MODERNISASI PARTAI POLITIK DI TINGKAT LOKAL (Studi Kasus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro Disusun oleh: Iwan Hardi Saputro (14010114410003) MAGISTER ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2016 i MODERNISASI PARTAI POLITIK DI TINGKAT LOKAL (Studi Kasus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro Disusun oleh: Iwan Hardi Saputro (14010114410003) MAGISTER ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2016 ii PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Iwan Hardi Saputro NIM : 14010114410003 Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Magister Ilmu Politik Dengan ini saya, Iwan Hardi Saputro menyatakan bahwa tesis yang saya susun dengan judul “MODERNISASI PARTAI POLITIK DI TINGKAT LOKAL (Kajian Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Dan Kabupaten Purworejo)” adalah benar-banar hasil karya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari tesis atau karya ilmiah orang lain. Semua informasi yang dimuat dalam tesis ini yang berasal dari penulis lain baik yang dipublikasikan atau tidak, telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar. Apabila dikemudian hari ditemukan bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku di Indonesia (dicabut predikat kelulusannya). Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Semarang, 19 Juli 2016 Iwan Hardi Saputro NIM 14010114410003 iii PENGESAHAAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul: MODERNISASI PARTI POLITIK DI TINGKAT LOKAL (Studi Kasus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo) Yang disusun oleh Iwan Hardi Saputro, NIM 14010114410003 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima. Ketua Penguji, Anggota Penguji, Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. Dr. Reni Windiani Sekretaris Penguji, Anggota Penguji, Yuwanto, Ph.D. Ika Putranti Riswanti, S.H., M.H., Ph.D Semarang, 19 Juli 2016 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Program Studi Magister Ilmu Politik Ketua Program Studi, Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. NIP 196908221994031003 iv ABSTRAK Kajian tentang modernisasi Partai Demokrat menarik untuk diteliti. Hal ini karena dalam proses menuju modernisasi Partai Demokrat mengalami berbagai tantangan dan hambatan. Selain korupsi, tantangan sekaligus hambatan yang dialami Partai Demokrat dalam menuju modernisasi adalah munculnya konflik internal, salah satunya terjadi di Jawa Tengah. Sebagaimana diberitakan di media, konflik internal tersebut disebabkan karena adanya pemberhentian beberapa ketua DPC yang diisukan tidak dilakukan melalui prosedur. Selain itu, beberapa media juga menyebutkan bahwa ketua DPC yang diberhentikan merupakan loyalis salah satu kader yang terlibat kasus korupsi. Berdasarkan uraian singkat di atas, maka penelitian ini mengkaji tentang modernisasi politik Partai Demokrat di tingkat lokal. Situs penelitian dilakukan di tiga kabupaten/kota yang meliputi: Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Pokok permasalahan yang diangkat peneliti meliputi bagaimana dinamika konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo, apakah persamaan dan perbedaan dinamika konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo, bagaimana modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo, serta Apakah tantangan dan hambatan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo untuk menuju partai politik modern. Metode penelitian ini menggunakan desain penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif yang didukung dengan pendekatan kuantitatif sederhana. Data kuantitaif hanya digunakan untuk menentukan ranking saja, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, dokumentasi, dan koisioner. Penentuan sampel untuk penyebaran kuisioner menggunakan teknik random solving dengan responden sebanyak 100 orang yang terdiri dari Pengurus, kader, dan simpatisan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Dari analisis hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam konteks pelaksanaan indikator partai politik modern, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan partai yang terkait dengan pelaporan penggunaan dana partai dan lain-lain tergolong bagus. Namun demikian, untuk beberapa sub indikator, terutama dalam mekanisme penyelesaian konflik masih mengalami berbagai kendala dan perlu mendapatkan perhatian. Selain itu, untuk mendukung terwujudnya modernisasi pada Partai Demokrat, peneliti memberikan beberapa saran dan kritik. Pertama, Partai Demokrat dapat menyelesaikan permasalahan, termasuk konflik internal melalui mekanisme yang sudah diatur di dalam AD/ART. Kedua, Partai Demokrat seharusnya mulai mempersiapkan sosok kader yang dapat membawa pada perubahan politik yang lebih baik, sehingga tidak hanya tergantung pada sosok SBY sebagai mesin untuk mendulang suara partai. Ketiga, Partai Demokrat perlu melakukan upaya yang simultan dan komprehensif untuk melaksanakan modernisasi. Keempat, Partai Demokrat untuk menuju modernisasi harus menjadi partai kader bukan partai simpatisan. Kata Kunci: Modernisasi, Partai Politik, Lokal v ABSTRACT The study of the modernization of the Democratic Party interesting to study. This is because in the process of modernization of the Democratic Party suffered a variety of challenges and obstacles. In addition to corruption, challenges and constraints experienced in the Democratic Party to modernization is the emergence of internal conflicts, one of which occurred in Central Java. As reported in the media, internal conflict is caused by the dismissal of several rumored DPC chairman is not conducted through the procedures. In addition, some media also mentioned that the chairman of the DPC were dismissed is one of the loyalist cadres involved in corruption cases. Based on the brief description above, this study examines the political modernization of the Democratic Party at the local level. Site research conducted in three districts/cities which include: the District of Semarang, Salatiga, and Purworejo. The principal issues raised researchers include how the dynamics of the internal conflicts in the Democratic Party in the district of Semarang, Salatiga, and Purworejo, whether the similarities and differences in the dynamics of internal conflicts in the Democratic Party in the district of Semarang, Salatiga, and Purworejo, how modernization of the Democratic Party in the district of Semarang, Salatiga, and Purworejo, as well as What are the challenges and obstacles of the Democratic Party in the district of Semarang, Salatiga, and Purworejo towards a modern political party. This research method uses design descriptive study with qualitative approach that is supported by simple quantitative approach. Quantitative data is only used to determine ranking only, so this research can be justified scientifically. The data collection technique using the technique of in-depth interviews, documentation, and koisioner. The samples for the questionnaire using the technique of random solving by respondents as many as 100 people consisting of the Board, cadres and sympathizers of the Democratic Party in the district of Semarang, Salatiga, and Purworejo. From the analysis of the results of the study concluded that in the context of the indicators a modern political party, transparency in the financial management reporting party associated with the use of party funds and others is quite good. However, for some sub indicators, particularly in conflict resolution mechanisms are still difficulties and needs to be addressed. In addition, to support the realization of the modernization of the Democratic Party, researchers gave some suggestions and criticisms. First, the Democratic Party could solve the problem, including internal conflict through a mechanism that has been set in the AD/ART. Second, the Democratic Party should start preparing cadres figure that could lead to better political change, so it does not just depend on the figure of SBY as an engine to gain the party vote. Third, the Democrats need strong efforts to implement simultaneous and comprehensive modernization. Fourth, the Democratic Party towards modernization must become the party cadres not party sympathizers. Keywords: Modernization, Political Parties, Local vi KATA PENGANTAR Segala puji dan ucapan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat pertolongan-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Modernisasi Partai Politik di Tingkat Lokal (Studi Kasus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo)” dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Magister Ilmu Politik pada Program Studi Magister Ilmu Politik Pascasarjana Universitas Diponegoro. Dalam menyelesaikan tesis, peneliti mendapatkan bimbingan, arahan, dukungan, fasilitas, serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Diponegoro Semarang, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan studi, 2. Bapak Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Politik sekaligus dosen pembimbing yang dengan kesabaran, ketulusan, dan kebaikan hati membimbing peneliti, sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, 3. Bapak Yuwanto, Ph.D, Ibu Dr. Reni Windiani, dan Ibu Ika Putranti Riswanti, S.H., M.H., P.hd, selaku Anggota Dewan Penguji yang dengan keihlasannya memberikan masukan demi sempurnanya tesis ini, 4. Bapak dan Ibu Pengajar Program Studi Magister Ilmu Politik Pascasarjana Universitas Diponegoro yang telah memberikan bekal kepada penulis sehingga penulis memahami hal-hal tentang ilmu politik, vii 5. Rekan-rekan satu angkatan Prodi Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Siti Tunziah, Faeshal, Anwar Saragih, Ibnu, Dimas), yang telah bersedia membagi waktu dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaiakan tesis, 6. Seluruh civitas akademika Program Studi Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 7. Para informan dan responden yang sudah bersedia untuk memberikan informasi yang dibutuhkan penulis dalam melakukan penelitian tesis ini, 8. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan tesis ini. Mengutip pepatah bijak “tiada gading yang tak retak”, penelitian ini pun juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Dan semoga Allah SWT melimpahkan anugrah kepada semua pihak yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan penelitian ini. Harapan dari penulis semoga hasil penelitian tesis ini memberikan manfaat dan kontribusi bagi kemajuan akademik, khususnya pada perkembangan ilmu politik. Semarang, 19 Juli 2016 Iwan Hardi Saputro NIM 14010114410003 viii MOTO DAN PERSEMBAHAN Get over idea that only children should spend their time in study. Be a student so long as you still have something to learn, and this will mean all your life (Henry L. Doherty) Dalam belajar keberhasilan adalah proses, pesimis hanya alasan yang dibuat-buat (Iwan Hardi Saputro) TESIS INI PENULIS PERSEMBAHKAN UNTUK 1. Bapak dan Ibuku, yang selalu mendoakan penulis 2. Istri tercinta (Heni Ernawati) dan dua anakku (Naura Athifa Ernandis dan Chaera Azalea Ernandis) dengan tulus memberikan motivasi kepada penulis 3. Adik-adikku tersayang (Karunianingsih dan Ine Puji Utami) 4. Rekan-rekan seperjuangan dan almamater tercinta. . ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................. Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..................................................................... iii PENGESAHAAN TESIS ........................................................................................ iv ABSTRAK ................................................................................................................ v ABSTRACT ............................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................................vii MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 13 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 13 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................... 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 15 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................ 15 2.2 Kerangka/Kajian Teori ........................................................................... 20 2.2.1 Teori Modernisasi Politik ............................................................. 20 2.2.2 Teori Partai Politik........................................................................ 25 2.2.3 Indikator Partai Politik Modern .................................................... 31 2.2.3.1 Keterbukaan Partai Politik ....................................................... 32 2.2.3.2 Ideologi Partai Politik .............................................................. 33 2.2.3.3 Regenerasi Partai Politik Yang Teratur ................................... 37 2.2.3.4 Kaderisasi Partai Politik .......................................................... 39 2.3 Konseptualisasi ....................................................................................... 41 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 44 3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 44 3.2 Fokus Penelitian ..................................................................................... 45 3.3 Situs Penelitian ....................................................................................... 46 3.4 Subjek Penelitian .................................................................................... 46 3.5 Jenis Data dan Sumber Data ................................................................... 47 3.6 Penentuan Informan atau Responden Penelitian .................................... 48 3.7 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 51 3.7.1 Metode Interview (Wawancara) ................................................... 51 x 3.7.2 Kuesioner ...................................................................................... 52 3.7.3 Metode Dokumentasi .................................................................... 52 3.8 Analisis dan Interpretasi Data ................................................................ 53 3.8.1 Analisis Data Kualitatif ................................................................ 53 3.8.2 Analisis Data Kuantitatif .............................................................. 56 3.9 Kualitas Data .......................................................................................... 62 3.10 Pembatasan dan Keterbatasan Penelitian ......................................... 63 BAB IV SETTING OBJEK PENELITAN ......................................................... 64 4.1 Kekuatan Politik Partai Demokrat di Tiga Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo ....................................................... 64 4.2 Profil Singkat Partai Demokrat Kabupaten Semarang ........................... 68 4.3 Profil Singkat Partai Demokrat Kota Salatiga ........................................ 71 4.4 Profil Singkat Partai Demokrat Kabupaten Purworejo .......................... 72 4.5 Sejarah Partai Demokrat ......................................................................... 73 BAB V MODERNISASI PARTAI DEMOKRAT KABUPATEN SEMARANG, KOTA SALATIGA, DAN KABPUATEN PURWOREJO ......................................................................................... 77 5.1 Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo ...................................................................... 77 5.1.1 Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang ................ 79 5.1.2 Modernisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga .......................... 124 5.1.3 Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo ............. 153 5.2 Tantangan dan Hambatan Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo ........................... 178 BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 186 6.1 Simpulan ............................................................................................... 186 6.2 Saran ..................................................................................................... 188 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 190 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 195 xi DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Komponen-Komponen Ideologi …………………………… Rescoping Penelitian………………………………………. . Peta Administrasi Provinsi Jawa Tengah ………………….. Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif …………………. Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang ……… Kantor DPC Partai Demokrat Kota Salatiga ………………. Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo ……… xii 33 43 46 56 71 72 73 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Penelitian Terdahulu Yang Relevan ……………………….. Daftar Informan Penelitian ………………………………… Indikator 1: Apakah Partai Demokrat termasuk partai yang terbuka? …………………………………………….... Indikator 2: Apakah Partai Demokrat memiliki ideologi yang jelas?......... …………………………………………… Indikator 3 : Apakah Partai Demokrat memiliki sistem regenerasi yang teratur?…………………………………… Indikator 4 : Apakah Partai Demokrat mempunyai sistem kaderisasi yang baik? ……………………………….. Interpretasi Presentasi Tanggapan Responden………………… ……………………………….. Rincian Perolehan Jumlah Suara dan Jumlah Kursi Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Kabupaten Semarang…… Perolehan suara Partai Demokrat Kabupaten Semarang Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 ………………………... Rincian Perolehan Jumlah Suara dan Jumlah Kursi Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Kota Salatiga …………… Perolehan suara Partai Demokrat Kota Salatiga Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 ……………………………… Rincian Perolehan Jumlah Suara dan Jumlah Kursi Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Kota Salatiga …………… Perolehan suara Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014………………………… Indikator dan Sub Indikator Partai Politik Modern ………... Skoring Keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang………………………………………. Skoring Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Semarang ….. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Semarang………………………………………. Skoring Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang.. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang………………………………………. Skoring Kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang .. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang………………………………………. Skoring Keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga……… Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga……………………………………………….. Skoring Ideologi Partai Demokrat Kota Salatiga ………….. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator xiii 15 49 59 60 60 61 62 65 65 66 66 67 67 79 93 94 112 113 118 119 123 124 135 135 144 Tabel 5.14 Tabel 5.15 Tabel 5.16 Tabel 5.17 Tabel 5.18 Tabel 5.19 Tabel 5.20 Tabel 5.21 Tabel 5.22 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Tabel 5.25 Tabel 5.26 Tabel 5.27 Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kota Salatiga……………………………………………….. Skoring Regenerasi Partai Demokrat Kota Salatiga ………. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Regenerasi Partai Demokrat Kota Salatiga……….………………………………………. Skoring Kaderisasi Partai Demokrat Kota Salatiga ……….. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Kaderisasi Partai Demokrat Kota Salatiga………..………………………………………. Skoring Keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Purworejo ………………………………………………….. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Purworejo……………………………………….. Skoring Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo …. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo……………………………………….. Skoring Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo . Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo.………………………………………. Skoring Kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo .. Skoring Yang diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo………………………………………. Tantangan dan Hambatan Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo ………………………………………………….. Temuan Hasil Penelitian …………………………………… xiv 145 149 150 153 154 159 160 170 171 174 175 178 179 183 186 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Tren Perolehan Suara Partai Politik di Indonesia ………….. xv 5 DAFTAR DIAGRAM Diagram 5.1 Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang …………………………………………………... Diagram 5.2 Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang ………………………………………. Diagram 5.3 Indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang…………………………………………………… Diagram 5.4 Indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang …………………………………………………... Diagram 5.5 Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga …. Diagram 5.6 Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga …………………………………………………….. Diagram 5.7 Indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga …... Diagram 5.8 Indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga …… Diagram 5.9 Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo ………………………………………………….. Diagram 5.10 Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo …………………………………… Diagram 5.11 Indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo ………………………………………………….. Diagram 5.12 Indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo ………………………………………………….. xvi 92 111 116 121 132 143 147 151 157 168 172 176 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partai politik menjadi penghubung utama antara masyarakat dengan negara dalam perspektif demokrasi modern. Kehadirannya sangat penting karena pada dasarnya tidak ada sistem politik yang dapat berlangsung tanpa adanya partai politik. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi masayarakat, mewakili kepentingan tertentu dengan jalan memberi kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, memunculkan kepemimpinan politik dan sebagai alat bantu untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah. Hal tersebut menunjukkan bahwa partai politik memiliki orientasi mewujudkan aspirasi masyarakat sekaligus memperjuangkan kepentingan umum (Macridis dalam Amal 2012:19-20). Untuk mewujudkan aspirasi masyarakat sekaligus memperjuangkan kepentingan umum, partai politik perlu melakukan modernisasi. Tujuan modernisasi adalah pembangunan partai politik yang luwes dan kuat untuk memenuhi tuntutantuntutan terhadap aspirasi publik yang diajukan. Pembangunan partai politik yang luwes membutuhkan perubahan-perubahan yang signifikan, khususnya pada organ partai politik itu sendiri. Perubahan yang dilakukan partai politik tidak jarang menimbulkan permasalahan, baik permasalahan internal maupun permasalahan eksternal. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi partai politik tersebut yang kemudian dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja partai politik. 1 Pernyataan di atas sejalan dengan hasil survei yang dilakukan Political Communication Institute (Polcomm Institute). Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa mayoritas publik tidak mempercayai partai politik. Publik yang tidak percaya partai politik yaitu sebesar 58,2%. Kemudian yang menyatakan percaya 26,3%, dan menyatakan tidak tahu sebesar 15,5%. Tingkat kepercayaan publik ini dipengaruhi oleh krisis yang dialami sejumlah partai politik. Selain itu, beberapa faktor utama yang menjadi penyebab krisis kepercayaan terhadap partai politik adalah banyaknya kader parpol yang terjerat kasus korupsi, konflik internal partai yang muncul di publik, dan yang terakhir adanya pelanggaran etika yang dilakukan kader parpol (Kompas 2014). Terkait dengan kondisi tersebut, salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah tentang bagaimana upaya partai politik yang lahir pada masa reformasi untuk melakukan modernisasi. Hal ini karena partai politik yang terlahir pada masa reformasi memiliki semangat baru menuju perubahan yang lebih terbuka dan modern. Partai politik reformasi berusaha keluar dari budaya patronisme yang sebelumnya membelenggu partai politik pada masa Orde Baru. Namun, dalam kenyataannya upaya partai politik menuju perubahan yang lebih terbuka dan modern, belum bisa terwujud dengan baik dan masih mengalami berbagai permasalahan dan hambatan. Selain itu, sulitnya partai politik melakukan modernisasi juga disebabkan karena tidak semua partai politik yang terlahir pada masa reformasi dapat keluar dari ketergantungan terhadap tokoh tertentu yang berpengaruh. Salah satu partai politik yang mengalami dinamika seperti tersebut di atas menurut pandangan peneliti adalah Partai Demokrat. Partai Demokrat sebagai partai politik yang lahir pada masa Reformasi merupakan salah satu partai politik yang memiliki oreintasi menuju modernisasi politik yang baik. Komitmen menuju ke arah 2 modernisasi politik tersebut sudah teramanatkan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat. Dalam AD/ART disebutkan bahwa Partai Demokrat merupakan partai politik yang modern dan terbuka bagi segenap warga bangsa. Hal ini berarti Partai Demokrat terbuka untuk semua warga Negara Republik Indonesia, tanpa membedakan suku bangsa, ras, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menuju modernisasi politik, berbagai permasalahan dialami Partai Demokrat. Permasalahan yang dialami Partai Demokrat akhir-akhir ini adalah munculnya konflik internal partai dan terlibatnya sejumlah kader dalam kasus korupsi. Dampak dari permasalahan yang dialami Partai Demokrat tidak hanya dirasakan di tingkat pusat saja, melainkan juga dirasakan di tingkat lokal/daerah. Permasalahan baik tingkat pusat maupun tingkat lokal tersebut jelas menghambat modernisasi Partai Demokrat, sehingga latar belakang penelitian tesis ini menjelaskan baik secara empiris maupun teoretis tentang pentingnya kajian modernisasi partai politik, khususnya dilihat dari prespektif dinamika konflik internal Partai Demokrat di tingkat lokal. Penjelasan baik secara empirik maupun teoretis tentang kajian ini dijelaskan sebagai berikut. Fenomena empirik menunjukkan bahwa pada saat ini terdapat masalah yang dialami Partai Demokrat di tingkat pusat untuk menjadi partai modern di Indonesia. Permasalahan-permasalahan yang dialami Partai Demokrat di tingkat pusat tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi kondisi Partai Demokrat di tingkat lokal. Di tingkat pusat kasus fenomenal yang dialami Partai Demokrat dan mendapat sorotan publik adalah kasus korupsi dalam pembangunan Wisma Atlet yang melibatkan Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum), Muhammad Nazzaruddin (mantan 3 Bendahara Umum), dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berasal dari partai berlambang mercy tersebut (Suasta dan Barus 2015:10). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kasus korupsi yang melibatkan elit Partai Demokrat menimbulkan hubungan yang kurang baik, bahkan cenderung memunculkan konflik internal diantara elit partai. Hal ini disebabkan karena dengan adanya status tersangka Anas Urbaningrum tersebut, memaksa Anas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua umum dan meninggalkan kursi kosong di pucuk kepemimpinan Partai Demokrat. Situasi kekosongan kepemimpinan ini sangat rawan ditumpangi berbagai pihak untuk mengejar kepentingan pribadi atau kelompok yang lebih kecil dengan membentuk faksi-faksi dalam tubuh Partai Demokrat (Suasta dan Barus 2015:25). Selain menimbulkan konflik internal, berbagai badai permasalahan yang dialami Partai Demokrat secara tidak langsung juga berdampak pada kepercayaan publik terhadap elektabilitas Partai Demokrat. Dampak ini dapat dilihat dari menurunnya perolehan suara Partai Demokrat pada pemilihan umum (pemilu) tahun 2014. Pada pemilu tahun 2014 jumlah perolehan suara Partai Demokrat menurun drastis, padahal pada pemilu tahun 2009 Partai Demokrat memperoleh suara terbanyak dan menjadi pemenang pemilu. Perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu 2014 hanya 12.728.913 (10,19%) suara. Perolehan suara tersebut jauh lebih sedikit daripada peroleh suara Partai Demokrat pada pelaksanaan pemilu 2009. Pada pemilu 2009, Partai Demokrat memperoleh suara cukup besar, yaitu 21.703.137 suara (20,85%). Dengan jumlah suara yang cukup besar, pada pemilu 2009 Partai Demokrat menjadi partai yang memperoleh suara terbanyak di atas partai-partai politik yang sudah mapan sebelumnya, seperti Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 4 Grafik penurunan perolehan suara Partai Demokrat sebagaimana dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) dapat digambarkan sebagai berikut. Grafik 1.1 Tren Perolehan Suara Partai Politik di Indonesia Sumber: Rilis LSI (2012) Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2014 Partai Demokrat secara nasional mengalami penurunan suara cukup signifikan. Penurunan suara Partai Demokrat pada tahun 2014 menurut Ways (2015:208) berdampak pada penurunan elektabilitas partai. Penurunan elektabilitas Partai Demokrat disebabkan oleh penilaian publik yang menganggap Partai Demokrat belum mampu melakukan kaderisasi pengurus dan anggotanya secara baik sehingga banyak anggota yang melanggar visi dan misi partai. Senada dengan permasalahan di tingkat pusat, Partai Demokrat di tingkat lokal atau daerah juga mengalami permasalahan yang relatif sama, salah satunya terjadi di Jawa Tengah. Beberapa masalah yang dialami Partai Demokrat di Jawa Tengah antara lain adanya pemberhentian lima ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) yang dianggap tidak sesuai dengan visi dan misi Partai Demokrat. Kasus pemberhentian kelima ketua DPC tersebut terjadi menjelang Kongres ke IV Partai Demokrat tanggal 11 Mei 2015. Ketua DPC yang diberhentikan antara lain Ketua 5 DPC Kabupaten Purbalingga Muhammad Ikhsan Rakmatulloh, Ketua DPC Kabupaten Batang Mochamad Rochim, Ketua DPC Kabupaten Semarang Wibowo Agung Sanyoto, Ketua DPC Kota Salatiga Iwan Setyo Purbowo, dan Ketua DPC Kabupaten Purworejo Mohammad Abdullah (Kompas 2014). Pemberhentian kelima ketua DPC tertanggal 28 Desember 2013 yang ditandatangani Ketua Harian Partai Demokrat Syarif Hasan dan Sekretaris Jendral Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono tersebut menurut Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jawa Tengah Joko Haryanto dilakukan secara sepihak dan dianggap menyalahi prosedur yang berlaku. Hal ini dikarenakan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat tidak menggunakan mekanisme pemberhentian yang harus dilakukan. Lebih lanjut Joko menjelaskan seharusnya sebelum memberhentikan pengurus partai, DPP perlu melakukan mekanisme seperti memberi surat teguran atau peringatan sebanyak tiga kali kepada yang bersangkutan. Selain itu, DPP juga perlu menggelar rapat pleno di tingkat DPD untuk melakukan usulan ke DPP melalui Bidang Organisasi Kaderisasi dan Kepartaian DPP Demokrat apakah dilakukan pemberhentian atau tidak (Kompas 2014). Konflik internal tersebut kemudian memanas ketika sebanyak 161 ketua DPC yang diberhentikan, termasuk beberapa yang ada di Jawa Tengah melakukan perlawanan dengan membentuk sebuah gerakan yang dinamakan Tim Penyelamat Partai Demokrat. Selain melalui pembentukan Tim Penyelamat Partai Demokrat, sejumlah ketua DPC yang diberhentikan juga melakukan perlawanan melalui pengajuan somasi untuk menuntut pemulihan hak untuk memilih dan menganggap bahwa pemberhentiannya tidak sah (Metrotvnews.com 2015). 6 Kasus pemberhentian ketua DPC Partai Demokrat di Jawa Tengah tidak hanya terjadi pada tahun 2015. Pada tahun 2012 salah satu kader Partai Demokrat yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Tridianto juga diberhentikan dari jabatannya. Pemberhentian sejumlah ketua DPC tersebut memungkinkan timbulnya konflik internal Partai Demokrat Jawa Tengah, sebab isu utama yang mengemuka di media, pemberhentian terjadi karena masing-masing ketua DPC yang diberhentikan dianggap sebagai loyalis mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Seperti halnya di tingkat nasional, konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Jawa Tengah juga berdampak pada perolehan suara pada pemilu 2014. Pada pemilu 2014 Partai Demokrat di Jawa Tengah hanya memperoleh 1.120.729 suara. Perolehan suara ini menempatkan Partai Demokrat Jawa Tengah di posisi ketujuh di bawah PDIP (4.295.598 suara), Partai Golkar (2.497.282 suara), PKB (2.305.444 suara), Gerindra (1.963.080 suara), PAN (1.208.202 suara), dan PPP (1.151.753 suara). Perolehan suara di kabupaten/kota di Jawa Tengah, khususnya yang menjadi objek penelitian juga mengalami penurunan. Pada pemilihan legislatif (pileg) Partai Demokrat Kabupaten di Semarang hanya memperoleh 42.222 suara, Kota Salatiga 8502 suara, dan Kabupaten Purworejo 44.663 suara. Dengan perolehan suara tersebut, jumlah kursi yang diperoleh Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo juga berkurang dibandingkan dengan perolehan kursi pada pileg 2009. Di Kabupaten Semarang Partai Demokrat hanya memperoleh 4 kursi, di Kota Salatiga 3 kursi, dan di Kabupaten Purworejo Partai Demokrat hanya memperoleh 4 kursi. Dari berbagai permasalahan yang dialami Partai Demokrat 7 tersebut memunculkan pertanyaan apakah selama ini Partai Demokrat sudah diklasifikasi sebagai partai politik modern di Indonesia. Penjelasan singkat di atas menunujukkan adanya gap antara kenyataan empirik yang dialami partai politik khususnya Partai Demokrat sebagai partai yang terbuka dan modern dengan teori tentang modernisasi dan teori partai politik modern. Secara teoretis, partai politik dibentuk dari berkembanganya pembangunan sebagai modernisasi sosial politik. Partai politik merupakan manifestasi pikiran atau kebutuhan masyarakat agar kepentinganya dapat dikabulkan oleh pemerintah. Partai politik mempunyai tujuan dan fungsi yang harus dijalankan, yaitu dengan penampungan aspirasi masyarakat yang kemudian diwujudkan melalui pemerintah. Winear (dalam Cole 2013: 259) mendefinisikan bahwa partai politik merupakan bagian dari sistem-sistem politik modern dan sistem yang sedang mengalami modernisasi. Definisi Winear menempatkan partai politik sebagai produk modernisasi yang muncul ketika sistem politik mencapai tingkatan kompleksitas tertentu, atau pada saat konsep kekuasaan politik mulai mencakup gagasan tentang partisipasi publik. Partai politik dalam perspektif modern mempunyai fungsi antara lain sebagai artikulasi dan agregasi kepentingan umum. Hal ini berarti bahwa partai politik berfungsi sebagai lembaga yang menyalurkan dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam proses partisipasi politik. Selain sebagai artikulasi dan agregasi kepentingan umum, partai politik juga berfungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen politik dan sebagai sarana pengatur konflik (Budiardjo 2008: 405-408). 8 Terkait dengan fungsi partai politik sebagai sarana pengatur konflik, Surbakti berpendapat bahwa partai politik berperan untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik (Surbakti 2010: 145-146). Penjelasan Surbakti tersebut menunjukkan bahwa untuk menuju partai modern dan terbuka, partai politik harus mampu mengelola konflik dengan baik. Artinya, konflik yang terjadi dianggap sebagai hal yang wajar, namun perlu upaya untuk melakukan resolusi terhadap konflik tersebut secara bijaksana dan tidak menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu, sebagai partai yang mengusung semangat keterbukaan dan modern, seharusnya semua partai politik di Indonesia, termasuk Partai Demokrat dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara baik, sehingga modernisasi di tubuh partai politik dapat terwujud. Wirawan (2010) menjelaskan bahwa resolusi konflik dapat dicapai dengan cara pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang berkonflik (self regulation), dan melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention). Dalam pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat menyusun strategi konflik untuk mencapai tujuannya. Sementara apabila melibatkan pihak ketiga, terdiri atas; resolusi melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan alternatif. Berbagai argumen di atas sejalan dengan pemikiran Sartori (2005:57), tentang partai politik modern. Partai politik modern menurut Sartori memiliki indikator antara lain: (1) harus terbuka; (2) memiliki ideologi yang jelas; (3) memiliki sistem regenerasi yang teratur; dan (4) partai mempunyai sistem kaderisasi yang baik. Setiap indikator partai politik modern memunculkan sebuah pemikiran bahwa modernisasi partai politik, khususnya Partai Demokrat dapat terwujud apabila partai tersebut melaksanakan keempat indikator di atas. Oleh karena itu, modernisasi 9 merupakan suatu langkah yang perlu ditempuh partai politik guna terwujudnya sistem politik yang demokratis. Modernisasi juga telah masuk ke dalam lima agenda Partai Demokrat tahun 2014 sampai dengan tahun 2019. Kelima agenda Partai Demokrat tersebut antara lain (1) modernisasi yang meliputi infrastruktur fisik maupun sistem; (2) peningkatan kepemimpinan dan manajemen yang mencakup pendidikan dan pelatihan bagi kader Partai Demokrat; (3) peningkatan pengabdian kepada masyarakat; (4) penyuksesan pilkada (pemilihan langsung kepala daerah) yang meliputi pemilihan calon terbaik yang beritegritas, kapasitas, elektabilitas, dan mengutamakan kader; (5) penyuksesan pemilu 2019 dengan tetap melaksanakan politik yang bersih, cerdas, dan beretika. Kelima agenda di atas mengindikasikan bahwa Partai Demokrat seharusnya ke depan mampu menjawab tantangan publik sebagai partai yang berfungsi secara demokratis. Hal demikian karena Partai Demokrat tidak dapat terpisahkan dari sistem demokrasi modern dan merupakan bagian utama dalam pranata sistem politik di Indonesia. Sistem partai politik modern menempatkan partai politik sebagai jembatan untuk mewakili aspirasi masyarakat, sehingga kepentingan masyarakat dapat terakomodasi. Selain kelima agenda tersebut, keinginan kuat Partai Demokrat untuk menjadi partai modern dan terbuka di Indonesia juga pernah disampaikan Hinca Panjaitan (Sekretaris Jenderal Partai Demokrat). Dalam pernyataan tersebut Hinca menyampaikan bahwa: “Demi kemajuan organisasi, perusahaan, juga pemerintahan kini mutlak melakukan keterbukaan. Alam (digitalisasi) memaksa kita untuk itu, kita tak bisa memilih, tetapi wajib mengikuti arus keterbukaan itu atau kita hanyut dan tenggelam di dalamnya”. 10 Pandangan Hinca tersebut adalah salah satu bukti adanya upaya kesadaran Partai Demokrat untuk berproses menjadi partai politik yang modern dan terbuka. Partai Demokrat menurutnya harus menjadi Demokrat. Artinya, keterbukaan dalam mengelola organisasi, perusahaan, dan juga pemerintahan adalah keniscayaan dan keharusan. Dan hal itu bukan pilihan strategi tapi memang harus terbuka, karena keterbukaan dapat mempercepat pertumbuhan di segala lini, karena publik langsung bisa melihat dan mengerti apa yang diinginkan organisasi, perusahaan, atau pemerintahan, sehingga manajemen dipaksa untuk harus selalu perform dan menguasai setiap hal di dalamnya (kompas, 2014). Dari beberapa pendapat tentang partai politik modern di atas, maka untuk menuju modernisasi, Partai Demokrat sudah seharusnya dapat meninggalkan ciri-ciri partai politik tradisional. Ciri-ciri partai politik tradisional diantaranya (1) bertumpu pada figur tokoh “besar” tertentu; (2). mengandalkan basis masa tradisional; (3) mengandalkan simbol primordial, baik suku, golongan, maupun agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan SBY "partai modern harus berangkat dari platform dan mesin partai. Jangan bergantung pada figur”. Namun dalam kenyataannya, pada saat ini Partai Demokrat belum bisa keluar dari ketergantungan terhadap SBY. Melihat berbagai permasalahan yang dialami Partai Demokrat baik pada tingkat pusat maupun tingkat lokal, maka perlu adanya kajian mendalam tentang modernisasi partai politik, khususnya pada Partai Demokrat. Modernisasi dilakukan karena tantangan kompetisi partai politik di Indonesia juga semakin ketat, sehingga peneliti dalam tesis ini berupaya mengungkapkan fenomena modernisasi Partai Demokrat dilihat dari indikator partai politik modern dan fungsi partai politik modern di Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Semarrang, Kota 11 Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Situs penelitian ini dilakukan pada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Jawa Tengah, Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Semarang, DPC Kota Salatiga, dan DPC Kabupaten Purworejo. Alasan peneliti melakukan riset pada Partai Demokrat di tiga kabupaten/kota tersebut, karena ketiganya merupakan daerah yang mengalami konflik internal yang disebabkan adanya pemberhentian ketua DPC yang pada saat itu menjabat. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, peneliti memandang bahwa belum banyak penelitian tentang modernisasi partai politik di tingkat lokal dilihat dari perspektif fungsi partai politik modern dan indikator partai politik. Penelitian ini akan menjawab pertanyaan publik apakah selama ini modernisasi Partai Demokrat di Jawa Tengah, khususnya di tiga kabupaten/kota tersebut sudah dilakukan secara baik. Tesis ini penting dan menarik untuk dibahas secara lebih mendalam. Hal tersebut karena: pertama, partai politik modern merupakan agen dari proses demokrasi. Kedua, Partai Demokrat sebagai partai yang mengusung semangat modern ternyata dalam perjalanannya mengalami berbagai hambatan, seperti tidak konsistennya perolehan suara partai, terlibatnya kader dalam kasus korupsi, maupun adanya konflik internal. Ketiga, penelitian tentang modernisasi partai politik modern di Indonesia belum banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Selain alasan di atas, peneliti tertarik mengangkat judul “Modernisasi Partai Politik di Tingkat Lokal (Studi Kasus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo)” karena penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoretis bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu politik. Hasil penelitian ini akan menyajikan kajian kritis terhadap perkembangan ilmu politik kontemporer, khususnya teori modernisasi politik dilihat 12 dari perspektif ketercapaian pelaksanaan fungsi partai politik modern dan indikator partai politik modern. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini, maka perumusan masalah dalam tesis ini adalah sebagai berikut. a. Bagaimana pelaksanaan modenisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo dilihat dari prespektif indikator partai politik modern? b. Apakah tantangan dan hambatan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo untuk menuju partai politik modern? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam tesis ini sebagai berikut. a. Menerangkan dan menganalisis pelaksanaan modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo dilihat dari prespektif indikator partai politik modern. b. Menerangkan dan menganalisis tantangan dan hambatan yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo untuk menuju partai politik modern. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dalam tesis ini meliputi dua kegunaan, yaitu: a. Kegunaan Teoretis Secara teoretis tesis ini berguna untuk mengembangkan riset tentang kajian modernisasi partai politik di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya 13 dan melengkapi kajian ilmiah tentang modernisasi partai politik di Indonesia dilihat dari perspektif pelaksanaan fungsi partai politik modern dan pencapaian indikator partai politik modern, khususnya pada Partai Demokrat. Selain itu, secara teoretis tesis ini akan menganalisis teori yang dikemukakan Sartori tentang indikator partai politik modern, yang kemudian dikaitkan dengan berbagai permasalahan yang dialami Partai Demokrat. b. Kegunaan Praktis dan Sosial 1) Bagi peneliti, hasil tesis ini bermanfaat menambah wawasan peneliti terutama mengenai modernisasi partai politik di tingkat lokal. 2) Bagi Partai Demokrat, hasil tesis ini bermanfaat sebagai masukan tentang (1) bagaimana seharusnya Partai Demokrat menjalankan fungsinya sebagai partai modern, sehingga dapat menjadi alternatif pemecahan permasalah yang sedang dihadapi; (2) bagaimana seharusnya Partai Demokrat mengelola organisasi kepartaiannya, termasuk dalam hal mekanisme penyelesaian konflik internal. 3) Bagi pembaca, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan wawasan tentang kajian dinamika konflik internal dan modernisasi politik di tingkat lokal. 4) Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi reverensi untuk mengembangkan model modernisasi pada partai politik di Indonesia. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari uraian sistematis terkait hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan serta kerangka atau kajian teori yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Adapun penjelasan mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dianggap peneliti relevan. Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini pernah dilakukan diantaranya oleh Tanjung (2007), Masrukhin (2005), Hanapiah (2012), Schläger and Christ (2013), serta Novotny dan Polasek (2015). Untuk memperjelas keterkaitan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan melalui tabel berikut. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Yang Relevan Nama Agus Masrukhin Judul “Syiah dan perubahan politik: studi kasus modernisasi politik di Iran 1963-1997” 15 Tahun 2005 Hasil Penelitian Penelitian tersebut menggambarkan bahwa modernisasi politik di Iran menyerupai model modernisasi tipe kolektifitas suci (cosumatorry collective) yang berlangsung dalam sistem mobilisasi (mobilized system) dimana rakyat menjadi agen modernisasi. Implikasi Nama Akbar Tanjung Judul Tahun “Partai Golkar dalam 2007 Pergolakan Politik Era Reformasi: Tantangan dan Respon” Hasil Penelitian Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Partai Golkar melakukan beberapa cara untuk menjadi partai modern. Pipin Hanapiah “Perubahan Politik Golongan Karya (Studi Interaksi Pengurus Partai Golkar Kota Bandung Di Era Reformasi)” 2012 Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Golkar di era reformasi sedang mengalami perubahan pada proses dan mekanismenya, khususnya pada interaksi dan struktur politiknya. Untuk menjalankan perubahan politiknya yang semakin modern di era reformasi, Partai Golkar di Kota Bandung harus mempertahankan komitmen, konsistensi, dan adaptasi politiknya terhadap perkembangan bangsa dan dinamika daerah di Kota Bandung secara berkelanjutan. Catrina Schläger and Judith Christ “Modern Political Party 2013 Management With Can Be From International Practices” Hasil penelitian tersebut adalah mengenai bagaimana partai politik bereaksi terhadap perubahan sosial, apa kelebihan dan tantangan partai politik berkaitan dengan partai politik baru dan media sosial, bagaimana dan seberapa dapat para anggota partai dimasukkan dalam pengambilan keputusan internal partai, bagaimana cara pihak berurusan dengan konflik internal, serta bagaimana korupsi dapat diatasi. 16 Nama Vilem Novotny dan Martin Polasek Judul “Multiple streams approach and political parties: modernization of Czech Social Democracy” Tahun 2015 Hasil Penelitian Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melakukan penyelidikan terhadap penerapan beberapa pendekatan Multiple Streams Approach (MSA) pada kasus modernisasi Demokrasi sosial di Ceko tahun 2006 sampai dengan 2008. Modernisasi yang dimaksud berfokus pada pengenalan marketing politik dan metode manajerial. Dari tabel di atas, dapat disimpulkan beberapa pernyataan yang terkait dengan persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukakan sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Masrukhin (2005) dalam tesisnya menjelaskan proses modernisasi yang terjadi di Iran berlangsung dalam sistem mobilisasi (mobilized system) di mana rakyat menjadi agen modernisasi. Implikasi dari proses modernisasi yang demikian melahirkan suatu bentuk masyarakat politik modern dengan ciri dan karakter yang berbeda dari masyarakat modern di negara lain. 17 Tesis Masrukhin dianggap relevan dengan penelitian ini karena sama-sama melakukan kajian tentang modernisasi politik. Selain itu, kedua penelitian ini berusaha mengkaji teori modernisasi politik yang dikemukakan sebelumnya. Perbedaannya terletak pada objek penelitian. Penelitian yang dilakukan Masrukhin dilakukan pada negara, sedangkan penelitian ini berfokus pada partai politik. Tanjung (2007) dalam desertasinya yang berjudul “Partai Golkar dalam Pergolakan Politik Era Reformasi: Tantangan dan Respon” menjelaskan bahwa Partai Golkar sebagai partai politik yang identik dengan Orde Baru telah mengalami perubahan yang mendasar sejak reformasi 1998. Manuver politik tersebut berpengaruh terhadap perolehan suara Partai Golkar pada pemilu 2004. Pada tahun 2004 Partai Golkar menjadi pemenang pemilu dengan perolehan suara 24.480.757 (21,58%). Beberapa hal yang dilakukan Partai Golkar adalah dengan memposisikan diri sebagai kekuatan politik yang terbuka (catch-all party) dan tidak menganut ideologi politik ekstrim (baik kiri atau kanan). Sikap Partai Golkar yang memposisikan diri sebagai kekuatan politik yang terbuka (catch-all party) dan tidak menganut ideologi politik ekstrim (baik kiri atau kanan) menunjukkan bahwa Partai Golkar memiliki sikap politik yang moderat, yaitu fleksibel menyesuikan diri terhadap perubahan politik yang sedang berlangsung. Dampak dari sikap moderat tersebut, Partai Golkar mampu beradaptasi terhadap lingkungan politik baru yang terbuka dan plural. Persamaan penelitian yang dilakukan Tanjung dengan penelitian ini terletak pada aspek yang diteliti, yaitu perubahan politik pada partai politik di masa reformasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa reformasi partai politik termasuk Partai Golkar dan Partai Demokrat perlu melakukan modernisasi. Modernisasi perlu 18 dilakukan guna menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dan sekaligus dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan politik nasional yang demokratis. Selain persamaan di atas, terdapat pula perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Tanjung. Penelitian Tanjung lebih menekankan pada upaya Partai Golkar untuk mampu mempertahankan hidup (survival), karena citra Partai Golkar sebelumnya sebagai partai yang besar di Masa Orde Baru dianggap paling bertanggungjawab atas berbagai keterpurukan yang dihadapi bangsa Indonesia. Sedangkan penelitian ini lebih fokus pada bagaimana Partai Demokrat sebagai partai yang relatif baru dan lahir di masa reformasi melaksanakan fungsi partai politik modern. Hasil penelitian lain, Hanapiah (2012) menunjukkan bahwa Golkar di masa reformasi sedang mengalami perubahan pada proses dan mekanismenya, khususnya pada interaksi dan struktur politiknya. Untuk menjalankan perubahan politiknya yang semakin modern di masa reformasi, Partai Golkar di Kota Bandung harus mempertahankan komitmen, konsistensi, dan adaptasi politiknya terhadap perkembangan bangsa dan dinamika daerah di Kota Bandung secara berkelanjutan. Hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Tanjung, persamaan antara penelitian yang dilakukan Hanapiah dengan penelitian ini adalah kedua penelitian ini bermaksud mengetahui bagaimana proses modernisasi pada partai politik, yaitu dengan melihat pada proses interaksi dan struktur politiknya. Sedangkan perbedaan kedua penelitian ini terletak pada objek dan subjek yang diteliti, serta dinamika politik yang terjadi di daerah yang akan diteliti. Penelitian Schläger and Christ (2013) dengan judul“Modern Political Party Management With Can Be From International Practices” memiliki karateristik yang hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan. Persamaan tersebut dapat 19 dilihat dari bagaimana kedua penelitian ini sama-sama membahas tentang bagaimana partai politik bereaksi terhadap perubahan sosial, apa tantangan yang dihadapi partai politik, bagaimana dan seberapa dapat para anggota partai dimasukkan dalam pengambilan keputusan internal partai, bagaimana cara pihak berurusan dengan konflik internal, serta bagaimana korupsi dapat diatasi. Penelitian Novotny dan Polasek (2015) “Multiple streams approach and political parties: modernization of Czech Social Democracy” dianggap peneliti juga memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan karena hasil penelitian tersebut memiliki tujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap penerapan beberapa pendekatan, terutama pendekatan Multiple Streams Approach (MSA) pada kasus modernisasi partai politik di Ceko. Perbedaan penelitian yang dilakukan Novotny dan Polasek dengan penelitian yang dilakukan terletak pada fokus penelitiannya. Penelitian Novotny dan Polasek berfokus pada pengenalan marketing politik dan metode manajerial, sedangkan penelitian ini lebih fokus pada dinamika konflik internal partai politik dan bagaimana partai politik tersebut melaksanakan modernisasi dengan melaksanakan fungsi partai politik modern. 2.2 2.2.1 Kerangka/Kajian Teori Teori Modernisasi Politik Konsep modernisasi pada dasarnya mencakup berbagai bidang. Smelser (dalam Sztompka 2007: 153-154) membagi konsep modernisasi menjadi enam bidang, yaitu bidang ekonomi, politik, pendidikan, agama, dan bidang stratifikasi. Ciri khas modernisasi pada masing-masing bidang tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 20 Modernisasi di bidang ekonomi ditandai dengan mengakarnya teknologi dalam ilmu pengetahuan, transisi dari pertanian yang subsistensi ke pertanian komersial, penggantian tenaga binatang dan manusia oleh energi benda mati dan produksi mesin, dan berkembangnya bentuk pemukiman urban dan konsentrasi tenaga kerja di tempat tertentu. Modernisasi di bidang politik ditandai dengan adanya transisi dari kekuasaan yang sifatnya tradisional menuju ke sistem hak pilih, perwakilan, partai politik, dan kekuasaan demokratis. Di bidang pendidikan modernisasi meliputi penurunan angka buta huruf dan peningkatan perhatian pada pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan. Modernisasi di bidang agama ditandai dengan munculnya sekulerisme di bidang kehidupan keluarga, yaitu berkurangnya peran ikatan kekeluargaan dan makin besar spesialisasi fungsional keluarga. Adapun yang terakhir modernisasi di bidang stratifikasi ditandai dengan adanya penekanan pada mobilitas dan prestasi individual daripada status yang diwarisi. Teori modernisasi merujuk kepada penjelasan yang menghubungkan perkembangan ekonomi dan transformasi sosial yang mengikutinya dengan tipe sistem politik yang muncul. Penjelasan sosiologis awal tentang modernisasi lebih didasarkan pada konteks Eropa Barat, dimana secara logika dapat dikatakan bahwa ketika perkembangan ekonomi mengalami kemajuan atau sudah menuju pada proses industrialisasi, maka dapat dikatakan kehidupan politik juga akan mengalami perubahan (Sokhey 2013: 132). Sejalan dengan pemikiran tersebut, Desutsch (dalam Sokhey 2013: 132) mengemukakan bahwa perkembangan sosial-ekonomi akan mengubah perilaku politik masyarakat. Desutch dalam hal ini mengembangkan konsep mobilisasi sosial, yang merupakan komponen penting dari proses modernisasi. Mobilisasi sosial 21 menciptakan perubahan-perubahan besar pada masyarakat sebagai akibat transisi dari keadaan tradisional ke keadaan yang lebih modern. Dampak dari adanya mobilisasi sosial salah satunya adalah mendorong perubahan terhadap individu yang tidak hanya sekedar mengikuti penguasa, tetapi lebih dari itu dapat melakukan tuntutan dari pemerintah tersebut. Terkain dengan pernyataan di atas, dalam kajian ilmu politik, modernisasi politik seringkali dikaitkan dengan perkembangan politik. Hal ini mengandung pengertian bahwa modernisasi politik merupakan sebuah proses untuk melakukan perubahan ke arah tipe-tipe sistem sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara (abad ke 17 sampai dengan abad ke 19) dan kemudian menyebar ke Amerika Selatan, Asia dan Afrika (Varma 2007:494). Modernisasi politik dalam konteks perkembangan politik ditunjukkan oleh kemampuan sistem politik yang diperlakukan sebagai pewaris (ingredient), yang berisi tentang kepranataan politik yang meliputi: (1) mobilisasi politik; (2) integrasi politik; dan (3) representasi politik. Dalam pengertian ini Huntington (dalam (Varma 2007:494) menjelaskan bahwa perkembangan politik adalah kepranataan prosedurprosedur dan organisasi-organisasi politik yang ditandai oleh arah dan tingkat, yang meliputi: (1) penyesuainnya, yang ditunjukkan dengan suatu rantai kepemimpinan yang panjang dan teratur, yang menyesuaikan diri mereka secara berhasil dengan tantangan-tantangan baru kepada sistem politik tersebut; (2) kekompleksannya, yang ditunjukkan dengan adanya sejumlah besar pranata, masing-masing membawa pertanggungjawaban tanpa halangan dari lainnya; (3) otonominya, yang ditunjukkan dengan ketidaktergantungannya pada sistem-sistem politik lain dan kontrol penuh atas juridiksinya sendiri yang ditentukan secara jelas; dan (4) pertalian (coherence), 22 yang ditunjukkan dengan adanya konsesus pada tingkat terrentu dan persatuan internal yang berlaku. Lebih lanjut Huntington menjelaskan bahwa selama sistem politik bergerak ke arah penyesuaian, kekompleksitasan, otonomi, dan pertalian, maka dapat dikatakan sebuah sistem politik termasuk ke dalam kepranataan dan perkembangan politik yang baik. Sebaliknya, jika terjadi kekauan, kesederhanaan, subordinasi, dan perpecahan, jelas sistem politik tersebut menuju kehancuran atau keruntuhan (Varma 2007:494). Welch (dalam Harjanto 1998) menjelaskan istilah modernisasi muncul sebagai pembangunan politik. Modernisasi politik dapat dipahami melalui beberapa pemikiran, yaitu pertama, modernisasi diartikan sebagai upaya peningkatan pemusatan kekuasaan pada negara, bersamaan dengan melemahnya sumber-sumber wewenang kekuasaan tradisional; kedua, modernisasi merupakan defernsiasi dan spesialisasi lembaga-lembaga politik; ketiga, modernisasi diartikan sebagai upaya peningkatan partisipasi rakyat dalam politik dan kesediaan individu-individu untuk mengidentifikasikan diri dengan sistem politik sebagai suatu keseluruhan. Modernisasi politik merupakan perubahan politik secara total, baik secara struktural maupun kultural meski proses perubahan ini mengambil bentuk yang bervariasi, tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya. Perubahan politik ini berpengaruh kepada proses modernisasi, yakni sekularisasi, rasionalisasi, komersialisasi, industrialisasi, mobilitas sosial yang cepat, restrafikasi; peningkatan materi dalam standar hidup, penyebaran melek huruf, pendidikan dan media; persatuan nasional, eksistensi keterlibatan dan partisipasi rakyat dalam politik (Abdilah 2013: 247). 23 Huntington (1973: 34-35) menjelaskan beberapa karateristik modernisasi politik, antara lain: “First, political modernization involves the rationalization of authority, the replacement of a large number of traditional, religious, familial, and ethnic political authorities by a single secular, national political authority…. Secondly, political modernization involves the differentiation of new political functions and the development of specialized structures to perform those functions…. Thirdly, political modernization involves increased participation in politics by social groups throughout society….”. Penjelasan Huntington di atas menunjukkan bahwa modernisasi politik memiliki tiga aspek penting, yaitu (1) modernisasi politik melibatkan rasionalisasi kekuasaan, pergantian sejumlah pejabat politik tradisional, etnis, keagamaan, kekeluargaan diganti dengan kekuasaan nasional yang lebih sekuler; (2) moderniasi politik melibatkan adanya diferensiasi fungsi politik yang baru dan pengembangan struktur khusus sebagai pelaksana seluruh fungsi tersebut; (3) modernisasi politik ditandai oleh peran serta politik seluruh lapisan masyarakat. Lebih lanjut, Huntington menjelaskan bahwa modernisasi dimaksudkan untuk mengubah pemerintahan yang bersifat tradisional menjadi pemerintahan yang lebih modern. Dampak modernisasi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Hal ini berarti modernisasi dalam prakteknya melibatkan gerakan signifikan terhadap sistem politik modern. Simpulan dari dampak praktik modernisasi politik adalah rasionalisasi wewenang, diferensiasi struktur, dan perluasan partisipasi politik. Berdasarkan penjelasan tersebut, Huntington memiliki pandangan optimis terhadap modernisasi. Melalui konsep grand process of modernization, Huntington memahami modernisasi sebagai suatu hal yang kompleks, sistemik, global, panjang, bertahap, mengarah kepada homogenisasi, irreversible, dan proses progresif yang mengubah masyarakat dari tradisional ke modern. Hal ini berarti setiap modernisasi 24 pasti menyertakan demokrasi karena demokrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari modernisasi yang menghasilkan kewenangan rasional dan sekuler, spesialisasi struktur birokrasi, dan partisipasi masyarakat di dalam politik. 2.2.2 Teori Partai Politik Menelisik sejarah mengenai asal usul partai politik, pada dasarnya partai politik dapat dilihat melalui 3 teori yaitu: pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kedua, teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sistem politik mengatasi krisis yang ditimbulkan akibat adanya masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi (Surbakti, 2010: 144-146). Berdasarkan penjelasan Surbakti, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga teori tersebut terdapat teori yang melihat kelahiran partai politik dari tujuan yang hampir sama, yaitu teori situasi historik dan teori kelembagaan. Kedua teori ini sama-sama berkaitan dengan perubahan yang ditimbulkan karena adanya modernisasi. Perbedaannya terletak pada proses pembentukannya, dimana teori situasi historik melihat bahwa perubahan menimbulkan tiga krisis dan partai politik dibentuk untuk mengatasi krisis, sedangkan teori pembangunan melihat perubahan-perubahan itulah yang melahirkan kebutuhan adanya partai politik. Lebih lanjut, Subakti menjelaskan bahwa partai politik adalah organisasi yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan. Berkesinambungan yang dimaksud adalah partai politik dalam mempertahankan hidup organisasinya tidak 25 bergantung pada masa jabatan atau masa hidup para pemimpinnya, sehingga ciri dari partai politik adalah bersifat terbuka dan permanen tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat lokal. Ciri partai politik yang lain adalah (1) berakar dalam masyarakat lokal; (2) berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan; (3) ikut serta dalam pemilihan umum. Friedrich (dalam Budiardjo: 419) mendefinisikan: “Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil (A political, party is a group af human beings, stably organized with the objective of scuring or maintaining for its leaders the control of a government, with the futher objective of giving to members of the party, trought such control ideal and material benefits advantages)”. Neumann (dalam Budiardjo 2008: 352) menjelaskan bahwa: “Partai politik adalah organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda (A political party is the articulate organization of society’s active political agents; those who are concerned with the control of governmental polity power, and who compete for popular support with other group holding divergent views)”. Sartoni (dalam Budiardjo 2008: 404-405) berpendapat bahwa: “Partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum, dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan caloncalonya untuk menduduki jabatan-jabatan publik” (A party is any political group that present at elections, and is capable of placing trought elections candidates for public office)”. Dari ketiga penjelasan tersebut, partai politik dapat didefinisikan sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk memperoleh kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu kelompok atau kelompok lain, yang mana masing-masing kelompok tersebut mempunyai pandangan yang tidak sama. 26 Berdasarkan pengertian modern, partai politik dapat diartikan sebagai suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih rakyat, sehingga dapat mengatasi atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah. Selain itu, partai politik juga dapat diartikan sebagai organisasi artikulatif yang terdiri atas pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda (Fadjar 2013: 13-14). Chambers (dalam White 2006: 5) juga mendefinisikan bahwa partai politik dalam arti modern merupakan formasi sosial yang relatif tahan lama yang berusaha meraih jabatan atau kekuasaan dalam pemerintahan, menunjukkan suatu struktur atau organisasi yang menghubungkan para pemimpin di pusat pemerintahan dan pengikut rakyat signifikan di arena politik dan kantong-kantong lokal, serta mampu menghasilkan prespektif kesetiaan terhadap partai politik. Pendapat Chambers menununjukkan bahwa partai politik bisa dikategorikan modern jika di dalam partai politik tersebut terdapat struktur yang jelas yang menjadi jembatan antara pemerintah dengan rakyatnya, sehingga mampu memperjuangkan kepentingan umum demi terwujudnya tujuan bersama. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, partai politik merupakan suatu organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 27 Selain itu, pasal 2 UU No 2 Tahun 2011 juga disebutkan bahwa partai politik dalam melakukan pengelolaan organisasinya berdasarkan pada peraturan dasar partai politik diatur dalam Anggaran Dasar, yang selanjutnya disingkat AD, yang kemudian dijabarkan ke dalam Anggaran Rumah Tangga partai politik, yang selanjutnya disingkat ART. AD sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut memuat: (1) asas dan ciri partai politik; (2) visi dan misi partai politik; (3) nama, lambang, dan tanda gambar partai politik; (4) tujuan dan fungsi partai politik; (5) organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan; (6) kepengurusan partai politik (disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan); (7) mekanisme rekrutmen keanggotaan partai politik dan jabatan politik; (8) sistem kaderisasi; (9) mekanisme pemberhentian anggota partai politik; (10) peraturan dan keputusan partai politik; (11) pendidikan politik; (12) keuangan partai politik; dan (13) mekanisme penyelesaian perselisihan internal partai politik. Partai politik adalah salah satu pilar demokrasi di negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Hal ini memiliki arti bahwa kehadiran partai politik bagi Negara Indonesia adalah bagian dari ruh demokrasi, sehingga apabila partai politik tidak berjalan sesuai dengan mekanisme atau fungsi partainya, maka demokrasi akan mengalami kepincangan (Ways 2015: 131). Sehubungan dengan hal tersebut, Budiarjo (2008: 405-409) menyebutkan selain berfungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekruitmen politik, partai politik juga berfungsi sebagai sarana pengatur konflik (conflict management). Sebagai komunikasi politik, partai politik memiliki dua peran penting, yaitu sebagai penggabungan kepentingan (interest aggregations) dan perumusan 28 kepentingan (interest articulation). Dalam proses penggabungan kepentingan (interest aggregations), partai politik menjadi instrumen untuk menampung pendapat atau aspirasi seseorang yang berkembang di masyarakat yang kemudian aspirasi tersebut digabungkan dengan aspirasi orang lain yang sejalan. Setelah aspirasi yang masuk digabungkan, maka aspirasi tersebut kemudian dirumuskan menjadi usul kebijakan. Proses perumusan ini lah yang dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik memiliki peran untuk menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma yang ditujukan untuk memberikan sosialisasi kepada lintas generasi dengan tujuan untuk membentuk budaya politik yang baik dalam suatu negara. Sebagai pengatur konflik, partai politik bertanggung jawab untuk meredam dan mengatasi konflik yang biasa terjadi pada suasana demokrasi. Lebih lanjut Budiharjo mendefinisikan bahwa partai politik pada awalnya lahir karena kegiatan politik yang bersifat elitis dan aristokratis dengan mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Menurut Firmanzah (2008: 70) partai politik memiliki dua peran penting baik secara internal organisasi maupun eksternal organisasi. Secara internal, partai politik memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi, pembekalan, kaderisasi, serta melanggengkan ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian partai politik. Sedangkan, secara eksternal organisasi partai politik memiliki fungsi yang berhubungan langsung dengan konstitusional, moral dan etika untuk membawa kondisi dan situasi masyarakat agar lebih baik. Hershey (2014: 123) menjelaskan partai politik dalam aplikasinya di praksis kehidupan antara lain digunakan sebagai alat mobilisasi untuk tindakan kolektif dan 29 merekrut pemimpin dan mengatur akses ke jabatan politik. Sebagai alat untuk mobilisasi, partai politik diciptakan untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan tiga bidang utama, yaitu pilihan pemilih (berkaitan dengan bagaimana calon harus mendapatkan dukungan pemilih dalam pemilihan umum serta mampu memobilisasi pemilih tersebut), pejabat terpilih (pejabat terpilih harus dapat menyelesaikan konflik soal rekruitmen kepemimpinan), dan suksesi (berkaitan dengan siapa yang akan memiliki kesempatan untuk merebutkan pada waktu tertentu). Partai politik memiliki fungsi yang berbeda dengan organisasi lainnya, baik sekarang maupun yang akan datang. Fungsi tersebut diantaranya partai politik dapat mewakili kepentingan massa pemilih; memobilisasi massa; menyajikan alternatif isu yang relevan dengan masalah yang dihadapi bangsa dan menjalankannya setelah berkuasa; merekrut calon untuk mencalonkan diri dalam perebutan jabatan publik dan mendukung mereka pada saat kampanye; serta memberikan kesatuan dan kohesi untuk membuat sistem pemerintahan yang terfragmentasi memiliki kinerja yang memadai. Selain itu, Crotty (2014: 38-40) juga berpendapat bahwa peran partai politik dapat memungkinkan adanya resolusi damai atas perbedaan dan kompromi dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Sejalan dengan pendapat Crotty, Meyer (2012: 21-28) mengemukakan bahwa partai politik memainkan peran khusus yang tidak dapat digantikan oleh organisasi lain. Peran penting ini yang kemudian mendudukkan partai politik di posisi pusat (political centrality). Posisi pusat partai politik ini memiliki dua dimensi, yaitu (1) setelah berhasil mengagregasikan berbagai kepentingan dan nilai yang ada dalam masyarakat, partai politik kemudian mentransformasikannya menjadi sebuah agenda yang dapat dijadikan platform pemilu. Selain itu, partai politik harus mampu mempengaruhi proses politik dalam legislasi dan implementasi program kebijakan 30 publik; (2) parpol adalah satu-satunya pihak yang dapat menerjemahkan kepentingan dan nilai masyarakat ke dalam legislasi dan kebijakan publik yang mengikat. Lebih lanjut Meyer menjelaskan bahwa secara umum permasalahan pokok yang dihadapi partai politik di Indonesia menyangkut pada lima isu utama, yaitu (1) kapasitas organisasional (seperti kemampuan memobilisasi dan mengelola sumbersumber finansial, personal, dan material); (2) memelihara integritas (seperti kemampuan mencegah perpecahan internal sebagai akibat dari hadirnya perbedaan dalam tubuh partai); (3) mempraktikan demokrasi secara internal (seperti menegakkan mekanisme yang demokratis dalam pengambilan keputusan penting); (4) kemampuan memenangkan pemilu (seperti kegiatan menentukan isu-isu kampanye dan rekruitmen kandidat anggota parlemen); dan (5) pengembangan ideologi partai (seperti kegiatan menentukan posisi partai tarhadap isu-isu strategis yang berkembang dalam masyarakat). 2.2.3 Indikator Partai Politik Modern Lebih lanjut Sartori (2005:57) mengungkapkan bahwa sistem kepartaian di suatu negara dapat berubah-ubah karena variabel pembentuknya tidak bersifat diskrit. Sartori menunjukkan adanya empat variabel pembentuk, yaitu: (1) sistem dan mekanisme pemilu yang berlaku; (2) nilai demokrasi pada tataran operasional yang dipahami oleh satu bangsa; (3) pola mekanisme pengambilan keputusan politik yang dikenal dalam nilai kultural yang berlaku; (4) kuat atau tidaknya idelogi nasional. Dari pemikiran tersebut, lebih lanjut Sartori (2005) menjelaskan bahwa partai politik dapat dikatakan modern jika memenuhi empat kriteria, yaitu: (1) partai harus terbuka; (2) partai memiliki ideologi yang demokratis; (3) partai memiliki sistem regenerasi yang teratur; (4) partai mempunyai sistem kaderisasi yang baik. Setiap 31 indikator partai politik modern, khususnya yang terkait dengan kondisi Partai Demokrat dapat dijelaskan sebagai berikut. 2.2.3.1 Keterbukaan Partai Politik Partai politik sebagai organisasi politik yang demokratis idealnya harus bersifat terbuka. Terbuka berarti setiap partai politik fleksibel menyesuikan diri terhadap dinamika politik yang sedang berkembang. Selain itu, terbuka juga memiliki pengertian bahwa partai politik bersifat plural, yaitu terbuka untuk semua warga negara tanpa membedakan suku bangsa, ras, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keterbukaan yang dilakukan sebuah partai yang memiliki platform berbeda dengan partai yang lain menandakan bahwa jarak ideologi diantara partai-partai politik saat ini semakin menyatu tak ada penyekat diantara partai-partai tersebut. Fenomena ini disebut oleh Sartori sebagai kecenderungan sentripetal dalam partai politik. Menurut Sartori, dalam demokrasi yang sudah terinstitusionalisasi secara baik, ideologi partai akan mengarah ketengah dan membuat penyekat ideologi antarpartai akan semakin tidak jelas. Dengan kata lain, partai-partai politik akan semakin pragmatis dalam upayanya mendapatkan kekuasaan. Salah satu bentuk keterbukaan partai politik dapat digambarkan melalui hubungan dialogis (semangat keterbukaan) antara elit partai dengan kadernya maupun dengan anggota masyarakat. Dengan adanya semangat keterbukaan antara stakeholder partai tersebut, maka akan terwujud titik temu dan keseimbangan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat dan partai politik. Hal ini karena berdialog dimaksudkan untuk mencari kesepakatan dengan pihak-pihak yang memiliki pendapat dan kepentingan yang berbeda (Firmanzah 2008: 67-680). 32 Penjelasan di atas menunjukkan bahwa untuk mewujudkan hubungan dialogis yang baik, maka partai politik harus memiliki semangat keterbukaan untuk menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk pihak yang bersebrangan dengan ideologi partai yang bersangkutan. Jika partai politik menutup diri terhadap kemungkinan-kemungkinan baru (menutup diri terhadap perkembangan di masyarakat), maka akan tercipta suasana yang kurang harmonis antara partai politik dengan masyarakat. 2.2.3.2 Ideologi Partai Politik Partai politik dan ideologi merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Apter (1998:236) menjelaskan bahwa sebagian partai politik mengubah bentuk ideologi menjadi dogma, yang mana setiap partai politik berkewajiban untuk menerima ideologi tersebut sebagai prinsip atau arah kebijakan. Ideologi terbentuk karena adanya kombinasi antara tiga komponen penting yang saling berhubungan, yaitu pilihan, nilai, dan kepentingan. Pilihan dapat diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai atau sebaliknya pilihan dapat ditingkatkan pada status nilai untuk mencapai kepentingan. Secara lebih jelas keterkaitan antara tiga komponen tersebut digambarkan dalam gambar berikut. Kepentingan Nilai Pilihan Gambar 2.1 Komponen-Komponen Ideologi Sumber: Apter (1988: 236) 33 Selain itu, Prasetyo (2011: 6) juga menjelaskan bahwa ideologi berperan besar untuk mengetahui ke mana arah partai politik menjalankan fungsinya. Dengan dasar ideologi, partai politik dapat menjalankan fungsinya melalui program kerja kebijakan partai, yang kemudian akan diimplementasikan dalam wujud kerja nyata yang hasilnya dapat dirasakan masyarakat secara keseluruhan. Di dalam ideologi terkandung nilai-nilai yang berkaitan dengan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, ketenangan, kenyamanan masyarakat yang akan diciptakan ketika partai tersebut mendapatkan kekuasaan. Ideologi juga dapat diartikan sebagai sistem kepercayaan dan norma. Sistem kepercayaan dalam hal ini melihat bahwa ideologi memberikan basis legitimasi bagi para penganutnya untuk berpikir, bersikap, dan bertindak atas suatu permasalahan tertentu. Ideologi juga dapat digunakan sebagai identitas atau karateristik suatu partai politik, sehingga semua orang terutama para pemilih yang berhak memberikan suara dapat dengan mudah membedakannya dengan partai politik lain. Dalam kaitan ini ideologi adalah basis sistem nilai dan faham yang menjelaskan mengapa suatu partai politik harus ada. Selain itu, ideologi merupakan basis perjuangan atau cita-cita yang ingin dicapai suatu partai politik (Firmanzah 2008: 100-105). Dari penjelasan di atas, berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART Pasal 3), ideologi Partai Demokrat adalah Nasionalis-Religius. Dengan ideologi Nasionalis-Religius, Partai Demokrat berusaha bekerja keras untuk kepentingan rakyat dengan landasan moral dan agama serta memperhatikan aspek nasionalisme, humanisme, dan pluralisme dalam rangka mencapai tujuan perdamaian, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Wujud dari semangat nasionalisme berupa keterbukaan Partai Demokrat, khususnya terkait dengan keanggotaan partai. Partai Demokrat terbuka untuk seluruh 34 Warga Negara Indonesia tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Hal ini berarti semua warga negara memiliki hak yang sama untuk menjadi anggota atau kader Partai Demokrat dan berhak untuk bergabung di dalam wadah perjuangan Partai Demokrat. Partai Demokrat meyakini kebenaran Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa. Dinamika sejarah Indonesia membuktikan bahwa ideologi Pancasila telah terbukti mampu mempersatukan kekuatan bangsa setiap kali terjadi krisis disintegrasi. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila bisa diperkaya dengan konsep budaya modern, budaya global dan nilai-nilai universal. Partai Demokrat memiliki Idealisme perjuangan yang terkenal dengan “Trilogi Perjuangan”, yang meliputi: demokrasi, kesejahteraan dan keamanan. Sesuai dengan tuntutan zaman di tengah dunia global, demokrasi, kesejahteraan, dan keamanan merupakan tiga hal yang secara sinergis harus selalu diperjuangkan. Pada hakikatnya perjuangan demokrasi adalah upaya sebesar-besarnya menghargai aspirasi-aspirasi rakyat yang dengan itu mereka memperoleh peluang yang luas untuk menyalurkan aspirasi dan berkontribusi dan selanjutnya memperoleh jaminan untuk menikmati hasil perjuangan secara profesional. Demokrasi bukan tujuan perjuangan, tetapi alat dan cara berjuang. Kesejahteraan adalah rasa tenteram rakyat karena terpenuhinya hajat hidup lahir batin. Kesejahteraan lahir didasarkan pada standar universal yang menyangkut kesehatan, sandang, pangan dan papan (kesejahteraan ekonomi dan sosial), sedangkan kesejahteraan batin menyangkut persepsi yang bersifat intelektual, emosional maupun spiritual, yakni rasa terlindungi dan terpenuhinya hak-hak intelektual, emosional dan spiritual rakyat. Kesejahteraan bukan alat perjuangan tetapi tujuan perjuangan. Sedangkan keamanan pada hakikatnya adalah rasa bebas 35 dari penyimpangan yang mengancam. Seorang pelaku kriminal pasti terancam oleh aparat keamanan, pelaku amoral pasti terancam oleh sanksi sosial. Keamanan yang harus dikembangkan adalah jangan sampai orang jujur justru merasa terancam, orang disiplin justru merasa terancam, korban kejahatan justru merasa terancam, terancam oleh penyimpangan kebijakan pelayanan publik atau penyimpangan penegak hukum dan pemegang amanat politik. Jaminan keamanan akan terwujud jika berlangsung kepastian hukum di tengah masyarakat. Sebagai partai modern, Partai Demokrat mempunyai wawasan nasionalisme, pluralisme dan humanisme, dapat dipahami bahwa ideologi Nasionalis-Religius dapat dijabarkan dalam wawasan nasionalisme, pluralisme dan humanisme, seperti: a. Nasionalisme Partai Demokrat menempatkan kepentinggan nasional sebagai komitmen utama. Semua kepentingan; individu, kelompok dan golongan akan dikalahkan jika mengancam kepentingan nasional bangsa Indonesia. Nasionalisme yang dianut Partai Demokrat bukanlah nasionalisme chauvinisme yang memungkinkan terjadinya penindasan suatu bangsa oleh bangsa lain, tetapi nasionalisme yang didasari oleh penghayatan keagamaan, menyayangi sesama manusia dan bahkan kepada semua ciptaan Tuhan. b. Pluralisme Sudah menjadi kenyataan sejarah bahwa bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, agama dan budaya, dan dari keragaman itu telah lahir soliaritas nasional menghadapi penjajahan hingga lahirlah Negara Republik Indonesia. Manajemen keragaman itu dimungkinkan karena adanya semangat Bhineka Tunggal Ika, yakni meski ada identitas yang berbeda-beda tetapi pada hakikatnya adalah satu kesatuan, yaitu kesatuan bangsa Indonesia. Tugas memanaged keragaman bukan 36 dengan menyeragamkan yang beragam, tetapi menyatukan visi dari kekuatan yang beragam. c. Humanisme Sejalan dengan ajaran agama bahwa makhluk yang dimuliakan oleh Tuhan yang oleh karena itu manusia berkewajiban memelihara kemuliaan dirinya. Wujud perjuangan pemuliaan diri manusia adalah perlindungan hak-hak asasi manusia. Agama mengajarkan perlindungan manusia untuk memperoleh hakhaknya, yakni perlindungan fisik dari penganiayaan, perlindungan nyawa dari pembunuhan, perlindungan akal dari penindasan intelektual, perlindungan harta dari kepemilikannya serta perlindungan jati diri dari kesucian nasabnya (keturunannya). Ajaran inilah yang menjelma menjadi HAM dalam budaya modern. Dalam pergaualan antar manusia, Partai Demokrat mengakui dan menghormati adanya berbagai solidaritas, seperti solidaritas keagamaan, solidaritas nasional dan solidaritas kemanusiaan. Bangsa Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, menentang penjajahan di muka bumi yang dilakukan oleh bangsa kuat kepada bangsa yang lemah. Bangsa Indonesia juga harus menentang setiap ada penindasan asasi manusia yang terjadi dibelahan dunia manapun sebagai wujud solidaritas kemanusiaan (humanisme). 2.2.3.3 Regenerasi Partai Politik Yang Teratur Budiarjo (2013:408) menjelaskan bahwa fungsi partai politik berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai membutuhkan kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan 37 sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa regenerasi sangat dibutuhkan dalam perkembangan partai politik modern. Dalam perkembangan partai politik modern, regenerasi yang teratur merupakan kunci sebuah partai politik menjalankan roda organisasinya. Hal ini dikarenakan partai politik merupakan representasi dari kepentingan dan kesejahteraan rakyat, sehingga untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan secara teratur dan terstruktur. Regenerasi dalam partai politik berkaitan dengan bagaimana partai politik melakukan rekruitmen atau seleksi kepemimpinan. Berdasarkan aturan yang terdapat di dalam AD Partai Demokrat Bab VIII, jangka waktu kepengurusan partai pada semua tingkatan adalah 5 (lima) tahun, sehingga setiap lima tahun sekali terjadi proses regenerasi kepemimpinan. Proses regenerasi kepemimpinan ini dilakukan melalui Kongres, Muktamar, dan Munas (tingkat nasional), Musda (tingkat provinsi), dan Muscab (tingkat kota/kabupaten). Jika terjadi penyimpangan terhadap jangka waktu kepengurusan partai, baik kurang dari lima tahun, maka dapat dilakukan melalui pelaksanaan Kongres Luar Biasa, Musyawarah Daerah Luar Biasa, Musyawarah Cabang Luar Biasa, Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa, Musyawarah Ranting Luar Biasa. Regenerasi menjadi suatu kewajiban organisasi. Organisasi hidup karena kepedulian mereka terhadap regenerasi. Pentingnya regenerasi dalam suatu organisasi ini yaitu pengkaderan anggota agar berkualitas. Organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya regenerasi tapi seperti apakah generasi tersebut berjalan. Generasi penerus organisasi dan penerus bangsa tidak lain ditentukan dari kualitas generasi tersebut. Pada saat ini banyak sekali generasi muda Indonesia yang bagus 38 dan berkualitas namun masih takut untuk terjun atau muncul dalam dunia politik. Faktor salah satunya adalah generasi muda saat ini mempunyai anggapan bahwa politik itu kotor, kejam, korupsi dan amburadul. 2.2.3.4 Kaderisasi Partai Politik Sumber daya manusia merupakan satu diantara faktor yang menentukan keberhasilan partai politik. Dalam upaya mendapatkan sumber daya manusia yang sesuai dengan visi dan misi partai, maka partai politik perlu mengembangkan sistem rekruitmen, seleksi, dan kaderisasi politik yang baik. Sistem kaderisasi sangat dibutuhkan dalam upaya mendukung terwujudnya program kerja partai politik. Hal ini dikarenakan, melalui sistem kaderisasi partai politik dapat mentransfer beberapa pengetahuan (knowledge) politik yang tidak hanya terkait dengan sejarah, misi, visi, dan strategi partai politik, tetapi juga hal-hal yang terkait dengan permasalahan bangsa dan negara. Selain itu, dalam sistem kaderisasi juga dilakukan transfer keterampilan dan keahlian dalam berpolitik (Firmanzah 2008:70-71). Heryanto (2010:) juga berpendapat bahwa untuk menjadi partai modern, maka partai politik di Indonesia perlu memenuhi beberapa karateristik antara lain: pertama partai politik harus mampu meminimalisir kekuatan referen (referent power). Hal ini berarti partai politik modern meskipun membutuhkan figur atau tokoh sentral, namun tidak dibenarkan partai politik memiliki ketergantungan yang berlebihan terhadap figur atau tokoh tersebut, karena dapat dapat mengundang budaya feodal dan sistem dinasti politik. Kedua, partai modern dibangun melalui kemampuan anggotanya untuk melakukan proses refleksivitas (reflexivity). Partai memfasilitasi anggota-anggota organisasinya mampu melihat ke masa depan dan membuat perubahan-perubahan di 39 dalam struktur atau sistem jika diprediksi hal-hal tertentu tidak akan berjalan. Refleksivitas adalah kemampuan untuk menentukan alasan-alasan pilihan perilakunya. Dengan demikian, partai modern adalah partai yang progresif dalam beradaptasi dengan situasi dinamis, bukan partai yang terjebak dalam gejala groupthink. Kecermatan dalam merumuskan dan mengaplikasikan platform partai menjadi keniscayaan, bukan semata fokus pada rencana pragmatis figur politik. Ketiga, partai modern dibangun melalui tahapan kaderisasi. Ketiga tahapan tersebut berjalan secara integratif yakni merekrut orang untuk bergabung dengan wadah partai, lantas membina kader menjadi loyalis serta mendistribusikan kader ke dalam posisi-posisi tertentu. Perkembangan dinamis-pragmatis kerap menciderai tahapan kaderisasi ini. Partai politik dalam konteks tersebut kerap menjadi pintu masuk bagi munculnya politisi-politisi non kader yang mengatasnamakan partai dalam perebutan jabatan publik tertentu, sehingga hal ini dapat merusak suasana batiniyah kader sekaligus menumbuhkan parasit yang suatu saat akan menggrogoti tubuh partai tersebut. Partai Demokrat dalam hal ini seyogianya memiliki sistem yang jelas mengenai kaderisasi. Keempat, partai modern harus mau dan mampu menjalankan fungsi-fungsi partai. Diantara fungsi-fungsi penting itu adalah menjadi saluran agregasi politik, pengendalian konflik dan kontrol. Bagaimana pun partai memiliki posisi penting dalam menstimulasi dan menunjukkan arah kepentingan politik yang semestinya menjadi perhatian publik. Selain itu, juga dapat menjadi saluran yang tepat saat konflik muncul dan eskalatif sekaligus menjadi pengontrol yang efektif dalam sebuah sistem politik. 40 2.3 Konseptualisasi Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep dan bersifat abstrak. Dengan kata lain, untuk membantu menjawab rumusan masalah, serta mempermudah pengukuran hasil penelitian, maka diperlukan penjelasan tentang batasan-batasan variabel yang akan diteliti. Berdasarkan judul yang diangkat yaitu “Modernisasi Partai Politik di Tingkat Lokal (Studi Kasus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo”), maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah tentang dimensi modernisasi partai politik. Penjelasan tentang dimensi modernisasi partai politik tersebut dijelaskan sebagai berikut. Modernisasi yang dimaksud berkaitan dengan bagaimana upaya pelaksanaan modernisasi Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Pada saat ini Partai Demokrat sudah menuju modernisasi politik, dengan memasukkannya modernisasi ke dalam lima agenda Partai Demokrat tahun 2015. Modernisasi tersebut meliputi infra struktur dan system politik. Namun, dalam perjalanan menuju modernisasi berbagai permasalahan dihadapi partai Demokrat, salah satunya konflik internal partai. Oleh karena itu, secara operasional penelitian ini akan melihat sejauh mana modernisasi di tubuh Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo dilakukan. Konseptualisasi dalam penelitian ini terdiri dari dua segi kepentingan, yaitu kepentingan akademis dan kepentingan praksis. Dari segi kepentingan akademis, penelitian ini akan mengukuhkan, menyangkal, atau melakukan revisi terhadap teori partai politik modern yang dikembangkan Sartori (2005:57). Indikator yang dipakai 41 dalam mengkategorikan partai politik modern adalah keterbukaan, ideologi, regenerasi yang teratur, dan kaderisasi yang baik. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan dengan pentingnya penelitian itu dalam pengembangan ilmu politik yang dapat berguna bagi kemajuan akademik Program Studi Ilmu Politik. Untuk memperjelas konsep berpikir dalam penelitian tentang “Modernisasi Partai Politik di Tingkat Lokal (Studi Kasus Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo)” menjabarkannya ke dalam rescoping penelitian sebagai berikut. 42 maka peneliti RESCOPING PENELITIAN PARTAI DEMOKRAT KABUPATEN SEMARANG KOTA SALATIGA KABUPATEN PURWOREJO 1. 1. 2. 3. 4. Keterbukaan Ideologi Regenerasi Kaderisasi 2. GAP REGULASI PARTAI DEMOKRAT TEORI PARTAI POLITIK MODERN 3. 4. INPUT PROSES KONFLIK INTERNAL PARTAI DEMOKRAT MODERNISASI PARTAI DEMOKRAT Gambar 2.2 Rescoping Penelitian 43 UU Partai Politik AD/ART Partai Demokrat Visi dan Misi Partai Demokrat Kebijakan Partai Demokrat HASIL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Ditinjau dari permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini, maka desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif yang didukung dengan pendekatan kuantitatif sederhana. Sugiyono (2013:336) mendefinisikan penelitian deskriptif adalah penelitian yang bersifat menggambarkan suatu fenomena, peristiwa, gejala, baik menggunakan data kualitatif maupun kuanitatif yang bertujuan untuk mendapatkan dan menyampaikan faktafakta dengan jelas dan teliti. Metode penelitian deskriptif juga dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya. Creswell (2014: 19-21) menyampaikan dalam penelitian kualitatif terdapat lima jenis penelitian. Kelima jenis penelitian tersebut antara lain etnografi, grounded theory, studi kasus (cas study), fenomenologi dan naratif. Dari kelima jenis penelitian tersebut, peneliti memilih salah satu jenis penelitian tersebut, yaitu penelitian studi kasus. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan secara cermat tentang modernisasi politik Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Dari penjelasan Sugiyono maupun Creswell di atas, untuk mendapatkan data yang dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti cenderung menggunakan pendekatan kualitatif untuk menemukan data pokoknya, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan sebagai pendukung dan hanya menunjukkan 44 ranking saja. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dan digunakan untuk menggali informasi yang sifatnya lebih mendalam serta untuk memperjelas gambaran tentang modernisasi Partai Demokrat di Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data dan individu sebagai unit analisa. Pendekatan kuantitatif dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data, dengan tujuan memberikan penjelasan mengenai hubungan antara beberapa variabel penelitian. 3.2 Fokus Penelitian Fokus penelitian ini membahas tentang modernisasi partai politik di tingkat lokal khususnya pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Munculnya gagasan untuk melakukan penelitian ini diawali dari adanya permasalahan yang dihadapi Partai Demokrat, yaitu terkait dengan konflik internal. Konflik internal tersebut disebabkan karena adanya pemberhentian Ketua DPC yang menurut isu di media tidak dilakukan melalui prosedur. Oleh karena itu, fokus utama dari penelitian ini tentunya adalah melihat dinamika konflik internal dan mengetahui bagaimana pelaksanaan indikator modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. 45 3.3 Situs Penelitian Situs penelitian adalah tempat seorang peneliti melakukan sebuah penelitian atau tempat penelitian tersebut dilakukan. Situs penelitian yang digunakan untuk tesis ini adalah tiga kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, yang meliputi Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Alasan peneliti memilih ketiga kabupaten/kota tersebut sebagai situs penelitian karena penelitian ini bermaksud untuk mengkaji dinamika konflik internal dalam konteks modernisasi politik, khususnya di daerah yang mengalami konflik internal. Secara lebih jelas, situs penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Lokasi Lokasi Gambar 3.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Tengah Sumber: Peta Administrasi Provinsi Jawa Tengah 3.4 Subjek Penelitian Penelitian ini fokus pada kajian tentang dinamika konflik internal dan modernisasi politik pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Penelitian ini mengambil informan yang dianggap memahami tentang berbagai kasus yang diteliti khususnya yang berhubungan dengan Partai Demokrat. Para Informan yang dapat diwawancarai antara lain: pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang, kader Partai Demokrat Kabupaten Semarang, 46 Sandi (Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kota Salatiga), Yoppy Wibowo (Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo), dan M. Abdullah Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo, Ali Mashadi (Direktur Eksekutif DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah). Selain melakukan wawancara, peneliti juga membagikan kuisioner yang berisi peryataan-peryataan terkait dengan indikator pelaksanaan fungsi partai politik modern, yang meliputi indikator keterbukaan, indikator ideologi, indikator kaderisasi dan indikator regenarsi. Koisioner tersebut disebar di tiga Kabupaten/ Kota yang menjadi objek penelitian, dimana jumlah responden sebanyak 100 responden yang dihitung dengan menggunakan rumus slovin. Adapun penyebaran koisioner yaitu 33 untuk Kabupaten Semarang, 33 untuk Kota Salatiga, dan 34 untuk Kabupaten Purworejo. 3.5 Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka, biasanya berupa uraian dan informasi yang berisi keterangan-keterangan terkait dengan penelitian. Sumber data penelitian berasal dari data penelitian yang diperoleh. Yang menjadi sumber data kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Sumber Data Primer Data primer adalah informasi yang diperoleh langsung dari sumber-sumber primer, yaitu informan pertama atau narasumber. Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang 47 ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan (Sugiyono, 2009: 137). Sumber data primer diperoleh peneliti melalui wawancara maupun penyebaran koisioner kepada responden. Responden adalah orang yang dimintai keterangan tentang suatu fakta atau pendapat, dan keterangan yang diperoleh dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu ketika mengisi angket atau lisan, maupun saat menjawab wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah, Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah dan pengurus serta kader Partai Demokrat Provinsi jawa Tengah. 2) Sumber Data Sekunder Selain kata-kata atau tindakan sebagai sumber data primer, data tambahan seperti dokumen, juga merupakan sumber data. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen KPU Provinsi Jawa Tengah khususnya yang berkaitan dengan perolehan suara Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo, beberapa literatur, artikel, jurnal ilmiah, internet serta hasil penelitian yang terkait dengan kajian tentang dinamika konflik internal dan modernisasi politik. 3.6 Penentuan Informan atau Responden Penelitian Informan dalam penelitian kualitatif sangat membantu peneliti untuk memperoleh sumber data yang relevan. Hal ini disebabkan karena informan memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Beberapa informan yang akan diminta sumber data dapat dijelaskan melalui tabel berikut. 48 Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian No 1 Rumusan Masalah Menerangkan dan menganalisis pelaksanaan modenisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo dilihat dari prespektif indikator partai politik modern. Data yang diperlukan Indikator yang dimiliki Partai Demokrat sebagai partai modern 49 Sumber Metode a. Joko Lestari Wawancara (kader Partai mendalam Demokrat dan Survei Kabupaten Semarang) b. Gunung Imam (PLT Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang) c. Muhdiyono (pengurus PAC Partai Demokrat Ungaran Barat Kabupaten Semarang) d. Hasyim (pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang e. Adhi Sandi (Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kota Salatiga) f. Sri Rohani (Kader Partai Demokrat Kota Salatiga) g. Yophi Prabowo (PLT Ketuan DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo) No Rumusan Masalah Data yang diperlukan Menerangkan dan menganalisis tantangan dan hambatan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo untuk menuju partai politik modern. Sumber h. Ali Mashadi (Direktur Eksekutif Partai Demokrat DPD Jawa Tengah) i. Muhammad Abdullah (Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Metode a. Joko Lestari Wawancara (kader Partai mendalam Demokrat dan Survei Kabupaten Semarang) b. Gunung Imam (PLT Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang) c. Muhdiyono (pengurus PAC Partai Demokrat Ungaran Barat Kabupaten Semarang) d. Hasyim (pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang e. Adhi Sandi (Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kota Salatiga) 50 No Rumusan Masalah 3.7 3.7.1 Data yang diperlukan Sumber f. Sri Rohani (Kader Partai Demokrat Kota Salatiga) g. Yophi Prabowo (PLT Ketuan DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo) h. Ali Mashadi (Direktur Eksekutif Partai Demokrat DPD Jawa Tengah) i. Muhammad Abdullah (Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Metode Teknik Pengumpulan Data Metode Interview (Wawancara) Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interviewing) atau sering disebut dengan istilah teknik wawancara tidak struktur. Dalam teknik wawancara tidak struktur, peneliti merasa tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dan ingin menggali informasinya secara mendalam dan lengkap dari narasumber. Oleh karena itu, wawancara ini dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak formal terstruktur 51 dengan tujuan untuk menggali dan memperoleh informasi yang lebih lengkap (Sutopo 2006:68-69). Dalam kegiatan wawancara peneliti menggunakan panduan wawancara agar kegiatan wawancara dalam penelitian ini memperoleh keterangan tentang bagaimana Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo menjalankan fungsi partai politik modern, serta bagaimana dampak konflik internal terhadap modernisasi Partai Demokrat di ketiga Kabupaten/Kota tersebut. 3.7.2 Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2014). Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi melalui daftar pertanyaan (kuesioner) yang diberikan kepada pengurus Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Semarang yang dihitung menggunakan rumus slovin, yaitu berjumlah 100 orang. 3.7.3 Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, prestasi, agenda, dan sebagainya. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data serta informasi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Hal ini dilakukan untuk melengkapi dan membuktikan data yang diambil. Berkaitan dengan penelitian ini, maka dokumen yang dikaji berupa dokumen tentang Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. 52 Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, literatur, internet, dan lain-lain yang berpotensi dan memiliki keterkaitan dengan masalah penelitian. 3.8 Analisis dan Interpretasi Data 3.8.1 Analisis Data Kualitatif Sebagaimana dijelaskan bahwa ciri utama dari penelitian kualitatif prosedurnya bergantung pada data yang berbentuk teks dan gambar bukan berupa angka, maka inti dari analisis dan interpretasi data kualitatif ialah memaknai data yang berbentuk teks dan gambar yang bukan dalam bentuk angka. Oleh sebab itu, dalam penelitian kualitatif diperlukan beberapa langkah, seperti melakukan analisis secara berbeda-beda, bergerak dalam pemahaman yang semakin mendalam dalam memahami data, menyajikan data, dan membuat interpretasi makna data yang semakin meluas (Sarwono, 2013: 18). Dari penjelasan Sarwono tersebut, analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan cara transkripsi dan kategorisasi yang didasarkan pada tema, kemudian dideskripsikan dan diinterpretasi, sehingga diperoleh makna data yang berkaitan secara langsung dengan masalah yang akan dijawab, yaitu latarbelakang, alasan, dan faktor yang berkaitan dengan dinamika konflik internal, serta modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Untuk lebih memperjelas bagaimana proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti mengadopsi pendekatan linier dan hierarkis yang dibangun dari bawah ke atas, dan saling berhubungan satu sama lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh Creswell ke dalam enam langkah analisis data. Keenam langkah analisis data tersebut antara lain: 53 1) Mengelola dan mempersiapkan data untuk di analisis Dalam langkah ini, peneliti melakukan kegiatan-kegiatan seperti transkripsi data wawancara, men-scaning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah, dan yang terakhir menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi yang diperoleh (Creswell, 2014: 276). 2) Membaca keseluruhan data Kegiatan yang dilakukan peneliti dalam langkah ini adalah membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Untuk merefleksikan makna data yang diperoleh, peneliti menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh (Creswell, 2014: 276). 3) Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data Mengutip pendapat Rossman dan Rallis (dalam Cresswell, 2014: 276-277) yang dimaksud coding adalah proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Beberapa tahapan yang dilakukan peneliti di langkah ini diantaranya mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke dalam kategori-kategori, dan kemudian melabeli kategori-kategori tersebut dengan istilah-istilah khusus yang seringkali didasarkan pada istilah atau bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan. Kegiatan ini sering disebut dengan istilah in vivo. 4) Menerapkan proses coding Tujuan menerapkan proses coding adalah untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori, dan tema-tema yang akan di analisis. Deskripsi diperoleh dengan melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai 54 orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu (Creswell, 2014: 282-283). 5) Menghubungkan tema/deskripsi-deskripsi khsusnya pada penelitian studi kasus Pada langkah ini, peneliti menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema yang diperoleh disajikan kembali ke dalam narasi atau laporan kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menerapkan pendekatan naratif dalam menyampaikan hasil analisis. Pendekatan naratif yang dimaksud meliputi pembahasan tentang kronologi peristiwa, tema-tema tertentu (lengkap dengan subtema-subtema, ilustrasi-ilustrasi khusus, perspektif-perspektif, dan kutipankutipan), atau tentang keterhubungan antartema (Creswell, 2014: 283). Selain pembahsan tersebut, peneliti juga menggunakan instrument lain berupa visual-visual, gambar-gambar, atau tabel-tabel guna membantu proses penyajian data penelitian. 6) Menginterpretasi tema-tema/deskripsi-deskripsi Kegiatan interpretasi atau pemaknaan dilakukan dengan maksud membantu peneliti menegaskan apakah hasil penelitian membenarkan atau justru menyangkal informasi-informasi sebelumnya. Dengan kata lain, interpretasi data merupakan proses perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari literatur atau teori-teori yang digunakan. Interpretasi data biasanya berupa kumpulan pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu dijawab selanjutnya (pertanyaan-pertanyaan yang berasal dari data dan analisis, dan bukan bukan dari hasil ramalan peneliti (Creswell, 2014: 283-284). 55 Keenam langkah analisis data tersebut kemudian secara jelas digambarkan pada gambar berikut. Menginterpretasi tema-tema/deskripsideskripsi Menghubungkan tema-tema/deskripsideskripsi (studi kasus) Tema-tema Menvalidasi keakuratan inforasi Deskrips i Men-coding data (tangan atau computer) Membaca keseluruhan data Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis Data mentah (transkripsi, data, lapangan, gambar, dan sebagainya) Gambar 3.2 Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif Sumber: Creswell (2014: 277) 3.8.2 Analisis Data Kuantitatif 3.8.2.1 Teknik Pengolahan Data Kuantitatif 56 Pengolahan data kuantitatif diperoleh melalui metode survei dengan menggunakan angket dan diolah menggunakan statistik deskriptif yang berupa skala lirket dan prosentase. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pengurus, kader atau simpatisan Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo pada pemilu legislatif tahun 2014. Pada pemilu legislatif Partai Demokrat di Kabupaten Semarang memperoleh suara sebanyak 42.222 suara, Kota Salatiga 8.502 suara, dan Kabupaten Purworejo memperolah 44.663 suara. Jika kemudian diakumulasikan, ketiga Kabupaten / Kota tersebut mendapatkan suara sebanyak 9.387 suara. Sugiyono (2014: 80) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Bagian dari jumlah karetistik yang dimiliki populasi inilah yang menurut Sugiyono disebut sebagai sampel. Jika peneliti memiliki keterbatasan dana, tenaga dan waktu dalam penelitian tersebut, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Hal ini dimungkinkan mengingat jumlah populasi yang besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Penentuan sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Riduwan 2010) yaitu : n= N N (e)2 + 1 n = ukuran sampel N = populasi (pengurus, kader atau simpatisan Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo) e = tingkat presisi yang ditetapkan 57 Dalam penelitian ini digunakan tingkat presisi ketidaktelitian 10% sehingga ukuran sampel dalam penelitian ini yaitu: n= 95.387 95.387 (0,1)2 + 1 n= 95.387 95.387 x 0,01 + 1 n = 99, 89527 n dibulatkan menjadi 100 sampel 3.8.2.2 Teknik Pengukuran Skor Teknik pengukuran skor dalam penelitian ini menggunakan teknik penilaian skala Likert. Sugiyono (2014: 93) menjelaskan teknik skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial, yang mana fenomena sosial tersebut telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Data yang diperoleh merupakan data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Lebih lanjut Sugiyono mengemukakan bahwa dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan maupun pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen dalam skala Linkert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: (a) sangat setuju sampai dengan sampai sangat tidak setuju; (b) selalu sampai tidak pernah; (c) sangat positif sampai sangat negatif; dan (d) sangat baik sampai sangat tidak baik. 58 Dengan dasar penjelasan Sugiyono tersebut, peneliti memilih bentuk gradasi dari sangat baik sampai sangat tidak baik dengan variabel penelitian Modernisasi Partai Demokrat, yang kemudian dijabarkan menjadi 4 indikator, yaitu keterbukaan, pelaksanaan ideologi, pelaksanaan sistem regenerasi, dan kaderisasi yang baik. Untuk kategori penilaian, peneliti memberi nilai persepsi 1 bila indikator yang dimaksud menunjukkan sangat tidak baik, tidak baik diberi nilai persepsi 2, baik diberi nilai persepsi 3, dan sangat baik diberi nilai persepsi 4. Contoh bentuk checklist teknik pengukuran skor dengan skala Likert dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Berilah jawaban pernyataan/pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda (V) pada kolom yang tersedia! Tabel 3.2 Indikator 1: Apakah Partai Demokrat termasuk partai yang terbuka? No Pernyataan Interval Nilai 4 1. Kader memiliki akses yang sama untuk memperoleh informasi terkait dengan kebijakan Partai Demokrat 2. Partai Demokrat terbuka dalam menyampaikan laporan keuangan kepada kader Partai Demokrat terbuka dalam menyampaikan program kerja kepada kader Komunikasi antara elit Partai Demokrat dan kader berjalan baik Partai Demokrat terbuka terhadap kritik 3. 4. 5. 59 2 3 1 Tabel 3.3 Indikator 2: Apakah Partai Demokrat memiliki ideologi yang jelas? No Pernyataan Interval Nilai 4 1. Partai Demokrat terbuka untuk semua warga Negara tanpa memandang ras, golongan, maupun kelompok tertentu 2. Terdapat pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas Mekanisme penyelesaian konflik internal partai melalui musyawarah Kesantunan Partai Demokrat Terdapat toleransi terhadap perbedaan 3. 4. 5. 3 2 1 Tabel 3.4 Indikator 3 : Apakah Partai Demokrat memiliki sistem regenerasi yang teratur? No Pernyataan Interval Nilai 4 1. 2. 3. 4. 5. Semua kader memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam sistem kepengurusan Partai Demokrat Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria dalam menentukan pengurus Mekanisme pergantian pengurus sesuai AD/ART 60 3 2 1 Tabel 3.5 Indikator 4 : Apakah Partai Demokrat mempunyai sistem kaderisasi yang baik? No Pernyataan Interval Nilai 4 1. Ketepatan waktu pelatihan kader 2. Partai memiliki pedoman dan kriteria dalam merekrut kader Mekanisme penjaringan kader partai dilakukan tidak berdasarkan kedekatan personal atau persaudaraan Sistem rekruitmen kader dilakukan secara terbuka, transparan, dan akuntabel Keterwakilan kader perempuan 3. 4. 5. 3 2 1 Keterangan: SB : Sangat baik (4) B : Baik (3) TB : Tidak baik (2) STB : Sangat tidak baik (1) Setelah pengambilan data melalui kuesioner selesai, maka langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah skor untuk responden (…..orang) yang menjawab SB x 4 Jumlah skor untuk responden (…..orang) yang menjawab B x 3 Jumlah skor untuk responden (…..orang) yang menjawab TB x 2 Jumlah skor untuk responden (…..orang) yang menjawab STB x 1 =…..orang Jumlah total Setelah ditemukan jumlah total, maka selanjutnya menghitung skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 4 x 91 = 364 (seandainya semua menjawab SB), 61 maka tingkat keterbukaan Partai Demokrat dapat dihitung dengan rumus: Jumlah total : skor ideal) x 100%. Setelah mendapatkan skor ideal, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh. Sebagaimana disampaikan di awal, penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif yang didukung pendekatan kuantitatif sederhana (deskriptif kuantitatif). Dengan demikian, data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif yang diungkapkan dalam distribusi skor dan persentase terhadap kategori skala penilaian yang telah ditentukan. Setelah penyajian dalam bentuk persentase, langkah selanjutnya adalah mendeskriptifkan dan mengambil kesimpulan tentang masing-masing indikator. Kesesuaian aspek dalam indikator partai politik modern ini dapat menggunakan tabel interpretasi skor sebagai berikut. Tabel 3.6 Interpretasi Presentase Tanggapan Responden Persentase Kriteria 36,01% - 52 % Sangat tidak baik 52,01% - 68% Tidak baik 68,01% - 84% baik 84,01% - 100% Sangat baik Sumber: dikembangkan dari model interpretasi skor Narimawati (2007:85) 3.9 Kualitas Data Untuk menjamin validitas data yang diperoleh, peneliti melakukan uji kualitas data dengan menggunakan teknik trianggulasi. Patton (dalam Sutopo, 2006: 92) menyatakan ada empat macam teknik trianggulasi, yakni (1) triangulasi data, (2) triangulasi peneliti, (3) triangulasi metodologis, dan (4) triangulasi teoretis. Melalui teknik triangulasi tersebut, data-data penelitian dipastikan berasal dari sumber62 sumber data yang legal, akurat dan valid, baik sumber data primer maupun sumber data skunder. Keempat macam teknik triangulasi data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Triangulasi data merupakan kegiatan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. b. Triangulasi peneliti dilakukan melalui dua strategi, yaitu mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan melakukan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. c. Triangulasi metodologis dilakukan dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lain untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. d. Triangulasi teoritis didapatkan berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. 3.10 Pembatasan dan Keterbatasan Penelitian Untuk menfokuskan penelitian, periode yang diteliti dibatasi pada kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2015. Pembatasan tersebut dilakukan dengan alasan bahwa dari tahun 2010 hingga tahun 2015 dari data awal yang diperoleh, peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa dinamika konflik internal Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo terjadi secara terbuka. Hal ini sangat menarik jika dikaitkan dengan upaya Partai Demokrat mewujudkan modernisasi. Selain itu, pada periode tersebut, belum banyak penelitian lain yang membahas tentang dinamika konflik internal dan modernisasi Partai Demokrat. 63 BAB IV SETTING OBJEK PENELITAN 4.1 Kekuatan Politik Partai Demokrat di Tiga Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo Partai Demokrat merupakan salah satu partai politik yang berpartisipasi pada pelaksanaan pemilu 2004, 2009, 2014. Dalam periodisasi keikutsertaannya pada pelaksanaan pemilu tersebut, Partai Demokrat mengalami berbagai dinamika politik termasuk naik turunnya jumlah perolehan suara. Pada pelaksanaan pemilu, khususnya pemilu legislatif di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo, Partai Demokrat termasuk partai politik yang tidak stabil dalam perolehan suara. Bahkan pada penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2014, di Kabupaten Semarang, Partai Demokrat hanya memperoleh 42.223 suara, di Kota Salatiga mendapatkan 8.502 suara, sedangkan di Kabupaten Purworejo hanya mendapatkan 44.663 suara. Dengan perolehan suara yang tidak stabil, jumlah kursi yang dimiliki Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo pun juga tidak stabil. Pada pelaksanaan pemilu legislatif 2014 perolehan kursi Partai Demokrat di tiga kabupaten/kota tersebut bahkan mengalami penurunan drastis. Sebagaimana data yang diperoleh, pada pelaksanaan pemilu legislatif 2014 di Kabupaten Semarang Partai Demokrat hanya mendapatkan 1 kursi (berkurang 3 kursi dari pileg tahun 2009), di Kota Salatiga mendapatkan 2 kursi (berkurang 4 kursi dari pileg 2009), dan di Kabupaten Purworejo meskipun tidak mengalami penurunan yang drastis seperti dua kabupaten/kota sebelumnya juga hanya mendapatkan 6 kursi (turun 2 kursi dari pileg 2009). 64 Adapun rincian perolehan jumlah suara dan jumlah kursi pada pemilu legislatif tahun 2014 pada masing-masing kabupaten/kota tersebut dapat digambarkan pada tabel berikut. Tabel 4.1 Rincian Perolehan Jumlah Suara dan Jumlah Kursi Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Kabupaten Semarang No Nama Partai Politik Perolehan Suara Jumlah Kursi 1 Partai Nasional Demokrat (Nasdem) 21.038 0 2 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 65.846 5 3 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 50.787 5 4 Partai Demokrasi Perjuangan 130.006 11 Indonesia (PDIP) 5 Partai Golongan Karya (Golkar) 58.455 5 6 Partai Gerakan Indonesia Raya 57.153 5 (Gerindra) 7 Partai Demokrat 42.223 4 8 Partai Amanat Nasional (PAN) 52.308 3 9 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 49.000 3 10 Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 44.108 4 11 Partai Bulan Bintang (PBB) 1.251 0 12 Partai Keadilan & Persatuan 1.723 0 Indonesia (PKPI) Jumlah 573.898 45 Sumber: diolah dari data KPU Kabupaten Semarang 2014 Perolehan kursi dan perolehan suara Partai Demokrat di masing-masing dapil secara rinci dijabarkan melalui tabel berikut. Tabel 4.2 Perolehan suara Partai Demokrat Kabupaten Semarang Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 DAPIL Perolehan Suara Jumlah Kursi I 11.596 1 II 11.603 1 III 5.908 IV 6.407 1 V 6.708 1 Jumlah Total 42.222 4 Sumber: diolah dari Laporan KPU tentang Penyelenggaraan Pemilu Kabupaten Semarang tahun 2014 65 Keterangan: Dapil I meliputi: Kecamatan Bergas, Kecamatan Ungaran Barat, dan Kecamatan Ungaran Timur Dapil II meliputi: Kecamatan Tuntang, Kecamatan Bawen, dan Kecamatan Pringapus Dapil II meliputi: Kecamatan Suruh, Kecamatan Pabelan, Kecamatan Bringin, dan Kecamatan Bancak Dapil III meliputi: Kecamatan Getasan, Kecamatan Tengaran, Kecamatan Susukan, dan Kecamatan Kaliwungu Dapil IV meliputi: Kecamatan Banyubiru, Kecamatan Jambu, Kecamatan Sumowono, Kecamatan Ambarawa, dan Kecamatan Bandungan Tabel 4.3 Rincian Perolehan Jumlah Suara dan Jumlah Kursi Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Kota Salatiga No Nama Partai Politik Perolehan Suara Jumlah Kursi 1 Partai Nasional Demokrat (Nasdem) 6.086 1 2 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 7.711 2 3 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 15.170 4 4 Partai Demokrasi Perjuangan 31.582 8 Indonesia (PDIP) 5 Partai Golongan Karya (Golkar) 9.642 2 6 Partai Gerakan Indonesia Raya 12.176 4 (Gerindra) 7 Partai Demokrat 8.502 3 8 Partai Amanat Nasional (PAN) 4.046 0 9 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6.023 1 10 Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 944 0 11 Partai Bulan Bintang (PBB) 554 0 12 Partai Keadilan & Persatuan 896 0 Indonesia (PKPI) Jumlah 103.336 25 Sumber: diolah dari data KPU Kota Salatiga 2014 Tabel 4.4 Perolehan suara Partai Demokrat Kota Salatiga Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 DAPIL Perolehan Suara Jumlah Kursi I 2573 1 II 1847 1 III 1892 IV 2190 1 Jumlah Total 8502 3 Sumber: diolah dari Laporan KPU tentang Penyelenggaraan Pemilu Kota Salatiga tahun 2014 66 Keterangan: Dapil I meliputi: Kecamatan Argomulyo Dapil II meliputi: Kecamatan Sidomukti Dapil II meliputi: Kecamatan Sidorejo Dapil III meliputi: Kecamatan Tingkir Tabel 4.5 Rincian Perolehan Jumlah Suara dan Jumlah Kursi Pemilihan Legislatif Tahun 2014 Kota Salatiga No Nama Partai Politik Perolehan Suara Jumlah Kursi 1 Partai Nasional Demokrat (Nasdem) 15.101 2 2 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 24.938 6 3 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 15.321 4 4 Partai Demokrasi Perjuangan 47.258 8 Indonesia (PDIP) 5 Partai Golongan Karya (Golkar) 47.151 7 6 Partai Gerakan Indonesia Raya 35.410 6 (Gerindra) 7 Partai Demokrat 21.659 6 8 Partai Amanat Nasional (PAN) 14.589 1 9 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 7.613 2 10 Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 17.640 3 11 Partai Bulan Bintang (PBB) 6.519 12 Partai Keadilan & Persatuan 2.735 Indonesia (PKPI) Jumlah 255.934 45 Sumber: diolah dari data KPU Kabupaten Purworejo 2014 Tabel 4.6 Perolehan suara Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 DAPIL Perolehan Suara Jumlah Kursi I 6.276 1 II 3.704 1 III 6.908 1 IV 4.771 1 V 10.397 1 VI 12.607 1 Jumlah Total 44.663 6 Sumber: diolah dari Laporan KPU tentang Penyelenggaraan Pemilu Kabupaten Purworejo tahun 2014 67 Keterangan: Dapil I meliputi: Kecamatan Kaligesing, dan Kecamatan Purworejo Dapil II meliputi: Kecamatan Ngombol, Kecamatan Purwodadi, dan Kecamatan Bagelen Dapil III meliputi: Kecamatan Banyuurip, dan Kecamatan Bayan Dapil IV meliputi: Kecamatan Grabak, Kecamatan Kutoarjo, dan Kecamatan Butuh Dapil V meliputi: Kecamatan Pituruh, Kecamatan Kemiri, dan Kecamatan Bruno Dapil VI meliputi: Kecamatan Gebang, Kecamatan Loano, dan Kecamatan Bener Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kekuatan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Semarang termasuk rendah. Dalam usaha memobilisasi masyarakat untuk memilih Partai Demokrat masih di bawah partai-partai lain seperti PDIP, Golkar, Gerindra dan PKS. Gambaran umum tentang kekuatan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo di atas memiliki makna bahwa elektabilitas politik pada Partai Demokrat masih belum stabil dalam mengambil hati masyarakat. Dari sebanyak 12 partai politik menjadi peserta Pemilu tahun 2014 di tiga daerah tersebut jika diakumulasikan Partai Demokrat memiliki wakil yang cukup sedikit yaitu 4 wakil di Kabupaten Semarang, 3 wakil di Kota Salatiga, dan 6 wakil di Kabupaten Purworejo. 4.2 Profil Singkat Partai Demokrat Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang secara geografis terletak pada 110°14’54,75’’ sampai dengan 110°39’3’’ Bujur Timur dan 7°3’57” sampai dengan 7°30’ Lintang Selatan. Keempat koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,674 Ha. Secara administratis letak geografis Kabupaten Semarang berbatasan langsung dengan enam Kabupaten/Kota, selain itu di tengah-tengah wilayah Kabupaten 68 Semarang terdapat Kota Salatiga. Di sisi sebelah Barat, Wilayah Kabupaten Semarang berbatasan dengan wilayah administrasi Kabupaten Kendal dan Temanggung, disisi Selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Sementara disisi sebelah Timur wilayah Kabupaten Semarang berbatasan dengan Wilayah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Semarang (BPS Kabupaten Semarang Tahun 2014). Kabupaten Semarang memiliki 19 Kecamatan yang terdiri dari 235 desa/kelurahan. Pada tahun 2014, Kabupaten Semarang memiliki lima daerah pemilihan (dapil). Kelima dapil tersebut antara lain dapil 1 yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Ungaran Barat, Kecamatan Ungaran Timur dan Kecmatan Bergas dengan jumlah Pemilh 139459. Dapil 2 terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bawen, Kecamatan Pringapus, dan Kecamatan Tuntang dengan jumlah pemilih 119460. Dapil 3 terdiri dari 5 Kecamatan, yaitu Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Jambu, Kecamatan Sumowono, Kecamatan Banyubiru, dan Kecamatan Bandungan dengan jumlah pemilih 169166. Dapil 4 terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Beringin, Kecamatan Bancak, Kecamatan Pabelan, dan Kecamatan Suruh dengan jumlah pemilih 142135, dan dapil 5 terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Getasan, Kecamatan Tengaran, Kecamatan Susukan dan Kecamatan Kaliwungu dengan jumlah pemilih 150279. Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimpulkan jumlah Pemilih pada pileg 2014 sebanyak 744.958 pemilih sedangkan suara sah yang masuk sebanyak 573.898 suara. Jumlah suara ini tersebar tidak merata di kecamatan, dengan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,04 persen. Suara terbanyak berada di Kecamatan Suruh, UngaranBarat, Tengaran dan Tuntang, sedangkan yang terkecil di Kecamatan Bancak, Kaliwungu dan Sumowono. Persentase pemilih yang menggunakan hak 69 pilihnya paling besar di kecamatan Getasan, Bawen, Tengaran, Bandungan dan Bergas dengan partisipasi lebih besar dari 80 persen. Persentase partisipasi pemilih terkecil di Kecamatan Bancak (66,63 persen) dan Kecamatan Suruh 69,54 persen). Ada beberapa Kecamatan yang persentase partisipasi pemilihnya di bawah angka partisipasi Kabupaten sebesar 77,04 persen meliputi kecamatan Bancak, Suruh, Susukan, Kaliwungu, Bringin, Pabelan, Ungaran Barat, Ambarawa dan Sumowono (BPS Kabupaten Semarang tahun 2014). Dewan Pengurus Cabang Partai Demokrat Kabupaten Semarang merupakan Dewan Pengurus Cabang Partai Demokrat Kabupaten Semarang pada saat ini berkedudukan di Kecamatan Ungaran Timur, tepatnya di Jalan Ahmad Yani Ruko Ungaran Center No 1 Asrama, Kabupaten Semarang. DPC ini berdiri pada tahun 2003 dengan diketuai oleh Sugito dan Sekretaris Sutiyono, S.H. Dewan Pimpinan Cabang merupakan pelaksana Partai di tingkat Kabupaten Semarang yang kepengurusannya bersifat kolektif. Adapun pengesahan berdirinya Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Dewan Pimpinan Cabang berwenang untuk menentukan kebijakan tingkat Kotamadya sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, ketetapan Kongres, Rapat Tingkat Nasional serta peraturan partai lainnya. 70 Gambar 4.1 Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang Sumber: Dokumentasi Pribadi 4.3 Profil Singkat Partai Demokrat Kota Salatiga Kota Salatiga merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah ± 56,78 km², berpenduduk 171.067 jiwa. Secara geografis Kota Salatiga terletak antara 007.17‟ dan 007.17.23” Lintang Selatan dan antara 110.27‟.56,81” dan 110.32‟.464” Bujur Timur. Sedangkan secara administratif Kota Salatiga berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Semarang dan dibagi menjadi 4 kecamatan dan 23 kelurahan. 4 kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Sidorejo, KecamatanTingkir, Kecamatan Sidomukti, dan Kecamtan Argomulyo (http://salatigakota.go.id/TentangGeografi.php diudnduh tanggal 20 Mei 2016 pukul 11:53). Pada tahun 2014, Kota Salatiga memiliki empat dapil. Keempat dapil tersebut antara lain: dapil 1 (Kecamatan Argomulyo), dapil 2 (Kecamatan Sidomukti), dapil 3 (Kecamatan Sidorejo), dan dapil 4 (Kecamatan Tingkir). Dewan Pengurus Cabang Partai Demokrat (PD) Kota Salatiga memiliki sekretariatan di Jalan Veteran 51 Kota Salatiga. Dewan Pimpinan Cabang merupakan pelaksana Partai di tingkat Kota Salatiga yang kepengurusannya bersifat kolektif. Adapun pengesahan berdirinya Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ditetapkan 71 oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Dewan Pimpinan Cabang berwenang untuk menentukan kebijakan tingkat Kotamadya sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, ketetapan Kongres, Rapat Tingkat Nasional serta peraturan partai lainnya. Gambar 4.2 Kantor DPC Partai Demokrat Kota Salatiga Sumber: Dokumentasi Pribadi 4.4 Profil Singkat Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Kabupaten Purworejo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 109o47’28’’ sampai 110o8’20” Bujur Timur dan antara 7o32’’ sampai 7o54’’ Lintang Selatan. Sebelah Utara Kabupaten Purworejo berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Magelang dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya Kabupaten Kulonprogo (BPS Kabupaten Purworejo 2014). Berdasarkan data tersebut Kabupaten purworejo termasuk di dapil IV (Dapil) Jawa Tengah dengan memilik 6 dapil yang meliputi dapil 1 (Kecamatan Argomulyo), 72 dapil 2 (Kecamatan Sidomukti), dapil 3 (Kecamatan Sidorejo), dan dapil 4 (Kecamatan Tingkir). Untuk Dewan Pengurus Cabang Partai Demokrat Kabupaten Purworejo pada saat ini berkedudukan di Jalan Brigjen Katamso No 89 Purworejo. Dewan Pimpinan Cabang merupakan pelaksana Partai di tingkat Kabupaten Purworejo yang kepengurusannya bersifat kolektif. Adapun pengesahan berdirinya Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD). Dewan Pimpinan Cabang berwenang untuk menentukan kebijakan tingkat Kotamadya sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, ketetapan Kongres, Rapat Tingkat Nasional serta peraturan partai lainnya. Gambar 4.3 Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Sumber: Dokumentasi Pribadi 4.5 Sejarah Partai Demokrat Partai Demokrat didirikan pada hari minggu 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003. Partai Demokrat merupakan sebuah organisasi politik yang dibentuk atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan kepentingan 73 anggota maupun kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, dengan ideologi Nasionalis-Religius, Partai Demokrat berusaha bekerja keras untuk mewujudkan kepentingan rakyat dengan landasan moral dan agama serta memperhatikan aspek nasionalisme, humanisme, dan pluralisme dalam rangka mencapai tujuan perdamaian, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Usaha keras Partai Demokrat ini yang kemudian menghasilkan suatu doktrin yang bernama Tri Pakca Gatra Praja. Yang dimaksud Tri Pakca Gatra Praja adalah tiga kehendak yang kuat atau tiga ketetapan hati dalam membangun bangsa dan negara, yang diwujudkan ke dalam Trilogi Perjuangan Partai, yaitu demokrasi, kesejahteraan, dan keamanan serta Tiga Wawasan Partai, yaitu nasionalisme, humanisme, dan pluralisme. Pendirian Partai Demokrat didasarkan pada upaya membentuk partai politik yang modern dan terbuka bagi segenap warga bangsa Indonesia. Hal ini mengandung perngertian bahwa Partai Demokrat bersifat terbuka untuk siapa saja tanpa membedakan suku bangsa, ras, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pendiriannya adalah untuk menegakkan, mempertahankan, dan mengamankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan jiwa Proklamasi Kemerdekaan serta untuk mewujudkan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan AD/ART, Partai Demokrat melaksanakan program-program yang diamanatkan UU Partai Politik (UU No 2 Tahun 2011) melalui penjabaran visi dan misi partai. Visi dan misi Partai Demokrat adalah sebagai berikut. Visi Partai Demokrat “bersama masyarakat luas berperan mewujudkan keinginan luhur rakyat Indonesia agar mencapai pencerahan dalam kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur, menjunjung tinggi semangat Nasionalisme, Humanisme dan Internasionalisme, atas dasar ketakwaan 74 kepada Tuhan yang maha Esa dalam tatanan dunia baru yang damai, demokratis dan sejahtera”. Misi Partai Demokrat Misi Partai Demokrat meliputi dua misi yaitu: a. memberikan garis yang jelas agar partai berfungsi secara optimal dengan peranan yang signifikan di dalam seluruh proses pembangunan Indonesia baru yang dijiwai oleh semangat reformasi serta pembaharuan dalam semua bidang kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan kedalam formasi semula sebagaimana telah diikrarkan oleh para pejuang, pendiri pencetus Proklamasi kemerdekaan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan titik berat kepada upaya mewujudkan perdamaian, demokrasi (Kedaulatan rakyat) dan kesejahteraaan; b. meneruskan perjuangan bangsa dengan semangat kebangsaan baru dalam melanjutkan dan merevisi strategi pembangunan Nasional sebagai tumpuan sejarah bahwa kehadiran partai Demokrat adalah melanjutkan perjuangan generasi-generasi sebelumnya yang telah aktif sepanjang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, sejak melawan penjajah merebut Kemerdekaan, merumuskan Pancasila dan UUD 1945, mengisi kemerdekaan secara berkesinambungan hingga memasuki era reformasi; c. memperjuangkan tegaknya persamaan hak dan kewajiban Warganegara tanpa membedakan ras, agama, suku dan golongan dalam rangka menciptakan masyarakat sipil (civil society) yang kuat, otonomi daerah yang luas serta terwujudnya representasi kedaulatan rakyat pada struktur lebaga perwakilan dan permusyawaratan”. Dalam upaya mewujudkan visi dan misi tersebut, Partai Demokrat memasukkan lima agenda kegiatan pada tahun 2015 sebagai berikut. a. Modernisasi yang meliputi infrastruktur fisik maupun sistem. b. Peningkatan kepemimpinan dan manajemen yang mencakup pendidikan dan pelatihan bagi kader Partai Demokrat. c. peningkatan pengabdian kepada masyarakat. d. Penyuksesan pilkada (pemilihan langsung kepala daerah) yang meliputi pemilihan calon terbaik yang beritegritas, kapasitas, elektabilitas, dan mengutamakan kader. e. Penyuksesan pemilu 2019 dengan tetap melaksanakan politik yang bersih, cerdas, dan beretika. 75 Upaya modernisasi Partai Demokrat sudah teramanatkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART. Anggaran Dasar Partai Demokrat berbunyi “….Meyakini bahwa perjuangan itu hanya dapat berhasil dengan ridha Allah Yang Maha Besar, Tuhan Yang Maha Esa, serta usaha-usaha yang sungguh-sungguh, kerja keras, penuh kebijaksanaan, dan berkelanjutan dan berkesinambungan, seraya memohon ridha Allah, Tuhan Yang Maha Esa, pada hari Minggu, tanggal 9 September tahun 2001 didirikan partai politik yang modern dan terbuka bagi segenap warga bangsa dengan nama “PARTAI DEMOKRAT”…., Kutipan Anggaran Dasar tersebut menunjukkan bahwa Partai Demokrat mendeklarasikan diri sebagai partai politik modern dan terbuka. Oleh karena itu, sebagai partai modern dan terbuka sudah sepatutnya Partai Demokrat menjalankan prinsip-prinsip modernitas dalam menjalankan program-program maupun dalam pengambilan keputusan atau kebijakan partai. 76 BAB V MODERNISASI PARTAI DEMOKRAT KABUPATEN SEMARANG, KOTA SALATIGA, DAN KABPUATEN PURWOREJO Pada bab ini, selain memaparkan hasil temuan penelitian, peneliti juga menganalisis sekaligus membahas modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Dalam melakukan analisis dan pembahasan, peneliti mengkombinasikan data hasil temuan penelitian, baik data primer (wawancara dan hasil angket) maupun data sekunder (AD/ART Partai Demokrat, Visi dan Misi, Program Kerja, dan dokumen-dokumen lain) dengan teoriteori yang terkait dengan dinamika konflik dan modernisasi politik. Teori yang terkait dengan penelitian ini antara lain teori yang dikemukakan teori Sartoni (indikator partai politik modern), dan beberapa pernyataan terkait fungsi partai politik modern yang dikembangkan Budiharjo, Surbakti maupun teori lain yang relevan. 5.1 Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo Sartori (2005:57) menjelaskan bahwa partai politik modern idealnya harus memenuhi empat indikator, diantaranya partai politik harus terbuka, partai politik harus mempunyai ideologi yang jelas, partai politik harus memiliki regenerasi yang teratur, serta partai politik harus menjalankan sistem kaderisasi yang baik. Dalam upaya mewujudkan modernisasi ini, Partai Demokrat mengalami berbagai permasalahan terutama terkait dengan masalah internal partai, sehingga dari keempat indikator partai politik modern tersebut, maka hasil dan analisis beberapa hal tentang 77 upaya modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo dijelaskan sebagai berikut. Data yang diperoleh terkait dengan modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo meliputi beberapa hal diantaranya (1) keterbukaan, yang meliputi keterbukaan akses informasi tentang kebijakan dan keputusan, keterbukaan pengelolaan keuangan (laporan keuangan), keterbukaan dalam penyampaian program kerja, keterbukaan komunikasi (antara elit dan kader), dan keterbukaan terhadap kritik; (2) ideologi, yang berkaitan dengan keberagaman kader (terbuka untuk semua warga negara Indonesia tanpa memandang suku, ras, dan agama), pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas, mekanisme penyelesaian konflik internal partai melalui aturan main yang disepakati bersama dalam AD/ART, apakah mekanisme pergantian pengurus dilakukan secara demokratis melalui forum musyawarah sesuai dengan AD/ART, dan toleransi terhadap perbedaan; (3) sistem regenerasi, yang meliputi persiapan regenerasi, syarat mengikuti proses regenerasi, ketepatan waktu dalam melakukan regenerasi, kesempatan dan hak kader dalam sistem kepengurusan Partai Demokrat; (4) kaderisasi, yang meliputi persyaratan perekrutan calon kader partai, kriterian calon pemimpin partai, Mekanisme penjaringan kader, rekruitmen kader dilakukan secara terbuka, transparan, dan akuntabel, dan Pengumuman seleksi kader secara terbuka dan transparan. Penjelasan tentang indikator dan sub indikator tersebut dijelaskan dalam tabel berikut. 78 Tabel 5.1 Indikator dan Sub Indikator Partai Politik Modern Indikator Partai Sub-indikator Partai Politik Modern Politik Modern Keterbukaan - Keterbukaan akses informasi tentang kebijakan dan Pelaksanaan keputusan - Keterbukaan pengelolaan keuangan (laporan keuangan) - Keterbukaan dalam penyampaian program kerja - Keterbukaan komunikasi (antara elit dan kader) - Keterbukaan terhadap kritik Ideologi Partai - Keberagaman anggota/kader - Pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas - Penyelesaian konflik internal melalui musyawarah - Kesantunan - Toleransi terhadap perbedaan Sistem - Persamaan hak menjadi pengurus partai Regenerasi - Persyaratan menjadi pengurus partai - Pendidikan dan pelatihan kader - Kriteria pengurus partai - Mekanisme pergantian pengurus partai sesuai aturan AD/ART Kaderisasi - Ketepatan waktu pelatihan kader - Pedoman dan kriteria calon - Pertimbangan dalam rekruitmen kader - Keterbukaan, transparansi, akuntabilitas sistem rekruitmen - Keterwakilan perempuan Sumber: diolah dari teori Sartori (2005:57) tentang indikator partai politik modern 5.1.1 Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang 5.1.1.1 Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Untuk masalah keterbukaan, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam beberapa sub indikator termasuk ke dalam kategori sangat terbuka. Namun demikian, karena dinamika perpolitikan selalu dinamis, usaha untuk menuju keterbukaan tersebut mengalami berbagai kendala pada sub indikator yang lain. Penjelasan masing-masing sub 79 indikator keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut. Keterbukaan akses informasi merupakan salah satu hal yang penting dalam membangun partai politik menuju modernisasi. Oleh karena itu, untuk mewujudkan modernisasi tersebut, Partai Demokrat di Kabupaten Semarang selalu berusaha memberikan informasi secara terbuka kepada kader. Hal ini dilakukan karena setiap kebijakan partai merupakan hal yang harus diberitahukan kepada masyarakat, termasuk kepada kader dan tidak boleh ditutup-tutupi. Terkait dengan keterbukaan akses informasi tersebut, salah satu kader Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Joko Lestari mengemukakan bahwa: “Selama ini untuk mendapatkan akses informasi terkait dengan pemilu, baik pileg, pilpres, maupun pilkada sangat mudah. Setiap ada agenda tersebut Pimpinan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sering melakukan konsolidasi ke tingkat PAC, sehingga anggota atau kader yang ada di tingkat desa maupun kecamatan tidak ketinggalan berita atau informasi” (wawancara tanggal 9 April 2016). Pernyataan Joko Lestari di atas menunujukkan bahwa dalam mendukung keterbukaan akses informasi, Partai Demokrat Kabupaten Semarang melakukan konsolidasi dengan tingkat di bawahnya (PAC). Konsolidasi ini merupakan salah satu jalan yang dilakukan Pimpinan Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk berkomunikasi secara terbuka kepada kader di tingkat bawah. Dengan adanya komunikasi dalam bentuk konsolidasi inilah, maka Partai Demokrat dapat menginformasikan kepada kader tentang program-program yang sudah disusun, sehingga program-program tersebut dapat terlaksana dengan baik. Namun demikian, lebih lanjut Joko Lestari juga mengemukakan salah satu kendala yang dihadapi Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam melakukan konsolidasi adalah adanya keterlambatan pelaksanaan Muscab. keterlambatan 80 pelaksanaan Muscab ini mengakibatkan komunikasi antara DPC dengan PAC di daerah tertentu mengalami berbagai kendala. Selain itu, pada saat ini Ketua DPC Partai Demokrat di Kabupaten Semarang masih dipegang PLT, sehingga kepengurusan partai belum bisa berjalan sesuai dengan fungsinya. Adapun kutipan pernyataan Joko Lestari tersebut adalah sebagai berikut. “Kendalanya itu kalau ibartanya di DPC dengan PAC itu harus ada saling komunikasi tapi ini kayaknya agak sulit soalnya ini belum Muscab, soalnya ini ketuanya masih PLT, bendahara PLT, sekretaris juga PLT” (wawancara tanggal 9 April 2016). Dari pernyataan Joko Lestari menunjukkan bahwa Partai Demokrat Kabupaten Semarang khususnya dalam hal komunikasi masih mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala yang dihadapi adalah belum adanya Muscab, sehingga struktur kepengurusan DPC Partai Demokrat di Kabupaten Semarang belum tersusun dengan baik. Kendala komunikasi juga disampaikan Muhdiyono, salah satu informan yang merupakan pengurus PAC Partai Demokrat Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Dalam wawancaranya Muhdiyono menyampaikan bahwa: “Komunikasi perlu dilakukan untuk membangun sebuah kekuatan politik di tubuh Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Semarang, jajaran pengurus DPC perlu melaksanakan komunikasi dengan baik. Komunikasi ini dilakukan untuk memberikan pengarahan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengarahan secara langsung biasanya dilaksanakan pada saat rapat antara pengurus DPC dengan PAC untuk membahas persoalan-persoalan serta mencari jalan solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Namun, karena pada saat ini Partai Demokrat sedang berbenah kepengurusan, maka komunikasi mengalami berbagai kendala”. (Wawancara tanggal 6 Mei 2016). Pernyataan Muhdiyono ini memperkuat pernyataan Joko Lestari bahwa komunikasi merupakan faktor penting yang dibutuhkan untuk kemajuan partai politik. Fungsi dari adanya komunikasi tersebut adalah untuk mengevaluasi berbagai permasalahan yang muncul sekaligus mencari solusi terbaik untuk mengatasi 81 permasalahan tersebut. Selain itu, melalui komunikasi dapat diupayakan adanya persamaan persepsi terkait dengan berbagai hal, khususnya yang menyangkut upaya partai Demokrat di Kabupaten Semarang dalam melaksanakan fungsi artikulasi dan agregasi politik. Melalui komunikasi yang sifatnya bottom up dapat diperoleh informasi tentang tuntutan-tuntutan masyarakat yang kemudian dianalisis untuk diusulkan menjadi sebuah kebijakan pemerintah. Namun demikian, untuk menjalankan komunikasi memang tidak semudah yang dibicarakan. Pernyataan Joko Lestari dan dan Muhdiyono ini juga diperkuat pernyataan Gunung Imam. Dalam wawancaranya Gunung Imam yang menyampaikan pernyataan sebagai berikut. “Memang untuk saat ini kami ditugasi untuk menjabat sebagai PLT Partai Demokrat Kabupaten Semarang karena kebetulan Muscab belum diadakan. Sebagai PLT tentunya kami harus bekerja keras untuk menjalin komunikasi yang selama ini memang belum berjalan baik. Kami selalu berusaha untuk menyatukan segala perbedaan pandangan yang sebelumnya terjadi meskipun tidak mudah untuk menjalin komunikasi terutama setelah adanya pergantian posisi di kepemimpinan Partai Demokrat Kabupaten Semarang” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mewujudkan modernisasi partai politik. Dengan terwujudnya komunikasi yang baik, maka segala kepentingan yang berbeda dapat dilebur menjadi sebuah kebijakan yang menguntungkan partai politik itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budiarjo (2008: 405-409) yang menyampaikan bahwa partai politik memiliki dua peran penting dalam komunikasi politik, yaitu sebagai penggabungan kepentingan (interest aggregations) dan perumusan kepentingan (interest articulation). Dalam proses penggabungan kepentingan (interest aggregations), partai politik menjadi instrumen untuk menampung pendapat atau aspirasi seseorang yang berkembang di masyarakat yang 82 kemudian aspirasi tersebut digabungkan dengan aspirasi orang lain yang sejalan. Setelah aspirasi yang masuk digabungkan, maka aspirasi tersebut kemudian dirumuskan menjadi usul kebijakan. Proses perumusan inilah yang dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Selain itu, hasil wawancara di atas juga sesuai dengan pendapat Firmanzah (2008: 67-680) yang menyatakan bahwa salah satu bentuk keterbukaan partai politik dapat digambarkan melalui hubungan dialogis (semangat keterbukaan) antara elit partai dengan kadernya maupun dengan anggota masyarakat. Dengan adanya semangat keterbukaan antara stakeholder partai tersebut, maka akan terwujud titik temu dan keseimbangan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat dan partai politik. Hal ini karena berdialog dimaksudkan untuk mencari kesepakatan dengan pihak-pihak yang memiliki pendapat dan kepentingan yang berbeda. Indikator keterbukaan yang lain adalah transparansi dalam pengelolaan keuangan. Transparansi dalam pengelolaan keuangan merupakan salah satu indikator terwujudnya modernisasi partai politik. Oleh karena itu, sebagai partai yang mendeklarasikan partai politik modern, Partai Demokrat sudah sepatutnya mengelola keuangan secara terbuka dan transparan. Maksud dari hal tersebut adalah bahwa setiap pengelolaan keuangan harus sesuai dengan aturan yang terdapat dalam AD/ART Partai Demokrat maupun peraturan yang disepakati bersama. Sesuai ketentuan AD Pasal 99 Partai Demokrat tentang Keuangan Partai disebutkan bahwa sumber keuangan Partai Demokrat meliputi: (1) iuran anggota; (2) iuran anggota fraksi pada semua tingkatan; (3) sumbangan yang sah menurut peraturan perundangundangan yang berlaku; dan (4) bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 83 Dari ketentuan tersebut, upaya Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam pengelolaan keuangan sudah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang terdapat di dalam AD/ART atau peraturan partai. Mekanisme yang dimaksud adalah dengan memberikan laporan dalam bentuk tertulis kepada KPU Kabupaten Semarang (jika menyangkut dengan keuangan dana kampanye) maupun dengan BPK (jika menyangkut dengan bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Hal ini seperti pernyataan Gunung Imam sebagai berikut. “Kita Pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam mengelola keuangan partai memang dituntut untuk terbuka dan transparan. Ini sudah menjadi ketentuan. Apalagi kita belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa yang mengakibatkan citra Partai Demokrat kurang baik adalah kasus korupsi, sehingga sudah seharusnya kita mengelola keuangan partai dengan terbuka. Setiap ada pemasukan dan pengeluaran yang masuk kita selalu laporkan dalam bentuk laporan tertulis dan dipublikasikan” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Pernyataan Gunung Imam diperkuat pernyataan Hasyim salah satu pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Dalam pernyataannya Hasyim menyatakan bahwa: “Dana yang diterima baik dalam bentuk iuran maupun sumbangan selalu dibuat laporan keuangan dan siapapun termasuk kader dapat melihat hard coppynya. Laporan yang dibuat tidak hanya dana yang keluar, tapi juga dana yang diperoleh, baik dari anggota atau dari pemerintah daerah. Ini menjadi komitmen Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk mendukung transparansi publik khususnya dalam hal keuangan” (wawancara tanggal 11 Mei 2016). Kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa keterbukaan dalam mengelola keuangan memang menjadi salah satu prioritas Partai Demokrat Kabupaten Semarang terutama dalam upaya mendukung terwujudnya transparansi publik. Selain itu, dengan adanya pengalaman buruk yang pernah dialami Partai 84 Demokrat yaitu terlibatnya beberapa kader dalam sejumlah kasus korupsi menjadi satu alasan bahwa pada saat ini Partai Demokrat Kabupaten Semarang harus berhatihati dalam mengelola keuangannya. Melihat dinamika yang demikian, maka menurut pandangan peneliti pernyataan tersebut sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 12A Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Dalam penjelasan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 dijelaskan bahwa Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran bantuan keuangan yang bersumber dari dana APBN dan APBD kepada BPK secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diperiksa paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 34 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dari analisis tersebut, maka sangat tepat jika salah satu indikator terwujudnya modernisasi adalah jika Partai Demokrat mampu mempertanggungjawabkan keuangan secara transparan. Pertanggungjawaban keuangan partai politik yang transparan menurut Bastian (2007:2) perlu dilakukan karena hal ini merupakan sebagai bentuk kepatuhan pada Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu, sekaligus juga merupakan bentuk entitas dalam menggunakan dana publik yang besar. Bentuk pertanggungjawaban tersebut adalah dengan cara mengelola dan mempertanggungjawabkan seluruh sumber keuangannya, termasuk sumber keuangan dari para peserta pemilu. Pengelolaan ini meliputi penyampaian Laporan Dana Kampanye (semua peserta pemilu) serta Laporan Keuangan (khusus untuk 85 partai politik), yang harus diaudit oleh akuntan Publik dan disampaikan ke KPU serta terbuka untuk diakses publik. Dari penjelasan di atas, berdarkan data yang diperoleh dari KPU Kabupaten Semarang, diperoleh data bahwa akibat adanya konflik internal yang dialami Partai Demokrat Kabupaten Semarang, dalam kaitannya dengan Laporan Dana Kampanye, masing-masing pihak (pihak PLT maupun pihak yang diberhentikan) sama-sama menyampaikan Laporan Dana Kampanye. Menanggapi hal yang demikian, KPU Kabupaten Semarang pada saat itu memilih kebijakan untuk menampung kedua Laporan Dama Kampanye tersebut sembari menunggu keputusan dari pihak DPP Partai Demokrat. Terkait dengan indikator yang lain, khususnya keterbukaan dalam menyampaikan program kerja, Partai Demokrat Kabupaten Semarang berpandangan bahwa hal tersebut merupakan bagian penting dalam mewujudkan modernisasi partai politik. Alasannya, karena partai politik memiliki fungsi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, sehingga mobilisasi dapat terwujud dengan baik. Oleh sebab itu, partai politik, termasuk Partai Demokrat Kabupaten Semarang harus mampu meningkatkan partisipasi, baik partisipasi kader maupun masyarakat untuk ikut serta dalam mensukseskan program kerja partai yang sudah disusun. Pernyataan di atas sejalan dengan ketentuan AD/ART Pasal 12 dan Pasal 13 tentang Tujuan dan Fungsi Partai Demokrat. Dalam AD/ART Pasal 12 disebutkan bahwa salah satu tujuan didirikannya Partai Demokrat adalah untuk meningktkan partisipasi seluruh potensi bangsa dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, serta dinamis menuju terwujudnya Indonesia yang adil, demokratis, sejahtera, maju dan modern dalam suasana aman serta penuh kedamaian lahir dan batin. Sedangkan menurut 86 ketentuan AD?ART Pasal 13 Partai Demokrat merupakan partai politik yang memiliki fungsi penyerapan, penghimpunan, dan penyaluran aspirasi politik rakyat. Dengan ketentuan yang demikian, maka Partai Demokrat Kabupaten Semarang memiliki kewajiban untuk memberikan informasi secara terbuka dalam penyampian program kerja. Berkaitan dengan hal tersebut, dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa beberapa informan menyampaikan Partai Demokrat Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori terbuka. Namun demikian, sebagaimana dibahas sebelumnya karena adanya salah satu kendala, yaitu adanya keterlambatan dalam pelaksanaan Muscab, maka dalam menyampaikan program kerja khususnya kepada beberapa kader di daerah pada saat ini mengalami hambatan. Beberapa kutipan hasil wawancara dengan Gunung Imam terkait dengan keterbukaan program kerja Partai Demokrat Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut. “Program kerja itu tidak perlu ditutup-tutupi karena menyangkut masyarakat dan rakyat. Jika ada partai politik menutup-nutupi program kerja yang dilakukan saya yakin partai itu tidak akan mendapatkan simpati dari kader sendiri atau masyarakat” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Pandangan Gunung Imam terkait dengan keterbukaan dalam menyampaikan program kerja juga diamini oleh Joko Lestari. Joko lestari dalam wawancaranya menyampaikan: “Salah satu contoh program kerja Partai Demokrat Kabupaten Semarang yang saya ketahui adalah penjaringan calon bupati. Kemarin itu ada pertemuan yang dilakukan dengan DPAC-DPAC yang ada di Kabupaten Semarang untuk menentukan dukungan terhadap calon bupati gitu. Nah setelah ada pertemuan maka DPC menentukan siapa calon bupati yang akan didukung” (wawancara tanggal 9 April 2016). 87 Selain pandangan Gunung Imam dan Joko Lestari, Hasyim menyampaikan pandangan yang sedikit berbeda dengan kedua informan tersebut. Dalam wawancaranya, Hasyim menyampaikan: “Program kerja memang belum bisa disosialisasikan dengan baik karena ada kendala yaitu adanya pergantian antar waktu pengurus DPC. Tapi kepengurusan ini berusaha untuk mengikuti apa yang menjadi anjuran pengurus pusat khususnya berkaitan dengan pensuksesan program kerja yang disusun pengurus pusat atau DPP. Salah satunya adalah mempersiapkan kader untuk mengikuti agenda Institut Partai Demokrat” (wawancara tanggal 11 Mei 2016). Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa meskipun terdapat kendala dalam menyampaikan program kerja, namun demikian upaya komunikasi dengan kader tetap dijalankan guna menjalin hubungan yang harmonis antara pimpinan dan kader Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Selain itu, dalam upaya melakukan modernisasi, di samping menjalin hubungan yang harrmonis dengan kader maupun simpatisan di bawahnya (PAC), DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang juga membangun hubungan yang harmonis dengan DPP. Upaya menjalin hubungan yang harmonis tersebut dilakukan melalui proses konsolidasi, dimana tujuan konsolidasi adalah untuk menyatukan presepsi guna mempersiapkan calon terbaik yang akan berkompetisi dalam pilkada maupun pileg, bahkan pilpres yang akan datang. Selain membangun hubungan harmonisasi dengan sesama kader/pengurus, konsolidasi dengan partai lain juga terus dibangun secara intensif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunung Imam sebagai berikut. “Berbagai upaya menuju modernisasi politik sudah dilakukan Partai Demokrat dengan baik, khususnya di Kabupaten Semarang. Upaya tersebut antara lain dengan melakukan komunikasi intensif dengan DPP maupun di kader-kader yang ada di bawahnya yaitu PAC. Komunikasi ini berwujud konsolidasi yang berguna untuk menyatukan presepsi bersama, terutama untuk menyiapkan kader yang terbaik yang akan 88 berkompetisi dalam pilkada maupun pileg” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Hasil wawancara tersebut menunjukkan adanya sebuah upaya Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk menjadi partai politik modern, khususnya dengan menjalin komunikasi antara elit partai dengan kader maupun simpatisan. Upaya Ini perlu dilakukan karena dengan terjalinnya komunikasi yang baik segala permasalahan yang timbul dapat diminimalisir, sehingga Partai Demokrat Kabupaten Semarang dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Analisis ini sesuai dengan pandangan Meyer (2012: 21-28) yang mengemukakan bahwa partai politik memainkan peran khusus yang tidak dapat digantikan oleh organisasi lain. Peran penting ini yang kemudian mendudukkan partai politik di posisi pusat (polilical centrality). Posisi pusat partai politik ini memiliki dua dimensi, yaitu (1) setelah berhasil mengagregasikan berbagai kepentingan dan nilai yang ada dalam masyarakat, partai politik kemudian mentransformasikannya menjadi sebuah agenda yang dapat dijadikan platform pemilu. Selain itu, partai politik harus mampu mempengaruhi proses politik dalam legislasi dan implementasi program kebijakan publik; (2) parpol adalah satu-satunya pihak yang dapat menerjemahkan kepentingan dan nilai masyarakat ke dalam legislasi dan kebijakan publik yang mengikat. Pandangan Meyer di atas menunjukkan bahwa salah satu fungsi partai politik modern adalah agregasi kepentingan. Hal ini mengandung pengertian bahwa partai politik merupakan sarana untuk menampung sekaligus menyalurkan aspirasi masyarakat untuk kepentingan bersama. Dengan demikian, dalam konteks ini kritik sangat diperlukan guna membantu partai politik tersebut mewujudkan fungsi agregasi kepentingan. Kritik juga merupakan salah satu sarana untuk pembangunan 89 partai politik. Melalui kritik, jalannya roda organisasi partai dapat dievaluasi dengan baik. Berdasarnyaan pernyataan di atas, maka terkait dengan keterbukaan terhadap kritik, Partai Demokrat Kabupaten Semarang selalu berusaha untuk menampungnya dengan baik. Hal ini dilakukan karena Partai Demokrat Kabupaten Semarang menyadari bahwa maju tidaknya organisasi, termasuk partai politik juga tergantung bagaimana partai politik tersebut bersikap dewasa dalam menanggapi kritik, khususnya kritik yang sifatnya membangun dan memperbaiki. Pernyataan ini sebagaimana disampaikan Gunung Imam sebagai berikut. “Dalam organisasi manapun termasuk partai politik pasti ada kritik, ada kritik yang sifatnya membangun, bahkan ada juga kritik yang sifatnya merusak. Untuk kritik yang membangun, kita terima dengan baik dan terbuka, namun kalau kritik yang sifatnya merusak partai maka kritik itu akan kita abaikan. Jadi yang namanya kritik itu diperuntukkan untuk membangun organisasi bukannya untuk merusak organisasi” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Pernyataan Gunung Imam di atas mengisyaratkan bahwa Partai Demokrat dalam konteks keterbukaan terhadap kritik berusaha untuk selalu terbuka. Namun demikian, Partai Demokrat Kabupaten Semarang juga memilah mana kritik yang harus ditanggapi (kritik yang bersifat membangun) dan mana kritik yang tidak harus ditanggapi (kritik yang bersifat merusak). Ungkapan senanda juga disampaikan Joko Lestari yang menyampaikan: “Kalau selama ini saya jadi kader Partai Demokrat Kabupaten Semarang, saya melihat sebetulnya Partai Demokrat terbuka untuk kritik. Seperti kemarin misalnya ada yang mengkritik tentang keputusan Partai Demokrat dalam mendukung calon bupati saya melihat tidak ada masalah pengurus enjoy saja menerima kritik itu” (wawancara tanggal 9 April 2016). Pernyataan Joko Lestari tersebut menunjukkan bahwa seperti halnya disampaikan Gunung Imam, Partai Demokrat Kabupaten Semarang selalu terbuka 90 terhadap kritik apapaun yang sifatnya membangun partai. Kritik yang membangun dalam pandangan ini adalah kritik yang sifatnya memperbaiki atau lebih tepat disebut sebagai kritik yang sifatnya mengontrol bukan merusak. Kontrol dalam pandangan Manan (2012:56) merupakan bagian dari keterbukaan (tranparency), baik sebagai asas politik demokrasi, bagian dari hak mendapat informasi (the right of information), dan hak atas kebebasan berbeda pendapat (the right of freedom to dissent). Pandangan Manan tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Meyes (2012:46). Menurut Meyes, apapun kritik yang dilontarkan terhadap partai politik yang ada dan sistem kepartaiannya, mereka tetaplah bagian yang tak terpisahkan dari proses demokrasi. Karena itu selain aktif dalam kegiatan masyarakat madani yang memang berlegitimasi dan berharga bagi proses demokratisasi, kita juga harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas demokrasi dan kepekaan pantai-pantai politik terhadap pemilihnya. Dari berbagai penjelasan di atas, maka untuk mendapatkan data yang maksimal, selain melakukan wawancara terkait dengan keterbukaan, peneliti juga melakukan survei terkait dengan implementasi indikator partai modern terhadap Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 33 responden, data terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang digambarkan ke dalam diagram berikut. 91 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Akses Informasi 14 17 2 0 Laporan Keuangan 21 9 2 0 Program Kerja 19 12 0 0 Komunikasi Kritik 15 18 1 0 14 16 3 0 Diagram 5.1 Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Melalui diagram di atas, dapat diketahui ranking keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang pada masing-masing sub indikator berbeda-beda. Pada diagram tersebut keterbukaan terhadap akses informasi dari 33 responden yang disurvei, sebanyak 14 responden menyatakan keterbukaan akses informasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam kondisi sangat baik, 17 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Sedangkan pada sub indikator mengenai laporan keuangan, diperoleh data 21 responden menyatakan sangat baik, 9 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Pada sub indikator yang lain, yaitu terkait dengan keterbukaan dalam penyampaian program kerja, diperoleh data sebanyak 19 responden menyatakan sangat baik, dan 12 responden menyatakan baik. Berkaitan dengan keterbukaan komunikasi yang dijalankan antara elit dan kader, sebanyak 15 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Dan, pada sub indikator yang terakhir tentang keterbukaan terhadap kritik diperoleh data sebanyak 92 14 responden menyatakan sangat baik, 16 responden menyatakan baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.2 Skoring Keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Keterbukaan Partai SB (4) 83 Demokrat di Kabupaten B (3) 72 Semarang CB (2) 8 B (1) 0 Jumlah total 163 Sumber: diolah dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 332 216 16 0 564 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang digambarkan dalam tabel di bawah ini. 93 Tabel 5.3 Skor Yang Diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Indikator Sub Indikator Akses Informasi Keterbukaan Partai Demokrat Laporan Keuangan di Kabupaten Semarang Program Kerja Komunikasi Kritik Sumber: diolah dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang sebagai berikut. % skor aktual = 564 X 100% = 84,45% dibulatkan menjadi 85 % 660 Pemaparan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dalam prespektif kuantitatif, presentase keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori sangat baik dengan presentase 84,01% - 100%. Hal ini berarti upaya yang ditempuh Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk mewujudkan modernisasi, khususnya dalam hal keterbukaan sudah dilakukan dengan sangat baik. Selain itu, dengan melihat kondisi yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa secara kuantitatif pernyataan di atas memperkuat pernyataan Sartori (2015:57) yang menyatakan bahwa untuk menunju partai modern, salah satunya ditempuh melalui keterbukaan. 94 5.1.1.2 Pelaksanaan Ideologi Partai di Kabupaten Semarang Ideologi merupakan faktor penting untuk mendukung terwujudnya modernisasi. Hal ini berangkat dari pernyataan Prasetyo (2011: 6) yang menyatakan bahwa ideologi memiliki peran besar memberikan arah bagi partai politik untuk menjalankan fungsinya. Dengan dasar ideologi, partai politik dapat menjalankan fungsinya melalui program kerja kebijakan partai, yang kemudian akan diimplementasikan dalam wujud kerja nyata yang hasilnya dapat dirasakan masyarakat secara keseluruhan. Di dalam ideologi terkandung nilai-nilai yang berkaitan dengan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, ketenangan, serta kenyamanan masyarakat yang akan diciptakan ketika partai tersebut mendapatkan kekuasaan. Dari penjelasan tersebut, maka hasil dan pembahasan tentang pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam ketentuan AD/ART Partai Demokrat Pasal 6 dijelaskan bahwa ciri Partai Demokrat adalah partai yang terbuka untuk semua warga Negara Republik Indonesia, tanpa membedakan suku bangsa, ras, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Terkait dengan hal tersebut, Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam hal keberagaman anggota/kader berdasarkan penelitian di lapangan tidak ada permasalahan. Partai Demokrat Kabupaten Semarang selalu mengikuti insntruksi DPP, yaitu untuk menerapkan ideologi Nasionalis-Religius secara keseluruhan, termasuk dalam penerimaan anggota/kader partai. Hal ini sebagaimana diungkapkan Hasyim sebagai berikut. “Partai Demokrat Kabupaten Semarang sangat terbuka untuk semua warga negara. Jenengan bisa mengecek apakah Partai Demokrat Kabupaten Semarang anggotanya hanya berdasarkan agama saja atau kelompok saja tentu tidak. Jadi kalau untuk masalah keberagaman tidak ada masalah” (wawancara tanggal 11 Mei 2016). 95 Penjelasan di atas memperkuat hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan lain. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Gunung Imam, untuk melaksanakan ideologi Nasionalis-Religius, Partai Demokrat Kabupaten Semarang selalu berusaha bersikap humanis. Sikap humanis yang dimaksud adalah dengan mengedepankan sikap santun dalam setiap pengambilan keputusan. “Untuk ideologi kita jelas, artinya kita terbuka untuk siapa saja. Di pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang anda bisa tanya pada pengurus yang lain kita terbuka tidak membeda-bedakan golongan, agama, ras atau yang lain. Saya kira ideologi Partai Demokrat Nasionalis-Religius sangat tepat menggambarkan kemajemukan bangsa, sehingga kita selalu berusaha berprinsip pada ideologi Nasionalis-Religius itu” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Penjalasan Gunung Imam di atas memberikan ilustrasi bahwa dalam masalah ideologi, Partai Demokrat di Kabupaten Semarang memberikan hak seluas-luasnya kepada siapapun yang berminat bergabung dengan Partai Demokrat Kabupaten Semarang tanpa membeda-bedakan golongan, ras, dan agama. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan visi misi Partai Demokrat keberagaman kader bukanlah hal yang menjadi permasalahan. Pandangan yang sama juga disampaikan Joko Lestari sebagai berikut. “Kalau ngomong masalah anggota/kader kita apa namanya kita tidak pernah membeda-bedakan mereka agamanya apa, mereka kelompoknya siapa pokoknya siapapun boleh masuk anggota Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, baik Kristen, islam atau yang lain termasuk status pekerjaan juga tidak dipermasalahkan” (wawancara tanggal 9 April 2016). Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks keberagaman anggota/kader, Partai Demokrat Kabupaten Semarang dapat dikatakan partai yang pluralis, yaitu partai yang menyadari kenyataan sejarah bahwa bangsa 96 Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, agama dan budaya, dan dari keragaman itu telah lahir soliaritas nasional menghadapi penjajahan hingga lahirlah Negara Republik Indonesia. Manajemen keragaman itu dimungkinkan karena adanya semangat Bhineka Tunggal Ika, yakni meski ada identitas yang berbeda-beda tetapi pada hakikatnya adalah satu kesatuan, yaitu kesatuan bangsa Indonesia. Tugas menyatukan keragaman bukan dengan menyeragamkan yang beragam, tetapi menyatukan visi dari kekuatan yang beragam. oleh karena itu, dalam mewujudkan hal tersebut Partai Demokrat Kabupaten Semarang memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas masing-masing kader partai. Pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas juga merupakan bagain yang tidak dapat dipisahkan dari partai politik. Hal ini karena setiap anggota/kader partai politik memiliki hak dan kewajiban yang harus dipatuhi. Dengan adanya pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas berarti partai politik dalam melaksanakan roda organisasinya harus didasarkan rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan maupun rasa simpati dengan sesama anggota/kader partai politik. Oleh karena itu, partai manapun termasuk Partai Demokrat jika ingin menjadi partai modern harus memperhatikan mengakui dan menghargai solidaritas. Terkait dengan solidaritas, beberapa informan menyatakan bahwa Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk memiliki jiwa solidaritas yang tinggi. Namun demikian terdapat beberapa informan yang menyampaikan bahwa dalam halhal tertentu, solidartias Partai Demokrat Kabupaten Semarang masih mengalami kendala. Dalam hal ini Gunung Imam menyampaikan pernyataan sebagai berikut. “Kita satu tim ibarat pemain bola kalau ada kawan yang cidera maka kawan yang lain harus membantu dan memiliki rasa simpati. Ini juga sama dengan yang terjadi pada partai politik termasuk Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Tapi memang rasa solidaritas itu banyak indikator. Kadang juga 97 sulit untuk menyamakan perbedaan-perbedaan yang menonjol” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Pernyataan di atas sesuai dengan pandangan Durkheim dalam (Johnson 1994:183) yang menyatakan bahwa solidaritas dapat muncul karena adanya rasa persaudaraan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Dengan pengertian ini, Durkheim kemudian membagi dua jenis solidaritas, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik lebih menekankan pada akar-akar humanisme serta besarnya tanggung jawab dalam kehidupan sesama. Solidaritas tersebut mempunyai kekuatan sangat besar dalam membangun kehidupan harmonis antara sesama. Sedangkan solidaritas Solidaritas organik merupakan sebuah ikatan berasama yang dibangun atas dasar perbedaan, sehingga dengan meningkatkan solidaritas, permasalahan khususnya yang terkait dengan konflik internal dapat terselesaikan dengan baik. Seperti halnya pembahasan sebelumnya, konflik internal merupakan salah satu penghambat terwujudnya modernisasi partai politik. Namun demikian, konflik bukan berarti hal yang harus dihindari karena selain menjadi penghambat munculnya konflik akan menjadikan partai politik tersebut menjadi lebih dewasa dan modern jika konflik tersebut dikelola secara baik, meskipun mengelola konflik bukanlah hal yang mudah. Hal Salah sebagaimana disampaikan Robbin dan Judge (2008) yang menyatakan bahwa mengelola konflik membutuhkan kecermatan dan observasi yang mendalam di antara pihak-pihak yang berkonflik, mengintervensi secara halus sampai menemukan solusi yang dianggap sebagai win-win solution. Penyelesaian sebuah konflik dengan jalan mengkaji akar permasalahan dan memberdayakan 98 pihak-pihak yang berkonflik melalui dialog membutuhkan waktu yang relatif lama, namun lebih menyentuh pada akar permasalahan. Terkait dengan pernyataan di atas, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa Partai Demokrat Kabupaten Semarang mengalami hambatan dalam melakukan pengelolaan konflik. Salah satunya disampaikan Gunung Imam sebagai berikut. “Memang di Kabupaten Semarang terjadai konflik, dan saya kira di partai manapun konflik itu pasti ada dan kadang ada pihak-pihak yang menyukai adanya konflik ini. Karena ada pihak-pihak yang sengaja memperkeruh suasana maka memang kita sulit untuk mengatasi konflik ini. Selain itu, peran media yang membesarkan masalah kecil menjadi besar juga berperan menambah permasalahan ” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Peryataan-pernyataan di atas menurut pandangan peneliti sejalan dengan pemikiran Surbakti (2010:23-34) yang menjelaskan bahwa dalam proses politik, khususnya pada pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik seringkali terjadi sejumlah konflik. Bahkan, hampir setiap proses politik selalu berlangsung konflik antara pihak-pihak yang berupaya mendapatkan atau mempertahankan sumber yang dipandang penting dengan pihak-pihak lain yang juga berikhtiar mendapatkan dan/atau mempertahankan sumber-sumber tersebut. Perbedaan, persaingan, dan pertentangan dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai yang dinggap penting dapat diselesaikan melalui mekanisme yang disepakati bersama. Dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat, dialog untuk mengadakan pemungutan suara (voting), atau kombinasi keduanya merupakan bentuk mekanisme untuk mencapai kesepakatan berupa keputusan politik. Bentuk lain dari kesepakatan itu berupa kerjasama dalam bentuk koalisi dan aliansi untuk membuat dan melaksanakan keputusan. 99 Konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang terjadi pada tahun 2014, yaitu pasca pelaksanaan Kongres Partai Demokrat ke IV. Latar belakang terjadinya konflik adalah munculnya Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat yang berisi tentang keputusan penonaktifkan Wibowo Agung Sanyoto sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang yang kemudian digantikan Danang Djoko Harjanto sebagai Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Pemberhentian Ketua DPC Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, pada dasarnya diawali karena adanya perbedaan pandangan antara DPC dengan DPP terkait usulan calon bupati dan wakil bupati. Dalam rekomendasi disebutkan bahwa DPP Partai Demokrat mengusulkan salah satu kader untuk menjadi calon bupati/wakil bupati Kabupaten Semarang, namun melalui rapat konsolidasi yang dilakukan di kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang, sebanyak 17 dari 19 PAC dan beberapa pengurus DPC menolak usulan tersebut karena dianggap tidak melalui mekanisme yang diatur dalam AD/ART Partai Demokrat (http://www.suaramerdeka.com). Pandangan yang berbeda dari pernyataan di atas disampaikan PLT Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang Gunung Imam. Dalam wawancaranya Gunung Imam menyatakan bahwa pemberhentian Ketua DPC dilatarbelakangi adanya upaya yang dilakukan DPP Partai Demokrat untuk mengefektifitaskan kinerja partai, khususnya di DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Oleh karena itu, setiap kader hendaknya dapat mematuhi segala keputusan yang sudah menjadi kebijakan DPP. Kutipan hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut. “Di Kabupaten Semarang memang ada pergantian pengurus, terutama pada jabatan ketua dan sekretaris, namun pergantian pengurus itu bukan karena ketidaksenangan dengan seseorang atau individu tapi lebih pada upaya 100 meningkatkan kinerja organisasi”. Jadi apapun yang sudah menjadi keputusan DPP, alangkah bijaksananya semua kader termasuk pengurus di DPC menghormatinya” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Pernyataan Gunung Imam tersebut memberikan penjelasan bahwa keputusan DPP merupakan keputusan yang harus dihormati oleh semua kader atau anggota partai. Hal ini dikarenakan setiap keputusan yang diambil adalah keputusan terbaik untuk kemajuan dan perkembangan partai. Oleh karena itu, lebih lanjut Gunung Imam menyampaikan bahwa setiap keputusan DPP harus dihormati dan dilaksanakan. Selain untuk peningkatan kinerja, alasan lain adanya pergantian pengurus di DPC karena adanya keinginan untuk melakukan penyegaran kepengurusan partai (regenerasi). Penyegaran ini dilakukan karena dalam 10 tahun terakhir di Partai Demokrat, khususnya di Jawa Tengah belum mengadakan Musda maupun Muscab, sehingga sangat wajar jika ada upaya pergantian kepengurusan di sebuah organisasi. Hal ini seperti diungkapkan Ali Mashadi (Direktur Eksekutif DPD Partai Demokrat Jawa Tengah). Kutipan wawancara tersebut adalah sebagai berikut. “Anggap saja itu semacam regenerasi karena selama 10 tahun belum ada Musyawarah Cabang (Muscab), dan Musda (Musyawarah Daerah). Yang namanya sebuah organisasi selama 10 tahun itu pasti ada konflik apalagi 10 tahun ada kejenuhan di dalam kepengurusan ada kejenuhan dalam pengelolaan partai itu pasti, kita untuk mengantisipasi itu paling tidak ada semacam regenerasi, mekanisme sudah dijalankan, cuman kan ada yang kecewa dan tidak kecewa, wajar lah manusia itu kan antara kecewa dan tidak senang itu pasti ada rasa itu, jadi biasa mereka itu merupakan hak kodrati masing-masing individu” (wawancara tanggal 15 Januari 2016). Peryataan Ali Mashadi tersebut secara tidak langsung memberikan penjelasan bahwa tertundanya Musda dan Muscab adalah salah satu penyebab munculnya konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Hal ini karena dengan ditundanya Musda dan Muscab memungkinkan 101 terjadi kejenuhan dalam kepengurusan. Kejenuhan dalam kepengurusan tersebut yang kemudian memunculkan adanya perbedaan-perbedaan pandangan yang akhirnya dapat menimbulkan terjadinya konflik internal. Baik pendapat Gunung Imam maupun Ali Mashadi di atas berbeda dengan pendapat informan lain yang tidak berkenan disebutkan namanya. Informan tersebut merupakan salah satu pengurus PAC Partai Demokrat di Kabupaten Semarang yang mengetahui latarbelakang munculnya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Menurut informan tersebut terdapat kejanggalan dalam kasus pemberhentian Ketua DPC Kabupaten Semarang. Kejanggalan yang dimaksud yaitu pemberhentian Ketua DPC Kabupaten Semarang dianggap tidak melalui mekanisme sebagaimana yang tertuang di dalam AD/ART partai. Menurutnya, sebagaimana dijelaskan di dalam AD/ART Bab 1 pasal 8, dimana mekanisme pemberhentian Ketua DPC seharusnya dilaksanakan melalui tahap pemberian surat peringatan 1, 2, dan 3 dan berlaku selama 21 hari atas usulan DPD. Selain itu, pemberhentian Ketua DPC seharusnya dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan Muscab. Namun, mekanisme-mekanisme tidak dilaksanakan, sehingga terkesan pemberhentian Ketua DPC dipaksakan karena kepentingan pihak-pihak tertentu untuk melanggengkan kekuasaan. Dampak dari terdapat penyegelan yang merupakan bentuk protes karena adanya pemecatan Ketua DPC. Dari berbagai kutipan wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa beberapa isu utama yang menjadi sumber terjadinya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang setidaknya meliputi isu ketidakpercayaan (distrust), struktural dan politik, loyalitas, serta isu pelanggaran AD/ART. Secara lebih jelas, masingmasing isu penyebab terjadinya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut. 102 Dengan melihat gambaran tentang kondisi konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kasus tersebut terdapat ketidakpercayaan (distrust) antara satu pihak dengan pihak yang lain. Pihak DPP, menganggap bahwa kinerja dari Ketua DPC yang diberhentikan kurang memuaskan, sehingga memunculkan keiinginan DPP untuk melakukan reorganisasi kepemimpinan di tubuh Partai Demokrat khususnya di Kabupaten Semarang. Upaya ini kemudian mendapatkan perlawanan dari pihak Ketua DPC yang diberhentikan, dengan alasan ketidakpercayaan terhadap prosedur yang digunakan dalam melakukan pemberhentian. Salah satu penyebab atau sumber konflik politik menurut Rauf (2001:25-28) adalah adanya struktur yang terdiri dari penguasa politik dan sejumlah orang yang dikuasai. Struktur ini menyebabkan bahwa konflik politik yang utama adalah antara penguasa politik dan sejumlah orang yang menjadi obyek kekuasaan politik. Struktur kepengurusan menjadi salah satu penyebab konflik dikarenakan pasca diberhentikannya ketua DPC di Kabupaten Semarang, terdapat dualisme kepengurusan. Struktur organisasi merupakan salah satu faktor penyebab konflik, yang secara potensial dapat memunculkan konflik. Pada setiap departemen atau fungsi dalam organisasi mempunyai kepentingan, tujuan dan programnya sendirisendiri yang seringkali berbeda dengan yang lain. Hal ini lah yang merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik di Kabupaten Semarang, yaitu diwalai adanya perbedaan kepentingan di tingkatan struktur organisasi DPP dan DPC. Loyalitas menjadi salah satu isu utama yang menjadi sumber terjadinya konflik internal pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Dari data yang diperoleh, kasus pemberhentian disinyalir merupakan bentuk ketidakloyalan salah 103 satu pihak atau kelompok dengan pihak atau kelompok yang lain. Hal ini seperti yang disampaikan Gunung Imam sebagai berikut. “Seharusnya sebagai kader harus mentaati dan menghormati apapun yang telah menjadi keputusan DPP Partai Demokrat. Bentuk perlawanan merupakan salah satu contoh ketidakloyalan terhadap partai, jadi wajar jika ada proses pemberhentian” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Sebagaimana disampaikan Gunung Imam tersebut loyalitas adalah hal yang penting dalam organisasi. Pada kasus konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, salah satu pihak dianggap tidak loyal terhadap kebijakan atau keputusan partai. ketidakloyalan salah satu pihak tersebut dapat dilihat dari upaya pembentukan Tim Penyelamat Partai Demokrat, yang notabenhya tidak dibenarkan dalam AD/ART Partai Demokrat, sehingga memunculkan kesan bahwa konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang adalah akibat adanya gangguan dari pihak luar. Ungkapan ini diperkuat oleh Ali Mashadi sebagai berikut. “Konflik di internal kita tidak ada, konflik yang menyebabkan adalah orang yang berada di luar kita, perbedaan pendapat memang ada. Aturan yang berlaku adalah aturan AD/ART dengan melihat situasi. Dan perlu diingat bahwa dalam institusi Partai Demokrat tidak ada istilah Tim Penyelamat Partai. Kemungkinan munculnya Tim Penyelamat Partai karena kekecewaan, tetapi sekali lagi organisasi Partai Demokrat tidak ada Tim Penyelamat Partai, yang ada di Institusi kita hanya DPC, DPD, dan DPP” (wawancara tanggal 13 Maret 2016). Terkait dengan kasus yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, sangat menarik jika dikaitkan dengan AD/ART Partai Demokrat. Dalam ART Partai Demokrat dijelaskan bahwa setiap anggota Partai Demokrat memiliki kewajiban untuk menghayati, mentaati, dan mengamalkan keputusan partai yang telah ditetapkan dengan sah dan menjalankan langkah-langkah yang ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Partai berdasarkan keputusan tersebut. 104 Namun demikian, dalam kasus konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, isu pelanggaran terhadap AD/ART partai sangat terlihat dari hasil wawancara yang dilakukan. Salah satu informan menyampaikan bahwa sebagai partai politik yang memiliki ideologi nasionalis-religius hendaknya setiap permasalahan internal diselesaikan melalui prosedur atau mekanisme yang sudah disepakati dalam AD/ART Partai Demokrat. Konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang memberikan dampak terhadap perubahan posisi kepemimpinan ketua DPC, konflik internal ini juga berdampak terhadap kantor Partai Demokrat Kota Salatiga, yaitu bergeser dari Jl. Tol Semarang-Solo Bawen berubah di Jalan Ahmad Yani Ruko Ungaran Center No 1 Asrama, Kabupaten Semarang. Konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang melibatkan beberapa pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Aktor pertama yang terlibat dalam konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang antara lain: DPP Partai Demokrat yang telah mengeluarkan surat keputusan pemberhentian Wibowo Agung sebagai Ketua DPC Kabupaten Semarang. Pada kasus konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, jika dicermati, maka konflik tersebut melibatkan beberapa pihak. Dilihat dari keterlibatannya, konflik tersebut tidak hanya melibatkan dua pihak, namun banyak pihak. Pihak pertama yang terlibat dalam konflik adalah Ketua DPC yang diberhentikan, DPP (pembuat rekomendasi), dan PLT Ketua DPC. Pihak-pihak ini terlibat secara langsung dalam konflik internal. Pihak kedua adalah pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam konflik. Pihak kedua meliputi Pengurus DPC Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, serta PAC-PAC di tiga kabupaten/kota tersebut. Pihak ini secara tidak langsung terlibat, namun terkena dampak konflik 105 internal. Sedangkan pihak ketiga adalah pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan konflik. Salah satu pihak yang berupaya untuk menjadi penengah dalam konflik internal ini adalah DPD Partai Demokrat Jawa Tengah. Dari penjelasan tentang penyebab maupun aktor yang terlibat konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, maka peneliti mengaitkannya hal tersebut dengan teori tentang bentuk konflik yang berkaitan dengan kekuasaan dan politik. Teori ini dikemukakan oleh Duverger (1988:49-50). Duverger menjelaskan bahwa konflik dapat ditimbulkan oleh sifat-sifat pribadi dan karakteristik kejiwaan yang dimiliki oleh individu. Penyebab terjadinya konflik menurut teori ini disebabkan oleh dua jenis faktor, yaitu sebab-sebab individual yaitu bakat-bakat individual dan sebab-sebab psikologis. Teori Duverger ini menunjukkan bahwa konflik kelompok dapat ditimbulkan oleh bakat-bakat individual. Kecenderungan berkompetisi atau selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang mempunyai ciri-ciri seperti selalu terlibat konflik dimanapun dia berada. Ketidakpuasan inilah yang menurut teori konflik dari Duverger merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik di dalam internal Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Selain itu, jika dilihat dari jenis konfliknya, konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk jenis konflik interpersonal (interpersonal conflict). Hunt dan Metcalf (1996:97) menjelaskan bahwa konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antar individu maupun antar individu dan kelompok, baik dalam sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun berupa konflik antar kelompok (intergroup conflict). Konflik ini biasanya terjadi di lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat, dan negara. 106 Penjelasan Hunt dan Metcalf (1996:97) menunjukkan bahwa konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang juga termasuk intragroup conflic yang melibatkan pertentangan antar individu maupun individu dengan kelompok. Individu-individu yang terlibat ke dalam konflik adalah Wibowo Agung Sanyoto sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang yang diberhentikan, Danang Ketua PLT DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Sedangkan kelompok yang terlibat dalam konflik adalah DPP Partai Demokrat, DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah, dan PAC Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, serta pihak luar yang bukan termasuk bagian dari pihak internal Partai Demokrat. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan modernisasi, Partai Demokrat harus menjalankan prinsip-prinsip etika organisasi, termasuk dalam mekanisme penyelesaian konflik internal yang dialaminya. Dalam menjalankan roda organisasinya Partai Demokrat memiliki tiga prinsip utama yang menjadi prinsip dasar etika organisasi, yaitu bersih, cerdas, dan santun. Ketiga prinsip ini termanatkan ke dalam kode etik Partai Demokrat pasal 5: “etika politik Partai Demokrat yang bersih, cerdas, dan santun dijalankan oleh anggota dan kader Partai Demokrat dengan berlandaskan pada prinsip dan fungsi manajemen organisasi yang transparan dan akuntabel, prinsip anti diskriminasi, prinsip kecerdasan, prinsip kesantunan, prinsip demokrasi, dan prinsip anti KKN. Selain terdapat dalam kode etik Partai Demokrat, tuntutan untuk menjadi partai yang bersih, cerdas, dan santun juga teramanatkan ke dalam salah satu dari 10 fakta integritas Partai Demokrat yang berbunyi “…dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab saya akan terus menjunjung tinggi prinsip dan moral politik partai serta jati diri kader Partai Demokrat yang bersih, cerdas, dan santun”. 107 Dari pernyataan di atas, maka dalam kaitannya dengan kesantunan, Partai Demokrat Kabupaten Semarang berusaha mengelola partainya dengan berpegang teguh terhadap kode etik partai, yaitu selalu bertindak atas dasar sikap yang santun dalam bertutur kata, serta memperhatikan keragaman budaya, tingkat sosial, dan keagamaan. Oleh karena itu, untuk selalu menjaga kesantunan tersebut, Partai Demokrat Kabupaten Semarang selalu memberikan himbauan kepada kader maupun anggota untuk menjaga nama baik Partai Demokrat dengan tidak melakukan fitnah mencemarkan nama baik partai maupun orang lain tanpa disertai dengan bukti yang jelas. Hal ini sebagamana pernyataan Gunung Imam sebagai berikut. “Untuk menjaga keharmonisan partai, kami selalu memberikan himbauan kepada para kader untuk bersikap yang baik, artinya setiap anggota Partai Demokrat Kabupaten Semarang memiliki kewajiban untuk saling menghormati, saling menyayangi baik yang muda maupun yang tua, dan yang paling penting adalah memiliki kesantunan dalam berbicara baik dengan sesame anggota maupun dengan masyarakat. Dengan seperti ini saya yakin Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Semarang akan selalu maju dan harmonis” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Pernyataan Gunung Imam di atas menunjukkan bahwa kesantunan merupakan kunci terwujudnya keharmonisan. Gunung Imam juga menyampaikan bahwa melalui sikap yang santun, komunikasi dapat berjalan secara seimbang dan saling menguntungkan, sehingga program kerja Partai Demokrat yang telah disusun dapat dilaksanakana dengan baik. Hal yang hampir sama juga disampaikan Hasyim sebagai berikut. “Santun itu tidak sekedar hanya bicara, tapi juga hal-hal yang lain, seperti hormat pada pimpinan, hormat pada lembaga, hormat pada siapa saja termasuk perempuan. Semua ini harus dilakukan Partai Demokrat untuk menjadi partai yang bersih, cerdas, dan santun. Alhamdulillah saat ini kami Partai Demokrat Kabupaten Semarang telah menjalankannya” (wawancara tanggal 11 Mei 2016). 108 Pendapat lain juga disampaikan Joko Lestari sebagai berikut. “Setiap kader atau anggota bebas Mas untuk mengajukan kritik terhadap partai, asalkan disampaikan dengan bahasa yang baik, tidak kasar, tidak memaki-maki, tidak bersifat menyerang, dan yang paling penting tidak mengandung fitnah. Semua bebas Mas, siapapun itu yang penting tidak memfitnah”. Kalau sudah menfitnah itu jelas tidak memiliki niat baik untuk membangun Partai Demokrat (wawancara tanggal 9 April 2016). Berdasarkan kutipan hasil wawancara tersebut, dapat digambarkan bahwa Partai Demokrat Kabupaten Semarang berusaha konsisten dengan ketentuan yang tercantum dalam kode etik Partai Demokrat pasal 9 tentang kesantunan yang berbunyi: (1) anggota dan kader menunjukkan sikap santun dalam bertutur dan bertindak dengan memperhatikan keragaman budaya, tingkat sosial, dan keagamaan; (2) standar minimal pelaksanaan prinsip kesatunan antara lain berbicara sopan terhadap sesama anggota, kader dan anggota masyarakat lainnya, membentuk komunikasi timbal balik yang seimbang di antara anggota masyarakat, tidak boleh memfitnah, atau mencemarkan nama baik orang lain tanpa disertai dengan bukti, menghormati orang yang lebih tua atau dituakan, serta menghormati wanita. Selain itu, terkait dengan perbedaan, Partai Demokrat Kabupaten Semarang sangat menghargai segala bentuk perbedaan, baik yang terkait dengan perbedaan agama, ras, golongan, maupun perbedaan-perbedaan yang lain. Pernyataan ini sebagaimana disampaikan Gunung Imam sebagai berikut. “Perbedaan dalam organisasi pasti ada dan tidak bisa dihindari. Jadi Partai Demokrat Kabupaten Semarang enjoy saja dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Yang penting jika perbedaan itu menyangkut perbedaan pendapat maka semua kader harus punya niat yang baik untuk membangun partai bukannya merusak” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). Peryataan Gunung Imam tersebut memberikan gambaran bahwa Partai Demokrat Kabupaten Semarang sangat toleransi terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Namun demikian, dalam konteks perbedaan pendapat, Partai Demokrat Kabupaten Semarang selektif dalam mengambil keputusan. Artinya, pendapat- 109 pendapat dari kader yang sifatnya membangun akan lebih mendapatkan prioritas, dibandingkan dengan pendapat-pendapat yang sifatnya merusak partai. Peryataan lain terkait dengan toleransi terhadap perbedaan juga disampaikan Joko Lestari sebagai berikut. “Kita menghargai Mas perbedaan-perbedaan yang ada. Misalnya kemarin pada waktu pilpres, karena Partai Demokrat tidak memihak salah satu calon, kita sebagai kader diberi kebebasan untuk memilih siapa saja calon yang ada dari KMP atau KIH” (wawancara tanggal 9 April 2016). Pernyataan Joko Lestari ini terkait dengan perbedaan-perbedaan masingmasing kader dalam menentukan pilihan dalam pelaksanaan pilpres 2014. Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam hal ini menjalankan instruksi DPP untuk memberikan kebebasan kepada kader untuk menentukan pilihannya masing-masing. Dari berbagai penjelasan di atas, Seperti halnya pada indikator keterbukaan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pada masing-masing sub indikator mendapatkan penilaian yang berbeda-beda dari responden. Adapun kategorisasi pelaksanaan ideologi partai politik modern Partai Demokrat Kabupaten Semarang digambarkan melalui diagram berikut. 110 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Diagram 5.2 Keberagaman Anggota/Kader Pengakuan dan Penghargaan Terhadap Solidaritas 25 7 0 0 14 19 0 0 Penyelesaian Konflik Internal Melalui Musyawarah 9 16 8 0 Kesantunan Toleransi Terhadap Perbedaan 9 15 10 0 15 18 0 0 Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Semarang Berdasarkan diagram di atas, dari 33 responden yang disurvei dapat diketahui jumlah responden yang memberikan penilaian sangat baik terhadap pelaksanaan ideologi Partai Demokrat Kabupaten Semarang, terutama terkait keberagaman anggota atau kader (terbuka untuk semua warga negara tanpa membeda-bedakan agama, ras dan golongan) berjumlah 25 responden, dan sisanya 7 responden memberikan penilain baik. Pada pernyataan kedua terkait dengan upaya pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas sebanyak 14 responden menyatakan sangat baik, dan 19 responden menyatakan baik. Berbeda dengan penilaian pada sub indikator pertama dan kedua, pada sub indikator yang ketiga yaitu tentang upaya penyelesaian konflik internal melalui musyawarah, sebanyak 9 responden memberikan penilaian sangat baik, 16 responden memberikan penilaian baik, dan 8 responden menyatakan tidak baik. Untuk sub pernyataan tentang kesantunan, 9 responden menyatakan sangat baik, 15 responden menyatakan baik, dan 10 responden menyatakan tidak baik, sedangkan 111 pernyataan terakhir tentang toleransi terhadap perbedaan, 15 responden menyatakan sangat baik dan 18 responden menyatakan baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.4 Skoring Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Semarang Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Pelaksanaan Ideologi Partai SB (4) 72 Demokrat di Kabupaten B (3) 75 Semarang CB (2) 18 B (1) 0 Jumlah total 165 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 288 225 36 0 549 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator ideologi : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang digambarkan dalam tabel di bawah ini: 112 Tabel 5.5 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Indikator Sub Indikator Keberagaman Pelaksanaan Ideologi Partai anggota/kader Demokrat di Kabupaten Pengakuan dan Semarang penghargaan terhadap solidaritas Penyelesaian konflik internal melalui musyawarah Kesantunan Toleransi terhadap perbedaan Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sebagai berikut. % skor aktual = 549 X 100% = 83,18% dibulatkan menjadi 83 % 660 Dari perhitungan di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam prespektif kuantitatif, presentase ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rentang presentase 68,01% - 84%. Meskipun secara perhitungan kuantitatif Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dalam kategori baik, namun demikian berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa informan, perhitungan kuantitatif tersebut tidak dapat dijadikan sebagai patokan modern atau tidaknya Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Hal ini karena terdapat perbedaan antara apa yang disampaikan oleh 113 informan dengan jawaban responden. Akan tetapi terdapat hal yang menarik yang diperoleh peneliti setelah melakukan perhitungan secara kuantitatif sederhana terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Hal yang menarik tersebut adalah beberapa pernyataan yang diberikan, khususnya terkait dengan mekanisme penyelesaian konflik internal mendapatkan penilaian terendah dibandingkan dengan penyataan-pernyataan yang lain. Bahkan ada 8 responden yang menjawab tidak baik. Adanya perbedaan antara hasil analisis kualitatif dengan hasil analisis kuantitatif di atas bertentangan dengan teori Sartori (1997:62) yang menyatakan bahwa pluralisme politik diidentikan dengan “diversification of power” atau polyarchy yaitu kondisi di mana distribusi kekuasaan politik terpencar di sejumlah kekuatan-kekuatan atau kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat. Atau dengan kata lain, tidak ada lagi monopoli kekuasaan politik di satu struktur kekuasaan tertentu (monolitik), yang terjadi adalah dinamika peta isu-isu politik dan kepentingan, masyarakat “terbelah” ke dalam asosiasi-asosiasi kepentingan yang saling berkonflik, berkonsensus dan bahkan bertoleransi untuk mencapai keseimbangan baru. 5.1.1.3 Proses Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang Regenerasi dalam partai politik berkaitan dengan bagaimana partai politik melakukan rekruitmen terhadap anggota. Artinya, berhasil dan tidaknya partai politik salah satunya juga ditentukan melalui proses regenarasi. Terkait dengan regenerasi, Partai Demokrat di Kabupaten Semarang terbuka untuk semua kader yang mempunyai niat atau motivasi untuk menjadi pengurus partai, bahkan menjadi calon ketua DPC. Pencalonan Ketua DPC secara demokratis dilaksanakan pada saat 114 Muscab, dan siapa pun kader mempunyai hak untuk mencalonkan diri, tanpa mengistimewakan pihak-pihak tertentu, termasuk pihak-pihak yang memiliki dana yang besar. Untuk syarat menjadi Ketua DPC atau Sekretaris minimal harus melakukan koordinasi dengan semua PAC-PAC yang ada di Kabupaten Semarang. Hal ini perlu dilakukan karena setiap PAC memiliki hak suara dalam Muscab yang diselenggarakan. Melalui konsolidasi dengan PAC kemudian PAC mengumpulkan kader-kadernya dari ranting dikumpulkan ini nanti ada pemilihan ini itu nanti semuanya dikumpulkan untuk membahas pemilihan. Selain keterbukaan dalam rekruitmen kader yang akan menjabat sebagai pengurus, dalam usaha melakukan proses regenerasi yang baik, Partai Demokrat Kabupaten Semarang juga berpedoman pada usaha yang akan dilakukan DPP, yaitu melalui penyelenggaraan institut Partai Demokrat. Institut Partai Demokrat perlu diberikan kepada kader agar kader mendapatkan pendidikan dan pembelajaran politik, khususnya yang terkait dengan kondisi Partai Demokrat. Tujuan dari diselenggarakannya institut Partai Demokrat adalah untuk menyiapkan kader terbaik. Apalagi pada saat ini Partai Demokrat masih mempertahankan SBY sebagai patron partai, sehingga memunculkan kekhawatiran mengenai anggapan bahwa Partai Demokrat tidak demokratis. Peryataan tentang rencana pendirian Institut Partai Demokrat disampaikan Gunung Imam. Dalam wawancara Gunung Imam menyatakan: “Partai Demokrat sebenarnya sedang mempersiapkan kader-kader terbaik untuk menggantikan SBY kelak. Proses persiapan kader ini merupakan bagian dari regenerasi yang dilaksankan melalui program DPP Partai Demokrat yang bernama Institut Partai Demokrat” (wawancara tanggal 10 Januari 2016). 115 Selain Gunung Imam, Hasyim dalam wawancaranya menyampaikan hal sebagai berikut. “Setiap partai politik termasuk Partai Demokrat saat ini tidak boleh mainmain dalam merekrut kader. Kejadian sebelumnya menjadi pengalaman berharga bagi kami dalam menerima kader partai dengan baik. Kader partai sekarang harus bersih, jujur, dan santun” (wawancara tanggal 11 Mei 2016). Hasil wawancara di atas menunjukkan adanya keinginan Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk lebih selektif dalam melakukan seleksi terhadap calon kader. Hal ini dilakukan karena melalui rekruitmen yang lebih selektif, maka harapan Partai Demokrat untuk mewujudkan regenerasi partai yang bersih, jujur, cerdas, dan santun dapat terwujud. Terkait dengan survei yang dilakukan tentang proses regenarisasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang dapat digambarkan pada diagram berikut. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Persamaan Hak Menjadi Pengurus Terdapat Persyaratan Menjadi Pengurus Pendidikan dan Pelatihan Kader Terdapat Kriteria Pengurus 17 14 1 0 15 14 7 0 13 18 1 0 8 18 6 0 Mekanisme Pergantian Pengurus Sesuai AD/ART 14 15 3 0 Diagram 5.3 Indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Dari gambar diagram di atas, dapat diketahui bahwa terkait dengan persamaan hak menjadi anggota pengurus, 17 responden menyatakan sangat baik, 14 116 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Untuk pernyataan tentang terdapat tidaknya persyaratan menjadi pengurus partai dapat diketahui 15 responden menyatakan sangat baik, 14 responden menyatakan baik, dan 7 responden menyatakan tidak baik. Untuk sub indikator tentang pendidikan dan pelatihan kader sebanyak 13 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Untuk sub indikator mengenai kriteria pengurus partai, sebanyak 8 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 6 responden menyatakan tidak baik. Untuk indikator yang terakhir terkait dengan pergantian pengurus, sebanyak 14 responden menyatakan sangat baik, 15 responden menyatakan baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terkait dengan persamaan hak menjadi anggota pengurus menempati ranking teratas, sedangkan upaya pergantian pengurus menempati ranking penilaian terendah. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan proses regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.6 Skoring Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Regenerasi Partai SB (4) 67 Demokrat di Kabupaten B (3) 79 Semarang CB (2) 18 B (1) 0 Jumlah total 164 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 268 237 36 0 541 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, maka 117 berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.7 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Indikator Sub Indikator Persamaan hak menjadi Regenerasi Partai Demokrat di pengurus Kabupaten Semarang Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria khusus untuk menjadi pengurus Mekanisme pergantian pengurus melalui AD/ART partai Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sebagai berikut. % skor aktual = 541 X 100% = 81,96% dibulatkan menjadi 82 % 118 660 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rentang presentase 68,01% - 84%. Berdasarkan hasil temuan di atas, maka peneliti beranggapan bahwa terkait dengan regenerasi, Partai Demokrat di Kabupaten Semarang jusrtu dalam hal-hal tertentu, khususnya pergantian pengurus dalam tidak sejalan dengan aturan yang terdapat di dalam AD Partai Demokrat Bab VIII. Dalam AD AD Partai Demokrat Bab VIII disebutkan bahwa jangka waktu kepengurusan partai pada semua tingkatan adalah 5 (lima) tahun, sehingga setiap lima tahun sekali terjadi proses regenerasi kepemimpinan. Proses regenerasi kepemimpinan ini dilakukan melalui Kongres, Muktamar, Munas di tingkat nasional, Musda (di tingkat provinsi), dan Muscab (di tingkat kota/kabupaten). Jika terjadi penyimpangan terhadap jangka waktu kepengurusan partai, baik kurang dari lima tahun, maka dapat dilakukan melalui pelaksanaan Kongres Luar Biasa, Musyawarah Daerah Luar Biasa, Musyawarah Cabang Luar Biasa, Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa, Musyawarah Ranting Luar Biasa. 5.1.1.4 Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Dalam proses kaderisasi, sesuai dengan AD/ART setiap DPC Partai Demokrat memiliki sebuah unit khusus yang dinamakan Unit Kaderisasi, Pendidikan dan Pelatihan. Unit Kaderisasi, Pendidikan dan Pelatihan bertanggungjawab melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan kaderisasi secara teratur dan secara insidental sesuai dengan kebutuhan semua kader dan fungsionaris partai di tingkat cabang. Dalam melaksanakan tugasnya, unit tersebut berpedoman pada Rencana 119 Umum Pendidikan dan Pelatihan serta Kebijakan serta kebijakan Umum Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, dan Dewan Pimpinan Cabang. Melalui Unit Kaderisasi, Pendidikan dan Pelatihan Kaderisasi oleh pengurus Partai Demokrat dipahami lebih dari pemberian materi atau indoktrinasi secara formal melalui ruang-ruang kelas tetapi juga sebagai pengikutsertaan anggota atau jajaran pengurus lain dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh partai, seperti rapatrapat dan kunjungan ke PAC, sehingga unit kaderisasi sebagai bagian struktur organisasi partai, bersama fungsionarisnya tidak lebih sebagai papan nama jika ditinjau dari fungsi unit tersebut. Di Kabupaten Semarang, Unit Kaderisasi, Pendidikan dan Pelatihan pada saat ini belum menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini dikarenakan belum matangnya proses perencanaan. Kurang matangnya proses perencanaan salah satunya disebabkan karena adanya pergantian kepengurusan di tubuh Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sebelum dilaksnakan Muscab. Hal ini berpengaruh terhadap struktur kepengurusan partai, sehingga tugas dari masingmasing pengurus menjadi tidak jelas. “Di awal sudah saya sampaikan, kita Partai Demokrat di Kabupaten Semarang masih berbenah mempersiapkan Muscab, sehingga beberapa fungsi kepengurusan belum bisa bekerja secara optimal. Namun, kita selalu berusaha untuk melakukan koordinasi yang baik dengan PAC untuk menyiapkan dan merekrut kader terbaik yang bagian dari strategi memenangkan pemilu berikutnya”. (Wawancara tanggal 11 Mei 2016). Dari pendapat Hasyim, dapat diketahui bahwa meskipun unit kaderisasi, pendidikan dan pelatihan belum bisa menjalankan fungsinya dengan baik, namun upaya-upaya perekrutan kader tebaik sudah dilakukan. Proses penjaringan kader diupayakan untuk meningkatkan perolehan jumlah suara pada pemilu berikutnya. Dalam proses rekruitmen berusaha objektif. Untuk menjadi kader Partai Demokrat 120 minimal harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi massa, loyalitas, dan kegigihan dalam bekerja. Hal ini senanda dengan apa yang disampaikan guntur. Dalam proses wawancara yang dilakukan di kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang, Gunung Imam mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut. “Melalui kaderisasi yang berupa pelibatan simpatisan, anggota dan segenap pengurus dalam kegiatan-kegiatan partai. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa rapat, menerima kunjungan dari kepengurusan yang lebih tinggi, kunjungan sosial dan sebagainya. Meski secara organisasi kaderisasi dilakukan melalui instrumen program pendidikan dan pembentukan lembaga yang khusus mengelola kaderisasi, kegiatan Partai Demokrat tersebut langsung diselenggarakan oleh kepengurusan DPC”. (Wawancara tanggal 10 Januari 2016). Hasil survei terkait dengan kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini. 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Ketepatan Waktu Pelatihan Kader 23 10 0 0 Terdapat Pedoman dan Kriteria Dalam Perekrutan Kader 23 9 1 0 Rekruitmen Kader Tidak Berdasarkan Kedekatan Personal atau Persaudaraan 13 17 3 0 Sistem Rekruitmen Kader Transparan dan Akuntabel 8 21 4 0 Keterwakilan Kader Perempuan 16 16 1 0 Diagram 5.4 Indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Terkait dengan indikator tentang proses kaderisasi, diperoleh data sebagai berikut: untuk masalah ketepatan waktu pelatihan kader 23 responden menyatakan sangat baik, dan 10 responden menyatakan baik. Pada sub indikator mengenai terdapat tidaknya pedoman dan kriteria dalam perekrutan kader, diperoleh data 23 121 responden menyatakan sangat baik, 9 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Pada sub indikator yang lain, yaitu terkait dengan pertimbangan dalam rekruitmen kader, diperoleh data sebanyak 13 responden menyatakan sangat baik, 17 responden menyatakan baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas sistem rekruitmen, sebanyak 8 responden menyatakan sangat baik, 21 responden menyatakan baik, dan 4 responden menyatakan tidak baik. Sedangkan pada sub indikator yang terakhir tentang keterwakilan kader perempuan diperoleh data sebanyak 16 responden menyatakan sangat baik, dan 16 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan proses kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.8 Skoring Kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Kaderisasi Partai Demokrat SB (4) 83 di Kabupaten Semarang B (3) 73 CB (2) 9 B (1) 0 Jumlah total 165 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 332 219 18 0 569 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen 122 :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang digambarkan dalam tabel di bawah ini: 5.9 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang Indikator Sub Indikator Persamaan hak menjadi Kaderisasi Partai Demokrat di pengurus Kabupaten Semarang Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria khusus untuk menjadi pengurus Mekanisme pergantian pengurus melalui AD/ART partai Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sebagai berikut. % skor aktual = 569 X 100% = 86,21% dibulatkan menjadi 86 % 660 123 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori sangat baik, yaitu dengan rentang presentase 84,01% - 100%. 5.1.2 Modernisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga Random menuju modernisasi sudah disiapkan DPC Partai Demokrat Kota Salatiga melalui pembangunan pola pikir modern. Pola pikir yang dimaksud dapat dilihat dari ketokohan SBY yang sangat sederhana dan terbuka. Kesederhanaan dan keterbukaan SBY terlihat pada saat SBY melakukan kunjungan TourTheJava di Salatiga. Saat SBY yang kebetulan menjabat sebagai Ketua Umum tersebut datang, SBY tidak meminginkan adanya sambutan secara besar-besaran. Selain itu, pada saat penentuan salah satu calon Walikota Salatiga, SBY tidak memikirkan menang, namun yang terpenting yang menjadi calon walikota benar-benar kader yang berkualitas. Artinya, siapa pun kader yang memiliki kualitas untuk memimpin di Kota Salatiga dapat dipromosikan. Hal ini seperti yang disampaikan Adhi Sandi, Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kota Salatiga sebagai berikut. “Kalau konteknya modern itu bisa juga di pola pikir modern, sebenarnya kalau pola pikir Pak SBY itu pola pikirnya modern. Namun dalam konteks organisasi kita masih dalam proses menuju modern. Kalau Pak SBY itu modern, random menuju modern sudah disiapkan. Kemarin Ketua Umum datang kita tidak boleh menyambut besar-besaran, karena posisinya ketua umum tidak ingin masyarakat itu menganggap bahwa SBY itu sebagai sosok Bapak Negara, beliau tidak mau, apalagi untuk merugikan masyarakat. Jadi SBY datang itu beliau tidak mau macet itu tidak mau. Jadi pola-pola pikir yang sederhana kayak gitu itu yang kemarin memang tidak bisa diekspos oleh media” (wawancara tanggal 15 April 2016). Hasil wawancara tersebut menunujukkan bahwa secara pola pikir modernisasi di tubuh Partai Demokrat sudah dilakukan melalui keteladanan SBY. 124 Keteladanan tersebut terlihat misalnya pada saat penjaringan calon walikota, Partai Demokrat lebih mementingkan kader yang berkualitas dibandingkan dengan orang yang memiliki sumber dana. Selain itu, Partai Demokrat khususnya di Kota Salatiga dalam melakukan proses penjaringan calon walikota juga lebih mempertimbangkan usulan dari bawah. 5.1.2.1 Keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga Keterbukaan menjadi prioritas bagi Partai Demokrat di Kota Salatiga. Proses keterbukaan digambarkan oleh Adhi Sandi misalnya melalui proses penjaringan calon walikota, dimana proses tersebut dilakukan melalui prosedur yang sudah ditentukan dan disepakati bersama, yaitu melalui mekanisme persiapan, penjaringan, dan verifikasi. Dalam proses penjaringan calon walikota, Partai Demokrat di Salatiga terbuka dengan mempertimbangkan usulan secara bottom up bukan secara top down lagi. Selain dicontohkan melalui proses penjaringan calon walikota, keterbukaan juga digambarkan Adhi Sandi melalui mekanisme laporan keuangan partai. Laporan keuangan partai dibuat dan dilaporkan kepada pemerintah (Kesbangpol dan KPU) setelah selesai melaksanakan kegiatan. Untuk menjaga keterbukaan dalam pembuatan laporan keuangan, DPC melibatkan kader dalam proses pembuatannya. Hal ini juga dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam proses pembuatan laporan. Secara lebih jelas, penjelasan dari masing-masing sub indikator keterbukaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Sebagaimana Partai Demokrat Kabupaten Semarang, akses informasi merupakan hal yang penting bagi Partai Demokrat Kota Salatiga. Pembukaan akses informasi secara terbuka kepada kader maupun masyarakat dapat memberikan 125 dampak yang positif bagi perkembangan partai. Dengan adanya keterbukaan akses informasi, setiap kader dapat mengetahui apa dan bagaimana Partai Demokrat Kota Salatiga menjalankan program-program kerja sesuai dengan harapan masyarakat. Pernyataan ini sebagaimana disampaikan Adhi Sandi sebagai berikut. “Informasi sangat penting Mas untuk diberikan kepada masyarakat atau kader. Kita selalu membangun akses kepada kader, termasuk pada saat ini menjelang pilihan walikota, kader berhak tahu Partai Demokrat Kota Salatiga menentukan siapa yang menjadi pilihannya. Dengan demikian, adanya keterbukaan informasi ini komunikasi partai dengan masyarakat dan kader bisa berjalan dengan baik” (wawancara tanggal 15 April 2016). Peryataan Adhi Sandi di atas menunjukkan adanya semangat Partai Demokrat Kota Salatiga untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik melalui keterbukaan akses informasi. Dengan terbukanya akses informasi, setiap kader memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan informasi terkait dengan program kerja Partai Demokrat. Pernyataan Adhi Sandi ini juga diperkuat pernyataan salah satu kader Partai Demokrat Kota Salatiga Sri Rohani sebagai berikut. “Partai manapun termasuk Partai Demokrat di era demokrasi saat ini sangat dituntut untuk serba terbuka, oleh karena itu Partai Demokrat di Kota Salatiga dalam menjalankan program-programnya selalu terbuka memberikan informasi kepada siapa saja, yang penting yang sifatnya bukan kerahasiaan partai, karena Partai Demokrat juga memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan partai” (wawancara tanggal 21 Juni 2016). Berdasarkan kutipan wawancara di atas, dapat disimpulkan Partai Demokrat Kota Salatiga telah melakukan usaha untuk mengimplementasikan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam Undangundang tersebut disebutkan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk memberikan jaminan hak setiap orang untuk memperoleh 126 informasi publik dalam rangka mendorong dan meningkatkan kualitas patisipasi masyarakat untuk memberikan masukan dalam pengambilan kebijakan publik. Lebih lanjut dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 juga diatur bahwa partai politik termasuk Partai Demokrat wajib menyediakan secara terbuka informasi publik yang meliputi: (1) asas dan tujuan; (2) program umum dan kegiatan partai politik; (3) nama, alamat dan susunan kepengurusan serta perubahannya; (4) pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; (5) mekanisme pengambilan keputusan partai; keputusan partai yang berasal dari hasil Muktamar/Kongres/Munas dan keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan (6) informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai politik. Transparansi dalam mengelola keuangan menjadi prioritas utama Partai Demokrat Kota Salatiga dalam upaya membangun partai yang modern. Bentuk transparansi tersebut dilakukan dengan cara memberikan informasi keuangan secara terbuka dan bertanggungjawab, baik kepada kader, masyarakat maupun pemerintah. Hal ini sebagaimana disampaikan Adhi Sandi sebagai berikut. “Kita nanti laporan ke pemerintah, pemerintah ada standarnya, standarnya itu stempel basah. Itu yang dilaporkan ke Kesbangpol dan ke KPU, jadi KPU itu bukan dari kita tapi dari Kesbangpol. Jadi kita tidak mungkin langsung kecuali dana kampanye, langsung ke KPU. Jadi kita buat dana kampanye, pos-pos apa yang dikeluarkan itu semua stempel basah semua. Jadi kader berhak tahu, kita undang mereka, pembuatannya mereka juga ikut, jadi kita tidak sendiri kalau sendiri susah kalau misalkan ada kesalahan kita yang disalahkan” (wawancara tanggal 15 April 2016). Selain Adhi Sandi, Sri Rohani juga menyampaikan adanya upaya periodik yang dilakukan Partai Demokrat Kota Salatiga untuk mewujudkan transparansi 127 dalam mengelola keuangan partai. Upaya ini dilakukan karena Partai Demokrat Kota Salatiga menyadari bahwa kriteria terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) salah satunya adalah melalui keterbukaan dalam mengelola sumber keuangan partai. Kutipan wawancara tersebut adalah sebagai berikut. “Partai Demokrat Kota Salatiga memiliki komitmen mempertanggungjawabkan dana partai kepada publik dan pemerintah. Kita di sini mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik, jadi ya keuangan partai juga harus dilaporkan dengan baik. Kita selalu tepat waktu dalam menyampaikan laporan kepada pemerintah setelah pemerintah melalui BPK juga melakukan audit terhadap laporan yang kita buat” (wawancara tanggal 21 Juni 2016). Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa Partai Demokrat Kota Salatiga memiliki komitmen untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam mengelola sumber keuangan yang diperoleh. Melalui wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa Partai Demokrat Kota Salatiga berusaha terbuka dalam melaporkan keuangan partai. Partai Demokrat Kota Salatiga dalam hal ini telah melakukan kewajiban sebagaimana yang disebutkan dalam UU 2 tahun 2011, yaitu kewajiban untuk mempublikasikan pengelolaan keuangan partai, yang meliputi kepada masyarakat atau publik. Selain keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, salah satu program kerja Partai Demokrat Kota Salatiga saat ini adalah menyiapkan kader terbaik untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan DPP Partai Demokrat. Selain itu, Partai Demokrat Kota Salatiga pada saat ini juga sedang menghimpun kekuatan untuk mendukung salah satu kader terbaik untuk menjadi calon walikota, dengan diharapkan dapat memberikan perubahan menuju Kota Salatiga yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya meyakinkan masyarakat Kota Salatiga untuk memilih calon terbaik, maka mekanisme yang dilakukan adalah melalui kegiatan dialog 128 bersama calon walikota. Pernyataan tersebut sebagaimana disampaikan Adhi Sandi sebagai berikut. “Ada juga mekanisme dengan cara model kaya kita walikota ini kan kader kita, kita nanti akan membuat rancangan untuk dialog dengan masyarakat bahwa Dia sebagai walikota ini specnya, siapapun mau menghujat aja tidak masalah yang penting di sini ada aturannya. Maksudnya kalau menghujat dengan cara yang santun. Banyak yang datang ke kita jadi dengan berbagai cara. Yang ketiga itu kader-kader yang sudah loyal kita akan mengajak sekeliling mereka” (wawancara tanggal 15 April 2016). Selain menyiapkan kader untuk menjabat kembali walikota, Partai Demokrat Kota Salatiga juga mengadakan kegiatan temu kader yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan SBYTourdJava. Kegiatan temu kader dilakukan dengan tujuan untuk menyamakan presepsi guna mendukung terwujudnya visi dan misi Partai Demokrat. Pernyataan demikian sebagaimana disampaikan Sri Rohani sebagai berikut. “Kita sering mengadakan temu kader untuk silaturahmi sekaligus menyamakan presepsi kita dalam banyak hal. Seperti kemarin setelah SBY datang ke Salatiga, DPC melakukan pertemuan dengan kader terkait dengan hasil rekomendasi SBYTourdJava. Pertemuan ini sangat bermanfaat bagi kami karena melalui pertemuan ini kita jadi sama dalam mempersiapkan dan menjalankan program kerja yang akan datang” (wawancara tanggal 21 Juni 2016). Berdasarkan beberapa kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa upaya keterbukaan dalam menyampaikan program kerja telah dilakukan Partai Demokrat Kota Salatiga dengan baik. Namun demikian, lebih lanjut kedua informan tersebut juga menyampaikan bahwa dalam memberikan informasi juga mengalami berbagai kendala, salah satunya adalah adanya konflik internal yang sebelumnya dialami Partai Demokrat Kota Salatiga. Akan tetapi konflik internal tersebut bukan kendala yang berarti. 129 Terkait dengan komunikasi, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Semarang, saat ini dalam mendukung tercapainya program-program kerja yang sudah disusun, Partai Demokrat Kota Salatiga menjalin komunikasi, baik dengan sesama kader maupun dengan anggota masyarakat. Partai Demokrat Kota Salatiga belajar dari pengalaman sebelumnya, yaitu ketika komunikasi tidak dijalankan dengan baik, maka akan terjadi pertentangan-pertentangan yang pada akhirnya dapat memunculkan konflik internal yang tidak diinginkan. Hal seperti pernyataan Adhi Sandi sebagai berikut. “Saat ini komunikasi kita jalankan dengan baik apalagi saat ini kita sedang mempersiapkan kegiatan pilkada yang memang membutuhkan komunikasi dengan semua pihak termasuk kader dan masyarakat. Kita tidak mau pengalaman sebelumnya karena kita kurang komunikasi akhirnya terjadi perbedaan pendapat yang akhirnya membuat semua tidak nyaman dan cenderung menimbulkan konflik dan merugikan partai” (wawancara tanggal 15 April 2016). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa komunikasi sangat dibutuhkan dalam menjalankan roda organisasi termasuk partai politik. Komunikasi yang terbuka inilah yang diyakini Partai Demokrat Kota Salatiga dapat memberikan dampak yang baik dan berpengaruh terhadap pencapaian program kerja yang telah direncanakan. Hal ini karena melalui hubungan komunikasi yang baik, akan tercipta harmonisasi di setiap anggota maupun masyarakat, sehingga apa yang menjadi tujuan partai dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selain itu, untuk menampung adanya kritik maupun perbedaan-perbedaan dari kader atau anggota partai, menurut Sandi Partai Demokrat Kota Salatiga setiap satu bulan sekali mengadakan konsolidasi dengan ranting. Konsolidasi tersebut dipimpin langsung oleh Ketua PAC di setiap ranting. Tujuan dijadikannya Ketua PAC sebagai pemimpin rapat konsolidasi adalah untuk membangun jiwa leadership 130 dan untuk regenerasi. Tujuan konsolidasi di tingkat ranting adalah untuk menyatukan presepsi yang di dalamnya terdapat kritik-kritik atau perbedaan-perbedaan, yang kemudian hasilnya akan dimusyawarahkan di tingkat DPC. “Kalau kita ada yang namanya konsolidasi dengan ranting. Konsolidasi ranting itu setiap bulan sekali diadakan. Itu nanti yang memimpin adalah PACnya karena untuk leadirshipnya. Jadi untuk regenarisnya dari PAC itu akan ngomong di ranting, baru nanti ketika ada hasil di situ dimusywarahkan di DPC. Jadi ada heirarkinya, hirarkinya memang kayak gitu. Kita untuk mempersiapkan keanggotaan, kita mempersiapkan keroganisasian, kita mempersiapkan leadhership dari PAC itu gimana, ketika dia tidak punya leadhersip untuk memimpin ranting juga susah, kita akan genjot itu. Ini sudah berjalan satu bulan setiap satu bulan satu kali” (wawancara tanggal 15 April 2016). Penjelasan Adhi Sandi di atas menunjukkan bahwa Partai Demokrat Kota Salatiga pada dasarnya terbuka terhadap kritik ataupun perbedaan-perbedaan dari kader atau anggota partai. Keterbukaan tersebut diwadahi dalam sebuah kegiatan konsolidasi, yang harapannya selain dapat menampung kritik maupun perbedaanperbedaan sekaligus juga untuk mempersiapkan proses regenerasi partai. Namun demikian, lebih lanjut Adhi Sandi menyampaikan bahwa setiap kader partai diperbolehkan untuk mengkritik kebijakan DPC, akan tetapi tetapi tetap dalam batas kewajaran, artinya kader tersebut dalam melakukan kritik tidak memiliki maksud untuk merusak citra partai, tapi lebih pada kritik yang bersifat membangun. Dari berbagai penjelasan di atas, untuk memperoleh data terkait dengan seberapa jauh keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga, maka selain melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait sebagaimana yang dilakukan pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, peneliti juga melakukan survei terhadap pengurus, kader maupun simpatisan Partai Demokrat di Kota Salatiga. Dari hasil survei tersebut diperoleh gambaran diagram data sebagai berikut. 131 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Akses Informa si 15 15 3 0 Laporan Keuang an 18 8 7 0 Program Kerja Komuni kasi Kritik 14 15 4 0 13 5 5 0 9 16 6 0 Diagram 5.5 Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga Hasil survei terhadap 33 pengurus atau kader Partai Demokrat di Kota Salatiga menunujukkan bahwa ranking keterbukaan terhadap laporan keuangan mendapatkan penilaian yang paling tinggi. Pada sub indikator tentang keterbukaan terhadap penyampaian laporan keuangan, sebanyak 18 responden menyatakan sangat baik, 8 responden menyatakan baik, dan 7 responden menyatakan tidak baik. Sedangkan pada pernyataan tentang keterbukaan akses informasi, sebanyak 15 responden memberikan penilaian sangat baik, 15 responden menyatakan baik dan 3 responden menyatakan tidak baik. Pada sub indikator yang lain, yaitu terkait dengan keterbukaan dalam penyampaian program kerja, diperoleh data sebanyak 14 responden menyatakan sangat baik, 15 responden menyatakan baik, dan 4 responden menyatakan tidak baik. Berkaitan dengan keterbukaan komunikasi yang dijalankan antara elit dan kader, sebanyak 13 responden menyatakan sangat baik, 15 responden menyatakan baik, dan 5 responden menyatakan tidak baik. Pada sub indikator yang terakhir tentang 132 keterbukaan terhadap kritik diperoleh data sebanyak 9 responden menyatakan sangat baik, 16 responden menyatakan baik, dan 6 responden menyatakan tidak baik. Dari hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga dalam transparansi keuangan partai juga menunjukkan kategorisasi sangat baik. Hal ini diperkuat hasil wawancara dengan salah satu pengurus Partai Demokrat Kota Salatiga Adhi Sandi sebagai berikut. “Jadi kader berhak tahu, kita undang mereka, pembuatannya mereka juga ikut, jadi kita tidak sendiri kalau sendiri susah kalau misalkan ada kesalahan kita yang disalahkan. Keterbukaan ini juga termasuk salah satunya itu, jadi anggaran dan lain sebagainya kita buka” (wawancara tanggal 15 April 2016). Apa yang disampaikan Adhi Sandi menunjukkan bahwa Partai Demokrat di Kota Salatiga berusaha untuk memenuhi kriteria partai politik modern. Namun, untuk menuju ke arah modern memang tidak semudah yang dibicarakan. Berbagai persoalan menjadi penghambat, salah satunya konflik internal. Dalam perjalanannya tidak mungkin dalam suatu hubungan organisasi khususnya partai politik tidak ada konflik. Akan tetapi kadang konflik tersebut justru ditimbulkan pihak luar yang tidak menginginkan adanya keharmonisan di tubuh Partai Demokrat. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.10 Skoring Keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga Interval Nilai SB (4) B (3) CB (2) B (1) Jumlah total 133 Jumlah Tanggapan Responden 69 69 25 0 163 Skor Aktual 276 207 50 0 533 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.11 Skor Yang Diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga Indikator Sub Indikator Akses Informasi Keterbukaan Partai Demokrat Laporan Keuangan di Kota Salatiga Program Kerja Komunikasi Kritik Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga sebagai berikut. % skor aktual = 533 X 100% = 80,75% dibulatkan menjadi 81 % 134 660 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga termasuk dalam kategori baik dengan presentase 68,01% - 84%. Pemaparan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dalam prespektif kuantitatif, presentase keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori sangat baik dengan presentase 84,01% - 100%. Hal ini berarti upaya yang ditempuh Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk mewujudkan modernisasi, khususnya dalam hal keterbukaan sudah dilakukan dengan sangat baik. Selain itu, dengan melihat kondisi yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa secara kuantitatif pernyataan di atas memperkuat pernyataan Sartori (2015) yang menyatakan bahwa untuk menunju partai modern, salah satunya ditempuh melalui keterbukaan. 5.1.2.2 Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kota Salatiga Dalam upaya melaksanaan ideologi, sebagaimana di tingkat pusat, Partai Demokrat di Kota Salatiga berusaha untuk menjadi partai penyeimbang dan penengah. Untuk menjadi penyeimbang dan penengah, Partai Demokrat di Kota Salatiga selalu berusaha bersikap santun dan berpikir cerdas dengan tidak terjerumus ke dalam permasalahan partai lain. Hal ini juga terlihat pada saat penyelenggaraan pilpres tahun 2014. Pada pilpres 2014 Partai Demokrat tidak masuk ke dalam dua kubu yang bersebrangan (KMP dan KIH), akan tetapi lebih memposisikan diri sebagai penyeimbang guna kepentingan nasional. Pernyataan ini seperti yang disampaikan Adhi Sandi sebagai berikut. 135 “Yang paling sangat mungkin Partai Demokrat itu punya idelais sendiri. Jadi dia tidak akan membentuk A untuk menyerang Si B tidak akan. Dia akan menjadi penengah. Jadi kita memang punya ideologi sendiri, kita bermain santun, bermain cerdas tidak ikut A ikut B, kita kan tidak ikut KMP maupun KIH tapi jadi penyeimbang” (wawancara tanggal 15 April 2016). Berdasarkan pernyataan Adhi Sandi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam keterkaitannya dengan pelaksanaan ideologi, Partai Demokrat Kota Salatiga selalu memegang teguh sikap santun serta berpikir cerdas dalam melaksanakan programprogram kerja partai. Partai Demokrat Kota Salatiga dalam hal ini tidak ingin terlibat dalam konflik ataupun permasalahan partai lain, dan lebih fokus menata internal partainya sendiri. Selain itu, Partai Demokrat Kota Salatiga merupakan partai yang menjunjung tinggi keberagaman. Keberagaman anggota/kader sudah menjadi prioritas Partai Demokrat Kota Salatiga. Partai Demokrat Kota Salatiga menyadari bahwa dengan ciri ideologi Nasionalis-Religius, maka konsekuensinya adalah memberikan kebebasan kepada semua warga Negara termasuk kaum perempuan untuk menjadi anggota/kader, bahkan pengurus partai. hal ini sebagaimana disampaikan Adhi Sandi sebagai berikut. “Keberagaman itu wajib Mas. Partai Demokrat itu punya ideologi Nasionalis-Religius di satu sisi nasional di sisi lain religius, jadi konsekuensinya kita bebas siapapun yang mau masuk menjadi anggota atau kader partai tanpa meilhat perbedaan-perbedaan agama dan golongan yang penting calon kader punya komitmen membangun partai” (wawancara tanggal 15 April 2016). Pernyataan Adhi Sandi di atas diperkuat pandangan salah satu kader perempuan Partai Demokrat Kota Salatiga Sri Rohani. Dalam pernyataannya Sri Rohani menyampaikan hal sebagai berikut. “Selama saya bergabung dengan Partai Demokrat Kota Salatiga, saya melihat untuk masalah keberagaman Partai Demokrat Salatiga sangat 136 terbuka. Kita dari kaum perempuan juga tidak merasakan diskriminasi apapun, kita enjoy karena partai ini tidak hanya terdiri dari satu agama tapi beragam dan tidak membeda-bedakan satu sama lain” (wawancara tanggal 21 Juni 2016). Baik pernyataan Adhi Sandi maupun Sri Rohani di atas menunjukkan bahwa dalam konteks keberagaman khususnya dalam perekrutan anggota atau kader partai, Partai Demokrat Kota Salatiga merupakan partai yang terbuka terhadap keberagaman anggota. Artinya, dalam merekrut anggota atau kader Partai Demokrat Kota Salatiga tidak membedakan darimana calon kader tersebut berasal, semua agama, kelompok ataupun golongan semua bebas untuk menjadi bagian dari Partai Demokrat Kota Salatiga, asalakan bukan kelompok dan golongan yang dilarang Undang-undang. Wujud keberagaman terhadap anggota tersebut juga diwujudkan dalam bentuk pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas sesame kader atau anggota Partai Demokrat Kota Salatiga. Pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas merupakan salah satu kunci kesuksesan Partai Demokrat Kota Salatiga. Oleh karena itu, untuk menjadi partai yang menjunjung tinggi nilai solidaritas, Partai Demokrat Kota Salatiga melakukan beberapa usaha antara lain dengan memberikan kouta kepada perwakilan perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan partai, termasuk bergabung dalam kepengurusan partai. Hal ini menjadi komitmen Partai Demokrat Kota Salatiga, karena penghargaan dan penghormatan terhadap perempuan sudah menjadi bagian penting untuk membangun Partai Demokrat Kota Salatiga. Namun demikian, dalam prakteknya Partai Demokrat Kota Salatiga juga menyadari bahwa untuk melibatkan perempuan dalam kegiatan partai bukanlah hal yang mudah. Pernyataan tersebut sebagaimana disampaikan Adhi Sandi sebagai berikut. “Kita memenuhi 30 % keterwakilan perempuan, bahkan kita 40 %, malah banyak wanitanya. Karena posisinya kita juga menyadari bahwa wanita itu 137 ada keterbatasan. Keterbatasannya apa sih, ketika beliau-beliau itu punya suami, maka kita tidak bisa menuntut all out itu tidak bisa” (wawancara Tanggal 15 April 2016). Terkait dengan permasalahan konflik internal, seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Semarang, konflik internal Partai Demokrat di Kota Salatiga juga disebabkan karena adanya pergantian kepengurusan baru, khususnya pada jabatan ketua, sekretaris, dan bendahara. Pergantian pengurus tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Nomor: 93/SK/DPP.PD/DPC/XII/2013 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kota Salaitga Provinsi Jawa Tengah. Munculnya surat keputusan ini sekaligus memberhentikan Ketua DPC Partai Demokrat Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah, yang kemudian diganti oleh PLT. Pergantian pucuk kepemimpinan DPC Partai Demokrat di Kota Salatiga dengan mekanisme pengangkatan PLT inilah yang kemudian mengakibatkan muculnya dualisme kepemimpinan. Salah satu kubu yang diberhentikan tidak menerima keputusan DPP tersebut. Ia bahkan membentuk Tim Penyelamat Partai Demokrat. Pembentukan Tim Penyelamat Partai Demokrat dianggap oleh salah satu pihak yang menjabat PLT merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan karena pada waktu itu aspirasinya sudah diberi jawaban oleh SBY. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Adhi Sandi (Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kota Salatiga), bahwa: “Mas Iwan itu tidak loyal kepada partai, karena posisinya adalah bukan masalah Annas dan Ibbas. Tapi Mas Iwan ingin perubahan di Demokrat, pada waktu itu suaranya sudah diterima oleh Pak SBY sudah diberikan jawaban Pak SBY tapi tidak diterima lagi. Dan dosa besarnya Mas Iwan adalah ketika Dia mengatakan kita membentuk tim penyelamat untuk Partai Demokrat, padahal sebenarnya itu paling tidak boleh mas, satu karena posisinya sudah dikasih jawaban dengan SBY” (wawancara tanggal 15 April 2016). 138 Dalam pandangan Adhi Sandi tersebut, dapat diketahui bahwa kemunculan konflik internal yang terkait dengan pemberhentian Ketua DPC disebabkan karena adanya keiinginan salah satu pihak untuk melakukan perubahan di Partai Demokrat. Meskipun upaya melakukan perubahan tersebut sudah mendapatkan tanggapan dari Ketua Umum Partai Demokrat, namun salah satu pihak tetap tidak puas, dan bahkan sampai membentuk Tim Penyelamat Partai Demokrat. Pembentukan Tim Penyelamat Demokrat inilah yang kemudian memunculkan dualisme kepungurusan di DPC Partai Demokrat Kota Salatiga. “Upaya mediasi antara DPC dan DPD sudah dilakukan. Usaha DPC mengadu kepada DPP pun juga dilakukan. Akan tetapi, DPP tak menanggapi. bahkan dalam satu forum pertemuan antara DPC, DPD dan DPP, Ketua Harian menyampaikan alasan pemecatan yang tak mengenakkan”. Untuk mengurangi dampak konflik internal yang lebih besar, DPC Partai Demokrat pimpinan Fadlin Lubis melakukan beberapa langkah, salah satunya berusaha melibatkan pihak-pihak yang bersebrangan, dengan memberikan posisi yang sama tanpa dibedakan dengan yang lain. Pernyataan tersebut seperti yang disampaikan Sandi sebagai berikut. “Tetap masih ada Mas, karena Dia seorang leader, leader itu tetap ada loyalis terus ini siapa sih DPP yang tahu Salatiga kan orang kami itu tetap ada Mas. Tapi selama ini tetap enjoy-enjoy saja mas tidak ada masalah. Tapi Ketua DPC kita juga bagus Mas. Ya keterbukaan kalau ini dapat banpol segini silahkan mau diapakan dibagi Mas. Jadi diundang yang menjadi orang-orang loyalis Mas Iwan juga diberi posisi silahkan. Itu memang kami rasakan kedewasaan partai Demokrat itu luar biasa”. (Wawancara tanggal 15 April 2016). Penjelasan informan di atas sejalan dengan pandangan Hidayat (2002:124) yang menyatakan bahwa konflik dapat muncul akibat adanya perbedaan yang sulit untuk disatukan dan kerasnya benturan kepentingan yang saling berhadapan, 139 disebabkan oleh beberapa latar belakang yang ada. Selain itu, Wirawan (2010:34) mengemukakan bahwa konflik merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakkan perubahan. Dalam prespektif kasus konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kota Salatiga ini menunjukkan bahwa keinginan untuk melakukan perubahan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya konflik. Oleh karena itu, sebenarnya hal ini adalah proses pendewasaan partai politik untuk menuju partai modern dan terbuka. Pandangan lain terkait dengan konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kota Salatiga juga disampaikan informan yang kebetulan menjabat sebagai anggota DPRD Kota Salatiga. Menurut informan tersebut konflik muncul karena sudah tidak ada kesamaan visi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Selain itu, terdapat anggapan bahwa salah satu pihak tidak menjalankan instruksi DPP. Selain memberikan dampak terhadap perubahan posisi kepemimpinan ketua DPC, konflik internal ini juga berdampak terhadap kantor Partai Demokrat Kota Salatiga, yaitu bergeser dari Jl. Taman Pahlawan No.32, Kutowinangun Kidul, Tingkir, Kota Salatiga, bergeser ke jalan Veteran 51 Kota Salatiga. Dari berbagai penjelasan di atas, sebagaimana konflik internal Partai Demokrat yang terjadi di Kabupaten Semarang, maka dapat dianalisis bahwa beberapa isu utama yang menjadi sumber terjadinya konflik internal juga meliputi isu ketidakpercayaan (distrust), struktural dan politik, loyalitas, serta isu pelanggaran AD/ART. konflik internal ini diawali dari adanya isu ketidakpercayaan (distrust). Isu ketidakpercayaan ini muncul karena selama salah satu pihak memiliki prestasi yang kurang memuaskan. Selain itu, konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di 140 Kota Salatiga juga disebabkan karena adanya permasalahan struktur kepengurusan. Struktur kepengurusan yang dimaksud adalah adanya keinginan salah satu pihak untuk merebut kekuasaan dari pihak lain. Konflik struktural merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumber daya. Posisi para pihak dalam konflik jenis ini dipicu oleh pihak penguasa. Sebab, pihak penguasa memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan umum, sehingga pihak ini lebih berpeluang dalam mengakses sumber daya sekaligus mengontrol sumber daya tersebut. Selain wewenang formal, faktor geografis, sejarah dan waktu juga seringkali digunakan sebagai alasan oleh penguasa untuk memberi keputusan-keputusan yang menguntungkan pihaknya sendiri. Selain adanya keinginan salah satu pihak untuk melakukan perubahan di Partai Demokrat. Isu lain yang menjadi faktor munculnya konflik internal ini adalah isu loyalitas. Pihak yang terlibat dalam konflik internal Partai Demokrat di Kota Salatiga antara lain: DPP Partai Demokrat, Iwan Wibowo (Ketua DPC Kota Salatiga yang diberhentikan), DPD Partai Demokrat Jawa Tengah, Pengurus PLT DPC Partai Demokrat di Kota Semarang, serta PAC-PAC di Kota Salatiga. Sebagaimana penjelasan konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kota Salatiga juga termasuk ke dalam jenis konflik yang dikemukakan Duverger (1988:49-50). Konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kota Salatiga menunjukkan adanya ketidakpuasan bahwa konflik kelompok dapat ditimbulkan oleh bakat-bakat individual. Kecenderungan berkompetisi atau selalu tidak puas terhadap pekerjaan orang lain dapat menyebabkan orang yang mempunyai ciri-ciri seperti selalu terlibat konflik dimanapun dia berada. Ketidakpuasan inilah yang menurut teori konflik dari 141 Duverger merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik di dalam internal Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Selain itu, jika dilihat dari bentuknya, karateristik konflik internal Partai Demokrat di Kota Salatiga sesuai dengan bentuk konflik pertentangan politik yang dikemukakan Soekanto (1992:86). Kesesuaian ini terlihat dari faktor penyebab terjadinya konflik dimana pihak yang satu memiliki kepentingan atau tujuan politis terhadap pihak lain. Pihak yang dimaksud dalam pertentangan politik ini adalah pihak DPP Partai Demokrat dengan pihak Ketua DPC yang diberhentikan. Data terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Salatiga diperoleh melalui wawancara dengan Sandi serta melalui pembagian koisoner yang disebar ke beberapa kader sertai simpatisan. Gambaran grafik tentang pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga digambarkan dalam grafik berikut. 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Keberagaman Pengakuan Anggota/Kad dan er Penghargaan Terhadap Solidaritas 22 12 Penyelesaian Konflik Internal Melalui Musyawarah 10 Kesantunan Toleransi Terhadap Perbedaan 7 15 Baik 11 19 20 19 18 Tidak Baik 0 2 3 7 0 Sangat Tidak Baik 0 0 0 0 0 Diagram 5.6 Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga Berdasarkan diagram di atas, dari 33 responden yang disurvei dapat diketahui jumlah responden yang memberikan penilaian sangat baik terhadap pelaksanaan 142 ideologi Partai Demokrat, terutama terkait keberagaman anggota atau kader (terbuka untuk semua warga negara tanpa membeda-bedakan agama, ras dan golongan) berjumlah 22 responden, dan sisanya 11 responden memberikan penilain baik. Pada pernyataan kedua terkait dengan upaya pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas sebanyak 12 responden menyatakan sangat baik, 19 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Berbeda dengan penilaian pada sub indikator pertama dan kedua, pada sub indikator yang ketiga yaitu tentang upaya penyelesaian konflik internal melalui musyawarah, sebanyak 10 responden memberikan penilaian sangat baik, 20 responden memberikan penilaian baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Untuk sub pernyataan tentang kesantunan, 7 responden menyatakan sangat baik, 19 responden menyatakan baik, dan 7 responden menyatakan tidak baik. Untuk pernyataan terakhir tentang toleransi terhadap perbedaan, 15 responden menyatakan sangat baik dan 18 responden menyatakan baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.12 Skoring Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kota Salatiga Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Pelaksanaan Ideologi Partai SB (4) 66 Demokrat di Kota Salatiga B (3) 87 CB (2) 12 B (1) 0 Jumlah total 165 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 264 261 24 0 549 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor actual terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga, maka 143 berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator ideologi : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.13 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga Indikator Sub Indikator Keberagaman Pelaksanaan Ideologi Partai anggota/kader Demokrat di Kota Salatiga Pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas Penyelesaian konflik internal melalui musyawarah Kesantunan Toleransi terhadap perbedaan Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga sebagai berikut. % skor aktual = 549 X 100% = 83,18% dibulatkan menjadi 83 % 144 660 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase ideologi Partai Demokrat di Kota Salatiga termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rentang presentase 68,01% - 84%. 5.1.2.3 Proses Regenerasi Partai Demokrat Kota Salatiga Dalam proses regenerasi, Partai Demokrat di Kota Salatiga berusaha untuk terbuka dengan lebih mementingkan pengalaman kader daripada kepandaian dan kekayaan. Selain itu, walaupun pendidikan merupakan hal yang sangat penting, namun untuk proses regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga lebih mengutamakan loyalitas kader dalam mengabdi. Hal ini karena dengan adanya loyalitas kader yang baik, maka dapat melahirkan suasana yang kondusif dan baik untuk perkembangan Partai Demokrat di Kota Salatiga. Pernyataannya tersebut seperti yang disampaikan Sandi. Dalam wawancara Adhi Sandi menyampaikan: “Ketua DPC itu kalau kita Mas harus punya pengalaman organisasi, tidak perlu kaya, tidak perlu orang pintar, pengalaman spintar tidak, yang penting pengalaman, salah satunya kayak Pak Lubis ini pengalamannya luar biasa Mas. Jadi initinya di organisasi itu kan kita tidak cari orang pintar walaupun pintar itu dibutuhkan tapi kita tidak cari orang pintar tapi kita cari teman-teman memang loyal dan ingin mengabdi. Kalau untuk masalah pendididikan kayak fraksi saja belum S1 tapi dia punya jiwa loyalitas, terus dia punya rasa ingin belajar. Sekarang kuliah itu dari situ dilihat bahwa Demokrat itu terbuka sekali” (wawancara tanggal 15 April 2016). Pernyataan Adhi Sandi di atas menunjukkan bahwa Partai Demokrat di Kota Salatiga berusaha membangun sistem regenerasi dengan mengedepankan pengalaman dan loyalitas, karena pengalaman dan loyalitas merupakan kunci partai politik untuk berkembang dan maju. Oleh karena itu, dalam melakukan proses regenerasi, Partai Demokrat di Kota Salatiga lebih memperhatikan usulan-usulan 145 dari bawah, terutama PAC untuk menentukan pilihan, baik ketua maupun pengurus DPC. Proses regenerasi tersebut diwadahi dalam bentuk pelaksanaan Musda yang melibatkan 7 orang yang meliputi 4 orang dari PAC, 1 orang dari DPP, 1 orang dari DPD, dan 1 orang dari DPC. Namun, lebih lanjut Sandi menjelaskan bahwa yang menjadi permasalahan dalam proses regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga adalah kebanyakan kader-kader di bawah masih mengidolakan SBY, sehingga apapun yang menjadi keputusan SBY, semua kader di bawah mengamininya. “Jadi gini Mas kalau di tingkat nasional ada Kongres, Munas, terus di DPD ada Musda baru Muscab, baru Musrancab. Jadi nanti yang mengelola ini. Jadi nanti ada usulan-usulan teman-teman yang lama bahwa ini kita harus tambal sulam atau kita mungkin perlu tambah pengurus, ini mau nanti kita akan ngomong kamu mau tidak. Malah yang menentukan adal PAC. Misalkan memilih ketua DPC yang ada di Salatiga itu kan suaranya 7 Mas karena kecamatannya 4, setiap PAC itu suara 1, dari DPP 1 dari DPD 1 dari ketua DPC 1 tujuh Mas kalau pusat ini menginginkan misalanya Mas Santo atau jenengan, tapi bawah menginginkan yang lain tidak menang Mas. Jadi kalau Demokrat itu, tapi ada tapinya Mas teman-teman yang di bawah itu mesti idolanya SBY semua, nah itu yang jadi masalah. Ketika SBY ngomong Si A yang jadi ketua sudah semua ikut, Jadi siap SBY minta A ya sudah SBY saja”. (Wawancara tanggal 15 April 2016). 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Persamaan Hak Menjadi Pengurus Terdapat Persyaratan Menjadi Pengurus Pendidikan dan Pelatihan Kader Terdapat Kriteria Pengurus 12 18 3 0 11 21 0 1 11 20 2 0 12 19 2 0 Mekanisme Pergantian Pengurus Sesuai AD/ART 12 20 1 0 Diagram 5.7 Indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga 146 Dari gambar diagram di atas, dapat diketahui bahwa terkait dengan persamaan hak menjadi anggota pengurus, 12 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Untuk pernyataan tentang persyaratan menjadi pengurus partai diketahui 11 responden menyatakan sangat baik, 21 responden menyatakan baik, dan 1 menyatakan sangat tidak baik. Untuk sub indikator tentang pendidikan dan pelatihan kader sebanyak 11 responden menyatakan sangat baik, 20 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Sedangkan pada sub indikator mengenai kriteria pengurus partai, sebanyak 12 responden menyatakan sangat baik, 19 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidakbaik. Untuk indikator yang terakhir terkait dengan pergantian pengurus, sebanyak 12 responden menyatakan sangat baik, 20 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan proses regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.14 Skoring Regenerasi Partai Demokrat Kota Salatiga Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Regenerasi Partai SB (4) 58 Demokrat di Kota Salatiga B (3) 98 CB (2) 8 B (1) 1 Jumlah total 165 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 232 294 16 1 543 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. 147 Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.15 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga Indikator Sub Indikator Persamaan hak menjadi Regenerasi Partai Demokrat di pengurus Kota Salatiga Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria khusus untuk menjadi pengurus Mekanisme pergantian pengurus melalui AD/ART partai Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga sebagai berikut. % skor aktual = 543 X 100% = 82,27% dibulatkan menjadi 82 % 660 148 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase regenerasi Partai Demokrat di Kota Salatiga termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rentang presentase 68,01% - 84%. 5.1.2.4 Kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga Sebagaimana kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Menurut Adhi Sandi, proses kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga yang terkait dengan pelatihan kader dilakukan melalui kegiatan Institut Partai Demokrat. Pengiriman kader-kader terbaik untuk mengikuti pelatihan Institut Partai Demokrat tersebut menunggu instruksi dari DPP. Melalui program Institut Partai Demokrat, kaderkader terbaik akan diberikan bekal yang cukup tentang pengetahuan, ketrampilan atau skill, sehingga selain dapat memposisikan dirinya sebagai kader Partai Demokrat, nantinya diharapkan dapat memberikan konstribusi yang positif bagi kemajuan Partai Demokrat. “Kita menunggu DPP kalau masalah pelatihan partai Mas, ini sudah mulai. Ini kader-kader yang pilihan kader-kader plus itu sudah instititut kemarin. Itu 260 orang. Nanti bergilir Mas DPD habis DPD baru DPC itu semua DPOKK itu dirancang dengan baik. Karena posisinya karena DPP sudah tahu institut jadi tahu Dia aku sebagai apa dan aku harus bagaimana, nah itu yang diterapkan di Demokrat kayak gitu. Nanti temanya macam-macam, masalah politik nasional itu hanya sebagai rangsangan saja kalau mereka sudah terangsang kaya gitu mereka kreatifitasnya” (wawancara tanggal 15 April 2016). Lebih lanjut Adhi Sandi menyampaikan kaderisasi juga dilakukan melalui perekrutan anggota atau kader. Proses perekrutan kader Partai Demokrat di Kota Salatiga menurut Sandi dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain dengan memberikan kebebasan bagi siapa saja dan warga mana saja untuk menjadi anggota 149 dengan mekanisme pembuatan Kartu Anggota (KTA). Kedua, melalui Walikota Salatiga yang kebetulan kader Partai Demokrat, proses rekruitmen dilakukan dengan menyelenggarakan kegiatan diaolog bersama masyarakat terkait dengan programprogram strategis yang dijalankan pemerintahan Kota Salatiga. Ketiga, proses rekruitmen dilakukan dengan cara menginstruksikan kader-kader loyal untuk mengajak masyarakat tergabung menjadi anggota Partai Demokrat Kota Salatiga. Hasil kutipan wawancara terkait dengan pernyataan tersebut adalah sebagai berikut. “Ada Mas kita melakukan beberapa tahap. Jadi ada nuwunsewu dari saya di sini selama 1 tahun banyak orang datang warga biasa datang ke sini, kayak kemarin Mas, kemarin itu ini masih muda mahasiswa Dia datang kesini mau daftar untuk minta KTA jenengan warga mana dulu “oh saya Kabupaten Semarang Mas”, nanti kita akan arahkan ke Kabupaten Semarang, tapi jenegan tetap ke sini dulu, nanti kita bantu di Kabupaten Semarang. Ada juga mekanisme dengan cara model kaya kita Walikota ini kan kader kita, kita nanti akan membuat rancangan untuk dialog dengan masyarakat bahwa Dia sebagai Walikota ini programnya, siapapun mau menghujat aja tidak masalah yang penting di sini ada aturannya. Maksudnya kalau menghujat dengan cara yang santun. Banyak yang datang ke kita jadi dengan berbagai cara. Yang ketiga itu kader-kader yang sudah loyal akan mengajak sekeliling mereka”. (Wawancara tanggal 15 April 2016). 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Ketepatan Waktu Pelatihan Kader 7 16 8 2 Terdapat Pedoman dan Kriteria Dalam Perekrutan Kader 15 16 0 1 Rekruitmen Kader Tidak Berdasarkan Kedekatan Personal atau Persaudaraan 10 18 5 0 Sistem Rekruitmen Kader Transparan dan Akuntabel 12 19 2 0 Keterwakilan Kader Perempuan 9 23 1 0 Diagram 5.8 Indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga 150 Terkait dengan indikator tentang proses kaderisasi, diperoleh data sebagai berikut: untuk masalah ketepatan waktu pelatihan kader 7 responden menyatakan sangat baik, 16 responden menyatakan baik, 8 responden menyatakan tidak baik, dan 2 responden menyatakan sangat tidak baik. Pada sub indikator mengenai terdapat tidaknya pedoman kriteria dalam perekrutan kader, diperoleh data 15 responden menyatakan sangat baik, 16 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan sangat tidak baik. Pada sub indikator yang lain, yaitu terkait dengan pertimbangan dalam rekruitmen kader, diperoleh data sebanyak 10 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 5 responden menyatakan tidak baik. Berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas system rekruitmen, sebanyak 12 responden menyatakan sangat baik, 19 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Pada sub indikator yang terakhir tentang keterwakilan kader perempuan diperoleh data sebanyak 9 responden menyatakan sangat baik, dan 23 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan proses kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.16 Skoring Kaderisasi Partai Demokrat Kota Salatiga Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Kaderisasi Partai Demokrat SB (4) 53 di Kota Salatiga B (3) 92 CB (2) 16 B (1) 3 Jumlah total 164 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan 151 Skor Aktual 212 276 32 3 523 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 33 = 660 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.17 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga Indikator Sub Indikator Persamaan hak menjadi Kaderisasi Partai Demokrat di pengurus Kota Salatiga Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria khusus untuk menjadi pengurus Mekanisme pergantian pengurus melalui AD/ART partai Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 660 660 660 660 660 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus 152 sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga sebagai berikut. % skor aktual = 523 X 100% = 79,24% dibulatkan menjadi 79 % 660 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase kaderisasi Partai Demokrat di Kota Salatiga termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rentang presentase 64,01% - 84%. 5.1.3 Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Keterbukaan dalam rekruitmen kader dan pengelolaan keuangan partai menjadi salah satu hal yang prioritas untuk mewujudkan modernisasi. Artinya untuk menuju modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo harus melakukan proses rekruitmen secara terbuka dan memiliki sistem pengelolaan yang baik. Hal ini dikarenakan biasanya permasalahan utama yang sering dihadapi partai politik yang kadang juga menimbulkan konflik disebabkan karena sistem pengelolaan keuangan partai yang tidak baik dan kurang transparansinya dalam perekrutan kader. Pernyataan tersebut sejalan dengan pandangan Yophi Prabowo sebagai berikut: “Tentunya kita dari Partai Demokrat memang mengarah ke sana keterbukaan. Kita melaksanakan rekruitmen kader kita akan membentuk kaderisasi, kita akan transparansi juga di dalam pengelolaan anggran keuangan partai karena kita juga berpikiran bahwa partai sekarang mulai mengarah ke partai modernisasi. Dalam artian di dalam proses rekruitmen kader-kadernya juga harus transparan, terus untuk pengelolaan itu khan harus dimaksimalkan keuangannya, karena kalau saya amati di semua partai itu munculnya permasalahan itu biasanya berawal dari sistem pengelolaan keuangan, saya juga sering menyampaikan ke rekan-rekan bahwa masalah keuangan, masalah anggaran memang saya harus memberikan contoh supaya pengelolaan keuangan transparan, saya selaku ketua pun tidak pernah memegang jadi semua keuangan saya suruh mengelola bendaharanya. mas semua keuangan saya serahkan ke Bendahara, tapi semua pengeluaran selaku ketua saya harus tahu karena saya yang mempertanggungjawabkan. Dan setiap kali kita mengadakan pertemuan pasti kita sampaikan masalah keuanganannya dan kadang-kadang percaya 153 dan mereka tentunya akan semangat kalau dalam mengelola keuangan dilakukan transparan” (wawancara tanggal 14 April 2016). Berdasarkan pendapat Yophi Prabowo tersebut, dapat dijelaskan bahwa Pengelolaan keuangan yang baik serta transparansi dalam perekrutan kader merupakan dua hal yang wajib dipenuhi jika sebuah partai politik ingin menuju modernisasi. Artinya, sebuah partai politik termasuk Partai Demokrat dapat dikatakan modern jika memiliki sistem pengelolaan keuangan yang baik dan terbuka dalam melakukan perekrutan kader. Sebaliknya, jika sistem pegelolaan keungan partai tidak baik dan partai politik tersebut tidak terbuka dalam melakukan perekrutan kader, maka dapat dikatakan modernisasi partai politik masih jauh untuk dijangkau. 5.1.3.1 Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Arah menuju partai terbuka sudah dilakukan Partai Demokrat Kabupaten Purworejo. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain melalui transparansi, baik dalam rekruitmen kader maupun dalam pengelolaan keuangan. Hal ini dilakukan karena Partai Demokrat khususnya di Kabupaten Purworejo berpikiran bahwa timbulnya permasalahan partai seringkali disebabkan karena pengelolaan keuangan yang kurang baik. Oleh karena itu, himbaun untuk semua pengurus maupun kader tentang transparansi keuangan sangat penting untuk mewujudkan keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo. Dalam upaya mewujudkan transparansi dalam pengelolaan keuangan, pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo juga melibatkan kader-kader di bawah seperti kader-kader yang ada di PAC untuk samasama melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan partai. Usaha menuju 154 transparansi keuangan partai juga diungkapkan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo, Yophy Prabowo sebagai berikut. ”Tentunya kita dari Partai Demokrat memang mengarah ke sana keterbukaan. kita melaksanakan rekruitmen kader kita akan membentuk kaderisasi, kita akan transparansi juga di dalam pengelolaan anggran keuangan partai karena kita juga berpikiran bahwa partai sekarang mulai mengarah ke partai modernisasi. Dalam artian di dalam proses rekruitmen kader-kadernya juga harus transparan, terus untuk pengelolaan itu khan harus dimaksimalkan keuangannya, karena kalau saya amati di semua partai itu munculnya permasalahan itu biasanya berawal dari sistem pengelolaan keuangan, saya juga sering menyampaikan ke rekan-rekan bahwa masalah keuangan, masalah anggaran memang saya harus memberikan contoh supaya pengelolaan keuangan transparan, saya selaku ketua pun tidak pernah memegang jadi semua keuangan saya suruh mengelola bendaharanya, tapi semua pengeluaran selaku ketua saya harus tahu karena saya yang mempertanggungjawabkan” (wawancara tanggal 14 April 2016). Kutipan wawancara di atas menunjukkan adanya upaya Partai Demokrat Kabupaten Purworejo untuk menjadi partai terbuka. Sebagaimana yang terjadi di Partai Demokrat Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga, Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo juga bergerak menuju modernisasi. Beberapa hal yang medukung tercapainya modernisasi antara lain mekanisme pelaporan keuangan juga lakukan melalui prosedur yang diatur dalam AD /ART partai, yaitu dilaporkan ke Kesbangpol jika pengeluaran keunganan berasal dari dana dari pemerintah. Sedangkan terkait dengan dana kampanye, dilaporkan langsung ke KPU Kabupaten Purworejo. Selain pendapat Yophi Prabowo, terkait keterbukaan khususnya keterbukaan anggaran juga disampaiakan Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Muhammad Abdullah. Menurut Muhammad Abdullah keterbukaan dalam transparansi keuangan pada saat ini sudah menjadi keharusan. Hal ini disebabkan karena adanya perkembangan teknologi, mengharuskan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan partai. Bahkan semua partai politik mana pun pada saat ini 155 tidak bisa lagi menutup-nutupi sumber keuangan yang diperoleh. Sumber dana partai yang meliputi iuran anggota yang menjabat sebagai anggota DPRD dan dana hibah dari Pemerintah Daerah. “Secara umum sebetulnya kalau soal keuangan itu tidak bisa lagi apa namanya misalkan ditutup-tutupi apa namamanya partai mana pun tidak bisa karena sumber utama partai politik itu kan hanya dua sebetulnya, yang pertama adalah iuran kader, iuran kader itu sekarang tidak mungkin ada kader partai politik mana pun saya kira yang mau berkonstribusi iuran untuk partainya di luar anggota yang kebetulan menjadi anggota Dewan, nah sementara iuran atau konstribusi dari anggota yang menjadi anggota dewan jumlahnya kan bisa dilihat berapa rupiah yang diberikan ke partai karena dipotong langsung pada saat dia terima gaji disaat jadi anggota, tinggal mengalikan berapa kader yang menjadi anggota dewan dikalikan sekian kan ketemu itu yang pertama. Yang kedua bantuan parpol dari pemerintah yang besarannya apa namanya disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh dikalikan berapa rupiah, kemudian pasti masing-masing apa namanya masing-masing pemerintah daerah ketika memberikan bantuan parpol itu terpablish juga di media, sehingga tidak bisa ditutup-tutupi” (wawancara tanggal 5 Mei 2016). Baik pendapat Yophi Prabowo maupun Muhammad Abdullah memberikan gambaran secara diskriptif bahwa setiap partai politik termasuk Partai Demokrat dalam konteksnya sudah seharusnya terbuka. Sebagaimana yang dilakukan di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo, untuk memperoleh data terkait dengan seberapa jauh keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga, peneliti melakukan melakukan survei terhadap kader dan pengurus Partai Demokrat di Kota Salatiga. Dari hasil survei tersebut diperoleh gambaran diagram data sebagai berikut. 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Akses Informasi 23 11 0 Laporan Keuangan 24 10 0 156Program Kerja 22 12 0 Komunikasi Kritik 23 11 0 17 16 1 Diagram 5.9 Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Pada diagram tersebut keterbukaan terhadap akses informasi dari 3 responden yang disurvei, sebanyak 23 responden menyatakan keterbukaan akses informasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dalam kondisi sangat baik, dan 11 responden menyatakan baik. Sedangkan pada sub indikator mengenai laporan keuangan, diperoleh data 24 responden menyatakan sangat baik, dan 10 responden menyatakan baik. Pada sub indikator yang lain, yaitu terkait dengan keterbukaan dalam penyampaian program kerja, diperoleh data sebanyak 22 responden menyatakan sangat baik, dan 12 responden menyatakan baik. Berkaitan dengan keterbukaan komunikasi yang dijalankan antara elit dan kader, sebanyak 23 responden menyatakan sangat baik, dan 11 responden menyatakan baik. Pada sub indikator yang terakhir tentang keterbukaan terhadap kritik diperoleh data sebanyak 17 responden menyatakan sangat baik, 16 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.18 Skoring Keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Indikator Keterbukaan Partai Interval Nilai SB (4) 157 Jumlah Tanggapan Responden 109 Skor Aktual 436 Demokrat di Kabupaten Purworejo B (3) CB (2) B (1) 60 1 0 Jumlah total 170 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan 180 2 0 618 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 34 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 34 = 680 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.19 Skor Yang Diharapkan Pada Setiap Sub Indikator Keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Indikator Sub Indikator Akses Informasi Keterbukaan Partai Demokrat Laporan Keuangan di Kabupaten Purworejo Program Kerja Komunikasi Kritik Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 680 680 680 680 680 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus 158 sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo sebagai berikut. % skor aktual = 618 X 100% = 90,88% dibulatkan menjadi 91 % 680 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo termasuk dalam kategori baik dengan presentase 84,01% - 100%. Pemaparan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dalam prespektif kuantitatif, prosentase keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori sangat baik dengan presentase 84,01% - 100%. Hal ini berarti upaya yang ditempuh Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk mewujudkan modernisasi, khususnya dalam hal keterbukaan sudah dilakukan dengan sangat baik. Selain itu, dengan melihat kondisi yang demikian, maka dapat disimpulkan bahwa secara kuantitatif pernyataan di atas memperkuat pernyataan Sartori (2015) yang menyatakan bahwa untuk menunju partai modern, salah satunya ditempuh melalui keterbukaan. 5.1.3.2 Pelaksanaan Ideologi Partai di Kabupaten Purworejo Dalam mewujudkan modernisasi, tiga sikap penting yang dikedepankan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo adalah menjalankan roda organisasi dengan didasarkan pada sikap humanis dan pluralis. Humanisme yang dimaksud adalah yang menjunjung tinggi nilai martabat kemanusiaan hakiki dan universal. Pluralisme dimaknai sebagai pengakuan terhadap perbedaan terutama soal ciri khas daerah. Partai Demokrat juga menolak diskriminasi baik untuk anggota partai atau masyarakat, tercantum dalam “standar minimal prinsip anti-diskriminasi”. Misalnya, 159 partai ini menekankan soal kesetaraan gender, penempatan posisi, pemberian bantuan, penerapan reward and punishment, dan akses sumber daya. Satu hal yang menarik untuk dibahas dalam adalah terkait dengan penerapan reward and punishment. Penerapan reward and punishment dapat dilihat dari dinamika konflik internal yang dialami Partai Demokrat Kabupaten Purworejo. Dilihat dari latarbelakang kejadiannya, konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo berbeda dengan konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga. Meskipun memiliki kesamaan dilatarbelakangi adanya pemberhentian Ketua DPC, namun konflik internal Partai Demokrat yang terjadi di Kabupaten Purworejo berbeda dengan dua Kota/Kabupaten sebelumnya, karena pemberhentian Ketua DPC tersebut terjadi dua kali, yaitu pada tahun 2010 dan tahun 2014. Pada tahun 2010, terjadinya konflik internal dilatarbelakangi munculnya Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Nomor 169/SK/DPP.PD/DPC/V/2010 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Surat keputusan tersebut berisi keputusan penonaktifkan Muhammad Abdullah selaku Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo yang kemudian digantikan oleh Habib Yusuf sebagai Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Purworejo. Berdasarkan surat tersebut, Muhammad Abdullah diberhentikan karena dinilai tidak sejalan dengan kebijakan Dewan Pimpinan Pusat dalam hal pengusungan Calon Kepala Daerah di Kabupaten Purworejo. Proses pemberhentian Muhammad Abdullah sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo tidak berlangsung lama. Pada tahun yang sama muncul kembali Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Nomor 160 09/SK/DPP.PD/DPC/IX/2010 tentang Pemberlakuan Kembali Posisi Jabatan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Purworejo. Dengan terbitnya surat keputusan tersebut, memberikan peluang kembali kepada Muhammad Abdullah untuk kembali memimpin DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo periode 2010-2015. Selain itu, menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan Muhammad Abdullah adanya surat tersebut mengindikasikan bahwa ada kekeliruan terhadap pemberhentian dirinya sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo. Hasil kutipan wawancara adalah sebagai berikut. “Jadi begini khusus tentang saya itu akan berbeda dengan sebagian temanteman saya. Kenapa karena saya diberhentikan dua kali. Yang tahun 2010 itu ketuanya belum Anas. Jadi tahun 2010 itu saya diberhentikan bulan Maret kemudian bulan September 2010 saya diaktifkan kembali. Jadi saya diberhentikan tapi diaktifkan lagi, artinya kan secara tidak langsung DPP mengakui kan kalau Dia keliru, walaupun tidak spisifik dia menyebut ada mekanisme yang salah paling tidak dia mengakui bahwa keputusan terdahulunya itu salah, maka kemudian saya diaktifkan kembali” (wawancara tanggal 5 Mei 2016) Setelah diangkat kembali menjadi ketua DPC Kabupaten Purworejo, sebelum masa jabatannya selesai, pada tahun 2014 M. Abdullah diberhentikan kembali menjadi Ketua DPC. Pemberhentian tersebut berdasarkan Surat Keputusan Nomor 95/SK/DPP.PD/DPC/Xll/2Ol4. Pemberhentian ini terjadi menjelang kongres ke IV Partai Demokrat. Dalam SK tersebut diangkatlah Yophi Prabowo sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo menggantikan Muhammad Abdullah. Pemberhentian kedua tersebut menurut Muhammad Abdullah hampir sama seperti yang terjadi pada tahun 2010, yaitu dilatarbelakangi perbedaan pendapat terkait dengan pengusungan calon kepala daerah yang akan maju dalam pilkada 2014. Selain itu, Abdullah juga menyampaikan bahwa pemberhentian dirinya sebagai 161 Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo tidak sesuai prosedur dan tidak melalui mekanisme yang terdapat dalam AD/ART Partai Demokrat. “Begini yang namanya prosedur begini bahwa ketua DPC bisa, bisa diganti atau di PLT itu kan karena beberapa hal yang pertama meninggal dunia, saya kan masih hidup, yang kedua mengundurkan diri, saya kan tidak mengundurkan diri, yang ketiga adalah diberhentikan. Nah diberhentikan itu kan banyak hal karena dia tentu intinya adalah ketika diberhentikan itu kan dianggap ada kesalahan, apakah ada persoalan hukum yang bersangkutan, atau dianggap yang bersangkutan itu melanggar AD/ART partai atau peraturan organisasi. Yang pertama kalau saya dianggap misalkan terlibat masalah hukum saya tidak ada tidak terlibat apa-apa, yang kedua kalau saya dianggap melanggar peraturan-peraturan organisasi mupun AD/ART, yang saya langgar yang mana. Karena kalau misalnya saya itu posisinya adalah melakukan pelanggaran pasti yang pertama kan ada teguran, bisa lisan atau tertulis, yang kedua kalau ada teguran masih kan masih ada kan masih ada lagi surat peringatan, surat peringatan 1,2,3. Ketika surat peringatan ketiga masih tetap lagi kan bisa saya diadili di Mahkamah Partai, ini kan teguran gak ada surat peringatan apalagi tiba-tiba surat ini kan nylonong saja” (wawancara tanggal 5 Mei 2016). Dari kutipan wawancara di atas, Muhammad Abdullah secara tidak langsung menyampaikan bahwa dalam kasus pemberhentian dirinya banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap AD/ART Partai Demokrat. Di dalam AD/ART sudah disebutkan bahwa pemberhentian ketua DPC dapat dilakukan jika ketua DPC yang bersangkutan melanggar AD/ART partai maupun peraturan organisasi. Dalam kasus ini Muhammad Abdullah menyampaikan bahwa dirinya tidak merasa melanggar AD/ART atau peraturan organisasi tersebut. Selain itu, menurutnya kasus pemberhentian dirinya dianggap mengada-ada karena tanpa melalui mekanisme yang diatur di dalam AD/ART, yaitu melalui tahap teguran baik secara lisan atau tertulis, surat peringatan (peringatan 1, peringatan 2, dan peringatan 3) serta tidak melalui Mahkamah Partai. Pernyataan Muhammad Abdullah tersebut berbeda dengan pandangan Yophi Prabowo (PLT Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo). Menurut Yophi Prabowo, munculnya surat yang mengangkat dirinya sebagai PLT karena 162 Muhammad Abdullah dianggap mempunyai prestasi, sehingga dipromosikan menjadi pengurus DPD Jawa Tengah. Dan, kebetulan karena adanya kekosongan kepengurusan (Pergantian Antar Waktu/PAW), maka diangkatlah PLT yang kebetulan dijabat Yophi Prabowo. “Jadi terkait dengan permasalahan PLT ya ketua DPC di PLT Muhammad Abdullah itu di PLT karena memang dinaikkan di pengurus Provinsi DPD. Karena mas Abdullah ditarik menjadi pengurus DPC sebagai wakil ketua DPD. Terus yang di daerah sini saya selaku ketua PAC menggantikan beliau PLT, dan sampai sekarang status saya juga masih PLT. Sementara kita menunggu Musda dulu mas, aturan Demokrat khan dari atas Kongres, Musda, baru Muscab” (wawancara tanggal 14 April 2016). Pendapat Yophi Prabowo menunjukkan bahwa bukan masalah AD/ART ataupun peraturan organisasi yang menjadi penyebab pemberhentian Ketua DPC Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo, namun lebih kepada upaya peningkatan prestasi dari yang bersangkutan. Yang bersangkutan dianggap memiliki prestasi dan sangat tepat untuk menduduki kepungurusan yang lebih tinggi, yaitu menjadi Pengurus DPD Provinsi Jawa Tengah. Pendapat Yophi Prabowo di atas tidak dibantah Muhammad Abdullah. Namun demikian, Muhammad Abdullah tetap menyayangkan mekanisme dan alasan pemberhentian dirinya sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo. Dalam pernyataannya Muhammad Abdullah menyampaikan: “Kalau saya dianggap berprestasi faktanya begini, ketika diadakan pelatihan kader se Indonesia saya itu juara satu. Kemudian ketika pemilu 2014 kemarin yang posisi Partai Demokrat sedang dalam kondisi yang gak karu-karuan banyak persoalan, se Jawa Tengah boleh sajikan data empiris berapa yang perolehan kursi relatif masih bisa penurunannya tidak tajam katakanlah Kota Semarang dari 16 tinggal 6 turun 10, kemudian dari 5 di Kabupaten Pemalang menjadi tidak ada sama sekali dari 7 tinggal 3 di Purworejo dari 8 masih 6 artinya kalau dianggap berprestasi mungkin ada benarnya, tapi pertanyaannya adalah kalau memberikan reward terhadap orang yang punya prestasi dengan cara melanggar prosedur boleh tidak” (wawancara tanggal 5 Mei 2016). 163 Berdasarkan wawancara di atas, Muhammad Abdullah mengakui bahwa dalam masa jabatannya sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo, sejumlah prestasi telah diperoleh, baik yang sifatnya individu maupun organisasi. hal ini dibuktikan ketika dirinya mengikuti pelatihan kader se Indonesia dan dinobatkan menjadi peserta terbaik pada pelatihan kader tersebut. Selain itu, secara organisasi perolehan kursi legislatif Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo juga termasuk stabil jika dibandingkan dengan perolehan Partai Demokrat di daerah lain yang mengalami konflik internal. Namun demikian, meskipun tidak membantah anggapan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan adanya pemberhentian dirinya adalah karena prestasi yang bagus, tetapi dalam konteks kasus pemberhentiannya, Muhammad Abdullah tetap menyayangkan karena pemberhentian dirinya tidak dilakukan melalui prosedur dan mekanisme yang benar sesuai AD/ART Partai Demokrat. Muhammad Abdullah meyayangkan pemberian reward terhadap seseorang yang punya prestasi tapi dengan cara melanggar prosedur. Pernyataan yang disampaikan baik oleh Yophi Prabowo maupun Muhammad Abdullah di atas, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup menonjol terkait dengan penyebab terjadinya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo. Kedua belah memiliki argumen masing-masing dan meyakini kebenaran dari masing-masing argumen tersebut. Perbedaan argumen terkait dengan penyebab konflik ini menunjukkan bahwa penyebab konflik internal yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo merupakan bentuk konflik kepentingan, sehingga kasus ini memperkuat pandangan Pruilt dan Jefry (2004) tentang teori konflik kepentingan. 164 Dalam pandangan Pruilt dan Jefry (2004) disampaikan bahwa semua konflik kepentingan seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Konflik muncul diakibatkan salah satunya karena adanya perebutan sumber daya. Hal ini sangat sesuai dengan dinamika konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo yang pada dasarnya disebabkan oleh faktor pragmatis terkait dengan perebutan posisi atau kekuasaan. Inti pokok munculnya konflik tersebut adalah perebutan komposisi kepemimpinan ketua DPC yang didasari adanya isu perbedaan pandangan dalam proses penjaringan calon kepala daerah di Kabupaten Purworejo. Sebagaimana konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga, konflik internal ini selain berdampak terhadap perubahan posisi kepemimpinan ketua DPC, juga berdampak terhadap kantor Partai Demokrat Kabupaten Purworejo yang juga bergeser dari jalan JL. Dr. Setiabudi, No. 12, Kec. Purworejo Kabupaten Purworejo bergeser ke jalan di Jalan Brigjen Katamso No 89 Purworejo. Sebagaimana konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga, dari berbagai kutipan wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa beberapa isu utama yang menjadi sumber terjadinya konflik internal meliputi isu ketidakpercayaan (distrust), struktural dan politik, loyalitas, serta isu pelanggaran AD/ART. Secara lebih jelas, masing-masing isu penyebab terjadinya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut. Sebagaimana konflik internal yang terjadi di Kabupaten Semarang, konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kota Salatiga juga diawali dari adanya isu ketidakpercayaan (distrust). Isu ketidakpercayaan ini muncul karena selama salah satu pihak memiliki prestasi yang kurang memuaskan. Sama halnya dengan yang 165 terjadi di Kabupaten Semarang, konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo juga disebabkan karena adanya permasalahan struktur kepengurusan. Struktur kepengurusan yang dimaksud adalah adanya keinginan salah satu pihak untuk merebut kekuasaan dari pihak lain. Selain adanya keinginan salah satu pihak untuk melakukan perubahan di Partai Demokrat, dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ada unsur loyalitas yang menjadi penyebab terjadinya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo. Keterlibatan aktor daalm konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo memiliki kesamaan dengan aktor yang terlibat konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang maupun di Kota Salatiga. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dapat diketahui bahwa konflik yang terjadi melibatkan beberapa pihak diantaranya DPP Partai Demokrat, Abdullah, Yoppy, Pengurus DPC yang di PLT dan yang menjadi PLT, DPD, dan PAC-PAC yang ada di bawah naungan DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang. Aktor yang terlibat dalam konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo memiliki peran yang berbeda-beda. DPP Partai Demokrat sebagai pihak yang mengeluarkan keputusan atau kebijakan dan Muhammad Abdullah sebagai pihak yang terkena keputusan atau kebijakan adalah pihak yang berperan langsung dalam konflik internal. Yophi Prabowo meskipun secara tidak langsung terlibat, namun demikian awal mula munculnya konflik berawal dari dirinya. Dari pernyatan tersebut, dalam prespektif pelaksanaan ideologi dapat disimpulkan bahwa Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo menghormati dan menghargai segala perbedaan, terutama yang terkait dengan ras, golongan dan agama. Hal ini dilakukan karena pada prinsipnya secara nasional Partai Demokrat memilih ideologi nasionalis dan religius yang berarti menghormati adanya 166 kemajemukan dengan didasarkan pada perbedaan-perbedaan dan tetap bersikap religus, sehingga setiap kader partai di tingkat lokal hukumnya wajib untuk melaksanakan ideologi tersebut. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo, diperoleh data sebagai berikut. 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Keberagaman Anggota/Kad er 24 10 0 0 Pengakuan dan Penghargaan Terhadap Solidaritas 18 16 0 0 Penyelesaian Konflik Internal Melalui Musyawarah 13 17 4 0 Kesantunan Toleransi Terhadap Perbedaan 14 16 4 0 15 19 0 0 Diagram 5.10 Indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Berdasarkan diagram di atas, dari 33 responden yang disurvei dapat diketahui jumlah responden yang memberikan penilaian sangat baik terhadap pelaksanaan 167 ideologi Partai Demokrat, terutama terkait keberagaman anggota atau kader (terbuka untuk semua warga negara tanpa membeda-bedakan agama, ras dan golongan) berjumlah 24 responden, dan sisanya 10 responden memberikan penilain baik. Pada pernyataan kedua terkait dengan upaya pengakuan dan penghargaan terhadap solidaritas sebanyak 18 responden menyatakan sangat baik, dan 16 responden menyatakan baik. Berbeda dengan penilaian pada sub indikator pertama dan kedua, pada sub indikator yang ketiga yaitu tentang upaya penyelesaian konflik internal melalui musyawarah, sebanyak 13 responden memberikan penilaian sangat baik, 17 responden memberikan penilaian baik, dan 5 responden menyatakan cukup baik. Untuk sub pernyataan tentang kesantunan, 14 responden menyatakan sangat baik, 16 responden menyatakan baik, dan 4 responden menyatakan cukup baik. Dan, dalam pernyataan terakhir tentang toleransi terhadap perbedaan, 15 responden menyatakan sangat baik dan 19 responden menyatakan baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.20 Skoring Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Pelaksanaan Ideologi Partai SB (4) 84 Demokrat di Kabupaten B (3) 78 Purworejo CB (2) 8 B (1) 0 Jumlah total 170 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan 168 Skor Aktual 336 234 16 0 586 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 34 Skor yang diharapkan tiap sub indikator ideologi : 4 x 5 x 33 = 680 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.21 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Pelaksanaan Ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Indikator Sub Indikator Keberagaman Pelaksanaan Ideologi Partai anggota/kader Demokrat di Kabupaten Pengakuan dan Purworejo penghargaan terhadap solidaritas Penyelesaian konflik internal melalui musyawarah Kesantunan Toleransi terhadap perbedaan Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 680 680 680 680 680 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus 169 sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo sebagai berikut. % skor aktual = 586 X 100% = 86,17% dibulatkan menjadi 86 % 680 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo termasuk dalam kategori sangat baik, yaitu dengan rentang presentase 84,01% - 100%. 5.5.3.3 Regenerasi Partai di Kabupaten Purworejo Bagi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo, regenerasi merupakan hal yang sangat penting untuk menunjung jalannya roda organisasi. Oleh karena itu, proses regenerasi perlu dilakukan secara teratur dan terstruktur. Tanpa adanya regenerasi secara teratur, organisasi termasuk partai politik akan terlihat kurang demokratis dan lebih bersifat bersifat otoriter. Tolak ukur regenerasi yang teratur adalah melalui mekanisme 5 tahunan yang dengan menyelenggarakan Kegiatan Kongres, Musda, maupun Muscab. Dari pernyataan tersebut, dapat diperoleh data bahwa pada saat ini proses regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo belum berjalan teratur. Hal ini dikarenakan selama 10 tahun belum ada reorganisasi yang dilakukan melalui mekanisme AD/ART Partai Demokrat. Salah satu informan menyatakan bahwa pada saat ini dengan belum diadakannya Musda maupun Muscab, maka dapat dikatakan proses regenerasi yang terjadi di lingkup DPD Partai Demokrat di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Purworejo belum berjalan baik, sehingga justru menimbulkan berbagai persoalan, termasuk konflik internal partai. 170 “Regenerasi kalau di Jawa Tengah saya katakan stagnan. Artinya begini, Partai ini kan punya mekanisme 5 tahunan mestinya terjadi kan regenerasi jadi reorganisasi baik di tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan dan lain sebagainya. Di Jawa Tengah sekarang sudah 10 tahun belum ada reorganisasi, Musda belum ada. Kemudian yang terjadi itu tadi penunjukkan-penunjukkan dengan semaunya sendiri dan yang ditunjuk boleh sampean cek di Jawa Tengah di PLT itu mana saja yang menggantikan dengan yang digantikan itu silahkan dicek kualitasnya bagus yang mana. Artinya itu kan tolak ukur kalau secara regenerasinya baik disandingkan saja ini antara yang mengganti dengan yang diganti kira-kira levelnya bagus mana”. (Wawancara tanggal 5 Mei 2016). 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Persamaan Hak Menjadi Pengurus Terdapat Persyaratan Menjadi Pengurus Pendidikan dan Pelatihan Kader Terdapat Kriteria Pengurus 16 18 0 0 16 18 0 0 14 18 2 0 12 21 1 0 Mekanisme Pergantian Pengurus Sesuai AD/ART 13 18 13 0 Diagram 5.11 Indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Dari gambar diagram di atas, dapat diketahui bahwa terkait dengan persamaan hak menjadi anggota pengurus, 16 responden menyatakan sangat baik, 171 dan 18 responden menyatakan baik. Untuk pernyataan tentang persyaratan menjadi pengurus partai diketahui 16 responden menyatakan sangat baik, dan 18 responden menyatakan baik. Untuk sub indikator tentang pendidikan dan pelatihan kader sebanyak 14 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 2 responden menyatakan tidak baik. Untuk sub indikator mengenai kriteria pengurus partai, sebanyak 12 responden menyatakan sangat baik, 21 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. Sedangkan untuk indikator yang terakhir terkait dengan pergantian pengurus, sebanyak 13 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan proses regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.22 Skoring Regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Regenerasi Partai SB (4) 71 Demokrat di Purworejo B (3) 93 CB (2) 6 B (1) 0 Jumlah total 170 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 284 279 12 0 575 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 Jumlah responden : 33 172 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 34 = 680 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.23 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Indikator Sub Indikator Persamaan hak menjadi Regenerasi Partai Demokrat di pengurus Kabupaten Purworejo Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria khusus untuk menjadi pengurus Mekanisme pergantian pengurus melalui AD/ART partai Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 680 680 680 680 680 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus 173 sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo sebagai berikut. % skor aktual = 575 X 100% = 84,55% dibulatkan menjadi 85 % 680 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo termasuk dalam kategori sangat baik, yaitu dengan rentang presentase 84,01% - 100%. 5.5.3.4 Kaderisasi Partai di Kabupaten Purworejo Seperti halnya yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga, proses kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo juga dilakukan atas dasar instruksi DPP. Pada proses ini, DPC melakukan musyawarah untuk menyeleksi pengurus-pengurus partai yang memiliki potensial yang kemudian diikutkan kedalam kegiatan bimtek atau penataran yang diselenggarakan DPP. Penataran tersebut dilaksanakan bersamaan dengan DPC-DPC yang ada di Indonesia yang tujuannya adalah untuk mendapatkan kader terbaik yang pada suatu saat nanti dapat menjadi pemimpin masa depan, baik di tingkat DPP, DPD, DPC, maupun PAC. Hal ini sebagaimana diungkapkan Yophi Prabowo sebagai berikut. “Prosenya yang pertama melakukan seleksi tadi yang dimusywarahkan partai, terus nanti pengurus-pengurus partai yang punya potensial bagus itu pasti akan dilakukan apa semacam bimbingan seperti bintek terus penataran. Kemarin kita juga mengadakan penataran juga. Penataran (bintek) dilakukan langsung di DPP. Jadi DPP punya target itu akan menatar 5000 kader terbaik ya kemarin sudah dilakukan sekitar 2500. Melalui bintek dapat sertifikat kebetulan kemarin saya juga ikut pelatihan di sana jadi kemarin Jawa Tengah kan ada 4 orang yang dikirim di Kabupaten Bogor. Saya ada dua anggota DPRD Provinsi Bu Teti sama Pak Bambang terus satunya lagi Ketua DPC dari Tegal yang mengikuti penataran di sana” (wawancara tanggal 14 April 2016). 174 Ungkapan Yophi Prabowo di atas menunujukkan bahwa pada saat ini dalam melakukan proses kaderisasi, Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo menyesuaikan dengan agenda kaderisasi yang diselenggarakan DPP. Artinya, DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo tidak mengagendakan kegiatan pelatihan kader. Namun demikian, dengan keikutsertaan beberapa kader dalam kegiatan bimtek atau penataran, diharapkan kader-kader terbaik ini dapat memberikan bimbingan kepada kader-kader yang ada di bawahnya, DPC akan membimbing di tingkat PAC, sedangakan PAC akan membimbing di tingkat-tingkat ranting. “Yang diutamakan nanti ketua-ketua mas. Jadi Ketua PAC, terus Ketua DPC, terus naik ke jenjang lagi DPD. Nanti yang kader-kader terbaik yang mengikuti bintek ini yang nanti mereka yang akan membimbing temantemannya. Nanti PAC bombing tingkat-tingkat ranting, saya nanti tugasnya membimbing di tingkat PAC” (wawancara tanggal 14 April 2016). 25 20 15 10 5 0 Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Ketepatan Waktu Pelatihan Kader 17 16 1 0 Terdapat Pedoman dan Kriterian Dalam Perekrutan Kader 12 22 0 0 Rekruitmen Kader Tidak Berdasarkan Kedekatan Personal atau Persaudaraan 14 20 0 0 Sistem Rekruitmen Kader Transparan dan Akuntabel 12 19 3 0 Keterwakilan Kader Perempuan 11 18 5 0 Diagram 5.12 Indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Terkait dengan indikator tentang proses kaderisasi, diperoleh data sebagai berikut: untuk masalah ketepatan waktu pelatihan kader 17 responden menyatakan sangat baik, 17 responden menyatakan baik, dan 1 responden menyatakan tidak baik. 175 Pada sub indikator mengenai pedoman kriteria dalam perekrutan kader, diperoleh data 12 responden menyatakan sangat baik, dan 22 responden menyatakan baik. Pada sub indikator yang lain, yaitu terkait dengan pertimbangan dalam rekruitmen kader, diperoleh data sebanyak 14 responden menyatakan sangat baik, dan 20 responden menyatakan baik. Berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas system rekruitmen, sebanyak 12 responden menyatakan sangat baik, 19 responden menyatakan baik, dan 3 responden menyatakan tidak baik. Pada sub indikator yang terakhir tentang keterwakilan perempuan diperoleh data sebanyak 11 responden menyatakan sangat baik, 18 responden menyatakan baik, dan 5 responden menyatakan tidak baik. Secara rinci rekapitulasi perhitungan skor pada masing-masing pernyataan terkait dengan proses kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo dapat digambarkan ke dalam tabel berikut. Tabel 5.24 Skoring Kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Indikator Interval Nilai Jumlah Tanggapan Responden Kaderisasi Partai Demokrat SB (4) 66 di Kabupaten Purworejo B (3) 95 CB (2) 9 B (1) 0 Jumlah total 170 Sumber: dikembangkan dari hasil penelitian di lapangan Skor Aktual 264 285 18 0 567 Setelah diperoleh jumlah total tanggapan responden sekaligus skor aktual terkait dengan kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo, maka berdasarkan tanggapan 33 responden kemudian dapat diperoleh skor yang diharapkan dari setiap aspek koisioner sebagai berikut. Skor tertinggi tiap butir pernyataan instrumen :4 Jumlah instrumen tiap item sub indikator keterbukaan :5 176 Jumlah responden : 33 Skor yang diharapkan tiap sub indikator keterbukaan : 4 x 5 x 34 = 680 Secara lebih rinci gambaran tentang skor yang diharapkan pada setiap sub indikator kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo digambarkan dalam tabel di bawah ini: Tabel 5.25 Skor yang diharapkan pada setiap sub indikator Kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo Indikator Sub Indikator Persamaan hak menjadi Kaderisasi Partai Demokrat di pengurus Kabupaten Purworejo Terdapat persyaratan menjadi pengurus Pendidikan dan pelatihan kader Terdapat kriteria khusus untuk menjadi pengurus Mekanisme pergantian pengurus melalui AD/ART partai Sumber: dikembangkan dari Sugiyono (2013:418) Skor Yang Diharapkan 680 680 680 680 680 Setelah memperoleh skor yang diharapkan, langkah terakhir adalah menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dengan melakukan perbandingan antara skor aktual dan ideal. Dengan menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, maka ditetapkan peringkat pada indikator kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo sebagai berikut. % skor aktual = 567 X 100% = 83,38% dibulatkan menjadi 83 % 177 680 Dari perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan dalam prespektif kuantitatif, presentase kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rentang presentase 64,01% - 84%. 5.2 Tantangan dan Hambatan Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo Terkait dengan modernisasi, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pada saat ini Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo masih dalam proses menuju modernisasi politik, atau dengan kata lain menuju partai politik modern. Dalam upaya menuju partai politik modern, Partai Demokrat di tiga kabupaten/kota tersebut mengalami berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu hambatan yang dialami adalah kurangnnya komunikasi antara pengurus di DPC dengan pengurus atau kader yang berada di bawahnya (PAC). Kurangnya komunikasi antara DPC dan PAC ini desebabkan karena sampai pada tahun 2016, Partai Demokrat di tiga kabupaten/kota tersebut belum mengadakan Musyawarah Cabang (Muscab). Muscab terakhir dilaksanakan pada tahun 2006. Selain alasan-alasan di atas, hambatan lain yang dihadapi Partai Demokrat untuk menuju partai politik modern adalah masih ketergantungannya Partai Demokrat terhadap salah satu tokoh elit sentral, yaitu SBY. Dari penelitian yang dilakukan di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Semarang, menurut hasil wawancara yang dilakukan menyatakan bahwa untuk saat ini dengan melihat kondisi Partai Demokrat yang mengalami berbagai permasalahan, maka Partai Demokrat belum bisa terlepas dari bayang-bayang SBY. Partai Demokrat masih membutuhkan kepemimpinan SBY. Ketokohan SBY masih menjadi magnet 178 bagi para calon kader untuk masuk menjadi anggota Partai Demokrat. Sebagian dari calon kader beralasan bahwa SBY merupakan sosok panutan yang menjadi daya tarik kader untuk menjadi bagian dari Partai Demokrat. Beberapa kutipan wawancara terkait dengan hal tersebut adalah sebagai berikut. “Kalau menurut saya kalau terlepas dari Pak SBY mau gimana caranya tetap tidak bisa, mau gimana caranya gimana ya kalau menurut saya ya tetap harus dari Pak SBY soalnya kan dari awal biasanya kan Pak SBY. Soalnya apa orang yang sering main kesini kayak yang mau daftar kayak kemarin itu ada mau jadi kader itu bilangnya ya gini “Mas saya pingin jadi kader itu satu saya itu tidak senang sama siapa-siapa saya itu sukanya sama Pak SBY. Jadi saya itu pingin jadi kader Demokrat bukan dari siapa-siapa tapi hati nurani saya sendiri terpancang ke Pak SBY” ngomongya gitu” (wawancara dengan Joko Lestari tanggal 9 April 2016). “Memang situasi pada saat Kongres kita memang menginginkan Pak SBY. Khusus pada saat ini. Karena kita pengalaman, dengan pengalaman-pengalaman itu maka kita melaksanakan pengkaderan. Jadi memang selama ini kita masih tergantung SBY, tapi SBY sudah menyiapkan sosok untuk menjadi pemimpin Partai Demokrat” (wawancara dengan Adhi Sandi tanggal 15 April 2016). Kutipan-kutipan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap SBY selain menjadi hambatan juga menjadi tantangan bagi Partai Demokrat untuk menuju modernisasi. Hal ini sebagaimana diungkapkan Legowo (2011). Menurut Legowo, untuk menuju modernisasi, Partai Demokrat setidaknya menemui tiga tantangan. Tantangan pertama modernisasi Partai Demokrat, yakni: melangsungkan transformasi daya tarik SBY menjadi daya tarik partai. Postur yang mengesankan, gagasan cermelang, perilaku terpuji, serta komitmen, konsistensi dan disiplin yang teguh yang ada dalam diri SBY harus dapat dialihkan dan tertanam sebagai karakter utama partai. Ditambah dengan inisiatifinisiatif kreatif, inovatif dan bertanggungjawab dari aktivis-aktivisnya, proses transformasi ini makin terlengkapi. Publik harus bisa diyakinkan bahwa daya tarik 179 partai lebih memikat daripada daya tarik tokoh-tokohnya. Hal ini juga dilakukan untuk menjawab keraguan publik terhadap elektabilitas Partai Demokrat. Tantangan kedua adalah depersonalisasi organisasi. Artinya, untuk menuju modernisasi, Partai Demokrat harus makin tidak terikat pada, dan menjadi lepas dari, ikatan dan urusan pribadi tokoh dan anggotanya. Dalam pengembangannya, partai harus menjadi milik bersama para anggotanya, bukan milik pribadi (para) tokohnya. Maka simbol-simbol atau tanda-tanda kerikatan partai pada perorangan harus semakin diminimalisir, yang berbarengan dengan itu simbol-simbol kepemilikan bersama partai harus makin ditingkatkan dari waktu ke waktu. Beberapa upaya yang dapat dilakukan depersonalisasi Partai Demokrat adalah dengan melakukan penertiban dan penegakan disiplin iuaran anggota. Hukum iuran adalah wajib. Anggota tidak memberikan iuran harus dikenai sanksi. Iuran ini menjadi bukti bagi setiap anggota memiliki saham yang sama bagi keberadaan partai. Berpasangan dengan iuaran wajib adalah pembatasan jumlah donasi atau sumbangan sukarela dari anggota maupun non-anggota, dan yang harus diumumkan secara terbuka, untuk menghindari ketergantungan partai pada pendonor besar dan dominan. Tantangan ketiga adalah penggalangan dukungan masyarakat melalui kaderkader partai yang bekerja untuk masyarakat, utamanya pada lapisan akar rumput. Ini mengasumsikan partai mempunyai kader-kader orisinal yang dilahirkan dari kegiatan kaderisasi partai. Tugas kader adalah mengkomunikasikan partai dan programnya kepada masyarakat secara luas; membantu menyelesaikan masalahmasalah kemasyarakatan; dan menghimpun keluhan, kebutuhan dan kepentingan yang harus ditangkap sebagai aspirasi yang berkembang di masyarakat. Lapisan akar rumput harus menjadi target layanan kader yang utama, karena menjadi bagian dari 180 masyarakat yang paling rentan menjadi korban, dan paling tidak punya akses terhadap sumber-sumber, pembangunan. Tantangan lain yang harus dihadapi Partai Demokrat untuk mewujudkan modernisasi adalah dengan melakukan proses transformasi dari partai simpatisan/massa menjadi partai kader. Mesikipun hal tersebut harus melalui proses panjang, “Partai Demokrat menuju modernisasi harus menjadi partai kader bukan partai simpatisan. Jujur pada waktu dulu kita mendaftarkan kader ke KPU, Partai Demokrat asal comot, dan itu hanya untuk memenuhi tanggapan verifikasi KPU. Sekarang tidak, sekarang setelah ada rencana partai kader, maka pengurus PAC harus siap dicalonkan sebagai dewan, sehingga kader yang dicalonkan akan punya jaringan, tidak seperti sekarang PAC pengangguran dan kalau ada rapat harus ada uang sakunya. Kalau masih seperti itu Partai Demokrat tidak bisa besar seperti partai lain. Model partai kader yang dimaksud adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang berisi tentang pemahaman tentang apa itu Partai Demokrat, mengapa harus memilih Partai Demokrat, apa ideologinya dan lain sebagainya” (wawancara dengan Ali Mashadi tanggal 13 Maret 2016). Dari kutipan-kutipan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi tantangan sekaligus penghambat Partai Demokrat untuk menjadi partai modern. Faktor yang paling menonjol adalah belum mampunya Partai Demokrat untuk keluar dari baying-bayang SBY sebagai tokoh sentral Partai Demokrat. Gambaran tentang tantangan dan hambatan yang dialami Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Purworejo, dapat ditampilkan secara jelas di dalam matrik berikut ini. 181 Tabel 5.26 Tantangan dan Hambatan Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo No Tantangan/Hambatan 1. Komunikasi antara elit Partai Demokrat dengan kader di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo berjalan kurang baik 2 3 Ketergantungan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo terhadap sosok SBY Ketidakpatuhan terhadap AD/ART Partai Demokrat Deskriptif Analisis Penyebab kurang baiknya komunikasi antara elit dengan kader di bawahnya disebabkan karena adanya keterlambatan pelaksanaan Muscab dan pergantian kepengurus di tingkat DPC yang tidak dilaksanakan melalui Muscab Berdasarkan data yang diperoleh, pada saat ini Partai Demokrat di tiga kabupaten/kota tersebut belum mampu keluar dari bayang-bayang SBY. Dalam hal-hal tertentu Partai Demokrat melanggar AD/ART partai Dari berbagai hasil temuan data terkait dengan konflik internal partai, maka meskipun secara kuantitif diperoleh data bahwa Partai Demokrat sudah modern, namun secara kualitatif untuk menuju modern, Partai Demokrat masih mengalami berbagai kendala. Berbagai pendapat terkait dengan hal tersebut antara lain disampaikan oleh beberapa narasumber yang peniliti wawancarai, yaitu sebagai berikut. Dalam konteks modernisasi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui hampir semua DPC menyatakan bahwa Partai Demokrat menuju modernisasi. Hal ini juga diperrkuat pernyataan Ali Mashadi: “Untuk Partai Demokrat selama ini memang selalu terbuka apalagi sekarang dipimpin oleh pak SBY lagi jadi keterbukaan itu suatu keharusan, makanya saking terbukanya timbul dari internal seolah-olah bebas mengeluarkan pendapat akhirnya sampai mengritik, untungnya Ketua Umum kita pak SBY tidak anti kritik. Kita pernah dipimpin oleh Pak SBY selama 10 tahun tidak ada yang namanya tiap hari tidak ada kritik. Saya pikir untuk Partai Demokrat itu sangat terbuka sekali, kita bebas ngomong apa saja termasuk di internal kita, makanya kadang kita kadang menyayangkan juga hal-hal yang sifatnya internal akhirnya muncul di media karena kurang memahami arti keterbukaan, ya terbuka tidak masalah, tapi pesan dari Pak SBY bahwa untuk permasalahan internal mari kita sama-sama duduk bersama menyelesaikan konflik, 182 baru kalau memang sudah ada titik temu baru boleh untuk mengeluarkan statmen di media” (wawancara tanggal 13 Maret 2016). Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa Partai Demokrat, khususnya di bawah naungan DPD Provinsi Jawa Tengah selalu berusaha untuk menjadi partai yang terbuka. Dengan keterbukaan, para kader diberikan ruang bebas untuk dapat melakukan kritik terhadap kebijakan atau keputusan partai. Namun demikian, kritik tersebut kadang juga menimbulkan permasalahan bagi Partai Demokrat sendiri. Artinya, beberapa hal yang seharusnya menjadi rahasia partai justru muncul di media, dan kadang dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya keharmonisan di Partai Demokrat. Oleh karena itu, dalam penyampaian kritik menurut Ali Mashadi hendaknya disampaikan melalui mekanisme internal terlebih dahulu, dan tidak langsung menyampaikan rapat di media. Hal ini sesuai dengan pesan SBY “meskipun terbuka, namun untuk permasalahan internal hendaknya sama-sama duduk bersama untuk menyelesaikan konflik untuk mencari titik temu atau solusi”. Partai Demokrat dalam menuju modernisasi harus menjadi partai kader bukan lagi menjadi partai simpatisan. Dengan menjadi partai kader, maka pengurus DPAC harus siap dicalonkan sebagai Angoota Dewan, sehingga kader yang dicalonkan akan memiliki jaringan dan tidak menjadi pengangguran. Karena jika Partai Demokrat masih menggunakan cara lama (tradisional) dalam mengelola partai, maka sampai kapanpun Partai Demokrat tidak bisa menjadi modern dan terbuka. Model partai kader yang dimaksud ini adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang berisi tentang pemahaman tentang apa itu Partai Demokrat, mengapa harus memilih Partai Demokrat, apa ideologinya dan lain sebagainya. Salah satu 183 upaya untuk mendukung hal tersebut adalah dengan mendirikan Institut Partai Demokrat. Untuk memperjelas hasil temuan penelitiannya, peneliti menyusun matrik temuan penelitian sebagai berikut. Tabel 5.27 Temuan Hasil Penelitian No 1. Perumusan Masalah Bagaimana modenisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo? Temuan Lama (data skunder) Pada temuan awal peneliti meyakini bahwa proses modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Semarang dapat diukur melalui indikator keterbukaan, ideologi, regenerasi, dan kaderisasi. Namun, setelah mengadakan penelitian di lapangan, peneliti menemukan beberapa hal baru yang dapat dijadikan indikator untuk melakukan pengukuran modernisasi Partai Demokrat di tiga kabupaten/kota tersebut. Indikator ini antara lain: komunikasi dan konsolidasi. 184 Temuan baru (data primer) Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo Respon responden terhadap pernyataan tentang indikator partai politik modern 1) dalam hal keterbukaan keuangan dan informasi kader , respon positif 2) untuk masalah mekanisme penyelesaian konflik internal belum direspon positif 4) regenerasi 5). kaderisasi No 2. Perumusan Masalah Apakah tantangan dan hambatan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo untuk menuju partai politik modern? Temuan Lama (data skunder) Temuan awal menunjukkan bahwa yang menjadi tantangan sekaligus hambatan Partai Demokrat untuk mewujudkan modernisasi adalah korupsi dan konflik internal. Namun demikian, setelah melakukan penelitian, peneliti memperoleh data bahwa yang menjadi tantangan sekaligus hambatan Partai Demokrat untuk mewujudkan modernisasi tidak hanya korupsi dan konflik internal, namun hal-hal yang lain seperti ketergantungan, komunikasi, serta keterlambatan dalam pelaksanaan Muscab. 185 Temuan baru (data primer) Beberapa kendala yang dihadapi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Semarang dalam melakukan modernisasi adalah: 1) Komunikasi 2) Ketergantungan terhadap tokoh tertentu 3) Keterlambatan dalam melaksanakan Muscab 4) Adanya konflik internal BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Setelah selesai melakukan analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal terkait dengan dinamika konflik internal dan modernisasi politik di tingkat lokal, khususnya yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo adalah sebagai berikut. 6.1.1 Dalam mewujudkan modernisasi, Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo melakukan beberapa upaya yang sama, diantaranya dengan melakukan konsolidasi yang bersifat bottom up, baik dengan DPD, DPC, PAC, maupun dengan partai politik yang lain. Dalam konteks pelaksanaan indikator partai politik modern, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan partai (terkait dengan pelaporan penggunaan dana partai dan lain-lain) tergolong bagus. Namun, dalam mekanisme penyelesaian konflik masih mengalami berbagai kendala. Modernisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. Respon responden terhadap pernyataan tentang indikator partai politik modern dalam hal keterbukaan keuangan dan informasi kader, respon positif Dan untuk masalah mekanisme penyelesaian konflik internal belum direspon positif. Partai Demokrat melakukan institut Partai Demokrat sebagai upaya mencari kader terbaik yang dalam jangka panjang akan menjadi pemimpin DPC di masa yang akan datang. 186 Dinamika konflik internal yang terjadi pada Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo dilatarbelakangi oleh permasalahan yang hampir sama. Konflik internal yang terjadi di tiga Kabupaten/Kota tersebut disebabkan adanya perbedaan pandangan yang terjadi antara DPP dengan DPC. Perbedaan pandangan tersebut terkait dengan usulan calon kepala daerah, dimana antara rekomendasi DPP dengan keinginan DPC tidak sejalan, sehingga konflik internal tidak dapat terhindarkan. Dampak dari tidak sejalannya keinginan DPP tersebut mengakibatkan adanya pemberhentian Ketua DPC yang pada saat itu menjabat. Adanya konflik internal merupakan salah satu penghambat terwujudnya modernisasi Partai Demokrat. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang menjadi sumber terjadinya konflik internal Partai Demokrat di Kabupaten Semarang meliputi faktor ketidakpercayaan (distrust), faktor struktural dan politik, faktor loyalitas, serta faktor pelanggaran AD/ART. 6.1.2 Dalam mewujudkan modernisasi, Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo mengalami beberapa hambatan sekaligus tantangan, diantaranya munculnya konflik internal yang disebabkan karena adanya pemberhentian ketua DPC. Konflik internal memberikan dampak terhadap pelaksanaan fungsi kepengurusan pada masing-masing DPC Partai Demokrat tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor yang menghambat modernisasi antara lain kurangnya komunikasi, belum diadakannya Muscab, korupsi, dan konflik internal. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan diperoleh data bahwa saat ini Partai Demokrat belum dapat dikatakan sebagai partai modern di Indonesia. Hal ini 187 dikarenakan Partai Demokrat belum mampu keluar dari kekharismaan SBY sebagai tokoh sentral Partai Demokrat. Kebanyakan kader menyampaikan bahwa saat ini ketertarikan untuk bergabung dengan Partai Demokrat bukan dikarenakan program-program partai tersebut bagus, melainkan terdapat sosok SBY pada Partai Demokrat. Namun demikian, beberapa upaya saat ini telah dilakukan Partai Demokrat yaitu dengan menyelenggarakan kegiatan Institut Partai Demokrat yang tujuannya untuk mempersiapkan kader terbaik, sehingga ke depannya, Partai Demokrat benar-benar menjadi partai yang modern dengan tidak tergantung pada ketokohan tertentu. 6.2 Saran Saran yang dapat peneliti rekomendasikan sebagai berikut. 6.2.1 Untuk menjadi partai politik modern, hendaknya Partai Demokrat dapat menyelesaikan permasalahan, termasuk konflik internal melalui mekanisme yang sudah diatur di dalam AD/ART. Hal ini dikarenakan di dalam AD/ART termuat pedoman-pedoman yang mengatur kehidupan berorganisasi. Oleh karena itu, untuk menghindari konflik internal yang kemudian menyebabkan perpecahan, maka hendaknya semua elemen Partai Demokrat, baik elit maupun kader dapat secara konsisten melaksanakan tutntutan-tuntutan AD/ART, sehingga arogansi politik di tubuh Partai Demokrat dapat diminimalisir. Partai Demokrat seharusnya mulai mempersiapkan sosok kader yang dapat membawa pada perubahan politik yang lebih baik, sehingga tidak hanya tergantung pada sosok SBY sebagai mesin untuk mendulang suara partai. 188 6.2.2 Partai Demokrat perlu melakukan upaya yang simultan dan komprehensif untuk melaksanakan modernisasi. Upaya ini harus diupayakan dengan segera mengingat bahwa modernisasi politik sangat berpengaruh bagi kehidupan demokrasi ditingkat lokal maupun nasional. Partai Demokrat untuk menuju modernisasi harus menjadi partai kader bukan partai simpatisan. Selain itu, terkait dengan hal tersebut Partai Demokrat hendaknya senantiasa meningkatkan komunikasi secara konsisten, baik dengan anggota partai maupun pihak luar. 189 DAFTAR PUSTAKA Buku: Amal, Ichlasul ed. 2012. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik.Yogyakarta: Tiara Wacana. Apter, David, E. 1988. Pengantar Analisis Politik. Jakarta: Kincir Buana. Bagir, Manan. 2012. Politik Publik Pers. Jakarta: Dewan Pers. Bastian, I. 2007. Akuntansi untuk LSM dan Partai Politik. Edisi pertama. Jakarta:.Erlangga. Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Creswell, John. W. 2003. Research Design: Qualitative and Mixed Mthods Approach. Thousand Oak: Sage Publication Inc. . 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . 2014. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Crotty, William. 2014. “Asal-Usul dan Evolusi Partai di Amerika Serikat”. Handbook Partai Politik. Bandung: Nusa Media. Fadjar, Abdul Mukthie. 2013. Partai Politik Dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia. Malang: Setara Press. Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Harjanto, Nicolaus Teguh Budi. 1997. Memajukan Demokrasi Mencegah Disintegrasi; Sebuah Wacana Pembangunan Politik. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Huntington, Samuel P. 1973. Political Order in Changing Societies. New Haven and London. Yale University Press. Hunt, M.P. and Metcalf, L., . 1996. Ratio and inquiry on Society’s Closed Areas, in Educating The Democratic Mind (W. Parker) New York: State University of New York Press. Ishiyama, John T. dan Marijke, Breuning ed. 2013. Ilmu Politik Dalam Paradigma Abad Kedua Puluh Satu Sebuah Referensi Panduan Tematis Jilid 2. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama. 190 Johnson, Doyle Pul. 1994. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka. Lembaga Survei Indonesia. (2012). Perubahan Politik 2014: Tren Sentimen Pemilih pada Partai Politik. Meyer, Thomas. 2012. Peran Partai Politik Dalam Sebuah Sistem Demokrasi: Sembilan Tesis. Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung (FES). Narimawati, Umi. 2007. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Agung Media. Pruitt, Dean G dan Rubin, Jeffrey Z. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rubbin dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Sartoni, Geovanni. 2005. Parties and Party Systems: A Framework for Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. Sarwono, Jonathan. 2013. Strategi Melakukan Riset Kuantitatif, Kualitatif, Gabungan. Yogyakarta: Andi Offset. Sokhey, Sarah Wilson. 2013. “Perkembangan Politik dan Modernisasi”. Ilmu Politik dalam Paradigma Abad Ke-21 Sebuah Referensi Panduan Tematis Jilid 2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Susan. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Strauss, Anselm dan Corbin Juliet. 1990. Basics of Qualitative Research : Grounded Theory Procedures and Techniques. Sage. London, United Kingdom. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Kompas Gramedia. Sutopo, H, B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Suwarsono, Alvin Y. So. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia: Teori-teori Modernisasi, Dependensi dan Sistem Dunia. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. p. 95-204. Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Tandjung, Akbar. 2007. The Golkar Way Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Varma, SP. 2007. Teori Politik Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 191 Ways, Muliansyah, Abdurarahman. 2015. Political Ilmu Politik, Demokrasi, Partai Politik & Welfare State. Yogyakarta: Buku Litera. Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika. White, John Kenneth. 2014. “Apakah Partai Politik Itu?” Handbook Partai Politik. Bandung: Nusa Media. (Suasta dan Barus 2015:10). Jurnal dan Tesis/Desertasi: Abdillah, Masykuri. 2013. Hubungan Agama dan Negara dalam Konteks Modernisasi Politik di Era Reformasi. Jakarta, No.2.vol.XIII. hal. 247-258. Anto, Djawamaku. 2005. “Percehan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan Berbagai Masalah Politik Lainnya”; dalam Jurnal Analisis CSIS: Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta, No.2.vol. 34. hal 126-127. Kurniasih, Dewi. Dan Tatik, Rohmawati. 2013. Pelaksanaan Fungsi Komunikasi Politik Partai Demokrat (Studi Pemilihan Walikota Bandung). No. 2. vol 11. hal 234-261. Prasetya, Imam Yudhi. 2011. Pergeseran Peran Ideologi dalam Partai Politik. No. Vol 1. Hal 30-40. Hanapiah, Pipin, 2012. Perubahan Politik Golongan Karya: Studi Interaksi Pengurus Partai Golkar Kota Bandung di Era Reformasi. Bandung: Program Pascasarjana FISIP UNPAD. Harjanto, Budi NT, Studi Pembangunan Politik: Dari Modernisasi ke Demokratisasi. ANALISIS CSIS, Tahun XXVII/1998, No. 2.Karim, Rusli M, Peluang dan Hambatan Demokratisasi.ANALISIS CSIS, Tahun XXVII/1998, No. 10. Website: DPD Demokrat Jateng: Pemberhentian 5 Ketua DPC Salahi Prosedur. (2014). Dalam http://regional.kompas.com. Diunduh pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 10.09. Partai Demokrat Ancam Gelar Kongres Tandingan Kaukus Penyelamat. (2015). Dalam http://news.metrotvnews.com. Diunduh tanggal 4 Januari 2016 pukul 11:11. 192 Survei: Mayoritas Publik Tak Percaya Partai Politik. (2014). Dalam http://nasional.kompas.com. Diunduh pada tanggal 24 Mei 2016 pukul 07.57 WIB. Terbuka Bukan Pilihan, tapi Keharusan. (2016). Dalam http://www.demokrat.or.id. Diunduh tanggal 8 April 2016 pukul 19:30. Undang-undang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat Tahun 2015. Jakarta: Sekretariat DPP Partai Demokrat Direktur Eksekutif. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Bandung: Citra Umbara. 193 LAMPIRAN-LAMPIRAN 194 Lampiran 1 TRANSKIP WAWANCARA I Nama Narasumber : Gunung Imam, S.H. Pekerjaan/Jabatan : PLT Sekretaris Partai Demokrat Kabupaten Semarang Waktu Wawancara : 10 Januari 2016 Tempat Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Gedung DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang : Menurut pendapat Bapak bagaimana selama ini keterbukaan komunikasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Memang untuk saat ini kami ditugasi untuk menjabat sebagai PLT Partai Demokrat Kabupaten Semarang karena kebetulan Muscab belum diadakan. Sebagai PLT tentunya kami harus bekerja keras untuk menjalin komunikasi yang selama ini memang belum berjalan baik. Kami selalu berusaha untuk menyatukan segala perbedaan pandangan yang sebelumnya terjadi meskipun tidak mudah untuk menjalin komunikasi terutama setelah adanya pergantian posisi di kepemimpinan Partai Demokrat Kabupaten Semarang. : Sebagai pengurus DPC, bagaimana pendapat Bapak terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam mengelola keuangan partai? : Kita Pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam mengelola keuangan partai memang dituntut untuk terbuka dan transparan. Ini sudah menjadi ketentuan. Apalagi kita belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa yang mengakibatkan citra Partai Demokrat kurang baik adalah kasus korupsi, sehingga sudah seharusnya kita mengelola keuangan partai dengan terbuka. Setiap ada pemasukan dan pengeluaran yang masuk kita selalu laporkan dalam bentuk laporan tertulis dan dipublikasikan. : Menurut Bapak bagaimana mekanisme sosialisasi program kerja Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Program kerja itu tidak perlu ditutup-tutupi karena menyangkut masyarakat dan rakyat. Jika ada partai politik menutup-nutupi program kerja yang dilakukan saya yakin partai itu tidak akan mendapatkan simpati dari kader sendiri atau masyarakat. : Untuk mewujudkan modernisasi, apa upaya yang telah dilakukan Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Berbagai upaya menuju modernisasi politik sudah dilakukan Partai Demokrat dengan baik, khususnya di Kabupaten Semarang. Upaya tersebut antara lain dengan melakukan komunikasi intensif dengan DPP maupun di kader-kader yang ada di bawahnya yaitu PAC. Komunikasi ini berwujud konsolidasi yang berguna untuk menyatukan presepsi bersama, 195 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : terutama untuk menyiapkan kader yang terbaik yang akan berkompetisi dalam pilkada maupun pileg. Terkait dengan kritik, apakah menurut pendapat Bapak Partai Demokrat Kabupaten Semarang terbuka terhadap kritik? Dalam organisasi manapun termasuk partai politik pasti ada kritik, ada kritik yang sifatnya membangun, bahkan ada juga kritik yang sifatnya merusak. Untuk kritik yang membangun, kita terima dengan baik dan terbuka, namun kalau kritik yang sifatnya merusak partai maka kritik itu akan kita abaikan. Jadi yang namanya kritik itu diperuntukkan untuk membangun organisasi bukannya untuk merusak organisasi. Bagaiamana pendapat Bapak terkait dengan pelaksanaan ideologi Partai Demokrat? Untuk ideologi kita jelas, artinya kita terbuka untuk siapa saja. Di pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang anda bisa tanya pada pengurus yang lain kita terbuka tidak membedabedakan golongan, agama, ras atau yang lain. Saya kira ideologi Partai Demokrat Nasionalis-Religius sangat tepat menggambarkan kemajemukan bangsa, sehingga kita selalu berusaha berprinsip pada ideologi Nasionalis-Religius itu. Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan solidaritas antara anggota/kader dengan pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang? Kita satu tim ibarat pemain bola kalau ada kawan yang cidera maka kawan yang lain harus membantu dan memiliki rasa simpati. Ini juga sama dengan yang terjadi pada partai politik termasuk Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Tapi memang rasa solidaritas itu banyak indikator. Kadang juga sulit untuk menyamakan perbedaan-perbedaan yang menonjol. Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan konflik internal yang dialami Partai Demokrat Kabupaten Semarang? Memang di Kabupaten Semarang terjadai konflik, dan saya kira di partai manapun konflik itu pasti ada dan kadang ada pihakpihak yang menyukai adanya konflik ini. Karena ada pihak-pihak yang sengaja memperkeruh suasana maka memang kita sulit untuk mengatasi konflik ini. Selain itu, peran media yang membesarkan masalah kecil menjadi besar juga berperan menambah permasalahan. Sebagai PLT Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang, bagaimana pendapat Bapak terkait dengan adanya pergantian pengurus DPC tersebut? Di Kabupaten Semarang memang ada pergantian pengurus, terutama pada jabatan ketua dan sekretaris, namun pergantian pengurus itu bukan karena ketidaksenangan dengan seseorang atau individu tapi lebih pada upaya meningkatkan kinerja organisasi”. Jadi apapun yang sudah menjadi keputusan DPP, alangkah bijaksananya semua kader termasuk pengurus di DPC menghormatinya. 196 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Terdapat isu bahwa pergantian pengurus terkait dengan permasalahan keloyalan terhadap partai, bagaimana pendapat Bapak terkait dengan hal tersebut? : Seharusnya sebagai kader harus mentaati dan menghormati apapun yang telah menjadi keputusan DPP Partai Demokrat. Bentuk perlawanan merupakan salah satu contoh ketidakloyalan terhadap partai, jadi wajar jika ada proses pemberhentian. : Apa pendapat Bapak terkait dengan kesantunan Partai Demokrat? : Untuk menjaga keharmonisan partai, kami selalu memberikan himbauan kepada para kader untuk bersikap yang baik, artinya setiap anggota Partai Demokrat Kabupaten Semarang memiliki kewajiban untuk saling menghormati, saling menyayangi baik yang muda maupun yang tua, dan yang paling penting adalah memiliki kesantunan dalam berbicara baik dengan sesame anggota maupun dengan masyarakat. Dengan seperti ini saya yakin Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Semarang akan selalu maju dan harmonis. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan perbedaan pendapat yang terjadi di Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Perbedaan dalam organisasi pasti ada dan tidak bisa dihindari. Jadi Partai Demokrat Kabupaten Semarang enjoy saja dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Yang penting jika perbedaan itu menyangkut perbedaan pendapat maka semua kader harus punya niat yang baik untuk membangun partai bukannya merusak. : Saat ini Ketua Umum Partai Demokrat kembali dipegang SBY. Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan hal tersebut, khususnya dikaitkan dengan sistem regenerasi? : Partai Demokrat sebenarnya sedang mempersiapkan kader-kader terbaik untuk menggantikan SBY kelak. Proses persiapan kader ini merupakan bagian dari regenerasi yang dilaksankan melalui program DPP Partai Demokrat yang bernama Institut Partai Demokrat. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan pelaksanaan sistem kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Melalui kaderisasi yang berupa pelibatan simpatisan, anggota dan segenap pengurus dalam kegiatan-kegiatan partai. Kegiatankegiatan tersebut berupa rapat, menerima kunjungan dari kepengurusan yang lebih tinggi, kunjungan sosial dan sebagainya. Meski secara organisasi kaderisasi dilakukan melalui instrumen program pendidikan dan pembentukan lembaga yang khusus mengelola kaderisasi, kegiatan Partai Demokrat tersebut langsung diselenggarakan oleh kepengurusan DPC. 197 TRANSKIP WAWANCARA 2 Nama Narasumber : Joko Lestari Pekerjaan/Jabatan : Kader Partai Demokrat Kabupaten Semarang Waktu Wawancara : 9 April 2016 Tempat : Gedung DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Menurut Bapak selaku Kader, apakah Partai Demokrat sudah terbuka dalam hal komunikasi? Sebetulnya selama ini untuk mendapatkan akses informasi terkait dengan pemilu, baik pileg, pilpres, maupun pilkada sangat mudah. Setiap ada agenda tersebut pimpinan Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sering melakukan konsolidasi ke tingkat PAC, sehingga anggota atau kader yang ada di tingkat desa maupun kecamatan tidak ketinggalan berita atau informasi. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Partai Demokrat untuk menjadi partai politik modern? Kendalanya itu kalau ibartanya di DPC itu harusnya kan bahwa PAC atau yang wakil-wakilnya dari PAC harusnya kan harus ada saling komunikasi atau koordinasi tapi ini kayaknya itu agak sulit. Jadi ya tidak tahu besok kalau sudah Muscab, soalnya ini belum Muscab soalnya ini kan ketuanya masih ketua PLT, bendahara PLT, sekretaris juga, jadi nanti kalau kemarin itu, kan disini kemarin kedatangan dari DPD ke sini sama itu yang dari DPP pusat Jakarta itu kesini membahas itu permasalahan soal masalah DPRD, DPRD harusnya kan ya kayaknya semuanya juga sama itu pinginnya itu kalau DPRD itu harus ada jadwal tiap-tiap satu bulan satu minggu berapa kali itu harus ada soalanya ini kan tidak ada jadwal kayak gitu. Soalnya sekarang kan mikirnya gini saya itu memang lewat partai tapi saya jadinya pakai uang sendiri dan mikirnya kan gitu jadi besok kalau sudah Musda mau dibuat jadwal harus ada tiap hari ini hari apa harus ada jadwalnya masuk DPRD ke DPC tapi kalau nanti tidak ada otomatis besok kalau sudah pencalonan lagi tidak difasilitasi. Menurut Bapak, bagaimana keterbukan Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam hal sosialisasi program kerja kepada kader/anggota? Salah satu contoh program kerja Partai Demokrat Kabupaten Semarang yang saya ketahui adalah penjaringan calon bupati. Kemarin itu ada pertemuan yang dilakukan dengan DPACDPAC yang ada di Kabupaten Semarang untuk menentukan dukungan terhadap calon bupati gitu. Nah setelah ada pertemuan maka DPC menentukan siapa calon bupati yang akan didukung. 198 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Terkait dengan kritik, apakah menurut Bapak Partai Demokrat Kabupaten Semarang terbuka terhadap kritik atau perbedaan dari anggota/kadernya? : Kalau selama ini saya jadi kader Partai Demokrat Kabupaten Semarang, saya melihat sebetulnya Partai Demokrat terbuka untuk kritik. Seperti kemarin misalnya ada yang mengkritik tentang keputusan Partai Demokrat dalam mendukung calon bupati saya melihat tidak ada masalah pengurus enjoy saja menerima kritik itu. : Bagaimana dengan mekanisme penaganan konflik? Khusnya Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Kalau itu malah kurang tahu saya kurang tahu. Jadi gimana ya biasanya yang lebih tahu itu adalah Ketua dan Sekretaris. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan keberagaman Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Kalau ngomong masalah anggota/kader kita apa namanya kita tidak pernah membeda-bedakan mereka agamanya apa, mereka kelompoknya siapa pokoknya siapapun boleh masuk anggota Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, baik Kristen, islam atau yang lain termasuk status pekerjaan juga tidak dipermasalahkan. : Selama ini Partai Demokrat belum bisa terlepas dari ketokohan SBY. Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan hal tersebut? : Kalau menurut saya kalau terlepas dari Pak SBY mau gimana caranya tetap tidak bisa, mau gimana caranya gimana ya kalau menurut saya ya tetap harus dari Pak SBY soalnya kan dari awal biasanya kan Pak SBY. Soalnya apa orang yang sering main kesini kayak yang mau daftar kayak kemarin itu ada mau jadi kader itu bilangnya ya gini “Mas saya pingin jadi kader itu satu saya itu tidak senang sama siapa-siapa saya itu sukanya sama Pak SBY. Jadi saya itu pingin jadi kader Demokrat bukan dari siapa-siapa tapi hati nurani saya sendiri terpancang ke Pak SBY” ngomongya gitu. Jadi ya mau bagaimana lagi semuanya yang masuk kesini yang daftar kesini yang ada nama-namanya juga sama yang perempuan juga gitu sama apa itu jadi kayaknya itu kalau sini kan pinginnya Pak Danang itu kan kalau ada orang ibaratnya yang kesini kan kalau kita cari uang ujung-ujungnya pasti kan uang, pasti uang kalau nyari “ la aku ki dikon ngene mosok ora ono opo-opone” tapi orang datang sendiri itu kan dari hati nurani sendiri, la saya ngomong Pak orang yang datang kesini kok bilangnya kok sama Pak SBY itu maksudnya gimana ya Pak kok gak langsung ke partainya langsung nyorotnya ke Pak SBY gimana ya soalnya Mas Joko yang awalnya mendirikan itu Pak SBY saya juga hati nurani saya itu otomatis terpancang Pak SBY juga. 199 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Terkait dengan kaderisasi, Bagaimana pelaksanaan kaderisasi di Kabupaten Semarang. Apa alasan Bapak tertarik pada Partai Demokrat? : Ya kalau saya itu untungnya satu menambah teman banyak teman, dua ya menambah saudara. Kan otomatis kan gini kalau jadi anggota kan ibaratnya kan apa itu bantu-bantu orang kalau ada ibaratbnya untuk mengajukan proposal, kan sekarang kan banyak contoh teman saya yang ada di Getasan itu malah Dia itu mengajukan proposal untuk beasiswa, untuk bantuan jalan atau apa aspirasi itu kan Dia dikasih uang juga tidak mau Dia pinginnya gini dikasih berapapun dia tidak mau Dia pinginnya kalau kasarane itu “saiki nandur sok ngunduh” jadi kalau suatu saat ada pencalonan dia punya modal kan orangnya tinggal diambil jadi coro kasarane nandur. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan mekanisme kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Untuk kalau perekrutan tidak dari pelatihan. Kalau pelatihan tidak ada Mas semuanya tidak ada jadi nantinya pada ikut jadi ibaratnya kalau pas ada rapat-rapat apa ada pas kumpul-kumpul ngobrol nanti bisa pas o ternyata dikader itu saya gini gini dan gini, jadi tidak ada kursus untuk jadi sekretaris itu harusnya nanti pelatihannya gimana tidak ada. : Bagaimana proses regenerasi di Kabupaten Semarang? Apakah setiap kader memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pengurus partai Demokrat di Kabupaten Semarang? : Siapa yang mau punya niat iut boleh. Jadi kalau Saya diajak teman. Kalau pelatihan gak ada. Nantinya kan pada ngikut sendiri pas ada rapat-rapat pas kumpul-kumpul ngobrol itu nanti Demokrat itu gini-gini jadi tida coro kasarane jadi sekretaris itu pelatihannya gimana tidak ada. : Tentang regenerasi apakah menurut Bapak semua kader memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pengurus Partai Demokrat? : Kalau intinya di Demokrat Kabupaten Semarang ini kayaknya umum jadi dak ibaratnya kan ada kalau pencalonan apa itu nanti harus ada perorangan itu tidak. Jadi siapa yang intinya mau punya niat atau apa itu boleh. Jadi kalau ini yang ketua ini memang tidak ada pilihan lain habis dari Pak Bowo itu langsung diangkat PLT langsung dari Pak Agus, tapi besok kalau pencalonan Ketua DPC itu kan yan sama kayak pemilihan DPRD kan pakai uang kalau tidak ada dananya tidak bisa, kalau ditimbang-timbang waktu Pak Danang otomatis diangkat jadi PLT besok ada Muscab itu siapa saja mau mencalonkan boleh, jadi tidak dikhususkan untuk Pak Danang dak, jadi Pak Gunung atau Pak Kholik bendahara atau siapa saja yang mau mencalonkan itu boleh. Kalau syarat untuk menjadi Ketua DPC atau Sekretaris harus menguasai semua PAC yang ada di Kabupaten Semarang jadi tidak ada syarat lain entah ini itu tidak. Jadi nanti kan ibaratnya ada yang mencalonkan ada 4 orang, 4 200 orang itu semua PAC semuanya itu pada mendukung siapa, ya seperti pemilihan DPRD hampir sama. Ibaratnya ada Si A punya uang banyak mampu menjadi Ketua DPC, tapi dari PAC-PAC tidak suka ya tetap tidak bisa. Jadi ibaratnya yang mecalonkan ibaratnya Si A ini orangnya ini sama uang ulet angel dinego, otomatis tidak bisa dipilih, jadi yang milih itu dari kader-kader dari PAC. Yang milih dari Ketua PAC, nanti dari kader-kader di ranting. Jadi PAC mengumpulkan kader-kadernya dari ranting dikumpulkan ini nanti ada pemilihan ini itu nanti semuanya dikumpulkan untuk membahas pemilihan. 201 TRANSKIP WAWANCARA 3 Nama Narasumber : Hasyim Pekerjaan/Jabatan : Pengurus PAC Partai Demokrat Ungaran Barat Waktu Wawancara : 11 Mei 2016 Tempat Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti : Ungaran : Sebagai pengurus PAC Kecamatan Ungaran Barat, bagaimana pendapat Bapak terkait dengan pelaksanaan komunikasi Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Komunikasi perlu dilakukan untuk membangun sebuah kekuatan politik di tubuh Partai Demokrat, khususnya di Kabupaten Semarang, jajaran pengurus DPC perlu melaksanakan komunikasi dengan baik. Komunikasi ini dilakukan untuk memberikan pengarahan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengarahan secara langsung biasanya dilaksanakan pada saat rapat antara pengurus DPC dengan PAC untuk membahas persoalan-persoalan serta mencari jalan solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Namun, karena pada saat ini Partai Demokrat sedang berbenah kepengurusan, maka komunikasi mengalami berbagai kendala. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kabupaten Semarang dalam hal pengelolaan keuangan partai? : Dana yang diterima baik dalam bentuk iuran maupun sumbangan selalu dibuat laporan keuangan dan siapapun termasuk kader dapat melihat hard coppynya. Laporan yang dibuat tidak hanya dana yang keluar, tapi juga dana yang diperoleh, baik dari anggota atau dari pemerintah daerah. Ini menjadi komitmen Partai Demokrat Kabupaten Semarang untuk mendukung transparansi publik khususnya dalam hal keuangan. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan sosialisasi program kerja Partai Demokrat Kabupaten Semarang? : Program kerja memang belum bisa disosialisasikan dengan baik karena ada kendala yaitu adanya pergantian antar waktu pengurus DPC. Tapi kepengurusan ini berusaha untuk mengikuti apa yang menjadi anjuran pengurus pusat khususnya berkaitan dengan pensuksesan program kerja yang disusun pengurus pusat atau DPP. Salah satunya adalah mempersiapkan kader untuk mengikuti agenda Institut Partai Demokrat. : Terkait dengan keberagaman, apakah Partai Demokrat Kabupaten Semarang terbuka bagi semua masyarakat tanpa memandang ras, agama, golongan/kelompok? 202 Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Partai Demokrat Kabupaten Semarang sangat terbuka untuk semua warga negara. Jenengan bisa mengecek apakah Partai Demokrat Kabupaten Semarang anggotanya hanya berdasarkan agama saja atau kelompok saja tentu tidak. Jadi kalau untuk masalah keberagaman tidak ada masalah. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan kesantunan Partai Demokrat? : Santun itu tidak sekedar hanya bicara, tapi juga hal-hal yang lain, seperti hormat pada pimpinan, hormat pada lembaga, hormat pada siapa saja termasuk perempuan. Semua ini harus dilakukan Partai Demokrat untuk menjadi partai yang bersih, cerdas, dan santun. Alhamdulillah saat ini kami Partai Demokrat Kabupaten Semarang telah menjalankannya. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan perekrutan kader Partai Demokrat di Kabupaten Semarang? : Setiap partai politik termasuk Partai Demokrat saat ini tidak boleh main-main dalam merekrut kader. Kejadian sebelumnya menjadi pengalaman berharga bagi kami dalam menerima kader partai dengan baik. Kader partai sekarang harus bersih, jujur, dan santun. : Menurut pendapat Bapak, apakah selama ini sistem kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang sudah dilaksanakan dengan baik? : Di awal sudah saya sampaikan, kita Partai Demokrat di Kabupaten Semarang masih berbenah mempersiapkan Muscab, sehingga beberapa fungsi kepengurusan belum bisa bekerja secara optimal. Namun, kita selalu berusaha untuk melakukan koordinasi yang baik dengan PAC untuk menyiapkan dan merekrut kader terbaik yang bagian dari strategi memenangkan pemilu berikutnya. 203 TRANSKIP WAWANCARA 4 Nama Narasumber : Adhi Sandi, S.E. Pekerjaan/Jabatan : Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kota Salatiga Waktu Wawancara : 15 April 2016 Tempat Peneliti Narasumber : Kantor DPC Partai Demokrat Kota Salatiga : Partai politik di Era Reformasi dituntut untuk menuju modernisasi. Apakah menurut Bapak Partai Demokrat Kota Salatiga sudah modern? : Kalau konteknya modern itu bisa juga di pola pikir modern, sebenarnya kalau pola pikir Pak SBY itu pola pikirnya modern. Namun dalam konteks organisasi kita masih dalam proses menuju modern. Kalau Pak SBY itu modern, random menuju modern sudah disiapkan. Kemarin Ketua Umum datang kita tidak boleh menyambut besar-besaran, karena posisinya Ketua Umum tidak ingin masyarakat itu menganggap bahwa SBY itu sebagai sosok Bapak Negara, Beliau tidak mau, apalagi untuk merugikan masyarakat. Jadi SBY datang itu beliau tidak mau macet itu tidak mau. Jadi pola-pola pikir yang sederhana kayak gitu itu yang kemarin memang tidak bisa diekspos oleh media. Tapi karena kemarin kita berhadapan langsung dengan Ketua Umum ya sederhana banget orangnya. Jadi kayak kemarin pas waktu kita rapat bareng beliau mengatakan untuk teman-teman yang dari Salatiga itu sudak ada calon atau tidak oh sudah Pak itu gimana Si A dan Si B, dasarnya apa kok Si A dan Si B, jadi simpel pertanyaannya. Kenapa kok kamu mengambil ini, o ini Pak kita sudah pakai survei, oh ya ok kalau memang kayak gitu lanjutkan dulu. Jadi tolong nanti ini surveinya ini apa, Beliau ditulis Mas kalau bisa pakai survei yang kita kenal misalkan 10 lembaga survei yang ada di Indonesia. Jadi Beliau ini tidak ngoyo Mas, lha terus ditanya kalau Si A ini kader gak, ya sudah kalau kader support itu bagus satu, yang kedua Beliau tidak memikirkan menang itu yang sangat kita salut, yang penting kader kalau memang berkualitas promosikan. Kalau pun misalkan ada orang lengser ada beberapa nuwunsewu ya kita tidak sebutkan nama partai o ini surveinya menang Dia punya duit dan sebagainya mereka akan tawar menawar kita tidak bisa, tapi kalau ada usulan dari bawah kita pertimbangkan. Dari pemikiran yang simpel kaya Pak SBY itu tdai kita malah senang Mas, keterbukaan Pak SBY itu luar biasa. 204 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Terkait dengan keterbukaan, menurut Bapak bagaimana keterbukaan Partai Demokrat di Kota Salatiga? : Kalau di Kota Salatiga itu sudah terbuka Mas. Kalau ada yang misalnya Ibunya yang menunjuk ini harus jadi, jadi Mas, kita tidak, usulan dari bawah butten up jadi bukan top down lagi, butten up, tapi nanti akan diverivikasi di tengah-tengah, kan kita modelnya DPC, DPD, baru dikelola disini. Ini nanti DPD juga tidak serta merta dia tidak mau ikut-ikutan di Salatiga tapi dia akan juga melebarkan misalnya ada tokoh yang daftar walikota, dia daftarnya di DPD Mas, baru sudah diverifikasi muncul beberapa nama dikasihkan di DPP, kita tidak tutup-tutupan lah. Jadi ada persiapan, penjaringan (pendaftaran) dan verifikasi bukan wilayah kita kita tapi DPD. Itu yang dikatakan keterbukaan seperti itu. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga dalam mengelola keuangan partai? : Kita nanti laporan ke Pemerintah, Pemerintah ada standarnya, standarnya itu stempel basah. Itu yang dilaporkan ke Kesbangpol dan ke KPU, jadi KPU itu bukan dari kita tapi dari Kesbangpol. Jadi kita tidak mungkin langsung kecuali dana kampanye, langsung ke KPU. Jadi kita buat dana kampanye, pos-pos apa yang dikeluarkan itu semua stempel basah semua. Jadi kader berhak tahu, kita undang mereka, pembuatannya mereka juga ikut, jadi kita tidak sendiri kalau sendiri susah kalau misalkan ada kesalahan kita yang disalahkan. Keterbukaan ini juga termasuk salah satunya itu, jadi anggaran dan lain sebagainya kita buka. : Bagamana pendapat Bapak terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga dalam menghadapi kritik dari anggota/kader partai? : Kalau kita ada yang namanya konsolidasi dengan ranting. Konsolidasi ranting itu setiap bulan sekali diadakan. Itu nanti yang memimpin adalah PACnya karena untuk leadirshipnya. Jadi untuk regenarisnya dari PAC itu akan ngomong di ranting, baru nanti ketika ada hasil di situ dimusywarahkan di DPC. Jadi ada heirarkinya, hirarkinya memang kayak gitu. Kita untuk mempersiapkan keanggotaan, kita mempersiapkan keroganisasian, kita mempersiapkan leadhership dari PAC itu gimana, ketika dia tidak punya leadhersip untuk memimpin ranting juga susah, kita akan genjot itu. Ini sudah berjalan satu bulan setiap satu bulan satu kali. : Terkait dengan indikator Partai politik modern yang lain. Isu media masa menyebutkan bahwa di Partai Demokrat Kota Salatiga juga terjadi konflik terkait dengan kepengurusan partai. bagaimana menurut pendapat Bapak kronologi terjadinya konflik tersebut? : Jadi konflik itu kita biasakan setiap satu pertemuan kayak gini nanti kita akan bicarakan, jadi disini, jadi metodenya gini untuk penyelesaian konflik yang ada di internal, itu muncul konflik, 205 Peneliti Narasumber terus disini nanti tanggal segini kita akan omongkan, ini sudah rampung gak konfliknya, dimusyawarahkan satu bulan berikutnya, sudah misalkan, kita sudah ketemu antara person dan person, sudah, berarti kita buka kita hilangkan itu. Konflik biasanya terjadi person dan person individu, terus kedua biasanya tidak setuju dengan keputusan Ketua DPC. Tapi kalau masalah instruksi dari DPP, tidak ada yang berani, karena kita memang diajari samina watokna, bahwa sebenarnya instruksi DPP itu sudah dipikir itu juga usulan dari bawah, walaupun nanti munculnya berbeda biasanya caranya yang gak berbeda sama. : Menurut isu di media massa, konflik internal terjadi karena ada pemberhentian Ketua DPC. Bagaiman pendapat Bapak terkait dengan hal tersebut? : Jadi sebenarnya Mas Iwan itu tidak diberhentikan. Ini ada mekanismenya mas, jadi belum diberhentikan, jadi pas waktu itu Annas jadi Mas Iwan itu belum diberhentikan. Masih dinyatakan bahwa Mas Iwan itu tidak loyal kepada partai, karena posisinya adalah bukan masalah Annas dan Ibbas tidak bukan. Tapi Mas Iwan itu ingin perubahan di Demokrat pada waktu itu suaranya sudah diterima oleh Pak SBY sudah diberikan jawaban Pak SBY tapi tidak diterima lagi. Dan dosa besarnya Mas Iwan adalah ketika Dia mengatakan bahwa kita membentuk tim penyelamat untuk Partai Demokrat, padahal sebenarnya itu paling tidak boleh mas, satu karena posisinya sudah dikasih jawaban dengan SBY, terus kedua Dia malah memblow up media seolah-olah bahwa Dia adalah loyalis Annas, terus seolah-olah Dia itu diberhentikan oleh partainya, Pak SBY sebenarnya sudah tidak mau. Terakhir Kongres kemarin Mas, membentuk terus malah demo, padahal Mas Iwan itu tidak punya hak suara dia boleh hak bicara boleh tapi tidak punya hak suara karena sudah di PLT pada waktu itu kan mau momen menjelek-jelekkan Demokrat, Pak SBY tidak mau, “boleh kamu bersuara boleh kamu berpendapat tapi tidak boleh menjelek-jelekan partaimu sendiri”. Pak SBY sudah memberikan peluang Dia, tapi sudah tiga kali tahapan ya sudah karena gini Mas pada pemilihan itu bahwa kamu harus maju ke provinsi kamu harus dengan ini tandemnya, tapi ada beberapa hal yang Dia tidak mau misalkan, itu yang jadi masalah sebenarnya. Jadi instruksi partai Dia tidak mau menanggapi dengan baik. Mas Iwan sekarang menjabat di DPD. Mas Iwan masih jadi kader Demokrat, kalau masalah dikeluarkan atau tidak tidak ada mas, dinaikkan menjadi DPD. Maksudnya gini Mas, sebenarnya Mas Iwan itu dianggap bahwa Dia itu sudah levelnya bukan di Salatiga Kota, Dia harus di provinsi gitu. Dia dimasukkan ke dalam kepengurusan di DPD dan itu belum bisa dinyatakan keluar karena apa, Musda belum ada Mas, walaupun misalkan Dia mengundurkan diri itu beda, tapi untuk surat pemecatan, surat pengeluaran itu tidak ada sama sekali. Itu yang berhak kan bukan DPC, tapi yang punya hak itu pengusulan DPD ke DPP nanti surat itu keluar. Tapi sampai sekarang pun tidak ada surat 206 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : pengeluaran Mas Iwan tidak ada. Media membesar-besarkan karena posisi Mas Iwan itu tidak mau kalau saya di PLT, padahal dosanya banyak banget, tapi kan kita tidak mungkin mengeluarkan karena itu internal partai. Jadi kalau rahasia partai kita akan, misalkan itu bersangkutan dengan person sendiri, kita sebagai partai tidak boleh. Jadi kita tidak mungkin sebenarnya kalau misalkan orang-orang DPP itu mau Dia tahu semua Mas, tapi tidak pernah di media itu Dia ngomong tidak pernah. Ngomong bahwa si A si B, si C, terus ada karena Dia seorang politikus juga posisi bahwa momennya tepat ini lho saya loyalis Annas situ ada juga, tapi kita tidak akan ngomong di media Mas, karena posisi apa ini pun akan merusak kita. Kaya misalkan Nazzaruddin, Nazzarudin sudah jelas Pak SBY ngomong kalau kamu benar kamu orang hebat sudah lakukan. Menurut Bapak bagaimana pendapat Bapak terkait dengan surat pemberhentian dan surat PLT? Itu surat PLT Mas bukan surat pemberhentian. Karena kalau sudah ada SK pengeluaran kita akan diberi tahu, karena kita DPC suatu saat Mas Iwan arahnya ke kita Mas bukan langsung ke Jakarta tidak. Menurut Bapak bagaimana solusi mengatasi konflik, terutama terkait dengan konflik internal yang melibatkan Saudara Iwan Prabowo? Tingggal mas Iwannya, jadi subjeknya. Kita terbuka mas. Kayak misalkan teman-teman kita yang pertama kali tahun 2009 keluar, tapi keluarnya tidak keluar secara resmi hanya tidak aktif Dia mau aktif lagi monggo silahkan yang penting KTAnya harus ada. Sekarang KTAnya kan langsung pusat Mas kita tidak bisa di sini, karena posisinya nanti kayak Doscapil, itu mungkin programnya dari DPOKK, DPOKK itu pingin bahwa kader Demokrat sudah tercatat misalnya ini keluar nanti ini akan keluar muncul berarti ini keluar. Kalau dulu kan tidak sesistematis ini jadi sekarang sudah modern banget Mas kita buka tahu ini rumah mana DPC mana jabatan apa keluar. Apakah konflik internal tersebut mengakibatkan munculnya dualisme kepemimpinan Partai Demokrat di Kota Salatiga? Tetap masih ada Mas, karena Dia seorang leader, leader itu tetap ada loyalis terus ini siapa sih orang DPP, yang tahu Salatiga kan orang kami itu tetap ada Mas. Tapi selama ini tetap enjoy-enjoy saja mas tidak ada masalah. Tapi Ketua DPC kita juga bagus Mas. Ya keterbukaan kalau ini dapat banpol segini silahkan mau diapakan dibagi Mas. Terus mengundang orang-orang loyalis Mas Iwan juga diberi posisi silahkan. Itu memang kami rasakan kedewasaan di Partai Demokrat itu luar biasa. 207 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Indikator Partai modern yang lain adalah kaderisasi. Proses kaderisasi membutuhkan waktu. Bagaimana proses kaderisasi di Kota Salatiga? : Kita menunggu DPP kalau masalah pelatihan partai Mas, ini sudah mulai. Ini kader-kader yang pilihan kader-kader plus itu sudah instititut kemarin. Itu 260 orang. Nanti bergilir Mas DPD habis DPD baru DPC itu semua DPOKK itu sudah dirancang dengan baik. Karena posisinya ketika DPP sudah tahu bahwa Institut Partai Demokrat, jadi tahu Dia Aku sebagai apa dan Aku harus bagaimana, nah itu yang diterapkan di Demokrat kayak gitu. Nah kebanyakan teman-teman dari partai lain mencibir karena kita pertama kali mengadakan Institut Partai Demokrat. Jadi nanti temanya macam-macam, masalah politik nasional itu hanya sebagai rangsangan saja, ketika sudah terangsang kayak gitu mereka kreativitasnya akan dimunculkan. : Berkaitan dengan rekritumen calon kader, bagaimana Menurut Bapak mekanisme perekrutan kader Partai Demokrat di Kota Salatiga? : Ada Mas kita melakukan beberapa tahap. Jadi ada nuwunsewu dari saya di sini selama 1 tahun banyak orang datang warga biasa datang ke sini, kayak kemarin Mas, kemarin itu ini masih muda mahasiswa Dia datang kesini mau daftar untuk minta KTA jenengan warga mana dulu “oh saya Kabupaten Semarang Mas”, nanti kita akan arahkan ke Kabupaten Semarang, tapi jenegan tetap ke sini dulu, nanti kita bantu di Kabupaten Semarang. Ada juga mekanisme dengan cara model kaya kita Walikota ini kan kader kita, kita nanti akan membuat rancangan untuk dialog dengan masyarakat bahwa Dia sebagai Walikota ini specnya, siapapun mau menghujat aja tidak masalah yang penting di sini ada aturannya. Maksudnya kalau menghujat dengan cara yang santun. Banyak yang datang ke kita jadi dengan berbagai cara. Yang ketiga itu kader-kader yang sudah loyal kita akan mengajak sekeliling mereka. : Apa yang membuat kebanyakan kader, khususnya di Partai Demokrtat Kota Salatiga tertarik masuk Partai Demokrat? : Kalau saya lihat personalnya Mas, SBY Mas. Saya punya bukunya SBY jadi kita lihat di situ kita baca kita terus kita ambil sumber-sumber yang lain, ternyata ada beberapa hal yang mungkin masyarakat umum tidak akan melihat itu, SBY itu punya kebiasaan satu yang saya suka setiap habis acara Mas, itu yang ditulis bukan dari SBY sendiri, jadi dari Sarif Hasan, Roy Suryo, jadi kebiasaan Beliau ketika sebuah acara itu sudah rampung Mas tidak akan bubar langsung, Dia akan kumpulkan dulu Mas, masalahnya ada apa, ini apa, berhasil atau tidak. Sosok SBY luar biasa. Itu bisa berjalan 10 menit bisa berjalan 1 jam, padahal sempat yang seperti Roy Suryo “Saya itu sudah ngantuk” Pak SBY tidak boleh “Kamu itu mikir rakyat ngapain kamu ngantuk, ngantuknya ditahan dulu”. 208 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Dari persoalan tersebut, apakah menurut Bapak Partai Demokrat dapat keluar dari ketergantungan pada ketokohan SBY? : Kalau sekarang belum bisa, belum bisa dikatakan modern. Sebanarnya sudah hampir Modern mas, karena posisi kemarin itu ada konflik itu, karena nuwunsewu ini kalau penglihatan saya dari kacamata Demokrat kita akan di obok-obok kemarin, sebenarnya kita sudah mempunyai tokoh-tokoh seperti Kyai Bajang Gubernur NTT itu dari kader Partai Demokrat, Roy Suryo kita siapkan, itu sebenarnya sudah, tapi karena kemarin ada beberapa konflik, sebetulnya kita sudah menyiapkan banyak kader, tapi karena posisinya pada level yang hampir sama tidak terlalu menonjol, diputuskan bahwa ini untuk mengkanter diobok-obok maka Pak SBY yang dimunculkan, sebenarnya arahnya akan dilepas, mungkin tahun 2019 sudah dimunculkan kembali. : Berkaitan dengan proses regenerasi, menurut Bapak bagamana proses regenarasi Partai Demokrat di Kota Salatiga, termasuk keterlibatan perempuan dalam kepengurusan DPC? : Kita memenuhi 30 % keterwakilan perempuan, bahkan kita 40 %, malah banyak wanitanya. Karena posisinya kita juga menyadari bahwa wanita itu ada keterbatasan. Keterbatasannya apa sih, ketika beliau-beliau itu punya suami, maka kita tidak bisa menuntut all out itu tidak bisa. : Menurut pendapat Bapak siapa yang bertanggungjawab melakukan proses regenerasi? : Ketua DPC itu kalau kita Mas harus punya pengalaman organisasi, tidak perlu kaya, tidak perlu orang pintar, yang penting pengalaman, salah satunya kayak Pak Lubis ini pengalamannya luar biasa Mas. Jadi initinya di organisasi itu kan kita tidak cari orang pintar walaupun pintar itu dibutuhkan tapi kita tidak cari orang pintar tapi kita cari teman-teman yang memang loyal dan ingin mengabdi. Kalau untuk masalah pendididikan kayak fraksi saja ketua fraksi kita belum S1 tapi dia punya jiwa loyalitas, terus dia punya rasa ingin belajar. Sekarang kuliah itu dari situ dilihat bahwa Demokrat itu terbuka sekali. : Menurut Bapak siapa yang kemudian menentukan kader untuk menjabat pengurus DPC Partai Demokrat Kota Salatiga? : Jadi gini Mas kalau di tingkat nasional ada Kongres, Munas, terus di DPD ada Musda baru Muscab, baru Musrancab. Jadi nanti yang mengelola ini. Jadi nanti ada usulan-usulan temanteman yg lama bahwa ini kita harus tambal sulam atau kita mungkin perlu tambah pengurus, ini mau nanti kita akan ngomong kamu mau tidak. Malah yang menentukan adal PAC. Misalkan memilih ketua DPC yang ada di Salatiga itu kan suaranya 7 Mas karena kecamatannya 4, setiap PAC itu suara 1, dari DPP 1 dari DPD 1 dari ketua DPC 1 tujuh Mas kalau pusat ini menginginkan misalanya Mas Santo atau jenengan, tapi bawah menginginkan yang lain tidak menang Mas. Jadi kalau Demokrat itu, tapi ada tapinya Mas teman-teman yang di bawah 209 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : itu mesti idolanya SBY semua, nah itu yang jadi masalah. Ketika SBY ngomong Si A yang jadi ketua sudah semua ikut, Jadi siap SBY minta A ya sudah SBY saja. Bagaimana pendapat Bapak jika terdapat anggota/kader yang berlawanan dengan SBY? Banyak kayak di sini muncul tokoh-tokoh yang tidak sesuai dengan DPP banyak. Tapi bagusnya SBY tidak mau nunjuk ini siapa karena proses partai itu yang Dia pentingkan. Pernah sempat ada yang mengusulkan menunggu Pak SBYapa malah Beliau marah “ini partai biarkan dari bawah” Menurut Bapak apakah ada pandangan lain terkait keempat indikator partai politik modern yang disebutkan sebelumnya? Yang paling sangat mungkin Partai Demokrat itu punya idelais sendiri. Jadi dia tidak akan membentuk A untuk menyerang Si B tidak akan. Dia akan menjadi penengah. Jadi kita memang punya ideologi sendiri, kita bermain santun, bermain cerdas tidak ikut A ikut B, kita kan tidak ikut KMP maupun KIH tapi jadi penyeimbang. 210 TRANSKIP WAWANCARA 5 Nama Narasumber : Sri Rohani Pekerjaan/Jabatan : Kader Partai Demokrat Kota Salatiga Waktu Wawancara : 21 Juni 2016 Tempat Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Salatiga : Sebagai kader, bagaimana pendapat Ibu keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga? : Partai manapun termasuk Partai Demokrat di era demokrasi saat ini sangat dituntut untuk serba terbuka, oleh karena itu Partai Demokrat di Kota Salatiga dalam menjalankan programprogramnya selalu terbuka memberikan informasi kepada siapa saja, yang penting yang sifatnya bukan kerahasiaan partai, karena Partai Demokrat juga memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan partai. : Bagaimana pendapat Ibu terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat Kota Salatiga? Apakah Partai Demokrat terbuka dalam mengelola keuangan partai? : Partai Demokrat Kota Salatiga memiliki komitmen mempertanggungjawabkan dana partai kepada publik dan pemerintah. Kita di sini mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik, jadi ya keuangan partai juga harus dilaporkan dengan baik. Kita selalu tepat waktu dalam menyampaikan laporan kepada pemerintah setelah pemerintah melalui BPK juga melakukan audit terhadap laporan yang kita buat. : Bagaimana pendapat Ibu terkait dengan keterbukaan komunikasi, khususnya kaitannya dengan sosialisasi program kerja? : Kita sering mengadakan temu kader untuk silaturahmi sekaligus menyamakan presepsi kita dalam banyak hal. Seperti kemarin setelah SBY datang ke Salatiga, DPC melakukan pertemuan dengan kader terkait dengan hasil rekomendasi SBYTourdJava. Pertemuan ini sangat bermanfaat bagi kami karena melalui pertemuan ini kita jadi sama dalam mempersiapkan dan menjalankan program kerja yang akan datang. : Terkait dengan keberagaman, apakah Partai Demokrat Kota Salatiga termasuk partai yang terbuka terhadap siapa saja yang ingin bergabung? : Selama saya bergabung dengan Partai Demokrat Kota Salatiga, saya melihat untuk masalah keberagaman Partai Demokrat Salatiga sangat terbuka. Kita dari kaum perempuan juga tidak merasakan diskriminasi apapun, kita enjoy karena partai ini tidak hanya terdiri dari satu agama tapi beragam dan tidak membedabedakan satu sama lain. 211 TRANSKIP WAWANCARA 6 Nama Narasumber : Yophi Prabowo, A.Md. Pekerjaan/Jabatan : PLT Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Waktu Wawancara : 14 April 2016 Tempat : Kantor DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Peneliti : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan keterbukaan Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo? : Tentunya Kita dari Partai Demokrat memang mengarah ke sana keterbukaan. Kita melaksanakan rekruitmen kader kita akan membentuk kaderisasi, kita akan transparansi juga di dalam pengelolaan anggran keuangan partai karena kita juga berpikiran bahwa partai sekarang mulai mengarah ke partai modernisasi. Dalam artian di dalam proses rekruitmen kader-kadernya juga harus transparan, terus untuk pengelolaan itu khan harus dimaksimalkan keuangannya, karena kalau saya amati di semua partai itu munculnya permasalahan itu biasanya berawal dari sistem pengelolaan keuangan, saya juga sering menyampaikan ke rekan-rekan bahwa masalah keuangan, masalah anggaran memang saya harus memberikan contoh supaya pengelolaan keuangan transparan, saya selaku ketua pun tidak pernah memegang jadi semua keuangan saya suruh mengelola bendaharanya. Mas semua keuangan saya serahkan ke Bendahara, tapi semua pengeluaran selaku ketua saya harus tahu karena saya yang mempertanggungjawabkan. Dan setiap kali kita mengadakan pertemuan pasti kita sampaikan masalah keuanganannya dan kadang-kadang percaya dan mereka tentunya akan semangat kalau dalam mengelola keuangan dilakukan transparan. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan mekanisme pelaporan keuangan partai? : Jadi kalau yang terkait dengan pengeluaran bantuan keuangan dari pemerintah kita akan sampaikan ke pemerintah dan kesbang, dan untuk masalah dana kampanye kita laporannya di KPU. Tapi sebelum mengarah ke sana biasanya kita akan rapat internal terlebih dahulu kita sampaikan supaya satu bahasa juga dan kita sampaikan kepada pengurus dan kader kalau pengeluaran kita juga sama-sama mengawasi. : Bagaimana Pendapat Bapak terkait dengan isu di media yang menyatakan bahwa Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo mengalami konflik internal yang mengakibatkan adanya pergantian pucuk kepemimpinan DPC melalui mekanisme PLT? Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti 212 Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Jadi terkait dengan permasalahan PLT ya ketu DPC di PLT (Muhmmad Abdullah) itu di PLT karena memang dinaikkan di pengurus Provinsi DPD. Karena mas Abdullah ditarik menjadi pengurus DPC sebagai wakil ketua DPD. Terus yang di daerah sini saya selaku ketua PAC menggantikan beliau PLT, dan sampai sekarang status saya juga masih PLT. Sementara kita menunggu Musda dulu mas, aturan Demokrat khan dari atas Kongres, Musda, baru Muscab. Pemecatan tidak ada. Mas Abdullah ya sekarang pengurus di Provinsi dinaikkan. Dan loyalis Annas sebetulnya di Purworejo tidak ada ya hampir semua kader saya pun juga dekat dengan mas Annas. Jadi dulu Mas Abdullah itu berkeinginan untuk maju menjadi caleg Provinsi, DPRD Provinsi terus kebetulan juga ada formasi juga di pengurusan Provinsi, beliau juga berminat naik ke situ, akhirnya dari pusat kemudian dinaikkan jadi pengurus provisnsi Wakil Ketua 1. Untuk konflik tidak ada, karena untuk serah terima kita juga dalam keadaan baik-baik. : Jika terjadi konflik, langkah apa yang Bapak lakukan sebagai PLT Ketua DPC Kabupaten Purworejo? Bagaimana mekanismenya? : Jadi kita tetap mengoptimalkan untuk apa ya menempuh musyawarah jadi kita akan meminimalisir perpecahan di internal partai. Karena kan dengan adanya perpecahan nanti berdampak kepada masyarakat kita, masyarakat kita kan selalu kritis. Jadi kadang-kadang ada pemberitaan yang simapang siur begitu, kader-kader di bawah kadang bingung tidak ada masalah apa-apa kemudian dimunculkan dihembuskan dari media kesannya kita ada konflik permusuhan. Jadi beberapa event kita juga bekerja sama dengan beliau tidak ada permasalahan. Malah ini saya sampaikan juga dulu waktu 2014 pernah ada isu pada tahun 2014 Mas Abdullah dipecat, padahal Mas Abdullah masih Ketua DPC itu pemberitaan di Semarang. Padahal tidak ada pemecatan. 2015 dulu serah terima saya dengan beliau, kalau 2014 tidak ada pemecatan. : Apabila terjadi konflik internal, menurut Bapak apa yang menjadi penyebabnya? Apakah kader melanggar kode etik Partai Demokrat atau permasalahan lain? : Jadi sekarang kader Partai Demokrat kan harus membuat Pakta Integritas di situ ada aturannya bilamana kader keluar dari rohnya AD/ART memang kena saksi pemecatan seperti misalkan kader terlibat kasus korupsi itu kalau sudah TSK saja tersangka harus keluar dari Demokrat. Ada kesepakatan dan kesepakatan itu juga ditandatangani oleh masing-masing kader itu konsekuensinya. : Bagaimana pendapat Bapak terkait loyalitas kader? : Jadi jika ada kader kita yang keluar dari partai lain ini kan ada tahapannya juga mas surat peringatan dulu pertama dan mereka pasti akan dilakukan pembinaan dulu, tapi selama beliaunya tidak bisa dibina ya otomatis sanksi pemecatan akan datang. 213 Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Siapa yang mempunyai wewenang melakukan pemecatan/pemberhentian? : Jadi tahapannya itu tingkatan di atasnya. Misalkan Ketua PAC pengurus di setiap kecamatan jadi yang berhak memberikan sanksi dari DPD. Jadi DPC Cuma mengusulkan atas terjadinya pelanggaran dan nanti yang memberikan sanksi dari DPD, dan jika pelanggaran DPC yang memberikan saksi dari DPP pusat. : Jika terjadi perbedaan pendapat, menurut Bapak apa yang dilakukan Partai Demokrat Kabupaten Purworejo? : Kita selalu menyampaikan ke kader mas jika ada perbedaan silahkan berdebat di forum, keluar dari forum jangan ada perbedaan lagi. : Berkaitan dengan proses regenarisi. Bagaimana sistem regenerasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo? : Jadi kalau sekarang saya kan masih menjadi Ketua DPC PLT belum melakukan proses jadi nunggu dari proses musda dulu setelah musda akan dilaksanakan Muscab terus kita juga selalu berpedoman pada AD/ART di situ kana da klosul-klosulnya tentang rekruitmen kader, siapapun bisa. Jadi kita selalu apa selalu punya pikiran bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang potensial itu yang memperoleh peluang untuk masuk partai. Karena memang tidak memungkiri bahwa partai bisa besar itu kan karena kader-kadernya yang ada di dalamnya itu kader terbaik minimal jadi teladhan di di masyarakat mas. : Siapa pihak yang menentukan deterima atau tidaknya kader menjadi pengurus Partai Demokrat? : Jadi dari forum rapat devisi. Jadi kita kalau mengadakan rapat devisi kita melibatkan ketua-ketua fraksi otomatis Ketua PAC yang ada di wilayahnya kan kita selalu mintakan saran, misalnya ada tokoh masyarakat di Kecamatan A, pengurus yang ada di situ selalu kita mintai informasi apakah beliau si A punya terk bagus, apa misalkan rutinitas kegiatannya sehari-hari selalu kita mintakan informasi kita mintakan pendapatnya supaya nanti di dalam kita memutuskan beliau menjadi pengurus partai tidak terjadi permasalahan. : Berkaitan dengan kaderisasi, menurut Bapak bagaimana proses kaderisasi Partai Demokrat Kabupaten Purworejo? : Prosenya yang pertama melakukan seleksi tadi yang dimusywarahkan partai, terus nanti pengurus-pengurus partai yang punya potensial bagus itu pasti akan dilakukan apa semacam bimbingan seperti bintek terus penataran. Kemarin kita juga mengadakan penataran juga. Penataran (bintek) dilakukan langsung du DPP. Jadi DPP punya target itu akan menatar 5000 kader terbaik ya kemarin sudah dilakukan sekitar 2500. Melalui bintek dapat sertifikat kebetulan kemarin saya juga ikut pelatihan di sana jadi kemarin Jawa Tengah kana da 4 orang yang dikirim di Kabupaten Bogor. Saya ada dua anggota DPRD Provinsi Bu Teti sama Pak Bambang terus satunya lagi Ketua DPC dari Tegal 214 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : yang mengikuti penataran di sana. Itu pun di sana dipakai skor juga mas dalam artian penataran itu ada ujiannya dari Pak SBY ya itu kemarin ada yang lulus ada yang belum lulus, yang belum lulus ada 11 orang. Yang belum lulus disuruh mengulang lagi ya suruh ujian lagi. Apakah proses pengkaderan kader/anggota (bukan pengurus) Partai Demokrat Kabupaten Purworejo juga melalui bintek tersebut? Yang diutamakan nanti ketua-ketua mas. Jadi Ketua PAC, terus Ketua DPC, terus naik ke jenjang lagi DPD. Nanti yang kaderkader terbaik yang mengikuti bintek ini yang nanti mereka yang akan membimbing teman-temannya. Nanti PAC bombing tingkat-tingkat ranting, saya nanti tugasnya membimbing di tingkat PAC. Dengan melihat kondisi Partai Demokrat saat ini, apakah menurut pendapat Bapak Partai Demokrat sudah dapat diakatakan partai politik modern di Indonesia? Kalau menurut saya masih dalam proses Cuma kita kan belum ful di situ ya, masih proses tahapan ke arah sana. Menurut Bapak apa yang menghambat modernisasi Partai Demokrat? Yang pertama yang saya lihat bahwa SDM. Kadang pola-pola yang jadi pemikiran masyarakat orang masuk partai itu mencari uang, padahal di partai itu sebetulnya tujuannya kadang mereka yang dari awal nawaitunya mencari uang, mereka setelah masuk partai mereka kaget kondisinya partai seperti itu. Saat ini Ketua Umum Partai Demokrat kembali dipegang SBY. Bagaimana pendapat Bapak terkait hal tersebut? Apakah Partai Demokrat saat ini sulit keluar dari ketokohan SBY? Kemarin memang sering disampaikan Pak SBY banyak faksifaksi di situ mas setelah itu dari masing-masing kader seluruh Indonesia menginginkan supaya Pak SBY tampil lagi untuk memimpin Demokrat supaya sebagai tokoh pemersatu. Sekarang setelah Pak SBY terpilih Pak SBY kan mulai menata terus melanjutkan militansi partai dalam artian mecari sosok baru. Ini mulai tahapan. 215 TRANSKIP WAWANCARA 7 Nama Narasumber : Muhammad Abdullah, S.H. Pekerjaan/Jabatan : Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo Waktu Wawancara : 5 Mei 2016 Tempat Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Rumah kediaman Muhammad Abdullah di Purworejo : Menurut Bapak bagaimana keterbukaan Partai Demokrat misalnya terkait dengan keterbukaan, misalnya terkait dengan kondisi laporan keuangan, kritik dan lain sebagainya? : Secara umum sebetulnya kalau soal keuangan itu tidak bisa lagi misalkan ditutup-tutupi partai mana pun saya kira tidak bisa karena, sumber utama partai politik itu kan hanya dua sebetulnya, yang pertama adalah iuran kader, iuran kader itu sekarang tidak mungkin ada kader partai politik mana pun saya kira yang mau berkonstribusi iuran untuk partainya di luar anggota yang kebetulan menjadi anggota dewan, nah sementara iuran atau konstribusi dari anggota yang menjadi anggota dewan jumlahnya kan bisa dilihat berapa rupiah yang diberikan ke partai karena dipotong langsung pada saat Dia terima gaji disaat jadi anggota, tinggal mengalikan berapa kader yang menjadi anggota dewan dikalikan sekian kan ketemu itu yang pertama. Yang kedua bantuan parpol dari pemerintah yang besarannya disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh dikalikan berapa rupiah, kemudian pasti masing-masing pemerintah daerah ketika memberikan bantuan parpol itu terpablish juga di media, sehingga dari situ tidak bisa ditutup-tutupi karena berbeda posisinya ketika parpol di tingkat daerah dengan tingkat pusat, di tingkat daerah itu relatif lahannya itu sempit kemudian tidak ada lahan-lahan yang subur dalam tanda petik sehingga tidak mungkin ada investor-investor politik seperti di tingkat pusat itu tidak ada. : Dari penjelasan Bapak, menurut Bapak apakah Partai Demokrat di Purworejo sudah modern? : Saya tidak akan mengatakan apakah sudah modern atau belum karena indikatornya kan tadi kan ada empat. Ini baru bicara dari sisi transparansi. Saya hanya mengatakan tidak mungkin parpol itu bisa menutup-nutupi sumber keuangan, karena jelas artinya yang pertama iuaran kader itu tinggal berapa sih satu orang anggota dewan itu memberikan konstribusi ke partai tinggal Dia mengalikan berapa, yang kedua yang dari pemerintah daerah 216 dana hibah bantuan parpol itu sebenarnya jumlahnya juga sudah terpablish. Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Menurut Bapak apa sumber dana yang dimiliki Partai Demokrat? : Dua, satu adalah iuran kader itu adalah dari kader yang menjabatsebagai anggota dewan. Tidak ada sekarang orang kader partai manapun suruh kerja tidak diberi saku tidak berangkat. Yang kedua adalah bantuan pemerintah itu dalam bentuk hibah. : Menurut Bapak Bagaimana mekanisme pelaporan dana partai? : Kalau yang bantuan dari pemerintah setiap tahun mesti sama artinya membuat surat pertanggungjawaban SPJ kepada pemerintah daerah selaku pemberi uang yang kemudian yang disampaikan ke BPK, kemudian BPK akan melakukan audit yang hasilnya setiap tahun bisa dipablish. Karena kalau tidak melaporkan tahun berikutnya tidak dapat bantuan. : Terkait dengan kritik, bagaimana menurut Bapak jika terjadi perbedaan di tubuh partai? Apa mekanisme-mekanisme yang dilakukan jika terjadi perbedaan? : Kalau bicara Partai Demokrat di tataran lokal mungkin saya akan menyatakan sangat-sangat demokratis. Kenapa saya nyatakan demokratis karena pertama seluruh kebijakan partai yang dalam jangka pendek maupun jangka panjang mesti didiskusikan terlebih dahulu secara bersama-bersama baik itu di tataran pengurus tingkat kabupaten kemudian juga melibatkan pengurus di tingkat kecamatan, lalu kemudian disosialisasikan sampai pengurus-pengurus di tingkat pusat. Berbicara soal kritik dan lain sebagainya di forum-forum rapat seperti itu diberikan kebebasan untuk memberikan kebebasan yang berbeda pandangan dengan segala macam argumentasi-argumentasinya kita debat di situ tapi memang saya sampaikan kalau keluar kita harus sama tapi kalau bertarung di dalam kami persilahkan tidak ada persoalan, tapi kalau berkaitan misalkan bagaimana dengan kondisi di DPP itu mungkin akan berbeda lagi ya dalam hal ini yang sampean tanyakan kan soal bagaimana di kabupaten, boleh ditanya artinya semua kita berikan tidak ada persoalan. Selama saya delapan tahun jadi Ketua Partai Demokrat di Purworejo ketika posisi saya menjabat itu kondisinya solid, artinya tidak ada kemudian perpecahan-perpecahan atau gesekan-gesekan yang sampai menimbulkan konflik itu tidak ada. Perbedaan pandangan bisa kita selesaikan dengan duduk bersama-sama. : Terkait dengan konflik yang tadi Bapak disampaiakan, Bapak pernah menjabat sebagai Ketua DPC dan pada saat ini diberhentikan. Apa alasan pemberhentian Bapak sebagai Ketua DPC Kabupaten Purworejo? : Itu justru ketika di tataran tingkat kabupaten itu sebetulnya partai solid enjoy tidak ada persoalan apa-apa yang membuat persoalan itu justru dari level di atasnya. Level di atasnya dalam hal ini DPD dan juga DPP. Saya itu menjadi Ketua Partai Demokrat melalui pemilihan tahun 2006 melalui Muscab secara demokratis 217 Peneliti : Narasumber : Peneliti Narasumber : : kemudian menjalankan roda partai dan alhamdulillah ketika saya menjabat itu baik struktur maupun infra struktur partai itu dalam kondisi tidak karuan dapat tertata dengan baik, kemudian pemilu 2009 itu hasilnya juga baik, kemudian menjelang pilkada 2010 ketika saat itu Demokrat menjadi partai yang sedemikian seksi katakanlah saat itu semua tokoh-tokoh potensial yang ingin maju di pilkada yang semua merapat di Partai Demokrat, maka tibatiba muncul dua surat yang menurut saya surat itu lucu. Kenapa saya katakan lucu karena satu tanpa melalui prosedur, kemudian yang kedua tanpa ada lampu artinya tanpa ada tanpa ada pemberitahuan dan lain sebagainya. Surat yang pertama yang pertama adalah ketika terbitnya rekomendasi terhadap salah satu bakal calon bupati yang ketika kita sedang melakukan proses penjaringan tiba-tiba sudah muncul rekomendasi atas nama seseorang yang itu prosesnya kita tidak tahu menahu. Kemudian setelah muncul proses rekomendasi ini anehnya lagi yang diberi rekomendasi ini memang juga mendaftar di Partai Demokrat tapi karena dipaksakan untuk berpasangan dengan seseorang ini tidak mau ini menolak rekomendasi ini karena Dia tidak mau dipaksa berpasangan dengan yang dimaksud karena ini adalah masih ada ikatan keluarga katakanlah dengan petinggi Partai Demokrat. Jadi Dia memberikan rekomendasi kepada pada saat itu adalah bupati inkamben untuk berpasangan dengan saudaranya petinggi Partai Demokrat tersebut, tapi karena Sang Bupati tahu persis bahwa kapasitas, bagaimana akuntabilitas, bagaimana integritas, kualitas si calon yang mau dipasangkan yang masih saudaranya dari orang DPP Demokrat ini, maka dia tidak mau. Menurut Bapak apakah pada saat itu awal munculnya konflik internal karena adanya perbedaan pandangan? Menurut saya bukan merupakan sebuah perbedaan pandangan, tapi karena arogansi, yang direkomendasikan itu kan juga salah satu nama yang mendaftar di Partai Demokrat, tapi proses di sini kan belum selesai tiba-tiba sudah muncul rekomendasi tanpa ada komunikasi, tanpa ada koordinasi dan lain sebagainya. Kemudian munculnya rekomendasi itu diiringi juga dengan surat PLT jadi tiba-tiba saya juga dinonaktifkan diberhentikan dari jabatan saya sebagai Ketua DPC. Kemudian singkat cerita rekomendasi ini karena tadi yang Bupati Inkamben tidak mau dipaksakan berpasangan dengan saudaranya itu lalu ditarik kembali tiba-tiba muncul lagi rekomendasi baru sudah berpasangan orang lain tetap dengan saudaranya itu. Penjaringan yang awal tidak berlaku. Kemudian sampai proses pilkada akhirnya tidak terpilih, kalah. Menurut Bapak apa yang dimaksud tanpa prosedur tersebut? Begini yang namanya prosedur begini bahwa Ketua DPC bisa, bisa diganti atau di PLT itu kan karena beberapa hal yang pertama meninggal dunia, saya kan masih hidup, yang kedua mengundurkan diri, saya kan tidak mengundurkan diri, yang ketiga adalah diberhentikan. Diberhentikan itu kan banyak hal 218 Peneliti Narasumber karena dia tentu intinya adalah ketika diberhentikan itu dianggap ada kesalahan, apakah ada persoalan hukum yang membelit bersangkutan, atau dianggap yang bersangkutan itu melanggar AD/ART partai atau peraturan organisasi. Yang pertama kalau saya dianggap misalkan terlibat masalah hukum saya tidak ada tidak terlibat apa-apa, yang kedua kalau saya dianggap melanggar peraturan-peraturan organisasi maupun AD/ART, yang saya langgar yang mana. Karena kalau misalnya saya itu posisinya adalah melakukan pelanggaran pasti yang pertama kan ada teguran, bisa lisan atau tertulis, yang kedua kalau ada teguran masih kan masih ada kan masih ada lagi surat peringatan, surat peringatan 1,2,3. Ketika surat peringatan ketiga masih tetap lagi kan bisa saya diadili di Mahkamah Partai, ini kan teguran gak ada surat peringatan apalagi tiba-tiba surat ini kan nylonong saja. : Terkait dengan isu media yang menyebutkan bahwa beberapa DPC yang diberhentikan terkait dengan loyalis Anas Urbaningrum. Bagaimana menurut pendapat Bapak? : Jadi begini khusus tentang saya itu akan berbeda dengan sebagian teman-teman saya. Kenapa karena saya diberhentikan dua kali. Yang tahun 2010 itu ketuanya belum Anas. Jadi tahun 2010 itu saya diberhentikan bulan Maret kemudian bulan September 2010 saya diaktifkan kembali. Jadi saya diberhentikan tapi diaktifkan lagi, artinya kan secara tidak langsung DPP mengakui kan kalau dia keliru, walaupun tidak spisifik Dia menyebut ada mekanisme yang salah paling tidak dia mengakui bahwa keputusan terdahulunya itu salah, maka kemudian saya diaktifkan lagi. Ini kembali kemarin menjelang pilkada saya dinonaktofkan lagi prosesnya sama tidak ada, tidak melalui prosedur yang kita sepakati bersama-sama yang tertuang dalam AD/ART maupun peraturan organisasi, bahkan yang lebih lucu lagi orang yang ditunjuk menggantikan saya posisinya sebagai PLT itu dulu yang dipaksa maju wakil bupati tapi kalah itu, artinya masih saudaranya. Bahkan tidak memenuhi syarat dimana syaratnya bahwa pelaksana tugas atau PLT itu yang boleh menjabat adalah orang yang minimal berada satu tingkatan di atasnya. Padahal untuk menjadi DPC minimal pengurus DPD Provinsi minimal. Maka saya itu dinonaktfkan dua kali tahun 2010 dan 2014 kemarin menjelang pilkada. Jadi setiap menjelang pilkada selalu saya diberhentikan tanpa melalui proses. Khusus tahun 2014, saya mengatakan antara ada dan tiada. Ketika saya berbicara ada toh kalau suruh menyajikan sebuah data artinya bahwa Si A ini loylais Annas si B kan tidak bisa juga, walaupun saya katakanlah punya kedekatan dengan Anas apakah kemudian saya bisa dengan serta merta anda loyalis Annas, karena bagamanapun juga ketika saya itu loyal kepada Annas, ketika saya menjabat sebagai ketua umum itu karena sesuatu yang wajib menurut saya. Siapa dia loyal terhadap pimpinannya adalah satu hal yang wajib. Kalau saya menjawab tidak ada ya susah juga menerangkannya karena orang-orang yang selama ini dianggap 219 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : punya kedekatan dengan Annas faktanya juga memang semuanya di Jawa Tengah kan diberhentikan yang terbaru Klaten. Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan belum diselenggarakan Muscab di Kabupaten Purworejo? Karena belum ada Musda karena boleh ada Muscab setelah ada Musda. Musda sampai sekarang belum ada, sampai Sukawi diberhentikan. Yang Jawa tengah termasuk paling lucu se Indonesia, dibandingkan partai manapun. Terkait dengan adanya isu somasi terhadap SBY, bahkan di salah satu daerah di Jawa Tengah muncul Tim Penyelamat Partai Demokrat. Bagaiamana Pendapat Bapak? Saya tidak tahu persis, kalau ada Tim Penyelamat. Di Kabupaten Purworejo tidak ada, karena relatif saya dalam menyikapi penonaktifan saya yang pertama dengan yang kedua itu berbeda. Kalau yang dulu di tahun 2010 memang mungkin karena semangat saya yang lagi tinggi-tingginya luar biasa memang saya lawan dalam tanda petik tetapi dengan cara-cara yang elegan juga, artinya ketika surat pemberhentian itu muncul kader tahu semua kader menolak semua. Kemudian ketika di pilkada semua sepakat tidak mendukung calon yang direkomendasikan DPP. Dan faktanya kan kalah. Dengan kekalahan itu DPP mungkin melihat bahwa sebetulnya memang Abdullah itu adalah Ketua DPC yang masih diakui di akar rumputnya. Ketika di 2014 kemarin saya berbeda sikap walaupun diperlakukan sama. Kalau dulu saya melakukan pertahanan dan sebagainya kemarin saya tidak sama sekali, karena berpikir juga capek juga kalau saya harus mengurus partai kemudian dipaksa terjadi konflik apalagi yang memaksa apalagi yang memaksa itu adalah dari DPP. Walaupun saya bergerak secara yuridis saya pastikan 100 % DPP itu kalah. Gak ada satu pasal pun yang membenarkan apa yang dilakukan itu tidak ada. Kalau saya melakukan gugatan di Pengadilan atau di manapun satu pasal pun tidak ada yang membenarkan keputusan DPP itu. Saya andai kata menang penguasa partai ini kan katakanlah Ketua Umum bersama orangorangnya ini kan saudaranya selama kurun waktu bertahun-tahun saya tidak akan enjoy dalam mengelola partai. Yang kedua akhirnya kan ini kesempatan bagi katakanlah rival politik untuk mengacak-acak untuk merusak ketika melihat di sini ada dua matahari yang ini kubu yang formil yang ini non formil tapi sama-sama punya kekuatan, kekuatan saya pada sisi legalitasnya, kekuatan dia karena hubungan saudara ini kan bisa diadu, akhirnya kita kerja kan jadi tidak nyaman. Mestinya kita kita berpikir untuk berproses kebesaran kemenengan partai ke depan kita hanya dihadapkan pada konflik internal, nah saya gak mau. Terkait dengan isu bahwa salah satu alasan pemberhentian karena Bapak dianggap punya prestasi, bahkan pada saat ini Bapak juga menjabat sebagai Pengurus DPD Jawa Tengah. Bagaimana pendapat Bapak tentang hal tersebut? 220 Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Kalau berbicara saya dianggap berprestasi faktanya begini, ketika tahun 2008 diadakan pelatihan kader se Indonesia saya itu juara satu. Kemudian ketika pemilu 2014 kemarin yang posisi Partai Demokrat sedang dalam kondisi yang gak karu-karuan dihajar banyak persoalan itu, se Jawa Tengah anda sajikan boleh sajikan data empiris berapa kabupaten yang perolehan kursi relatif masih bisa penurunannya tidak tajam, katakanlah Kota Semarang dari 16 tinggal 6 turun 10, kemudian dari 5 di Kabupaten Pemalang menjadi tidak ada sama sekali, di Magelang dari 7 tinggal 3 di Purworejo dari 8 masih 6 artinya kalau dianggap berprestasi mungkin ada benarnya, tapi pertanyaannya adalah kalau memberikan reward terhadap orang yang punya prestasi dengan cara melanggar prosedur boleh tidak. Jadi menurut saya itu omong kosong saja ya supaya tidak ada gejolak saja. : Terkait dengan kondisi saat ini, menurut Bapak bagaimana pelaksanaan ideologi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo? : Sekarang begini ideologi berapa partai mungkin ditulisan berbeda ada Nasional Religius ada apa, ada apa, jenengan sebagai masyarakat di luar parpol melihat macam-macam parpol itu, partai apa saja yang ideologinya jelas itu. Selain PKS, selain PDIP, partai mana yang ideologinya jelas hampir sama. PKS jelas artinya Dia ideologi oreantasinya. Kemudian PDIP dengan Marhenisme. Yang lain, Anda dari luar coba bedakan apa bedanya ideologi Demokrat Gerindra, Golkar. Antara ideologi dan demokratis adalah dua hal yang berbeda kalau ideologi itu adalah sebuah pandangan artinya gagasan pola pikir partai ke depan seperti apa, tapi kalau demokratisasi itu soal cara bagaimana mengelola partai. : Bagaimana dengan proses regenerasi? Menurut Bapak bagaimana proses regenerasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo berjalan dengan baik? : Satu apapun yang diputuskan dengan cara melanggar aturan itu baik tidak, yang kedua sudah melanggar aturan, ketika dilakukan juga tidak pada waktunya itu baik atau tidak, proses yang tidak baik itu menghasilkan produk yang baik atau tidak. : Apa yang menjadi harapan Bapak untuk Partai Demokrat ke depan? : Saya kalau berharap secara umum untuk Partai Demokrat tidak hanya di Purworejo tapi di Indonesia karena apa yang terjadi di Purworejo itu juga karena tangan-tangan yang ada di atas sana. Yang pertama jangan terlalu munafik kalau jadi pimpinan partai, ketika dia sudah mendiklirkan diri partai ini menjadi partai yang demokratis, ya marilah seluruh persoalan, seluruh proses, seluruh kebijakan partai yang dibuat juga melalui cara-cara yang demokratis, dan demokratis itu tolak ukurnya salah satunya adalah taat pada aturan main yang berlaku kita berada di role yang benar. Kitab suci partai itu katakanlah AD/ART, hadisthadistnya dituangkan di dalam peraturan organisasinya yang 221 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : tertuang di situ mari kita taati bersama-sama kalau kita sudah tidak menggunakan itu apa gunanya ada AD/ART ada peraturan organisasi. Menurut Bapak apakah selama ini Partai Demokrat dalam menjalankan roda organisasi belum sesuai dengan AD/ART partai? Bukan hanya belum sesuai tapi justru berlawanan dengan apa yang tertuang di AD/ART partai mereka yang bikin sama-sama mereka yang melanggar. Bagaimana pendapat Bapak terkait proses kaderisasi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo? Kaderisasi kalau di Jawa Tengah saya katakan stagnan. Artinya begini, Partai ini kan punya mekanisme 5 tahunan mestinya terjadi kan regenerasi jadi reorganisasi baik di tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan dan lain sebagainya. Di Jawa Tengah sekarang sudah 10 tahun belum ada reorganisasi, Musda belum ada. Kemudian yang terjadi itu tadi penunjukkan-penunjukkan dengan semaunya sendiri dan yang ditunjuk boleh sampean cek di Jawa Tengah di PLT itu mana saja yang menggantikan dengan yang digantikan itu silahkan dicek kualitasnya bagus yang mana. Artinya itu kan tolak ukur kalau secara regenerasinya baik disandingkan saja ini antara yang mengganti dengan yang diganti kira-kira levelnya bagus mana. Bagaimana proses perekrutan kader Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo? Kalau dulu itu contoh yang paling sederhana menjelang pemilu legeslatif. Semua kader kita sosialisasikan misalkan siapa yang ingin maju menjadi caleg, yang kedua masyarakat umum kita publish melalui media yang pingin daftar menjadi caleg. Artinya tidak ada faktor karena kedekatan teman, saudara, dan lain sebagainya. Bahkan di era saya menjabat 8 anggota dewan itu satu pun tidak ada saudara saya kemarin ketika 6 kemudian saya tinggal satu pun tidak ada saudara saya, tapi ketika sekarang PLT kemudian ada saudara saya tidak tahu, berbeda ketika bicara dulu dan sekarang. Sampai hari ini masih jadi tapi tidak pernah diaktifkan rapat-rapat dalam arti ketika saya sebagai Wakil Ketua 1 tidak pernah diundang cuma sekedar nama saja. Terkait dengan ketergantungan terhadap SBY, munurut pendapat Bapak bagaimana? Pertama bahwa setiap orang itu ada masanya, setiap masa ada orangnya. Artinya kalau kemudian tokoh yang sudah besar di masa lalu justru ingin membesarkan masa sekarang itu pasti akan berlawanan dengan teori itu tapi kalau sudah bukan masanya, mamaksakan diri masuk ke masa lagi itu sudah bukan eranya. Partai modern tidak akan pernah menggantungkan pada tokoh, ketika partai itu masih menggantungkan pada satu tokoh itu belum partai kader masih partai tradisional konvensional. Kalau menurut saya partai modern itu ya kalau sekarang ini yang paling 222 mudah dilihat itu justru di Golkar itu jadi pimpinannya bergontaganti tetap saja bisa bertahan eksistensinya. TRANSKIP WAWANCARA 8 Nama Narasumber : Ali Mashadi, S.T. Pekerjaan/Jabatan : Direktur Eksekutif DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah Waktu Wawancara : 5 Mei 2016 Tempat : Kantor DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah Peneliti : Partai Demokrat mendeklarasikan sebagai partai modern. Indikator partai politik modern salah satunya adalah keterbukaan. Bagaimana pendapat Bapak tentang keterbukaan partai Demokrat, khususnya di bawah DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah? : Untuk Demokrat selama ini memang selalu terbuka dalam artian kita memang apalagi sekarang dipimpin oleh Pak SBY lagi jadi keterbukaan itu suatu keharusan, makanya saking terbukanya timbul dari internal seolah-olah kayak bebas mengeluarkan pendapat akhirnya sampai mengritik, untungnya Ketua Umum kita Pak SBY memang tidak anti kritik. Kita pernah dipimpin oleh Pak SBY selama 10 tahun tidak ada yang namanya tiap hari tidak ada kritik. Saya pikir untuk Demokrat itu sangat terbuka sekali, kita bebas ngomong apa, termasuk di internal kita, makanya akhirnya kadang kita kadang menyayangkan juga halhal yang sifatnya internal akhirnya muncul di media karena mungkin itu kurang pahamnya mengenai arti keterbukaan atau gimana, ya terbuka tidak masalah, tapi pesan dari Pak SBY juga bahwa untuk permasalahan internal mari kita sama-sama duduk bersama kita selesaikan konflik, kalau memang ada konflik, baru nanti kalau memang sudah ada titik temu boleh untuk mengeluarkan statement di media. : Bagaimana pendapat Bapak terkait dengan konflik internal yang dialami beberapa DPC di Jawa Tengah, khususnya terkait dengan konflik kepengurusan.? : Jadi gini itu untuk PLT-PLT (penggantian-penggantian) adalah kewenangan DPP. Jadi biasanya itu DPP melihat tidak ada keharmonisan atau memang visi misinya tidak jalan seluruhnya kewenangan DPP. Jadi DPD sifatnya hanya memberi masukanmasukan dan melaksanakan instruksi DPP. Jadi mengenai kesalahan apa dia gini-gini kita malah tidak tahu karena dari DPP pun ada semacam korwil-korwil yang dia itu mengawasi masing- Narasumber Peneliti Narasumber 223 Peneliti : Narasumber : Peneliti Narasumber : : Peneliti : Narasumber : masing kinerja dari ketua DPC-DPC. Memang khususnya di Jawa Tengah itu korwilnya adalah Pak Agus Hermanto pada saat itu. Jadi mungkin beliaunya yang tahu persis mengenai sampai turunnya PLT itu. Dan memang yang di PLT kita akomodir masuk di dalam kepengurusan DPD jadi kita juga menghormati selama ini kinerja yang bersangkutan. Anggap saja itu semacam regenerasi karena selama 10 tahun belum ada Musyawarah Cabang (muscab). Musda (Musyawarah Daerah). Yang namanya sebuah organisasi selama 10 tahun itu pasti ada konflik apalagi 10 tahun ada kejenuhan di dalam kepengurusan ada kejenuhan dalam pengelolaan partai itu pasti, kita untuk mengantisipasi itu paling tidak ada semacam regenerasi, mekanisme sudah dijalankan, cuman kan ada yg kecewa dan tidak kecewa, wajar lah manusia itu kan antara kecewa dan tidak senang itu pasti ada rasa itu, jadi biasa mereka itu merupakan hak kodrati masingmasing individu. Isu media menyebutkan terjadinya konflik karena adanya kepentingan 2 kubu, yaitu kubu Annas Urbaingrum dan kubu SBY. Bagaimana pendapat Bapak tentang isu tersebut? Saya meluruskan bahwa DPD tidak pernah mengusulkan pemecatan/pemberhentian pengurus DPC. Karena kita menyadari bahwa selama 10 tahun di DPD maupun di DPC ada permasalah, ada ketidakpuasan, dan ada kejenuhan. Mekanismenya DPP menginstruksikan ke DPD, kemudian DPD melaksanakan instruksi dan kemudian menginstruksikan ke DPC. Kemudian mengenai kubu Annas Urbaningrum dan SBY sebetulnya tidak ada, itu hanya media yang membesar-besarkan, bahkan dalam Kongres kemarin kita duduk bersama, seperti yang media beritakan ada dua kubu kita pertemukan, tetapi khusus mengenai annas Urbaningrum karena kita memiliki komitmen bagi kader yang sudah menjadi tersangka, maka secara otomatis sesuai pakta integritas harus berhenti atau diberhentikan kalau dia tidak mau mundur maka diberhentikan. Bahkan pada saat SBY menjadi presiden, Partai Demokrat tidak dapat menyentuh dan mengintervensi sama sekali kebijakan SBY, padahal pada waktu itu SBY memiliki power. Namun, apa yang diinginkan diakomodir, Alhamdulillah dalam Kongres aman. Bagaimana pendapat Bapak tentang PLT? Secara AD/ART dia (yang di PLT) sudah selesai masa jabatannya (karena hanya 5 tahun), jadi wajar jika beliau di PLT. PLT hanya pelaksana atau yang menjalankan tugas. Surat dari DPP ditandatangani Syarif Hasan yang pada waktu itu menjadi Ketua Harian dan Ibbas Baskoro selaku Sekjen Partai Demokrat. Menurut Bapak siapa saja yang terlibat konflik? Bagaimana dengan Tim Penyelamat Partai Demokrat yang dibentuk salah satu pihak yang berkonflik? Konflik di internal kita tidak ada, konflik yang menyebabkan adalah orang yang berada di luar kita, perbedaan pendapat memang ada. Aturan yang berlaku adalah aturan AD/ART 224 Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : Peneliti : Narasumber : dengan melihat situasi. Dan perlu diingat bahwa dalam institusi Partai Demokrat tidak ada istilah Tim Penyelamat Partai. Kemungkinan munculnya Tim Penyelamat Partai karena kekecewaan, tetapi sekali lagi organisasi Partai Demokrat tidak ada Tim Penyelamat Partai, yang ada di Institusi kita hanya DPC, DPD, dan DPP. Berbagai masalah yang dihadapi Partai Demokrat berdampak pada perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu 2014. Bagaimana menurut pendapat Bapak? Indikatornya banyak sekali, kalau masalah konflik sebetulnya diciptakan orang luar, karena dengan menciptakan konflik maka emaig masyarakat jadi beda. Justru indikator yang paling kuat mempengaruhi adalah korupsi. Mengapa korupsi, karena pada waktu memang saking terbukanya untuk memberikan kepada generasi muda untuk memimpin Partai Demokrat, Hal ini berarti Partai Demokrat sudah menuju keterbukaan Partai Demokrat. Namun karena kasus korupsi tersebut, maka dijadikan pengalaman (semacam warning) bahwa selama 10 tahun terlena dengan kemenangan kita akhirnya tidak mempersiapkan diri dalam artian tidak sedia payung sebelum hujan, termasuk SDM masing-masing, ya initinya kita buat pelajaran berubah dengan sekarang ada fakta integritas, ada pendidikan dan pelatihan kader, kebijakan kader yaitu dengan adanya Institut Partai Demokrat, agenda 5 tahun Terkait dengan agenda 5 tahun Partai Demokrat salah satunya adalah modernisasi. Bagaimana pelaksanaan modernisasi Partai Demokrat tersebut? Partai Demokrat menuju modernisasi harus menjadi partai kader bukan partai simpatisan. Jujur pada waktu dulu kita mendaftarkan kader ke KPU, Partai Demokrat asal comot, dan itu hanya untuk memenuhi tanggapan verifikasi KPU. Sekarang tidak, sekarang setelah ada rencana partai kader, maka pengurus PAC harus siap dicalonkan sebagai dewan, sehingga kader yang dicalonkan akan punya jaringan, tidak seperti sekarang PAC pengangguran dan kalau ada rapat harus ada uang sakunya. Kalau masih seperti itu Partai Demokrat tidak bisa besar seperti partai lain. Model partai kader yang dimaksud adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang berisi tentang pemahaman tentang apa itu Partai Demokrat, mengapa harus memilih Partai Demokrat, apa ideologinya dan lain sebagainya. Saat ini kita sudah mengadakan penataran kader utama di Bogor, percontohan sebelum mendirikan institut yang langsung dapat penataran dari Pak SBY. Rencana ada sekolah Partai Demokrat yang wacana namanya adalah institut Partai Demokrat. Menurut Bapak seperti apa bentuk dari institut Partai Demokrat tersebut? Kita memang belum tahu bentuknya, namun dari DPP direncanakan akan mendidik 5000 kader yang kemudian lulus 225 dari institut kemudian disebar di masing-masing DPD dan DPC untuk membina melatih kader-kader kita. Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber Peneliti Narasumber : Kedewasaan partai politik salah satunya tergantung bagaimana partai tersebut mengelola konflik yang dialami. Jika terjadi konflik internal di Provinsi Jawa Tengah, menurut Bapak bagaimana solusi DPD mengatasinya? : Sesuai mekanisme AD/ART pihak yang berkonflik dipanggil duduk bersama untuk mencari tahu ada apa dan membuat kesepakatan atau solusi yang terbaik. Namun, mekanisme tersebut dijalankan apabila yang bersangkutan masih menjadi kader Partai Demokrat, dia bisa terjamah dengan aturan kita, kalau sudah di luar tidak bisa. Jika terjadi konflik di daerah mekanisme penyelesaiannya melalui rapat. Misalanya ada informasi terkait dengan adanya konflik, maka pihak yang berkonflik dipanggil. Bahkan jika yang berkonflik tidak puas terhadap keputusan DPD yang bersangkutan bisa langsung ke DPP, DPP kemudian mengklarifikasi pembenaran dari berita tersebut. : Siapa yang bertugas menyelesaikan konflik internal di Partai Demokrat? : Ada Dewan Pertimbangan, Dewan Kehormatan masing-masing struktur sampai ke bawah ada. Mekanismenya jika konflik terjadi di DPC, maka DPC yang menyelesaikannya. Kalau DPC tidak bisa menyelesaikan, maka DPC menyurati DPD untuk memberikan pengarahan, ada konflik seperti ini DPD tidak bisa menyelesaikan. DPD kemudian turun ke lapangan atau kita panggil yang berkonflik, kalau tidak ada solusi maka DPD memberikan ke DPP untuk menyelesaikannya, tetapi masingmasing institut Partai Demokrat, baik DPP, DPD, maupun DPC diberi kewenangan untuk menyelesaikan konflik sendiri. : Salah satu ciri partai politik modern adalah tidak tergantung ketokohan figur tertentu. Bagaimana menurut pendapat Bapak terkait dengan hal tersebut? : Memang situasi pada saat Kongres kita memang menginginkan Pak SBY. Khusus pada saat ini. Karena kita pengalaman dengan pengalaman-pengalaman itu maka kita melaksanakan pengkaderan. Jadi memang selama ini kita masih tergantung SBY, tapi SBY sudah menyiapkan sosok untuk menjadi pemimpin PD. 226 LAMPIRAN-LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Peneliti melakukan wawancara di KPU Provinsi Jawa Tengah guna pengambilan data berupa perolehan suara Partai Demokrat pada pemilu legeslatif tahun 2014 di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. 227 Gambar 2. Peneliti melakukan wawancara dengan staf DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang guna pengambilan beberapa data terkait dengan dokumen kepengurusan Partai Demokrat. Gambar 3. Peneliti melakukan wawancara dengan Aris Mufid (Anggota KPU Kabupaten Semarang) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Gambar 4. Peneliti melakukan wawancara dengan Gunung Imam S.H. (Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. 228 Gambar 5. Peneliti Foto bersama dengan Adhi Sandi, S.E. (Direktur Eksekutif DPC Partai Demokrat Kota Semarang). Gambar 6. Peneliti melakukan wawancara dengan Yophi Prabowo, A.M.d. (PLT Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo. 229 Gambar 7. Peneliti melakukan wawancara dengan Joko Lestari (Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Semarang) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang. Gambar 8. Peneliti melakukan wawancara dengan Adhi Sandi, S.E. (Direktur Eksekutif DPC Partai Demokrat Kota Salatiga) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kota Salatiga. 230 Gambar 9. Peneliti melakukan wawancara dengan Muhammad Abdullah, S.H. (Mantan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Purworejo) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kabupaten Purworejo. Gambar 10. Peneliti melakukan wawancara dengan Ali Mashadi, S.T. (Direktur Eksekutif Partai Demokrat Provinsi Jawa Tengah) terkait dengan kondisi Partai Demokrat di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Kabupaten Purworejo. 231 232