INTERLEUKIN-10

advertisement
N Sari dkk.
Peran IL-2, IL-10 dan TNFα pada kusta
Tinjauan Pustaka
PERAN INTERLEUKIN-2 (IL-2), INTERLEUKIN-10 (IL-10) DAN
TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α)
PADA PENYAKIT KUSTA
Ninda Sari, Muh. Dali Amiruddin, Safruddin Amin, A.M Adam,
Widyawati Djamaluddin, Sri Vitayani
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
FK Universitas Hasanuddin/RS Dr.Wahidin Sudirohusodo, Makassar
ABSTRAK
Kusta merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, suatu
parasit intrasitoplasmik makrofag dan sel-sel Schwann. Penyakit ini ditandai oleh spektrum bentuk klinis
yang luas tergantung pada respons imun pasien, terutama respons imun seluler. Pasien-pasien kusta
tuberkuloid memiliki sistem imunitas seluler yang baik terhadap M. leprae untuk membatasi pertumbuhan
bakteri, membentuk granuloma tuberkuloid dan destruksi M. leprae. Studi-studi sebelumnya telah
menunjukkan pada lesi-lesi kusta tuberkuloid lebih banyak ditemukan Thelper-1 (Th-1) yang mensekresi
sitokin-sitokin tipe 1, meliputi interleukin-2 (IL-2), tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interferon-g (IFN-g).
IL-2 berfungsi untuk ekspansi klonal sel-sel T yang telah teraktifasi, sedangkan TNF-α autokrin bekerja
secara sinergis untuk mempertahankan pola sitokin dari sel Th-1. Kebalikannya, lesi-lesi kulit pasien-pasien
lepromatous menunjukkan peningkatan produksi sitokin-sitokin Th-2 (IL-4, IL-5 dan IL-10), penurunan
produksi sitokin-sitokin Th-1 dan sitokin-sitokin makrofag (TNF-α dan IL-1β). IL-10 akan menekan produksi
IL-12. Sitokin-sitokin juga berperan dalam patogenesis reaksi, terutama sitokin-sitokin pro-inflamasi, seperti
TNF-α. Peningkatan TNF-α tergantung beratnya reaksi yang terjadi. (MDVI 2013; 40/1:35-40)
Kata kunci: kusta, respons imunologik, sitokin
ABSTRACT
Leprosy is a chronic infectious disease caused by bacillus Mycobacterium leprae, an intracytoplasmic
parasite of macrophages and Schwann cells. It is characterized by a broad spectrum of clinical form depending on
the patient’s immune responsse, in particular cell-mediated immune responsse. Tuberculoid leprosy patients mount
strong cell-mediated immunity to M. leprae that limits bacterial growth, formation of tuberculoid granuloma and
destruction of M. leprae. Earlier studies demonstrated that tuberculoid leprosy lesions predominantly contain
Thelper-1 (Th-1) that secrete type 1 cytokines, including interleukin-2 (IL-2), tumor necrosis factor-α (TNF-α) and
interferon-g (IFN-g). IL-2 induces clonal expansion of activated T cells, while autocrinous form macrophage tumor
necrosis factor-a (TNF- a) production acts synergically working for Th1 pattern maintenance. In contrast,
lepromatous skin lesion showed an increased production of Thelper-2 (Th-2) cytokines (IL-4, IL-5, and IL-10),
decreased production of Th-1 cytokines and macrophage cytokines (TNF-α and IL-1β). Cytokines also play a role in
the pathogenesis of reactions, especially the pro-inflammatory cytokines, such as TNF-α. Increased TNF-α consisten
to the severity of reaction. (MDVI 2013; 40/1:35-40)
Keywords: leprosy, immunological responsse, cytokines
Korespondensi:
Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11
Tamalanrea – Makassar
Telp. 0411-582353
Email: [email protected]
35
MDVI
Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 35-40
PENDAHULUAN
RESPONS IMUN PADA PENYAKIT KUSTA
Kusta merupakan penyakit infeksi granulomatosa
kronis, disebabkan oleh M. leprae, patogen yang bersifat
obligat intraselular, terutama menyerang saraf perifer dan
kulit, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
meliputi mata, saluran pernapasan, limfonodus, otot,
tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat.1-5 Respons
imunologi terhadap M. leprae tidak hanya untuk menentukan perjalanan penyakit, tetapi juga menentukan tipe
kusta yang akan bermanifestasi.5-8 Pasien-pasien kusta
tuberkuloid mampu membatasi pertumbuhan patogen dan
respons jumlah sel T yang kuat terhadap M. leprae, ditandai
oleh produksi sitokin-sitokin sel T-helper-1 (Th-1),9 yang
membentuk granuloma tuberkuloid berkaitan dengan
imunitas protektif dan destruktif M.leprae.10 Kebalikannya, pasien-pasien kusta lepromatosa menunjukkan
respons sel T yang lemah terhadap M. leprae. Lesi-lesi
tersebut mengekspresikan sitokin-sitokin sel Th-2 (IL-4,
IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-10), yang berperan untuk
produksi antibodi, inhibisi fungsi makrofag (terbentuk
granuloma makrofag), dan supresi sistem imunitas seluler
(SIS), sehingga memungkinkan basil intraselulear bermultiplikasi.5,10-15
Dinamika respons imun alamiah pada kusta dapat
dipahami dengan mengetahui hubungan antibodi spesifik
M. leprae dan sekresi berbagai sitokin yaitu (IFN-, IL-2,
IL-5, IL-10, IL-6, TNF-α dan granulocyte–macrophage
colony-stimulating factor atau GM-CSF pada pasien
kusta.16 Sitokin IFN-γ dan TNF-α bersifat imunoprotektif,
sedangkan IL-2, IL-10, dan IL-1β bersifat imunosupresif
terhadap M. leprae.7 Makalah ini akan menitikberatkan
pada IL-2, IL-10 dan TNF-α serta perannya pada kusta.
M. leprae diduga masuk ke dalam tubuh melalui
hidung, kemudian menyebar ke kulit dan saraf melalui
sirkulasi.4 Tiga target utama invasi M. leprae yaitu
jaringan saraf perifer (sel-sel Schwann), pembuluhpembuluh darah kecil (sel-sel endothelial dan perisit) dan
sistem monosit-makrofag.18
Pada tahap proteksi awal, mekanisme non spesifik
terutama oleh peran monosit yang berperan sebagai sel
fagosit.19 Selain monosit, respons terhadap infeksi juga
meningkatkan produksi neutrofil dari sumsum tulang.
Produksi neutrofil diinduksi oleh sitokin CSF. Neutrofil
memfagosit mikroba yang ada di dalam sirkulasi maupun
mikroba di dalam jaringan ekstravaskular yang hanya
bertahan beberapa jam, dan menghasilkan lisis parsial.20
Monosit dalam sirkulasi bertahan hingga lima hari, namun
sel-sel monosit dapat bermigrasi ke jaringan konektif dan
bertahan selama beberapa bulan sebagai histiosit.18
Sebagian basil yang lolos akan ikut bersama monosit
di dalam aliran darah. Selama berada dalam monosit,
kuman tersebut bahkan dapat bereplikasi (Troyan horse
phenomen), dan masuk ke berbagai organ.19 Monosit yang
terstimulasi ini berdiferensiasi menjadi makrofag dengan
aktifitas energetik yang tinggi, mampu membentuk sel-sel
epiteloid pada kusta TT dan sel-sel lepra atau virchowcytes
pada LL. Makrofag-makrofag teraktifasi pada kusta TT juga
mampu memfagositosis basil intraneural. Makrofag juga
berperan sebagai antigen presenting cell (APC) baik pada
respons imunitas selular dan humoral.18
Basil-basil yang keluar dari monosit yang mati dan
pecah, akan menginvasi sel-sel Schwann dan masuk ke
dalam vakuola-vakuola fagositik (fagosom), sehingga dapat
bermultiplikasi dan terlindungi dari antibodi maupun
makrofag.19 Namun, M. leprae juga dapat meninggalkan
tempat persembunyiannya dan masuk ke jaringan perineural,
sehingga akhirnya terbentuk granuloma epiteloid atau
lepromatosa. Sel-sel Schwann tidak memiliki enzim
lisosomal untuk menghancurkan bakteri, sehingga basil M.
leprae dapat bertahan untuk waktu yang lama.18
Makrofag-makrofag fagositik pada kusta tipe TT
(Mitsuda-positif) dapat menghancurkan semua basil,
sehingga memberikan informasi antigen yang diekspresikan pada permukaan (mayor histocompatibility)
MHC kelas II, yang dipresentasikan oleh APC, dan
menginduksi imunitas selular (melibatkan sel Th-1 yang
mensekresi IL-2 dan IFN-). Makrofag yang mengandung
basil M. leprae akan menginduksi perkembangan sel-sel
epiteloid. Pada pasien kusta LL (Mitsuda-negatif), makrofagmakrofag fagositik menghasilkan lisis bakteri parsial.
Fosfolipid bakteri ditelan masuk dalam vakuola sitoplasmik,
menghasilkan sel-sel lepra atau virchowcytes. Selama fase
awal, tidak ada stimulasi imun yang berperan. Dugaan
bahwa disfungsi mitokondria dari makrofag “Mitsudanegatif” menyebabkan produksi radikal bebas berlebihan
Spektrum klinis-imunologik kusta. Bagan ini menunjukkan gambaran
keadaan imunitas host yang diukur dengan limfosit T dan respons
antibodi terhadap M.leprae.17
36
N Sari dkk.
Peran IL-2, IL-10 dan TNFα pada kusta
dan depresi fosfolipase lisosomal. Pada fase lanjut kusta
lepromatosa, makrofag-makrofag lain dapat memfagosit
virchowcytes, sehingga memberikan informasi neoantigenik yang terekspresikan pada MHC kelas II,
merangsang APC baru, mensekresi IL-4 dan menstimulasi
imunitas humoral.18
M.leprae difagositosis oleh “makrofag mitsudapositif” dapat dihancurkan secara sempurna; informasi
antigenik normal dapat diperolah dan diekspresikan oleh
permukaan sel. Adanya MHC kelas II, sel-sel APC dapat
mensekresikan IL-12 dan menstimulasi sel Th-1 (CD4+)
yang akhirnya akan memproduksi IL-2 dan IFN-.
Makrofag-makrofag baru lalu teraktifasi dan menjadi selsel epitheloid. Namun, saat MHC kelas I terlibat, sel-sel
limfosit T-sitotoksik (CD8+) dapat beraksi pada
makrofag-makrofag lain untuk mengeliminasi organisme
dengan cara apoptosis.18
Pasien-pasien mitsuda-negatif hanya dapat terjadi lisis
parsial dan fosfolipid bakteri tetap ada. Sel-sel lepra atau
virchowcytes muncul dan difagositosis oleh makrofag
lainnya; pada jalur ini, new antigen presenting cells
(NAPCs) dengan modifikasi informasi antigenik dapat
terlihat, dan menstimulasi imunitas humoral. Mekanisme
ini dapat menjelaskan reaksi eritema nodosum (ENL)/
reaksi tipe 2 dan tipe 3 (fenomena Lucio) pada kusta LL.18
Imunitas dual pada kusta. M.leprae yang sama dapat
mengekspresikan antigen “normal” dan “predigesti”.
APCs normal dapat terbentuk, imunitas selular dapat
berkembang dan berakhir menjadi kusta TT pada pasienpasien mitsuda-positif. Sedangkan pada pasien-pasien
mitsuda-negatif, NAPCs muncul, imunitas humoral
terstimulasi, reaksi tipe 2 (ENL) dan tipe 3 (fenomena
Lucio) dapat terjadi. Kedua mekanisme tersebut melibatkan sitokin-sitokin yang berbeda.18
PERAN IL-2, IL-10 DAN TNF-α
PADA PENYAKIT KUSTA
Respons imun seluler merupakan aspek penting
dalam resistensi pejamu terhadap infeksi mikobakterial.12
Hipotesis mengatakan bahwa spektrum klinis kusta
menunjukkan keseimbangan antara Th-1 dan Th-2.21
Terdapat regulasi silang antara kedua subset sel Th, yaitu
sitokin-sitokin Th-1 akan menekan sel-sel Th-2 dan
sebaliknya.5,9,11 Respons sel T terhadap mikobakteria akan
mengaktivasi dan menyebabkan proliferasi sel-sel Th-1
dan melepaskan IL-2.22 IL-2 menstimulasi ekspansi sel-sel
Th-2 dan sel-sel NK pada lesi,5 sehingga menghasilkan
peningkatan produksi IFN-.23 IFN- akan mengaktivasi
makrofag, sehingga mensekresi IL-2.12,24 Keberadaan IL-2
dapat memacu SIS terhadap patogen intraselular pada
kusta tuberkuloid.12 Pada kusta lepromatous selama
progresi penyakit terjadi yang sebaliknya.25
Awalnya IL-10 dianggap sebagai faktor yang
disekresi oleh sel-sel Th-2 dan akan menghambat sintesis
sitokin dan proliferasi sel-sel Th-1. Namun, monosit juga
menjadi sumber utama sitokin ini.26,27 Keseimbangan
antara monosit penghasil IL-12 dan IL-10 penting untuk
hasil akhir respons sitokin sel T.27 Beberapa sel Th-1
manusia juga ada yang menghasilkan IL-10, yang
merupakan sitokin anti-inflamasi. Fungsi sel-sel Th-1
manusia bersifat heterogen, beberapa berfungsi sebagai
pro-inflamasi dan yang lain sebagai anti-inflamasi.22
Kekuatan ekspresi IL-12 dan lemahnya ekspresi IL-10
pada lesi-lesi TT terjadi akibat lepasnya IFN- lokal.
37
MDVI
Sekresi IL-12 oleh monosit akan memperkuat jalur
sitokin Th-1. Hal ini terlihat dari kemampuan IFN-
memproduksi IL-12 lebih rendah pada pasien-pasien
kusta LL dibandingkan pasien-pasien TT dan kontrol
normal. Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut maka
lesi-lesi LL menunjukkan ekspresi IL-10 yang kuat tetapi
ekspresi IL-12 dan IFN- yang lemah,27 sehingga IL-10
berperan untuk induksi dan/atau mempertahankan
keadaan anergi pasien kusta tipe lepromatosa.28
TNF-α merupakan sitokin kunci yang terlibat dalam
respons pejamu melawan berbagai patogen, termasuk
mikobakteria.26,29 Sitokin ini berperan sebagai proinflamasi,12,26 untuk aktivasi makrofag12,30 dan formasi
granuloma dalam mencegah perluasan infeksi mikobakteria.26,30 TNF-α berlawanan dengan kadar IL-2
(antagonis).25 Produksi TNF-α yang berlebih pada kusta
tipe TT dan BT, menunjukkan bahwa sitokin ini dapat
mencegah terjadinya bentuk yang lebih parah dari
penyakit kusta.28
TNF-α juga merupakan salah satu sitokin yang
secara aktif diproduksi oleh sel-sel polimorfonuklear
(PMN) in vitro. Migrasi PMN ke lokasi inflamasi sangat
berkaitan dengan konsentrasi kemoatraktan lokal dan
ekspresi molekul adhesi in situ. Lipopolisakarida (LPS)
mikobakteria yang merupakan penginduksi utama
monosit, juga dapat menstimulasi neutrofil untuk
memproduksi TNF-α. Sel-sel T tampaknya secara parsial
terlibat dalam perekrutan neutrofil-neutrofil dan mempengaruhi fungsi efektor PMN di lokasi infeksi.31 TNF-α
merupakan sitokin yang penting untuk pembentukan
granuloma, yang merupakan gambaran patologis dasar
pada kusta di kulit dan saraf, serta untuk pergerakan
leukosit selama inflamasi.6 Peningkatan rasio TNF-α/IL10 berperan untuk mengendalikan invasi dan replikasi
mikobakteria.26 Rasio TNF-α/IL-10 yang lebih tinggi
berkaitan dengan prognosis yang lebih baik.32
Model untuk respons protektif atau patologik terhadap M.leprae.26
Kadar TNF-α dalam serum pasien kusta akan
menurun setelah pemberian multi-drug therapy (MDT)
sesuai dengan penurunan jumlah bakteri. Penurunan
38
Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 35-40
produksi sitokin ini dapat terlihat dari lesi kulit pasien
kusta TT setelah MDT,33 tetapi akan tetap tinggi pada
kusta TT yang tidak diobati.26 Kusta LL/BL yang telah
diterapi selama enam bulan tidak menunjukkan perubahan
yang bermakna. Perlu ditekankan bahwa defek imunitas
selular spesifik pada pasien LL bersifat permanen dan
tidak dapat dikembalikan dengan pengobatan.33
Reaksi kusta juga berkaitan dengan perubahanperubahan aktivitas sitokin,34 terutama sitokin-sitokin proinflamasi misalnya TNF-α.7,33 Inflamasi pada reaksi
reversal (RR) terjadi akibat peningkatan proliferasi sel T
terhadap antigen-antigen M. leprae,5 peningkatan produksi IL-1β, IL-2, TNF-α dan IFN-, serta penurunan
kadar IL-4, IL-5 dan IL-10.6,10 Hal ini menunjukkan
peningkatan respons imunitas seluler terhadap M. leprae.35
TNF-α akan meningkat oleh induksi IFN- dan mekanisme
autokrin (autoregulasi).6 Sitokin ini juga berperan penting
dalam proses inflamasi (episode reaksi) dan kerusakan
jaringan dan saraf (induksi apoptosis).9 Kadar TNF-α
dalam serum meningkat sesuai keparahan penyakit pada
reaksi tipe I dan tipe II.25
Hasil studi Manandhar dkk. menunjukkan bahwa
sel-sel mononuklear darah perifer dari pasien-pasien kusta
dengan RR yang tidak diobati secara bermakna memiliki
kadar TNF-α yang lebih tinggi dibandingkan pasien kusta
tanpa reaksi. Umumnya IFN- dan TNF-α pada pasien
dengan RR menurun selama terapi steroid, namun kadar
TNF-α meningkat apabila dosis steroid diturunkan. Kadar
IL-10 juga meningkat selama periode terapi steroid dan
sangat berkaitan dengan kadar TNF-α. Peningkatan IL-10
merupakan koreksi alamiah untuk episode inflamasi.6
Hasil studi lainnya oleh Faber dkk menunjukkan
peningkatan TNF-α pada empat dari tujuh pasien kusta
dengan reaksi.36
Berbagai bukti menyatakan bahwa TNF-α
berperan penting dalam patogenesis eritema nodosum
leprosum (ENL). Kadar sitokin ini meningkat akibat
pelepasan TNF-α secara spontan oleh sel-sel mononuklear
darah perifer dan stimulasi komponen dinding sel M.
leprae.37 Tidak ditemukan korelasi antara gejala sistemik
dengan kadar TNF-α. Dapat disimpulkan bahwa TNF-α
berperan dalam reaksi kusta, baik secara langsung
maupun secara sinergik bersama sitokin lainnya.38
Rekurensi episode reaksi dapat terjadi karena infeksi lain
misalnya abses gigi atau periodontal, sehingga meningkatkan sitokin-sitokin di antaranya TNF-α.35
Kadar IL-2 dan TNF-α yang tinggi berhubungan
dengan relaps kusta tipe borderline lepromatous
(BL)/lepromatous (LL) menjadi tipe tuberkuloid (TT)/
borderline tuberculoid (BT). Sedangkan pada kusta tipe
TT/BT yang relaps menjadi tipe BL/LL, terjadi peningkatan
produksi sitokin-sitokin Th-2 (IL-4, IL-5, IL-6, IL-10).39
Kadar IL-10 yang tinggi juga berkaitan dengan reaktivasi.36
N Sari dkk.
Peran IL-2, IL-10 dan TNFα pada kusta
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Bryceson A, Pfalzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. London:
Churchill livingstone; 2002.
Rea TH, Modin RL. Leprosy. Dalam: Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke7. New York: McGraw-Hill Medical; 2008. h.1786-96
Amiruddin MD, Hakim Z, Darwis E. Diagnosis penyakit
kusta. Dalam: Sjamsoe-Daili EM, Menaldi SL, Ismiarto
SP, Nilasari H, eds. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2003. p.12-32
Walker SL, Lockwood DNJ. The clinical and immunological
features of leprosy. Br Med Bull 2006; 1-19
Lockwood DNJ. Leprosy. In: Burn T, Breathnach S, Cox
N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology.
Edisi ke-7. USA: Blackwell Science; 2004. p.29.1-21
Manandhar R, Shrestha N, Butlin CR, Roche PW. High
levels of inflammatory cytokines are associated with poor
clinical responsse to steroid treatment and recurrent
episodes of type 1 reactions in leprosy. Clin Exp Immunol.
2002; 128: 333–8
Moubasher AEA, Kamel NA, Zedan H, Raheem DEA.
Cytokines in leprosy, I. Serum cytokine profile in leprosy.
Int J Dermatol. 1998; 37: 733-40
Sinsimer D, Fallows D, Peixoto B, Krahenbuhl J, Kaplan
G, Manca C. Mycobacterium leprae actively modulates
the cytokine responsse in naïve human monocytes. Infect
Immun. 2010; 78: 293-300
Misra N, Murtaza A, Walker B, Narayan NPS, Misra RS,
Ramesh V. Cytokine profile of circulating T cells of
leprosy patients reflects both indiscriminate and polarized
T-helper subsets: T-helper phenotype is stable and
uninfluenced by related antigens of Mycobacterium
leprae. Immunology 1995; 86: 97-103
Job CK. Nerve in Reversal Reaction. Indian J Lepr. 1996; 68:
43-7
Belgaumkar VA, Gokhale NR, Mahajan PM, Bharadwaj
R, Pandit DP, Deshpande S. Circulating cytokine profiles
in leprosy patients. Lepr Rev. 2007; 78: 223-30
Kang TJ, Yeum CE, Kim BC, You EY, Chae GT.
Differential production of interleukin-10 and interleukin12 in mononuclear cells from patients with Toll-like
receptor 2 mutation. Immunology. 2004; 112: 674-80
Quiroga MF, Martinez GJ, Pasquinelli V, Costas MA,
Bracco MM, et al. Activation of signaling lymphocytic
activation molecule triggers a signaling cascade that
enhances Th1 responsses in human intracellular infection.
J Immunol. 2004; 173: 4120-9
Schlienger K, Uvemura K, Jullien D, Sieling PA, Rea TH,
et al. B7-1, but not CD28, is crucial for the maintenance of
the CD41 T cell responsses in human leprosy. J Immunol
1998; 161: 2407-13
Steinbrink K, Graulich E, Kubsch S, Knop J, Enk AH.
CD41 and CD81 anergic T cells induced by interleukin10–treated human dendritic cells display antigen-specific
suppressor activity. Blood. 2002; 99: 2468-76
Hussain R, Kifayet A, Dojki M, Dockrell HM. Selective
correlation of interferon-, tumour necrosis factor-α and
granulocyte macrophage colony-stimulating factor with
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
immunoglobulin G1 and immunoglobulin G3 subclass
antibody in leprosy. Immunology. 1999; 98: 238-43
Ramos-e-Silva M, Ribeirode Castro MC. Mycobacterial
Infections. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds.
Dermatology. Edisi ke-2. London: Mosby; 2003. p.114-52
Abulafia J, Vignale RA. Leprosy: pathogenesis updated.
Int J Dermatol. 1999; 38: 321-34
Tarigan EA, Lubis SR. Imunologi penyakit kusta. BIKKK
2007; 19: 125-9
Abbas AK, Lichtman AH. Basic Immunology: functions
and disorders of the immune system. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2006. p.21-121
Sampaio EP, Sarno EN. Expression and cytokine secretion
in the state of immune reactivation in leprosy. Braz J Med
Biol Res. 1998; 31: 69-76
Katsikis PD, Cohen SBA, Londei M, Feldmann M. Int
Immunol. 1995; 7: 1287-94
Franceschi DSA, Mazini PS, Rudnick CC, Sell AM,
Tsuneto LT, et al. Influence of TNF and IL 10 gene
polymorphisms in the immunopathogenesis of leprosy in
the South of Brazil. Int J Infect Dis. 2009; 13: 493-8
Ohyama H, Kato N, Takeuchi K, Soga Y, Uemura Y, et al.
Monocytes of distinct clinical type of leprosy are
differentially activated by cross-linking class II HLA
molecules to secrete IL-12. APMIS. 2004; 112: 271-4
Gupta A, Sharma VK, Vohra H, Ganguly NK. Inhibiton of
apoptosis by ionomycin and zinc in peripheral
mononuclear cells (PBMC) of leprosy patients. Clin Exp
Immunol. 1999; 117: 56-62
Lima MC, Pereira GM, Rumjanek FD, Gomes HM,
Duppre N, et al. Immunological cytokine correlates of
protective immunity and pathogenesis in leprosy. Scand J
Immunol. 2000; 51: 419-28
Libraty DH, Airan LE, Uyemura K, Jullien D, Spellberg
B, Rea TH. Interferon- differentially regulates interleukin-12 and interleukin-10 production in leprosy. J Clin
Invest. 1997; 99: 336-41
Santos AR, Suffys PN, Vanderborght PR, Moraes MO,
Vieira LM, et al. Role of Tumor Necrosis Factor-α and
Interleukin-10 promoter gene polymorphisms in leprosy. J
Infect Dis. 2002; 186: 1687-91
Fortes A, Pereira K, Antas PRZ, Franken CL, Dalcolmo
M, et al. Detection of in vitro interferon- and serum
tumour necrosis factor-α in multidrug-resistant tuberculosis patients. Clin Exp Immunol. 2005; 141: 541-8
Antas PRZ, Sales JS, Pereira KC, Oliveira EB, Cunha KS.
Patterns of intracellular cytokines in CD4 and CD8 T cells
from patients with mycobacterial infections. Braz J Med
Biol. Res 2004; 37: 1119-29
Oliveira RB, Moraes MO, Oliveira EB, Sarno EN, Nery
JAC, Sampaio EP. Neutrophils isolated from leprosy
patients release TNF-α and exhibit accelerated apoptosis
in vitro. J Leukoc Biol. 1999; 65: 364-71
Moraes MO, Pacheco AG, Schonkeren JJM, Vanderborght PR,
Nery JAC, et al. Interleukin-10 promoter single-nucleotide
polymorphisms as markers for disease susceptibility and
disease severity in leprosy. Genes Immun. 2004; 5: 592-5
Moubasher AEA, Kamel NA, Zedan H, Raheem DEA.
Cytokines in leprosy, II. Effect of treatment on serum
cytokines in leprosy. Int J Dermatol. 1998; 37: 741-6
39
MDVI
34. Iyer A, Hatta M, Usman R, Luiten S, Oskam L, et al.
Serum levels of interferon-, tumour necrosis factor-α,
soluble interleukin-6R and soluble cell activation markers
for monitoring responsse to treatment of leprosy reactions.
Clin Exp Immunol. 2007; 150: 210-6
35. Motta ACF, Furini RB, Simao JCL, Ferreira MAN,
Komesu MC, Foss NT. The Recurrence of Leprosy
Reactional episodes could be associated with oral chronic
infections and expression of serum IL-1, TNF-α, IL-6,
IFN-γ and IL-10. Braz Dent J. 2010; 21(2): 158-64
36. Faber WR, Iyer AM, Fajardo TT, Dekker T, Villahermosa
LG, et al. Serial measurement of serum cytokines, cytokine
40
Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 35-40
receptors and neopterin in leprosy patients with reversal
reactions. Lepr Rev. 2004; 75: 274-81
37. Faber ER, Jensema AJ, Goldschmidt WFM. Treatment of
recurrent erythema nodosum leprosum with infliximab. N
Engl J Med. 2006; 355: 739
38. Sarno EN, Grau GE, Vieira LMM, Nery JA. Serum levels of
tumour necrosis factor-alpha and interleukin-lβ during leprosy
reactional states. Clin Exp Immunol. 1991; 84: 103-8.
39. Kaimal S, Thappa DM. Relapse in leprosy. Indian J
Dermatol Venereol Leprol. 2009; 75: 126-34
Download