N Sari dkk. Peran IL-2, IL-10 dan TNFα pada kusta Tinjauan Pustaka PERAN INTERLEUKIN-2 (IL-2), INTERLEUKIN-10 (IL-10) DAN TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA PENYAKIT KUSTA Ninda Sari, Muh. Dali Amiruddin, Safruddin Amin, A.M Adam, Widyawati Djamaluddin, Sri Vitayani Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK Universitas Hasanuddin/RS Dr.Wahidin Sudirohusodo, Makassar ABSTRAK Kusta merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, suatu parasit intrasitoplasmik makrofag dan sel-sel Schwann. Penyakit ini ditandai oleh spektrum bentuk klinis yang luas tergantung pada respons imun pasien, terutama respons imun seluler. Pasien-pasien kusta tuberkuloid memiliki sistem imunitas seluler yang baik terhadap M. leprae untuk membatasi pertumbuhan bakteri, membentuk granuloma tuberkuloid dan destruksi M. leprae. Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan pada lesi-lesi kusta tuberkuloid lebih banyak ditemukan Thelper-1 (Th-1) yang mensekresi sitokin-sitokin tipe 1, meliputi interleukin-2 (IL-2), tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interferon-g (IFN-g). IL-2 berfungsi untuk ekspansi klonal sel-sel T yang telah teraktifasi, sedangkan TNF-α autokrin bekerja secara sinergis untuk mempertahankan pola sitokin dari sel Th-1. Kebalikannya, lesi-lesi kulit pasien-pasien lepromatous menunjukkan peningkatan produksi sitokin-sitokin Th-2 (IL-4, IL-5 dan IL-10), penurunan produksi sitokin-sitokin Th-1 dan sitokin-sitokin makrofag (TNF-α dan IL-1β). IL-10 akan menekan produksi IL-12. Sitokin-sitokin juga berperan dalam patogenesis reaksi, terutama sitokin-sitokin pro-inflamasi, seperti TNF-α. Peningkatan TNF-α tergantung beratnya reaksi yang terjadi. (MDVI 2013; 40/1:35-40) Kata kunci: kusta, respons imunologik, sitokin ABSTRACT Leprosy is a chronic infectious disease caused by bacillus Mycobacterium leprae, an intracytoplasmic parasite of macrophages and Schwann cells. It is characterized by a broad spectrum of clinical form depending on the patient’s immune responsse, in particular cell-mediated immune responsse. Tuberculoid leprosy patients mount strong cell-mediated immunity to M. leprae that limits bacterial growth, formation of tuberculoid granuloma and destruction of M. leprae. Earlier studies demonstrated that tuberculoid leprosy lesions predominantly contain Thelper-1 (Th-1) that secrete type 1 cytokines, including interleukin-2 (IL-2), tumor necrosis factor-α (TNF-α) and interferon-g (IFN-g). IL-2 induces clonal expansion of activated T cells, while autocrinous form macrophage tumor necrosis factor-a (TNF- a) production acts synergically working for Th1 pattern maintenance. In contrast, lepromatous skin lesion showed an increased production of Thelper-2 (Th-2) cytokines (IL-4, IL-5, and IL-10), decreased production of Th-1 cytokines and macrophage cytokines (TNF-α and IL-1β). Cytokines also play a role in the pathogenesis of reactions, especially the pro-inflammatory cytokines, such as TNF-α. Increased TNF-α consisten to the severity of reaction. (MDVI 2013; 40/1:35-40) Keywords: leprosy, immunological responsse, cytokines Korespondensi: Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11 Tamalanrea – Makassar Telp. 0411-582353 Email: [email protected] 35 MDVI Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 35-40 PENDAHULUAN RESPONS IMUN PADA PENYAKIT KUSTA Kusta merupakan penyakit infeksi granulomatosa kronis, disebabkan oleh M. leprae, patogen yang bersifat obligat intraselular, terutama menyerang saraf perifer dan kulit, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya meliputi mata, saluran pernapasan, limfonodus, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat.1-5 Respons imunologi terhadap M. leprae tidak hanya untuk menentukan perjalanan penyakit, tetapi juga menentukan tipe kusta yang akan bermanifestasi.5-8 Pasien-pasien kusta tuberkuloid mampu membatasi pertumbuhan patogen dan respons jumlah sel T yang kuat terhadap M. leprae, ditandai oleh produksi sitokin-sitokin sel T-helper-1 (Th-1),9 yang membentuk granuloma tuberkuloid berkaitan dengan imunitas protektif dan destruktif M.leprae.10 Kebalikannya, pasien-pasien kusta lepromatosa menunjukkan respons sel T yang lemah terhadap M. leprae. Lesi-lesi tersebut mengekspresikan sitokin-sitokin sel Th-2 (IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-10), yang berperan untuk produksi antibodi, inhibisi fungsi makrofag (terbentuk granuloma makrofag), dan supresi sistem imunitas seluler (SIS), sehingga memungkinkan basil intraselulear bermultiplikasi.5,10-15 Dinamika respons imun alamiah pada kusta dapat dipahami dengan mengetahui hubungan antibodi spesifik M. leprae dan sekresi berbagai sitokin yaitu (IFN-, IL-2, IL-5, IL-10, IL-6, TNF-α dan granulocyte–macrophage colony-stimulating factor atau GM-CSF pada pasien kusta.16 Sitokin IFN-γ dan TNF-α bersifat imunoprotektif, sedangkan IL-2, IL-10, dan IL-1β bersifat imunosupresif terhadap M. leprae.7 Makalah ini akan menitikberatkan pada IL-2, IL-10 dan TNF-α serta perannya pada kusta. M. leprae diduga masuk ke dalam tubuh melalui hidung, kemudian menyebar ke kulit dan saraf melalui sirkulasi.4 Tiga target utama invasi M. leprae yaitu jaringan saraf perifer (sel-sel Schwann), pembuluhpembuluh darah kecil (sel-sel endothelial dan perisit) dan sistem monosit-makrofag.18 Pada tahap proteksi awal, mekanisme non spesifik terutama oleh peran monosit yang berperan sebagai sel fagosit.19 Selain monosit, respons terhadap infeksi juga meningkatkan produksi neutrofil dari sumsum tulang. Produksi neutrofil diinduksi oleh sitokin CSF. Neutrofil memfagosit mikroba yang ada di dalam sirkulasi maupun mikroba di dalam jaringan ekstravaskular yang hanya bertahan beberapa jam, dan menghasilkan lisis parsial.20 Monosit dalam sirkulasi bertahan hingga lima hari, namun sel-sel monosit dapat bermigrasi ke jaringan konektif dan bertahan selama beberapa bulan sebagai histiosit.18 Sebagian basil yang lolos akan ikut bersama monosit di dalam aliran darah. Selama berada dalam monosit, kuman tersebut bahkan dapat bereplikasi (Troyan horse phenomen), dan masuk ke berbagai organ.19 Monosit yang terstimulasi ini berdiferensiasi menjadi makrofag dengan aktifitas energetik yang tinggi, mampu membentuk sel-sel epiteloid pada kusta TT dan sel-sel lepra atau virchowcytes pada LL. Makrofag-makrofag teraktifasi pada kusta TT juga mampu memfagositosis basil intraneural. Makrofag juga berperan sebagai antigen presenting cell (APC) baik pada respons imunitas selular dan humoral.18 Basil-basil yang keluar dari monosit yang mati dan pecah, akan menginvasi sel-sel Schwann dan masuk ke dalam vakuola-vakuola fagositik (fagosom), sehingga dapat bermultiplikasi dan terlindungi dari antibodi maupun makrofag.19 Namun, M. leprae juga dapat meninggalkan tempat persembunyiannya dan masuk ke jaringan perineural, sehingga akhirnya terbentuk granuloma epiteloid atau lepromatosa. Sel-sel Schwann tidak memiliki enzim lisosomal untuk menghancurkan bakteri, sehingga basil M. leprae dapat bertahan untuk waktu yang lama.18 Makrofag-makrofag fagositik pada kusta tipe TT (Mitsuda-positif) dapat menghancurkan semua basil, sehingga memberikan informasi antigen yang diekspresikan pada permukaan (mayor histocompatibility) MHC kelas II, yang dipresentasikan oleh APC, dan menginduksi imunitas selular (melibatkan sel Th-1 yang mensekresi IL-2 dan IFN-). Makrofag yang mengandung basil M. leprae akan menginduksi perkembangan sel-sel epiteloid. Pada pasien kusta LL (Mitsuda-negatif), makrofagmakrofag fagositik menghasilkan lisis bakteri parsial. Fosfolipid bakteri ditelan masuk dalam vakuola sitoplasmik, menghasilkan sel-sel lepra atau virchowcytes. Selama fase awal, tidak ada stimulasi imun yang berperan. Dugaan bahwa disfungsi mitokondria dari makrofag “Mitsudanegatif” menyebabkan produksi radikal bebas berlebihan Spektrum klinis-imunologik kusta. Bagan ini menunjukkan gambaran keadaan imunitas host yang diukur dengan limfosit T dan respons antibodi terhadap M.leprae.17 36 N Sari dkk. Peran IL-2, IL-10 dan TNFα pada kusta dan depresi fosfolipase lisosomal. Pada fase lanjut kusta lepromatosa, makrofag-makrofag lain dapat memfagosit virchowcytes, sehingga memberikan informasi neoantigenik yang terekspresikan pada MHC kelas II, merangsang APC baru, mensekresi IL-4 dan menstimulasi imunitas humoral.18 M.leprae difagositosis oleh “makrofag mitsudapositif” dapat dihancurkan secara sempurna; informasi antigenik normal dapat diperolah dan diekspresikan oleh permukaan sel. Adanya MHC kelas II, sel-sel APC dapat mensekresikan IL-12 dan menstimulasi sel Th-1 (CD4+) yang akhirnya akan memproduksi IL-2 dan IFN-. Makrofag-makrofag baru lalu teraktifasi dan menjadi selsel epitheloid. Namun, saat MHC kelas I terlibat, sel-sel limfosit T-sitotoksik (CD8+) dapat beraksi pada makrofag-makrofag lain untuk mengeliminasi organisme dengan cara apoptosis.18 Pasien-pasien mitsuda-negatif hanya dapat terjadi lisis parsial dan fosfolipid bakteri tetap ada. Sel-sel lepra atau virchowcytes muncul dan difagositosis oleh makrofag lainnya; pada jalur ini, new antigen presenting cells (NAPCs) dengan modifikasi informasi antigenik dapat terlihat, dan menstimulasi imunitas humoral. Mekanisme ini dapat menjelaskan reaksi eritema nodosum (ENL)/ reaksi tipe 2 dan tipe 3 (fenomena Lucio) pada kusta LL.18 Imunitas dual pada kusta. M.leprae yang sama dapat mengekspresikan antigen “normal” dan “predigesti”. APCs normal dapat terbentuk, imunitas selular dapat berkembang dan berakhir menjadi kusta TT pada pasienpasien mitsuda-positif. Sedangkan pada pasien-pasien mitsuda-negatif, NAPCs muncul, imunitas humoral terstimulasi, reaksi tipe 2 (ENL) dan tipe 3 (fenomena Lucio) dapat terjadi. Kedua mekanisme tersebut melibatkan sitokin-sitokin yang berbeda.18 PERAN IL-2, IL-10 DAN TNF-α PADA PENYAKIT KUSTA Respons imun seluler merupakan aspek penting dalam resistensi pejamu terhadap infeksi mikobakterial.12 Hipotesis mengatakan bahwa spektrum klinis kusta menunjukkan keseimbangan antara Th-1 dan Th-2.21 Terdapat regulasi silang antara kedua subset sel Th, yaitu sitokin-sitokin Th-1 akan menekan sel-sel Th-2 dan sebaliknya.5,9,11 Respons sel T terhadap mikobakteria akan mengaktivasi dan menyebabkan proliferasi sel-sel Th-1 dan melepaskan IL-2.22 IL-2 menstimulasi ekspansi sel-sel Th-2 dan sel-sel NK pada lesi,5 sehingga menghasilkan peningkatan produksi IFN-.23 IFN- akan mengaktivasi makrofag, sehingga mensekresi IL-2.12,24 Keberadaan IL-2 dapat memacu SIS terhadap patogen intraselular pada kusta tuberkuloid.12 Pada kusta lepromatous selama progresi penyakit terjadi yang sebaliknya.25 Awalnya IL-10 dianggap sebagai faktor yang disekresi oleh sel-sel Th-2 dan akan menghambat sintesis sitokin dan proliferasi sel-sel Th-1. Namun, monosit juga menjadi sumber utama sitokin ini.26,27 Keseimbangan antara monosit penghasil IL-12 dan IL-10 penting untuk hasil akhir respons sitokin sel T.27 Beberapa sel Th-1 manusia juga ada yang menghasilkan IL-10, yang merupakan sitokin anti-inflamasi. Fungsi sel-sel Th-1 manusia bersifat heterogen, beberapa berfungsi sebagai pro-inflamasi dan yang lain sebagai anti-inflamasi.22 Kekuatan ekspresi IL-12 dan lemahnya ekspresi IL-10 pada lesi-lesi TT terjadi akibat lepasnya IFN- lokal. 37 MDVI Sekresi IL-12 oleh monosit akan memperkuat jalur sitokin Th-1. Hal ini terlihat dari kemampuan IFN- memproduksi IL-12 lebih rendah pada pasien-pasien kusta LL dibandingkan pasien-pasien TT dan kontrol normal. Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut maka lesi-lesi LL menunjukkan ekspresi IL-10 yang kuat tetapi ekspresi IL-12 dan IFN- yang lemah,27 sehingga IL-10 berperan untuk induksi dan/atau mempertahankan keadaan anergi pasien kusta tipe lepromatosa.28 TNF-α merupakan sitokin kunci yang terlibat dalam respons pejamu melawan berbagai patogen, termasuk mikobakteria.26,29 Sitokin ini berperan sebagai proinflamasi,12,26 untuk aktivasi makrofag12,30 dan formasi granuloma dalam mencegah perluasan infeksi mikobakteria.26,30 TNF-α berlawanan dengan kadar IL-2 (antagonis).25 Produksi TNF-α yang berlebih pada kusta tipe TT dan BT, menunjukkan bahwa sitokin ini dapat mencegah terjadinya bentuk yang lebih parah dari penyakit kusta.28 TNF-α juga merupakan salah satu sitokin yang secara aktif diproduksi oleh sel-sel polimorfonuklear (PMN) in vitro. Migrasi PMN ke lokasi inflamasi sangat berkaitan dengan konsentrasi kemoatraktan lokal dan ekspresi molekul adhesi in situ. Lipopolisakarida (LPS) mikobakteria yang merupakan penginduksi utama monosit, juga dapat menstimulasi neutrofil untuk memproduksi TNF-α. Sel-sel T tampaknya secara parsial terlibat dalam perekrutan neutrofil-neutrofil dan mempengaruhi fungsi efektor PMN di lokasi infeksi.31 TNF-α merupakan sitokin yang penting untuk pembentukan granuloma, yang merupakan gambaran patologis dasar pada kusta di kulit dan saraf, serta untuk pergerakan leukosit selama inflamasi.6 Peningkatan rasio TNF-α/IL10 berperan untuk mengendalikan invasi dan replikasi mikobakteria.26 Rasio TNF-α/IL-10 yang lebih tinggi berkaitan dengan prognosis yang lebih baik.32 Model untuk respons protektif atau patologik terhadap M.leprae.26 Kadar TNF-α dalam serum pasien kusta akan menurun setelah pemberian multi-drug therapy (MDT) sesuai dengan penurunan jumlah bakteri. Penurunan 38 Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 35-40 produksi sitokin ini dapat terlihat dari lesi kulit pasien kusta TT setelah MDT,33 tetapi akan tetap tinggi pada kusta TT yang tidak diobati.26 Kusta LL/BL yang telah diterapi selama enam bulan tidak menunjukkan perubahan yang bermakna. Perlu ditekankan bahwa defek imunitas selular spesifik pada pasien LL bersifat permanen dan tidak dapat dikembalikan dengan pengobatan.33 Reaksi kusta juga berkaitan dengan perubahanperubahan aktivitas sitokin,34 terutama sitokin-sitokin proinflamasi misalnya TNF-α.7,33 Inflamasi pada reaksi reversal (RR) terjadi akibat peningkatan proliferasi sel T terhadap antigen-antigen M. leprae,5 peningkatan produksi IL-1β, IL-2, TNF-α dan IFN-, serta penurunan kadar IL-4, IL-5 dan IL-10.6,10 Hal ini menunjukkan peningkatan respons imunitas seluler terhadap M. leprae.35 TNF-α akan meningkat oleh induksi IFN- dan mekanisme autokrin (autoregulasi).6 Sitokin ini juga berperan penting dalam proses inflamasi (episode reaksi) dan kerusakan jaringan dan saraf (induksi apoptosis).9 Kadar TNF-α dalam serum meningkat sesuai keparahan penyakit pada reaksi tipe I dan tipe II.25 Hasil studi Manandhar dkk. menunjukkan bahwa sel-sel mononuklear darah perifer dari pasien-pasien kusta dengan RR yang tidak diobati secara bermakna memiliki kadar TNF-α yang lebih tinggi dibandingkan pasien kusta tanpa reaksi. Umumnya IFN- dan TNF-α pada pasien dengan RR menurun selama terapi steroid, namun kadar TNF-α meningkat apabila dosis steroid diturunkan. Kadar IL-10 juga meningkat selama periode terapi steroid dan sangat berkaitan dengan kadar TNF-α. Peningkatan IL-10 merupakan koreksi alamiah untuk episode inflamasi.6 Hasil studi lainnya oleh Faber dkk menunjukkan peningkatan TNF-α pada empat dari tujuh pasien kusta dengan reaksi.36 Berbagai bukti menyatakan bahwa TNF-α berperan penting dalam patogenesis eritema nodosum leprosum (ENL). Kadar sitokin ini meningkat akibat pelepasan TNF-α secara spontan oleh sel-sel mononuklear darah perifer dan stimulasi komponen dinding sel M. leprae.37 Tidak ditemukan korelasi antara gejala sistemik dengan kadar TNF-α. Dapat disimpulkan bahwa TNF-α berperan dalam reaksi kusta, baik secara langsung maupun secara sinergik bersama sitokin lainnya.38 Rekurensi episode reaksi dapat terjadi karena infeksi lain misalnya abses gigi atau periodontal, sehingga meningkatkan sitokin-sitokin di antaranya TNF-α.35 Kadar IL-2 dan TNF-α yang tinggi berhubungan dengan relaps kusta tipe borderline lepromatous (BL)/lepromatous (LL) menjadi tipe tuberkuloid (TT)/ borderline tuberculoid (BT). Sedangkan pada kusta tipe TT/BT yang relaps menjadi tipe BL/LL, terjadi peningkatan produksi sitokin-sitokin Th-2 (IL-4, IL-5, IL-6, IL-10).39 Kadar IL-10 yang tinggi juga berkaitan dengan reaktivasi.36 N Sari dkk. Peran IL-2, IL-10 dan TNFα pada kusta DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Bryceson A, Pfalzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. London: Churchill livingstone; 2002. Rea TH, Modin RL. Leprosy. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke7. New York: McGraw-Hill Medical; 2008. h.1786-96 Amiruddin MD, Hakim Z, Darwis E. Diagnosis penyakit kusta. Dalam: Sjamsoe-Daili EM, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, eds. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. p.12-32 Walker SL, Lockwood DNJ. The clinical and immunological features of leprosy. Br Med Bull 2006; 1-19 Lockwood DNJ. Leprosy. In: Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-7. USA: Blackwell Science; 2004. p.29.1-21 Manandhar R, Shrestha N, Butlin CR, Roche PW. High levels of inflammatory cytokines are associated with poor clinical responsse to steroid treatment and recurrent episodes of type 1 reactions in leprosy. Clin Exp Immunol. 2002; 128: 333–8 Moubasher AEA, Kamel NA, Zedan H, Raheem DEA. Cytokines in leprosy, I. Serum cytokine profile in leprosy. Int J Dermatol. 1998; 37: 733-40 Sinsimer D, Fallows D, Peixoto B, Krahenbuhl J, Kaplan G, Manca C. Mycobacterium leprae actively modulates the cytokine responsse in naïve human monocytes. Infect Immun. 2010; 78: 293-300 Misra N, Murtaza A, Walker B, Narayan NPS, Misra RS, Ramesh V. Cytokine profile of circulating T cells of leprosy patients reflects both indiscriminate and polarized T-helper subsets: T-helper phenotype is stable and uninfluenced by related antigens of Mycobacterium leprae. Immunology 1995; 86: 97-103 Job CK. Nerve in Reversal Reaction. Indian J Lepr. 1996; 68: 43-7 Belgaumkar VA, Gokhale NR, Mahajan PM, Bharadwaj R, Pandit DP, Deshpande S. Circulating cytokine profiles in leprosy patients. Lepr Rev. 2007; 78: 223-30 Kang TJ, Yeum CE, Kim BC, You EY, Chae GT. Differential production of interleukin-10 and interleukin12 in mononuclear cells from patients with Toll-like receptor 2 mutation. Immunology. 2004; 112: 674-80 Quiroga MF, Martinez GJ, Pasquinelli V, Costas MA, Bracco MM, et al. Activation of signaling lymphocytic activation molecule triggers a signaling cascade that enhances Th1 responsses in human intracellular infection. J Immunol. 2004; 173: 4120-9 Schlienger K, Uvemura K, Jullien D, Sieling PA, Rea TH, et al. B7-1, but not CD28, is crucial for the maintenance of the CD41 T cell responsses in human leprosy. J Immunol 1998; 161: 2407-13 Steinbrink K, Graulich E, Kubsch S, Knop J, Enk AH. CD41 and CD81 anergic T cells induced by interleukin10–treated human dendritic cells display antigen-specific suppressor activity. Blood. 2002; 99: 2468-76 Hussain R, Kifayet A, Dojki M, Dockrell HM. Selective correlation of interferon-, tumour necrosis factor-α and granulocyte macrophage colony-stimulating factor with 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. immunoglobulin G1 and immunoglobulin G3 subclass antibody in leprosy. Immunology. 1999; 98: 238-43 Ramos-e-Silva M, Ribeirode Castro MC. Mycobacterial Infections. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology. Edisi ke-2. London: Mosby; 2003. p.114-52 Abulafia J, Vignale RA. Leprosy: pathogenesis updated. Int J Dermatol. 1999; 38: 321-34 Tarigan EA, Lubis SR. Imunologi penyakit kusta. BIKKK 2007; 19: 125-9 Abbas AK, Lichtman AH. Basic Immunology: functions and disorders of the immune system. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p.21-121 Sampaio EP, Sarno EN. Expression and cytokine secretion in the state of immune reactivation in leprosy. Braz J Med Biol Res. 1998; 31: 69-76 Katsikis PD, Cohen SBA, Londei M, Feldmann M. Int Immunol. 1995; 7: 1287-94 Franceschi DSA, Mazini PS, Rudnick CC, Sell AM, Tsuneto LT, et al. Influence of TNF and IL 10 gene polymorphisms in the immunopathogenesis of leprosy in the South of Brazil. Int J Infect Dis. 2009; 13: 493-8 Ohyama H, Kato N, Takeuchi K, Soga Y, Uemura Y, et al. Monocytes of distinct clinical type of leprosy are differentially activated by cross-linking class II HLA molecules to secrete IL-12. APMIS. 2004; 112: 271-4 Gupta A, Sharma VK, Vohra H, Ganguly NK. Inhibiton of apoptosis by ionomycin and zinc in peripheral mononuclear cells (PBMC) of leprosy patients. Clin Exp Immunol. 1999; 117: 56-62 Lima MC, Pereira GM, Rumjanek FD, Gomes HM, Duppre N, et al. Immunological cytokine correlates of protective immunity and pathogenesis in leprosy. Scand J Immunol. 2000; 51: 419-28 Libraty DH, Airan LE, Uyemura K, Jullien D, Spellberg B, Rea TH. Interferon- differentially regulates interleukin-12 and interleukin-10 production in leprosy. J Clin Invest. 1997; 99: 336-41 Santos AR, Suffys PN, Vanderborght PR, Moraes MO, Vieira LM, et al. Role of Tumor Necrosis Factor-α and Interleukin-10 promoter gene polymorphisms in leprosy. J Infect Dis. 2002; 186: 1687-91 Fortes A, Pereira K, Antas PRZ, Franken CL, Dalcolmo M, et al. Detection of in vitro interferon- and serum tumour necrosis factor-α in multidrug-resistant tuberculosis patients. Clin Exp Immunol. 2005; 141: 541-8 Antas PRZ, Sales JS, Pereira KC, Oliveira EB, Cunha KS. Patterns of intracellular cytokines in CD4 and CD8 T cells from patients with mycobacterial infections. Braz J Med Biol. Res 2004; 37: 1119-29 Oliveira RB, Moraes MO, Oliveira EB, Sarno EN, Nery JAC, Sampaio EP. Neutrophils isolated from leprosy patients release TNF-α and exhibit accelerated apoptosis in vitro. J Leukoc Biol. 1999; 65: 364-71 Moraes MO, Pacheco AG, Schonkeren JJM, Vanderborght PR, Nery JAC, et al. Interleukin-10 promoter single-nucleotide polymorphisms as markers for disease susceptibility and disease severity in leprosy. Genes Immun. 2004; 5: 592-5 Moubasher AEA, Kamel NA, Zedan H, Raheem DEA. Cytokines in leprosy, II. Effect of treatment on serum cytokines in leprosy. Int J Dermatol. 1998; 37: 741-6 39 MDVI 34. Iyer A, Hatta M, Usman R, Luiten S, Oskam L, et al. Serum levels of interferon-, tumour necrosis factor-α, soluble interleukin-6R and soluble cell activation markers for monitoring responsse to treatment of leprosy reactions. Clin Exp Immunol. 2007; 150: 210-6 35. Motta ACF, Furini RB, Simao JCL, Ferreira MAN, Komesu MC, Foss NT. The Recurrence of Leprosy Reactional episodes could be associated with oral chronic infections and expression of serum IL-1, TNF-α, IL-6, IFN-γ and IL-10. Braz Dent J. 2010; 21(2): 158-64 36. Faber WR, Iyer AM, Fajardo TT, Dekker T, Villahermosa LG, et al. Serial measurement of serum cytokines, cytokine 40 Vol. 40 No.1 Tahun 2013: 35-40 receptors and neopterin in leprosy patients with reversal reactions. Lepr Rev. 2004; 75: 274-81 37. Faber ER, Jensema AJ, Goldschmidt WFM. Treatment of recurrent erythema nodosum leprosum with infliximab. N Engl J Med. 2006; 355: 739 38. Sarno EN, Grau GE, Vieira LMM, Nery JA. Serum levels of tumour necrosis factor-alpha and interleukin-lβ during leprosy reactional states. Clin Exp Immunol. 1991; 84: 103-8. 39. Kaimal S, Thappa DM. Relapse in leprosy. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009; 75: 126-34