan penelitian lebih lanjut. 11