DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI PROGRAM GENRE (Studi Difusi Inovasi dan Adopsi dalam Sosialisasi tentang Penundaan Usia Perkawinan Sebagai Salah Satu Program Generasi Berencana di Desa Plesungan Kabupaten Karanganyar) Garinda Indraswari Firdastin Ruthnia Yudiningrum Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Diffusion of Innovation and Adoption Program Genre (Qualitative Descriptive Study Analysis Theory and Application of Innovation Diffusion and Adoption in the Socialization Communication Generation Program Planning), Thesis, Program of Communication Studies, Faculty of Social and Political Sciences, University March Surakarta 2014, 167 pages. This type of research is descriptive qualitative. Data was collected through in-depth interviews, observation, and documentation that support research archives. The three components of the research, namely data reduction, data display, and conclusion. In addition, researchers also used triangulation of data so that the data presented is valid. From the research, the communication channels used in the diffusion of innovation and the adoption of a program genre is through interpersonal communication, group communication, and mass media. In this study, group communication is considered an effective communication channel. Teens adopting genre program in accordance with the stages in the adoption of an innovation is the awareness, interest, evaluation, trial, and adoption. There are five categories in this study, namely: innovators, early adopters, early majority, late majority, and laggards. Factors that facilitate the diffusion of the program is the genre of the genre as a teenager felt needs while limiting factor is the lack of low education and the activity of adolescents. Keywords: diffusion of innovation, adoption, GenRe program. Pendahuluan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), prosentase remaja wanita 15-19 tahun yang sudah melahirkan dan hamil anak pertama mencapai 9,5 1 persen. Menurut Peneliti Puslitbang Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (selanjutnya penulis akan menyingkatnya dengan BKKBN), Mugia Bayu Raharja, satu dari sembilan wanita umur 15-19 tahun sudah pernah melahirkan atau hamil. 95,2 persen dari remaja sudah pernah melahirkan dan memiliki satu anak lahir hidup sedangkan 4,8 persen melahirkan dan memiliki dua atau tiga anak lahir hidup. (sindonews.com/read/2014/03/24/15/847230/survey-usia-15-19-tahun-wanitaindonesia-pernah-hamil), (diakses 26 Maret 2014). Perkembangan globalisasi yang terjadi begitu cepat menimbulkan berbagai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan yaitu adanya keterbukaan informasi, di mana setiap remaja mampu mengakses informasi tanpa batas. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya globalisasi perkembangan teknologi dan informasi adalah adanya perilaku yang tidak sehat yang terjadi pada remaja. Perilaku yang tidak sehat merupakan masalah besar yang sangat dekat dengan remaja, diantaranya adalah seks bebas, narkoba dan AIDS (Wirdhana, 2013: 3). Untuk merespon permasalahan remaja tersebut, pemerintah (BKKBN) telah melaksanakan dan mengembangkan program GenRe yang telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Sehingga kedudukan program sangat penting dan strategis dalam mewujudkan visi BKKBN yaitu “penduduk tumbuh seimbang tahun 2015” dengan misi “mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Wirdhana, 2013: 13). GenRe adalah pengembangan program dari Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Menurut Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi (2007:20), KRR merupakan salah satu program yang dijalankan BKKBN berdasarkan landasan hukum RPJM tahun 2004-2009 mengenai pembangunan Nasional. Program KRR dilakukan dalam rangka menyiapkan kehidupan yang bertanggung jawab, yang dilakukan melalui promosi, sikap, dan perilaku masyarakat, keluarga dan remaja tentang KRR, hak-hak reproduksi, pendewasaan usia perkawinan, penanggulangan penyakit menular seksual serta penyalahgunaan 2 Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (selanjutnya penulis akan menyingkatnya dengan NAPZA). Menurut Direktur Bina Ketahanan Remaja (BKR), Indra Wirdhana (2011:15) dalam artikelnya yang berjudul “Program GenRe dalam Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja”, mengartikan GenRe adalah remaja dan pemuda yang memiliki pengetahuan bersikap dan berperilaku sebagai remaja untuk menyiapkan dan merencanakan yang matang dalam berkeluarga. Remaja dan pemuda GenRe mampu melangsungkan jenjang-jenjang pendidikan secara terencana, berkarir dalam pekerjaan, dan menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi. Program GenRe merupakan suatu program untuk memfasilitasi terwujudnya Tegar Remaja, yaitu remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko Triad KRR (tiga permasalahan pokok remaja seperti seks bebas, narkoba, dan HIV/AIDS), menunda usia pernikahan mempunyai perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera serta menjadi contoh, model, idola, dan sumber informasi bagi teman sebayanya. Target dari program GenRe ini adalah remaja yang berumur 10-24 tahun yang belum menikah, mahasiswa atau mahasiswi yang belum menikah, keluarga yang memiliki anggota remaja, dan masyarakat yang peduli dengan remaja. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis memilih penelitian deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan penggambaran yang jelas tentang seberapa besar sosialisasi yang dilakukan oleh BP3AKB mengenai program GenRe di Kabupaten Karanganyar. Selanjutnya peneliti akan lebih fokus meneliti bagaimana proses difusi dan adopsi inovasi atau ide-ide baru disosialisakan kepada masyarakat. Penulis akan menganalisis bagaimana teori difusi dan inovasi digunakan dalam sosialisasi GenRe. Untuk itu, penulis memilih judul “Difusi Inovasi dan Adopsi Program Genre (Difusi Inovasi dan Adopsi dalam Sosialisasi Komunikasi Program Generasi Berencana (GenRe) di Kabupaten Karanganyar). Dalam lima aspek komunikasi, penelitian ini lebih menitik beratkan pada aspek efek pesan. Efek pesan dalam hal ini adalah bagaimana pesan berupa GenRe tersebut dapat memberikan pengaruh dan perubahan sikap serta perilaku 3 remaja untuk menghindarkan diri dari Triad KRR (seks bebas, narkoba, dan HIV/AIDS). Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana difusi inovasi dan adopsi dalam sosialisasi program Generasi Berencana di Kabupaten Karanganyar? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi adopsi program Generasi Berencana di Kabupaten Karanganyar? Telaah Pustaka 1. Komunikasi Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna. Untuk memahami pengertian komunikasi, para peminat komunikasi seringkali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yag baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi memiliki unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yakni: jomunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient), dan efek (effect, impact, influence, jadi berdasarkan pandangan Laswell tersebut, menunjukkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2001: 10). 2. Komunikasi Pembangunan Dalam Totok Mardikanto (2010: 53) komunikasi pembangunan diartikan sebagai proses yang memungkinkan partisipan untuk menciptakan dan berbagi informasi dengan yang lainnya untuk mewujudkan pemahaman bersama (Rogers,1976). Pengertian tersebut kemudian diperbarui menjadi: 4 “Proses dimana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, saling berbagi, menyampaikan dan bertukar informasi, antara satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai satu pengertian bersama” (Rogers dan Shoemaker, 1983). 3. Teori Difusi Inovasi Menurut Effendy (2003: 283), Teori Difusi Inovasi akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan dalam komunikasi pembangunan, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Diantara pemikiran para pakar adalah yang dikemukakan oleh Everett M Rogers yang menulis buku berjudul “Diffusion of Innovations” dan “Communication Technology, The New Media in Society” serta bersama F.Floyd Shoemaker menulis buku Communications of Innovations. Rogers (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain channels overtime among the members of a social system). Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan tersebut terdapat ketermassaan (newness) yang memberikan kepada difusi ciri khusus yang menyangkut ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian adalah suatu derajat di mana sejumlah alternatif dirasakannya berkaitan dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut. Derajat ketidakpastian oleh seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi (Effendy, 2003: 284). Unsur utama difusi ide adalah: inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan anggota sistem sosial. 4. Adopsi Inovasi Adopsi pada hakikatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan fasilitator oleh penerima manfaatnya. Proses adopsi inovasi juga dapat didekati 5 dengan pemahaman bahwa proses adopsi inoasi itu sendiri merupakan proses yang diupayakan secara sadar demi tercapainya tujuan pembangunan. sebagai suatu proses, pembangunan merupakan proses interaksi dari banyak pihak yang secara langsung maupun tak langsung terkait dengan upaya peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan serta perbaikan mutu hidup, melalui penerapan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 2010: 137). Secara konseptual, sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkan dengan keyakinannya sendiri, proses adopsi selalu melalui tahapan-tahapan meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya tidak selalu sama, tergantung sifat inovasi, karakteristik aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator. Tahapan-tahapan adopsi tersebut seperti dikenalkan oleh Rogers (1961,1969,1983) adalah: 1). Awareness, atau kesadaran yaitu penerima manfaat mulai sadar tentang adanya inovasi atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak atau jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh fasilitator. 2). Interest, atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak atau jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh fasilitator. 3). Evaluation, atau penilaian terhadap baik atau buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini masyarakat penerima manfaat tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi maupun aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional. 4). Trial, atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi. 5). Adoption, atau menerima atau menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan atau diamatinya sendiri (Mardikanto, 2001: 138). 6 Metodologi Penelitian Jenis yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang didukung data kualititatif. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Jalaludin Rakhmat, 2001:24). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana difusi inovasi dan adopsi dalam sosialisasi mengenai penundaan usia perkawinan sebagai salah satu program Generasi Berencana dan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi adopsi program Generasi Berencana. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling guna mencari kedalaman informasi yang didapatkan dari narasumber sehingga mendukung data selama penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Keluarga Berencana Kabupaten Karanganyar, Kepala Sub Sie Bidang Advokasi dan KIE BP3AKB Kabupaten Karanganyar., Kepala UPT P3AKB di Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Jaten, dan Kecamatan Tasikmadu, serta remaja-remaja yang sudah mendapatkan sosialisasi tentang Generasi Berencana di ketiga kecamatan tersebut. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Jaten, dan Kecamatan Tasikmadu. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dari arsip yang dimiliki oleh BP3AKB Kabupaten Karanganyar. Peneliti menggunakan teknik analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman. Teknik validitas data yang digunakan adalah teknik validitas sumber yaitu dengan menyamakan serta membandingkan hasil wawancara antara narasumber yang satu dengan yang lainnya. Sajian dan Analisis Data A. Difusi Inovasi Program Generasi Berencana Dalam penyebaran atau sosialiasi tentang program GenRe ada empat unsur di dalamnya, yaitu: inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan anggota sistem sosial. 7 1. Inovasi Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap baru oleh seseorang (Effendy, 2003: 285). Dalam penelitian ini, inovasi yang dimaksud adalah program GenRe. program ini dikatakan sebagai inovasi karena sudah disahkan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah dan merujuk pada Peraturan Perundang-Undangan Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Pengertian GenRe menurut narasumber Drs. A. Herry Pranoto, M.M,selaku Kepala Bidang Keluarga Berencana BP3AKB Karanganyar dan Drs. Wahyudi, M.H, selaku Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE BP3AKB Karanganyar dan Yunan Effendy, S.H selaku Kepala UPT P3AKB Kecamatan Gondangrejo menyebutkan bahwa GenRe merupakan program yang diperuntukkan bagi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan masa depan. Remaja juga harus memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan berperilaku sehat dalam kehidupannya, mulai dari sekolah, karier hingga berkeluarga. GenRe adalah Generasi Berencana yang diharapkan dapat mencetak generasi yang berkualitas, sehingga saat remaja mulai memasuki usia perkawinan, remaja sudah menyiapkan dengan matang dari berbagai aspek seperti fisik, mental, dan psikologis. 2. Saluran Komunikasi Rogers (1983) menyatakan bahwa saluran komunikasi sebagai sesuatu yang dimanfaatkan sumber maupun penerima untuk menyalurkan atau menyampaikan pesan-pesannya. Saluran komunikasi adalah alat atau media yang dapat dimanfaatkan oleh individu-individu dan atau kelompok atau organisasi yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan mereka (Effendy, 2003: 184). Berdasarkan penelitian, difusi inovasi program GenRe menggunakan tiga macam saluran, yakni: saluran antarpribadi, saluran kelompok, dan saluran media massa. 3. Jangka Waktu Dalam setiap inovasi, calon adopter tidak langsung mengadopsi begitu saja, tetapi juga memiliki pertimbangan dalam mengadopsi atau tidak. Hal ini 8 dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung yang mempengaruhi adopter adalah adanya manfaat yang diperoleh oleh remaja, seperti yang dikatakan oleh remaja desa Plesungan Edyta Lestavani, bahwa dengan mengetahui GenRe dirinya merasa terbantu dengan materi seperti seks bebas, HIV/AIDS, dan narkoba. Edyta merasa materi yang diterima di sekolah tidak cukup mendalam, sedangkan sosialisasi GenRe yang dilakukan di desanya lengkap dan dibedah semuanya. Sedangkan faktor yang menghambat adopsi program GenRe adalah waktu yang terbatas dan materi yang terlalu banyak, seperti yang disampaikan oleh bidan Puskesmas Gondangrejo, Kusmawati, AMd.Keb, S.K.M kepada peneliti bahwa materinya terlalu banyak dan kompleks, sedangkan waktu yang diberikan oleh sekolah sangat terbatas dan tidak cukup untuk memberikan materi semuanya. Kepala UPT P3AKB Kecamatan Tasikmadu, Rina Restu Widiastuti, S.Sos, M.M juga mengatakan masih banyak remaja yang tidak maju pemikirannya. Tidak maju tersebut artinya masih banyak yang kurang aktif dan rendahnya kesadaran mengenai pentingnya GenRe bagi remaja sendiri. 4. Anggota Sistem Sosial Anggota sistem sosial merupakan bagian dari empat unsur dalam penyebaran difusi inovasi. Dalam penelitian ini, anggota sisem sosial dapat digolongkan sesuai dengan kecepatan penerimaannya. Peneliti meneliti 21 narasumber dan informan yang dianggap dapat mewakili kekayaan informasi yang didapatkan. Kriteria ini dikelompokkan menjadi lima model pengadopsi, yaitu: Innovators, Early Adopter, Early Majority, Late Majority, dan Laggards. Innovators adalah pihak yang bersedia menerima inovasi yaitu ide atau gagasan baru dan bersedia menerima risiko dengan mengeluarkan biaya untuk memberikan sosialisasi. Early Majority adalah pihak yang diberikan inovasi oleh early adopter dan memiliki wawasan yang lebih luas sehingga mudah untuk mengadopsi, Late Majority adalah pihak yang mementingkan keuntungan dan lebih rendah wawasannya daripada early majority. Terakhir adalah laggards, dalam kategori pengadopsi, laggards bisa saja dikatakan sebagai masyarakat yang 9 sangat terbelakang bahkan hingga menolak gagasan baru, tapi dalam hal ini laggards yang dimaksud tidak sampai pada tahap menolak, hanya terlambat dalam penerimaan sosialisasi. B. Karakteristik Program GenRe 1. Relative Advantages (Keuntungan Relatif) Dalam GenRe ini, manfaat utama yang dirasakan bagi adopter adalah bagaimana adopter harus mempersiapkan kehidupannya dalam perencanaan yang baik. Sesuai dengan tujuannya bahwa GenRe mengajak remaja untuk merencanakan kehidupannya secara matang. Mulai dari pendidikan karir, hingga merencanakan untuk berkeluarga. Selain itu mereka juga paham bahwa risiko dari Triad KRR ini bisa membahayakan jiwa mereka, sehingga remaja tidak mau mendekatkan diri dengan Triad KRR tersebut. Semakin besar calon adopter merasakan manfaat inovasi tersebut,maka semakin cepat pula mereka mengadopsi. 2. Compatibility (keserasian) Suatu inovasi apabila sulit untuk dipahami bagi adopter, maka akan sulit pula untuk menerima inovasi. Kesesuaian dari GenRe ini bisa dilihat dari tanggapan masyarakat mengenai GenRe sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh adopter. Tingkat pengetahuan ini bisa dilihat dari tanggapan mereka saat mendapatkan sosialisasi tentang GenRe. sejauh peneliti melakukan wawancara dengan para informan, rata-rata pemahaman mereka mengenai GenRe termasuk dalam kategori mudah dan bisa dipahami. 3. Complexity (kerumitan) Karakteristik ketiga dari suatu inovasi adalah kerumitan. Penerimaan suatu inovasi bagi adopter tidak berlangsung mulus begitu saja. Dalam perjalanannya terdapat beberapa kendala yang ada dalam inovasi. Kerumitan dari GenRe ini tidak hanya terletak pada isi materi GenRe saja, tetapi juga menyangkut aspek dari audiens. Dalam hal ini, remaja sebagai target audiens kurang menyadari akan pentingnya GenRe. Pembahasan mengenai GenRe secara keseluruhan pun susah 10 untuk dilakukan karena tidak seimbang antara waktu dengan banyaknya materi yang harus disampaikan. 4. Triability (ujicoba) Suatu inovasi harus diujicobakan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya inovasi tersebut disebarkan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan informan dan menemukan bahwa innovator dan early adopter menguji coba remaja yang sudah mendapatkan sosialisasi GenRe dengan tingkat penundaan usia perkawinan yang terjadi di Kabupaten Karanganyar. 5. Observability (observasi) Rogers (1983) mengatakan bahwa suatu inovasi dapat diobservasi, artinya adalah inovasi tersebut dapat disaksikan oleh orang lain. Observabilitas juga sejalan dengan proses adopsi. Jika proses adopsi yang dilakukan cepat, maka semakin cepat pula inovasi tersebut dapat diobservasi. Dalam hal ini informan mengatakan bahwa observasi mengenai GenRe dapat dilihat dari laporan bulanan yang dibuat oleh masing-masing kelompok PIK remaja mengenai kegiatan sosialisasi dan . remaja yang konsultasi beserta permasalahannya. Berdasarkan kelima karakteristik inovasi tersebut, dalam program GenRe ini, dapat dikatakan bahwa dalam proses penyebaran inovasi program GenRe dapat diterima oleh masyarakat di Kabupaten Karanganyar dengan baik, terutama bagi remaja yang peduli dengan masa depan dan perencanaan kehidupannya agar lebih baik. Namun, yang menjadi hambatan adalah cara sosialiasi yang terlalu monoton sehingga membuat mereka cukup bosan. Dari hasil wawancara dari seluruh karakteristik inovasi dapat diketahui bahwa sifat inovasi dengan tingkat adopsi inovasi Program GenRe dapat diterima oleh masyarakat dengan baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar anggota masyarakat memberikan tanggapan yang baik dan sudah menerapkan proram GenRe dengan ditandainya perkembangan peningkatan Penundaan Usia Perkawinan (PUP). Sebagian dari informan terutama bagi remaja melihat bahwa GenRe sangat penting untuk mereka ketahui, mereka mendapatkan pengetahuan 11 untuk penyiapan kehidupan yang baik sehingga proses adopsi terhadap inovasi tersebut mudah dilakukan. C. Proses Adopsi Program GenRe Secara konseptual, sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkan dengan keyakinannya sendiri, proses adopsi selalu melalui tahapan-tahapan meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan lainnya tidak selalu sama, tergantung sifat inovasi, karakteristik, penerima manfaat, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial) dan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator. Tahapan-tahapan adopsi tersebut, seperti dikenalkan oleh Rogers adalah: (Mardikanto, 2010:138). 1. Awareness (kesadaran) Rogers (1987) dalam Zulkarimein Nasution (1988:67) bahwa pada tahap knowledge (pengenalan), beberapa sumber dan saluran komunikasi akan memberikan rangsangan kepada seseorang selama proses inovasi itu berlangsung, karena seseorang pertama kali mengenal dan mengetahui inovasi adalah dari sumber dan saluran komunikasi. Apa, bagaimana, dan mengapa merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini yang akan dicari jawabannya oleh individu. Dari hasil penelitian bisa dikatakan bahwa tidak hanya dari satu sumber dan saluran komunikasi saja yang berperan dalam pengenalan program GenRe ini. Semakin banyak sumber dan saluran komunikasi yang digunakan, maka masyarakat akan lebih cepat untuk mengenali suatu inovasi, dan semakin sadar bahwa GenRe merupakan kebutuhan dari remaja yang harus diketahui. 2. Interest (ketertarikan) Tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginan bertanya untuk mengetahui lebih banyak jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh innovator (Mardikanto, 2010: 139). Kesadaran dalam proses adopsi ini adalah remaja tertarik untuk mengetahui lebih jelas program GenRe melalui layanan hotline sms yang disediakan oleh fasilitator dalam sosialisasi GenRe. 12 3. Evaluation (penilaian) Menilai baik dan buruk atau manfaat yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini, adopter penerima manfaat tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknis, tetapi juga menilai dari aspek ekonomi, sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek politis atau kesesuaian dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional (Mardikanto, 2010: 138). Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta bahwa adopter menilai baik dan buruk dari program GenRe berdasarkan aspek sosial budaya dan kesesuaiannya dengan pembangunan nasional dan regional. Hal ini dikatakan oleh semua remaja yang peneliti temui bahwa adopter mengetahui bahwa kondisi remaja yang ada di Indonesia saat ini memprihatinkan, kurangnya pengetahuan menyebabkan remaja Indonesia terjerumus dalam Triad KRR. 4. Trial (mencoba) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi (Mardikanto, 2010:138). Dalam hal ini, setelah adopter menilai baik dan buruknya suatu inovasi, langkah setelahnya adalah melaksanakan program GenRe. Hasil observasi di lapangan tidak ada yang menunjukkan penolakan dengan adanya program GenRe. Dalam tahap mencoba ini, adopter pun akan berusaha menerima informasi yang sebanyak-banyaknya untuk mendukung keputusan mereka dalam melaksanakan GenRe. Setelah mencoba melaksanakan dalam skala kecil, tahapan selanjutnya adalah pengadopsian. 5. Adoption (menerapkan) Setelah memutuskan untuk menerima inovasi, calon adopter kemudian mempraktikkan dalam skala yang lebih luas supaya dapat merasakan manfaat dan keuntungan yang mereka ketahui terlebih dahulu. Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa remaja Kabupaten Karanganyar telah menerima adopsi atau mengadopsi program GenRe. namun, dari 13 narasumber yang diteliti, semuanya telah mendapatkan sosialisasi mengenai GenRe. Perbedaan antara remaja di ketiga kecamatan ini adalah pada jangka waktu yang 13 dibutuhkan. Sosialisasi sudah lama dijalankan di desa Plesungan, Gondangrejo tepatnya pada akhir tahun 2010 sedangkan di SMP Negeri 1 Jaten dan Akbid Mitra Husada baru tahun 2013 dan 2014. C. Akibat Tersebarnya Program GenRe Suatu inovasi bila disebarkan pasti akan menimbulkan dampak. Dampak yang dirasakan dalam penyebaran program GenRe adalah adanya dukungan dari masyarakat untuk ikut melaksanakan program GenRe dan mengentaskan Triad KRR. Menurut Drs. A. Herry Pranata selaku innovator dalam program GenRe, dengan adanya program GenRe ada perkembangan yang terjadi diantaranya adalah terbentuknya PIK Remaja. PIK Remaja adalah suatu wadah bagi remaja untuk konsultasi mengenai kesehatan reproduksi, dan perencanaan dalam hidupnya. Dalam PIK ini juga terdapat beberapa kategori, yaitu Tumbuh, Tegak dan Tegar. Kategori ini berdasarkan perkembangan dari PIK Remaja, baik fasilitas maupun keaktifan dari remaja dalam PIK remaja tersebut. Selain banyaknya PIK Remaja, Drs. Wahyudi, M.H juga mengatakan bahwa dengan adanya GenRe, Penundaan Usia Perkawinan (PUP) meningkat. Disebutkan pula bahwa standar umur ideal bagi laki-laki dan perempuan yang menikah adalah 25 dan 21 tahun. Namun, di Karanganyar sendiri rata-rata usia menikah perempuan adalah 23 tahun dan untuk laki-laki 27 tahun. Hal ini menjadi suatu perbaikan kondisi di mana usia perkawinan dini bisa diantisipasi dengan adanya sosialisasi mengenai program Generasi Berencana. Penyebarluasan inovasi menyebabkan masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosial pun merangsang seseorang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru. Berlangsungnya suatu perubahan sosial, diantaranya karena dimasukannya hal-hal, gagasan-gagasan/ide-ide baru atau yang lebih sering dikenal sebagai inovasi. Dengan demikian, difusi inovasi sebagai suatu gejala di masyarakat berlangsung bersamaan dengan perubahan sosial yang terjadi, kedua hal tersebut saling terkait satu sama lain. 14 Kesimpulan Dari serangkaian data yang diperoleh di lapangan, baik itu melalui wawancara dengan informan maupun dari hasil pengamatan selama penelitian, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: a. Difusi inovasi dan adopsi dalam sosialisasi program Generasi Berencana di Kabupaten Karanganyar sudah berjalan dengan baik. Difusi inovasi dalam hal ini meliputi empat unsur yaitu inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan anggota sistem sosial. Proses adopsi dalam penelitian ini melalui lima tahap. Tahapan tersebut meliputi tahap kesadaran yaitu bagaimana remaja sadar akan manfaat yang ditawarkan dari GenRe, ketertarikan yaitu bagaimana remaja merasakan tertarik untuk mengetahui GenRe lebih jauh, evaluasi yaitu memberikan penilaian mengenai inovasi, uji coba yaitu remaja melakukan adopsi tetapi juga masih mempertimbangkan manfaat yang diperoleh, dan adopsi yaitu untuk melaksanakan adopsi inovasi secara terus menerus. b. Terdapat faktor pendukung dan penghambat dalam adopsi program Generasi Berencana di Kabupaten Kara. Faktor pendukung dari adopsi program GenRe adalah: keingintahuan remaja untuk mengetahui GenRe sebagai pelajaran agar menjaga diri dan menghindarkan diri dari Triad KRR (seks bebas, narkoba, dan HIV/AIDS). Sedangkan faktor penghambat dari adopsi program GenRe adalah kurangnya kesadaran remaja secara keseluruhan yang belum maju pemikirannya, serta faktor pendidikan yang rendah dari remaja itu sendiri. Saran 1. Program GenRe sebagai inovasi perlu untuk diinformasikan lebih lanjut kepada remaja sehingga remaja meyakinkan dirinya untuk selalu menerapkan hidup sesuai dengan program GenRe. Selain itu, media sosialisasi yang digunakan hendaknya lebih variatif dan dikemas dalam kegiatan yang menarik remaja untuk berpartisipasi seperti mengadakan 15 outbond¸ games menarik, dan menyampaikan materi dengan media yang digemari remaja seperti film. 2. UPT P3AKB dapat bekerja sama dengan organisasi keremajaan maupun lembaga-lembaga yang sesuai dengan materi dari GenRe, sehingga hal tersebut dapat membantu dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai GenRe. Dukungan dari mitra kerja sama juga mempengaruhi keputusan remaja untuk mengadopsi GenRe. 3. Mengingat saran maupun kritik dari masyarakat terhadap kinerja BP3AKB Karanganyar sangat dibutuhkan sebagai bentuk apresiasi masyarakat, maka BP3AKB perlu menyediakan wadah berupa kotak kritik dan saran serta layanan hotline sms dan call center untuk segala keluhan dari masyarakat serta menindaklanjuti berbagai usulan tersebut, sehingga tercapai kepuasan pelayanan BP3AKB Karanganyar kepada masyarakat. 4. Diharapkan adanya penelitian lanjutan khususnya pada saluran komunikasi yang digunakan dalam mendifusikan inovasi program GenRe dari pusat inovator ke daerah-daerah di mana inovasi itu akan didifusikan. Hal ini dikarenakan peneliti masih melihat adanya kelemahan pada saluran komunikasi yang digunakan, seperti: minimnya fasilitas dan metode sosialisasi yang dilakukan oleh BP3AKB kepada remaja yang masih belum optimal dan masih menggunakan metode konvensional yaitu melalui komunikasi antar pribadi dan talkshow di radio . DAFTAR PUSTAKA Effendy, Onong Uchjana. (2001). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya. _____________________. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Mardikanto, Totok. (2010). Komunikasi Pembangunan.Surakarta: UNS Press. Nasution, Zulkarimen. (2002). Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Rakhmat, Jalaludin. (2001). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. (sindonews.com/read/2014/03/24/15/847230/survey-usia-15-19-tahun-wanitaindonesia-pernah-hamil. diakses 26 Maret 2014 pukul 09.53 WIB. Wirdhana, Indra. (2013). Kurikulum Diklat Teknis GENRE. Jakarta:BKKBN. 16