Manual Audit Sosial Multi Stakeholder: Membangun Suara Masyarakat Berbasis Bukti llham Cendekia Srimarga Muchammad Fahazza Widi Heriyanto Editor: Amin Sudarsono MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER i MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER: MEMBANGUN SUARA MASYARAKAT BERBASIS BUKTI Tim Kreasi llham Cendekia Srimarga Muchammad Fahazza Widi Heriyanto Editor: Amin Sudarsono Desain Sampul & Tata Letak: Tugas Suprianto Foto: Dokumentasi PATTIRO Dokumen ini merupakan bagian dari hasil pelaksanaan Program Strengthening Integrity and Accountability Program-II (SIAP-II), yang didanai oleh USAID, dengan tema Proyek : Development of Integrity Sistem and Accountability Process of Government Budget Utilization at Education, Agricultural and People Welfare Sectors. Hak menerbitkan dilindungi oleh undang-undang. Pengutipan diperbolehkan dengan menyebutkan nama penulis dan sumbernya sesuai etika penulisan yang berlaku. All right reserved. Cetakan I, November 2011 PATTIRO Jl. Intan No. 81 Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430 Telp. : 62-21-7591 5498, Faks: 62-21-7512 503 Email: [email protected] AMERICAN EMBASSY Jl. Medan Merdeka Selatan 3 Jakarta, Indonesia 10110 Telepon: +62 21 - 34359000 Faximile: +62 21 - 3806694 ii PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Kata P engantar Pengantar A udit sosial merupakan sebuah alat monitoring masyarakat atas kinerja pemerintah yang diciptakan dalam program Strengthening Integrity and Accountability - 2 (SIAP-2) yang dilakukan oleh PATTIRO dengan didanai oleh USAID (United States Agency for International Development).Ide audit sosial ini berawal dari riset yang dilakukan oleh tim program berlanjut pada perumusan kebijakan. Dari itu dipahami bahwa kegiatan audit sosial menjadi penting dilakukan di setiap daerah program untuk menilai kondisi yang terjadi sesungguhnya antara ketersediaan peraturan dengan kondisi di lapangan. Penilaian itulah yang kemudian dijadikan sebagai bahan perumusan usulan kebijakan ke pemerintah. Audit sosial ini merupakan salah satu instrumen penilaian yang diharapkan membantu pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap programnya. Selain itu audit sosial ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur akuntabilitas dan integritas dalam penyelenggaraan program pemerintah. Dalam hal ini, audit sosial melakukan penilaian terhadap hampir semua aspek dan tahapan dalam siklus dan mekanisme program dengan melibatkan stakeholders yang terkait mulai dari level pelaksanaan di daerah. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER iii Metode audit sosial yang dikembangkan dan digunakan oleh PATTIRO ini berbeda dengan audit sosial yang sudah lebih dulu ada. Jika selama ini audit sosial terkesan lebih berpretensi untuk mencari temuan-temuan sebagai bahan melakukan pembelaan dan advokasi bagi satu pihak, maka audit sosial yang digunakan oleh PATTIRO ini dikembangkan dengan perspektif dan metode yang berbeda. Bagi PATTIRO, temuan-temuan dalam audit sosial akan digunakan untuk mendorong para stakeholders untuk bersama-sama mengupayakan perbaikan terhadap pelayanan publik, baik di tataran pelaksanaan, sistem, atau mekanismenya. Harapannya, jika program yang sama akan dilanjutkan,pelaksanaan program menjadi lebih baik. Ini karena audit sosial yang dikembangkan oleh PATTIRO juga akan mengidentif ikasi atau merumuskan solusi dan rekomendasi perbaikan sistem, baik berupa perumusan kebijakan di tingkat nasional maupun mekanisme pelaksanaan di tingkat daerah. Perbedaan lain adalah pada metode, yaitu dilakukan melalui sebuah forum dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan semua stakeholders dalam pelaksanaan progam, baik pelaksana, penerima manfaat, pemantau dan pengawas, dan pelaku lain yang punya kepentingan atau kepedulian terhadap penyelenggaraan program. Dalam FGD ini para stakeholder akan difasilitasi untuk melakukan penilaian terhadap beberapa aspek pelaksanaan program, yaitu transfer, distribusi, pelaporan dan mekanisme komplain (pengaduan). Penilaian akan dilakukan dengan memberikan skor disertai penjelasan tentang alasan atau argumentasi pemilihan skor. Dengan kombinasi metode pemberian skor plus argumentasi ini, audit sosial diharapkan bisa mengidentif ikasi fakta dan data secara utuh, baik kuantitatif maupun kualitatif. iv PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Selanjutnya, manual ini diharapkan dapat menjadi alat atau instrumen pemerintah dalam penyelenggaraan program bantuan sosial pemerintah. Harapannya, untuk jangka panjang, program-program subsidi untuk masyarakat miskin menjadi lebih tepat sasaran, tepat manfaat, dan mampu berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat. Jakarta, Juni 2012 Sad Dian Utomo Direktur Eksekutif MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER v vi PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Pengantar Manual Audit Sosial Multi-Stakeholder D alam era desentralisasi di Indonesia saat ini, keberadaan program bantuan sosial pemerintah cukup penting. Karena program-program bantuan sosial, seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah), PKH (Program Keluarga Harapan) dan lain-lain, ternyata mampu menyelamatkan pelayanan publik di daerah-daerah. Walaupun di beberapa tempat terdapat persoalan seperti masalah koordinasi dengan program dan kebijakan daerah, namun ternyata keberadaan program-program bantuan sosial tersebut dapat menjadi komplemen bagi daerah. Karena anggaran di daerah seringkali tidak mencukupi untuk meng-cover semua kebutuhan pelayanan di daerah. Namun yang jadi perhatian adalah, program-program bantuan sosial tersebut seringkali mengalami berbagai hambatan dalam implementasinya. Misalnya adalah sering terjadi salah sasaran dalam penyaluran bantuan tersebut, adanya kebocoran dalam pengelolaan dana program, adanya kesulitan bagi kelompok sasaran (yang umumnya orang miskin) untuk melakukan komplain jika ada problem dalam pelayanan. Sebenarnya beberapa perbaikan telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah yang melakukan pengelolaan atas bantuan sosial tersebut. Misalnya adalah MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER vii Kementerian Pendidikan Nasional yang telah beberapa kali memperbaiki sistem dalam Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Namun upaya tersebut seringkali belum mampu meningkatkan kepercayaan dari masyarakat terhadap pelaksanaan program bantuan sosial tersebut. Berdasar pengalaman kami, PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional), selama melakukan upaya mendorong implementasi good governance dalam pelayanan publik di lebih dari 80 daerah di Indonesia, kami melihat terjadinya penguatan kepercayaan masyarakat terhadap program-program pemerintah dapat terjadi jika masyarakat dilibatkan dalam pengawasan dan pelaksanaan program pemerintah. Khusus dalam pengawasan program bantuan sosial pemerintah, kami melihat bahwa saat ini belum cukup tersedia instrumen yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan. Instrumen pengawasan, khususnya audit, terhadap program-program bantuan sosial pemerintah yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah saat ini lebih berorientasi pada audit keuangan dan audit kinerja program. Instrumeninstrumen tersebut secara metodologis memang umumnya tidak ditujukan untuk melibatkan dalam proses penilaiannya. Instrumen audit sosial, yang secara metodologis memberi ruang pada masyarakat untuk terlibat memberi penilaian atas program yang kelompok sasarannya adalah diri mereka sendiri, menurut kami sangat dibutuhkan untuk perbaikan kualitas implementasi program-program tersebut. Selain itu, kami melihat bahwa sebenarnya yang membutuhkan ruang untuk dapat berpartisipasi melakukan penilaian atas program-program bantuan sosial pemerintah tersebut bukan hanya masyarakat. Namun juga para pelaksana program di tingkat lokal, seperti guru, pegawai sekolah, pegawai Puskesmas, ketua RT/RW yang menjadi penyalur viii PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL berbagai jenis bantuan, dan lain-lain. Mereka selama ini hanya menjadi pelaksana dari program-program bantuan sosial tersebut, dan masyarakat mereka juga tidak memiliki saluran untuk menyampaikan penilaian atas program itu sendiri. Selain itu mereka juga sering jadi sasaran kecaman ketika suatu program bantuan sosial buruk kualitasnya. Karena itu mereka sebenarnya juga membutuhkan instrumen seperti itu. Hal yang sama sebenarnya juga terjadi pada pegewai pemerintah di tingkat lokal. Karena itu, kami membangun instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS) ini. Instrumen ini kami harapkan dapat menjembatani antara kebutuhan yang ada dengan realitas implementasi program-program bantuan sosial pemerintah saat ini. Kami telah menguji coba instrumen tersebut di 10 kota/kabupaten di Indonesia. Meskipun jauh dari kesempurnaan, kami melihat bahwa instrumen ASMS setidaknya menghasilkan dua hal. Pertama, instrumen ini dapat membantu masyarakat, penyedia pelayanan dan pemerintah lokal untuk menilai kualitas implementasi dari program-program bantuan sosial pemerintah. Kedua, yang juga tidak kalah penting, adalah instrumen ini dapat memfasilitasi dialog antar ketiga kelompok tersebut dalam isu implementasi suatu program bantuan sosial pemerintah. Dengan instrumen ASMS ini, diharapkan berbagai isu-isu tentang penyelewengan, salah sasaran, korupsi dan sebagainya, dapat diklarif ikasikan di forum stakeholder ini. Sehingga dengan itu dapat diupayakan semua penilaian yang muncul atas program bantuan sosial itu, adalah penilaian yang berdasar bukti. Dengan uji coba yang dilakukan, kami melihat bahwa, disamping sejumlah potensi manfaat yang mungkin didapat dari ASMS, kami melihat masih terdapat ruang yang harus MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER ix diperbaiki dari instrumen ASMS ini. Untuk itu kami mengharapkan adanya kesempatan untuk dapat mengaplikasikan instrumen ASMS pada berbagai program-program bantuan sosial di berbagai daerah di Indonesia. Dengan lebih banyak bersentuhan dengan program-program bantuan sosial pemerintah, yang memiliki berbagi karakter yang berlainan, kami berharap dapat menyempurnakan metode Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS) ini. Kami terbuka untuk bekerjasama dengan siapa saja untuk pengembangan instrumen pengawasan program-program bantuan sosial ini. Kami ucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah berperan begitu besar dalam pembangunan instrumen ASMS ini. Kami berterimakasih pada USAID (United States Agency for International Development) yang telah membiayai program SIAP-2 (Strengtening Integrity and Accountability Program), program dimana instrumen ASMS ini dilahirkan. Kami berterimakasih pada Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah Velix Wanggai, yang mendukung kami dalam penyebar-luasan instrumen ASMS ini. Kami berterimakasih pada rekan-rekan PATTIRO Raya di seluruh Indonesia, Jaringan Masyarakat Sipil di NTB dan Serikat Keadilan dan Perdamaian – Keutuhan Ciptaan (SKP-KC) di Sentani Papua, yang telah berkerja keras berkontribusi dalam pembangunan instrumen ini. Akhirnya kami berterimakasih pada Anda yang telah bersedia meletakkan buku ini terbuka di hadapan Anda. Semoga buku ini dapat memberi inspirasi dan semangat untuk Anda. Penulis, Ilham Cendekia Srimarga Muchammad Fahazza Widi Heriyanto x PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Daftar Isi Kata Pengantar Pengantar Manual Audit Sosial Multi-Stakeholder Daftar Singkatan Bab 1. Pendahuluan • Kritikan atas Program Bantuan Sosial Pemerintah • Sistem Monitoring Program Bantuan Sosial Pemerintah • Audit Sosial secara Umum • Tujuan Modul • Hasil yang Diharapkan • Program Bantuan Sosial di Indonesia • Bantuan Sosial Pemerintah • Integritas dan Akuntabilitas • Penerapan Instrumen Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS) • Hasil dari Ujicoba Penerapan ASMS • Tindak Lanjut Pasca Ujicoba Bab 2. Instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder • Prinsip Kerja • Cakupan/Batasan • Kerangka Kerja MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER iii vii xiii 1 2 5 7 10 11 11 13 13 15 16 19 21 22 23 24 xi • • • • • • • • • Analisis Gap Integritas Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas Analisis Rantai Nilai Kerangka Integritas dan Akuntabilitas Komponen Penilaian Skor Komponen Penilaian Terkait Proses Fasilitasi Audit Sosial Single-Site dan Multi-Site Alat Analisis 25 27 29 33 33 33 40 44 45 Bab 3. Cara Penggunaan Tools Audit Sosial Multi-Stakeholder • Bagian 1: Bagian Fasilitasi Forum Tahap Persiapan Memulai Fasilitasi Audit Sosial Multi-Stakeholder Kontekstualisasi • Bagian 2: Tahap Pengolahan Data • Pengolahan Data Skor ASMS • Interpretasi Atas Skor • Analisis Deskriptif atas Skor 47 49 49 55 56 68 68 71 74 Kata Penutup Daftar Pustaka Indeks Tentang Penulis 77 81 84 87 xii PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Daftar Singk atan Singkatan ASMS Keppres Pedum Juklak Juknis PATTIRO BOS RASKIN FGD : : : : : : : : : KPA CSO : : SIAP : LPJ Perum Bulog RW RT KK : : : : : : Audit Sosial Multi Stakeholder Keputusan Presiden Pedoman Umum Petunjuk Pelaksanaan Petunjuk Teknis Pusat Telaah dan Informasi Regional Bantuan Operasional Sekolah Beras untuk Keluarga Miskin Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus) Kuasa Pengguna Anggaran Civil Sosiety Organization (Organisasi Masyarakat Sipil) Strengthening Integrity and Accountability Program (Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas) Laporan Pertanggungjawaban Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Rukun Warga Rukun Tetangga Kepala Keluarga MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER xiii Mekkom RTS RTS-PM Gapoktan Poktan LSM BPS PPL HET KP3 Pusri xiv : : : : : : : : : : : Mekanisme Komplain Rumah Tangga Sasaran Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat Gabungan Kelompok Tani Kelompok Tani Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Pusat Statistik Penyuluh Pertanian Lapangan Harga Eceran Tertinggi Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida Pupuk Sriwijaya PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Bab 1 Pendahuluan P rogram Bantuan Sosial Pemerintah —seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Pupuk Bersubsidi, Beras Miskin (Raskin), PKH merupakan komponen penting pendukung pembangunan di Indonesia yang berbasis desentralisasi saat ini. Walaupun program-program bantuan sosial tersebut dilaksanakan oleh pemerintah pusat, namun pada kenyataannya sangat signif ikan terhadap keberhasilan pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia dalam mencapai tujuan desentraslisasi, khususnya untuk menjamin keterpenuhan pelayanan dasar bagi masyarakat daerah. Beberapa program bantuan sosial pemerintah, dalam berbagai riset dan evaluasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga riset, universitas, dan lembaga pembangunan internasional, menunjukkan bahwa program-program tersebut dapat mengurangi kemiskinan, kerentanan sosial masyarakat dan kegagalan pelayanan publik. Program-program bantuan sosial, seperti Program BOS, Program Raskin dan Program MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 1 Pupuk Bersubsidi telah menjadi instrumen penting untuk mencapai outcome tersebut di sebagian besar wilayah di Indonesia. Program BOS telah dapat meningkatkan kepastian anak usia sekolah untuk mendapatkan kesempatan belajar secara mudah. Program Raskin telah mampu mengurangi kerentanan masyarakat miskin atas kebutuhan pangan, sehingga kasus-kasus kelaparan tidak merajalela di Indonesia. Sedangkan Program Pupuk Bersubsidi telah mampu membantu petani miskin untuk tetap berproduksi dengan modal yang relatif dapat mereka jangkau. Dalam konteks itu juga, Pemerintah Indonesia berupaya terus memberikan daya dukung terhadap kemampuan ekonomi dasar masyarakat seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), program subsidi beras bagi keluarga miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), subsidi harga pupuk bagi petani dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Upaya-upaya pengucuran stimulus dan program subsidi ini juga diharapkan memberikan kontribusi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kritikan atas Program Bantuan Sosial Pemerintah Meskipun demikian, pada saat ini terdapat banyak kritikan atas program-program bantuan sosial pemerintah tersebut. Umumnya kritikan diarahkan pada sistem implementasi dari program-program bantuan sosial, bukan pada tingkat kemanfaatan dari program-program bantuan sosial tersebut. Dalam hal ini, banyak kritikan menunjukan bahwa terdapat ketidak-ef isienan dalam implementasi program-program bantuan sosial tersebut akibat dari mismanajemen atau 2 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL besarnya celah korupsi dalam sistem implementasi. Juga banyak kritikan menunjuk pada ketidak-efektifan programprogram bantuan sosial tersebut, yang mengakibatkan terjadinya banyak kasus seperti salah sasaran, salah pemilihan kegiatan, pemanf aatan program oleh kelompok yang seharusnya tidak berhak dan lain-lain. Masifnya korupsi di Indonesia juga merupakan ancaman bagi program-program bantuan sosial tersebut di Indonesia. Program-program seperti Raskin (Program Bantuan Beras untuk Keluarga Miskin), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), dan penjualan pupuk bersubsidi seringkali dilaporkan salah sasaran dan tidak ef isien dalam pembiayaannya. Pada program Raskin dilaporkan kurangnya transparansi dalam distribusi beras dan dana operasional, dan terjadi penyimpangan beras dan dana dalam jumlah besar. Pada program BOS, tidak adanya verif ikasi pendaftaran siswa di sekolah; sosialisasi program yang tidak efektif dan kurangnya diseminasi petunjuk pelaksanaan mengakibatkan monitoring dan evaluasi sulit dilakukan, sehingga sulit untuk menentukan siapa yang menerima man-faat dari program khusus bagi siswa miskin itu (Kertas Kerja Hasil Review dan Evaluasi atas Programprogram yang Berpihak pada Rakyat Miskin di Indonesia, Bappenas RI dan Asian Development Bank: 2008). Sementara pada program subsidi pupuk, terjadi penyelewengan berupa pengalihan penjualan pupuk bersubsidi kepada perusahaan skala besar, perhitungan kebutuhan pupuk bersubsidi kurang akurat, dan volume penyaluran pupuk bersubsidi didasarkan pada perkiraan kebutuhan, bukan penyaluran aktual, sehingga rentan terhadap manipulasi dalam menghitung nilai subsidi yang sesungguhnya (Konstruksi Kebijakan Subsidi Pupuk, Departemen Pertanian RI: 2006). MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 3 Menurut PATTIRO, persoalan-persoalan tersebut terjadi karena lemahnya sistem integritas dan akuntabilitas yang diterapkan dalam program-program pemerintah tersebut. Misalnya dalam bentuk ketiadaan transparansi, terbatasnya pengawasan publik, dan lemahnya sistem pertanggungjawaban publik. Salah satu wilayah yang secara signif ikan bermasalah adalah pada arena pengelolaan anggaran pemerintah, khususnya pada fase penggunaan anggaran (budget expenditure) dari program-program tersebut. Penyalahgunaan anggaran pada fase budget expenditure ini terjadi di berbagai program pembangunan di Indonesia. Kondisi itu telah menjadi pengetahuan umum, bahkan dalam pemeriksaan BPK ditemukan adanya penyimpangan terhadap alokasi dana BOS (Laporan Hasil Pemeriksaan atas Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Bantuan Operasional Sekolah 2005 dan 2006 pada Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Banten), dan penyaluran Raskin yang tidak tepat sasaran (Laporan Hasil Pemeriksaan atas Subsidi Pangan Program Raskin 2004 dan 2005 pada Perum Bulog). Ditemukannya kasus-kasus penyelewengan dana program pemerintah itu memperlihatkan perlunya lebih banyak upaya untuk memperbaiki sistem integritas dan akuntabilitas penggunaan dana dalam program-program tersebut. Hal tersebut karena sistem integritas dan akuntabilitas yang dibangun sampai saat ini masih banyak mengandung lubanglubang kebocoran. Salah satu upaya yang belum banyak mendapat perhatian adalah penguatan peran masyarakat dalam mengawasi praktek-praktek penggunaan dana dalam programprogram sosial ekonomi pemerintah. Padahal pengembangan kedua sistem ini sangat penting untuk memastikan lembagalembaga pemerintah termasuk program-program yang 4 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL dijalankannya memberikan hasil yang optimal dan kontribusi yang signif ikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Seperti telah dinyatakan di atas, program-program sosio ekonomis itu rawan terhadap penyelewengan dan praktek korupsi yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan program dimaksud. Karena itu dipandang penting mengurangi praktik buruk itu berupa pencegahan korupsi melalui pengembangan sistem integritas dan sistem pertanggunggugatan (akuntabilitas) selama dan setelah program berlangsung. Pada konteks ini, pemerintah daerah dapat berperan signif ikan untuk mencegah terjadinya korupsi pada pelaksanaan program-program sosial ekonomi tersebut. Bila dicermati, sebagian proses penyelewengan justru terjadi di daerah atau unit-unit pelayanan, seperti penggunaan dana BOS yang tidak sesuai ketentuan yang dilakukan oleh pihak sekolah, penentuan jumlah keluarga miskin yang berhak mendapat bantuan beras, maupun alokasi dan jumlah petani yang berhak memperoleh subsidi pupuk. Karena itu, pengembangan sistem integritas dan akuntabilitas pada program-program pemerintah ini juga harus melibatkan stakeholder di daerah, sehingga upaya ini dapat memberikan hasil yang optimal. Sistem Monitoring Program Bantuan Sosial Pemerintah Munculnya kasus-kasus penyelewengan dana-dana program bantuan sosial pemerintah tersebut disebabkan oleh persoalan-persoalan baik dari pihak penyelenggara (supply side) maupun pihak penerima (demand side). Dari supply side, persoalan-persoalan yang muncul meliputi: (1) ketiadaan kerangka legal yang menjamin integritas dan akuntabilitas; (2) lemahnya enforcement terhadap kerangka legal tersebut; dan MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 5 (3) lemahnya institusi pendukung kerangka legal tersebut (misalnya ketiadaan institusionalisasi atas transparansi atau pemberlakuan sistem insentif untuk mendukung integritas dan akuntabilitas tersebut). Sementara pada sisi demand persoalanpersoalan tersebut muncul karena lemahnya partisipasi masyarakat, yang dapat terdiri dari CSO atau kelompok demander (penerima) lainnya, untuk meminta berjalannya integritas dan akuntabilitas dalam penggunaan dana-dana tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa aspek sebagai berikut: (1) lemahnya kapasitas dari masyarakat dalam melakukan demanding; (2) ketidakterorganisasiran kelompok-kelompok masyarakat dalam melakukan demanding; (3) komunikasi antara kelompok warga dengan media massa kurang terjalin baik, sehingga pemberitaan atas kasus-kasus masyarakat terkait tiga program pemerintah tersebut kurang jadi prioritas. Persoalan-persoalan dalam implementasi program bantuan sosial tersebut, terjadi karena kurang kuatnya sistem monitoring yang diterapkan dalam implementasi programprogram tersebut. Dalam pengamatan kami, sistem monitoring dalam implementasi program-program bantuan sosial masih dapat ditingkatkan dari yang ada saat ini. Peningkatan tersebut adalah dengan berusaha melibatkan lebih banyak lagi pihakpihak yang terlibat program untuk terlibat juga dalam proses monitoring. Selain itu, proses monitoring yang sifatnya multidimensi, multi stakeholder, tidak searah, namun masih dapat dilakukan dengan murah, perlu dikembangkan. Sistem monitoring atas implementasi program-program bantuan sosial pemerintah tersebut, menurut kami bisa diperbaiki dengan menghadirkan instrumen yang relevan. Mengingat saat ini tidak cukup tersedia instrumen untuk 6 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL kebutuhan pengawasan tersebut. Saat ini, proses monitoring atas program-program bantuan sosial tersebut dilakukan dengan pendekatan yang kurang terstruktur, sporadis, berorientasi pada “shaming and naming” dengan mencaricari kasus-kasus korupsi yang terjadi, dan berorientasi konf lik. Dengan pendekatan tersebut, meskipun proses monitoring atas program-program bantuan sosial pemerintah marak dilakukan, namun solusi konkrit untuk perbaikan sistemik program jarang sekali diperoleh. Instrumen audit sosial yang kami susun ini, setelah melalui berbagai penelitian dan penerapan langsung di lapangan, kami susun ini berusaha memberi sumbangan atas ketiadaan instrumen monitoring program-program bantuan sosial yang relevan saat ini. Instrumen audit sosial tersebut kami beri nama Audit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS). Salah satu karakteristik dari instrumen tersebut adalah mendorong proses monitoring yang sifatnya dialogis dan berbasis dialog stakeholder. Modul ini berusaha membagi pengalaman mengenai upaya PATTIRO mengembangkan dan mempraktekkan instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder. Instrumen tersebut dibuat dalam kerangka mendukung munculnya monitoring atas program-program bantuan sosial pemerintah dengan cara seperti yang dikemukakan di atas. Instrumen tersebut dikembangkan oleh PATTIRO dengan dibantu oleh lembaga think tank Internasional dari Amerika yang bernama Global Integrity (United States). Audit Sosial secara Umum Konsep atau istilah audit sosial mulai dikenal tahun 1960 oleh The Social Economic Agency (Irlandia Utara) saat mengadakan pelatihan kepada 10 organisasi untuk melatih MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 7 para auditor lembaga maupun konsultan eksternal agar dapat menerapkan dan memanfaatkan metode audit sosial ini. Beberapa pakar mendef inisikan pengertian audit sosial, antara lain: • Social auditing is a process that enables an organization to assess and demonstrate its social, economic, and environmental benef it and limitations. It is a way of measuring the extent to which an organization lives up to the shared values and objective it has committed it self to. Social auditing provides an assessment of the impact of an organization’s non f inancial objectives through systematically and regularly monitoring, each performance and the views of its stakeholders (Boyd, 1998). • Social auditing is the process whereby an organization can account for its socialperformance, report on and improve that performance. Social auditing assesses the social impact and behaviour of an organization in relation to its aims (Pierce and Kays, 2001 dalam Anonim, 2005). • The social audit process provides a tool for organizations to use, if they choose so, to measure how well they are achieving their social objectives. It is a way of more accurately describing what you as an organization are achieving. It allows you to demonstrate to others what you are and what you do (Pierce and Kays,2001 dalam Anonim, 2005). Berdasarkan beberapa def inisi tersebut, dapat ditegaskan bahwa konsep audit sosial mengandung pengertian sebagai proses untuk memahami dan mengukur institutional performances dari aspek sosial (non f inansial). Audit sosial dapat memperlihatkan hasil nyata (outcome), dampak dan manfaat lembaga terhadap lingkungan sosial yang muncul 8 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL sebagai akibat pelaksanaan pencapaian tujuan lembaga melalui pemantauan yang sistematik dan pandangan stakeholders secara demokratis. Boyd (1998) menyatakan: “social auditing requires the involvement of stakeholders because it has been shown to increase accountability of the organization to its stakeholders and to enhance democratic practice”. Audit sosial merupakan salah satu bidang dalam ilmu sosial terapan yang penting dalam pembangunan, terutama untuk memberdayakan masyarakat. Proses audit sosial menyediakan alat yang dapat digunakan oleh organisasi untuk menjamin ketepatan mencapai tujuan sosial. Dengan kata lain audit bukanlah tujuan melainkan suatu instrumen untuk mencapai tujuan yaitu mencari nilai manfaat (goal oriented process). Ini merupakan cara akurat untuk menggambarkan apa yang telah dicapai oleh suatu lembaga. Juga dapat menuntun organisasi untuk menjelaskan mengapa, siapa dan apa (kebijakan maupun tindakan) yang dilakukan oleh lembaga. Pelaksanaan audit sosial selalu melibatkan stakeholders agar proses demokrasi terwujud dan untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga. Berdasarkan kerangka ketatanegaraan, ada tiga jenis akuntabilitas yaitu democratic accountability, professional accountability dan legal accountability. Audit sosial merupakan upaya untuk menjawab akuntabilitas berdasarkan kepuasan stakeholders dan staf, selain dari aspek f inansial, aspek operasi kegiatan internal, dan aspek waktu. Institusi dan organisasi sosial dalam mengadakan audit sosial, biasanya didasarkan pada beberapa alasan, antara lain : 1. Keinginan membentuk community enterprise yang menyediakan pelayanan masyarakat sehingga perlu MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 9 menetapkan performance seperti apa yang diinginkan; 2. Dapat menguji opini orang lain sehingga dapat membantu perencanaan selanjutnya; 3. Dapat memberikan data kualitatif dan kuantitatif untuk menuntun organisasi sehingga memberikan performance terbaik; 4. Memberikan gambaran obyektif kegiatan yang dilakukan lembaga dan memaparkan keunikan dan keberhasilan lembaga tersebut sebagai bukti pertanggungjawaban kepada lembaga donor maupun kepada masyarakat sebagai penerima manfaat program; keinginan untuk menerapkan nilai sebagai agent of change di dalam masyarakat serta mencari ide atau cara baru. Tujuan Modul Pedoman audit sosial ini sebagai panduan bagi para pelaku (stakeholders) program-program bantuan dan subsidi untuk melakukan audit sosial terhadap program-program bantuan sosial pemerintah, misalnya BOS di sektor pendidikan, pupuk bersubsidi di sektor pertanian dan Beras Miskin (Raskin) di sektor kesejahteraan sosial.Tujuan dari penyusunan manual ini adalah: a. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan audit sosial yang melibatkan stakeholders dari beragam latar belakang. b. Sebagai petunjuk teknis dalam mempersiapkan dan melaksanakan audit sosial terhadap penyelenggaraan program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan Raskin. c. Sebagai acuan dasar dalam menyusun pedoman dan petunjuk teknis audit sosial terhadap program-program bantuan yang sejenis. 10 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Hasil yang Diharapkan Manual audit sosial ini diharapkan sebagai salah satu alat audit sosial yang bisa membantu forum stakeholders memahami persoalan yang terjadi pada program-program pemerintah. Selain itu manual ini juga diharapkan bisa dijadikan tools untuk mengembangkan interaksi antara pelaksana program dengan penerima manfaat program, serta antar-pelaku program dan antar-penerima manfaat program. Melalui interaksi ini diharapkan terjadi penguatan pemahaman bersama terhadap problematika program yang terjadi di tataran regulasi sampai implementasi di lapangan untuk kemudian secara bersama-sama merumuskan solusi yang ideal agar program-program bantuan dan subsidi bisa mencapai target yang direncanakan dan memberikan manfaat secara optimal kepada penerima manfaat. Program Bantuan Sosial di Indonesia Pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar dilaksanakan dengan penyediaan, penataan dan pengembangan Sistem Perlindungan Sosial Nasional (SPSN). Ketiga pilar SPSN ditata dan dikembangkan secara terpadu dan terintegrasi mencakup: 1. pilar pertama adalah bantuan sosial atau jaring pengaman sosial; 2. pilar kedua adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); 3. pilar ketiga adalah program jaminan komersial. Jaminan sosial juga diberikan kepada kelompok masyarakat yang kurang beruntung termasuk masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal dan wilayah bencana. Berdasarkan data Badan MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 11 Pusat Statistik terakhir, jumlah penduduk miskin pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang (12,36 persen). Jumlah itu turun 0,13 juta orang (0,13 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebanyak 30,02 juta orang (12,49 persen). Program bantuan sosial pemerintah bagi masyarakat miskin masih terbungkus rapi dengan aturan dan mekanisme berbelit-belit, yang memaksa masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan gratis justru merogoh saku mereka untuk melewati setiap tahapan administratif. Batasan kegunaan fasilitas pelayanan sosial pemerintah ikut menambah beban masyarakat ketika mereka harus mengeluarkan ongkos lebih banyak untuk menjangkau akses pelayanan yang murah bahkan gratis. Penentuan sasaran yang kurang tepat dan evaluasi yang lemah menyebabkan kebocoran distribusi menjadi tidak terpantau dengan baik dan tidak pula dicegah dengan baik. Secara prinsip konteks bantuan pemerintah bertujuan meringankan beban kelompok masyarakat miskin, dengan skema dimana pemerintah pusat dalam hal ini kementerian atau lembaga negara sebagai penanggungjawab program yang mengeluarkan kebijakan, aturan dan anggaran. Kementerian atau Lembaga Negara sebagai penanggungjawab sebuah program bantuan sosial selalu melibatkan pihak pelaksana di lapangan. Pihak pelaksanan terdiri dari berbagai sektor dan pemerintah daerah yang melibatkan perangkat teknisnya. Pelaksana di daerah inilah yang menjadi ujung tombak pelaksanaan distribusi sebuah program bantuan sosial pemerintah, seperti tergambar dalam skema berikut: 12 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Gambar 1.1 Pelaksanaan Program Bantuan Sosial Pemerintah Integritas dan Akuntabilitas Konsep integritas dan akuntabilitas merupakan konsep yang digunakan untuk membangun sistem monitoring atas program bantuan sosial pemerintah. Integritas dalam hal ini adalah suatu kondisi yang mendukung terwujudnya tujuan institusi/sistem serta mendorong terwujudnya good governance dalam institusi/sistem tersebut. Integritas dalam hal ini diasosisasikan sebagai kemampuan (power atau ability) untuk terwujudnya sesuatu, termasuk terwujudnya good governance dan tujuan institusi. Sedangkan akuntabilitas adalah bagaimana sistem/institusi melakukan respons yang menyatakan pertanggungjawabannya kepada pihak pemberi mandat. Dalam hal ini akuntabilitas diasosiasikan sebagai suatu tindakan untuk mewujudkan pertanggungjawabannya. Kekuatan dan tindakan dari institusi/sistem implementasi program bantuan sosial tersebut yang akan diukur dalam audit sosial ini. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 13 Pendekatan penguatan sistem integritas digunakan untuk memastikan sikap para pelaksana program agar konsisten aturan dan mekanisme yang berlaku—tidak mengakali peraturan yang bertujuan pada terjadinya penyimpangan dan korupsi dan mengurangi manf aat yang diterima oleh masyarakat. Pendekatan pendidikan andragogi menjadi dasar dalam pengembangan dan penguatan kapasitas para pelaku yang terlibat ataupun terkait dengan program—yang sangat mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman stakeholders, dan konsisten dengan kebutuhan dan dasar kemampuan. Dalam hal ini, konsep integritas dan akuntabilitas tersebut akan berkorelasi dengan konsep supply–demand. Pendekatan supply-side bertujuan untuk meningkatkan atau membangun integritas terutama pada program-program bantuan sosial seperti Raskin, BOS dan Pupuk Bersubsidi. Hal ini diupayakan melalui assessment, mengembangkan sistem integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dalam program BOS dan distribusi produk pada program Pupuk Bersubsidi, dan program Raskin. Pendekatan dari sisi permintaan (demand side) bertujuan untuk menguatkan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menguatkan integritas dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara, khususnya pada program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan Raskin. Hal ini diantaranya dapat diupayakan melalui fasilitasi pemantauan oleh masyarakat (public monitoring), mendirikan pusat komunitas pada level masyarakat. Serta memfasilitasi dialog antara masyarakat sebagai penerima manfaat program dengan pemerintah sebagai penyelenggara program, dan dengan para stakeholder lain yang terlibat, mendapatkan manf aat, maupun mereka yang punya kepedulian pada program. 14 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Penerapan Instrumen Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS) Instrumen Audit Sosial Multi Stakeholder telah diuji-coba diterapkan oleh PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) pada tiga program bantuan sosial pemerintah, yaitu program BOS, program Raskin dan program Pupuk Bersubsidi. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan di 10 kota/kabupaten pada 8 propinsi di Indonesia. Ujicoba tersebut dilakukan dengan dukungan dari USAID dalam sutu program kerjasama bernama Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas–2 atau Strengthening Integrity and Accountability Program (SIAP-2). Waktu keseluruhan untuk menyelenggarakan proyek ini selama 24 bulan. Dalam prgram SIAP-2 tersebut, kegiatan lain yang terkait dengan pembangunan dan implementasi instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder adalah:(1) assessment (riset), (2) pengembangan kapasitas, (3) advokasi, serta (4) aktivitas pendukung bagi 3 aktivitas di atas, misalnya lokakarya pelaksana program untuk persiapan dan koordinasi, penulisan dan penerbitan buku, dan pembuatan dokumentasi f ilm. Ujicoba tersebut dilaksanakan dengan menerapkan tiga metodologi atau pendekatan yaitu: (1) akuntabilitas sosial, (2) sistem integritas, serta (3) pendidikan andragogi. Pengembangan akuntabilitas sosial terfokus pada keterlibatan masyarakat secara penuh, baik masyarakat sendiri sebagai penerima manfaat langsung (seperti kelompok petani, keluarga miskin, orangtua murid) maupun melalui CSO yang peduli pada penyelenggaraan program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan program Raskin. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 15 Hasil dari Ujicoba Penerapan ASMS Berdasar hasil ujicoba ASMS tersebut diperoleh beberapa temuan mengenai ketiga program bantuan sosial pemerintah: program BOS, program Raskin dan program Pupuk Bersubsidi tersebut. Hasil-hail temuan antara lain adalah: • Dalam Program BOS, Pupuk Bersubsidi, dan Raskin terdapat kesenjangan yang cukup besar dalam aspek integritas dan akuntabilitas publik yang akhirnya berujung pada terbukanya peluang untuk terjadinya penyimpangan dan korupsi. Hal ini bisa disebabkan oleh peraturan yang lemah atau kurang tegas menutup peluang terjadinya korupsi, enforcement atau penegakan aturan yang lemah dalam implementasi, maupun karena tidak adanya akses bagi masyarakat untuk tahu dan kemudian mampu berpartisipasi secara lebih berkualitas. • Dalam program BOS misalnya, tersedianya skema keuangan yang sederhana dan ketatnya kerangka hukum dari integritas dan akuntabilitas ternyata belum mampu mengurangi lemahnya penegakkan hukum, terutama pada sisi penyediaan (supply). Hal ini terjadi disebabkan banyak alasan, antara lain:(a) instrumen BOS yang tidak mudah dilaksanakan, (b) batasan yang ada tidak cukup untuk mencegah terjadinya korupsi, dan (c) kurangnya dukungan institusi yang berperan dalam penegakan aturan –terutama dalam menyediakan regulasi. Pada sisi permintaan (demand), lemahnya atau tidak adanya tekanan yang kuat dari masyarakat (atau penerima program BOS) terhadap pelaksanaan regulasi, membuat integritas dan akuntabilitas para penyelenggaran program menjadi lemah. • Dalam program Raskin, rantai distribusi yang panjang 16 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL memberikan ruang yang lebar bagi terjadinya korupsi. Adanya fungsi dari pihak pemegang otoritas di setiap rantai distribusi memungkinkan setiap orang dapat melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan yang terkait dengan dana bantuan –baik dalam penentuan kelompok sasaran maupun dalam provisi beras. Pada sisi penyediaan (supply side), kerangka hukum yang tidak jelas dapat mengakibatkan integritas dan akuntabilitas distribusi dana bantuan menjadi masalah utama. Lemahnya kerangka hukum dapat membuat para pelaku atau pelaksana program mengartikan regulasi yang ada sesuai dengan apa yang mereka inginkan, yang mana hal ini merupakan pemicu dari disalahgunakannya kewenangan yang ada. Pada sisi permintaan (demand side), permintaan masyarakat terhadap promosi integritas dan akuntabilitas pada proses distribusi program Raskin pada dasarnya telah dikembangkan dengan baik. Tetapi kebanyakan CSO dan kelompok masyarakat sendiri tidak memahami sistem distribusi dari program Raskin –tentu saja hal ini melemahkan kemampuan masyarakat untuk melakukan pengawasan secara berkualitas. Dalam hal ini kadang-kadang tuntutan mereka bersifat sporadik dan tidak terorganisir dengan baik, dan ujungnya tidak membawa pengaruh yang signif ikan. • Dalam program Pupuk Bersubsidi, aspek integritas dan akuntabilitas juga menjadi masalah, bahkan lebih kompleks. Ada tiga hal utama yang menyebabkan permasalahan yang kompleks dalam program Pupuk Bersubsidi: Pertama, lemahnya mekanisme transparansi dalam pembayaran dana subsidi dari pemerintah ke produsen pupuk; kedua, distribusi atau penjualan pupuk MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 17 bersubsidi yang terlalu lama; dan ketiga, pelaksanaan program yang tidak transparan. Alokasi anggaran untuk subsidi harga pupuk agar petani mampu membeli pupuk dan meningkatkan hasil produksi pertanian faktanya tidak mencapai target. Berdasarkan hasil riset, PATTIRO mengidentif ikasi bahwa produsen pupuk hanya bertanggung jawab terhadap lini I (gudang produksi pupuk) sampai dengan lini IV (kios penjualan). Yang menjadi masalah, distribusi pupuk dari para penjual di lini IV (kios penjualan) kepada petani merupakan penjualan secara tertutup yang berarti para penjual dapat menjual pupuk bersubsidi ini kepada siapapun yang berminat. Hal ini membuat para petani mengalami kebingungan untuk mencari pupuk bersubsidi sebanyak yang mereka butuhkan –sesuai dengan luas lahan mereka. Masalah ini menunjukkan lemahnya kerangka hukum yang mengatur implementasi program secara tidak menyeluruh memastikan distribusi pupuk bersubsidi sampai ke tangan para petani. • 18 Masalah lainnya adalah monitor terhadap distribusi pupuk bersubsidi masih berlangsung sebagian. Yang mana monitor usaha perencanaan, procurement (pengadaan) dan distribusi tidak berintegrasi dengan baik. Terlebih lagi pemerintah daerah mengambil peranan yang besar karena mereka berf ikir bahwa kebijakan ini ada otoritas pemerintah pusat. Pada sisi permintaan adanya tanda-tanda positif. Permintaan publik sangatlah berkembang dalam terutama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar para petani. Tetapi, permintaan mereka tidak terorganisir dengan baik. Mereka cenderung sporadik dan hanya dilakukan saat pupuk sangat langka. Masalah lainnya adalah masayarakat tidak tahu kemana PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL mereka harus mengalamatkan permintaan mereka. Pemerintah selalu berpendapat bahwa kelangkaan pupuk dan tidak akuratnya subsidi diakibatkan karena buruknya distribusi dan penjual, padahal di lain pihak supply sebenarnya sangat cukup. Tindak Lanjut Pasca Ujicoba Untuk mengatasi masalah dan kelemahan yang terjadi pada sisi penyediaan (supply side) tersebut, PATTIRO berupaya menguatkan pendekatan dari sisi permintaan (demand side), melalui beberapa upaya sebagai berikut: a) Memfasilitasi publik monitoring dimana penerima manf aat program didorong untuk meningkatkan partisipasi aktif dalam memonitor proyek-proyek yang dibiayai negara dan mencegah penyalahgunaan dalam implementasi program, khususnya program BOS, Pupuk bersubsidi dan Raskin. Selain itu secara aktif mengumpulkan komplain atau informasi tentang penyalahgunaan program yang bisa digunakan sebagai bahan untuk mengusulkan perbaikan. Hal ini difasilitasi oleh tim audit sosial. b) Membangun pusat komunitas di tingkat daerah. Pusat komunitas akan berperan penting dalam mendukung kelompok masyarakat untuk menuntut adanya sistem integritas dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan program BOS, Pupuk Bersubsidi dan Raskin. Pendekatan ini akan dilaksanakan melalui beberapa kategori kegiatan, meliputi workshop, pelatihan dan pemberian asistensi (bantuan) teknis. c) Memfasilitasi Dialog. Hal ini dilakukan untuk memanfaat-kan hasil monitoring atau pemantauan sebagai input atau umpan balik dan memastikan bahwa MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 19 pusat komunitas bisa mempengaruhi pengembangan sistem integritas dan akuntabilitas pada program BOS, Pupuk Bersubsidi dan Raskin. Upaya yang dilakukan dalam hal ini adalah memf asilitasi dialog antarstakeholders. Dialog antar-stakeholders ini memungkinkan hasil pemantauan oleh publik, serta masukan dari masyarakat, CSO, media massakepada institusi pelaksana program. Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, dipertimbangkan perlunya desain audit yang menyeluruh dan terpadu —komprehensif dan integratif, yang dapat menjadi tools yang bisa digunakan oleh tim pelaksana program di daerah dalam melakukan audit sosial pada ketiga isu tersebut. 20 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Bab 2 Instrumen Audit Sosial Multi-stakeholder A udit Sosial Multi-stakeholder (ASMS) adalah sebuah metode untuk memfasilitasi assesment terhadap implementasi program-program bantuan sosial pemerintah dengan pendekatan dialog multi-stakeholder. ASMS merupakan modif ikasi dari model audit sosial yang banyak digunakan saat ini, yang berasal dari India. Modif ikasi ini dilakukan karena, selain ada konteks lokal yang berbeda, juga terdapat tujuan yang berbeda dari audit sosial ASMS ini dengan audit sosial versi orisinal. Modif ikasi tersebut dilakukan terutama dengan memasukkan multi-stakeholder (masyarakat, pemerintah dan penyedia pelayanan) sebagai pihak yang terlibat melakukan audit. Ini yang agak berbeda dengan audit sosial orisinal yang umumnya fokusnya lebih diarahkan kepada masyarakat sebagai kelompok penerima manfaat akhir suatu program/pelayanan. Tujuan dari Audit Sosial Multi-stakeholder ini adalah melakukan penilaian atas implementasi suatu program bantuan sosial pemerintah. Jadi yang hendak dinilai adalah pada tingkat implementasi atau bagaimana program itu MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 21 dilaksanakan, bukan menilai hasil akhir atau dampak dari program itu. Pada sisi implementasi program bantuan sosial pemerintah, isu penggunaan dana (budget spending) merupakan suatu isu penting. Karena itu, ASMS ini akan menelusuri anggaran mulai dari uang ditransfer dari pemerintah ke pelaksana program/penyedia pelayanan, distribusi dan pembelanjaan anggaran tersebut, pelaporan penggunaan anggaran hingga isu mekanisme komplain atas kualitas layanan barang/jasa yang dihasilkan dari proses belanja tersebut. ASMS ini juga bertujuan hendak memetakan pada komponen mana sistem implementasi program bantuan sosial pemerintah tersebut dianggap lemah, dianggap sedang dan dianggap kuat. Dengan diketahuinya hal tersebut, maka diharapkan perbaikan sistem implementasi program-program tersebut dapat lebih fokus. Selain itu ASMS ini dilakukan juga dengan tujuan membangun trust (kepercayaan) antar stakeholder program bantuan sosial. Seperti sering diberitakan saat ini, trust antar stakeholder tersebut saat ini lemah. Dengan ASMS ini, kami berharap bahwa dialog antar stakeholder berjalan lebih baik. 1. Prinsip Kerja Prinsi kerja dari ASMS adalah: 1) Dialog multi-stakeholder. Dalam hal ini dialog tersebut harus melibatkan stakeholder setidaknya dari 3 kelompok stakeholder secara seimbang. Ketiga kelompok stakeholder tersebut adalah: kelompok pemerintah, kelompok penyedia pelayanan (misalnya: sekolah, penyalur bantuan, Puskesmas dll.) dan kelompok masyarakat (khususnya sasaran penerima manfaat dari bantuan sosial). 22 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL 2) Melakukan penilaian atas implementasi dari programprogram bantuan sosial pemerintah. Audit sosial ini menilai pada implementasi, bukan pada desain atau dampak dari program bantuan sosial pemerintah. 3) Bertujuan memahami peta kekuatan-kelemahan sistem implementasi program bantuan pemerintah, bukan bertujuan mengumpulkan kesalahan. Dalam hal ini, audit sosial berusaha menemukan mana titik lemah dari implementasi program bantuan sosial, dan merekomendasikan perbaikan di titik itu. 4) Eksplorasi fakta dan menghindari opini. Proses audit sosial dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap pendapat yang muncul dari peserta akan diperiksa oleh peserta lainnya. Pendapat yang dihasilkan adalah pendapat yang telah terverif ikasi oleh forum. 2. Cakupan/ Batasan Metode Audit Sosial Multi-stakeholder memiliki cakupan sebagai berikut: 1) Metode ASMS ini digunakan untuk melakukan penilaian atas implementasi program-program bantuan sosial pemerintah. Perlu ditekankan bahwa cakupan audit sosial ini pada proses implementasi, bukan pada menilai hasil akhir (output, outcome dan impact) dari programprogram bantuan sosial pemerintah. 2) Metode ASMS ini adalah untuk memperoleh pandangan umum yang sifatnya kualitatif dari multi stakeholder (baik/ puas; agak baik/agak puas; kurang baik/kurang puas; tidak baik/tidak puas) dari para stakeholder. Bukan untuk memperoleh skor exact dari mereka. Skor yang digunakan MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 23 disini, hanyalah sebagai media untuk memudahkan pengolahan atas pandangan umum tersebut. 3) Audit Sosial dengan metode ASMS ini bukan seperti audit konvensional yang berusaha menemukan kesalahan/ penyelewengan dari suatu proyek/pekerjaan. Namun audit sosial ini adalah untuk memahami (melakukan diagnosa) pada komponen mana dari program yang lemah dan mana yang sudah berjalan baik. 4) Sebagai konsekuensi dari itu, audit sosial ini tidak berusaha menemukan siapa yang salah atau siapa yang benar dalam pelaksanaan program bantuan sosial. Namun audit sosial ini berusaha untuk melihat komponen program mana yang perlu ditingkatkan dan komponen program mana yang perlu dipertahankan. 3. Kerangka Kerja Instrumen ASMS dibangun berdasar atas 3 kerangka kerja sebagai berikut: • • • Analisis Gap (jarak) Integritas Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas Analisis Rantai Nilai Analisis Gap Integritas Integritas dalam pengertian audit sosial ini adalah tingkat kekuatan/kemampuan suatu sistem kebijakan pemerintah untuk memenuhi mandatnya dan melaksanakan good governance1. Dalam hal ini, sistem tersebut misalnya adalah 1 24 Tim PATTIRO, “Laporan Riset Integritas dan Akuntabilitas Program Bantuan Sosial Pemerintah Pusat”, Jakarta, 2012 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL sistem pelaksanaan dari program bantuan sosial pemerintah. Dalam hal ini, terdapat dua komponen dari sistem yang mendapat perhatian dalam mengukur integritas sistem tersebut, yaitu: Komponen Kebijakan dan Komponen Pelaksanaan. Untuk memahami Gap Integritas, lihat gambar 2.1 di bawah ini. Gambar 2.1. Gap Integritas Dalam kenyataannya, suatu kebijakan atau program pemerintah memiliki berbagai permasalahan/persoalan dalam pelaksanaannya. Pemerintah biasanya membuat kebijakankebijakan turunan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Namun umumnya tidak semua persoalan yang ada mendapat perhatian, sehingga kebijakan-kebijakan tersebut umumnya tidak mencakup seluruh persoalan yang ada. Hal ini disebut sebagai Gap 1 dalam audit sosial ini. Gap 1 adalah gap yang terjadi karena ada beberapa persoalan yang tidak mendapat perhatian dalam kebijakan. Komponen Kebijakan berasosiasi dengan Gap 1. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 25 Contoh dari Gap 1 misalnya adalah pada kasus bantuan beras miskin. Dalam distribusi beras bantuan, program hanya mengatur dan membiayai distribusi sampai tingkat desa, padahal tempat tinggal penduduk miskin banyak yang jauh dari pusat desa. Ada persoalan distribusi dari desa ke kampung yang tidak dicover oleh kebijakan. Kasus seperti inilah yang masuk dalam Gap 1. Sedangkan Gap 2 mengacu pada fenomena bahwa dalam suatu kebijakan seringkali tidak seluruhnya dilaksanakan. Seringkali ada kebijakan yang tidak terlaksana, baik itu akibat dilanggar atau diabaikan maupun karena suatu institusi yang harus melaksanakan kegiatan ternyata tidak mampu melaksanakannya. Gap yang terjadi karena itu disebut Gap 2. Mengukur Gap 2 adalah membandingkan antara kebijakan yang ada dengan kebijakan yang benar-benar dilaksanakan. Gap 2 berasosiasi dengan Komponen Pelaksanaan. Perlu digarisbawahi bahwa Gap 2 ini, atau tidak terimplementasikannya kebijakan, terjadi tidak seluruhnya karena adanya niat pelanggaran/pengabaian. Justru lebih banyak sering ditemui tidak terimplementasikannya kebijakan ini karena lemahnya kapasitas institusi dalam menjalankan kegiatan/tugas. Misalnya suatu sekolah gagal membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bukan karena ada niat melanggar dari sekolah tersebut. Tetapi hal tersebut terjadi karena tenaga guru di sekolah terbatas dan kurang menguasai administrasi pelaporan keuangan. Analisa Gap Integritas adalah inti dari audit sosial di sini. Dari gap tersebut kemudian diturunkan ke komponen-komponen lain yang lebih detail. 26 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas adalah kerangka turunan dari Analisa Gap Integritas. Dalam kerangka ini Komponen Kebijakan dan Komponen Pelaksanaan di atas diturunkan dalam komponen-komponen yang lebih dapat diukur untuk menentukan tingktat integritas suatu sistem. Lihat gambar 2.2 di bawah ini. Gambar 2.2. Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas Dalam kerangka monitoring ini, Komponen Kebijakan diturunkan menjadi Komponen Eksistensi Kebijakan, karena yang akan dimonitor dalam hal ini difokuskan pada ada atau tidaknya kebijakan. Termasuk dalam hal ini, karena audit sosial ini terhadap program-program bantuan sosial pemerintah, adalah desain program. Dalam hal ini, monitoring kebijakan sengaja tidak diarahkan ke monitoring aspek yang lebih kompleks seperti kualitas kebijakan, dampak kebijakan MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 27 dan lain-lain. Hal ini karena menurut kami kualitas dari kebijakan seharusnya tidak diukur dari kebijakan itu sendiri, namun dari bagaimana kebijakan itu dilaksanakan. Kemudian, Komponen Pelaksanaan diturunkan dalam dua sisi, yaitu Sisi Penawaran (Suppl y Side) dan Sisi Permintaan (Demand Side) 2. Sisi Penawaran (Supply Side) adalah wilayah dimana kerja-kerja pembuatan kebijakan, pelayanan, atau pengelolaan proyek pemerintah dilakukan baik oleh otoritas pemerintah maupun oleh penyedia pelayanan. Sedangkan Sisi Permintaan (Demand Side) adalah wilayah dimana masyarakat (sebagai kelompok sasaran kebijakan, pelayanan, program bantuan) berada dan berinteraksi dengan Supply Side. Komponen Pelaksanaan dalam Sisi Penawaran diterjemahkan menjadi Komponen Efektivitas Pelaksanaan. Dalam program bantuan sosial ini, pada satu sisi Komponen Efektivitas Pelaksanaan mengukur bagaimana dilaksanakannya kegiatan-kegiatan, dicapainya target, ditujunya kelompok sasaran yang telah ditetapkan oleh desain program/ kebijakan. Pada sisi lain Komponen Efektivitas Pelaksanaan ini juga mengukur bagaimana tingkat ketersediaan sistem pendukung yang memungkinkan terlaksananya kebijakan/ desain program dalam suatu institusi. Komponen Pelaksanaan dalam Sisi Permintaan diterjemahkan menjadi Komponen Akses Masyarakat. Dalam hal ini, dipandang bahwa akses masyarakat yang makin baik akan memperkuat kualitas pelaksanaan kebijakan atau pelaksanaan desain program bantuan sosial. Komponen Akses Masyarakat 2 28 Penggunaan “supply side” dan “demand side” ini mengikuti pendekatan yang dikembangkan Bank Dunia dalam Laporan Bank Dunia 2004, “Makes Services Works” PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL ini mengukur bagaimana masyarakat/kelompok sasaran program bantuan sosial/konsumen dapat mendorong pemerintah/penyelenggara pelayanan untuk benar-benar melaksanakan kebijakan yang ada. Yang diukur dalam komponen ini misalnya adalah: keterlibatan masyarakat, transparansi informasi, tingkat dialog antara masyarakat dengan penyedia layanan, kapasitas kelompok masyarakat dan lain-lain. Analisis Rantai Nilai Analisis Rantai Nilai adalah tools yang awalnya digunakan dalam analisa bisnis pada tahun 19853, kemudian digunakan juga sebagai alat analisis mengenai korupsi pada tahun 20074. Analisis Rantai Nilai digunakan untuk memahami komponen, kegiatan atau proses yang mengandung beberapa subkomponen, sub-kegiatan atau sub proses. Analisa Rantai Nilai dalam ASMS ini adalah alat untuk memahami bagaimana kontribusi dari setiap bagian program (program bantuan sosial) terhadap terlaksananya good governance dan tujuan program itu sendiri. Titik berangkat Analisis Rantai Nilai ini berbeda dengan kedua kerangka kerja sebelumnya. Jika pada dua kerangka sebelumnya pengukuran adalah pada kekuatan struktur sistem (berupa kerangka kebijakan dan mekanisme pelaksanaan), maka pada analisis rantai nilai pengukuran dilakukan pada praktek yang dilakukan pada setiap rantai. Dalam program bantuan sosial pemerintah, seperti Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Program Bantuan 3 Michael Porter, Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance, 1985. 4 J. Edgardo Campos Sanjay Pradhan, “Many Faces of Corruption”, The World Bank, 2007. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 29 Pupuk Bersubsidi, Program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin) dan sebagainya, secara garis besar terdapat tiga pelaku yang berinteraksi dengan program itu. Ketiga pelaku tersebut adalah pemerintah, penyedia pelayanan dan masyarakat/pengguna layanan. Dalam pelaksanaan program bantuan sosial, ketiga pelaku tersebut berinteraksi dalam proses transfer, proses distribusi (dana bantuan), pelaporan dan mekanisme komplain. Lihat gambar 2.3 di bawah ini. Gambar 2.3. Relasi Rantai Nilai Analisis Rantai Nilai adalah untuk menilai bagaimana kualitas dari komponen-komponen proses yang dianggap penting dari pelaksanaan program bantuan sosial pemerintah. Dalam ASMS ini, rantai nilai dari proses pelaksanaan program bantuan sosial pemerintah yang dianggap penting untuk dimonitor terdiri dari: rantai nilai transfer, rantai nilai distribusi, rantai nilai pelaporan dan rantai nilai mekanisme komplain. 30 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL TABEL 2.1 MAKNA SETIAP RANTAI Transfer: Proses pengiriman dana dari pemerintah ke service provider atau pengiriman dana antar pemerintah untuk membiayai program ini. Isu-isu yang diperhatikan dalam proses tersebut di antaranya adalah: ada tidaknya persyaratan yang harus dipenuhi penerima transfer, dan adakah time frame yang jelas untuk transfer. Distribusi: Proses konversi dana menjadi suatu bentuk delivelables (barang dan jasa) pada tingkat service provider hingga penyampaian deliverables tersebut pada final beneficiaries yang direncanakan. Proses tersebut dapat meliputi: proses penetapan alokasi belanja barang/ jasa (deliverables) oleh service provider, procurement atas barang/jasa, dan penyampaian deliverables tersebut (dapat berbentuk pengangkutan, pengiriman atau pelayanan). Isu-isu yang menjadi perhatian seperti terjadi proses pengalokasian rencana anggaran yang terdokumentasi (misalnya RKAS), apakah ada rencana anggaran tersebut ditaati dalam proses pengadaan barang/jasa, dan sebagainya. Pelaporan: Proses pertanggungjawaban dari service provider kepada pemerintah dan masyarakat (khususnya final beneficiaries) atas penggunaan dana yang dilakukan. Isu-isu yang mendapat perhatian dalam hal ini, di antaranya adalah: apakah ada kepastian terjadi pelaporan, apakah ada proses validasi atas laporan, dan siapa yang dapat terlibat dalam proses pelaporan tersebut. Mekanisme Proses pengaduan dari masyarakat terutama final Komplain: beneficiaries baik kepada para penyelenggara layanan atau kepada pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Isu-isu yang mendapat perhatian dalam hali ini, diantaranya adalah: apakah ada regulasi yang menjamin ruang pengaduan, apakah terdapat unit pengaduan baik di pemerintah ataupun di para penyelenggara layanan, dan apakah ada ruang pengaduan alternatif. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 31 4. Matriks Matriks ASMS adalah alat untuk mendukung eksplorasi fakta dan penilaian atas implementasi program-program bantuan sosial pemerintah. Matriks tersebut digunakan untuk membantu para stakeholder peserta diskusi memfokuskan perhatian dalam eksplorasi fakta dan memberi penilaian atas fakta tersebut. Matriks ASMS sebagaimana dalam Gambar 2.4 merupakan hasil penyilangan (crossing) dari dua kerangka kerja, yaitu Kerangka Kerja Integritas dan Akuntabilitas dengan Analisis Rantai Nilai. Indikator dalam kerangka kerja Integritas dan Akuntabilitas, yaitu Eksistensi Kebijakan, Efektivitas Pelaksa-naan dan Akses Masyarakat, menjadi header kolom dari matriks tersebut. Sedangkan empat indikator Rantai Nilai dalam imple-mentasi programprogram bantuan sosial pemerintah, yaitu: Transfer, Distribusi, Pelaporan, dan Meka-nisme Komplain, menjadi header baris dari matriks tersebut. Elemen-Elemen Matriks Matriks Audit Sosial Multi Stakeholder (Matriks ASMS) adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, memiliki empat elemen yaitu (1) Komponen Penilaian, (2) Pertanyaan Kunci, (3) Fakta, dan (4) Skor. Masing-masing elemen matriks tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Komponen Penilaian Komponen Penilaian adalah satuan keadaan (aturan, praktek, kapasitas) dari sistem implementasi suatu program bantuan yang akan dinilai dalam suatu proses audit sosial. Satu Komponen Penilaian adalah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4 di atas. Komponen Penilaian dalam contoh tersebut adalah Komponen Eksistensi Kebijakan pada 32 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Skor Akses Masyarakat Skor Efektivitas Kebijakan Skor Kecukupan Kebijakan Analisis Rantai Nilai Kerangka Integritas dan Akuntabilitas Transfer Distribusi Pelaporan Mekanisme Komplain Komponen Penilaian Skor Komponen Penilaian Terkait Gambar 2.4 Instrumen Penilaian dalam Audit Sosial Integritas Distribusi. Dalam komponen tersebut yang dinilai adalah bagaimana tingkat eksistensi kebijakan untuk menjamin terjadinya proses distribusi bantuan sosial yang baik. Dalam matriks ASMS yang utuh terdapat 12 komponen penilaian dan 12 skor komponen yang mengikutinya. Pada proses audit sosial, pertama kali peserta secara kolektif akan diminta memasukkan informasi fakta-fakta pada setiap Komponen Penilaian. Misalnya komponen penilaian Efektivitas Kebijakan–Distribusi. Kemudian setelah itu, peserta diminta memberi Skor Komponen yang terkait dengan Komponen Penilaian tersebut sesuai informasi fakta-fakta yang ada di situ. Proses ini akan dilakukan pada seluruh komponen penilaian dalam matriks tersebut. Aspek yang dinilai untuk setiap komponen penilaian dalam matriks ASMS ini adalah seperti yang ditunjukkan Tabel 2.2. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 33 TABEL 2.2 KOMPONEN PENILAIAN No 1 2 3 4 5 6 5 6 7 8 34 Komponen Penilaian Fokus Penilaian Transfer Eksistensi Kebijakan Mengetahui ada-tidaknya kebijakan yang mengatur aspek-aspek transfer dana dari program bantuan sosial. Transfer Efektivitas Pelaksanaan Melihat apakah proses transfer dapat benar-benar dilaksanakan sesuai dengan perauran yang ditetapkan. Transfer Akses Masyarakat Melihat apakah informasi mengenai transfer dana ke lembaga penyedia layanan disediakan, serta masyarakat mudah mengaksesnya. Distribusi Eksistensi Kebijakan Melihat apakah ada aturan yang cukup untuk mengcover berbagai permasalahan distribusi (yang umumnya bervariasi dan banyak kemungkinan terjadi persoalan). Distribusi Efektivitas Pelaksanaan Melihat apakah penyedia layanan memiliki kemampuan5 untuk menyelesaikan tugasnya dalam distribusi6. Distribusi Akses Masyarakat Melihat apakah masyarakat dapat terlibat7 dalam proses-proses penentuan rencana atau pelaksanaan distribusi8. Kemampuan di sini meliputi: ketersediaan tenaga pelaksana, kecukupan skill, ketersediaan anggaran, keberadaan struktur dan fungsi yang tepat. Harus diingat, distribusi bukan sekedar memindahkan barang/uang dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun distribusi di sini termasuk melakukan pembuatan rencana belanja, melakukan belanja (produk maupun jasa). Dalam hal ini ketidakterlibatan masyarakat dapat terjadi karena: (1) proses pengambilan keputusan dilakukan tertutup sehingga masyarakat tidak bisa terlibat; atau karena kapasitas masyarakat untuk terlibat/ memahami substansi kurang memadai. Distribusi selain berupa delivery (pengiriman uang/barang) dapat pula berupa penentuan belanja (konversi uang ke barang/jasa), proses belanja itu sendiri dan lain-lain. PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Lanjutan Tabel 2.3 Komponen Penilaian Komponen Penilaian Fokus Penilaian 7 Pelaporan Eksistensi Kebijakan Melihat apakah tersedia kebijakan yang mengharuskan pelaporan, dan apakah tatacara pelaporan diatur. 8 Pelaporan - Efektivitas Pelaksanaan Melihat kemampuan penyedia layanan untuk membuat laporan sesuai kebijakan yang ada 9 Pelaporan Akses Masyarakat Melihat apakah dimungkinkan masyarakat mengakses pelaporan yang dibuat oleh penyedia pelayanan . 10 Mekanisme komplain Eksistensi Peraturan Melihat bagaimana kebijakan / regulasi program bantuan sosial tersebut mewajibkan adanya penangan komplain. 11 Mekanisme Komplain Efektivitas Pelaksanaan Melihat bagaimana upaya penanganan komplain yang dilakukan oleh pelaksana program . 12 Mekanisme Komplain Akses Masyarakat Melihat bagaimana masyarakat dapat menggunakan mekanisme komplain yang ada . No 9 Dalam hal ini kemampuan tersebut dapat dilihat misalnya dari apakah ada personel yang ditugaskan, kapasitas personel tersebut, dan wewenang yang dimiliki personel tersebut. 10 Dalam hal ini, tidak teraksesnya laporan oleh masyarakat dapat terjadi karena: (1) laporan memang tidak terpublikasi/tersampaikan pada masyarakat; atau karena (2) kapasitas masyarakat untuk mengakses laporan tersebut/memahami isi laporan tersebut kurang mencukupi. 11 Dalam hal ini upaya pelaksanaan mekanisme komplain tersebut, dapat muncul baik ketika telah ada regulasi tentang mekanisme komplain maupun bentuk spontan dari service provider untuk menyediakan mekanisme komplain. 12 Meliputi mekanisme komplain yang ada karena disediakan oleh penyedia pelayanan, atau bahkan ketika tidak ada mekanisme komplain yang telah disediakan komponen penilaian ini menilai bagaimana sistem yang ada memberi ruang kepada masyarakat untuk melakukan komplain. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 35 Fakta Fakta dalam ASMS adalah keadaan-keadaan mengenai implementasi program bantuan sosial yang muncul dieksplorasi dalam proses audit sosial. Yang disebut fakta dalam audit sosial ini adalah keadaan-keadaan yang telah disepakati keberadaannya/kebenarannya oleh para peserta. Keadaan-keadaan yang dimaksud dapat berupa kasus, persoalan, praktek-praktek baik atau buruk, kebijakankebijakan yang baik atau buruk dan sebagainya. Fakta-fakta tersebut digali pada setiap komponen penilaian dari matriks tersebut. Skor Skor adalah nilai yang diberikan oleh peserta terhadap fakta-fakta pada setiap komponen penilaian. Skor dalam audit sosial merupakan suatu hasil konsensus dari peserta setelah mereka melihat fakta-fakta yang ada dalam satu komponen penilaian. Dalam audit sosial ini skor membentang dari angka “1” hingga angka “4”. Angka “1” dianggap sebagai skor terendah, dimana peserta merasa tidak puas dengan keadaan (fakta) mengenai implementasi program bantuan sosial yang dinilainya. Sedangkan angka “4” dianggap sebagai skor tertinggi, dimana peserta sangat puas dengan keadaan (fakta) dari implementasi program bantuan sosial yang dinilainya. Sementara angka “2” menyatakan peserta kurang puas dan angka “3” menyatakan bahwa peserta “agak puas” dengan keadaan implementasi program bantuan sosial yang dinilainya. Perhatikan, dalam “skoring” tidak ada angka tengah. Hal ini untuk mencegah peserta menilai “netral” dengan memilih skor tengah. 36 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Pertanyaan Kunci Pertanyaan kunci dalam suatu workshop adalah pertanyaan untuk memandu agar forum menghasilkan jawaban sesuai dengan tujuan dari suatu workshop. Karena itu, pertanyaan kunci harus meref leksikan tujuan dari workshop itu. Dalam audit sosial, khususnya Audit Sosial Multistakeholder (ASMS), pertanyaan kunci juga harus meref leksikan tujuan dari audit sosial tersebut. Dalam pelaksanaan audit sosial dengan metode ASMS, fasilitator pada dasarnya dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan kunci sesuai dengan konteks forum. Namun pertanyan kunci harus mencerminkan tujuan dari ASMS yang dijelaskan di atas. Dalam audit sosial dengan metode ASMS, setiap komponen penilaian akan memiliki satu pertanyaan kunci. Pertanyaan kunci tersebut harus relevan/mencerminkan tujuan dari kom-ponen penilaian tersebut. Misalnya pada Komponen Penilaian Efektivitas Pelaksanaan – Distribusi pertanyaan kunci yang mungkin dimunculkan adalah “Bagaimana kemampuan penyedia pelayanan untuk melakukan pengalokasian dan distribusi dana bantuan?”. Untuk lebih lengkap mengenai pan-duan pembuatan pertanyaan kunci, silakan lihat pada Tabel 2.3. Pertanyaan kunci umumnya menjadi pertanyaan awal untuk memulai suatu topik dalam diskusi.Dalam fasilitasi forum, pertanyaan kunci adalah jantung bagi sebuah diskusi. Pertanyaan kunci yang baik akan mengarahkan diskusi menjadi positif. Kriteria dari pertanyaan kunci yang baik adalah: 1) Fokus pada Komponen Penilaian: setiap pertanyaan kunci harus mengarah pada salah satu (dan hanya pada MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 37 satu) Komponen Penilaian. Contoh pertanyaan misalnya adalah “bagaimana akses masyarakat terhadap hasil pelaporan penggunaan dana program?”. Pertanyaan kunci tersebut tepat karena berfokus pada Komponen Penilaian: Pelaporan – Akses Masyarakat. 2) Eksplorasi Fakta: setiap pertanyaan kunci harus mendorong terjadinya eksplorasi fakta, bukan mengarah pada satu jawaban tertutup (ya atau tidak). Misalnya pertanyaan kunci seperti “Apakah ada peraturan untuk transfer dana program?” akan membawa pada suatu jawaban “Ya” atau “tidak” saja. Sebaiknya pertanyaan itu diganti dengan pertanyaan yang lebih eksploratif seperti “Bagaimana kecukupan peraturan untuk transfer dana program?”. 3) Tidak Mengarahkan pada Judgement/Penghakiman: setiap pertanyaan kunci hendaknya tidak mengarahkan peserta untuk mengambil penilaian terlalu dangkal yang mengakibatkan judgement atau penghakiman atas peserta lain (mengingat ini adalah pertemuan multi-stakeholder). Pertanyaan seperti “Bagaimana penyelewengan yang terjadi dalam distribusi dana di tingkat desa” adalah pertanyaan yang sebaiknya tidak digunakan. Karena pertanyaan tersebut sudah mengcap ada penyelewengan dari awal. 4) Deskriptif: pertanyaan kunci harus mendorong peserta untuk mendeskripsikan fakta, oleh karena itu sebaiknya digunakan kata “bagaimana”, bukan “siapa”, “kapan”, “dimana” atau “apakah”. 38 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL TABEL 2.3 PERTANYAAN KUNCI No Komponen Penilaian Contoh Pertanyaan Kunci 1 Transfer - Eksistensi Bagaimana tingkat kebaikan dari peraturan mengenai transfer dari dana program yang ada? Kebijakan 2 Transfer - Efektivitas Pelaksanaan Bagaimana efektivitas kebijakan transfer dari program tersebut? 3 Transfer - Akses Masyarakat Bagaimana kemudahan bagi masyarakat untuk mengetahui informasi mengenai transfer dana 4 Distribusi - Eksistensi Kebijakan Bagaimana tingkat kelengkapan dan ketepatan peraturan mengenai distribusi dana program? 5 Distribusi - Efektivitas Pelaksanaan Bagaimana kemampuan penyedia pelayanan untuk melakukan pengalokasian dan distribusi dana bantuan? 6 Distribusi - Akses Masyarakat Bagaimana kemudahan bagi masyarakat untuk terlibat dalam penentuan sasaran distribusi dan mendapat informasi tentang proses distribusi? 7 Pelaporan - Eksistensi Kebijakan Bagaimana tingkat kecukupan peraturan untuk memastikan adanya pelaporan dari penyedia pelayanan? 8 Pelaporan - Efektivitas Pelaksanaan Bagaimana kapasitas dari lembaga penyedia pelayanan untuk melaksanakan pelaporan penggunaan dana program? 9 Pelaporan - Akses Masyarakat Bagaimana kapasitas masyarakat dan ruang yang disediakan untuk masyarakat untuk mengakses laporan terkait program? 10 Mekanisme Komplain - Eksistensi Peraturan Bagaimana ketersediaan peraturan yang menjamin bagi masyarakat untuk dapat melakukan pengaduan jika terdapat ketidak puasan atas layanan? 11 Mekanisme Komplain - Efektivitas Pelaksanaan Bagaimana kapasitas dari pemerintah/ penyelenggara layanan untuk menangani komplain? 12 Mekanisme Komplain - Akses Masyarakat Bagaimana kapasitas masyarakat untuk dapat melakukan komplain atas layanan? MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 39 Proses Fasilitasi Poses Fasilitasi dalam audit sosial dengan metode ASMS adalah seperti dalam gambar berikut: Gambar 2.5 Alur Proses Sosial Audit Dari Gambar 2.5, proses audit sosial dengan metode ASMS terdiri dari: eksplorasi atas fakta, konsensus atas fakta dan konsensus atas skor. Hasil dari proses tersebut berupa deskripsi fakta dan skor yang terkelompokkan pada masingmasing komponen penilaian. Penjelasan praktis untuk proses audit sosial tersebut adalah sebagai berikut (seperti pada Gambar 2.6). Forum audit sosial diajak untuk melakukan penilaian pada suatu kategori penilaian. Pertama kali, fasilitator akan mengajak peserta (dari berbagai stakeholder) untuk melakukan eksplorasi atas faktafakta yang terjadi dalam kategori penilaian tersebut. Proses ini 40 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL menghasilkan sebuah long-list (daftar panjang) f akta. Kemudian dari long-list fakta tersebut, fasilitator meminta pada seluruh peserta untuk memeriksanya, dan peserta kemudian membuat konsensus mana saja dari fakta-fakta dalam long-list tersebut yang disetujui bersama oleh seluruh anggota forum. Fakta-fakta yang disetujui bersama tersebut kemudian dimasukan ke dalam short-list (daftar pendek) fakta. Kemudian dari short-list fakta tersebut, fasilitator meminta peserta mendiskusikan skor yang sesuai dengan f akta-f akta dalam shortlist tersebut. Penentuan skor dilakukan juga dengan cara konsensus. Gambar 2.6. Proses Audit Sosial Lebih Detail (per satu Kategori Penilaian) MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 41 5. Matriks Skor dan Tabel Fakta Matriks Skor dan Tabel Fakta adalah hasil langsung dari proses audit sosial ASMS. Matriks Skor adalah Matriks ASMS yang telah terisi dengan skor setelah melalui proses fasilitasi seperti dijelaskan dalam Gambar 2.7. Sedangkan Tabel Fakta adalah tabel yang telah terisi juga setelah melalui suatu proses fasilitasi yang sama (lihat Gambar 2.8). Eksistensi Kebijakan Efektivitas Kebijakan Akses Masyarakat Transfer 65 55 47.5 Distribusi 80 50 45 Pelaporan 62.5 57.5 45 Mekanisme Komplain 45 40 35 Gambar 2.7. Contoh Matriks Skor 42 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Eksistensi Kebijakan Transfer Tidak terdapat aturan tentang keterlambatan transfer. Efektivitas Kebijakan Sekolah-sekolah memperoleh transfer secara rutin Persyaratan untuk Ada persyaratan yang jelas bagi sekolah un-tuk transfer sering tidak dipenuhi mendapat transfer Distribusi Masyarakat tak bisa memperoleh informasi mengenai transfer Informasi mengenai transfer tidak diumumkan Secara over-all prosedur transfer mudah dipahami. Secara keseluruhan, ada kepastian bahwa sekolah mendapat transfer Tidak ada petugas di sekolah yang dapat dihubungi asyarakat Peraturan mengenai penggunaan/distribusi dana jelas Sekolah sudah bisa membuat rencana belanja yang jelas Informasi mengenai rencana penggunaan dana bantuan ini tidak dipublikasikan Mekanisme tentang penyaluran dana jelas Personel yang mengurusi distribusi kurang cakap Forum untuk perencanaan anggaran sekolah tidak berfungsi. Sistem administrasi Aturan mengenai penggunaan dana jelas di tingkat sekolah tidak mendukung namun agak kaku Pelaporan Akses Masyarakat Masyarakat sering tidak peduli pada informasi dari sekolah. Ada petunjuk teknis untuk pembuatan laporan. Pihak sekolah sudah berkomitmen untuk membuat laporan tepat waktu Laporan tentang penggunaan dana bantuan tidak dipublikasikan Terdapat format yang jelas mengenai bagaimana cara pembuatan laporan Kapasitas tenaga pengajar untuk membuat laporan kurang sesuai. Tidak ada petugas di sekolah yang melayani permintaan informasi dari masyarakat ttg laporan Peraturan tak melihat bahwa guru tidak memiliki waktu cukup untuk membuat laporan. Tidak ada tenaga khusus di sekolah untuk membuat laporan. Tidak tersedia media untuk menyampaikan laporan kepada masyarakat. Mekanisme Peratuan sudah menya- Sarana & tenaga takan adanya kewajiban untuk pengelolaan Komplain komplain kurang penanganan komplain tersedia. Kehendak masyarakat untuk mengadukan komplain rendah, meski banyak persoalan dialami. Secara peraturan terdapat keterbatasan dalam penanganan komplain. Tak ada insentif yang diperoleh service provider bagi kegiatan penanganan komplain Prosedur pengaduan dirasakan sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat. Peraturan penanganan komplain, jika tidak dilaksanakan tidak ada sanksi Kemampuan personil di service provider untuk menangani komplain sangat terbatas. Ada kekuatiran masyarakat, pengaduan akan mengundang diskriminasi pelayanan baginya. Gambar 2.8 Contoh Tabel Fakta MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 43 Audit Sosial Single-Site dan Multi-Site Audit sosial dengan metoda ASMS ini dapat dilakukan pada satu tempat saja (situs tunggal/single-site) atau dilakukan di banyak (situs banyak/multi-site).Audit sosial single-site misalnya jika audit sosial tersebut hanya dilakukan di tingkat kota sebanyak satu kali. Audit sosial dengan multi-site misalnya jika audit sosial tersebut dilakukan di beberapa kota/kabupaten dan hasil dari beberapa kota/kabupaten tersebut hendak diintegrasikan/digabungkan. Audit sosial multi-site juga dapat terjadi jika hendak dilakukan di beberapa desa dalam satu kabupaten, lalu hasilnya akan diintegrasikan di tingkat kabupaten. Jumlah situs ini akan mempengaruhi matriks skor maupun tabel fakta. Untuk audit sosial ASMS situs tunggal, hasil-hasil kesepakatan dalam workshop audit sosial langsung menjadi matriks skor dan tabel fakta.Sementara untuk audit sosial dengan situs banyak (multi-site), matriks skor maupun tabel fakta harus diproses terlebih dahulu untuk mendapatkan matriks skor gabungan dan tabel fakta gabungan. Untuk matriks skor gabungan, nilai setiap komponen peni-laian adalah rata-rata skor dari seluruh daerah. Skor gabungan tersebut dihitung dengan menjumlahkan semua nilai pada satu komponen penilaian tertentu untuk seluruh daerah dan kemudian jumlah skor tersebut dibagi dengan jumlah daerah. Formula sebagai berikut: A ai n 44 : Nilai skor gabungan pada suatu komponen penilaian. : Nilai skor untuk situs i pada suatu komponen penilaian. : Jumlah situs dimana dilakukan audit sosial. PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Untuk contoh lebih detail silakan lihat pada Bab 3. Sedangkan tabel fakta gabungan diperoleh dengan metode berikut: • Kumpulkan fakta-fakta yang ada pada satu komponen peni-laian. Misalnya fakta-fakta pada komponen penilaian Eksistensi Regulasi pada Transfer. • Kategorisasi/kelompokkan fakta-fakta tersebut hingga ditemukan beberapa kategori/kelompok fakta. • Berilah makna yang mewakili/relevan untuk setiap kategori/kelompok fakta. Makna fakta yang Anda berikan ini kemudian menjadi fakta baru (yang mewakili faktafakta yang terkelompok tadi). 6. Alat Analisis Analisis terhadap hasil audit sosial dilakukan untuk menge-tahui pada wilayah mana persoalan-persoalan implementasi program bantuan sosial pemerintah terjadi, serta apa saja persoalan yang terjadi, sesuai dengan tujuan dari audit sosial ini. Analisis atas hasil audit ini akan menghasilkan peta permasalahan yang menjelaskan komponen-komponen yang telah cukup kuat dan komponenkomponen yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Selain itu, hasil analisis ini akan menjelaskan persoalan-persoalan apa yang terjadi sehingga beberapa komponen menjadi lemah, atau praktek-praktek baik apa yang ada sehingga beberapa komponen dianggap kuat. Analisis ini dilakukan dengan memaknai data-data yang ada pada Matriks Skor maupun Tabel Fakta. Analisis pada Matriks Skor dilakukan untuk memahami bagaimana pola perma-salahan yang terjadi. Dalam hal ini hendak dilihat bagiamana kondisi (kuat/lemah) pada suatu kategori tertentu, rantai nilai tertentu atau suatu daerah tertentu. Sebagai contoh lihat Gambar 2.9. dibawah. Sedangkan analisis pada Tabel Fakta dilakukan untuk memahami persoalan-persoalan apa saja yang menyebabkan terjadinya skor seperti itu. Dalam hal ini hasil analisis atas Tabel Fakta MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 45 berupa daftar mengenai akar persoalan-persoalan dalam setiap komponen penilaian. Eksistensi Kebijakan Efektivitas Pelaksanaan Akses Masyarakat Transfer 65 55 47.5 Distribusi 80 50 45 Pelaporan 62.5 57.5 45 Mekanisme Komplain 45 40 35 Area skor tinggi (> 60) Area skor sedang (50 s.d. 60) Area skor rendah (< 50) Gambar 2.6 Contoh Analisa dengan Matriks Skor Pada Gambar 2.9. dicontohkan analisis atas Matriks Skor dilakukan. Dalam hal ini, suatu skor dalam setiap kotak komponen penilaian diklasif ikasikan apakah termasuk kelompok skor rendah (<50), skor sedang (antara 50 sd 60) atau skor tinggi (>60). Masing-masih kelompok skor diwarnai berbeda, sesuai dengan skor yang diperolehnya. Dari contoh itu, terlihat daerah dengan skor cukup tinggi, yaitu pada sebagian dari komponen Eksistensi Kebijakan dan pada sebagian dari rantai Pelaporan. Dalam tahap penyajian, kedua analisis dapat disajikan dalam bentuk deskripsi/narasi maupun diolah lagi dengan chart statistika untuk melihat perbandingan antar komponen penilaian. Pemaknaan atas data pada Matriks Skor dan Tabel Fakta akan dijelaskan pada bagian selanjutnya dari modul ini. 46 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Bab 3 Cara P enggunaan Penggunaan udit Sosial Multi-Stak eholder Tools A Audit Multi-Stakeholder A udit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS) merupakan metode penilaian untuk program-program bantuan sosial pemerintah yang dilakukan dengan basis forum multistakeholder. Bab ini akan membahas mengenai bagaimana menggunakan tools ASMS untuk memfasilitasi assesment terhadap implementasi program-program bantuan sosial pemerintah. Terdapat dua bagian dalam bab ini, yaitu Bagian Fasilitasi dan Bagian Analisis Data. Pada Bagian Fasilitasi akan dijelaskan bagaimana cara menggunakan tools ASM ini untuk memfasilitasi forum untuk melakukan penilaian (audit) atas program bantuan sosial pemerintah. Proses fasilitasi ini akan menghasilkan data yang berupa Skor Audit Sosial dan Daftar Fakta dari peserta; sedangkan pada Bagian Analisa Data dijelaskan bagaimana Skor Audit Sosial dan Daftar Fakta tersebut diolah sedemikian rupa sehingga dapat disajikan hasil akhir ASMS. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 47 Gambar 3.1 Skema Fasilitasi dengan Menggunakan Tools ASMS 48 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL BAGIAN 1: BAGIAN FASILITASI FORUM Fasilitasi forum terdiri dari kegiatan-kegiatan mulai dari tahap persiapan, memulai forum , kontekstualisasi, penjelasan tata-cara diskusi, eksplorasi data, tahap pemberian skor, dan tahap pengambilan kesimpulan. Rangkaian tahapan dalam fasilitasi forum dapat dilihat pada gambar 3.1. 1. Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan ini umumnya dibentuk panitia untuk persiapan audit sosial. Panitia tersebut kemudian menjadi penanggung jawab dari audit sosial. Dalam hal ini persiapan yang harus dilakukan adalah: a. Penyiapan Tim Pelaksana Penyiapan tim pelaksana dilakukan untuk menyiapkan pelaksanaan audit sosial, tim yang disiapkan dibagi sesuai tugas yang disepakati sebagai fasilitator, co-fasilitator, notulensi, pendokumentasi, penyambutan, pendaftaran peserta, pengatur akomodasi dan administrasi. Selain menyiapkan tim pelaksana yang tidak kalah penting adalah menyiapakan fasilitator. Audit sosial akan difasilitasi oleh seorang fasilitator dibantu seorang co-fasilitator. Dalam hal ini fasilitator berperan memandu atau memfasilitasi proses diskusi sampai menghasilkan kesepakatan/konsensus, sedangkan cofasilitator berperan dalam mendokumentasikan proses skoring, mencatat fakta-fakta yang diberikan peserta. Menjadi fasilitator dalam sebuah forum memang tidak lepas dari skill dan seberapa sering pernah memfasilitasi diskusi dalam sebuah forum, oleh karenanya pengalaman dan jam MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 49 terbang fasilitator sangat mempengaruhi hasil dalam sebuah diskusi, selain hal tersebut diatas juga faktor mental dan penguasaan materi seorang fasilitator. Oleh karenanya menjadi fasilitator dan co-fasilitator FGD audit sosial ini setidaknya ada prasyarat yang harus dipenuhi oleh seorang fasilitator dan co-fasilitator agar mampu menguasai forum dan mengatur pendapat atau usulan dari peserta. Prasyarat tersebut antara lain: a) Memahami mekanisme program bantuan sosial pemerintah, b) Memahami mekanisme penganggaran, dan c) Memahami peran partisipasi masyarakat. Prasyarat tersebut bukan menjadi hal mutlak yang harus dikuasai oleh fasilitator dan co-fasilitator, namun setidaknya dapat membantu fasilitator dan co-fasilitator mengendalikan forum jika terjadi hal-hal di luar kendali atau yang tidak direncanakan sebelumnya. b. Penyiapan Alat Alat-alat pendukung yang biasanya diperlukan untuk kegiatan audit sosial terdiri dari: 1. Display informasi mengenai program bantuan sosial, meliputi: • Informasi umum mengenai program (tujuan, kelompok sasaran, kementerian/lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab, penyedia layanan yang dilibatkan, prosedur pokok dan ringkas) (wajib); • Gambar Alur pemberian bantuan (aliran uang dan barang/ jasa) dari mulai pemerintah pusat hingga kelompok sasaran (optional). 2. Display informasi mengenai metode ASMS, meliputi: • 50 Display Matriks Penilaian (wajib); PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL • Display Def inisi dalam Rantai Nilai (Transfer, Distribusi, Pelaporan dan Mekanisme Komplain). • Display Alur Fasilitasi (optional). 3. Alat-alat fasilitasi forum: kertas plano, kertas metaplan, spidol, white board. 4. Ruang pertemuan dengan dinding yang cukup untuk menempel kertas-kertas metaplan dan kertas plano dalam jumlah yang banyak; serta tempat duduk peserta yang diatur sedemikian rupa sehingga semua peserta saling berhadaphadapan (model U atau melingkar). 5. Laptop dan LCD. Alat sebagai pendukung kegiatan tersebut harus disiapkan sebaik mungkin karena kelengkapan alat-alat tersebut seringkali menentukan keberhasilan fasilitasi. c. Penyiapan Peserta Satu hal yang perlu diperhatikan mengenai peserta adalah perlu dipastikan bahwa komposisi peserta berasal tiga stakeholder yang berbeda, karena keberadaan multistakeholder wajib dalam pendekatan ASM ini. Inilah yang membedakan audit sosial multistakeholder ini dengan audit sosial konvensional. Para aktor dalam audit sosial multi-stakeholder (ASMS) adalah pemerintah, penyedia pelayanan dan masyarakat. Diantara para aktor tersebut, terdapat sejumlah aktor utama yaitu para stakeholders yang terlibat langsung atau pengambil kebijakan penting pada program bantuan sosial pemerintah. Peserta-peserta tersebut perlu didentif ikasi dan diupayakan untuk dapat hadir di forum. Panitia perlu memahami peran dari setiap peserta dalam pelaksanaan riil program bantuan sosial. Peserta yang berasal MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 51 dari pemerintah adalah mereka yang berperan sebagai pembuat kebijakan dan pentransfer dana. Kelompok peserta juga berasal dari penyedia layanan.Kelompok dari penyedia layanan ini merupakan kelompok pelaksana program, biasanya unsur kelompok ini terdiri dari berbagai bagian seperti, dinas terkait, BUMN, Badan pemerintah (Bulog), sekolah, perangkat di kecamatan, perangkat di kelurahan. Kelompok peserta yang lain berasal dari masyarakat penerima manf aat, yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat misalnya petani dan penerima beras miskin. Kriteria penentuan peserta menjadi penting agar forum audit menghasilkan keputusan yang dapat diterima semua pihak. Kriteria peserta adalah: • • • • Memahami program bantuan sosial pemerintah: baik memahami sebagai pelaku kebijakan, bagian dari pelaksana program maupun sebagai penerima manfaat yang merasakan dampak program. Dapat mengemukakan pendapat di forum; dalam hal ini tidak perlu jago berbicara, tetapi misalnya cukup mampu menceritakan apa yang dialaminya. Mengetahui permasalahan yang terjadi di masyarakat selama pelaksanaan program; Representatasi dari kelompok yang diwakilinya (walaupun tidak perlu orang yang ditunjuk oleh kelompok tersebut). Penentuan peserta setidaknya harus diatur komposisinya, alternatif nya adalah, 1:2:3:1:1 atau 1:2:4:1 dengan komposisi pemerintah, penyedia layanan, penerima manfaat, perwakilan media/ LSM, perwakilan akademisi/ pengamat bantuan sosial. Komposisi dimaksudkan agar forum bisa berimbang dan dapat menggali informasi yang lebih mendalam. Komposisi 52 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Komposisi Asal 1/1/1 Pemerintah / Kementerian/ Lembaga 2/2/3 Penyedia Layanan (Dinas, Sekolah, Kecamatan, Kelurahan, Desa, RT, dll) 3/4/5 Penerima Manfaat (masyarakat) 1/2/2 Wartawan/ Media/ LSM 1/1/1 Akademisi/ Pengamat peserta tidak sama antar satu dengan lainnya, hal ini bertujuan memberi kelonggaran ke peserta dalam menentukan kebutuhan peserta dengan kondisi yang terjadi di daerah audit sosial. Komposisinya lalu dilipatgandakan sesuai dengan kebutuhan forum yang berjumlah sekitar 25-30 an peserta setiap forum audit sosial. Contoh komposisi peserta pada suatu audit sosial untuk program bantuan sosial pemerintah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Manajer BOS Dinas Pendidkan dan Kebudayaan Kepala Sekolah dasar Kepala Sekolah Menengah Pertama Bendahara Sekolah UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Inspektorat Pengawas Sekolah Dinas/ Badan Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Keuangan Daerah MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 53 9. 10. 11. 12. 13. Komite Sekolah Orangtua murid Wartawan media lokal LSM lokal Akademisi d. Titik Kritis Persiapan Pada saat persiapan audit sosial, pada umumnya ada saat kritis menjelang pelaksanaan audit sosial, dimana jika itu terjadi dapat menggagalkan pelaksanaan audit sosial. Karena itu harus bisa diantisipasi dan dideteksi sejak dini terjadinya risiko tersebut. Beberapa titik kritis antara lain adalah: • • • • • 54 Peserta yang membatalkan kehadiranya, cara mengantisipasi dengan meminta peserta melakukan konf irmasi kehadiran H-3 pelaksanaan, dan tim panitia juga harus tetap memastikan kehadiran peserta sesuai yang direncanakan. Tempat pelaksanaan. Lokasi pelaksanaan dicari yang representatif, jika harus menginapkan peserta maka bisa mencari lokasi di luar kota, agar peserta bisa fokus. Jika harus lokasinya di dalam kota, maka panitia bisa memastikan jika peserta tidak pulang dan dapat mengikuti secara penuh. Tim pelaksana. Koordinator panitia pelaksana tetap mampu mengendalikan peran panitia lain untuk tetap ikut terlibat sesuai pembagian peran dan tugas yang disepakati. Peralatan pendukung. Kelengkapan alat pendukung harus dipastikan sesuai dengan yang direncanakan, mulai daftar peserta, kelengkapan peserta sampai materi dalam bentuk presentasi power point. Undangan peserta. Panitia harus memastikan bahwa PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL undangan telah disampaikan sesuai dengan target peserta. Setalah undangan diterima peserta maka panitia melakukan jemput bola unutk mengonf irmasi kehadiran peserta, jika ada peserta yang berhalangan maka panitia sesegera mungkin mencari pengganti agar kuota peserta tetap terpenuhi. 2. Memulai Fasilitasi Audit Sosial Multistakeholder Pada hari H yang telah ditentukan panitia setidaknya telah siap dengan hadir terlebih dahulu di tempat lokasi untuk menyiapkan keperluan peserta dan untuk mengurangi demam panggung para panitia. Kegiatan-kegiatan untuk memulai ASMS dalah: 1) Pembukaan/sambutan-sambutan (situational, optional) Untuk mengawal kegiatan audit sosial maka dilakukan pembukaan dalam bentuk sambutan-sambutan. Pidato pembukaan ini biasanya isinya diserahkan kepada si calon pemberi pidato. Sambutan dimaksudkan sebagai pertanda bahwa kegiatan audit sosial resmi dimulai, sedangkan yang memberi sambutan tidak perlu banyak-banyak, maksimal 2 orang yang dianggap panitia berkepentingan atau berkompeten misalnya kepala dinas dan ketua DPRD, dll. 2) Perkenalan Forum (wajib) Setelah sambutan selesai, maka dilanjutkan untuk perkenalan forum, perkenalan dimaksudkan agar setiap peserta mengetahui siapa yang hadir dan berasal dari kelompok mana, perkenalan dilakukan oleh semua peserta dan semua panitia. Setelah memperkenalkan diri, peserta lalu diminta MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 55 menuliskan namanya di sebuah kertas yang telah disiapkan panitia dan ditempatkan di depan meja duduk peserta, agar peserta yang lain atau fasilitator yang lupa dapat membacanya kembali. 3. Kesepakatan Forum (wajib) Selanjutnya fasilitator memimpin kesepakatan forum, kesepakatan ini digali dari peserta bertujuan agar forum yang akan berjalan tertib, disiplin dan saling menghargai diantara peserta. Kesepakatan yang diambil antara lain : jadwal kegiatan, istirahat forum, tata cara ijin, jam mulai dan berakhir tiap sesi. 3. Kontekstualisasi Agar peserta dapat mengikuti audit sosial ini, harus dilakukan kontekstualisasi terlebih dahulu. Kontekstualisasi dilakukan dalam bentuk: 1) Penjelasan Program Bantuan Sosial yang akan Diaudit Fasilitator terlebih dahulu menjelaskan program bantuan sosial yang akan diaudit sosial, hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tentang program bantuan sosial yang akan diaudit sosial. Penjelasan tentang program bantuan sosial yang detail akan baik. Namun sebenarnya yang dibutuhkan adalah penjelasan yang cukup umum mengenai tujuan program, prosedur umum program, siapa kelompok sasaran, dan prosedur umum penyaluran uang. Penjelasan yang lebih spesif ik akan diberikan juga ketika menjelaskan Rantai Nilai. 56 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Sebagai catatan penting, perlu dijelaskan pada peserta bahwa obyek yang akan dinilai/diaudit dalam ASMS ini bukan pada keseluruhan program, juga bukan pada hasil/ impact dari program. Fokus ASMS ini pada pelaksanaan program bantuan sosial. Lebih khusus lagi perhatian ASMS ini adalah pada arus belanja program dan arus pertanggung-jawaban/kinerja program. Penjelasan bisa didukung alat peraga yang telah disediakan atau menggunakan materi dalam bentuk presentasi power point, dalam menyampaikan penjelasan umum ini fasilitator tidak perlu membuka sesi tanya jawab agar waktu mencukupi untuk sesi berikutnya. 2) Penjelasan Konsep Integritas dan Akuntabilitas Penjelasan mengenai integritas dan akuntabilitas dimaksudkan agar peserta memahami konsep integritas dan akuntabilitas dari suatu program bantuan sosial yang akan dinilainya. Konsep integritas dan akuntabilitas tersebut adalah mengenai komponen eksistensi peraturan, komponen efektivitas pelaksanaan dan komponen akses masyarakat, seperti yang diuraikan dalam pada Bab 2. Untuk memberi penjelasan pada peserta, lihat Gambar 3.2. berikut ini. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 57 Gambar 3.2 Konsep Integritas dan Akuntabilitas 3) Penjelasan Rantai Nilai Penjelasan mengenai rantai nilai (value chain) dimaksudkan agar peserta memahami bahwa terdapat beberapa komponen / tahapan dalam pelaksanaan program bantuan sosial pemerintah, khususnya dalam proses belanja anggaran program tersebut, serta terdapat beberapa pelaku yang terkait pelaksanaan program bantuan sosial.. Perlu dijelaskan juga, mengapa dibutuhkan Rantai Nilai sebagai alat analisis dalam audit sosial ini. Dalam hal ini, Analisis Rantai Nilai dibutuhkan agar audit ini fokus, khususnya fokus pada belanja dan pencapaian kinerja. Untuk menjelaskan menganai Rantai Nilai, lihat Gambar 3.3. 58 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Gambar 3.3 Relasi pelaku dalam Rantai Nilai Untuk menjelaskan bagaimana memahami Rantai Nilai ikuti langkah-langkah ini: • Pertama, jelaskan mengenai pelaku-pelaku terkait program bantuan sosial, dalam hal ini para pelaku tersebut meliputi: pemerintah, penyedia layanan, dan konsumen (masyarakat). • Kedua, jelaskan mengenai relasi-relasi antar pelaku, yaitu: Transfer, Distribusi, Pelaporan dan Mekanisme Komplain1. . 1 Lihat kembali penjelasan mengenai Analisis Rantai Nilai pada Bab 2. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 59 4) Penjelasan Matriks Penilaian Penjelasan mengani Matriks Penilaian ini dilakukan untuk mengantar peserta masuk ke tataran lebih teknis dari audit sosial ini. Dengan memahami Matriks Penilaian, peserta akan dapat melaksanakan Audit Sosial Multistakeholder ini. Untuk menjelaskan Matriks Penilaian ini, gunakan Gambar 3.4 di bawah ini. Skor Akses Masyarakat Skor Efektivitas Kebijakan Skor Kecukupan Kebijakan Analisis Rantai Nilai Kerangka Integritas dan Akuntabilitas Transfer Distribusi Pelaporan Mekanisme Komplain Komponen Penilaian Skor Komponen Penilaian Terkait Gambar 3.4 Matriks Penilaian 4) Menjelaskan Tata Cara Diskusi a) Penjelasan Skoring Penjelasan mengenai skoring disampaikan ke peserta dengan tujuan supaya peserta memahami tujuan dari Skoring serta memahami bagaimana Skoring dilakukan. Sistem skor dalam ASMS ini adalah dari angka”1" untuk terendah hingga angka “4” untuk tertinggi. 60 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Skor hanya dibatasi 1-4 dengan tujuan agar ekspektasi nilai tidak terlalu tinggi dan angka tidak diidentikkan dengan justif ikasi. Penggunaan skor genap dimaksudkan agar pemilihan skor tidak terjadi kecenderungan untuk memilih skor tengah –terutama pada situasi yang kurang tegas menunjukkan kondisi baik atau buruk. Maka pola skoring ditentukan sebagai berikut: Skor Arti 1 Tidak Ideal 2 Kurang Ideal Hampir semua komponen tidak memuaskan tetapi sudah ada beberapa komponen memuaskan yang muncul 3 Hampir Ideal Hampir semua komponen memuaskan tetapi masih ada beberapa komponen yang tidak memuaskan muncul 4 Ideal Semua komponen dianggap memuaskan (walaupun masih ada beberapa komponen tidak memuaskan muncul tetapi dapat diabaikan) Penjelasan Kondisi fakta yang sama sekali tidak memuaskan Gambar 3.5 Penjelasan Skor b) Penjelasan untuk Eksplorasi Fakta dan Skoring Penjelasan ini adalah agar peserta memahami bagaimana alur dan tatacara diskusi untk mengeksplorasi fakta dan untuk skoring. Hasil dari proses diskusi tersebut adalah diperolehnya Daftar Fakta dan Daftar Skor. Untuk memahami alur fasilitasi diskusi, lihat Gambar 3.6 berikut ini. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 61 Gambar 3.6 Proses Diskusi (Eksplorasi Fakta dan Skoring) Berdasar gambar 3.6, f asilitator dapat menjelaskan mengenai tatacara eksplorasi fakta yaitu : • • • • • • Fasilitator membacakan dan menjelaskan pertanyaan kunci. Peserta diminta mengungkapkan fakta sesuai pertanyaan kunci. Daftar panjang fakta dikumpulkan oleh fasilitator. Peserta menyepakati fakta yang disepakati (short list). Berdasarkan short list f akta lalu peserta membuat konsensus skor. Fasilitator mereview konsensus fakta dan skor yang telah disepakati. Cara di atas digunakan berulang-ulang untuk setiap obyek penilaian. 62 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL c) Konf irmasi pemahaman ke peserta • Fasilitator diharapkan melakukan konf irmasi pemahaman ke peserta mulai penjelasan yang awal hingga cara berdiskusi, tetapi tidak dengan membuka tanya jawab agar waktunya mencukupi untuk sesi berikutnya. Jika ada peserta yang memang kurang paham maka fasilitator bisa menjawabnya secara singkat dan padat. • Konf irmasi pemahaman ke peserta ini perlu dilakukan agar mempermudah setiap proses diskusi dan peserta memahami maksud dan tujuan melakukan audit sosial integritas akuntabilitas ini. 5) Fasilitasi Eksplorasi Fakta a) Penjelasan Pertanyaan Kunci • Setelah semua peserta memahami penjelasan-penjelasan mulai awal sampai cara berdiskusi, maka fasilitator bisa memulai menyampaikan pertanyaan kunci pertama dengan cara membaca lalu menjelaskan maksud pertanyaan kunci yang ditampilkan agar lebih memudahkan peserta membaca dan memahaminya maka pertanyaan kunci ditampilkan dalam power point. • Untuk memulai pertanyaan kunci bisa diawali pada obyek penilaian mana saja, bisa pada kolom Eksistensi Kebijakan atau dari Eksistensi Pelaksanaan atau dari Akses Masyarakat. Sedangkan pada rantai nilai juga bisa dimulai dari mana saja, bisa dari tahap Transfer atau Distribusi atau Pelaporan atau Mekanisme Komplain. • Setelah fasilitator memastikan ke peserta tentang pemahaman pertanyaan kunci, maka bisa ke tahap berikutnya. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 63 b) Eksplorasi Fakta • • Setelah peserta memahami pertanyaan kuncinya, maka fasilitator meminta peserta untuk mengungkapkan faktafakta ditemui, didengar, atau diketahui sebanyak-banyaknya. Fakta-f akta dikumpulkan oleh f asilitator sebanyak banyaknya tanpa ditolak atau dibantah oleh fasilitator, agar semua peserta dapat mengungkapkan fakta apapun yang sesuai dengan pertanyaan kunci. Kalaupun ada fakta yang diungkapkan peserta tetapi tidak sesuai dengan pertanyaan kunci, maka fasilitator dapat mencatatnya di kertas lain untuk dibahas ketika fakta tersebut sesuai dengan pertanyaan kuncinya. Pada tahap ini peserta mengungkapkan semua fakta apapun yang sesuai dengan pertanyaan kunci dan fasilitator hanya menulisnya saja di kertas metaplan agar semua peserta dapat membaca juga. c) Daftar Panjang Fakta • Fasilitator akan me-list fakta-fakta yang muncul dari peserta, pengumpulan fakta itu cukup ditulis saja oleh fasilitator di metaplan agar dapat diketahui dan dipahami peserta lain. • Semua peserta memiliki hak untuk menyampaikan fakta apapun yang diketahui, didengar dan didapat di lapangan atau di masyarakat. • Jika sudah mencatat semua fakta maka fasilitator mengklarif ikasi ke peserta lain untuk mendapatkan fakta yang benar hingga menjadi sebuah fakta yang disepakati bersama, kemungkinan dalam tahap ini fasilitator akan mendapatkan banyak fakta (daftar panjang fakta). 64 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL d) Konsensus Fakta (Short List) • Setelah daftar panjang fakta ditulis, maka selanjutnya fasili-tator memfasilitasi peserta unutk menyepakati fakta yang disepakati forum menjadi daftar fakta pendek (short list). • Sebuah fakta yang dimunculkan lalu didiskusikan jika ada peserta yang menganggap fakta tersebut tidak sesuai, maka peserta lain bisa mendebatnya dengan fakta lain tetapi tidak bisa mendebat fakta dengan asumsi, opini, persepsi atau perkiraan saja. Artinya fakta hanya bisa didebat dengan fakta sampai menghasilkan fakta yang disepakati bersama. • Jika ada sebuah fakta yang telah disepakati tetapi masih ada yang ingin mendebat, maka bisa jadi fakta tersebut akan didiskusikan kembali dengan kemungkinan fakta tersebut semakin menguat, atau menjadi batal menjadi fakta yang disepakati, atau fakta lain yang baru. Hal tersebut harus dibangun dan disepakati menjadi fakta bersama oleh peserta. Pada tahap ini, forum peserta menyepakati konsensus fakta. 6) Memfasilitasi Proses Pemberian Skor a) Eksplorasi skor • Setelah forum menyepakati konsensus daftar pendek fakta, maka fasilitator mengeksplorasi skor ke peserta berdasarkan konsensus fakta. • Fasilitator cukup mencatat skor yang disulkan peserta di sebuah metaplan. b) Konsensus skor • Setelah mendapat daftar skor yang diusulkan, lalu ajak peserta mensinkronkan antara konsensus fakta dengan skor MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 65 • • yang sesuai. Hal ini dilakukan supaya antara konsensus fakta dan skor bisa sesuai. Pada tahap ini fasilitator harus mampu memfasilitasi forum untuk menyepakati satu skor menjadi konsensus skor. Hal lain yang perlu dihindari adalah pada tahap ini tidak lagi membahas fakta, karena fakta sudah disepakati di tahap sebelumnya. c) Penegasan fakta dan skor Setelah semua fakta dan skor menghasilkan konsensus yang disepakati, sebaiknya fasilitator membaca sekilas hasil-hasil yang disepakati yaitu konsensus fakta dan skor. Pada tahap ini fasilitator tidak lagi membuka ruang diskusi. d) Pengulangan proses dari eksplorasi fakta. Jika satu obyek penilaian sudah selesai, maka untuk melan-jutkan pertanyaan kunci berikutnya fasilitator tetap mengulang tahap-tahap seperti di atas yaitu mulai tahap eksplorasi fakta sampai tahap eksplorasi skor. 7) Memfasilitasi Pembuatan Rekomendasi Rekomendasi dimaksudkan untuk menggali usulan-usulan perbaikan, rekomendasi dan tindak lanjut forum dari peserta. Usulan dari peserta diharapkan menjadi masukan ke pihak manapun yang berkompeten dalam pelaksanaan program bantuan sosial pemerintah. a) Usulan perbaikan dari peserta Fasilitator menggali usulan-usulan perbaikan dari peserta pada semua aspek, semua usulan peserta akan dicatat tersendiri di metaplan untuk kemudian dijadikan bahan usulan perbaikan. Usulan yang disampaikan harus jelas 66 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL perbaikan usulannya dan ditujukan ke pihak mana. Usulan perbaikan ini sif atnya lebih teknis untuk memperbaiki program bantuan sosial pemerintah. b) Usulan Rekomendasi. Usulan rekomendasi juga perlu digali dari peserta, caranya dengan meminta peserta mengusulkan rekomendasi. Usulan rekomendasi sifatnya lebih untuk perbaikan sistem program bantuan sosial pemerintah dan rekomendasi untuk pelaksanaan audit sosial. 3) Rencana Tindak lanjut forum Rencana tindak lanjut forum dimaksudkan untuk menggali kebutuhan peserta pasca pelaksanaan audit sosial. Diharapkan forum audit sosial tidak berhenti setelah audit sosial, akan tetapi setelah pelaksanaan audit sosial ada sebuah kegiatan atau forum yang dapat membangun hubungan dan interaksi di antara peserta sebagai salah satu bentuk kontrol yang lain. Penutupan 1. Penjelasan kesimpulan dan hasil Jika semua obyek penilaian telah diisi fakta dan skornya, maka f asilitator bisa menjelaskan kesimpulan selama pelaksanaan proses audit sosial serta membacakan sekilas hasilhasil yang disepakati termasuk usulan-usulan perbaikan, rekomendasi dan tindak lanjut forum. 2. Penutupan Di akhir sesi fasilitator lalu menutup dengan menyampaikan terimakasih ke peserta atas partisipasinya dalam kegiatan audit sosial. Fasilitator lalu dapat memberikan kesempatan ke panitia untuk menutup secara resmi pelaksanaan MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 67 audit sosial ini. Dengan demikian berakhirlah pelaksanaan audit sosialMulti-Stakeholder ini. BAGIAN 2: TAHAP PENGOLAHAN DATA Pengolahan data skor pada ASMS (Audit Sosial MultiStakeholder) adalah agar skor dan daftar dapat diinterpretasikan sehingga akan menggambarkan tingkat dan kondisi integritas dan akuntabilitas pelaksanaan suatu program bantuan sosial pemerintah. Pengolahan data terdiri dari pengolahan data atas Skor dan pengolahan data atas Daftar Fakta yang dihasilkan dari suatu ASMS. Pengolahan data dilakukan oleh penyelenggara audit sosial, dapat melibatkan atau tidak melibatkan fasilitator yang telah memf asilitasi ASMS. Pengolahan data ini tidak melibatkan stakeholder. Baru pada saat data telah diolah tim penyelenggara ASMS bisa saja memaparkan hasil olahan datanya kepada para stakeholder yang mengikuti ASMS tersebut. Pengolahan Data Skor ASMS Pengolahan Data Skor ASMS adalah proses menjadikan data Skor yang telah diperoleh dari proses ASMS dapat diinterpretasikan menjadi suatu penilaian atas tingkat integritas dan akuntabilitas suatu program bantuan sosial pemerintah. Cara untuk mengolah data Skor ini adalah sebagai berikut: • 68 Jika suatu ASMS diselenggarakan hanya pada satu lokasi (single site), maka gunakan Matriks Penilaian dan Skor yang didapat sebagai bahan analisis. Misalnya dari suatu ASMS telah didapat Matriks Penilaian di bawah ini: PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Eksistensi Kebijakan Efektifivas Kebijakan Akses Masyarakat Transfer 3,1 2,6 1,9 Distribusi 3,4 2,5 2,2 Pelaporan 2,9 2.5 2,1 Mekanisme Komplain 1,9 1,9 1,5 Gambar 3.7 Contoh Hasil Skor Apabila suatu ASMS diselenggarakan di banyak daerah atau banyak tempat (multi site), maka Skor dalam Matriks Penilaian dihitung berdasar formula: A ai n : Nilai skor gabungan pada suatu komponen penilaian. : Nilai skor untuk situs i pada suatu komponen penilaian. : Jumlah situs dimana dilakukan audit sosial. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 69 No. Kota Eksistensi Peraturan Efektivitas Pelaksanaan Akses Masyarakat 1 Gresik 3 2 2 2 Lombok Barat 4 3 2 3 Solo 4 3 3 4 Serang 2 2 2 5 Jeneponto 4 2 2 6 Semarang 3 3 2 7 Pekalongan 3 3 2 8 Bandung Barat 3 2 2 9 Jayapura 2 2 2 10 Aceh 3 2 3 Gambar 3.8 Hasil Skor ASMS pada Rantai Distribusi di 10 Kota Misalkan diselenggarakan ASMS di 10 kota seperti dalam tabel pada Gambar 3.8. di atasi. Maka untuk menghitung Skor dari Komponen Penilaian Distribusi – Efektivitas Pelaksanaan dilakukan penghitungan sebagai berikut: jumlahkan semua Skor pada kolom Efektivitas Pelaksanaan dan dibagi dengan jumlah kota (site) yang terlibat. Skor = 2 + 3 + 3 +2 + 2 + 3 + 3 + 2 + 2 + 2 10 = 24 = 2,4 10 Maka diketahui bahwa Skor untuk Komponen Distribusi – Efektivitas Pelaksanaan adalah 2,4. 70 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Contoh lain adalah menghitung Skor untuk Komponen Distribusi - Akses Masyarakat. Skor = 2 + 2 +3 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 3 10 = 22 = 2,2 10 Maka diketahui bahwa Skor untuk Komponen Distribusi – Akses Masyarakat adalah 2,2. Perhitungan seperti itu dilakukan untuk setiap Komponen yang lain dari Matriks Penilaian tersebut. Pada gambar 3.9. di bawah, ditampilkan Matriks Penilaian dari proses ASMS di 10 kota yang telah terisi lengkap. Interpretasi Atas Skor Interpretasi atas Skor adalah proses menempatkan setiap Komponen Penilaian apakah masuk kategori Tinggi, Sedang atau Rendah berdasar Skor yang diperolehnya. Setelah itu beberapa Komponen Penilaian yang sama dalam satu kategori. Pada akhirnya akan diperoleh sejumlah Komponen Penilaian dengan karakteristik sama (tinggi, sedang, atau rendah) membentuk satu daerah. Dalam Gambar 3.9, di bawah satu daerah digambarkan dengan warna yang sama. Dalam gambar tersebut, daerah yang warnanya PUTIH adalah daerah dengan Skor Tinggi, daerah ABU-ABU adalah daerah yang Skor-nya Sedang dan daerah yang warna HITAM adalah yang Skornya Rendah. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 71 Perhatikan Matriks Penilaian dalam Gambar 3.9 di bawah. Dalam Matriks Penilaian ini memiliki kotak-kotak dengan pola tertentu. Hasil Audit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS) mungkin saja menghasilkan pola gambar yang menyebar dan tidak berpola. Namun umumnya hasil Audit Sosial akan memiliki pola tertentu2. Pola ini yang akan digunakan dalam Analisis Deskriptif atas Skor. Eksistensi Kebijakan Efektivitas Pelaksanaan Akses Masyarakat Transfer 3,0 2,6 2,3 Distribusi 3,1 2,4 2,2 Pelaporan 2,9 2.7 2,2 Mekanisme Komplain 2,2 2 1,8 Gambar 3.9 Contoh Hasil Skor 2 72 Berdasar pengalaman PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) melakukan Audit Sosial Multistakeholder di 10 kota/kabupaten di Indonesia pada tahun 2011-2012. PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL TABEL INTERPORETASI SKOR Skor3 Karakteristik Deskripsi Perkiraan Kondisi 1,00 -2,25 1,00 -2,25 Kondisi integritas dari sistem/institusi rendah, dimana diperkirakan sebagian besar komponen dari sistem/institusi (khususnya manusianya) belum terbangun untuk mengarah tercapainya program dan good governance, sebagian besar tindakan yang diharapkan juga belum dilakukan. 2,25 - 2,75 2,25 - 2,75 2,75 - 4,0 2,75 - 4,00 Kondisi integritas dari sistem/institusi sedang, dimana diperkirakan sudah cukup terlihat bahwa sistem/institusi mulai mengarah pada tercapainya tujuan program dan good governance, namun masih terdapat komponen sistem/institusi (termauk unsur manusianya) dalam jumlah signifikan yang belum mendukung. Perbaikan yang dibutuhkan mungkin pada backbone (tulang punggung) sistem/institusi. Jika hal itu dibiarkan maka pencapaian tujuan program dan good governance bisa gagal. Kondisi ini menggambarkan bahwa sistem/ institusi diperkirakan sudah cukup mantap mengarah pada tercapainya tujuan program dan terwujudnya kondisi good governance. Perbaikan yang dibutuhkan pada komponen di sistem/institusi bukan berarti tidak ada sama sekali. Ada ruang perbaikan yang arus dilakukan, namun jumlahnya tidak signifikan, umumnya bukan pada backbone, tapi pada komponen pendukung saja. Gambar 3.10 Tabel untuk Pengolahan Data. 3 Skor minimum = 1, Skor maksimum = 4, Skor tengah-tengah = 2,5. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 73 Langkah-langkah untuk melakukan Interpretasi Skor adalah sebagai berikut: • Tampilkan Matriks Penilaian yang sudah terisi dengan benar. Misalnya lihat Gambar 3.9. di atas. • Periksa Skor yang didapat oleh setiap Konponen Penilaian. Ikuti tabel pada Gambar 3.10. untuk menentukan karakteristik (tinggi, sedang atau rendah) dari setiap Komponen Penilaian tersebut. • Berilah warna berbeda di kotak Komponen Penilaian untuk karakteristik yang berbeda. Misalnya warna hitam jika kotak tersebut Skor-nya masuk rendah, merah muda jika sedang dan merah jika tinggi. • Pehatikan pola yang muncul dari kotak seluruh Matriks Penilaian, gunakan itu untuk melakukan Analisis Deskriptif atas Skor. Analisis Deskriptif atas Skor Analisis Deskriptif atas Skor dilakukan agar hasil Skor ini dapat dipahami sebagai suatu masukan yang relevan dengan perbaikan sistem / institusi. Hasil dari proses ini adalah sebuah deskripsi (dalam bentuk kalimat-kalimat) yang menggambarkan peta persebaran persoalan integritas dan akuntabilitas dari Komponen-Komponen penilaian dalam suatu sistem implementasi dari suatu program bantuan sosial pemerintah. Langkah-langkah untuk melakukan Analisis Deskriptif: • 74 Analisis ini dilakukan dengan melihat pola Daerah yang dihasilkan dari proses Interpretasi atas Skor. Lihat contoh pada Gambar 3.9. Dari gambar itu, kita dapat menemukan PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Daerah (kompulan Komponen-Komponen Penilaian) dengan Skor rendah, sedang dan tinggi, dan pola yang terbentuknya. • Kemudian gunakan Tabel Interpretasi Skor pada Gambar 3.10. pada kolom Deskripsi Perkiraan Kondisi untuk menggambarkan perkiraan atas kondisi dari beberapa Komponen Penilaian yang mengumpul membentuk suatu Daerah dan memiliki karakteristik (tinggi, sedang, rendah) sama. • Dari pola yang tergambar tersebut, lakukan analisis deskriptif dengan memberi penjelasan deskripsi atas pola tersebut. Dari Matriks Penilaian pada Gambar 3.9, hasil analisa deskriptifnya adalah sebagai berikut: • Pada program bantuan sosial tersebut, kebijakan yang mengatur untuk semua rantai nilai relatif telah mencukupi, namun tidak untuk rantai Mekanisme Komplain. Hal ini dapat dikatakan bahwa perbaikan kebijakan untuk rantai Transfer, Distribusi maupun Pelaporan tidak perlu dilakukan secara besar-besaran. • Efektivitas pelaksanaan untuk seluruh rantai nilai, kecuali rantai Mekanisme Komplain, rata-rata adalah sedang. Ini dapat diartikan bahwa sudah cukup bagus sistem unuk mendukung rantai ini, namun masih terdapat kelemahan yang signif ikan yang arus diperbaiki baik pada Efektivitas Pelaksanaan di rantai Transfer, Distribusi maupun Pelaporan. • Akses Masyarakat untuk semua rantai nilai masih terlihat memiliki Skor rendah, yang menunjukan bahwa pada semua rantai keterlibatan masyarakat untuk mendukung MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 75 tujuan program dan good governance belum diberi ruang. • Rantai Mekanisme Komplain memiliki Skor rendah untuk semua komponen integritas dan akuntabilitas sistem, mulai dari kebijakan, pelaksanaan hinga akses masyarakat. Hal ini menunjukkan perhatian terhadap keberadaan Mekanisme Komplain masih kurang terlihat dalam penyelenggaraan program ini. • Selain itu terlihat bahwa, kecuali untuk Rantai Mekanisme Komplain, terjadi penurunan Skor dari kebijakan ke pelaksanaan kemudian ke Akses Masyarakat. 76 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Kata P enutup Penutup A udit Sosial Multi-Stakeholder (ASMS) ini, seperti dinyatakan di awal, adalah instrumen untuk mendukung pengawasan atas implementasi program-program bantuan sosial pemerintah, sekaligus instrumen untuk membangun dialog antar stakeholder. Sebagai sebuah instrumen, ASMS akan menghasilkan temuan-temuan dan skor mengenai bagaimana implementasi program bantuan sosial dilaksanakan. Sebagai sebuah instrumen dialog stakeholder, ASMS memfasilitasi terjadinya dialog antar stakeholder programprogram bantuan sosial yang selama ini tidak mendapat ruang untuk dialog tersebut. Kami ingin menyatakan sekali lagi bahwa tujuan dari audit sosial dengan metoda ASMS ini bukanlah mencari-cari kesalahan dalam pelaksanaan program. Bukan pula mencari siapa orang yang harus disalahkan jika terdapat kesalahan dalam implementasi program bantuan sosial. Namun tujuan dari ASMS tersebut adalah membuat peta, yang menggambarkan pada bagian mana implementasi program bantuan MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 77 sosial tersebut telah kuat, serta pada bagian mana masih lemah. Hasil dari ASMS ini diharapkan adalah peta yang memberi “rekomendasi” pada pihak-pihak pengelola dan desainer dari suatu program bantuan sosial pemerintah. Dalam hal ini kami ingin menegaskan bahwa hasil dari ASMS tersebut bukanlah temuan kasus-per kasus. Walaupun sangat mungkin diperoleh temuan kasus-kasus implementasi program bantuan sosial dalam proses audit sosial. Hasil yang diharapkan dari ASMS adalah sebuah rekomendasi sistemik untuk perbaikan desain program, baik pada rantai nilainya maupun pada sistem integritas dan akuntabilitasnya. Kami menyadari dalam penerapannya, ASMS masih mengandung banyak kekurangan yang akan cukup mengganggu. Kekurangan tersebut, misalnya yang kami temui dalam implementasi ASMS ini adalah: sulit menentukan skor objektif ketika forum terlalu didominasi oleh beberapa kelompok stakeholder tertentu, untuk menghasilkan penilaian yang objektif peran fasilitator masih cukup berpengaruh dalam audit sosial ini, dan lain-lain. Kami mengharapkan bahwa penerapan yang lebih banyak dari metode ASMS ini akan dapat memperbaiki metodologi dari ASMS itu. Kami menunggu kritikan dan masukan mengenai metode ASMS ini dari Anda, khususnya yang telah menerapkan metode ini di lapangan. Selain itu, metode ASMS ini dapat digunakan untuk melakukan audit sosial atas beberapa isu yang lain selain program bantuan sosial pemerintah. Metode ASMS ini dapat digunakan misalnya untuk menilai kualitas pelayanan publik. Jika hal itu akan dilakukan, maka yang harus disesuaikan adalah rantai nilai dari objek yang akan diaudit sosial. Rantai nilai baru, yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pokok dari 78 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL pelayanan publik harus ditemukan, jika hendak melakukan audit sosial dengan ASMS ini. Pada akhir kata kami ucapkan terimakasih pada Anda sekalian yang telah bersedia memahami modul ini. Terimakasih yang lebih banyak lagi kami haturkan pada Anda yang sudah mencoba menerapkan modul ini. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 79 80 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Daftar Pustak a Pustaka Abdullah, Maryati; Lukman Hakim 2011. Peta Masalah Pupuk Bersubsidi di Indonesia. PATTIRO Jakarta Cendekia, Ilham; Rohidin Sudarno, Saifullah 2010. Metode Fasilitasi: Pembuatan Keputusan Partisipatif. PATTIRO Jakarta Saharudin, Iskandar dan Lukman Hakim 2011, Bantuan Operasional Sekolah, PATTIRO, Jakarta Syaifullah, Cecep; Lukman Hakin dan Widi Heriyanto. 2010. Memahami Akuntabilitas Sekolah. PATTIRO Jakarta _____________________ 2009. Study Stock Taking on Indonesia’s Recent Decentralization Reforms, DRSP USAID. ______________________ 2005. Social Audit: A Toolkit A Guide for Performance Improvement and Outcome Measurement. Director General & Executive Director, Centre for Good Governance. Dr MCR HRD IAP Campus. MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 81 ______________________ 2009. Corruption Perception Index, Transparency International 2007-2008 ______________________ 2006. Konstruksi Kebijakan Subsidi Pupuk, Departemen Pertanian RI ______________________ 2008. Paperwork of Review and Evaluation on Pro-Poor Programs in Indonesia, Bappenas RI and Asian Development Bank. ______________________ 2006. Report on Investigation on Food Subsidy of Raskin Program in 2004 and 2005 at Perum Bulog 82 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Indeks A akuntabilitas 4, 5, 6, 9, 13, 14, 15, 16, 17, Analisa 26, 27, 29, 30, 45, 46, ASMS 7, 15, 16, 21, 22, 23, 24, 42, 44, 77, 78, 79, 83 Audit Sosial 7, 15, 21, 23, 24, 32, 33, 37, 41, 19, 20, 57, 63, 67, 68, 74, 76, 78 47, 59, 74 29, 30, 32, 33, 36, 37, 40, 44, 47, 50, 55, 60, 68, 72, 77, 83, 84 D Daftar Panjang Fakta 62, 64, 65 Distribusi 31, 32, 33, 34, 37, 39, 42, 43, 46, 51, 59, 60, 68, 70, 71, 72, 75 E eksplorasi atas fakta 40 F Fakta 18, 23, 32, 33, 36, 38, 40, 41, 44, 45, 49, 61, 62, 64, 65, 66, 67, 68 fasilitasi 14, 19, 20, 21, 37, 42, 47, 49, 51, 61, 65, 66, 68, 77, 83, 84 FGD 50 MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 83 G Gap 1 25, 26 Gap 2 26 Gap Integritas 24, 25, 26, 27 good governance 13, 24, 29, 73, 76, 83, 84 I instrumen monitoring 7 Integritas 4, 5, 6, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 25, 27, 57, 63, 67, 68, 73, 74, 76, 78 K Kerangka Kerja 24, 29, 32 Kerangka Monitoring Integritas dan Akuntabilitas 24, 27 Komponen Akses Masyarakat 28, 57 Komponen Efektivitas Pelaksanaan 28, 57 Komponen Eksistensi Kebijakan 27, 32, 56 Komponen Penilaian 32, 33, 34, 35, 37, 38, 70, 71, 74, 75 konsensus atas fakta 40 konsensus atas skor 40 M Matriks Penilaian 51, 60, 68, 69, 71, 72, 74, 75 Matriks Skor 42, 44, 45, 46 Mekanisme Komplain 31, 33, 35, 42, 43, 46, 51, 59, 60, 68, 72, 75, 76, 83 P Pelaporan 22, 26, 32, 31, 35, 38, 39, 46, 51, 59, 63, 75 Pertanyaan Kunci 32, 37, 39, 63, 64, 66 Program Bantuan Sosial 4, 36, 45, 47, 50, 51, 52, 53, 56, 57, 58, 59, 66, 67, 68, 74, 75, 77, 78 84 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL R Rantai Nilai 24, 29, 30, 32, 33, 51, 56, 58, 59, 60, 63, 75, 78 S SIAP-2 15 Sistem Monitoring 5, 6, 13 Skor 23, 32, 33, 36, 42, 44, 45, 46, 47, 60, 61, 62, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76 Stakeholder 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 20, 21, 22, 23, 32, 37, 38, 40, 47, 50, 51, 55, 60, 68, 72, 77, 78, 83 T Tabel Fakta 42, 43, 45, 46 Transfer 31, 32, 33, 34, 39, 42, 43, 45, 46, 51, 59, 60, 68, 72, 75 MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 85 86 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL Tentang P enulis Penulis ILHAM CENDEKIA SRIMARGA —Lahir di Yogyakarta pada tahun 1970, menyelesaikan pendidikan S1 di Teknik Informatika ITB, dan S2 di Studi Pembangunan ITB. Penulis adalah seorang pegiat dalam development sector, khususnya dalam area good governance. Spesialisasi penulis adalah pada perancangan program, perancanagn instrumen,program learning dan riset. Penulis adalah salah satu staf senior PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional), dan di sinilah penulis aktif menciptakan berbagai instrumen terkait dengan good governance. Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS) ini adalah salah satu instrumen kreasi dari penulis. Selain itu, contoh-contoh karya penulis yang lain adalah instrumen Mekanisme Komplain dalam Pelayanan Publik dan Metode Fasilitasi Keputusan Partisipatif (menggunakan metode Technology of Participation). Kedua karya tersebut juga telah dibukukan oleh PATTIRO. Dalam perancangan program, penulis telah menghasilkan beberapa karya, di antaranya adalah Program of Development of Integrity System and Accountability Process of Government Budget Utilization at Education, Agricultural dan People Welfare Sectors, suatu program yang disupport oleh USAID dimana instrumen ASMS ini dilahirkan. MUCHAMMAD FAHAZZA — Lahir di Malang, pada 11 Januari 1973, merupakan salah satu pendiri PATTIRO Malang. Pernah menjadi Direktur PATTIRO Malang sejak 2004 sampai 2007. Berpengalaman sebagai Fasilitator Kabupaten pada program Initiatives Local for Governance Reform (ILGR) yang diselenggarakan oleh Bank DuniaKemendagri tahu 2008-2010. Lulusan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini, kembali aktif di PATTIRO mulai awal 2011 menjadi Spesialis Audit Sosial Multistakeholders pada program Development of Integrity System and Accountability Process of Government Budget Utilization at Education, Agricultural dan People Welfare Sectors (program PATTIRO dengan disupport oleh USAID), dan saat ini menjadi spesialis Badan Publik pada program Australia-Indonesia Partnership for Decentralization pada komponen Community Acces to Information (AIPD - CATI).Buku yang pernah ditulis berjudul”APBD untuk MANUAL AUDIT SOSIAL MULTI STAKEHOLDER 87 siAPA...?”. Pria yang memiliki 2 orang putri hasil perkawinan dengan Chusnul Chotimah ini juga berpengalaman dalam memfasilitasi beberapa forum atau diskusi terbatas. Dalam pengembangan modul ASMS ini, penulis berkontribusi besar sebagai koordinator ujicoba penggunaan instrumen ASMS di 10 kota / kabupaten di Indonesia dari Aceh hinga Papua. Penulis juga sering menjadi pelatih di beberapa kegiatan PATTIRO dan Pemerintah Daerah di Indonesia, terutama yang berhubungan dengan tema good governance, pendidikan, kesehatan dan isu kebebasan memperoleh informasi publik. WIDI HERIYANTO — Lahir di Kendal-Jawa Tengah pada awal tahun 1969. Menye-lesaikan pendidikan S1 nya di Fakultas Ilmu Komunikasi Unversitas Padjadjaran. Mengikuti berbagai short course di Eropa terkait issu development. Spesialisasi penulis adalah pada kerja-kerja pemberdayaan masyarakat terutama melalui CSO (kelompok-kelompok masyarakat sipil), fasilitasi dan training. Bergabung dengan PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) sudah lebih dari 12 tahun. Dalam kreasi Instrumen Audit Sosial Multi-Stakeholder ini penulis berkontribusi dalam mengembangkan metode dan tehnik fasilitasi yang menjadi salah satu faktor kunci instrumen ini. Karya penulis lainnya adalah beberapa modul pelatihan tentang pemberdayaan masyarakat dan buku tentang pengorganisasian community center untuk mengakses informasi publik bagi keberdayaannya. Karya-karya tersebut juga diterbitkan oleh Pattiro. Dalam dunia fasilitasi, penulis telah malang melintang melakukan fasilitasi sejak tahun 90-an bekerjasama dengan berbagai lembaga, baik NGO maupun pemerintah (pusat dan daerah). Dua tahun belakangan, penulis adalah reviewer langganan Direktorat Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM-UI) untuk program-program civitas academica UI yang dibiayai lembaga tersebut. 88 PUSAT TELAAH DAN INFORMASI REGIONAL