MENYIMAK PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AUDIT EKSTERNAL DAN INTERNAL PEMERINTAH oleh Nirwan Ristiyanto NIP 195011141975111 001 Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Angka Kredit Pengembangan Profesi Widyaiswara Utama PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN Agustus 2013 i Abstrak Hingga kini masih banyak pihak yang belum memahami perbedaan dan persamaan antara audit eksternal dan internal di kalangan pemerintahan. Kita mengetahui bahwa ada beberapa lembaga pengawasan yang ada di lingkungan pemerintah. Ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ada inspektorat jenderal atau inspektorat di setiap kementerian, lembaga, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Sering pihak institusi pemerintah yang menjadi sasaran audit masih memertanyakan apa perbedaan dan persamaan di antara mereka. Banyak persepsi di kalangan institusi pemerintah yang menganggap bahwa setiap pemeriksaan atau audit, siapa pun pelaksananya, sama saja. Yang mereka ketahui adalah setiap pemeriksa atau auditor kegiatannya sama. Semuanya meminjam banyak berkas, menguji setiap dokumen, memeriksa fisik, memeriksa uang kas/bank, banyak bertanya, dan yang lebih mereka pahami adalah semua auditor ya mencari temuan, mencari masalah. Atas dasar kondisi tersebut, perlu adanya kejelasan apa persamaan dan perbedaan antara audit eksternal dan internal di kalangan pemerintah. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa antara audit eksternal dan internal memang ada persamaan dan perbedaannya. Beberapa persamaannya, keduanya: (a) melakukan pembandingan antara fakta-fakta dengan kriterianya; (b) bertujuan untuk memberikan rekomendasi guna perbaikan operasi manajemen auditi; (c) dilakukan oleh orang-orang yang kompeten; (d) berpedoman pada standar audit; dan (e) perilaku auditornya harus taat pada kode etik profesi. Perbedaan antara ke-duanya terletak pada pelaksana auditnya dan strategi pelaksanaannya. Audit eksternal dilakukan oleh auditor yang tidak berasal dari dalam organisasi auditi, sedangkan audit internal dilakukan oleh auditor yang berasal dari dalam organisasi auditi. Audit eksternal menilai hasil akhir (output) dari kegiatan atau program yang diaudit, sedangkan audit internal membantu manajemen sejak sebelum, selama, dan setelah kegiatan dilakukan. Audit internal memberikan nilai tambah bagi manajemen dalam bentuk audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan lainnya. Seluruh kegiatan tersebut ditujukan untuk memberikan jaminan mutu bahwa tujuantujuan auditi dapat direalisasikan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam kenyataannya, masih sering audit internal pemerintah melakukan auditnya seperti audit eksternal, yaitu hanya mengaudit hasil akhir (output) dari pelaksanaan program atau kegiatan auditi. ii iii KATA PENGANTAR Penulis mengucap syukur ke hadirat Allah S.W.T, yang karena perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Hingga kini masih banyak pihak yang belum memahami perbedaan dan persamaan antara audit eksternal dan internal di kalangan pemerintahan. Kita mengetahui bahwa ada beberapa lembaga pengawasan yang ada di lingkungan pemerintah. Ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ada inspektorat jenderal atau inspektorat di setiap kementerian, lembaga, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Sering pihak institusi pemerintah yang menjadi sasaran audit masih memertanyakan apa perbedaan dan persamaan di antara mereka. Dari uraian di atas layak untuk dipertanyakan, mengapa para pejabat atau pelaksana di kalangan institusi pemerintah memiliki persepsi seperti itu. Apakah memang di antara audit eksternal dan internal benar-benar sama? Kalau sama, mengapa harus ada banyak lembaga yang diberi kewenangan yang sama? Mengapa tidak satu lembaga audit saja yang diberi kewenangan untuk mengaudit seluruh institusi pemerintah di negara ini? Kalau memang di antara audit eksternal dan internal berbeda, di mana letak perbedaannya? Atas dasar kondisi tersebut, perlu adanya kejelasan apa persamaan dan perbedaan antara audit eksternal dan internal di kalangan pemerintah. Untuk inilah penulis berusaha membahasnya dengan judul: ”Menyimak Persamaan dan Perbedaan antara Audit Eksternal dan Internal Pemerintah” Semoga karya tulis ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kehidupan. Amin. Ciawi, Agustus 2013 Nirwan Ristiyanto NIP 195011141975111001 iv DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN PENGESAHAN KTI WIDYAISWARA i ABSTRAK ii KATA PENGANTAR KAPUSDIKLATWAS BPKP iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penulisan 2 Identifikasi Masalah 3 Perumusan Masalah 1 1 1 2 II Kerangka teoritik 1 Pengertian-Pengertian 2 Jenis-jenis Audit 3 Konsepsi Audit Eksternal Pemerintah 4 Konsepsi Audit Internal Pemerintah 2 2 3 4 7 III PEMBAHASAN 1 Persamaan antara Audit Eksternal dan Audit Internal Pemerintah 2 Perbedaan antara Audit Eksternal dan Audit Internal Pemerintah 10 10 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 16 IV DAFTAR PUSTAKA 13 17 v Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penulisan Hingga kini masih banyak pihak yang belum memahami perbedaan dan persamaan antara audit eksternal dan internal di kalangan pemerintahan. Kita mengetahui bahwa ada beberapa lembaga pengawasan yang ada di lingkungan pemerintah. Ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ada inspektorat jenderal atau inspektorat di setiap kementerian, lembaga, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Sering pihak institusi pemerintah yang menjadi sasaran audit masih memertanyakan apa perbedaan dan persamaan di antara mereka. Banyak persepsi di kalangan institusi pemerintah yang menganggap bahwa setiap pemeriksaan atau audit, siapa pun pelaksananya, sama saja. Yang mereka ketahui adalah setiap pemeriksa atau auditor kegiatannya sama. Semuanya meminjam banyak berkas, menguji setiap dokumen, memeriksa fisik, memeriksa uang kas/bank, banyak bertanya, dan yang lebih mereka pahami adalah semua auditor ya mencari temuan, mencari masalah. 2. Identifikasi Masalah Dari uraian di atas layak untuk dipertanyakan, mengapa para pejabat atau pelaksana di kalangan institusi pemerintah memiliki persepsi seperti itu. Apakah memang di antara audit eksternal dan internal benar-benar sama? Kalau sama, mengapa harus ada banyak lembaga yang diberi kewenangan yang sama? Mengapa tidak satu lembaga audit saja yang diberi kewenangan untuk mengaudit seluruh institusi pemerintah di negara ini? Kalau memang di antara audit eksternal dan internal berbeda, di mana letak perbedaannya? 1 3. Perumusan Masalah Dari identifikasi masalah tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan bahwa perlu adanya kejelasan persamaan dan perbedaan antara audit eksternal dan internal di kalangan pemerintah. Untuk inilah penulis berusaha membahasnya dengan judul: ”Menyimak Persamaan dan Perbedaan antara Auditor Eksternal dan Internal Pemerintah” Bab II KERANGKA TEORITIK 1. Pengertian-Pengertian Di bawah ini pengertian-pengertian tentang audit dan kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh auditor menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit: 1). Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar audit untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. 2). Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan. 3). Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu program/kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4). Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil/prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. 2 Menurut Arens, auditing adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai suatu informasi untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriterianya. Audit seharusnya dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Auditing sering diterjemahkan sebagai pemeriksaan atau pengawasan. Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pengawasan intern didefinisikan sebagai berikut: “Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik”. 2. Jenis-jenis Audit Dalam mengelompokkan jenis-jenis audit di lingkungan pemerintah, Pusdiklatwas BPKP (2009) mengelompokkannya sebagai berikut: 1) Berdasarkan pelaku auditnya, ada audit eksternal dan audit internal. Audit eksternal pemerintah dilakukan oleh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sedangkan audit internal dilakukan oleh unit pengawasan intern (APIP) yang ada di dalam organisasi auditi. 2) Berdasarkan tujuan auditnya, audit dikelompokkan ke dalam: (a) audit keuangan; (b) audit operasional atau audit kinerja; dan (c) audit dengan tujuan tertentu. 3 Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan, bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan tentang kesesuaian antara laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen pemerintah dengan standar akuntansi yang berlaku, yakni Standar Akuntansi Pemerintahan/SAP. Audit kinerja adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang mengarah pada kesesuaiannya dengan aspek keekonomian, keefisiensienan, dan efektivitasnya. Audit dengan tujuan tertentu adalah audit yang ditujukan untuk meyakini kesesuaian pelaksanaan kegiatan, program, atau hal lain yang tidak termasuk dalam kategori audit keuangan dan audit operasional/kinerja. Di dalam jenis audit ini termasuk audit ketaatan dan audit investigatif. Audit ketaatan bertujuan untuk mengetahui apakah auditi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya telah memenaati berbagai aturan yang ada. Sedangkan audit investigatif bertujuan membuktikan kebenaran informasi awal tentang adanya indikasi tindak pidana korupsi. Pada dasarnya, dari apa pun jenis auditnya, jika auditor menjumpai adanya ketidaksesuaian antara fakta dan kriterianya, auditor akan mengemukakan hal itu dalam bentuk temuan dan diakhiri dengan rekomendasi untuk perbaikannya. Pihak yang harus menindaklanjuti rekomendasi adalah manajemen auditi. 3. Konsepsi Audit Eksternal Pemerintah Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 30 dan 31 menyatakan bahwa Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Seperti halnya untuk pemerintah pusat, untuk kalangan pemerintah daerah, Gubernur/Bupati/Walikota 4 menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari BPK. Pasal 33 undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri. Sebagai implementasi amanat undang-undang tersebut, pemeriksaan (audit) oleh BPK diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan bahwa pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Hal-hal yang mengatur secara rinci tentang BPK diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam undang-undang tersebut antara lain diatur tentang kedudukan dan keanggotaan, tugas dan wewenang BPK, pemilihan dan pemberhentian anggota dan pemimpin BPK, hak keuangan/administratif dan protokoler, tindakan kepolisian, kekebalan, larangan, kode etik, kebebasan, kemandirian dan akuntabilitas, pelaksana BPK, anggaran, dan ketentuan pidana bagi anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana, termasuk penyalahgunaan kewenangan. Sumber hukum dari kewenangan BPK untuk memeriksa keuangan negara tersebut adalah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 23 E UUD 1945 menyebutkan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada 5 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa di kalangan pemerintah, audit yang dilaksanakan oleh BPK menunjukkan bahwa audit dilaksanakan oleh auditor di luar organisasi pemerintah. Organisasi pemerintah, pada dasarnya ada tiga lapisan, yakni pemerintah pusat yang dalam operasionalnya tergambar pada adanya APBN, pemerintah provinsi ada APBD Provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang ada APBD Kabupaten/Kota. Penanggung jawab APBN adalah presiden dan memertanggungjawabkannya kepada DPR. Di tingkat provinsi, penanggung jawab APBD-nya adalah gubernur yang dan memertanggungjawabkannya kepada DPRD Provinsi. Selanjutnya, di tingkat kabupaten/kota, penanggung jawab APBD Kabupaten/Kota adalah bupati/walikota dan memertanggungjawabkannya kepada DPRD Kabupaten/Kota. Baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, laporan pertanggungjawabannya berupa laporan keuangan yang sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD terlebih dahulu diperiksa/diaudit oleh BPK. Pemeriksaan oleh BPK yang keberadaannya di luar pemerintah menunjukkan bahwa auditnya dilakukan oleh pihak eksternal. Dengan demikian maka BPK merupakan auditor eksternal. Jika kita perhatikan, audit BPK terhadap laporan keuangan atau laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD ditujukan untuk menilai hasil akhir dari pengelolaan keuangan pemerintah. Tujuan auditnya adalah untuk menilai apakah laporan keuangan telah sesuai dengan: (1) standan standar akuntansi pemerintah dan (2) kinerja pemerintah telah sesuai dengan yang diharapkan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Di luar kedua jenis audit tersebut, BPK juga melakukan audit lain sebagaimana dikelompokkan sebagai audit dengan tujuan tertentu. 6 Pemeriksaan BPK dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan. Dalam penulisan laporan hasil pemeriksaan, BPK selalu menyatakan di dalam laporannya bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Standar pemeriksaan BPK diatur dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar pemeriksaan yang dimaksud antara lain mengatur: (1) tanggung jawab manajemen entitas yang diperiksa; (2) tanggung jawab pemeriksa; dan (3) tanggung jawab organisasi pemeriksa dalam setiap pelaksanaan tugas pemeriksaan. BPK, baik sebagai institusi pemeriksa maupun para pemeriksanya, dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan juga wajib menaati kode etik. Untuk ini setiap anggota BPK dan pemeriksanya wajib: (a) mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku; (b) mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; (c) menjunjung tinggi independensi, integritas dan profesionalitas; dan (d) menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. Kode etik yang berlaku di BPK diatur dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 4. Konsepsi Audit Internal Pemerintah Sebagaimana telah dikemukakan pada pengertian audit internal di atas, audit internal di kalangan pemerintah dilakukan oleh auditor yang berada di lingkungan pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Di pemerintah pusat ada BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk mendampingi presiden, ada itjen (inspektorat jenderal) di setiap kementerian, dan inspektorat di setiap lembaga pemerintah. Di setiap provinsi ada Inspktorat Provinsi dan di setiap kabupaten/kota juga ada Inspektorat Kabupaten/Kota. 7 Tujuan dibentuknya auditor internal di setiap jenjang pemerintahan tersebut adalah untuk membantu manajemen pemerintahan guna meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan bahwa BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah APIP yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga, Inspektorat Provinsi adalah APIP yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur, dan Inspektorat Kabupaten/Kota adalah APIP yang bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota. Dalam kaitannya dengan lingkungan pengendalian sebagai salah satu unsur dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif sangat diperlukan (pasal 4 huruf g, PP Nomor 60 Tahun 2008). Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dalam membantu meningkatkan kinerja manajemen tersebut sekurang-kurangnya harus: (1) memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; (2) memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan (3) memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Peran APIP dalam membantu manajemen institusi pemerintah juga diatur dalam berbagai peraturan lainnya. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mewajibkan pimpinan institusi pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan di lingkungan K/L/D/I (kementerian, lembaga, daerah, dan instansi) masing masing, dan menugaskan aparat pengawasan intern yang bersangkutan untuk melakukan audit. 8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 218 menetapkan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh aparat pengawas intern yang meliputi: (1) pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; dan (2) pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pasal 9 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara juga menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah dan laporan hasil pemeriksaannya wajib disampaikan kepada BPK. Dalam setiap melaksanakan tugas audit, auditor internal juga wajib melaksanakannya sesuai dengan standar audit. Bahkan di dalam setiap menulis laporan hasil audit, auditor wajib mencantumkan satu kalimat di dalam laporannya bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit. Standar audit internal, antara lain diatur dalam: (1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit; dan (2) Keputusan Kepala BPKP Nomor: KEP-378/K/1996 tanggal 30 Mei 1996 tentang Penetapan Berlakunya Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah. Kecuali harus sesuai dengan standar audit, auditor internal juga diwajibkan untuk selalu berperilaku yang baik. Hal ini diatur dalam kode etik auditor. Prinsip kode etik adalah mengatur perilaku dalam setiap melaksanakan audit agar auditor tetap menjaga integritas, obyektif, kerahasiaan, dan meningkatkan/menjaga kompetensinya. Kode etik di lingkungan auditor internal pemerintah antara lain diatur dalam: (1) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/04/M.Pan/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah; dan (2) Aturan Perilaku Pemeriksa BPKP yang diterbitkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tahun 1993. 9 Bab III PEMBAHASAN 1. Persamaan antara Audit Eksternal dan Audit Internal Pemerintah Dari uraian pada bab-bab terdahulu dapat diketahui beberapa persamaan antara audit eksternal dan audit internal di kalangan pemerintah. Beberapa persamaan tersebut, keduanya sama-sama: (a) melakukan pembandingan antara fakta-fakta yang dijumpai di pihak auditi dengan kriterianya; (b) bertujuan untuk memberikan rekomendasi guna perbaikan operasi manajemen auditi; (c) dilakukan oleh orangorang yang kompeten; (d) berpedoman pada standar audit; dan (e) perilaku auditornya harus taat pada kode etik profesi. Di bawah ini diuraikan beberapa persamaan tersebut. a. Membandingan Antara Fakta dengan Kriterianya Pada dasarnya setiap audit dilakukan dengan cara membandingkan fakta-fakta yang dijumpai auditor dengan kriterianya. Dari pembandingan ini auditor akan mengetahui apakah fakta yang ada telah sesuai atau tidak dengan kriterianya. Jika fakta telah sesuai dengan kriteria, berarti auditi telah dapat merealisasikan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Namun jika fakta yang ada berbeda atau bertentangan dengan kriterianya, hal ini menunjukkan auditi tidak atau belum dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, atau ada penyimpangan. Jika terjadi demikian, maka auditor mengembangkan pebedaan tersebut dalam bentuk temuan. Untuk ini auditor mencari penyebab terjadinya perbedaan dan dampak dari perbedaan tersebut. Dengan mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh perbedaan tersebut, auditor dapat menakar seberapa besar dampak yang terjadi. Jika dampaknya material atau signifikan, berarti penyimpangan perlu segera diperbaiki. Sebaliknya, jika dampak penyimpangannya tidak signifikan, mungkin perbaikannya tidak terlalu mendesak. Dengan mengetahui seberapa besar dampak dan penyebab penyimpangan, auditor akan dapat memberikan saran untuk perbaikannya. 10 Untuk auditor eksternal yang melakukan audit atas kewajaran laporan keuangan, jika laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansinya, auditor memberi opini wajar tanpa pengecualian. Hal ini menunjukkan bahwa praktik manajemen dalam menyusun laporan keuangan telah baik dan dapat diteruskan untuk periode berikutnya. Sebaliknya jika laporan keuangan tidak sesuai dengan standar akuntansi secara material atau signifikan, berarti manajemen telah salah dalam menerapkan standar tersebut. Dalam hal ini auditor memberi opini tidak wajar. Jika keadaannya demikian, maka manajemen harus melakukan perbaikan dalam penyususunan laporan keuangan. Auditor internal yang melakukan audit kinerja akan menemukan kenyataan apakah auditi telah melaksanakan program dan atau kegiatannya secara ekonomis, efisien, dan efektif (3E). Jika auditi telah memenuhi tiga aspek tersebut, berarti auditi telah melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik. Jika demikian, auditor tidak perlu menyampaikan temuan dan rekomendasi untuk perbaikannya. Dengan demikian auditi dapat meneruskan pelaksanaan program dan kegiatannya pada periode berikutnya. Namun jika auditor masih menemukan kekurangan pada salah satu atau seluruh aspek 3E tersebut, berarti auditi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masih ada kekurangan. Untuk ini auditor menyampaikan temuan disertai dengan rekomendasinya. b. Bertujuan Memberikan Rekomendasi untuk Perbaikan Nilai tambah yang dapat diberikan oleh auditor dan sangat bermanfaat bagi auditi adalah temuan dan rekomendasinya. Dengan adanya rekomendasi sebagaimana diuraikan di atas, auditi dapat melakukan perbaikan. Tanpa temuan audit, mungkin penyimpangan yang ada tidak diketahui oleh manajemen auditi. Hal ini dapat terjadi karena rutinitasnya, manajemen auditi tidak dapat mengenali kekurangan yang ada pada lembaganya sendiri. Sebaliknya, dengan melakukan audit secara profesional dan independen, auditor akan mampu mengenali kekurangan-kekurangan yang ada. 11 c. Dilakukan oleh Orang-Orang yang Kompeten Baik audit eksternal maupun internal, semuanya dilakukan oleh orang-orang yang kompeten, profesional, dan independen. Standar 2200 dari standar audit APIP mensyaratkan bahwa auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Standar pemeriksaan BPK juga menyatakan bahwa “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. d. Berpedoman pada Standar Audit Baik audit eksternal maupun internal, auditornya dalam melaksanakan tugas audit harus selalu berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam standar audit. Pada dasarnya, auditor dalam melaksanakan audit harus menerapkan berbagai prosedur yang sesuai dengan keadaannya. Seluruh prosedur yang ditempuh harus dalam rangka meyakinkan bahwa fakta-fakta memang sesuai dari kriterianya, atau sebaliknya. Dengan standar yang demikian, maka simpulan, temuan, dan hal-hal penting yang dijumpai auditor dapat diandalkan kebenarannya. e. Taat pada Kode Etik Profesi Tentang independensi auditor, kode etik BPK menyatakan bahwa “Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pemeriksa wajib: (a) bersikap netral dan tidak memihak; (b) menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam melaksanakan kewajiban profesionalnya; (c) menghindari hal-hal yang dapat memengaruhi independensinya; (d) memertimbangkan informasi, pandangan, dan tanggapan dari pihak yang diperiksa dalam menyusun opini atau laporan pemeriksaan; dan (e) bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri. Senada dengan kode etik BPK, untuk APIP kewajiban independensi diatur dalam Kode Etik APIP yang diterbitkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Kode etik tersebut menetapkan hal-hal yang seharusnya dilakukan 12 dalam setiap melaksanakan penugasan audit. Setiap terjadi pelanggaran terhadap kode etik, auditor dikenakan sanksi. 2. Perbedaan antara Audit Eksternal dan Audit Internal Pemerintah Dari uraian pada bab-bab terdahulu diketahui ada dua perbedaan antara audit eksternal dan audit internal di kalangan pemerintah. Dua perbedaan tersebut berkaitan dengan: (a) pelaksana auditnya; dan (b) strategi pelaksanaannya. Di bawah ini diuraikan perbedaan-perbedaan tersebut. a. Perbedaan Pelaksana Auditnya Perbedaan yang paling mudah dilihat antara audit eksternal dan audit internal di lingkungan pemerintah adalah pelaku auditnya. Seperti telah diuraikan di atas, audit eksternal dilakukan oleh auditor dari luar organisasi auditi, sedangkan audit internal dilakukan oleh auditor dari dalam organisasi auditi. Secara mudah dapat dikemukakan bahwa jika auditornya adalah BPK, maka audit tersebut adalah audit eksternal. Sedangkan jika auditornya adalah inspektorat jenderal atau nama lain, maka audit tersebut adalah audit internal. Termasuk di dalam audit internal adalah audit pada institusi pemerintah oleh BPKP. Sekalipun BPKP tidak berada pada organisasi kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah, namun BPKP berada di lingkungan pemerintah, yakni di bawah presiden. Dengan demikian audit yang dilakukan oleh BPKP masih tergolong audit internal. b. Perbedaan Strategi Pelaksanaannya Perbedaan kedua antara audit eksternal dan audit internal di lingkungan pemerintah adalah dalam strategi pelaksanaan auditnya. Yang dimaksud strategi pelakssanaan audit di sini lebih cenderung berkaitan dengan penetapan sasaran auditnya. Sasaran audit dari auditor internal lebih bersifat pembenahan dari dalam organisasi, dilakukan selama proses kegiatan berlangsung, sebelum terjadi penyimpangan. Sedangkan audit eksternal memberikan penilaian akhir atas hasil- 13 hasil yang telah dicapai oleh auditi. Audit eksternal menilai output terhadap hasil kegiatan auditi, sedangkan internal membantu manajemen, baik sebelum, selama, maupun setelah kegiatan dilakukan. Seperti telah dikemukakan di atas, audit internal dapat dilakukan dalam bentuk audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Seluruh jasa yang diberikan oleh auditor internal ditujukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Dengan demikian audit internal ikut membantu manajemen untuk memberikan jaminan bahwa target-target kinerja yang telah ditetapkan dapat tercapai secara 3E. Perbedaan strategi atau sasaran audit antara audit internal dengan eksternal ini dapat digambarkan sebagai berikut ini. Peran Audit Internal (APIP) dan Audit Eksternal APIP sebagai PENJAMIN MUTU (quality assurance) a. audit; b. reviu; c. evaluasi; d. pemantauan; dan e. kegiatan pengawasan lainnya Audit Ekstern MANAJEMEN Outcome Input Proses Output Perencanaan Pengorganisasian Penggerakan Pengawasan PEMETAAN WILAYAH-PENGAWASAN BERBASIS RISIKO HAS* SKP* IM* HES* ** 14 *Catatan: HAS = Hasil Audit Sebelumnya SKP = Survei Kepuasan Pelanggan IM = Informasi Masyarakat HES = Hasil Evaluasi Stakeholder Sumber: Pusdiklatwas BPKP, Kebijakan Pengawasan Dari gambar di atas diketahui bahwa antara manajemen dan APIP tidak terlepas karena APIP berperan sebagai pendamping manajemen. Jasa dari APIP kepada manajemen dapat diberikan pada setiap tahapan kegiatan, mulai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Ditinjau dari sudut lain, kontribusi APIP diberikan kepada manajemen sejak dari penetapan standar input, process, output, hingga outcome. Dengan peran APIP sejak tahap awal tersebut, diharapkan potensi penyimpangan dapat diminimalkan. Risiko yang mungkin ada dapat diantisipasi dan segera dapat dicarikan pencegahannya. Jasa dari APIP, sebagaimana nampak pada gambar di atas dapat diberikan dalam bentuk: (a) audit; (b) reviu; (c) evaluasi; (d) pemantauan; dan (e) kegiatan pengawasan lainnya. Seluruh kegiatan tersebut berkaitan dengan penjaminan mutu (quality assurance). Perlu dipahami bahwa belum seluruh APIP selaku auditor internal pemerintah telah melaksanakan auditnya seperti diilustrasikan pada gambar di atas. Masih banyak APIP yang melaksanakan kegiatan auditnya mirip seperti yang dilakukan oleh BPK selaku audit eksternal. Dengan demikian wajar jika masih banyak kalangan yang menganggap bahwa antara audit internal dengan audit eksternal sama atau duplikasi. 15 Bab IV SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Dari uraian pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa antara audit eksternal dan internal memang ada persamaan dan perbedaannya. Beberapa persamaannya, keduanya: (a) melakukan pembandingan antara fakta-fakta dengan kriterianya; (b) bertujuan untuk memberikan rekomendasi guna perbaikan operasi manajemen auditi; (c) dilakukan oleh orang-orang yang kompeten; (d) berpedoman pada standar audit; dan (e) perilaku auditornya harus taat pada kode etik profesi. Perbedaan antara keduanya terletak pada pelaksana auditnya dan strategi pelaksanaannya. Audit eksternal dilakukan oleh auditor yang tidak berasal dari dalam organisasi auditi, sedangkan audit internal dilakukan oleh auditor yang berasal dari dalam organisasi auditi. Audit eksternal menilai hasil akhir (output) dari kegiatan atau program yang diaudit, sedangkan audit internal membantu manajemen sejak sebelum, selama, dan setelah kegiatan dilakukan. Audit internal memberikan nilai tambah bagi manajemen dalam bentuk audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan lainnya. Seluruh kegiatan tersebut ditujukan untuk memberikan jaminan mutu bahwa tujuan-tujuan auditi dapat direalisasikan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam kenyataannya, masih sering audit internal pemerintah melakukan auditnya seperti audit eksternal, yaitu hanya mengaudit hasil akhir (output) dari pelaksanaan program atau kegiatan auditi. 2. Saran Berkaitan dengan masih adanya APIP yang hanya melakukan audit terhadap hasil akhir (output) dari pelaksanaan program atau kegiatan auditi, disarankan agar APIP mengubah paradigma yang semula bertindak duplikatif dengan audit yang dilakukan auditor eksternal. Paradigma tersebut perlu diubah menjadi pemberi jaminan mutu agar seluruh tujuan auditi dapat direalisasikan secara ekonomis, efisien, dan efektif. 16 Daftar Pustaka Arens, Alvin A., et.al., Auditing and Assurance Services: An Integfrated Approach. Prentice Hall. 2007. Diambil dari Pusdiklatwas BPKP, modul Diklat Auditing. 2009. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP). 1996. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Aturan Perilaku Pemeriksa BPKP. 1993. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/04/M.Pan/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Kode Etik Dan Standar Audit. 2005. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasca Amandemen. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 17