Minggu X “Meluruskan Sistem Politik Indonesia: Bentuk, Bangunan, Dan Sistem Pemerintahan Indonesia Ditinjau Dari Lingkungan Internasional” Sistem politik Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, terakhir adalah terjadinya perubahan struktur dan fungsi besar-besaran akibat amandemen konstitusi ke-4 tahun 2002. Secara umum sistem politik Indonesia menerima bentuk negara kesatuan, dengan bangunan negara republik, dan sistem pemerintahan presidensiil. Namun seperti telah diungkapkan oleh Almond, struktur dalam sistem politik satu negara dapat serupa dengan struktur di negara lain akan tetapi tidak begitu dengan fungsi yang dijalankan oleh strukturnya. Begitupula dengan sistem politik Indonesia yang ditengarai memiliki sistem pemerintahan presidensiil tidak murni. Artinya struktur kelembagaan yang ada tidak sepenuhnya melaksanakan tugas dan fungsi yang umum menjadi tanggung jawab mereka sesuai amanat perundangan. Permasalahan ketidakmurnian sistem pemerintahan, bukanlah masalah spesifik bangsa Indonesia. Masalah seperti ini selalu melanda sistem politik di negara manapun, terutama di negara yang telah mengalami transisi dari masa penjajahan kolonial, pra-kemerdekaan, kemerdekaan, sampai pascakemerdekaan. Belum lagi sistem politik yang selalu bergejolak di tengah tekanan rejim internasional yang secara kuat mencengkeram perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, perlu kita bedakan kestabilan sistem pemerintahan di negara Barat yang sudah cukup lama mengalami masa transisi dan konsolidasi demokrasi dengan negara berkembang yang masih bergelut menegakkan demokrasi di segala bidang. Tentunya ketidakstabilan sistem politik sangat tergantung dari aktor politik yang mengendalikan jalannya pemerintahan, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif. Berikut ini merupakan uraian bagaimana seharusnya sistem politik Indonesia ditinjau dari bentuk, bangunan, dan sistem pemerintahannya. Mulai dari bagaimana suatu masyarakat terklasifikasi, pendapat para penteori kenegaraan, sampai dengan bagaimana sistem politik kita dibandingkan dengan negaranegara pilihan. Negara Dalam Sistem Politik Almond Menurut Gabriel Almond (1999) klasifikasi masyarakat dalam suatu negara terbagi berdasarkan: 1. Structural Differentiation, yaitu masyarakat tradisional yang bekerja tanpa berdasarkan pembagian kerja jelas berdasarkan fungsi, sedangkan masyarakat moderen telah memiliki pembagian beban kerja yang terdistribusi secara jelas melalui struktur dengan fungsi spesifik. 2. Cultural Specification, yaitu masyarakat tradisional mensyaratkan pemimpin bekerja berdasarkan nilai dan norma yang terkandung dalam kebudayaan yang diwariskan turun menurun. Akan tetapi di dalam masyarakat moderen, pemimpin politik bertindak lebih demokratis, dimana artinya mereka terbuka pada partisipasi individu atau kelompok masyarakat dalam menentukan kebijakan. Sehingga kesimpulan yang kita dapatkan adalah, suatu masyarakat dapat dikatakan moderen apabila memiliki pembagian tugas dan beban kerja spesifik dan pimpinan yang selalu terbuka terhadap aspirasi rakyat dalam mementukan kebijakan. Di dalam masyarakat seperti di atas, rakyat sadar akan tugas dan tanggung jawabnya karena memang mereka sepakat dan terikat oleh suatu perjanjian (contract) seperti perundangan yang berlaku di dalam suatu negara. Sedangkan pemimpin akan senatiasa bertindak berdasarkan peraturan yang berlaku, tidak akan berbuat sewenang-wenang karena selalu diawasi oleh rakyat yang dipimpinnya. Tidak ada celah di dalam masyarakat moderen untuk terjadinya penyalahgunaan hak dan kewajiban, karena masyarakat dan pemimpin terikat perjanjian saling hormat menghormati demi kelangsungan hidup suatu negara. Perbedaan cara pandang suatu masyarakat terhadap negaranya menurut Easton dan Almond, adalah sebagai berikut: 1. Implikasi ideologis, nilai dan norma berpengaruh mengubah perspektif seseorang tentang bagaimana mereka memandang fenomena sosial. 2. Relevansi terhadap studi negara dunia ketiga, sebagai ilmuwan politik yang mempelajari dunia ketiga, amatlah penting untuk mengamati dan menghubungkan secara kontinu diri kita dengan masyarakat bagian dunia lain. Mochtar Mas’oed (2000) Oleh karena itu, bentuk, bangunan, dan sistem pemerintah di negara Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan internasional walaupun dengan tetap memegang teguh nilai dan norma budaya yang kita anut. Jangan sampai sistem politik Indonesia menjadi ‘banci’ karena ketidaktegasan para pemimpin bangsa gagal menentukan arah perubahan sistem pemerintahan. Lingkungan internasional akan segan terhadap kita, bila Indonesia mampu menampilkan sistem politik yang stabil di tengah perubahan global. Mereka tidak akan berani mencampuri urusan Indonesia bila masyarakat Indonesia memiliki rasa nasionalisme kuat membela bentuk, bangunan, dan sistem pemerintah yang ditentukan sendiri. What People Say? Menurut I Made Leo Wiratama (2006), bentuk suatu negara ditentukan oleh pemimpin negaranya. Bentuk negara republik dikepalai oleh seorang presiden yang kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi. Sedangkan bentuk negara monarki dikepalai oleh seorang raja atau ratu yang memiliki kekuasaan seumur hidup. Sedangkan bangunan negara ditentukan oleh bagaimana pembagian kekuasaan dalam suatu negara terbagi ke dalam pemerintah pusat dan daerah, yaitu: negara kesatuan (unitary state), negara federasi (federation state), dan negara konfederasi (confederation state). Di dalam negara kesatuan, hanya ada satu kekuasaan pemerintah pusat sangat dominan sedangkan pemerintah daerah hanyalah mendapatkan delegasi kewenangan dan mengimplementasi kebijakan yang sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. Negara federasi, memiliki pemerintah federal dan pemerintah negara bagian yang sama-sama memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sepadan. Biasanya, pemerintah federal memiliki kekuasaan dalam menentukan kebijakan lintas nasional, dimana kewenangan seperti pertahanan keamanan, politik luar negeri, fiscal dan moneter, lintas negara bagian menjadi tanggung jawabnya. Pemerintah negara bagian, memiliki kewenangan penuh untuk mengatur urusan di wilayah kekuasaannya di luar kewenangan pemerintah federal. Bangunan negara yang paling akhir adalah negara konfederasi, dimana beberapa negara berdaulat bersepakat untuk membentuk ikatan dalam wadah perjanjian untuk membentuk kelompok negara, namun masing-masing negara tetap memiliki kedaulatannya. Lain halnya dengan sistem pemerintahan atau bentuk pemerintahan, merupakan suatu sistem memerintah yang ditentukan berdasarkan hubungan antara struktur atau lembaga di dalam suatu negara. Sistem pemerintahan terdiri dari sistem presidensiil dan parlementer. Ciri dari sistem pemerintahan presidensiil adalah presiden sebagai kepala negara yang dipilih secara periodic dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Sedangkan sistem parlementer dikepalai oleh seorang perdana menteri yang bertindak sebagai kepala pemerintahan, dipilih dan bertanggung jawab kepada parlemen. Menurut Wiratma ada 4 parameter untuk mengidentifikasi perbedaan antara sistem pemerintahan presidensiil dengan parlementer, yaitu: 1. Sistem pemerintahan parlementer, kepala pemerintahan adalah seorang perdana menteri yang dapat diturunkan melalui mosi tidak percaya anggota parlemen. Sedangkan sistem pemerintahan presidensiil, kepala negara seorang presiden dipilih melalui pemilihan umum, kekuasaannyapun dibatasi oleh konstitusi. Presiden tidak dapat diturunkan di dalam masa jabatannya, kecuali dengan alasan atau sebab luar biasa seperti pelanggaran berat terhadap pelaksanaan tugasnya. 2. Kepala pemerintahan di dalam sistem presidensiil dipilih secara popular melalui pemilihan umum langsung maupun tidak langsung dalam lembaga pemilihan umum. Para sistem parlementer, perdana menteri dipilih oleh parlemen. 3. Sistem parlementer memiliki collegial (pemerintahan kolektif) dimana pemerintahan sistem presidensiil hanya memiliki satu badan eksekutif atau pemerintah non-collegial. Pada umumnya negara-negara di dunia terbagi menjadi 4 kategori: a. Republik dengan sistem pemerintahan presidensiil b. Republik dengan sistem pemerintahan parlementer c. Monarki absolut d. Monarki dengan sistem pemerintahan parlementer Illustrasi Kategori a b c d Unitarian Indonesia, Filipina, Korea Selatan Singapura, Iran, Pakistan, Israel, Vietnam Saudi Arabia, Yordania Thailand, Inggris Federasi Amerika Serikat Konfederasi PBB, Uni-Eropa, NAFTA Jerman, India Uni Emirat Arab Malaysia Pengaruh Lingkungan Internasional pada Bentuk, Bangunan, dan Sistem Pemerintahan Indonesia Selanjutnya, setelah kita mengidentifikasi kategori bentuk, bangunan, dan sistem pemerintahan di berbagai negara, kita perlu menelaah bagaimana struktur dan fungsi bekerja dalam suatu negara. Apakah Bila kita meninjau bagaimana pengaruh sistem politik di berbagai negara terhadap Indonesia sesuai dengan teori sistem politik Almond, maka dapat diperoleh perbandingan sebagai berikut: Ilustrasi Struktur Eksekutif Negara Dunia Pertama AS Presiden Republik Federal (Kepala Negara Dunia Kedua Negara Dunia Ketiga Rusia Presiden Republik Federal (Kepala Venezuela Presiden Republik Federal (Kepala Negara/Kepala Pemerintahan) dan Wakil Presiden terpilih dalam pemilu tidak langsung melalui electoral college walaupun boleh dibilang langsung, 4 tahun sekali (dibatasi 2 periode saja) Kekuasaan veto Legislatif Bikameral, Congres: Senate (100 anggota, langsung 6 tahun tanpa batasan periode) dan House of Representatives (435 anggota, langsung 2 tahun) Menganut separation of power (pemisahan kekuasaan: mekanisme checks and balances) Kekuasaan membuat undang-undang Yudikatif Supreme Court, Federal courts dan Judges Menteri ditunjuk oleh presiden (hak prerogatif) tanpa campur tangan legislatif Karena menganut sistem parlementer, presiden dan kabinetnya dapat dijatuhkan oleh parlemen dalam masa jabatan (impeachment) Birokrasi Partai Politik Dwi partai: Republikan dan Democrat, tidak berbeda jauh secara Negara) terpilih dalam pemilu umum langsung kompetitif memiliki kekuasaan menerbitkan dekrit memaksa suatu aturan Presiden memilih Perdana Menteri (kepala pemerintahan) dgn persetujuan parlemen Kekuasaan veto Bikameral: Upper house (Federation council) dan Lower house (state Duma) Sebutan anggota: congressmen Dapat dibubarkan presiden dgn persyaratan ketat dalam konstitusi Negara/Kepala Pemerintahan) Pengadilan Konstitusi National Justice Menteri ditunjuk oleh presiden dengan harus disetujui oleh parlemen, merupakan kombinasi antara sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer ala Perancis republik ke5 Terdiri dari kementrian yang dapat ditunjuk dibubarkan presiden dengan proposal perdana menteri Dijabat oleh manager dan administrator karir Multi partai: setelah 1991, terdapat banyak partai politik berbeda secara Menteri ditunjuk oleh presiden Unikameral: National Assembly Multi partai Court of Kelompok Kepentingan ideology. Republikan konservatif dan Democrat cenderung dikuasai oleh kaum liberalis. ideology. Tidak berpengaruh terhadap figure dalam pemerintahan Sistem pemilu: single-memberdistrict Ada sekitar 4 partai besar (5 persen threshold) Terjadi ikatan sosial semakin jauh dari politik Demonstrasi dan mogok massal kelompok massa Ditekan oleh kekuasaan presiden Setelah kita membandingkan sistem politik yang berlaku di tiga kategori negara tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya negaranegara dunia pertama yang benar-benar mampu menarik garis tegas antara struktur dan fungsi. Sedangkan negara dunia kedua dan ketiga masih berkemelut menentukan pembagian struktur dan fungsi yang jelas. Indonesia merupakan bagian dari negara dunia ketiga, setelah masa penjajahan kolonial kita menganut bentuk negara republik dengan bentuk negara Unitarian dan sistem pemerintahan presidensiil. Namun dalam perjalanan sejarah sistem politik Indonesia perubahan bentuk dan sistem pemerintahan terjadi sampai menemukan struktur dan fungsi seperti sekarang. Ilustrasi Periode Pasca Kemerdekaan ’46-‘49 ’55-‘59 Orde Baru Orde Reformasi Bentuk Republik Republik Republik Republik Republik Bangunan Unitarian Federasi Unitarian Unitarian Unitarian Sistem Pemerintahan Presidensiil Parlementer Parlementer Presidensiil Presidensiil tidak murni Perubahan sampai saat ini masih terus terjadi dengan menyesuaikan pada amandemen konstitusi I, II, III, dan IV yang ternyata belum secara tegas membagi struktur dan fungsi lembaga negara. Sehingga konflik kelembagaan justru mencuat bukan menjadi stabil seperti harapan semua pihak. Amandemen konstitusi ke V semestinya dapat merubah sistem politik Indonesia kearah lebih baik. Sebelum kita menginjak pada pembahasan bagaimana bentuk, bangunan, dan sistem pemerintahan Indonesia seharusnya yang dapat bersaing di lingkungan internasional, marilah kita simak terlebih dahulu apa sebenarnya persyaratan suatu pemerintahan yang baik. Menurut Almond, pemerintah adalah organisasi dari sekelompok individu yang secara legal memiliki kekuasaan untuk menentukan keputusan bersifat mengikat atas nama komunitas tertentu. Jadi pemerintah memiliki kewenangan dan kekuatan untuk memaksa (coercive power), dimana kewenangan tersebut terdiri dari: a. menyatakan perang b. mendorong kearah perdamaian c. menumbuhkan atau membatasi perdagangan internasional d. membuka perbatasan untuk pertukaran ide dan inovasi atau menutupnya e. memungut pajak terhadap penduduk secara berat ataupun ringan dengan melalui berbagai cara f. mengalokasikan sumber daya yang ada untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, atau merelakan urusan tersebut pada pihak lain. Sistem pemerintahan yang berlaku sekarang sesungguhnya mendasarkan diri pada pemikiran negara kesejahteraan (welfare state). Konsep welfare state berasal dari Barat sebagai reaksi terhadap konsep pembatasan kewenangan pemerintah (limited government) di abad ke-19, dimana negara bertindak sebagai pengawas saja (watchman). Sehingga pemerintah terbatas hanya sekedar menyediakan hukum dasar dan menegakkan aturan, pertahanan, dan perlindungan terhadap hak milik, selebihnya hanya dalam kadar minim sekali (kecuali masalah pendidikan seperti di Jerman pada tahun 1880). Di abad ke-20 konsep welfare state menghasilkan aneka program pemerintah yang bertujuan untuk membangun asuransi sosial, kesehatan, publik, pendidikan dan lainnya. Jerman pada masa pemerintahan Otto von Bismarck di masa revolusi industri dan urbanisasi mengeluarkan program asuransi sosial seperti perlindungan dari kecelakaan dan jatuh sakit, pengangguran, dan pensiun bagi orang tua. Sedangkan Amerika Serikat menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya. Sampai sekarang debat mengenai regulatory state ataupun limited government dan welfare state masih tetap hangat. Perdebatan tersebut apabila ditarik garis ke belakang pada akhirnya akan memunculkan wacana para filsuf kenegaraan tentang state of nature atau negara dalam bentuk paling alami. Menurut filsuf asal Inggris seperti Thomas Hobbes dan John Locke, state of nature didefinisikan sebagai kondisi yang perlu ada bila pemerintahan belum ada. Mereka berargumen bahwa negara dalam bentuk alami sebenarnya sudah ada sebelum terbentuknya negara dan pemerintah untuk pertama kalinya. Dengan demikian berdasarkan pemikiran filsuf Barat tentang negara, cikal bakal negara dan bangsa Indonesia sudah ada jauh sebelum negara Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Kita perlu menelusuri bagaimana bentuk negara kita dalam konteks paling alamiah. Hal ini tentu memerlukan usaha keras membuka lembaran sejarah bagaimana bangsa dan negara Indonesia terbentuk. Apakah dengan paksaan ataukah didasarkan oleh pilihan yang bijaksana demi memenuhi kebutuhan perlindungan sekelompok warga negaranya. Pertanyaan selanjutnya, warga negara seperti apa yang sepakat untuk mengikatkan dirinya pada negara dan pemerintah Indonesia. Penelusuran atas asal muasal negara dan bangsa Indonesia akan membawa kita pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan bagaimana desain sistem politik seperti apa yang dapat mendukung kearah bentuk, bangunan, dan sistem pemerintahan Indonesia yang ideal. Apakah mengadopsi model negara Barat tanpa tawar menawar? Ataukah kita perlu kembali menyesuaikan asal muasal negara dan bangsa Indonesia terbentuk dengan kebutuhan nyata rakyat Indonesia sekarang? Bagaimana sistem politik Indonesia seharusnya menurut saudara? Daftar Pustaka Almond, Gabriel, ………. Comparative Political System. 1999. Mas’oed, Mohtar, dan MacAndrews, C. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000. Wiratma, I M. Leo. “Purifikasi Sistem Presidensiil,” dalam Disain Sistem Politik Indonesia, ed. Indra J. Piliang dan T.A. Legowo. Jakarta: CSIS, 2006.