Ref: TG ASA 21/2015.003 AI Indeks: ASA 21/007/2015 Kepada Yang Terhormat Presiden Joko Widodo Istana Merdeka Jakarta 10110 Indonesia AMNESTY INTERNATIONAL INTERNATIONAL SECRETARIAT Peter Benenson House, 1 Easton Street London WC1X 0DW, United Kingdom T: +44 (0)20 7413 5500 F: +44 (0)20 7956 1157 E: [email protected] W: www.amnesty.org 18 Februari 2015 Yang Terhormat Bapak Presiden SURAT TERBUKA TENTANG HUKUMAN MATI Saya menulis surat ini untuk mengekspresikan keprihatinan Amnesty International tentang eksekusi mati yang akan dijalankan terhadap paling sedikit 11 orang, baik terhadap Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, untuk kejahatan terkait penyalahgunaan narkotika dan pembunuhan. Amnesty International menentang hukuman mati untuk semua kejahatan tanpa kecuali, sebagai suatu pelanggaran terhadap hak atas hidup dan merupakan penghukuman yang paling kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat. Dengan melanjutkan eksekusi, Indonesia akan melanggar hukum dan standar HAM internasional. Setidaknya dua dari mereka yang telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung; standar internasional menetapkan bahwa tidak ada eksekusi harus dilakukan sebelum PK tersebut diputuskan. Amnesty International juga khawatir bahwa beberapa individu menghadapi eksekusi tidak mungkin memiliki bantuan hukum yang memungkinkan mereka untuk mengajukan upaya hukum PK. Satu terpidana mati, Warga Negara Brasil Rodrigo Gularte, telah didiagnosa memiliki masalah skizofrenia paranoid (paranoid schizophrenia) dan gangguan bipolar (bipolar disorder) dengan karakteristik psikotik, sebuah gangguan kesehatan yang terjadi semakin memburuk saat ia menghadapi eksekusi mati. Hukum internasional melarang penggunaan hukuman mati terhadap mereka yang memiliki gangguan mental atau pikiran. Kami menyambut laporan terbaru bahwa pemerintah Indonesia akan meninjau ulang kasus Gularte dan bahwa ia mungkin tidak akan dieksekusi jika ia diketahui memiliki gangguan mental. Amnesty International juga khawatir tentang niatan pemerintah Indonesia untuk menolak permohonan grasi apa pun yang diajukan oleh terpidana mati untuk kasus terkait penyalahgunaan narkotika. Ini meremehkan hak individu untuk memohon pengampunan atau pengurangan hukuman, yang jelas tercantum pada Pasal 14 Konstitusi Indonesia dan Pasal 6 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), di mana Indonesia merupakan negara anggota. Pelaksanaan kembali eksekusi mati ditampilkan sebagai respon terhadap kejahatan, termasuk kejahatan narkotika. Namun, kejahatan narkotika tidak memenuhi syarat sebagai “kejahatan paling serius” yang bisa diterapkan dengan hukuman mati menurut ICCPR. Selain itu, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati mencegah kejahatan lebih efektif dibanding dengan penggunaan hukuman-hukuman yang lainnya. Sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh Perserikatan BangsaBangsa (PBB) tentang hubungan hukuman mati dan tingkat kejahatan pembunuhan menyimpulkan bahwa penelitian tersebut gagal menunjukan suatu bukti ilmiah bahwa eksekusi memiliki efek jera yang lebih besar ketimbang hukuman penjara seumur hidup. Company Registration: 01606776 Registered in England and Wales Sebagaimana PBB dan badan-badan lainnya telah nyatakan, memerangi kejahatan serius dan ketidakamanan memerlukan investasi dalam penegakan hukum yang efektif dan sistem peradilan pidana. Masyarakat harus memiliki keyakinan bahwa para pejabat penegak hukum terlatih dan diperlengkapi untuk menyelidiki tindak pidana, tanpa melanggar hak asasi manusia, dan bahwa sistem peradilan adalah independen, adil, dan obyektif. Penggunaan lanjutan hukuman mati di Indonesia, yang melanggar hukum dan standar internasional, mungkin juga melemahkan upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi warga negaranya dari sasaran eksekusi mati atas nama hukum di negara-negara lain. Amnesty International menyadari bahwa pada April 2014 pemerintah Indonesia membayar sejumlah ganti rugi finansial untuk mengubah hukuman mati terhadap terhadap seorang pekerja rumah tangga Indonesia di Arab Saudi yang telah dihukum karena pembunuhan majikannya, dalam kasus di mana dia mungkin telah bertindak membela diri. Baru-baru ini, Kementerian Luar Negeri mengumumkan bahwa mereka berusaha untuk mencegah eksekusi setidaknya 229 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri untuk kejahatan seperti pembunuhan dan narkotika. Sementara kita menghargai upaya pemerintah Indonesia untuk mendapatkan grasi bagi mereka yang menghadapi eksekusi di luar negeri, penggunaan berkelanjutan hukuman mati di Indonesia mencerminkan standar ganda yang bermasalah. Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia untuk: Segera menghentikan rencana untuk mengeksekusi 11 orang, dan mengevaluasi semua kasus dengan pandangan untuk mengubah hukuman mati menjadi hukuman pemenjaraan; Menetapkan moratorium eksekusi, dengan pandangan untuk menghapuskan hukuman mati, sesuai dengan resolusi Majelis Umum PBB; Merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan semua pasal-pasal yang relevan dalam perundang-undangan di Indonesia yang memiliki ketentuan hukuman mati untuk menghapus semua ketentuan tersebut. Kami berhadap Anda akan mempertimbangan rekomendasi-rekomendasi ini. Hormat Kami, Salil Shetty Sekretaris Jenderal 2