ESTETIKA PEREMPUAN DALAM IKLAN BANK PUNDI SEBAGAI INDUSTRI BUDAYA A.A Gde Bagus Udayana 197310041999031002 FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2013 PRAKATA Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian “Estetika Perempuan Dalam Iklan Bank Pundi Sebagai Industri Budaya” dapat kami selesaikan pada waktunya. Penelitian ini dikemukakan materi estetika dan makna perempuan dalam iklan Bank Pundi di kota Denpasar-Bali. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat, Rektor ISI Denpasar, Dekan FSRD ISI Denpasar dan Ketua LP2M ISI Denpasar karena dorongan dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan Penelitian mandiri. Kepada para responden dan para nara sumber penelitian iklan di Bali secara tulus dan terbuka memberikan informasi-informasi yang terkait dengan data-data karya tulis yang dibutuhkan dalam penyelesaian laporan ini. Melalui kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, sehingga kebutuhan penelitian terpenuhi. Semoga apa yang telah kita usahakan melalui kesempatan ini, tetap akan memberi manfaat. Denpasar, November 2013 Peneliti ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i PRAKATA ...................................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 6 BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................... 10 BAB VI KESIMPULAN ............................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14 iii 1.1 Latar Belakang Iklan dalam pemasaran sebuah perusahan sangatlah penting. Iklan merupakan media komunikasi visual paling populer saat ini dan menjadi media pemasaran paling potensial bagi siapapun, baik individu, perusahaan swasta maupun pemerintah. Dengan iklan diharapkan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut dapat membangkitkan minat masyarakat untuk memiliki atau melakukan tindakan terhadap barang atau jasa yang ditawarkan. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecendrungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Periklanan yang efektif akan mengubah pengetahuan publik mengenai karakteristik beberapa produk dan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Untuk dapat menarik perhatian masyarakat, iklan dalam penampilannya seringkali menggunakan perempuan dalam tampilan visualnnya. Perempuan memiliki daya tarik visual yang dapat mempengaruhi masyarakat, terutamanya laki-laki untuk melakukan tindakan seperti apa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Sehingga penggunaan perempuan dalam iklan tampaknya sesuatu yang sejalan dengan ideologi kapitalisme. Karena mampu sebagai unsur menjual sehingga menghasilkan keuntungan, maka Perempuan merupakan elemen visual iklan yang mempunyai unsur menjual. Seperti yang apa yang diungkapkan oleh Piliang (2010:220). Kapitalisme adalah sebuah ruang, yang di dalamnya terjadi perputaran hasrat. Lewat mesin hasratnya yang berputar, kapitalisme menciptakan jaringan semiotika, dan mencetak karakter manusia konsumen. Adanya perempuan dalam tampilan iklan akan membuat iklan tersebut semakin menarik untuk dinikmati. Disamping mampu menarik perhatian, perempuan dalam iklan juga dapat mangubah atau mengarahkan pikiran hasrat calon konsumen atau menyakinkan calon pembeli tentang kebutuhan akan katagori tersebut, dengan menawarkan manfaat yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kehadiran perempuan dalam menarik perhatian konsumen dapat diartikan sebagai hegemoni kapitalisme yang terselubung. Menurut Piliang, (2010: 220) teror terselubung yang dilakukan kapitalisme diri lewat jaringan semiotisasi kehidupan (gaya hidup, penampilan) tidak tertanggungkan oleh masyarakat sebagai konsumen. Eksploitasi perempuan dalam iklan berkaitan erat dengan ideologi kapitalisme yang menempatkan perempuan sebagai salah satu alat produksi. Sehingga penonjolan aspek kecantikan, kemolekan dan keindahan tubuh tersebut berpengaruh pada keyakinan bahwa keunggulan perempuan tergantung pada aspek fisik (biologis dan kodrat) Gaya hidup perempuan dalam masa kontemporer sekarang ini, merupakan hal yang menjual untuk digunakan dalam tampilan visual iklan. Perempuan menyajikan realita kehidupannya yang berkembang pada masyarakat kontemporer dalam tampilan visual, padahal belum tentu demikian kebenarannya. Citra perempuan sebagai gaya hidup dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda, karena berbaurnya gaya hidup (life style) di dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Di dalam masyarakat kontemporer gaya hidup menjadi segala-galanya, maka penampilan dan citra diri akan masuk dalam daftar konsumer dan komoditi. Oleh karena itu sesuatu yang membentuk gaya hidup akan menjadi komoditi dan ajang komsumsi. Apalagi produk memanfaatkan kekuatan citra sebagai perlambang bagi masyarakat kontemporer. Fenomena sosial tentang citra perempuan dalam perspektif gender dalam iklan dapat memicu pro dan kontra dari berbagai kalangan. Hal tersebut merupakan hal yang menarik untuk dicermati karena setiap masyarakat akan mempunyai pandangan yang berbeda terhadap iklan yang ada dalam masyarakat kontemporer. Dalam penelitian ini masyarakat diharapkan mempunyai sensitivitas dan kesadaran gender dan mampu berpikir kritis dan responsif terhadap fenomena disekitarnya. Akhirnya, dalam segala wujud manifestasi kapitalisme, sebuah realitas selalu bisa ditunjuk: di sana ada segelintir elit yang akan mengeruk keuntungan dari suatu lembaga yang dinamakan pasar! Bagaimana ini bisa terjadi? Karena dalam industri budaya, elitlah pihak yang sesungguhnya menjadi penentu standarisasi, dan massifikasi. Dalam konteks industri budaya sebagaimana yang tercermin dalam “pasar”, di sana mereka juga sekaligus menjadi pemegang hegemoni atas selera, preferensi, dan gaya hidup! Dari beberapa iklan bank yang ada di seputaran kota denpasar, hanya Bank Pundi menyampaikan pensanya melalui iklan outdoornya menggunakan visualisasi perempuan melalui iklan. Iklan outdoor ini diduga banyak mengandung muatan estetika, makna dan, terdapat seperangkat aspek visual yang dapat dijadikan alat utuk menyampaikan pesan yaitu meliputi, bentuk ilustrasi, warna, typografi, serta teks. Seluruh aspek visual ini merupakan tanda yang dapat menjadi representasi dari makna pesan yang ingin di sampaikan. Berdasarkan permasalahan tersebutlah penulis tertarik meneliti iklan bank Pundi ini. Supaya dapat mendalami pengetahuan tentang pesan, tanda, ikon dan simbol yang muncul dalam iklan bank Pundi, mewakili realitas sosial masyarakat kontemporer. Sehingga iklan sangat berkaitan dengan pemaknaan konsumen. Konsumen bisa menghasilkan makna yang berbeda dengan apa yang ditawarkan teks media. Konsumen dipandang sebagai produsen makna bukan hanya sebagai penikmat isi media iklan. Makna suatu teks iklan atau pesan iklan berasal dari konsumen, sehingga apapun yang ditawarkan dari sebuah pesan teks iklan kepada konsumen tidak selamanya makna yang dihasilkan sama. Makna justru terbentuk saat penerimaan pesan terjadi dan bergantung pada beragamnya sosial maryarakat kontemporer. 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Estetika Perempuan dalam Iklan Bank Pundi? 2. Bagaimanakah fungsi perempuan pada iklan bank Pundi? 3. Makna apakah yang terdapat pada visulisasi perempuan dalam iklan bank Pundi? 1.3 Tujuan Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui gambaran tentang estetika perempuan dalam iklan bank Pundi. 2. Mengetahui fungsi perempuan dalam iklan bank Pundi yang menggambarkan gaya hidup perempuan dalam budaya kontemporer. 3. Menggambarkan secara keseluruhan tentang makna gaya hidup perempuan dalam masyarakat kontemporer yang ditampilkan oleh bank Pundi melalui iklan outdoornya, dengan mengidenfikasi tanda-tanda yang terdapat dalam iklan tersebut. 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari tulisan ini adalah. 1. Bagi Akademis, penelitian ini bermanfaat sebagai acuan untuk menambah jumlah referensi, pengembangan ilmu kajian budaya dan Desain Komunikasi Visual. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi kalangan akademisi bahwa gaya hidup perempuan dalam masyaraat kontemporer dapat disampaikan melalui visualisasi media periklanan dan dimaknai mengenai wacana perempuan dalam produk iklan. 2. Sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah perempuan dalam iklan merupakan kajian dan gaya hidup. 1.5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode semiotika. Metode semiotika pada dasarnya bersifat kualitatif interpretatif (interpretation), yaitu sebuah metode yang memfokuskan pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut. (Arsana, 2012: 8) Menurut Piliang dan Barker, Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian kehidupan sosial. (Arsana, 2012:9). Definisi tersebut dapat diartikan sebagai “sistem tanda” yang dapat diinterpretasikan dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Oleh karena itu maka keberadaan semiotika sangat sentral di dalam cultural studies. (Arsana, 2012:9). Teks dalam pengertiannya yang paling sederhana adalah kombinasi tanda-tanda. (Piliang, 2003:270). Teks tidak hanya berupa tulisan tapi temasuk di dalamnya berupa bendabenda desain (iklan, fashion dll) seperti apa yang disebutkan Piliang (2003:270) teks dalam pengertian dapat dianggap sebagai kumpulan tanda-tanda, dan benda-benda desain apapun (iklan, artsitektur, interior, produk, fashion) dapat dianggap sebagai sebuah teks, oleh karena ia merupakan kombinasi elemen tanda-tanda, dengan kode dan aturan tertentu, sehingga menghasilkan sebuah ekspresi bermakna. Semiotik merupakan analisis terstruktur dimana setiap tanda atau simbol selalu mempunyai struktur yang melandasi, sehingga dalam mengungkapkan makna dipengaruhi oleh mitos, ideologi dan hegemoni yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Piliang (2003:271) yang dimaksud bahwa tanda bekerja melalui mitos, adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas dan gejala alam. Ideologi adalah sesuatu yang abstrak dan bisa ditemukan dalam teks dengan cara meneliti konotasi yang ada didalamnya. Mitologi (kesatuan mitos-mitos) menyajikan makna-makna yang mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan, dan cerita itu adalah mitos. Hegemoni adalah kekuasaan struktur yang berhubungan dengan sistem bahasa (language), yang merupakan prakondisi dari parole (pengguna bahasa). Salah satu bidang terapan semiotika dalam cultural studies adalah iklan. Iklan merupakan bidang kajian yang relevan menggunakan metode semiotika. Iklan di visualisasikan dengan tanda. Tanda itu termasuk sebagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Unsur terpenting dalam sebuah iklan adalah gambar dan teks: kata yang ditulis dan menjelaskan gambar-gambar. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam iklan adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu, yang pada akhirnya menampilkan realitas yang mirip dengan realitas kita. Penampilan iklan adalah representasi dari masyarakat kontemporer dimana refleksi disini dimaknai sebagai bentuk penghadiran kembali realitas dari masyarakat kontemporer berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaannya. 1.6 Sumber Data Adapun data-data yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.6.1. Data Primer Adalah data yang diperoleh langsung dari observasi ojek tulisan dengan cara mengamati dan menganalisa data yang ada foto iklan outdoor bank Pundi . Selanjutnya peneliti melakukan pengamatan dan analisa tanda-tanda yang divisualisasikan dalam Iklan outdooor bank Pundi. 1.6.2. Data Sekunder Adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan, baik dari buku, majalah, jurnal, internet, maupun literatur lainnya yang berkaitan dengan obyek tulisan serta dapat mendukung data primer. 1.7 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1.7.1. Studi literatur, dengan meneliti sejumlah literatur yang relevan berkaitan perempuan pada iklan bank Pundi terkait pada kajian gaya hidup. 1.7.2. Observasi lapangan, melakukan pengamatan, dokumentasi dan pencatatan secara langsung untuk mencari gejala atau fenomena yang diselidiki dan untuk memperoleh data yang valid. 1.7.3. Wawancara, melakukan tanya jawab tentang obyek yang diteliti kepada orangorang yang mempunyai pengetahuan sehubungan dengan obyek yang diteliti. 2.1. Kajian Pustaka Topik Penelitian ini masih tergolong orisinil dan langka berdasarkan tinjauan (pengamatan) sejumlah buku, atau hasil penelitian yang ada. Namun demikian, banyak referensi lain yang mempunyai hubungan dengan judul peelitian ini. semua hal itu diharapkan dapat menunjang telaah kepustakaan. Referensi yang berhubungan dengan kajian ini merujuk pada penelitian Ratna Noviana yang diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul “Jalan Tengah Memahami Iklan: antara realitas, representasi dan simulasi”. Buku ini menulis tentang fenomena iklan yang dipahami sebagai teks dan teks adalah tanda. Maka teks-teks iklan tersebut dapat diinterpretasikan dengan tafsir dekonstruksi post-strukturalis. Teks-teks iklan yang menjadi sampel dalam kajian in ada lima yang meliputu: “Waktu Unjuk Gigi”, dari Sampoerna A Mild, “Siapa Takut”, dari Shampo Clear Menthol, “Wanita-wanita lux”, dari sabun Lux, “Mentari Pagi Bromo”, dari kosmetik Sari Ayu dan “Bangunlah” dari majalah mingguan Tempo. Perempuan pada iklan bank Pundi menampilkan kediriannya untuk terus berusaha memanipulasi penampakan luar citra mereka untuk memperoleh daya tarik konsumen. Kehadiran perempuan dalam sebuah iklan dianggap sebagai sarana pembentukan selera konsumen, pembentukan hasrat dan simbol sosial. Dilain pihak iklan mempengaruhi masyarakat kontemporer untuk semakin tertarik dan memiliki keinginan kuat akan kebutuhan berupa hasrat yang berlebihan untuk memiliki barang yang sebenarnya tidak esensial. Seperti yang dikatakan oleh Ibrahim (1997:162) bahwa desain sebagai disiplin ilmu memiliki dua peran, yaitu sebagai sarana pengikut selera konsumen dan sarana pembentuk selera konsumen. Industri Budaya Pendekatan budaya masa (mass culture) atau budaya populer (budaya pop) yang dipertentangkan dengan pendekatan moralis yang secara spesifik merujuk pada budaya tinggi (high culture). Ardono mengembangkan konsep industri budaya, yang mengacu pada cara di mana hiburan dan media massa menjadi industri pada kapitalisme dalam mensirkulasikan komoditas budaya maupun dalam memanipulasi kesadaran manusia (Agger, 2008:180). Dalam postmodern atau yang lebih akrab, kapitalisme, budaya pop membanjiri hidup kita, mengepung kita dengan simulasi Baudrillardian yang menyatu ke dalam isu tebal representasi dan citra (Agger, 2008:181). Dalam kapitalisme yang cepat secara visual menjadikan iklan, yang sulit dilihat secara kritis karena ini tertutup dalam ilusi bahwa industri budaya mempertemukan kita dengan realitas. Dalam pendekatan moralis, budaya massa adalah sebuah fenonema sosio-kultural yang senantiasa dicirikan dengan seksualitas, erotisme, dan pornografi. Karena itu, di antara budaya massa dan budaya tinggi terbentang sebuah tembok tebal tak tertembus di mana budaya massa dianggap sebagai budaya perusak moralitas, bernilai rendah sementara budaya tinggi dianggap sebagai penjaga moral dan nilai-nilai luhur. Seperti apa yang diungkap Ardono (Agger, 2008:180) bahwa budaya pop dalam hal ini menjadi model ideologi kapitalis akhir yang tidak menawarkan doktrin yang terbantahkan atau tesis tentang keniscayaan dan rasionalitas masyarakat kini, namun hanya menyediakan narkotika jangka pendek yang mengalihkan perhatian orang dari masalah riil mereka dan mengidealisasikan masa kini dengan menjadikan pengalaman representasinya menyenangkan. Kajian mengenai budaya massa sebagai industri budaya memang tak mungkin dipisahkan dengan dorongnya, yakni media, terutama media cetak dan lebih khusus lagi billboard. Di situlah industri budaya mendapatkan konteksnya. Kebudayaan diproduksi secara standar, dan tentu saja melalui proses desain komunikasi visual. High culture kerap kali menyerang budaya massa sebagai budaya murahan yang tanpa selera dan hanya bisa merusak moral, kita bisa mencermati sebuah contoh iklan TKI Indonesia di Malaysia yang dijual dengan harga discount 40 %. Yang menjadi pertanyaan, dalam konteks ini, mengapa tubuh perempuanlah yang jauh lebih sering dijadikan objek visual dalam industri budaya tersebut? Lebih khusus lagi, bagaimana bisa asosiasi seks semata-mata dilekatkan pada kemolekan tubuh perempuan? Perhatikanlah iklan-iklan yang mempromosikan berbagai produk di televisi. Produk-produk yang sama sekali tak ada hubungan langsung dengan seksualitas pun direkayasa sedemikian rupa oleh si perancang iklan untuk diserempet-serempetkan pada seks, hampir selalu melibatkan bintang iklan perempuan. Iklan sebuah merek cat, misalnya. Si bintang iklan yang berada di tempat tidur bersama suaminya menyampaikan dengan kalimat, “no dropp anti bocor”, bocor….bocor atau dalam versi yang lain, “nakal”. Siapa pun tahu bahwa produk cat atau pelapis tembok sama sekali tak punya kaitan langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas seksual. Tetapi, mengapa harus muncul adegan di ranjang”? Apa kaitannya dengan produk yang sedang diiklankan? Sama sekali tidak ada kaitan. Tampilan visual itu muncul semata-mata sebagai tag line agar konsumen terpatri dengan produk yang sedang diiklankan. Bila produk-produk yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan seks pun oleh perancang iklannya harus diserempet-serempetkan dengan seks, bisa ditebak seperti apa tampilan iklan untuk produk yang memang secara langsung terkait dengan hubungan seks. Pada celah itulah kapitalisme seolah memperoleh akses lebar untuk mendiktekan dirinya. Sebagaimana insting dasar lain yang ada dalam diri manusia selalu merupakan celah ampuh untuk masuk menawarkan suatu produk, insting seks pun tak luput dari bidikan para pengiklan. Di sisi lain, adalah sebuah realitas bahwa tubuh perempuan dalam dirinya sendiri merupakan simbol yang “enak dicerna” dan mudah menarik perhatian. Karenanya, dari sudut pandang industri kapitalis, tubuh perempuan memang merupakan pilihan yang secara ekonomis amat rasional. Dengan mudah pula bisa ditelusuri bahwa dalam industri budaya semacam itu, selera, aspirasi, dan gaya hidup khalayak senyatanya melulu dikendalikan oleh segelintir elit melalui modal yang dimilikinya. Tubuh yang ujung-ujungnya adalah semata-mata eksploitasi (tubuh) perempuan yang digunakan untuk daya tarik visualnya. Semiotika Teori merupakan kumpulan konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala-gejala, fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat, sehingga berfungsi untuk menjelaskan dan memberikan pandangan terhadap sebuah permasalahan. Dalam tulisan ini untuk melihat gaya hidup perempuan pada iklan bank pundi dalam masyarakat kontemporer menggunakan teori yang relevan diantaranya: Dalam semiotika kita akan melihat teks media adalah bagian dari tanda-tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Seperti apa yang diungkap oleh Kusrianto (2007:58) bahwa semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sema” yang berarti tanda. Istilah semeiotikos berarti penafsiran tanda-tanda. ilmu semiotika ini awalnya berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa desain. Semiotika digunakan untuk menganalisis gaya hidup peremuan pada iklan bank Pundi dalam masyarakat kontemporer dengan asumsi bahwa iklan tersebut dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Dengan demikian untuk menganalisisnya menggunakan pendekatan semiotika, seperti yang dirumuskan oleh Saussure bahwa tanda sebagai kesatuan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, yaitu disebut dengan penanda (signifier), penanda adalah aspek material dari sebuah tanda. selanjutnya, bidang yang kedua dari tanda adalah apa yang disebut Saussure sebagai petanda (signified) adalah yang diwakili secara material oleh penanda (Cobley dan Jansz, 2002:11). Seperti yang diungkap oleh Piliang (2012:322) bahwa secara struktural iklan terdiri dari tanda-tanda, yaitu unsur terkecil bahasa yang terdiri dari penanda, yaitu sesuatu yang bersifat materi berupa gambar, foto atau ilustrasi, dan petanda, yaitu konsep atau makna yang ada di balik penanda tersebut, yang semuanya dapat melukiskan realitas yang ada di masyarakat. Tanda juga dapat dilhat dari konvensi sosial di antara konsumen bahasa tentang makna suatu tanda. Suatu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan sosial diantara masyarakat pengguna bahasa tentang makna tersebut. Misalnya kata telepon, dimaknai di masyarakat sebagai alat komunikasi melalui suara. Dalam sesuatu yang rumit teori semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda, seperti yang diungkap Sobur (2001:126) bahwa semiotika berusaha mencari arti teks media yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan atau makna sekunder (konotatif) dan makna primer (denotatif). Makna denotasi bersifat langsung atau bisa dikatakan sebagai makna yang pertama dari suatu petanda. Misalnya ‘bunga mawar’, maka makna denotasi yang terkandung adalah” bagian dari tumbuh-tumbuhan yang berbunga, bisa berwana merah, putih, atau kuning, dengan tangkainya berduri”. Sedangkan makna konotatifnya akan sedikit berbeda dan dihubungkan dengan kebudayaan kontemporer tentang makna yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut akan dihubungkan dengan budaya kontemporer, bunga diatikan sebagai kasih sayang, ungkapan kebahagiaan, kesedihan dan lainnya. Piliang (2012:322) menyatakan bahwa makna denotatip adalah makna yang eksplisit, yaitu makna berdasarkan apa yang tampak. Sedangkan makna konotatif adalah makna lebih mendalam, yang berkaitan dengan pemahaman-pemahaman ideologi dan kultural. Sebuah iklan biasanyan terdiri dari tiga elemen tanda, yaitu gambar objek atau produk yang diiklankan, gambar benda-benda disekitar objek yang memberikan konteks pada objek tersebut, seta typografi atau teks. 3.1 Pembahasan Figur perempuan atau penampilan sosok perempuan dalam sebuah iklan tidak hanya simbolisasi dominasi perempuan, melainkan lebih ke arah simbolisasi eksploitasi dalam pengertian yang lebih luas. Eksploitasi perempuan memberi makna dominasi kapitalistik dalam terminologi apa saja yang memungkinkan untuk dijual dalam industri budaya, terutamanya iklan. Ikan Biilboard Bank Pundi di Denpasar Iklan ini menampilkan tiga orang perempuan pekerja muda yang cantik, mengenakan pakaian kerja berwarana merah dan perempuan yang satunya berwarna biru. Bentuk pakaian yang dikenakan tiga perempuan tersebut, merupakan “indeks” darik seseorang yang sudah bekerja di kantoran atau pengusaha muda. Salah seorang perempuan yang mengenakan “name tag” (merupakan ikon dari pegawai bank) memberikan bunga kepada salah satu perempuan yang ditampilkan dalam iklan bank Pundi. Perempuan yang mengenakan baju merah dan terdapat name tag di kantong depannya, merupakan ikon dari pegawai bank tersebut, bisa perempuan tersebut sebagai sales marketing, taller, pimpinan bank atau lainnya. Sedangkan yang diberikan bunga tersebut merupakan “ikon” dari konsumen bank Pundi yang mendapatkan fasilitas dari bank yang berbentuk “bunga”. Di sebalah kiri ada seorang wanita muda yang sedang memegang buku tabungan, dan menunjukan eksperi kegembiraan. Buku tabungan merupakan “ikon” dari bank dan termasuk bank Pundi. Di atas ilustrasi tiga perempuan tersebut terdapat logo dari bank Pudi. Logo tersebut berbentuk logotype dan logogram. Logotype merupakan logo yang terdiri dari unsur typografi sedangkan logogram adalah logo yang terdiri dari unsur grafis atau bentukbentuk gambar atau bisa gabungan dari tulisan dan gambar. Seperti yang disampaikan Rustam (2009:22) logo pada umumnya terbagi menjadi tiga jenis yaitu:1). picture mark dan letter mark, elemen gambar dan tulisan saling terpiasah, 2) picture mark sekaligus letter mark, bisa disebut gambar, bisa juga disebut tulisan.saling berbaur, 3) letter mark saja, elemen tulisan saja. Kemudian di bagian bawah ada pesan verbal dalam tiga tipografi. Yang pertama berbunyi, “Pundi Pundi ku Berbunga bunga” dengan kalimat pertama lebih besar ukuran hurufnya (sizenya) dari yang kedua. Kemudian yang kedua, pesan linguistik yang tampil dengan jenis huruf yang berbeda. Pesan ini menjelaskan bagaimana membantu membangun usaha mikro. Yang terakhir adalah slogan penutup dan alamat web bank Pundi. Dari pesan verbal ini, bisa diketahui target konsumen yang ingin di sasar iklan ini. Dilihat dari tipografinya, dari dua jenis tipografi yang digunakan dalam pesannya, semuanya mengesankan sifat informal, santai dan tidak kaku. Dari segi visual, perempuan pekerja atau pengusaha yang menjadi modelnya tampil secara hampir seluruh badan, sehingga tampak menonjol dalam tampilan iklan tersebut. Menandakan bahwa produk yang diiklankan adalah untuk orang-orang yang sudah berpenghasilkan atau pengusaha agar menambah pundi-pundinya sehinga akan mendapatkan bunga yang berbunga dan berbunga. Wajahnya mencerminkan raut wajah yang ceria atau gembira dari apa yang diperoleh dari bank tersebut. Pada tataran denotatif, yang bisa dibaca dari iklan tersebut adalah bahwa ketiga model tersebut adalah perempuan. Ketiga perempuan tersebut ditampilkan hampir secara seluruh badan (full body) dan tampak dominan dari tampilan iklan secara keseluruhan. Ketiga memiliki raut wajah yang hampir sama, wajah ceria dan bersahaja. Dengan menghadirkan visualisasi bunga dan buku tabungan yang ditampilkan. Hal ini dimaksudkan untuk menandai kegembiraan yang diperoleh atau di berikan oleh pengiklan. Kesan gembira ditonjolkan melalui warna yang menjadi latar belakangnya. Warna-warna monokrome yang dipergunakan secara psikologis menyiratkan kehangatan dan juga feminitas. Bunga yang ditampilkan dalam visualisasinya bisa dimaknai sebagai rankaian bunga yang merupakan bagian dari tumbuh-tumbuhan dan diberikan kepada seseorang, bisa dimaknai sebagai ucapan terimakasih, cinta kasih, semoga lekas sembuh dan lainnya. Secara umum, sisi visual iklan ini menceritakan bahwa ketiga perempuan yang cantik tersebut adalah wanita-wanita yang ideal dan sempuran dengan karakter pekerja keras, lembut, simpati, berprestasi, sukses dan merupakan realitas yang berkembang pada masyarakat kontemporer. Perempuan-perempuan ini sudah pantasnya ditiru, dan di banggakan oleh masyarakat kontemporer. Jika pesan verbal dan pesan visual kita kaitkan maka, yang ingin disampaikan oleh iklan ini pada tataran konotatip adalah bahwa menabung adalah bagian dari gaya hidup para pekerja kantoran dan pengusaha muda. Dengan menabung ia akan memperoleh keuntungan yang berbunga-bunga. Semakin banyak menabung akan semakin banyak bunga yang diperoleh. Seperti yang divisualisasikan pada seseorang pegawai bank Pundi yang memberikan bunga kepada salah seorang perempuan yang ditampilkan dalam iklan. Makna ini dipertegas dengan unsur verbal dari “Pundi pundi ku berbunga bunga”. Pundi pundi kalau kita maknai sebagai tempat orang jaman tradisioanal menaruh uangnya atau perhiasan. “Berbunga bunga” juga dimaknai sebagai bunga yang berbunga lagi, berbunga lagi dan berbunga lagi. Gaya hidup seorang perempuan dalam masyarakat kontemporer diidentifikasikan dengan kecantikan, kegembiraan, penampilan tubuh, kesuksesan, dalam hal ini menjadi sentral gaya hidup. Di dalam budaya konsumen, fenomena ini sudah menjadi sesuatu yang sangat umum. Dan perempuan menjadi target utama dan terlihat jelas sering terjebak dalam dunia citra-citra menjual. Apalagi sering sekali perhatian perempuan pada masalah kecantikan dan penampilan tubuh ditempatkan di dalam konteks emansipasi. Dalam hal ini, kecantikan dan pengelolaan tubuh dilihat sebagai sebuah cara yang ideal untuk mencapai tujuan akhir, dan apa saja yang diinginkan bisa tercapai, seperti kesuksesan, popularitas, dan kebahagiaan. 4.1 Penutup Dalam pesan iklan itu pula tampak ideologisasinya: perempuan akan dibilang sukses bila menampilkan kecantikan, kemolekan keindahan tubuh, anggun, ceria, berpakaian rapi, dan bersih. Orang digiring menganggap benar suatu keadaan yang digambarkan, padahal jelas keadaan itu sendiri sesungguhnya tidaklah benar. Dengan kata lain, sebenarnya juga sekaligus merupakan distorsi terhadap realitas. Dan karena itu merupakan distorsi terhadap realitas, orang-orang yang menjadi objek iklan trsebut sebenarnya juga sedang menjalani suatu proses menuju kesadaran palsu! Masyarakat kontemporer pun kemudian beramai-ramai melalukan dengan apa yang diiklankan tersebut dengan harapan kehidupan maupun tampilannya menjadi wanita yang sukses, anggun, ceria, berpakaian rapi, bersih. Di sinilah manfaat semu sebagaimana ditengarai Adorno tersebut tampak jelas. Penampilan perempuan dalam iklan bank Pundi, merupakan cerminan realita gaya hidup perempuan pada masyarakat kontemporer. Visualisasi iklan tersebut menampilkan kediriannya dalam usaha memanipulasi penampakan luar citra mereka untuk memperoleh daya tarik konsumen. Perempuan yang dihadirkan dalam sebuah iklan dianggap sebagai sarana pembentukan selera konsumen, pembentukan hasrat dan simbol sosial. Dilain pihak iklan mempengaruhi masyarakat kontemporer untuk semakin tertarik dan memiliki keinginan kuat akan kebutuhan berupa hasrat yang berlebihan untuk memiliki barang yang sebenarnya tidak esensial. Iklan bank Pundi juga banyak terbentuk oleh ikon-ikon yang dapat dimaknai sebagai simbul perempuan kekinian. Dan merupakan teks yang mampu merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat kontemporer. Teks iklan memiliki peran dalam menyampaikan keinginan pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Iklan juga memiliki referensi realitas sosial yang dapat dimaknai sebagai makna Denotatif dan Konotatif. Oleh karena itu, sikap kritis dalam menerima iklan tetap diperlukan. Apalagi iklan juga merupakan salah satu media yang digunakan dalam upaya penguatan kedirian. Dengan demikian, kajian kritis cultural studies atas isi media tetap relevan untuk dilakukan. 5.1. Daftar Pustaka Agger Ben. 2008. Teori Sosial Kritis, Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacana Arsana I Gst Kt Gde. 2012. Aspek Epistemologi (Cara Kerja Keilmuan Kajian Budaya). Matrikulasi S3 Kajian Budaya Univ Udayana. Denpasar Coble, P dan Janz,L. (2002). Semiotika for Beginners. Miza Media Utama: Bandung Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer.Yogyakarta:Jalasutra. Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat Komoditas Indonesia.Yogyakarta:Jalasutra Noviana Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan: antara Realitas, Representasi dan simulasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kusrianto, A. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Graphic Advertising Multimedia. Andi: Yogyakarta Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Bandung:Jalasutra. Ibid. 2010. Post-Realitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Post-Metafisika. Yogyakarta:Jalasutra Ibid. 2012. Semitika dan Hipersemiotika. Kode, Gaya dan Matinya Makna. Bandung:Matahari Rustam S,S.Sn. 2009. Mendesain logo. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama Zoest, A V. (1993). Semiotika, Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya. Yayasan Sumber Agung: Jakarta.