BAB III BERBAGAI MACAM PERSPEKTIF DAN TEORI PERILAKU KRIMINAL Telah diutarakan di muka, bahwa perilaku kriminal, merupakan salah satu jenis dari perilaku menyimpang. Oleh karena itu sejumlah faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku menyimpang menjadi pula penyebab munculnya perilaku kriminal. Baik faktor penyebab yang bersifat internal, seperti : Genetis, Fisik, dan Psikis, maupun faktor penyebab yang bersifat eksternal, seperti : lingkungan sosial, meliputi nilai, norma dan budayanya. Perspektif internal merupakan perspektif yang menunjuk pada faktor-faktor penyebab yang muncul karena faktor-faktor pelaku itu sendiri, bukan karena faktorfaktor sosial atau lingkungan sosial. Sedangkan perspektif eksternal merupakan perspektif yang memandang bahwa perilaku kriminal muncul karena faktor-faktor sosial atau faktor luar diri individu yang bersangkutan. A. Perspektif Internal Ada beberapa jenis perspektif yang termasuk di dalam perspektif internal ini, yaitu meliputi : 1. Pendekatan Fisik atau Physical Approach, Suatu pendekatan yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat dikaitkan dengan tipe fisik seseorang. Lombroso menyebutnya sebagai Physical Type Theory (Teori tipe fisik), sedangkan Soemodidjojo menyebutnya dengan istilah Pendekatan Katuranggan. Perspektif ini memandang bahwa faktor utama yang menjadi pamacu perilaku kriminal itu adalah faktor fisik. Keadaan fisik individu mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, akan memberikan banyak informasi mengenai kecenderungan individu yang bersangkutan dalam potensinya terhadap tindak kriminal. Seseorang yang berbadan kecil dan kurus dinyatakan tidak atau kurang memiliki potensi untuk melakukan tindak kriminalias yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan fisik, seperti misalnya menjadi preman, demikian juga seseorang yang berwajah jelek menjadi kurang potensial menjadi wanita penghibur, Universitas Gadjah Mada atau sebaliknya seorang pria yang berwajah kurang menguntungkan menjadi tidak potensial bertindak sebagai "gigolo" dan sebagainya. 2. Pendekatan Psikis atau Psycological Approach Suatu pendekatan yang melihat tindak kriminal sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang. Pendekatan ini meliputi :, a. Dalil Peniruan, yaitu suatu kondisi kejiwaan yang membuat seseorang sangat mudah meniru dan terpengaruh terhadap perilaku orang lain. Ingat bagaimana anak-anak Play group atau Taman Kanak-Kanak yang sangat mudah menirukan perilaku gurunya, atau seseorang yang sangat mudah terpengaruh oleh berbagai macam iklan, dan sebagainya. b. Ketidak-stabilan Daya Berfikir, yaitu suatu kondisi kejiwaan yang demikian sensitif, sehingga apabila ada hal-hal tertentu yang membuat bingung dirinya, maka seseorang tersebut menjadi kehilangan daya pikir rasionalnya, yang pada akhirnya justru bisa terdorong ke arah tindak kriminal, atau menjadi korban tidak kriminal. Seperti misalnya, ketika seseorang sangat terdesak oleh kondisi anaknya yang sedang sakit, namun tidak mempunyai biaya sama sekali untuk membeli obat atau berobat.Pada saat seperti ini, seringkali para orang tua menjadi tidak dapat berfikir rasional, sehingga ia terpaksa mencuri yang akhirnya ketahuan, tertyangkap dan bahkan masuk ke penjara. 3. Pendekatan Penampilan atau Performance Approach Suatu pendekatan yang melihat bahwa tindak kriminal terjadi karena faktor penampilan dari calon korban yang bersifat memancing minat, sering juga disebut sebagai Exhibition Crime, misalnya : (1) Memakai perhiasan atau uang dalam jumlah banyak secara menyolok, (2) Pergi sendirian di malam hari atau tempat sepi, tanpa pengawalan, (3) Menggunakan busana yang dapat memancing minat untuk mengganggu, melecehkan atau bahkan memperkosa dan sebagainya. B. Perspektif Eksternal Sementara itu perspektif yang lain, adalah serangkaian perspektif yang mendasarkan diri pada pengaruh faktor luar atau faktor eksternal. Universitas Gadjah Mada 1. Pendekatan Kontrol Sosial Suatu pendekatan yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat terjadi karena kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat dirasa lemah atau mandul, sehingga sese orang dengan leluasa dapat melakukan tindak kriminal. Beberapa contoh yang dapat disimak adalah antara lain : (1) Pelanggaran lalu lintas di saat petugas polisi lalu lintas nampak tidak ada di jalanan ; (2) Peserta ujian berani menyontek ketika merasa bahwa para pengawasnya tidak terlalu ketat, atau bahkan sangat nampak lengah ; (3) Pencopet dan atau pencuri melakukan aksinya di saat merasa bahwa aktivitasnya tidak akan diketahui orang lain. 2. Teori Anomie dan Rasa Kuat Suatu ,teori yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat terjadi karena seseorang merasa dirinya tidak mudah dikenal atau merasa asing, serta dapat pula terjadi apabila seseorang merasa dirinya kuat. Adapun contoh yang dapat dikemukakan adalah : (1) Seseorang atau sekelompok orang menjadi lebih berani melakukan tidak kejahatan, ketika ia atau mereka sedang berada jauh di lura lingkungan keluarga atau masyarakatnya. (2) Seseorang atau sekelompok orang menjadi berani melakukan selingkuh ketika merasa sedang tidak mudah terkontrol oleh istri atau suami atau anggota keluargta lainnya ; (3) Sekelompok remaja yang berani mengganggu remaja lain di saat dirinya sedang bersama temantemannya dan sebagainya. 3. Teori Label Suatu teori yang menyatakan bahwa tindak kriminal dapat terjadi oleh karena pengaruh label yang diberikan masyarakat terhadap diri seseorang atau sekelompok orang. Contoh yang dapat dikemukakan adalah, seseorang yang sebenarnya mempunyai tabiat dan karakter yang balk, namun para tenagga selalu menuduhnya sebagai orang yang berwatak jelek, maka stempel atau label yang diberikan kepada seseorang itu, justru dapat menyebabkan seseorang itu akan merasa percuma berbuat baik, daripada kepalang basah, maka lebih baik mandi aja sekalian. Seseorang yang sebenarnya tidak memiliki potensi selingkuh, namun, pasangan hidupnya selalu bersikap cemburu buta, dan apabila sifat kecemburuannya itu sampai pada anggota keluarga atau masyarakat lain, dan apabila anggota keluarga atau masyarakat lain itu ikut mencurigainya, maka orang Universitas Gadjah Mada yang dicurigai atau diberi stampel atau label petualang cinta itu akan menjadi merasa percuma berbuat balk, dan justru akan berbuat sesuai dengan apa yang dituduhkannya. C. Teori Perilaku Kriminal Perspektif atau teori lain yang juga ikut andil dalam proses pembahasan perilaku kriminalitas, dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Subculture Theory Suatu perspektif yang menyetakan bahwa perilaku kriminalitas itu merupakan suatu perilaku yang menjadi bagian dari kebudayaan, artinya, sepanjang klebudayaan manusia itu masih ada, maka bersamaan dengan itu perilaku kriminalitas juga akan ada. Mengapa demikian, karena menurut pendekatan ini, proses terjadinya perilaku. kriminalitas juga akan sama dengan proses terjadinya perilaku kriminal. 2. Learning Theory Suatu perspektif yang berpandangan bahwa perilaku kriminalitas itu tidak harus didukung oleh kondisi bakat secara fisik maupun sosial, karena sebenarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan tindak kriminal, asal dirinya mau berlatih atau belajar. Bagaimana cara mencurti, cara berbohong, cara menyontek dan sebagainya, menurut perspektif ini dapat ditempuh dengan proses belajar. 3. Normal dan Pathologycal Theory Suatu perspektif yang menyatakan bahwa suatu perilaku itu, apakah dianggap sebagai kriminal atau tidak, sangat tergantung dari bagaimana masyarakat menempatkan dan memaknai perilaku tersebut. Seseorang yang melakukan kritik terhadap kebijakan Pemerintah di Jaman Orde Baru, bisa dianggap sebagai telah berbuat kriminal atau bahkan subversif, sementara bagi anggota masyarakat lain yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah itu, justrui akan menganggap pelakunya sebagai pahlawan. Jadi pendek kata, suatu perilaku, akan dianggap normal, apabila sebagian besar anggota masyarakat telah melakukannya dan telah menganggapnya normal atau biasa. Sementara apabila sejumlah besar anggota masyarakat menganggap tidak normal atau patologis, maka perbuatannya akan dianggap kriminal. Universitas Gadjah Mada Di antara dua kelompok perspektif itu, pendekatan Sosiologi telah menempatkan diri pada perspektif eksternal, karena pendekatan Sosiologis terhadap masalah kriminal, merupakan pendekatan yang menitik beratkan kepada faktor lingkungan sosial, bukan faktor individual. Baik lingkungan sosial yang paling kecil seperti keluarga, maupun lingkungan sosial yang lebih luas pada tingkat masyarakat. Universitas Gadjah Mada