persepsi penonton televisi terhadap tayangan reka ulang peristiwa

advertisement
PERSEPSI PENONTON TELEVISI TERHADAP
TAYANGAN REKA ULANG PERISTIWA KRIMINAL
Didik Hariyanto
(Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Umsida, Jln. Mojopahit No.666 B Sidoarjo,Telp 0318945444, Fax 031-8949333)
ABSTRACT
The aim of this research us us help to developed knowledge of communication in
studying of the analysis reception whish linked with the perception of the student of
University of Muhammadiyah Sidoarjo about the Presentation of Television “Reka
Ulang Peristiwa Kriminal”.
The approach which is used in this research is qualitative approach with the
Receptions analysis method..In collection of the date of this research the
researchert used Focus Group Discussion (FGD),by using this teknik researcher
wants to gain the qualitative data where a group of audience discussed with
guidelines from the moderator of facilitator.
The conclusion in this research is, the Process of the perception is really influenced
by individual cognition, whereas individual cognition is organised selectively.
Stimulus that is accepted by the individual is interpreted differently denpend on their
point of view. The fast perception formed because it is influenced by pictures of the
sadist when the perpetrators carried out the crime in the repeated trick criminal.
More perception in the temporary assumtion is not entering yet in the opinion
order that is accompanied by proof. Perception is really depend on the subjectivity
from the individual. It is different because it depends on their motive in watching the
repeated trick the criminalprogram.Besides, emosion, physology and individual
experience, it is also influenced by education, economics, social-culture, religion,
foundation and enveronment and intencity of the stimulus that is accepted
Latar Belakang Masalah
Berita dalam televisi merupakan program utama. Selama 24 jam hampir
semua channel-channel televisi mencurahkan perhatiannya terhadap peristiwaperistiwa penting dan menarik yang terjadi. Berita adalah segment programing
yang diwajibkan oleh setiap stasiun televisi. Televisi merupakan media informasi
berita yang dominan,
sumber daya yang besar dicurahkan untuk itu. Berita
selaras dengan kemutakhiran (cutting edge) teknologi baru karena biasa
mengakses suara dan gambar segera dari penjuru dunia, tentu saja ini merupakan
fenomena budaya. Menurut McQuail Berita bukan sekedar fakta, melainkan
1
bentuk khusus pengetahuan yang tidak lepas dari penggabungan informasi, mitos,
fabel dan moralitas. Saat ini berbagai modifikasi penyiaran berita banyak
dilakukan oleh setiap stasiun televisi, satu diantaranya adalah berita dengan
liputan investigasi. Tayangan reka ulang peristiwa atau juga sering disebut
laporan kronologis peristiwa kriminal merupakan laporan investigasi yang
dikombinasi dengan drama atau adegan terjadinya kriminalitas. Suatu faktualitas
kriminal yang dibalut dengan dramatisasi yang bertujuan menarik minat pemirsa
televisi . Ketika berbicara untuk menarik,
maka asumsi kita adalah sebuah
rekayasa atau seting bagaimana hal yang tidak menarik menjadi sajian yang
menarik dan sesuai dengan tujuan dari komunikator yang ingin dicapai.
Bagaimana suatu kejadian kriminalitas di konstruksi ulang kronologisnya dengan
seting kejadian yang sama dari awal sampai akhir. Bahkan untuk memperjelas
reka ulang tersebut media televisi mengilustrasikan peristiwa kriminal menjadi
sebuah drama kriminal dengan bintang sinetron. Penonton televisi disuguhkan
secara jelas dan sistimatis tentang peristiwa kriminal.
The news is not neutral product. For television news is a cultural
artefact; its sequence of socially manufactured message”,
kata Eldrige
(1995 : 41). Pernyataan ini menafikan asumsi selama ini bahwa berita itu
faktual, obyektif, akurat dan imparsial. Asumsi-asumsi ini agaknya sekarang
banyak ditolak, terutama oleh kelompok mazhab kritis, sebut saja misalnya,
Glasgow Media Group, bermarkas di Inggris. Bagi mereka, “berita itu sangat
dipengaruhi oleh pengalaman professional dan asumsi-asumsi profesinya.
Selain itu, berita juga dipengaruhi oleh persediaan logistik, termasuk biaya
peliputannya .
Televisi selalu menyajikan simbol-simbol yang harus dimaknai sendiri
oleh khalayaknya. Dalam pemaknaan inilah yang akan menyebabkan perbedaan
persepsi dan penafsiran dalam menerima stimulus yang berupa simbol-simbol
pesan yang disampaikan. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran
(interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik
(decoding) dalam proses komunikasi. Jhon R. Wemburg dan William
W Wilmot : “ Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi
2
makna” sedangkan menurut J. Cohen dalam Mulyana “Persepsi didefinisikan
sebagai cara interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif obyek
eksternal”. Persepsi merupakan pengetahuan yang tampak mengenai apa yang
ada diluar sana, persepsi disebut inti komunikasi karena jika persepsi kita tidak
akurat tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif, persepsilah yang
menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain.
Setiap pesan komunikasi akan mendapatkan persepsi yang berbeda dari
khalayak atau komunikan, banyak faktor yang akan mempengaruhinya. Begitu
juga dengan tayangan reka ulang peristiwa kriminal di televisi, seperti Derap
Hukum di SCTV, Jejak Kasus di INDOSIAR, Fakta di ANTV dan Sidik di TPI.
Reka ulang atau rekonstruksi sebuah peristiwa kriminal sebenarnya hanya
sebagai salah satu cara polisi untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dari
sebuah kasus kriminalitas. Dengan istilah umum olah TKP (Tempat Kejadian
Perkara), Polisi mencoba untuk mengetahui tentang motif pelaku kriminal,
bagimana kriminal itu dilakukan, mencari bukti-bukti baru dan bahkan pelaku
lain kriminal yang terjadi.
Namun rutinitas Polisi ini ditangkap oleh media televisi sebagai sesuatu
yang menarik bagi penonton untuk diketahui. Inilah salah satu kemampuan
media dalam menangkap kebutuhan laten dari penonton. Dengan sangat detil
media televisi menceritakan seluruh proses kejadian kriminal tersebut dari
perencanaan, pelaksanaan dan sampai pada penghilangan jejak kriminal.
Rumusan masalah dalam penelitian ini “Bagaimana persepsi mahasiswa
Umsida jurusan ilmu komunikasi
tentang tayangan reka ulang peristiwa
kriminal di televisi”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo jurusan ilmu komunikasi tentang tayangan reka ulang
peristiwa kriminal di televisi ?”.
3
Tujuan Penelitian
Membantu mengembangkan ilmu komunikasi dalam kajian analisis
reception berkaitan dengan persepsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo tentang Tayangan Televisi “Reka Ulang Peristiwa Kriminal.”
Kerangka Berpikir
Pada kerangka pemikiran ini akan diuraikan mengenai konsep-konsep
teoritis yang dapat membimbing peneliti untuk menggambarkan persepsi
penonton televisi terhadap tayangan reka ulang peristiwa kriminal. Fenomena
kriminal yang terjadi saat ini memang terkesan sesuai dengan penelitian
terdahulu di atas. Sebut saja pembunuhan dengan mutilasi yang akhir-akhir ini
marak terjadi, kemudian seseorang yang merupakan bagian dari sebuah
keluarga membantai seluruh anggota keluarganya sendiri serta kasus bunuh diri
sebagai pilihan ketika orang sudah tidak bisa lagi berfikir rasional karena
himpitan hidup yang semakin kuat. Ini beberapa fenomena yang saat ini terus
terjadi.
Dalam Seperangkat teori perlu dijelaskan sebagai sebuah arahan atau
pedoman peneliti untuk dapat mengungkapkan persepsi penonton terhadap
tayangan reka ulang peristiwa kriminal agar lebih terfokus. Teori ini
dikembangkan sejalan dengan penelitian itu berlangsung. Hal tersebut
didasarkan pada suatu tradisi bahwa fokus atau masalah penelitian diharapkan
berkembang sesuai dengan
kenyataan di lapangan. Penelitian kualitatif
mementingkan perspektif emik, dan bergerak dari fakta, informasi atau
peristiwa menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi (apakah itu konsep
ataukah teori) serta bukan sebaliknya dari teori atau konsep ke data atau
informasi.
Proses Analisis Resepsi Terhadap Khalayak
Reception analysis meliputi persepsi, pemikiran dan perasaan. Persepsi
adalah pengalaman tentang obyek, peristriwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan penyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan atau persepsi
4
ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuly) (Rakhmat,
1996 : 51). Pemikiran didefinisikan sebagai perbuatan individu dalam
menimbang-nimbang, mengurai, menghubung-hubungkan sampai akhirnya
mengambil keputusan. Inferensi dan perasaan dalam penelitian ini adalah segala
proses ataupun ungkapan emosi individu yang menyertai pemikiran dan
persepsi ketika menerima pesan.
Interpretasi merupakan sebuah istilah untuk menjelaskan bagaimana kita
memahami pengalaman. Interpretasi is an active diciplined process of the mind,
a creative act of searching for possible meaning. (Littlejohn, 1999 : 199).
Pemaknaan merupakan proses memaknai, dimana makna ini berbeda pada
pikiran penonton dan persepsinya. Dalam proses penerimaan ini melibatkan
proses ketertarikan atau perhatian, mengubah sebuah pesan dari lingkungan ke
dalam sebuah bentuk yang dapat digunakan sebagai pengaruh dalam berprilaku.
Berdasarkan penjelasan tentang landasan teoritis tersebut, maka
persepsi penonton televisi tayangan reka ulang peristiwa kriminal dapat
digambarkan dalam suatu kerangka pemikiran, sebagai berikut :
5
Penonton (mahasiswa Jurusan Ilmu
komunikasi
Umsida Sidoarjo)
Penerimaan Tentang Tayangan
Reka Ulang Peristiwa Kriminal
Stimuli
Pemikiran
Preferensi
Persepsi Negatif
(tidak setuju dengan
tayangan reka ulang
peristiwa kriminal)
Perasaan
Persepsi Posistif (
setuju dengan tayangan
reka ulang peristiwa
kriminal)
Tayangan Reka Ulang Peristiwa
Kriminal
Gambar
: Alur kerangka pemikiran “Tentang Tayangan Reka Ulang Peristwa Kriminal”.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi karena berupaya
membiarkan realitas mengungkapkan dirinya sendiri secara alami, studi
fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek
mengenai suatu peristiwa seperti fenomena kejahatan dalam masyarakat. Untuk
mengungkapkan dasar suatu fenomena dari realitas sosial tentang persepsi
penonton televisi, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi dengan
metode Reception Analysis. Reception Analysis merupakan cara dalam
melakukan studi dalam memahami khalayak aktif dengan mendasarkan pada
persepsi, pemikiran, preferensi, interpretasi, pemaknaan, dan perasaan.
Reception Analysis, menurut Jensen & Jankowski (1991 : 135) has been that
6
audience research, in order to contruct a valid account of the reception, uses
and impact of media, must become audience-cum content analysis.
Analisis resepsi ini berupaya untuk mengetahui bagaimana khalayak
memahami dan menginterpretasi isi pesan (memproduksi makna) berdasarkan
pengalaman (story of life) dan pandangannya selama berinteraksi dengan media.
Penelitian yang menggunakan analisis media ini akan menghasilkan data
deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari partisipan dan yang
dapat diamati.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian yang dialami oleh obyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tidakan dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan focus Group
Discussion (FGD). Alasan peneliti menggunakan FGD karena peneliti ingin
mengumpulkan data kualitatif di mana sekelompok penonton berdiskusi dengan
pengarahan dari seorang mederator/fasilitator mengenai penerimaan penonton
terhadap tayangan reka ulang peristiwa krimnal . FGD dapat menstimuli peserta
sehingga memungkinkan adanya negosiasi, kelebihan lain FGD menurut
peneliti adalah FGD dapat digunakan untuk mengumpulka data awal tentang
sebuah topik diskusi atau fenomena, dapat dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat, dimungkinkan adanya fleksibilitas dalan design pertanyaan.
FGD berkonsentrasi pada sikap dan reaksi dari individu-individu yang
terlibat di dalamnya. Sikap dan reaksi individu-individu tersebut merupakan
suatu
bentuk
proses
penerimaan
yang
terpisah-pisah
berdasarkan
pengalamannya dan latar belakang sosial dari masing-masing individu.
Informan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Fisip Ilmu komunikasi
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, mahasiswa termasuk bagian individu
yang mempunyai selektivitas tinggi terhadap pesan-pesan media televisi.
Karena pengetahuan dan pengalaman akan dapat menentukan persepsi yang
sesuai dengan data yang diinginkan peneliti. Informan dipilih secara purposif
7
berdasarkan karekteristik yang dapat mewakili semua populasi mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo jurusan Ilmu Komunikas
Hasil Penelitian
Dari hasil analisa data, peneliti mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan
ke dalam tema-tema atau unit-unit makna dalam persepsi yang sama, serta
menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih.
Makna yang terbentuk dari pernyataan-pernyataan penting mengenai
persepsi penonton televisi tentang tayangan reka ulang peristiwa kriminal
dibagi menjadi dua, yaitu pernyataan dalam kategori persepsi negatif dan
pernyataan dalan kategori persepsi positif.
a. Persepsi Negatif
1. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Hanya Menyajikan
Kekerasan.
2. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Bisa Memicu
Terjadinya Kejahatan Baru.
3. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal
Bisa Memicu
Peniruan Atau Imitasi Kejahatan.
4. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Bertujuan Mencari
profit.
5. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Tidak boleh dilihat
anak-anak.
6. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal tidak obyektif.
7. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal jangan ditayangkan
di televisi.
b. Persepsi Positif
1. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Tidak Berdampak.
2. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Tidak Memicu
Terjadinya Kejahatan Baru.
8
3. Peniruan Atau Imitasi Dari Tayangan Reka Ulang Peristiwa
Kriminal.
4. Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal Bukan
Motif
Kejahatan.
6. Tujuan menonton Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal.
7. Intensitas Menonton Tayangan Reka Ulang Peristiwa Kriminal
di televisi.
8. Lain-lain.

Khalayak ribut kalau sudah ada kejadian yang di duga
akibat tayangan televisi.

Program acara televisi itu lata kalau ada program menarik
semua televisi berlomba-lomba membuat acara yang sama.

Pekerja televisi harusnya lebih kreatif lagi dalam membuat
program acara yang menarik yang bisa dinikmati penonton
tanpa harus menimbulkan eksis negatif.
Dari olah hasil analisa data dapat di deskripsikan secara menyeluruh
mengenai makna dan esensi persepsi para partisipan, dan hasilnya adalah
sebagai berikut :

Partisipan yang mempersepsi tayangan reka ulang peristiwa
kriminal hanya menonjolkan unsur-unsur kekerasan, kesadisan,
kekejaman dan
rasa takut pada penonton, terpengaruh pada
gambar-gambar ketika pelaku melakukan aksi kejahatannya. Yang
paling banyak mempersepsi adalah partisipan perempuan, ini bisa di
terima karena umumnya perempuan psikologisnya kurang stabil dan
kurang bisa kontrol

emosi.
Partisipan yang mempersepsi tayangan reka ulang peristiwa
kriminal ini memicu terjadinya kejahatan baru lebih pada
kekhawatiran kalau tayangan ini disaksikan oleh orang yang sudah
terbiasa berbuat jahat karena bisa menjadi inspirasi kejahatannya.
9
Paling tidak acara ini dapat juga menjadi inspirasi strategi untuk
memperkuat niat orang berbuat jahat.

Partisipan yang mempersepsi tayangan reka ulang peristiwa
kriminal bisa memicu peniruan atau imitasi kejahatan beralasan
adegan-adegan yang di tayangkan bisa ditiru oleh penonton yang
ingin berbuat jahat. Yang banyak ditiru adalah strategi atau teknik
penghilangan jejak baik pelaku maupun korban, sedangkan motif
dari kejahatan tidak terjadi peniruan karena motif kejahatan itu tidak
berubah seperti perampokan, cemburu, salah paham, sakit hati, dan
lain-lain.

Partisipan yang mempersepsi tayangan reka ulang peristiwa
kriminal hanya mencari keuntungan karena acara ini komersial dan
banyak menghasilkan uang dari iklan. Daya tarik penonton terhadap
acara ini ditangkap menjadi sebuah ladang bisnis bagi stasiun
televisi.

Partisipan yang mempersepsi tayangan reka ulang peristiwa
kriminal tidak boleh dilihat oleh anak-anak karena adegan-adegan
yang ada belum bisa di cerna dan dipilah mana yang baik dan mana
yang buruk, dikhawatirkan anak-anak meniru perbuatan itu seperti
kasus smacdown.

Partisipan yang mempersepsi tayangan reka ulang peristiwa
kriminal tidak obyektif beralasan bahwa acara ini penuh dengan
dramatisasi agar bisa menarik, jadi tingkat obyektifitasnya sangat
diragukan. Kronologisnya juga diperankan oleh bintang senetron
yang bukan pelaku sebenarnya. Alasan lain setiap tayangan televisi
meskipun itu langsung (live) semua tidak luput dari rekayasa, begitu
juga dengan acara ini meskipun faktual tapi karena ada rekayasa
jadi tidak obyektif. Partisipan yang punya persepsi ini terutama
yang sudah memahami media dan intensitas menonton acara ini
lebih sering.
10

Sementara itu partisipan yang mempersepsi positif dari acara ini
adalah dapat menjadi sosialisasi pencegahan tindak kriminal. Bisa
membantu masyarakat untuk berhati-hati dan waspada terhadap
kejadian-kejadian yang mencurigakan di lingkungannya masingmasing. Polisi akan terbantu obyektifitasnya dalam penegakan
hukum karena ada yang memonetor kerjanya.

Tidak semua orang yang berbuat jahat akibat dari acara ini, bisa
saja orang membunuh karena terpaksa misalnya membela diri dari
ancaman orang lain. Tidak mungkin orang habis menonton acara ini
langsung berbuat jahat, dari sekian juta orang yang menonton
berapa orang yang berbuat jahat. Tingkat pendidikan, ekonomi,
sosial mempengaruhi penonton televisi. Kuatnya fondasi agama,
kondisi lingkungan sangat mempengaruhi pribadi penonton. Tapi
faktor utama yang harus dibenahi adalah ekonomi yang yang dapat
memicu orang berbuat kriminal dan menghalalkan segala cara untuk
memenuhinya.

Sedangkan motif untuk berbuat jahat itu sudah ada sebelumnya,
yang bisa ditiru hanya teknik atau strategi dalam penghilangan jejak
pelaku dan korban seperti mutilasi. Yang banyak ditiru adalah
strategi atau teknik penghilangan jejak baik pelaku maupun korban,
sedangkan motif dari kejahatan tidak terjadi peniruan karena motif
kejahatan itu tidak berubah seperti perampokan, cemburu, salah
paham, sakit hati, dan lain-lain. Tidak semua kejahatan pengaruh
dari televisi, jadi jangan gebyak uyah (mengeneralisasi).

Karena ketika orang menonton televisi banyak motivasi yang
melatarbalakanginya.
Misalnya
menonton
acara
reka
ulang
peristiwa kriminal hanya untuk hiburan dan keingintahuan serta
menambah pengetahuan dan mengambil sisi posistifnya saja.

Persepsi negatif partisipan tentang tayangan reka ulang peristiwa
kriminal sebagian besar disebabkan terlalu dini dalam mengambil
kesimpulan tentang tayangan ini karena mereka rata-rata baru sekali
11
menonton atau jarang menonton televisi lantaran tidak waktu
lantaran sudah sibuk kerja dan kuliah.

Rekonstruksi kriminalitas seperti ini sebaiknya jangan ditayangkan
di media Kalau dalam berita tidak masalah asal jangan disajikan
terlalu fulgar, karena dampak mudhorotnya lebih besar daripada
manfaatnya. Pekerja televisi harusnya lebih kreatif lagi dalam
membuat program acara yang menarik yang bisa dinikmati
penonton tanpa harus menimbulkan eksis negatif.
Kesimpulan
Proses persepsi sangat dipengaruhi oleh kognisi individu, sedangkan
kognisi individu terorganisasi secara selektif. Stimulus yang diterima individu
akan di interpretasi berbeda-berbeda tergantung dari sudut pandang individu.
Itulah yang memungkinkan individu menafsirkan suatu stimulus dengan makna
yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun. Karena informasi yang
lengkap tidak pernah tersediah, maka dugaan diperlukan untuk membuat
kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat pengindraan itu.
Individu harus mengisi ruang yang kosong untuk melengkapi gambaran itu dan
menyediakan informasi yang hilang. Dengan demikian, persepsi juga adalah
proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang
diketahui dalam skema organisasional tertentu yang memungkinkan individu
memperoleh makna lebih umum. Persepsi lebih bersifat dugaan belum pada
tataran pendapat.
12
Daftar Pustaka
Drs. Alo Liliweri, MS. 1991. Memahami Peran Komunikasi Massa
Dalam Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Drs. Yan Yan Cahyana, M.A. & Drs. Bagong Suyanto. 1996. Kajian
Komunikasi -Dan Seluk Beluknya. 1996. Airlangga University Press, Surabaya
Prof. Dr. H.A. Muis, S.H. 2001. Pers Indonesia Era Transisi. Remaja
Rosdakarya.
Hodder Aemorld. 2000. Membincangkan Televisi, Sebuah Pengantar Kepada
Studi Televisi. Percetakan Jalasutra, Yogyakarta.
Prof. Dr. Santoso S. Hamijoyo, M.Sc.Ph.D. 2006. Hand Out, Landasan
Ilmiah Komunikasi. Program Pasca Sarjana Unitomo, Surabaya.
Prof. Dedy Mulyana, M.A., Ph.D. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar. Rosdakarya, Bandung.
Prof. Dedy Mulyana, M.A., Ph.D. 2006. Komunikasi Organisasi. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Deddy Iskandar Muda. 2003. Jurnalistik Televisi. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Dr. K. Bartens & Drs. A.A. Nugroho. 1985. Realitas Sosial. Gramedia,
Jakarta.
Dr. H. Sam Abede Pareno, MM. 2002. Kuliah Komunikasi. Papyrus,
Surabaya.
Hafied Cangara. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Dr. Alo Liliweri, M.S. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Prof. Drs. H.A.W. Widjaja. 1988. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi.
Rineka Cipta, Jakarta.
Nurudin. 2000.
Sistem Komunikasi Indonesia.
BIGRAF Publishing,
Yogyakarta.
13
Dr. Dedy Mulyana, M.A. 2001. metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
David Krech, Richard S. Srutchfield & Egerto L. Ballachey. 1962.
Individual In Society. McGraw-Hill Kogakusha, LTD.
Stephen W. Littlejohn. 1998. Theories Of Human Communication.
Wadsworth Publishing Company. Albuquerque, New Mexico.
E. Koswara. 1991. Teori-Teori Kebribadian. Eresco. Bandung.
Drs. Dedy Mulyana, M.A. & Drs. Jalaludin Rakhmad, M.Sc. 1990.
Komunikasi Antarbudaya. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Drs. Wawan Kuswandi. 1996. Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media
Televisi. Rineka Cipta, Jakarta.
Dr. A. Supratiknya. 1995. Komunikasi Antarpribadi, Tinjauan Psikologis.
Kanisius, Yogyakarta.
Drs. Elvinarno Ardianto, M.Si & Drs. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si.
2004. Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Denis McQuail. 1996. Teori Komunikasi Massa. Erlangga, Jakarta.
Joseph A. DeVito. 1996. Komunikasi Antarmanusia. Proffesional Books,
Jakarta.
14
Download