SIARAN PERS KENTA INSTITUTE “HARAPAN PERBAIKAN EKONOMI, POLITIK DAN BISNIS INDONESIA DI TENGAH KETIDAKPASTIAN GLOBAL” Pada hari ini, 11 Januari 2016, Kenta Institute mengadakan media briefing yang dihadiri oleh wartawan dari beberapa media nasional. Media briefing ini mengangkat topik outlook ekonomi, politik, dan bisnis Indonesia di tahun 2016 dengan melibatkan tiga pembicara: Eric Sugandi (membahas ekonomi global dan Indonesia), Makmur Keliat (membahas politik domestik dan internasional), dan Tirta Mursitama (membahas kajian bisnis internasional). Paparan dari para pembicara ini dilanjutkan dengan sesi diskusi dengan para wartawan. Berikut ini adalah beberapa pokok kesimpulan media briefing Kenta Institute hari ini: Lingkungan ekonomi global masih diliputi ketidakpastian di tahun 2016, walaupun pertumbuhan ekonomi dunia akan membaik dibandingkan di tahun 2015. Ada lima topik utama pada perekonomian global di tahun 2016: (1) “The China problem” (termasuk masalah perlambatan ekonomi Tiongkok, rontoknya bursa saham Tiongkok, dan internasionalisasi Chinese Yuan); (2) Divergensi laju pertumbuhan ekonomi antarnegara; (3) Divergensi arah kebijakan ekonomi antarnegara; (4) Tertekannya harga komoditas energi dan base metal; dan (5) Faktor-faktor geopolitik. Kenta Institute memperkirakan dampak perlambatan ekonomi Tiongkok sebesar 1 percentage point (ppt) akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 ppt. Dampak perlambatan ekonomi Tiongkok pada ekonomi Indonesia lebih banyak ditransmisikan melalui jalur perdagangan daripada jalur finansial (baik investasi portofolio maupun FDI). Kenta Institute memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% di tahun 2016, lebih tinggi dari 4,7% (estimasi) di tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh konsumsi rumah tangga, dan ditopang oleh pengeluaran pemerintah (terutama dari belanja infrastruktur) dan investasi swasta. Sementara itu, kinerja ekspor Indonesia masih akan lemah karena harga komoditas energi masih tertekan. Kenta Institute memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan memangkas BI rate sebesar 25bps di Q1-2016 (kemungkinan di bulan Januari), 25bps Q2-2016 (kemungkinan di bulan April), dan 25bps di Q4-2016, sehingga BI rate akan berada di angka 6,75% di akhir tahun 2016. BI akan memangkas BI rate secara bertahap sambil melihat perkembangan inflasi, pergerakan rupiah, dan defisit neraca transaksi berjalan. Kenta Institute memperkirakan rupiah akan berada pada level 13.800 per USD di akhir tahun 2016, dengan nilai tukar rata-rata sepanjang tahun pada level 14.000. Jika hanya memperhatikan faktor fundamental dan tidak memasukkan “noises” (termasuk masalah persepsi pelaku pasar), nilai par untuk rupiah seharusnya berada pada kisaran 12.800 – 13.300 per USD. Ada tiga faktor yang memperparah tekanan terhadap rupiah jika rupiah sedang tertekan terhadap USD: (1) besarnya “foreign hot money” di pasar finansial Indonesia (terutama di saham dan obligasi pemerintah); (2) distribusi valas yang tidak merata (terkonsentasi di bank-bank besar); dan (3) masih banyak korporasi yang tidak melakukan lindung nilai (hedging) pada eksposure aset dan/atau utangnya dalam bentuk valas. Kenta Institute menilai bahwa arah paket-paket kebijakan pemerintah untuk melakukan transformasi struktural dari ekonomi berbasis konsumsi ke ekonomi berbasis produksi sudah benar, walaupun pemerintah harus segera mempercepat penyusunan peraturan pelaksana pada level operasional dan segera mengimplementasikan kebijakan-kebijakan ini. Pemerintah harus memperbaiki perencanaan APBN sehingga utang pemerintah untuk membiayai anggaran bisa direncanakan lebih optimal. Target penerimaan yang terlalu tinggi bisa berdampak pada meningkatnya utang pemerintah untuk kebutuhan pembiayaan anggaran. Pemerintah juga harus mempercepat pembangunan infrastruktur mulai Q1-2016 sehingga dampak pengganda (multiplier effect) dari pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih optimal. Sedangkan di bidang politik, Kenta Institute berpandangan bahwa konsolidasi politik dengan memperluas dukungan di DPR menjadi penting untuk menciptakan keseimbangan antara kekuatan politik yang diharapkan berkembangan secara alami. Keseimbangan baru antara kekuatan politik ini penting sebagai dasar melakukan reformasi fiskal lanjutan Reformasi fiskal lanjutan yang dimaksud terkait dengan isu penambahan modal negara dalam BUMN untuk tujuan mendukung program pembangunan infrastruktur. Jika konsolidasi dan reformasi fiskal bisa dilakukan dengan baik maka pemerintahan Jokowi-JK akan memiliki peluang yang sangat besar untuk menunjukkan bahwa pemerintahannya berbeda dengan pemerintah sebelumnya Kenta Institute juga berpandangan bahwa dinamika regional seperti pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pembahasan cetak biru Masyarakat ASEAN 2025, persaingan antara Tiongkok dan Jepang di Asia, dan perebutan pengaruh lanskap ekonomi antara Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Trans-Pacific Partnerships (TPP) menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendapat keuntungan lebih besar dengan pemilihan mitra yang tepat dalam diplomasi bisnis Indonesia di ranah regional maupun global Pemerintahan Jokowi-JK pada tahun 2016 akan mampu mencapai kepentingan nasional di bidang ekonomi, politik dan bisnis internasional yang dicanangkan bila secara tegas berani memilih negara mitra kerjasama yang akan memberikan dampak lebih signifikan dan menetapkan pilihan strategi yang tepat antara diversifikasi pasar atau fokus pada kawasan tertentu saja. Jakarta, 11 Januari 2016 Makmur Keliat (Analis Politik Senior) Tirta N. Mursitama (Analisis Bisnis Internasional Senior) Eric Sugandi (Analis Ekonomi Senior) KENTA Institute. Menara BCA 50th Floor Jl. MH. Thamrin No. 1 Jakarta 10310 Tel: +62 21 2358 4661 Fax: +62 21 2358 4401 http://kentainstitute.com FB/twitter kentainstitute