BAB 1 Konsep Dasar Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pada awalnya, hanya lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak yang mengalami perkembangan pesat di Indonesia hingga penghujung 1999. Mulai tahun 2003 hingga penghujung 2008, tepatnya semenjak disahkannya UU No. 20 tahun 2003 lembaga PAUD, mulai dari TK/ RA, KB dan TPA mulai berkembang pesat, tidak hanya menjamur di daerah-daerah perkotaan saja, tetapi sampai ke sudut-sudut perkampungan. Disisi lain, animo masyarakat sangat tinggi untuk mendidik buah hatinya sejak dini. Terlebih lagi dengan dipublikasikannya hasil-hasil temuan di bidang neurosciences dan psikologi, yang menyatakan bahwa perkambangan otak anak pada usia 0-6 tahun mencapai 80% dari keseluruhan perkembangan otaknya. Sayangnya, pertumbuhan dan perkembangan PAUD yang sedemikian pesat tersebut tidak diimbangi dengan pola manajemen atau pengelolaan yang profesional. Manajemen yang selama ini dijalankan oleh lembaga pendidikan tersebut dilakukan secara serabutan.Praktik-praktik manajemen yang semrawut tersebut sebenarnya bukan jadi rahasia lagi. Walaupun demikian, kita tidak boleh membiarkan praktik manajemen tersebut berlama-lama meracuni lembaga anak bangsa tersebut. A. Pengertian Manajemen PAUD Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola, memimpin atau mengarahkan. Kata manajemen memang lebih akrab di dunia ekonomi-bisnis jika dibandingkan dengan manajemen pendidikan. Bahkan, beberapa pihak mensinyalir bahawa manajemen pendidikan sebenarnya mengadopsi manajemen dari dunia ekonomi-bisnis. Kata manajemen dalam konteks pendidikan sedikit berbeda. Manajemen dalam dunia pendidikan objeknya manusia dengan segenap kompetensinya. Tujuan dalam manajemen pendidikan adalah mengatur efisiensi dan efektivitas perputaran ilmu pengetahuan agar dapat ditransformasilan kepada anak didk secara maksimum. Dengan adanya pengaturan atau pengelolaan ini, diharapkan setiap intansi atau lembaga-termasuk lemabaga PAUD- dapat berjalan secara efektif dan efisien. Adapun pendidikan, pendidikan adalah proses interaksi antara pendidik dan anak didik dan atau lingkungan secara sadar, teratur, terencana dan sistematis guna membantu pengembangan potensi anak-didik secara maksimal. Sedangkan PAUD adalah singkatan dari Pendidikan Anak Usia Dini. Dari sini, terdapat dua istilah, yakni pendidikan dan anak usia dini. Pengertian pendidikan telah dijelaskan di atas. Sedangkan pengertian anak usia dini adalah anak yang berusia antara 0-6tahun. Usia ini adalah usia yang ditetapkan dalam UU yang berlaku di Indonesia. Dari pengertian kata perkata manajemen PAUD sebagaimana dikemukakan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan manajemen PAUD adalah suatu upaya mengelola, mengatur dan atau mengarahkan proses interaksi edukatif antara anak-didik dengan guru dan lingkungan secara teratur, terencana dan tersistematiskan untuk mencapai tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). B. Tujuan Manajemen PAUD Manajemen disini bertujuan agar PAUD mencapai tujuan sebagaimana yang telah dicanangkan secara efektif dan efisien. Dengan demikian, kata kunci tujuan manajemen PAUD adalah dua hal, yakni efektif dan efisien. Mari kita kaji lebih dalam mengenai dua kata kunci manajemen –efektif dan efesien- tersebut. 1. Efektif Kata “efektif” adalah kata yang bersifat umum, sehingga bisa digunakan dalam konteks apa pun, termasuk dalam manajemen PAUD. Konsekuensinya, istilah tersebut bisa dimaknai secara berbeda, menurut perspektif masing-masing. Akibatnya, kata yang sama-efektif-bisa dimaknai secara berlainan oleh bidang yang berlainan pula. Efektivitas dalam manajemen PAUD dapat dimaknai sebagai terlaksananya semua program pendidikan dengan cara yang tepat serta melibatkan seluruh komponen lembaga PAUD, sehingga tujuan PAUD secara organisatoris dapat tercapai. 2. Efisien Suatu kegiatan dikatakan efisien jika mampu menggunakan sumber daya seminimal mungkin untuk mencapai hasil yang semaksimal mungkin. Dengan demikian, efisien berusaha membandingkan antara input dengan output. Suatu kegiatan –termasuk program-program pendidikan- dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian biaya yang minimal. Efisien dalam manajemen PAUD dapat diartikan sebagai upaya optimalisasi seluruh komponen sumber daya yang guna mencapai tujuan kelembagaan PAUD semaksimal mungkin. Jika pengertian efisien dalam manajemen PAUD ini digabungkan dengan pengertian efektif dalam manajemen PAUD sebagaimana dibahas di atas, maka dapt diartikan bahwa efektif dan efisien dalam manajemen PAUD merupakan terlaksananya semua program PAUD secara tepat dan tercapainya semua tujuan kelembagaan dengan optimalisasi sumber daya yang ada. Dari dua pengertian tentang efektif dan efektivitas dalam manajemen PAUD di atas, maka tujuan manajemen PAUD berusaha mengefektifkan langkah-langkah dalam mengambil setiap keputusan sehingga tujuan lembaga dapat tercapai dengan mengefesiensikan biaya-biaya pengeluaran, tetapi dengan hasil yang optimal. Tetapi dalam praktiknya pengertian memahami tujuan manajemen PAUD secara efektif dan efesien sebagaimana disebutkan diatas sulit diimplementasikan secara operasional. Sebab, pengertian terlalu akademis dan agak sulit dijabarkan dalam tindakan konkret. C. Fungsi Manajemen PAUD Secara umum, fungsi manajemen terdiri dari empat hal, yakni perencanaan, pengorganisasian, pengen dalian atau kontrol dan pengawasan. Uraian-uraian berikut ini akan membahas fungsi manajeman secara umum tersebut kemudian menariknya ke dalam fungsi manajemen PAUD secara khusus. 1. Perencanaan Rencana adalah pemikiran atau gagasan mengenai tindakan yang akan dilakukan guna mencapai tujuan. Perencanaan sangat penting dalam setiap kegiatan, termasuk penyelenggaraan PAUD. Berhasil tidaknya sebuah kegiatan tergantung pada matang tidaknya sebuah perencanaan. Dengan demikian, kunci keberhasilan sebuah program pendidikan, di tentukan oleh kematangan sebuah perencanaan. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah pembagian tugas secara profesiona dengan kemampuan masing-masing Sumber Daya dalam menjalankan tugasnya. Jadi, setiap perencanaan harus diorganisasikan ke dalam lingkup-lingkup yang lebih kecil, sehingga semua komponen PAUD mendapat tugas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Dengan pengorganisasian, sebuah perencanaan menjadi lebih matang, sehingga kemungkinan berhasil lebih besar. Dan bahwa keberhasilan dalam perencanaan sama halnya dengan merencanakan keberhasilan. 3. Kepemimpinan Tugas utama seorang pemimpin adalah mengantar seluruh komponen yang terlibat untuk meraih tujuan bersama. Ia harus mampu menjadi motivator sekaligus inspirator untuk kemajuan lembaga maupun organisasi yang dipimpinnya. Semua tugas utama tersebut akan bermuara pada maju atau mundurnya sebuah lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. Kepemimpinan lembaga PAUD harus menyeimbangkan antara kondisi lapangan yang ada dengan inisiasi yang akan diusungnya serta rencana yang akan dilakukannya. Untuk dapat menjalankan tugas ganda ini, seorang manajer atau pemimpin lembaga PAUD harus mampu mendistribusikan pekerjaan-pekerjaan kelembagaan kepada staf-staf yang ada dibawahnya secara tepat, sehingga semua dapat ditangani oleh ahlinya masing-masing. 4. Pengawasan Dalam konteks manajemen PAUD, maka pengawasan merupakan upaya kontrol terhadap semua komponen kelembagaan PAUD dalam merealisasikan programprogram pembelajaran. Pengawasan disini lebih kepada motivasi, pengarahan, dan membantu memecahkan kendala di lapangan, sehingga sebuah program kelembagaan PAUD dapat berjalan secara mulus. D. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen PAUD Berikut ini akan dikemukakan mengenai empat prinsip dasar manajemen PAUD secara umum. 1. Komitmen dan Ketegasan Komitmen adalah kesanggupan untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan penuh tanggung jawab. Dalam konteks manajemen lembaga PAUD, maka komitmen lebih ditunjukan kepada kesanggupan manajer dan pemimpin PAUD dalam memajukan lembaganya, guru dalam mendidik anak-anak, orang tua dalam membantu mendidiknya, serta lingkungan masyarakat yang harus turut mendukungnya. Agar komitmen tersebut dapat tertanam kukuh dalam setiap hati semua komponen PAUD, maka perlu adanya kesadaran dari masing-masing pihak bahwa lembaga PAUD merupakan lembaga pendidikan yang mulia, karena lembaga ini memegang berperan penting bagi pembentukan karakter anak bangsa. 2. Profesionalitas Dalam konteks kelembagaan PAUd, profesionalitas dapat diartikan sebagai kesesuaian antara landasan konseptual penyelenggaraan PAUD dengan praktik penyelenggaraan PAUD. Kesesuaian tersebut menunjukan bahwa komponenkomponen kelembagaan PAUD mengetahui dengan persis landasan konseptual penyelenggaraan, sehingga dapat mempraktikannya secara tepet. 3. Komunikasi dan Koordinasi Dalam struktur kelembagaan yang demikian koordinasi sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjalin komunikasi dan menyamakan persepsi antara yayasan pendiri PAUD, kepala atau manager PAUD dan lain sebagainnya. Jika koordinasi ini ditinggalkan, tidak menutup kemungkinan di dalam tubuh kelembagaan PAUD akan sering terjadi miskonsepsi dan kesalahpahaman yang berakibat fatal bagi reputasi lembaga. Tanpa adanya komunikasi dan koordinasi, manajemen sebaik apapun tidak akan berhasil menjalankan roda kelembagaan PAUD. 4. Kompetisi Kompetisi secara sehat harus dijadikan prinsip untuk menjalankan manajemen di lembaga PAUD. Tanpa adanya iklim kompetisi yang sehat, sepertinya lembaga PAUD akan sangat lamban mengalami kemajuan. Sebab, seluruh komponen PAUD tidak mempunyai motivasi untuk berperan serta secara aktif dalam memajukan lembaga PAUD tempatnya bernaung. Sebab, dengan pola ini maju-mundurnya lembaga PAUD tidak tergantung semata-mata dengan pemimpinnya, tetapi telah menjadi tanggung jawab bersama. BAB 2 Manajemen Kurikulum PAUD A. Pengertian Manajemen Kurikulum PAUD Pengertian manajemen telah dibahas pada bagian terdahulu. Demikian pula dengan kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan yang mencakup tujuan , isi dan bahan belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (E. Mulyasa, 2002). Adapun mengenai pengertian PAUD juga telah dibahas. Dari berbagai pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen kurikulum PAUD merupakan pengelolaan secara efektif dan efisien terhadap seperangkat bahan ajar yang harus dikuasai peserta didik, khususnya pada usia dini, yakni 0-6 tahun untuk mencapai tumbuh kembang secara optimal. Berikut adalah prinsip-prinsip manajemen kurikulum PAUD yang dimaksud (E. Mulyasa, 2002). 1. Bersifat komprehensif. Kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang meningkatkan perkembangan anak secara menyeluruh dalam berbagai aspek perkembangan. 2. Dikembangkan atas dasar perkembangan secara bertahap. Kurikulum harus menyediakan berbagai kegiatan dan interaksi yang tepat didasarkan pada usia dan tahapan perkembangan setiap anak. Program menyediakan berbagai sarana prasarana yang disesuaikan terhadap anak dengan berbagai kemampuan. 3. Melibatkan orang tua. Keterlibatan orang tua sebagai pendidik utama bagi anak. Oleh karena itu, peran orang tua dalam pelaksanaan pendidikan. 4. Melayani kebutuhan individu anak. Kurikulum dapat mewadahi kemampuan, kebutuhan, dan minat setiap anak-didik. 5. Merefleksikan kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat. Kurikulum harus memerhatikan kebutuhan setiap anak sebagai anggota dari keluarga dan nilainilai budaya suatu masyarakat setempat. 6. Mengembangkan standar kompetensi anak. Kurikulum harus dapat mengembangkan kompetensi anak. Standar Kompetensi sebagai acuan dalam menyiapkan lingkungan belajar anak. 7. Mewadahi layanan anak berkebutuhan khusus. Kurikulum yang dikembangkan hendaknya memrhatikan semua anak termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. 8. Menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat. Kurikulum hendaknya dapat menunjukan bagaimana membangun sinergi dengan keluarga dan masyarakat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. 9. Memerhatikan kesehatan dan keselamatan anak. Kurikulum yang dibangun hendaknya memerhatikan aspek keamanan dan kesehatan anak saat anak berada di sekolah. 10. Menjabarkan prosedur pengelolaan Lembaga. Kurikulum hendaknya dapat menjabarkan dengan jelas prosedur manajemen atau pengelolaan lembaga kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas. 11. Manajemen sumber Daya Manusia (SDM). Kurikulum hendaknya dapat menggambarkan proses manajemen pembinaan sumber daya manusia yang terlibat di lembaga. 12. Penyediaan Sarana dan Prasarana. Kurikulum dapat menggambarkan penyediaan sarana dan prasarana yang dimiliki lembaga. Tujuan pengelolaan kurikulum yang baik adalah pengelolaan yang bisa mengubah, menambah, mengurangi dan memperbaiki. Kurikulum yang terkelola dengan baik akan mudah dievaluasi. Kurikulum harus terusdievaluasi dan diperbaharui. B. Manajemen Perencanaan Kurikulum Dalam pengertian yang lebih sempit, kurikulum dapat dipandang senagai cara untuk membantu guru memikirkan dan mengorganisasikan pengalaman anak-didik untuk mencapai titik maksimum tumbuh kembang anak. Sebab, secara langsung anak juga belajar dari pengalaman yang diciptakannya sendiri. Oleh karena itu, kurikulum harus direncanakan mampu mencakup hal-hal yang teknis, seperti disiplin, aktivitas kelompok maupun individu, istirahat, makan snack dan seluruh aspek kehidupan lainnya yang berkaitan dengan edukasi. Atas dasar ini, maka perencanaan kurikulum merupakan hal yang sangat esensial yang tidak boleh diabaikan pada setiap tipe program PAUD. C. Manajemen Pengembangan Kurikulum PAUD Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa model pendekatan. Terdapat tiga model pendekatan yang relevan untuk pengembangan kurikulum PAUD.Berikut ini adalah uraian lebi lanjut tentang pengembangan kurikulum PAUD. 1. Model Pendekatan Proses Pematangan (Maturational Models) Pendekatan ini dikembangkan dari teori-teori temuan Gassel, Freud, dan Erikson. Model pendekatan ini berasumsi bahwa setiap anak yang terlahir telah membawa sifat bawaan berupa tingkah laku tertentu. Untuk dapat menggunakan model ini dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Aspek Administrasi Secara administratif tata ruang, diperlukan ruang gerak untuk memberikan mobilitas yang maksimum bagi perkembangan anak. Ruang gerak tersebut harus dilengkapi dengan benda-benda mainan multidimensi yang bisa digunakan anak untuk mengekspresikan bahasa, gerak, logika, seni estetika, dan lain sebagainya. Dengan konsep ruang gerak yang demikian, dapat dipastikan anak akan mengalami kematangan perkembangan pada seluruh aspek kehidupannya secara merata. b. Aspek Pendidikan Model pendekatan ini menghendaki pola heterogenitas dalam kelompok-kelompok pembelajaran. Artinya, dalam setiap aktivitas permainan, anak-anak dikelola secara kelompok berdasarkan usia dan kematangan perkembangan (homogen). Pola pembelajaran melalui berbagai permainan harus disusun secara fleksibel agar dapat memenuhi kebutuhan dan minat anak-didik. c. Aspek Evaluasi Program Program pembelajaran melalui berbagai permainan dengan model pendekatan pematangan (maturational models), sebagaimana dikemukakan di atas dianggap berhasil jika anak-didik memperoleh kemajuan dan pematangan dalam hal perkembangan fisik, kognitif, sosial, moral dan spiritual. 2. Model Pendekatan Tingkah Laku Lingkungan Pendekatan ini dikembangkan dari teori-teori temuan Skinner, Baer, Bijou dan Bandura. Kurikulum sebagai inti pendidikan yang akan mengubah pola tingkah laku anak-didik akan berhasil jika terjadi penguatan peristiwa yang terencana maupun yang tidak terencana. Untuk dapat mengembangkan kurikulum dengan model pendekatan ini, perlu diperhatikan komponen-komponen sebagai berikut: a. Komponen Administratif Model pembelajaran atau permainan diberikan dalam bentuk program-program khusus sesuai sarana dan prasarana sebagaimana fungsinya, misalnya pembelajaran seni, mengenal bentuk, bahasa, dan lain sebagainya. Staf dilingkungan PAUD, disamping berfungsi sebagai administrator, juga dipergayakan untuk merencanakan dan mengendalikan berbagai situasi lingkungan. b. Komponen Pendidikan Model pendekatan tingkah laku lingkungan dalam pengembangan kurikulum menghendaki rancangan setiap aktivitas pembelajaran beriorentasi pada pencapaian pembelajaran budaya secara khusus. Dengan konsep ini, setiap materi pembelajaran yang sama atau jenis permainan yang sama mendorong semua anak untuk dapat menguasainya secara optimal. Strategi pemberian motivasi dilakukan dengan menggunakan sistem intensif. c. Komponen Evaluasi Program Pengembagan kurikulum dengan model pendekatan ini dianggap berhasil jika anak-anak memiliki prestasi belajar secara khusus yang sering kali bersifat akademik, seperti persiapan dan kematangan usia untuk memasuki sekolah selanjutnya, yakni dari TPA ke KB, dan KB ke TK/RA, serta dari TK/RA ke SD. 3. Model Pendekatan Interaksi Pendekatan ini dikembangkan dari teori-teori temuan Piaget. Model pendekatan ini berasumsi bahwa perkembangan anak merupakan hasil perpaduan antara hereditas dan pengaruh lingkungan. Untuk menggunakan model pendekatan ini dalam mengembangkan kurikulum, perlu memerhatikan komponen-komponen sebagai berikut. a. Komponen Administratif Pusat-pusat pembelajaran justru lebih dibatasi dibandingkan dengan model pematangan, tetapi anak-anak dapat berinteraksi antara pusat pembelajaran yang satu dengan pusat pembelajaran yang lain. Ruang gerak atau lingkungan yang berisi benda multidimensi tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan anak pada bahanbahan konkret dan representatif. b. Komponen Pendidikan Kegiatan atau aktivitas pembelajaran maupun program-program pendidikan di desain secara holistik. Konsep pendidikan holistik adalah sistem pembelajaran yang menyeluruh. Pengelompokan anak dilakukan secara heterogen, yakni secara beragam dari berbagai sudut pandang. Tetapi, anak-anak banyak belajar mendiri atau bermaian secara individual. Konsep tersebut dimaksudkan untuk mencapai penguasaan konsep yang bersifat temporal. c. Komponen Evaluasi Program Manajemen pengembangan kurikulum dengan model pendekatan tingkah laku lingkungan ini dianggap berhasil jika anak-anak mencapai kemajuan dalam hal tumbuh kembang secara fisik (tinggi badan, misalnya), bertambahnya pengetahuan logika matematika, pengetahuan pembagian waktu secara temporal, dan cara bersosialisasi dengan anak-anak yang lain. D. Manajemen Kurikulum PAUD Terdapat tiga bentuk kurikulum, yakni kurikulum nasioana, kurikulum mandiri atau berciri khas khusus dan kurikulum plus. Kurikulum nasional merupakan panduan atau acuan seluruh lembaga pendidikan yang ada. Kurikulum ini disusun dan dikembangkan pemerintah melalui Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum ini juga disepakati bersama antara kalangan praktisi, akademis dan birokrasi. Biasanya, kurikulum nasional disusun, ditelaah dan di tinjau kembali setiap 10 tahun sekali. Tetapi, dalam keadaan tertentu bisa lebih cepat dari itu. Kurikulum semacam ini berlaku secara umum di semua jenjang pendidikan, mulai dari PAUD,SD/MI, SMP/MTS/SMA/MA/SMK. Sedangkan kurikulum mandiri atau kurikulum berciri khas khusus adalah kurikulum nasional yang oleh lembaga pendidikan swasta- lembaga pendidikan yang didirikan organisasi keagamaanmaupun masyarakat dan yayasan-telah dikombinasikan sedemikian rupa, sehingga terdapat ciri khas yang khusus sesuai dengan visi misi lembaga pendirinya. Tetapi, semua bentuk kurikulum berciri khas khusus tersebut tetap menginduk pada kurikulum nasional. Adapun mengenai kurikulum plus adalah kurikulum yang diadopsi atau “dibeli” (franchas) dari dalam maupun luar negeri. Tetapi, dalam praktiknya kurikulum ini tetap menyesuaikan dengan kondisi lokal keindonesiaan, yakni menginduk pada kurikulum nasional. Nah, berikutnya akan dibahas mengenai manajemen ketiga bentuk kurikulum tersebut. 1. Manajemen Kurikulum PAUD Nasional Dalam konteks PAUD secara umum, kurikulum nasional hanya terdiri dari dua bentuk, yakni kurikulum 1994 (kurikulum berbasis subjek mater) dan kurikulum 2004 (kurikulum berbasi kompetensi atau KBK) yang kemudian disempurnakan pada 2006, menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun kurikulum untuk jenjang PAUD yang baru berkembang beberapa tahun ini, belum sepenuhnya menggunakan Kurikulum 2004 karena keterbatasan SDM dan sarana prasarana. Walaupun semikian beberapa lembaga PAUD, khususnya di daerah-daerah perkotaan telah menggunakan kurikulum 2004 dan sedikit mulai menerapkan kurikulum KTSP. Bagian ini tidak akan membahas mengenai pengelolaan kurikulum PAUD secara mendalam dan detail, melainkan inti-inti gagasan manajemen kurikulumnya saja. Berikut ini adalah inti manajemen kurikulum PAUD yang dimaksud. a. Landasan, program, dan pengembangan Kegiatan Belajar Mengajar Isi dari landasan dasar kelembagaan PAUD yang terpenting adalah atauran tentang isi program pengajaran yang harus dilaksanakan dan dikembangkan pada masingmasing lembaga PAUD. Pada bagian akhir landasan ini dikemukakan mengenai pengembangan kurikulum PAUD pada tingkat nasional, daerah dan sekolah. b. Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Mengajar Garis-Garis Besar Program Kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (GBPKB-PAUD), secara umum tercantum pada naskah akademik PG-PAUD sebagaimana disebutkan diatas. Jadi, pada intinya kedua garis-garis besar program belajar PAUD adalah sama, yakni terdapat dalam GBPKB atau naskah akademik PG-PAUD. Sebab, isi dari GBPKB PAUD tersebut tidak lain merupakan penjabaran dan perincian dari isi program yang digambarkan secara umum. GBPKB memuat sederet daftar kemampuan yang harus dicapai anak melalui berbagai kegiatan pembelajaran, seperti bermain, bernyanyi dan bercerita. Berbagai kemampuan yang terdaftar dalam GBPKB tersebut disusun secara sistematis, disesuaikan dengan taraf perkembangan anak yang mencakup kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, dan keterampilan atau ketangkasan fisik. Agar semua taraf perkembangan anak tersebutdapat terakomodir dalam kegiatan pembelajaran, maka pembelajaran dipetakan ke dalam tema dan alokasi waktu secara efektif dan efisien. 1) Tema Tema adalah topik kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu anak mencapai taraf perkembangan tertentu. Misalnya, menambah pembendaharaan kata, membedakan bentuk, mengenal warna dan lain sebagainya. Adapun tujuan ditetapkannya tema adalah sebagai berikut: Menyatukan isi program kegiatan belajar atau bermain dalam satu kesatuan yang lebih spesifik. Memperkaya pembendaharaan kata anak. Mengenalkan bentuk-bentuk benda geometri pada anak. Mengenalkan warna pada anak. Menambah pengetahuan anak terhadap hal-hal tertentu. 2) Alokasi waktu Alokasi waktu adalah durasi waktu (menit) yang diperlukan dalam setiap kegiatan pembelajaran dan setiap tema yang diangkat. Setiap tema telah dialokasikan pada tiap-tiap semester dalam satu tahun. Secara lebih detail, GBPKB-PAUD mengatur penambahan atau pengurangan alokasi waktu pada tema-tema tertentu dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. Mempertimbangkan situasi dan kondisi lingkungan setempat. Sekadar contoh, jika lokasi PAUD berdiri adalah lingkungan perkebunan atau pertanian, maka tema pengenalan binatang dan tanaman bisa diperpanjang, sedangkan tema pengenalan bentuk dan warna dapat dikurangi. Tetapi, jika lingkungan PAUD adalah daerah perkotaan, maka pengenalan bentuk dan warna yang lebih di perpanjang, sedangkan pengenalan hewan dan tanaman dikurangi. Hari efektif untuk masing-masing semester disesuaikan dengan kalender pendidikan yang berlaku. Alokasi waktu masing-masing tema dipindah. Pemindahan tema tetap memproritaskan tercapainya taraf perkembangan tertentu pada anak. Khusus kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh guru PAUD, harus tetap mengacu pada kemampuan anak yang akan dicapai. Disisi lain, kegiatan tersebut sedapat mungkin untuk diupayakan sesuai dengan tema yang sedang di bahas. Jika terdapat peristiwa-peristiwa penting yang perlu dibahas, maka guru PAUD harus bisa mengemas atau menggabungkan antara tema yang sedang dibahas dengan peristiwa penting tersebut. c. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) PAUD Pedoman ini berisi rambu-rambu dalam penyusunan SKM/SKH lengkap dengan pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang mencakup pembukaan (30 menit), kegiatan inti (60 menit), istirahat (30 menit) dan kegiatan penutup (30 menit). Berikut ini akan dikemukakan secara detail mengenai bagian-bagian dari KBM tersebut. 1) Pembukaan Kegiatan pembukaan adalah seluruh aktivitas yang dilakukan sebelum memasuki kegiatan inti atau bisa disebut juga pemanasan agar anak-anak semangat mengikuti pelajaran. Waktu ini harus dimanfaatkan oleh guru untuk melakukan berbagai aktivitas sebagai berikut: Mengucapkan doa dan salam atau selamat pagi atau siang. Guru mengajak dialog (diskusi sederhana) kepada anak-anak dengan topik yang sesuai dengan tema yang akan dibahas pada hari itu. Bentuk dialog atau diskusi sederhana ini berupa tanya jawab antara guru dan anak-didik. Kegiatan ini bisa juga diisi dengan berbagai hafalan doa, menyanyi bersama, melakukan gerakan badan tertentu, dan lain sebaginya. Pengorganisasian kelas atau pengelompokan anak-didik. 2) Kegiatan Inti Kegiatan inti adalah berbagai aktivitas pembelajaran yang telah dirancang berdasarkan kurikulum maupun GBPKB-PAUD. Bentuk dari kegiatan ini sangat bervariasi dan bermacam-macam, sesuai dengan terget kompetensi apa yang ingin dicapai. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: Aktivitas maupun kegiatan yang mengacu kepada peningkatan kemampuan atau kompetensi tertentu. Permainan edukatif yang dapat memberi peluang anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen seluas-luasnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan konsentrasi dan ingatan maupun memori anak. Kegiatan-kegiatan yang dapat dipilih anak dengan bebas sehingga muncul kreativitasnya, inisiatifnya, dan daya ciptanya. Kegiatan-kegiatan yang dapat memantau, mengembangkan dan mengontrol kebiasaan maupun tingkah laku anak agar teratur. Untuk menunjang kegiatan inti yang sedemikian banyak tersebut, hendaknya guruguru PAUD selalu menyiapkan inti dimulai. 3) Istirahat Istirahat adalah jeda waktu antara kegiatan inti dengan penutup, biasanya diisi dengan makan atau bermain bebas dan lainnya. Tetapi guru yang kreatif tidak turut beristirahat, melainkan menanamkan pola makan yang sehat-bergizi lagi sopan dan baik. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah 30 menit. Biasanya anakanak belum puas bermain diluar kelas dengan durasi waktu 30 menit. Oleh karena itu, sebelum ditutup, guru boleh membiarkan anak-anak bermain sejenak sebelum kegiatan penutupan diakhir. 4) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup adalah aktivitas peripurna terakhir sebelum anak-anak pulang. Alokasi waktu yang diperlukan untuk kegiatan ini adalah 30 menit. Biasanya, kegiatan ini bersifat penenang seperti: Dongeng atau cerita Drama Pantonim Musik/ apresiasi dari daerah lokal Tanya jawab seputar kegiatan inti yang baru saja dilakukan Salam dan doa d. Pedoman Evaluasi Kegiatan evaluasi di lembaga PAUD dilaksanakan selama proses belajar mengajar berlangsung. Dalam pelaksanaannya, guru tidak harus secara khusus membuat kegiatan untuk melakukan evaluasi secara tersendiri. Secara langsung maupun tidak langsung, guru senantiasa melakukan evaluasi setiap hari, tepatnya setelah kegiatan pembelajaran dan permainan selesai. Adapun hal-hal yang perlu dicatat dalam evaluasi sehari-hari guru adalah sebagai berikut: Anak-anak yang belum mampu melaksanakan tugas dengan anak-anak yang telah mampu menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih cepat dari alokasi waktu yang disediakan. Kebiasaan atau perilaku anak yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan atau standar kompetensi yang ditetapkan Kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari itu, seperti anak mampu menulis namanya sendiri untuk pertama kalinya. Agar evaluasi mendapatkan data yang lebih objektif dan akurat, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi di lembaga PAUD. 1) Sebelum memulai evaluasi, hendaknya guru mengumpulkan dan menyiapkan segala sesuatu sebagai bahan evaluasi, seperti hasil karya anak-didik, bahan tes atau penugasan (perintah, suruhan, permintaan dan lain-lain yang disampaikan secara langsung secara lisan), pernyataan-pernyataan lisan secara spontan maupun hasil-hasil observasi dan lain sebagainya. 2) Ketika proses evaluasi berlangsung, hendaknya anak-didik tidak mengetahuinya. Sebab, dikhawatirkan dapat memengaruhi objektivitas penilaian. Untuk mewujudkan situasi demikian, maka proses evaluasi perlu dikondisikan serileks mungkin sehingga anak-anak tidak menyadari bahwa dirinya sedang dievaluasi. 3) Disamping tanpa sepengetahuan anak-didik, kondisi psikis guru harus netral. Artinya, ketika proses evaluasi sedang berlangsung guru harus mengesampingkan segala bentuk prasangka, kekesalan, kejengkelan, kemarahan, dan perasaan-perasaan lain kepada anak-didik. 4) Evaluasi hasil pembelajaran di lembaga PAUD, harus dilakukan secara individual atau anak per anak. Setiap anak harus mendapat giliran yang merata dan perlakuan yang sama. 5) Guru harus mencatat dan mengolah hasil evaluasi dengan teliti dan cermat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga guru mampu membuat kesimpulan yang mencakup seluruh aspek tumbuh kembang anak. Dengan pola yang demikian, hasil evaluasi dapat dibaca atau diketahui oleh orang tua atau wali siswa anak dengan mudah. 6) Evaluasi pada lembaga PAUD, khususnya kepada anak-didik, sifatnya adalah kualitatif, bukan kuantitatif. Artinya, aspek-aspek yang dievaluasi adalah kemampuan atau kompetensi anak sesuai dengan irama tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, di akhir lembar evaluasi, guru harus membuat catatan yang berisi tentang normal atau tidaknya irama tumbuh-kembang anak didik atau irama tumbuh-kembang yang terganggu, maka guru harus mempelajari data-data yang ada, kemudian membuat rekomendasi atau saran-saran apa yang seharusnya dilakukan orang tua. Misalnya, jika anak terlambat pertumbuhan badannya (tidak sebanding antara usia dengan tinggi badan, misalnya) guru dapat merekomendasikan agar anak tersebut dibawa ke klinik tumbuh kembang anak untuk diberi asupan gizi peninggi badan. Hasil evaluasi harian guru terhadap anak-didiknya harus dilaporkan kepada orang tua atau wali siswa, sejauh mana kemajuan atau pencapaian tumbuh-kembang anak. Tujuannya adalah memberikan informasi lengkap juga menjelaskan kepada pihakpihak yang membutuhkan, khususnya orang tua anak dan guru khususnya tentang perkembangan anak-didik selama di lembaga PAUD. e. Pedoman Bimbingan Pedoman bimbingan adalah seperangkat petunjuk teknis yang berisi tujuan bimbingan, fungsi, ruang lingkup, dan prosedur layanan bimbingan yang diselenggarakan pada lembaga PAUD. Disamping itu, juga dikemukakan mengenai dasar-dasar bimbingan untuk anak-anak PAUD, permasalahan anak-anak PAUD, prinsip-prinsip bimbingan di lembaga PAUD, dan mekanisme pelaksanaan pelayanan bimbingan di lembaga PAUD. f. Pedoman Sarana Prasarana Pedoman sarana prasarana berisi tentang tujuan, fungsi,dan ruang lingkup serta prinsip-prinsip penyelenggaraan sarana prasarana lembaga PAUD, termasuk pembahasan mengenai sarana prasarana yang dibutuhkan lembaga PAUD itu sendiri. Beberapa bentuk pedoman praktis atau petunjuk teknis tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: Petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Petunjuk pelaksanaan evaluasi. Petunjuk pelaksanaan administrasi. Didaktik-metodik umum. Metodik khusus pengembangan bahasa. Metodik khusus pengembangan daya pikir (kognitif). Metodik khusus pengembangan keterampilan. Metodik khusus pengembangan jasmani. Metodik khusus pengembangan perilaku. Metodik khusus pengembangan keagamaan (khusus RA). 2. Manajemen Kurikulum PAUD Berciri Khas Khusus Model kurikulum lain yang dapat dikembangkan di lembaga PAUD adalah kurikulum mandiri atau kurikulum berciri khas (khusus). Kurikulum ini disebut juga dengan istilah kurikulum plus atau kurikulum terintegrasi. Disebut kurikulum terintegrasi karena kurikulum ini memadukan antara kurikulum nasional dengan kurikulum yang disusun pendiri lembaga PAUD. Dengan begitu meskipun istilahnya berbeda tetapi prinsipnya sama. 3. Manajemen Kurikulum PAUD Plus Kurikulum plus adalah kurikulum yang di “impor” atau dibeli dari negara luar atau negara tetangga. “Pembelian” kurikulum ini dimungkinkan karena kurikulum nasional bersifat fleksibel atau hanyalah salah satu bentuk kurikulum alternatif. Jadi, setiap lembaga pendidikan-termasuk PAUD-boleh menggunakan kurikulum luar negeri atau kurikulum yang dirancang sendiri dan sama sekali berbeda dengan kurikulum nasional. BAB 3 Manajemen Tenaga Kependidikan PAUD Manajemen tenaga kependidikan (kepala PAUD, guru, staf administrasi, dan tenaga kependidikan lainnya) termasuk anak-didik merupakan unsur sentral bagi input manajemen penyelenggaraan lembaga PAUD. Kualitas dan profesionalitas penyelenggaraan lembaga PAUD akan sangat tergantung pada latar belakang pendidikan dan pengalaman kepala PAUD, bidang keilmuan guru, dan tenaga-tenaga profesional lainnya. Manajemen lembaga PAUD harus memerhatikan dengan serius kedua unsur tersebut (profesionalitas dan kualitas) sehingga mampu memberi jaminan bagi terlaksananya kurikulum dengan baik. Lembaga PAUD harus melakukan manajemen tenaga kependidikan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan secara sungguh-sungguh untuk membina, melatih, mentraining stafstaf di dalam lembaga PAUD. Secara sederhana, bagian ini terdiri dari dua hal, yakni manajemen staf dan job description manajemen staf. Manajemen staf membahas tentang metode bagaimana menentukan jenis pembinaan, pelatihan, training yang diperlukan oleh tenaga kependidikan PAUD, sehingga setelah mengikuti pembinaan tersebut para tenaga kependidikan PAUD lebih berkualitas dan profesional. Sedangkan job description manajemen staf kelembagaan PAUD, dimulai dari kepala PAUD, guru PAUD, staf administrasi dan lain-lain. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya. A. Manajemen Staf Ditinjau dari perspektif tenaga kependidikan, lembaga PAUD yang ideal adalah lembaga PAUD yang mempunyai staf-staf yang terdiri dari kepala PAUD (direktur PAUD), tenaga pendidik (guru PAUD), asisten pendidik (asisten guru), staf administrasi (staf tata usaha), dan staf-staf pendukung lainnya, seperti psikolog, dokter anak, pelayan makan dan pelayan transportasi. Seorang kepala atau direktur PAUD mempunyai otoritas untuk melaksanakan dan membina kegiatan PAUD, termasuk membina tenaga kependidikan PAUD dibawahnya. Disamping kapala atau direktur PAUD sebagai nahkoda perjalanan lembaga yang dipimpinnya, pendidik atau guru juga menempati posisi penting dalam perannya dalam turut serta menggerakan roda penyelenggaraan PAUD. Kepala atau direktur PAUD wajib melakukan pembinaan kepada guru-guru di lembaga PAUD yang dipimpinnya agar membawa dampak besar bagi perkembangan PAUD di masa depan. Kepala PAUD tidak hanya membina guru saja, tetapi juga staf-staf lembaga PAUD yang lain. Jika pembinaan terhadap guru lebih menekankan kepada keilmuan, pedagogi, sosial, dan profesionalitas dalam mengajar, maka pembinaan terhadap berbagai staf PAUD lebih kepada keterampilan teknis untuk menyelesaikan persoalan-persoalan operasional secara praktis. Tidak ketinggalan, seorang pembina PAUD harus memberikan penghargaan, pujian atau minimal apresiasi positif kepada setiap staf yang menunjukan kinerja lebih baik. Penghargaan, pujian maupun apresiasi positif tersebut merupakan bagian kecil dari bentuk pembinaan oleh atasan kepada staf dibawahnya. Tetapi, berikut ini hanya akan dikemukakan beberapa cara atau teknik-teknik yang dapat dilakukan seorang kepala atau direktur PAUD untuk melakukan pembinaan terhadap staf-staf dibawahnya. 1. Observasi Pembelajaran Observasi pembelajaran adalah pengamatan ketika proses pembelajaran maupun kegiatan lain sedang berlangsung. Maksudnya adalah, Pembina mengajak staf dibawahnya untuk bersama-sama mengamati lembaga atau staf lain yang dipandang lebih berkualitas dan lebih profesional secara langsung. Dari pengamatan tersebut, dapat diketahui dimana letak kelemahan staf yang bersangkutan dapat diminimalir sekaligus mengetahui letak kelebihan yang bisa diperdayakan.\ 2. Diskusi Pembinaan juga dapat dilakukan dengan cara diskusi. Diskusi bisa dilakukan antara staf yang satu dengan staf yang lain atau antara staf dengan pembina secara langsung. Diskusi disini lebih dimaksudkan untuk mengembangkan wawasan bagaimana caranya seseorang staf dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, sekaligus meningkatkan kinerja secara profesional. 3. Pengamatan Tumbuh Kembang Anak Kebanyakan guru PAUD terlalu sibuk dengan pola asuh, sehingga mengesampingkan tumbuh-kembangnya secara spesifik. Pengamatan guru PAUD terhadap perkembangan anak harus ditingkatkan agar pemberian stimulus dapat dilakukan secara maksimal. Disamping itu, hasil pengamatan dapat dibawa ke meja diskusi dengan guru-guru yang lain maupun dengan Pembina secara langsung. Dengan demikian, pembinaan melalui pengamatan terhadap tumbuh kembang anak dapat berjalan secara efektif. 4. Konferensi Individual Konferensi individual adalah kegiatan dalam menyampaikan sesuatu yang menjadi pemahaman seseorang terhadap kegiatan profesionalismenya. Dalam konferensi individual, seorang kepala atau direktur PAUD dapat memberikan umpan balik tentang kegiatan observasi maupun diskusi yang diikuti oleh anggota staf dibidangnya masing-masing. 5. Workshop Workshop merupakan unjuk kerja profesi, baik yang berkaitan dengan konsep maupun penerapannya dalam berbagai aktivitas. Alangkah lebih baik jika workshop diarahkan pada topik-topik tertentu sebagai bagian dari pelaksanaan tugas-tugas profesi. Semakin sering diselenggarakannya workshop maupun seminar dan pelatihan-pelatihan, semakin cepat tingkat profesionalisme staf yang mengikutinya. 6. Konsultasi Konsultasi yang dimaksud dalam rangka pembinaan ini adalah kegiatan yang memberikan alternatif bantua dalam memecahkan berbagai permasalahan, khusunya permasalahan yang berkaitan dengan tugas-tugas profesionalisme kelembagaan PAUD. Seorang konsultan tidak hanya mampu memberi solusi secara teoretis, tetapi juga secara praktis. B. Manajemen Job Description Staf Kelembagaan PAUD Salah satu bentuk pengelolaan lembaga PAUD secara profesional terseut adanya pembagian tugas atau job description, disamping pembinaan secara terusmenerus oleh kepala atau direktur PAUD sebagaimana diuraikan diatas. Adapun bentuk pembagian tugas atau job description yang dimaksud adalah sebagai berikut. Kepala Lembaga (Direktur PAUD) Staf Administrasi Pendidik Staf Pendukung (Tata Usaha) (Guru & Asisten) (Psikologi & Ahli Kesehatan) Skema: job description dalam kelembagaan PAUD Dari skema diatas dapat dipahami, bahwa lembaga PAUD yang profesional, setidaknya terdiri dari empat bagian, yakni direktur atau kepala PAUD , Staf administrasi (tata usaha), Dewan Guru, dan staf pendukung. Bagian-bagian tersebut hanya batasan minimal, sehingga masih memungkinkan untuk menambah dan mengembangkan staf-staf lain yang dibutuhkan. Uraian-uraian selanjutnya pada bagian ini akan membahas mengenai job description atau pembagian tugas masingmasing staf sebagaimana dikemukakan di atas. 1. Direktur (Kepala PAUD) Berikut ini akan dikemukakan sejumlah persyaratan untuk menjadi kepala atau direktur PAUD, baik persyaratan secara umum maupun persyaratan secara khusus, sebelum mengemukakan tugas maupun kewajiban yang harus dilaksanakan seorang kepala atau direktur PAUD. 1. Persyaratan Umum Persyaratan umum untuk menjadi kepala direktur PAUD adalah sebagai berikut. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkedudukan sebagai guru PAUD, lebih diutamakan memiliki pengalaman mengajar di lembaga PAUD dalam kurun waktu tertentu. Sehat jasmani dan rohani. Mampu melaksanakan wawasan wiyata mandala. Menguasai program kegiatan PAUD. Memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi. Kreatif, inovatif dan menyenangkan anak-anak. Mampu menyusun program pendidikan di PAUD. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Persyaratan Khusus Berijazah serendah-rendahnya S1-PGTK/S1-PGRA/ S1-PGPAUD atau yang sederajat. Berpengalaman mengajar di PAUD sekurang-kurangnya 5 tahun. 3. Tugas (job description) Kepala (Direktur PAUD) Dengan memenuhi kedua persyaratan diatas kepala atau direktur PAUD mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Berikut ini akan dikemukakan tugas dan kewajiban kepala PAUD. Menyususun rencana strategis dan rencana program PAUD. Memberikan pengarahan tentang tumbuh-kembang anak. Memberikan pembinaan kurikulum. Melakukan pembinaan didaktik, metodik, baik umum maupun khusus. Mengarahkan guru membuat perencanaan pembelajaran. Memberikan contoh pengelolaan proses belajar mengajar. Membina penggunaan prosedur dan pelaporan perkembangan anak. Memberikan pemahaman kepada guru dalam mengatasi berbagai persoalan anak-anak PAUD. Membina kegiatan administrasi kelembagaan. Membuat perencanaan anggaran sekolah. Melakukan kegiatan supervisi internal. Menjalin kerjasama dengan orang tua dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Memberikan berbagai alternatif inovasi dan pengembangan pembelajaran PAUD. Membuat kegiatan promosi lembaga PAUD yang dipimpinnya. 2. Guru PAUD a. Persyaratan Umum Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Warga negara Indonesia. Berusia sekurang-kurangnya 18 tahun. Sehat jasmani dan rohani. Berkepribadian riang, gembira, mempunyai rasa sayang anak yang tinggi, pandai bergaul dan jujur. Kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi terhadap perkembangan anak. Peka dan tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Persyaratan Khusus Sebagaimana diatur dalam UU, bahwa syarat guru PAUD adalah harus berijazah serendah-rendahnya S1-PGTK/ S1-PGRA/ PGPAUD atau sederajat. Mampu bernyanyi, bercerita dan bermain, termasuk harus mampu memainkan alat musik. Selain kedua persyaratan diatas, dalam UU No.14 Tahun 2005 seorang gurutermasuk guru PAUD-juga dituntut untuk mempunyai empat kompetensi dasar, yakni. Pertama, kompetensi pendagonis adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang mencakup;wawasan landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, mengembangkan kurikulum, merencanakan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan teknologi pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan pengemabangan peserta didik (Wina Sanjaya, 2008) Kedua, kompetensi kepribadian adalah sifat atau karakter pendidik yang mencakup; mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berahklak mulia, menjadi teladan peserta didik dan masyarakat, mengembangkan diri dan mengevaluasi kinerja sendiri (Wina Sanjaya, 2008). Ketiga, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai anggota masyarakat yang meliputi; berkomunikasi dengan baik, mampu menggunakan teknologi komunikasi dan informasi, bergaul secara efektif dengan peserta didik, anggota masyarakat, sesama guru dan lain-lain (Wina Sanjay, 2008). Keempat, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam (Wina Sanjaya, 2008). Agar guru PAUD mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, keempat kompetensi diatas perlu ditambah dengan kemampuan bernyanyi, bercerita, sangat dibutuhkan anak, khususnya anak-anak PAUD. Mengenai hal ini, akan dibahas pada bagian tugas guru PAUD berikut ini. c. Tugas (job description) Guru PAUD Menurut UU RI No. 14 tahun 2005 pasal 1ayat 1 dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi anak pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar, dan pendidikan mengengah, termasuk pendidikan anak usia dini. Sosok utuh kompetensi guru PAUD meliputi kemampuan; (a) mengenal anak secara mendalam, (b) menguasai profil perkembangan fisik dan psikologis anak, (c) menyelenggarakan kegiatan bermain yang memicu tumbuh kembang anak sebagai pribadi yang utuh (Ditjen Dikti, 2006). 3. Staf Administrasi (Tata Usaha) Staf administrasi atau pegawai tata usaha adalah tenaga yang mengelola administrasi penyelenggara pendidikan. Tugas intinya adalah membantu pelaksanaan tugas kepala atau direktur dan guru PAUD. Staf ini terdiri dari tiga bagian, yakni tenaga administrasi, penjaga sekolah, dan pesuruh. Adapun persyaratan untuk menjadi staf administrasi lembaga PAUD adalah sebagai berikut. a. Persyaratan Umum 1) Tenaga Administrasi Berijazah SLTA atau sederajat Mampu mengerjakan tugas surat menyurat Usia minimal 18 tahun Sehat jasmani dan rohani 2) Pesuruh Berijazah minimal SLTP Umur minimal 18 tahun Sehat jasmani dan rohani 3) Penjaga sekolah Berijazah minimal SLTP Umur minimal 18 tahun Sehat jasmani dan rohani Diutamakan laki-laki b. Persyaratan Khusus Tidak ada persyarat khusus untuk staf administrasi. c. Tugas Staf Administrasi (tata usaha) Membantu kepala atau direktur PAUD dalam membuat perencanaan anggaran sekolah. Menyususn administrasi kepegawaian dan kesiswaan. Membuat dan menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan surat menyurat dan dokumen lain yang diperlukan. Membuat grafik dan keadaan siswa dan profil guru. Menyiapkan berbagai sarana prasarana, khususnya yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran. d. Bagian-bagian staf administrasi Banyaknya staf administrasi adalah untuk memperlancar proses manajerial, sehingga dapat berjalan secara profesional sesuai dengan tugas dan kewajiban masing-masing. Berikut adalah contoh staf staf administrasi di lembaga PAUD yang telah berkembangan relatif baik dan profesional. 1) 2) 3) 4) 5) Staf administrasi program pengajaran Staf administrasi program kesiswaan Staf administrasi program kepegawaian Staf administrasi program perlrngkapan dan sarana prasarana Staf administrasi program keuangan 4. Staf pendukung Selain staf-staf sebagaimana diuraikan di atas, lembaga PAUD juga harus mempunyai staf pendukung, seperti dokter anak (dokter klinik tumbuh kembang anak) dan psikolog, khususnya psikolog perkembangan. Syarat minimal seorang psikolog yang dapat diajak kerjasama di lembaga PAUD adalah berijasah S1 Jurusan Psikologi atau konseling. Tugas dan kewajiban utama dari staf pendukung ini adalah memeriksa kesehatan dan tumbuh kembang anak (bagi dokter anak) yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan. Sedangkan psikolog bertugas melayani konsultasi tumbuh kembang mental anak secara berkala dan berkesinambungan. Dengan tersedianya pembinaan oleh kepala atau direktur PAUD serta pola pengelolaan sebagaimana diuraikan di depan, maka diharapkan sebuah lembaga PAUD dapat memberikan bantuan stimulus untuk tumbuh kembabg anak secara maksimal sekaligus profesional. BAB 4 Manajemen Anak-Didik di Lembaga PAUD Perbedaan karakteristik dan kemampuan antara anak yang satu dengan anak yang lain tersebut harus menjadi perhatian serius bagi tenaga kependidikan PAUD, khususnya guru. Sebeb, seluruh aspek pembelajaran akan bertumpu pada kemampuan dasar anak-didik. Untuk dapat memahami dan mendalami karakter, kecerdasan dan kecenderungan setiap anak, maka guru dan pihak-pihak terkait di lembaga PAUD harus melakukan penelaahan terhadap tingkah laku anak. Sebab, hanya dari tingkah laku inilah akan tampak seberapa jauh kemampuan dasarnya, bagaimana karakteristiknya, apa kecenderungannya dan lain sebagainya. Seorang guru PAUD sebelum menyusun rencana program pembelajaran harus mengetahui karakteristik dan kemampuan anak melalui penelaahan perilaku anak. Kelalaian dari penelaahan tumbuh kembang anak dari segi kemampuan, karakter dan kecerdasan akan menghambat proses manajemen anak-didik selanjutnya. Sebab, manajemen anak-didik bertumpu pada hasil penelaahan kemampuan, karakter dan kecerdasan masing-masing anak. Berikut ini akan diuraikan manajemen anak-didik secara lebih lengkap. A. Penelaahan Perilaku Anak Sesuai Perkembangan Manajemen anak-didik bisa diawali dari penelahan perilaku sejak ia masukdi lembaga PAUD. Model penelaahan bisa bermacam-macam, seperti mengamati, mengidentifikasi, menelaah serta memetakan berbagai perilaku awal anak ketika masuk di lembaga PAUD. Langkah awal manajemen PAUD, khususnya manajemen anak-didik yang demikian ini sering disebut dengan istilah assessment. Cara lain yang dapat digunakan untuk assessment anak-didik adalah dengan melalui seperangkat tes sederhana atau wawancara langsung dengan anak dan orang tua sekaligus bersumber dari pengamatan maupun wawancara dapat bermanfaat untuk berbagai keperluan manajemen anak-didik, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Memberikan data faktual kepada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan awal anak ketika pertama kali masuk atau menjadi anak didik PAUD. 2. Menjadi rujukan utama dan dasar dalam memetakan berbagai potensi positif atau yang cenderung negative pada masing-masing anak. 3. Mengelompokan anak berdasarkan latar belakang perilaku yang relatif sama, seperti minat, kemampuan, karakteristik, kecenderungan, dan lain sebagainya. 4. Menjadi dasar dalam menyusun dan mengembangkan program serta proses yang berdiferensiasi (memiliki perbedaan) sesuai dengan kebutuhan anak secara individual atau sekurang-kurangnya dalam kelompok yang relatif sama. Lebih dari itu, hasil assessment atau penelaahan awal perilaku anak sebagaimana disebutkan diatas dapat menjadi bukti mengenai bakat, kemampuan, potensi, dan kompetensi anak kepada orang tua khususnya ketika anak masuk lembaga PAUD. Dengan bukti kemampuan awal tersebut, guru PAUD dapat mengelola tumbuhkembang anak secara periodik, sehingga dapat dengan mudah diketahui peningkatan pola perkembangannya. Hal yang tidak boleh terlupakan adalah, bahwa perkembangan setiap anak selalu berbeda, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya “kelainan” tumbuh kembang anak. Dalam konteks ini, penelaahan perilaku atau assessment mampu memantau perkembangan anak secara individu sekaligus dapat membedakan dengan sangat jelas antara perkembangan anak yang satu dengan anak yang lain. Dengan kata lain, guru dapat mengenali dan mendeteksi anak yang tumbuh-kembangnya normal dengan anak yang lain. Dengan kata lain, guru dapat mengenali dan mendeteksi anak yang tumbuh-kembangnya normal dengan anak yang tumbuh kembangnya tidak normal atau terdapat “kelainan”. Untuk dapat menyentuh sisi-sisi unik setiap anak tidak mudah. Perlu pendekatan individual secara intens oleh guru kepada semua anak yang ada. Dan, hal ini tidak akan mungkin bisa dilakukan jika satu kelas terdiri dari lebih 25 anak. Sebab, seseorang guru tidak akan menjangkau seluruh sisi unik anak-didiknya dengan jumlah sebanyak itu. Artinya, setiap kelas dalam lembaga PAUD sangat terbatas. Harus ada perbandingan rasio antara jumlah guru dengan jumlah anak didik. Berapa rasioperbandingan jumlah guru dan anak tersebut? Tabel berikut ini menunjukan jumlah rasio perbandingan tersebut. Jumlah Anak setiap kelas Jumlah Guru setiap kelas Rasio perbandingan Guru : Anak-didik TPA (0-2 tahun) 10-14 2-3 guru 1:5 TPA (2-3 tahun) 14-16 2-3 guru 1:6 KB (3-4 tahun) 16-20 2-3 guru 1:6 TK/RA (4-6 tahun) 20-22 2-3 guru 1:8 Kelompok Dalam tabel di atas dapat diamati bahwa rasio yang dapat ditoleransi untuk setiap guru adalah 8 anak. Biasanya, dalam satu kelas jumlah maksimal dibatasi, yakni 25 anak. Dengan demikian, PAUD dengan jumlah anak 25 dalam satu kelas diperlukan minimal 3 guru. Dengan 2-3 guru setiap kelas, masing-masing anak dapat terkontrol dengan baik serta mendapat pelayanan edukasi secara memadai. Dengan adanya rasionalisasi perbandingan jumlah anak-didik disebut diatas, diharapkan pengelolaan atau manajemen terhadap anak-didik bisa berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini menunjukan bahwa penelaahan awal sejak anak-didik masuk di lembaga PAUD dapt menentukan efektivitas manajemen anak didik di lembaga PAUD yang bersangkutan. B. Aktivitas Utama Anak Secara umum, aktivitas anak-didik di lembaga PAUD hanya terdiri dari tiga hal, yakni bermain, bernyanyi, dan bercerita. Tidak ada aktivitas yang lebih penting dari ketiga kegiatan inti tersebut. Berikut ini akan dikemukakan mengenai ketiga aktivitas inti tersebut. 1. Bermain Bermain, dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak). Dalam konteks anak-anak, bermain seringkali disamakan dengen belajar. Adapun makna belajar itu sendiri adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Dalam pola permainan dengan tingkat kesulitan tertentu (berhitung, misalnya), anak bisa dengan mudah menguasai pelajaran tersebut justru dengan bantuan mudah menguasai pelajaran tersebut justru dengan bantuan alat permainan, jarimatika, misalnya. Dengan demikian, antara belajar dan bermain merupakan dua hal yang saling melengkapi satu sama lain. Dengan kata lain, bermain dapat membuat anak belajar dengan senang, dan dengan belajar melalui bermain anak dapat menguasai pelajaran yang lebih menantang. Bagaimana pun cara bermain anak-anak, harus lebih mengedepankan belajar. Artinya, bermain untuk belajar, bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Dengan kata lain, bermain untuk belajar, bukan belajar bermain, dan juga bukan bermain hanya untuk main-main. Dengan demikian, kita bisa memilih dan memilah mana permainan yang dapat mencerdaskan anak, dan mana permainan yang justru merusak karakter anak. Inilah sebabnya, mengapa antara belajar dan bermain harus dibedakan, walaupun tidak memisahkannya. a) Belajar seraya bermain Belajar sambil bermain merupakan pola yang paling ideal antara belajar dan bermain. Ketika anak sedang bermain sesungguhnya mereka sedang belajar. Anak yang bermain adalah anak yang menyerap berbagai hal baru disekitarnya. Disinilah pentingnya orang tua dan guru memilih dan menentukan jenis permainan yang cocok sesuai dengan perkembangan anak. Pemilihan jenis permainan yang sesuai dengan perkembangan anak ini perlu dilakukan agar pesan edukatif dalam setiap permainan dapat ditangkap anak dengan mudah dan menyenangkan. Jika antara permainan tidak sesuai dengan perkembangan anak, maka yang terjadi adalah bermain hanya untuk mainan itu sendiri, bahkan akan berdampak buruk bagi pembentukan karakter dan kecerdasannya. Sebaliknya, pemilihan permainan yang selaras dengan perkambangan anak akan mengembangkan aspek kecerdasan tertentu, sehingga kesannya bermain untuk belajar dan bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Bermain hanya sebatas sarana dan bukan sebagai tujuan. b) Bermain seraya belajar Pola ini merupakan kebalikan dari belajar seraya bermain. Jika belajar seraya bermain lebih menekankanpada pelajarannya, maka bermain seraya belajar lebih menekankan pada jenis permainnya. Artinya, ada jenis-jenis permainan tertentu yang lebih cocok atau bahkan di desain secara khusus untuk mempermudah anak dalam belajar tertentu pula. Permainan yang dimaksud adalah permainan yang dapat menstimulasi minat belajar anak. Dalam hal ini, kepiawaian guru dan orang tua dalam memilihkan jenis permainan pada anak tidak boleh ditawar-tawar lagi. 2. Bernyanyi/ Musik Aktivitas inti bagi anak-anak di lembaga PAUD selain bermain adalah bernyanyi, termasuk di dalamnya adalah bermain musik. Oleh karena itu, sebagaimana disebutkan di depan, bahwa setiap guru PAUD di persyaratkan untuk dapat bernyanyi, disamping memamdu permainan dan bercerita. Hampir setiap hari di lembaga PAUD selalu terdapat kegiatan bernyanyi atau bermain musik. Plato, seorang filsuf besar pernah mengatakan, bahwa pelatihan keterampilan musikal merupakan suatu instrumen yang lebih potensial daripada yang lainnya, karena irama dan harmoni merasuk ke dalam diri seseorang melalui tempattempat tersembunyi dalam jiwanya. Pernyataan Plato tersebut banyak terbukti melalui berbagai penelitian di bidang seni musik maupun bernyanyi. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa bernyanyi, termasuk musik dapat membantu prestasi anak dalam banyak hal. Penelitian lain yang dipublikasikan secara luas juga menunjukan hal yang hampirbersamaan. Penelitian itu menyebutkanbahwa anak yang di perdengarkan musik selama 8 (delapan bulan) mengalami peningkatan kecerdasan intelektual (IQ) sebesar 46% dibandingkan dengan anak yang tidak di perdengarkan musik (May Lwin, dkk., 2008). Seni musik maupun bernyanyi mempunyai sifat unik yang mampu membuka pintu gerbang memasuki pikiran dan wawasan baru. Disamping itu, bermain musik dan bernyanyi juga dapat menjadi stimulan bagi imajinasi kreatif yang bersangkutan. Bahkan, musik mampu melatih seluruh bagian otak secara maksimal. Sebab, ketika mendengarkansebuah musik, lagu atau bernyanyi, otak kiri (bahasa, logika, matematika dan akademik) akan memproses lirik lagu yang didengar atau dinyanyikan. Sedangkan otak kanan (irama, persamaan bunyi, gambar, emosi dan kreativitas ), akan memproses musik (Taufiq Pasiak, 2006). Bermain musik mampu merangsang pertumbuhan kecerdasan lain. Hal ini di perkuat oleh berbagai penelitian di berbagai disiplin ilmu yang menunjukan bahwa orang yang mengarang cerita atau menulis dengan diiringi musik jauh lebih kreatif dan imajinatif dari pada yang bekerja di tengah ke heningan atau suasana sepi dan sunyi. 3. Bercerita/ Berkisah Pada prinsipnya, cerita, kisah atau hikayat adalah sejarah atau berita masa lalu yag menceritakan kejadian atau periswtiwa tertentu. Tetapi jika ditinjau dari segi istilah, cerita atau kisah dapat diartikan sebagai media untuk menyalurkan kebahagian hidup yang diambil dari hikmah sejumlah peristiwa yang saling berkaitan. Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan, kisah berarti mencari tahu atau mengikuti jejak (Manna Al-Qaththan, 2006). Kisah juga bisa diartikan sebgai berita yang beruntun. Tetapi, menurut Al-Mujab, kisah dengan segala bentuk dan gayanya diartikan sebagai pengumulan atau pertarungan antara nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan nilai-nilai kejahatan atau kemungkaran. Sedangkan menurut Quraish Shihab, kisah tidak lain adalah cerita itu sendiri (Quraish Shihab, 2006). Bahkan, ia memahami secara khusus bahwa kisah dalam merupakan metode yang dapat digunakan untuk mendidik anak-anak. Yang menunjukan kelemahan akal manusia. Kemudian, di akhir kisah tersebut selalu di tekankan mengenai akibat dari kelemahan akal manusia. a) Cerita/ kisah dapat mencerdaskan emosional dan spiritual anak Metode kisah mampu mencerdaskan emosional dan spiritual anak-didik. Ekspresi yang di keluarkan melalui isak-tangis, sedih-sendau, senyuman dan lain sebagainya, menunjukan perkemabangan kecerdasan emosional dan spiritual pendengarnya. Minimal metode kisah merupakan metode yang lebih tepat untuk menyampaikan pesan, ilmu, dan nilai yang lain hingga menembus relung hati yang paling dalam. b) Nilai-nilai edukatif dalam cerita/ kisah Berikut ini adalah nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam setiap kisah atau cerita, khususnya bagi anak usia dini. Pertama, menumbuhkan jiwa pemberani anak-didik untuk memerangi segala bentuk keburukan dan kejahatan. Kisah-kisah perlawanan para nabi-dalam Islamketika memberantas kemusyrikan membuktikan hal itu. Demikian pula dengan kisahkisah para ilmuwan dan filsuf-filsuf dunia, seperti cerita Galileo dan Aristoteles yang dihukum mati karena membela kebenaran juga menguatkan hal ini. Kedua, kisah atau cerita dapat mengembangkan pola pikir kritis. Ketika anak diperdengarkan bacaan kisah atau cerita yang sangat menarik, sering kali bertanya secara spontan. Sekadar contoh, dalam pembacaan cerita “Kancil Mencuri Timun”. Di tengah-tengah guru atau orang tua sedang membacakan atau menceritakan kisah tersebut, seringkali anak menyela untuk bertanya, seperti kancil “Kancil pintar ya bu guru...?” “Bu guru... kancil pintar bohong!” “Terus...terus...terus...gimana bu guru..?” dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa cerita atau kisah mampu merangsang perkembangan pola pikir anak sehingga semakin kritis. Ketiga, cerita atau kisah dapat menjadi media pembentukan karakter anak. Cerita atau kisah yang sama, walaupun diulang-ulang, tidak membosankan bagi anak. Mereka tetap menikmati pembacaan cerita tersebut, walaupun sudah tahu alur ceritanya dari awal hingga akhir. Terlebih lagi jika guru maupun orang tua yang membacakan kisah atau cerita tersebut sesekali bertanya kepada anak-didik akan alur cerita yang dibawakannya. Anak dengan senang hati akan menjawab semua pertanyaan guru maupun orang tua yang membacakan kisah tersebut. Nah, pengulangan dalam setiap cerita atau kisah tersebut akan menjadi sumber inspirasi bagi anak. Dengan cara mengulang-ulang, nilai-nilai edukatif yang terkandung di dalamnya semakin mencercap ke dalam hati sanubari anak. Dan, semakin diulang, semakin dalam anak menghayati isi atau dalam kisah tersebut. Hingga suatu saat, nilai-nilai dalam kisah tersebut. Hingga suatu saat, nilai-nilai dalam kisah tersebut akan mendarah-daging (Suyadi, 2008). Nah, mendarah dagingnya sebuah kebiasaan inilah yang nantinya akan membentuk karakter anak. C. Merancang Aktivitas Anak di PAUD Sehari-hari Rancangan ini dimaksudkan untuk membentuk pola tumbuh-kembang anak agar seimbang pada semua aspek perkembangannya. Jadi, semua aktivitas di lembaga PAUD tidak terlepas dari tujuan akhir, yakni tumbuh kembang secara maksimum dan seimbang. Pihak yang paling bertanggung jawab atas hal ini adalah guru PAUD. Guru lebih mengetahui secara generik (umum) kebutuhan anak sesuai dengan pola perkembangan masing-masing. Terlebih lagi jika setiap guru selalu melakukan penelaahan awal terhadap anak-didik baru yabg lebih menguasai di bidang ini. Secara sederhana, selaras dengan jenjang PAUD, maka tujuan setiap aktivitas dan berbagai pertimbangan dasar lainnya. Berikut ini adalah pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut. 1. Tema dan Sasaran Tema adalah fokus utama yang membidik situasi atau konteks aktivitas pembelajaran tertentu. Tema sebaiknya mengandung aktivitas kehidupan yang telah terbiasa dan terjadi dan sering dilakukan ank sehingga ketika tema tersebut menjadi fokus pembelajaran, maka anak akan memperoleh makna dari aktivitas pembelajaran yang diikutinya. Sasaran atau tujuandapat diidentifikasi guru berdasarkan gambaran umum yang tedapat dalam kurikulum atau mempertimbangkan isi dan ranah perkembangan anak. Tema atau sasaran yang paling utama adalah sasaran dasar yang mencakup pengembangan kemampuan bahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan, dan jasmani. Adapun tema lain yang bisa dikembangkan adalah pengembangan disiplin, nilai-nilai pancasila, moral keagamaan, perasaan atau emosi dan sosial kemasyarakatan. Tema-tema atau sasaran ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan isi utama kurikulum berbasis kompetensi (KBK) untuk Taman kanak-kanak (TK). Didalam KBK disebutkan bahwa pengembangan kompetensi dasar mencakup sasaran pengembangan perilaku yang diantaranya terdiri dari moral-agama dan sosialemosional. Sedangkan pengembangan kemampuan dasar mencakup pengembangan kognitif, yang diantaranya terdiri dari sains, dan matematika, pengembangan fisik motorik, bahasa dan seni. Hanya saja, cakupan dalam KBK kurang mendetail jika diberlakukan untuk PAUD secara keseluruhan. Walaupun demikian, keberadaan KBK dan KTSP dapat menjadi acuan pengembangan tema atau sasaran di lembaga PAUD. Satu hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan aktivitas pembelajaran di lembaga PAUD adalah mempertimbangkan komponen aktivitas yang berkaitan dengan perkembangan, minat, belajar dan pembelajaran . Komponen-komponen tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain dan saling mengisi kekosongan satu dengan yang lainnya. Merujuk pada ilmu manajemen sebagaimana dikemukakan di depan, terdapat dua pendekatan yang relevan dengan tema atau sasaran perkembangan fisik ini. Kedua pendekatan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, pendekatan tingkah laku (behaviorist). Pendekatan ini membantu anakanak melanjutkan seperangkat aktivitas layanan fisik, seperti menyiapkan snack (makanan ringan) sesuai dengan waktu yang di tentukan, mengembalikan mainan ke tempat semula, membuang sampah pada tempatnya dan lain sebagainya. Demikian pula dengan aktivitas-aktivitas yang lain. Ketika ia bermain, mereka bebas memilih jenis permainan apa saja. Tetapi setelah waktu bermain selesai, mereka harus mengembalikan benda-benda permainan yang diambilnya di tempat semula. Demikian pula dengan membuang sampah pada tempatnya. Pada waktuwaktu tertentu anak-anak harus dilibatkan untuk membersihkan ruang kelas. Minimal, mereka harus mampu membuang sampah pada tempatnya, khususnya sampah yang berasal dari dirinya sendiri. Kedua, pendekatan interactionist. Pendekatan ini memandang aktivitas pelayanan fisik debagai proses sosialisasi. Artinya, tema atau sasaran utama dalam setiap pembelajaran menekankan pada dimensi sosialisasi anak. Tema atau sasaran dalam setiap aktivitas pembelajaran mengutamakan pengembangan kognitif anak, seperti pengenalan bentuk, warna, jumlah dan lain sebagainya. 2. Sistem Pelayanan Sistem layanan ini berisi proses pengaturan atau regulasi tentang penggunaan berbagai fasilitas permainan dalam pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Sistem layanan ini sepenuhnya bisa dikendalikan oleh staf PAUD yang mengatur segala bentuk jadwal kegiatan pembelajaran. Sedangkan isi dari pusat aktivitas atau belajar anak yang telah di atur dalam sistem layanan tersebut tidak lain adalah bahanbahan permainan atu sentra-sentra permainan dan perlengkapan lain yang mudah diatur. 3. Susunan Aktivitas Sehari-hari Susunan kegiatan pembelajaran di lembaga PAUD biasanya disusun dalm bentuk aktivotas setengah hari. Tetapi khusus lembaga-lembaga PAUD full day (PAUD sehari penuh) menyusun kegiatan pembelajarannya dalam bentuk aktivitas sehari penuh. Fenomena berkembangnya PAUD full day akhir-akhir ini atas dasar tuntutan kebutuhan masyarakat, khususnya meningkatnya wanita karier. Emansipasi wanita dan gerakan Gender yang menuntut persamaan hak anatara laki-laki dan perempuan berdampak pada kegigihan sebagian besar wanita Indonesia berkarier sebagaimana laki-laki. Akibatnya mereka tidak sempat mengasuh anak kandungnya, Oleh karena itu, mereka mencari lembaga-lembaga pendidikan anak yang bersedia mendidik sepanjang hari. Ternyata, harapan maupun keinginan mereka dapat sambutan yang sangat antusias dari kalangan akademisi. Ada asumsi bahwa dari pada anak- anak bermain dirumah yang tidak jelas alurnya, lebih baik mereka bermain di lembaga PAUD yang jelas arah dan tujuannya. Susunan aktivitas pembelajaran sehari-hari di masing-masing lembaga PAUD di sesuaikan dengan jenis dan program yang di buka. Bagi lembaga PAUD biasa, akan menyusun aktivitas pembelajaran setengah hari atau lebih tepatnya dua setengah hari atau lebih merujuk pada kesepakatan kurikulum nasional di jepang pendidikan informal. Sedangkan bagi lembaga PAUD yang membuka program sehari penuh atau full day akan menyusun aktivitas pembelajaran selama satu hari penuh, atau lebih tepatnya delapan jam. Di dalmya terdapat waktu untuk istirahat (tidur siang) yang cukup, makan siang, bermain bebas, mandi sore dan lain sebagainya. Dalam penyususnan aktivitas inti pembelajaran akan menemukan pola-pola pembelajaran yang sama. Beberapa pola pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran yang baik dimulai dengan pertemuan in-formal antara guru dengan anak-didik. Anggota guru atau asisten guru sebaiknya menciptakan suasana pembicaraan pada setiap anak secara individual untuk beberapa saat sebelum setiap session dimulai. Setiap mengawali aktivitas pembelajaran, sebaiknya dibuka dengan kegiatan kelompok, seperti bernyanyi bersama, berdoa bersama, atau mengucapkan salam bersama, sehingga dalam hati anak-anak ada perasaan diterima. b. Kebutuhan fisik-biologis anak, seperti toilet, makan snack, bermain sejenak, dan lain sebagainya harus selalu diperhatikan pada setiap interval kegiatan. Jadi, setiap jeda waktu atau interval waktu antara session satu dengan session yang lain sebaiknya anak-anak dipersilahkan jika ingin ke toilet atau ke belakang sejenak. c. Sistematika aktivitas pembelajaran harus menyeimbangkan antara aktivitas fisik dan istirahat. d. Urutan kegiatan pembelajaran hendaknya mengacu pada kurikulum yang telah disusun sebelumnya. Sebab, kurikulum telah disusun berlandaskan pada filosofi dan psikologi serta kebutuhan anak secara individu maupun kelompok. Di samping itu, yang lebih penting adalah menjaga keseimbangan antara aktivitas pembelajaran di dalam kelas (aula) dengan aktivitas pembelajaran di luar kelas (lapangan). e. Urutan kegiatan disusun secara fleksibel, luwes dan kontekstual. f. Setiap aktivitas atau kegiatan pembelajaran harus menjamin rasa aman dan nyaman setiap anak didik. g. Setiap mengakhiri sesi pembelajaran, sebaiknya guru mengadakan evaluasi sederhana mengenai kegiatan yang baru saja selesai dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan contoh susunan aktivitas pembelajaransehari-hari, baik di lembaga PAUD biasa maupun lembaga PAUD full day. Tetapi, yang akan dikemukakan disini hanya kerangka dasar saja, sehingga masih dapat dikembangkan, domodifikasi dan disesuaikan dengan lembaga PAUD masing-masing. a) Susunan aktivitas sehari-hari lembaga PAUD biasa Hari/ Tanggal Kegiatan Senin, 5 Okt 08.00-08.30 A. Pembukaan Berbaris dan berdoa Mengucapkan salam selamat pagi Bernyanyi/ cerita pengantar Membahas tema 08.30-09.30 B. 09.30-10.00 C. Istirahat Makan bersama Bermain bebas 10.00-11.30 D. Kemampuan Penilaian Kegiatan Inti Kegiatan inti I Kegiatan inti II Kegiatan inti III Penutup Menyimpulkan inti kegiatan Renungan Doa penutup b) Susunan aktivitas sehari-hari lembaga PAUD full day. Hari/ Tanggal Senin, 5 Okt 08.00-08.30 08.30-09.30 Kegiatan A. Pembukaan Salam Berdoa Kegiatan fisik biologis (ke toilet, menata rias, mengatur tempat duduk). B. Kegiatan Jurnal Pagi Bernyanyi/ cerita Hafalan doa Penjelasan materi Kemampuan Penilaian 09.30-10.00 C. Snack Time Makan snack bersama 10.00-11.30 D. Kegiatan Bermain Bermain Inti kegiatan 1 Bermain Inti kegiatan 2 11.30-12.00 E. Program Kegiatan I Kegiatan ke toilet Kegiatan ke perpustakaan Bermain bebas 12.00-13.00 F. Istirahat Makan siang bersama Tidur siang 13.00-14.30 G. Kegiatan Bebas Bangun tidur dan cuci muka Bermain bebas di lingkungan PAUD 14.30-15.30 H. Program Kegiatan II Ke toilet Merawat tanaman/ binatang peliharaan Membuang sampah pada tempatnya 15.30-16.30 I. Persiapan Pulang Bermain bebas Bernyanyi bersama Membaca doa Jemputan pulang BAB 5 Manajemen Sarana & Prasarana PAUD Manajemen sarana prasarana PAUD adalah pengelolaan secara efektif terhadap seluruh aset lembaga PAUD yang dimiliki. Bagian ini akan membahas tentang pengelolaan seluruh sarana prasarana tersebut, mulai dari penentuan lokasi pendirian PAUD, luas tanah dan bentuk bangunan, sarana prasarana perangkat pembelajaran dan manajemen perawatan maupun penggunaan. A. Lokasi Pendirian PAUD Pada prinsipnya, lokasi pendirian PAUD adalah area yang paling strategis sekaligus paling kondusif sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan nyaman, tenang dan mencerdaskan. Di samping itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah jalur transportasi yang memadai, sehingga semua orang tua yang mempunyai anak usia dini di kawasan tersebut dapat mengakses lembaga PAUD dengan mudah dan aman. Jika lokasi tersebut telah memenuhi persyaratan ini, maka lembaga PAUD layak didirikan di kawasan tersebut. B. Luas Tanah dan Bentuk Gedung PAUD 1. Luas Tanah Pada prinsipnya adalah terdapat rasionalisasi perbandingan antara luas tanah, luas bangunan dan daya tampung anak-didik yang akan direkrut. Luas tanah berkaitan dengan penyediaan lahan bermain di area terbuka (outdoor) besrta kelengkapan sarana prasarana sebagaimana dikemukakan di depan, sedangkan luas bangunan berkaitan dengan kapasitas jumlah anak-didik yang akan ditampung. Biasanya , PAUD-PAUD perkotaan sangat terbatas dalam hal area bermain di ruang terbuka karena keterbatasan luas tanah. PAUD perkotaan biasanya lebih banyak mengadakan karya wisata atau out bond ataupun sekedar jalan-jalan mengelilingi kompleks atau lingkungan PAUD sebagai kegiatan alternatif bahkan “pengganti”. 2. Bentuk Bangunan PAUD Bentuk bangunan gedung PAUD boleh berbeda dengan bentu-bentuk bangunan yang lain. Selama ini, perbedaan antara gedung PAUD dengan gedung yang bukan PAUD hanya sebatas warna cat dinding yang cerah dan lukisan yang terpampang saja. Tetapi, bentuk gedung tetap sama yakni kotak dan atau persegi panjang. Walaupun demikian, penampilan luar gedung PAUD yang berwarna warni dengan lukisan dinding yang mesona cukup memikat kesan anak sehingga mereka tidak terlalu sulit menangkap kesan edukatif ketika masuk kelas. Dengan kata lain, bentuk gedung PAUD boleh dan lebih baik di desain dengan nuansa yang khas dengan karakter umum anak usia dini. Bahkan jika memungkin kan bentuk ruang kelas yang satu dengan yang lainnya juga berbeda. Jika gedung PAUD seperti ini berhasil di wujudkan, maka PAUD yang demikian akan menjadi “surga para pembelajar sejati”, yakni anak usia dini. Nuansa yang berbeda-beda tersebut membuat anak senantiasa betah dan tidak pernah merasa bosan di sekolah. Demikan pula dengan fasilitas-fasilitas bermain anak yang lain. Demikian seterusnya, sehingga bentuk gedung PAUD menemukan ciri khasnya tersendiri, sebagaimana masjid yang juga mempunyai khas tersendiri. 3. Pola Tata Ruang Desain bentuk gedung PAUD sebaiknya khas dengan karakter anak-anak dan berbeda dengan desain gedung-gedung pada umumnya. Bahkan tata-ruang kelas yang satu dengan yang lainnya harus berdeda-beda, atau jika memungkinkan bisa diubah sesuai dengan kesenangan anak. Disamping itu, pola ruang atau kelas juga harus diperhatikan, seperti susunan berbagai perabotan ruangan seperti meja, kursi rak, aksesoris dan lain-lain harus dibuat semenarik mungkin. Pola tata-ruang yang demikian, dismping membuat anak-anak mudah mengeluarkan inisiatif, juga membiasakan mereka untuk belajar tata tertib, teratur, dan disiplin. Bahkan, itu akan membantu meringankan tugas guru, sehingga guru lebih efektif dalam mengajar. Dengan mempertimbangkan pola tata-ruang tersebut, pembuatan perencanaan dapat membantu dalam pemilihan dan penentuan berbagai perabotan yang butuhkan di ruang atau kelas tersebut. C. Sarana Prasarana Pembelajaran Secara sederhana, berbagai alat permainan edukatif yang dapat menunjang tercapainya belajar anak melalui kegiatan yang bermain dapat dipetakan ke dalam dua kelompok, yaitu alat permainan edukatif di dalam ruangan (kelas atau aula) dan alat permainan edukatif di luar ruangan atau lapangan. Berikut ini adalah daftar beberapa jenis alat permainan edukatif kedua kelompok tersebut. 1. Sarana Prasarana Perangkat Pembelajaran Indoor Perangkat sarana prasarana di ruang tertutup berisi berbagai fasilitas permainan indoor, seperti balok dengan berbagai ukuran, bola, benda, menyerupai binatang, mobil-mobilan dan lain sebagainya. Sarana prasarana ini akan merangsang kreativitas anak dengan memperdayakan sarana prasarana yang ada di ruangan tersebut. Para psikologi perkembang dan para pendidik anak usia anak dini menyerukan bahwa orang tua hendaknya tidak melarang atau mencegah perbuatan anaknya, kecuali pada halhal yang membahayakan jiwanya. Larangan pada anak akan memberikan tekanan mental , sehingga ia tidak berani melakukan apa pun karena takut jika nantinya akan salah dan terlarang. Akibatnya, anak menjadi pasif dan pendiam, karena takut melakukan hal-hal salah terlarang. Disini dapat di tangkap adanya kontradiksi antara kebebasan kreativitas anak dan keteraturan yang dikehendaki orang tua. Dengan menyediakan ruang khusus atau lingkungan yang kondusif agar anak mendapat ruang yang dapat digunakan bebas berkreasi. Oleh karena itu, orang tua perlu melengkapi isi ruangan dengan berbagai macam alat permainan edukatif yang menarik perhatian anak. Berikut ini adalah beberapa jenis alat permainan yang perlu disediakan di dalam ruangan atau aula tempat bermain anak. Balok dengan berbagai ukuran.` Balok yang terbuat dari gabus atau kain. Balok susun dengan ukuran beraturan, dari yang kecil sampai yang besar. Mozaik Papan pasak. Benda-benda berbentuk geometri. Papan berwarna-warni dengan beraneka ragam bentuk. Menara susun beraneka ragam bentuk: menara gelang, kubus, segitiga, segi enam, silinder dan lain sebagainya. Berbagai gambar bertema lengkap, seperti: tema binatang, tema bangunan, tema transpotasi dan lain sebagainya. Balok berbentuk huruf dan bilangan. Di samping kompleksitas alat bermain di ruang tertutup (aula), hal yang perlu diperhatikan adalah penataan dan pengelolaannya. Dengan tersedianya ruang secara khusus atau aula untuk kebebasan kreativitas anak, orang tua dapat menghindarkan diri dari sikap melarang kebebasan anaknya. Sehingga, anaknya pun dapat menyalurkan kebebasan kreatifnya. Dan juga perabotan dan aksesoris rumah tangga tetap terjaga keserasian dan keteraturannya, karena kreativitas anak telah tersalurkan di aula yang telah disediakan. 2. Perangkat Pembelajaran Outdoor Selain memfasilitasi sarana prasarana pada ruang tertutup atau aula, juga harus disediakan sarana prasarana permainan di ruang terbuka atau lapangan. Ruang terbuka juga bisa menjadi wahana empiris terhadap beberapa alat permainan yang terdapat di dalam ruang tertutup. Misalnya, anak telah akrab dengan gambar ayam, kambing, sapi dan lain sebagainya. Nah, guru atau orang tua bisa mengajak anakanak ke area peternakan yang mengembangbiakkan berbagai binatang ternak tersebut. Sehingga, anak- anak bisa melihat secara langsung, menyentuh secara nyata (jika memungkinkan), mendengar suara aslinya, bahkan mencium aroma berbagai binatang tersebut. Tentu hal, ini mampu meningkatkan fungsi pancaindra anak secara maksimal. Selain area peternakan sebagai manifestasi gambar bertemakan binatang maupun tanaman ataupun yang lainnya. Mungkin tidak semua anak dapat menikmati sumber belajar di ruang terbuka sebagaimana disebutkan di atas, terutama anak perkotaan. Jenis ruangan terbuka yang telah di persempit tersebut telah banyak dikembangkan di sekolah-sekolah TK perkotaan berbentuk area atau lapangan bermain. Mereka mampu “menyulap” halaman sekolah atau lapangan menjadi area bermain yang sangat menarik. Secara terperinci, beberapa alat permainan edukatif yang selayaknya tersedia di ruang terbuka dalah sebagai berikut: Kursi jungkit menyerupai kuda-kudaan. Kolam renang dengan kedalaman 60-80cm. Papan luncur di sebelah kolam renang yang bentuknya menyerupai gajah. Ban mobil bekas yang telah dicat untuk di gelindingkan. Titian berbentuk binatang yang beragam. Papan jungkit dari kayu. Ayunan kursi dan ayunan gantung. Bola dunia untuk bermain memanjat. Anyaman tali besar (tampar) untuk memanjat. Terowongan buatan atau gorong-gorong, dan lain-lain. Dalam hal ini Marjorie J. Kostelnik dari Michigan State University memperkenalkan cara baru untuk anak-anak TK di perkotaan supaya dapat memanfaatkan alam terbuka sebagai sumber belajar. Cara baru tersebut adalah karya wisata. Jika ruang terbuka (lapangan) pada khususnya dan alam bebas pada umumnya hendak dijadikan sebagai sumber belajar dan area bermain bagi anak, maka syarat yang tak boleh diabaikan adalah faktor keamanan. Guru dan orang tua harus bisa menjamin dan memastikan suatu area, baik lapangan maupun alam terbuka bebas dari tumbuhan liar, binatang berbisa, dan benda-benda tajam lainnya. Walaupun demikian, pendampingan guru dan orang tua tetap di perlukan, mengingat kreativitas anak di alam terbuka sangat sulit dikendalikan. Satu hal yang tidak boleh diabaikan dalam perlengkapan sarana prasarana pembelajaran, baik di ruang tertutup maupun terbuka adalah, bahwa sistem layanan pembelajaran harus mengakomondasi kemampuan, minat, dan kebutuhan anak. Sebab, hal ini akan menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam setiap mengikuti aktivitas pembelajaran. D. Manajemen Perawatan Sarana Prasarana dan Penggunaan Bagian ini membahas manajemen perawatan sarana prasarana, khususnya berbagai alat permainan edukatif, baik indoor maupun outdoor. Manajemen ini di pandang lebih penting dari pada manajemen perawatan sarana prasarana yang lain. Bahkan merawat jauh lebih penting dari pada membuat. Dengan kata lain, perawatan adalah pencegahan dari kerusakan. Lebih dari itu, pengelolaan alat permainan edukatif yang baik akan membuat anak senang bermain dan betah untuk menyelesaikan berbagai permainnanya. Menurut Cherry Clare, lingkungan sekolah memengaruhi motivasi bermain anak (Clare, 1972). Oleh karena itu, menata atau mengatur alat permainan sedemikian rupa sehingga menarik simpati anak sangat di perlukan. Dengan harapan, anak senang bermain dan belajar di sekolah. Beberapa aspek penting dalam pengelolaan alat permainan edukatif adalah perencanaan, pengadaan, perawatan atau pengawetan, penggunaan dan evaluasi sekaligus penghapusan. Uraian-uraian selanjutnya pada bagian ini akan menguraikan bagian-bagian penting dari pengelolaan alat permainan edukatif tersebut. 1. Perencanaan Perencanaan adalaha kegiatan atau agenda yang dicanangkan dan akan segera dilaksanakan. Dalam konteks manajemen alat permainan edukatif, supaya menghasilkan perencanaan yang baik, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini. a. Mempertimbangkan jumlah dan usia anak-didik Sebelum pengadaan alat permainan edukatif, harus di pertimbangkan jumlah anak dan usianya. Sebab, alat permainan yang terlalu sedikit akan berakibat pada pertikaian antara anak karena berebut mainan. Ukuran ruang kelas juga tidak boleh diabaikan. Ukuran ruang kelas untuk anak-anak antara 20-30 peserta didik diperlukan ruang minimal berukuran 7 x 8 meter. Sedangkan alasan keharusan mempertimbangkan usia anak adalah untuk menentukan jenis permainanedukatif tertentu, sehingga anak dapat bermain dengan ceria. Sebab, jika alat permainan edukatif yang tersedia tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak, maka anak-anak tidak mau belajar sama sekali. Padahal, bermainnya anak-anak adalah belajar itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel pengelompokan kelas berdasarkan usia anak berikut ini: Tabel Pengelompokan (Kelas) Anak Berdasarkan Usia No 1. 2. 3. 4. 5. Usia anak 0 - 3 tahun 3 – 3,6 tahun 3,6 – 4 tahun 4 – 5 tahun 5 – 6 tahun Jumlah Maks Kelompok Kelas 25 – 30 anak 15 – 20 anak 15 – 20 anak 15 – 20 anak 15 – 20 anak TPA KB KB TK TK A1 A2 B1 B2 Berdasarkan tabel pengelompokan usia anak ke dalam kelas-kelas sebagaimana di sebutkan di atas, dapat dipahami bahwa selisih usia anak-anak apada kelas KB adalah 6 bulan dan anak-anak kelas TK 12 bulan atau satu tahun. Khusus mengenai anak-anak kelas TPA (Tempat Penitipan Anak: 0 – 3 tahun), hingga saat ini belum berjalan secara lancar. Artinya, minat masyarakat untuk menitipkan anaknya pada usia tersebut masih sangat minim, sehingga anak-anak yang ada di campur menjadi satu. Itupun biasanya tidak lama. Sementara ini, kelas TPA yang berjalan hanya berkisar antara 2 – 3 jam dalam sehari, yakni ketika ibu dari si anak tersebut sedang ada kegiatan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Sedangkan bagi ibu-ibu karier, mereka lebih memilih menitipkan anaknya sejak usia 2 bulan kepada ibu-ibu tetangganya yang tidak bekerja. Termasuk dalam hal ini adalah gedung PAUD. Usahakan bentuk gedung PAUD berbeda dengan bangunan lainnya, maka buatlah desain gedung PAUD yang khas dengan karakter umum anak usia dini, agar PAUD yang demikian menjadi “surga pembelajar sejati”, yakni usia dini. Nuansa yang berbeda- beda tersebut membuat anak senantiasa betah dan tidak pernah merasa bosan di sekolah. Demikian pula dengan fasilitas-fasilitas bermain anak. Demikianlah penyesuaian alat permainan edukatif (termasuk gedung dan fasilitas yang lain) dengan tingkat perkembangan atau usia anak. Dengan mempertimbangkan faktoer ini, maka semua hal yang akan di capai di kemudian hari pasti akan lebih baik. b. Sistem pembiasaan Sistem pembiasaan yang dimaksud adalah pembiasaan anak untuk bermain setiap hari. Kebiasaan ini menuntut jenis permainan yang awet dan tahan lama, sehingga walaupun dipakai setiap hari tetap dalam keadaan baik. Oleh karena itu, ketika mengadakan (membeli) alat permainan edukatif, jangan hanya mempertimbangkan dana atau uang semata. Tetapi, kualitas alat permainan harus diutamakan. Lebih baik menyediakan alat permainan edukatif terbatas dalam jumlah yang lengkap, daripada mengadakan alat permainan edukatif terbatas dalam jumlah yang banyak tetapi hanya satu macam. Guru harus pandai-pandai mengatur secara bergiliran dan beraturan agar anak dapat menggunakan alat permainan edukatif tersebut secara bergantan, tertib dan teratur. Dengan demikian, pembiasaan bermain dapat terpenuhi secara memadai, walaupun terbatas. c. Keuangan Pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif merupakan kewajiban yang tak boleh diabaikan. Sebab, tanpa alat permainan edukatif yang menarik, anak-anak akan mudah jenuh dan tidak mau sekolah lagi. Hanya saja pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif tersebut hendaknya disesuaikan dengan kemampuan sekolah. Dengan mempertimbangkan faktor keuangan sekolah, hasil perencanaan dapat lebih matang. Sehingga, walaupun alat permainannya sedikit (dengan pola giliran secara atau berurutan dengan baik) bisa mecukupi kebutuhan bermain anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. 2. Pengadaan Aspek pengelolaan alat permainan edukatif yang kedua adalah pengadaan. Disamping menyesuaikan dengan perencanaan, pengadaan alat permainan edukatif juga harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. a. Pemahaman terhadap seluk-beluk alat-alat permainan edukatif Tercapai atau tidaknya tujuan belajar pada anak melalui kegiatan bermain ditentukan oleh jenis alat permainan edukatif yang digunakan. Sebab, tujuan memberikan berbagai permainan pada anak tidak lain adalah untuk meperkenalkan kepada mereka berbagai konsep. Oleh karena itu, memerhatikan karakteristik dan seluk-beluk serta fungsi berbagai alat permainan edukatif sangat penting. Pemahaman terhadap seluk-beluk alat permainan edukatif yang mampu menunjang tercapainya tujuan belajar melalui bermain harus di pertimbangkan secara seksama sebelum pengadaan atau membeli alat permainan edukatif dilanjutkan. 3. Penggunaan Berbeda dengan aspek-aspek yang lain, penggunaan alat permainan edukatif lebih menekankan pada teknis lapangan. Karena sifatnya teknis, maka aspek yang penting yang perlu diperhatikan juga bersifat teknis. Nah, sifat teknis dalam penggunaan alat permainan edukatif itu adalah keteraturan atau prosedur bermain yang sesuai dengan petunjuk teknis penggunaan dengan mempertimbangkan faktor keamanan. Pertama, keteraturan atau prosedur langkah kerja dalam bermain. Menurut Montessori, bermain bagi anak adalah “kerja” bagi orang dewasa (Lesley Britton, 1972). Sebagaimana pekerjaan-pekerjaan lain yang mempunyai aturan dan prosedur kerja, demikian pula dengan alat-alat permainan edukatif yang juga mempunyai aturan bermain yang tertib dan menyenangkan. Dengan kata lain, anak-anak harus diatur dan dibimbing agar dapat menggunakan berbagai alat permainan edukatif sesuai dengan prosedur yang ada. Jadi, jika prosedur penggunaan alat permainan edukatif telah dipahami anak-anak secara memadai, pasti akan menggunakan alat permainan edukatif tersebut dengan mengikuti prosedur yang ada. Walaupun demikian, pendampingan guru tidak boleh diabaikan. Kedua, faktor keamana. Faktor keamanan adalah aspek terpenting dari bermain. Terlebih lagi jika anak-anak bermain di alam terbuka atau alam bebas. Faktor keamanan tidak boleh ditawar-tawar. Identifikasi faktor keamanan ini bisa dilakukan dengan mendeteksi dari bahan, lokasi dan lain sebagainya.Walaupun demikian, pendampingan dan pemantauan dari guru dan orang tua tak boleh di tawar-tawar. 4. Perawatan Setelah alat edukatif digunakan dengan tertib dan teratur, maka alat-alat permainan tersebut harus disimpan atau dirawat sedemikian rupa, supaya tetap awet (tahan lama/ tidak cepat rusak) dan tetap aman digunakan. Jadi, jangan dibiarkan alat permainan edukatif berserakan dan disimpan sembarangan setelah digunakan. Beberapa tempat yang aman digunakan untuk merawat berbagai alat permainan edukatif di atas adalah rak dan lemari. Minimal, alas tempat penyimpanan alat permainan edukatif tidak bersentuhan langsung dengan lantai dasar yang dingin dan lembab. Oleh karena itu, rak dan lemari tidak bermasalah jika diletakan pada posisi rendah sehingga anak-anak mudah mengambil dan mengembalikan alat permainan edukatif yang digunakan. Pertama, rak. Tempat menyimpan alat-alat permainan edukatif yang paling sederhana sekaligus lebih aman adalah rak. Jika jumlah rak bertingkat-tingkat dan terbentang sepanjang tembok sisi ruang kelas, maka ada baiknya setiap kotak dari tiap-tiap rak diberi kode nama alat permainan edukatif yang disimpan di dalamnya. Disamping hal ini dapat mempermudah pencarian anak terhadap alat permainan yang diinginkannya, pengkodean akan membiasakan anak pada bentuk-bentuk simbol dan baca tulis. Kedua, lemari tertutup. Biasanya lemari digunakan untuk menyimpan barangbarang berharga. Tetapi sesungguhnya alat-alat permainan edukatif pun bisa disimpan di lemari. Justru lebuh menjamin keamanan dan kelembapan udara di dalamya, dan tidak rentan rusak. Lemari adalah tempat penyimpanan yang terbaik. 5. Evaluasi Hanya dengan evaluasilah tingkat perkembangan anak yang dicapai melalui kegiatan bermain dapat diketahui. Melalui kegiatan evaluasi, dapat diketahui berapa alat permainan edukatif yang masih layak digunakan, berapa yang sudah kusam, dan berapa yang telah rusak dan perlu diganti. Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengevaluasi semua alat permainan edukatif. 1. Buatlah daftar semua alat permainan edukatif yang ada, dengan kriteria rusak ringan (Rr), rusak sedang (Rs), dan rusak berat (Rb). 2. Masukan semua jenis alat permainan edukatif yang ada ke dalam kolom “Jenis alat permainan edukatif”. 3. Identifikasi semua alat permainan edukatif dalam setiap satu pekan sekali. No. 1. 2. 3. 4. 5. Jenis Alat Permainan edukatif Nama alat permainan edukatif Nama alat permainan edukatif Nama alat permainan edukatif Nama alat permainan edukatif Nama alat permainan edukatif Rr Rs Rb 4. Hasil identifikasi adalah pemberian tanda contreng pada setiap jenis alat permaina edukatif. 5. Tindak lanjut dari hasil evaluasi tersebut adalah, segera di cat ulang untuk alat permainan yang rusak ringan (Rr), segera diperbaiki untuk alat permainan yang rusak sedang (Rs), dan segera di ganti untuk alat permainan yang rusak berat (Rb). BAB 6 Manajemen Desain Lingkungan PAUD Manajemen desain lingkungan PAUD adalah penataan- tepatnya set plantampilan indoor maupun outdoor PAUD. Menata atau mengelola penampilan indoor maupun outdoor PAUD tidak bisa dilakukan sembarang orang. Orang yang mamu mengerjakan hal ini adalah mereka yang berasal dari pendidikan seni atau pendidikan desain. Merekalah yang mampu memilih komposisi warna dan gurat-gurat corak serta khas lukisan yang dapat melejitkan dunia fantasi anak. Proses pembuatan desain PAUD hampir melibatkan seluruh unsur seni artistik yang ada. Lebih dari itu, seni artistik yang dimaksud harus disesuaikan dengan dunia fantasi anak, sehingga setting indoor maupun outdoor pembelajaran dapat menambah suasana ceria anak. Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa komponen manajemen desain PAUD, khususnya yang erat kaitan dengan filosofi desain lingkungan PAUD, pronsipprinsip pengelolaan lingkungan, tata tertib PAUD, dan optimalisasi pemanfaatan lingkungan PAUD. A. Filosofi Desain Lingkungan PAUD Konsep desain justru melibatkan pemikiran yang sangat mendalam dan filosofis. Lukisan di dinding tembok lembaga PAUD mengandung makna filosofis yang menggambarkan bahwa anak bagaikan tunas tanaman yang sedang tumbuh di taman dan berinteraksi (berteman) dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Anak bagaikan “tunas sebuah taman” , sekaligus menjadi “teman” bagi makhluk yang lain di taman yang indah. Ini hanya sekedar contoh, bahwa lukisan yang tampak sederhana ternyata melibatkan makna filosofis yang sangat mendalam. Setiap jengkal lingkungan PAUD bisa menjadi cerminan program, tujuan, visi dan misi kelebagaan. Konsep desain lingkungan PAUD dengan landasan filosofis yang kuat sangat dibutuhkan, khususnya dalam penataan ruang, pemetaan fungsi lahan, tata letak bangunan, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, hiasan, khususnya lukisan sangat membutuhkan desain yang mendasarkan pemikiran filosofis yang mendalam. Mulai dari pemilihan komposisi warna, corak lukisan yang dipakai, objek yang akan dilukis dan yang tidak kalah pentingnya adalah makna filosofis di balik lukisan tersebut. B. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Lingkungan PAUD Berikut ini adalah prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan PAUD yang dimaksud. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keserasian Keindahan Keseimbangan Tata artistik Keamanan Nilai ekonomis Kesatupaduan. Itulah ketujuh prinsip manajemen desain lingkungan PAUD, agar tampak indah, asri, nyaman, dan menyenangkan, tetapi juga bisa dimanfaatkan secara optimal, dan yang lebih penting adalah efektif dan efisien. C. Optimalisasi Pemanfaatan Lingkungan PAUD Uraian selanjutnya akan membahas manajemen optimalisasi lingkungan PAUD. 1. Perpustakaan Anak Perpustakaan adalah jantung lembaga pendidikan. Maju dan mundurnya kompetensi akademik sebuah lembaga pendidikan terletak pada besar dan kecilnya perpustakaan serta banyak dan sedikitnya koleksi buku didalamnya. Semakin besar perpustakaan (semakin banyak jumlah judul buku yang dikoleksi), semakin besar pula kekayaan intelektual anak-didik di lembaga pendidikan tersebut. Fungsi pertama dan utama buku-buku di perpustakaan PAUD bukan untuk dibaca ditempat, melainkan untuk memunculkan minat baca anak-didik. Mungkin, pada awalnya anak-anak hanya suka melihat, kemudian memegang, setelah itu membuka, lantas membolak-balikan lembaran-lembaran isi buku tersebut. Dari sinilah tumbuhnya minat baca tersebut. Bahkan sebelum tumbuh minat baca itu sendiri, anak-anak sudah penasaran terhadap isi buku yang dibolak-balikkan isiya tersebut. Semangat membara untuk membaca dalam diri anak tersebut akan dibawa hingga masa dewas kelak. Ketika anak-anak mulai bisa membaca sendiri, ia akan menghabiskan waktuwaktu luangnya untuk membaca. Inilah fondasi seorang pembelajar sejati. Dan, kebiasaan tersebut akan semakin meningkat secara terus-menerus. Hal ini menunjukan bahwa fungsi perpustakaan di PAUD sangat efektif. Fenomena rendahnya minat baca disebabkan minimnya kegiatan pembacaan buku anak ketika mereka masih usia dini atau duduk di bangku TK. Terbatasnya buku-buku di perpustakaan sekolah TK adalah justru menjadi motivasi tersendiri untuk mengadakan perpustakaan pribadi di rumah atau keluarga. Hal harus di perhatikan dalam pembelian buku anak ini adalah warnanya menarik, banyak gambar yang indah, kertasnya halus dan tebal (supaya tidak mudah robek), dan sedikit tulisan hurufnya tetapi banyak gambarnya. 2. Perlengkapan Musik Outdoor Musik outdoor adalah musik yang diputar di luar kelas atau lebih tepatnya di ruang terbuka, khususnya halaman lembaga PAUD. Keberadaan musik outdoor ini dapat mengiringi anak-anak bermain, sehingga mereka lebih bersemangat dan selalu ceria. Telah banyak penelitian yang menunjukan bahwa musik dapat mebantu prestasi anak dalam banyak hal. Penelitian lain yang dipublikasikan secara luas juga menunjukan hal yang hampirbersamaan. Penelitian itu menyebutkanbahwa anak yang di perdengarkan musik selama 8 (delapan bulan) mengalami peningkatan kecerdasan intelektual (IQ) sebesar 46% dibandingkan dengan anak yang tidak di perdengarkan musik (May Lwin, dkk., 2008). Permainan musik dapat menjadi penyemangat atas semua aktivitas anak, sehingga ketika bermain mereka selalu bersemangat. Lebih dari itu, musik dapat menstimulasi daya imajinasi anak, sehingga ketika bermain diiringi dengan musik fantasinya jauh menembus apa yang dimainkannya tersebut. Inilah sebabnya, keberadaan musik outdoor sangat diperlukan di lembaga-lembaga PAUD. 3. Laboratorium IT untuk Anak Laboratorium IT adalah tempat memperkenalkan anak pada alat-alat teknologi informasi. Laboratorium ini tidak harus berisis alat-alat teknologi informasi yang canggih, tetapi cukup beberapa unit kompuer atau alat-alat komunikasi, seperti telepon atau HP dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar anak dikemudian hari tidak gagap teknologi. Keberadaan laboratorium IT bisa diisi dengan beberapa software atau video games yang edukatif. Tetapi, kebnyakan jenis permainan berbasis IT hanya mebggunakan tombol-tombol otomatis- yang cara bermainnya hanya cukup dengan sentuhan-sentuhan saja. Tentu hal ini tidak akan membantu banyak dalam pengembanganmotorik kasar maupun motorik halus anak. Terdapat pelajaran penting dari permainan berbasis IT. Pelajaran tersebut adalah ketangkasan dan keterpaduan reflektif antara mata dan tangan. Ironisnya, permainan edukatif berbasis It mampu memikat anak sehingga anak-anak betah bermain dengannya selama berjam-jam tanpa kelelahan, bahkan sampai ada yang sudah “kecanduan”. Hal ini akan membuat anak menjadi anak yang pasif dan individualistik. Dengan mempertimbangkan dampak positif (ketangkasan) dan dampak negatif (individualis dan pemalas) yang ditawarkan alat permainan berbasis IT ini, orang tua dan guru hendaknya dapat memilih dan memilah jenis-jenis program bermain yang meminimalisir dampak negatif anak dan mengoptimalkan pelajaran yang terkandung di dalamnya. BAB 7 Manajemen Input, Proses & Output PAUD Ketiga komponen ini menjadi inti terselenggaranya lembaga PAUD. Uraian selanjutnya pada bagian ini akan membahas ketiga bentuk manajemen di ranah input, proses dan output tersebut. A. Manajemen Input Anak Didik Pembahasan secara khusus dan eksplisit tentang manajemen input di pandang penting karena manajemen di bidang ini sangat menentukan berkembang atau majunya sebuah lembaga PAUD. Artinya, lembaga PAUD dikatakan berkembang dan maju jika mendapatkan input anak-didik yang memenuhi kuota yang telah ditentukan. Dengan kata lain, besar kecilnya sebuah lembaga PAUD diukur oleh seberapa besar jumlah orang tua dan masyarakat yang memercayakan anak-anak mereka kepada lembaga yang bersangkutan. Jika memang lembaga PAUD yang bersangkutan tidak berkualitas, hampir bisa dipastikan tidak ada orang tua yang akan memercayakan anak kandungnya pada lembaga tersebut. Sebaliknya, jika lembaga PAUD memang terbukti kualitasnya sangat baik, hampir bisa dipastikan bahwa orang tua dan masyarakat sekitar akan memercayakan anak kandung mereka pada lembaga PAUD tersebut. Berkaitan dengan manajemen input anak didik tersebut, perlu dibuat pola manajemen input anak didik tersebut, perlu dibuat pola manajemen input yang efektif dan efisien. Memang, kaitan eratnya dengan promosi atau marketing lembaga PAUD. Fokus pembahasan pada subbab ini adalah manajemen input anak-didik. 1. Penenrimaan Calon Nak-Didik Baru Diakui atau tidak, semua lembaga pendidikan yang ada, khususnya yang berstatus swasta, termasuk PAUD, bersains satu sama lain untuk mendapatkan input anak didik yang terbaik. Hal ini wajar karena memang lembaga pendidikan tidak hanya satu dan tersebar luas. Disamping itu, kompetensi seperti ini mambawa dampak pada motivasi perbaikan secara internal di tubuh masing-masing lembaga pendidikan yang bersangkutan. Disisi lain, adanya banyak lembaga pendidikan yang tersedia, memudahkan orang tua untuk memilih lembaga pendidikan yang terbaik. Dalam konteks kompetisi mendapatkan input calon anak-didik yang terbaik inilah diperlukan manajemen input yang terbaik inilah diperlukan manajemen input yang efektif dan efisien. Tanpa adanya pola manajemen input yang baik, maka lembaga PAUD akan kesulitan memenuhi kuota minimal jumlah anak didik yang dicanangkan bahkan akan menemui kendala besar dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anakdidik. Secara sederhana, manajemen input anak didik PAUD meliputi tiga hal, yakni pendaftaran ,tes wawancara sederhana, dan pembiayaan. Pertama, pendaftaran. Dalam pendaftaran inilah identitas calon anak didik dapt diketahui dengan jelas. Selanjutnya, data tentang identitas diri tersebut akan menjadi pertimbangan diterima atau tidaknya calon anak didik yang bersangkutan. Biasanya, faktor utama diterima atau tidak adalah faktor usia. Jika usia belum memenuhi syarat, maka lembaga PAUD yang bersangkutan pasti akan menunda untuk diterima tahun berikutnya. Kedua, tes wawancara sederhana. Misalnya, berat dan tinggi badanya berapa, kesukaan atau hobinya apa, kalau menangis biasanya cara mengatasinya bagaimana, dan lain sebagainya. Disamping itu, daya tampung lembaga PAUD yang bersangkutan menjadi harga mati pembatasan penerimaan anak didik baru. Ketiga, pembiayaan atau administrasi. Biasanya, persoalan pokok pada hal ini adalah pelunasan uang pembayaran pendidikan. Setiap calon anak-didik baru dikenai sejumlah biaya untuk pengadaan seragam anak, sumbangan pengembangan kelembagaan dan biaya pendidikan. Jika proses ini telah selesai, maka selesailah tahap penerimaan anak didik baru. Tidak ketinggalan, data setiapa nak yang diterima dicatat dalam arsip secara khusus dan akan disimpan untuk selamanya. Semakin baik promosi yang dilakukan, semakin besar kemungkinan lembaga tersebut mendapatkan input anak-didik. Tetapi, jika hal ini tidak diimbangi dengan kualitas lembaga secara internal, promosi segencar apa pun tidak akan banyak membawa perubahan. 2. Seleksi Terdapat dua jawaban yang bisa menjadi pilihan agar tidak banyak menolak calon anak-didik. Pertama, proses seleksi berdasarkan usia kronologis dan usia mental. Artinya, lembaga PAUD harus benar-benar menaati peraturan apad usia berapa anak boleh masuk di TK/RA, KB amupun TPA. Disamping itu, seleksi juga harus memerhatikan faktor usia mental. Artinya, walaupun anak telah berumur 4 tahun, misalnya, tetapi jika secara mental terlalu ke kanak-kanakan, maka sebaiknya penerimaannya ditunda tahundepan. Atau, jika lembaga PAUD tersebut telah membuka kelas KB, maka ia boleh masuk pada kelas ini. Dengan demikian, usia mental membawa dua pilihan, yakni ditunda penerimaannya hingga tahundepan atau masukan pada kelas dibawahnya. Kedua, melakukan pengembangan atau perluasan kelembagaan. Tetapi, jika hal ini terlalu jauh, bisa membuka kelas baru dan menambah jumlah tenaga kependidikan. Dengan pola manajemen seleksi calon anak-didik sebagaimana disebutkan di atas, maka lembaga PAUD bisa eksis melakukan prosesi ritual tahunan, yakni penerimaan calon anak didik secara efektif dan efisien. B. Manajemen Proses Manajemen proses adalah pengelolaan pendidikan yang mencakup segala aspek pembelajaran. Dengan demkian, manajemen proses adalah pengelolaan bagaimana caranya agar proses pembelajaran di lembaga PAUD dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Karena proses pembelajaran di lembaga PAUD adalah syarat dengan permainan edukatif, maka sebagian besar proses pendidikan juga harus dengan permainan. Sebab, hanya dengan kegiatan bermainlah aktivitas belajarmengajar anak dapat berjalan efektif dan efisien. Dengan kata lain, PAUD yang efektif, adalah PAUD yang menjadikan kegiatan bermain sebagai basis aktivitas pembelajaran. Fungsi manajemen proses adalah mengelola agar anak-didik dapat bermain atau belajar dengan teratur, penuh semangat dan rasa riang. Sebab, hanya dengan bermainlah anak-anak hidup bahagia, dan menjadi cerdas karenanya. Tetapi, bagi orang tua sepertinya bermain masih di pandang sebelah mata. Dalam hal ini, sekolah atau PAUD-lah yang harus aktif menyosialisasikan program-program bermainnya untuk anak-didik kepada orang tua siswa. Salah satu bentuk sosialisasi adalah dengan cara mengadakan pengajian rutin setiap bulan yang dihindari oleh masyarakat sekitar, wali siswa, dan guru-guru PAUd. Dan, kegiatan semacam ini merupakan bagian dari manajemen proses di dalam kelembagaan PAUD. Dengan penyamaan persepsi tentang bermain di antar kedua belah pihak- rumah sebagai “sekolah bermain” dan lembaga PAUD sebagai tempat “Belajar bermain”maka tumbuh kembang anak akan mecapai titk maksimum karena mendapatkan stimulus yang tepat. Nah, optimalisasi tumbuh kembang anak inilah yang disebut dengan keberhasilan manajemen proses. Indikatornya adalah, proses pembelajaran atau penyelenggaraan berbagai permainan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Rumah yang di dalamnya (orang tua) tidak harmonis, bahkan rusak (broken home) tidak akan bisa menjadi “sekolah” pertama bagi anak. Karena keluarga sebagai “sekolah” pertama telah rusak- dan dengan demikian anak juga ikut rusak- maka manajemen proses sebaik apa pun di tubuh kelembagaan PAUD tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien. Sebab, anak yang rusak sulit diajak bermain, bersosialisasi, bernyanyi, dan lain sebagainya. Inilah sebabnya, mengapa kunci keberhasilan manajemen proses dilembaga PAUD tergantung pada efektivitas rumah sebagai “sekolah” pertama bagi anak. C. Manajemen Output Output adalah dampak dari sebuah proses. Dengan kata lain jika prosesnya baik, amak dapat dipastikan hasilnya (outputnya) juga baik. Demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa output merupakan cerminan proses. Cerminan atau output tersebut biasanya di presentasikan oleh penguasaan berbagai aktivitas pembelajaran yang dikuasai oleh anak didik. Cara melihat kemampuan anak dalam menguasai berbagai aktivitas pembelajaran adalah sengan sistem evaluasi yang dilaksanakan lembaga PAUD yang bersangkutan. Sebab, hanya di dalam evaluasi akan ditemukan tolak ukur keberhasilan yang jelas mengenai capaian tumbuh kembang anak. Evaluasi tersebut biasanya dilakukan setelah pelaksanaan program pembelajaran yang disebut dengan istilah Satuan Kegiatan Harian (SKH). Dari sinilah dapat diketahui bagaimana para guru melakukan identifikasi langsung berbagai keberhasilan anak ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa membaca kembali GBPKB bidang pengembangan kemampuan kognitif dalam kurikulum PAUD 2004. Proses evaluasi hingga menghasilkan gambaran hasil output anak didik memang sangat rumit. Tetapi, justru dengan kerumitan itulah tumbuh kembang anak secara lengkap dan utuh dapat diketahui dengan jelas. Walaupun demikian apada akhirnya, kerumitan sebagaimana tercermin dalam SKH bisa dilukiskan dalam bentuk grafik hasil (output) perkembangan, sehingga tampak lebih sederhana dan mudah dipahami. Lihatlah contoh grafik hasil output capaian atau tumbuh kembang anak berikut ini. o V o MA Sn Bhs Sos Kogn Fisk Ems S Grafik hasil (output) evaluasi tumbuh kembang anak Keterangan: MA = Hasil perkembangan moral dan agaman Sn = Hasil perkambangan Seni Bhs = Hasil perkembangan Bahasa Sos = Hasil perkembangan Sosial Kogn = Hasil perkembangan Kognitif Fisk = Hasil perkembangan Fisik motorik Ems = Hasil perkembangan Emosi Dari contoh grafik di atas, orang tua maupun guru dapat mengamati dengan mudah dan jelas hasil (output) aspek tumbuh kembang anak. Dari grafik itu pula guru maupun orang tua dapat memberikan tekanan pada aspek-aspek tertentu yang masing-masing mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Nah, manajemen output adalah rekaptulasi hasil evaluasi dari hari ke hari minggu ke minggu, bulan ke bulan, semester ke semester dan tahun ke tahun. Semua data hasil evaluasi disusun secara sistematis sehingga pola perkembangan anak dapat dilihat secara sistematis dari hari ke hari hingga tahun ke tahun. Pola manajemen output seperti ini disamping bermanfaat bagi orang tua anak, juga bermanfaat bagi guru, khususnya ketika akan memberikan aktivitas pembelajaran baru. Guru dapat menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang akan diberikan dengan tahap capian tumbuh kembang anak. Terlebih lagi jika dalam pengelolaan output tersebut lembaga PAUD juga menjalin hubungan secara kelembagaan dengan SD/MI yang benar-benar dapat menjamin berlangsungnya tumbuh kembang anak secara baik. Tentu, pola manajemen output yang demikian akan sangat bermanfaat, khususnya membantu para orang tua untuk menentukan pilihan sekolah lanjutan untuk anak-anaknya. BAB 8 Manajemen Pengawasan (Supervisi) PAUD Supervisi PAUD merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan manajemen lembaga PAUD yang sedang maupun yang telah dilakukan para penyelenggara pendidikan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki pola manajemen dan sistem pendidikan yang dijalankan. Tugas utama supervisi adalah mengukur sejauh mana keberhasilan manajemen pendidikan yang dijalankan. Lebih dari itu, hasil supervisi harus dapat digunakakn untuk memperbaiki aspek-aspek kelemahan manajemen yang ada dan mempertahankan aspek-aspek yang di pandang cucukp berhasil. Dengan demikian, konsentrasi supervisi pendidikan adalah mengevaluasi, keberhasilan manajemen, menemukan kendala dan memecahkannya serta melakukan perbaikan secara kontinu. A. Pengertian Supervisi PAUD Supervisi PAUD merupakan pemberian bimbingan langsung ke lembaga PAUD dan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan maupun penyimpangan-penyimpangan dalam rangka menyempurnakan manajemen lembaga PAUD. Atas dasar ini, keberadaan supervisi PAUD diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan PAUD, khususnya pada aspek pembelajaran. Meningkat atau tidaknya lembaga PAUD tergantung pada supervisor. Tetapi, disamping supervisor, guru juga dituntut untuk berperan serta aktif dalam meningkatkan mutu kelembagaan PAUD. Tentu tindakan perbaikan guru termasuk kepala dan staf-staf yang dibawahnya tersebut harus merujuk pada hasil-hasil evaluasi atau pengawasan yang dilakukan supervisor. Dengan demikian, hasil pengawasan atau supervisi dapat ditindak lanjuti oleh semua komponen lembaga PAUD dalam rangka perbaikan mutu pendidikan. B. Prinsip-Prinsip Dasar Supervisi PAUD Para supervisor harus mengetahui prinsip-prinsip yang menjadi pegangan pokok. Beberapa prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Supervisi a. Supervisi harus demokratis. Supervisi menghendaki agar tiap-tiap guru diberikan kebebasan untuk berpikir dalam memajukan inisiatif, kreativitas, menyampaikan pendapat, mengoordinasikan kerja sama atarguru, dan mampu menggerakan seluruh komponen yang disupervisi. b. Harus konkret, objektif, dan sistematis. Supervisi yang konkret, objektif dan sistematis adalah supervisor yang jelas sasarannya, apa adanya, tidak merekayasa, dan dilaksanakan secara terencana dan kesinambungan. c. Harus kreatif dan inovatif, jika supervisis yang demokratis sebagaimana disebutkan di atas dilakukan berdasarkan data yang objektif dan konkret maka supervisi tersebut bisa disebut supervisor yang kreatif dan inovatif, sehingga seluruh komponen PAUD, khususnya guru dan anak didik dapat berkembang secara maksimal. 2. Penilaian Supervisor harus mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip penilaian. Berikut in adalah prinsip-prinsip penilaian yang dimaksud. a. Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh terhadap semua program PAUD, termasuk pemilihan bahan ajar, metode mengajar, pemberian tugas, tata tertib, pelaksanaan evaluasi, sarana prasarana, dan lain sebagainya. b. Agar tercapai penilaian yang menyeluruh sebagaimana disebutkan di atas, maka penilaian tersebut harus dilakukan secara kooperatif. Keterlibatab seluruh komponen PAUD, khususnya guru dan kepala PAUD, sangat membantu tercapainya penilaian yang menyeluruh tersebut. c. Penilaian hendaknya berdasarkan pada kriteria yang tepat dan dapat di peroleh melalui musyawarah serta mengacu pada tujuan pendidikan. d. Penilaian hendaknya bersifat diagnostik supaya mampu menemukan kelemahankelemahan dalam proses manajerial kelembagaan PAUD sehingga ditemukan formula perbaikan yang tepat. Dengan demikian, supervisi yang baik harus ditindak lanjuti dengan pola perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ditemukan. e. Penilaian harus dilakukan secara terus-menerus atau kontinu. Sebagai landasan yang kuat dalam suatu program penilaian, sudah selayaknya hasil penilaian tersebut disusun rencana-rencana peningkatan guna perbaikan situasi dari apa yang telah dan akan dinilai dengan harapan agar menemukan cara kerja terbaik. f. Penilaian hendaknya bersifat fungsional. Artinya, penilaian yang baik adalah penilaian yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan dilakukan dengan maksud untuk memperoleh fakta-fakta yang lengkap baik dari berbagai aspek positif maupun aspek negatif yang terkait dengan sarana penilaian. C. Teknik Supervisi PAUD Teknik adalah suatu cara atau metode untuk melakukan hal-hal tertentu dengan terampil dan cepat guna mencapai tujuan yang telah dicanangkan. Atas dasar pengertian ini, maka teknis supervisi PAUD adalah cara atau metode pengawasan terhadap segala aspek pembelajaran PAUD duna mengetahui kelemahan dan kekurangan untuk kemudian dilakukan upaya perbaikan. Terdapat dua teknik supervisi pendidikan serangkaian teknik penunjang yang dapat menompang keberhasilan masing-masing teknik utama. Berikut ini kedua teknik supervisi PAUD yang dimaksud. D. Teknik Individu Setidaknya, terdapat tujuh teknik penunjang dalam teknik supervisi individu. Ketujuh metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kunjungan kelas. Kunjungan kelas adalah secara individual ke dalam kelas langsung oleh supervisor. Pada kunjungan ini, supervisor akan merekam atau 2. 3. 4. 5. 6. 7. menyerap informasi selengkap mungkin tentang aktivitas pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam kunjungan tersebut, diharapkan supervisor dapat menemukan kelemahan-kelemahan maupun penyimpangan-penyimpangan. Kemudian, data yang diperoleh yang bersangkutan untuk dicarikan upaya perbaikan dan tetap mempertahankan hal-hal yang dianggap cukup baik. Individual conference, adalah komunikasi konsultatif setelah kunjungan selesai. Artinya, setelah supervisor melakukan kunjungan kelas, hendaknya ia tetap menjalin komunikasi secara intensif dengan guru kelas guna mendiskusikan halhal yang dianggap masih perlu di perbaiki. Tetapi, dalam konteks ini komunikasi lebih bersifat in-formal dalam kondisi rileks dan tidak terikat oleh aturan-aturan formal. Hal ini dimaksudkan agar kedekatan emosional antara supervisor dengan guru lebih dekat sehingga diskusi maupun konsultasi dapat berjalan dengan lancar. Intervisitation, Yaitu kunjungan antara guru di suatu sekolah dalam rangka belajar dengan cara saling tukar pengalaman, informasi, maupun pengetahuan. Kegiatan ini mirip seperti studi banding, tetapi dalam konteks supervisor atarguru. Pada prinsipnya, Intervisitation adalah pemilihan objek kunjungan yang di prediksikan dapat memperkaya khazanah wawasan perbaikan pembelajaran. Selfevaluation, yaitu kesadaran guru secara individual bahwa dirinya di tuntut untuk dapat melakukan pembelajaran dengan tingkat profesionalitas tinggi. Kesadaran ini akan muncul jika masing-masing guru dapat menyadari bahwa dirinya mendapat kesempatan untuk mengadakan perbaikan dan evaluasi. Supervisory bulletin, adalah media komunikasi yang di publikasikan sebagi salah satu teknik supervisi, Dalam hal ini, fokus supervisor adalah mengomunikasikan ide-ide, gagasan, pemikiran, hingga usulan untuk menyelenggarakan kegiatankegiatan penting yang perlu dilakukan. Profesional reading, merupakan bacaan profesional yang pada prinsipnya dapat memperkaya khazanah keillmuan dan pengalaman guru yang sejalan dengan asas pendidikan seumur hidup, kemauan, dan kemampuan belajar mandiri yang perlu dipertimbangkan. Profesional writing, membuat karya tulis dengan prinsip kekayaan potensi dioptimalisasikan untuk meningkatkan motivasi, kebutuhan, kondisi, dan fasilitas memadai untuk mencapai prestasi. E. Teknik Kelompok Dalam teknik ini, terdapat banyak metode supervisi yang dapat dilakukan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Rapat staf sekolah, merupakan bentuk komunikasi yang sudah umum dikenal oleh setiap lapisan masyarakat. Prinsipnya direncanakan bersama-sama, guru dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuj membahas dan memecahkan masalah yang sedang di hadapi. 2. Orientasi guru baru, pembinaan guru-guru atau yang belum mempunyai pengalaman mendalam dalam hal mengajar. Guru baru yang dimaksud disini bukan hanya guru yang baru diangkat oleh lembaga PAUD yang bersangkutan, tetapi termasuk guru yang pindah dari kelas yang satu ke kelas yang lain. Sebab, guru pindahan juga belum mempunyai pengalaman di kelas baru yang akan diajarnya. 3. Curriculum laboratory, yaitu konsep kurikulum, khususnya yang secara spesifik berkaitan dengan pengalaman belajar, materi dan kegiatan edukasi di sekolah. 4. Committee (Kepanitiaan), merupakan suatu kelompok, baik besar maupun kecil yang bertugas memcahkan masalah atau tugas khusus dan anggotanya di tunjuk secara khusus pula. 5. Profesional libraries (Perpustakaan profesional), Yaitu penggunaan perpustakaan secara profesional dengan prinsip bahwa buku merupakan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan yang bertebaran di berbagai buku dikomunikasikan oleh perpustakaan kepada guru, sehingga guru bertambah ilmu dan pengetahuannya. 6. Demostration Teaching (Demonstarsi mengajar), adalah teknik supervisi yang diperagakan oleh supervisor untuk menggambarkan atau membari contoh cara mengajar yang profesional, efektif dan efisien. 7. Workshop (Lokakarya), adalah upaya untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sebagai akademisi untuk berkarya dan berpikir, baik secara teoretis maupun secara praktis untuk meningkatkan kualitas mengajar. 8. Field trips for staff personnel’s, adalah teknik supervisi yang dilakukan dengan cara mebgunjungi objeknya secara langsung dengan mengunjungi objeknya secara langsung di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar para guru dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar, menghilangkan kejenuhan dan memperkaya wawasan. 9. Panel of forum discussion, yaitu usaha untuk mengumpulkan pendapat maupun gagasan para ahli, khususnya yang berkaitan dengan upaya mencari solusi atas permasalahan tertentu maupun upaya perbaikan pembelajaran. 10. In service education, yakni serangkaian program yang diselenggarakan dengan teknik tertentu dalam rangka meningkatkan profesionalisme jabatan yang meliputi berbagai aspek dengan segenap unsurnya. 11. Organisasi profesional, merupakan bentuk kerja sama kelompok yang merupakan bagian dari kehidupan sebuah profesi, yakni guru PAUD. Teknik ini pada prinsipnya mengembangkan kerjasama dalam rangka meningkatkna profesionalisme mengajar.