BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap budaya memiliki sebuah upacara maupun ritual sesuai dengan aktivitas religi dan sistem kepercayaan yang dianutnya. Kelompok masyarakat adat menjaga tradisinya dengan tetap menjalankan upacara ritual sesuai dengan tata cara yang berlaku. Sebuah ritual adat sarat dengan simbol-simbol. Simbol tersebut merupakan cerminan dari budaya, yang terdiri dari aspek-aspek seperti nilai, kepercayaan, pola komunikasi, dan worldview yang khas dari etniknya. Proses Komunikasi Ritual menurut Rothenbuhler dan Coman dalam Andung (2010:38), menekankan bahwa sebagai salah satu bentuk dan model dari komunikasi sosial (social communication), proses komunikasi yang terjadi dalam komunikasi ritual bukanlah berpusat pada transfer (pemindahan) informasi. Sebaliknya, lebih mengutamakan sharing (berbagi) mengenai common culture (budaya bersama). Menurut Mulyana (2009:27), suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang disebut rites of passage, mulai dari upacara kelahiran samapai kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan atau menampilkan perilaku simbolik. Seperti ritus lain seperti berdoa, membaca kitab suci. Komunikasi ritual bertujuan untuk menegaskan kembali komitmen tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, dan agama mereka. Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya bergai komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Mulyana 1 (2009:33), menambahkan bahwa komunikasi ritual ini sering kali bersifat mistik, dan mungkin sulit dipahami orang-orang di luar komunitas tersebut. Ritual merupakan kebutuhan manusia, meskipun bentunya berubah-ubah, demi pemenuhan jati-dirinya sebagai individu. Menurut Prent dalam Putra (2014:148), ritus adalah tata cara keagamaan atau upacara agama. Sub suku Dayak Taman atau sering juga dikenal dengan istilah orang Taman adalah satu di antara subsuku Dayak yang bermukin di hulu Sungai Kapuas, yang umumnya terdapat di Kecamatan Kedamin dan sebagian kecil juga terdapat di Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu. Suku Taman memiliki ritus mereka sendiri yang memiliki unsur-unsur kebudayaan. Secara umum, Etnis Dayak percaya bahwa di dalam rituslah mereka dipertemukan dengan kekuatan yang supranatural, suatu daya yang dapat menguasai alam ini. Dengan demikian, kita dapat membayangkan betapa ritus sangat besar artinya dalam religi etnis Dayak. (Putra, 2014:151). Ritus menyatukan manusia dengan kekuatan gaib, maka dari itu ada makna simbolik dari sebuah ritus. Suku Dayak merupakan satu dari ratusan suku yang tersebar di wilayah Indonesia. Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Ke empat propinsi ini sebagian besar daerahnya dihuni oleh suku Dayak, yang terdiri dari beberapa anak suku. Duman dalam Lontaan (1975:48) menyatakan bahwa sesungguhnya suku Dayak lah yang menghuni pulau Kalimantan dan terbagi menjadi 405 kekeluargaan dengan bahasa dan adatnya masing-masing. Fridolin Ukur dalam Lontaan (1975:48), membagi suku Dayak dalam 6 rumpun besar yang disebut stammenras, terdiri dari: Kenya, Kayan, Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan / Land-Dayak, Punan. Suku dayak dikenal karena kekuatan fisik dan kekuatan magisnya. Menurut Haug (2010:32), “ Early writings and classical 2 antrophological studies potray the Dayak as exotic savages for their physical strength and courage, despised of head hunting and feared for their magic”. Sebuah komunikasi ritual yang sampai saat ini masih dilakukan pada masyarakat Dayak, khususnya Suku Taman adalah Gawai. Gawai menurut Dayak Taman bukanlah pesta karena telah menyelesaikan panen, namun lebih kepada penghormatan kepada leluhur. Pesta ini umumnya diadakan setelah panen, sekaligus merupakan pesta Tahun Baru etnis Dayak, yang berlangsung antara 3-7 hari. Pesta gawai sebenarnya merupakan ucapan syukur etnis Dayak kepada dewa-dewa mereka karena dewa-dewa itu berkenan memberi rezeki. Makna Gawai adalah sebagai kebersatuan manusia dengan alam. Masyarakat Dayak percaya bahwa dengan memperlakukan alam dengan baik, maka alam akan memberikan hal yang sama.Upacara seperti Gawai tidak lepas dari simbol-simbol yang memiliki makna tertentu. Baik secara verbal maupun nonverbal, upacara ini menjadi menarik karena setiap prosesnya memiliki makna tertentu. Keunikan sebuah ritual tidak terlepas dari bahasa yang digunakan. Bahasa dan kebudayaan merupakan aspek yang melekat dan tidak dapat dipisahkan. Menurut Kuswarno (2008:8), setiap masyarakat memiliki sistem komunikasinya sendiri, maka dengan sendirinya demi kelangsungan hidupnya, setiap masyarakat dapat membentuk kebudayaannya. Para pakar antropologi budaya percaya bahwa bahasalah yang memegang peranan utama dalam perkembangan manusia. Bahasa merupakan wahana utama untuk meneruskan adat istiadat dari generasi ke genarasi yang lain. Menurut Safir dan Whorf dalam Kuswarno (2008:9), bahasa menjadi unsur utama dalam sebuah kebudayaan, karena bahasa akan menentukan bagaimana masyarakat penggunanya mengkategorikan pengalamanya. Bahasa akan menentukan konsep dan makna yang dipahami masyarakat. 3 Penelitian mengenai rangkaian upacara Gawai ini menggunakan teori Interaksi Simbolik. Penelitian ini berusaha untuk mencari makna dari aktivitas sebuah komunikasi ritual dalam etnis Dayak. Menurut Bloomer dalam Mufid (2009:148), bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada “sesuatu” itu bagi mereka. Interaksi simbolis dapat diartikan sebagai cara kita mengintepretasikan dan memberi makna pada lingkungan di sekitar kita melalui cara kita berinteraksi. Teori ini memfokuskan pada cara manusia berinteraksi melalui simbol yang dapat berupa kata, gerak tubuh, peraturan dan peran. Untuk mengetahui pola-pola komunikasi, aktivitas komunikasi dalam ritual Gawai, maka peneliti menggunakan pendekatan etnografi komunikasi. Etnografi komunikasi membahas mengenai bagaimana peristiwa komunikasi dapat terbentuk dari aspek linguistik, interaksi sosial, dan aspek kebudayaan. Menurut Seville-Troike dalam Kuswarno 2008:15), etnografi mencakup bagaimana komunikas dipola dan diorganisasikan sebagai sebuah sistem dari peristiwa komunikasi, dan bagaimana pola komunikasi itu hidup dalam interaksi dengan komponen sistem kebudayaan lain. Penelitian mengenai ritual dalam suatu kebudayaan pada kelompok masyarakat, khususnya ritual Gawai pada masyarakat dayak Taman penting untuk dikaji karena pemaknaan individu terhadap ritual dapat terbentuk melalui beberapa aspek. Aspek tersebut antara lain pandangan dunia, kebudayaan, dan bahasa. Keunikan dan kearifan lokal ditiap daerah dan suku akan berbeda. Dengan demikian, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul Pemaknaan Ritual Gawai Pada Masyarakat Dayak Taman. 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana pola komunikasi ritual Gawai pada masyarakat Dayak Taman, di Desa Malapi Patamuan, Kecamatan Kedamin Kapuas Hulu? 2. Bagaimana pemaknaan aktivitas ritual Gawai pada masyarakat Dayak Taman, di Desa Malapi Patamuan, Kecamatan Kedamin Kapuas Hulu? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pola komunikasi ritual Gawai masyarakat Dayak Taman, di Desa Malapi Patamuan Kecamatan Kedamin Kapuas Hulu. 2. Untuk mengetahui makna aktivitas ritual Gawai pada masyarkat Dayak Taman, di Desa Malapi Patamuan Kecamatan Kedamin Kapuas Hulu 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi tentang pola-pola komunikasi dalam etnis tertentu yang melibatkan aktivitas komunikasi (situasi, perstiwa, tindakan komunikasi) dan pemaknaan ritual yang dilihat dari perspektif interaksional simbolik. 1.4.2 Manfaat Praktis 5 Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagaimana ritual di Suku Dayak dapat dimaknai. Penelitian ini juga diharapkan agar pembaca dapat menghargai, dan melestarikan kebudayaan dan kearifan lokal. 6