perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila
a. Klasifikasi
Menurut Trewavas (1982) ikan nila (Oreochromis niloticus)
mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Filum
: Vertebrata
Sub filum
: Craniata
Kelas
: Osteichthyes
Sub kelas
: Acanthoptherigii
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
b. Morfologi
Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan
ramping. Perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik
berukuran besar dan kasar. Warna tubuh bervariasi tergantung pada strain atau
commit5 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
jenisnya. Nila biasa berwarna hitam keputih-putihan, sedangkan nila hibrida
merah berwarna merah. Mata ikan nila berbentuk bulat menonjol, dan bagian
tepi berwarna putih. Ciri pada ikan nila adalah adanya garis vertikal yang
berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah. Garis seperti itu juga terdapat
di sirip punggung dan sirip dubur (Rukmana, 1997).
Ikan nila berwarna kehitaman, semakin ke perut warnanya semakin
terang. Pada ikan nila terdapat garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan.
Pada sirip ekor terdapat 6-12 garis melintang yang diujungnya berwarna
kemerah-merahan, sedangkan di punggung terdapat garis-garis miring. Letak
mulut terminal, linea lateralis terputus menjadi dua bagian, dan terletak
memanjang di atas sirip dada dengan jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah
(Andrianto, 2005).
2. Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan nila termasuk dalam golongan ikan pemakan segala atau sering
disebut omnivora. Larva ikan nila tidak mampu memakan makanan dari luar
selagi masih tersedia cadangan makanan berupa kuning telur yang masih
menempel pada perut bagian bawah larva yang baru menetas. Hal ini berbeda
dengan jenis ikan air tawar lainnya yang sesaat setelah menetas lubang mulut
sudah dapat terbuka. Setelah rongga mulut terbuka, larva ikan nila memakan
tumbuh-tumbuhan dan hewan air berupa plankton. Jenis-jenis plankton yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
biasa dimakan antara lain alga bersel tunggal maupun bentos dan krustase
berukuran kecil. Makanan ini diperoleh dengan cara menyerapnya dalam air
(Djarijah, 1995).
Ikan nila setelah cukup besar memakan fitoplankton seperti alga
berfilamen, detritus dan tumbuh-tumbuhan air serta organisme renik yang
melayang-layang di air. Kebiasaan hidup di habitat alami memberikan petunjuk
bahwa usaha budidaya nila memerlukan ketersediaan pakan alami yang
memadai. Meskipun pada skala budidaya intensif diberikan pakan buatan
(pelet), tetapi pakan alami masih tetap diperlukan (Rukmana, 1997).
Padat penebaran ikan yang baik yaitu pada kolam 1m x 1m diisi dengan
3 ekor ikan nila. Ikan nila tidak perlu diberikan pakan tambahan pada
pemeliharaan sistem ekstensif (tradisional) dengan padat penebaran yang
rendah. Pada pemeliharaan semi intensif, habitat dipupuk agar pakan alami
tumbuh lebih subur. Sedangkan pada pemeliharaan secara intensif, selain
dipupuk juga perlu diberikan pakan tambahan (pelet) dengan kadar protein 25
- 26 %. Banyaknya pakan tambahan (pelet) yang diberikan per hari sebesar 2 3 % dari berat tubuh ikan (Suyanto, 2004).
Menurut Susilorini (2008), sistem ekstensif merupakan pemeliharaan
dengan cara aktivitasnya dilakukan di luar (sawah) dan membiarkan hewan
mencari makan sendiri tanpa diberi pakan tambahan. Sistem semi intensif
dilakukan dengan cara pemeliharaan di luar (sawah) tetapi diberi pakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
tambahan. Sedangkan sistem intensif pemeliharaan dilakukan di kolam dan
pakan sepenuhnya diberikan oleh pemelihara.0
3. Pertumbuhan dan Kelulushidupan
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang
atau berat dalam satuan waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah
sebagai pertambahan
jumlah.
Pertumbuhan dalam
individu adalah
pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis (Effendie, 2002).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor-faktor ini dapat
digolongkan menjadi dua faktor besar, yaitu faktor dalam (gen) dan faktor luar
(lingkungan). Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang
tidak dapat dikontrol, sedangkan menurut Fujaya (2004), pertumbuhan
dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, dan lingkungan.
b. Kelulushidupan
Kelulushidupan adalah perbandingan antara jumlah individu yang
hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu yang hidup pada awal
percobaan. Kelulushidupan merupakan peluang hidup dalam suatu saat
tertentu. Kelulushidupan ikan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik.
Faktor biotik yang mempengaruhi yaitu kompetitor, parasit, umur, predasi,
kepadatan populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
manusia. Faktor abiotik yang berpengaruh antara lain yaitu sifat fisika dan
sifat kimia dari suatu lingkungan perairan (Effendi, 2002).
Kelulushidupan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan daur
hidupnya secara keseluruhan dengan faktor luar dan faktor dalam yang ada di
sekelilingnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelulushidupan adalah umur
dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, sedangkan menurut
Stickey (1979), persentase kelulushidupan dipengaruhi oleh faktor abiotik
seperti kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, penanganan
manusia, jumlah populasi, kompetitor, penyakit, umur serta ada atau tidaknya
predator (Hasanah, 2006).
4. Faktor Lingkungan
Air merupakan media untuk kegiatan budidaya ikan, termasuk pada
kegiatan pembesaran. Kualitas air dipengaruhi oleh berbagai bahan kimia yang
terlarut dalam air, seperti oksigen terlarut, pH, dan bahan-bahan fisika lainnya.
Perubahan karakteristik air yang menyebabkan peningkatan produksi dapat
dikatakan telah terjadi peningkatan kualitas air. Demikian juga sebaliknya, bila
perubahan itu menurunkan produksi, dapat dikatakan terjadi penurunan kualitas
air (Sucipto dan Prihartono, 2005).
a. Dissolved Oxygen (DO)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Oksigen
mempertahankan
merupakan
kebutuhan
kelangsungan
mahkluk
hidupnya
hidup
(Purwanti,
untuk
2004).
dapat
Oksigen
diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan untuk
aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Laju pertumbuhan
dan konversi pakan juga sangat tergantung pada kandungan oksigen. Nilai
oksigen di dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat penting karena kondisi
yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat
mengakibatkan ikan stres sehingga mudah terserang penyakit (Sucipto dan
Prihartono, 2005).
b. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Dix (1981), perubahan pH air mempengaruhi laju aktivitas
enzim pengontrol fisiologis vital dalam sel-sel biologis. Menurut Akrami
(2002), perikanan mempunyai kisaran pH yang ideal sebesar 6,50-8,50. Ikan
nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan
dengan alkalinitas rendah atau netral. Pada lingkungan dengan pH air rendah
pertumbuhannya mengalami penurunan namun demikian ikan nila masih dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5 10.
Aktivitas ikan nila yang memproduksi asam dari hasil proses
metabolisme dapat mengakibatkan penurunan pH air. Kolam yang lama tidak
mengalami penggantian air akan mengalami penurunan pH. Hal ini disebabkan
peningkatan produksi asam oleh ikan nila yang terakumulasi terus-menerus di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
dalam kolam. Nilai pH air yang rendah dapat menyebabkan daya racun dari
amoniak dan nitrit dalam budidaya ikan nila akan meningkat lebih tajam.
Akumulasi asam yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut dapat
menyebabkan ikan mengalami kehilangan keseimbangan (Lesmana, 2004).
c. Suhu
Kondisi suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Pada suhu
rendah, ikan akan kehilangan nafsu makan dan menjadi lebih rentan terhadap
penyakit. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka ikan akan mengalami stress
pernapasan dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen
(Zairin, 2004). Suhu air yang optimal untuk pertumbuhan ikan nila berkisar
antara 28°C sampai 32°C. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan ikan
nila yang dibudidayakan mampu beradaptasi dengan suhu air di antara
keduanya, mulai dari 14°C sampai 38°C (Sucipto dan Prihartono, 2005).
5. Ampas Tahu
Ampas tahu dapat diperoleh dari hasil pembuatan tahu sebagai limbah
industri rumah tangga. Ampas tahu mudah didapat dan masih mempunyai gizi
yang baik. Bahan yang berasal dari kacang tanah dan kacang kedelai
mempunyai kadar protein yang tinggi dengan asam amino yang cukup lengkap
(Duljaman, 2004)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Pulungan et al. (1985) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung
persentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi,
tetapi mengandung bahan kering rendah. Ampas tahu juga mengandung unsurunsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro: Fe 200-500 ppm, Mn
30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm
(Sumardi dan Patuan, 1983).
6. Fermentasi Pakan
Fermentasi merupakan suatu proses yang melibatkan reaksi oksidasi
reduksi sehingga terjadi perombakan kimia terhadap suatu senyawa kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh makhluk hidup yang dilakukan
oleh mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Senyawa kompleks yang
berupa karbohidrat, protein, dan lemak akan diubah menjadi glukosa, asam
amino, asam lemak, dan gliserol. Proses fermentasi dapat diterapkan dalam
pembuatan pakan ikan. Setelah fermentasi, bahan yang sebagian besar
komponennya sudah berupa senyawa sederhana dapat diberikan sebagai pakan
ikan sehingga ikan tidak perlu mencerna lagi, melainkan sudah dapat langsung
menyerapnya (Elyana, 2011)
Simanjuntak (1998) melaporkan bahwa fermentasi dapat dilakukan
untuk meningkatkan nutrien pada bahan yang berkualitas rendah. Fermentasi
merupakan salah satu cara pengolahan dalam rangka pengawetan bahan serta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan zat racun yang terkandung pada
suatu bahan.
Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium
padat menggunakan medium tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk
keperluan mikroorganisme. Fermentasi medium cair adalah proses fermentasi
yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair (Hardjo et al., 1989).
Perlakuan secara fisik yang diberikan sebelum proses fermentasi dapat
berupa pengeringan, pemotongan, penggilingan, perendaman, dan pengukusan.
Pengukusan bertekanan tinggi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas bahan pakan kasar. Pengukusan menyebabkan pengembangan serat
sehingga memudahkan untuk dicerna oleh enzim mikroorganisme. Uap akan
menghancurkan ikatan antara selulosa, hemiselulosa dan lignin sedangkan
komposisi kimianya tidak berubah. Pengukusan mampu meningkatkan
ketersediaan energi karena meningkatnya kelarutan selulosa dan hemiselulosa
dan atau pembebasan substansi terhidrolisis dari lignin dan silika (Murni et al.,
2008).
7. Ragi Tempe
Ragi tempe adalah jenis inokulum yang dibuat untuk memfermentasi
tempe. Ragi tempe digunakan sebagai agensia pengubah kedelai yang telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
mengalami proses perebusan dan perendaman menjadi tempe (Kasmidjo,
1990).
Secara tradisional, ragi tempe dibuat dengan berbagai cara. Ada yang
menggunakan bekas pembungkus tempe, atau menggunakan tempe itu sendiri,
menggunakan tempe yang dikeringkan ataupun tempe yang diiris tipis-tipis
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Metode lainya adalah
menggunakan daun pisang, daun waru, daun jati yang ditumbuhi dengan jamur
tempe kemudian dikeringkan (Hermana dan Roejito, 1971).
Jenis jamur yang umum digunakan untuk fermentasi tempe adalah
Rhizopus oligosporus, karena jamur ini mampu hidup berdampingan dengan
organisme kontaminan dalam bentuk asosiasi mutualisme dan komensialisme.
Kehadiran kontaminan-kontaminan ini akan menentukan hasil akhir
fermentasi.
Keunggulan
R.
oligosporus
yang
lain
adalah
mampu
memfermentasi kedelai menjadi tempe yang sempurna dalam waktu 24-36 jam.
Sedangkan R. oryzae membutuhkan waktu 48 jam untuk mengubah kedelai
menjadi tempe sempurna (Pawiroharsono, 1997).
Pada proses fermentasi tempe, jamur Rhizopus sp. juga menghasilkan
enzim protease yang mampu merombak protein menjadi asam amino sehingga
dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh (Pangastuti dan Triwibowo,
1996). Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa
lebih sederhana peting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang
memiliki nilai cerna amat tinggi (Sudaryantiningsih, 2009).
B. Kerangka Pemikiran
Budidaya ikan nila saat ini menggunakan pakan pelet yang terbuat dari
tepung ikan. Ampas tahu merupakan bahan alternatif untuk pembuatan pakan
ikan nila. Fermentasi yang dilakukan bertujuan untuk mengubah protein yang
ada pada ampas tahu menjadi asam amino agar dapat diserap oleh ikan dengan
mudah. Dengan demikian diharapkan pakan alternatif ini dapat meningkatkan
pertumbuhan ikan nila. Alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Ampas tahu
Fermentasi dengan ragi
tempe
Ampas tahu terfermentasi
Dicampur dengan pelet
Pakan alternatif
Pemberian pada ikan nila
Pertumbuhan ikan nila
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
commit to user
Download