Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan

advertisement
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya
Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut
Perundang-Undangan Di Indonesia
Oleh :
Lili Naili Hidayah1
Abstrak
Pada Undang undang Kepailitan, seorang Kreditur sebagai pemegang hak jaminan
tidak diberikan kemudahan dalam melakukan eksekusi karena adanya masa
penangguhan selama 90 hari, Undang undang Hak Tanggungan dan Undang –undang
Kepailitan terdapat pertentangan diantara kedua undang undang tersebut. Dalam
Undang Undang Hak tanggungan, kreditur sebagai pemegang hak tanggungan
memiliki kedudukan yang lebih terjamin dari kreditur lainnya, namun dalam undang
undang kepailitankreditur kedudukannya lemah karena ada masa penangguhan
selama 90 hari.
Kata kunci : Kreditur Separatis, Hak Tanggungan
A. PENDAHULUAN
Perseroan Terhatas adalah perusahaan yang berbadan hukum didirikan
berdasarkan perjanjian. PT menjadi badan hukum, setelah akta pendirian yang
didirikan oleh dua orang atau lebih mendapatkan pengesahan dari Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Dalam mendirikan suatu usaha terdapat faktor
atau penyebab mengapa badan-badan usaha banyak yang mengalami kemerosotan
dan yang pada akhirnya mengalami kebangkrutan, faktor tersebut antara lain mulai
dari hubungannya dengan urusan internal perusahaan sampai pada eksternal
perusahaan, seperti adanya akibat dari hutang-piutang, perjanjian wanprestasi, hingga
1
Dosen S1 Pada Fakultas Hukum Universitas Jambi
Hal 114
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
sampai menyebabkan perusahaan tersebut tidak dapat melakukan kegiatan usaha lagi.
Untuk mengelola Perseroan, diperlukan modal. Undang-Undang Perseroan
Terbatas mengatur struktur pemodalan terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu modal
dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Pengertian dari masing- masing jenis
modal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Modal dasar adalah jumlah modal dasar yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar
PT jumlah modal ini haruss habis terbagi dalam nominal saham yang dikeluarkan
oleh Perseroan. Dengan demikian. modal dasar sejatinya terdiri atas akumulasi
seluruh saham Perseroan
2. Modal ditempatkan adalah jumlah modal (saham) yang telah diambil baik oleh
pendiri ataupun orang lain dan karenanya telah terjual tetapi harga saham
tersebut belum dibayar secara penuh.
3.
Modal disetor adalah modal yang telah diambil (baik pendiri maupun orang lain)
dan harga saham tersebut telah disetorkan ke kas perseroan.2
Dengan makin terpuruknya kehidupan perekonomian nasional, pasti dapat
dipastikan akan makin banyak dunia usaha yang rontok dan ambruk sehingga tidak
dapat meneruskan kegiatannya termasuk dalam memenuhi kewajibannya kepada
kreditur. Keambrukan itu akan menimbulkan masalah besar jika aturan main yang
ada tidak lengkap dan sempurna. Untuk itu perlu ada aturan main yang dapat
digunakan secara cepat, terbuka dan efektif sehingga dapat memberikan kesempatan
kepada pihak Kreditur dan Debitur untuk mengupayakan penyelesaian yang adil.
Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan bagi penyelesaian utang piutang dan
erat relevansinya dengan kebangkrutan dunia usaha adalah peraturan tentang
kepailitan, termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang.3
2
3
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Griya Media Salatiga, 2011, Hal 77-78
Gunawan Widjaja, Risiki Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit, Forum Sahabat, Jakarta, 2009
hal 2-3
Hal 115
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
Perusahaan dalam menggerakkan usahnya membutuhkan modal tambahan dan
untuk itu mereka mencari dana tambahan dari kreditur kreditur yang dimungkinkan
oleh Undang undang dan hal ini terkadang ini membawa perusahaan kedalam
keadaan diujung tanduk dimana perusahaan tidak dapat membayar utangnya kepada
kreditur tersebut, sehingga mendorong kearah kebangkrutan/pailit perusahaan itu
sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dalam Pasal 1 angka 3
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan debitor adalah orang yang mempunyai
utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Sedangkan Kreditor dalam Undang-Undang Kepailitan diklasifikasikan dalam tiga
tingkatan yakni:
1.
Kreditor Separatis, yakni kreditor pemegang hakjamninan kebendaan in
rem, yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut dengan
nama gadai dan hipotek.4
2.
Kreditor preferent, yakni kreditor yang diistimewakan. Yaitu kreditor
yang oleh Undang-Undang semata-mata karena sifat piutangnya,
mendapatkan pelunasan utang terlebih dahulu.5
3.
Kreditor Konkuren, yakni para kreditor dengan hak pari passu dan pro
rata, artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan
(tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan besarnya
piutang masing-masing dibanding piutang mereka secarakeseluruhan dan
seluruh harta debitor.6
Undang-Undang Kepailitan juga menentukan bahwa permohonan pailit dapat
diajukan oleh debitor sendiri, kreditor, atau jaksa untuk kepentingan umum.
Sedangkan pihak yang diajukan pailit dalam hukum kepailitan adalah Debitor yang
terbukti memiliki utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
4
Aco nur, Hukum Kepailitan, Perbuatan Melawan Hukum Debitor, PT. PILAR Yuris Ultima, Jakarta
2015, hal 92
5
Ibid
6
Ibid
Hal 116
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
Berdasarkan unsur-unsur yang menjadi dasar permohonan tersebut diatas, maka
dapat diketahui bahwa syarat agar debitur dipailit sangat sederhana. Hal ini
dipertegas kembali dalam Pasal 8 Ayat (4)Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
yang menyebutkan bahwa "Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila
terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 telah dipenuhi".
Artinya, jika debitor telah terbukti secara sederhana memiliki minimal satu
utang yang telah jatuh tempo terhadap salah satu kreditornya, maka debitor sudah
memenuhi syarat untuk dijatuhi putusan pailit oleh pengadilan niaga tanpa melihat
latar belakang utang atau kondisi harta debitor yang masih solven atau tidak.
Pailitnya suatu perusahaan pada dasarnya merupakan suatu keadaan yang
sering teijadi dalam dunia bisnis. Permohonan pernyataan pailit tesebut dapat
diajukan oleh:
1.
2.
3.
4.
Debitur sendiri;
atas permintaan seorang atau lebih krediturnya;
kejaksaan untuk kepentingan umum;
dalam menyangkut debitur adalah bank, permohonan pailit dapat diajukan oleh
Bank Indonesia.
5. Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan perusahaan efek, permohonan
pernyataan pailit dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.7
Tindakan Pailit adalah suatu sitaan umum atas semua kekayaan Debitur Pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
hakim pengawas.
Seperti kita ketahui kreditur dalam kepailitan dibedakan ada 3 dalam hal ini
penulis tertarik dalam mengkaji kreditur Separatis karena Kreditur Separatis ini
adalah sebagai Kreditur pemegang hak tanggungan.
Utang dalam dunia usaha adalah suatu hal yang biasa dilakukan pelaku usaha
7
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 12
Hal 117
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
perorangan maupun perusahaan. Pengertian utang menurut Pasal 1 ayat (6) UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, selanjutnya disebut Undang-Undang Kepailitan. Utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam
mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang
akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena peijanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi
memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitur.
Orang (Kreditur) yang memberi pinjaman kepada Debitur karena percaya
bahwa Debitur mampu membayar (mengembalikan) pinjaman tepat pada waktunya
sebagaimana disepakati bersama antara Kreditur dan Debitur. Untuk menjamin
pengembalian Itu, pada umumnya Kreditor meminta jaminan dari Debitur, Namun
ada juga Kreditur yang tidak memegang jaminan. Dalam hal Debitur tidak mau
membayar utangnya secara sukarela, maka penagihannya dapat dilakukan di muka
pengadilan.89
"Jaminan" merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu
kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur,
yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai
tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.
Hukum jaminan terbagi atas 2 (dua) yaitu jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan. Dan disini akan membahas mengenai jaminan kebendaan.
Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang
dijadilan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau
pembayaran utang apabila debitur melakukan cidera janji (wanprestasi).
Didalam jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang menjadi
objek jaminan sehingga didalam praktek jaminan kebendaan lebih disukai
daripada jaminan perorangan karena sifat-sifatnya yang lebih
8
9
Syamsyudin M Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tata nusa, Jakarta, 2012 hal 387
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta,2009,hal 66
Hal 118
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
menguntungkan pihak kreditur.
Sifat-sifat itu adalah;
1. Dapat dipertahankan terhadap siapapun,
2. Mengikuti bendanya dimanapun benda itu berada (droit de suite),
3. Mempunyai hak didahulukan (droit de preference),
4. Dapat dialihkan
5. Mengandung asas spesialitas.
Perusahaan yang sudah dinyatakan pailit, dan memiliki beberapa kreditur,
salah satu krediturnya adalah kreditur pemegang hak Tanggungan yang
berkedudukan sebagai Kreditur Separatis yang piutangnya tersebut mendapat
jaminan berupa Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda benda yang berkaitan dengan
Tanah, selanjutnya disebut UUHT, menyebutkan Hak Tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, selanjutnya disebut UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untung pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain.
Dalam pengurusan dan pemberesan harta pail it dalam suatu kepailitan,
kreditur pemegang hak tanggungan di berikan kemudahan dalam pelunasan utang
berdasarkan Pasal 21 UUHT. "Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit,
Pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang
diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini." Hal ini didukung oleh Pasal
20 Undang-Undang ini yang menyatakan jika debitur cidera janji maka kreditur
pemegang Hak Tanggungan dapat mengeksekusi langsung yaitu dengan menjual
Hal 119
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
objek Hak Tanggungan secara title Eksekutorial.
Namun jika melihat Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan:"Dengan
tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57,
dan Pasal 58, setiap Kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggugan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya
seolah-olah tidak teijadi kepailitan." Pasal ini memberikan kemudahan bagi kreditur
pemegang hak namun harus tetap memperhatikan Pasal 56, yang memberikan
batasan-batasan dalam melakukan eksekusi yaitu dengan adanya masa penangguhan
selama 90 hari. Dengan adanya batasan yang terdapat pada pasal tersebut tentu maka
kreditur pemegang Hak Tanggungan tidak dapat melaksanakan haknya dengan
mudah karena tanah yang menjadi jaminan atas piutang harus ditangguhkan selama
90 hari.
Apabila dilihat dari Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan menyebutkan
bahwa : "Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,
kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) harus
melaksanakan Haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan
setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 178 ayat
(1). Jika dalam kurun waktu yang diberikan kepada pemegang hak tanggungan untuk
mengeksekusi haknya belum juga terlaksana, maka akan di ambil alih oleh kurator.
Dengan demikian kreditur pemegang hak tanggungan yang diutamakan pembayaran
atau pelunasan utangnya yaitu dalam melaksanakan hak-haknya dibatasi. Hal ini
menyebabkan adanya konflik norma, yaitu antara Undang-Undang Hak Tanggungan
dengan Undang-Undang Kepailitan.
Dengan melihat hal ini penulis tertarik menulis tentang : Bagaimana
Kedudukan Hukum Pemegang hak tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan
Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang Undangan DiIndonesia.
Hal 120
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
B. PEMBAHASAN
Perkembangan hukum di Indonesia khususnya nukiun yang mengatur tentang
Hak Tanggungan diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia.
Peraturan tersebut diperlukan didalam pembangunan dibidang lembaga hak jaminan
yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
berkepentingan serta peningkatan perlindungan pemegang hak tanggungan,
perlindungan terhadap pemegang hak tanggungan dimaksudkan untuk menjamin hak
pemegang hak tanggungan dan menjamiuin pelunasan piutangnya.
Pada dasarnya seseorang kreditur yang meminta jaminan dari pihak debitur
yang diikat dengan hak tanggungan dengan alasan apabila teijadi wanprestasi (ingkar
janji) dari pihak debitur, kreditur akan cepat memperoleh piutangnya kembali cukup
dengan membawa sertifikat hak tanggungan yang memakai irah-irah "Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", sudah langsung dapat melakukan eksekusi
kepada Ketua Pengadilan Negeri diwilayah mana objek Hak Tanggungan itu berada.
Diikatnya petjanjian antara pihak debitur dan kreditur dengan hak tanggungan
tidak lain dimaksudkan untuk dapat mempermudah eksekusi benda jaminan dalam
proses pengembalian piutang kreditur oleh debitur. Eksekusi hak tanggungan
merupakan sarana untuk percepatan proses pengembalian hutang debitur.
Peraturan tentang Hak Tanggungan di Indonesia diatur dalam UUHT. UndangUnd§ng ini bertujuan untuk memberikan kedudukan yang lebih kuat kepada para
pihak dalam peijanjian penjaminan dan suatu kepastian hukum yang lebih besar
mengenai hak-hak mereka. Undang-Undang ini mempunyai peranan yang sangat
penting, karena dengan adanya lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan dapat
melindungi kepentingan para pihak dan pada akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Pitlo memberikan perumusan tentang zekerheidsrechten sebagai: hak (een
fecfit) yang memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik daripada
Hal 121
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
kreditur-kreditur lain.10 Jadi antara kreditur yang mempunyai hak jaminan dengan
kreditur yang tidak mempunyai hak jaminan, kelebihannya adalah kedudukan yang
lebih baik bagi yang mempunyai jaminan dalam upayanya untuk memperoleh
pemenuhan atau pelunasan utangnya dibandingkan dengan kreditur yang tidak
mempunyai hak jaminan.
Hak jaminan memberikan suatu kedudukan yang lebih baik kepada kreditur
yang mempetjanjikannya. Lebih baik di sini diukur dari kreditur- kreditur yang tidak
mempeijanjikan jaminan khusus, yaitu kreditur konkuren, yang pada asasnya
berkedudukan sama tinggi, sehingga mereka harus bersaing untuk mendapatkan
pelunasan atas hasil eksekusi harta debitur. Di samping itu, hak jaminan kebendaan
juga memberikan kemudahan kepada kreditur yang bersangkutan untuk mengambil
pelunasan, karena kepada kreditur diberikan hak parate eksekusi 11
Pada Pasal 1132 KUHPerdata terdapat persamaan kedudukan antar kreditur,
karena dikatakan semua barang-barang menjadi jaminan bersama bagi semua
kreditur, ini berarti bahwa semua kreditur dijamin dengan benda-benda yang sama
milik debitur, seperti yang tersebut pada Pasal 1131 KUHPerdata yaitu segala
barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Namun pada kalimat terakhir Pasal 1132 KUHPerdata persamaan antar
kreditur bisa teijadi penyimpangan karena adanya hak mendahulukan dengan alasanalasan sah untuk didahulukan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya hak
jaminan tidak memberikan jaminan, bahwa utangnya akan dilunasi, tetapi hal ini
hanya memberikan kedudukan yang lebih baik dalam penagihannya, daripada
kreditur yang tidak memegang hak jaminan.
Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur
kedudukan yang kebih baik, karena: Hak jaminan kebendaan adalah hak yang
memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang kebih baik, karena:
10
11
J Satrio, Hukum Jaminan, Hak hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti Bandung,2012
J Satrio dalam Rahmadi usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 hal 334
Hal 122
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
1. Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas
tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu
milik debitur
2. Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat
kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu
tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan
baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada
kreditur untuk melunasi hutang- hutangnya adalah karena benda yang dipakai
sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat
manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah
menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan.12
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT merupakan salah satu
perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh kreditur pemegang Hak
Tanggungan. Hal tersebut didasarkan kepada janji yang diberikan oleh pemberi Hak
Tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak
untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan
persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnyamengambil pelunasan
piutang dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditur lainnya. Sisa hasil
penjualan tetap menjadi hak pemberi hak tanggungan.
Hak Tanggunganl tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh suatu
perjanjian antara debitur dan kreditur, yaitu peijanjian utang-piutang. Sedangkan
menurut ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan nampaknya memang
mengakui kedudukan separatis dari kreditur pemegang Hak Tanggungan tetapi ini
akan menjadi bertentangan setelah melihat ketentuan Pasal 56 ayat (1) yaitu hak
kreditur sebagai mana dimaksud pada Pasal 55 ayat (1) yaitu dapat mengeksekusi
benda yang menjadi jaminan seolah-olah tidak teijadi kepailitan, namun benda yang
menjadi jaminan akan ditangguhkan selama 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan
pernyataan pailit diucapkan.
Sikap undang-undang yang demikian itu, merupakan sikap yang meruntuhkan
sendi-sendi hukum Hak Jaminan, sehingga hal itu lebih lanjut telah membuat tidak
12
J Satrio, Op cit , 12
Hal 123
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
ada artinya penciptaan lembaga hak jaminan di dalam hukum perdata dan membuat
kaburnya konsep dan tujuan hak jaminan itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, sehubungan dengan debitur pailit seharusnya sebagai
kreditur pemegang hak tanggungan dengan adanya hak separatis yang dimilikinya
tetap dapat melaksanakan eksekusi bahwa seolah-olah tidak teijadi kepailitan. Tetapi
apabila debitur pailit maka kreditur pemegang hak tanggungan tetap tidak dapat
melaksanakan haknya sebagaimana mestinya
Undang-Undang Kepailitan memiliki konsep yang kabur tentang kedudukan
kreditur pemegang hak tanggungan. Disatu sisi mengakui adanya hak separatis
kreditur pemegang hak tanggungan, namun disisi lain mengurangi hak separatis
tersebut dengan penagguhan pelaksanaan hak sebagaimana yang disebutkan pada
pasal 56 Undang undang Kepailitan.
C. KESIMPULAN
Pemegang Hak Tanggungan mcmiliki kedudukan yang lebih teijamin dari
kreditur lainnya, dimana dapat langsung melaksanakan eksekusi sesuai dengan yang
telah dipeijanjikan pada saat membuat peijanjian utang-piutang dengan jaminan.
Pemegang hak tanggungan dalam kepailitan memiliki kedudukan sebagai kreditur
separatis, namun Undang-Undang Kepailitan memiliki konsep yang kabur mengenai
kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan. Di satu sisi mengakui adanya
kedudukan kreditur separatis namun di sisi lain membuat kedudukan kreditur ini
menjadi lemah,yaitu dengan adanya penangguhan benda yang menjadi jaminan.
Dalam hal hasil penjualan objek hak tanggungan tidak dapat menutupi utang, maka
kreditur pemegang hak tanggungan dapat mengajukan pelunasan utang kepada
kurator dari harta pailit sebagai kreditur konkuren. Dengan demikian kedudukan
kreditur pemegang hak tanggungan berubah menjadi kreditur konkuren.
Hal 124
Jurnal Ilmu Hukum, Volume 7, Nomor 2, Oktober, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Aco Nur, Hukum Kepailitan, Perbuatan Melawan Hukum Debitor, PT. PILAR Yuris
Ultima, Jakarta 2015.
Gunawan Widjaja, Risiki Hukum dan Bisnis Perusahaan Pailit, Forum Sahabat,
Jakarta, 2009.
J Satrio, Hukum Jaminan, Hak hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti Bandung,
2012
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta,2009.
Syamsyudin M Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tata nusa, Jakarta, 2012.
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Griya Media Salatiga, 2011.
Hal 125
Download