Manual ASMS-Audit Sosial Multi Stakeholder

advertisement
Manual
Audit Sosial Multi Stakeholder:
Membangun Suara Masyarakat
Berbasis Bukti
llham Cendekia Srimarga
Muchammad Fahazza
Widi Heriyanto
Editor: Amin Sudarsono
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
i
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER:
MEMBANGUN SUARA MASYARAKAT BERBASIS BUKTI
Tim Kreasi
llham Cendekia Srimarga
Muchammad Fahazza
Widi Heriyanto
Editor:
Amin Sudarsono
Desain Sampul & Tata Letak:
Tugas Suprianto
Foto:
Dokumentasi PATTIRO
Dokumen ini merupakan bagian dari hasil pelaksanaan Program Strengthening
Integrity and Accountability Program-II (SIAP-II), yang didanai oleh USAID,
dengan tema Proyek : Development of Integrity Sistem and Accountability Process
of Government Budget Utilization at Education, Agricultural and People Welfare
Sectors.
Hak menerbitkan dilindungi oleh undang-undang. Pengutipan diperbolehkan dengan
menyebutkan nama penulis dan sumbernya sesuai etika penulisan yang berlaku.
All right reserved. Cetakan I, November 2011
PATTIRO
Jl. Intan No. 81 Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430
Telp. : 62-21-7591 5498, Faks: 62-21-7512 503
Email: [email protected]
AMERICAN EMBASSY
Jl. Medan Merdeka Selatan 3 Jakarta, Indonesia 10110
Telepon: +62 21 - 34359000 Faximile: +62 21 - 3806694
ii
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Kata P
engantar
Pengantar
A
udit sosial merupakan sebuah alat monitoring masyarakat
atas kinerja pemerintah yang diciptakan dalam program
Strengthening Integrity and Accountability - 2 (SIAP-2) yang
dilakukan oleh PATTIRO dengan didanai oleh USAID (United
States Agency for International Development).Ide audit sosial
ini berawal dari riset yang dilakukan oleh tim program berlanjut
pada perumusan kebijakan. Dari itu dipahami bahwa kegiatan
audit sosial menjadi penting dilakukan di setiap daerah
program untuk menilai kondisi yang terjadi sesungguhnya
antara ketersediaan peraturan dengan kondisi di lapangan.
Penilaian itulah yang kemudian dijadikan sebagai bahan
perumusan usulan kebijakan ke pemerintah. Audit sosial ini
merupakan salah satu instrumen penilaian yang diharapkan
membantu pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap
programnya. Selain itu audit sosial ini juga diharapkan dapat
digunakan sebagai alat untuk mengukur akuntabilitas dan
integritas dalam penyelenggaraan program pemerintah.
Dalam hal ini, audit sosial melakukan penilaian terhadap
hampir semua aspek dan tahapan dalam siklus dan
mekanisme program dengan melibatkan stakeholders yang
terkait mulai dari level pelaksanaan di daerah.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
iii
Metode audit sosial yang dikembangkan dan digunakan
oleh PATTIRO ini berbeda dengan audit sosial yang sudah lebih
dulu ada. Jika selama ini audit sosial terkesan lebih berpretensi
untuk mencari temuan-temuan sebagai bahan melakukan
pembelaan dan advokasi bagi satu pihak, maka audit sosial yang
digunakan oleh PATTIRO ini dikembangkan dengan perspektif
dan metode yang berbeda. Bagi PATTIRO, temuan-temuan
dalam audit sosial akan digunakan untuk mendorong para
stakeholders untuk bersama-sama mengupayakan perbaikan
terhadap pelayanan publik, baik di tataran pelaksanaan,
sistem, atau mekanismenya. Harapannya, jika program yang
sama akan dilanjutkan,pelaksanaan program menjadi lebih
baik. Ini karena audit sosial yang dikembangkan oleh
PATTIRO juga akan mengidentif ikasi atau merumuskan
solusi dan rekomendasi perbaikan sistem, baik berupa perumusan kebijakan di tingkat nasional maupun mekanisme
pelaksanaan di tingkat daerah.
Perbedaan lain adalah pada metode, yaitu dilakukan
melalui sebuah forum dalam bentuk Focus Group Discussion
(FGD) dengan melibatkan semua stakeholders dalam
pelaksanaan progam, baik pelaksana, penerima manfaat,
pemantau dan pengawas, dan pelaku lain yang punya
kepentingan atau kepedulian terhadap penyelenggaraan
program. Dalam FGD ini para stakeholder akan difasilitasi
untuk melakukan penilaian terhadap beberapa aspek
pelaksanaan program, yaitu transfer, distribusi, pelaporan dan
mekanisme komplain (pengaduan). Penilaian akan dilakukan
dengan memberikan skor disertai penjelasan tentang alasan
atau argumentasi pemilihan skor. Dengan kombinasi metode
pemberian skor plus argumentasi ini, audit sosial diharapkan
bisa mengidentif ikasi fakta dan data secara utuh, baik
kuantitatif maupun kualitatif.
iv
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Selanjutnya, manual ini diharapkan dapat menjadi alat
atau instrumen pemerintah dalam penyelenggaraan program
bantuan sosial pemerintah. Harapannya, untuk jangka panjang,
program-program subsidi untuk masyarakat miskin menjadi
lebih tepat sasaran, tepat manfaat, dan mampu berkontribusi
pada pemberdayaan masyarakat.
Jakarta, Juni 2012
Sad Dian Utomo
Direktur Eksekutif
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
v
vi
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Pengantar Manual
Audit Sosial Multi-Stakeholder
D
alam era desentralisasi di Indonesia saat ini, keberadaan
program bantuan sosial pemerintah cukup penting.
Karena program-program bantuan sosial, seperti BOS
(Bantuan Operasional Sekolah), PKH (Program Keluarga
Harapan) dan lain-lain, ternyata mampu menyelamatkan
pelayanan publik di daerah-daerah. Walaupun di beberapa
tempat terdapat persoalan seperti masalah koordinasi dengan
program dan kebijakan daerah, namun ternyata keberadaan
program-program bantuan sosial tersebut dapat menjadi
komplemen bagi daerah. Karena anggaran di daerah seringkali
tidak mencukupi untuk meng-cover semua kebutuhan
pelayanan di daerah.
Namun yang jadi perhatian adalah, program-program
bantuan sosial tersebut seringkali mengalami berbagai
hambatan dalam implementasinya. Misalnya adalah sering
terjadi salah sasaran dalam penyaluran bantuan tersebut,
adanya kebocoran dalam pengelolaan dana program, adanya
kesulitan bagi kelompok sasaran (yang umumnya orang
miskin) untuk melakukan komplain jika ada problem dalam
pelayanan. Sebenarnya beberapa perbaikan telah dilakukan
oleh lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan
pengelolaan atas bantuan sosial tersebut. Misalnya adalah
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
vii
Kementerian Pendidikan Nasional yang telah beberapa kali
memperbaiki sistem dalam Program BOS (Bantuan
Operasional Sekolah). Namun upaya tersebut seringkali
belum mampu meningkatkan kepercayaan dari masyarakat
terhadap pelaksanaan program bantuan sosial tersebut.
Berdasar pengalaman kami, PATTIRO (Pusat Telaah dan
Informasi Regional), selama melakukan upaya mendorong
implementasi good governance dalam pelayanan publik di lebih
dari 80 daerah di Indonesia, kami melihat terjadinya penguatan
kepercayaan masyarakat terhadap program-program pemerintah dapat terjadi jika masyarakat dilibatkan dalam pengawasan dan pelaksanaan program pemerintah. Khusus dalam
pengawasan program bantuan sosial pemerintah, kami melihat
bahwa saat ini belum cukup tersedia instrumen yang
memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan. Instrumen pengawasan, khususnya audit, terhadap
program-program bantuan sosial pemerintah yang dibuat oleh
lembaga-lembaga pemerintah saat ini lebih berorientasi pada
audit keuangan dan audit kinerja program. Instrumeninstrumen tersebut secara metodologis memang umumnya
tidak ditujukan untuk melibatkan dalam proses penilaiannya.
Instrumen audit sosial, yang secara metodologis memberi
ruang pada masyarakat untuk terlibat memberi penilaian atas
program yang kelompok sasarannya adalah diri mereka
sendiri, menurut kami sangat dibutuhkan untuk perbaikan
kualitas implementasi program-program tersebut.
Selain itu, kami melihat bahwa sebenarnya yang
membutuhkan ruang untuk dapat berpartisipasi melakukan
penilaian atas program-program bantuan sosial pemerintah
tersebut bukan hanya masyarakat. Namun juga para pelaksana
program di tingkat lokal, seperti guru, pegawai sekolah,
pegawai Puskesmas, ketua RT/RW yang menjadi penyalur
viii
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
berbagai jenis bantuan, dan lain-lain. Mereka selama ini hanya
menjadi pelaksana dari program-program bantuan sosial
tersebut, dan masyarakat mereka juga tidak memiliki saluran
untuk menyampaikan penilaian atas program itu sendiri.
Selain itu mereka juga sering jadi sasaran kecaman ketika
suatu program bantuan sosial buruk kualitasnya. Karena itu
mereka sebenarnya juga membutuhkan instrumen seperti
itu. Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada pegewai
pemerintah di tingkat lokal.
Karena itu, kami membangun instrumen Audit Sosial
Multi-Stakeholder (ASMS) ini. Instrumen ini kami harapkan
dapat menjembatani antara kebutuhan yang ada dengan
realitas implementasi program-program bantuan sosial
pemerintah saat ini. Kami telah menguji coba instrumen
tersebut di 10 kota/kabupaten di Indonesia. Meskipun jauh
dari kesempurnaan, kami melihat bahwa instrumen ASMS
setidaknya menghasilkan dua hal. Pertama, instrumen ini
dapat membantu masyarakat, penyedia pelayanan dan
pemerintah lokal untuk menilai kualitas implementasi dari
program-program bantuan sosial pemerintah. Kedua, yang
juga tidak kalah penting, adalah instrumen ini dapat
memfasilitasi dialog antar ketiga kelompok tersebut dalam
isu implementasi suatu program bantuan sosial pemerintah.
Dengan instrumen ASMS ini, diharapkan berbagai isu-isu
tentang penyelewengan, salah sasaran, korupsi dan
sebagainya, dapat diklarif ikasikan di forum stakeholder ini.
Sehingga dengan itu dapat diupayakan semua penilaian yang
muncul atas program bantuan sosial itu, adalah penilaian
yang berdasar bukti.
Dengan uji coba yang dilakukan, kami melihat bahwa,
disamping sejumlah potensi manfaat yang mungkin didapat
dari ASMS, kami melihat masih terdapat ruang yang harus
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
ix
diperbaiki dari instrumen ASMS ini. Untuk itu kami mengharapkan adanya kesempatan untuk dapat mengaplikasikan
instrumen ASMS pada berbagai program-program bantuan
sosial di berbagai daerah di Indonesia. Dengan lebih banyak
bersentuhan dengan program-program bantuan sosial
pemerintah, yang memiliki berbagi karakter yang berlainan,
kami berharap dapat menyempurnakan metode Audit Sosial
Multi Stakeholder (ASMS) ini. Kami terbuka untuk bekerjasama
dengan siapa saja untuk pengembangan instrumen pengawasan program-program bantuan sosial ini.
Kami ucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah
berperan begitu besar dalam pembangunan instrumen ASMS
ini. Kami berterimakasih pada USAID (United States Agency
for International Development) yang telah membiayai
program SIAP-2 (Strengtening Integrity and Accountability
Program), program dimana instrumen ASMS ini dilahirkan.
Kami berterimakasih pada Staf Khusus Presiden Bidang
Otonomi Daerah Velix Wanggai, yang mendukung kami
dalam penyebar-luasan instrumen ASMS ini. Kami
berterimakasih pada rekan-rekan PATTIRO Raya di seluruh
Indonesia, Jaringan Masyarakat Sipil di NTB dan Serikat
Keadilan dan Perdamaian – Keutuhan Ciptaan (SKP-KC) di
Sentani Papua, yang telah berkerja keras berkontribusi dalam
pembangunan instrumen ini.
Akhirnya kami berterimakasih pada Anda yang telah bersedia meletakkan buku ini terbuka di hadapan Anda. Semoga
buku ini dapat memberi inspirasi dan semangat untuk Anda.
Penulis,
Ilham Cendekia Srimarga
Muchammad Fahazza
Widi Heriyanto
x
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Daftar Isi
Kata Pengantar
Pengantar Manual Audit Sosial Multi-Stakeholder
Daftar Singkatan
Bab 1. Pendahuluan
• Kritikan atas Program Bantuan Sosial Pemerintah
• Sistem Monitoring
Program Bantuan Sosial Pemerintah
• Audit Sosial secara Umum
• Tujuan Modul
• Hasil yang Diharapkan
• Program Bantuan Sosial di Indonesia
• Bantuan Sosial Pemerintah
• Integritas dan Akuntabilitas
• Penerapan Instrumen
Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS)
• Hasil dari Ujicoba Penerapan ASMS
• Tindak Lanjut Pasca Ujicoba
Bab 2. Instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder
• Prinsip Kerja
• Cakupan/Batasan
• Kerangka Kerja
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
iii
vii
xiii
1
2
5
7
10
11
11
13
13
15
16
19
21
22
23
24
xi
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Analisis Gap Integritas
Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas
Analisis Rantai Nilai
Kerangka Integritas dan Akuntabilitas
Komponen Penilaian
Skor Komponen Penilaian Terkait
Proses Fasilitasi
Audit Sosial Single-Site dan Multi-Site
Alat Analisis
25
27
29
33
33
33
40
44
45
Bab 3. Cara Penggunaan Tools
Audit Sosial Multi-Stakeholder
• Bagian 1: Bagian Fasilitasi Forum
Tahap Persiapan
Memulai Fasilitasi Audit Sosial Multi-Stakeholder
Kontekstualisasi
• Bagian 2: Tahap Pengolahan Data
• Pengolahan Data Skor ASMS
• Interpretasi Atas Skor
• Analisis Deskriptif atas Skor
47
49
49
55
56
68
68
71
74
Kata Penutup
Daftar Pustaka
Indeks
Tentang Penulis
77
81
84
87
xii
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Daftar Singk
atan
Singkatan
ASMS
Keppres
Pedum
Juklak
Juknis
PATTIRO
BOS
RASKIN
FGD
:
:
:
:
:
:
:
:
:
KPA
CSO
:
:
SIAP
:
LPJ
Perum
Bulog
RW
RT
KK
:
:
:
:
:
:
Audit Sosial Multi Stakeholder
Keputusan Presiden
Pedoman Umum
Petunjuk Pelaksanaan
Petunjuk Teknis
Pusat Telaah dan Informasi Regional
Bantuan Operasional Sekolah
Beras untuk Keluarga Miskin
Focus Group Discussion
(Diskusi Kelompok Terfokus)
Kuasa Pengguna Anggaran
Civil Sosiety Organization
(Organisasi Masyarakat Sipil)
Strengthening Integrity and Accountability
Program (Program Penguatan Integritas
dan Akuntabilitas)
Laporan Pertanggungjawaban
Perusahaan Umum
Badan Urusan Logistik
Rukun Warga
Rukun Tetangga
Kepala Keluarga
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
xiii
Mekkom
RTS
RTS-PM
Gapoktan
Poktan
LSM
BPS
PPL
HET
KP3
Pusri
xiv
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Mekanisme Komplain
Rumah Tangga Sasaran
Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat
Gabungan Kelompok Tani
Kelompok Tani
Lembaga Swadaya Masyarakat
Badan Pusat Statistik
Penyuluh Pertanian Lapangan
Harga Eceran Tertinggi
Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida
Pupuk Sriwijaya
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Bab 1
Pendahuluan
P
rogram Bantuan Sosial Pemerintah —seperti Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), Pupuk Bersubsidi, Beras
Miskin (Raskin), PKH merupakan komponen penting
pendukung pembangunan di Indonesia yang berbasis
desentralisasi saat ini. Walaupun program-program bantuan
sosial tersebut dilaksanakan oleh pemerintah pusat, namun
pada kenyataannya sangat signif ikan terhadap keberhasilan
pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia dalam mencapai
tujuan desentraslisasi, khususnya untuk menjamin keterpenuhan pelayanan dasar bagi masyarakat daerah.
Beberapa program bantuan sosial pemerintah, dalam
berbagai riset dan evaluasi yang dilakukan oleh beberapa
lembaga riset, universitas, dan lembaga pembangunan
internasional, menunjukkan bahwa program-program tersebut
dapat mengurangi kemiskinan, kerentanan sosial masyarakat
dan kegagalan pelayanan publik. Program-program bantuan
sosial, seperti Program BOS, Program Raskin dan Program
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
1
Pupuk Bersubsidi telah menjadi instrumen penting untuk
mencapai outcome tersebut di sebagian besar wilayah di
Indonesia. Program BOS telah dapat meningkatkan kepastian
anak usia sekolah untuk mendapatkan kesempatan belajar
secara mudah. Program Raskin telah mampu mengurangi
kerentanan masyarakat miskin atas kebutuhan pangan,
sehingga kasus-kasus kelaparan tidak merajalela di Indonesia.
Sedangkan Program Pupuk Bersubsidi telah mampu
membantu petani miskin untuk tetap berproduksi dengan
modal yang relatif dapat mereka jangkau.
Dalam konteks itu juga, Pemerintah Indonesia berupaya
terus memberikan daya dukung terhadap kemampuan
ekonomi dasar masyarakat seperti Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), program subsidi beras bagi keluarga miskin
(Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), subsidi
harga pupuk bagi petani dan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri. Upaya-upaya pengucuran
stimulus dan program subsidi ini juga diharapkan memberikan
kontribusi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi.
Kritikan atas Program Bantuan Sosial Pemerintah
Meskipun demikian, pada saat ini terdapat banyak kritikan
atas program-program bantuan sosial pemerintah tersebut.
Umumnya kritikan diarahkan pada sistem implementasi dari
program-program bantuan sosial, bukan pada tingkat
kemanfaatan dari program-program bantuan sosial tersebut.
Dalam hal ini, banyak kritikan menunjukan bahwa terdapat
ketidak-ef isienan dalam implementasi program-program
bantuan sosial tersebut akibat dari mismanajemen atau
2
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
besarnya celah korupsi dalam sistem implementasi. Juga
banyak kritikan menunjuk pada ketidak-efektifan programprogram bantuan sosial tersebut, yang mengakibatkan
terjadinya banyak kasus seperti salah sasaran, salah pemilihan
kegiatan, pemanf aatan program oleh kelompok yang
seharusnya tidak berhak dan lain-lain.
Masifnya korupsi di Indonesia juga merupakan ancaman
bagi program-program bantuan sosial tersebut di Indonesia.
Program-program seperti Raskin (Program Bantuan Beras
untuk Keluarga Miskin), BOS (Bantuan Operasional Sekolah),
dan penjualan pupuk bersubsidi seringkali dilaporkan salah
sasaran dan tidak ef isien dalam pembiayaannya. Pada program
Raskin dilaporkan kurangnya transparansi dalam distribusi
beras dan dana operasional, dan terjadi penyimpangan beras
dan dana dalam jumlah besar. Pada program BOS, tidak adanya
verif ikasi pendaftaran siswa di sekolah; sosialisasi program
yang tidak efektif dan kurangnya diseminasi petunjuk
pelaksanaan mengakibatkan monitoring dan evaluasi sulit
dilakukan, sehingga sulit untuk menentukan siapa yang
menerima man-faat dari program khusus bagi siswa miskin
itu (Kertas Kerja Hasil Review dan Evaluasi atas Programprogram yang Berpihak pada Rakyat Miskin di Indonesia,
Bappenas RI dan Asian Development Bank: 2008). Sementara
pada program subsidi pupuk, terjadi penyelewengan berupa
pengalihan penjualan pupuk bersubsidi kepada perusahaan
skala besar, perhitungan kebutuhan pupuk bersubsidi kurang
akurat, dan volume penyaluran pupuk bersubsidi didasarkan
pada perkiraan kebutuhan, bukan penyaluran aktual,
sehingga rentan terhadap manipulasi dalam menghitung nilai
subsidi yang sesungguhnya (Konstruksi Kebijakan Subsidi
Pupuk, Departemen Pertanian RI: 2006).
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
3
Menurut PATTIRO, persoalan-persoalan tersebut terjadi
karena lemahnya sistem integritas dan akuntabilitas yang
diterapkan dalam program-program pemerintah tersebut.
Misalnya dalam bentuk ketiadaan transparansi, terbatasnya
pengawasan publik, dan lemahnya sistem pertanggungjawaban publik. Salah satu wilayah yang secara signif ikan
bermasalah adalah pada arena pengelolaan anggaran pemerintah, khususnya pada fase penggunaan anggaran (budget
expenditure) dari program-program tersebut. Penyalahgunaan anggaran pada fase budget expenditure ini terjadi di
berbagai program pembangunan di Indonesia. Kondisi itu
telah menjadi pengetahuan umum, bahkan dalam pemeriksaan BPK ditemukan adanya penyimpangan terhadap alokasi
dana BOS (Laporan Hasil Pemeriksaan atas Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Bantuan Operasional
Sekolah 2005 dan 2006 pada Kantor Wilayah Departemen
Agama Provinsi Banten), dan penyaluran Raskin yang tidak
tepat sasaran (Laporan Hasil Pemeriksaan atas Subsidi
Pangan Program Raskin 2004 dan 2005 pada Perum Bulog).
Ditemukannya kasus-kasus penyelewengan dana program
pemerintah itu memperlihatkan perlunya lebih banyak upaya
untuk memperbaiki sistem integritas dan akuntabilitas
penggunaan dana dalam program-program tersebut. Hal
tersebut karena sistem integritas dan akuntabilitas yang
dibangun sampai saat ini masih banyak mengandung lubanglubang kebocoran. Salah satu upaya yang belum banyak
mendapat perhatian adalah penguatan peran masyarakat dalam
mengawasi praktek-praktek penggunaan dana dalam programprogram sosial ekonomi pemerintah. Padahal pengembangan
kedua sistem ini sangat penting untuk memastikan lembagalembaga pemerintah termasuk program-program yang
4
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
dijalankannya memberikan hasil yang optimal dan kontribusi
yang signif ikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Seperti telah dinyatakan di atas, program-program sosio
ekonomis itu rawan terhadap penyelewengan dan praktek
korupsi yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
program dimaksud. Karena itu dipandang penting mengurangi
praktik buruk itu berupa pencegahan korupsi melalui
pengembangan sistem integritas dan sistem pertanggunggugatan (akuntabilitas) selama dan setelah program berlangsung. Pada konteks ini, pemerintah daerah dapat berperan
signif ikan untuk mencegah terjadinya korupsi pada
pelaksanaan program-program sosial ekonomi tersebut. Bila
dicermati, sebagian proses penyelewengan justru terjadi di
daerah atau unit-unit pelayanan, seperti penggunaan dana BOS
yang tidak sesuai ketentuan yang dilakukan oleh pihak sekolah,
penentuan jumlah keluarga miskin yang berhak mendapat
bantuan beras, maupun alokasi dan jumlah petani yang berhak
memperoleh subsidi pupuk. Karena itu, pengembangan sistem
integritas dan akuntabilitas pada program-program pemerintah
ini juga harus melibatkan stakeholder di daerah, sehingga upaya
ini dapat memberikan hasil yang optimal.
Sistem Monitoring Program Bantuan Sosial Pemerintah
Munculnya kasus-kasus penyelewengan dana-dana
program bantuan sosial pemerintah tersebut disebabkan oleh
persoalan-persoalan baik dari pihak penyelenggara (supply
side) maupun pihak penerima (demand side). Dari supply side,
persoalan-persoalan yang muncul meliputi: (1) ketiadaan
kerangka legal yang menjamin integritas dan akuntabilitas; (2)
lemahnya enforcement terhadap kerangka legal tersebut; dan
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
5
(3) lemahnya institusi pendukung kerangka legal tersebut
(misalnya ketiadaan institusionalisasi atas transparansi atau
pemberlakuan sistem insentif untuk mendukung integritas dan
akuntabilitas tersebut). Sementara pada sisi demand persoalanpersoalan tersebut muncul karena lemahnya partisipasi
masyarakat, yang dapat terdiri dari CSO atau kelompok
demander (penerima) lainnya, untuk meminta berjalannya
integritas dan akuntabilitas dalam penggunaan dana-dana
tersebut.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa aspek sebagai berikut: (1) lemahnya kapasitas dari masyarakat dalam melakukan
demanding; (2) ketidakterorganisasiran kelompok-kelompok
masyarakat dalam melakukan demanding; (3) komunikasi
antara kelompok warga dengan media massa kurang terjalin
baik, sehingga pemberitaan atas kasus-kasus masyarakat terkait
tiga program pemerintah tersebut kurang jadi prioritas.
Persoalan-persoalan dalam implementasi program
bantuan sosial tersebut, terjadi karena kurang kuatnya sistem
monitoring yang diterapkan dalam implementasi programprogram tersebut. Dalam pengamatan kami, sistem monitoring
dalam implementasi program-program bantuan sosial masih
dapat ditingkatkan dari yang ada saat ini. Peningkatan tersebut
adalah dengan berusaha melibatkan lebih banyak lagi pihakpihak yang terlibat program untuk terlibat juga dalam proses
monitoring. Selain itu, proses monitoring yang sifatnya multidimensi, multi stakeholder, tidak searah, namun masih dapat
dilakukan dengan murah, perlu dikembangkan.
Sistem monitoring atas implementasi program-program
bantuan sosial pemerintah tersebut, menurut kami bisa
diperbaiki dengan menghadirkan instrumen yang relevan.
Mengingat saat ini tidak cukup tersedia instrumen untuk
6
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
kebutuhan pengawasan tersebut. Saat ini, proses monitoring
atas program-program bantuan sosial tersebut dilakukan
dengan pendekatan yang kurang terstruktur, sporadis,
berorientasi pada “shaming and naming” dengan mencaricari kasus-kasus korupsi yang terjadi, dan berorientasi
konf lik. Dengan pendekatan tersebut, meskipun proses
monitoring atas program-program bantuan sosial pemerintah
marak dilakukan, namun solusi konkrit untuk perbaikan
sistemik program jarang sekali diperoleh.
Instrumen audit sosial yang kami susun ini, setelah
melalui berbagai penelitian dan penerapan langsung di
lapangan, kami susun ini berusaha memberi sumbangan atas
ketiadaan instrumen monitoring program-program bantuan
sosial yang relevan saat ini. Instrumen audit sosial tersebut
kami beri nama Audit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS). Salah
satu karakteristik dari instrumen tersebut adalah mendorong
proses monitoring yang sifatnya dialogis dan berbasis dialog
stakeholder. Modul ini berusaha membagi pengalaman
mengenai upaya PATTIRO mengembangkan dan mempraktekkan instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder. Instrumen
tersebut dibuat dalam kerangka mendukung munculnya
monitoring atas program-program bantuan sosial pemerintah
dengan cara seperti yang dikemukakan di atas. Instrumen
tersebut dikembangkan oleh PATTIRO dengan dibantu oleh
lembaga think tank Internasional dari Amerika yang bernama
Global Integrity (United States).
Audit Sosial secara Umum
Konsep atau istilah audit sosial mulai dikenal tahun 1960
oleh The Social Economic Agency (Irlandia Utara) saat
mengadakan pelatihan kepada 10 organisasi untuk melatih
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
7
para auditor lembaga maupun konsultan eksternal agar dapat
menerapkan dan memanfaatkan metode audit sosial ini.
Beberapa pakar mendef inisikan pengertian audit sosial, antara
lain:
•
Social auditing is a process that enables an organization
to assess and demonstrate its social, economic, and
environmental benef it and limitations. It is a way of
measuring the extent to which an organization lives up to
the shared values and objective it has committed it self to.
Social auditing provides an assessment of the impact of an
organization’s non f inancial objectives through
systematically and regularly monitoring, each performance
and the views of its stakeholders (Boyd, 1998).
•
Social auditing is the process whereby an organization can
account for its socialperformance, report on and improve
that performance. Social auditing assesses the social impact
and behaviour of an organization in relation to its aims
(Pierce and Kays, 2001 dalam Anonim, 2005).
•
The social audit process provides a tool for organizations to
use, if they choose so, to measure how well they are achieving
their social objectives. It is a way of more accurately
describing what you as an organization are achieving. It
allows you to demonstrate to others what you are and what
you do (Pierce and Kays,2001 dalam Anonim, 2005).
Berdasarkan beberapa def inisi tersebut, dapat ditegaskan
bahwa konsep audit sosial mengandung pengertian sebagai
proses untuk memahami dan mengukur institutional
performances dari aspek sosial (non f inansial). Audit sosial
dapat memperlihatkan hasil nyata (outcome), dampak dan
manfaat lembaga terhadap lingkungan sosial yang muncul
8
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
sebagai akibat pelaksanaan pencapaian tujuan lembaga
melalui pemantauan yang sistematik dan pandangan
stakeholders secara demokratis. Boyd (1998) menyatakan:
“social auditing requires the involvement of stakeholders
because it has been shown to increase accountability of the
organization to its stakeholders and to enhance democratic
practice”.
Audit sosial merupakan salah satu bidang dalam ilmu
sosial terapan yang penting dalam pembangunan, terutama
untuk memberdayakan masyarakat. Proses audit sosial
menyediakan alat yang dapat digunakan oleh organisasi
untuk menjamin ketepatan mencapai tujuan sosial. Dengan
kata lain audit bukanlah tujuan melainkan suatu instrumen
untuk mencapai tujuan yaitu mencari nilai manfaat (goal
oriented process). Ini merupakan cara akurat untuk
menggambarkan apa yang telah dicapai oleh suatu lembaga.
Juga dapat menuntun organisasi untuk menjelaskan
mengapa, siapa dan apa (kebijakan maupun tindakan) yang
dilakukan oleh lembaga. Pelaksanaan audit sosial selalu
melibatkan stakeholders agar proses demokrasi terwujud dan
untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga. Berdasarkan
kerangka ketatanegaraan, ada tiga jenis akuntabilitas yaitu
democratic accountability, professional accountability dan
legal accountability. Audit sosial merupakan upaya untuk
menjawab akuntabilitas berdasarkan kepuasan stakeholders
dan staf, selain dari aspek f inansial, aspek operasi kegiatan
internal, dan aspek waktu.
Institusi dan organisasi sosial dalam mengadakan audit
sosial, biasanya didasarkan pada beberapa alasan, antara lain :
1. Keinginan membentuk community enterprise yang
menyediakan pelayanan masyarakat sehingga perlu
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
9
menetapkan performance seperti apa yang diinginkan;
2. Dapat menguji opini orang lain sehingga dapat membantu
perencanaan selanjutnya;
3. Dapat memberikan data kualitatif dan kuantitatif untuk
menuntun organisasi sehingga memberikan performance
terbaik;
4. Memberikan gambaran obyektif kegiatan yang dilakukan
lembaga dan memaparkan keunikan dan keberhasilan
lembaga tersebut sebagai bukti pertanggungjawaban
kepada lembaga donor maupun kepada masyarakat sebagai
penerima manfaat program; keinginan untuk menerapkan
nilai sebagai agent of change di dalam masyarakat serta
mencari ide atau cara baru.
Tujuan Modul
Pedoman audit sosial ini sebagai panduan bagi para pelaku
(stakeholders) program-program bantuan dan subsidi untuk
melakukan audit sosial terhadap program-program bantuan
sosial pemerintah, misalnya BOS di sektor pendidikan, pupuk
bersubsidi di sektor pertanian dan Beras Miskin (Raskin) di
sektor kesejahteraan sosial.Tujuan dari penyusunan manual ini
adalah:
a. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan audit sosial yang
melibatkan stakeholders dari beragam latar belakang.
b. Sebagai petunjuk teknis dalam mempersiapkan dan
melaksanakan audit sosial terhadap penyelenggaraan
program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan Raskin.
c. Sebagai acuan dasar dalam menyusun pedoman dan
petunjuk teknis audit sosial terhadap program-program
bantuan yang sejenis.
10
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Hasil yang Diharapkan
Manual audit sosial ini diharapkan sebagai salah satu alat
audit sosial yang bisa membantu forum stakeholders
memahami persoalan yang terjadi pada program-program
pemerintah. Selain itu manual ini juga diharapkan bisa
dijadikan tools untuk mengembangkan interaksi antara
pelaksana program dengan penerima manfaat program, serta
antar-pelaku program dan antar-penerima manfaat program.
Melalui interaksi ini diharapkan terjadi penguatan
pemahaman bersama terhadap problematika program yang
terjadi di tataran regulasi sampai implementasi di lapangan
untuk kemudian secara bersama-sama merumuskan solusi
yang ideal agar program-program bantuan dan subsidi bisa
mencapai target yang direncanakan dan memberikan manfaat
secara optimal kepada penerima manfaat.
Program Bantuan Sosial di Indonesia
Pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar
dilaksanakan dengan penyediaan, penataan dan pengembangan Sistem Perlindungan Sosial Nasional (SPSN). Ketiga
pilar SPSN ditata dan dikembangkan secara terpadu dan
terintegrasi mencakup:
1. pilar pertama adalah bantuan sosial atau jaring pengaman
sosial;
2. pilar kedua adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN);
3. pilar ketiga adalah program jaminan komersial.
Jaminan sosial juga diberikan kepada kelompok
masyarakat yang kurang beruntung termasuk masyarakat
miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil,
tertinggal dan wilayah bencana. Berdasarkan data Badan
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
11
Pusat Statistik terakhir, jumlah penduduk miskin pada
September 2011 mencapai 29,89 juta orang (12,36 persen).
Jumlah itu turun 0,13 juta orang (0,13 persen) dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebanyak
30,02 juta orang (12,49 persen).
Program bantuan sosial pemerintah bagi masyarakat
miskin masih terbungkus rapi dengan aturan dan mekanisme
berbelit-belit, yang memaksa masyarakat yang ingin
memperoleh pelayanan gratis justru merogoh saku mereka
untuk melewati setiap tahapan administratif.
Batasan kegunaan fasilitas pelayanan sosial pemerintah
ikut menambah beban masyarakat ketika mereka harus
mengeluarkan ongkos lebih banyak untuk menjangkau akses
pelayanan yang murah bahkan gratis. Penentuan sasaran yang
kurang tepat dan evaluasi yang lemah menyebabkan
kebocoran distribusi menjadi tidak terpantau dengan baik
dan tidak pula dicegah dengan baik.
Secara prinsip konteks bantuan pemerintah bertujuan
meringankan beban kelompok masyarakat miskin, dengan
skema dimana pemerintah pusat dalam hal ini kementerian
atau lembaga negara sebagai penanggungjawab program yang
mengeluarkan kebijakan, aturan dan anggaran.
Kementerian atau Lembaga Negara sebagai penanggungjawab sebuah program bantuan sosial selalu melibatkan pihak
pelaksana di lapangan. Pihak pelaksanan terdiri dari berbagai
sektor dan pemerintah daerah yang melibatkan perangkat
teknisnya.
Pelaksana di daerah inilah yang menjadi ujung tombak
pelaksanaan distribusi sebuah program bantuan sosial
pemerintah, seperti tergambar dalam skema berikut:
12
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Gambar 1.1 Pelaksanaan Program
Bantuan Sosial Pemerintah
Integritas dan Akuntabilitas
Konsep integritas dan akuntabilitas merupakan konsep
yang digunakan untuk membangun sistem monitoring atas
program bantuan sosial pemerintah. Integritas dalam hal ini
adalah suatu kondisi yang mendukung terwujudnya tujuan
institusi/sistem serta mendorong terwujudnya good governance
dalam institusi/sistem tersebut. Integritas dalam hal ini
diasosisasikan sebagai kemampuan (power atau ability) untuk
terwujudnya sesuatu, termasuk terwujudnya good governance
dan tujuan institusi. Sedangkan akuntabilitas adalah
bagaimana sistem/institusi melakukan respons yang
menyatakan pertanggungjawabannya kepada pihak pemberi
mandat. Dalam hal ini akuntabilitas diasosiasikan sebagai suatu
tindakan untuk mewujudkan pertanggungjawabannya.
Kekuatan dan tindakan dari institusi/sistem implementasi
program bantuan sosial tersebut yang akan diukur dalam
audit sosial ini.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
13
Pendekatan penguatan sistem integritas digunakan untuk
memastikan sikap para pelaksana program agar konsisten
aturan dan mekanisme yang berlaku—tidak mengakali
peraturan yang bertujuan pada terjadinya penyimpangan dan
korupsi dan mengurangi manf aat yang diterima oleh
masyarakat. Pendekatan pendidikan andragogi menjadi dasar
dalam pengembangan dan penguatan kapasitas para pelaku
yang terlibat ataupun terkait dengan program—yang sangat
mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman
stakeholders, dan konsisten dengan kebutuhan dan dasar
kemampuan.
Dalam hal ini, konsep integritas dan akuntabilitas tersebut
akan berkorelasi dengan konsep supply–demand. Pendekatan
supply-side bertujuan untuk meningkatkan atau membangun
integritas terutama pada program-program bantuan sosial
seperti Raskin, BOS dan Pupuk Bersubsidi. Hal ini diupayakan
melalui assessment, mengembangkan sistem integritas dan
akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dalam program BOS
dan distribusi produk pada program Pupuk Bersubsidi, dan
program Raskin. Pendekatan dari sisi permintaan (demand side)
bertujuan untuk menguatkan kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam menguatkan integritas dan
akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara, khususnya
pada program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan Raskin. Hal ini
diantaranya dapat diupayakan melalui fasilitasi pemantauan
oleh masyarakat (public monitoring), mendirikan pusat
komunitas pada level masyarakat. Serta memfasilitasi dialog
antara masyarakat sebagai penerima manfaat program dengan
pemerintah sebagai penyelenggara program, dan dengan para
stakeholder lain yang terlibat, mendapatkan manf aat,
maupun mereka yang punya kepedulian pada program.
14
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Penerapan Instrumen Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS)
Instrumen Audit Sosial Multi Stakeholder telah diuji-coba
diterapkan oleh PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi
Regional) pada tiga program bantuan sosial pemerintah, yaitu
program BOS, program Raskin dan program Pupuk Bersubsidi.
Kegiatan-kegiatan ini dilakukan di 10 kota/kabupaten pada
8 propinsi di Indonesia. Ujicoba tersebut dilakukan dengan
dukungan dari USAID dalam sutu program kerjasama bernama
Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas–2 atau
Strengthening Integrity and Accountability Program (SIAP-2).
Waktu keseluruhan untuk menyelenggarakan proyek ini
selama 24 bulan. Dalam prgram SIAP-2 tersebut, kegiatan lain
yang terkait dengan pembangunan dan implementasi
instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder adalah:(1)
assessment (riset), (2) pengembangan kapasitas, (3) advokasi,
serta (4) aktivitas pendukung bagi 3 aktivitas di atas, misalnya
lokakarya pelaksana program untuk persiapan dan
koordinasi, penulisan dan penerbitan buku, dan pembuatan
dokumentasi f ilm.
Ujicoba tersebut dilaksanakan dengan menerapkan tiga
metodologi atau pendekatan yaitu: (1) akuntabilitas sosial, (2)
sistem integritas, serta (3) pendidikan andragogi. Pengembangan akuntabilitas sosial terfokus pada keterlibatan masyarakat secara penuh, baik masyarakat sendiri sebagai penerima
manfaat langsung (seperti kelompok petani, keluarga miskin,
orangtua murid) maupun melalui CSO yang peduli pada
penyelenggaraan program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan
program Raskin.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
15
Hasil dari Ujicoba Penerapan ASMS
Berdasar hasil ujicoba ASMS tersebut diperoleh beberapa
temuan mengenai ketiga program bantuan sosial pemerintah:
program BOS, program Raskin dan program Pupuk Bersubsidi
tersebut. Hasil-hail temuan antara lain adalah:
• Dalam Program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan Raskin
terdapat kesenjangan yang cukup besar dalam aspek
integritas dan akuntabilitas publik yang akhirnya berujung
pada terbukanya peluang untuk terjadinya penyimpangan
dan korupsi. Hal ini bisa disebabkan oleh peraturan yang
lemah atau kurang tegas menutup peluang terjadinya
korupsi, enforcement atau penegakan aturan yang lemah
dalam implementasi, maupun karena tidak adanya akses
bagi masyarakat untuk tahu dan kemudian mampu
berpartisipasi secara lebih berkualitas.
• Dalam program BOS misalnya, tersedianya skema keuangan
yang sederhana dan ketatnya kerangka hukum dari
integritas dan akuntabilitas ternyata belum mampu
mengurangi lemahnya penegakkan hukum, terutama pada
sisi penyediaan (supply). Hal ini terjadi disebabkan banyak
alasan, antara lain:(a) instrumen BOS yang tidak mudah
dilaksanakan, (b) batasan yang ada tidak cukup untuk
mencegah terjadinya korupsi, dan (c) kurangnya dukungan
institusi yang berperan dalam penegakan aturan –terutama
dalam menyediakan regulasi. Pada sisi permintaan
(demand), lemahnya atau tidak adanya tekanan yang kuat
dari masyarakat (atau penerima program BOS) terhadap
pelaksanaan regulasi, membuat integritas dan
akuntabilitas para penyelenggaran program menjadi
lemah.
• Dalam program Raskin, rantai distribusi yang panjang
16
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
memberikan ruang yang lebar bagi terjadinya korupsi.
Adanya fungsi dari pihak pemegang otoritas di setiap
rantai distribusi memungkinkan setiap orang dapat
melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan yang
terkait dengan dana bantuan –baik dalam penentuan
kelompok sasaran maupun dalam provisi beras. Pada sisi
penyediaan (supply side), kerangka hukum yang tidak
jelas dapat mengakibatkan integritas dan akuntabilitas
distribusi dana bantuan menjadi masalah utama.
Lemahnya kerangka hukum dapat membuat para pelaku
atau pelaksana program mengartikan regulasi yang ada
sesuai dengan apa yang mereka inginkan, yang mana hal
ini merupakan pemicu dari disalahgunakannya
kewenangan yang ada. Pada sisi permintaan (demand
side), permintaan masyarakat terhadap promosi integritas
dan akuntabilitas pada proses distribusi program Raskin
pada dasarnya telah dikembangkan dengan baik. Tetapi
kebanyakan CSO dan kelompok masyarakat sendiri tidak
memahami sistem distribusi dari program Raskin –tentu
saja hal ini melemahkan kemampuan masyarakat untuk
melakukan pengawasan secara berkualitas. Dalam hal ini
kadang-kadang tuntutan mereka bersifat sporadik dan
tidak terorganisir dengan baik, dan ujungnya tidak
membawa pengaruh yang signif ikan.
•
Dalam program Pupuk Bersubsidi, aspek integritas dan
akuntabilitas juga menjadi masalah, bahkan lebih
kompleks. Ada tiga hal utama yang menyebabkan
permasalahan yang kompleks dalam program Pupuk
Bersubsidi: Pertama, lemahnya mekanisme transparansi
dalam pembayaran dana subsidi dari pemerintah ke
produsen pupuk; kedua, distribusi atau penjualan pupuk
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
17
bersubsidi yang terlalu lama; dan ketiga, pelaksanaan
program yang tidak transparan. Alokasi anggaran untuk
subsidi harga pupuk agar petani mampu membeli pupuk
dan meningkatkan hasil produksi pertanian faktanya
tidak mencapai target. Berdasarkan hasil riset, PATTIRO
mengidentif ikasi bahwa produsen pupuk hanya
bertanggung jawab terhadap lini I (gudang produksi
pupuk) sampai dengan lini IV (kios penjualan). Yang
menjadi masalah, distribusi pupuk dari para penjual di
lini IV (kios penjualan) kepada petani merupakan
penjualan secara tertutup yang berarti para penjual dapat
menjual pupuk bersubsidi ini kepada siapapun yang
berminat. Hal ini membuat para petani mengalami
kebingungan untuk mencari pupuk bersubsidi sebanyak
yang mereka butuhkan –sesuai dengan luas lahan mereka.
Masalah ini menunjukkan lemahnya kerangka hukum
yang mengatur implementasi program secara tidak
menyeluruh memastikan distribusi pupuk bersubsidi
sampai ke tangan para petani.
•
18
Masalah lainnya adalah monitor terhadap distribusi
pupuk bersubsidi masih berlangsung sebagian. Yang
mana monitor usaha perencanaan, procurement
(pengadaan) dan distribusi tidak berintegrasi dengan
baik. Terlebih lagi pemerintah daerah mengambil peranan
yang besar karena mereka berf ikir bahwa kebijakan ini
ada otoritas pemerintah pusat. Pada sisi permintaan
adanya tanda-tanda positif. Permintaan publik sangatlah
berkembang dalam terutama yang berhubungan dengan
kebutuhan dasar para petani. Tetapi, permintaan mereka
tidak terorganisir dengan baik. Mereka cenderung
sporadik dan hanya dilakukan saat pupuk sangat langka.
Masalah lainnya adalah masayarakat tidak tahu kemana
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
mereka harus mengalamatkan permintaan mereka.
Pemerintah selalu berpendapat bahwa kelangkaan pupuk
dan tidak akuratnya subsidi diakibatkan karena buruknya
distribusi dan penjual, padahal di lain pihak supply
sebenarnya sangat cukup.
Tindak Lanjut Pasca Ujicoba
Untuk mengatasi masalah dan kelemahan yang terjadi
pada sisi penyediaan (supply side) tersebut, PATTIRO
berupaya menguatkan pendekatan dari sisi permintaan
(demand side), melalui beberapa upaya sebagai berikut:
a) Memfasilitasi publik monitoring dimana penerima
manf aat program didorong untuk meningkatkan
partisipasi aktif dalam memonitor proyek-proyek yang
dibiayai negara dan mencegah penyalahgunaan dalam
implementasi program, khususnya program BOS, Pupuk
bersubsidi dan Raskin. Selain itu secara aktif
mengumpulkan komplain atau informasi tentang
penyalahgunaan program yang bisa digunakan sebagai
bahan untuk mengusulkan perbaikan. Hal ini difasilitasi
oleh tim audit sosial.
b) Membangun pusat komunitas di tingkat daerah.
Pusat komunitas akan berperan penting dalam
mendukung kelompok masyarakat untuk menuntut
adanya sistem integritas dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan program BOS, Pupuk Bersubsidi dan
Raskin. Pendekatan ini akan dilaksanakan melalui
beberapa kategori kegiatan, meliputi workshop, pelatihan
dan pemberian asistensi (bantuan) teknis.
c) Memfasilitasi Dialog. Hal ini dilakukan untuk
memanfaat-kan hasil monitoring atau pemantauan
sebagai input atau umpan balik dan memastikan bahwa
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
19
pusat komunitas bisa mempengaruhi pengembangan
sistem integritas dan akuntabilitas pada program BOS,
Pupuk Bersubsidi dan Raskin. Upaya yang dilakukan
dalam hal ini adalah memf asilitasi dialog antarstakeholders. Dialog antar-stakeholders ini memungkinkan hasil pemantauan oleh publik, serta masukan dari
masyarakat, CSO, media massakepada institusi pelaksana
program.
Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, dipertimbangkan perlunya desain audit yang menyeluruh dan terpadu
—komprehensif dan integratif, yang dapat menjadi tools yang
bisa digunakan oleh tim pelaksana program di daerah dalam
melakukan audit sosial pada ketiga isu tersebut.
20
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Bab 2
Instrumen
Audit Sosial Multi-stakeholder
A
udit Sosial Multi-stakeholder (ASMS) adalah sebuah
metode untuk memfasilitasi assesment terhadap implementasi program-program bantuan sosial pemerintah dengan
pendekatan dialog multi-stakeholder. ASMS merupakan
modif ikasi dari model audit sosial yang banyak digunakan saat
ini, yang berasal dari India. Modif ikasi ini dilakukan karena,
selain ada konteks lokal yang berbeda, juga terdapat tujuan
yang berbeda dari audit sosial ASMS ini dengan audit sosial
versi orisinal. Modif ikasi tersebut dilakukan terutama dengan
memasukkan multi-stakeholder (masyarakat, pemerintah dan
penyedia pelayanan) sebagai pihak yang terlibat melakukan
audit. Ini yang agak berbeda dengan audit sosial orisinal yang
umumnya fokusnya lebih diarahkan kepada masyarakat sebagai
kelompok penerima manfaat akhir suatu program/pelayanan.
Tujuan dari Audit Sosial Multi-stakeholder ini adalah
melakukan penilaian atas implementasi suatu program bantuan sosial pemerintah. Jadi yang hendak dinilai adalah pada
tingkat implementasi atau bagaimana program itu
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
21
dilaksanakan, bukan menilai hasil akhir atau dampak dari
program itu. Pada sisi implementasi program bantuan sosial
pemerintah, isu penggunaan dana (budget spending)
merupakan suatu isu penting. Karena itu, ASMS ini akan
menelusuri anggaran mulai dari uang ditransfer dari
pemerintah ke pelaksana program/penyedia pelayanan,
distribusi dan pembelanjaan anggaran tersebut, pelaporan
penggunaan anggaran hingga isu mekanisme komplain atas
kualitas layanan barang/jasa yang dihasilkan dari proses
belanja tersebut.
ASMS ini juga bertujuan hendak memetakan pada
komponen mana sistem implementasi program bantuan sosial
pemerintah tersebut dianggap lemah, dianggap sedang dan
dianggap kuat. Dengan diketahuinya hal tersebut, maka
diharapkan perbaikan sistem implementasi program-program
tersebut dapat lebih fokus. Selain itu ASMS ini dilakukan juga
dengan tujuan membangun trust (kepercayaan) antar
stakeholder program bantuan sosial. Seperti sering
diberitakan saat ini, trust antar stakeholder tersebut saat ini
lemah. Dengan ASMS ini, kami berharap bahwa dialog antar
stakeholder berjalan lebih baik.
1. Prinsip Kerja
Prinsi kerja dari ASMS adalah:
1) Dialog multi-stakeholder. Dalam hal ini dialog tersebut
harus melibatkan stakeholder setidaknya dari 3 kelompok
stakeholder secara seimbang. Ketiga kelompok stakeholder tersebut adalah: kelompok pemerintah, kelompok
penyedia pelayanan (misalnya: sekolah, penyalur bantuan,
Puskesmas dll.) dan kelompok masyarakat (khususnya
sasaran penerima manfaat dari bantuan sosial).
22
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
2) Melakukan penilaian atas implementasi dari programprogram bantuan sosial pemerintah. Audit sosial ini
menilai pada implementasi, bukan pada desain atau
dampak dari program bantuan sosial pemerintah.
3) Bertujuan memahami peta kekuatan-kelemahan
sistem implementasi program bantuan pemerintah, bukan
bertujuan mengumpulkan kesalahan. Dalam hal ini, audit
sosial berusaha menemukan mana titik lemah dari
implementasi program bantuan sosial, dan
merekomendasikan perbaikan di titik itu.
4) Eksplorasi fakta dan menghindari opini. Proses audit
sosial dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap pendapat
yang muncul dari peserta akan diperiksa oleh peserta
lainnya. Pendapat yang dihasilkan adalah pendapat yang
telah terverif ikasi oleh forum.
2. Cakupan/ Batasan
Metode Audit Sosial Multi-stakeholder memiliki cakupan
sebagai berikut:
1) Metode ASMS ini digunakan untuk melakukan penilaian
atas implementasi program-program bantuan sosial
pemerintah. Perlu ditekankan bahwa cakupan audit sosial
ini pada proses implementasi, bukan pada menilai hasil
akhir (output, outcome dan impact) dari programprogram bantuan sosial pemerintah.
2) Metode ASMS ini adalah untuk memperoleh pandangan
umum yang sifatnya kualitatif dari multi stakeholder (baik/
puas; agak baik/agak puas; kurang baik/kurang puas; tidak
baik/tidak puas) dari para stakeholder. Bukan untuk
memperoleh skor exact dari mereka. Skor yang digunakan
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
23
disini, hanyalah sebagai media untuk memudahkan
pengolahan atas pandangan umum tersebut.
3) Audit Sosial dengan metode ASMS ini bukan seperti audit
konvensional yang berusaha menemukan kesalahan/
penyelewengan dari suatu proyek/pekerjaan. Namun audit
sosial ini adalah untuk memahami (melakukan diagnosa)
pada komponen mana dari program yang lemah dan mana
yang sudah berjalan baik.
4) Sebagai konsekuensi dari itu, audit sosial ini tidak
berusaha menemukan siapa yang salah atau siapa yang
benar dalam pelaksanaan program bantuan sosial. Namun
audit sosial ini berusaha untuk melihat komponen
program mana yang perlu ditingkatkan dan komponen
program mana yang perlu dipertahankan.
3. Kerangka Kerja
Instrumen ASMS dibangun berdasar atas 3 kerangka kerja
sebagai berikut:
•
•
•
Analisis Gap (jarak) Integritas
Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas
Analisis Rantai Nilai
Analisis Gap Integritas
Integritas dalam pengertian audit sosial ini adalah tingkat
kekuatan/kemampuan suatu sistem kebijakan pemerintah
untuk memenuhi mandatnya dan melaksanakan good
governance1. Dalam hal ini, sistem tersebut misalnya adalah
1
24
Tim PATTIRO, “Laporan Riset Integritas dan Akuntabilitas Program
Bantuan Sosial Pemerintah Pusat”, Jakarta, 2012
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
sistem pelaksanaan dari program bantuan sosial pemerintah.
Dalam hal ini, terdapat dua komponen dari sistem yang
mendapat perhatian dalam mengukur integritas sistem
tersebut, yaitu: Komponen Kebijakan dan Komponen
Pelaksanaan. Untuk memahami Gap Integritas, lihat
gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1. Gap Integritas
Dalam kenyataannya, suatu kebijakan atau program
pemerintah memiliki berbagai permasalahan/persoalan dalam
pelaksanaannya. Pemerintah biasanya membuat kebijakankebijakan turunan untuk mengatasi persoalan-persoalan
tersebut. Namun umumnya tidak semua persoalan yang ada
mendapat perhatian, sehingga kebijakan-kebijakan tersebut
umumnya tidak mencakup seluruh persoalan yang ada. Hal
ini disebut sebagai Gap 1 dalam audit sosial ini. Gap 1 adalah
gap yang terjadi karena ada beberapa persoalan yang tidak
mendapat perhatian dalam kebijakan. Komponen Kebijakan
berasosiasi dengan Gap 1.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
25
Contoh dari Gap 1 misalnya adalah pada kasus bantuan
beras miskin. Dalam distribusi beras bantuan, program hanya
mengatur dan membiayai distribusi sampai tingkat desa,
padahal tempat tinggal penduduk miskin banyak yang jauh
dari pusat desa. Ada persoalan distribusi dari desa ke
kampung yang tidak dicover oleh kebijakan. Kasus seperti
inilah yang masuk dalam Gap 1.
Sedangkan Gap 2 mengacu pada fenomena bahwa dalam
suatu kebijakan seringkali tidak seluruhnya dilaksanakan.
Seringkali ada kebijakan yang tidak terlaksana, baik itu akibat
dilanggar atau diabaikan maupun karena suatu institusi yang
harus melaksanakan kegiatan ternyata tidak mampu
melaksanakannya. Gap yang terjadi karena itu disebut Gap 2.
Mengukur Gap 2 adalah membandingkan antara kebijakan yang
ada dengan kebijakan yang benar-benar dilaksanakan. Gap 2
berasosiasi dengan Komponen Pelaksanaan.
Perlu digarisbawahi bahwa Gap 2 ini, atau tidak
terimplementasikannya kebijakan, terjadi tidak seluruhnya
karena adanya niat pelanggaran/pengabaian. Justru lebih
banyak sering ditemui tidak terimplementasikannya
kebijakan ini karena lemahnya kapasitas institusi dalam
menjalankan kegiatan/tugas. Misalnya suatu sekolah gagal
membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana
bukan karena ada niat melanggar dari sekolah tersebut. Tetapi
hal tersebut terjadi karena tenaga guru di sekolah terbatas
dan kurang menguasai administrasi pelaporan keuangan.
Analisa Gap Integritas adalah inti dari audit sosial di sini.
Dari gap tersebut kemudian diturunkan ke komponen-komponen lain yang lebih detail.
26
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas
Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas adalah
kerangka turunan dari Analisa Gap Integritas. Dalam kerangka
ini Komponen Kebijakan dan Komponen Pelaksanaan di atas
diturunkan dalam komponen-komponen yang lebih dapat
diukur untuk menentukan tingktat integritas suatu sistem.
Lihat gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2. Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas
Dalam kerangka monitoring ini, Komponen Kebijakan
diturunkan menjadi Komponen Eksistensi Kebijakan, karena
yang akan dimonitor dalam hal ini difokuskan pada ada atau
tidaknya kebijakan. Termasuk dalam hal ini, karena audit
sosial ini terhadap program-program bantuan sosial
pemerintah, adalah desain program. Dalam hal ini, monitoring
kebijakan sengaja tidak diarahkan ke monitoring aspek yang
lebih kompleks seperti kualitas kebijakan, dampak kebijakan
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
27
dan lain-lain. Hal ini karena menurut kami kualitas dari
kebijakan seharusnya tidak diukur dari kebijakan itu sendiri,
namun dari bagaimana kebijakan itu dilaksanakan.
Kemudian, Komponen Pelaksanaan diturunkan dalam
dua sisi, yaitu Sisi Penawaran (Suppl y Side) dan Sisi
Permintaan (Demand Side) 2. Sisi Penawaran (Supply Side)
adalah wilayah dimana kerja-kerja pembuatan kebijakan,
pelayanan, atau pengelolaan proyek pemerintah dilakukan
baik oleh otoritas pemerintah maupun oleh penyedia
pelayanan. Sedangkan Sisi Permintaan (Demand Side) adalah
wilayah dimana masyarakat (sebagai kelompok sasaran
kebijakan, pelayanan, program bantuan) berada dan
berinteraksi dengan Supply Side.
Komponen Pelaksanaan dalam Sisi Penawaran diterjemahkan menjadi Komponen Efektivitas Pelaksanaan. Dalam
program bantuan sosial ini, pada satu sisi Komponen
Efektivitas Pelaksanaan mengukur bagaimana dilaksanakannya kegiatan-kegiatan, dicapainya target, ditujunya
kelompok sasaran yang telah ditetapkan oleh desain program/
kebijakan. Pada sisi lain Komponen Efektivitas Pelaksanaan
ini juga mengukur bagaimana tingkat ketersediaan sistem
pendukung yang memungkinkan terlaksananya kebijakan/
desain program dalam suatu institusi.
Komponen Pelaksanaan dalam Sisi Permintaan diterjemahkan menjadi Komponen Akses Masyarakat. Dalam hal
ini, dipandang bahwa akses masyarakat yang makin baik akan
memperkuat kualitas pelaksanaan kebijakan atau pelaksanaan
desain program bantuan sosial. Komponen Akses Masyarakat
2
28
Penggunaan “supply side” dan “demand side” ini mengikuti pendekatan
yang dikembangkan Bank Dunia dalam Laporan Bank Dunia 2004, “Makes
Services Works”
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
ini mengukur bagaimana masyarakat/kelompok sasaran
program bantuan sosial/konsumen dapat mendorong pemerintah/penyelenggara pelayanan untuk benar-benar melaksanakan kebijakan yang ada. Yang diukur dalam komponen
ini misalnya adalah: keterlibatan masyarakat, transparansi
informasi, tingkat dialog antara masyarakat dengan penyedia
layanan, kapasitas kelompok masyarakat dan lain-lain.
Analisis Rantai Nilai
Analisis Rantai Nilai adalah tools yang awalnya digunakan
dalam analisa bisnis pada tahun 19853, kemudian digunakan
juga sebagai alat analisis mengenai korupsi pada tahun 20074.
Analisis Rantai Nilai digunakan untuk memahami komponen,
kegiatan atau proses yang mengandung beberapa subkomponen, sub-kegiatan atau sub proses. Analisa Rantai Nilai
dalam ASMS ini adalah alat untuk memahami bagaimana
kontribusi dari setiap bagian program (program bantuan sosial)
terhadap terlaksananya good governance dan tujuan program
itu sendiri.
Titik berangkat Analisis Rantai Nilai ini berbeda dengan
kedua kerangka kerja sebelumnya. Jika pada dua kerangka
sebelumnya pengukuran adalah pada kekuatan struktur
sistem (berupa kerangka kebijakan dan mekanisme
pelaksanaan), maka pada analisis rantai nilai pengukuran
dilakukan pada praktek yang dilakukan pada setiap rantai.
Dalam program bantuan sosial pemerintah, seperti Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Program Bantuan
3
Michael Porter, Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior
Performance, 1985.
4
J. Edgardo Campos Sanjay Pradhan, “Many Faces of Corruption”, The
World Bank, 2007.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
29
Pupuk Bersubsidi, Program Raskin (Beras untuk Keluarga
Miskin) dan sebagainya, secara garis besar terdapat tiga
pelaku yang berinteraksi dengan program itu. Ketiga pelaku
tersebut adalah pemerintah, penyedia pelayanan dan
masyarakat/pengguna layanan. Dalam pelaksanaan program
bantuan sosial, ketiga pelaku tersebut berinteraksi dalam
proses transfer, proses distribusi (dana bantuan), pelaporan
dan mekanisme komplain. Lihat gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3. Relasi Rantai Nilai
Analisis Rantai Nilai adalah untuk menilai bagaimana
kualitas dari komponen-komponen proses yang dianggap penting dari pelaksanaan program bantuan sosial pemerintah.
Dalam ASMS ini, rantai nilai dari proses pelaksanaan program
bantuan sosial pemerintah yang dianggap penting untuk dimonitor terdiri dari: rantai nilai transfer, rantai nilai distribusi,
rantai nilai pelaporan dan rantai nilai mekanisme komplain.
30
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
TABEL 2.1 MAKNA SETIAP RANTAI
Transfer:
Proses pengiriman dana dari pemerintah ke service
provider atau pengiriman dana antar pemerintah untuk
membiayai program ini. Isu-isu yang diperhatikan dalam
proses tersebut di antaranya adalah: ada tidaknya
persyaratan yang harus dipenuhi penerima transfer, dan
adakah time frame yang jelas untuk transfer.
Distribusi:
Proses konversi dana menjadi suatu bentuk delivelables
(barang dan jasa) pada tingkat service provider hingga
penyampaian deliverables tersebut pada final
beneficiaries yang direncanakan. Proses tersebut dapat
meliputi: proses penetapan alokasi belanja barang/
jasa (deliverables) oleh service provider, procurement
atas barang/jasa, dan penyampaian deliverables
tersebut (dapat berbentuk pengangkutan, pengiriman
atau pelayanan). Isu-isu yang menjadi perhatian
seperti terjadi proses pengalokasian rencana
anggaran yang terdokumentasi (misalnya RKAS),
apakah ada rencana anggaran tersebut ditaati dalam
proses pengadaan barang/jasa, dan sebagainya.
Pelaporan:
Proses pertanggungjawaban dari service provider
kepada pemerintah dan masyarakat (khususnya final
beneficiaries) atas penggunaan dana yang dilakukan.
Isu-isu yang mendapat perhatian dalam hal ini, di
antaranya adalah: apakah ada kepastian terjadi
pelaporan, apakah ada proses validasi atas laporan,
dan siapa yang dapat terlibat dalam proses pelaporan
tersebut.
Mekanisme Proses pengaduan dari masyarakat terutama final
Komplain: beneficiaries baik kepada para penyelenggara layanan
atau kepada pemerintah, baik pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat. Isu-isu yang mendapat
perhatian dalam hali ini, diantaranya adalah: apakah
ada regulasi yang menjamin ruang pengaduan, apakah
terdapat unit pengaduan baik di pemerintah ataupun di
para penyelenggara layanan, dan apakah ada ruang
pengaduan alternatif.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
31
4. Matriks
Matriks ASMS adalah alat untuk mendukung eksplorasi
fakta dan penilaian atas implementasi program-program bantuan sosial pemerintah. Matriks tersebut digunakan untuk
membantu para stakeholder peserta diskusi memfokuskan
perhatian dalam eksplorasi fakta dan memberi penilaian atas
fakta tersebut. Matriks ASMS sebagaimana dalam Gambar
2.4 merupakan hasil penyilangan (crossing) dari dua
kerangka kerja, yaitu Kerangka Kerja Integritas dan
Akuntabilitas dengan Analisis Rantai Nilai. Indikator dalam
kerangka kerja Integritas dan Akuntabilitas, yaitu Eksistensi
Kebijakan, Efektivitas Pelaksa-naan dan Akses Masyarakat,
menjadi header kolom dari matriks tersebut. Sedangkan
empat indikator Rantai Nilai dalam imple-mentasi programprogram bantuan sosial pemerintah, yaitu: Transfer,
Distribusi, Pelaporan, dan Meka-nisme Komplain, menjadi
header baris dari matriks tersebut.
Elemen-Elemen Matriks
Matriks Audit Sosial Multi Stakeholder (Matriks ASMS)
adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, memiliki empat
elemen yaitu (1) Komponen Penilaian, (2) Pertanyaan Kunci,
(3) Fakta, dan (4) Skor. Masing-masing elemen matriks
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Komponen Penilaian
Komponen Penilaian adalah satuan keadaan (aturan,
praktek, kapasitas) dari sistem implementasi suatu program
bantuan yang akan dinilai dalam suatu proses audit sosial. Satu
Komponen Penilaian adalah seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.4 di atas. Komponen Penilaian dalam contoh
tersebut adalah Komponen Eksistensi Kebijakan pada
32
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Skor
Akses
Masyarakat
Skor
Efektivitas
Kebijakan
Skor
Kecukupan
Kebijakan
Analisis Rantai Nilai
Kerangka Integritas dan Akuntabilitas
Transfer
Distribusi
Pelaporan
Mekanisme
Komplain
Komponen
Penilaian
Skor Komponen
Penilaian Terkait
Gambar 2.4 Instrumen Penilaian dalam Audit Sosial Integritas
Distribusi. Dalam komponen tersebut yang dinilai adalah
bagaimana tingkat eksistensi kebijakan untuk menjamin
terjadinya proses distribusi bantuan sosial yang baik.
Dalam matriks ASMS yang utuh terdapat 12 komponen
penilaian dan 12 skor komponen yang mengikutinya. Pada
proses audit sosial, pertama kali peserta secara kolektif akan
diminta memasukkan informasi fakta-fakta pada setiap
Komponen Penilaian. Misalnya komponen penilaian
Efektivitas Kebijakan–Distribusi. Kemudian setelah itu,
peserta diminta memberi Skor Komponen yang terkait dengan
Komponen Penilaian tersebut sesuai informasi fakta-fakta
yang ada di situ. Proses ini akan dilakukan pada seluruh
komponen penilaian dalam matriks tersebut.
Aspek yang dinilai untuk setiap komponen penilaian dalam
matriks ASMS ini adalah seperti yang ditunjukkan Tabel 2.2.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
33
TABEL 2.2 KOMPONEN PENILAIAN
No
1
2
3
4
5
6
5
6
7
8
34
Komponen
Penilaian
Fokus
Penilaian
Transfer Eksistensi
Kebijakan
Mengetahui ada-tidaknya kebijakan
yang mengatur aspek-aspek transfer
dana dari program bantuan sosial.
Transfer Efektivitas
Pelaksanaan
Melihat apakah proses transfer dapat
benar-benar dilaksanakan sesuai
dengan perauran yang ditetapkan.
Transfer Akses
Masyarakat
Melihat apakah informasi mengenai
transfer dana ke lembaga penyedia
layanan disediakan, serta masyarakat
mudah mengaksesnya.
Distribusi Eksistensi
Kebijakan
Melihat apakah ada aturan yang cukup
untuk mengcover berbagai
permasalahan distribusi (yang
umumnya bervariasi dan banyak
kemungkinan terjadi persoalan).
Distribusi Efektivitas
Pelaksanaan
Melihat apakah penyedia layanan
memiliki kemampuan5 untuk menyelesaikan tugasnya dalam distribusi6.
Distribusi Akses
Masyarakat
Melihat apakah masyarakat dapat
terlibat7 dalam proses-proses
penentuan rencana atau pelaksanaan
distribusi8.
Kemampuan di sini meliputi: ketersediaan tenaga pelaksana, kecukupan skill,
ketersediaan anggaran, keberadaan struktur dan fungsi yang tepat.
Harus diingat, distribusi bukan sekedar memindahkan barang/uang dari
satu tempat ke tempat lainnya. Namun distribusi di sini termasuk melakukan
pembuatan rencana belanja, melakukan belanja (produk maupun jasa).
Dalam hal ini ketidakterlibatan masyarakat dapat terjadi karena: (1)
proses pengambilan keputusan dilakukan tertutup sehingga masyarakat
tidak bisa terlibat; atau karena kapasitas masyarakat untuk terlibat/
memahami substansi kurang memadai.
Distribusi selain berupa delivery (pengiriman uang/barang) dapat pula
berupa penentuan belanja (konversi uang ke barang/jasa), proses belanja
itu sendiri dan lain-lain.
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Lanjutan Tabel 2.3 Komponen Penilaian
Komponen
Penilaian
Fokus
Penilaian
7
Pelaporan Eksistensi Kebijakan
Melihat apakah tersedia kebijakan yang
mengharuskan pelaporan, dan apakah
tatacara pelaporan diatur.
8
Pelaporan - Efektivitas
Pelaksanaan
Melihat kemampuan penyedia layanan
untuk membuat laporan sesuai kebijakan
yang ada
9
Pelaporan Akses Masyarakat
Melihat apakah dimungkinkan masyarakat
mengakses pelaporan yang dibuat oleh
penyedia pelayanan .
10
Mekanisme komplain Eksistensi Peraturan
Melihat bagaimana kebijakan / regulasi
program bantuan sosial tersebut
mewajibkan adanya penangan komplain.
11
Mekanisme Komplain Efektivitas Pelaksanaan
Melihat bagaimana upaya penanganan
komplain yang dilakukan oleh pelaksana
program .
12
Mekanisme Komplain Akses Masyarakat
Melihat bagaimana masyarakat dapat
menggunakan mekanisme komplain yang
ada .
No
9
Dalam hal ini kemampuan tersebut dapat dilihat misalnya dari apakah
ada personel yang ditugaskan, kapasitas personel tersebut, dan
wewenang yang dimiliki personel tersebut.
10
Dalam hal ini, tidak teraksesnya laporan oleh masyarakat dapat terjadi
karena: (1) laporan memang tidak terpublikasi/tersampaikan pada
masyarakat; atau karena (2) kapasitas masyarakat untuk mengakses
laporan tersebut/memahami isi laporan tersebut kurang mencukupi.
11 Dalam hal ini upaya pelaksanaan mekanisme komplain tersebut, dapat
muncul baik ketika telah ada regulasi tentang mekanisme komplain
maupun bentuk spontan dari service provider untuk menyediakan
mekanisme komplain.
12 Meliputi mekanisme komplain yang ada karena disediakan oleh penyedia
pelayanan, atau bahkan ketika tidak ada mekanisme komplain yang telah
disediakan komponen penilaian ini menilai bagaimana sistem yang ada
memberi ruang kepada masyarakat untuk melakukan komplain.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
35
Fakta
Fakta dalam ASMS adalah keadaan-keadaan mengenai
implementasi program bantuan sosial yang muncul
dieksplorasi dalam proses audit sosial. Yang disebut fakta
dalam audit sosial ini adalah keadaan-keadaan yang telah
disepakati keberadaannya/kebenarannya oleh para peserta.
Keadaan-keadaan yang dimaksud dapat berupa kasus,
persoalan, praktek-praktek baik atau buruk, kebijakankebijakan yang baik atau buruk dan sebagainya. Fakta-fakta
tersebut digali pada setiap komponen penilaian dari matriks
tersebut.
Skor
Skor adalah nilai yang diberikan oleh peserta terhadap
fakta-fakta pada setiap komponen penilaian. Skor dalam audit
sosial merupakan suatu hasil konsensus dari peserta setelah
mereka melihat fakta-fakta yang ada dalam satu komponen
penilaian. Dalam audit sosial ini skor membentang dari angka
“1” hingga angka “4”. Angka “1” dianggap sebagai skor terendah,
dimana peserta merasa tidak puas dengan keadaan (fakta)
mengenai implementasi program bantuan sosial yang
dinilainya. Sedangkan angka “4” dianggap sebagai skor
tertinggi, dimana peserta sangat puas dengan keadaan
(fakta) dari implementasi program bantuan sosial yang
dinilainya. Sementara angka “2” menyatakan peserta kurang puas
dan angka “3” menyatakan bahwa peserta “agak puas” dengan
keadaan implementasi program bantuan sosial yang dinilainya.
Perhatikan, dalam “skoring” tidak ada angka tengah. Hal
ini untuk mencegah peserta menilai “netral” dengan memilih
skor tengah.
36
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Pertanyaan Kunci
Pertanyaan kunci dalam suatu workshop adalah
pertanyaan untuk memandu agar forum menghasilkan
jawaban sesuai dengan tujuan dari suatu workshop. Karena
itu, pertanyaan kunci harus meref leksikan tujuan dari
workshop itu. Dalam audit sosial, khususnya Audit Sosial
Multistakeholder (ASMS), pertanyaan kunci juga harus
meref leksikan tujuan dari audit sosial tersebut. Dalam
pelaksanaan audit sosial dengan metode ASMS, fasilitator
pada dasarnya dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan
kunci sesuai dengan konteks forum. Namun pertanyan kunci
harus mencerminkan tujuan dari ASMS yang dijelaskan di
atas.
Dalam audit sosial dengan metode ASMS, setiap
komponen penilaian akan memiliki satu pertanyaan kunci.
Pertanyaan kunci tersebut harus relevan/mencerminkan
tujuan dari kom-ponen penilaian tersebut. Misalnya pada
Komponen Penilaian Efektivitas Pelaksanaan – Distribusi
pertanyaan kunci yang mungkin dimunculkan adalah
“Bagaimana kemampuan penyedia pelayanan untuk
melakukan pengalokasian dan distribusi dana bantuan?”.
Untuk lebih lengkap mengenai pan-duan pembuatan
pertanyaan kunci, silakan lihat pada Tabel 2.3.
Pertanyaan kunci umumnya menjadi pertanyaan awal untuk
memulai suatu topik dalam diskusi.Dalam fasilitasi forum,
pertanyaan kunci adalah jantung bagi sebuah diskusi. Pertanyaan
kunci yang baik akan mengarahkan diskusi menjadi positif.
Kriteria dari pertanyaan kunci yang baik adalah:
1) Fokus pada Komponen Penilaian: setiap pertanyaan
kunci harus mengarah pada salah satu (dan hanya pada
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
37
satu) Komponen Penilaian. Contoh pertanyaan misalnya
adalah “bagaimana akses masyarakat terhadap hasil
pelaporan penggunaan dana program?”. Pertanyaan kunci
tersebut tepat karena berfokus pada Komponen Penilaian:
Pelaporan – Akses Masyarakat.
2) Eksplorasi Fakta: setiap pertanyaan kunci harus mendorong terjadinya eksplorasi fakta, bukan mengarah pada satu
jawaban tertutup (ya atau tidak). Misalnya pertanyaan kunci
seperti “Apakah ada peraturan untuk transfer dana
program?” akan membawa pada suatu jawaban “Ya” atau
“tidak” saja. Sebaiknya pertanyaan itu diganti dengan
pertanyaan yang lebih eksploratif seperti “Bagaimana
kecukupan peraturan untuk transfer dana program?”.
3) Tidak Mengarahkan pada Judgement/Penghakiman:
setiap pertanyaan kunci hendaknya tidak mengarahkan
peserta untuk mengambil penilaian terlalu dangkal yang
mengakibatkan judgement atau penghakiman atas peserta
lain (mengingat ini adalah pertemuan multi-stakeholder).
Pertanyaan seperti “Bagaimana penyelewengan yang
terjadi dalam distribusi dana di tingkat desa” adalah
pertanyaan yang sebaiknya tidak digunakan. Karena
pertanyaan tersebut sudah mengcap ada penyelewengan
dari awal.
4) Deskriptif: pertanyaan kunci harus mendorong peserta
untuk mendeskripsikan fakta, oleh karena itu sebaiknya
digunakan kata “bagaimana”, bukan “siapa”, “kapan”,
“dimana” atau “apakah”.
38
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
TABEL 2.3 PERTANYAAN KUNCI
No
Komponen
Penilaian
Contoh Pertanyaan Kunci
1
Transfer - Eksistensi Bagaimana tingkat kebaikan dari peraturan
mengenai transfer dari dana program yang ada?
Kebijakan
2
Transfer - Efektivitas Pelaksanaan
Bagaimana efektivitas kebijakan transfer dari
program tersebut?
3
Transfer - Akses
Masyarakat
Bagaimana kemudahan bagi masyarakat untuk
mengetahui informasi mengenai transfer dana
4
Distribusi - Eksistensi Kebijakan
Bagaimana tingkat kelengkapan dan ketepatan
peraturan mengenai distribusi dana program?
5
Distribusi - Efektivitas Pelaksanaan
Bagaimana kemampuan penyedia pelayanan
untuk melakukan pengalokasian dan distribusi
dana bantuan?
6
Distribusi - Akses
Masyarakat
Bagaimana kemudahan bagi masyarakat untuk
terlibat dalam penentuan sasaran distribusi dan
mendapat informasi tentang proses distribusi?
7
Pelaporan - Eksistensi Kebijakan
Bagaimana tingkat kecukupan peraturan untuk
memastikan adanya pelaporan dari penyedia
pelayanan?
8
Pelaporan - Efektivitas Pelaksanaan
Bagaimana kapasitas dari lembaga penyedia
pelayanan untuk melaksanakan pelaporan
penggunaan dana program?
9
Pelaporan - Akses
Masyarakat
Bagaimana kapasitas masyarakat dan ruang
yang disediakan untuk masyarakat untuk
mengakses laporan terkait program?
10
Mekanisme Komplain - Eksistensi
Peraturan
Bagaimana ketersediaan peraturan yang
menjamin bagi masyarakat untuk dapat
melakukan pengaduan jika terdapat ketidak
puasan atas layanan?
11
Mekanisme Komplain - Efektivitas
Pelaksanaan
Bagaimana kapasitas dari pemerintah/
penyelenggara layanan untuk menangani
komplain?
12
Mekanisme Komplain - Akses
Masyarakat
Bagaimana kapasitas masyarakat untuk dapat
melakukan komplain atas layanan?
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
39
Proses Fasilitasi
Poses Fasilitasi dalam audit sosial dengan metode ASMS
adalah seperti dalam gambar berikut:
Gambar 2.5 Alur Proses Sosial Audit
Dari Gambar 2.5, proses audit sosial dengan metode ASMS
terdiri dari: eksplorasi atas fakta, konsensus atas fakta dan
konsensus atas skor. Hasil dari proses tersebut berupa
deskripsi fakta dan skor yang terkelompokkan pada masingmasing komponen penilaian.
Penjelasan praktis untuk proses audit sosial tersebut
adalah sebagai berikut (seperti pada Gambar 2.6). Forum audit
sosial diajak untuk melakukan penilaian pada suatu kategori
penilaian. Pertama kali, fasilitator akan mengajak peserta (dari
berbagai stakeholder) untuk melakukan eksplorasi atas faktafakta yang terjadi dalam kategori penilaian tersebut. Proses ini
40
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
menghasilkan sebuah long-list (daftar panjang) f akta.
Kemudian dari long-list fakta tersebut, fasilitator meminta
pada seluruh peserta untuk memeriksanya, dan peserta
kemudian membuat konsensus mana saja dari fakta-fakta
dalam long-list tersebut yang disetujui bersama oleh seluruh
anggota forum. Fakta-fakta yang disetujui bersama tersebut
kemudian dimasukan ke dalam short-list (daftar pendek)
fakta. Kemudian dari short-list fakta tersebut, fasilitator
meminta peserta mendiskusikan skor yang sesuai dengan
f akta-f akta dalam shortlist tersebut. Penentuan skor
dilakukan juga dengan cara konsensus.
Gambar 2.6. Proses Audit Sosial Lebih Detail
(per satu Kategori Penilaian)
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
41
5. Matriks Skor dan Tabel Fakta
Matriks Skor dan Tabel Fakta adalah hasil langsung dari
proses audit sosial ASMS. Matriks Skor adalah Matriks ASMS
yang telah terisi dengan skor setelah melalui proses fasilitasi
seperti dijelaskan dalam Gambar 2.7. Sedangkan Tabel Fakta
adalah tabel yang telah terisi juga setelah melalui suatu proses
fasilitasi yang sama (lihat Gambar 2.8).
Eksistensi
Kebijakan
Efektivitas
Kebijakan
Akses
Masyarakat
Transfer
65
55
47.5
Distribusi
80
50
45
Pelaporan
62.5
57.5
45
Mekanisme
Komplain
45
40
35
Gambar 2.7. Contoh Matriks Skor
42
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Eksistensi
Kebijakan
Transfer
Tidak terdapat aturan
tentang keterlambatan
transfer.
Efektivitas
Kebijakan
Sekolah-sekolah
memperoleh
transfer secara rutin
Persyaratan untuk
Ada persyaratan yang
jelas bagi sekolah un-tuk transfer sering tidak
dipenuhi
mendapat transfer
Distribusi
Masyarakat tak bisa
memperoleh informasi mengenai
transfer
Informasi mengenai
transfer tidak
diumumkan
Secara over-all
prosedur transfer
mudah dipahami.
Secara keseluruhan, ada kepastian
bahwa sekolah
mendapat transfer
Tidak ada petugas di
sekolah yang dapat
dihubungi asyarakat
Peraturan mengenai
penggunaan/distribusi
dana jelas
Sekolah sudah bisa
membuat rencana
belanja yang jelas
Informasi mengenai
rencana penggunaan
dana bantuan ini
tidak dipublikasikan
Mekanisme tentang
penyaluran dana jelas
Personel yang
mengurusi distribusi kurang cakap
Forum untuk
perencanaan
anggaran sekolah
tidak berfungsi.
Sistem administrasi
Aturan mengenai
penggunaan dana jelas di tingkat sekolah
tidak mendukung
namun agak kaku
Pelaporan
Akses
Masyarakat
Masyarakat sering
tidak peduli pada
informasi dari
sekolah.
Ada petunjuk teknis
untuk pembuatan
laporan.
Pihak sekolah sudah
berkomitmen untuk
membuat laporan
tepat waktu
Laporan tentang
penggunaan dana
bantuan tidak
dipublikasikan
Terdapat format yang
jelas mengenai
bagaimana cara
pembuatan laporan
Kapasitas tenaga
pengajar untuk
membuat laporan
kurang sesuai.
Tidak ada petugas di
sekolah yang melayani permintaan
informasi dari masyarakat ttg laporan
Peraturan tak melihat
bahwa guru tidak memiliki waktu cukup untuk
membuat laporan.
Tidak ada tenaga
khusus di sekolah
untuk membuat
laporan.
Tidak tersedia media
untuk menyampaikan
laporan kepada
masyarakat.
Mekanisme Peratuan sudah menya- Sarana & tenaga
takan adanya kewajiban untuk pengelolaan
Komplain
komplain kurang
penanganan komplain
tersedia.
Kehendak masyarakat untuk mengadukan komplain rendah, meski banyak
persoalan dialami.
Secara peraturan
terdapat keterbatasan
dalam penanganan
komplain.
Tak ada insentif yang
diperoleh service
provider bagi kegiatan penanganan
komplain
Prosedur pengaduan
dirasakan sulit untuk
dipenuhi oleh
masyarakat.
Peraturan penanganan
komplain, jika tidak
dilaksanakan tidak ada
sanksi
Kemampuan personil
di service provider
untuk menangani
komplain sangat
terbatas.
Ada kekuatiran
masyarakat, pengaduan akan
mengundang
diskriminasi
pelayanan baginya.
Gambar 2.8 Contoh Tabel Fakta
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
43
Audit Sosial Single-Site dan Multi-Site
Audit sosial dengan metoda ASMS ini dapat dilakukan pada
satu tempat saja (situs tunggal/single-site) atau dilakukan di
banyak (situs banyak/multi-site).Audit sosial single-site
misalnya jika audit sosial tersebut hanya dilakukan di tingkat
kota sebanyak satu kali. Audit sosial dengan multi-site misalnya
jika audit sosial tersebut dilakukan di beberapa kota/kabupaten
dan hasil dari beberapa kota/kabupaten tersebut hendak
diintegrasikan/digabungkan. Audit sosial multi-site juga dapat
terjadi jika hendak dilakukan di beberapa desa dalam satu kabupaten, lalu hasilnya akan diintegrasikan di tingkat kabupaten.
Jumlah situs ini akan mempengaruhi matriks skor
maupun tabel fakta. Untuk audit sosial ASMS situs tunggal,
hasil-hasil kesepakatan dalam workshop audit sosial langsung
menjadi matriks skor dan tabel fakta.Sementara untuk audit
sosial dengan situs banyak (multi-site), matriks skor maupun
tabel fakta harus diproses terlebih dahulu untuk mendapatkan matriks skor gabungan dan tabel fakta gabungan.
Untuk matriks skor gabungan, nilai setiap komponen
peni-laian adalah rata-rata skor dari seluruh daerah. Skor
gabungan tersebut dihitung dengan menjumlahkan semua
nilai pada satu komponen penilaian tertentu untuk seluruh
daerah dan kemudian jumlah skor tersebut dibagi dengan
jumlah daerah.
Formula sebagai berikut:
A
ai
n
44
: Nilai skor gabungan pada suatu komponen penilaian.
: Nilai skor untuk situs i pada suatu komponen penilaian.
: Jumlah situs dimana dilakukan audit sosial.
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Untuk contoh lebih detail silakan lihat pada Bab 3. Sedangkan tabel fakta gabungan diperoleh dengan metode berikut:
• Kumpulkan fakta-fakta yang ada pada satu komponen
peni-laian. Misalnya fakta-fakta pada komponen penilaian
Eksistensi Regulasi pada Transfer.
• Kategorisasi/kelompokkan fakta-fakta tersebut hingga
ditemukan beberapa kategori/kelompok fakta.
• Berilah makna yang mewakili/relevan untuk setiap
kategori/kelompok fakta. Makna fakta yang Anda berikan
ini kemudian menjadi fakta baru (yang mewakili faktafakta yang terkelompok tadi).
6. Alat Analisis
Analisis terhadap hasil audit sosial dilakukan untuk
menge-tahui pada wilayah mana persoalan-persoalan
implementasi program bantuan sosial pemerintah terjadi,
serta apa saja persoalan yang terjadi, sesuai dengan tujuan
dari audit sosial ini. Analisis atas hasil audit ini akan
menghasilkan peta permasalahan yang menjelaskan
komponen-komponen yang telah cukup kuat dan komponenkomponen yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Selain
itu, hasil analisis ini akan menjelaskan persoalan-persoalan
apa yang terjadi sehingga beberapa komponen menjadi lemah,
atau praktek-praktek baik apa yang ada sehingga beberapa
komponen dianggap kuat.
Analisis ini dilakukan dengan memaknai data-data yang
ada pada Matriks Skor maupun Tabel Fakta. Analisis pada
Matriks Skor dilakukan untuk memahami bagaimana pola
perma-salahan yang terjadi. Dalam hal ini hendak dilihat
bagiamana kondisi (kuat/lemah) pada suatu kategori
tertentu, rantai nilai tertentu atau suatu daerah tertentu.
Sebagai contoh lihat Gambar 2.9. dibawah. Sedangkan
analisis pada Tabel Fakta dilakukan untuk memahami
persoalan-persoalan apa saja yang menyebabkan terjadinya
skor seperti itu. Dalam hal ini hasil analisis atas Tabel Fakta
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
45
berupa daftar mengenai akar persoalan-persoalan dalam
setiap komponen penilaian.
Eksistensi
Kebijakan
Efektivitas
Pelaksanaan
Akses
Masyarakat
Transfer
65
55
47.5
Distribusi
80
50
45
Pelaporan
62.5
57.5
45
Mekanisme
Komplain
45
40
35
Area skor tinggi
(> 60)
Area skor sedang
(50 s.d. 60)
Area skor rendah
(< 50)
Gambar 2.6 Contoh Analisa dengan Matriks Skor
Pada Gambar 2.9. dicontohkan analisis atas Matriks Skor
dilakukan. Dalam hal ini, suatu skor dalam setiap kotak komponen penilaian diklasif ikasikan apakah termasuk kelompok
skor rendah (<50), skor sedang (antara 50 sd 60) atau skor tinggi
(>60). Masing-masih kelompok skor diwarnai berbeda, sesuai
dengan skor yang diperolehnya. Dari contoh itu, terlihat daerah
dengan skor cukup tinggi, yaitu pada sebagian dari komponen
Eksistensi Kebijakan dan pada sebagian dari rantai Pelaporan.
Dalam tahap penyajian, kedua analisis dapat disajikan dalam
bentuk deskripsi/narasi maupun diolah lagi dengan chart statistika untuk melihat perbandingan antar komponen penilaian.
Pemaknaan atas data pada Matriks Skor dan Tabel Fakta akan
dijelaskan pada bagian selanjutnya dari modul ini.
46
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Bab 3
Cara P
enggunaan
Penggunaan
udit Sosial Multi-Stak
eholder
Tools A
Audit
Multi-Stakeholder
A
udit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS) merupakan
metode penilaian untuk program-program bantuan
sosial pemerintah yang dilakukan dengan basis forum multistakeholder. Bab ini akan membahas mengenai bagaimana
menggunakan tools ASMS untuk memfasilitasi assesment
terhadap implementasi program-program bantuan sosial
pemerintah.
Terdapat dua bagian dalam bab ini, yaitu Bagian Fasilitasi
dan Bagian Analisis Data. Pada Bagian Fasilitasi akan dijelaskan bagaimana cara menggunakan tools ASM ini untuk memfasilitasi forum untuk melakukan penilaian (audit) atas
program bantuan sosial pemerintah. Proses fasilitasi ini akan
menghasilkan data yang berupa Skor Audit Sosial dan Daftar
Fakta dari peserta; sedangkan pada Bagian Analisa Data
dijelaskan bagaimana Skor Audit Sosial dan Daftar Fakta
tersebut diolah sedemikian rupa sehingga dapat disajikan
hasil akhir ASMS.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
47
Gambar 3.1 Skema Fasilitasi
dengan Menggunakan Tools ASMS
48
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
BAGIAN 1: BAGIAN FASILITASI FORUM
Fasilitasi forum terdiri dari kegiatan-kegiatan mulai dari
tahap persiapan, memulai forum , kontekstualisasi, penjelasan
tata-cara diskusi, eksplorasi data, tahap pemberian skor, dan
tahap pengambilan kesimpulan. Rangkaian tahapan dalam
fasilitasi forum dapat dilihat pada gambar 3.1.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini umumnya dibentuk panitia
untuk persiapan audit sosial. Panitia tersebut kemudian
menjadi penanggung jawab dari audit sosial. Dalam hal ini
persiapan yang harus dilakukan adalah:
a. Penyiapan Tim Pelaksana
Penyiapan tim pelaksana dilakukan untuk menyiapkan
pelaksanaan audit sosial, tim yang disiapkan dibagi sesuai tugas
yang disepakati sebagai fasilitator, co-fasilitator, notulensi,
pendokumentasi, penyambutan, pendaftaran peserta, pengatur
akomodasi dan administrasi.
Selain menyiapkan tim pelaksana yang tidak kalah penting
adalah menyiapakan fasilitator.
Audit sosial akan difasilitasi oleh seorang fasilitator
dibantu seorang co-fasilitator. Dalam hal ini fasilitator
berperan memandu atau memfasilitasi proses diskusi sampai
menghasilkan kesepakatan/konsensus, sedangkan cofasilitator berperan dalam mendokumentasikan proses skoring,
mencatat fakta-fakta yang diberikan peserta.
Menjadi fasilitator dalam sebuah forum memang tidak lepas
dari skill dan seberapa sering pernah memfasilitasi diskusi
dalam sebuah forum, oleh karenanya pengalaman dan jam
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
49
terbang fasilitator sangat mempengaruhi hasil dalam sebuah
diskusi, selain hal tersebut diatas juga faktor mental dan
penguasaan materi seorang fasilitator. Oleh karenanya
menjadi fasilitator dan co-fasilitator FGD audit sosial ini
setidaknya ada prasyarat yang harus dipenuhi oleh seorang
fasilitator dan co-fasilitator agar mampu menguasai forum
dan mengatur pendapat atau usulan dari peserta. Prasyarat
tersebut antara lain:
a) Memahami mekanisme program bantuan sosial pemerintah,
b) Memahami mekanisme penganggaran, dan
c) Memahami peran partisipasi masyarakat.
Prasyarat tersebut bukan menjadi hal mutlak yang harus
dikuasai oleh fasilitator dan co-fasilitator, namun setidaknya
dapat membantu fasilitator dan co-fasilitator mengendalikan
forum jika terjadi hal-hal di luar kendali atau yang tidak
direncanakan sebelumnya.
b. Penyiapan Alat
Alat-alat pendukung yang biasanya diperlukan untuk
kegiatan audit sosial terdiri dari:
1. Display informasi mengenai program bantuan sosial,
meliputi:
•
Informasi umum mengenai program (tujuan, kelompok
sasaran, kementerian/lembaga pemerintah yang
bertanggung-jawab, penyedia layanan yang dilibatkan,
prosedur pokok dan ringkas) (wajib);
• Gambar Alur pemberian bantuan (aliran uang dan barang/
jasa) dari mulai pemerintah pusat hingga kelompok
sasaran (optional).
2. Display informasi mengenai metode ASMS, meliputi:
•
50
Display Matriks Penilaian (wajib);
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
•
Display Def inisi dalam Rantai Nilai (Transfer, Distribusi,
Pelaporan dan Mekanisme Komplain).
• Display Alur Fasilitasi (optional).
3. Alat-alat fasilitasi forum: kertas plano, kertas metaplan,
spidol, white board.
4. Ruang pertemuan dengan dinding yang cukup untuk
menempel kertas-kertas metaplan dan kertas plano dalam
jumlah yang banyak; serta tempat duduk peserta yang diatur
sedemikian rupa sehingga semua peserta saling berhadaphadapan (model U atau melingkar).
5. Laptop dan LCD.
Alat sebagai pendukung kegiatan tersebut harus disiapkan
sebaik mungkin karena kelengkapan alat-alat tersebut
seringkali menentukan keberhasilan fasilitasi.
c. Penyiapan Peserta
Satu hal yang perlu diperhatikan mengenai peserta adalah
perlu dipastikan bahwa komposisi peserta berasal tiga
stakeholder yang berbeda, karena keberadaan multistakeholder wajib dalam pendekatan ASM ini. Inilah yang
membedakan audit sosial multistakeholder ini dengan audit
sosial konvensional.
Para aktor dalam audit sosial multi-stakeholder (ASMS)
adalah pemerintah, penyedia pelayanan dan masyarakat.
Diantara para aktor tersebut, terdapat sejumlah aktor utama
yaitu para stakeholders yang terlibat langsung atau pengambil
kebijakan penting pada program bantuan sosial pemerintah.
Peserta-peserta tersebut perlu didentif ikasi dan diupayakan
untuk dapat hadir di forum.
Panitia perlu memahami peran dari setiap peserta dalam
pelaksanaan riil program bantuan sosial. Peserta yang berasal
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
51
dari pemerintah adalah mereka yang berperan sebagai
pembuat kebijakan dan pentransfer dana. Kelompok peserta
juga berasal dari penyedia layanan.Kelompok dari penyedia
layanan ini merupakan kelompok pelaksana program,
biasanya unsur kelompok ini terdiri dari berbagai bagian
seperti, dinas terkait, BUMN, Badan pemerintah (Bulog),
sekolah, perangkat di kecamatan, perangkat di kelurahan.
Kelompok peserta yang lain berasal dari masyarakat
penerima manf aat, yang berasal dari berbagai lapisan
masyarakat misalnya petani dan penerima beras miskin.
Kriteria penentuan peserta menjadi penting agar forum
audit menghasilkan keputusan yang dapat diterima semua
pihak. Kriteria peserta adalah:
•
•
•
•
Memahami program bantuan sosial pemerintah: baik
memahami sebagai pelaku kebijakan, bagian dari
pelaksana program maupun sebagai penerima manfaat
yang merasakan dampak program.
Dapat mengemukakan pendapat di forum; dalam hal ini
tidak perlu jago berbicara, tetapi misalnya cukup mampu
menceritakan apa yang dialaminya.
Mengetahui permasalahan yang terjadi di masyarakat
selama pelaksanaan program;
Representatasi dari kelompok yang diwakilinya (walaupun
tidak perlu orang yang ditunjuk oleh kelompok tersebut).
Penentuan peserta setidaknya harus diatur komposisinya,
alternatif nya adalah, 1:2:3:1:1 atau 1:2:4:1 dengan komposisi
pemerintah, penyedia layanan, penerima manfaat, perwakilan
media/ LSM, perwakilan akademisi/ pengamat bantuan sosial.
Komposisi dimaksudkan agar forum bisa berimbang dan
dapat menggali informasi yang lebih mendalam. Komposisi
52
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Komposisi
Asal
1/1/1
Pemerintah / Kementerian/ Lembaga
2/2/3
Penyedia Layanan (Dinas, Sekolah,
Kecamatan, Kelurahan, Desa, RT, dll)
3/4/5
Penerima Manfaat (masyarakat)
1/2/2
Wartawan/ Media/ LSM
1/1/1
Akademisi/ Pengamat
peserta tidak sama antar satu dengan lainnya, hal ini bertujuan
memberi kelonggaran ke peserta dalam menentukan
kebutuhan peserta dengan kondisi yang terjadi di daerah
audit sosial.
Komposisinya lalu dilipatgandakan sesuai dengan
kebutuhan forum yang berjumlah sekitar 25-30 an peserta setiap
forum audit sosial.
Contoh komposisi peserta pada suatu audit sosial untuk
program bantuan sosial pemerintah Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Manajer BOS Dinas Pendidkan dan Kebudayaan
Kepala Sekolah dasar
Kepala Sekolah Menengah Pertama
Bendahara Sekolah
UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Inspektorat
Pengawas Sekolah
Dinas/ Badan Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan
Keuangan Daerah
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
53
9.
10.
11.
12.
13.
Komite Sekolah
Orangtua murid
Wartawan media lokal
LSM lokal
Akademisi
d. Titik Kritis Persiapan
Pada saat persiapan audit sosial, pada umumnya ada saat
kritis menjelang pelaksanaan audit sosial, dimana jika itu
terjadi dapat menggagalkan pelaksanaan audit sosial. Karena
itu harus bisa diantisipasi dan dideteksi sejak dini terjadinya
risiko tersebut. Beberapa titik kritis antara lain adalah:
•
•
•
•
•
54
Peserta yang membatalkan kehadiranya, cara mengantisipasi dengan meminta peserta melakukan konf irmasi
kehadiran H-3 pelaksanaan, dan tim panitia juga harus
tetap memastikan kehadiran peserta sesuai yang
direncanakan.
Tempat pelaksanaan. Lokasi pelaksanaan dicari yang
representatif, jika harus menginapkan peserta maka bisa
mencari lokasi di luar kota, agar peserta bisa fokus. Jika
harus lokasinya di dalam kota, maka panitia bisa
memastikan jika peserta tidak pulang dan dapat mengikuti
secara penuh.
Tim pelaksana. Koordinator panitia pelaksana tetap
mampu mengendalikan peran panitia lain untuk tetap ikut
terlibat sesuai pembagian peran dan tugas yang disepakati.
Peralatan pendukung. Kelengkapan alat pendukung
harus dipastikan sesuai dengan yang direncanakan, mulai
daftar peserta, kelengkapan peserta sampai materi dalam
bentuk presentasi power point.
Undangan peserta. Panitia harus memastikan bahwa
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
undangan telah disampaikan sesuai dengan target peserta.
Setalah undangan diterima peserta maka panitia
melakukan jemput bola unutk mengonf irmasi kehadiran
peserta, jika ada peserta yang berhalangan maka panitia
sesegera mungkin mencari pengganti agar kuota peserta
tetap terpenuhi.
2. Memulai Fasilitasi Audit Sosial Multistakeholder
Pada hari H yang telah ditentukan panitia setidaknya telah
siap dengan hadir terlebih dahulu di tempat lokasi untuk
menyiapkan keperluan peserta dan untuk mengurangi demam
panggung para panitia.
Kegiatan-kegiatan untuk memulai ASMS dalah:
1) Pembukaan/sambutan-sambutan (situational, optional)
Untuk mengawal kegiatan audit sosial maka dilakukan
pembukaan dalam bentuk sambutan-sambutan. Pidato
pembukaan ini biasanya isinya diserahkan kepada si calon
pemberi pidato.
Sambutan dimaksudkan sebagai pertanda bahwa kegiatan
audit sosial resmi dimulai, sedangkan yang memberi
sambutan tidak perlu banyak-banyak, maksimal 2 orang
yang dianggap panitia berkepentingan atau berkompeten
misalnya kepala dinas dan ketua DPRD, dll.
2) Perkenalan Forum (wajib)
Setelah sambutan selesai, maka dilanjutkan untuk
perkenalan forum, perkenalan dimaksudkan agar setiap
peserta mengetahui siapa yang hadir dan berasal dari
kelompok mana, perkenalan dilakukan oleh semua peserta
dan semua panitia.
Setelah memperkenalkan diri, peserta lalu diminta
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
55
menuliskan namanya di sebuah kertas yang telah
disiapkan panitia dan ditempatkan di depan meja duduk
peserta, agar peserta yang lain atau fasilitator yang lupa
dapat membacanya kembali.
3. Kesepakatan Forum (wajib)
Selanjutnya fasilitator memimpin kesepakatan forum,
kesepakatan ini digali dari peserta bertujuan agar forum
yang akan berjalan tertib, disiplin dan saling menghargai
diantara peserta. Kesepakatan yang diambil antara lain :
jadwal kegiatan, istirahat forum, tata cara ijin, jam mulai
dan berakhir tiap sesi.
3. Kontekstualisasi
Agar peserta dapat mengikuti audit sosial ini, harus
dilakukan kontekstualisasi terlebih dahulu. Kontekstualisasi
dilakukan dalam bentuk:
1) Penjelasan Program Bantuan Sosial yang akan
Diaudit
Fasilitator terlebih dahulu menjelaskan program bantuan
sosial yang akan diaudit sosial, hal ini bertujuan untuk
menyamakan persepsi dan pemahaman tentang program
bantuan sosial yang akan diaudit sosial.
Penjelasan tentang program bantuan sosial yang detail akan
baik. Namun sebenarnya yang dibutuhkan adalah
penjelasan yang cukup umum mengenai tujuan program,
prosedur umum program, siapa kelompok sasaran, dan
prosedur umum penyaluran uang. Penjelasan yang lebih
spesif ik akan diberikan juga ketika menjelaskan Rantai
Nilai.
56
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Sebagai catatan penting, perlu dijelaskan pada peserta
bahwa obyek yang akan dinilai/diaudit dalam ASMS ini
bukan pada keseluruhan program, juga bukan pada hasil/
impact dari program. Fokus ASMS ini pada pelaksanaan
program bantuan sosial. Lebih khusus lagi perhatian
ASMS ini adalah pada arus belanja program dan arus
pertanggung-jawaban/kinerja program.
Penjelasan bisa didukung alat peraga yang telah
disediakan atau menggunakan materi dalam bentuk
presentasi power point, dalam menyampaikan penjelasan
umum ini fasilitator tidak perlu membuka sesi tanya jawab
agar waktu mencukupi untuk sesi berikutnya.
2) Penjelasan Konsep Integritas dan Akuntabilitas
Penjelasan mengenai integritas dan akuntabilitas
dimaksudkan agar peserta memahami konsep integritas dan
akuntabilitas dari suatu program bantuan sosial yang akan
dinilainya. Konsep integritas dan akuntabilitas tersebut
adalah mengenai komponen eksistensi peraturan,
komponen efektivitas pelaksanaan dan komponen akses
masyarakat, seperti yang diuraikan dalam pada Bab 2.
Untuk memberi penjelasan pada peserta, lihat Gambar 3.2.
berikut ini.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
57
Gambar 3.2 Konsep Integritas dan Akuntabilitas
3) Penjelasan Rantai Nilai
Penjelasan mengenai rantai nilai (value chain)
dimaksudkan agar peserta memahami bahwa terdapat
beberapa komponen / tahapan dalam pelaksanaan program
bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam proses belanja
anggaran program tersebut, serta terdapat beberapa pelaku
yang terkait pelaksanaan program bantuan sosial.. Perlu
dijelaskan juga, mengapa dibutuhkan Rantai Nilai sebagai
alat analisis dalam audit sosial ini. Dalam hal ini, Analisis
Rantai Nilai dibutuhkan agar audit ini fokus, khususnya
fokus pada belanja dan pencapaian kinerja. Untuk
menjelaskan menganai Rantai Nilai, lihat Gambar 3.3.
58
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Gambar 3.3 Relasi pelaku dalam Rantai Nilai
Untuk menjelaskan bagaimana memahami Rantai Nilai
ikuti langkah-langkah ini:
•
Pertama, jelaskan mengenai pelaku-pelaku terkait program
bantuan sosial, dalam hal ini para pelaku tersebut meliputi:
pemerintah, penyedia layanan, dan konsumen (masyarakat).
•
Kedua, jelaskan mengenai relasi-relasi antar pelaku, yaitu:
Transfer, Distribusi, Pelaporan dan Mekanisme Komplain1.
.
1
Lihat kembali penjelasan mengenai Analisis Rantai Nilai pada Bab 2.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
59
4) Penjelasan Matriks Penilaian
Penjelasan mengani Matriks Penilaian ini dilakukan
untuk mengantar peserta masuk ke tataran lebih teknis
dari audit sosial ini. Dengan memahami Matriks Penilaian,
peserta akan dapat melaksanakan Audit Sosial
Multistakeholder ini. Untuk menjelaskan Matriks
Penilaian ini, gunakan Gambar 3.4 di bawah ini.
Skor
Akses
Masyarakat
Skor
Efektivitas
Kebijakan
Skor
Kecukupan
Kebijakan
Analisis Rantai Nilai
Kerangka Integritas dan Akuntabilitas
Transfer
Distribusi
Pelaporan
Mekanisme
Komplain
Komponen
Penilaian
Skor Komponen
Penilaian Terkait
Gambar 3.4 Matriks Penilaian
4) Menjelaskan Tata Cara Diskusi
a) Penjelasan Skoring
Penjelasan mengenai skoring disampaikan ke peserta
dengan tujuan supaya peserta memahami tujuan dari
Skoring serta memahami bagaimana Skoring dilakukan.
Sistem skor dalam ASMS ini adalah dari angka”1" untuk
terendah hingga angka “4” untuk tertinggi.
60
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Skor hanya dibatasi 1-4 dengan tujuan agar ekspektasi nilai
tidak terlalu tinggi dan angka tidak diidentikkan dengan
justif ikasi. Penggunaan skor genap dimaksudkan agar
pemilihan skor tidak terjadi kecenderungan untuk memilih
skor tengah –terutama pada situasi yang kurang tegas
menunjukkan kondisi baik atau buruk. Maka pola skoring
ditentukan sebagai berikut:
Skor
Arti
1
Tidak
Ideal
2
Kurang
Ideal
Hampir semua komponen tidak
memuaskan tetapi sudah ada beberapa
komponen memuaskan yang muncul
3
Hampir
Ideal
Hampir semua komponen memuaskan
tetapi masih ada beberapa komponen
yang tidak memuaskan muncul
4
Ideal
Semua komponen dianggap
memuaskan (walaupun masih ada
beberapa komponen tidak memuaskan
muncul tetapi dapat diabaikan)
Penjelasan
Kondisi fakta yang sama sekali tidak
memuaskan
Gambar 3.5 Penjelasan Skor
b) Penjelasan untuk Eksplorasi Fakta dan Skoring
Penjelasan ini adalah agar peserta memahami bagaimana
alur dan tatacara diskusi untk mengeksplorasi fakta dan
untuk skoring. Hasil dari proses diskusi tersebut adalah
diperolehnya Daftar Fakta dan Daftar Skor. Untuk
memahami alur fasilitasi diskusi, lihat Gambar 3.6 berikut
ini.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
61
Gambar 3.6 Proses Diskusi (Eksplorasi Fakta dan Skoring)
Berdasar gambar 3.6, f asilitator dapat menjelaskan
mengenai tatacara eksplorasi fakta yaitu :
•
•
•
•
•
•
Fasilitator membacakan dan menjelaskan pertanyaan
kunci.
Peserta diminta mengungkapkan fakta sesuai pertanyaan
kunci.
Daftar panjang fakta dikumpulkan oleh fasilitator.
Peserta menyepakati fakta yang disepakati (short list).
Berdasarkan short list f akta lalu peserta membuat
konsensus skor.
Fasilitator mereview konsensus fakta dan skor yang telah
disepakati.
Cara di atas digunakan berulang-ulang untuk setiap obyek
penilaian.
62
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
c) Konf irmasi pemahaman ke peserta
•
Fasilitator diharapkan melakukan konf irmasi pemahaman
ke peserta mulai penjelasan yang awal hingga cara
berdiskusi, tetapi tidak dengan membuka tanya jawab agar
waktunya mencukupi untuk sesi berikutnya. Jika ada
peserta yang memang kurang paham maka fasilitator bisa
menjawabnya secara singkat dan padat.
•
Konf irmasi pemahaman ke peserta ini perlu dilakukan
agar mempermudah setiap proses diskusi dan peserta
memahami maksud dan tujuan melakukan audit sosial
integritas akuntabilitas ini.
5) Fasilitasi Eksplorasi Fakta
a) Penjelasan Pertanyaan Kunci
•
Setelah semua peserta memahami penjelasan-penjelasan
mulai awal sampai cara berdiskusi, maka fasilitator bisa
memulai menyampaikan pertanyaan kunci pertama
dengan cara membaca lalu menjelaskan maksud
pertanyaan kunci yang ditampilkan agar lebih
memudahkan peserta membaca dan memahaminya maka
pertanyaan kunci ditampilkan dalam power point.
•
Untuk memulai pertanyaan kunci bisa diawali pada obyek
penilaian mana saja, bisa pada kolom Eksistensi Kebijakan
atau dari Eksistensi Pelaksanaan atau dari Akses
Masyarakat. Sedangkan pada rantai nilai juga bisa dimulai
dari mana saja, bisa dari tahap Transfer atau Distribusi
atau Pelaporan atau Mekanisme Komplain.
•
Setelah fasilitator memastikan ke peserta tentang pemahaman pertanyaan kunci, maka bisa ke tahap berikutnya.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
63
b) Eksplorasi Fakta
•
•
Setelah peserta memahami pertanyaan kuncinya, maka
fasilitator meminta peserta untuk mengungkapkan faktafakta ditemui, didengar, atau diketahui sebanyak-banyaknya.
Fakta-f akta dikumpulkan oleh f asilitator sebanyak
banyaknya tanpa ditolak atau dibantah oleh fasilitator,
agar semua peserta dapat mengungkapkan fakta apapun
yang sesuai dengan pertanyaan kunci. Kalaupun ada fakta
yang diungkapkan peserta tetapi tidak sesuai dengan
pertanyaan kunci, maka fasilitator dapat mencatatnya di
kertas lain untuk dibahas ketika fakta tersebut sesuai
dengan pertanyaan kuncinya.
Pada tahap ini peserta mengungkapkan semua fakta
apapun yang sesuai dengan pertanyaan kunci dan
fasilitator hanya menulisnya saja di kertas metaplan agar
semua peserta dapat membaca juga.
c) Daftar Panjang Fakta
• Fasilitator akan me-list fakta-fakta yang muncul dari
peserta, pengumpulan fakta itu cukup ditulis saja oleh fasilitator di metaplan agar dapat diketahui dan dipahami
peserta lain.
• Semua peserta memiliki hak untuk menyampaikan fakta
apapun yang diketahui, didengar dan didapat di lapangan
atau di masyarakat.
• Jika sudah mencatat semua fakta maka fasilitator mengklarif ikasi ke peserta lain untuk mendapatkan fakta yang
benar hingga menjadi sebuah fakta yang disepakati
bersama, kemungkinan dalam tahap ini fasilitator akan
mendapatkan banyak fakta (daftar panjang fakta).
64
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
d) Konsensus Fakta (Short List)
• Setelah daftar panjang fakta ditulis, maka selanjutnya
fasili-tator memfasilitasi peserta unutk menyepakati fakta
yang disepakati forum menjadi daftar fakta pendek (short
list).
• Sebuah fakta yang dimunculkan lalu didiskusikan jika
ada peserta yang menganggap fakta tersebut tidak sesuai,
maka peserta lain bisa mendebatnya dengan fakta lain
tetapi tidak bisa mendebat fakta dengan asumsi, opini,
persepsi atau perkiraan saja. Artinya fakta hanya bisa
didebat dengan fakta sampai menghasilkan fakta yang
disepakati bersama.
• Jika ada sebuah fakta yang telah disepakati tetapi masih
ada yang ingin mendebat, maka bisa jadi fakta tersebut
akan didiskusikan kembali dengan kemungkinan fakta
tersebut semakin menguat, atau menjadi batal menjadi
fakta yang disepakati, atau fakta lain yang baru. Hal
tersebut harus dibangun dan disepakati menjadi fakta
bersama oleh peserta. Pada tahap ini, forum peserta
menyepakati konsensus fakta.
6) Memfasilitasi Proses Pemberian Skor
a) Eksplorasi skor
• Setelah forum menyepakati konsensus daftar pendek
fakta, maka fasilitator mengeksplorasi skor ke peserta
berdasarkan konsensus fakta.
• Fasilitator cukup mencatat skor yang disulkan peserta di
sebuah metaplan.
b) Konsensus skor
• Setelah mendapat daftar skor yang diusulkan, lalu ajak
peserta mensinkronkan antara konsensus fakta dengan skor
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
65
•
•
yang sesuai. Hal ini dilakukan supaya antara konsensus
fakta dan skor bisa sesuai.
Pada tahap ini fasilitator harus mampu memfasilitasi
forum untuk menyepakati satu skor menjadi konsensus
skor.
Hal lain yang perlu dihindari adalah pada tahap ini tidak
lagi membahas fakta, karena fakta sudah disepakati di tahap
sebelumnya.
c) Penegasan fakta dan skor
Setelah semua fakta dan skor menghasilkan konsensus yang
disepakati, sebaiknya fasilitator membaca sekilas hasil-hasil
yang disepakati yaitu konsensus fakta dan skor. Pada
tahap ini fasilitator tidak lagi membuka ruang diskusi.
d) Pengulangan proses dari eksplorasi fakta.
Jika satu obyek penilaian sudah selesai, maka untuk
melan-jutkan pertanyaan kunci berikutnya fasilitator tetap
mengulang tahap-tahap seperti di atas yaitu mulai tahap
eksplorasi fakta sampai tahap eksplorasi skor.
7) Memfasilitasi Pembuatan Rekomendasi
Rekomendasi dimaksudkan untuk menggali usulan-usulan
perbaikan, rekomendasi dan tindak lanjut forum dari peserta.
Usulan dari peserta diharapkan menjadi masukan ke pihak
manapun yang berkompeten dalam pelaksanaan program
bantuan sosial pemerintah.
a) Usulan perbaikan dari peserta
Fasilitator menggali usulan-usulan perbaikan dari peserta
pada semua aspek, semua usulan peserta akan dicatat
tersendiri di metaplan untuk kemudian dijadikan bahan
usulan perbaikan. Usulan yang disampaikan harus jelas
66
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
perbaikan usulannya dan ditujukan ke pihak mana.
Usulan perbaikan ini sif atnya lebih teknis untuk
memperbaiki program bantuan sosial pemerintah.
b) Usulan Rekomendasi.
Usulan rekomendasi juga perlu digali dari peserta, caranya
dengan meminta peserta mengusulkan rekomendasi.
Usulan rekomendasi sifatnya lebih untuk perbaikan sistem
program bantuan sosial pemerintah dan rekomendasi
untuk pelaksanaan audit sosial.
3) Rencana Tindak lanjut forum
Rencana tindak lanjut forum dimaksudkan untuk menggali
kebutuhan peserta pasca pelaksanaan audit sosial.
Diharapkan forum audit sosial tidak berhenti setelah audit
sosial, akan tetapi setelah pelaksanaan audit sosial ada
sebuah kegiatan atau forum yang dapat membangun
hubungan dan interaksi di antara peserta sebagai salah
satu bentuk kontrol yang lain.
Penutupan
1. Penjelasan kesimpulan dan hasil
Jika semua obyek penilaian telah diisi fakta dan skornya,
maka f asilitator bisa menjelaskan kesimpulan selama
pelaksanaan proses audit sosial serta membacakan sekilas hasilhasil yang disepakati termasuk usulan-usulan perbaikan,
rekomendasi dan tindak lanjut forum.
2. Penutupan
Di akhir sesi fasilitator lalu menutup dengan menyampaikan terimakasih ke peserta atas partisipasinya dalam
kegiatan audit sosial. Fasilitator lalu dapat memberikan kesempatan ke panitia untuk menutup secara resmi pelaksanaan
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
67
audit sosial ini. Dengan demikian berakhirlah pelaksanaan
audit sosialMulti-Stakeholder ini.
BAGIAN 2: TAHAP PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data skor pada ASMS (Audit Sosial MultiStakeholder) adalah agar skor dan daftar dapat diinterpretasikan sehingga akan menggambarkan tingkat dan kondisi
integritas dan akuntabilitas pelaksanaan suatu program
bantuan sosial pemerintah. Pengolahan data terdiri dari
pengolahan data atas Skor dan pengolahan data atas Daftar
Fakta yang dihasilkan dari suatu ASMS.
Pengolahan data dilakukan oleh penyelenggara audit
sosial, dapat melibatkan atau tidak melibatkan fasilitator yang
telah memf asilitasi ASMS. Pengolahan data ini tidak
melibatkan stakeholder. Baru pada saat data telah diolah tim
penyelenggara ASMS bisa saja memaparkan hasil olahan
datanya kepada para stakeholder yang mengikuti ASMS
tersebut.
Pengolahan Data Skor ASMS
Pengolahan Data Skor ASMS adalah proses menjadikan
data Skor yang telah diperoleh dari proses ASMS dapat diinterpretasikan menjadi suatu penilaian atas tingkat integritas dan
akuntabilitas suatu program bantuan sosial pemerintah. Cara
untuk mengolah data Skor ini adalah sebagai berikut:
•
68
Jika suatu ASMS diselenggarakan hanya pada satu lokasi
(single site), maka gunakan Matriks Penilaian dan Skor yang
didapat sebagai bahan analisis. Misalnya dari suatu ASMS
telah didapat Matriks Penilaian di bawah ini:
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Eksistensi
Kebijakan
Efektifivas
Kebijakan
Akses
Masyarakat
Transfer
3,1
2,6
1,9
Distribusi
3,4
2,5
2,2
Pelaporan
2,9
2.5
2,1
Mekanisme
Komplain
1,9
1,9
1,5
Gambar 3.7 Contoh Hasil Skor
Apabila suatu ASMS diselenggarakan di banyak daerah
atau banyak tempat (multi site), maka Skor dalam Matriks
Penilaian dihitung berdasar formula:
A
ai
n
: Nilai skor gabungan pada suatu komponen penilaian.
: Nilai skor untuk situs i pada suatu komponen penilaian.
: Jumlah situs dimana dilakukan audit sosial.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
69
No.
Kota
Eksistensi
Peraturan
Efektivitas
Pelaksanaan
Akses
Masyarakat
1
Gresik
3
2
2
2
Lombok Barat
4
3
2
3
Solo
4
3
3
4
Serang
2
2
2
5
Jeneponto
4
2
2
6
Semarang
3
3
2
7
Pekalongan
3
3
2
8
Bandung Barat
3
2
2
9
Jayapura
2
2
2
10
Aceh
3
2
3
Gambar 3.8 Hasil Skor ASMS
pada Rantai Distribusi di 10 Kota
Misalkan diselenggarakan ASMS di 10 kota seperti dalam
tabel pada Gambar 3.8. di atasi. Maka untuk menghitung Skor
dari Komponen Penilaian Distribusi – Efektivitas Pelaksanaan
dilakukan penghitungan sebagai berikut: jumlahkan semua
Skor pada kolom Efektivitas Pelaksanaan dan dibagi
dengan jumlah kota (site) yang terlibat.
Skor =
2 + 3 + 3 +2 + 2 + 3 + 3 + 2 + 2 + 2
10
=
24
= 2,4
10
Maka diketahui bahwa Skor untuk Komponen Distribusi
– Efektivitas Pelaksanaan adalah 2,4.
70
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Contoh lain adalah menghitung Skor untuk Komponen
Distribusi - Akses Masyarakat.
Skor =
2 + 2 +3 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 3
10
=
22
= 2,2
10
Maka diketahui bahwa Skor untuk Komponen Distribusi
– Akses Masyarakat adalah 2,2.
Perhitungan seperti itu dilakukan untuk setiap Komponen
yang lain dari Matriks Penilaian tersebut. Pada gambar 3.9. di
bawah, ditampilkan Matriks Penilaian dari proses ASMS di
10 kota yang telah terisi lengkap.
Interpretasi Atas Skor
Interpretasi atas Skor adalah proses menempatkan setiap
Komponen Penilaian apakah masuk kategori Tinggi, Sedang
atau Rendah berdasar Skor yang diperolehnya. Setelah itu
beberapa Komponen Penilaian yang sama dalam satu kategori.
Pada akhirnya akan diperoleh sejumlah Komponen Penilaian
dengan karakteristik sama (tinggi, sedang, atau rendah)
membentuk satu daerah. Dalam Gambar 3.9, di bawah satu
daerah digambarkan dengan warna yang sama. Dalam gambar
tersebut, daerah yang warnanya PUTIH adalah daerah dengan
Skor Tinggi, daerah ABU-ABU adalah daerah yang Skor-nya
Sedang dan daerah yang warna HITAM adalah yang Skornya Rendah.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
71
Perhatikan Matriks Penilaian dalam Gambar 3.9 di bawah.
Dalam Matriks Penilaian ini memiliki kotak-kotak dengan pola
tertentu. Hasil Audit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS)
mungkin saja menghasilkan pola gambar yang menyebar dan
tidak berpola. Namun umumnya hasil Audit Sosial akan
memiliki pola tertentu2. Pola ini yang akan digunakan dalam
Analisis Deskriptif atas Skor.
Eksistensi
Kebijakan
Efektivitas
Pelaksanaan
Akses
Masyarakat
Transfer
3,0
2,6
2,3
Distribusi
3,1
2,4
2,2
Pelaporan
2,9
2.7
2,2
Mekanisme
Komplain
2,2
2
1,8
Gambar 3.9 Contoh Hasil Skor
2
72
Berdasar pengalaman PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional)
melakukan Audit Sosial Multistakeholder di 10 kota/kabupaten di
Indonesia pada tahun 2011-2012.
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
TABEL INTERPORETASI SKOR
Skor3
Karakteristik
Deskripsi Perkiraan Kondisi
1,00 -2,25
1,00 -2,25
Kondisi integritas dari sistem/institusi
rendah, dimana diperkirakan sebagian
besar komponen dari sistem/institusi
(khususnya manusianya) belum terbangun
untuk mengarah tercapainya program dan
good governance, sebagian besar tindakan
yang diharapkan juga belum dilakukan.
2,25 - 2,75
2,25 - 2,75
2,75 - 4,0
2,75 - 4,00
Kondisi integritas dari sistem/institusi
sedang, dimana diperkirakan sudah
cukup terlihat bahwa sistem/institusi mulai
mengarah pada tercapainya tujuan program
dan good governance, namun masih
terdapat komponen sistem/institusi (termauk
unsur manusianya) dalam jumlah signifikan
yang belum mendukung. Perbaikan yang
dibutuhkan mungkin pada backbone (tulang
punggung) sistem/institusi. Jika hal itu
dibiarkan maka pencapaian tujuan program
dan good governance bisa gagal.
Kondisi ini menggambarkan bahwa sistem/
institusi diperkirakan sudah cukup mantap
mengarah pada tercapainya tujuan program
dan terwujudnya kondisi good governance.
Perbaikan yang dibutuhkan pada komponen
di sistem/institusi bukan berarti tidak ada
sama sekali. Ada ruang perbaikan yang
arus dilakukan, namun jumlahnya tidak
signifikan, umumnya bukan pada
backbone, tapi pada komponen pendukung
saja.
Gambar 3.10 Tabel untuk Pengolahan Data.
3
Skor minimum = 1, Skor maksimum = 4, Skor tengah-tengah = 2,5.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
73
Langkah-langkah untuk melakukan Interpretasi Skor
adalah sebagai berikut:
•
Tampilkan Matriks Penilaian yang sudah terisi dengan
benar. Misalnya lihat Gambar 3.9. di atas.
•
Periksa Skor yang didapat oleh setiap Konponen Penilaian.
Ikuti tabel pada Gambar 3.10. untuk menentukan
karakteristik (tinggi, sedang atau rendah) dari setiap
Komponen Penilaian tersebut.
•
Berilah warna berbeda di kotak Komponen Penilaian untuk
karakteristik yang berbeda. Misalnya warna hitam jika kotak
tersebut Skor-nya masuk rendah, merah muda jika sedang
dan merah jika tinggi.
•
Pehatikan pola yang muncul dari kotak seluruh Matriks
Penilaian, gunakan itu untuk melakukan Analisis
Deskriptif atas Skor.
Analisis Deskriptif atas Skor
Analisis Deskriptif atas Skor dilakukan agar hasil Skor ini
dapat dipahami sebagai suatu masukan yang relevan dengan
perbaikan sistem / institusi. Hasil dari proses ini adalah sebuah
deskripsi (dalam bentuk kalimat-kalimat) yang
menggambarkan peta persebaran persoalan integritas dan
akuntabilitas dari Komponen-Komponen penilaian dalam
suatu sistem implementasi dari suatu program bantuan sosial
pemerintah.
Langkah-langkah untuk melakukan Analisis Deskriptif:
•
74
Analisis ini dilakukan dengan melihat pola Daerah yang
dihasilkan dari proses Interpretasi atas Skor. Lihat contoh
pada Gambar 3.9. Dari gambar itu, kita dapat menemukan
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Daerah (kompulan Komponen-Komponen Penilaian)
dengan Skor rendah, sedang dan tinggi, dan pola yang
terbentuknya.
•
Kemudian gunakan Tabel Interpretasi Skor pada Gambar
3.10. pada kolom Deskripsi Perkiraan Kondisi untuk
menggambarkan perkiraan atas kondisi dari beberapa
Komponen Penilaian yang mengumpul membentuk suatu
Daerah dan memiliki karakteristik (tinggi, sedang, rendah)
sama.
•
Dari pola yang tergambar tersebut, lakukan analisis
deskriptif dengan memberi penjelasan deskripsi atas pola
tersebut.
Dari Matriks Penilaian pada Gambar 3.9, hasil analisa
deskriptifnya adalah sebagai berikut:
•
Pada program bantuan sosial tersebut, kebijakan yang
mengatur untuk semua rantai nilai relatif telah mencukupi,
namun tidak untuk rantai Mekanisme Komplain. Hal ini
dapat dikatakan bahwa perbaikan kebijakan untuk rantai
Transfer, Distribusi maupun Pelaporan tidak perlu
dilakukan secara besar-besaran.
•
Efektivitas pelaksanaan untuk seluruh rantai nilai, kecuali
rantai Mekanisme Komplain, rata-rata adalah sedang. Ini
dapat diartikan bahwa sudah cukup bagus sistem unuk
mendukung rantai ini, namun masih terdapat kelemahan
yang signif ikan yang arus diperbaiki baik pada Efektivitas
Pelaksanaan di rantai Transfer, Distribusi maupun
Pelaporan.
•
Akses Masyarakat untuk semua rantai nilai masih terlihat
memiliki Skor rendah, yang menunjukan bahwa pada
semua rantai keterlibatan masyarakat untuk mendukung
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
75
tujuan program dan good governance belum diberi ruang.
•
Rantai Mekanisme Komplain memiliki Skor rendah untuk
semua komponen integritas dan akuntabilitas sistem, mulai
dari kebijakan, pelaksanaan hinga akses masyarakat. Hal
ini menunjukkan perhatian terhadap keberadaan
Mekanisme Komplain masih kurang terlihat dalam
penyelenggaraan program ini.
•
Selain itu terlihat bahwa, kecuali untuk Rantai Mekanisme
Komplain, terjadi penurunan Skor dari kebijakan ke
pelaksanaan kemudian ke Akses Masyarakat.
76
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Kata P
enutup
Penutup
A
udit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS) ini, seperti
dinyatakan di awal, adalah instrumen untuk mendukung
pengawasan atas implementasi program-program bantuan
sosial pemerintah, sekaligus instrumen untuk membangun
dialog antar stakeholder. Sebagai sebuah instrumen, ASMS
akan menghasilkan temuan-temuan dan skor mengenai
bagaimana implementasi program bantuan sosial dilaksanakan. Sebagai sebuah instrumen dialog stakeholder, ASMS
memfasilitasi terjadinya dialog antar stakeholder programprogram bantuan sosial yang selama ini tidak mendapat ruang
untuk dialog tersebut.
Kami ingin menyatakan sekali lagi bahwa tujuan dari audit
sosial dengan metoda ASMS ini bukanlah mencari-cari
kesalahan dalam pelaksanaan program. Bukan pula mencari
siapa orang yang harus disalahkan jika terdapat kesalahan
dalam implementasi program bantuan sosial. Namun tujuan
dari ASMS tersebut adalah membuat peta, yang menggambarkan pada bagian mana implementasi program bantuan
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
77
sosial tersebut telah kuat, serta pada bagian mana masih
lemah. Hasil dari ASMS ini diharapkan adalah peta yang
memberi “rekomendasi” pada pihak-pihak pengelola dan
desainer dari suatu program bantuan sosial pemerintah.
Dalam hal ini kami ingin menegaskan bahwa hasil dari ASMS
tersebut bukanlah temuan kasus-per kasus. Walaupun sangat
mungkin diperoleh temuan kasus-kasus implementasi
program bantuan sosial dalam proses audit sosial. Hasil yang
diharapkan dari ASMS adalah sebuah rekomendasi sistemik
untuk perbaikan desain program, baik pada rantai nilainya
maupun pada sistem integritas dan akuntabilitasnya.
Kami menyadari dalam penerapannya, ASMS masih
mengandung banyak kekurangan yang akan cukup mengganggu. Kekurangan tersebut, misalnya yang kami temui
dalam implementasi ASMS ini adalah: sulit menentukan skor
objektif ketika forum terlalu didominasi oleh beberapa
kelompok stakeholder tertentu, untuk menghasilkan penilaian
yang objektif peran fasilitator masih cukup berpengaruh
dalam audit sosial ini, dan lain-lain. Kami mengharapkan
bahwa penerapan yang lebih banyak dari metode ASMS ini
akan dapat memperbaiki metodologi dari ASMS itu. Kami
menunggu kritikan dan masukan mengenai metode ASMS
ini dari Anda, khususnya yang telah menerapkan metode ini
di lapangan.
Selain itu, metode ASMS ini dapat digunakan untuk
melakukan audit sosial atas beberapa isu yang lain selain
program bantuan sosial pemerintah. Metode ASMS ini dapat
digunakan misalnya untuk menilai kualitas pelayanan publik.
Jika hal itu akan dilakukan, maka yang harus disesuaikan adalah
rantai nilai dari objek yang akan diaudit sosial. Rantai nilai
baru, yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pokok dari
78
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
pelayanan publik harus ditemukan, jika hendak melakukan
audit sosial dengan ASMS ini.
Pada akhir kata kami ucapkan terimakasih pada Anda
sekalian yang telah bersedia memahami modul ini. Terimakasih
yang lebih banyak lagi kami haturkan pada Anda yang sudah
mencoba menerapkan modul ini.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
79
80
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Daftar Pustak
a
Pustaka
Abdullah, Maryati; Lukman Hakim
2011. Peta Masalah Pupuk Bersubsidi di Indonesia.
PATTIRO Jakarta
Cendekia, Ilham; Rohidin Sudarno, Saifullah
2010. Metode Fasilitasi: Pembuatan Keputusan Partisipatif.
PATTIRO Jakarta
Saharudin, Iskandar dan Lukman Hakim
2011, Bantuan Operasional Sekolah, PATTIRO, Jakarta
Syaifullah, Cecep; Lukman Hakin dan Widi Heriyanto.
2010. Memahami Akuntabilitas Sekolah. PATTIRO Jakarta
_____________________
2009. Study Stock Taking on Indonesia’s Recent
Decentralization Reforms, DRSP USAID.
______________________
2005. Social Audit: A Toolkit A Guide for Performance
Improvement and Outcome Measurement. Director
General & Executive Director, Centre for Good Governance.
Dr MCR HRD IAP Campus.
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
81
______________________
2009. Corruption Perception Index, Transparency
International 2007-2008
______________________
2006. Konstruksi Kebijakan Subsidi Pupuk, Departemen
Pertanian RI
______________________
2008. Paperwork of Review and Evaluation on Pro-Poor
Programs in Indonesia, Bappenas RI and Asian
Development Bank.
______________________
2006. Report on Investigation on Food Subsidy of Raskin
Program in 2004 and 2005 at Perum Bulog
82
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Indeks
A
akuntabilitas
4, 5, 6, 9, 13, 14, 15, 16, 17,
Analisa 26, 27, 29, 30, 45, 46,
ASMS 7, 15, 16, 21, 22, 23, 24,
42, 44, 77, 78, 79, 83
Audit Sosial
7, 15, 21, 23, 24, 32, 33, 37, 41,
19, 20, 57, 63, 67, 68, 74, 76, 78
47, 59, 74
29, 30, 32, 33, 36, 37, 40,
44, 47, 50, 55, 60, 68, 72, 77, 83, 84
D
Daftar Panjang Fakta 62, 64, 65
Distribusi 31, 32, 33, 34, 37, 39, 42, 43, 46, 51, 59, 60, 68, 70,
71, 72, 75
E
eksplorasi atas fakta 40
F
Fakta 18, 23, 32, 33, 36, 38, 40, 41, 44, 45, 49, 61, 62, 64, 65,
66, 67, 68
fasilitasi 14, 19, 20, 21, 37, 42, 47, 49, 51, 61, 65, 66, 68,
77, 83, 84
FGD 50
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
83
G
Gap 1 25, 26
Gap 2 26
Gap Integritas 24, 25, 26, 27
good governance 13, 24, 29, 73, 76, 83, 84
I
instrumen monitoring 7
Integritas 4, 5, 6, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 25, 27, 57, 63, 67, 68,
73, 74, 76, 78
K
Kerangka Kerja 24, 29, 32
Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas 24, 27
Komponen Akses Masyarakat 28, 57
Komponen Efektivitas Pelaksanaan 28, 57
Komponen Eksistensi Kebijakan 27, 32, 56
Komponen Penilaian 32, 33, 34, 35, 37, 38, 70, 71, 74, 75
konsensus atas fakta 40
konsensus atas skor 40
M
Matriks Penilaian 51, 60, 68, 69, 71, 72, 74, 75
Matriks Skor 42, 44, 45, 46
Mekanisme Komplain 31, 33, 35, 42, 43, 46, 51, 59, 60, 68, 72,
75, 76, 83
P
Pelaporan 22, 26, 32, 31, 35, 38, 39, 46, 51, 59, 63, 75
Pertanyaan Kunci 32, 37, 39, 63, 64, 66
Program Bantuan Sosial 4, 36, 45, 47, 50, 51, 52, 53, 56, 57,
58, 59, 66, 67, 68, 74, 75, 77, 78
84
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
R
Rantai Nilai 24, 29, 30, 32, 33, 51, 56, 58, 59, 60, 63, 75, 78
S
SIAP-2 15
Sistem Monitoring 5, 6, 13
Skor
23, 32, 33, 36, 42, 44, 45, 46, 47, 60, 61, 62, 68, 69, 70, 71,
72, 73, 74, 75, 76
Stakeholder 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 20, 21, 22, 23, 32, 37,
38, 40, 47, 50, 51, 55, 60, 68, 72, 77, 78, 83
T
Tabel Fakta 42, 43, 45, 46
Transfer 31, 32, 33, 34, 39, 42, 43, 45, 46, 51, 59, 60,
68, 72, 75
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
85
86
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Tentang P
enulis
Penulis
ILHAM CENDEKIA SRIMARGA —Lahir di Yogyakarta
pada tahun 1970, menyelesaikan pendidikan S1 di Teknik
Informatika ITB, dan S2 di Studi Pembangunan ITB.
Penulis adalah seorang pegiat dalam development sector,
khususnya dalam area good governance. Spesialisasi
penulis adalah pada perancangan program, perancanagn
instrumen,program learning dan riset. Penulis adalah
salah satu staf senior PATTIRO (Pusat Telaah dan
Informasi Regional), dan di sinilah penulis aktif menciptakan berbagai instrumen
terkait dengan good governance. Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS) ini adalah
salah satu instrumen kreasi dari penulis. Selain itu, contoh-contoh karya penulis
yang lain adalah instrumen Mekanisme Komplain dalam Pelayanan Publik dan
Metode Fasilitasi Keputusan Partisipatif (menggunakan metode Technology of
Participation). Kedua karya tersebut juga telah dibukukan oleh PATTIRO. Dalam
perancangan program, penulis telah menghasilkan beberapa karya, di antaranya
adalah Program of Development of Integrity System and Accountability Process
of Government Budget Utilization at Education, Agricultural dan People Welfare
Sectors, suatu program yang disupport oleh USAID dimana instrumen ASMS ini
dilahirkan.
MUCHAMMAD FAHAZZA — Lahir di Malang, pada 11
Januari 1973, merupakan salah satu pendiri PATTIRO
Malang. Pernah menjadi Direktur PATTIRO Malang sejak
2004 sampai 2007. Berpengalaman sebagai Fasilitator
Kabupaten pada program Initiatives Local for Governance
Reform (ILGR) yang diselenggarakan oleh Bank DuniaKemendagri tahu 2008-2010. Lulusan Institut Teknologi
Nasional (ITN) Malang ini, kembali aktif di PATTIRO mulai
awal 2011 menjadi Spesialis Audit Sosial Multistakeholders pada program Development
of Integrity System and Accountability Process of Government Budget Utilization at
Education, Agricultural dan People Welfare Sectors (program PATTIRO dengan
disupport oleh USAID), dan saat ini menjadi spesialis Badan Publik pada program
Australia-Indonesia Partnership for Decentralization pada komponen Community
Acces to Information (AIPD - CATI).Buku yang pernah ditulis berjudul”APBD untuk
MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER
87
siAPA...?”. Pria yang memiliki 2 orang putri hasil perkawinan dengan Chusnul Chotimah
ini juga berpengalaman dalam memfasilitasi beberapa forum atau diskusi terbatas.
Dalam pengembangan modul ASMS ini, penulis berkontribusi besar sebagai
koordinator ujicoba penggunaan instrumen ASMS di 10 kota / kabupaten di Indonesia
dari Aceh hinga Papua. Penulis juga sering menjadi pelatih di beberapa kegiatan
PATTIRO dan Pemerintah Daerah di Indonesia, terutama yang berhubungan dengan
tema good governance, pendidikan, kesehatan dan isu kebebasan memperoleh
informasi publik.
WIDI HERIYANTO — Lahir di Kendal-Jawa Tengah pada
awal tahun 1969. Menye-lesaikan pendidikan S1 nya di
Fakultas Ilmu Komunikasi Unversitas Padjadjaran.
Mengikuti berbagai short course di Eropa terkait issu
development. Spesialisasi penulis adalah pada kerja-kerja
pemberdayaan masyarakat terutama melalui CSO
(kelompok-kelompok masyarakat sipil), fasilitasi dan
training. Bergabung dengan PATTIRO (Pusat Telaah dan
Informasi Regional) sudah lebih dari 12 tahun. Dalam kreasi
Instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder ini penulis berkontribusi dalam
mengembangkan metode dan tehnik fasilitasi yang menjadi salah satu faktor kunci
instrumen ini. Karya penulis lainnya adalah beberapa modul pelatihan tentang
pemberdayaan masyarakat dan buku tentang pengorganisasian community center
untuk mengakses informasi publik bagi keberdayaannya. Karya-karya tersebut juga
diterbitkan oleh Pattiro. Dalam dunia fasilitasi, penulis telah malang melintang melakukan
fasilitasi sejak tahun 90-an bekerjasama dengan berbagai lembaga, baik NGO maupun
pemerintah (pusat dan daerah). Dua tahun belakangan, penulis adalah reviewer
langganan Direktorat Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM-UI)
untuk program-program civitas academica UI yang dibiayai lembaga tersebut.
88
PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL
Download