Seediscussions,stats,andauthorprofilesforthispublicationat:https://www.researchgate.net/publication/231319684 ISOLASIDANREIDENTIFIKASIBrucellaabortus bv.1DIBALAIBESARVETERINERWATES Article·August2012 CITATIONS READS 0 1,940 1author: MariolintangPratama MinistryofAgriculture 1PUBLICATION0CITATIONS SEEPROFILE AllcontentfollowingthispagewasuploadedbyMariolintangPratamaon01December2016. Theuserhasrequestedenhancementofthedownloadedfile. ISOLASI DAN REIDENTIFIKASI Brucella abortus bv. 1 DI BALAI BESAR VETERINER (BBVet) WATES Mario Lintang Pratama, Nur Rochmi, Maryono, Woro Subekti *. Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar Veteriner Wates, Yogyakarta. Intisari Penelitian ini bertujuan untuk melakukan reidentifikasi isolat Brucella spp., dari Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET) Culture Center (BCC) Bogor dan Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros di Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates. Reidentifikasi dilakukan dengan uji morfologi melalui pewarnaan Gram dan Ziehl – Nielsen, serta karakterisasi biokemis melalui uji katalase, oksidase, urease dan H2S.Metode tersebut adalah batas maksimal laboratorium dalam menerapkan standar emas diagnosis brucellosis, hasil yang diperoleh dapat bermanfaat sebagai tinjauan dari kemampuan teknis dalam identifikasi Brucella spp., di Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates. Kata Kunci : Brucella spp., BBVet Wates, BCC Bogor and BBVet Maros. PENDAHULUAN Brucellosis di Indonesia Brucellosis merupakan salah satu penyakit hewan menular di Indonesia, dikenal pertama kali pada tahun 1925 sebagai penyakit keluron. Isolasi bakteri pertama dilakukan oleh Kirschner dari kasus abortus sapi perah di daerah Bandung, Jawa Barat (Noor, 2006). Brucellosis pada sapi di Pulau Jawa telah didiagnosis secara serologis pada tahun 1935 dari sapi perah di Grati, Pasuruan, Jawa Timur. Pada tahun 2010, brucellosis telah dilaporkan dari seluruh pulau/propinsi di Indonesia kecuali Lombok, Bali, Sumbawa, Kalimantan, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau (Anonimus, 2010). Penyebab brucellosis pada sapi perah di DKI - Jakarta, antara lain : B. abortus biovar 1 (77,6%), B. abortus biovar 2 (13,2%), dan B. abortus biovar 3 (9,2%) dan diduga ketiga biovar tersebut adalah isolat lokal yang menginfeksi ternak ruminansia besar diberbagai wilayah di Indonesia. Spesies Brucella yang bersifat sangat patogen pada ternak ruminansia besar di Indonesia adalah B. abortus biovar 1 (Noor, 2006). Brucellosis Secara Global Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang hampir ada di seluruh dunia, diestimasikan 500.000 manusia terinfeksi setiap tahunnya di negara berkembang. Estimasi prevalensi brucellosis pada manusia di negara industri, antara lain < 1 dari 100.000 manusia terinfeksi di Inggris, Amerika dan Australia, serta > 70 dari 100.000 manusia terinfeksi di Timur Tengah (Sriranganathan 1 dkk.,2009). Manisfestasi klinis dari kasus brucellosis pada manusia, meliputi demam, anoreksia, poliarthritis, meningitis, pneumonia dan endokarditis (Hartigan, 1997). Infeksi pada manusia dapat disebabkan oleh konsumsi produk hewan terkontaminasi, seperti susu non-pasteurisasi dan keju. Resiko lain berada di pengolahan karkas hewan dan/atau penanganan kesehatan hewan terkait dengan sekresi uterus atau abortus. Selain itu, brucellosis pada manusia disebabkan akibat medik veteriner melakukan uji coba modifikasi vaksin hidup (modified live vaccine) ataupun strain virulen (Sriranganathan dkk.,2009). Etiologi Brucellosis disebabkan oleh bakteri Gram negatif dari genus Brucella. Agen infeksi memiliki morfologi khas, seperti berbentuk cocobacilli dan bersifat fakultatif intrasellular. Dasar untuk membedakan spesies pada genus Brucella adalah hospes spesifik dan patogenesitas. Berdasarkan hospes spesifik, bakteri ini dikelompokkan sebagai B. abortus (ternak ruminansia besar), B. canis (anjing), B. melitensis (kambing dan domba), B. neomatae (rodensia), B. ovis (domba) dan B. suis (babi) (Sriranganathan dkk.,2009). Identifikasi kelompok dalam spesies Brucella lebih dikenal sebagai variasi biovar. Identifikasi subspesies, B. abortus diklasifikasikan menjadi biovar 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 9, B. suis diklasifikasikan menjadi biovar 1, 2, 3, 4 dan 5, serta B. melitensis diklasifikasikan menjadi serotipe 1, 2 dan 3 (Verger dkk.,1987). Secara lengkap, isolat Brucella dengan variasi spesies dan biovar telah dikoleksi oleh American Type Culture Collection (ATCC) di Amerika, National Collection of Type Cultures - Great Britain (NCTC) di Inggris dan telah didistribusikan ke beberapa negara di dunia sebagai strain koleksi untuk laboratorium diagnosis brucellosis manusia dan hewan. Beberapa negara tersebut, antara lain Australia, Denmark, Perancis, Yunani, India, Italia, Jepang, Meksiko, Tunisia, Turki dan Yugoslavia (Anonimus, 2005). Brucellosis Pada Sapi Pada sapi, brucellosis tidak selalu disebabkan oleh B. abortus, beberapa agen infeksi dari spesies lain adalah B. suis dan B. melitensis. Infeksi oleh B. suis dan B. melitensis jarang sekali menunjukkan gejala klinis, serta identifikasi secara serologis selalu mengarah ke infeksi B. abortus (Neta dkk.,2009). Berdasarkan sistem penglasifikasian biovar, B. abortus dikelompokkan menjadi biovar 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 9 (Nicoletti, 1980; Alton dkk.,1988). Negara yang memiliki prevalensi brucellosis, antara lain Amerika Serikat (Bricker dkk.,2003), Amerika Latin (Lucero dkk.,2008), Brazil (Poester dkk.,2002) dan India (Renukaradhya dkk.,2002) memberikan informasi bahwa B. abortus biovar 1 adalah isolat yang sangat patogen dan paling sering diisolasi dari banyak kasus dilapangan. METODE Penelitian ini dimulai dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Mei 2011. Isolat yang digunakan adalah B. abortus biovar 1 asal Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB[IBC]) koleksi dari BBALITVET Culture Centers (BCC) Bogor dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) 2 koleksi dari BBVet Maros. Reidentifikasi dan karakterisasi isolat secara biokemis dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, BBVet Wates. Reidentifikasi Isolat yang diperoleh dari BCC Bogor dan BBVet Maros dikultur ke Brucella agar media (BBLTM TrypticaseTM soy broth; Brucella supplement SR00083A; sodium bikarbonat 0,1%; bromothymol blue 0,5%). Setelah dikultur, media diinkubasikan dalam inkubator CO2 dan disesuaikan untuk bersuhu 37oC, serta bertekanan 10 % CO2. Masa inkubasi isolat dalam inkubator tersebut adalah 7 hari. Setelah masa inkubasi, satu koloni isolat asal Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) diwarnai Gram (PBS; kristal violet 2%; larutan oksalat 1%; iodine 0,05%; safranin 0,5%) dan modified Ziehl – Nielsen (PBS; carbol fuchsin 0,1%; asam asetat 0,5%; methylene blue 1%). Identifikasi bakteri ke level spesies dilakukan sesuai karakterisasi biokemis melalui katalase (hidrogen peroksida 30%), oksidase (NNNN–Tetramethyl–P–Phenylene-Diaminedihydrochloride 0,5%), urease (urea agar base [DifcoTM]) dan H2S (kertas Pb asetat 10%). Analisis Hasil Isolat B. abortus biovar 1 dari 4 lokasi berbeda di Indonesia dilakukan reidentifikasi, hal ini bermanfaat untuk membuktikan bahwa isolat yang diuji adalah B. abortus. Analisis dilakukan dengan mencocokkan karakter fenotipe isolat sesuai teknik diagnosis laboratorium untuk brucellosis (Mac Faddin, 1976; Alton dkk.,1988). HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi dan Pewarnaan Mikroorganisme Pada penelitian ini, pewarnaan Gram dilakukan untuk uji morfologi mikroorganisme. Semua isolat memiliki karakteristik bakteri Gram negatif, berbentuk cocoid ke arah cocco-bacilli, berkoloni tunggal ataupun berpasangan. Karakteristik lain, B. abortus memiliki ukuran ± 0,5 – 1,5 μm. Pewarnaan untuk identifikasi bakteri dari genus Brucella adalah metode modified Ziehl - Nielsen (Alton dkk.,1988; Bisping dan Amtzberg, 1988). Untuk pewarnaan ini, karakterisasi isolat asal beberapa daerah di Indonesia diidentifikasi sebagai bakteri cocco-bacilli berwarna merah fuchsin dan bersifat tahan asam. Hasil ini memiliki interpretasi bahwa isolat adalah kelompok bakteri dari genus Brucella. Pewarnaan modified Ziehl – Nielsen adalah teknik resmi dan rekomendasi Techniques for the Brucellosis Laboratory, Institut National de la Recherche Agronomique (INRA-France). Pewarnaan tersebut adalah acuan World Health Organizations (WHO) dan Office des Epizooties (OIE) untuk identifikasi brucellosis di manusia dan hewan, serta referensi utama untuk diagnosis brucellosis sapi di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates (Alton dkk.,1988; Bisping dan Amtzberg, 1988). Dokumentasi hasil pewarnaan Gram dan modified Ziehl – Nielsen, isolat B. abortus biovar 1 asal Kupang – NTT (BCC 2016) dan DKI – Jakarta (DKI – 1089) ditunjukkan pada Gambar 1. Isolat B. abortus biovar 1 asal Bandung – 3 Jawa Barat (SB [IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 1. A. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal Kupang – NTT; B. Pewarnaan modified Ziehl – Nielsen isolat B. abortus asal Kupang – NTT, bakteri berwarna merah fuchsin; C. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal DKI - Jakarta; D. Pewarnaan modified Ziehl – Nielsen untuk isolat B. abortus asal DKI - Jakarta, bakteri berwarna merah fuchsin. Pembesaran 1000 x. Gambar 2. E. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal Bandung – Jawa Barat; F. Pewarnaan modified Ziehl – Nielsen untuk isolat B. abortus asal Bandung – Jawa Barat, bakteri berwarna merah fuchsin; G. Pewarnaan Gram (-) untuk isolat B. abortus asal Maros – Sulawesi Selatan; H Pewarnaan modified Ziehl – Nielsen untuk isolat B. abortus asal Maros – Sulawesi Selatan, bakteri berwarna merah fuchsin. Pembesaran 1000 x. Karakter Tumbuh Brucella spp. Penelitian ini memakai isolat B. abortus asal Kupang – NTT, DKI – Jakarta, Bandung – Jawa Barat dan Maros – Sulawesi Selatan. Isolat diperoleh dari BBalitvet culture center (BCC) dan BBVet Maros. Semua informasi isolat dari material transfer agreement (MTA) dan label isolat ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 1. 4 Tabel 1. No. 1. 2. 3. 4. Data isolat B. abortus asal beberapa daerah di Indonesia dalam penelitian ini. Isolat diperoleh dari BBALITVET – Indonesia dan BBVet Maros. Spesies B. abortus B. abortus B. abortus B. abortus Biovar 1 1 1 1 Strain* BCC 2016 DKI 1089 SB (IBC) 9A Hospes Sapi Potong Sapi Perah Sapi Perah Sapi Potong Asal Geografis Kupang, NTT. DKI - Jakarta Bandung, JABAR Maros, SULSEL Isolat B. abortus asal Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) mampu tumbuh dikondisi 10% CO2. Kemampuan tumbuh Brucella dalam inkubator bertekanan 10% CO2 bervariasi, khusus B. abortus dan B. ovis dapat tumbuh, namun B. melitensis, B. suis, B. neotomae dan B. canis tidak tumbuh. Karakteristik khas B. abortus untuk tumbuh dalam inkubator bertekanan 10% CO2 memilki arti spesifik untuk membedakan variasi dalam spesies. Khusus untuk B. abortus biovar 1, 2, 3 dan 4 dapat tumbuh pada kondisi tersebut, tetapi biovar lain tidak tumbuh. Semua isolat B. abortus asal beberapa daerah di Indonesia dikultur pada media Brucella agar dan memiliki karakteristik antara lain : koloni bakteri berwarna putih madu, berukuran 1,03 – 1,20 mm dengan tepi halus dan bersifat lembab. Morfologi tersebut teramati setelah 7 hari masa inkubasi dalam inkubator 10% tekanan atmosfer CO2. Menurut Sulaiman 2006, B. abortus strain virulen pada Brucella agar media akan memiliki karakteristik berwarna putih madu, translucent, bertepi halus, bersifat lembab dan berdiameter 1 – 2 mm. Strain avirulen dari genus Brucella biasanya menunjukkan karakter koloni bertepi tidak beraturan, bersifat kering dan cenderung berbentuk granular kasar (Alton dkk.,1988). Karakter Biokemis Antar Isolat Reidentifikasi melalui uji katalase, oksidase, urease dan H2S memiliki arti khusus untuk menemukan kesamaan atau perbedaan fenotipe di seluruh isolat. Semua isolat memiliki kesamaan hasil untuk karakterisasi secara biokemis (Gambar 3), antara lain : 1). semua isolat tumbuh dalam inkubator CO2 bertekanan 10%, 2). Katalase (+) untuk semua isolat B. abortus, 3). Oksidase (+) untuk semua isolat B. abortus, 4). Urease (+) untuk semua isolat B. abortus dengan variabilitas sama 1,5 jam setelah inokulasi di media Cristensen’s, 5). H2S (+) untuk semua isolat B. abortus. Isolat B. abortus asal beberapa daerah di Indonesia, antara lain Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) katalase. Spesies B. abortus merupakan kelompok bakteri fakultatif anaerob. Beberapa kelompok bakteri aerob dan fakultatif anaerob memiliki aktivitas katalase atau hidrogen peroksida oksidoreduktase di sistem sitokrom. Enzim katalase merupakan kelompok hemeprotein dengan susunan 4 atom dari ferric-Fe+++. Hidrogen peroksida (H2O2) 5 merupakan substrat utama katalase. Penguraian H2O2 oleh bakteri aerob dan fakultatif anaerob dapat terjadi, karena ada aksi katalase dan peroksidase dalam mereduksi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD), nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP) dan sitokrom C (Doelle, 1969). Enzim katalase beraksi dengan memanfaatkan H2O2 dalam mengoksidasi metil (H2C(OH)2) dan etil (C2H5OH) alkohol, sehingga menghasilkan produk akhir berupa senyawa kimia aldehida (Mac Faddin, 1976). Dalam penelitian ini, isolat B. abortus asal Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB [IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) oksidase. Hal ini memberikan analisis bahwa B. abortus adalah bakteri fakultatif anaerob. Penglasifikasian antar spesies mampu dibedakan melalui oksidase, contoh B. melitensis dan B. neomatae selalu bereaksi (-), namun spesies lain bereaksi (+) (Steel, 1961). Isolat B. abortus asal Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB[IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) urease untuk batas waktu 1,5 jam setelah inokulasi di media Cristensen’s. Secara umum, B. abortus bereaksi (+) urease di batas waktu 1 – 2 jam setelah inokulasi di media Cristensen’s (Alton dkk.,1988). Seluruh spesies Brucella diinformasikan selalu bereaksi (+) urease. Enzim urease diklasifikasikan sebagai aminidase, enzim ini memiliki aksi katalis untuk reaksi hidrolisis di gugus amida atau memiliki makna lain, substrat katalis untuk melepaskan ikatan nitrogen dan karbon. Nilai identifikasi spesies untuk urease berada pada lamanya waktu untuk bereaksi (+). Perbedaan untuk spesies lain, seperti B. suis, B. neomatae dan B. canis diinformasikan lebih cepat bereaksi (+) dibandingkan B. abortus (Alton dkk.,1988). Beberapa spesies Brucella tersebut bereaksi (+) urease di batas waktu 0 – 30 menit setelah inokulasi di media Cristensen’s (Bisping dan Amtzberg, 1988). Pada B. melitensis lebih lambat bereaksi (+) dibandingkan B. abortus, sedangkan B. ovis tidak memiliki kemampuan untuk bereaksi (+) di media Cristensen’s (Alton dkk.,1988). Seluruh isolat B. abortus asal Kupang – NTT (BCC 2016), DKI – Jakarta (DKI 1089), Bandung – Jawa Barat (SB [IBC]) dan Maros – Sulawesi Selatan (9A) bereaksi (+) di kertas Pb asetat. Prinsip dasar uji H2S adalah untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam membebaskan H2S oleh aktivitas enzimatis khusus, seperti sisteinase (Mac Faddin, 1976). Indikator reaksi H2S adalah kertas Pb asetat 10%. Reaksi (+) ditandai dengan menghitamnya kertas Pb asetat 10% setelah 3 hari masa inkubasi. Teknik biokemis ini biasa dipakai untuk menglasifikasikan Brucella ke level spesies, khusus B. neotomae, B. suis dan B. abortus bereaksi (+) di kertas Pb asetat. Spesies B. abortus biovar 1, 2, 3, 4 dan 9 bereaksi (+) di kertas Pb asetat, tetapi biovar lain bereaksi (-). Pada B. suis, reaksi (+) mengarah ke biovar 1. Berbeda dengan B. melitensis, B. canis dan B. ovis, spesies tersebut tidak memiliki kemampuan untuk membebaskan H2S (Alton dkk.,1988; Mac Faddin, 1976). 6 Gambar 3. Dokumentasi dari hasil isolasi dan identifikasi B. abortus berdasarkan reaksi biokemis di laboratorium bakteriologi BBVet Wates. 1. adalah koloni B. abortus di media basal. 2. semua isolat bereaksi (+) katalase. 3. Semua isolat mampu bereaksi (+) oksidase. 4. semua isolat bereaksi (+) dengan variabilitas sama untuk waktu 1,5 jam setelah inokulasi di media Cristensen’s. 5. Semua isolat bereaksi (+) setelah 3 hari masa inkubasi. Hasil dalam penelitian terbatas untuk mengidentifikasi Brucella spp., ke level spesies. Interpretasi berdasarkan morfologi dengan pewarnaan Gram dan modified Ziehl – Nielsen menunjukkan bahwa semua isolat bakteri Gram (-) dan diidentifikasi sebagai Brucella spp. Identifikasi berdasarkan reaksi (+) secara biokemis melalui uji oksidase, katalase, H2S dan urease, semua isolat diidentifikasi B. abortus dengan batasan biovar 1, 2, 3 dan 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Brucella spp., dari 4 lokasi berbeda dapat diidentifikasi sampai pada level spesies. Saran Saran yang dapat dipertimbangkan untuk menggembangkan metode identifikasi Brucella spp., di Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates, antara lain: 1. Mendatangkan expert brucellosis dari berbagai ilmu terapan veteriner, untuk berdiskusi mengenai epidemiologi brucellosis di Indonesia, serta membahas teknik diagnosis dan identifikasi brucellosis yang tepat. 2. Melengkapi bahan, media dan literatur terbaru mengenai teknis 7 identifikasi Brucella spp. 3. Memiliki kontrol positif yang lengkap untuk setiap spesies dan variasi biovar dari bakteri di genus Brucella. DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2005. Zoonotic Disease of Public Health Importance. Zoonosis Division, National Institute of Communicable Diseases (Directorate General of Health Services), Delhi. Anonimus, 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Jakarta. Alton, G. G., Jones, L.M., Angus, R. D. dan Verger, J.M. 1988. Techniques for the Brucellosis Laboratory. Paris : Institut National de la Recherche Agronomique. Bisping, W., and Amtzberg, G. 1988. Brucellen. In Farbatlas Zur Diagnose Bakterieller Infektioserreger Der Tiere. Paul Perey Scientific Publishers, Berlin – Germany. Hal : 246 – 262. Bricker, B.J. Ewalt, D.R., dan Halling, S.M. 2003. Brucella ‘Hoof Prints’: Strain Typing by Multi – Locus Analysis of Variable Number Tandem Repeats (VNTRs). BMC Microbiology. Vol : 3, Hal : 15 – 25. Doelle, H.W. 1969. Bacterial Metabolism. Academic Press, USA. Hal : 240 – 345. Hartigan, P. 1997. Human Brucellosis: Epidemiology and Clinical Manifestations. Irish Veterinary Journal Vol : 50, Hal : 179–180. Lucero, N.E., Ayala, S.M., Escobar, G.I., dan Jacob, N.R. 2008. Brucella In Humans and Animals in Latin America from 1968 – 2006. Epidemiology and Infections. Vol : 136, Hal : 496 – 503. Mac Faddin, J.F. 1976. Biochemical Test for Identification of Medical Bacteria. The Williams and Wilkins Company, USA. Hal : 29 – 268. Neta, A.V.C., Mol, J.P.S., Xavier, M.N., Paixao, T.A., Lage, A.P., dan Santos, R.L. 2009. Pathogenesis of Bovine Brucellosis. The Vet. Journal xxx, xxx – xxx. Nicoletti, P. 1980. The Epidemiology of Bovine Brucellosis. Advances in Veterinary Science and Comparative Medicine. Vol : 24, Hal : 69–95. Noor, S.M., 2006. Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis pada Sapi Perah di Pulau Jawa. Proceeding Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar. Renukaradhya, G.J., Isloor, S., and Rajasekhar, M. 2002. Epidemiology, Zoonotic Aspects, Vaccination and Control/Eradication of Brucellosis in India. Vet. Microbiol. VOL : 90, Hal : 183–195. Sriranganathan, N., Seleem, M.N., Olsen, S.C., Samartino, L.E., Whatmore, A.M., Bricker, B., O’Callaghan, D., Halling, S.M., Crasta, O.R., Wattam, A.R., Purkayastha, A., Sobral, B.W., Snyder, E.E., Williams, K.P., Xi Yu, G., Ficht, T.A. Roop II, R.M., deFigueiredo, P., Boyle, S.M., He, Y., Tsolis, R.M. 2009. Brucella. In Genome Mapping and Genomics in Animal – Associated Microbes. V. Nene and C. Kole Editions. Springer – Verlag 8 Berlin Heidelberg. Hal : 1 – 64. Steel, K.J. 1961. The Oxidase Reaction as a Taxonomic Tool. J. Gen. Microbiol. Vol : 26, Hal : 890 – 891. Sulaiman, I. 2006. Bovine Brucellosis (Bakteriologi - Isolasi dan Identifikasi). Dalam Pedoman Diagnosa Laboratorium Brucellosis Sapi – BBVet Wates. Hal : 1 – 11. Verger, J., Grimont, F., Grimont, P.A.D., and Grayon, M. 1987. Taxonomy of the Genus Brucella. Annual Institute Pasteur Microbiology 138, 235–238. 9