Pengertian Manajemen Kurikulum PAUD

advertisement
BAB 1
Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)
Pada awalnya, hanya lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak yang mengalami
perkembangan pesat di Indonesia hingga penghujung 1999. Mulai tahun 2003 hingga
penghujung 2008, tepatnya semenjak disahkannya UU No. 20 tahun 2003 lembaga
PAUD, mulai dari TK/ RA, KB dan TPA mulai berkembang pesat, tidak hanya
menjamur di daerah-daerah perkotaan saja, tetapi sampai ke sudut-sudut
perkampungan.
Disisi lain, animo masyarakat sangat tinggi untuk mendidik buah hatinya sejak
dini. Terlebih lagi dengan dipublikasikannya hasil-hasil temuan di bidang
neurosciences dan psikologi, yang menyatakan bahwa perkambangan otak anak
pada usia 0-6 tahun mencapai 80% dari keseluruhan perkembangan otaknya.
Sayangnya, pertumbuhan dan perkembangan PAUD yang sedemikian pesat
tersebut tidak diimbangi dengan pola manajemen atau pengelolaan yang profesional.
Manajemen yang selama ini dijalankan oleh lembaga pendidikan tersebut dilakukan
secara serabutan.Praktik-praktik manajemen yang semrawut tersebut sebenarnya
bukan jadi rahasia lagi. Walaupun demikian, kita tidak boleh membiarkan praktik
manajemen tersebut berlama-lama meracuni lembaga anak bangsa tersebut.
A. Pengertian Manajemen PAUD
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola, memimpin atau
mengarahkan. Kata manajemen memang lebih akrab di dunia ekonomi-bisnis jika
dibandingkan dengan manajemen pendidikan. Bahkan, beberapa pihak mensinyalir
bahawa manajemen pendidikan sebenarnya mengadopsi manajemen dari dunia
ekonomi-bisnis.
Kata manajemen dalam konteks pendidikan sedikit berbeda. Manajemen dalam
dunia pendidikan objeknya manusia dengan segenap kompetensinya. Tujuan dalam
manajemen pendidikan adalah mengatur efisiensi dan efektivitas perputaran ilmu
pengetahuan agar dapat ditransformasilan kepada anak didk secara maksimum.
Dengan adanya pengaturan atau pengelolaan ini, diharapkan setiap intansi atau
lembaga-termasuk lemabaga PAUD- dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Adapun pendidikan, pendidikan adalah proses interaksi antara pendidik dan anak
didik dan atau lingkungan secara sadar, teratur, terencana dan sistematis guna
membantu pengembangan potensi anak-didik secara maksimal.
Sedangkan PAUD adalah singkatan dari Pendidikan Anak Usia Dini. Dari sini,
terdapat dua istilah, yakni pendidikan dan anak usia dini. Pengertian pendidikan telah
dijelaskan di atas. Sedangkan pengertian anak usia dini adalah anak yang berusia
antara 0-6tahun. Usia ini adalah usia yang ditetapkan dalam UU yang berlaku di
Indonesia.
Dari pengertian kata perkata manajemen PAUD sebagaimana dikemukakan di
atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan manajemen PAUD
adalah suatu upaya mengelola, mengatur dan atau mengarahkan proses interaksi
edukatif antara anak-didik dengan guru dan lingkungan secara teratur, terencana dan
tersistematiskan untuk mencapai tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
B. Tujuan Manajemen PAUD
Manajemen disini bertujuan agar PAUD mencapai tujuan sebagaimana yang telah
dicanangkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, kata kunci tujuan
manajemen PAUD adalah dua hal, yakni efektif dan efisien. Mari kita kaji lebih dalam
mengenai dua kata kunci manajemen –efektif dan efesien- tersebut.
1. Efektif
Kata “efektif” adalah kata yang bersifat umum, sehingga bisa digunakan dalam
konteks apa pun, termasuk dalam manajemen PAUD. Konsekuensinya, istilah
tersebut bisa dimaknai secara berbeda, menurut perspektif masing-masing.
Akibatnya, kata yang sama-efektif-bisa dimaknai secara berlainan oleh bidang yang
berlainan pula. Efektivitas dalam manajemen PAUD dapat dimaknai sebagai
terlaksananya semua program pendidikan dengan cara yang tepat serta melibatkan
seluruh komponen lembaga PAUD, sehingga tujuan PAUD secara organisatoris dapat
tercapai.
2. Efisien
Suatu kegiatan dikatakan efisien jika mampu menggunakan sumber daya seminimal
mungkin untuk mencapai hasil yang semaksimal mungkin. Dengan demikian, efisien
berusaha membandingkan antara input dengan output. Suatu kegiatan –termasuk
program-program pendidikan- dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara
optimal dengan penggunaan atau pemakaian biaya yang minimal. Efisien dalam
manajemen PAUD dapat diartikan sebagai upaya optimalisasi seluruh komponen
sumber daya yang guna mencapai tujuan kelembagaan PAUD semaksimal mungkin.
Jika pengertian efisien dalam manajemen PAUD ini digabungkan dengan
pengertian efektif dalam manajemen PAUD sebagaimana dibahas di atas, maka dapt
diartikan bahwa efektif dan efisien dalam manajemen PAUD merupakan
terlaksananya semua program PAUD secara tepat dan tercapainya semua tujuan
kelembagaan dengan optimalisasi sumber daya yang ada. Dari dua pengertian
tentang efektif dan efektivitas dalam manajemen PAUD di atas, maka tujuan
manajemen PAUD berusaha mengefektifkan langkah-langkah dalam mengambil
setiap keputusan sehingga tujuan lembaga dapat tercapai dengan mengefesiensikan
biaya-biaya pengeluaran, tetapi dengan hasil yang optimal.
Tetapi dalam praktiknya pengertian memahami tujuan manajemen PAUD secara
efektif dan efesien sebagaimana disebutkan diatas sulit diimplementasikan secara
operasional. Sebab, pengertian terlalu akademis dan agak sulit dijabarkan dalam
tindakan konkret.
C. Fungsi Manajemen PAUD
Secara umum, fungsi manajemen terdiri dari empat hal, yakni perencanaan,
pengorganisasian, pengen dalian atau kontrol dan pengawasan. Uraian-uraian berikut
ini akan membahas fungsi manajeman secara umum tersebut kemudian menariknya
ke dalam fungsi manajemen PAUD secara khusus.
1. Perencanaan
Rencana adalah pemikiran atau gagasan mengenai tindakan yang akan dilakukan
guna mencapai tujuan. Perencanaan sangat penting dalam setiap kegiatan, termasuk
penyelenggaraan PAUD. Berhasil tidaknya sebuah kegiatan tergantung pada matang
tidaknya sebuah perencanaan. Dengan demikian, kunci keberhasilan sebuah program
pendidikan, di tentukan oleh kematangan sebuah perencanaan.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pembagian tugas secara profesiona dengan
kemampuan masing-masing Sumber Daya dalam menjalankan tugasnya. Jadi, setiap
perencanaan harus diorganisasikan ke dalam lingkup-lingkup yang lebih kecil,
sehingga semua komponen PAUD mendapat tugas sesuai dengan kapasitasnya
masing-masing. Dengan pengorganisasian, sebuah perencanaan menjadi lebih
matang, sehingga kemungkinan berhasil lebih besar. Dan bahwa keberhasilan dalam
perencanaan sama halnya dengan merencanakan keberhasilan.
3. Kepemimpinan
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengantar seluruh komponen yang
terlibat untuk meraih tujuan bersama. Ia harus mampu menjadi motivator sekaligus
inspirator untuk kemajuan lembaga maupun organisasi yang dipimpinnya. Semua
tugas utama tersebut akan bermuara pada maju atau mundurnya sebuah lembaga
atau organisasi yang dipimpinnya.
Kepemimpinan lembaga PAUD harus menyeimbangkan antara kondisi lapangan
yang ada dengan inisiasi yang akan diusungnya serta rencana yang akan
dilakukannya. Untuk dapat menjalankan tugas ganda ini, seorang manajer atau
pemimpin lembaga PAUD harus mampu mendistribusikan pekerjaan-pekerjaan
kelembagaan kepada staf-staf yang ada dibawahnya secara tepat, sehingga semua
dapat ditangani oleh ahlinya masing-masing.
4. Pengawasan
Dalam konteks manajemen PAUD, maka pengawasan merupakan upaya kontrol
terhadap semua komponen kelembagaan PAUD dalam merealisasikan programprogram pembelajaran. Pengawasan disini lebih kepada motivasi, pengarahan, dan
membantu memecahkan kendala di lapangan, sehingga sebuah program
kelembagaan PAUD dapat berjalan secara mulus.
D. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen PAUD
Berikut ini akan dikemukakan mengenai empat prinsip dasar manajemen PAUD
secara umum.
1. Komitmen dan Ketegasan
Komitmen adalah kesanggupan untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan
penuh tanggung jawab. Dalam konteks manajemen lembaga PAUD, maka komitmen
lebih ditunjukan kepada kesanggupan manajer dan pemimpin PAUD dalam
memajukan lembaganya, guru dalam mendidik anak-anak, orang tua dalam
membantu mendidiknya, serta lingkungan masyarakat yang harus turut
mendukungnya.
Agar komitmen tersebut dapat tertanam kukuh dalam setiap hati semua
komponen PAUD, maka perlu adanya kesadaran dari masing-masing pihak bahwa
lembaga PAUD merupakan lembaga pendidikan yang mulia, karena lembaga ini
memegang berperan penting bagi pembentukan karakter anak bangsa.
2. Profesionalitas
Dalam konteks kelembagaan PAUd, profesionalitas dapat diartikan sebagai
kesesuaian antara landasan konseptual penyelenggaraan PAUD dengan praktik
penyelenggaraan PAUD. Kesesuaian tersebut menunjukan bahwa komponenkomponen kelembagaan PAUD mengetahui dengan persis landasan konseptual
penyelenggaraan, sehingga dapat mempraktikannya secara tepet.
3. Komunikasi dan Koordinasi
Dalam struktur kelembagaan yang demikian koordinasi sangat diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjalin komunikasi dan menyamakan persepsi antara yayasan
pendiri PAUD, kepala atau manager PAUD dan lain sebagainnya. Jika koordinasi ini
ditinggalkan, tidak menutup kemungkinan di dalam tubuh kelembagaan PAUD akan
sering terjadi miskonsepsi dan kesalahpahaman yang berakibat fatal bagi reputasi
lembaga. Tanpa adanya komunikasi dan koordinasi, manajemen sebaik apapun tidak
akan berhasil menjalankan roda kelembagaan PAUD.
4. Kompetisi
Kompetisi secara sehat harus dijadikan prinsip untuk menjalankan manajemen di
lembaga PAUD. Tanpa adanya iklim kompetisi yang sehat, sepertinya lembaga PAUD
akan sangat lamban mengalami kemajuan. Sebab, seluruh komponen PAUD tidak
mempunyai motivasi untuk berperan serta secara aktif dalam memajukan lembaga
PAUD tempatnya bernaung. Sebab, dengan pola ini maju-mundurnya lembaga PAUD
tidak tergantung semata-mata dengan pemimpinnya, tetapi telah menjadi tanggung
jawab bersama.
BAB 2
Manajemen Kurikulum PAUD
A. Pengertian Manajemen Kurikulum PAUD
Pengertian manajemen telah dibahas pada bagian terdahulu. Demikian pula
dengan kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan yang
mencakup tujuan , isi dan bahan belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(E. Mulyasa, 2002). Adapun mengenai pengertian PAUD juga telah dibahas. Dari
berbagai pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen kurikulum
PAUD merupakan pengelolaan secara efektif dan efisien terhadap seperangkat bahan
ajar yang harus dikuasai peserta didik, khususnya pada usia dini, yakni 0-6 tahun
untuk mencapai tumbuh kembang secara optimal.
Berikut adalah prinsip-prinsip manajemen kurikulum PAUD yang dimaksud (E.
Mulyasa, 2002).
1. Bersifat komprehensif. Kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang
meningkatkan perkembangan anak secara menyeluruh dalam berbagai aspek
perkembangan.
2. Dikembangkan atas dasar perkembangan secara bertahap. Kurikulum harus
menyediakan berbagai kegiatan dan interaksi yang tepat didasarkan pada usia
dan tahapan perkembangan setiap anak. Program menyediakan berbagai
sarana prasarana yang disesuaikan terhadap anak dengan berbagai
kemampuan.
3. Melibatkan orang tua. Keterlibatan orang tua sebagai pendidik utama bagi anak.
Oleh karena itu, peran orang tua dalam pelaksanaan pendidikan.
4. Melayani kebutuhan individu anak. Kurikulum dapat mewadahi kemampuan,
kebutuhan, dan minat setiap anak-didik.
5. Merefleksikan kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat. Kurikulum harus
memerhatikan kebutuhan setiap anak sebagai anggota dari keluarga dan nilainilai budaya suatu masyarakat setempat.
6. Mengembangkan standar kompetensi anak. Kurikulum harus dapat
mengembangkan kompetensi anak. Standar Kompetensi sebagai acuan dalam
menyiapkan lingkungan belajar anak.
7. Mewadahi layanan anak berkebutuhan khusus. Kurikulum yang dikembangkan
hendaknya memrhatikan semua anak termasuk anak-anak yang berkebutuhan
khusus.
8. Menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat. Kurikulum hendaknya
dapat menunjukan bagaimana membangun sinergi dengan keluarga dan
masyarakat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
9. Memerhatikan kesehatan dan keselamatan anak. Kurikulum yang dibangun
hendaknya memerhatikan aspek keamanan dan kesehatan anak saat anak
berada di sekolah.
10. Menjabarkan prosedur pengelolaan Lembaga. Kurikulum hendaknya dapat
menjabarkan dengan jelas prosedur manajemen atau pengelolaan lembaga
kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas.
11. Manajemen sumber Daya Manusia (SDM). Kurikulum hendaknya dapat
menggambarkan proses manajemen pembinaan sumber daya manusia yang
terlibat di lembaga.
12. Penyediaan Sarana dan Prasarana. Kurikulum dapat menggambarkan
penyediaan sarana dan prasarana yang dimiliki lembaga.
Tujuan pengelolaan kurikulum yang baik adalah pengelolaan yang bisa mengubah,
menambah, mengurangi dan memperbaiki. Kurikulum yang terkelola dengan baik
akan mudah dievaluasi. Kurikulum harus terusdievaluasi dan diperbaharui.
B. Manajemen Perencanaan Kurikulum
Dalam pengertian yang lebih sempit, kurikulum dapat dipandang senagai cara
untuk membantu guru memikirkan dan mengorganisasikan pengalaman anak-didik
untuk mencapai titik maksimum tumbuh kembang anak. Sebab, secara langsung anak
juga belajar dari pengalaman yang diciptakannya sendiri. Oleh karena itu, kurikulum
harus direncanakan mampu mencakup hal-hal yang teknis, seperti disiplin, aktivitas
kelompok maupun individu, istirahat, makan snack dan seluruh aspek kehidupan
lainnya yang berkaitan dengan edukasi. Atas dasar ini, maka perencanaan kurikulum
merupakan hal yang sangat esensial yang tidak boleh diabaikan pada setiap tipe
program PAUD.
C. Manajemen Pengembangan Kurikulum PAUD
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa model pendekatan.
Terdapat tiga model pendekatan yang relevan untuk pengembangan kurikulum
PAUD.Berikut ini adalah uraian lebi lanjut tentang pengembangan kurikulum PAUD.
1. Model Pendekatan Proses Pematangan (Maturational Models)
Pendekatan ini dikembangkan dari teori-teori temuan Gassel, Freud, dan Erikson.
Model pendekatan ini berasumsi bahwa setiap anak yang terlahir telah membawa sifat
bawaan berupa tingkah laku tertentu. Untuk dapat menggunakan model ini dalam
pengembangan kurikulum, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Aspek Administrasi
Secara administratif tata ruang, diperlukan ruang gerak untuk memberikan
mobilitas yang maksimum bagi perkembangan anak. Ruang gerak tersebut harus
dilengkapi dengan benda-benda mainan multidimensi yang bisa digunakan anak
untuk mengekspresikan bahasa, gerak, logika, seni estetika, dan lain sebagainya.
Dengan konsep ruang gerak yang demikian, dapat dipastikan anak akan mengalami
kematangan perkembangan pada seluruh aspek kehidupannya secara merata.
b. Aspek Pendidikan
Model pendekatan ini menghendaki pola heterogenitas dalam kelompok-kelompok
pembelajaran. Artinya, dalam setiap aktivitas permainan, anak-anak dikelola secara
kelompok berdasarkan usia dan kematangan perkembangan (homogen). Pola
pembelajaran melalui berbagai permainan harus disusun secara fleksibel agar dapat
memenuhi kebutuhan dan minat anak-didik.
c. Aspek Evaluasi Program
Program pembelajaran melalui berbagai permainan dengan model pendekatan
pematangan (maturational models), sebagaimana dikemukakan di atas dianggap
berhasil jika anak-didik memperoleh kemajuan dan pematangan dalam hal
perkembangan fisik, kognitif, sosial, moral dan spiritual.
2. Model Pendekatan Tingkah Laku Lingkungan
Pendekatan ini dikembangkan dari teori-teori temuan Skinner, Baer, Bijou dan
Bandura. Kurikulum sebagai inti pendidikan yang akan mengubah pola tingkah laku
anak-didik akan berhasil jika terjadi penguatan peristiwa yang terencana maupun yang
tidak terencana. Untuk dapat mengembangkan kurikulum dengan model pendekatan
ini, perlu diperhatikan komponen-komponen sebagai berikut:
a. Komponen Administratif
Model pembelajaran atau permainan diberikan dalam bentuk program-program
khusus sesuai sarana dan prasarana sebagaimana fungsinya, misalnya pembelajaran
seni, mengenal bentuk, bahasa, dan lain sebagainya. Staf dilingkungan PAUD,
disamping berfungsi sebagai administrator, juga dipergayakan untuk merencanakan
dan mengendalikan berbagai situasi lingkungan.
b. Komponen Pendidikan
Model pendekatan tingkah laku lingkungan dalam pengembangan kurikulum
menghendaki rancangan setiap aktivitas pembelajaran beriorentasi pada pencapaian
pembelajaran budaya secara khusus. Dengan konsep ini, setiap materi pembelajaran
yang sama atau jenis permainan yang sama mendorong semua anak untuk dapat
menguasainya secara optimal. Strategi pemberian motivasi dilakukan dengan
menggunakan sistem intensif.
c. Komponen Evaluasi Program
Pengembagan kurikulum dengan model pendekatan ini dianggap berhasil jika
anak-anak memiliki prestasi belajar secara khusus yang sering kali bersifat akademik,
seperti persiapan dan kematangan usia untuk memasuki sekolah selanjutnya, yakni
dari TPA ke KB, dan KB ke TK/RA, serta dari TK/RA ke SD.
3. Model Pendekatan Interaksi
Pendekatan ini dikembangkan dari teori-teori temuan Piaget. Model pendekatan
ini berasumsi bahwa perkembangan anak merupakan hasil perpaduan antara
hereditas dan pengaruh lingkungan. Untuk menggunakan model pendekatan ini
dalam mengembangkan kurikulum, perlu memerhatikan komponen-komponen
sebagai berikut.
a. Komponen Administratif
Pusat-pusat pembelajaran justru lebih dibatasi dibandingkan dengan model
pematangan, tetapi anak-anak dapat berinteraksi antara pusat pembelajaran yang
satu dengan pusat pembelajaran yang lain. Ruang gerak atau lingkungan yang berisi
benda multidimensi tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan anak pada bahanbahan konkret dan representatif.
b. Komponen Pendidikan
Kegiatan atau aktivitas pembelajaran maupun program-program pendidikan di
desain secara holistik. Konsep pendidikan holistik adalah sistem pembelajaran yang
menyeluruh. Pengelompokan anak dilakukan secara heterogen, yakni secara
beragam dari berbagai sudut pandang. Tetapi, anak-anak banyak belajar mendiri atau
bermaian secara individual. Konsep tersebut dimaksudkan untuk mencapai
penguasaan konsep yang bersifat temporal.
c. Komponen Evaluasi Program
Manajemen pengembangan kurikulum dengan model pendekatan tingkah laku
lingkungan ini dianggap berhasil jika anak-anak mencapai kemajuan dalam hal
tumbuh kembang secara fisik (tinggi badan, misalnya), bertambahnya pengetahuan
logika matematika, pengetahuan pembagian waktu secara temporal, dan cara
bersosialisasi dengan anak-anak yang lain.
D. Manajemen Kurikulum PAUD
Terdapat tiga bentuk kurikulum, yakni kurikulum nasioana, kurikulum mandiri atau
berciri khas khusus dan kurikulum plus.
Kurikulum nasional merupakan panduan atau acuan seluruh lembaga pendidikan
yang ada. Kurikulum ini disusun dan dikembangkan pemerintah melalui Pusat
Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum ini juga disepakati bersama
antara kalangan praktisi, akademis dan birokrasi. Biasanya, kurikulum nasional
disusun, ditelaah dan di tinjau kembali setiap 10 tahun sekali. Tetapi, dalam keadaan
tertentu bisa lebih cepat dari itu. Kurikulum semacam ini berlaku secara umum di
semua jenjang pendidikan, mulai dari PAUD,SD/MI, SMP/MTS/SMA/MA/SMK.
Sedangkan kurikulum mandiri atau kurikulum berciri khas khusus adalah
kurikulum nasional yang oleh lembaga pendidikan swasta- lembaga pendidikan yang
didirikan organisasi keagamaanmaupun masyarakat dan yayasan-telah
dikombinasikan sedemikian rupa, sehingga terdapat ciri khas yang khusus sesuai
dengan visi misi lembaga pendirinya. Tetapi, semua bentuk kurikulum berciri khas
khusus tersebut tetap menginduk pada kurikulum nasional.
Adapun mengenai kurikulum plus adalah kurikulum yang diadopsi atau “dibeli”
(franchas) dari dalam maupun luar negeri. Tetapi, dalam praktiknya kurikulum ini tetap
menyesuaikan dengan kondisi lokal keindonesiaan, yakni menginduk pada kurikulum
nasional. Nah, berikutnya akan dibahas mengenai manajemen ketiga bentuk
kurikulum tersebut.
1. Manajemen Kurikulum PAUD Nasional
Dalam konteks PAUD secara umum, kurikulum nasional hanya terdiri dari dua
bentuk, yakni kurikulum 1994 (kurikulum berbasis subjek mater) dan kurikulum 2004
(kurikulum berbasi kompetensi atau KBK) yang kemudian disempurnakan pada 2006,
menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun kurikulum untuk
jenjang PAUD yang baru berkembang beberapa tahun ini, belum sepenuhnya
menggunakan Kurikulum 2004 karena keterbatasan SDM dan sarana prasarana.
Walaupun semikian beberapa lembaga PAUD, khususnya di daerah-daerah
perkotaan telah menggunakan kurikulum 2004 dan sedikit mulai menerapkan
kurikulum KTSP.
Bagian ini tidak akan membahas mengenai pengelolaan kurikulum PAUD secara
mendalam dan detail, melainkan inti-inti gagasan manajemen kurikulumnya saja.
Berikut ini adalah inti manajemen kurikulum PAUD yang dimaksud.
a. Landasan, program, dan pengembangan Kegiatan Belajar Mengajar
Isi dari landasan dasar kelembagaan PAUD yang terpenting adalah atauran tentang
isi program pengajaran yang harus dilaksanakan dan dikembangkan pada masingmasing lembaga PAUD. Pada bagian akhir landasan ini dikemukakan mengenai
pengembangan kurikulum PAUD pada tingkat nasional, daerah dan sekolah.
b. Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Mengajar
Garis-Garis Besar Program Kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (GBPKB-PAUD),
secara umum tercantum pada naskah akademik PG-PAUD sebagaimana disebutkan
diatas. Jadi, pada intinya kedua garis-garis besar program belajar PAUD adalah sama,
yakni terdapat dalam GBPKB atau naskah akademik PG-PAUD. Sebab, isi dari
GBPKB PAUD tersebut tidak lain merupakan penjabaran dan perincian dari isi
program yang digambarkan secara umum.
GBPKB memuat sederet daftar kemampuan yang harus dicapai anak melalui
berbagai kegiatan pembelajaran, seperti bermain, bernyanyi dan bercerita. Berbagai
kemampuan yang terdaftar dalam GBPKB tersebut disusun secara sistematis,
disesuaikan dengan taraf perkembangan anak yang mencakup kemampuan
berbahasa, daya pikir, daya cipta, dan keterampilan atau ketangkasan fisik. Agar
semua taraf perkembangan anak tersebutdapat terakomodir dalam kegiatan
pembelajaran, maka pembelajaran dipetakan ke dalam tema dan alokasi waktu
secara efektif dan efisien.
1) Tema
Tema adalah topik kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu anak mencapai
taraf perkembangan tertentu. Misalnya, menambah pembendaharaan kata,
membedakan bentuk, mengenal warna dan lain sebagainya. Adapun tujuan
ditetapkannya tema adalah sebagai berikut:

Menyatukan isi program kegiatan belajar atau bermain dalam satu kesatuan
yang lebih spesifik.

Memperkaya pembendaharaan kata anak.

Mengenalkan bentuk-bentuk benda geometri pada anak.

Mengenalkan warna pada anak.

Menambah pengetahuan anak terhadap hal-hal tertentu.
2) Alokasi waktu
Alokasi waktu adalah durasi waktu (menit) yang diperlukan dalam setiap kegiatan
pembelajaran dan setiap tema yang diangkat. Setiap tema telah dialokasikan pada
tiap-tiap semester dalam satu tahun. Secara lebih detail, GBPKB-PAUD mengatur
penambahan atau pengurangan alokasi waktu pada tema-tema tertentu dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.




Mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan setempat. Sekadar
contoh, jika lokasi PAUD berdiri adalah lingkungan perkebunan atau
pertanian, maka tema pengenalan binatang dan tanaman bisa diperpanjang,
sedangkan tema pengenalan bentuk dan warna dapat dikurangi. Tetapi, jika
lingkungan PAUD adalah daerah perkotaan, maka pengenalan bentuk dan
warna yang lebih di perpanjang, sedangkan pengenalan hewan dan tanaman
dikurangi.
Hari efektif untuk masing-masing semester disesuaikan dengan kalender
pendidikan yang berlaku.
Alokasi waktu masing-masing tema dipindah.
Pemindahan tema tetap memproritaskan tercapainya taraf perkembangan
tertentu pada anak.
Khusus kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh guru PAUD, harus tetap
mengacu pada kemampuan anak yang akan dicapai. Disisi lain, kegiatan tersebut
sedapat mungkin untuk diupayakan sesuai dengan tema yang sedang di bahas. Jika
terdapat peristiwa-peristiwa penting yang perlu dibahas, maka guru PAUD harus bisa
mengemas atau menggabungkan antara tema yang sedang dibahas dengan peristiwa
penting tersebut.
c. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) PAUD
Pedoman ini berisi rambu-rambu dalam penyusunan SKM/SKH lengkap dengan
pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang mencakup pembukaan (30
menit), kegiatan inti (60 menit), istirahat (30 menit) dan kegiatan penutup (30 menit).
Berikut ini akan dikemukakan secara detail mengenai bagian-bagian dari KBM
tersebut.
1) Pembukaan
Kegiatan pembukaan adalah seluruh aktivitas yang dilakukan sebelum memasuki
kegiatan inti atau bisa disebut juga pemanasan agar anak-anak semangat mengikuti
pelajaran. Waktu ini harus dimanfaatkan oleh guru untuk melakukan berbagai aktivitas
sebagai berikut:

Mengucapkan doa dan salam atau selamat pagi atau siang.

Guru mengajak dialog (diskusi sederhana) kepada anak-anak dengan topik
yang sesuai dengan tema yang akan dibahas pada hari itu. Bentuk dialog atau
diskusi sederhana ini berupa tanya jawab antara guru dan anak-didik. Kegiatan
ini bisa juga diisi dengan berbagai hafalan doa, menyanyi bersama, melakukan
gerakan badan tertentu, dan lain sebaginya.
 Pengorganisasian kelas atau pengelompokan anak-didik.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti adalah berbagai aktivitas pembelajaran yang telah dirancang
berdasarkan kurikulum maupun GBPKB-PAUD. Bentuk dari kegiatan ini sangat
bervariasi dan bermacam-macam, sesuai dengan terget kompetensi apa yang ingin
dicapai. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:





Aktivitas maupun kegiatan yang mengacu kepada peningkatan kemampuan
atau kompetensi tertentu.
Permainan edukatif yang dapat memberi peluang anak untuk bereksplorasi dan
bereksperimen seluas-luasnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan konsentrasi dan ingatan maupun
memori anak.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dipilih anak dengan bebas sehingga muncul
kreativitasnya, inisiatifnya, dan daya ciptanya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat memantau, mengembangkan dan mengontrol
kebiasaan maupun tingkah laku anak agar teratur.
Untuk menunjang kegiatan inti yang sedemikian banyak tersebut, hendaknya guruguru PAUD selalu menyiapkan inti dimulai.
3) Istirahat
Istirahat adalah jeda waktu antara kegiatan inti dengan penutup, biasanya diisi
dengan makan atau bermain bebas dan lainnya. Tetapi guru yang kreatif tidak turut
beristirahat, melainkan menanamkan pola makan yang sehat-bergizi lagi sopan dan
baik. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah 30 menit. Biasanya anakanak belum puas bermain diluar kelas dengan durasi waktu 30 menit. Oleh karena itu,
sebelum ditutup, guru boleh membiarkan anak-anak bermain sejenak sebelum
kegiatan penutupan diakhir.
4) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup adalah aktivitas peripurna terakhir sebelum anak-anak pulang.
Alokasi waktu yang diperlukan untuk kegiatan ini adalah 30 menit. Biasanya, kegiatan
ini bersifat penenang seperti:






Dongeng atau cerita
Drama
Pantonim
Musik/ apresiasi dari daerah lokal
Tanya jawab seputar kegiatan inti yang baru saja dilakukan
Salam dan doa
d. Pedoman Evaluasi
Kegiatan evaluasi di lembaga PAUD dilaksanakan selama proses belajar mengajar
berlangsung. Dalam pelaksanaannya, guru tidak harus secara khusus membuat
kegiatan untuk melakukan evaluasi secara tersendiri. Secara langsung maupun tidak
langsung, guru senantiasa melakukan evaluasi setiap hari, tepatnya setelah kegiatan
pembelajaran dan permainan selesai. Adapun hal-hal yang perlu dicatat dalam
evaluasi sehari-hari guru adalah sebagai berikut:



Anak-anak yang belum mampu melaksanakan tugas dengan anak-anak yang
telah mampu menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih cepat dari alokasi
waktu yang disediakan.
Kebiasaan atau perilaku anak yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan
atau standar kompetensi yang ditetapkan
Kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari itu, seperti anak mampu
menulis namanya sendiri untuk pertama kalinya.
Agar evaluasi mendapatkan data yang lebih objektif dan akurat, terdapat beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi di lembaga PAUD.
1) Sebelum memulai evaluasi, hendaknya guru mengumpulkan dan menyiapkan
segala sesuatu sebagai bahan evaluasi, seperti hasil karya anak-didik, bahan tes
atau penugasan (perintah, suruhan, permintaan dan lain-lain yang disampaikan
secara langsung secara lisan), pernyataan-pernyataan lisan secara spontan
maupun hasil-hasil observasi dan lain sebagainya.
2) Ketika proses evaluasi berlangsung, hendaknya anak-didik tidak mengetahuinya.
Sebab, dikhawatirkan dapat memengaruhi objektivitas penilaian. Untuk
mewujudkan situasi demikian, maka proses evaluasi perlu dikondisikan serileks
mungkin sehingga anak-anak tidak menyadari bahwa dirinya sedang dievaluasi.
3) Disamping tanpa sepengetahuan anak-didik, kondisi psikis guru harus netral.
Artinya, ketika proses evaluasi sedang berlangsung guru harus
mengesampingkan segala bentuk prasangka, kekesalan, kejengkelan,
kemarahan, dan perasaan-perasaan lain kepada anak-didik.
4) Evaluasi hasil pembelajaran di lembaga PAUD, harus dilakukan secara individual
atau anak per anak. Setiap anak harus mendapat giliran yang merata dan
perlakuan yang sama.
5) Guru harus mencatat dan mengolah hasil evaluasi dengan teliti dan cermat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, sehingga guru mampu membuat kesimpulan
yang mencakup seluruh aspek tumbuh kembang anak. Dengan pola yang
demikian, hasil evaluasi dapat dibaca atau diketahui oleh orang tua atau wali
siswa anak dengan mudah.
6) Evaluasi pada lembaga PAUD, khususnya kepada anak-didik, sifatnya adalah
kualitatif, bukan kuantitatif. Artinya, aspek-aspek yang dievaluasi adalah
kemampuan atau kompetensi anak sesuai dengan irama tumbuh kembangnya.
Oleh karena itu, di akhir lembar evaluasi, guru harus membuat catatan yang berisi
tentang normal atau tidaknya irama tumbuh-kembang anak didik atau irama
tumbuh-kembang yang terganggu, maka guru harus mempelajari data-data yang
ada, kemudian membuat rekomendasi atau saran-saran apa yang seharusnya
dilakukan orang tua. Misalnya, jika anak terlambat pertumbuhan badannya (tidak
sebanding antara usia dengan tinggi badan, misalnya) guru dapat
merekomendasikan agar anak tersebut dibawa ke klinik tumbuh kembang anak
untuk diberi asupan gizi peninggi badan.
Hasil evaluasi harian guru terhadap anak-didiknya harus dilaporkan kepada orang
tua atau wali siswa, sejauh mana kemajuan atau pencapaian tumbuh-kembang anak.
Tujuannya adalah memberikan informasi lengkap juga menjelaskan kepada pihakpihak yang membutuhkan, khususnya orang tua anak dan guru khususnya tentang
perkembangan anak-didik selama di lembaga PAUD.
e. Pedoman Bimbingan
Pedoman bimbingan adalah seperangkat petunjuk teknis yang berisi tujuan
bimbingan, fungsi, ruang lingkup, dan prosedur layanan bimbingan yang
diselenggarakan pada lembaga PAUD. Disamping itu, juga dikemukakan mengenai
dasar-dasar bimbingan untuk anak-anak PAUD, permasalahan anak-anak PAUD,
prinsip-prinsip bimbingan di lembaga PAUD, dan mekanisme pelaksanaan pelayanan
bimbingan di lembaga PAUD.
f. Pedoman Sarana Prasarana
Pedoman sarana prasarana berisi tentang tujuan, fungsi,dan ruang lingkup serta
prinsip-prinsip penyelenggaraan sarana prasarana lembaga PAUD, termasuk
pembahasan mengenai sarana prasarana yang dibutuhkan lembaga PAUD itu sendiri.
Beberapa bentuk pedoman praktis atau petunjuk teknis tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut:










Petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Petunjuk pelaksanaan evaluasi.
Petunjuk pelaksanaan administrasi.
Didaktik-metodik umum.
Metodik khusus pengembangan bahasa.
Metodik khusus pengembangan daya pikir (kognitif).
Metodik khusus pengembangan keterampilan.
Metodik khusus pengembangan jasmani.
Metodik khusus pengembangan perilaku.
Metodik khusus pengembangan keagamaan (khusus RA).
2. Manajemen Kurikulum PAUD Berciri Khas Khusus
Model kurikulum lain yang dapat dikembangkan di lembaga PAUD adalah
kurikulum mandiri atau kurikulum berciri khas (khusus). Kurikulum ini disebut juga
dengan istilah kurikulum plus atau kurikulum terintegrasi. Disebut kurikulum
terintegrasi karena kurikulum ini memadukan antara kurikulum nasional dengan
kurikulum yang disusun pendiri lembaga PAUD. Dengan begitu meskipun istilahnya
berbeda tetapi prinsipnya sama.
3. Manajemen Kurikulum PAUD Plus
Kurikulum plus adalah kurikulum yang di “impor” atau dibeli dari negara luar atau
negara tetangga. “Pembelian” kurikulum ini dimungkinkan karena kurikulum nasional
bersifat fleksibel atau hanyalah salah satu bentuk kurikulum alternatif. Jadi, setiap
lembaga pendidikan-termasuk PAUD-boleh menggunakan kurikulum luar negeri atau
kurikulum yang dirancang sendiri dan sama sekali berbeda dengan kurikulum
nasional.
BAB 3
Manajemen Tenaga Kependidikan PAUD
Manajemen tenaga kependidikan (kepala PAUD, guru, staf administrasi, dan tenaga
kependidikan lainnya) termasuk anak-didik merupakan unsur sentral bagi input
manajemen penyelenggaraan lembaga PAUD. Kualitas dan profesionalitas
penyelenggaraan lembaga PAUD akan sangat tergantung pada latar belakang
pendidikan dan pengalaman kepala PAUD, bidang keilmuan guru, dan tenaga-tenaga
profesional lainnya. Manajemen lembaga PAUD harus memerhatikan dengan serius
kedua unsur tersebut (profesionalitas dan kualitas) sehingga mampu memberi
jaminan bagi terlaksananya kurikulum dengan baik. Lembaga PAUD harus melakukan
manajemen tenaga kependidikan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan
pengembangan secara sungguh-sungguh untuk membina, melatih, mentraining stafstaf di dalam lembaga PAUD.
Secara sederhana, bagian ini terdiri dari dua hal, yakni manajemen staf dan job
description manajemen staf. Manajemen staf membahas tentang metode bagaimana
menentukan jenis pembinaan, pelatihan, training yang diperlukan oleh tenaga
kependidikan PAUD, sehingga setelah mengikuti pembinaan tersebut para tenaga
kependidikan PAUD lebih berkualitas dan profesional. Sedangkan job description
manajemen staf kelembagaan PAUD, dimulai dari kepala PAUD, guru PAUD, staf
administrasi dan lain-lain. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya.
A. Manajemen Staf
Ditinjau dari perspektif tenaga kependidikan, lembaga PAUD yang ideal adalah
lembaga PAUD yang mempunyai staf-staf yang terdiri dari kepala PAUD (direktur
PAUD), tenaga pendidik (guru PAUD), asisten pendidik (asisten guru), staf
administrasi (staf tata usaha), dan staf-staf pendukung lainnya, seperti psikolog,
dokter anak, pelayan makan dan pelayan transportasi.
Seorang kepala atau direktur PAUD mempunyai otoritas untuk melaksanakan dan
membina kegiatan PAUD, termasuk membina tenaga kependidikan PAUD
dibawahnya. Disamping kapala atau direktur PAUD sebagai nahkoda perjalanan
lembaga yang dipimpinnya, pendidik atau guru juga menempati posisi penting dalam
perannya dalam turut serta menggerakan roda penyelenggaraan PAUD. Kepala atau
direktur PAUD wajib melakukan pembinaan kepada guru-guru di lembaga PAUD yang
dipimpinnya agar membawa dampak besar bagi perkembangan PAUD di masa
depan.
Kepala PAUD tidak hanya membina guru saja, tetapi juga staf-staf lembaga PAUD
yang lain. Jika pembinaan terhadap guru lebih menekankan kepada keilmuan,
pedagogi, sosial, dan profesionalitas dalam mengajar, maka pembinaan terhadap
berbagai staf PAUD lebih kepada keterampilan teknis untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan operasional secara praktis.
Tidak ketinggalan, seorang pembina PAUD harus memberikan penghargaan,
pujian atau minimal apresiasi positif kepada setiap staf yang menunjukan kinerja lebih
baik. Penghargaan, pujian maupun apresiasi positif tersebut merupakan bagian kecil
dari bentuk pembinaan oleh atasan kepada staf dibawahnya. Tetapi, berikut ini hanya
akan dikemukakan beberapa cara atau teknik-teknik yang dapat dilakukan seorang
kepala atau direktur PAUD untuk melakukan pembinaan terhadap staf-staf
dibawahnya.
1. Observasi Pembelajaran
Observasi pembelajaran adalah pengamatan ketika proses pembelajaran
maupun kegiatan lain sedang berlangsung. Maksudnya adalah, Pembina mengajak
staf dibawahnya untuk bersama-sama mengamati lembaga atau staf lain yang
dipandang lebih berkualitas dan lebih profesional secara langsung. Dari pengamatan
tersebut, dapat diketahui dimana letak kelemahan staf yang bersangkutan dapat
diminimalir sekaligus mengetahui letak kelebihan yang bisa diperdayakan.\
2. Diskusi
Pembinaan juga dapat dilakukan dengan cara diskusi. Diskusi bisa dilakukan
antara staf yang satu dengan staf yang lain atau antara staf dengan pembina secara
langsung. Diskusi disini lebih dimaksudkan untuk mengembangkan wawasan
bagaimana caranya seseorang staf dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
sekaligus meningkatkan kinerja secara profesional.
3. Pengamatan Tumbuh Kembang Anak
Kebanyakan guru PAUD terlalu sibuk dengan pola asuh, sehingga
mengesampingkan tumbuh-kembangnya secara spesifik. Pengamatan guru PAUD
terhadap perkembangan anak harus ditingkatkan agar pemberian stimulus dapat
dilakukan secara maksimal. Disamping itu, hasil pengamatan dapat dibawa ke meja
diskusi dengan guru-guru yang lain maupun dengan Pembina secara langsung.
Dengan demikian, pembinaan melalui pengamatan terhadap tumbuh kembang anak
dapat berjalan secara efektif.
4. Konferensi Individual
Konferensi individual adalah kegiatan dalam menyampaikan sesuatu yang
menjadi pemahaman seseorang terhadap kegiatan profesionalismenya. Dalam
konferensi individual, seorang kepala atau direktur PAUD dapat memberikan umpan
balik tentang kegiatan observasi maupun diskusi yang diikuti oleh anggota staf
dibidangnya masing-masing.
5. Workshop
Workshop merupakan unjuk kerja profesi, baik yang berkaitan dengan konsep
maupun penerapannya dalam berbagai aktivitas. Alangkah lebih baik jika workshop
diarahkan pada topik-topik tertentu sebagai bagian dari pelaksanaan tugas-tugas
profesi. Semakin sering diselenggarakannya workshop maupun seminar dan
pelatihan-pelatihan, semakin cepat tingkat profesionalisme staf yang mengikutinya.
6. Konsultasi
Konsultasi yang dimaksud dalam rangka pembinaan ini adalah kegiatan yang
memberikan alternatif bantua dalam memecahkan berbagai permasalahan, khusunya
permasalahan yang berkaitan dengan tugas-tugas profesionalisme kelembagaan
PAUD. Seorang konsultan tidak hanya mampu memberi solusi secara teoretis, tetapi
juga secara praktis.
B. Manajemen Job Description Staf Kelembagaan PAUD
Salah satu bentuk pengelolaan lembaga PAUD secara profesional terseut
adanya pembagian tugas atau job description, disamping pembinaan secara terusmenerus oleh kepala atau direktur PAUD sebagaimana diuraikan diatas. Adapun
bentuk pembagian tugas atau job description yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Kepala Lembaga
(Direktur PAUD)
Staf Administrasi
Pendidik
Staf Pendukung
(Tata Usaha)
(Guru & Asisten)
(Psikologi & Ahli
Kesehatan)
Skema: job description dalam kelembagaan PAUD
Dari skema diatas dapat dipahami, bahwa lembaga PAUD yang profesional,
setidaknya terdiri dari empat bagian, yakni direktur atau kepala PAUD , Staf
administrasi (tata usaha), Dewan Guru, dan staf pendukung. Bagian-bagian tersebut
hanya batasan minimal, sehingga masih memungkinkan untuk menambah dan
mengembangkan staf-staf lain yang dibutuhkan. Uraian-uraian selanjutnya pada
bagian ini akan membahas mengenai job description atau pembagian tugas masingmasing staf sebagaimana dikemukakan di atas.
1. Direktur (Kepala PAUD)
Berikut ini akan dikemukakan sejumlah persyaratan untuk menjadi kepala atau
direktur PAUD, baik persyaratan secara umum maupun persyaratan secara khusus,
sebelum mengemukakan tugas maupun kewajiban yang harus dilaksanakan seorang
kepala atau direktur PAUD.
1. Persyaratan Umum
Persyaratan umum untuk menjadi kepala direktur PAUD adalah sebagai berikut.









Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berkedudukan sebagai guru PAUD, lebih diutamakan memiliki pengalaman
mengajar di lembaga PAUD dalam kurun waktu tertentu.
Sehat jasmani dan rohani.
Mampu melaksanakan wawasan wiyata mandala.
Menguasai program kegiatan PAUD.
Memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi.
Kreatif, inovatif dan menyenangkan anak-anak.
Mampu menyusun program pendidikan di PAUD.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Persyaratan Khusus
 Berijazah serendah-rendahnya S1-PGTK/S1-PGRA/ S1-PGPAUD atau yang
sederajat.
 Berpengalaman mengajar di PAUD sekurang-kurangnya 5 tahun.
3. Tugas (job description) Kepala (Direktur PAUD)
Dengan memenuhi kedua persyaratan diatas kepala atau direktur PAUD mampu
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Berikut ini akan dikemukakan
tugas dan kewajiban kepala PAUD.








Menyususun rencana strategis dan rencana program PAUD.
Memberikan pengarahan tentang tumbuh-kembang anak.
Memberikan pembinaan kurikulum.
Melakukan pembinaan didaktik, metodik, baik umum maupun khusus.
Mengarahkan guru membuat perencanaan pembelajaran.
Memberikan contoh pengelolaan proses belajar mengajar.
Membina penggunaan prosedur dan pelaporan perkembangan anak.
Memberikan pemahaman kepada guru dalam mengatasi berbagai persoalan
anak-anak PAUD.
Membina kegiatan administrasi kelembagaan.
Membuat perencanaan anggaran sekolah.
Melakukan kegiatan supervisi internal.
Menjalin kerjasama dengan orang tua dan lembaga-lembaga lain yang terkait.
Memberikan berbagai alternatif inovasi dan pengembangan pembelajaran PAUD.
Membuat kegiatan promosi lembaga PAUD yang dipimpinnya.






2. Guru PAUD
a. Persyaratan Umum
 Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Warga negara Indonesia.
 Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun.
 Sehat jasmani dan rohani.
 Berkepribadian riang, gembira, mempunyai rasa sayang anak yang tinggi, pandai
bergaul dan jujur.
 Kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
 Memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi terhadap perkembangan anak.

Peka dan tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Persyaratan Khusus
 Sebagaimana diatur dalam UU, bahwa syarat guru PAUD adalah harus berijazah
serendah-rendahnya S1-PGTK/ S1-PGRA/ PGPAUD atau sederajat.
 Mampu bernyanyi, bercerita dan bermain, termasuk harus mampu memainkan
alat musik.
Selain kedua persyaratan diatas, dalam UU No.14 Tahun 2005 seorang gurutermasuk guru PAUD-juga dituntut untuk mempunyai empat kompetensi dasar, yakni.
Pertama, kompetensi pendagonis adalah kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran yang mencakup;wawasan landasan kependidikan, pemahaman
terhadap peserta didik, mengembangkan kurikulum, merencanakan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan teknologi pembelajaran, mengevaluasi
hasil belajar, dan pengemabangan peserta didik (Wina Sanjaya, 2008)
Kedua, kompetensi kepribadian adalah sifat atau karakter pendidik yang
mencakup; mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berahklak mulia,
menjadi teladan peserta didik dan masyarakat, mengembangkan diri dan
mengevaluasi kinerja sendiri (Wina Sanjaya, 2008).
Ketiga, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai anggota
masyarakat yang meliputi; berkomunikasi dengan baik, mampu menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi, bergaul secara efektif dengan peserta didik,
anggota masyarakat, sesama guru dan lain-lain (Wina Sanjay, 2008).
Keempat, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam (Wina Sanjaya, 2008).
Agar guru PAUD mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik,
keempat kompetensi diatas perlu ditambah dengan kemampuan bernyanyi, bercerita,
sangat dibutuhkan anak, khususnya anak-anak PAUD. Mengenai hal ini, akan
dibahas pada bagian tugas guru PAUD berikut ini.
c. Tugas (job description) Guru PAUD
Menurut UU RI No. 14 tahun 2005 pasal 1ayat 1 dinyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi anak pada jalur pendidikan formal,
serta pada jenjang pendidikan dasar, dan pendidikan mengengah, termasuk
pendidikan anak usia dini. Sosok utuh kompetensi guru PAUD meliputi kemampuan;
(a) mengenal anak secara mendalam, (b) menguasai profil perkembangan fisik dan
psikologis anak, (c) menyelenggarakan kegiatan bermain yang memicu tumbuh
kembang anak sebagai pribadi yang utuh (Ditjen Dikti, 2006).
3. Staf Administrasi (Tata Usaha)
Staf administrasi atau pegawai tata usaha adalah tenaga yang mengelola administrasi
penyelenggara pendidikan. Tugas intinya adalah membantu pelaksanaan tugas
kepala atau direktur dan guru PAUD. Staf ini terdiri dari tiga bagian, yakni tenaga
administrasi, penjaga sekolah, dan pesuruh. Adapun persyaratan untuk menjadi staf
administrasi lembaga PAUD adalah sebagai berikut.
a. Persyaratan Umum
1) Tenaga Administrasi
 Berijazah SLTA atau sederajat
 Mampu mengerjakan tugas surat menyurat
 Usia minimal 18 tahun
 Sehat jasmani dan rohani
2) Pesuruh
 Berijazah minimal SLTP
 Umur minimal 18 tahun
 Sehat jasmani dan rohani
3) Penjaga sekolah
 Berijazah minimal SLTP
 Umur minimal 18 tahun
 Sehat jasmani dan rohani
 Diutamakan laki-laki
b. Persyaratan Khusus
Tidak ada persyarat khusus untuk staf administrasi.
c. Tugas Staf Administrasi (tata usaha)
 Membantu kepala atau direktur PAUD dalam membuat perencanaan
anggaran sekolah.
 Menyususn administrasi kepegawaian dan kesiswaan.
 Membuat dan menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan surat menyurat
dan dokumen lain yang diperlukan.
 Membuat grafik dan keadaan siswa dan profil guru.
 Menyiapkan berbagai sarana prasarana, khususnya yang dibutuhkan untuk
menunjang proses pembelajaran.
d. Bagian-bagian staf administrasi
Banyaknya staf administrasi adalah untuk memperlancar proses manajerial,
sehingga dapat berjalan secara profesional sesuai dengan tugas dan kewajiban
masing-masing. Berikut adalah contoh staf staf administrasi di lembaga PAUD yang
telah berkembangan relatif baik dan profesional.
1)
2)
3)
4)
5)
Staf administrasi program pengajaran
Staf administrasi program kesiswaan
Staf administrasi program kepegawaian
Staf administrasi program perlrngkapan dan sarana prasarana
Staf administrasi program keuangan
4. Staf pendukung
Selain staf-staf sebagaimana diuraikan di atas, lembaga PAUD juga harus
mempunyai staf pendukung, seperti dokter anak (dokter klinik tumbuh kembang anak)
dan psikolog, khususnya psikolog perkembangan. Syarat minimal seorang psikolog
yang dapat diajak kerjasama di lembaga PAUD adalah berijasah S1 Jurusan Psikologi
atau konseling.
Tugas dan kewajiban utama dari staf pendukung ini adalah memeriksa
kesehatan dan tumbuh kembang anak (bagi dokter anak) yang dilakukan secara
berkala dan berkelanjutan. Sedangkan psikolog bertugas melayani konsultasi tumbuh
kembang mental anak secara berkala dan berkesinambungan.
Dengan tersedianya pembinaan oleh kepala atau direktur PAUD serta pola
pengelolaan sebagaimana diuraikan di depan, maka diharapkan sebuah lembaga
PAUD dapat memberikan bantuan stimulus untuk tumbuh kembabg anak secara
maksimal sekaligus profesional.
BAB 4
Manajemen Anak-Didik di Lembaga PAUD
Perbedaan karakteristik dan kemampuan antara anak yang satu dengan anak
yang lain tersebut harus menjadi perhatian serius bagi tenaga kependidikan PAUD,
khususnya guru. Sebeb, seluruh aspek pembelajaran akan bertumpu pada
kemampuan dasar anak-didik.
Untuk dapat memahami dan mendalami karakter, kecerdasan dan
kecenderungan setiap anak, maka guru dan pihak-pihak terkait di lembaga PAUD
harus melakukan penelaahan terhadap tingkah laku anak. Sebab, hanya dari tingkah
laku inilah akan tampak seberapa jauh kemampuan dasarnya, bagaimana
karakteristiknya, apa kecenderungannya dan lain sebagainya. Seorang guru PAUD
sebelum menyusun rencana program pembelajaran harus mengetahui karakteristik
dan kemampuan anak melalui penelaahan perilaku anak.
Kelalaian dari penelaahan tumbuh kembang anak dari segi kemampuan,
karakter dan kecerdasan akan menghambat proses manajemen anak-didik
selanjutnya. Sebab, manajemen anak-didik bertumpu pada hasil penelaahan
kemampuan, karakter dan kecerdasan masing-masing anak. Berikut ini akan
diuraikan manajemen anak-didik secara lebih lengkap.
A. Penelaahan Perilaku Anak Sesuai Perkembangan
Manajemen anak-didik bisa diawali dari penelahan perilaku sejak ia masukdi
lembaga PAUD. Model penelaahan bisa bermacam-macam, seperti mengamati,
mengidentifikasi, menelaah serta memetakan berbagai perilaku awal anak ketika
masuk di lembaga PAUD. Langkah awal manajemen PAUD, khususnya manajemen
anak-didik yang demikian ini sering disebut dengan istilah assessment.
Cara lain yang dapat digunakan untuk assessment anak-didik adalah dengan
melalui seperangkat tes sederhana atau wawancara langsung dengan anak dan
orang tua sekaligus bersumber dari pengamatan maupun wawancara dapat
bermanfaat untuk berbagai keperluan manajemen anak-didik, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan data faktual kepada orang tua tentang pertumbuhan dan
perkembangan awal anak ketika pertama kali masuk atau menjadi anak didik
PAUD.
2. Menjadi rujukan utama dan dasar dalam memetakan berbagai potensi positif atau
yang cenderung negative pada masing-masing anak.
3. Mengelompokan anak berdasarkan latar belakang perilaku yang relatif sama,
seperti minat, kemampuan, karakteristik, kecenderungan, dan lain sebagainya.
4. Menjadi dasar dalam menyusun dan mengembangkan program serta proses yang
berdiferensiasi (memiliki perbedaan) sesuai dengan kebutuhan anak secara
individual atau sekurang-kurangnya dalam kelompok yang relatif sama.
Lebih dari itu, hasil assessment atau penelaahan awal perilaku anak sebagaimana
disebutkan diatas dapat menjadi bukti mengenai bakat, kemampuan, potensi, dan
kompetensi anak kepada orang tua khususnya ketika anak masuk lembaga PAUD.
Dengan bukti kemampuan awal tersebut, guru PAUD dapat mengelola tumbuhkembang anak secara periodik, sehingga dapat dengan mudah diketahui peningkatan
pola perkembangannya.
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah, bahwa perkembangan setiap anak selalu
berbeda, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya “kelainan” tumbuh kembang
anak. Dalam konteks ini, penelaahan perilaku atau assessment mampu memantau
perkembangan anak secara individu sekaligus dapat membedakan dengan sangat
jelas antara perkembangan anak yang satu dengan anak yang lain. Dengan kata lain,
guru dapat mengenali dan mendeteksi anak yang tumbuh-kembangnya normal
dengan anak yang lain. Dengan kata lain, guru dapat mengenali dan mendeteksi anak
yang tumbuh-kembangnya normal dengan anak yang tumbuh kembangnya tidak
normal atau terdapat “kelainan”.
Untuk dapat menyentuh sisi-sisi unik setiap anak tidak mudah. Perlu pendekatan
individual secara intens oleh guru kepada semua anak yang ada. Dan, hal ini tidak
akan mungkin bisa dilakukan jika satu kelas terdiri dari lebih 25 anak. Sebab,
seseorang guru tidak akan menjangkau seluruh sisi unik anak-didiknya dengan jumlah
sebanyak itu. Artinya, setiap kelas dalam lembaga PAUD sangat terbatas. Harus ada
perbandingan rasio antara jumlah guru dengan jumlah anak didik. Berapa
rasioperbandingan jumlah guru dan anak tersebut? Tabel berikut ini menunjukan
jumlah rasio perbandingan tersebut.
Jumlah
Anak setiap
kelas
Jumlah Guru
setiap kelas
Rasio
perbandingan
Guru : Anak-didik
TPA (0-2 tahun)
10-14
2-3 guru
1:5
TPA (2-3 tahun)
14-16
2-3 guru
1:6
KB (3-4 tahun)
16-20
2-3 guru
1:6
TK/RA (4-6 tahun)
20-22
2-3 guru
1:8
Kelompok
Dalam tabel di atas dapat diamati bahwa rasio yang dapat ditoleransi untuk
setiap guru adalah 8 anak. Biasanya, dalam satu kelas jumlah maksimal dibatasi,
yakni 25 anak. Dengan demikian, PAUD dengan jumlah anak 25 dalam satu kelas
diperlukan minimal 3 guru. Dengan 2-3 guru setiap kelas, masing-masing anak dapat
terkontrol dengan baik serta mendapat pelayanan edukasi secara memadai.
Dengan adanya rasionalisasi perbandingan jumlah anak-didik disebut diatas,
diharapkan pengelolaan atau manajemen terhadap anak-didik bisa berjalan secara
efektif dan efisien. Hal ini menunjukan bahwa penelaahan awal sejak anak-didik
masuk di lembaga PAUD dapt menentukan efektivitas manajemen anak didik di
lembaga PAUD yang bersangkutan.
B. Aktivitas Utama Anak
Secara umum, aktivitas anak-didik di lembaga PAUD hanya terdiri dari tiga hal,
yakni bermain, bernyanyi, dan bercerita. Tidak ada aktivitas yang lebih penting dari
ketiga kegiatan inti tersebut. Berikut ini akan dikemukakan mengenai ketiga aktivitas
inti tersebut.
1. Bermain
Bermain, dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai berbuat
sesuatu untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau
tidak). Dalam konteks anak-anak, bermain seringkali disamakan dengen belajar.
Adapun makna belajar itu sendiri adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Dalam pola permainan dengan tingkat kesulitan tertentu (berhitung, misalnya),
anak bisa dengan mudah menguasai pelajaran tersebut justru dengan bantuan mudah
menguasai pelajaran tersebut justru dengan bantuan alat permainan, jarimatika,
misalnya. Dengan demikian, antara belajar dan bermain merupakan dua hal yang
saling melengkapi satu sama lain. Dengan kata lain, bermain dapat membuat anak
belajar dengan senang, dan dengan belajar melalui bermain anak dapat menguasai
pelajaran yang lebih menantang.
Bagaimana pun cara bermain anak-anak, harus lebih mengedepankan belajar.
Artinya, bermain untuk belajar, bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Dengan kata
lain, bermain untuk belajar, bukan belajar bermain, dan juga bukan bermain hanya
untuk main-main. Dengan demikian, kita bisa memilih dan memilah mana permainan
yang dapat mencerdaskan anak, dan mana permainan yang justru merusak karakter
anak. Inilah sebabnya, mengapa antara belajar dan bermain harus dibedakan,
walaupun tidak memisahkannya.
a) Belajar seraya bermain
Belajar sambil bermain merupakan pola yang paling ideal antara belajar dan
bermain. Ketika anak sedang bermain sesungguhnya mereka sedang belajar. Anak
yang bermain adalah anak yang menyerap berbagai hal baru disekitarnya.
Disinilah pentingnya orang tua dan guru memilih dan menentukan jenis permainan
yang cocok sesuai dengan perkembangan anak. Pemilihan jenis permainan yang
sesuai dengan perkembangan anak ini perlu dilakukan agar pesan edukatif dalam
setiap permainan dapat ditangkap anak dengan mudah dan menyenangkan. Jika
antara permainan tidak sesuai dengan perkembangan anak, maka yang terjadi adalah
bermain hanya untuk mainan itu sendiri, bahkan akan berdampak buruk bagi
pembentukan karakter dan kecerdasannya. Sebaliknya, pemilihan permainan yang
selaras dengan perkambangan anak akan mengembangkan aspek kecerdasan
tertentu, sehingga kesannya bermain untuk belajar dan bukan bermain untuk mainan
itu sendiri. Bermain hanya sebatas sarana dan bukan sebagai tujuan.
b) Bermain seraya belajar
Pola ini merupakan kebalikan dari belajar seraya bermain. Jika belajar seraya
bermain lebih menekankanpada pelajarannya, maka bermain seraya belajar lebih
menekankan pada jenis permainnya. Artinya, ada jenis-jenis permainan tertentu yang
lebih cocok atau bahkan di desain secara khusus untuk mempermudah anak dalam
belajar tertentu pula. Permainan yang dimaksud adalah permainan yang dapat
menstimulasi minat belajar anak. Dalam hal ini, kepiawaian guru dan orang tua dalam
memilihkan jenis permainan pada anak tidak boleh ditawar-tawar lagi.
2. Bernyanyi/ Musik
Aktivitas inti bagi anak-anak di lembaga PAUD selain bermain adalah bernyanyi,
termasuk di dalamnya adalah bermain musik. Oleh karena itu, sebagaimana
disebutkan di depan, bahwa setiap guru PAUD di persyaratkan untuk dapat bernyanyi,
disamping memamdu permainan dan bercerita.
Hampir setiap hari di lembaga PAUD selalu terdapat kegiatan bernyanyi atau
bermain musik. Plato, seorang filsuf besar pernah mengatakan, bahwa pelatihan
keterampilan musikal merupakan suatu instrumen yang lebih potensial daripada yang
lainnya, karena irama dan harmoni merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempattempat tersembunyi dalam jiwanya. Pernyataan Plato tersebut banyak terbukti melalui
berbagai penelitian di bidang seni musik maupun bernyanyi. Banyak penelitian yang
menunjukan bahwa bernyanyi, termasuk musik dapat membantu prestasi anak dalam
banyak hal.
Penelitian lain yang dipublikasikan secara luas juga menunjukan hal yang
hampirbersamaan. Penelitian itu menyebutkanbahwa anak yang di perdengarkan
musik selama 8 (delapan bulan) mengalami peningkatan kecerdasan intelektual (IQ)
sebesar 46% dibandingkan dengan anak yang tidak di perdengarkan musik (May
Lwin, dkk., 2008).
Seni musik maupun bernyanyi mempunyai sifat unik yang mampu membuka pintu
gerbang memasuki pikiran dan wawasan baru. Disamping itu, bermain musik dan
bernyanyi juga dapat menjadi stimulan bagi imajinasi kreatif yang bersangkutan.
Bahkan, musik mampu melatih seluruh bagian otak secara maksimal. Sebab, ketika
mendengarkansebuah musik, lagu atau bernyanyi, otak kiri (bahasa, logika,
matematika dan akademik) akan memproses lirik lagu yang didengar atau
dinyanyikan. Sedangkan otak kanan (irama, persamaan bunyi, gambar, emosi dan
kreativitas ), akan memproses musik (Taufiq Pasiak, 2006). Bermain musik mampu
merangsang pertumbuhan kecerdasan lain.
Hal ini di perkuat oleh berbagai penelitian di berbagai disiplin ilmu yang
menunjukan bahwa orang yang mengarang cerita atau menulis dengan diiringi musik
jauh lebih kreatif dan imajinatif dari pada yang bekerja di tengah ke heningan atau
suasana sepi dan sunyi.
3. Bercerita/ Berkisah
Pada prinsipnya, cerita, kisah atau hikayat adalah sejarah atau berita masa lalu
yag menceritakan kejadian atau periswtiwa tertentu. Tetapi jika ditinjau dari segi
istilah, cerita atau kisah dapat diartikan sebagai media untuk menyalurkan kebahagian
hidup yang diambil dari hikmah sejumlah peristiwa yang saling berkaitan.
Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan, kisah berarti mencari tahu atau mengikuti
jejak (Manna Al-Qaththan, 2006). Kisah juga bisa diartikan sebgai berita yang
beruntun. Tetapi, menurut Al-Mujab, kisah dengan segala bentuk dan gayanya
diartikan sebagai pengumulan atau pertarungan antara nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran dengan nilai-nilai kejahatan atau kemungkaran.
Sedangkan menurut Quraish Shihab, kisah tidak lain adalah cerita itu sendiri
(Quraish Shihab, 2006). Bahkan, ia memahami secara khusus bahwa kisah dalam
merupakan metode yang dapat digunakan untuk mendidik anak-anak. Yang
menunjukan kelemahan akal manusia. Kemudian, di akhir kisah tersebut selalu di
tekankan mengenai akibat dari kelemahan akal manusia.
a) Cerita/ kisah dapat mencerdaskan emosional dan spiritual anak
Metode kisah mampu mencerdaskan emosional dan spiritual anak-didik. Ekspresi
yang di keluarkan melalui isak-tangis, sedih-sendau, senyuman dan lain sebagainya,
menunjukan perkemabangan kecerdasan emosional dan spiritual pendengarnya.
Minimal metode kisah merupakan metode yang lebih tepat untuk menyampaikan
pesan, ilmu, dan nilai yang lain hingga menembus relung hati yang paling dalam.
b) Nilai-nilai edukatif dalam cerita/ kisah
Berikut ini adalah nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam setiap kisah atau
cerita, khususnya bagi anak usia dini.
Pertama, menumbuhkan jiwa pemberani anak-didik untuk memerangi segala
bentuk keburukan dan kejahatan. Kisah-kisah perlawanan para nabi-dalam Islamketika memberantas kemusyrikan membuktikan hal itu. Demikian pula dengan kisahkisah para ilmuwan dan filsuf-filsuf dunia, seperti cerita Galileo dan Aristoteles yang
dihukum mati karena membela kebenaran juga menguatkan hal ini.
Kedua, kisah atau cerita dapat mengembangkan pola pikir kritis. Ketika anak
diperdengarkan bacaan kisah atau cerita yang sangat menarik, sering kali bertanya
secara spontan. Sekadar contoh, dalam pembacaan cerita “Kancil Mencuri Timun”.
Di tengah-tengah guru atau orang tua sedang membacakan atau menceritakan kisah
tersebut, seringkali anak menyela untuk bertanya, seperti kancil “Kancil pintar ya bu
guru...?” “Bu guru... kancil pintar bohong!” “Terus...terus...terus...gimana bu guru..?”
dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa cerita atau kisah mampu
merangsang perkembangan pola pikir anak sehingga semakin kritis.
Ketiga, cerita atau kisah dapat menjadi media pembentukan karakter anak. Cerita
atau kisah yang sama, walaupun diulang-ulang, tidak membosankan bagi anak.
Mereka tetap menikmati pembacaan cerita tersebut, walaupun sudah tahu alur
ceritanya dari awal hingga akhir. Terlebih lagi jika guru maupun orang tua yang
membacakan kisah atau cerita tersebut sesekali bertanya kepada anak-didik akan
alur cerita yang dibawakannya. Anak dengan senang hati akan menjawab semua
pertanyaan guru maupun orang tua yang membacakan kisah tersebut. Nah,
pengulangan dalam setiap cerita atau kisah tersebut akan menjadi sumber inspirasi
bagi anak. Dengan cara mengulang-ulang, nilai-nilai edukatif yang terkandung di
dalamnya semakin mencercap ke dalam hati sanubari anak. Dan, semakin diulang,
semakin dalam anak menghayati isi atau dalam kisah tersebut. Hingga suatu saat,
nilai-nilai dalam kisah tersebut. Hingga suatu saat, nilai-nilai dalam kisah tersebut
akan mendarah-daging (Suyadi, 2008). Nah, mendarah dagingnya sebuah kebiasaan
inilah yang nantinya akan membentuk karakter anak.
C. Merancang Aktivitas Anak di PAUD Sehari-hari
Rancangan ini dimaksudkan untuk membentuk pola tumbuh-kembang anak agar
seimbang pada semua aspek perkembangannya. Jadi, semua aktivitas di lembaga
PAUD tidak terlepas dari tujuan akhir, yakni tumbuh kembang secara maksimum dan
seimbang.
Pihak yang paling bertanggung jawab atas hal ini adalah guru PAUD. Guru lebih
mengetahui secara generik (umum) kebutuhan anak sesuai dengan pola
perkembangan masing-masing. Terlebih lagi jika setiap guru selalu melakukan
penelaahan awal terhadap anak-didik baru yabg lebih menguasai di bidang ini. Secara
sederhana, selaras dengan jenjang PAUD, maka tujuan setiap aktivitas dan berbagai
pertimbangan dasar lainnya. Berikut ini adalah pembahasan lebih lanjut mengenai hal
tersebut.
1. Tema dan Sasaran
Tema adalah fokus utama yang membidik situasi atau konteks aktivitas
pembelajaran tertentu. Tema sebaiknya mengandung aktivitas kehidupan yang telah
terbiasa dan terjadi dan sering dilakukan ank sehingga ketika tema tersebut menjadi
fokus pembelajaran, maka anak akan memperoleh makna dari aktivitas pembelajaran
yang diikutinya.
Sasaran atau tujuandapat diidentifikasi guru berdasarkan gambaran umum yang
tedapat dalam kurikulum atau mempertimbangkan isi dan ranah perkembangan anak.
Tema atau sasaran yang paling utama adalah sasaran dasar yang mencakup
pengembangan kemampuan bahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan, dan
jasmani. Adapun tema lain yang bisa dikembangkan adalah pengembangan disiplin,
nilai-nilai pancasila, moral keagamaan, perasaan atau emosi dan sosial
kemasyarakatan.
Tema-tema atau sasaran ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan isi utama
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) untuk Taman kanak-kanak (TK). Didalam KBK
disebutkan bahwa pengembangan kompetensi dasar mencakup sasaran
pengembangan perilaku yang diantaranya terdiri dari moral-agama dan sosialemosional.
Sedangkan
pengembangan
kemampuan
dasar
mencakup
pengembangan kognitif, yang diantaranya terdiri dari sains, dan matematika,
pengembangan fisik motorik, bahasa dan seni. Hanya saja, cakupan dalam KBK
kurang mendetail jika diberlakukan untuk PAUD secara keseluruhan. Walaupun
demikian, keberadaan KBK dan KTSP dapat menjadi acuan pengembangan tema
atau sasaran di lembaga PAUD.
Satu hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan aktivitas pembelajaran di
lembaga PAUD adalah mempertimbangkan komponen aktivitas yang berkaitan
dengan perkembangan, minat, belajar dan pembelajaran . Komponen-komponen
tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain dan saling mengisi kekosongan satu
dengan yang lainnya. Merujuk pada ilmu manajemen sebagaimana dikemukakan di
depan, terdapat dua pendekatan yang relevan dengan tema atau sasaran
perkembangan fisik ini. Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, pendekatan tingkah laku (behaviorist). Pendekatan ini membantu anakanak melanjutkan seperangkat aktivitas layanan fisik, seperti menyiapkan snack
(makanan ringan) sesuai dengan waktu yang di tentukan, mengembalikan mainan ke
tempat semula, membuang sampah pada tempatnya dan lain sebagainya.
Demikian pula dengan aktivitas-aktivitas yang lain. Ketika ia bermain, mereka
bebas memilih jenis permainan apa saja. Tetapi setelah waktu bermain selesai,
mereka harus mengembalikan benda-benda permainan yang diambilnya di tempat
semula. Demikian pula dengan membuang sampah pada tempatnya. Pada waktuwaktu tertentu anak-anak harus dilibatkan untuk membersihkan ruang kelas. Minimal,
mereka harus mampu membuang sampah pada tempatnya, khususnya sampah yang
berasal dari dirinya sendiri.
Kedua, pendekatan interactionist. Pendekatan ini memandang aktivitas
pelayanan fisik debagai proses sosialisasi. Artinya, tema atau sasaran utama dalam
setiap pembelajaran menekankan pada dimensi sosialisasi anak. Tema atau sasaran
dalam setiap aktivitas pembelajaran mengutamakan pengembangan kognitif anak,
seperti pengenalan bentuk, warna, jumlah dan lain sebagainya.
2.
Sistem Pelayanan
Sistem layanan ini berisi proses pengaturan atau regulasi tentang penggunaan
berbagai fasilitas permainan dalam pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya.
Sistem layanan ini sepenuhnya bisa dikendalikan oleh staf PAUD yang mengatur
segala bentuk jadwal kegiatan pembelajaran. Sedangkan isi dari pusat aktivitas atau
belajar anak yang telah di atur dalam sistem layanan tersebut tidak lain adalah bahanbahan permainan atu sentra-sentra permainan dan perlengkapan lain yang mudah
diatur.
3. Susunan Aktivitas Sehari-hari
Susunan kegiatan pembelajaran di lembaga PAUD biasanya disusun dalm bentuk
aktivotas setengah hari. Tetapi khusus lembaga-lembaga PAUD full day (PAUD sehari
penuh) menyusun kegiatan pembelajarannya dalam bentuk aktivitas sehari penuh.
Fenomena berkembangnya PAUD full day akhir-akhir ini atas dasar tuntutan
kebutuhan masyarakat, khususnya meningkatnya wanita karier. Emansipasi wanita
dan gerakan Gender yang menuntut persamaan hak anatara laki-laki dan perempuan
berdampak pada kegigihan sebagian besar wanita Indonesia berkarier sebagaimana
laki-laki. Akibatnya mereka tidak sempat mengasuh anak kandungnya, Oleh karena
itu, mereka mencari lembaga-lembaga pendidikan anak yang bersedia mendidik
sepanjang hari.
Ternyata, harapan maupun keinginan mereka dapat sambutan yang sangat
antusias dari kalangan akademisi. Ada asumsi bahwa dari pada anak- anak bermain
dirumah yang tidak jelas alurnya, lebih baik mereka bermain di lembaga PAUD yang
jelas arah dan tujuannya.
Susunan aktivitas pembelajaran sehari-hari di masing-masing lembaga PAUD di
sesuaikan dengan jenis dan program yang di buka. Bagi lembaga PAUD biasa, akan
menyusun aktivitas pembelajaran setengah hari atau lebih tepatnya dua setengah hari
atau lebih merujuk pada kesepakatan kurikulum nasional di jepang pendidikan informal.
Sedangkan bagi lembaga PAUD yang membuka program sehari penuh atau full
day akan menyusun aktivitas pembelajaran selama satu hari penuh, atau lebih
tepatnya delapan jam. Di dalmya terdapat waktu untuk istirahat (tidur siang) yang
cukup, makan siang, bermain bebas, mandi sore dan lain sebagainya.
Dalam penyususnan aktivitas inti pembelajaran akan menemukan pola-pola
pembelajaran yang sama. Beberapa pola pembelajaran tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Pembelajaran yang baik dimulai dengan pertemuan in-formal antara guru dengan
anak-didik. Anggota guru atau asisten guru sebaiknya menciptakan suasana
pembicaraan pada setiap anak secara individual untuk beberapa saat sebelum
setiap session dimulai. Setiap mengawali aktivitas pembelajaran, sebaiknya
dibuka dengan kegiatan kelompok, seperti bernyanyi bersama, berdoa bersama,
atau mengucapkan salam bersama, sehingga dalam hati anak-anak ada
perasaan diterima.
b. Kebutuhan fisik-biologis anak, seperti toilet, makan snack, bermain sejenak, dan
lain sebagainya harus selalu diperhatikan pada setiap interval kegiatan. Jadi,
setiap jeda waktu atau interval waktu antara session satu dengan session yang
lain sebaiknya anak-anak dipersilahkan jika ingin ke toilet atau ke belakang
sejenak.
c. Sistematika aktivitas pembelajaran harus menyeimbangkan antara aktivitas fisik
dan istirahat.
d. Urutan kegiatan pembelajaran hendaknya mengacu pada kurikulum yang telah
disusun sebelumnya. Sebab, kurikulum telah disusun berlandaskan pada filosofi
dan psikologi serta kebutuhan anak secara individu maupun kelompok. Di
samping itu, yang lebih penting adalah menjaga keseimbangan antara aktivitas
pembelajaran di dalam kelas (aula) dengan aktivitas pembelajaran di luar kelas
(lapangan).
e. Urutan kegiatan disusun secara fleksibel, luwes dan kontekstual.
f. Setiap aktivitas atau kegiatan pembelajaran harus menjamin rasa aman dan
nyaman setiap anak didik.
g. Setiap mengakhiri sesi pembelajaran, sebaiknya guru mengadakan evaluasi
sederhana mengenai kegiatan yang baru saja selesai dilakukan di dalam kelas
maupun di luar kelas.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan contoh susunan aktivitas
pembelajaransehari-hari, baik di lembaga PAUD biasa maupun lembaga PAUD full
day. Tetapi, yang akan dikemukakan disini hanya kerangka dasar saja, sehingga
masih dapat dikembangkan, domodifikasi dan disesuaikan dengan lembaga PAUD
masing-masing.
a) Susunan aktivitas sehari-hari lembaga PAUD biasa
Hari/ Tanggal
Kegiatan
Senin, 5 Okt
08.00-08.30
A. Pembukaan
 Berbaris dan berdoa
 Mengucapkan salam
selamat pagi
 Bernyanyi/ cerita pengantar
 Membahas tema
08.30-09.30
B.



09.30-10.00
C. Istirahat
 Makan bersama
 Bermain bebas
10.00-11.30
D.



Kemampuan
Penilaian
Kegiatan Inti
Kegiatan inti I
Kegiatan inti II
Kegiatan inti III
Penutup
Menyimpulkan inti kegiatan
Renungan
Doa penutup
b) Susunan aktivitas sehari-hari lembaga PAUD full day.
Hari/ Tanggal
Senin, 5 Okt
08.00-08.30
08.30-09.30
Kegiatan
A.



Pembukaan
Salam
Berdoa
Kegiatan fisik biologis (ke
toilet, menata rias,
mengatur tempat duduk).
B.



Kegiatan Jurnal Pagi
Bernyanyi/ cerita
Hafalan doa
Penjelasan materi
Kemampuan
Penilaian
09.30-10.00
C. Snack Time
 Makan snack bersama
10.00-11.30
D.




Kegiatan Bermain
Bermain
Inti kegiatan 1
Bermain
Inti kegiatan 2
11.30-12.00
E.



Program Kegiatan I
Kegiatan ke toilet
Kegiatan ke perpustakaan
Bermain bebas
12.00-13.00
F. Istirahat
 Makan siang bersama
 Tidur siang
13.00-14.30
G. Kegiatan Bebas
 Bangun tidur dan cuci muka
 Bermain bebas di
lingkungan PAUD
14.30-15.30
H. Program Kegiatan II
 Ke toilet
 Merawat tanaman/ binatang
peliharaan
 Membuang sampah pada
tempatnya
15.30-16.30
I.




Persiapan Pulang
Bermain bebas
Bernyanyi bersama
Membaca doa
Jemputan pulang
BAB 5
Manajemen Sarana & Prasarana PAUD
Manajemen sarana prasarana PAUD adalah pengelolaan secara efektif terhadap
seluruh aset lembaga PAUD yang dimiliki. Bagian ini akan membahas tentang
pengelolaan seluruh sarana prasarana tersebut, mulai dari penentuan lokasi pendirian
PAUD, luas tanah dan bentuk bangunan, sarana prasarana perangkat pembelajaran
dan manajemen perawatan maupun penggunaan.
A. Lokasi Pendirian PAUD
Pada prinsipnya, lokasi pendirian PAUD adalah area yang paling strategis sekaligus
paling kondusif sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan nyaman,
tenang dan mencerdaskan. Di samping itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah
jalur transportasi yang memadai, sehingga semua orang tua yang mempunyai anak
usia dini di kawasan tersebut dapat mengakses lembaga PAUD dengan mudah dan
aman. Jika lokasi tersebut telah memenuhi persyaratan ini, maka lembaga PAUD
layak didirikan di kawasan tersebut.
B. Luas Tanah dan Bentuk Gedung PAUD
1. Luas Tanah
Pada prinsipnya adalah terdapat rasionalisasi perbandingan antara luas tanah, luas
bangunan dan daya tampung anak-didik yang akan direkrut. Luas tanah berkaitan
dengan penyediaan lahan bermain di area terbuka (outdoor) besrta kelengkapan
sarana prasarana sebagaimana dikemukakan di depan, sedangkan luas bangunan
berkaitan dengan kapasitas jumlah anak-didik yang akan ditampung.
Biasanya , PAUD-PAUD perkotaan sangat terbatas dalam hal area bermain di
ruang terbuka karena keterbatasan luas tanah. PAUD perkotaan biasanya lebih
banyak mengadakan karya wisata atau out bond ataupun sekedar jalan-jalan
mengelilingi kompleks atau lingkungan PAUD sebagai kegiatan alternatif bahkan
“pengganti”.
2. Bentuk Bangunan PAUD
Bentuk bangunan gedung PAUD boleh berbeda dengan bentu-bentuk bangunan
yang lain. Selama ini, perbedaan antara gedung PAUD dengan gedung yang bukan
PAUD hanya sebatas warna cat dinding yang cerah dan lukisan yang terpampang
saja. Tetapi, bentuk gedung tetap sama yakni kotak dan atau persegi panjang.
Walaupun demikian, penampilan luar gedung PAUD yang berwarna warni dengan
lukisan dinding yang mesona cukup memikat kesan anak sehingga mereka tidak
terlalu sulit menangkap kesan edukatif ketika masuk kelas.
Dengan kata lain, bentuk gedung PAUD boleh dan lebih baik di desain dengan
nuansa yang khas dengan karakter umum anak usia dini. Bahkan jika memungkin kan
bentuk ruang kelas yang satu dengan yang lainnya juga berbeda. Jika gedung PAUD
seperti ini berhasil di wujudkan, maka PAUD yang demikian akan menjadi “surga para
pembelajar sejati”, yakni anak usia dini. Nuansa yang berbeda-beda tersebut
membuat anak senantiasa betah dan tidak pernah merasa bosan di sekolah. Demikan
pula dengan fasilitas-fasilitas bermain anak yang lain. Demikian seterusnya, sehingga
bentuk gedung PAUD menemukan ciri khasnya tersendiri, sebagaimana masjid yang
juga mempunyai khas tersendiri.
3. Pola Tata Ruang
Desain bentuk gedung PAUD sebaiknya khas dengan karakter anak-anak dan
berbeda dengan desain gedung-gedung pada umumnya. Bahkan tata-ruang kelas
yang satu dengan yang lainnya harus berdeda-beda, atau jika memungkinkan bisa
diubah sesuai dengan kesenangan anak. Disamping itu, pola ruang atau kelas juga
harus diperhatikan, seperti susunan berbagai perabotan ruangan seperti meja, kursi
rak, aksesoris dan lain-lain harus dibuat semenarik mungkin.
Pola tata-ruang yang demikian, dismping membuat anak-anak mudah
mengeluarkan inisiatif, juga membiasakan mereka untuk belajar tata tertib, teratur,
dan disiplin. Bahkan, itu akan membantu meringankan tugas guru, sehingga guru lebih
efektif dalam mengajar. Dengan mempertimbangkan pola tata-ruang tersebut,
pembuatan perencanaan dapat membantu dalam pemilihan dan penentuan berbagai
perabotan yang butuhkan di ruang atau kelas tersebut.
C. Sarana Prasarana Pembelajaran
Secara sederhana, berbagai alat permainan edukatif yang dapat menunjang
tercapainya belajar anak melalui kegiatan yang bermain dapat dipetakan ke dalam
dua kelompok, yaitu alat permainan edukatif di dalam ruangan (kelas atau aula) dan
alat permainan edukatif di luar ruangan atau lapangan. Berikut ini adalah daftar
beberapa jenis alat permainan edukatif kedua kelompok tersebut.
1. Sarana Prasarana Perangkat Pembelajaran Indoor
Perangkat sarana prasarana di ruang tertutup berisi berbagai fasilitas permainan
indoor, seperti balok dengan berbagai ukuran, bola, benda, menyerupai binatang,
mobil-mobilan dan lain sebagainya. Sarana prasarana ini akan merangsang
kreativitas anak dengan memperdayakan sarana prasarana yang ada di ruangan
tersebut.
Para psikologi perkembang dan para pendidik anak usia anak dini menyerukan
bahwa orang tua hendaknya tidak melarang atau mencegah perbuatan anaknya,
kecuali pada halhal yang membahayakan jiwanya. Larangan pada anak akan
memberikan tekanan mental , sehingga ia tidak berani melakukan apa pun karena
takut jika nantinya akan salah dan terlarang. Akibatnya, anak menjadi pasif dan
pendiam, karena takut melakukan hal-hal salah terlarang.
Disini dapat di tangkap adanya kontradiksi antara kebebasan kreativitas anak dan
keteraturan yang dikehendaki orang tua. Dengan menyediakan ruang khusus atau
lingkungan yang kondusif agar anak mendapat ruang yang dapat digunakan bebas
berkreasi. Oleh karena itu, orang tua perlu melengkapi isi ruangan dengan berbagai
macam alat permainan edukatif yang menarik perhatian anak. Berikut ini adalah
beberapa jenis alat permainan yang perlu disediakan di dalam ruangan atau aula
tempat bermain anak.










Balok dengan berbagai ukuran.`
Balok yang terbuat dari gabus atau kain.
Balok susun dengan ukuran beraturan, dari yang kecil sampai yang besar.
Mozaik
Papan pasak.
Benda-benda berbentuk geometri.
Papan berwarna-warni dengan beraneka ragam bentuk.
Menara susun beraneka ragam bentuk: menara gelang, kubus, segitiga, segi
enam, silinder dan lain sebagainya.
Berbagai gambar bertema lengkap, seperti: tema binatang, tema bangunan, tema
transpotasi dan lain sebagainya.
Balok berbentuk huruf dan bilangan.
Di samping kompleksitas alat bermain di ruang tertutup (aula), hal yang perlu
diperhatikan adalah penataan dan pengelolaannya. Dengan tersedianya ruang secara
khusus atau aula untuk kebebasan kreativitas anak, orang tua dapat menghindarkan
diri dari sikap melarang kebebasan anaknya. Sehingga, anaknya pun dapat
menyalurkan kebebasan kreatifnya. Dan juga perabotan dan aksesoris rumah tangga
tetap terjaga keserasian dan keteraturannya, karena kreativitas anak telah tersalurkan
di aula yang telah disediakan.
2. Perangkat Pembelajaran Outdoor
Selain memfasilitasi sarana prasarana pada ruang tertutup atau aula, juga harus
disediakan sarana prasarana permainan di ruang terbuka atau lapangan. Ruang
terbuka juga bisa menjadi wahana empiris terhadap beberapa alat permainan yang
terdapat di dalam ruang tertutup. Misalnya, anak telah akrab dengan gambar ayam,
kambing, sapi dan lain sebagainya. Nah, guru atau orang tua bisa mengajak anakanak ke area peternakan yang mengembangbiakkan berbagai binatang ternak
tersebut. Sehingga, anak- anak bisa melihat secara langsung, menyentuh secara
nyata (jika memungkinkan), mendengar suara aslinya, bahkan mencium aroma
berbagai binatang tersebut. Tentu hal, ini mampu meningkatkan fungsi pancaindra
anak secara maksimal. Selain area peternakan sebagai manifestasi gambar
bertemakan binatang maupun tanaman ataupun yang lainnya.
Mungkin tidak semua anak dapat menikmati sumber belajar di ruang terbuka
sebagaimana disebutkan di atas, terutama anak perkotaan. Jenis ruangan terbuka
yang telah di persempit tersebut telah banyak dikembangkan di sekolah-sekolah TK
perkotaan berbentuk area atau lapangan bermain. Mereka mampu “menyulap”
halaman sekolah atau lapangan menjadi area bermain yang sangat menarik. Secara
terperinci, beberapa alat permainan edukatif yang selayaknya tersedia di ruang
terbuka dalah sebagai berikut:


Kursi jungkit menyerupai kuda-kudaan.
Kolam renang dengan kedalaman 60-80cm.








Papan luncur di sebelah kolam renang yang bentuknya menyerupai gajah.
Ban mobil bekas yang telah dicat untuk di gelindingkan.
Titian berbentuk binatang yang beragam.
Papan jungkit dari kayu.
Ayunan kursi dan ayunan gantung.
Bola dunia untuk bermain memanjat.
Anyaman tali besar (tampar) untuk memanjat.
Terowongan buatan atau gorong-gorong, dan lain-lain.
Dalam hal ini Marjorie J. Kostelnik dari Michigan State University memperkenalkan
cara baru untuk anak-anak TK di perkotaan supaya dapat memanfaatkan alam
terbuka sebagai sumber belajar. Cara baru tersebut adalah karya wisata. Jika ruang
terbuka (lapangan) pada khususnya dan alam bebas pada umumnya hendak
dijadikan sebagai sumber belajar dan area bermain bagi anak, maka syarat yang tak
boleh diabaikan adalah faktor keamanan. Guru dan orang tua harus bisa menjamin
dan memastikan suatu area, baik lapangan maupun alam terbuka bebas dari
tumbuhan liar, binatang berbisa, dan benda-benda tajam lainnya. Walaupun demikian,
pendampingan guru dan orang tua tetap di perlukan, mengingat kreativitas anak di
alam terbuka sangat sulit dikendalikan.
Satu hal yang tidak boleh diabaikan dalam perlengkapan sarana prasarana
pembelajaran, baik di ruang tertutup maupun terbuka adalah, bahwa sistem layanan
pembelajaran harus mengakomondasi kemampuan, minat, dan kebutuhan anak.
Sebab, hal ini akan menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam setiap mengikuti
aktivitas pembelajaran.
D. Manajemen Perawatan Sarana Prasarana dan Penggunaan
Bagian ini membahas manajemen perawatan sarana prasarana, khususnya
berbagai alat permainan edukatif, baik indoor maupun outdoor. Manajemen ini di
pandang lebih penting dari pada manajemen perawatan sarana prasarana yang lain.
Bahkan merawat jauh lebih penting dari pada membuat. Dengan kata lain, perawatan
adalah pencegahan dari kerusakan.
Lebih dari itu, pengelolaan alat permainan edukatif yang baik akan membuat anak
senang bermain dan betah untuk menyelesaikan berbagai permainnanya. Menurut
Cherry Clare, lingkungan sekolah memengaruhi motivasi bermain anak (Clare, 1972).
Oleh karena itu, menata atau mengatur alat permainan sedemikian rupa sehingga
menarik simpati anak sangat di perlukan. Dengan harapan, anak senang bermain dan
belajar di sekolah.
Beberapa aspek penting dalam pengelolaan alat permainan edukatif adalah
perencanaan, pengadaan, perawatan atau pengawetan, penggunaan dan evaluasi
sekaligus penghapusan. Uraian-uraian selanjutnya pada bagian ini akan menguraikan
bagian-bagian penting dari pengelolaan alat permainan edukatif tersebut.
1. Perencanaan
Perencanaan adalaha kegiatan atau agenda yang dicanangkan dan akan segera
dilaksanakan. Dalam konteks manajemen alat permainan edukatif, supaya
menghasilkan perencanaan yang baik, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini.
a. Mempertimbangkan jumlah dan usia anak-didik
Sebelum pengadaan alat permainan edukatif, harus di pertimbangkan jumlah
anak dan usianya. Sebab, alat permainan yang terlalu sedikit akan berakibat pada
pertikaian antara anak karena berebut mainan. Ukuran ruang kelas juga tidak boleh
diabaikan. Ukuran ruang kelas untuk anak-anak antara 20-30 peserta didik diperlukan
ruang minimal berukuran 7 x 8 meter.
Sedangkan alasan keharusan mempertimbangkan usia anak adalah untuk
menentukan jenis permainanedukatif tertentu, sehingga anak dapat bermain dengan
ceria. Sebab, jika alat permainan edukatif yang tersedia tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan anak, maka anak-anak tidak mau belajar sama sekali. Padahal,
bermainnya anak-anak adalah belajar itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel
pengelompokan kelas berdasarkan usia anak berikut ini:
Tabel Pengelompokan (Kelas) Anak Berdasarkan Usia
No
1.
2.
3.
4.
5.
Usia anak
0 - 3 tahun
3 – 3,6 tahun
3,6 – 4 tahun
4 – 5 tahun
5 – 6 tahun
Jumlah Maks
Kelompok
Kelas
25 – 30 anak
15 – 20 anak
15 – 20 anak
15 – 20 anak
15 – 20 anak
TPA
KB
KB
TK
TK
A1
A2
B1
B2
Berdasarkan tabel pengelompokan usia anak ke dalam kelas-kelas
sebagaimana di sebutkan di atas, dapat dipahami bahwa selisih usia anak-anak
apada kelas KB adalah 6 bulan dan anak-anak kelas TK 12 bulan atau satu tahun.
Khusus mengenai anak-anak kelas TPA (Tempat Penitipan Anak: 0 – 3 tahun), hingga
saat ini belum berjalan secara lancar. Artinya, minat masyarakat untuk menitipkan
anaknya pada usia tersebut masih sangat minim, sehingga anak-anak yang ada di
campur menjadi satu. Itupun biasanya tidak lama. Sementara ini, kelas TPA yang
berjalan hanya berkisar antara 2 – 3 jam dalam sehari, yakni ketika ibu dari si anak
tersebut sedang ada kegiatan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Sedangkan bagi
ibu-ibu karier, mereka lebih memilih menitipkan anaknya sejak usia 2 bulan kepada
ibu-ibu tetangganya yang tidak bekerja.
Termasuk dalam hal ini adalah gedung PAUD. Usahakan bentuk gedung PAUD
berbeda dengan bangunan lainnya, maka buatlah desain gedung PAUD yang khas
dengan karakter umum anak usia dini, agar PAUD yang demikian menjadi “surga
pembelajar sejati”, yakni usia dini. Nuansa yang berbeda- beda tersebut membuat
anak senantiasa betah dan tidak pernah merasa bosan di sekolah.
Demikian pula dengan fasilitas-fasilitas bermain anak. Demikianlah
penyesuaian alat permainan edukatif (termasuk gedung dan fasilitas yang lain)
dengan tingkat perkembangan atau usia anak. Dengan mempertimbangkan faktoer
ini, maka semua hal yang akan di capai di kemudian hari pasti akan lebih baik.
b. Sistem pembiasaan
Sistem pembiasaan yang dimaksud adalah pembiasaan anak untuk bermain
setiap hari. Kebiasaan ini menuntut jenis permainan yang awet dan tahan lama,
sehingga walaupun dipakai setiap hari tetap dalam keadaan baik. Oleh karena itu,
ketika mengadakan (membeli) alat permainan edukatif, jangan hanya
mempertimbangkan dana atau uang semata. Tetapi, kualitas alat permainan harus
diutamakan. Lebih baik menyediakan alat permainan edukatif terbatas dalam jumlah
yang lengkap, daripada mengadakan alat permainan edukatif terbatas dalam jumlah
yang banyak tetapi hanya satu macam.
Guru harus pandai-pandai mengatur secara bergiliran dan beraturan agar anak
dapat menggunakan alat permainan edukatif tersebut secara bergantan, tertib dan
teratur. Dengan demikian, pembiasaan bermain dapat terpenuhi secara memadai,
walaupun terbatas.
c. Keuangan
Pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif merupakan
kewajiban yang tak boleh diabaikan. Sebab, tanpa alat permainan edukatif yang
menarik, anak-anak akan mudah jenuh dan tidak mau sekolah lagi. Hanya saja
pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif tersebut hendaknya
disesuaikan dengan kemampuan sekolah.
Dengan mempertimbangkan faktor keuangan sekolah, hasil perencanaan dapat
lebih matang. Sehingga, walaupun alat permainannya sedikit (dengan pola giliran
secara atau berurutan dengan baik) bisa mecukupi kebutuhan bermain anak dan
sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
2. Pengadaan
Aspek pengelolaan alat permainan edukatif yang kedua adalah pengadaan.
Disamping menyesuaikan dengan perencanaan, pengadaan alat permainan edukatif
juga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
a. Pemahaman terhadap seluk-beluk alat-alat permainan edukatif
Tercapai atau tidaknya tujuan belajar pada anak melalui kegiatan bermain
ditentukan oleh jenis alat permainan edukatif yang digunakan. Sebab, tujuan
memberikan berbagai permainan pada anak tidak lain adalah untuk meperkenalkan
kepada mereka berbagai konsep. Oleh karena itu, memerhatikan karakteristik dan
seluk-beluk serta fungsi berbagai alat permainan edukatif sangat penting.
Pemahaman terhadap seluk-beluk alat permainan edukatif yang mampu
menunjang tercapainya tujuan belajar melalui bermain harus di pertimbangkan secara
seksama sebelum pengadaan atau membeli alat permainan edukatif dilanjutkan.
3. Penggunaan
Berbeda dengan aspek-aspek yang lain, penggunaan alat permainan edukatif
lebih menekankan pada teknis lapangan. Karena sifatnya teknis, maka aspek yang
penting yang perlu diperhatikan juga bersifat teknis. Nah, sifat teknis dalam
penggunaan alat permainan edukatif itu adalah keteraturan atau prosedur bermain
yang sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan dengan mempertimbangkan faktor
keamanan.
Pertama, keteraturan atau prosedur langkah kerja dalam bermain. Menurut
Montessori, bermain bagi anak adalah “kerja” bagi orang dewasa (Lesley Britton,
1972). Sebagaimana pekerjaan-pekerjaan lain yang mempunyai aturan dan prosedur
kerja, demikian pula dengan alat-alat permainan edukatif yang juga mempunyai aturan
bermain yang tertib dan menyenangkan. Dengan kata lain, anak-anak harus diatur
dan dibimbing agar dapat menggunakan berbagai alat permainan edukatif sesuai
dengan prosedur yang ada. Jadi, jika prosedur penggunaan alat permainan edukatif
telah dipahami anak-anak secara memadai, pasti akan menggunakan alat permainan
edukatif tersebut dengan mengikuti prosedur yang ada. Walaupun demikian,
pendampingan guru tidak boleh diabaikan.
Kedua, faktor keamana. Faktor keamanan adalah aspek terpenting dari bermain.
Terlebih lagi jika anak-anak bermain di alam terbuka atau alam bebas. Faktor
keamanan tidak boleh ditawar-tawar. Identifikasi faktor keamanan ini bisa dilakukan
dengan mendeteksi dari bahan, lokasi dan lain sebagainya.Walaupun demikian,
pendampingan dan pemantauan dari guru dan orang tua tak boleh di tawar-tawar.
4. Perawatan
Setelah alat edukatif digunakan dengan tertib dan teratur, maka alat-alat
permainan tersebut harus disimpan atau dirawat sedemikian rupa, supaya tetap awet
(tahan lama/ tidak cepat rusak) dan tetap aman digunakan. Jadi, jangan dibiarkan alat
permainan edukatif berserakan dan disimpan sembarangan setelah digunakan.
Beberapa tempat yang aman digunakan untuk merawat berbagai alat permainan
edukatif di atas adalah rak dan lemari. Minimal, alas tempat penyimpanan alat
permainan edukatif tidak bersentuhan langsung dengan lantai dasar yang dingin dan
lembab. Oleh karena itu, rak dan lemari tidak bermasalah jika diletakan pada posisi
rendah sehingga anak-anak mudah mengambil dan mengembalikan alat permainan
edukatif yang digunakan.
Pertama, rak. Tempat menyimpan alat-alat permainan edukatif yang paling
sederhana sekaligus lebih aman adalah rak. Jika jumlah rak bertingkat-tingkat dan
terbentang sepanjang tembok sisi ruang kelas, maka ada baiknya setiap kotak dari
tiap-tiap rak diberi kode nama alat permainan edukatif yang disimpan di dalamnya.
Disamping hal ini dapat mempermudah pencarian anak terhadap alat permainan yang
diinginkannya, pengkodean akan membiasakan anak pada bentuk-bentuk simbol dan
baca tulis.
Kedua, lemari tertutup. Biasanya lemari digunakan untuk menyimpan barangbarang berharga. Tetapi sesungguhnya alat-alat permainan edukatif pun bisa
disimpan di lemari. Justru lebuh menjamin keamanan dan kelembapan udara di
dalamya, dan tidak rentan rusak. Lemari adalah tempat penyimpanan yang terbaik.
5. Evaluasi
Hanya dengan evaluasilah tingkat perkembangan anak yang dicapai melalui
kegiatan bermain dapat diketahui. Melalui kegiatan evaluasi, dapat diketahui berapa
alat permainan edukatif yang masih layak digunakan, berapa yang sudah kusam, dan
berapa yang telah rusak dan perlu diganti.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengevaluasi
semua alat permainan edukatif.
1. Buatlah daftar semua alat permainan edukatif yang ada, dengan kriteria rusak
ringan (Rr), rusak sedang (Rs), dan rusak berat (Rb).
2. Masukan semua jenis alat permainan edukatif yang ada ke dalam kolom “Jenis
alat permainan edukatif”.
3. Identifikasi semua alat permainan edukatif dalam setiap satu pekan sekali.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis Alat Permainan edukatif
Nama alat permainan edukatif
Nama alat permainan edukatif
Nama alat permainan edukatif
Nama alat permainan edukatif
Nama alat permainan edukatif
Rr
Rs
Rb





4. Hasil identifikasi adalah pemberian tanda contreng pada setiap jenis alat permaina
edukatif.
5. Tindak lanjut dari hasil evaluasi tersebut adalah, segera di cat ulang untuk alat
permainan yang rusak ringan (Rr), segera diperbaiki untuk alat permainan yang
rusak sedang (Rs), dan segera di ganti untuk alat permainan yang rusak berat
(Rb).
BAB 6
Manajemen Desain Lingkungan PAUD
Manajemen desain lingkungan PAUD adalah penataan- tepatnya set plantampilan indoor maupun outdoor PAUD. Menata atau mengelola penampilan indoor
maupun outdoor PAUD tidak bisa dilakukan sembarang orang. Orang yang mamu
mengerjakan hal ini adalah mereka yang berasal dari pendidikan seni atau pendidikan
desain. Merekalah yang mampu memilih komposisi warna dan gurat-gurat corak serta
khas lukisan yang dapat melejitkan dunia fantasi anak. Proses pembuatan desain
PAUD hampir melibatkan seluruh unsur seni artistik yang ada. Lebih dari itu, seni
artistik yang dimaksud harus disesuaikan dengan dunia fantasi anak, sehingga setting
indoor maupun outdoor pembelajaran dapat menambah suasana ceria anak.
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa komponen manajemen desain
PAUD, khususnya yang erat kaitan dengan filosofi desain lingkungan PAUD, pronsipprinsip pengelolaan lingkungan, tata tertib PAUD, dan optimalisasi pemanfaatan
lingkungan PAUD.
A. Filosofi Desain Lingkungan PAUD
Konsep desain justru melibatkan pemikiran yang sangat mendalam dan
filosofis. Lukisan di dinding tembok lembaga PAUD mengandung makna filosofis yang
menggambarkan bahwa anak bagaikan tunas tanaman yang sedang tumbuh di taman
dan berinteraksi (berteman) dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Anak
bagaikan “tunas sebuah taman” , sekaligus menjadi “teman” bagi makhluk yang lain
di taman yang indah. Ini hanya sekedar contoh, bahwa lukisan yang tampak
sederhana ternyata melibatkan makna filosofis yang sangat mendalam. Setiap jengkal
lingkungan PAUD bisa menjadi cerminan program, tujuan, visi dan misi kelebagaan.
Konsep desain lingkungan PAUD dengan landasan filosofis yang kuat sangat
dibutuhkan, khususnya dalam penataan ruang, pemetaan fungsi lahan, tata letak
bangunan, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, hiasan, khususnya lukisan sangat
membutuhkan desain yang mendasarkan pemikiran filosofis yang mendalam. Mulai
dari pemilihan komposisi warna, corak lukisan yang dipakai, objek yang akan dilukis
dan yang tidak kalah pentingnya adalah makna filosofis di balik lukisan tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Lingkungan PAUD
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan PAUD yang dimaksud.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Keserasian
Keindahan
Keseimbangan
Tata artistik
Keamanan
Nilai ekonomis
Kesatupaduan.
Itulah ketujuh prinsip manajemen desain lingkungan PAUD, agar tampak indah,
asri, nyaman, dan menyenangkan, tetapi juga bisa dimanfaatkan secara optimal, dan
yang lebih penting adalah efektif dan efisien.
C. Optimalisasi Pemanfaatan Lingkungan PAUD
Uraian selanjutnya akan membahas manajemen optimalisasi lingkungan PAUD.
1. Perpustakaan Anak
Perpustakaan adalah jantung lembaga pendidikan. Maju dan mundurnya
kompetensi akademik sebuah lembaga pendidikan terletak pada besar dan kecilnya
perpustakaan serta banyak dan sedikitnya koleksi buku didalamnya. Semakin besar
perpustakaan (semakin banyak jumlah judul buku yang dikoleksi), semakin besar
pula kekayaan intelektual anak-didik di lembaga pendidikan tersebut.
Fungsi pertama dan utama buku-buku di perpustakaan PAUD bukan untuk dibaca
ditempat, melainkan untuk memunculkan minat baca anak-didik. Mungkin, pada
awalnya anak-anak hanya suka melihat, kemudian memegang, setelah itu membuka,
lantas membolak-balikan lembaran-lembaran isi buku tersebut. Dari sinilah
tumbuhnya minat baca tersebut. Bahkan sebelum tumbuh minat baca itu sendiri,
anak-anak sudah penasaran terhadap isi buku yang dibolak-balikkan isiya tersebut.
Semangat membara untuk membaca dalam diri anak tersebut akan dibawa hingga
masa dewas kelak.
Ketika anak-anak mulai bisa membaca sendiri, ia akan menghabiskan
waktuwaktu luangnya untuk membaca. Inilah fondasi seorang pembelajar sejati. Dan,
kebiasaan tersebut akan semakin meningkat secara terus-menerus. Hal ini
menunjukan bahwa fungsi perpustakaan di PAUD sangat efektif.
Fenomena rendahnya minat baca disebabkan minimnya kegiatan pembacaan
buku anak ketika mereka masih usia dini atau duduk di bangku TK. Terbatasnya
buku-buku di perpustakaan sekolah TK adalah justru menjadi motivasi tersendiri
untuk mengadakan perpustakaan pribadi di rumah atau keluarga. Hal harus di
perhatikan dalam pembelian buku anak ini adalah warnanya menarik, banyak gambar
yang indah, kertasnya halus dan tebal (supaya tidak mudah robek), dan sedikit tulisan
hurufnya tetapi banyak gambarnya.
2. Perlengkapan Musik Outdoor
Musik outdoor adalah musik yang diputar di luar kelas atau lebih tepatnya di ruang
terbuka, khususnya halaman lembaga PAUD. Keberadaan musik outdoor ini dapat
mengiringi anak-anak bermain, sehingga mereka lebih bersemangat dan selalu ceria.
Telah banyak penelitian yang menunjukan bahwa musik dapat mebantu prestasi anak
dalam banyak hal.
Penelitian lain yang dipublikasikan secara luas juga menunjukan hal yang
hampirbersamaan. Penelitian itu menyebutkanbahwa anak yang di perdengarkan
musik selama 8 (delapan bulan) mengalami peningkatan kecerdasan intelektual (IQ)
sebesar 46% dibandingkan dengan anak yang tidak di perdengarkan musik (May
Lwin, dkk., 2008).
Permainan musik dapat menjadi penyemangat atas semua aktivitas anak,
sehingga ketika bermain mereka selalu bersemangat. Lebih dari itu, musik dapat
menstimulasi daya imajinasi anak, sehingga ketika bermain diiringi dengan musik
fantasinya jauh menembus apa yang dimainkannya tersebut. Inilah sebabnya,
keberadaan musik outdoor sangat diperlukan di lembaga-lembaga PAUD.
3. Laboratorium IT untuk Anak
Laboratorium IT adalah tempat memperkenalkan anak pada alat-alat teknologi
informasi. Laboratorium ini tidak harus berisis alat-alat teknologi informasi yang
canggih, tetapi cukup beberapa unit kompuer atau alat-alat komunikasi, seperti
telepon atau HP dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar anak dikemudian hari tidak
gagap teknologi.
Keberadaan laboratorium IT bisa diisi dengan beberapa software atau video
games yang edukatif. Tetapi, kebnyakan jenis permainan berbasis IT hanya
mebggunakan tombol-tombol otomatis- yang cara bermainnya hanya cukup dengan
sentuhan-sentuhan saja. Tentu hal ini tidak akan membantu banyak dalam
pengembanganmotorik kasar maupun motorik halus anak.
Terdapat pelajaran penting dari permainan berbasis IT. Pelajaran tersebut adalah
ketangkasan dan keterpaduan reflektif antara mata dan tangan. Ironisnya, permainan
edukatif berbasis It mampu memikat anak sehingga anak-anak betah bermain
dengannya selama berjam-jam tanpa kelelahan, bahkan sampai ada yang sudah
“kecanduan”. Hal ini akan membuat anak menjadi anak yang pasif dan individualistik.
Dengan mempertimbangkan dampak positif (ketangkasan) dan dampak negatif
(individualis dan pemalas) yang ditawarkan alat permainan berbasis IT ini, orang tua
dan guru hendaknya dapat memilih dan memilah jenis-jenis program bermain yang
meminimalisir dampak negatif anak dan mengoptimalkan pelajaran yang terkandung
di dalamnya.
BAB 7
Manajemen Input, Proses & Output PAUD
Ketiga komponen ini menjadi inti terselenggaranya lembaga PAUD. Uraian
selanjutnya pada bagian ini akan membahas ketiga bentuk manajemen di ranah input,
proses dan output tersebut.
A. Manajemen Input Anak Didik
Pembahasan secara khusus dan eksplisit tentang manajemen input di pandang
penting karena manajemen di bidang ini sangat menentukan berkembang atau
majunya sebuah lembaga PAUD. Artinya, lembaga PAUD dikatakan berkembang dan
maju jika mendapatkan input anak-didik yang memenuhi kuota yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, besar kecilnya sebuah lembaga PAUD diukur oleh seberapa besar
jumlah orang tua dan masyarakat yang memercayakan anak-anak mereka kepada
lembaga yang bersangkutan.
Jika memang lembaga PAUD yang bersangkutan tidak berkualitas, hampir bisa
dipastikan tidak ada orang tua yang akan memercayakan anak kandungnya pada
lembaga tersebut. Sebaliknya, jika lembaga PAUD memang terbukti kualitasnya
sangat baik, hampir bisa dipastikan bahwa orang tua dan masyarakat sekitar akan
memercayakan anak kandung mereka pada lembaga PAUD tersebut.
Berkaitan dengan manajemen input anak didik tersebut, perlu dibuat pola
manajemen input anak didik tersebut, perlu dibuat pola manajemen input yang efektif
dan efisien. Memang, kaitan eratnya dengan promosi atau marketing lembaga PAUD.
Fokus pembahasan pada subbab ini adalah manajemen input anak-didik.
1. Penenrimaan Calon Nak-Didik Baru
Diakui atau tidak, semua lembaga pendidikan yang ada, khususnya yang
berstatus swasta, termasuk PAUD, bersains satu sama lain untuk mendapatkan input
anak didik yang terbaik. Hal ini wajar karena memang lembaga pendidikan tidak hanya
satu dan tersebar luas. Disamping itu, kompetensi seperti ini mambawa dampak pada
motivasi perbaikan secara internal di tubuh masing-masing lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Disisi lain, adanya banyak lembaga pendidikan yang tersedia,
memudahkan orang tua untuk memilih lembaga pendidikan yang terbaik.
Dalam konteks kompetisi mendapatkan input calon anak-didik yang terbaik inilah
diperlukan manajemen input yang terbaik inilah diperlukan manajemen input yang
efektif dan efisien. Tanpa adanya pola manajemen input yang baik, maka lembaga
PAUD akan kesulitan memenuhi kuota minimal jumlah anak didik yang dicanangkan
bahkan akan menemui kendala besar dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anakdidik.
Secara sederhana, manajemen input anak didik PAUD meliputi tiga hal, yakni
pendaftaran ,tes wawancara sederhana, dan pembiayaan.
Pertama, pendaftaran. Dalam pendaftaran inilah identitas calon anak didik dapt
diketahui dengan jelas. Selanjutnya, data tentang identitas diri tersebut akan menjadi
pertimbangan diterima atau tidaknya calon anak didik yang bersangkutan. Biasanya,
faktor utama diterima atau tidak adalah faktor usia. Jika usia belum memenuhi syarat,
maka lembaga PAUD yang bersangkutan pasti akan menunda untuk diterima tahun
berikutnya.
Kedua, tes wawancara sederhana. Misalnya, berat dan tinggi badanya berapa,
kesukaan atau hobinya apa, kalau menangis biasanya cara mengatasinya
bagaimana, dan lain sebagainya. Disamping itu, daya tampung lembaga PAUD yang
bersangkutan menjadi harga mati pembatasan penerimaan anak didik baru.
Ketiga, pembiayaan atau administrasi. Biasanya, persoalan pokok pada hal ini
adalah pelunasan uang pembayaran pendidikan. Setiap calon anak-didik baru dikenai
sejumlah biaya untuk pengadaan seragam anak, sumbangan pengembangan
kelembagaan dan biaya pendidikan. Jika proses ini telah selesai, maka selesailah
tahap penerimaan anak didik baru. Tidak ketinggalan, data setiapa nak yang diterima
dicatat dalam arsip secara khusus dan akan disimpan untuk selamanya.
Semakin baik promosi yang dilakukan, semakin besar kemungkinan lembaga
tersebut mendapatkan input anak-didik. Tetapi, jika hal ini tidak diimbangi dengan
kualitas lembaga secara internal, promosi segencar apa pun tidak akan banyak
membawa perubahan.
2. Seleksi
Terdapat dua jawaban yang bisa menjadi pilihan agar tidak banyak menolak calon
anak-didik.
Pertama, proses seleksi berdasarkan usia kronologis dan usia mental. Artinya,
lembaga PAUD harus benar-benar menaati peraturan apad usia berapa anak boleh
masuk di TK/RA, KB amupun TPA. Disamping itu, seleksi juga harus memerhatikan
faktor usia mental. Artinya, walaupun anak telah berumur 4 tahun, misalnya, tetapi
jika secara mental terlalu ke kanak-kanakan, maka sebaiknya penerimaannya
ditunda tahundepan. Atau, jika lembaga PAUD tersebut telah membuka kelas KB,
maka ia boleh masuk pada kelas ini. Dengan demikian, usia mental membawa dua
pilihan, yakni ditunda penerimaannya hingga tahundepan atau masukan pada kelas
dibawahnya.
Kedua, melakukan pengembangan atau perluasan kelembagaan. Tetapi, jika hal
ini terlalu jauh, bisa membuka kelas baru dan menambah jumlah tenaga
kependidikan.
Dengan pola manajemen seleksi calon anak-didik sebagaimana disebutkan di
atas, maka lembaga PAUD bisa eksis melakukan prosesi ritual tahunan, yakni
penerimaan calon anak didik secara efektif dan efisien.
B. Manajemen Proses
Manajemen proses adalah pengelolaan pendidikan yang mencakup segala aspek
pembelajaran. Dengan demkian, manajemen proses adalah pengelolaan bagaimana
caranya agar proses pembelajaran di lembaga PAUD dapat berjalan dengan lancar,
efektif dan efisien. Karena proses pembelajaran di lembaga PAUD adalah syarat
dengan permainan edukatif, maka sebagian besar proses pendidikan juga harus
dengan permainan. Sebab, hanya dengan kegiatan bermainlah aktivitas belajarmengajar anak dapat berjalan efektif dan efisien. Dengan kata lain, PAUD yang efektif,
adalah PAUD yang menjadikan kegiatan bermain sebagai basis aktivitas
pembelajaran.
Fungsi manajemen proses adalah mengelola agar anak-didik dapat bermain atau
belajar dengan teratur, penuh semangat dan rasa riang. Sebab, hanya dengan
bermainlah anak-anak hidup bahagia, dan menjadi cerdas karenanya. Tetapi, bagi
orang tua sepertinya bermain masih di pandang sebelah mata. Dalam hal ini, sekolah
atau PAUD-lah yang harus aktif menyosialisasikan program-program bermainnya
untuk anak-didik kepada orang tua siswa. Salah satu bentuk sosialisasi adalah
dengan cara mengadakan pengajian rutin setiap bulan yang dihindari oleh masyarakat
sekitar, wali siswa, dan guru-guru PAUd. Dan, kegiatan semacam ini merupakan
bagian dari manajemen proses di dalam kelembagaan PAUD.
Dengan penyamaan persepsi tentang bermain di antar kedua belah pihak- rumah
sebagai “sekolah bermain” dan lembaga PAUD sebagai tempat “Belajar bermain”maka tumbuh kembang anak akan mecapai titk maksimum karena mendapatkan
stimulus yang tepat.
Nah, optimalisasi tumbuh kembang anak inilah yang disebut dengan keberhasilan
manajemen proses. Indikatornya adalah, proses pembelajaran atau penyelenggaraan
berbagai permainan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Rumah yang di dalamnya (orang tua) tidak harmonis, bahkan rusak (broken home)
tidak akan bisa menjadi “sekolah” pertama bagi anak. Karena keluarga sebagai
“sekolah” pertama telah rusak- dan dengan demikian anak juga ikut rusak- maka
manajemen proses sebaik apa pun di tubuh kelembagaan PAUD tidak akan berjalan
dengan efektif dan efisien. Sebab, anak yang rusak sulit diajak bermain,
bersosialisasi, bernyanyi, dan lain sebagainya. Inilah sebabnya, mengapa kunci
keberhasilan manajemen proses dilembaga PAUD tergantung pada efektivitas rumah
sebagai “sekolah” pertama bagi anak.
C. Manajemen Output
Output adalah dampak dari sebuah proses. Dengan kata lain jika prosesnya baik,
amak dapat dipastikan hasilnya (outputnya) juga baik. Demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa output merupakan cerminan proses.
Cerminan atau output tersebut biasanya di presentasikan oleh penguasaan
berbagai aktivitas pembelajaran yang dikuasai oleh anak didik. Cara melihat
kemampuan anak dalam menguasai berbagai aktivitas pembelajaran adalah sengan
sistem evaluasi yang dilaksanakan lembaga PAUD yang bersangkutan. Sebab, hanya
di dalam evaluasi akan ditemukan tolak ukur keberhasilan yang jelas mengenai
capaian tumbuh kembang anak. Evaluasi tersebut biasanya dilakukan setelah
pelaksanaan program pembelajaran yang disebut dengan istilah Satuan Kegiatan
Harian (SKH).
Dari sinilah dapat diketahui bagaimana para guru melakukan identifikasi langsung
berbagai keberhasilan anak ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Untuk
lebih jelasnya, Anda bisa membaca kembali GBPKB bidang pengembangan
kemampuan kognitif dalam kurikulum PAUD 2004.
Proses evaluasi hingga menghasilkan gambaran hasil output anak didik memang
sangat rumit. Tetapi, justru dengan kerumitan itulah tumbuh kembang anak secara
lengkap dan utuh dapat diketahui dengan jelas. Walaupun demikian apada akhirnya,
kerumitan sebagaimana tercermin dalam SKH bisa dilukiskan dalam bentuk grafik
hasil (output) perkembangan, sehingga tampak lebih sederhana dan mudah dipahami.
Lihatlah contoh grafik hasil output capaian atau tumbuh kembang anak berikut ini.
o
V
o
MA
Sn
Bhs
Sos
Kogn
Fisk
Ems
S
Grafik hasil (output) evaluasi tumbuh kembang anak
Keterangan:
MA = Hasil perkembangan moral dan agaman
Sn = Hasil perkambangan Seni
Bhs = Hasil perkembangan Bahasa
Sos = Hasil perkembangan Sosial
Kogn = Hasil perkembangan Kognitif
Fisk = Hasil perkembangan Fisik motorik
Ems = Hasil perkembangan Emosi
Dari contoh grafik di atas, orang tua maupun guru dapat mengamati dengan
mudah dan jelas hasil (output) aspek tumbuh kembang anak. Dari grafik itu pula guru
maupun orang tua dapat memberikan tekanan pada aspek-aspek tertentu yang
masing-masing mengalami keterlambatan tumbuh kembang.
Nah, manajemen output adalah rekaptulasi hasil evaluasi dari hari ke hari
minggu ke minggu, bulan ke bulan, semester ke semester dan tahun ke tahun. Semua
data hasil evaluasi disusun secara sistematis sehingga pola perkembangan anak
dapat dilihat secara sistematis dari hari ke hari hingga tahun ke tahun. Pola
manajemen output seperti ini disamping bermanfaat bagi orang tua anak, juga
bermanfaat bagi guru, khususnya ketika akan memberikan aktivitas pembelajaran
baru. Guru dapat menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang akan diberikan dengan
tahap capian tumbuh kembang anak.
Terlebih lagi jika dalam pengelolaan output tersebut lembaga PAUD juga
menjalin hubungan secara kelembagaan dengan SD/MI yang benar-benar dapat
menjamin berlangsungnya tumbuh kembang anak secara baik. Tentu, pola
manajemen output yang demikian akan sangat bermanfaat, khususnya membantu
para orang tua untuk menentukan pilihan sekolah lanjutan untuk anak-anaknya.
BAB 8
Manajemen Pengawasan (Supervisi) PAUD
Supervisi PAUD merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui
keberhasilan manajemen lembaga PAUD yang sedang maupun yang telah dilakukan
para penyelenggara pendidikan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki pola
manajemen dan sistem pendidikan yang dijalankan.
Tugas utama supervisi adalah mengukur sejauh mana keberhasilan
manajemen pendidikan yang dijalankan. Lebih dari itu, hasil supervisi harus dapat
digunakakn untuk memperbaiki aspek-aspek kelemahan manajemen yang ada dan
mempertahankan aspek-aspek yang di pandang cucukp berhasil. Dengan demikian,
konsentrasi supervisi pendidikan adalah mengevaluasi, keberhasilan manajemen,
menemukan kendala dan memecahkannya serta melakukan perbaikan secara
kontinu.
A. Pengertian Supervisi PAUD
Supervisi PAUD merupakan pemberian bimbingan langsung ke lembaga PAUD
dan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan maupun
penyimpangan-penyimpangan dalam rangka menyempurnakan manajemen lembaga
PAUD. Atas dasar ini, keberadaan supervisi PAUD diharapkan dapat meningkatkan
mutu pendidikan PAUD, khususnya pada aspek pembelajaran.
Meningkat atau tidaknya lembaga PAUD tergantung pada supervisor. Tetapi,
disamping supervisor, guru juga dituntut untuk berperan serta aktif dalam
meningkatkan mutu kelembagaan PAUD. Tentu tindakan perbaikan guru termasuk
kepala dan staf-staf yang dibawahnya tersebut harus merujuk pada hasil-hasil
evaluasi atau pengawasan yang dilakukan supervisor. Dengan demikian, hasil
pengawasan atau supervisi dapat ditindak lanjuti oleh semua komponen lembaga
PAUD dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Supervisi PAUD
Para supervisor harus mengetahui prinsip-prinsip yang menjadi pegangan pokok.
Beberapa prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Supervisi
a. Supervisi harus demokratis. Supervisi menghendaki agar tiap-tiap guru diberikan
kebebasan untuk berpikir dalam memajukan inisiatif, kreativitas, menyampaikan
pendapat, mengoordinasikan kerja sama atarguru, dan mampu menggerakan
seluruh komponen yang disupervisi.
b. Harus konkret, objektif, dan sistematis. Supervisi yang konkret, objektif dan
sistematis adalah supervisor yang jelas sasarannya, apa adanya, tidak
merekayasa, dan dilaksanakan secara terencana dan kesinambungan.
c. Harus kreatif dan inovatif, jika supervisis yang demokratis sebagaimana
disebutkan di atas dilakukan berdasarkan data yang objektif dan konkret maka
supervisi tersebut bisa disebut supervisor yang kreatif dan inovatif, sehingga
seluruh komponen PAUD, khususnya guru dan anak didik dapat berkembang
secara maksimal.
2. Penilaian
Supervisor harus mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip penilaian. Berikut in
adalah prinsip-prinsip penilaian yang dimaksud.
a. Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh terhadap semua program PAUD,
termasuk pemilihan bahan ajar, metode mengajar, pemberian tugas, tata tertib,
pelaksanaan evaluasi, sarana prasarana, dan lain sebagainya.
b. Agar tercapai penilaian yang menyeluruh sebagaimana disebutkan di atas, maka
penilaian tersebut harus dilakukan secara kooperatif. Keterlibatab seluruh
komponen PAUD, khususnya guru dan kepala PAUD, sangat membantu
tercapainya penilaian yang menyeluruh tersebut.
c. Penilaian hendaknya berdasarkan pada kriteria yang tepat dan dapat di peroleh
melalui musyawarah serta mengacu pada tujuan pendidikan.
d. Penilaian hendaknya bersifat diagnostik supaya mampu menemukan kelemahankelemahan dalam proses manajerial kelembagaan PAUD sehingga ditemukan
formula perbaikan yang tepat. Dengan demikian, supervisi yang baik harus
ditindak lanjuti dengan pola perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang
ditemukan.
e. Penilaian harus dilakukan secara terus-menerus atau kontinu. Sebagai landasan
yang kuat dalam suatu program penilaian, sudah selayaknya hasil penilaian
tersebut disusun rencana-rencana peningkatan guna perbaikan situasi dari apa
yang telah dan akan dinilai dengan harapan agar menemukan cara kerja terbaik.
f. Penilaian hendaknya bersifat fungsional. Artinya, penilaian yang baik adalah
penilaian yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
dilakukan dengan maksud untuk memperoleh fakta-fakta yang lengkap baik dari
berbagai aspek positif maupun aspek negatif yang terkait dengan sarana
penilaian.
C. Teknik Supervisi PAUD
Teknik adalah suatu cara atau metode untuk melakukan hal-hal tertentu dengan
terampil dan cepat guna mencapai tujuan yang telah dicanangkan. Atas dasar
pengertian ini, maka teknis supervisi PAUD adalah cara atau metode pengawasan
terhadap segala aspek pembelajaran PAUD duna mengetahui kelemahan dan
kekurangan untuk kemudian dilakukan upaya perbaikan. Terdapat dua teknik
supervisi pendidikan serangkaian teknik penunjang yang dapat menompang
keberhasilan masing-masing teknik utama. Berikut ini kedua teknik supervisi PAUD
yang dimaksud.
D. Teknik Individu
Setidaknya, terdapat tujuh teknik penunjang dalam teknik supervisi individu.
Ketujuh metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kunjungan kelas. Kunjungan kelas adalah secara individual ke dalam kelas
langsung oleh supervisor. Pada kunjungan ini, supervisor akan merekam atau
2.
3.
4.
5.
6.
7.
menyerap informasi selengkap mungkin tentang aktivitas pembelajaran yang
sedang berlangsung. Dalam kunjungan tersebut, diharapkan supervisor dapat
menemukan kelemahan-kelemahan maupun penyimpangan-penyimpangan.
Kemudian, data yang diperoleh yang bersangkutan untuk dicarikan upaya
perbaikan dan tetap mempertahankan hal-hal yang dianggap cukup baik.
Individual conference, adalah komunikasi konsultatif setelah kunjungan selesai.
Artinya, setelah supervisor melakukan kunjungan kelas, hendaknya ia tetap
menjalin komunikasi secara intensif dengan guru kelas guna mendiskusikan halhal yang dianggap masih perlu di perbaiki. Tetapi, dalam konteks ini komunikasi
lebih bersifat in-formal dalam kondisi rileks dan tidak terikat oleh aturan-aturan
formal. Hal ini dimaksudkan agar kedekatan emosional antara supervisor dengan
guru lebih dekat sehingga diskusi maupun konsultasi dapat berjalan dengan
lancar.
Intervisitation, Yaitu kunjungan antara guru di suatu sekolah dalam rangka belajar
dengan cara saling tukar pengalaman, informasi, maupun pengetahuan. Kegiatan
ini mirip seperti studi banding, tetapi dalam konteks supervisor atarguru. Pada
prinsipnya, Intervisitation adalah pemilihan objek kunjungan yang di prediksikan
dapat memperkaya khazanah wawasan perbaikan pembelajaran.
Selfevaluation, yaitu kesadaran guru secara individual bahwa dirinya di tuntut
untuk dapat melakukan pembelajaran dengan tingkat profesionalitas tinggi.
Kesadaran ini akan muncul jika masing-masing guru dapat menyadari bahwa
dirinya mendapat kesempatan untuk mengadakan perbaikan dan evaluasi.
Supervisory bulletin, adalah media komunikasi yang di publikasikan sebagi salah
satu teknik supervisi, Dalam hal ini, fokus supervisor adalah mengomunikasikan
ide-ide, gagasan, pemikiran, hingga usulan untuk menyelenggarakan kegiatankegiatan penting yang perlu dilakukan.
Profesional reading, merupakan bacaan profesional yang pada prinsipnya dapat
memperkaya khazanah keillmuan dan pengalaman guru yang sejalan dengan
asas pendidikan seumur hidup, kemauan, dan kemampuan belajar mandiri yang
perlu dipertimbangkan.
Profesional writing, membuat karya tulis dengan prinsip kekayaan potensi
dioptimalisasikan untuk meningkatkan motivasi, kebutuhan, kondisi, dan fasilitas
memadai untuk mencapai prestasi.
E. Teknik Kelompok
Dalam teknik ini, terdapat banyak metode supervisi yang dapat dilakukan.
Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Rapat staf sekolah, merupakan bentuk komunikasi yang sudah umum dikenal oleh
setiap lapisan masyarakat. Prinsipnya direncanakan bersama-sama, guru dibagi
ke dalam kelompok-kelompok kecil untuj membahas dan memecahkan masalah
yang sedang di hadapi.
2. Orientasi guru baru, pembinaan guru-guru atau yang belum mempunyai
pengalaman mendalam dalam hal mengajar. Guru baru yang dimaksud disini
bukan hanya guru yang baru diangkat oleh lembaga PAUD yang bersangkutan,
tetapi termasuk guru yang pindah dari kelas yang satu ke kelas yang lain. Sebab,
guru pindahan juga belum mempunyai pengalaman di kelas baru yang akan
diajarnya.
3. Curriculum laboratory, yaitu konsep kurikulum, khususnya yang secara spesifik
berkaitan dengan pengalaman belajar, materi dan kegiatan edukasi di sekolah.
4. Committee (Kepanitiaan), merupakan suatu kelompok, baik besar maupun kecil
yang bertugas memcahkan masalah atau tugas khusus dan anggotanya di tunjuk
secara khusus pula.
5. Profesional libraries (Perpustakaan profesional), Yaitu penggunaan perpustakaan
secara profesional dengan prinsip bahwa buku merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan yang bertebaran
di berbagai buku dikomunikasikan oleh perpustakaan kepada guru, sehingga guru
bertambah ilmu dan pengetahuannya.
6. Demostration Teaching (Demonstarsi mengajar), adalah teknik supervisi yang
diperagakan oleh supervisor untuk menggambarkan atau membari contoh cara
mengajar yang profesional, efektif dan efisien.
7. Workshop (Lokakarya), adalah upaya untuk mengembangkan rasa tanggung
jawab sebagai akademisi untuk berkarya dan berpikir, baik secara teoretis
maupun secara praktis untuk meningkatkan kualitas mengajar.
8. Field trips for staff personnel’s, adalah teknik supervisi yang dilakukan dengan
cara mebgunjungi objeknya secara langsung dengan mengunjungi objeknya
secara langsung di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar para guru dapat
mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar, menghilangkan kejenuhan dan
memperkaya wawasan.
9. Panel of forum discussion, yaitu usaha untuk mengumpulkan pendapat maupun
gagasan para ahli, khususnya yang berkaitan dengan upaya mencari solusi atas
permasalahan tertentu maupun upaya perbaikan pembelajaran.
10. In service education, yakni serangkaian program yang diselenggarakan dengan
teknik tertentu dalam rangka meningkatkan profesionalisme jabatan yang meliputi
berbagai aspek dengan segenap unsurnya.
11. Organisasi profesional, merupakan bentuk kerja sama kelompok yang merupakan
bagian dari kehidupan sebuah profesi, yakni guru PAUD. Teknik ini pada
prinsipnya mengembangkan kerjasama dalam rangka meningkatkna
profesionalisme mengajar.
Download
Study collections