Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good

advertisement
Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance
(Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan
Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden )
Skripsi
Anindita Lintang Pakuningjati
11/317429/SP/24633
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
2015
Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance
(Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan
Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden )
Skripsi
Disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat guna memeroleh
gelar Sarjana Ilmu Politik di Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
Disusun Oleh:
Anindita Lintang P
11/317429/SP24633
Telah disetujui oleh,
Rahayu S.IP, M.Si, M.A
Dosen Pembimbing
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
i
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada pada:
Hari
: Jumat
Tanggal
: 16 Oktober 2015
Waktu
: 11.00-12.30 WIB
Tempat
: Ruang Sidang Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik, Universitas Gadjah Mada
TIM PENGUJI
Rahayu S.IP., M.Si., M.A
______________________
Ketua Penguji/ Dosen Pembimbing
Lisa Lindawati S.IP., M.A
_______________________
Penguji Samping I
Wisnu Martha Adiputra S.IP., M.Si.
________________________
Penguji Samping II
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Anindita Lintang Pakuningjati
Nomor Mahasiswa
: 11/317429/SP/24633
Angkatan
: 2011
Jurusan
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi
: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good
Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial
LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat
secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden)
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah itu dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh rasa tanggung jawab dan saya
bersedia menerima sanksi apabila kemudian hari diketahui tidak benar.
Yogyakarta, 4 November 2015
Yang membuat pernyataan,
Anindita Lintang Pakuningjati
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, penulisan skripsi ini akhirnya selesai dengan
baik dan menyenangkan. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala pertolongan dan kemudahan yang diberikan dan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu penyelesaian skripsi dengan judul ―Pengelolaan Media
Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media
Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online
Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden)‖ ini.
Penulis menyadari di dalam menulis dan menyusun penelitian ini masih
terdapat banyak kekurangan dan perlu pembelajaran lebih banyak lagi untuk
menyempurnakan. Oleh karena itu, diskusi berupa masukan, saran, dan kritik
yang membangun diharapkan dapat diberikan pada penulis sebagai bekal di
kemudian hari. Akhir kata, semoga saja penelitian ini dapat memberikan manfaat
kepada dunia pendidikan, penelitian dan sekaligus menjadi wujud pengabdian
penulis kepada lingkungan, bangsa dan negara.
Yogyakarta, 10 November 2015
Penulis,
Anindita Lintang Pakuningjati
iv
“Percayalah hati, lebih dari ini pernah kita lalui.
Jangan henti di sini.”
-
Float, sementara
v
Halaman Persembahan
Bersama mereka, pengerjaan skripsi yang sulit tidak menjadi sesuatu yang
mustahil. Terima kasih, kepada:
Bapak dan Ibu. Bapak Amat Antono dan Ibu Arini Harimurti, atas pelajaran
mandiri, kerja keras, doa, dukungan dan kepercayaan yang tidak putus pada
bungsu nakal ini.
Kakak-kakak saya, Anindya Putri Kusumajati dan Zen Ary Prasetyo, atas
semangat dan refreshingnya.
Dosen pembimbing saya, Mbak Rahayu atas bimbingan, diskusi, jawaban segala
pertanyaan dan pertolongan sejak form 1 hingga saat ini.
Dosen penguji 1 saya, mbak Lisa dan dosen penguji seminar saya mbak Gilang,
atas diskusi, bantuan dan motivasinya. Juga dosen penguji 2 saya, mas
Wisnu,atas semua kritik dan saran.
Pengelola LAPOR!, mas Gibran dan mbak Miranti dkk, atas kemudahan,
keramahan, kebaikan, dan diskusi selama saya ambil data.
Agung Nugraha, atas bantuan diskusi, makalah dan jurnal good governance.
Tanpa bertemu Agung rasanya skripsi ini jauh dari rampung.
Mas Hendra, atas waktu menemani selama saya di Jakarta dan semangat dari
setiap Whatsappnya. Zahra, atas tumpangan kos selama ambil data.
Mas Bari, atas kesabaran menghadapi semua pertanyaan dan kebingungan
administrasi.
Yang selalu menemani disaat sehat dan sakit, ber-uang dan kere, sibuk dan selo,
senang dan bête: Kenyal kental. Kurnia Hapsari, atas pinjaman laptop untuk
revisi saat laptop saya hilang dicuri orang, dan tumpangan kos saat waktu luang.
Putri Mahardika D, atas ajakan makan dan bermain setiap hari, hiburan ketika
sedih, dan kuping ketika sambat. Rosyid Rizki Fauzi, atas kesediaan selalu ada,
vi
kebaikan menampung air mata, dan usaha mencari solusi atas permasalahan saya.
Aditya Murti atas segala inisiatif ketika ada masalah dan kegiatan menyenangkan
di waktu luang. Panca Nurtrijaya, atas kebaikan dan kengoyoan menolong.
Ashief M Husna, atas tiket berpetualang ke Jakarta-Pattaya-Semarang-Kuala
Lumpur-Seoul-Busan dan kota lainnya, Gold-silver-finalist dan segudang
kekalahan, begadang, asap rokok, serta pelajaran berlapang dadanya. Kalian
alasan terberat pergi dari Jogja, terima kasih atas segala bantuannya.
Teman-teman bermain dan belajar: Hatching-hatching. Gusti Arirang, atas segala
cerita, kebodohan dan bantuan selama di Jakarta dan Jogja. Tiara Anzani, atas
bantuan bimbingan skripsi dan olah data, serta semua diskusi dewasanya. Puspa
Wardani, atas segala waktunya dari makan, tidur, main, gossip dan macaknya.
Febriana Nina, atas curhat, beauty class, dan lucu-lucuan yang dilakukan selama
di Jogja maupun Jakarta. Ragil Ayu, atas main dan kerja, atas Stomp Out dan
Dieng jam 1 malamnya.
Nova, atas, olahraga, makan enak, dan diskusi politiknya. Rafi, atas semangat dan
waktu ber-blanco juga aldannya. Sari, atas kosnya yang terbuka menyambut
setiap datang. Sisil Siahaan, atas waktu-waktu makan, semangat dan pertolongan
di saat-saat susah.
Anak-anak mbak Yayuk: Ruth, Darin, Awanis, Inez, Nirmala, Mami, Ismy atas
semangat dan informasi seputar skripsi selama ini. Percayalah, kalian berada di
tangan yang tepat!
KKN BL 10 atas 2 bulan untuk selamanya, tebakan goblok, dan tawa-tawanya.
Kampus Fisipol UGM, atas ruang berkarya dan beromansa. SKKK Fisipol, atas
keamanan, kenyamanan dan kekeluargaannya. Mas Rudi, atas bantuan proposal
lomba, kesempatan seleksi mahasiswa berprestasi, dan bantuan saat kemalingan.
Deadline UGM, atas pelajaran, piala, panggung dan segala brief.
Kompas 2011, atas tawa, tangis, karya dan begadangnya.
vii
Buset Family Tegaldowo dan Tante Anik, atas semangat tiada henti untuk
menyelesaikan skripsi ini dan reminder agar tidak stres menjalani masa kuliah.
Keluarga Kos Putri Pakel 7A, Echa atas pinjaman baju sidang dan curhatnya.
Sasa atas pinjaman baju, setrika, dan makan enaknya.
Doppy Catur, atas bantuannya di semua brief lomba, dan nasihat serta
masukannya yang selalu mendewasakan. I‟ll follow my heart, I promise.
Naveda Herditya, atas hiburan, eskrim, dan gudegnya di saat hidup lesu. Rasyid
Aulia, atas bullyan dan ejekannya yang membakar semangat.
Ajeng Devita Martian, atas kehadirannya di waktu-waktu ambyar. Terima kasih
sudah mengajari bagaimana menjadi teman yang baik.
Ilham Galih Setiaji, atas tamparan, senyum dan tawanya di kedai kopi.
Diani Desi dan Oxapisi Vidyandika, atas semua omongan liar, gosip, pelukan,
dan semangat yang tiada putus.
Dimas Galih, Putri FU dan Wanda Andreas, atas kesediaan menjadi tempat
pulang yang menyenangkan.
Yang memudahkan, menyenangkan dan membahagiakan, namun tidak
dapat disebut satu per-satu.
Anindita Lintang Pakuningjati, yang tidak menyerah meski semua tidak mudah.
Allah SWT, yang selalu memberi perlindungan dalam hidup. Terima kasih atas
segala rejeki, cobaan, dan kesempatan selama ini.
viii
Inti Sari
Penelitian ini akan membahas mengenai pengelolaan media sosial
LAPOR! untuk layanan aduan dan aspirasi masyarakat pada pemerintahan.
LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) merupakan sebuah
media sosial yang lahir karena kebutuhan jembatan komunikasi antara pemerintah
dengan publik sebagai salah satu bentuk komunikasi politiknya.
Pemerintah di era modern ini mengahadapi publik yang tidak lagi pasif
saja namun lebih aktif dan proaktif mengawasi kinerjanya. Selama kurun waktu
2012 hingga 2014, Ombudsman mencatat terdapat peningkatan jumlah laporan
pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik sebesar 350 persen. Peningkatan
kritisme masyarakat ini merupakan sinyal positif pemerintah di dalam mencapai
salah satu cita-citanya mewujudkan good governance atau pengelolaan
pemerintah yang lebih baik. Media sosial kemudian hadir sebagai jawaban yang
dinilai tepat atas kebutuhan jembatan komunikasi tersebut.
Namun, ulasan mengenai pengelolaan media sosial sebagai media aduan
dan aspirasi masyarakat belum banyak dilakukan. Apalagi, secara khusus LAPOR!
merupakan sebuah media sosial aduan dan aspirasi yang terintegrasi secara
nasional. Fenomena ini menjadi sebuah fenomena baru dan menarik untuk diteliti.
Penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian ―Bagaimana Kantor
Staf Presiden mengelola media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan
pengaduan rakyat secara online?‖. Penelitian dilakukan dengan metode studi
kasus sedangkan, pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara
mendalam dengan pengelola LAPOR! dan pengumpulan data dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan media sosial sebagai
layanan aspirasi dan aduan terintegrasi nasional guna mendukung terwujudnya
good governance.
Kata Kunci: media sosial, pengelolaan media sosial, good governance, complaint
handling mecanism
ix
Abstract
This research discusses about the management of social media named
LAPOR! used for the aspiration and complaint handling system in government.
LAPOR! (In bahasa stands for Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat)
is a social media which born due to a need of a medium for communication
between government and the public as a form of its political communication.
The modern government nowadays face an active public that will always
give a huge attention and keep monitoring their government activity. From 2012
to 2014, Ombudsman noted that there was a high increasing of public‟s report
about public services for about 350 percent. This incresing number of the public‟s
critism shows a positive signal for the government to achieve their goal to make a
good governance or a better governance‟s management. Social media is chosen
as the best answer for the need of medium for communication there.
On the other side, the discussion and review about the social media
management as an aspiration and complaint handling system still rare. Moreover,
LAPOR! is the first complaint handling system that integrated in national range.
In brief, LAPOR! is a unique and new phenomena to be reasearched.
This research will answer a research question which is “How the
Presidential Staff Office manage the social media named LAPOR! as a medium
for aspiration and complaint handling online system ?”. This research uses a
case study metode and uses both deepinterview and documentary study to collect
its data.The goal of this research is to know the management of social media as
the medium for aspiration and complaint handling system to achieve a good
governance.
Keywords: social media, management of social media, good governance,
complaint handling system
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................v
INTI SARI.............................................................................................................. ix
ABSTRACT .............................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
BAB I .......................................................................................................................1
Pendahuluan .............................................................................................................1
A.
Latar Belakang Masalah ............................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................3
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................................3
E. Kerangka Pemikiran .........................................................................................4
E.1 Media Sosial ...............................................................................................4
E.2 Pengelolaan Media Sosial dalam Pemerintahan .......................................10
E.3 Konsep Good Governance........................................................................20
E.4 Pengelolaan Media Sosial sebagai Layanan Aspirasi dan Pengaduan
Online untuk Mendukung Good Governance .................................................23
F. Kerangka Konsep ...........................................................................................28
G. Metodologi Penelitian ...................................................................................30
G.1 Sumber Data.............................................................................................33
xi
G.2 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................33
G.3 Objek Penelitian .......................................................................................34
G.4 Limitasi Penelitian ...................................................................................34
G.5 Teknik Analisis Data................................................................................35
BAB II ....................................................................................................................37
A.
Media Sosial dalam Komunikasi Politik Pemerintah ..............................37
B.
Pemanfaatan Media Sosial oleh Pemerintah di Beberapa Negara dan
Indonesia ............................................................................................................45
C.
Partisipasi dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Media Sosial di
Bidang Pemerintahan .........................................................................................52
D.
Dampak pada Persoalan Sosial................................................................56
BAB III ..................................................................................................................62
A.
Sejarah Kelahiran LAPOR! .....................................................................62
B.
Pilihan Kanal ...........................................................................................68
C.
Prinsip-prinsip Pengelola ........................................................................71
D.
Tentang Pengelola ...................................................................................73
E.
Alur Kerja LAPOR! ................................................................................76
BAB IV ..................................................................................................................83
A.
B.
Perencanaan LAPOR! .............................................................................83
1.
Analisa Permasalahan dan Tantangan .....................................................84
2.
Penetapan Tujuan ....................................................................................89
3.
Analisa Peluang dan Penetapan Media....................................................90
4.
Hasil Langkah Perencanaan ....................................................................91
Kegiatan Pengelola LAPOR! ..................................................................92
xii
1.
Kegiatan Divisi Komunikasi ...................................................................93
2.
Kegiatan Divisi Pemrograman ................................................................98
3.
Kegiatan Divisi Administrasi ..................................................................98
C.
Strategi LAPOR! .....................................................................................99
D.
Pelaksanaan ...........................................................................................101
1.
Penetapan khalayak dan implementasinya ............................................101
2.
Menetapkan media yang digunakan dan melihat implementasinya ......108
3.
Pelaksanaan pengunggahan pesan pada LAPOR!..................................115
4.
Memantau percakapan pada aduan terdisposisi ....................................121
5.
Interaksi dengan masyarakat dan pemerintah........................................124
6.
Menganalisa aduan yang masuk ............................................................125
7.
Merumuskan rekomendasi tindakan ......................................................126
8.
Menyebarluaskan Kebijakan .................................................................127
E.
Pemantauan – Evaluasi ..........................................................................128
F.
Hambatan dan Tantangan Mengelola LAPOR! ....................................129
G.
Analisis Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan
pengaduan dalam Mewujudkan Good Governance ..........................................131
BAB V..................................................................................................................139
A.
Kesimpulan ............................................................................................139
B.
Saran ......................................................................................................143
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................145
LAMPIRAN .........................................................................................................153
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Kategori Return on Investmen Pedoman Pengelolaan Media Sosial
Instansi Pemerintah (2012) ....................................................................................18
Tabel 2.1 Most frequency government institutions tweeters 2014 .........................53
Tabel 2.2: Most followed government institutions on Twitter 2014 ......................54
Tabel 2.3 Most re-tweeted government institutions on Twitter 2014 ....................55
Tabel 4.1 : Jumlah Pengguna LAPOR! berdasarkan area laporan per AgustusSeptember 2015 ....................................................................................................105
Tabel 4.2. Implementasi Prinsip Good Governance pada LAPOR! .....................133
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Metode POST dalam Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi
Pemerintah (2012) ..................................................................................................12
Gambar 2.1 perbandingan rata-rata pengikut akun pemimpin pemerintahan
dengan institusi pemerintahan, dibagi ukuran populasi domestik .........................47
Gambar 2.2: Infografik Peringkat Media Sosial Terfavorit di Indonesia Januari
2015 ........................................................................................................................49
Gambar 2.3. Infografik Twitter Indonesia 2013 ....................................................50
Gambar 2.4 Salah satu twit BPBD Jakarta berkaitan dengan Peta Jakarta ...........58
Gambar 2.5 Salah satu status masyarakat yang membantu upaya recovery paska
erupsi gunung Kelud ..............................................................................................59
Gambar 2.6 Tampilan dasboard media sosial Sebangsa .......................................60
Gambar 3.1: Infografis digital Indonesia ...............................................................67
Gambar 3.2: Annual growth digital statistic ..........................................................68
Gambar 3.3: Struktur Pengelola LAPOR! ..............................................................76
Gambar 3.4: Bagan Alur Kerja LAPOR! ...............................................................77
Gambar 4.1: Interface Akun Twitter LAPOR! @LAPOR1708 .............................94
Gambar 4.2: Interface Akun Facebook LAPOR! ...................................................94
Gambar 4.3: Interface Akun Youtube LAPOR! .....................................................95
Gambar 4.4: Poster Promosi Program Sosialisasi #Tanya .....................................96
Gambar 4.6: Salah satu sosialisasi offline LAPOR! di car free day Bundaran HI
Jakarta ....................................................................................................................97
Gambar 4.7: Diskusi mahasiswa seusai presentasi LAPOR! di #VisitLAPOR oleh
BEM Universitas YARSI .......................................................................................97
Gambar 4.8: Peta persebaran aduan LAPOR! berdasarkan wilayah pengguna
selama 6 bulan terakhir (April-September 201) ...................................................103
xv
Gambar 4.9: Tampilan Awal Halaman LAPOR! pada Akun Pengguna ..............109
Gambar 4.11: Aduan yang belum disunting ........................................................118
Gambar 4.12: Contoh aduan yang sudah disunting oleh administrator ...............118
Gambar 4.13: Tampilan Laporan yang Sudah Didisposisikan dan Ditampilkan ke
Publik ...................................................................................................................122
Gambar 4.14: Tampilan Disposisi dan Tanggapan Lembaga Terkait..................122
Gambar 4.15: Tampilan Interaksi antara Lembaga Terkait dengan Pelapor .......123
Gambar 4.16: Contoh Komentar Pengguna Terhadap Sebuah Laporan ..............124
Gambar 4.17: Contoh interaksi berupa konfirmasi tindak lanjut yang sudah
dijanjikan oleh lembaga terkait ............................................................................125
Gambar 4.18: Fitur Opini Kebijakan yang Mengusung Jajak Pendapat Dana
Aspirasi DPR pada Bula Juni 2015 ......................................................................127
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1: Status Laporan Terdisposisi di LAPOR! per 10 September 2015 .......81
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1: Kerangka Konsep.................................................................................30
Bagan 4.1: Alur pengunggahan pesan oleh administrator ...................................115
xviii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam mengelola negara, pemerintah memiliki kewajiban mengelola
komunikasi dengan publiknya. Hal ini menjadi sangat penting di pemerintahan
yang modern sebab pengelolaan komunikasi dengan publik adalah salah satu
indikator kesuksesan pengelolaan pemerintahan. Komunikasi yang dilakukan
dengan publik merupakan bagian dari komunikasi politik pemerintah. Komunikasi
tersebut dikatakan sebagai komunikasi politik pemerintah sebab di pemerintahan
yang modern kini, otoritas politik tidak lagi hanya terkait dengan hubungan
subordinasi kontrol satu arah saja. Otoritas politik berkaitan juga dengan satu set
jaringan komunikasi politik, dimana lembaga dan individu saling bertautan dalam
beberapa hubungan timbal balik dan saling ketergantungan (Bang, 2003).
Di dalam otoritas politik modern perlu adanya koordinasi menyeluruh
antara pemerintah dengan publik yang kini semakin kritis pula dan tidak lagi
hanya pasif menerima keadaan. Berdasarkan data dari Ombudsman, terjadi
peningkatan jumlah laporan pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik
sebesar 350 persen selama kurun waktu 2012 hingga 2014 (Syukro, 2014).
Masyarakat kini tak lagi pasif dan lebih memiliki hasrat berpartisipasi dalam
pembangunan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ini menunjukan sebuah
indikasi positif mengenai cita-cita pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan
yang lebih baik atau dikenal sebagai good governance. Good governance
merupakan kondisi pemerintahan yang menekankan pada peran semua elemen
negara untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik (Dwiyanto, 2005).
Guna mencapai kondisi tersebut, pemerintah kini berusaha memfasilitasi
partisipasi masyarakat dengan membuat jembatan komunikasi antara pemerintah
dengan publik.
1
Media sosial dipilih pemerintah sebagai jembatan komunikasi tersebut
sebab kondisi masyarakat Indonesia saat ini sudah tidak asing lagi dengan media
sosial. Menurut Global Digital Statistic “Digital, Social & Mobile in 2015” dari
We are Social (2015), dari total populasi sebanyak 255,5 juta jiwa di Indonesia,
sebesar 72 juta orang pengguna internet di Indonesia aktif mengakses media
sosial. Sebanyak 62 juta jiwa aktif mengakses media sosial melalui mobile. Angka
ini merupakan angka yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Sejak januari
2014, pertumbuhan angka pengguna aktif akun media sosial di Indonesia
meningkat sebesar 16% sedangkan, pengakses aktif media sosial melalui mobile
meningkat sebesar 19%. Kondisi ini merupakan peluang yang apabila
dimanfaatkan dengan benar, mampu membuat media sosial menjadi salah satu
jawaban efektif komunikasi politik pemerintah dengan
masyarakatguna
membangun pemerintahan yang lebih baik (good governance).
Menanggapi kondisi tersebut, pada akhir tahun 2012 pemerintah membuat
sebuah layanan aduan dan aspirasi online berbasis media sosial bernama LAPOR!
(Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). LAPOR! merupakan layanan
pengaduan dan aspirasi berbasis media sosial pertama yang terpadu secara
nasional di Indonesia. LAPOR! adalah inisiasi yang dibuat oleh Unit Kerja
Presiden Bidang Pengawasan dan Pembangunan (kini berubah menjadi Deputi I
Kantor Staf Presiden). LAPOR! kini terhubung dengan 80 kementrian dan
lembaga serta 5 pemerintah daerah dan BUMN.1 Melalui media sosial LAPOR!
masyarakat Indonesia kini bisa melakukan melakukan pengaduan, menyampaikan
aspirasi dan berkomunikasi langsung dengan pemerintah di bidang pembangunan.
Melalui 3 kanalnya yaitu website www.lapor.go.id , aplikasi pada
smartphone dan layanan sms 1708, LAPOR! menampung aspirasi dan pengaduan
rakyat untuk kemudian didisposisikan ke lembaga terkait. LAPOR! mengusung
prinsip mudah, terpadu dan tuntas dalam menyalurkan aspirasi dan aduan rakyat.
Seluruhnya dimaksimalkan untuk dapat membangun komunikasi dua arah antara
1
Hingga oktober 2014 dan terus bertambah.
2
pemerintah dan juga rakyat melalui sarana media baru yaitu lebih spesifik, yaitu
media sosial.
Pemanfaatan media sosial untuk sarana partisipasi masyarakat ini
merupakan hal yang menarik. Namun sayangnya, bagaimana pengelolaan yang
dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden dalam memanfaatkan media sosial
(LAPOR!) ini belum banyak pihak yang mengetahuinya. Fenomena pengelolaan
media sosial sebagai sarana aspirasi dan aduan masyarakat, terlebih terintegrasi
nasional, oleh pemerintah merupakan sebuah fenomena yang baru. Oleh karena
itu, penelitian untuk melihat pengelolaan media sosial LAPOR! perlu dilakukan.
Melihat sejauh apa media sosial dimanfaatkan untuk sarana aspirasi dan
pengaduan rakyat serta kontribusinya dalam mewujudkan good governance di
Indonesia menjadi menarik untuk ditelaah.
B. Rumusan Masalah
―Bagaimana Deputi I Kantor Staf Presiden mengelola media sosial LAPOR!
sebagai sarana aspirasi dan pengaduan rakyat secara online?‖
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pemanfaatan media sosial sebagai layanan aspirasi dan
aduan terintegrasi nasional guna mendukung terwujudnya good governance.
2. Untuk mengetahui perencanaan dan implementasi pengelolaan media sosial
LAPOR!
D. Manfaat Penelitian
1. Akademis :
a. Memberikan informasi konsep tentang pengelolaan media sosial sebagai
sarana aspirasi dan pengaduan masyarakat.
b. Menambah dan memberikan gambaran model baru pemanfaatan teknologi
komunikasi terutama media sosial dalam pengelolaan pemerintahan.
3
2. Praktis
:
a. Penelitian ini dapat digunakan untuk melihat sejauh mana pengelolaan
media sosial yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden dapat
membantu mewujudkan good governance.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu evaluasi pengelolaan
media sosial oleh Deputi I Kantor Staf Presiden.
E. Kerangka Pemikiran
E.1 Media Sosial
Berbicara mengenai media sosial berarti kembali menengok fenomena
perubahan media yang dikenal dengan media baru. McQuail (2005:136)
meyampaikan pemikirannya mengenai media baru sebagai berikut:
“Mass media have changed, certainly from the early-twentieth-century
days of one-way, one directional, and undifferentiated flow to an
undifferentiated mass. There are social and economics as well as
technological reason for this shift, but it is real enough.”
Beberapa poin kunci dari media baru diungkapkan McLuhan (1990:7)
Pertama ialah digitality, yaitu perubahan seluruh proses media ke dalam bentuk
digital. Kedua, interactivity yang dapat berarti dua pengertian yaitu adanya
teknologi yang mampu memberi respon terhadap pengguna dan interaktivitas
antar masing-masing pengguna. Ketiga, dispersal yang mengacu pada adanya
desentralisasi proses produksi dan distribusi pesan serta menumbuhkan keaktifan
dari individu.
Kehadiran media baru inilah yang kemudian memunculkan satu dampak
cukup besar yaitu kemunculan media sosial. Belakangan ini, media sosial banyak
menjadi perbicangan di dunia komunikasi. Selain karena fakta jumlah
penggunanya yang banyak, keunikan dari karakteristik sosial media dirasa sangat
mendukung komunikasi di era perpindahan informasi yang sangat cepat ini.
4
Media sosial tidak seperti media pada umumnya. Terdapat 7 (tujuh)
karakteristik dan keunikan utama yang membedakannya dari media konvensional
(Saxena, 2013). Pertama, media sosial terbangun dari web space yang bisa diakses
bebas oleh pengguna internet. Kedua, ada alamat web khusus atau alamat spesifik
untuk dapat mengakses media sosial. Ketiga, media sosial memungkinkan
pengguna membuat profil sebagai identitas penggunanya. Keempat, media sosial
membuka konektivitas antar penggunanya. Kelima, media sosial memungkinkan
setiap pengguna mengunggah informasi atau konten tanpa terikat ruang dan
waktu. Jika pada media konvensional terdapat editor atau pengelola pesan, pada
media sosial semua orang dapat menjadi sumber informasi. Keenam, media sosial
memiliki potensi membangun percakapan, bahkan lebih dari dua orang, dibanding
media konvensional. Terakhir, konten pada media sosial dapat ditelusur ulang dan
diikuti oleh pengguna lain. Karakteristik dan keunikan inilah yang kemudian
membuat media sosial menjadi marak digunakan dan dibicarakan saat ini.
Bicara media sosial sebenarnya tidak hanya beberapa jejaring sosial yang
sedang tren seperti Facebook, Twitter ataupun Instagram saja. Di dalam istilah
non-teknologi, media sosial dapat didefinisikan sebagai cara orang berbagi ide,
konten, pemikiran dan hubungan secara online (Scott, 2007).
Media sosial merupakan representasi teknologi atau aplikasi yang
digunakan orang untuk menciptakan ataupun menjaga jaringan sosial sites mereka
(Albarran, 2013:2). Beberapa definisi media sosial dari ahli mengarah pada
teknologi internet web 2.0. Media sosial dapat didefinisikan sebagai sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun berdasarkan ideologi dan
pondasi teknologi dari Web 2.0 dan memungkinkan untuk menciptakan
pertukaran konten antara penggunanya (Montalvo, 2011:91). Gould (1951)
mendefinisikan media sosial sebagai berikut:
“Social mediaare web based tools for interaction that, in addition to
conversation, allow users to share content as photos, video, link to resources.”
5
Media sosial banyak didefinisikan merujuk kepada baik alat dan teknologi
maupun konten yang dihasilkan. Media sosial tidak terbatas pada blogs, wikis,
social networking sites, micro-blogging services dan multimedia sharing services.
Media sosial sering diasosiasikan dengan konsep ―konten yang dihasilkan
pengguna‖ (user-generated content), crowd sourcing, dan Web 2.0.
Definisi lain mengenai media sosial diungkapkan Boyd (2009) yaitu:
“Social media is the lastest buzzword in a long time of buzzword. It is
often used to describe the collection of software that enables individuals
and communities to gather, communicate, share, and in some cases
collaborate or play. In tech circles, social media has replaced the earlier
fave „social software‟. Academics still tend to prefer terms like „computemediated communication‟ or „compute-supported co-operative work‟ to
describe the practices that emerge from these tools and the old skool
academics might even categorize these tools as „groupwork‟ tools. Social
media is driven by another buzzword:‟user-generated content‟ or content
that is contributed by participants rather than editor. “
Eisenberg (dalam Olmsted, 2013) menyimpulkan media sosial dalam
definisi yang lebih efektif dan mudah dipahami sebagai platform online untuk
berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam
konten digital.
Ada dua poin penting yang akan digaris bawahi dalam media sosial yaitu
kolaborasi dan partisipasi. Kolaborasi dan partisipasi dalam media sosial
ditentukan oleh interaksi lingkungan penggunanya. Media sosial menyediakan
kemampuan bagi pengguna untuk saling terkoneksi dan membentuk kelompok
(community) untuk bersosialisasi, berbagi informasi dan mencapai tujuan tertentu.
Media sosial juga dapat digunakan oleh penggunanya untuk membentuk ruang
bicara dan memfasilitasi siapapun yang memiliki akses internet untuk
mempublikasi informasi.
Media sosial juga membentuk komunitas-komunitas online yang
memungkinkan pengguna untuk membagikan sebanyak-banyaknya (dan juga
seminimal mungkin) informasi personal yang dia inginkan. Hasilnya adalah
6
jumlah informasi yang sangat besar untuk dibagikan, dicari, dipromosikan
atuapun diciptakan.
Beberapa kesamaan dari berbagai definisi yang menjelaskan mengenai
media sosial ialah adanya interaksi dan kemampuan share atau berbagi yang
difasilitasi
oleh
internet
melalui
platform-platform
baru.
Keseluruhan
menggambarkan bahwa media sosial merupakan sebuah patform yang mampu
membentuk interaksi dan mampu memfasilitasi information sharing. Ada
beberapa jenis dan tipe media sosial yang dikenal yaitu social network,
bookmarking sites, social news, media sharing, micro blogging dan blog
comments and forums.
a. Social Network merupakan layanan yang dapat memfasilitasi orang
berhubungan atau terkoneksi dengan mereka yang memiliki ketertarikan
yang sama. Biasanya berisikan profil, beragam cara untuk saling
berinteraksi satu sama lain (missal dengan fitur chat atau pesan),
kemampuan membentuk grup dan sebagainya. Beberapa social network
yang popular ialah facebook, twitter dan path.
b. Bookmarking sites merupakan media sosial dengan layanan yang
memungkinkan orang untuk menyimpan, mengatur dan mengorganisir link
dari beragam web dan sumber lain dari internet. Biasanya media sosial ini
memungkinkan kita untuk ―menandai‖ link untuk memudahkan dalam
mencari dan membagikannya.
c. Social news merupakan media sosial yang memungkinkan pengguna
membuat dan membagikan artikel ataupun tulisan yang dapat diakses oleh
pengguna lain (ataupun non pengguna). Pengguna lain dapat melakukan
―vote‖ terhadap tulisan yang telah dibagikan pengguna lainnya.
d. Media sharing adalah media sosial yang dapat memungkinakan pengguna
membagikan berbagai macam konten media (suara, gambar, audio-visual).
Fitur lain dalam media sosial ini biasanya adalah fitur comment dan profil.
Salah satu yang paling terkenal dari media sosial jenis ini adalah youtube.
7
e. Microblogging merupakan media sosial yang berfokus pada short update
pengguna yang dapat diakses oleh pengguna lain yang telah melakukan
subscribe atau dengan sengaja mengikuti akun milik pengguna lain. Salah
satu bentuk media sosial ini yang paling popular ialah twitter.
f. Blog comment and forum merupakan fitur yang biasanya merupakan
bawaan dari sebuah forum online dan blog di internet. Fitur ini
memungkinkan seseorang untuk berkomentar dan juga memungkinkan
adanya sebuah percakapan dalam sebuah topik tertentu yang kemudian
membuat setiap orang dapat saling berinteraksi satu dengan yang lain
melalui pesan dalam kolom komentar.
Kehadiran media sosial telah mengubah cara berkomunikasi masyarakat.
Perubahan cara berkomunikasi dari konvensional ke media baru berupa media
sosial ini tidak hanya terjadi pada level komunikasi antar individu. Ketika antar
individu saling berinteraksi satu sama lain, maka sebenarnya bukan hanya level
interaksi antar individu saja yang terkena dampaknya, melainkan juga interaksi
antar kelompok. Kemunculan media sosial membuat interaksi antar individu yang
tidak lagi terbatas membuka ruang publik yang lebih luas yang kemudian
memungkinkan adanya interaksi kelompok di dalamnya.
Fenomena pada Pemilu Presiden 2014 menjadi contoh bahwa media sosial
membawa dampak perubahan interaksi tidak hanya di level individu melainkan
juga di level yang lebih besar. Ketika Pemilu Presiden 2014 hanya membawa 2
calon pasangan presiden dan wakil presiden, maka sebagian besar masyarakat
Indonesia kala itu pada masa kampanye seolah terbelah menjadi 2 kudu: Kudu
Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Dua massa masing-masing kubu tidak hanya
melakukan interaksi secara langsung melainkan secara virtual di dalam dunia
maya melalui media sosial. Ramainya aksi saling berbalas melalui media sosial
menunjukan aktivitas interaksi antara kelompok yang telah berubah semenjak
kehadiran media sosial. Pesan dan informasi lebih cepat muncul sehingga aksi
―berbalas‖ antar pendukung masing-masing calon berjalan begitu cepat dan padat
di media soial.
8
Visi misi hingga sejarah perjalanan karir masing-masing calon tidak lagi
dipaparkan
secara
konvensional.
Para
pendukung masing-masing
calon
membangun kekuatan massanya melalui media sosial dan saling mempromosikan
calonnya, yang pada akhirnya berujung pada aksi saling berbalas dengan kubu
lawan. Interaksi kelompok pendukung Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta melalui
media sosial ini menunjukan adanya perubahan interaksi kelompok di aspek
politik yang diakibatkan oleh kehadiran dan pengaruh media sosial.
Selain itu salah satu fenomena lain yang dapat menggambarkan bagaimana
media sosial mengubah interaksi bukan hanya pada level individu tetapi pada
level yang lebih besar ialah fenomena I Stand on the Right Side pada Pemilu
2014. Fenomena ini merupakan sebuah fenomena gerakan massif pendukung
pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Mereka menunjukan dukungannya melalui media
sosial dengan cara mengganti profile picture akun media sosial dengan gambar
angka 2 di sisi sebelah kiri (nomor pencalonan Jokowi) dan wajah mereka di
sebelah kanan. Maksud dari gerakan ini ialah untuk menunjukan bahwa mereka
berdiri di sisi yang benar (right side) sekaligus berdiri di posisi pasangan JokowiJK saat pemilihan di kartu suara.
Pada kala itu, mendadak akun media sosial Twitter dan Facebook dibanjiri
dengan banyak foto I Stand on The Right Side. Kelompok pendukung pasangan
Jokowi-JK menunjukan besarnya dukungan melalui media sosial yang kemudian
membuat sebuah interaksi antar pendukung yang massif. Kali ini, media sosial
tidak hanya mengubah interaksi antar dua kelompok tetapi di dalam sebuah
kelompok. Dukungan yang dahulu dikoar-koarkan melalui gerakan di jalan kini
beralih ke media sosial.
Kehadiran media sosial pun jika dilihat sejalan dengan konsep demokrasi
yang berkembang saat ini dimana keterbukaan dan partisipasi menjadi salah satu
poin penting. Meskipun rasanya masih jauh untuk mengatakan media sosial dapat
membentuk atmosfer demokrasi yang utuh, tetapi media sosial menjadi salah satu
jembatan atau fasilitas demokrasi saat ini.
9
Apabila media sosial sudah mampu mengubah cara komunikasi
masyarakat dan sejalan dengan konsep demokrasi maka bidang pemerintahan pun
tak ketinggalan ikut memanfaatkan media sosial. Pemerintah kini mulai membuka
diri dan lebih jeli memanfaatkan kehadiran media sosial untuk membangun relasi
antara pemerintah dengan masyarakat. Guna mewujudkan pemerintahan yang
lebih terbuka, dan memfasilitasi masyarakat yang kini semakin kritis dan lebih
terbuka semenjak kehadiran media sosial.
E.2 Pengelolaan Media Sosial dalam Pemerintahan
Di dalam pengelolaan media sosial, secara teknis pada dasarnya yang
terpenting adalah mengatur perencanaan, aktivasi dan optimalisasi. Paramitha
(dalam Ermaya, 2012) menjelaskan proses pengelolaan media sosial umumnya
meliputi:
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses paling awal dari pengelolaan. Proses ini
merupakan cara ataupun perbuatan untuk merancang konsep serta fondasi dari
pengelolaan yang akan dilakukan. Ada dua pertanyaan yang harus dijawab
yaitu Mengapa (Why) dan Siapa (Who). Pertanyaan Mengapa merupakan
pertanyaan untuk merancang alasan perusahaan/lembaga membutuhkan
strategi komunikasi melalui media sosial. Hal ini berkaitan dengan tujuan
lembaga atau perusahaan dan juga pola interaksi masyarakat saat ini.
Sedangkan pertanyaan Siapa digunakan untuk merancang target dari
perusahaan/ lembaga yang akan dijadikan sasaran komunikasi melalui media
sosial. Dua hal ini penting karena nantinya akan memengaruhi bentuk media
sosial yang akan digunakan, konten yang akan dibangun dan jenis informasi
apa yang akan dibagikan. Pada proses ini juga perlu dilakukan identifikasi
tingkah laku masyarakat, ketertarikan dan kebutuhan masyarakat guna
merancang sebuah bentuk pemanfaatan media sosial yang tepat.
10
2. Aktivasi dan Pengawasan
Aktivasi dan pengawasan merupakan proses yang terjadi setelah dilakukan
perencanaan atau perancangan yang sesuai dengan tujuan dan target audience.
Proses ini merupakan praktik pelaksanaan dari pemanfaatan media sosial.
Pada proses ini muncul dua pertanyaan yang perlu dijawab yaitu Apa (What)
dan Bagaimana (How). Apa (What), merupakan pertanyaan untuk menjawab
informasi apa yang akan disampaikan serta konten pembeda apa yang akan
dibangun yang membedakannya dari penggunaan media sosial yang lain.
Dengan kata lain, pada tahap ini perlu disiapkan konten yang siap untuk
diluncurkan melalui media yang telah dipilih kepada target yang telah
ditentukan. Selain itu, Bagaimana (How) cara tim mengelola dan
menempatkan pesan-pesan kedalam media sosial juga perlu disiapkan pada
proses ini. Maksudnya adalah melalui media apa pesan akan disampaikan
kepada target audience. Seluruhnya disesuaikan dengan kebutuhan dari tujuan
yang telah disusun diawal.
3. Optimalisasi
Optimalisasi merupakan proses yang membantu kontinuitas jalannya
pengelolaan. Pada proses ini dilakukan evaluasi konten dan identifikasi dari
hasil pelaksanaan: apakah sudah mencapai tujuan. Biasanya pada proses untuk
evaluasi agar dapat terukur digunakan Search Engine Optimization (SEO).
SEO merupakan sebuah proses mendapatkan traffic atau memengaruhi
visibilitas web/media sosial dalam mesin pencari gratis (biasa disebut free atau
organic). SEO dapat digunakan untuk mengontrol dan mengevaluasi agar
aktivasi media sosial dapat terus berjalan. Pada proses ini dilihat pula
bagaimana traffic atau frekuensi aktivitas dan visbilitas agar dapat terus
ditingkatkan sehingga pengelolaan dapat terus dilakukan.
Namun, pada pengelolaan di pemerintahan, ada sedikit perbedaan dalam
pengelolaannya. Diperlukan pendekatan yang berbeda untuk mengetahui trial and
error dari media sosial pada pemerintahan. Selain karena tujuan penggunaannya
11
yang berbeda, aspek-aspek kelebihan dan juga efektifitas penggunaan media
sosial pada bidang pemerintahan sedikit berbeda dengan bidang lain.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 83 Tahun 2012 Mengenai Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi
Pemerintah. Di dalamnya dijelaskan terdapat beberapa langkah pengelolaan media
sosial, yaitu:
1. Perencanaan
Proses perencanaan ini secara sederhana dapat dilakukan dengan
menerapkan
metode
POST
(People-Objective-Strategy-Technology)
yang
merupakan empat elemen penting dalam merancang pengelolaan media sosial.
KHALAYAK
(PEOPLE)
SASARAN
(OBJECTIVE)
STRATEGI
(STRATEGY)
TEKNOLOGI
(TECHNOLOGY)
Gambar 1.1: Metode POST dalam Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi
Pemerintah (2012)
Khalayak (people) adalah proses penetapan target komunikasi instansi dan
juga perilaku online dari khalayak yang didasarkan pada segmentasi teknografis
sosial. Sedangkan sasaran (objective) adalah penentujuan tujuan yang akan
dicapai instansi misalnya mendengarkan aspirasi, memperoleh masukan,
menyosialisasikan
informasi
ataupun
membangun
kesadaran
khalayak.
Selanjutnya strategi yaitu cara menentukan hubungan dengan khalayak. Strategi
ini dapat disusun dari identifikasi identifikasi yang dilakukan terhadap khalayak
dan kapabilitas IT yang dimiliki instansi. Terakhir, teknologi yang berarti
penentuan aplikasi yang dibutuhkan.
12
Pada pengelolaan media sosial oleh pemerintah, yang membedakannya
dengan pengelolaan media sosial lainnya ialah pada tahap perencanaan.
Dadashzadeh (2010) membantu memberikan gambaran perencanaan pengelolaan
meda sosial melalui Input/Output Model of IT Planning for Social Media in
Governemnt. Proses perencanaan strategis penggunaan dan pengelolaan media
sosial oleh pemerintah mencakup empat (4) proses yaitu perencanaan nilai-nilai
pelayanan publik, penentuan fokus yang akan dibuat pengelola (agency),
inventarisasi kemampuan IT dan peramalan perkembangan teknologi yang akan
datang.
Langkah paling awal dari proses perencanaan pengelolaan media sosial
menurut Dadashzadeh ialah membuat perencanaan nilai-nilai pelayanan publik.
Perencanaan nilai-nilai pelayanan publik menggambarkan tujuan yang akan
dicapai serta latar belakang pembuatan. Perlu diingat bahwa pengelolaan media
sosial pada pemerintahan semata-mata dibuat untuk kesejahteraan rakyat,
sehingga harus menganut prinsip-prinsip pelayanan publik. Menurut Accenture‟s
Public Service Value Governance Framework (dalam Dadashzadeh, 2010) nilainilai pelayanan publik dan peran media sosial dalam mewujudkannya harus
memiliki empat prinsip yaitu:
1. Outcomes-Based Focus, pemanfaatan dan pengelolaan ini nantinya harus
menghasilkan perbaikan nyata untuk kondisi sosial dan ekonomi warga.
2. Seimbang dalam mengedepankan keadilan, pemanfaatan dan pengelolaan
ini semata guna melayani kepentingan umum dan menyediakan akses bagi
semua warga negara.
3. Engagement to Co-Produce Public Value, dapat melibatkan, mendidik dan
membantu
warga
untuk
meningkatkan
kualitas
hidup
dengan
memanfaatkan pengalaman mereka sendiri (tanpa membuat warga
bergantung pada pemerintah).
4. Meningkatkan akuntabilitas pemerintah, pemanfaatan dan pengelolaan ini
harus dapat meningkatkan transparansi dan membuka kesempatan warga
13
negara memberikan feedback ketika pemerintah gagal memenuhi
pelayanan publik yang sesuai.
Langkah selanjutnya dari perencanaan adalah menentukan fokus yang
akan dibuat oleh pengelola. Maksudnya adalah fokus masalah apa yang akan
diselesaikan dengan pengelolaan media sosial. Fokus
misalnya, memilih
menggunakan IT atau media sosial sebagai kanal informasi, menggunakannya
sebagai kanal aduan atau yang lainnya. Fokus yang dimaksud disini serupa
dengan sasaran (objective) dalam metode POST.
Setelah itu, langkah perencanaan lain adalah inventarisasi kemampuan IT.
Inventarisasi kemampuan IT ini maksudnya adalah melihat kemampuan (strength)
dan potensi yang dimiliki negara, di dalamnya termasuk dengan melihat sejauh
mana pengelolaan IT yang telah dilakukan negara, kemampuan pengelola (sumber
daya manusia), kesiapan infrastruktur IT yang dimiliki dan kemampuan warga
negara menggunakan teknologi. Kemampuan untuk menggunakan teknologi
media sosial oleh masyarakat dapat didasarkan pada data berikut (Bertot, Jaeger,
Munson, & Glaisyer, 2010):
1) Akses ke teknologi (yang setidaknya memerlukan sebuah perangkat dan akses
internet dengan kecepatan yang cukup untuk mendukung sosial konten media).
2) Perkembangan teknologi, program, dan ketersediaan akses layanan internet
yang sama ke semua pengguna.
3) Informasi dan literasi untuk membuat masyarakat memahami jasa, sumber
daya, dan program yang dibuat pemerintah.
Inventarisasi ini perlu dilakukan agar apa yang dibuat nantinya tidak
melampaui kemampuan dari negara sendiri dan dapat menjangkau masyarakat.
Inventarisasi ini dapat dilakukan dengan membaca data di lapangan melalui
penelitian ataupun survei-survei yang dapat menyuguhkan data terukur sebagai
bahan pertimbangan.
Inventarisasi kemampuan IT ini juga berarti membaca karakteristik
penggunaan IT serta media sosial di masyarakat. Pengelola dapat melakukannya
berdasar pada analisis lapangan dan pembacaan data-data penelitian. Misalnya
14
saja membaca data penggunaan telepon genggam, smartphone dan PC pada
masyarakat. Data-data seperti tren media sosial yang paling banyak diakses dan
kebiasaan konsumsi media juga bisa membantu dalam membaca karakteristik
pengguna IT di masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar pengelola dapat
menemukan dan melakukan pendekatan dengan cara yang tepat. Pendekatan yang
tepat merupakan pendekatan yang sesuai dengan kemampuan, kesiapan dan
kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya adalah melakukan peramalan atau perkiraan teknologi dan
tren yang akan muncul. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat perkembangan
teknologi sekarang melalui perspektif komunikasi dan IT. Perkembangan
teknologi tersebut bisa didapatkan dari data-data di lapangan melalui penelitian
dan analisa langsung. Misalnya saja dengan cara melihat perkembangan
penggunaan media sosial, melihat jenis-jenis media sosial yang menjadi pilihan
masyarakat ataupun membaca perkembangan dan kebutuhan teknologi global.
Penting untuk membaca tren teknologi pada masyarakat agar dapat menyesuaikan
diri serta memetakan peluang yang bisa dimanfaatkan. Apabila pengelola tidak
membaca tren teknologi bisa saja terjadi kesalahan pemilihan media yang akan
digunakan (ketinggalan jaman).
2. Kegiatan Media Sosial
Kegiatan media sosial maksudnya ialah menentukan kegiatan yang terpadu
dengan kegiatan instansi pemerintah secara menyeluruh. Kegiatan media sosial
harus diselaraskan dengan kebijakan umum pemerintah yang tercermin dalam
aktivitas media sosial tersebut. Untuk menjalankan kegiatan ini dibutuhkan
penanggung jawab (administrator) pimpinan dari instansi yang bersangkutan atas
nama pemimpin instansi. Penanggung jawab sepenuhnya bertanggungjawab atas
segala aktivitas dalam media sosial ini. Namun, pelaksanaan pengelolaan seharihari dijalankan oleh tim dan petugas yang secara khusus dibentuk.
15
3. Strategi Media Sosial
Proses selanjutnya adalah perancangan dan penyusunan pesan yang tepat
untuk khalayak sasaran dan menyebarluaskanya pada media yang tepat. Pesan
yang dimaksud disini adalah pesan dalam aktivitas media sosial dan juga pesanpesan pendukung yang akan bersifat sebagai sosialisasi media sosial.
Strategi dibutuhkan untuk membuat jalannya aktivasi atau pelaksanaan
media sosial menjadi lebih teratur dan dapat dikontrol. Penyusunan pesan
disesuaikan dengan target yang telah disepakati di perencanaan sebelumnya.
Penting untuk menyusun strategi atau pesan ini karena sangat berpengaruh
terhadap ketertarikan warga dan jalannya aktivitas nanti.
4. Pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan media sosial terdiri dari delapan elemen.
Pertama ialah menetapkan khalayak sesuai segmentasi teknografis dan perencaaan
yang telah dilakukan. Kedua, memilih dan membuat media sosial ataupun akun
media sosial yang sesuai dengan khalayak. Ketiga, membuat dan mengunggah
pesan. Pesan yang telah direncanakan dibuat dan diunggah, dimasukan kedalam
media sosial. Keempat, Memantau percakapan yang terjadi. Melihat percakapan
yang terjadi dan mengamatinya, langkah ini diperlukan untuk menjawab langkah
kelima yaitu berinteraksi dengan khalayak. Menjawab komentar,masukan dan
atau pertanyaan dari khalayak. Keenam, menganalisa dan menyarikan seluruh
masukan khalayak sebagai umpan balik pembuat kebijakan.
Pada tahap menganalisa dan menyarikan ini, saran, masukan dan
partisipasi lain dari khalayak perlu dikategorikan dengan rapi dan jelas, tanpa
mengurangi, menambah atau mengubah makna pesan sesungguhnya. Saran,
komentar dan pertanyaan ini kemudian diteruskan untuk dapat dijadikan bahan
pertimbangan pengambil keputusan. Setelah itu, langkah ketujuh adalah
memberikan rekomendasi tindak lanjut kegiatan, program atau solusi atas
masukan dan atau keluhan masyarakat yang telah masuk dan diproses tadi.
16
Langkah terakhir atau kedelapan ialah menyebarluaskan kebijakan atau tindak
lanjut yang telah dilakukan pemerintah kepada masyarakat luas.
5. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan media sosia juga dikenal dengan istilah penyimakan sosial
(social listening). Kegiatan ini merupakan proses identifikasi dan penilaian
mengenai persepsi khalayak terhadap isntansi dengan menyimak semua
percakapan dan aktivitas yang ada di media sosial. Pemantauan ini digunakan
untuk mengukur kecenderungan persepsi, opini dan sikap khalayak terhadap
instansi.
Misalnya saja media sosial dikelola oleh pemerintah pusat untuk
menerima aduan dan aspirasi masyarakat. Melalui pemantauan media dapat dilihat
isu-isu apa yang menjadi laporan atau aduan terfavorit. Kebutuhan apa yang
dibutuhkan masyarakat dan bidang mana yang perlu mendapat perhatian lebih
juga bisa dilihat dari aktivitas perbincangan di media sosial ini. Pemantauan ini
dilakukan terus-menerus dan secara real time sehingga instansi pemerintah dapat
memantau pergerakan naik atau turunnya kecenderungan persepsi, opini dan sikap
khalayak terhadap instansi. Untuk mengukur tingkat feedback dan return of
investment di media sosial, digunakan lima kategori pengukuran seperti dalam
tabel berikut.
17
Tabel 1.1: Kategori Return on Investmen Pedoman Pengelolaan Media Sosial
Instansi Pemerintah (2012)
Jangkauan
Jumlah tautan
yang merujuk ke
pesan yang
disampaikan
Jumlah feedback
tentang pesan
yang disampaikan
Jumlah orang
yang
membicarakan
pesan
Jumlah partisipan
yang baru
Frekuensi dan
Lalu Lintas
Percakapan
Pengaruh
Percakapan dan
Keberhasilan
Jumlah
kunjungan
Pembahasan
mengenai pesan/isi
Jumlah pesan yang
diklik pengguna
Jumlah
pengunjung
Komentar tentang
pesan
Jumlah pesan yang
diunduh khalayak
Jumlah
pengunjung
yang kembali
Jumlah share dan
pesan yang
dikirimkan
pengguna
Jumlah pesan yang
diadopsi
Dilihat dari segi non teknis, pengelolaan media sosial oleh pemerintah
berusaha unutk mengelola informasi guna meningkatkan partisipasi warga
negaranya. Kerja pemerintah di media sosial menawarkan beberapa peluang
utama untuk teknologi (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer, 2010). Pengelolaan
media sosial pemerintah menawarkan peluang-peluang sekaligus juga bermakna
mengelola beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Partisipasi demokratis dan keterlibatan: menggunakan teknologi media
sosial untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan, membina dialog
partisipatif dan memberikan suara dalam diskusi pengembangan kebijakan
dan implementasi.
b.
Co-produksi, di mana pemerintah dan masyarakat bersama-sama
mengembangkan desain, dan memberikan layanan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas layanan, pengiriman, dan responsif.
c.
Kumpul daya solusi dan inovasi, mencari inovasi melalui pengetahuan
umum dan bakat untuk mengembangkan solusi inovatif untuk masalah
sosial skala besar. Untuk memudahkan crowdsourcing, data saham
18
pemerintah dan masukan lainnya sehingga masyarakat memiliki basis
dasar yang untuk berinovasi.
Ada beberapa contoh dari pemanfaatan media sosial untuk pemerintahan
di Amerika Serikat. Salah satunya ialah U.S Customs and Immigration Service
(USCIS). USCIS merupakan salah satu pemanfaatan media sosial dan teknologi
dengan fokus pendekatan penanganan anti korupsi dan transparansi. Melalui
USCIS, warga Amerika Serikat dapat memantau perkembangan proses aplikasi
urusan imigrasi milik mereka secara online (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer,
2010). Selain itu, NASA tidak kalah dalam memanfaatkan IT dan media sosial.
NASA menggunakan media sosial berbasis video sharing yaitu Youtube untuk
mengkomunikasikan proyek-proyeknya dan menjelaskan pada warga negara
pentingnya penjelajahan antariksa yang dilakukan Amerika (Dadashzadeh,2010).
Sedangkan di Indonesia, beberapa kepala daerah dengan inisiatifnya
memanfaatkan media sosial yang populer untuk lebih dekat dengan masyarakat.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (2013) menyampaikan penguatan
peran publik melalui media sosial salah satunya adalah melalui aduan masyarakat
di media sosial. Pemerintah DKI Jakarta mengoptimalkan media sosial untuk
menjaring masukan, kritik dan saran yang dihadapi dan dilaksanakan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.
Dibanding dengan Tokyo, London dan New York, warga Jakarta
merupakan warga paling aktif melakukan perbincangan lewat jejaraing sosial
(Purnama, 2013). Beragam kegiatan percakapan virtual dilakukan warga Jakarta,
salah satunya adalah melakukan aduan dan keluhan. Aduan warga kepada
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari bulan Januari 2013 hingga 27 November
2013 tercatatat sebanyak 12780 pengaduan. Pengaduan tersebut disalurkan
melalui kanal kliping media, berita online, kanal media sosial LAPOR! 1708, akun
Twitter @jakartagoid, akun Facebook Jakarta Goid, Email [email protected],
SMS 32881818, Balai Warga dan juga aksi unjuk rasa langsung.
19
Dalam kanal LAPOR! 1708, nomor HP Wakil Gubernur 08119447282
terintegrasi dalam sistem LAPOR 1708. Melalui kanal aduan tersebut beragam
aspirasi warga seperti usulan, ide, hingga pengaduan warga masuk. Jenis aduan
yang disampaikan pun beragam, antara lain mengenai pelayanan administrasi
kependudukan, jalanan macet, banjir, pedagang kaki lima bahkan hingga sandal
yang hilang di RSUD dilaporkan melalui kanal tersebut.
Selain kepala daerah, di Indonesia beberapa lembaga pemerintahan pun
memanfaatkan media sosial. Berbagai akun milik lembaga pemerintahan (banyak
memanfaatkan Twitter dan Facebook) bermunculan mulai dari PLN, Pertamina,
Sekretaris Kabinet dan lain-lainnya. Akun media sosial ini digunakan utamanya
untuk sosialisasi atau menyampaikan informasi dan program serta kebijakan serta
mendengar keluhan dan aspirasi dari masyarakat.
E.3 Konsep Good Governance
Menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia sekitar tahun
1996, beberapa lembaga seperti UNDP dan World Bank memperkenalkan konsep
dan istilah baru yang disebut good governance. Good governance atau good
public governance menjadi kata yang banyak dibahas dalam diskusi selayaknya
kata demokrasi. Kata governance banyak dibiarkan dalam bentuk aslinya karena
sulit mencari padanan atau pengganti yang tepat pada konsep ini. Namun, banyak
yang mengartikannya menjadi tata pemerintahan, penyelenggara negara ataupun
penyelenggara saja (Dwiyanto, 2005).
Dwiyanto (2005) mengungkapkan bahwa good governance merujuk pada
pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan
pemerintah. Governance disini menekankan pada pelaksanaan fungsi governing
secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain yaitu LSM,
perusahaan swasta dan juga warga negara, termasuk pula institusi non pemerintah
di dalamnya. Pemerintah memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan
2
Saat itu Basuki Tjahja Purnama menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.
20
untuk mengikis krisis kepercayaan masyarakat dan meningkatkan legitimasi agar
kebijakan dan tindakan cenderung lebih dipatuhi maysarakat.
Pada good governance, pemerintah tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah
lembaga pemerintah tetapi lebih kepada proses governing yang dilakukan secara
kolaboratif antara lembaga pemerintah, lembaga semi pemerintah dan lembaga
non pemerintah serta swasta yang berlangsung secara setara dan partisipasif.
Meskipun begitu, peran pemerintah sebagai institusi tidak bisa dikesampingkan
begitu saja. Pemerintah tetap memiliki peran dalam mengelola negara dan publik.
Yudhoyono (dalam Dwiyanto, 2005) menyatakan bahwa terdapat enam
prinsip yang menjadi acuan pemerintah secara institusi menempatkan diri dalam
melakukan kelola negara dan publik yaitu:
a. Dalam kolaborasi yang dibangun, negara (pemerintah) tetap bermain
sebagai figur
kunci namun tidak boleh mendominasi. Kapasitas
pemerintah pun hanya adalah mengkoordinasi bukan memobilisasi
aktor-aktor pada institusi semi dan non-pemerintah untuk mencapai
tujuan-tujuan publik.
b. Kekuasaan negara bertransformasi dari ―kekuasaan atas‖ menjadi
―kekuasaan
untuk‖
menyelenggarakan
kepentingan,
memenuhi
kebutuhan dan menyelesaikan masalah publik.
c. Peran aktor-aktor negara, NGO, swasta dan masyarakat lokal ialah
saling menyeimbangkan-untuk tidak menyebut setara.
d. Negara harus mendesain ulang struktur dan kultur organisasi agar siap
dan mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnya guna menjalin
sebuah kemitraan yang kokoh, otonom dan dinamis.
e. Negara harus melibatkan seluruh pilar masyarakat dalam proses
kebijakan mulai dari formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan
serta penyelenggaraan layanan publik.
21
f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi,
dan
akuntabilitas
publik
dalam
penyelenggaraan
kepentingan,
pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah publik.
Selain enam prinsip acuan pemerintah dalam menempatkan diri pada
kelolala good governance tersebut,terdapat sepuluh prinsip good governance yaitu
sebagai berikut:
a. Partisipasi, warga memiliki hak
dan mempergunakannya untuk
menyampaikan pendapat, bersuara serta kontribusi lain dalam prses
perumusan kebijakan publik baik secara langsung maupun tidak
langsung.
b. Penegakan hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa pengecualian,
perlindungan hak asasi manusia dilindungi dan penegakan nilai-nilai
yang hidup di masyarakat.
c. Transparansi
berupa
penyediaan
informasi
tentang
aktivitas
pemerintahan bagi publik, dijaminnya kemudahan dalam memeroleh
informasi yang akurat dan memadai yang dapat diakses secara
komprehensif setiap waktu.
d. Kesetaraan peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk
berpartisipasi, berkativitas dan berusaha.
e. Daya tanggap, berupa responsifitas pengelola instansi publik terhadap
aspirasi masyarakat.
f. Wawasan ke depan, adanya visi misi dan strategi yang jelas dalam
pengelolaan masyarakat.
g. Akuntabilitas, adanya pertanggungjawaban pengelola negara, penentu
kebijakan dan pengelola layana publik kepada warga.
h. Pengawasan publik, warga dilibatkan dalam mengontrol seluruh
kegiatan pemerintah, termasuk di dalamnya kegitaan pelayanan publik
dan parlemen.
i. Efektivitas dan efisiensi, terselenggaranya kegiatan instansi publik
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
22
bertanggung jawab. Indikatornya ialah terwujudnya pelayanan yang
mudah, cepat, tepat dan murah.
j. Profesionalisme: tingginya kemampuan dan moral para pegawai
pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan publik.
Good governance dapat disimpulkan sebagai sebuah sistem administrasi
yang melibatkan banyak pelaku, jaringan dan institusi di luar pemerintah untuk
mengelola masalah dan kebutuhan publik. Setiap aktivitas melibatkan seluruh
aktor (multi-stakeholders) dan membuka partisipasi aktif bagi seluruh aktor.
Kini good governance menghadapi tantangan sekaligus peluang baru yaitu
hadirnya teknologi, terutama media baru. Kehadiran media baru ini dapat
membantu pemerintah dalam mewujudkan good governance sebab media baru
memberikan kemudahan-kemudahan untuk melibatkan partisipasi masyarakat.
Media baru membuka jalan komunikasi langsung antara pemerintah dan
masyarakat yang akan meningkatkan partisipasi sekaligus transparansi. Dilain sisi,
keterbukaan ini akan meningkatkan pengawasan publik, yang berarti akan
―memaksa‖ pengelolaan pemerintah yang lebih baik lagi. Secara tidak langsung,
kehadiran media baru saat ini memberi pengaruh positif bagi terwujudnya good
governance.
E.4 Pengelolaan Media Sosial sebagai Layanan Aspirasi dan Pengaduan
Online untuk Mendukung Good Governance
Layanan aspirasi dan pengaduan hadir sebagai sarana membuka partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan negara. Salah satu alasan yang mendorong
dibuatnya layanan aspirasi dan pengaduan adalah langkah transparansi yang
dilakukan pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan publik.
Transparansi menjadi salah satu poin penting dalam menyelenggarakan negara. Di
dalam sebuah pengelolaan negara, transparansi dapat memberikan dua hal:
mendorong pengambilan keputusan yang lebih baik dan melakukan pengecekan
pengambilan keputusan yang buruk.
23
Kehadiran layanan aspirasi dan pengaduan kini semakin didukung dengan
kemajuan teknologi terutama new media. Di era kemajuan teknologi seperti saat
ini, pemerintah ditutut untuk lebih cepat dan efektif mewadahi keluhan dan
aspirasi masyarakat. Beruntung, new media hadir sebagai jawaban atas tuntutan
tersebut. Melalui system pengaduan berbasis teknologi digital, akses menuju ke
media pelayanan pengaduan aspirasi dapat dilakukan dengan lebih mudah.
Kemajuan teknologi menghilangkan batasan ruang dan waktu di dalam interaksi
masyarakat dan pemerintah melalui layanan aduan dan aspirasi. Setidaknya
masyarakat dapat mengakses dan melakukan pengaduan kapanpun dan
dimanapun.
Salah satu kemajuan teknologi di era new media yang membuat layanan
aduan dan aspirasi semakin mudah dilakukan adalah kehadiran media sosial.
Media sosial membuat interaksi antara masyarakat dan pemerintah menjadi lebih
mudah. Partisipasi masyarakat pun lebih terbuka dengan kehadiran media sosial.
Pengawasan dan keterbukaan dapat lebih tampak dengan kemampuan dan fitur
media sosial.
Beberapa negara dan lembaga telah memanfaatkan media sosial sebagai
media untuk layanan aduan dan aspirasi. Beberapa menggunakan media sosial
yang telah ada dan popular seperti Facebook dan Twitter. Pemerintah
menggunakannya untuk berinteraksi dan menerima keluhan maupun aspirasi
masyarakat juga memantau opini public yang berkembang. Namun, kini pun telah
hadir media sosial khusus untuk aduan dan aspirasi yang diberi nama LAPOR!.
Kehadiran layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini adalah
sebuah fenomena baru. Namun, layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial
tetap harus memenuhi prinsip Complaint Handling Mecanism. World Bank (2010)
menyatakan terdapat enam prinsip layanan pengaduan yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1) Keadilan penanganan keluhan, tanpa memihak pihak tertentu dan
dilakukan secara transparan.
24
2) Obyektifitas dan kemandirian: Complaint Handling Mechanism beroperasi
secara independen dari semua pihak yang berkepentingan untuk menjamin
adil, obyektif dan perlakuan tidak memihak kepada masing-masing kasus
dugaan. Pejabat pengelola keluhan juga diberikan sarana dan kekuatan
yang memadai untuk menyelidiki keluhan (misalnya saksi wawancara,
catatan akses, dll).
3) Kesederhanaan dan aksesibilitas: Prosedur untuk mengajukan keluhan dan
mencari tindakan haruslah sederhana sehingga masyarakat dapat dengan
mudah memahami dan memanfaatkan. Selain itu dari sisi aksesibilitas,
masyarakat diberikan berbagai pilihan kontak (tidak satu kanal saja)
seperti minimal, nomor telepon (sebaiknya bebas pulsa), alamat email dan
alamat pos. Complaint Handling Mechanism harus dapat diakses oleh
semua pemangku kepentingan, tanpa terikat jarak, waktu dan batasan
komunikasi lain secara mudah.
4) Responsivitas dan efisiensi: Complaint Handling Mechanism perlu
dirancang agar responsif terhadap kebutuhan semua pengadu. Para pejabat
penanganan pengaduan juga harus dilatih untuk mengambil tindakan
efektif dalam merespon dengan cepat keluhan dan saran.
5) Kecepatan dan proporsionalitas: Semua keluhan, sederhana atau
kompleks, perlu mendapat perhatian yang berkelanjutan dan diselesaikan
secepat mungkin. Tindakan yang diambil pada keluhan atau saran harus
cepat, tegas dan konstruktif.
6) Partisipatif dan inklusi sosial: Berbagai macam pengguna Complaint
Handling Mechanism termasuk anggota masyarakat, anggota kelompok
rentan, masyarakat sipil dan media didorong untuk membawa keluhan dan
komentar untuk menjadi perhatian otoritas pemberi layanan.
Seluruh prinsip sistem aduan dan aspirasi tersebut sejalan dengan prinsip
good governance. Apabila disinergikan maka sebuah layanan aduan dan aspirasi
yang berbasis media sosial guna mewujudkan good governance sebaiknya mampu
memenuhi prinsip-prinsip good governance. Beberapa cara untuk melihatnya
25
dapat dilakukan dengan melihat sistem dan fitur yang ada di sistem pengaduan
dan aspirasi berbasis media sosial dengan prinsip good governance yaitu
partisipasi,
penegakan
hukum,
transparansi,
kesetaraan,
daya
tanggap,
akuntabilitas, pengawasan public, efektivitas dan efisiensi serta profesionalisme.
Pada prinsip partisipasi di good governance sebuah layanan aduan dan
aspirasi berbasis media sosial dapat diukur dari penyediaan akses terbuka bagi
masyarakat untuk berdialog dan memberi masukan. Secara fitur, langkah
pemerintah memberikan ruang partisipasi kepada publik guna mendukung good
governance dapat tercermin dari keterbukaan kanal bagi siapapun, termasuk
kebebasan membuat aku atau user id. Selain itu, ketersediaan forum dialog dan
kesempatan bagi public untuk memberi suara, termasuk memberi masukan untuk
peningkatan kualitas kerja juga mencerminkan sebuah usaha membuka partisipasi.
Selanjutnya, untuk melihat prinsip penegakan hukum sebuah media
komunikasi milik pemerintah, dapat tercermin dari perlindungan hukum bagi
warga yang melapor. Menjamin keamanan dan kerahasiaan aduan juga
dibutuhkan. Salah satu caranya adalah menyediakan kolom message yang tertutup
atau memberikan fitur anonym untuk melindungi identitias pelapor. Sebab,
percuma apabila membuka sebuah kanal aduan tanpa perlindungan hukum.
Apabila tidak ada maka kanal aduan itu bukanlah kanal efektif untuk menegakkan
hukum pula.
Prinsip ketiga yaitu transparansi dapat tercermin dari ketersediaan aktivitas
yang terbuka. Jika dilihat dari sisi fitur pada media sosial, kanal aduan harus dapat
menunjukan aktivitas baik pemerintah ataupun warga secara terbuka. Selain itu
diwajibkan ada kontak dari pengelola yang bisa dihubungi oleh warga terlepas
dari media sosial itu sendiri. Guna mengukur transparansi pun dapat dilihat dari
sistem pengelolaannya misalnya dari frekuensi pengelola (admin) membalas
pesan dari maysrakat. Seharusnya, setiap aduan atau aspirasi diberi tanggapan
oleh pengelola untuk menjamin transparansi.
26
Kesetaraan peluang yang sama dalam prinsip good governance dapat
tercermin dari bagaimana pengelola memberi ruang berpendapat masyarakat.
Peluang disini maksudnya adalah setiap orang dan juga setiap laporan aduan.
Bukan hanya pengguna yang tidak boleh dibatasi namun juga peluang setiap
aduan untuk disampaikan. Tidak boleh ada batasan-batasan aduan yang boleh
disampaikan biarpun sekecil apapun. Ketersediaan berbagai kanal untuk
menampung aduan juga mencerminkan adanya kesetaraan peluang, sebab semakin
beragam kanal akan memungkinkan semakin banyak lapisan masyarakat yang
bisa mengajukan aduan dan aspirasi.
Sedangkan untuk prinsip daya tanggap dapat dilihat dari bagaimana
pengelola memberikan feedback. Setiap aduan harus diberikan tanggapan.
Kedisiplinan dalam pemberiaan tanggapan juga dibutuhkan untuk mencerminkan
keseriusan pemerintah dalam mengusung pemerintahan yang efektif. Lebih baik
jika ada tenggat waktu yang pasti (deadline) untuk memberikan tanggapan. Sebab
pemerintah harus bertindak cepat dalam mengelola aduan dan aspirasi, tidak boleh
dibiarkan berlama-lama dan menggantungkan masyarakat.
Prinsip wawansan ke depan berkaitan dengan visi misi dan prinsip yang
diusung pengelola. Ada atau tidaknya acuan dalam menjalankan media sosial atau
yang melandasi menjadi penting. Perlu diingat bahwa yang melandasi media
sosial sebagai layanan aspirasi dan pengeduan haruslah sesuai dengan
implementasinya. Tentunya, visi misi atau acuan dalam mengelola ini perlu
diselaraskan dengan kepentingan masyarakat dan berorientasi untuk kemajuan
pembangunan.
Selanjutnya, prinsip akuntabilitas dan pengawasan publik dapat dilihat dari
ketersediaan fitur kontak pengelola dan laporan berkala yang disampaikan pada
publik. Laporan berkala dapat berupa laporan statistik ataupun laporan lain yang
berkaitan dengan pengelolaan aduan yang telah dan akan dilakukan. Sedangkan
prinsip efektivitas dan efisiensi serta profesionalitas dapat dilihat dari bagaimana
pengelola berinteraksi dengan warga: cepat atau lambat, menjawab permasalahan
27
(sesuai konteks) atau tidak, melalui media apa (membalas melalui komentar atau
e-mail) serta bagaimana mengkomunikasikan masalah dan solusi antara lembaga
dan masyarakat.
F. Kerangka Konsep
Pengelolaan media sosial LAPOR! dan seberapa besar kontribusi media
sosial LAPOR! yang dibuat pemerintah berperan dalam membantu mewujudkan
good governance pada penelitian ini akan dilihat dari kerangka konsep berikut:
Penelitian ini akan menggunakan 10 (sepuluh) prinsip good governance
yang dikemukakan Dwiyanto (2005) sebagai cermin dalam melihat tolak ukur
kondisi ideal dari good governance. Prinsip ini akan dilihat kesesuaiannya dengan
pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai sebuah compalint handling system.
Pengelolaan media sosial LAPOR! sendiri akan dikupas berdasarkan
Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah yang dikeluarkan dalam
Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012. Pada pengelolaan ini
terdapat 5 (lima) poin yang akan dilihat:
a. Perencanaan
Tahap perencanaan LAPOR! akan dilihat melalui metode POST yang
diperkaya dengan Input/Output Model of IT Planning for Social Media in
Government (Dadashzadeh, 2010). Pada metode POST, elemen People
(khalayak) dan Objective (sasaran) akan diperkaya dengan dua dari empat
proses perencanaan milik Dadashzadeh yaitu perencanaan nilai-nilai
pelayanan publik dan penentuan fokus yang akan dibuat. Sedangkan
elemen Strategy
dan Technology akan diperkaya dengan proses
inventarisasi IT dan peramalan perkembangan teknologi yang akan datang.
28
b. Kegiatan Media Sosial
Pada tahap kegiatan media sosial LAPOR! akan dilihat bagaimana
pengelola menyusun rancangan kegiatan yang akan dilakukan. Akan
disinggung mengenai apa saja yang dilakukan setiap bagian dalam
pengelola dan bagaimana implementasi di lapangan.
c. Strategi
Pada tahap ini akan dilihat bagaimana LAPOR! membangun pesan-pesan
yang disampaikan. Dalam kata lain, tahap ini akan melihat big idea di
dalam pesan komunikasi yang dibawa LAPOR!
d. Pelaksanaan
Di dalam melihat pelaksanaan media sosial LAPOR! akan digunakan
delapan elemen dalam langkah pelaksanaan seperti yang tertulis dalam
kerangka pemikiran. Pada tahap ini secara deskriptif akan dijelaskan
implementasi dari perencanaan yang dilakukan, termasuk di dalamnya
tahapan / alur pesan dan interaksi yang ada di dalam LAPOR!.
e. Pemantauan dan Evaluasi
Tahapan ini akan melihat bagaimana LAPOR! menanggapi aduan-aduan
yang masuk dan bentuk evaluasi internal. Selain itu juga akan dilihat
hubungan LAPOR! dengan lembaga yang terhubung.
Proses perencanaan hingga implementasi dari LAPOR! akan dicocokan
dengan prinsip-prinsip good governance untuk melihat sejauh apa kontribusi
LAPOR! sebagai dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Berikut
adalah bagan dari pisau analisis penelitian ini:
29
Bagan 1.1: Kerangka Konsep
Media sosial LAPOR!
Prinsip good governance:
1. Partisipasi
2. Penegakan hukum
3. Transparansi
4. Kesetaraan peluang
5. Daya tanggap
6. Wawasan ke depan
7. Akuntabilitas
8. Pengawasan public
9. Efektivitas dan efisiensi
10. Profesionalisme
Complain handling system:
1. Keadilan
2. Objektivitas
dan
kemandirian
3. Kesederhanaan
dan
aksesibilitas
4. Responsivitas
dan
efisiensi
5. Kecepatan
dan
proporsionalitas
6. Partisipasi dan inklusi
sosial
Pengelolaan media sosial oleh
pemerintah
Pedoman pemanfaatan
media sosial instansi
pemerintah:
1. Perencanaan
2. Kegiatan
media
sosial
3. Strategi
media
sosial
4. Pelaksanaan
5. Pemantaan
dan
evaluasi
Input/output model of IT
planning for social
media in government:
1. Perencanaan nilainilai
pelayanan
publik
2. Penetuan
focus
yang akan dibuat
3. Inventarisasi IT
4. Peramalan
perkembangan
teknologi
G. Metodologi Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam penelitian
sosial yang biasanya digunakan untuk mengemukakan gambaran dan atau
30
pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas
komunikasi terjadi. Menurut Guba dan Lincoln (1985:108) pendekatan kualitatif
merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dengan latar alamiah dari suatu
keutuhan (entity).
Sejalan dengan hal itu, Poerwandari (1998) menyatakan bahwa pendekatan
kualitatif merupakan pendekatan yang akan mengolah dan menghasilkan data
bersifat deskriptif seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto,
rekaman video dan lain-lain. Moleong (2004:131) pun mengungkapkan
pernyataan yang tidak jauh berbeda yaitu pendekatan kualitatif tidak
mengumpulkan
data
berupa
angka,
sehingga
tujuan
penelitian
adalah
penggambaran dalam, rinci dan tuntas mengenai realita empirik dibalik sebuah
fenomena.
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang langsung diarahkan
pada setting serta individu-individu dan kelompok masyarakat dimana mereka
berada, secara holistik; meliputi subjek penelitian (yang mungkin organisasi,
kelompok, individu, teks atau artefak) dan tidak melakukan reduksi variabel
dengan mengisolasi variabel-variabel tertentu (Pawito, 2007). Maksudnya,
pendekatan kualitatif menganalisa tanpa mengurangi ataupun menambahkan
(memberi eksperimen) pada objek dan hanya menampilkan kenyataan realitas.
Di dalam kasus ini, pendekatan kualitatif dipakai untuk melihat bagaimana
realitas pemanfaatan sosial media sebagai sarana pengaduan dan aspirasi oleh
pemerintah melalui LAPOR! yang dikelola oleh Deputi I Kantor Staf Presiden
sekaligus memberikan gambaran dan pemahaman mengenai manajemen
pengelolan dan proses pengolahan pesan.
Sedangkan metode yang akan digunakan untuk membedah penelitian ini
ialah studi kasus. Secara umum studi kasus dapat diartikan sebagai metode
penelitian untuk menyelidiki atau menganalisa suatu peristiwa, aktivitas ataupun
program dalam jangka waktu tertentu. Yin (dalam Salim, 2006:119) lebih teknis
mengartikan studi kasus sebagai berikut:
31
“…empirical inquiry that invertigates a contemporary phenomenon within
its real-life content when the boundaries between phenomenon and context
are not clearly evident, and in which multiple sources of evidence are
used.”
Patton (2002) menambahkan bahwa studi kasus adalah studi tentang suatu
kekhususan dan kompleksitas sebuah kasus tunggal dan berusaha untuk mengerti
kasus tersebut dalam konteks situasi dan waktu tertentu. Sedangkan Therese
L.Baker (1999:321) memberikan definisi studi kasus sebagai berikut:
“A case study is a research strategy which focus on a single organization,
institution, event, decision, polling, or group (or possibly a multiple set).”
Definisi lain dikemukakan Creswell (1998:36-37) mengenai studi kasus.
Menurut Creswell, studi kasus ialah suatu eksplorasi dari sistem-sistem yang
terkait (bounded system) atau kasus. Lebih lanjut Creswell mengemukakan
karakteristik studi kasus yaitu pertama mengidentifikasi kasus untuk suatu studi.
Kedua, kasus tersebut merupakan system yang terikat oleh waktu dan tempat.
Ketiga, studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan
data untuk memberikan gambaran detil dan mendalam mengenai respon dari suatu
peristiwa. Terakhir, studi kasus akan ―menghabiskan waktu‖ waktu peneliti dalam
menggambarkan konteks atau setting suatu kasus.
Studi kasus dipilih untuk penelitian ini karena objek penelitian yang unik,
spesifik dan kontemporer. LAPOR! Sebagai objek penelitian dinilai unik karena
inisiatif untuk membangun partisipasi publik dan komunikasi dua arah dengan
memanfaatkan sosial media yang terintegrasi secara nasional baru pertama kali
dilakukan. LAPOR! Juga merupakan cikal bakal terwujudnya satu portal
pengaduan terpadu nasional di Indonesia. Selain itu objek penelitian juga
merupakan objek yang kontemporer karena baru dan sedang terjadi serta menjadi
kajian yang tengah hangat dibicarakan karena berkaitan dengan good governance
yang mulai digalakkan pemerintah.
32
G.1 Sumber Data
Di dalam penelitian ini akan diambil dua sumber data yaitu sumber data
primer dan data sekunder yang akan menentukan ketepatan data, kekayaan
informasi serta kedalaman analisa dalam penelitian.
a. Data Primer
Data primer diambil dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan
responden yang berkaitan dengan pengelolaan LAPOR!. Responden yang
berkaitan maksudnya adalah posisi-posisi yang mengelola LAPOR! mulai dari
perencanaan, aktivasi hingga optimalisasi. Wawancara dilakukan melalui dua
cara yaitu melalui wawancara tatap muka dan online mengingat lokasi
penelitian yang berjauhan dengan peneliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder diambil dari dokumentasi studi pustaka, terbitan artikel pada
web, majalah ataupun media lain. Selain itu data sekunder juga berasal dari
output media-media pendukung LAPOR! seperti media promosi twitter dan
booklet yang dikeluarkan rutin oleh pengelola.
G.2 Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui pengajuan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden berkaitan dengan data yang ingin
dikumpulkan peneliti. Patton dalam Poerwandari (1998) mengemukakan bahwa
dalam sebuah proses wawancara diberlakukan sebuah pedoman wawancara yang
digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas
sekaligus check list mengenai apakah aspek-aspek yang relevan tersebut telah
dibahas atau dipertanyakan.
33
Pertanyaan yang akan diajukan merupakan pertanyaan terbuka dan bersifat
mendalam. Maksudnya peneliti akan diperbolehkan mengeksplorasi pertanyaan
untuk bisa menghasilkan data yang lebih dalam dan rinci dalam menggambarkan
realitas yang akan disuguhkan.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi ini mencakup data-data
tertulis yang dengan ijin terlebih dahulu dapat diakses dan digunakan untuk
melengkapi hasil wawancara. Menurut Yin (2005:104), data tertulis yang
mungkin dikumpulkan dalam penelitian adalah surat-surat,memorandum,
pengumuman resmi, agenda kegiatan, kesimpulan rapat, berbagai laporan
peristiwa, dokumen administratif organisasi, hasil penelitian dan evaluasi
komunitas, serta kliping artikel yang muncul di media massa. Beberapa booklet
dan laporan bulanan dari LAPOR! melalui blog resminya akan digunakan sebagai
dokumentasi untuk data-data yang akan menguatkan hasil penelitian ini nantinya.
Selain itu dokumentasi lain di media massa yang memungkinkan menjadi data
pendukung juga akan disuguhkan.
G.3 Objek Penelitian
Media sosial LAPOR! Yang dikelola Deputi I Kantor Staf Presiden. Media
sosial LAPOR! yang diaktifkan di tiga (3) kanal yaitu website, layanan SMS dan
aplikasi pada smartphone akan dijadikan objek dari penelitian ini.
G.4 Limitasi Penelitian
Penelitian ini menghadapi keterbatasan atau limitasi penelitian berupa
durasi
waktu
penelitian
yang
terbatas,
sehingga
belum
cukup
bisa
menggambarkan keseluruhan dinamika pengelolaan yang terjadi. LAPOR! telah
mengalami dua periode pemerintahan dan berubah induk pengelolaan, pada
penelitian dengan waktu terbatas ini tidak bisa dijelaskan detil proses pengelolaan
sejak awal terbentuk hingga sekarang. Keterbatasan waktu penelitian juga tidak
memungkinkan penggambaran anatar dua periode yang dialami oleh LAPOR!.
34
Penelitian hanya dapat memberikan gambaran pengelolaan secara keseluruhan
dan dinamika pengelolaan pada periode tertentu saja.
G.5 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh baik berupa transkrip wawancara dan
dokumentasi lainnya akan dikumpulkan, diedit dan dikategorikan serta dicari
kesesuaian polanya untuk dianalisa. Hasil analisis berupa intepretasi data akan
dikaitkan dengan pemikiran yang sebelumnya dirumuskan. Yin (2005:140),
apabila terdapat kesamaan pada kedua pola tersebut, hasilnya dapat menguatkan
validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Lebih lanjut Yin (2005:140-158)
mengemukakan tiga strategi dan teknik analisis dominan dalam menganalisa bukti
(data) studi kasus, antara lain:
1. Penjodohan Pola
Merupakan salah satu strategi yang palng diminati oleh peneliti studi
kasus. Logika ini membandingkan pola yang didasarkan pada temuan
empiris dengan pola yang diprediksi atau pola yang dipercaya sebagai
keadaan ideal berdasar teori-teori. Apabila kedua pola ini semakin
memiliki kesamaan berarti semakin menguatkan validitas internal studi
kasus yang bersangkutan.
2. Pembuatan eksplanasi
Merupakan tipe khusus penjodohan pola namun prosedurnya lebih sulit
dan membutuhkan perhatian khusus. Pada strategi ini dibuat eksplanasi
tentang kasus yang bersangkutan untuk menganalisa sebuah studi kasus.
Cara ini cocok dan relevan digunakan untuk kasus eksplanatori.
Sedangkan untuk studi kasus eksploratori hanya bertujuan sebagai
pengembang hipotesa.
35
3. Analisa deret waktu
Strategi ini dilakukan secara langsung analog dengan analisa deret waktu
pada eksperimen dan kuasi eksperimen. Biasanya digunakan oleh peneliti
untuk mendapat hasil penelitian yang rinci sehingga menjadi landasan
yang kuat bagi penarikan kesimpulan dari studi kasus.
Hasil dari penelitian ialah berupa pembahasan menyeluruh mengenai
pengelolaan media sosial LAPOR! untuk layanan aspirasi dan aduan online
terintegrasi nasional.
36
BAB II
Media Sosial dan Pemerintahan
A. Media Sosial dalam Komunikasi Politik Pemerintah
Kemajuan teknologi membawa istilah media baru hadir. Sebagai sebuah
konsep yang tergolong baru, media baru atau new media merupakan konsep yang
dipahami beragam. Beberapa definisi dan pemikiran muncul seiring dengan
kajian-kajian dan pemahaman mengenai media baru semakin banyak dilakukan.
Salah satu definisi media baru merujuk pada sebuah perubahan dalam
proses produksi dan distribusi media (Rogers dalam Pavlik, 1996:2). Konsep ini
tentunya merupakan sebuah konsep yang sangat luas. Konsep yang masih sangat
luas itu kemudian dikerucutkan menjadi aplikasi mikroelektronik, komputer dan
telekomunikasi yang menawarkan layanan baru atau peningkatan dari media lama
(William dalam Lievrouw, 2006:206). Ron Rice, pakar teknologi komputer dan
telekomunikasi, mendefinisikan new media sebagai komunikasi dan teknologi
yang melibatkan kemampuan komputer (microprocessor or mainframe) yang
memungkinkan atau menfasilitasi interaktivitas antar pengguna maupun antara
pengguna dengan informasi (Rice and Associates, 1984:35).
Beberapa definisi media baru tersebut digunakan sebagai gambaran untuk
memahami media baru. Namun, selain defisini-definisi tersebut, beberapa poin
kunci dapat mempermudah pemahaman mengenai media baru. Disampaikan oleh
McLuhan (1990:7), terdapat tiga poin kunci dari media baru. Pertama ialah
digitality, yaitu perubahan seluruh proses media ke dalam bentuk digital. Kedua,
interactivity yang dapat berarti dua pengertian yaitu adanya teknologi yang
mampu memberi respon terhadap pengguna dan interaktivitas antar pengguna.
Ketiga, dispersal yang mengacu pada adanya desentralisasi proses produksi dan
distribusi pesan serta menumbuhkan keaktifan dari individu.
Media baru sendiri memiliki perbedaan beberapa karakter dengan media
lama atau konvensional. William (1998) dalam Lievrouw dan Livingstone
37
(2006,206) mengidentifikasi tiga karakteristik media baru. Karakter media baru
yang pertama ialah interactivity yaitu kemampuan menciptakan interaktivitas
antara manusia dengan mesin dan antara pengguna satu dengan yang lain. Kedua,
demassification yang maksudnya kontrol terhadap sistem komunikasi terletak
pada pengguna, bukan pada produser media. Ketiga, asynchronicity atau karakter
fleksibel dalam dimensi waktu. Karakter-karakter inilah yang diunggulkan
sebagai kebaruan. Flew (2005:2) menambahkan lebih lanjut kebaruan media baru
menjadi 4C yaitu computing and information technology, communication
networks, digitalized media and information content, dan convergence.
Kehadiran media baru, lebih lanjut sangat diidentikan dengan internet
meskipun sebenarnya, dalam bentuk yang paling riil, internet adalah salah satu
bentuk media baru (Adiputra, 2012). Selain itu, media baru juga diidentikan
dengan platform-platform komunikasi online dalam internet yang dikenal dengan
media sosial.
Media sosial didefinisikan beragam oleh beberapa ahli. Eisenberg (dalam
Chan-Olmsted, 2013) mendefinisikan media sosial sebagai platform online untuk
berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam
konten digital. Sedangkan definisi lain bagi media sosial ialah cara orang berbagi
ide, konten, pemikiran dan hubungan secara online (Scott, 2007).
Media sosial sangat erat kaitannya dengan internet, sebab media sosial
lahir karena kelahiran internet sebelumnya. Media sosial dapat didefinisikan pula
menjadi sebuah teknologi komunikasi yang mengubah komunikasi berbasis
internet menjadi sebuah platform dialog yang interaktif (Montalvo, 2011).
Media sosial kini telah menjadi bagian penting dari komunikasi
masyarakat dunia. Lebih dari itu, media sosial kini menjadi elemen penting di
dalam bidang pemerintahan. Pemerintah menggunakan media sosial salah satunya
sebagai tools atau perangkat yang membantu komunikasi dengan masyarakat
politik.
38
Masyarakat politik bukanlah istilah yang kemudian berhubungan spesifik
dengan negara, pemerintah, partai politik atau bagian terpisah-pisah lainnya.
Masyarakat politik merupakan keseluruhan bagian yang ada atau terdiri dari
elemen-elemen pengambilan keputusan (Bang, 2003). Berarti, tidak hanya pelaku
penyelenggaran negara, tetapi semua elemen yang ada di sebuah negara.
Hubungan komunikatif yang dibangun guna memfasilitasi masyarakat politik
tersebutlah yang kemudian dikenal dengan komunikasi politik pemerintah.
Menjalin komunikasi politik pemerintah merupakan keharusan di dalam
mengelola negara. Bang (2003) menambahkan bahwa komunikasi politik
pemerintah harus memperhatikan komunikasi dengan seluruh elemen negara,
bukan dengan satu otoritas politik saja sebab ada otoritas politik yang ada di
masyarakat pada pemerintahan modern ini. Bentuk komunikasi politik pemerintah
tersebut tidak semata komunikasi satu arah saja. Pada pemerintahan yang modern,
masyarakat memiliki kapasitas politik lebih dari sekedar menjadi pihak pasif,
melainkan dapat aktif berpartisipasi pada perumusan regulasi dan pengawasan
(Kooiman, 1993). Oleh karena itu perlu komunikasi dua arah atau dialogis yang
baik antara pemerintah dengan masyarakat. Media sosial dirasa mampu
memfasilitasi kebutuhan tersebut dan menjadi jembatan kebutuhan komunikasi
politik pemerintah dengan masyarakat.
Mickoleit (2015) memberikan ringkasan mengenai potensi dari media
sosial bagi pemerintah, yang sekaligus menjadi daya tarik yang membuat
pemerintah menggunakan media sosial. Media sosial memiliki potensi untuk
membangun kepercayaan antar institusi pemerintah dan juga mengembangkan
serta meningkatkan responsifitas pemerintah terhadap masyarakat. Berikut
beberapa peluang yang kemudian membuat pemerintah menggunakan media
sosial:
a) Media sosial mendukung proses yang berkaitan dengan kebijakan: membuat
lebih terbuka, inklusif dan membuka partisipasi
b) Media sosial memiliki kekuatan memberdayakan masyarakat
39
c) Memungkinkan pemerintah bekerja lebih efisien dalam merespon masyarakat:
lebih interaktif dan responsif
d) Media sosial mendukung trasparansi peemerintah dan usaha akuntabilitas
e) Media sosial punya kemampuan meraih kelompok marjinal: ada beragam
kanal tambahan yang memungkinkan media sosial untuk menyentuh lebih
banyak kelompok
f) Media sosial dekat dengan kelompok anak muda
Selain yang disebutkan diatas, media sosial memiliki beberapa potensi dan
kegunaan lain untuk pengelolaan pemerintahan. Potensi yang ada pada media
sosial dapat dijelaskan dengan melihat beberapa jenis media sosial yang sudah ada
untuk lebih aplikatif dan penjelasan yang efisien. Bonson (2012) menjelaskan
beberapa potensi itu dimiliki media sosial dengan jenis blog, wikis, social
networks dan media sharing platforms.
Blog memiliki potensi sebagai media publikasi yang bersifat lebih privat
dan berorientasi penulis, yang memungkinkan digunakan user sebagai kanal
citizen journalism. Kanal blog dapat digunakan sebagai kanal untuk mewadahi
opini dari berbagai stakeholders, masyarakat sipil, bahkan pegawai pemerintahan.
Di dalam blog, user pun dapat melakukan interaksi melalui kolom comment yang
dapat dimanfaatkan sebagai kanal diskusi untuk masalah-masalah di lingkungan
sosial dan juga inisiatif ide-ide penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat
dan pemerintah.
Sedangkan wikis adalah jenis jaringan web yang memungkinkan pengguna
untuk membagi dan mengklasifikasikan pengetahuan atau informasi ke dalam
kategori general maupun tertentu. Wikis juga memungkinkan adanya koreksi
secara real time oleh pengguna. Media sosial ini memiliki peluang dan potensi
untuk berbagai macam tujuan misalnya untuk menyebarluaskan kekayaan kota.
Pemerintah lokal juga dimungkinkan untuk memanfaatkan wikis untuk memulai
dialog tentang program CSR atau proyek relevan lain. Di dalam kondisi tertentu,
40
wiki juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan relasi pemerintah dengan
pegawai (Trkman & Trkman, 2009).
Berbeda dengan
wikis,
social
networks
merupakan kanal
yang
memungkinkan pengguna terhubung dengan beberapa orang atau teman,
membangun komunikasi melalui berbagi data, foto, audio dan teks. Social
networks dapat dikategorikan sebagai web masa depan, bekerja sama dengan
komunitas atau kelompok tertentu sehingga opini mereka dapat digunakan sebagai
konten atau analisis informasi.
Terakhir, media sharing platforms dengan fasilitas atau fitur berbaginya
dapat dimanfaatkan pemerintah untuk membagi dokumen, foto, video ataupun
audio kepada masyarakat. Kemampuan berbagi ini dapat mendukung keterbukaan
pemerintah serta dapat digunakan untuk menampung evaluasi dan opini
masyarakat.
Penggunaan media sosial di bidang pemerintahan memiliki tujuan yang
beragam dan berbeda-beda. Secara general, tujuan penggunaan media sosial di
bidang
pemerintahan
disesuaikan
dengan
skala
wilayah.
Pemerintah
menggunakan media sosial mulai dari wilayah global, nasional, regional hingga
lokal. Terdapat beberapa contoh penggunaan media sosial di bidang pemerintahan
berdasarkan wilayah.
Pada wilayah global, salah satu contoh tujuan penggunaan media sosial
ialah untuk meredakan kerusuhan dan pengolahan isu global. Sedangkan pada
level nasional, media sosial digunakan misalnya untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan Pemilu dan komunikasi bencana guna meningkatkan kesigapan
menghadapi bencana. Pada level regional, media sosial banyak digunakan untuk
tujuan antisipasi, pencegahan dan peringatan bencana. Sedangkan pada level
lokal, media sosial dapat ditujukan untuk menciptakan social city dan kanal
respon keadaan darurat.
41
Masing-masing negara sendiri memiliki tujuan dari penggunaan media
sosial. Namun, secara general penggunaan media sosial di beberapa negara masih
merupakan ‖laissez faire‖ atau bersifat eksperinmental, dibiarkan terjadi dan
mengalir dengan sendirinya (Mickoleit, 2014). Namun, berdasarkan penelitian
survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) pada tahun 2013 (dalam Mickoleit, 2014), dari 25 negara 7 diantaranya
memiliki strategi dan tujuan yang spesifik dalam menggunakan media sosial.
Beberapa negara yang memiliki tujuan dan startegi yang spesifik terhadap
penggunan media sosial diantaranya Australia, Austria, Belgia, Chile, Kolombia,
Korea, dan Belanda.
Chile menggunakan media sosial sebagai bagian dari penyelenggaraan
pemerintahan dan memiliki strategi yang relatif spesifik. Media sosial pemerintah
Chile, @Gobiemodechile, beranjak popular dengan followers lebih dari 550.000
atau setara dengan 3% populasi (Mickoleit, 2013:13). Guna memaksimalkan
penggunaan media sosial, pemerintah Chile mengembangkan strategi proaktif
media sosial dengan elemen-elemen kunci sebagai berikut:
1. Mengeluarkan edaran resmi pada tahun 2010 yang secara eksplisit
mendorong penggunaan media sosial.
2. Pengintegrasian media sosial sebagai komponen utama dalam egovernment nasional tahun 2011-2014 dengan tiga pilar strategi yaitu
pemerintah terbuka, dekat dengan konstituen dan efisien.
3. Mengeluarkan panduan digital (Guia Digital) yang menyediakan bantuan
teknis dan strategis pada penggunaan teknologi baru di pemerintahan.
Panduan yang diberikan meliputi informasi precondition, kapasitas dan
kemampuan yang diperlukan untuk pemaksimalan penggunaan media
sosial.
Selain contoh diatas, beberapa negara menggunakan media sosial dengan
tujuan sebagai kanal informasi. Amerika Serikat, misalnya. Di Amerika, media
sosial merupakan bagian terintegrasi dari strategi pemerintahan guna membangun
42
hubungan dan koneksifitas dengan masyarakat. Tujuan penggunaan media sosial
di
Amerika
ialah
untuk
mendistribusikan
informasi.
Informasi
yang
didistribusikan terbagi menjadi 2 yaitu informasi netral seperti data statistik dan
informasi yang punya tujuan tertentu (misalnya: meningkatkan awareness
terhadap isu tertentu) (OECD, 2013).
Selain sebagai kanal informasi, media sosial juga digunakan beberapa
negara sebagai media komunikasi dengan beragam pihak. Di Inggris, media sosial
adalah bagian dari strategi digital mereka. Salah satu yang menjadi perhatian
pemerintah Inggris adalah komunikasi eksternal melalui strategi digital.
Tujuan penggunaan media sosial pada pemerintahan yang lain ialah untuk
membangun engagement dan koneksifitas antara pemerintah dengan kelompok
yang sulit terjangkau. Kelompok yang sulit dijangkau maksudnya adalah
kelompok marginal ataupun kelompok apatis. Kelompok marginal bisa saja
kelompok yang memiliki akses minim ke pemerintahan secara langsung.
Sedangkan kelompok apatis adalah kelompok yang dengan sengaja menarik diri
menjauh dari pemerintah, contohnya ialah kelompok anak muda.
Masing-masing memang pemerintah memiliki kepentingan dan fokus
tersendiri yang membuat penggunaannya menjadi berbeda-beda. Meskipun
demikian, penggunaan media sosial di bidang pemerintahan pada dasarnya dapat
membuat
informasi
dan
pelayanan
pemerintah
menjadi
lebih
terbuka.
Keterbukaan ini mengarah pada keberlangsungan interaksi dan dialog untuk
menjawab tantangan pemerintahan di berbagai bidang.
Salah satunya misalnya untuk mengumpulkan informasi faktual secara
real time untuk penanganan krisis. Media sosial digunakan agar respon terhadap
sebuah kriris bisa dilakukan lebih cepat. Magro (2012) melalui ringkasan
penelitian mengenai penggunaan media sosial di pemerintahan mengungkapkan
bahwa salah satu contoh dari penggunaan media sosial adalah untuk penanganan
krisis saat terjadi bencana alam.
43
Di Amerika, pada tahun 2011 pertama kalinya media sosial digunakan alat
koordinasi dan berbagi pengetahuan seputar bencana gempa bumi Haiti (Magro,
2012). The Centers of Diseas Control and Prevention di Amerika menggunakan
Twitter untuk menyebarkan informasi tentang penyebaran penyakit.
Di Australia, The Queensland Police Service mendemonstrasikan kekuatan
media sosial selama terjadi bencana ketika Queensland dihantam banjir dan
dinyatakan 90 persen wilayahnya terkena bencana akibat siklon tropis (Magro,
2012). The Police Service menggunakan Facebook, Twitter dan Youtube di Mei
2010. Bencana badai tersebut pertama menghantam pada 25 desember 2010
diikuti dengan banjir pada Januari 2011. Akun-akun media sosial digunakan untuk
menyebarkan informasi terkait bencana tersebut. Hingga pada akhirnya, interaksi
pada akun media sosial meningkat dan bahkan The Police Service mendapat
pujian dari pemerintah, masyarakat dan media karena langkah yang mereka
tempuh melalui media sosial selama bencana terjadi.
Pada level lokal, di Blacksburg, Virginia, wilayah ini menggunakan
beragam media, termasuk media sosial, untuk menghimpun informasi real time
dan juga mendeteksi serta mengatasi krisis (Kavanaugh, 2012). Melalui kanal
―Blackburg
Alerts‖,
pemerintah
wilayah
Blackburg
mengombinasikan
penggunaan media sosial Twitter, Facebook, email dan SMS untuk menghimpun
informasi dari warganya. Melalui inisiatif ini, Blacskburg menerima beberapa
penghargaan atas kekayaan atau keberagaaman penggunaan media oleh
pemerintah.
Selain sebagai media penanganan krisis, beberapa negara menggunakan
media sosial sebagai media untuk meningkatkan pelayanan dan komunikasi
dengan masyarakat. Pemerintah mencoba memanfaatkan media sosial untuk
menjangkau populasi yang sebelumnya belum terwakili dan terjangkau (Bertot,
Jaeger & Hansen, 2012). Dalam kata lain, media sosial digunakan oleh
pemerintah untuk mengumpulkan informasi dan aspirasi dari masyarakat.
44
Pengumpulan aspirasi dan informasi dari publik tersebut digunakan untuk
mendukung proses administratif pelayanan publik. Bertot, Jaeger & Hansen
(2012) menambahkan contoh sebagai gambaran dari penggunaan media sosial
untuk menghimpun informasi dan aspirasi publik. Fix My Street dari Inggris salah
satunya. Fix My Street merupakan pemanfaatan media sosial yang dikelola nonpemerintah, namun diintegrasikan dengan email dari perwakilan rakyat sehingga
dilakukan laporan rutin dan berkala oleh pemerintah. Warga yang menemukan
kerusakan fasilitas jalan dapat melapor dengan menyertakan bukti. Fix My Street
akan mendisposisi dan ―menuntut‖ perwakilan rakyat untuk merespon dan
memberikan feedback berupa tindakan nyata. Meskipun tidak dikelola langsung
dibawah komando pemerintah Inggris, namun Fix My Street dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk menghimpun informasi dari publik guna peningkatan kualitas
pelayanan publik.
Berdasarkan beberapa contoh diatas, pemerintah memanfaatkan media
sosial untuk menggiring e-perticipation dari masyarakat. Langkah ini ditempuh
untuk lebih dekat dengan masyarakat dan tersedia wadah partisipasi bagi publik.
Lebih lanjut, masyarakat diharapkan tidak hanya sekedar berpartisipasi namun
berperan aktif dalam tata kelola pemerintahan.
Penggunaan media sosial kini seperti menjadi sebuah urgensi di
pemerintahan. Memang penggunaan media sosial di pemerintahan bukanlah suatu
keharusan. Namun, di era media baru seperti ini pemerintah perlu melakukan
cara-cara pendekatan yang tepat kepada masyarakat. Belum lagi, pemerintah
memiliki kewajiban untuk tetap dekat dengan masyarakat. Tuntutan tersebut
membuat pemerintah perlu berada, bahkan 24 jam setiap harinya, disekitar
masyarakat.
B. Pemanfaatan Media Sosial oleh Pemerintah di Beberapa Negara dan
Indonesia
Pemerintah menggunakan media sosial sebagai representasi diri/lembaga
di dunia maya. Selain itu, fokus utama penggunaan media sosial di pemerintahan
45
ialah untuk sosialisasi atau menyampaikan informasi, program serta kebijakan.
Tujuan lain memanfaatkannya ialah untuk mendengar keluhan dan aspirasi dari
masyarakat.
Fokus utama penggunaan media sosial di lembaga pemerintahan masa kini
untuk mensosialisasikan atau menyampaikan informasi telah diuji beberapa
survei. Salah satu survei dilakukan oleh US Public Authorities pada beberapa
level pemerintahan untuk melihat penggunaan media sosial di pemerintahan. Hasil
survei menunjukan bahwa 85% penggunaan media sosial di pemerintahan ialah
untuk ―distribute information‖ atau menyalurkan informasi (GovLoop, 2013).
Selain itu, pada tahun 2012 sebuah survei yang dilakukan oleh Government
Authorities United Kingdom menemukan bahwa kegiatan dunia maya, terutama
media sosial, yang dilakukan oleh dewan lokal adalah untuk komunikasi eksternal
(BDO, 2012).
Media sosial yang paling populer digunakan oleh lembaga pemerintah di
beberapa negara ialah Twitter dan Facebook. Survei lain yang dilakukan OECD
menunjukan bahwa Twitter digunakan 26 dari 34 negara anggota OED yang
digunakan untuk populasi survei untuk merepresentasikan institusi tertinggi dalam
negeri. Secara global, tiga dari empat negara menggunakan Twitter untuk
merepresentasikan pemerintah di dunia maya. Sedangkan Facebook hampir sama
populernya, namun dari 34 populasi survei, hanya 18 negara yang menggunakan
Facebook untuk merepresentasikan negara di internet.
Tidak hanya pemerintah pusat atau nasional saja yang memanfaatkan
media sosial. Otoritas pemerintah daerah juga semakin terwakili oleh media
sosial. Mickoleit (2013) memberikan gambaran mengenai pernyataan tersebut
sebagai berikut:
a. Di Amerika Serikat, dua pertiga dari kabupaten dan kota memiliki media
sosial resmi sejak awal tahun 2011. Facebook merupakan saluran favorit
digunakan lebih dari 90% wilayah diikuti dengan Twitter sekitar 70% dan
46
blog yang digunakan 20% dari pemerintah daerah Amerika Serikat
(ICMA, 2011).
b. Di Inggris, survei tahun 2012 melaporkan bahwa lebih dari 90% dari
dewan lokal memiliki akun Twitter, lebih dari 80% memiliki Facebook
dan lebih dari 50% memiliki akun Flickr untuk berbagi foto. Hanya 3%
dari dewan lokal yang tidak memiliki media sosial sama sekali (BDO,
2012).
Selain digunakan oleh institusi pemerintahan mulai dari level nasional
hingga lokal, departemen lokal dan pejabat perseorangan juga menggunakan
media sosial sebagai representasi diri mereka yang sangat kuat di dunia maya. Di
Amerika sebuah sensus pada tahun 2012 menunjukan bahwa kurang lebih sekitar
700 departemen federal, agencies dan perwakilan rakyat memiliki kurang lebih
3000 halaman Facebook, 1000 akun Twitter, 700 kanal Youtube dan 500 halaman
Flickr (Mergel, 2013). Namu, pemimpin politik secara individu ternyata lebih
populer
di
media
sosial
dibandingkan
dengan
institusi
yang
mereka
representasikan. Sebagai contoh, akun Facebook presiden Amerika, Barack
Obama, memiliki penggemar 17 kali lebih banyak daripada akun White House.
Akun Twitter Barack Obama pun 8 kali lebih banyak pengikutnya daripada akun
White House. Rata-rata kepala pemerintahan secara individu memiliki paling tidak
4 kali pengikut lebih besar dari rata-rata akun media sosial institusinya.
Gambar 2.1 perbandingan rata-rata pengikut akun pemimpin pemerintahan
dengan institusi pemerintahan, dibagi ukuran populasi domestik
Sumber: OECD calculations, based on Twiplomacy, 2014, and World Bank Population
data for 2013
47
Sementara itu di Indonesia, pemerintah Indonesia juga mulai ikut
memanfaatkan media sosial untuk menghadirkan pemerintah lebih dekat dengan
masyarakat. Pada April 2001, pemerintah melalui Instruksi Presiden No.3
memberikan pedoman untuk pengembangan dan pemberdayaan ICT di
masyarakat (Silfianti, 2011). Instruksi presiden tersebut mencakup 75 program
atau rencana aksi yang diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kategori yaitu
kerangka hukum dan kebijakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia,
infrastruktur dan aplikasi di pemerintahan dan sector swasta. Instruksi presiden
saat itu guna mendukung implementasi e-government.
Silfianti (2011) di dalam penelitiannya ―Do Indonesian Province Website
Rich and Popular?‖ menerangkan bahwa pada saat itu pemerintah sendiri sudah
memiliki roadmap berkaitan dengan persiapan mengimplementasikan egovernment kedalam 5 (lima) tahap. Kelima tahap itu ialah persiapan, peluncuran,
aksi, pelaksanaan, partisipasi dan transformasi.
Pada awalnya, penggunaan website adalah satu-satunya yang identik
dengan pemanfaatan ICT oleh pemerintahan. Namun kini seiring berjalannya
waktu, pemerintah tidak lagi hanya memanfaatkan website saja tetapi juga media
sosial. Pemanfaatan media sosial pada pemerintahan ini dipicu fakta-fakta
mengenai popularitas media sosial di Indonesia.
Menurut Global Digital Statistic “Digital, Social & Mobile in 2015” dari
We are Social (2015) 72 juta penduduk atau 28 persen dari populasi di Indonesia
aktif mengakses media sosial. Pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia
pun sejak Januari 2014 terus meningkat sebesar 16 persen. Kedekatan penduduk
Indonesia dengan media sosial pun tidak hanya tampak dari jumlah pengguna dan
pertumbuhan penggunanya melainkan juga dari intensitas waktu akses media
sosialnya. Rata-rata setiap orang menghabiskan 2 jam 52 menit waktunya dalam
sehari untuk mengakses media sosial di Indonesia.
Berdasarkan data dari Facebook‟s Advertising Platform dan United States
Census Bureau (TECHinASIA, 2104) Indonesia merupakan satu dari empat
48
negara dengan pertumbuhan pengguna Facebook terbesar. Tiga negara lainnya
ialah India, Pakistan dan Nigeria. Sejak kehadirannya di tahun 2004, Facebook
semakin menjadi salah satu kanal media sosial paling popular di masyarakat
Indonesia (Ansori, 2014). Bersama dengan Twitter, yang muncul di tahun 2006,
Facebook dan Twitter masuk menjadi 3 besar media sosial paling popular di
Indonesia. Facebook diakses 14 persen pengguna media sosial di Indonesia.
Sedangkan Twitter diakses pengguna sebesar 11 persen diikuti dengan media
sosial lain seperti Facebook Messenger, Google+, Linkedin, Instagram, Skype,
Pinterest dan LINE. (We are Social, 2015)
Gambar 2.2: Infografik Peringkat Media Sosial Terfavorit di Indonesia Januari
2015
Sumber: https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-data-start-2015/
Perkembangan dan pertumbuhan media sosial di Indonesia bukanlah
sebuah fenomena yang biasa. Banyak pihak yang melihat Indonesia sebagai
sebuah kekuatan massa potensial di dunia media sosial. Massa potensial tersebut
merupakan massa yang sangat aktif dan vokal di dunia maya. Dibanding dengan
Tokyo, London dan New York misalnya, warga Jakarta merupakan warga paling
aktif melakukan perbincangan lewat jejaring sosial (Purnama, 2013). Berdasarkan
49
infografik dari TECHinASIA yang diambil dari statistik SocialBakers dan Media
Bistro (2013), pengguna Twitter dari Jakarta menyumbang 2,4% dari 10,6 miliar
tweets seluruh dunia. Selain itu, negara Indonesia sendiri merupakan negara
urutan ke-lima pengguna Twitter di dunia dibawah USA, Brazil, Jepang dan UK.
Gambar 2.3. Infografik Twitter Indonesia 2013
Sumber:https://www.techinasia.com/indonesia-social-jakartainfographic/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=indonesia-socialjakarta-infographic
Kondisi-kondisi mengenai kedekatan masyarakat dengan media sosial
tersebut menarik pemerintah untuk memanfaatkannya. Salah satu bentuk
ketertarikan pemerintah adalah dengan menghubungkan kanal resmi berupa
website lembaga pemerintah dengan akun media sosial. Pengintegrasian website
dengan media sosial ini harapannya akan dapat menjangkau lebih banyak orang
untuk dirangkul pemerintah. Hanya saja, jumlah yang melakukan integrasi antara
website pemerintah dengan media sosial masih juga belum banyak. Menurut
penelitian ―Effect of Social Media on Website City Government in Indonesia‖
(2014), hanya 30% website resmi lembaga pemerintah yang mencantumkan akun
media sosial mereka. Selebihnya antara website dengan media sosial tidak saling
mendukung dan berjalan sendiri-sendiri.
50
Dilihat dari sisi media sosial sendiri pemerintah Indonesia terbukti cukup
aktif. Mickoleit (2014) dalam tulisannya Social Media Use by Governments
menyuguhkan rekap data statistic Twiplomacy tahun 2014 yang menunjukan
pemerintah Indonesia masuk dalam 20 besar negara yang popular di Twitter.
Melalui akun @IstanaRakyat, pemerintah Indonesia menerima rata-rata 51 kali
re-tweets dari setiap tweet.
Sedangkan untuk aktivitas pemerintah di media sosial sendiri, Indonesia
pun tergolong tinggi. Bersama dengan 15 negara lain termasuk Meksiko,
Kolombia, Ukraina, Amerika dan Chile, Indonesia masuk dalam 20 besar institusi
negara yang memiliki frekuensi tinggi dalam megeluarkan tweets (Twiplomacy,
2014). Dua akun institusi pemerintah Indonesia yaitu @IstanaRakyat dan
@setkabgoid masing-masing mengeluarkan lebih dari 10 tweets per hari. Akun
Twitter Istana Untuk Rakyat (@IstanaRakyat) mengeluarkan rata-rata 13.37
tweets
sehari
sedangkan
Sekretariat
Kabinet
(@setkabgoid)
rata-rata
mengeluarkan 13.21 tweets dalam satu hari.
Kehadiran media sosial kini telah membentuk interaksi yang baru antara
pemerintah dan masyarakat. Media sosial dinilai sebagai sarana yang lebih efisien
dalam membangun relasi dengan masyarakat bagi pemerintah. Maka dari itu
pemerintah semakin mendorong pemanfaatan media sosial. Hal tersebut didukung
dengan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara, yang
mengajak humas pemerintah membuat akun media sosial untuk mnghilangkan
sekat antara pemerintah dengan masyarakat (Purwoko, 2015). Pada pemerintahan
demokratis seperti Indonesia ini, dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi,
ketersediaan
kanal
komunikasi
yang
menghubungkan
rakyat
dengan
penyelenggara negara. Kanal komunikasi ini penting sebab pemerintah sebagai
penyelenggara negara berkewajiban untuk mendengarkan aspirasi warganya,
sekaligus bertanggung jawab langsung pada warganya. Kanal terbuka akan
memungkinkan pengawasan secara langsung, yang juga merupakan poin penting
di dalam demokrasi. Media sosial, merupakan salah satu jawaban efisien untuk
sarana atau kanal komunikasi yang terbuka yang dibutuhkan.
51
C. Partisipasi dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Media Sosial di
Bidang Pemerintahan
Setelah melihat bagaimana pemerintah diberbagai negara menggunakan
media sosial, pertanyaan yang kemudian muncul ialah bagaimana masyarakat
merespon penggunaan tersebut. Apakah masyarakat tertarik dan berpartisipasi?
Tentu saja harapannya masyakarat tertarik dan berpartisipasi. Sebab, apabila pada
kenyataannya masyarakat tidak tertarik dan berpartisipasi berarti tidak ada
dukungan dari masyarakat. Padahal masyarakatlah target utama dari pemanfaatan
ini.
Beberapa institusi pemerintah di seluruh dunia memiliki pengikut atau
massa di media sosial yang cukup besar (Mickoleit, 2015). Akun media sosial
pemerintah Amerika @WhiteHouse dan akun @Number10Gov milik pemerintah
Inggris menunjukan angka yang cukup tinggi untuk pengikutnya di Twitter. Dua
akun itu berada di angka jutaan pengikut, juga dengan pengikutnya di Facebook.
Namun, popularitas dan antusiasme warga sebenarnya tidak semata bisa
diukur secara kuantitas. Sebab pengukuran dari sisi kuantitas semata
menimbulkan banyak sisa pertanyaan seperti ―fake followers‖ dan ―fake likes‖.
Bisa jadi angka pengikut pada media sosial yang tinggi tidak sepenuhnya karena
antusiasme masyarakat yang tinggi pula. Maka, sebenarnya tidak ada cara yang
benar-benar sempurna untuk mengukur kepopuleran media sosial dan antusiasme
masyarakat. Tetapi, salah satu cara yang masih bisa digunakan untuk
menggambarkannya adalah dengan mengomparasi aktivitas di media sosial
pemerintah yang sudah ada baik dari sisi kepopuleran lewat followers dan likes
juga dari sisi interaksinya. Maksudnya adalah melihat bagaimana keaktifan
pemerintah di media sosial, dan mengomparasi dengan tingkat interaksinya.
Sebab, keaktifan dari aktivitas media sosial memiliki korelasi untuk mendongkrak
kepopuleran media sosial tersebut.
Keaktivas media sosial pemerintah sangat beragam di seluruh dunia.
Beberapa pemerintah menonjol dengan memberikan 70 tweets atau pesan dalam
52
satu hari, misalnya negara Meksiko dengan akun media sosial @PresidenciaMX
dan @gobrep. Beberapa negara Amerika Latin memiliki frekuensi aktivitas di
media sosial yang tinggi pula seperti Republik Dominic, Kolombia, Venezuela,
Bolivia dan Ekuador. Berikut adalah tabel kalkulasi statistic negara-negara dengan
frekuensi aktivitas Twitter yang tinggi, dilansir dari tulisan Mickoleit (2015)
―Social Media Use By Governments”.
Tabel 2.1 Most frequency government institutions tweeters 2014
Sumber: Twiplomacy 2014
Sedangkan dari sisi interaksi, pertama dapat dilihat dari jumlah pengikut
media sosial. Menurut Mickoleit (2015) data dari Twiplomacy (2014) dan World
Bank (2013), setidaknya terdapat Sembilan negara yang akun media sosial
institusinya memiliki pengikut paling banyak pada tahun 2014.
53
Tabel 2.2: Most followed government institutions on Twitter 2014
Sumber: Mickoleit‟s calculations based on Twiplomacy 2014 and World Bank population data
2013
Selain itu, untuk melihat antusiasme dan partisipasi masyarakat di
berbagai negara dalam kegiatan media sosial pemerintah setidaknya dapat
tercermin dari interaksi re-tweets. Re-tweets adalah kegiatan menyalin tweets
untuk dibagikan kepada pengguna lain. Berikut adalah gambaran angka interaksi
re-tweets yang terjadi di akun pemerintah beberapa negara.
54
Tabel 2.3 Most re-tweeted government institutions on Twitter 2014
Sumber: Twiplomacy 2014
Di Indonesia sendiri, kehadiran media sosial di pemerintahan Indonesia
rupanya secara umum mendapat respon cukup positif dari masyarakat. Respon
dikatakan cukup baik dilihat dari jumlah pengikut akun media sosial milik
pemerintah. Beberapa daerah, terutama yang penetrasi internetnya tinggi,
memiliki jumlah pengikut dengan jumlah yang banyak. Hanya saja, harus diakui
bahwa masih ada beberapa akun media sosial milik pemerintah yang minim
pengikut dan aktivitas karena keterbatasan infrastruktur dan juga tidak adanya
aktivitas yang dilakukan pemerintah di akun tersebut.
Beberapa akun media sosial kepala daerah di Indonesia mendapat banyak
pengikut. Akun Twitter @Jokowi kini diikuti lebih dari 3 juta akun lainnya. Akun
@Pak_JK pun mendapat jumlah pengikut lebih dari 1,6 juta akun. Sedangkan
salah satu primadona pejabat media sosial, @ridwankamil memiliki pengikut
lebih dari 1,18 juta. Akun-akun resmi lembaga pemerintahan memiliki pengikut
yang lebih sedikit berkisar di angka ribuan, misalnya @BNBP_Indonesia yang
hanya memiliki pengikut sebesar 49 ribu saja.
55
Hanya saja, pengikut akun media sosial yang jumlahnya cukup tinggi ini
rata-rata masih berasal dari daerah perkotaan yang terpapar internet setiap hari.
Terpapar internet disini maksudnya adalah warga terbiasa menggunakan internet
sebagai salah satu media utama meraih informasi. Beberapa akun media sosial
daerah kota atau kabupaten tidak seramai akun media sosial kepala daerah
perkotaan.
Partisipasi warga terhadap media sosial pemerintah tidak hanya bisa
dilihat dari besarnya angka pengikut akun media sosial. Beberapa langkah nyata
masyarakat ikut memanfaatkan media sosial untuk pengawasan pemerintah juga
mencerminkan partisipasi. Media sosial di Indonesia sering digunakan untuk
mendukung akuntabilitas pemerintah. Pada tahun 2012, Persatuan Pelajar
Indonesia menggunakan Facebook dan Twitter untuk melaporkan pejabat yang
diduga melakukan penghamburan uang dengan berbelanja di Berlin (Harvey,
2014: 671).
Antusiasme dan partisipasi warga terhadap pemanfaatan media sosial bisa
dilihat baik dari sisi kuantitas maupun beberapa kasus partisipasi yang terjadi. Di
era digital seperti ini, beruntung masyarakat masih memiliki ketertarikan dan mau
berpartisipasi. Apabila pemerintah dapat mengembangkannya jumlah pengikut
tidak hanya akan menjadi sebatas angka, namun berpotensi untuk membuat
pembangunan menjadi semakin baik lagi.
D. Dampak pada Persoalan Sosial
Penggunaan media sosial di pemerintahan bukanlah tanpa tujuan. Secara
general, seluruh program pemerintah termasuk penggunaan media sosial ditujukan
tentunya untuk membantu pembangunan menjadi lebih baik. Lebih spesifik,
penggunaan media sosial ditujukan untuk menghadirkan negara lebih dekat
dengan rakyat dan membangun partisipasi masyarakat.
Di Chili, Fiji dan India, penggunaan media sosial dan teknologi di bidang
pemerintahan telah menunjukan beberapa dampak perubahan positif, terutama
56
dalam hal mendukung kemajuan pembangunan. Di Chili, sistem e-procurement
ChileCompra telah digunakan untuk memungkinkan pemerintah dan warga
membandingkan biaya tawaran-ke dan jasa yang dibeli pemerintah (mirip dengan
tender proyek di Indonesia). Lebih dari 500 tawaran harga jasa outsourcing dari
lebih dari 6.000 penyedia disertakan di dalam sistem (Shim & Eom, 2008). Sistem
ini berhasil menghemat sekitar $ 150 juta pertahun dengan mencegah inflasi yang
diakibatkan korupsi oleh kontraktor dan pejabat. Guna mengurangi korupsi sistem
ini diperluas di bisnis-bisnis kecil yang bisa berpartisipasi dalam proses
penawaran pemerintah (Heeks, 2005).
Selain itu, penggunaan teknologi dan media sosial di Fiji pun telah
menunjukan hasil perubahan positif di persepsi publik terhadap korupsi
pemerintah. Persepsi publik terhadap tingkat korupsi membaik dan ada kenaikan
respon dari pemerintah terhadap kebutuhan dari masyarakat (Pathak, Naz,
Rahman, Smith & Agarwai, 2009).
Sedangkan di India, catatan properti pedesaan telah didigitalisasi secara
online sehingga meningkatkan kecepatan dan pembaharuan akses. Secara
bersamaan, langkah ini juga menghapus peluang bagi para pejabat lokal untuk
menerima suap seperti yang sebelumnya merajalela (Bhatnagar, 2003). Salah satu
sistem catatan tanah online di India, tepatnya di Karnataka, diperkirakan
menyelamatkan 7 juta petani, 1,32 juta hari kerja dan Rs. 806 juta suap terhadap
pejabat lokal dalam beberapa tahun pertama pemanfaatannya. Sebelum
diberlakukan sistem ini, rata-rata pertukaran tanah membutuhkan Rs. 100 untuk
suap. Sementara, penggunaan sistem ini hanya membutuhkan biaya Rs.2. (World
Bank, 2004).
Di Indonesia sendiri, penggunaan media sosial di kalangan pemerintahan
untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat juga sudah menunjukan beberapa
dampak positif. Salah satu contoh dari kesusksesan pemanfaatan media sosialoleh
pemerintah guna menanggulangi salah satu masalah sosial adalah Peta Jakarta.
Peta Jakarta merupakan platform yang dikelola atau dipimpim oleh SMART
57
Infrastructure Facility bekerjasama dengan BPBD DKI Jakarta dan Twitter. Peta
Jakarta memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mengumpulkan, memilah dan
menampilkan informasi tentang banjir bagi warga Jakarta secara real time. Peta
Jakarta merupakan platform yang konsepnya menyerupai Floodtags milik
pemerintah Belanda. Proyek ini berjalan aktif pada Desember 2014 hingga Maret
2015. Selama proyek ini berlangsung, warga Jakarta dapat melaporkan lokasi
banjir melalui media sosial Twitter yang kemudian terintegrasi dengan tampilan
peta di Peta Jakarta (Holderness, TT).
Gambar 2.4 Salah satu twit BPBD Jakarta berkaitan dengan Peta Jakarta
Sumber: www.twitter.com/BPBDJakarta
Peta Jakarta memudahkan pemerintah untuk mengetahui pemetaan banjir
dan mempercepat proses penanggulangan. Selain itu, Peta Jakarta juga
memudahkan warga Jakarta lain mengetahui daerah mana saja yang terkena banjir
sehingga bisa menghindarinya untuk efisiensi perjalanan. Informasi dari media
sosial yang dimanfaatkan pemerintah ini bisa menolong baik pihak pemerintah
maupun warga sekaligus.
Selain itu dari sisi masyarakat pun menunjukan dukungan dan dampak
positif penggunaan media sosial di pemerintahan. Muncul beragam inisiatif dan
dukungan dari masyarakat. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam
mendukung penggunaan media sosial pemerintah tercermin di komunikasi
58
bencana. Salah satunya yaitu saat bencana erupsi gunung Kelud. Pada saat itu,
masyarakat ikut ambil andil di dalam fase pemulihan melalui media sosial.
Bantuan dari masyarakat ini memudahkan pemerintah dalam menanggulangi
bencana. Tidak hanya membagi informasi seputar kebencanaan seperti @BNPB
masyarakat ikut membantu dengan berinteraksi melalui media sosial.
Partisipasi masyarakat tersebut tercermin dari bantuan masyarakat
menginfokan kebutuhan logistik di tempat pengungsian. Beberapa pengguna
Facebook ikut membantu menginfokan kebutuhan pengungsi seperti makanan,
pakaian dan obat-obatan. Hal ini memudahkan kerja dari tim penanggulangan
bencana sebab semakin banyak dan semakin luas indormasi tersebar, semakin
besar peluang bantuan bertambah (ICTworks, 2014)
Gambar 2.5 Salah satu status masyarakat yang membantu upaya recovery paska
erupsi gunung Kelud
Sumber: http://www.ictworks.org/2014/04/09/how-indonesians-are-using-ict-and-socialmedia-for-disaster-management/
Iniaiatif lain dan pemanfaatan media sosial yang dibuat oleh masyarakat
adalah Sebangsa (One Nation), sebuah aplikasi media sosial untuk berbagi
informasi dan keluhan kepada pihak pemerintah. Sebangsa memiliki interface
yang hampir sama dengan Facebook, Twitter dan LINE, hanya saja interaksi di
dalamnya berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia. Sebangsa
merupakan inisiatif dari masyarakat, dimotori oleh Enda Nasution dan pada tahun
2014 mulai diluncurkan dalam masa uji coba.
59
Gambar 2.6 Tampilan dasboard media sosial Sebangsa
Sumber:http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/01/21/sebangsa-puts-an-indonesianspin-on-social-media/
Salah satu fokus perhatian Sebangsa adalah penanganan kondisi darurat di
Indonesia. Indonesia, tidak memiliki hotline darurat seperti 911 di Amerika
Serikat, sehingga menimbulkan banyak kebingungan untuk bantuan ketika
dibutuhkan. Sebangsa menyediakan fitur ―Sebangsa911‖ yang memungkinkan
pengguna untuk melaporkan keadaan darurat, misalnya seperti banjir dan
kebakaran, dan menyediakan link ke layanan darurat 24 jam seperti polisi, petugas
medis, dan SAR. Di dalamnya terdapat fitur pelacakan dan tombol panik yang
memungkinkan pengguna mengkategorikan berbagai macam keadaan darurat.
Bahkan, disediakan fitur ―Supernatural‖ untuk menghubungan pengguna dengan
pihak yang mampu menanggulangi keadaan darurat yang bernuansa mistis
kedaerahan.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung penggunaan media sosial
oleh pemerintah guna mengatasi berbagai masalah sosial masih beragam. Tingkat
partisipasi dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur terutama paparan internet
masyarakat. Ada banyak cara partisipasi, mulai dari ikut serta dalam aktivitas
media sosial pemerintah, hingga membangun inisiatif untuk membantu atau
meringankan kerja pemerintah menjadi lebih baik. (Schonhardt, 2015).
60
Berdasarkan paparan mengenai manfaat penggunaan media sosial bagi
masalah sosial sepertinya kita akan sepakat bahwa apabila dimanfaatkan dengan
benar dan kreatif maka media sosial bisa digunakan sebagai salah satu kanal untuk
memudahkan penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Pemerintah hanya perlu
lebih jeli memanfaatkan setiap peluangnya. Meskipun begitu, masih ada banyak
―PR‖ bagi pemerintah. Sebab, permasalahan tidak hanya ada di perkotaan, yang
memiliki akses internet dan media sosial yang baik. Permasalahan ada di seluruh
wilayah Indonesia, dan perlu dipikirkan bagaimana penyelesaian terbaiknya.
61
BAB III
Gambaran Umum LAPOR!
A. Sejarah Kelahiran LAPOR!
Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) diperkenalkan
pemerintah sebagai sebuah aplikasi media sosial untuk melibatkan partisipasi
publik dan meningkatkan interaksi dua arah antara masyarakat dan pemerintah
dalam pengawasan program-program pembangunan. Melalui Booklet LAPOR! #1,
pemerintah menginformasikan bahwa partisipasi dan interaksi dari masyarakat
umum ini dijaring melalui penerimaan dan tindak lanjut aspirasi dan pengaduan
yang terdokumentasi dalam sistem aplikasi LAPOR!. Laporan dapat kembali
terarsip secara online dan dapat diakses dengan mudah secara online oleh publik
melalui tampilan timeline. Di dalamnya publik pun dapat melakukan interaksi
dengan pemerintah dalam rangka mengawasi pengaduan masyarakat.
LAPOR! digunakan untuk dapat membantu berbagai lapisan masyarakat
dalam memberikan aspirasi, opini, pengaduan hingga permintaan informasi serta
menjadi media penyelesaian masalah yang dilaporkan. LAPOR! juga diklaim
pemerintah berpotensi menjadi cikal bakal terwujudnya satu portal pengaduan
nasional yang terintegrasi di Indonesia. Saat ini, LAPOR! merupakan insiatif
pertama yang dibuat pemerintah untuk menghubungkan instansi-instansi yang ada
di pemerintah dan mengelola aduan di dalam satu sistem. LAPOR! kini terhubung
dengan 81 Kementrian dan Lembaga, 5 Pemda dan 44 BUMN. Hingga kini
LAPOR! terus berupaya menghubungkan seluruh instansi pemerintah dengan
sistemnya untuk mengelola aduan masyarakat. LAPOR! hingga kini terus
berupaya menjembatani instansi pemerintah dalam menerima dan mengelola
aduan masyarakat.
Berdasarkan wawancara dengan manager program LAPOR!, diketahui
bahwa awal mula kemunculan LAPOR! bermula dari tahun 2011. Pada tahun
2011, Indonesia mendeklarasikan diri bergabung dengan Open Government
62
Partnership dan menjadi satu dari delapan negara pendiri deklarasi keterbukaan
pemerintah. Tujuh negara lain pendiri Open Government Partnership ialah Brazil,
Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina, Norwegia, Meksiko dan Inggris.
Open Government Partnership merupakan insiatif multilateral yang
bertujuan untuk mengikat dan menguatkan komitmen pemerintah untuk
mempromosikan transparansi, pemberdayaan masyarakat, memerangi korupsi dan
memanfaatkan teknologi baru dalam memperkuat pemerintahan. OGP secara
resmi diluncurkan pada tanggal 20 September 2011 dengan deklarasi yang
dilakukan oleh 8 negara (Brazil, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina,
Norwegia, Meksiko, Indonesia dan Inggris). OGP memiliki semangat kolaborasi
multi-stakeholders dengan memaksimalkan pengawasan baik dari sisi pemerintah
sendiri maupun dari masyarakat. Negara yang ingin menjadi anggota OGP harus
mendukung deklarasi pemerintahan terbuka, memberikan rencana aksi dan
bekomitmen untuk melakukan pelaporan progress negara kedepan. OGP memiliki
visi untuk membuat lebih banyak pemerintah menjadi lebih transparan, akuntabel
dan responsif terhadap masyarakatnya. Visi tersebut diikuti dengan terwujudnya
peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang setara dengan peningkatan
pelayanan yang diterima oleh masyarakat.
Indonesia bergabung dengan OGP dan bergerak dengan nama Open
Govenrment Indonesia (OGI). Keikutsertaan Indonesia dalam deklarasi OGP ini
bermula dari keterbukaan informasi publik yang dinilai pemerintah membuat
masyarakat Indonesia menjadi meningkat tingkat kritismenya. Masyarakat
Indonesia kini lebih menyadari haknya dan mulai berkemauan untuk ikut serta
dalam proses tata kelola pemerintah. Melihat kondisi tersebut, instansi publik
haruslah siap beradaptasi dan berkomitmen meningkatkan kualitas kerjanya.
Sejalan dengan hal di atas, ada dorongan untuk terciptanya pemerintahan
yang lebih transparan dan masyarakat yang lebih partisipatif. Maka Indonesia
memutuskan bergabung dengan gerakan bersama ini. Bergabungnya Indonesia ke
OGP ini diharapkan membawa dampak positif. Pelayanan yang bersentuhan
63
langsung dengan kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan
transportasi, diharapkan dapat menjadi lebih baik. Akuntabilitas anggaran, yang
notabene berasal dari uang rakyat, juga diupayakan agar menjadi lebih jelas
pertanggungjawabannya. Masyarakat dapat ikut serta berpartisipasi dalam
pengawasan
pembangunan,
sehingga
dapat
ikut
serta
pula
melakukan
pembangunan negara.
Langkah keikutsertaan Indonesia dalam Open Government Partnership
tersebut kemudian diejawantahkan pemerintah dalam sebuah inisiatif program.
Inisitif program yang dibuat ialah dengan membangun sarana pengaduan. Sarana
pengaduan dipilih karena empat alasan dan peluang.
Pertama, refleksi dan peninjauan sarana pengaduan selama ini. Selama ini,
belum tersedia sarana pengaduan yang dapat menghubungkan keluhan masyarakat
pada kementrian dan lembaga yang relevan. Masyarakat diadapkan pada sarana
pengaduan yang beragam dan bervariasi. Ada beragam pintu pengaduan yang
harus dikenali dan dimengerti oleh masyarakat untuk menyampaikan aduannya.
Jika dicocokan dengan karakter masyarakat Indonesia, kondisi ini
sangatlah tidak ideal. Karakter masyarakat Indonesia sampai saat ini masih belum
menjadi masyarakat mandiri yang mencari informasi detil dan prosedur
pengaduan sendiri. Kebanyakan masyarakat hanya merasa pemerintah perlu
bertindak jika ada masalah, tidak peduli pihak pemerintahan yang mana yang
sebaiknya menanggulangi. Apalagi banyaknya birokrasi semakin membuat
masyarakat menjadi bingung dan kerumitan ketika ingin mengadu. Padahal, di
dalam pengelolaan pengaduan universal terdapat prinsip No Wrong Door Policy
yang mengharuskan kemanapun aduan masyarakat, aduan tersebut harus sampai
ke pihak yang berwenang.
Gibran, manajer program LAPOR!, memberikan contoh sederhana
kebingungan masyarakat yang belum siap untuk mengadapi kanal birokrasi yang
sangat banyak di Indonesia.
64
“Contoh paling gampang tentang jalan. Jalan itu ada banyak
kewenangannya. Jalan nasional itu kewenangan kementrian PU, jalan
provinsi itu kewenangan pemerintah provinsi, jalan kabupaten kota
kewenangan Pemkab atau Pemkot. Kalau masyarakat mengadu soal jalan
nasional ke Pemkot, tidak ditindaklanjuti.” (Wawancara Gibran, Kantor
eks.UKP4, 6 Juni 2015).
Pengetahuan masyarakat yang masih minim mengenai kewenangan dan
tanggungjawab pemerintah membuat kebingungan terkadang muncul ketika ada
yang ingin dikeluhkan. Itulah kondisi yang kemudian ingin dibantu oleh LAPOR!
untuk diselesaikan. Kebingungan masyarakat tersebut perlu dibantu. Jangan
sampai karena kebingungan tersebut akhirnya berakibat pada ketidakinginan
masyarakat untuk mengadu dan menyampaikan aspirasinya.
Kondisi kedua yang mendorong kemunculan layanan aduan ialah tidak
terintegrasinya sarana pengaduan yang selama ini sudah ada. Aduan-aduan yang
ada saat ini belum terintegrasi dan masih ―bertebaran‖ tanpa sebuah sistem yang
rapi. Pemerintah memiliki keinginan untuk menghubungkan kanal-kanal yang
sudah ada (bukan menggantikan) sehingga akan ada integrasi antar sistem yang
memudahkan penanganan dan respon.
Keinginan untuk mengintegrasikan antar sistem pengaduan oleh
pemerintah ialah untuk mencapai dua tujuan. Pertama, pemerintah ingin
mengelola pengaduan secara efisien dengan mencegah duplikasi penanganan.
Apabila sistem terintegrasi satu sama lain maka kontrol terhadap aduan dapat
lebih besar sehingga potensi penanganan ganda akan lebih kecil dan membuat
kerja semakin efisien. Kedua, pemerintah ingin mendapatkan data nasional. Data
nasional bisa beragam, mulai dari data permasalahan di kementrian, data
pemetaan persebaran suatu masalah ataupun data mengenai daerah dengan masala
yang paling sering dihadapi. ―Semakin banyaknya lembaga yang terhubung dan
intergrasi kanalnya, maka kita dapat satu data yang utuh dan tidak terpisah-pisah.‖
ujar Gibran, project leader LAPOR!, pada kesempatan wawancara dengan
peneliti. Data nasional ini nantinya dapat berguna untuk membantu pengambilan
keputusan dan kebijakan.
65
Alasan lain yang melatarbelakangi kemunculan LAPOR! ialah kondisi
sarana pengaduan yang telah ada saat ini yang kebanyakan masih menggunakan
media konvensional. Media konvensial yang dimaksud disini adalah media
konvensional untuk menyampaikan aduan seperti SMS, surat, surat pembaca di
surat kabar dan website. Meskipun website sebenarnya tidak bisa disebut media
konvensional lagi, namun di dalam website untuk sarana pengaduan belum ada
sebuah sistem yang akuntabel dan transparan.
Media konvensional seperti surat fisik, surat pembaca di surat kabar, SMS
dan email website tidak cukup efektif untuk mewadahi aduan dan aspirasi negara
kepulauan seperti Indonesia. Jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia yang
berbukit-bukit, dipisahkan perairan dan juga jarak antar daerah yang jauh
membuat media konvensional tidak efektif dari segi waktu, biaya dan jarak.
Kondisi diperparah dengan keadaan birokrasi Indonesia yang berbelit. Birokrasi
berbelit yang dimaksud adalah ada banyaknya jumlah lembaga di pemerintahan.
Saat ini terdapat 559 pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi, 80-an
kementrian lembaga di pemerintah pusat dibawah presiden, dan beragam lembaga
lain seperti DPR, MK dan KY. Kondisi birokrasi yang berbelit dan bertingkat ini
membutuhkan media yang efektif. Oleh karena itu, apabila mengandalkan media
konvensional untuk sarana pengaduan masyarakat akan semakin tidak efektif.
Selain itu, media konvensional juga tidak cukup representative. Di lain
sisi, media baru cenderung lebih bersifat publik dan terbuka. Setiap orang dapat
bergabung, berpartisipasi dan dilihat oleh orang lain setiap aktivitasnya. Sehingga
baik pemerintah maupun masyarakat interaksinya akan dapat dipantau oleh
publik. Kemampuan keterbukaan ini tidak dimiliki oleh media konvensional
seperti surat dan e-mail di website.
Alasan terakhir dari kelahiran LAPOR! ialah dari segi kondisi sosial
kemasyarakatan orang Indonesia di media sosial. Masyarakat Indonesia yang
berjumlah besar dan sangat heterogen menimbulkan beragamnya perspektif
masyarakat. Salah satunya ialah perspektif mengenai kinerja pemerintah yang
66
dicurahkan melalui media sosial. Ada banyak pandangan, pemikiran dan juga
gagasan yang dituangkan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk
menunjang kinerjanya. Apabila segala curahan perspektif masyarakat yang
beragam tersebut tidak ditampung tentunya akan sangat disayangkan. Media
sosial kemudian dirasa dapat memfasilitasi berbagai perspektif masyarakat yang
ada sehingga tidak hanya terpendam tapi dapat dicurahkan dan dikelola oleh
pemerintah.
Selain pertimbangan empat permasalahan yang melatar belakangi tersebut,
ada pula peluang yang dijadikan bahan pertimbangan keputusan pembuatan
LAPOR! yaitu pemanfaatan teknologi di Indonesia. Pengguna ponsel di Indonesia
jumlahnya merupakan salah satu yang terbesar di dunia, bahkan lebih banyak dari
jumlah penduduknya. Sebanyak 308.2 juta masyarakat atau sekitar 121% dari
jumlah penduduk menggunakan telepon genggam (TechinASIA, 2015).
Penggunaan internet juga meningkat pesat dan pengguna media sosial pun
menunjukan pertumbuhan yang mengesankan. Berdasarkan infografis yang
dikeluarkan TechinASIA (2015), pengguna media sosial bertambah 16% sejak
Januari 2014 hingga Januari 2015.
Gambar 3.1: Infografis digital Indonesia
(Sumber:
https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-
indonesia/)
67
Gambar 3.2: Annual growth digital statistic
Sumber:
https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-
indonesia/
Oleh karena itu, keputusan membuat sarana pengaduan dirasa tepat
sebagai inisiatif untuk membawa perubahan bagi Indonesia. Platform ataupun
sistem yang dipilih berbasis media sosial dengan mengintegrasikan sistemnya
secara nasional. Akhirnya, pada tahun 2012 LAPOR! resmi dibuat dan
diluncurkan.
B. Pilihan Kanal
Pertimbangan permasalahan dan peluang berupa teknologi
yang
disampaikan diatas melatarbelakangi kemunculan LAPOR! yang kemudian
mengarah pada keputusan pemilihan kanal-kanal untuk sistem aduan. Kanal-kanal
yang dipilih oleh LAPOR! untuk menerima aduan hingga Juli 2015 ada 3 yaitu
SMS, aplikasi pada smartphone dan juga website. Namun, LAPOR! tidak menutup
kemungkinan menerima aduan offline.
Pemilihan kanal ini didasari beberapa pertimbangan. Pertimbangan
mendasar dalam memilih ketiga kanal itu ialah untuk menciptakan kemudahan
baik untuk pemerintah maupun masyarakat. Dilihat dari sisi masyarakat,
68
pemilihan ketiga media itu didorong oleh fakta bahwa hampir semua orang di
Indonesia memiliki telepon genggam. Pengguna telepon genggam di Indonesia
termasuk tinggi. Berdasarkan infogarfik TechinASIA mengenai Digital Statistic
Indonesia (2015) 121% dari populasi masyarakat Indonesia menggunakan telepon
genggam. Jumlahnya bahkan melebihi jumlah populasi penduduknya sendiri.
Pengelola
LAPOR!
melalui
manajer
programnya,
Gibran,
memberikan
pandangannya mengenai fenomena telepon genggam di Indonesia yang kemudian
melatarbelakangi alasan pemilihan kanal LAPOR!.
“Hampir semua orang Indonesia sudah punya handphone dikantong
masing-masing. Harapannya, ketika mereka lihat jalan rusak langsung
SMS 1708 kalau ada jalan rusak disini dan dia bisa langsung lapor.”
(Wawancara Gibran, Kantor Eks.UKP4, 6 Juni 2015).
Sementara dari sisi pemerintah, keputusan untuk memilih ketiga kanal
yang berorientasi dan memanfaatkan teknologi ialah agar semua pesan bermuara
di satu sistem. Teknologi memungkinkan pemerintah untuk dapat mengumpulkan
pesan yang masuk melalui SMS, apps, maupun web pada sistem LAPOR! dengan
lebih mudah.. Sistem LAPOR! pula yang akan mengelolanya dan mengantar pesan
ke lembaga terkait sehingga lebih rapi, mudah dan tepat sasaran. Apabila
menggunakan media konvensional seperti surat fisik yang tidak berorientasi
teknologi tentunya akan sulit bagi pemerintah untuk bekerja secara efektif.
Pemerintah perlu bekerja dua kali untuk menerima pesan dan mengelompokannya
secara manual. Teknologi membantu mengelompokan pesan dengan lebih praktis.
Pemilihan tiga kanal memiliki tujuan untuk merangkul semakin banyak
orang untuk berpartisipasi. Tiga kanal diharapkan dapat merangkul masyarakat
yang menggunakan masing-masing media. Selain itu, tiga kanal dibuka untuk
semakin menghadirkan LAPOR! dekat dengan masyarakat.
Selain pemilihan tiga kanal, ketiga kanal LAPOR! tersebut diintegrasikan
secara nasional. Terdapat 2 tujuan mengintegrasikan data aduan secara nasional.
Pertama, pengintegrasian data laporan dan aduan akan membuat pengelolaan
pengaduan menjadi efsisien dan mencegah duplikasi penanganan. Apabila data
69
aduan tidak terintegrasi secara nasional akan sangat besar peluang ketidakjelasan
penanganan yang dapat berujung pada ketidakefektifan kerja. Bisa saja lembaga A
dan B menangani aduan yang sama tanpa koordinasi sebelumnya. Pengintegrasian
data pengaduan ini dibuat agar tidak ada duplikasi dan kerja menjadi lebih efektif.
Tujuan yang kedua ialah agar dapat diwujudkan dan didapatkannya data
nasional. Semakin banyak kementrian, lembaga dan instansi pemerintah yang
terhubung dan saling terintegrasi maka akan semakin banyak data yang
terintegrasi pula. Data-data tersebut merupakan data yang berkaitan dengan
keluhan masyarakat yang dapat diolah menjadi data statistik nasional. Data-data
yang terintegrasi akan menghasilkan satu data yang utuh, tidak terpisah-pisah.
Misalnya saja data mengenai Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Apabila
instansi yang berkaitan dengan bidang kesehatan mulai dari yang terkecil hingga
di pusat terhubung di satu sistem maka dapat dipetakan persoalan-persoalan apa
yang paling banyak dikeluhkan masyarakat berkaitan dengan kesehatan. Dapat
pula dipetakan permasalahan dari segi masalah misalnya daerah mana yang paling
banyak mengalami masalah BPJS, daerah mana yang mengalami kekurangan
infrastruktur dan juga lainnya.
Di dalam sistem LAPOR! yang berbasis teknologi semua data akan
terarsip dan dapat dilacak, dikelola dengan lebih mudah. Data-data yang
didapatkan dari aduan ini disuguhkan secara realtime dalam Statistik LAPOR!.
Statistik ini diletakan di website LAPOR! dan akan diperbaharui setiap harinya
setiap pukul 04.00 WIB. Inventarisasi dan rangkuman data nasional ini dapat
digunakan sewaktu-waktu oleh pemerintah ketika membutuhkan data untuk
pertimbangan pengambilan kebijakan.
Guna mencapai tujuannya tersebut pemerintah memaksimalkan tiga kanal
yang sudah ada saat ini. Selain itu, pengelola LAPOR! pun terus mengembangkan
kanalnya. Hingga Juli 2015, pengelola tengah melakukan pengembangan kanal
melalui tagar atau hastag (#) Twitter. Selain itu pengelola juga menerima aduan
70
melalui kanal offline untuk didigitalisasi dan dimasukan ke dalam sistem aduan
LAPOR!.
C. Prinsip-prinsip Pengelola
Di dalam mengelola sistem pengaduan nasional LAPOR! terdapat tiga
prinsip yang diusung yaitu mudah, terpadu dan tuntas. Tiga prinsip ini yang selalu
diupayakan LAPOR! dalam setiap langkah yang diambil. Prinsip ini diaplikasikan
tidak hanya dalam sistem pengelolaan namun juga pada fitur-fitur LAPOR!.
Prinsip mudah diusung LAPOR! untuk mengakomodir aksesibilitas semua
lapisan masyarakat. Prinsip ini diimplementasikan di dalam tiga aspek. Pertama,
melalui kanal yang dipilih dan dimanfaatkan LAPOR!. LAPOR! menggunakan
tiga kanal utama yang mudah diakses masyarakat yaitu melalui SMS, website
serta aplikasi mobile melalui Blackberry dan Android. Selain itu, LAPOR! juga
tidak menutup aduan dan aspirasi melalui media konvensional seperti surat fisik
dan telepon. LAPOR! akan membantu mendigitalisasi setiap aduan dan
memberikan kemudahan pilihan akses bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kedua, LAPOR! memudahkan akses untuk membangun transparansi.
Laporan-laporan masyarakat berikut dengan interaksinya terdokumentasi dengan
baik dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendukung
transparansi. Fitur lacak dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat untuk
memudahkan pengawasan dan pengawalan terhadap aduannya. Kemudahan akses
ini juga memungkinkan adanya diskusi publik tidak hanya dua arah, namun juga
tiga arah antara pelapor, pemerintah dan masyarakat umum.
Ketiga, LAPOR! memungkinkan adanya fitur penambahan data dukung.
Data dukung digunakan untuk memberikan informasi pendukung yang
menguatkan dan memperjelas laporan. Data dukung yang diberikan bisa berupa
foto, video, rekaman audio maupun dokumen lain seperti surat, peraturan
perundangan ataupun dokumen lainnya. Fitur ini memudahkan masyarakat untuk
membuat laporannya semakin jelas dan membuktikan kebenaran aduan. Selain
71
pihak pelapor, pihak pemerintah pun dimudahkan dengan fitur tersebut. Sebab,
tambahan data pendukung dapat memudahkan pemerintah mengetahui detil
pelaporan yang berguna untuk memberikan penyelesaiaan masalah yang lebih
baik.
Selain itu prinsip kemudahan juga diimplementasikan pada kemudahan
memberikan aduan melalui fitur laporan anonim dan laporan rahasia. Apabila
masyarakat merasa bahwa laporannya berpotensi memberi ancaman pada dirinya,
maka dia dapat menyembunyikan identitasnya melalui fitur anonim. Apabila
masyarakat menganggap bahwa laporan yang dia berikan selain dapat
memberikan ancaman juga bersifat sensitive, dia dapat memilik fitur anonim dan
rahasia sehingga selain identitasnya dirahasiakan, laporannya pun hanya dapat
diakses oleh pengelola dan lembaga terkait aduannya saja.
Prinsip kedua LAPOR! adalah terpadu. Prinsip ini berkaitan dengan
keterhubungan LAPOR! dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Saat ini LAPOR!
terhubung dengan 80 kementrian dan dimanfaatkan 5 pemerintah daerah dalam
mengelola aspirasi dan pengaduan masyarakat. LAPOR! mendisposisikan semua
laporan dan aduan ke berbagai lembaga terkait yang semuanya terhubung di
dalam sebuah sistem yang rapi.
Prinsip terpadu ini dibuat oleh LAPOR! untuk memudahkan dan
mengefektifkan komunikasi mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat SKPD
dibawah pemerintah daerah. Prinsip terpadu juga dibuat untuk merapikan dan
mengintegrasikan sistem pelayanan aduan secara nasional di Indonesia.
Keterpaduan ini juga mendorong no wrong door policy, yaitu kejelasan disposisi
laporan pada satu layanan aduan.
Prinsip LAPOR! yang ketiga adalah tuntas. LAPOR! mengedepankan
prinsip tuntas dalam menindaklanjuti aduan dan aspirasi yang masuk melaluinya.
Pada tindak lanjut ini, LAPOR! berperan sebagai pengawal aduan dan moderator
untuk koordinasi elektronik antar SKPD sehingga mempercepat koordinasi tindak
lanjut pengaduan. Prinsip tuntas ini pun didukung dengan indicator status
72
penyelesaian setiap laporan pada aplikasinya. Masyarakat dapat pula memberikan
dukungan maupun komentar pada setiap aduan sehingga semua pihak dapat
bersama-sama mengawasi penuntasan setiap laporan.
D. Tentang Pengelola
Pengelola LAPOR! adalah unit yang menjalankan tugas dan fungsi
keseharian pengelolaan induk LAPOR!. Pada awal terbentuknya, LAPOR! dikelola
oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pembangunan. UKP-PPP
merupakan
lembaga
bentukan
pemerintahan
Presiden
Susilo
Bambang
Yudhoyono. Namun, setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
berakhir dan digantikan dengan pemerintahan presiden Joko Widodo – Jusuf
Kalla, Unit Kerja Presiden dibubarkan. Sebagai gantinya, berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 26 Tahun 2015, dibentuklah Kantor Staf Presiden.
Kantor Staf Presiden dibentuk untuk memperkuat tugas dan fungsi Unit
Staf Kepresidenan untuk meningkatkan kelancaran pengendalian programprogram prioritas nasional dan penyelenggaraan komunikasi politik kepresidenan.
Selain itu, Kantor Staf Presiden juga memiliki tugas untuk melakukan
pengelolaan isu-isu strategis.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015, di dalam
melaksanakan tugasnya, Kantor Staf Presiden memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional
dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden;
b. Penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas
nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan;
c. Percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional;
d. Pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas
nasional;
73
e. Pengelolaan isu-isu strategis;
f. Pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi;
g. Penyampaian analisis data dan informasi strategis dalam rangka mendukung
proses pengambilan keputusan;
h. Pelaksanaan administrasi Kantor Staf Presiden; dan
i. Pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden.
Kantor Staf Presiden terdiri dari Kepala Staf Kepresidenan, Deputi dan
Tenaga Profesional. Kepala Staf Kepresidenan mempunyai tugas memimpin
pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden. Sedangkan Deputi ialah
mereka yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Staf
Kepresidenan. Deputi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Staf
Presiden sesuai bidangnya. Selanjutnya, Tenaga Profesional ialah mereka yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Deputi. Tenaga Profesional
terdiri dari:
a. Tenaga Ahli Utama;
b. Tenaga Ahli Madya;
c. Tenaga Ahli Muda; dan
d. Tenaga Terampil.
Berikut adalah susunan kepengurusan Kantor Staf Presiden dan nama
pejabat terkait per tanggal 2 September 2015:
a. Kepala Staf Kepresidenan: Teten Masduki
b. Deputi I Kepala Staf Kepresidenan: Darmawan Prasodjo
c. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan: Yanuar Nugroho
74
d. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan: Purbaya Yudhi Sadewa
e. Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan: Eko Sulistyo
f. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan: Andogo Wiradi
LAPOR! sendiri saat ini dipegang dan dikelola dibawah Deputi I Staf
Kepresidenan Republik Indonesia. Struktur Pengelola LAPOR! bersifat matriksfungsional yang terdiri dari Spesialis Administrasi, Spesialis Komunikasi, dan
Spesialis Pemrograman. Matriks-fungsional berarti setiap anggota pengelola tidak
hanya menjalankan satu pekerjaan saja melainkan lebih fleksibel. Seorang
pengelola dapat mengerjakan pekerjaan mulai dari pengembangan teknis hingga
ke promosi dan lain-lainnya. Saat ini pengelola harian LAPOR! berjumlah 4 orang
dibantu dengan 11 relawan magang. 11 relawan magang ini akan berganti setiap 3
bulan sekali dan mendapat training selama 1 minggu pertama setiap awal
periodenya.
Berdasarkan e-mail dari [email protected] kepada peneliti, berikut
adalah susunan pengelola LAPOR! per tanggal 12 Agustus 2015:
a. Manajer Program: M. M. Gibran Sesunan (Tenaga Ahli)
b. Spesialis Administrasi: Miranti Benacorry (Tenaga Ahli)
c. Spesialis Komunikasi: M. M. Gibran Sesunan (Tenaga Ahli)
d. Spesialis Pemrograman: Ferdy Alfarizka, Yoyok Heru Suprapto (Tenaga
Ahli)
e. Crypto Task Force: Bagian Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Kantor
Staf Presiden
Setiap divisi (spesialis) akan merumuskan IKU (Indikator Kerja Utama)
beserta dengan target-target kerja di awal tahun. IKU yang telah disusun akan
dievaluasi implementasinya setiap 3 bulan. IKU setiap divisi nantinya akan
75
diturunkan menjadi rencana aksi kerja. Rencana aksi kerja merupakan
perencanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh pengelola setiap periodenya.
Berikut adalah bagan dari pengelola LAPOR!:
Gambar 3.3: Struktur Pengelola LAPOR!
Sumber: http://blog.lapor.go.id/index.php/87-profil-pengelola
E. Alur Kerja LAPOR!
Alur kerja LAPOR! dimulai saat diterimanya laporan atau aduan melalui
sistem di beragam kanal. Kanal-kanal yang digunakan LAPOR! ialah SMS,
website dan apps pada smartphone. Namun, LAPOR! tidak menutup diri terhadap
laporan atau aduan offline melalui surat. Apabila masuk aduan offline maka aduan
akan di digitalisasi untuk masuk ke sistem yang dikelola oleh admin.
Melalui ―booklet LAPOR!”, LAPOR! secara resmi menjelaskan alur aduan
dari masyarakat masuk hingga ditanggapi oleh kementrian lembaga terkait dan
76
dinyatakan tuntas. Berikut adalah bagan untuk menggambarkan alur aduan yang
masuk di LAPOR!:
Gambar 3.4: Bagan Alur Kerja LAPOR!
Sumber: Booklet LAPOR! 1
Di kegiatan pengelola, setelah aduan masuk maka administrator akan
melakukan verifikasi laporan. Verifikasi dilakukan pertama untuk mengorganisir
laporan. Mengorganisir laporan maksudnya adalah memisahkan laporan yang
memang benar-benar merupakan sebuah laporan dengan pesan-pesan junk yang
tidak mengandung substansi aduan maupun aspirasi. Apabila pesan tidak jelas
substansinya, tidak mengandung substansi aduan, mengandung banyak kata-kata
aneh dan melanggar SARA serta tidak bermakna maka pesan tersebut merupakan
pesan yang dikategorikan dalam junk. Sedangkan apabila pesan mengandung
77
substansi aduan terhadap pelayanan publik dan pembangunan, laporan tersebut
dapat diterima untuk diproses lebih lanjut.
Verifikasi juga merupakan proses screening untuk menentukan apakah
laporan dapat diteruskan untuk disposisi, non diposisi, atau tidak sesuai sehingga
harus dihapus. Laporan yang dapat diteruskan disposisi ialah laporan yang
menyangkut pembangunan. Maksudnya, laporan yang dapat dikelola oleh
LAPOR! adalah laporan yang berkaitan dengan kinerja pemerintah dan pelayanan
publik. Kinerja pemerintah dan pelayanan publik yang dapat dilaporkan oleh
masyarakat adalah kinerja pemerintah dan pelayanan publik di segala level mulai
dari instansi terkecil di level desa hingga di pemerintah pusat. Laporan non
disposisi bersifat diskusi publik (bukan aduan pembangunan). Laporan ini tidak
mengandung substansi aduan kepada instansi tertentu, namun lebih kepada
pandangan pelapor terhadap sebuah isu publik. Pandangan ini dapat dijadikan
pematik diskusi publik sehingga tidak perlu didisposisikan ke suatu lembaga.
Sedangkan laporan gagal ialah laporan yang tidak memenuhi kriteria apapun
ataupun laporan tindak kriminal yang seharusnya dilakukan di pelaporan
kepolisian (missal: laporan kehilangan). Misalnya saja, pelapor melapor pada
LAPOR! mengenai kasus pencurian yang dia alami. Kasus pencurian ini tidak bisa
dikategorikan sebagai aduan yang dikelola LAPOR! sebab tidak ada substansi
aduan kinerja pemerintah dan pelayanan publik disana. Aduan pencurian harus
dilaporkan ke kepolisian dan mengikuti prosedur penanganan kepolisian. Namun,
berbeda hal apabila pelapor melaporkan bahwa proses penanganan aduannya di
kepolisian berbelit. Dia bisa melaporkan kinerja kepolisian dalam penanganan
kasusnya apabila dia merasa ada yang tidak beres. Asal didukung dengan bukti
yang kuat, LAPOR! dapat membantu mengelola dan mengawal aduannya. Seperti
pernyataan Gibran, manajer program LAPOR!, berikut ini berkaitan dengan aduan
gagal yang bersubstansi kepolisian.
“Ada mekanisme penegakan hukum yang tidak bisa diganggu gugat.
Mekanisme penegakan hukum itu tidak bisa dicampuri apapun. Jika
KUHP bilang begitu, tidak bisa diganggu. Makanya kalau soal hukum
laporkan ke polisi. Nanti kan dapat nomor pengaduan atau nomor
78
laporan, itu yang dijadikan bahan mengawal apabila laporan ke kepolisi
tidak ditindaklanjuti.” (Wawancara Gibran, Gedung Eks.UKP4, 6 Juni
2015).
Setelah pesan yang masuk terorganisir dan tersortir menjadi pesan yang
benar-benar mengandung substansi aduan atua aspirasi, selanjutnya administrator
akan melihat dan menentukan kecocokan lembaga yang dituju dengan isi aduan.
Apabila masyarakat telah benar mengajukan aduan kepada instansi terkait, aduan
akan diproses ke tahap selanjutnya. Namun, apabila masyarakat belum
mengetahui instansi mana yang bertanggung jawab atas aduannya, administrator
akan membantu mengarahkan. Guna menentukan instansi apa yang bertanggung
jawab atas aduan tersebut administrator perlu melakukan pembacaan dan
memahami substansi aduannya. Lembaga disesuaikan dengan kewenangan yang
ada di substansi laporan. Apabila aduan sudah jelas dan instansinya sudah jelas,
laporan akan masuk ke tahap selnajutnya. Namun, apabila belum jelas maka
administrator akan melakukan follow up dengan pelapor untuk meminta informasi
tambahan. Misalnya saja aduan mengenai sertifikat tanah tang tidak kunjung
selesai. Apabila pelapor belum mencantumkan kantor BPN tempat dia mengurus
setifikat maka informasi kantor itu akan dikonfirmasi oleh administrator.
Konfirmasi dilakukan untuk meminimalisir ―salah pintu‖ aduan. Meskipun sudah
memiliki pengetahuan mengenai kewenangan instansi, administrator terkadang
juga salah mendisposisikan aduan.
Setelah melalui serangkaian proses verifikasi tadi, laporan akan menjalani
proses penyuntingan yang masih dikerjakan oleh administrator. Administrator
akan melakukan penyesuaian yang bersifat redaksional tanpa mengubah substansi.
Biasanya masih ada banyak masyarakat yang belum mengetahui redaksional
dalam melakukan pelaporan. Beberapa laporan masih ditulis dengan bahasa
daerah, yang tidak semua orang memahaminya, ataupun mengandung kalimat
kasar. Kesalahan penulisan seperti singkatan dan umpatan pun akan diubah atau
dihilangkan oleh admin agar tersusun sebuah laporan yang rapi, jelas dan mudah
dipahami tanpa mengubah substansi.
79
Penyuntingan ini dilakukan untuk memperjelas substansi aduan dan
memudahkan kementrian, lembaga atau Pemda membaca dan memahami pesan.
Selain itu, penyuntingan dimaksudkan oleh pengelola untuk membuat laporan
menjadi lebih rapi dan sopan ketika dibaca publik.
Selain melakukan perubahan redaksional, sebelum mendisposisikan
laporan admin akan melakukan pengecekan kelengkapan laporan kembali.
Kelengkapan laporan atau aduan berkaitan dengan informasi yang terdapat di
dalam aduan. Informasi yang kurang akan diminta oleh admin untuk dilengkapi
agar laporan menjadi jelas. Misalnya saja ketika ada aduan mengenai sertifikat
tanah yang tidak kunjung usai maka perlu ada nomor dokumen di BPN terkait,
tanggal dimulainya prosedur balik nama dan beberapa informasi lainnya.
Apabila aduan telah diverifikasi, disesuaikan redaksional dan lengkap
informasinya maka selanjutnya aduan akan didisposisikan ke lembaga terkait.
LAPOR! akan menghubungi Pejabat Penghubung dari instansi atau kementrian
lembaga. Pejabat Penghubung adalah pihak yang ditunjuk oleh instansi untuk
bertugas sebagai jembatan komunikasi antara LAPOR! dengan instansi. Biasanya
Pejabat Penghubung berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang yang berasal dari
humas atau PPID, Pusdatim atau Itjen. Pejabat Penghubung inilah yang bertugas
menjaga ‗gawang‘ komunikasi sistem pelaporan di setiap instansi.
Laporan yang didisposisikan akan diketahui oleh pelapor melalui
notifikasi yang diberikan oleh administrator LAPOR!. Administrator akan
menuliskan bahwa laporan sudah didisposisikan dan menyebutkan nama instansi
yang menerima disposisi. Laporan tersebut akan masuk kedalam timeline di
dashboard LAPOR! dan sudah dapat diakses oleh publik. Publik juga sudah dapat
memberikan komentar dan dukungan apabila laporan sudah didisposisikan.
Dari sisi instansi pemerintah, setelah laporan didisposisikan dan diterima,
akan dilakukan perumusan tindak lanjut oleh lembaga terkait dalam pengawasan
dari LAPOR!. Setiap instansi memiliki tenggat waktu untuk menanggapi aduan
80
sebanyak 5 hari kerja. Apabila lebih dari 5 hari kerja, pengelola melalui
administrator akan memberikan notifikasi peringatan kepada instansi.
Apabila instansi sudah merumuskan tanggapan dan tindak lanjutan, tindak
lanjut terhadap aduan atau laporan tersebut akan dikomunikasikan kepada pelapor
melalui sistem dalam bentuk notifikasi dan pesan di dinding percakapan. Instansi
akan menulis balasan mereka, yang bisa dilengkapi dengan data-data pendukung
pula.
Laporan yang sudah terdisposisi oleh LAPOR! kepada lembaga terkait
dibagi menjadi 3 kategori yaitu laporan yang belum ditanggapi, laporan yang
berada dalam proses tanggapan dan laporan yang selesai. Data per 10 September
2015 menunjukan 79583 laporan, 48% laporan telah berhasil diselesaikan dan
41% laporan belum ditanggapi. Berikut diagram yang menggambarkan status
laporan terdisposisi di LAPOR! pada 10 September 2015:
Grafik 3.1: Status Laporan Terdisposisi di LAPOR! per 10 September 2015
Sumber: https://www.lapor.go.id/statistik/
Apabila laporan sudah ditanggapi oleh instansi, pengadu dapat mulai
melakukan interaksi dengan instansi terkait melalui kolom reply. Disanalah akan
terbangun interaksi antara lembaga terkait dan pelapor. Apabila aduan atau
laporan telah tuntas ditindak lanjuti, maka admin akan menutup laporan dan
laporan dianggap telah selesai. Namun apabila pelapor belum puas dengan
jawaban instansi, dia bisa terus memberikan argument dan menanyakan seputar
81
tindak lanjut aduannya. Selama proses komunikasi tindak lanjut, pengguna dapat
memberikan komentar begitu pula dengan lembaga terkait. Administrator
LAPOR! berperan sebagai moderator diantara kedua belah pihak. Apabila
terdapah satu pihak yang tidak korporatif dan cenderung sesuka hati, LAPOR!
hadir menengahi. Laporan baru akan ditutup ketika telah terjadi kesepakatan dan
kejelasan kasus aduan. Kejelasan ini bisa berupa tindak lanjut nyata dari
penanganan aduan ataupun kesepakatan diantara diskusi antara instansi dengan
pelapor.
82
BAB IV
Implementasi Pengelolaan LAPOR!
Pengantar
Bab ini berisi temuan dari proses pengambilan dan pengumpulan data serta
pemaparan analisa dari data yang sudah diperoleh. Pembahasan pada bab ini
berusaha menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah penting yaitu
bagaimana pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan aduan
rakyat online yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden. Pada bab ini, akan
dipaparkan implementasi pengelolaan mulai dari perencanaan sampai evaluasi dan
juga hambatan-hambatan di dalam pengelolaan. Pembahasan ini juga akan
memparkan implementasi fitur dari LAPOR! untuk memberikan jawaban atas
kontribusi LAPOR! terhadap perwujudan good governance di Indonesia.
Data yang disajikan merupakan data yang dikumpulkan peneliti melalui
wawancara tatap muka sebanyak dua kali dengan dua narasumber. Wawancara
pertama dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2015 di ruang rapat 3.3 lantai 3,
Gedung Eks UKP4 Jakarta dengan Gibran, manajer program sekaligus anggota
Deputi I Kantor Staf Presiden. Wawancara kedua dilakukan dengan Miranti,
Spesialis Administrator LAPOR!, pada tanggal 26 Agustus 2015 di lantai 2
gedung B Eks UKP4, Jalan Veteran III Jakarta Pusat. Data yang dipaparkan
lainnya didapatkan melalui wawancara online (e-mail), dokumen edaran resmi
LAPOR!, data statistik di website, regulasi yang berkaitan dengan LAPOR! dan
unggahan di blog.
A. Perencanaan LAPOR!
Perencanaan merupakan langkah penting di dalam menyusun sebuah
pengelolaan media sosial. Pada objek penelitian LAPOR!, bentuk perencanaan
bukan sekadar merencanakan memanfaatkan media sosial seperti kebanyakan
pemanfaatan lainnya. Perencanaan sedikit berbeda dan lebih luas sebab
83
merencanakan LAPOR! pada dasarnya adalah merencanakan sebuah program
pemerintah yang digunakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Perencanaan
LAPOR! juga buka semata memanfaatkan media sosial yang sudah ada, tetapi
lebih kepada merencanakan membangun sebuah sistem dari media sosial baru
yang diharapkan mampu menjadi wadah aspirasi dan aduan nasional.
Pengelola LAPOR! melakukan perencanaan dengan melakukan analisa dan
pendekatan terhadap masalah, tantangan dan peluang. Analisa dan pendekatan
yang dilakukan oleh LAPOR! tidak berdasar pada metode POST (people,
objective, strategy, technology) yang spesifik melainkan berdasarkan analisa
kondisi sosial kemasyarakatan dan juga refleksi keadaan dari sarana pengaduan di
Indonesia sejak dahulu.
1. Analisa Permasalahan dan Tantangan
Analisa ini dilakukan di awal kemunculan inisiatif ini di tahun 2011. Pada
tahun 2011, Indonesia mendeklarasikan diri bergabung dengan Open Government
Partnership atau deklarasi keterbukaan pemerintah. Deklarasi ini dibuat untuk
membuat pemerintah negara-negara dunia lebih transparan, akuntabel dan
responsif terhadap masyarakat. Visi OGP tersebut diikuti dengan terwujudnya
peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang setara dengan peningkatan
pelayanan publik yang diterima masyarakat. Pemerintah Indonesia kemudian
mengejawantahkan komitmen transparansi, akuntabilitas dan responsitifas
tersebut dalam sebuah inisiatif membuat layanan pengaduan dan aspirasi.
Layanan aduan dan aspirasi ini direncanakan setelah dilakuka assessment
oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
(UKP4). Berdasarkan wawancara dengan manajer program LAPOR!, M. M
Gibran Sesunan, terungkap tujuh hal yang mendasari keputusan membuat
LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial.
Pengelola memilih untuk membuat layanan aduan dan aspirasi
berdasarkan analisa dan refleksi layanan aduan yang ada di Indonesia selama ini.
84
Pertama, dilihat dari segi jumlah layanan di Indonesia, ada ketidakseimbangan
dan kondisi yang tidak efektif pada layanan aduan dan aspirasi di Indonesia
selama ini. Pengelola merasa bahwa jumlah kanal pengaduan pemerintah yang ada
di Indonesia saat itu terlalu banyak dari sisi jumlah.
Dahulu saat masa orde baru dan reformasi, jumlah layanan untuk
memberikan aspirasi dan pengaduan masih sedikit dan cenderung tidak
representatif. Hal itu disebabkan minimnya sarana komunikasi pada masa itu.
Media berkomunikasi untuk menyampaikan aspirasi dan aduan yang saat itu
digunakan hanya berupa surat, pos dan dialog tatap muka. Pada masa itu kita bisa
berkaca pada layanan aspirasi dan aduan ―Kotak Pos 5000‖ pada era Presiden
Soeharto. Media yang populer saat itu belum beragam seperti sekarang sehingga
terbatas pada media konvensional seperti surat pos.
Berbeda dengan kondisi sekarang, layanan aduan menjadi sangat beragam
dan sangat banyak jumlahnya. Kehadiran UU Pelayanan Publik menjadi salah
satu alasan memicu munculnya banyak layanan aduan.
“Setiap lembaga sebenarnya sudah diisyaratkan dengan UU Pelayanan
Publik untuk memiliki kanal pengaduan agar masyarakat bisa
menyampaikan aspirasi dan pengaduannya.” (Wawancara Miranti,
Gedung B Kantor Eks.UKP4, 26 Agustus 2015).
Hal ini membuat ada banyak layanan aduan dan aspirasi sehingga,
menurut pengelola LAPOR!, bisa memicu kebingungan masyarakat. Kebingungan
yang dimaksud ialah kebingungan harus melapor kepada siapa melalui kanal yang
mana.
Melihat kondisi tersebut, pengelola melihat bahwa ketidakterhubungan
layanan aduan menjadi masalah kedua yang perlu diselesaikan. Pengintegrasian
layanan aduan masyarakat dirasa perlu dibuat agar masyarakat tidak perlu merasa
bingung dengan banyaknya pintu aduan di pemerintah. Terlebih, dalam mengelola
aduan menurut Gibran ada prinsip universal yang harus dipegang yaitu ―no wrong
door policy”. Maksudnya adalah setiap aduan masyarakat harus sampai kepada
85
yang berwenang dan tidak boleh diabaikan. Kondisi itu membuat pengelola
merasa bahwa strategi pengintegrasian layanan aduan menjadi penting untuk
dipersiapkan sebelum memutuskan meluncurkan layanan aduan dan aspirasi
LAPOR!.
Masalah dan tantangan ketiga yang dianalisis pada tahap perencanaan
ialah kondisi media dari layanan aduan dan aspirasi saat itu. Pemerintah merasa
bahwa layanan aduan dan aspirasi yang saat itu beredar di masyarakat kebanyakan
masih berupa media yang konvensional dan tidak representatif. Saat itu media
layanan aspirasi dan aduan masih terbatas pada surat, telepon, surat pembaca di
surat kabar ataupun email di website instansi. Media-media tersebut dirasa belum
bisa merepresentasikan masyarakat dan tidak efektif. Media seperti surat pos,
telepon maupun email instansi tersebut bersifat privat dan tidak bisa dipantau
sehingga rawan untuk tidak ditindak lanjuti.
Kondisi media layanan aduan dan aspirasi yang masih privat ini kemudian
memunculkan masalah keempat yang juga menjadi analisa pada tahapan
perencanaan LAPOR!. Layanan aduan dan aspirasi yang masih menggunakan
media konvensional dirasa pemerintah sebagai sebuah proses yang tidak
akuntabel dan transparan, sehingga perlu untuk diselesaikan.
Permasalahan kelima atau tantangan kelima yang perlu dijawab oleh
pemerintah ialah kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Kondisi
geografis Indonesia dengan gunung-gunung, bukit-bukit dan laut yang
memisahkan antar pulau membutuhkan media yang efisien dan efektif. Apabila
layanan aduan dan aspirasi hanya mengandalkan media konvensional maka dari
segi waktu, biaya dan jarak akan sangat tidak efektif.
Tantangan keenam yang perlu dijawab ialah kondisi sosial masyarakat dan
juga kondisi birokrasi pemerintahan Indonesia. Diungkapkan Gibran, bahwa
pengelola tim LAPOR! pada masa Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4) melakukan assessment singkat dan melihat
86
bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki pengetahuan yang minim mengenai
kewenangan pemerintah.
“Orang Indonesia itu tidak mau tahu. Mereka hanya tahu Anda
pemerintah dan saya mau mengadu” (Wawancara Gibran, Kantor
Eks.UKP4, 4 Juni 2015).
―Ketidakmau tahuan‖ masyarakat sebenarnya bukan semata dikarenakan
karakter masyarakat yang memang murni tidak mau tahu. Kondisi seperti itu
muncul berkaitan dengan kondisi pemerintah Indonesia. Pada pemerintah
Indonesia, birokrasi yang ada sangat besar bertingkat, berlapis dan beragam. Per
bulan Juni 2015, berdasarkan data yang disampaikan pengelola LAPOR! melalui
Gibran sebagai manajer program, saat ini terdapat kurang lebih 80 kementrian dan
lembaga dibawah presiden pada pemerintah pusat. Jumlah tersebut belum
termasuk dengan DPR, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi
Yudisial dan lembaga di bawahnya.
Sedangkan untuk kondisi birokrasi di level provinsi, kabupaten dan kota
saat ini terdapat 559 kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia. Setiap provinsi,
kabupaten dan kota memiliki wewenang untuk mengatur struktur birokrasi
diwilayahnya masing-masing yang membuat birokrasi di Indonesia menjadi
sangat beragam. Unit kerja masing-masing wilayah berbeda dan masyarakat tidak
serta merta mengerti tentang itu semua. Sehingga, apabila masyarakat
menemukan ketidakberesan pembangunan, muncul potensi ketidakpahaman
masyarakat mengenai wewenang dan tanggungjawab tindak lanjut. Oleh karena
itu seolah-olah muncul pandangan bahwa masyarakat tidak mau tahu dengan
birokrasi. Masyarakat seolah hanya butuh dan ingin permasalahan diselesaikan,
namun tidak mengetahui siapa yang berwenang menyelesaikan masalah
pembangunan tersebut. Sebenarnya persoalan ini lebih cenderung merupakan
buntut dari kebingungan masyarakat yang tidak memahami betul kondisi birokrasi
di Indonesia.
87
Selain birokrasi berlapis, bertingkat dan sangat luas tersebut, pihak
pengelola LAPOR! yang dulu diinisiasi tim UKP4 berpendapat bahwa kondisi
birokrasi pemerintah Indonesia sangatlah berbelit.
Ada banyak lapisan yang harus ditembus sehingga membuat kinerja
pemerintah menjadi cenderung lambat dan tidak efisien. Kondisi ini dilihat oleh
pengelola LAPOR! sebagai kondisi yang perlu dijawab dengan sebuah inisiatif
program yang tepat.
Selain kondisi masyarakat yang seolah tidak mau tahu, kebingungan dan
juga kondisi pemerintah dengan birokrasinya, kondisi sosial kemasyarakatan juga
menjadi salah satu aspek yang diperhatikan oleh pengelola pada perencanaan
LAPOR! terdahulu. Pengelola melihat masyarakat Indonesia sebagai orang yang
sangat aktif berkomunikasi.
“Orang Indonesia ini kalau Pak Kuncara Ningrat, sosiolog, adalah orang
yang sangar verbal, suka mengobrol, cerita, dan chit-chat. Di fenomena
modern kita lihat sendiri di media sosial itu orang Indonesia cerewet.
Salah satu obrolan terbanyak dari Indonesia.” (Wawancara Gibran,
Kantor Eks. UKP4 Jakarta, 4 Juni 2015).
Kondisi masyarakat yang senang berkomunikasi dan cenderung aktif
berkomunikasi di media sosial ini yang kemudian membuat ada banyak topik
yang dibahas oleh masyarakat. Salah satunya ialah topik mengenai pembangunan
dan kinerja pemerintah. Obrolan dan pembahasan itu menimbulkan perspektif
yang akan sangat disayangkan apabila tidak ditampung dan dikelola oleh
pemerintah.
Melihat kondisi tersebut maka dibutuhkan solusi atas masalah komunikasi
yang terjadi diantara masyarakat dengan pemerintah secara nasional. Bukan hanya
masyarakat dengan pemerintah dalam cakupan yang terbatas, namun pemerintah
dari pusat hingga unit terkecil dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
88
2. Penetapan Tujuan
Selain melakukan analisa terhadap permasalahan dan tantangan, pengelola
juga mempertimbangkan tujuan dari pembuatan sebagai salah satu bagian dari
perencanaan. Sebab, pengelolaan media sosial LAPOR! ini dilakukan oleh
pemerintah dan yang membedakannya dari pengelolaan media sosial lain ialah
tujuan
yang
mendasarinya
harus
berorientasi
membantu
terwujudnya
kesejahteraan rakyat. Ada dua yang ingin dicapai oleh LAPOR! yaitu terjaringnya
aspirasi publik dan juga menghadirkan negara setiap waktu.
Di dalam penyusunan perencanaan LAPOR! ini pengelola menginginkan
adanya sebuah wadah penjaring aspirasi publik bagi masyakat. Suara dan
perspektif masyarakat mengenai pembangunan dan kinerja pemerintah dirasa
perlu untuk diwadahi guna mendukung kinerja pemerintah memajukan
pembangunan Indonesia. Selain itu, partisipasi masyarakat juga merupakan salah
satu prioritas pemerintah di dalam melakukan pengelolaan negara. Partisipasi
tersebut dapat berupa aspirasi dan aduan yang disampaikan masyarakat. Oleh
karena itu sarana pengaduan dirasa tepat untuk memfasilitasi keinginan dan tujuan
dari pemerintah.
Pengelola pun memiliki pandangan mengenai tujuan dari membangun
sebuah sarana pengaduan dan aspirasi. Pengelola merasa bahwa perlu dibangun
sebuah proses menampung aspirasi dan aduan yang transparan dan akuntabel.
Proses yang akuntabel dan transparan dibutuhkan agar tidak terjadi proses
―lempar batu di laut‖. Maksudnya adalah agar masyarakat tahu kemana aduan dan
aspirasinya sampai setelah diutarakan.
Selain mengenai partisipasi masyarakat, tujuan dari inisiasi pembuatan
LAPOR! ini juga dikarenakan adanya keinginan pemerintah menghadirkan negara
di masyarakat.
“Kalau kita hanya kehadiran fisik ya presiden tentu tidak bisa hadir
secara fisik disetiap lini masyakarat.” (Wawancara Gibran, Kantor
Eks.UKP4, 4 Juni 2015).
89
Maka, diharapkan muncul sebuah gagasan dan inovasi yang bisa
membantu menyelesaikan masalah di setiap lini masyakarat.
Berdasarkan keinginan dan tujuan dari pemerintah tersebut pengelola
merasa bahwa kebutuhan sebuah layanan aduan dan aspirasi bagi masyarakat
menjadi patut diprioritaskan. Oleh karena itu, inisiasi pembuatan LAPOR!
menjadi semakin kuat.
3. Analisa Peluang dan Penetapan Media
Tahapan perencanaan yang dilakukan oleh LAPOR! selain menganalisa
masalah dan tantangan, merumuskan tujuan berdasarkan pada visi pemerintah,
juga dilakukan analisa peluang. Pemerintah melihat bahwa peluang yang bisa
dimanfaatkan ialah teknologi. Teknologi adalah satu-satunya jawaban yang dirasa
tepat untuk menjawab masalah dan tantangan yang dihadapi di ranah layanan
aspirasi dan aduan.
Teknologi bagi pengelola LAPOR! dipandang sebagai sebuah peluang
yang besar dan dirasa merupakan jawaban yang paling tepat atas kebutuhan yang
dihadapi. Pertama, jumlah pengguna ponsel di Indonesia yang termasuk salah satu
terbesar di dunia. Jumlah angka penggunaan ponsel di Indonesia bahkan sudah
melebihi jumlah penduduknya sendiri. Pengelola melihat fenomena ini sebagai
fenomena yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk pemerintah. Kedua,
penetrasi internet yang meningkat pesat. Pada tahun 2015, data yang dimiliki
pengelola LAPOR! menyebutkan bahwa internet sudah menjangkau sebanyak
lebih dari 80 juta jiwa. Angka ini pun dapat terus bertambah melihat tren
digitalisasi yang saat ini semakin berkembang. Salah satu yang muncul dari
pentrasi internet ini kemudian ialah media sosial. Media sosial seperti Twitter dan
Facebook di Indonesia penggunanya masuk dalam 5 besar pengguna media sosial
tersebut di dunia. Fakta-fakta berkaitan dengan teknologi seperti itu kemudian
dimanfaatkan sebagai peluang oleh pengelola untuk menyusun perencanaan
teknologi apa yang paling tepat untuk LAPOR!.
90
Berdasarkan kondisi dari penggunaan teknologi oleh masyarakat,
pengelola mengambil keputusan untuk memanfaatkan beberapa kanal teknologi.
Teknologi yang kemudian dirasa oleh pengelola tepat untuk memfasilitasi
kebutuhan masyarakat tersebut ialah website, aplikasi smartphone dan SMS.
Ketiganya dipilih agar mampu memfasilitasi masyarakat dalam mengadu dan
beraspirasi semakin luas. Pengelola membuka kanal lebih dari satu untuk dapat
membuka peluang partisipasi masyarakat yang lebih luas lagi. Ketiga kanal yang
dimanfaatkan itu dimuarakan pada satu sistem di dalam website LAPOR! di
www.lapor.go.id . Namun, pengelola mengaku bahwa meski berorientasi pada
teknologi, LAPOR! juga tidak menutup kanal offline seperti surat dan telepon.
Hanya saja, semua pesan akan didigitalisasi dan dialihkan ke sistem LAPOR!
dengan tujuan pengelolaan yang lebih efisien.
4. Hasil Langkah Perencanaan
Berdasarkan proses perencanaan yang sudah dilakukan pengelola
merumuskan bahwa layanan aduan dan aspirasi yang terintegrasi berbasis media
sosial untuk seluruh masyarakat Indonesia merupakan jawaban yang tepat bagi
permasalahan Indonesia. Layanan itu didukung dengan tiga kanal yang telah
diputuskan sebelumnya yaitu website, SMS dan aplikasi smartphone guna
merangkul seluruh kalangan masyarakat. Keputusan menggunakan layanan aduan
dan aspirasi berbasis media sosial ini lahir dari kombinasi pemikiran pada proses
perencanaan mulai dari analisa permasalahan dan tantangan, rumusan tujuan dan
analisa peluang.
Jika ditinjau dari langkah perencanaan dari Pedoman Pemanfaaran Media
Sosial Instansi Pemerintah dan Model of IT Planning for Social Media in
Govenemnt (Dadashzadeh, 2010) proses perencanaan LAPOR! sesungguhnya
tidak melakukan langkah perencanaan yang sesuai rujukan. Namun, secara garis
besar telah memenuhi 4 elemen perencanaan yaitu analisa people, objective,
strategy dan technology (POST). Perencanaan yang dilakukan juga sudah
menjalankan empat proses perencanaan pengelolaan media sosial oleh pemerintah
91
yang dikemukakan oleh Dadashzadeh (2010). Keempat proses itu ialah
perencanaan nilai-nilai pelayanan publik yang dimaknai LAPOR! sebagai
transparansi dan akuntabilitas pada sistem, penentuan fokus yang dapat dilihat
dari rencana membangun media sosial yang berfokus ke aduan masyarakat,
inventarisasi IT yang dilakukan dalam bentuk analisa teknologi yang ada di
masyarakat serta peramalan perkembangan teknologi dengan memantau
perkembangan teknologi.
Perbedaan dalam langkah perencanaan ini muncul karena setelah ditelaah,
sebenarnya LAPOR! tidak membuat proses perencanaan pengelolaan media sosial
semata. Namun, LAPOR! merencanakan untuk membangun sebuah inisiatif
program sebagai solusi dan inisiasi bagi pemerintah atas permasalahan aduan
yang ada di masyarakat. Sehingga, analisa yang ada pada perencanaan LAPOR!
lebih berfokus pada refleksi layanan aduan yang ada di masyarakat.
B. Kegiatan Pengelola LAPOR!
Kegiatan media sosial yang dimaksud disini adalah menentukan kegiatan
yang terpadu dengan kegiatan instansi pemerintah secara menyeluruh. Poin
pembahasan ini berisi paparan bagaimana pengelola menyusun rancangan
kegiatan yang akan dilakukan di dalam mengelola LAPOR!. Pada bahasan ini juga
akan disinggung mengenai siapa saja yang terlibat dibalik layar sehingga akan
didapatkan gambaran mengenai siapa yang merencanakan kegiatan dan apa
kegiatan yang mereka rencanakan di dalam pengelolaan LAPOR!.
LAPOR! merupakan bagian dari kegiatan pemerintah sehingga kegiatan
atau rancangan kegiatannya selalu didasari dan diselaraskan dengan kebijakan
umum pemerintah. Kegiatan yang disusun juga berorientasi pada Visi LAPOR!
yaitu menjadi sistem pengelolaan aspirasi dan pengaduan masyarakat yang mudah
diakses, terpadu, dengan seluruh institusi pemerintah, serta menjadi wadah
partisipasi publik dalam pengawasan program pemerintah dan acuan utama dalam
peningkatan kualitas pembangunan dan pelayanan publik di Indonesia.
92
Di dalam pengelolaan media sosial LAPOR!, pengelola dibagi menjadi tiga
divisi yang masing-masing melakukan kegiatan yang berbeda, namun berada
dalam koordinasi matriks-fungsional. Koordinasi matriks-fungsional maksudnya
setiap anggota divisi dapat membantu mengerjakan kegiatan divisi lain jika
dibutuhkan, namun tetap berada dalam sebuah koordinasi yang jelas. Ketiga divisi
ini ialah divisi komunikasi, divisi pemrograman dan divisi administrasi.
Ketiganya yang akan menyusun rencana kerja (kegiatan) setiap tahun. Ketiga
divisi ini dibantu dengan seorang manajer program yang melakukan koordinasi
dan bertanggungjawab atas seluruh kegiatan pengelola LAPOR!.
1. Kegiatan Divisi Komunikasi
Divisi komunikasi memiliki kegiatan utama segala sesuatu yang
berhubungan dengan mempromosikan LAPOR!. Promosi dilakukan bagi kepada
masyarakat sebagai pengguna maupun kementrian, lembaga dan pemerintah
daerah. Divisi komunikasi memiliki tugas untuk mengembangkan materi
komunikasi, mempromosikan LAPOR! dan membina hubungan serta jejaring
dengan masyarakat.
Promosi yang dilakukan oleh LAPOR! saat ini hanya berkutat pada media
sosial dan media tidak berbayar lain. Beberapa kanal berpromosi di media sosial
yang dimiliki LAPOR! antara lain adalah akun Twitter, Youtube, Facebook dan
Ask.fm. Selain itu LAPOR! juga menggunakan blog sebagai media berpromosinya.
LAPOR! juga menggunakan promosi offline untuk mendukung sosialisasi yang
dilakukan. Media tidak berbayar yang digunakan LAPOR! sebagai media promosi
ialah kerja sama sosialisai di kampus, sosialisasi offline di car free day, kerja
sama sosialisasi dalam berbagai talkshow dan seminar juga sosialisai ke
kementrian, lembaga dan Pemda. LAPOR! tidak menggunakan media mainstream
seperti iklan di televisi, radio dan media luar ruang sebagai media berpromosi
karena limitasi finansial yang dimiliki.
Twitter LAPOR! digunakan sebagai sarana promosi oleh divisi
komunikasi. Melalui akun @LAPOR1708 divisi komunikasi terus berusaha
93
mengenalkan LAPOR!. Sebagai layanan aduan dan aspirasi yang tergolong baru,
LAPOR! membutuhkan sosialisasi dengan masyarakat Indonesia. Salah satu
media yang dirasa tepat untuk mempromosikan adalah Twitter karena
kepopulerannya yang tinggi di masyarakat.
Gambar 4.1: Interface Akun Twitter LAPOR! @LAPOR1708
Sumber: www.twitter.com/lapor1708
Selain menggunakan Twitter, LAPOR! juga menggunakan Facebook
sebagai salah satu media berpromosi. Alasan penggunaan Facebook tidak jauh
berbeda dengan alasan penggunaan Twitter. Selain karena kepopulerannya, media
ini pun tidak berbayar sehingga dapat dimaksimalkan dengan dana minimal.
Gambar 4.2: Interface Akun Facebook LAPOR!
Sumber: www.facebook.com/layananpengaduanonlinerakyat
94
LAPOR! juga menggunakan akun Youtube untuk melakukan sosialisasi.
Akun Youtube banyak digunakan sebagai media menyosialisasikan prosedurprosedur yang ada di LAPOR!. Selain itu juga digunakan sebagai media sosialisasi
yang lebih detil mengenai penjelasan apa itu LAPOR! dan informasi lain yang
dikemas dalam audio dan visual.
Gambar 4.3: Interface Akun Youtube LAPOR!
Sumber: www.youtube.com/lapor1708
Saat ini LAPOR! memiliki salah satu program promosi dan sosialisasi baru
bernama #Tanya LAPOR!. Program ini merupakan program Tanya jawab seputar
LAPOR! yang dilakukan di akun Ask.fm @Ayo_Lapor. Tanya jawab dilakukan
setiap
hari
Jumat
dan
merupakan
salah
satu
cara
pengelola
untuk
menyosialisasikan LAPOR! kepada masyarakat.
95
Gambar 4.4: Poster Promosi Program Sosialisasi #Tanya
Sumber: Dokumentasi divisi komunikasi
Sosialisasi online terakhir, divisi komunikasi LAPOR! menggunakan blog
sebagai sarana menyosisalisasikan perkembangan LAPOR!. Blog digunakan untuk
menginformasikan lembaga apa saja yang kini terhubung, kegiatan apa saja yang
dilakukan, kerjasama LAPOR! dan kegiatan lain. Beberapa kisah sukses laporan
juga dipasang di blog. Blog digunakan untuk informasi yang lebih lengkap dan
terbaru.
Selain melakukan sosialisasi melalui media online, LAPOR! juga
melakukan beberapa kegiatan promosi offline. Kegiatan promosi offline dilakukan
untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dan mencoba lebih dekat dengan
masyarakat. Beberapa sosialisasi offline ini berupa pembukaan booth di tempattempat umum, presentasi di kampus dan juga presentasi di berbagai seminar dan
diskusi.
96
Gambar 4.6: Salah satu sosialisasi offline LAPOR! di car free day Bundaran HI
Jakarta
Sumber: https://twitter.com/lapor1708/status/587089194180182016
Gambar 4.7: Diskusi mahasiswa seusai presentasi LAPOR! di #VisitLAPOR oleh
BEM Universitas YARSI
Sumber: https://twitter.com/lapor1708/status/506292428165246976
Saat ini LAPOR! memiliki kurang lebih 300.000 user. Jumlah ini sangat
sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai
250.000.000 jiwa. Usia LAPOR! yang masih baru bisa saja menjadi alasan masih
minimnya jumlah pengguna LAPOR!. Sebagai sebuah inovasi baru, masih
dibutuhkan sosialisasi yang lebih gencar untuk mengenalkan LAPOR! pada
masyarakat. Disinilah tugas dan tanggung jawab divisi komunikasi
Divisi
97
komunikasi bertugas untuk menyusun kegiatan yang paling tepat dan efisien
untuk menarik lebih banyak pengguna. Kegiatan yang disusun pun harus dibuat
dan disusun se-efisien mungkin dikarenakan keterbatasan dana. Pengelola hingga
saat ini belum pernah menggunakan media mainstream seperti televisi, radio dan
media luar ruang untuk beriklan. Kegiatan komunikasi lebih banyak dilakukan di
media sosial. Kegiatan promosi offline lebih bersifat eventual dan presentasi di
berbagai acara.
2. Kegiatan Divisi Pemrograman
Divisi ini memiliki kegiatan yang bertanggungjawab pada sisi sistem
LAPOR!. Kegiatannya mulai dari membangun, memelihara dan mengembangkan
sistem dan aplikasi LAPOR!. Selain itu divisi ini memiliki kegiatan untuk
menganalisis dan mengdokumentasikan alur dan fungsi teknis LAPOR!.
3. Kegiatan Divisi Administrasi
Divisi ini memiliki peran dan kegiatan yang sangat penting karena sangat
erat kaitannya dengan kegiatan di dalam interaksi media sosial LAPOR!. Divisi ini
menyelenggarakan kegiatan pengelolaan aspirasi dan pengaduan, menganalisa
partisipasi masyarakat dan pemerintah serta membuat analisis, kajian dan
pelaporan berdasarkan data aspirasi dan pengaduan. Bisa dikatakan bahwa
kegiatan interaksi dalam media sosial sangat ditentukan oleh kegiatan
administrator di divisi ini. Kegiatan yang mereka lakukan memiliki efek langsung
terhadap interaksi dan perpindahan pesan yang terjadi di LAPOR!.
Kegiatan yang disusun oleh LAPOR! tersebut dibagi berdasarkan divisi
yang ada di pengelola. Pada implementasi di lapangan, kegiatan tersebut saling
berkaitan satu sama lain dan dikerjakan dengan sistem matriks. Setiap anggota
dapat saling melakukan pekerjaan lain. Misalnya adalah kegiatan sosialisasi yang
menjadi tanggung jawab divisi komunikasi, di dalam melakukan sosialisasi divisi
administrasi ikut terlibat guna menjelaskan teknis-teknis pengelolaan aduan dan
aspirasi.
98
Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola LAPOR! juga bersifat dinamis
dan terbuka terhadap perubahan yang ada. Beberapa kegiatan disesuaikan dengan
perubahan jaman dan tren yang sedang berkembang. Misalnya ialah kegiatan
pengembangan
kanal
LAPOR!
yang
dilakukan
pengelola
dengan
mengintegrasikan hastag Twitter dengan kanal dikarenakan banyaknya aduan
yang disampaikan lewat Twitter.
C. Strategi LAPOR!
LAPOR! memiliki strategi yang mereka susun secara berkala setiap
tahunnya. Strategi yang disusun meliputi baik dari sisi pengelolaan, teknis
maupun sosialisai. Penyusunan strategi diikuti dengan target tahunan yang harus
dicapai setiap divisi. Namun, sangat disayangkan peneliti tidak mendapat akses
untuk melihat dan menunjukan target yang disusun oleh pengelola dikarenakan
alasan kepentingan evaluasi internal.
Peneliti pun memiliki keterbatasan menyuguhkan strategi setiap awal
tahun dikarenakan data tersebut tidak dibuka untuk publik oleh pengelola. Namun,
strategi-strategi tersebut kemudian diturunkan menjadi Indikator Kerja Utama
(IKU) yang secara garis besar mengukur poin-poin berikut ini:
1. Indikator Kerja Utama Spesialis Pemrograman
- Pengembangan fitur-fitur di LAPOR!
- Optimalisasi aplikasi mobile
2. Indikator Kerja Utama Spesialis Komunikasi
- Meningkatnya jumlah pengguna LAPOR!
- Meningkatnya jumlah K/L yang sistem pengaduannya terhubung dengan
LAPOR!
99
- Meningkatnya jumlah Pemda yang sistem pengaduannya terhubung dengan
LAPOR!
- Meningkatkan penggunaan data LAPOR! oleh masyarakat
3. Indikator Kerja Utama Spesialis Administrasi
- Meningkatnya jumlah laporan yang layak didisposisikan dari total input laporan
- Meningkatnya rata-rata pengaduan yang dituntaskan oleh seluruh K/L/D
- Meningkatnya kecepatan rata-rata hari verifikasi laporan
- Meningkatnya kecepatan rata-rata hari respons K/L
- Meningkatnya jumlah rata-rata pengaduan yang dituntaskan oleh masing-masing
K/L/D
- Membuat analisis, kajian, dan pelaporan periodik dan khusus (sektoral)
Penyusunan strategi dilakukan setiap awal tahun. Masing-masing divisi
merumuskan indikator kerja utama (IKU) dan targetnya yang akan dievaluasi
secara periodik setiap 3 bulan.
IKU di atas berpengaruh terhadap kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan oleh divisi setiap tahunnya. Strategi yang dibuat
diupayakan dapat mencapai target-target berdasarkan indikator-indikator yang ada
di atas. Strategi menggambarkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai
keberhasilan diukur melalui indikator kerja tersebut.
Secara garis besar strategi dan indikator yang disusun pengelola
merupakan strategi dan indikator normatif yang sesuai dengan divisi masingmasing. Beberapa indikator disusun dengan spesifik seperti target peningkatan
jumlah masyarakat yang berpartisipasi dan jumlah aduan yang layak diteruskan.
Indikator juga mengandung ukuran kuantitas berupa target-target angka yang
harus dicapai. Hanya saja, detil dari indikator tersebut tidak dibuka untuk publik.
100
D. Pelaksanaan
Poin pelaksanaan memaparkan bagaimana implementasi dari perencanaan
dan perumusan kegiatan yang sudah dilakukan LAPOR!. Tahap pelaksanaan
dipaparkan dalam 8 elemen pelaksanaan yaitu penetapan khalayak, memilih dan
membuat media sosial, membuat dan mengunggah pesan, memantau percakapan,
berinteraksi
dengan
khalayak,
menganalisa
dan
menyarikan
masukan,
memberikan rekomendasi tindakan, dan menyebarluaskan kebijakan.
1. Penetapan khalayak dan implementasinya
Pada tahap perencanaan, LAPOR! dirumuskan sebagai sebuah layanan
aduan dan aspirasi untuk seluruh masyrakat Indonesia. Pada implementasi di
lapangan, ternyata LAPOR! tidak hanya memfasilitasi khalayak masyarakat saja,
namun juga menjadikan pemerintah sebagai khalayaknya. Posisi pemerintah
sebagai khalayak yang berusaha dihubungkan satu sama lain di dalam sistem
LAPOR!. Sedangkan masyarakat adalah khalayak yang dipersuasi untuk
berpartisipasi di dalam menyampaikan aspirasi dan aduan.
Berdasarkan wawancara dengan spesialis komunikasi LAPOR!, didapatkan
data bahwa saat ini LAPOR! terhubung dengan 81 Kementrian Lembaga, 5
Pemerintah Daerah dan 44 BUMN. M Gibran Sesunan, manajer program
LAPOR!, pada kesempatan wawancara dengan peneliti mengungkapkan meskipun
belum terhubung dengan seluruh kementrian lembaga dan pemda serta satuan
kerja di Indonesia, LAPOR! merupakan sistem pemerintah yang memiliki
stakeholders terbesar.
“Sekarang ada 81 Kementrian Lembaga, 5 Pemerintah Daerah dan 44
BUMN. Kalau kita pecah ke level unit kerja ada 800 lebih satuan kerja di
LAPOR!. Saya berani klaim LAPOR! adalah sistem pemerintah yang
punya stakeholders terbesar saat ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga
masyarakat,dan juga NGO di dalamnya.” (Wawancara Gibran, Kantor
Eks UKP 4 Jakarta, 4 Juni 2015).
101
Sedangkan untuk sisi khalayak dari masyarakat, berdasarkan hasil
wawancara dengan manajer program LAPOR!, Gibran (4 Juni 2015), pengguna
LAPOR! sejak April hingga Juni (3 bulan terakhir dari waktu wawancara) kurang
lebih 300.000 orang di seluruh Indonesia. Jumlah pengguna laki-laki lebih aktif
mengakses LAPOR! ketimbang perempuan. Pengguna laki-laki lebih aktif
mengaksesk, melakukan aduan dan berinteraksi ketimbang perempuan. Hanya 14
persen perempuan yang mengakses dan aktif berinteraksi di dalam LAPOR!.
Sedangkan dilihat dari rentang usia, pengguna LAPOR! lebih banyak berada pada
rentang usia 31-45 tahun. Usia ini merupakan usia dewasa dan usia yang aktif
bekerja. Hal ini menunjukan bahwa rentang usia dewasa memiliki kecenderungan
ketertarikan lebih tinggi untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pemerintah
melalui penyampaian aduan dan aspirasi. Meskipun usia tersebut bukan usia yang
tergolong baru terpapar internet (dibanding usia generasi millennial keahiran
tahun 90-an) tetapi kepedulian terhadap pelayanan publik lebih tinggi. Bisa jadi
karena pada usia bekerja orang telah hidup lebih mandiri dan lebih banyak
berurusan dengan berbagai birokrasi sehingga apabila mengalami orang akan
cenderung lebih merasa terganggu.
Jika
melihat
perencanaan
yang
dilakukan
dengan
identifikasi
permasalahan nasional dari sisi faktor manusia, telah ditetapkan bahwa layanan
LAPOR! ditujukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. LAPOR! dirancang untuk
memfasilitasi aduan dan aspirasi masyarakat Indonesia yang dahulu terbatas
faktor geografis Indonesia yang berbukit dan berkepulauan. Berdasarkan data
statistik di website LAPOR!, persebaran aduan yang berasal dari wilayah
pengguna dapat dilihat pada peta berikut ini:
102
Gambar 4.8: Peta persebaran aduan LAPOR! berdasarkan wilayah pengguna selama 6 bulan terakhir (April-September 201)
Sumber:https://www.lapor.go.id/map/index/peta-pengaduan-lapor-nasional.html
103
Selama 6 bulan terakhir, aduan yang masuk lebih banyak berasal dari
pengguna yang tinggal di wilayah pulau Jawa. Kondisi ini terjadi bisa jadi karena
infrastruktur komunikasi terutama internet lebih banyak tersedia di pulau Jawa.
Pengguna di pulau Jawa yang memiliki infrastruktur komunikasi terutama internet
yang baik bisa lebih banyak terpapar informasi mengenai LAPOR!. Selain itu,
infrastruktur internet yang baik juga mendukung aduan masyarakat masuk ke
LAPOR!. Di beberapa daerah di luar pulau Jawa, sinyal telepon genggam untuk
berkomunikasi masih belum stabil. Sehingga, wajar apabila informasi seputar
LAPOR! masih sedikit dan berimbas pada ketipangan jumlah aduan antara di
pulau Jawa dengan di luar pulau Jawa.
Pada peta diatas, bulatan berwarna ungu menunjukan angka yang semakin
tinggi dibawahnya diikuti bulatan dengan warna merah, kuning dan paling sedikit
biru. Pengguna LAPOR! yang aktif berpartisipasi selama 6 bulan terakhir berpusat
di pulau Jawa. Daerah Jawa Barat, terutama wilayah Bandung dan sekitarnya
memiliki jumlah aduan paling banyak yaitu 3760 aduan selama 6 bulan terakhir.
Diikuti dengan wilayah perbatasan Sumatra Selatan dan Jawa Barat. Pada area
tersebut, 1540 aduan tersebar selama 6 bulan terakhir. Wilayah lain yang angka
aduannya tinggi ialah Jakarta. Di Jakarta, 898 aduan tersebar selama 6 bulan
terakhir. Jawa Tengah menjadi wilayah lain yang memiliki persebaran aduan
cukup besar yaitu 753 aduan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi dan
Papua, masih sangat sedikit pengguna yang berpartisipasi di dalam LAPOR!.
Sebagai sebuah layanan aduan nasional, LAPOR! masih lebih banyak
dimanfaatkan oleh pengguna di pulau pusat pemerintahan, yaitu pulau Jawa.
Bahkan selama 6 bulan terakhir, sangat minim aktivitas yang terjadi di pulau
terluar seperti Nusa Tenggara dan Maluku. Jumlah aduan di luar pulau Jawa
berkisar antara 5 hingga 20 aduan selama 6 bulan terakhir. Jumlah yang sangat
jauh dibanding kondisi aduan di pulau Jawa.
Kesenjangan digital sangat tampak pada kondisi persebaran aduan
LAPOR!. Infrastruktur komunikasi seperti jaringan telekomunikasi dan internet
yang masih berpusat di pulau Jawa mengakibatkan persebaran hanya berpusat di
104
Jawa pula. Hanya segelintir yang tersebar di luar pulau Jawa. Masih belum
meratanya fasilitas dan jaringan komunikasi terutama internet mengakibatkan
adanya kesenjangan jumlah aduan yang masuk. Padahal, permasalahan dan aduan
tidak hanya ada di pulau Jawa. Tetapi sangat disayangkan, kesenjangan digital
membuat adanya kesenjangan aduan yang dapat tersampaikan.
Selain melihat khalayak dan pengguna LAPOR! dari peta persebaran asal
wilayah aduan selama 6 bulan terakhir, berikut adalah detil wilayah berdasarkan
provinsi asal pengguna LAPOR! yang berpartisipasi selama 1 bulan terakhir. Data
statistik pengguna LAPOR! selama bulan Agustus hingga September 2015
menunjukan pemetaan pengguna LAPOR! dari sisi geografis yang lebih spesifik
yaitu provinsi. Berikut adalah jumlah khalayak pengguna LAPOR! yang aktif
melakukan pelaporan dan aduan di dalam sistem LAPOR! selama satu bulan
terakhir:
Tabel 4.1 : Jumlah Pengguna LAPOR! berdasarkan area laporan per AgustusSeptember 2015
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Area
Nasional
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta
Jawa Barat
Jawa Timur
Banten
Jawa Tengah
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Sumatera
Utara
Belum
Proses
Selesai
Total
98
24
54
300
281
82
46
409
65
18
7
5
104
59
8
8
76
18
1
0
245
95
16
13
1
0
0
1
0
11
0
11
0
3
0
3
5
5
2
12
105
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kepulauan
Bangka
Belitung
Kepulauan
Riau
Aceh
Lampung
Sumatera
Barat
Jambi
Riau
Bali
Kalimantan
Tengah
2
4
0
6
4
1
0
5
2
2
2
3
0
1
4
6
1
1
0
2
0
3
1
1
1
4
0
0
0
1
4
5
1
3
0
4
20
Kalimantan
Utara
1
2
1
4
21
Kalimantan
Timur
2
2
0
4
Kalimantan
0
2
1
3
Selatan
Kalimantan
23
1
2
2
5
Barat
Nusa
24 Tenggara
3
0
0
3
Timur
Nusa
25 Tenggara
2
2
1
5
Barat
Sulawesi
26
0
1
0
1
Tengah
Sulawesi
27
0
1
0
1
Utara
28 Maluku Utara
2
0
0
2
Sulawesi
29
3
3
0
6
Selatan
Sulawesi
30
5
1
0
6
Tenggara
31 Papua
2
0
0
2
32 Papua Barat
1
0
0
1
Sumber: https://www.lapor.go.id/statistik/baseonarea/statistik_area_laporan.html
22
106
Berdasarkan tabel diatas, secara wilayah LAPOR! selama bulan agustus
hingga sepetember 2015 menerima aduan dan aspirasi dari hampir seluruh
wilayah provinsi di Indonesia. 31 provinsi tercatat merupakan asal daerah aduan
yang masuk ke sistem. Isu-isu yang diadukan sangat beragam dan berubah-ubah
setiap waktunya, tergantung dengan periode waktu dan isu yang sedang hangat di
masing-masing daerah. Tetapi, persebarannya belum merata di seluruh wilayah.
Pengguna LAPOR! yang memberikan aduan masih terpusat di pulau Jawa. Aduan
terbanyak periode bulan ini berasal dari pengguna yang berada di wilayah
provinsi DKI Jakarta sebanyak 409. Wilayah yang memberikan aduan terbanyak
selanjutnya adalah Jawa Barat dengan 245 aduan. Jawa Timur dan Banten juga
menjadi wilayah asal aduan yang terbanyak.
Sementara itu, jumlah pengguna yang memberikan aduan dan aspirasi
yang berasal dari provinsi selain pulau Jawa sangatlah sedikit. Angkanya berkisar
antara 1 hingga 10 aduan saja. Jumlah yang sangat jauh dibanding dengan jumlah
aduan masuk yang berasal dari pengguna di pulau Jawa. Provinsi Papua Barat,
Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara hanya memberikan masing-masing 1 aduan
selama 1 bulan belakangan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan, hanya provinsi
Kalimantan Tengah yang penggunanya berkontribusi selama satu bulan ini yaitu
sebanyak 4 aduan masuk. Provinsi Nusa Tenggara Timur pun masih sangat minim
partisipasinya dengan 3 aduan yang masuk dari wilayahnya.
Walaupun terdapat jarak angka yang sangat jauh antara jumlah aduan
masuk yang berasal dari pengguna LAPOR! di pulau Jawa dan diluar pulau Jawa,
tetapi ada anomali yang terjadi di Jawa. Daerah Istimewa Jogjakarta selama 1
bulan terakhir tercatat hanya mengirimkan 1 aduan dari penggunanya. Dibanding
dengan wilayah lain di pulau Jawa, DIY sangatlah bertolak belakang kondisinya.
Meskipun mengklaim sebagai layanan yang terintegrasi secara nasional,
pengguna LAPOR! masih belum mencakup wilayah Indonesia secara merata.
Kondisi ini bisa disebabkan banyak hal. Namun peneliti melihat bahwa mengingat
usia LAPOR! yang masih muda, LAPOR! belum dikenal banyak oleh masyarakat
107
karena kurangnya sosialisasi. Apalagi disampaikan diawal bahwa LAPOR! tidak
melakukan promosi di media mainstream melainkan bermain promosi online di
media sosial. Bagi wilayah-wilayah terluar, akses infrastuktur untuk internet
masih lebih sedikit daripada di pulau Jawa sehingga kemungkinan untuk
mengakses informasi promosi LAPOR! masih terbatas.
Selain itu, dari sisi khalayak pemerintah, LAPOR! juga belum
merepresentasikan pemerintah secara menyeluruh. LAPOR! hanya mewakili
beberapa lembaga dan jumlah pemerintah daerah yang terwakili sangatlah sedikit.
Ada banyak daerah yang belum terfasilitasi aduannya yang berada di level
pemerintah daerah karena keterbatasan keterhubungan
LAPOR!
dengan
pemerintah. Tentunya kondisi itu mempengaruhi jumlah aduan yang dilakukan
masyarakat.
2. Menetapkan media yang digunakan dan melihat implementasinya
Pada
perencanaan
yang
dilakukan,
LAPOR!
merancang
untuk
menggunakan 3 media sebagai media layanan aspirasi dan aduannya. Ketiga
media itu ialah SMS, website dan aplikasi smartphone. Pengelola memilih tiga
media tersebut dengan alasan membuka kanal seluas-luasnya untuk merangkul
seluruh masyarakat.
Pada implementasi, LAPOR! menggunakan 3 kanalnya yaitu website, SMS
dan aplikasi smartphone. Ketiga media digunakan untuk membuka sebanyakbanyaknya pintu aduan dan aspirasi bagi masyarakat. Meskipun ada lebih dari
satu kanal untuk menjadi pintu mengadu dan beraspirasi, semua aduan dan
aspirasi ditampung di satu sistem LAPOR! dan dapat diakses melalui website dan
juga aplikasi smartphone dalam interface media sosial LAPOR!.
108
Gambar 4.9: Tampilan Awal Halaman LAPOR! pada Akun Pengguna
Sumber: www.lapor.go.id/dashboard
Saat ini bahkan LAPOR! menambahkan satu lagi kanal aduannya yaitu
dengan pengintegrasian media sosial Twitter. Apabila pengguna memberikan
tweet dengan menggunakan hastag #Lapor maka tweet tersebut akan secara
otomatis masuk ke sistem LAPOR! dan akan menjalani tahapan serta proses aduan
yang sama dengan aduan lain.
Pelaksanaan LAPOR! berarti meluncurkan dan mengaktifkan LAPOR!
untuk dapat digunakan masyarakat melapor dan digunakan pemerintah untuk
melakukan tindak lanjut dan tanggapan. Fakta dilapangan, ada banyak sekali fitur
dan media yang dimanfaatkan oleh LAPOR! dalam melaksanakan pengelolaan,
terutama tahap pelaksanaan. LAPOR! hanya bisa terlaksana apabila dari sisi
masyarakat dan pemerintah mengaksesnya. Maksudnya, tidak hanya pemerintah
yang memakai tetapi juga masyarakat. Berikut adalah fitur-fitur di lapangan yang
bisa digunakan saat mengakses LAPOR!:
a. Fitur yang dapat Diakses Masyarakat
Tampilan website LAPOR! disini memiliki kemiripan dengan tampilan
media sosial pada umumnya. Halaman dasbooard yang bisa diakses masyarakat
di dalamnya tertera fitur notifikasi, profile dan logout, laporan, ditangapi dan
109
dukung serta nama dari pemilik akun. Fitur yang berada di sisi kanan tampilan
website ini digunakan sebagai informasi akun pengguna yang tengah aktif
mengakses.
LAPOR! memiliki fitur utama untuk mengajukan laporan masyarakat yang
berada pada halaman dashboard saat pengguna telah masuk ke akunnya. Pada saat
mengunggah laporan, pengguna dapat memberikan data pendukung berupa audio,
visual, maupun data dokumen lain. Selain itu dalam rangka mengajukan
pelaporan, masyarakat dapat menggunakan dua fitur yaitu anonim dan rahasia.
Apabila pengguna memilih menggunakan fitur anonim maka nama, username dan
email akan tertutup dan hanya bisa dilihat oleh administrator. Sedangkan fitur
rahasia membuat laporan tidak bisa diakses oleh publik dan hanya bisa diakses
oleh instantsi terkait saja.
Selain fitur untuk yang berkaitan dengan pelaporan, terdapat fitur statistik,
kuesioner dan opini kebijakan. Fitur statistik memungkinkan pengguna untuk
melihat statistik laporan yang masuk dalam periode tertentu dari sisi substansi
maupun wilayah aduan. Fitur kuesioner digunakan sebagai fitur untuk
membagikan kuesioner terbaru LAPOR! berkaitan dengan pengembangan dan
juga kajian isu tertentu. Sedangkan opini kebijakan digunakan untuk melihat
pandangan dan perspektif masyarakat terhadap sebuah kebijakan pemerintah.
b. Fitur yang dapat diakses Pengelola dan Kementrian Lembaga Terkait
Fitur yang dapat diakses oleh pengelola dan digunakan untuk mengelola
aduan masyarakat berjumlah 20 fitur. 20 fitur tersebut hanya bisa diakses oleh
pengelola inti dan juga pemagang yang menjadi administrator. Berikut adalah
penjelasan dari fitur-fitur yang dapat diakses dan juga manfaatnya bagi
pengelolaan aduan:
110
i. Dashboard
Di dalam dashboard, pengelola dapat melihat pengguna yang sedang
online pada saat itu. Di dalam dashboard juga terdapat Data Analisa yang
terhubung dengan word cloud dan dapat digunakan untuk menganalisis tren
aduan.
ii.
Monitoring
Fitur ini memungkinkan pengelola untuk memantau laporan terakhir yang
masuk dan melihat data laporan yang berasal dari media-media di LAPOR!.
Pengelola dapat mengetahui laporan yang berasal dari website, SMS, dan melihat
data provider yang digunakan untuk mengirim SMS LAPOR!.
Selain itu
pengelola juga dapat memantau laporan yang masuk melalui aplikasi smartphone
yang dibagi menjadi dua yaitu yang berasal dari android dan blackberry. Fitur
monitoring ini juga memungkinkan pengelola untuk melihat aktivitas terakhir
mulai dari disposisi, tindak lanjut, komentar dan laporan yang terakhir ditutup.
Fitur ini juga membantu pengelola untuk melihat jumlah laporan per-domain.
Fitur monitoring juga merupakan salah satu media yang digunakan spesialis
administrator pusat untuk melihat administrator-administrator lain.
iii.
Media Sosial
Fitur ini merupakan fitur yang menjadi media laporan yang berasal dari
Twitter dengan hastag #Lapor. Di dalam fitur Media Sosial, pengelola dapat
memilih mana tweet yang mengandung substansi aduan dan mana yang bukan
untuk dimasukkan ke sistem.
iv.
Approval
Fitur ini menampung seluruh laporan yang masuk dari berbagai kanal
seperti SMS, website, dan aplikasi smartphone. Seluruh laporan ini merupakan
laporan mentah dari masyarakat yang belum menjalani tahapan pengunggahan.
111
v.
Pending
Fitur Pending digunakan untuk mewadahi laporan yang belum lengkap.
Maksudnya, laporan belum dapat diproses dikarenakan ada yang belum
dilengkapi misalnya ketidakterhubungan LAPOR! dengan Kementrian, Lembaga
dan Pemda terkait. Misalnya saja ketika sebuah aduan masuk ditujukan untuk
Pemda yang belum terhubung. Laporan akan ditahan terlebih dahulu dan akan
disampaikan ketika Pemda sudah dapat terhubung dengan sistem LAPOR!.
vi.
Disposition
Fitur ini menampung laporan yang sudah melalui tahap penyuntingan oleh
pengelola dan sudah diteruskan ke Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait untuk
ditindak lanjuti. Di dalamnya ada star rating yang perlu diisi oleh administrator
untuk menilai seberapa bagus laporan dinilai dari tata bahasa dan kelengkapan
informasinya. Star Rating digunakan untuk melihat track record aduan seseorang.
vii.
Laporan Terpilih
Laporan Terpilih merupakan fitur yang berisi laporan terhangat
masyarakat dalam satu minggu berdasarkan substansinya.
Laporan apa yang
paling hangat diberikan masyarakat, salah satu aduan yang berkaitan dengan
substansi itu diangkat oleh pengelola untuk ditunjukan pada publik di fitur ini.
viii.
Laporan Sukses
Fitur ini berisikan laporan dan aduan masyarakat yang tindak lanjut oleh
Kementrian atau Lembaganya berjalan baik. Pengelola memberikan apresiasi
terhadap Kementrian/Lembaga yang kinerjanya baik dengan memasukan
aduannya ke dalam Laporan Sukses.
ix.
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah merupakan fitur yang masih dibangun dan
dikembangkan oleh pengelola. Fitur ini berguna untuk meminta opini masyarakat
112
terkait dengan kebijakan yang ingin dikeluarkan pemerintah. Hasil dari
permintaan opini ini dipublikasi ke website dan dikirim ke beberapa nomor
telepon dan alamat email yang pernah melapor ke LAPOR!.
x.
Delete
Delete merupakan fitur yang berisikan aduan dan laporan yang dihapus
oleh administrator dari fitut approval. Fitur ini juga digunakan untuk melakukan
pengecekan administrator tidak menghapus aduan dan laporan yang berisi
substansi pelaporan.
xi.
Hold
Fitur hold berisi aduan yang ditahan karena belum ditindak lanjuti tetapi
sudah diteruskan ke Kementrian / Lembaga terkait. Laporan yang seperti ini perlu
mendapat pengawasan terus sehingga ditahan terlebih dahulu di fitur hold. Ketika
ditahan di fitur hold, laporan tidak akan tertutup meskipun sudah ditindak lanjuti
kecuali Kementrian / Lembaga terkait mengirimkan permintaan penutupan aduan.
xii.
Request Tutup
Berisi permintaan penutupan aduan atau laporan yang sebelumnya ditahan
di fitur hold.
xiii.
Bukan Wewenang
Apabila Kementrian/Lembaga merasa bahwa aduan tersebut bukan
wewenangnya, maka mereka dapat mengajukan konfirmasi yang menyatakan
bahwa laporan itu bukan wewenangnya. Aduan nantinya akan masuk ke fitur ini
dan dikonfirmasi ulang oleh administrator.
xiv.
Pesan
Pesan merupakan fitur yang digunakan untuk komunikasi antara pengelola
LAPOR! dengan Kementrian / Lembaga. Fitur ini merupakan fitur chatting pada
113
LAPOR!. Pesan digunakan saat dibutuhkan komunikasi yang lebih cepat tanpa
melalui pengiriman request dan berkirim email antara pengelola dengan
Kementrian/Lembaga.
xv.
Master Data
Pengelola memiliki salah satu fitur yang menyimpan data-data master dari
registratsi instant pemerintah. Fitur ini dikelola oleh spesialis IT LAPOR! dan
digunakan sebagai token akses.
xvi.
Report
Fitur ini berisikan statistik berdasarkan laporan yang sudah dikelola.
Melalui fitur ini pengelola dapat mengetahui jumlah laporan masuk, approve,
pending dan lainnya. Selain itu dapat dilihat bagaimana laju verifikasi dan usia
laporan.
xvii.
Kualitas Bahasa Laporan
Berisi rating dari kualitas aduan berdasarkan star rating yang diisi oleh
administrator di awal. Saat ini di bulan Agustus 2015, rata-rata rating laporan
masyarakat adalah 3,48. Angka ini berarti aduan masyarakat saat ini sudah banyak
yang sesuai dengan EYD pada segi tata bahasa, namun belum cukup lengkap
informasi yang disampaikan.
xviii.
Banned
Di dalam banned terdapat nomor telepon, email maupun pengguna yang
dirasa tidak pernah memberikan input yang sesuai substansinya dan terus menerus
mengirimkan pesan. Laporannya biasanya berisikan pesan yang sama sekali tidak
ada kaitannya dengan pembangunan dan kinerja pemerintah. Kebanyakan aduan
dan pengguna yang dimasukan ke fitur banned ini mengirimkan pesan-pesan
berbau SARA dan tidak sesuai substansi.
114
xix.
Junk
Fitur ini merupakan fitur untuk memudahkan administrator dalam
menyortir
kata-kata
dalam
sebuah
pelaporan.
Apabila
sebuah
laporan
mengandung terlalu banyak kata kasar, yang sudah dimasukan ke sistem oleh
pengelola, maka secara otomatis akan masuk ek Junk. Pelapor akan secara
otomatis mendapat email dari LAPOR! yang menyatakan bahwa laporan tidak
dapat diproses. Pelapor diminta untuk melihat syarat dan ketentuan melapor yang
disertakan dalam sebuah link pada email.
xx.
SMS Pull
Fitur ini digunakan untuk melihat raw-data dari SMS-SMS yang masuk.
Melalui fitur ini dapat dilihat SMS-SMS berdasarkan provider yang masuk.
Seluruh fitur yang disebutkan diatas digunakan oleh pengelola untuk
membantu pengelolaan aduan di media sosial LAPOR!. Bagaimana pengelola
mengelola aduan akan dipaparkan di pembahasan poin selanjutnya.
3. Pelaksanaan pengunggahan pesan pada LAPOR!
Pembahasan dan analisis poin ini akan menceritakan bagaimana pengelola
LAPOR!
melakukan
pengunggahan
pesan
dari
para
pengguna
dan
mendisposisikannya ke lembaga terkait. Proses dari awal pesan masuk hingga
terdisposisi akan digambarkan dalam bagan dan diceritakan apa saja yang terjadi
di dalamnya dalam bentuk narasi. Berikut adalah gambaran alur mulai dari pesan
masuk hingga terdisposisi:
Laporan masuk
Konfirmasi
kelengkapan
informasi
Penyuntingan
Disposisi
Bagan 4.1: Alur pengunggahan pesan oleh administrator
115
Proses mengolah pesan untuk diunggah ke media sosial berupa disposisi
ke lembaga terkait dimulai dari masuknya laporan masyarakat melalui kanal
website, SMS dan aplikasi pada smartphone. Laporan masyarakat yang diunggah
akan masuk ke sistem LAPOR! dan dapat diakses oleh administrator.
Administrator inilah yang berperan unutk menjadi moderator pada percakapan
yang akan terjadi antara lembaga terkait dengan masyarakat. Berdasarkan
wawancara dengan spesialis administrai LAPOR!, Miranti, terdapat tiga tugas
administrator di dalam mengelola laporan masyarakat melalui LAPOR!. Pertama
ialah memastikan kelengkapan subtansi dan informasi laporan masyarakat. Kedua,
menyunting aduan masyarakat. Ketiga, memandu dan menjadi moderator aduan
dari awal hingga selesai, di dalamnya ketika masyarakat dan lembaga berinteraksi.
Tugas pertama ialah memastikan kelengkapan substansi dan informasi
laporan sebelum didisposisikan atau diunggah ke publik dan lembaga terkait.
LAPOR! memiliki syarat mengajukan aduan salah satunya ialah kelengkapan
informasi dan subtansi pelaporan. Apabila laporan belum lengkap, maka
dilakukan korespondensi. Sebagai contoh, pada kasus pelaporan pengurusan
sertifikat tanah, masyarakat harus menyertakan dengan jelas daerah kantor BPN
yang mengurus, nomor berkas, tanggal memasukan, dan informasi pendukung
lain. Apabila informasi yang dibutuhkan sudah dilengkapi, laporan akan
diteruskan. Namun, apabila pelapor tidak korporatif, laporan akan dihapus oleh
administrator.
“Kalau setelah dilakukan konfirmasi dia tidak korporatif, laporam akan
kita hapus. Kecuali dia benar-benar tidak jelas. Terkadang ada yang
melapor untuk menurunkan pejabat atau presiden tanpa alasan, ini kan
tidak jelas ya tidak ada substansi pengaduannya.” (Wawancara Gibran,
Kantor Eks. UKP4, 4 Juni 2015).
Setelah informasi dilengkapi dan laporan dapat diteruskan, tugas
administrator selanjutnya adalah melakukan penyuntingan. Dijelaskan Miranti
lebih lanjut, penyuntingan yang dilakukan ialah penyuntingan redaksional yang
diklaim tidak mengubah makna. Ada beberapa aturan dan kesepakatan yang
dibuat oleh pengelola berkaitan dengan penyuntingan laporan masyarakat.
116
Kesepakatan tersebut dikomunikasikan kepada semua administrator pada satu
minggu pertama administrator mengemban tugasnya.
Ada dua jenis tulisan yang disunting oleh pengelola LAPOR! berkaitan
dengan tata bahasa yaitu apabila pelaporan menggunakan banyak singkatan dan
juga apabila mengandung kata-kata kotor. Selain berkaitan dengan tata bahasa,
penyuntingan juga dilakukan terhadap laporan yang menggunakan bahasa daerah.
LAPOR! memiliki aturan dan syarat pengajuan laporan yaitu hanya menggunakan
bahasa Indonesia. Laporan yang menggunakan bahasa daerah akan melalui proses
penyuntingan berupa klarifikasi ke pelapor.
Pelapor yang mengirimkan laporan dalam format bahasa daerah
laporannya tidak akan dilakukan perubahan apapun pada laporannya, melainkan
akan dihubungi oleh administrator kembali. Administrator akan meminta pelapor
untuk menyampaikan laporan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Setelah itu pengelola akan menunggu balasan dari pelapor atau menunggu laporan
dikirim kembali dengan format bahasa Indonesia.
Menurut pengakuan Miranti, spesialis administrator LAPOR!, berdasarkan
pengalamannya mengelola aduan masyarakat, setelah dilakukan follow-up
biasanya pelapor akan mengirimkan laporannya kembali dengan format bahasa
Indonesia. Pengelola tidak melakukan suntingan terhadap bahasa daerah
dikarenakan pengelola tidak memiliki kemampuan bahasa daerah yang luas.
Sehingga, laporan dalam bahasa daerah harus diubah oleh pelapor menjadi bahasa
Indonesia agar dimengerti maksud, tujuan dan substansinya.
Sedangkan apabila laporan sudah menggunakan bahasa Indonesia namun
mengandung singkatan, akan dilakukan suntingan terhadap laporan berupa
memperpanjang singkatan yang ada di dalam laporan tersebut oleh administrator.
Sebagai contoh, singkatan ―yg‖ akan diperpanjang menjadi ―yang‖, ―Jln.‖ Akan
diperpanjang menjadi ―jalan‖. Perpanjangan singkatan akan dilakukan sesuai
dengan pembacaan yang dilakukan oleh administrator. Selain itu apabila terdapat
117
istilah alay3 maka administrator akan mengubahnya ke bahasa Indonesia yang
tepat ejaannya.
Berikut adalah contoh suntingan tata bahasa yang dilakukan oleh
administrator LAPOR!:
Gambar 4.11: Aduan yang belum disunting
Sumber: Data Administrator
Gambar 4.12: Contoh aduan yang sudah disunting oleh administrator
Sumber: Data Administrator
Sedangkan untuk penyuntingan pada laporan yang mengandung kata-kata
kotor, pengelola LAPOR! memiliki pandangan dan kesepakatan tersendiri.
3
Sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay"
merupakan singkatan dari "anak layangan"atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotipe
yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. “Alay” diidentikan salah satunya
dengan model penulisan menggunakan singkatan.. Biasanya gaya penulisan “Alay” memiliki ciri
khas istilah seperti –nya yang disingkat menjadi –x dan lain sebagainya.
118
“Terkadang masyarakat ketika mengalami masalah suka terbawa emosi.
Jadi mereka ikut melampirkan ke laporannya. Intinya memaki-maki
kementrian atau lembaganya. Nah, yang seperti itu akan kita sunting
menjadi saya sangat tidak puas. Intinya kita memperhalus bahasa-bahasa
kasar.” (Wawancara Miranti, Gedung Eks.UKP4, 26 Agustus 2015).
LAPOR! mengubah kata-kata yang dikategorikan LAPOR! sebagai kata
kotor dan kasar menjadi ―saya sangat tidak puas‖. Pihak pengelola berpendapat
bahwa kata-kata kotor menandakan adanya ketidakpuasan masyarakat sehingga
perlu ditegaskan di laporan yang akan didisposisikan ke lembaga terkait.
Penggantian kata kotor tersebut sudah disepakati sejak awal.
Setelah laporan disunting oleh pengelola, pengelola akan melakukan
disposisi laporan ke lembaga terkait yang dapat dilihat baik oleh pelapor, lembaga
terkait maupun publik. Laporan yang didisposisikan ialah laporan yang sudah
melalui tahap penyuntingan oleh pengelola. Sedangkan laporan original dari
pelapor tidak bisa diakses dan diketahui oleh lembaga terkait maupun publik.
Pihak yang dapat mengetahui dan melihat laporan original hanyalah pelapor dan
administrator LAPOR!. Pelapor akan menerima notifikasi bahwa laporannya telah
didisposisikan dan pelapor dapat melihat laporan yang didisposisikan tersebut.
Pengelola LAPOR! mengklaim bahwa pemberian notifikasi disposisi
tersebut merupakan langkah memberikan hak bagi pelapor untuk menyetujui
ataupun tidak menyetujui suntingan yang telah dilakukan. Pihak pengelola
berpendapat bahwa disana ada hak pelapor untuk menolak, memrotes dan
mengklarifikasi suntingan yang dilakukan. Apabila pelapor merasa laporannya
berubah substansi, tidak sesuai dengan yang ia maksudkan, maka ia dapat
mengklarifikasi melalui fitur balasan.
“..dengan notifikasi tersebut sebenarnya pelapor sudah ternotifikasi
bahwa laporannya berubah seperti itu. Apakah dia menyetujui atau tidak?
Jika mereka tidak menyetujuinya mereka pasti akan mengirim email
konfirmasi „kenapa laporan saya disunting seperti itu?‟” (Wawancara
Miranti, Gedung Eks. UKP4 Jakarta, 26 Agustus 2015).
119
Penyuntingan yang dilakukan oleh administrator dinilai hanyalah sebuah
penyuntingan redaksional sebagai upaya edukasi untuk masyarakat. LAPOR!
ingin mengedukasi masyarakat Indonesia dengan menampilkan laporan utuh dan
layak untuk dibaca, tanpa penulisan alay dan kata-kata kasar. LAPOR! ingin
mengedukasi masyarakat untuk memberikan laporan yang rapid an jelas. Gibran
menambahkan bawah LAPOR! tidak ingin menjadi sekadar ―tukang pos‖ yang
menghantarkan aduan dari masyarakat ke lembaga terkait, tetapi memastikan
kualitas dari laporan tersebut baik.
Di
dalam
pandangan
peneliti,
fenomena
LAPOR!
dengan
alur
pengunggahan laporan dan disposisinya yang melibatkan tahap penyuntingan
membuat dua perspektif. Pertama ialah perspektif terhadap pengelolaan layanan
aduan. Tindakan melakukan penyuntingan dengan maksud membuat kejelasan
dan kerapian laporan merupakan keputusan yang baik. Hal tersebut bisa memang
bisa membuat laporan menjadi lebih rapi dan jelas yang bisa berdampak ke
penanganan yang dapat lebih cepat dilakukan.
Namun, jika dilihat dari perspektif mengelola media sosial, penyuntingan
yang dilakukan tidak sesuai dengan salah satu karakteristik media sosial yaitu
kebebasan mengunggah informasi dan konten oleh pengguna. Di dalam media
sosial seharusnya tidak ada gate keeper dan konten diserahkan pada user.
Selain itu, jika melihatnya sebagai media sosial yang digunakan untuk
menyampaikan aspirasi masyarakat. Perubahan-perubahan dalam penyuntingan
yang dilakukan dapat saja disadari atau tidak mengubah makna dari pesan yang
ingin disampaikan masyarakat. Kita mengetahui bahwa bahasa mengubah makna.
Setiap pilihan kata tidak semudah itu diubah dengan diksi yang lain sebab
maknanya bisa saja berganti.
Ide penyuntingan yang dilakukan terhadap kata-kata kotor memang baik,
mengingat dari sisi edukasi menampilkan kata-kata kotor ke publik di dalam
media yang diakses seluruh masyarakat bukanlah hal yang sepenuhnya bijak pula.
Memang bagus, mengedukasi masyarakat menggunakan bahasa dan kata yang
120
sopan di dalam melakukan pengaduan. Namun, mengubah ekspresi dengan
menetapkan ―saya sangat tidak puas‖ bukanlah keputusan yang sepenuhnya tepat.
Sebab, apabila pengelola mengubah seluruh ―kata kotor‖ yang ada dengan ―saya
sangat tidak puas‖ berarti pengelola telah melakukan generalisasi pesan. Padahal,
penggunaan ―kata kotor‖ tersebut bukan saja menandakan ketidakpuasan. Bisa
saja berupa ekspresi kemarahan, kejengkelan, kemuakan dan juga kekecewaan.
Makna-makna seperti itu tidak bisa digeneralisasi dengan menyimpulkan bahwa
pelapor sangat tidak puas. Peneliti berpandangan bahwa penyuntingan bisa saja
secara tidak langsung mengubah makna.
Perihal pemberian hak untuk mengubah, memprotes dan mengklarifikasi
laporan yang sudah disunting, peneliti berpendapat bahwa langkah itu kurang
tepat apabila dilakukan bersamaan dengan disposisi. Posisi laporan saat itu sudah
terpublish, dan sudah diantarkan ke lembaga terkait. Pemberian notifikasi
disposisi tidak bisa disamakan dengan notifikasi penyuntingan. Pandangan
peneliti, tidak semua masyarakat akan secara otomatis melakukan pengecekan
lagi. Sebagian masyarakat yang melakukan pelaporan sangat menantikan
tanggapan lebaga terkait, maka ketika laporan sudah diajukan pada pelapor secara
tidak sadar pelapor akan berfokus pada tanggapan lembaga terkait. Tidak jarang
pelapor tidak lagi sensitif terhadap aduannya karena merasa aduannya sudah
tersampaikan. Maka bisa saja muncul potensi pengadu tidak begitu menyadari
aduannya berubah dan melakukan klarifikasi. Pada proses pengunggahan pesan ke
media sosial, LAPOR! patut berhati-hati dengan proses penyuntingan yang
dilakukan. Penyuntingan bisa menjadi sangat rawan mengubah makna, yang
berarti mengubah pesan dari masyarakat, mengubah suara masyarakat pula.
4. Memantau percakapan pada aduan terdisposisi
Setelah laporan melalui tahap penyuntingan, maka laporan tersebut sudah
dapat diunggah ke publik sekaligus didisposisikan ke lembaga terkait. Apabila
sudah terdisposisi, maka selanjutnya tampilannya akan seperti ini:
121
Gambar 4.13: Tampilan Laporan yang Sudah Didisposisikan dan Ditampilkan ke
Publik
Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya
Laporan yang sudah disunting akan ditampilkan oleh pengelola kepada
publik dan juga didisposisikan ke lembaga terkait. Di dalamnya masyarakat dan
lembaga terkait dapat melakukan interaksi. Berikut adalah contoh tampilan dari
disposisi dan interaksi yang dilakukan antara masyarakat dan lembaga terkait:
Gambar 4.14: Tampilan Disposisi dan Tanggapan Lembaga Terkait
Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya
122
Gambar 4.15: Tampilan Interaksi antara Lembaga Terkait dengan Pelapor
Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya
LAPOR! disana memposisikan diri sebagai pihak yang mendisposisikan
pesan dan hanya memantau percakapan antara pelapor dengan lembaga terkait.
Setelah laporan sudah selesai ditindaklanjuti dan pelapor sudah puas dengan
jawaban dari lembaga terkait, LAPOR! akan menutup laporan tersebut.
Percakapan yang terbangun di dalam sebuah laporan tidak hanya bisa
diikuti oleh pelapor dan lembaga terkait. Pengguna lain juga bisa ikut memberikan
komentar di dalamnya. Selain itu pengguna lain juga bisa memberikan dukungan
terhadap sebuah laporan. Berikut adalah contoh dari komentar yang diberikan
terhadap sebuah laporan:
123
Gambar 4.16: Contoh Komentar Pengguna Terhadap Sebuah Laporan
Sumber: www.lapor.go.id/daftarlaporan
Apabila di dalam sebuah laporan yang sudah didisposisikan dirasa
diperlukan adanya moderator ataupun diperlukan intervensi karena salah satu
pihak yang kurang korporatif, maka LAPOR! akan masuk ikut berinteraksi di
dalamnya.
5. Interaksi dengan masyarakat dan pemerintah
Interaksi yang dilakukan LAPOR! dapat berupa teguran dan klarifikasi
terhadap lembaga terkait maupun kepada pelapor. Apabila lembaga terkait tidak
kunjung memberikan tanggapan dalam 5 hari kerja sejak laporan didispoisiskan,
maka LAPOR! akan memberikan komentar mendesak lembaga terkait untuk
segera memberi tanggapan.
LAPOR! juga bisa ikut berinteraksi apabila terjadi perubahan disposisi.
Perubahan disposisi ini biasanya dilakukan ketika lembaga yang awalnya
didisposisikan
melakukan
konfirmasi
bahwa
laporan
tersebut
bukan
kewenangannya. Interaksi lain yang juga bisa dilakukan oleh LAPOR! ialah
menanyakan tindaklanjut aduan di lapangan. Apabila lembaga terkait sudah
membalas dan menjanjikan akan menindaklanjuti laporan, LAPOR! akan
menanyakan dan menagih janji tindaklanjut tersebut.
124
Gambar 4.17: Contoh interaksi berupa konfirmasi tindak lanjut yang sudah
dijanjikan oleh lembaga terkait
Sumber: www.lapor.go.id/daftarlaporan
Interaksi yang dilakukan oleh LAPOR! merupakan interaksi yang sifatnya
memoderatori sebuah laporan. Apabila salah satu pihak cenderung pasif ataupun
juga tidak korperatif, LAPOR! menjadi penengah disana. Apa yang dilakukan oleh
LAPOR! dirasa baik untuk memfasilitasi dan membuat proses sebuah pelaporan
dan aduan menjadi jelas muaranya. Interaksi yang dilakukan oleh LAPOR! pun
dirasa tidak berlebihan dan hanya bersifat mengontrol agar tetap kondusif dan
tuntas. Lagi pula, LAPOR! pun melakukan perlakuan yang sama terhadap lembaga
dan masyarakat. Maksudnya, ketika masyarakat tidak korporatif, bersikeras
namun tidak dapat memberikan argumen dan bukti yang jelas, LAPOR! pun
melakukan teguran dan menutup kasus. Fungsi interaksi yang dilakukan LAPOR!
lebih kepada menjaga kondusifitas dan ketuntasan aduan.
6. Menganalisa aduan yang masuk
Di dalam menganalisa aduan yang masuk kedalam LAPOR!, pengelola
membuat analisa mingguan dan bulanan. Data yang sudah diolah oleh pengelola
dapat digunakan sebagai pelengkap data bagi kepentingan pemerintah. Sebagai
125
contoh, ketika Presiden akan melakukan blusukan ke Bengkulu, Lampung dan
Banten, LAPOR! memberikan analisis permasalahan yang ada di wilayah tersebut.
LAPOR! menyuguhkan persebaran aduan dan apa saja isu prioritas nasional.
Analisa yang dilakukan memanfaatkan teknologi words cloud dan
pencarian cepat. Pemerintah dapat memilih data apa yang diperlukan dan kurun
waktu yang akan dilihat. Sistem akan menyuguhkan data berdasarkan keyword
dan jumlah sampel aduan. Selain itu, pengelola LAPOR! juga dapat menganalisa
kantor / lembaga yang paling sering mendapat aduan selama kurun waktu tertentu.
7. Merumuskan rekomendasi tindakan
Semua analisa tersebut dijadikan data nasional yang terarsip rapi dan dapat
digunakan oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan.
LAPOR! tidak menyuguhkan rekomendasi tindakan yang sebaiknya diambil
pemerintah atau kebijakan yang disarankan. LAPOR! hanya menyuguhkan data
apa adanya kepada pemerintah guna mendukung pengambilan kebijakannya.
Selain menyuguhkan data nasional yang sudah diolah berdasarkan dengan
aduan masyarakat dalam kurun waktu tertentu, salah satu langkah lain untuk
mendukung data bagi pemerintah ialah dengan membuka fitur Opini Kebijakan.
Fitur ini membuka jajak pendapat yang diperuntukan bagi masyarakat berkaitan
dengan isu-isu pembangunan dan kinerja pemerintah yang sedang hangat. Hasil
dari opini dan jajak pendapat ini dapat disertakan sebagai data untuk memperkuat
analisis pemerintah terhadap perencaan sebuah kebijakan.
126
Gambar 4.18: Fitur Opini Kebijakan yang Mengusung Jajak Pendapat Dana
Aspirasi DPR pada Bula Juni 2015
Sumber: www.lapor.go.id/opinikebijakan
8. Menyebarluaskan Kebijakan
LAPOR! di dalam pengelolaannya tidak memiliki fitur maupun tidak
menjalankan fungsi sosialisasi kebijakan pemerintah. Posisi LAPOR! adalah
sebagai
kanal
yang
menampung
aspirasi
dan
aduan
masyarakat
dan
mengomunikasikannya ke lembaga terkait. LAPOR! hanya memfasilitasi lembaga
terkait untuk memberikan konfirmasi maupun tanggapan dan tindak lanjut
terhadap aduan masyarakat. Selain itu LAPOR! hanya menyuguhkan data nasional
berdasarkan aduan masyarakat. Namun untuk sisi menyebarluaskan kebijakan,
sejauh ini LAPOR! tidak melakukannya.
Kebijakan yang diambil oleh lembaga berkaitan dengan aduan
dikomunikasikan oleh lembaga terkait itu sendiri melalui LAPOR! dalam fitur
percakapan dengan pelapor. Kebijakan yang dimaksud ialah kebijakan yang
berkaitan langsung dengan sebuah aduan. Namun, apabila kemudian tiap lembaga
127
membuat kebijakan lain yang bersifat lebih makro, yang sifatnya tidak spesifik
menanggapi sebuah aduan, lembaga itu sendiri yang akan menyebarluaskannya.
LAPOR! hanya memfasilitasi interaksi yang berkaitan dengan aduan masyarakat.
E. Pemantauan – Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan oleh LAPOR! di dalam pengelolaan media
sosialnya dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan sekali. Evaluasi tersebut mengacu
pada Indikator Kerja Utama (IKU) yang disusun diawal tahun. Pengelola LAPOR!
tidak membuka akses IKU dan rencana kerja kepada publik maupun peneliti,
tetapi memberikan beberapa contoh dari IKU, rencana kerja dan bagaimana
mereka mengevaluasinya sebagai gambaran penelitian ini.
Ada beberapa IKU yang ditetapkan sebagai standar baku misalnya adalah
public trust. Salah satu poinnya ialah meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat.
Salah satu cara evaluasi untuk mengukurnya adalah melalui survei berkala setiap
beberapa bulan. Selain itu, output lain berupa public participation diukur dari
presentasi aduan yang layak diteruskan. Angka yang ditetapkan oleh divisi
administrator 4 persen, angka ini pada proses evaluasi dinilai sangat kecil dan
sedang dalam upaya peningkatan bekerja sama dengan divisi komunikasi dalam
sosialisasi.
LAPOR! juga mengevaluasi dari sisi tindak lanjut aduan. Pada evaluasi
pengelola mengukur berapa presentase aduan yang berhasil dituntaskan
Kementrian, Lembaga ataupun Pemda. Target LAPOR! pada 2015, sebanyak 60%
aduan yang masuk dapat dituntaskan oleh Kemntrian, Lembaga dan Pemda.
Target-target lain yang dievaluasi ialah kemudahan dan keterpaduan yang diukur
dari jumlah lembaga yang terhubung dengan LAPOR!.
Selain melakukan evaluasi internal terhadap pengelola dan capaiancapaian yang sudah ditargetkan di awal, LAPOR! juga melakukan pemantauan
dan ―evaluasi‖ terhadap lembaga yang terhubung. Bentuk evaluasi dan
pemantauannya ialah berupa laporan berkala setiap 6 bulan. Laporan dikirim
128
dalam bentu statistik dan surat. Tetapi, laporan yang secara berkala disampaikan
ke Kementrian, Lembaga dan Pemda adalah laporan garis besar saja. Laporan
detil masih menjadi konsumsi internal pengelola dan akan ditentukan oleh
decision review board apakah perlu diestalasi ke pejabat terkait atau tidak.
Evaluasi rutin berupa laporan setiap 6 bulan tersebut didukung pula
dengan evaluasi bulanan berupa reminder berkala. Reminder berkala ini
digunakan sebagai monitoring untuk tindak lanjut. Reminder pertama melalui
SMS dan email. Apabila Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait belum juga
memberikan tindak lanjut maka akan ditelepon dan mendapat surat yang ditujukan
langsung ke Mentri agar mendapat teguran dari atasan. Apabila hingga bulan
kedua dan ketiga sejak reminder pertama belum juga memberikan tindak lanjut
dan tanggapan, LAPOR! akan memanggil Kementrian / Lembaga terkait ke
Kantor Staf Presiden.
Langkah itu dinilai pengelola bukan semata-mata merupakan langkah
evaluasi. Pihak pengelola LAPOR! menyebut langkah memberi peringatan
bulanan dan juga memanggil itu sebagai bentuk keseriusan menangani aduan
masyarakat dan menegur pihak terkait. Namun, peneliti melihat langkah tersebut
juga merupakan langkah pemantauan dan juga salah satu cara pengelola
mengevaluasi kerja Kementrian, Lembaga dan Pemda dalam mengelola aduan.
F. Hambatan dan Tantangan Mengelola LAPOR!
Di dalam mengelola LAPOR!, pengelola memiliki hambatan dan tantangan
baik dari segi masyarakat Indonesia maupun dari pemerintah. Dari segi
masyarakat Indonesia, muncul tantangan bagi pengelola yaitu masih minimnya
pengguna dan juga persebaran aduan yang tidak merata. Secara umum pengguna
LAPOR! masih sedikit berkisar antara 300.000 pengguna. Padahal, pengelola
memiliki cita-cita LAPOR! digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain
itu, persebaran laporan yang belum merata juga menjadi tantangan bagi pengelola.
Laporan masih berpusat di pulau Jawa. Padahal, ada banyak permasalahan yang
129
juga terjadi di luar pulau Jawa. Pengelola memiliki tantangan untuk mengajak
lebih banyak masyarakat dan menyosialisasikan lebih luas mengenai LAPOR!.
Tidak hanya tantangan, pengelola juga menghadapi hambatan dalam
mengelola aduan masyarakat di LAPOR!. Bagi pengelola, cara penyampaian
aduan masyarakat yang belum sesuai tata bahasanya merupakan sebuah hambatan
tersendiri. Penggunaan bahasa daerah, penulisan dengan singkatan dan gaya
menulis yang alay membuat proses penyampaian aduan menjadi panjang dan
memakan waktu lebih lama. Meskipun begitu, administrator disiapkan untuk
selalu siap membantu masyarakat.
Selain dari sisi masyarakat, hambatan juga muncul dari sisi pemerintah.
Hambatan terbesar dari sisi pemerintah ialah belum disiplinnya semua lembaga
yang terhubung. Gibran mengungkapkan bahwa karakteristik setiap lembaga
berbeda-beda sehingga cara menjaga performa lembaga menjadi PR tersendiri
bagi pengelola.
“Karakteristik kementrian itu beda-beda. Ada yang pemimpinnya aware.
Bandung, walikotanya comment langsung di laporannya, artinya dia
melihat sistem itu. Tapi ada juga yang masa bodoh, dijawab kalau
sesempatnya aja. Ini beda-beda karakteristik pemerintah. Dengan sistem
yang terbuka ini kami harapkan masyarakat bisa menilai langsung.
Sehingga yang masih belum aware bisa dalam tanda kutip kita tekan
bareng-bareng. Sehingga tekanan bukan hanya dari kami di kantor
presiden, tapi masyarakat langsung.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks.
UKP 4 Jakarta, 4 Juni 2015)
Tantangan dari sisi pemerintah muncul dari belum terhubungnya semua
kementrian, lembaga dan Pemda dengan LAPOR!. Ketidakterhubungan ini tentu
saja menghambat LAPOR! sebab ketidakterhubungan ini juga berdampak pada
jumlah aduan masyarakat. Apabila semakin banyak lembaga, kementrian dan
Pemda yang terhubung bisa lebih banyak juga masyarakat yang akan
menggunakan. Keterhubungan ini menjadi salah satu PR terbesar bagi LAPOR!.
Sebagai layanan aduan dan aspirasi yang berniat untuk mengintegrasikan seluruh
Indonesia, sebaiknya LAPOR! serius untuk menyelesaikan hambatan dan
tantangan ketidakterhubungan ini.
130
G. Analisis Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi
dan pengaduan dalam Mewujudkan Good Governance
Melihat pengelolaan LAPOR! tidak bisa hanya semata dari sistem dan
fiturnya. Keseluruhan langkah pengelolaan perlu di lihat untuk melihat
kontribusinya dalam mewujudkan good governance. Pembahasan akan dimulai
dengan mengupas karakteristik LAPOR! sebagai media sosial. Pengelola
mengklaim LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan pengaduan yang berbasis media
sosial.
Saxena (2013) mengungkapkan tujuh karakteristik dan keunikan media
sosial yang membedakannya dari media konvensional. Pertama, media sosial
terbangun dari web space yang bisa diakses bebas oleh pengguna internet. Kedua,
ada alamat web khusus yang digunakan untuk mengakses. Sebagai sebuah layanan
aspirasi pengaduan berbasis media sosial, LAPOR! memiliki sebuah web space
www.lapor.go.id yang dapat diakses oleh semua pengguna internet dan menjadi
website rujukan semua kanalnya. Ketiga, media sosial memungkinkan pengguna
membuat profil sebagai identitas dan keempat, media sosial membuka
konektivitas antar penggunanya. Kelima, media sosial mempunyai potensi
membangun percakapan. Keenam, konten media sosial dapat ditelusur ulang oleh
pengguna lain. LAPOR! memiliki profil dan akun bagi masing-masing pengguna
dan memiliki timeline yang menampilkan setiap laporan. Di dalam setiap laporan,
terdapat kolom komentar yang dapat diisi oleh pengguna lain sebagai media
berkomunikasi. Pengguna lain juga dapat melihat laporan-laporan terdahulu
dengan kolom cari laporan dan juga timeline yang memuat semua laporan yang
terpublikasi.
Secara garis besar LAPOR! memenuhi dua poin utama dari media sosial
yaitu kolaborasi dan partisipasi dimana LAPOR! dapat mempertemukan para
pengguna unutk berinteraksi dan berkolaborasi di dalamnya. LAPOR! juga bisa
menunmbuhkan partisipasi penggunanya. Namun, salah satu karakteristik media
sosial, yang membedakannya dengan media tidak sesuai dengan LAPOR!. Media
131
sosial seharusnya memungkinkan setiap pengguna mengunggah informasi atau
konten. Apabila pada media konvensional terdapat gate keeper atau editor konten,
konten pada media sosial seluruhnya berasal dari pengguna, semua orang dapat
menjadi sumber informasi. Pada pengelolaan LAPOR!, tidak semua konten yang
dibuat oleh pengguna dapat ditampilkan di media sosial LAPOR!. Di dalam
pengelolaan, terdapat administrator yang melakukan penyuntingan pesan dan
memilih pesan mana yang layak ditampilkan atau tidak.
Secara tampilan, fitur dan sistem keseluruhan memang LAPOR!
menggunakan basis media sosial. Tampilan timeline, komentar dan potensi
interaksinya sesuai dengan karakteristik media sosial. Namun, LAPOR! juga tidak
lebih seperti media lain yang tidak memberikan kebebasan penuh pengguna
mengunggah konten. Sehingga apabila diklaim sebagai sebuah media sosial,
peneliti merasa LAPOR! belum sepenuhnya bisa dikatakan media sosial. LAPOR!
lebih tepat dikatakan sebagai layanan aspirasi dan aduan yang mengadopsi dan
berbasis pada media sosial.
Selanjutnya ada dua cara yang digunakan peneliti untuk melihat kontribusi
LAPOR! dalam mewujudkan good governance. Pertama ialah melihat keseusaian
fitur (teknis) dengan prinsip good governance. Kedua, melihat implementasi
prinsip good governance dan complain handling sytem didalam pengelolaan yang
dilakukan LAPOR!. Guna memudahkan, berikut adalah tabel kaitan antara fitur
LAPOR! dengan prinsip good governance:
132
Tabel 4.2. Implementasi Prinsip Good Governance pada LAPOR!
Prinsip Good
Governance
Partisipasi
Pengawasan
Publik
Fitur
Pengelolaan
Open Channel
LAPOR! membuka partisipasi warga
menyampaikan aspirasi dan aduannya
Aktivasi Akun
Melakukan survei guna membuka masukan
pengembangan
Forum Dialog
Kolom Komentar
Timeline
Pembebasan
Kategori Laporan
Alamat kontak
LAPOR!
Transparansi
Melakukan sosialisasi guna meningatkan
partisipasi
Membuka ruang bagi masyarakat untuk
terlibat dalam pengawasan pembangunan
Pesan terdispoisis hingga ditutup
ditampilkan pengelola
Admin membalas pesan yang diajukan
masuk ke dalam sistem
Kolom komentar
Pengelola menerima kritik dan saran serta
membalas kontak pengguna
Ada editing pesan sebelum di disposisikan
Tenggat Waktu
Tindak Lanjut
Masih banyak tanggapan yang melebihi
tenggat waktu
Notifikasi
Evaluasi berkala internal, laporan berkala
untuk lembaga terhubung
Kesetaraan
Peluang
Akses terbuka
Belum meratanya infrastruktur internet
Efisiensi
Disposisi
otomatis oleh
administrator
Timeline
Profesionalis
me
Efektivitas
Penegakan
hukum
Daya
Tanggap
Minimnya keterhubungan lembaga dan
Pemda
Laporan sukses
Laporan Anonim
dan Rahasia
Protected
username
Deadline
disposisi dan
tanggapan
Fitur junk
otomatis
Pengelola menjamin kerahasiaan identitas
pengguna fitur anonim dan rahasia
Ada reminder dari pengelola kepada
lembaga terhubung
Pengelola menerima kritik dan saran
berkaitan dengan LAPOR!
133
menghapus pesan
yang tidak
mengandung
aduan (spam)
Wawasan
kedepan
Opini publik
Melakukan survei dan evaluasi serta uji coba
materi
Kontak pengelola
Pengelola menampilkan kegiatan yang
dilakukan di blog
Statistik LAPOR!
Pengelola membuat rekapan data nasional
apabila diperlukan lembaga terkait
Akuntabilitas
Akuntabilitas
Pegelola memberikan laporan berkala dan
Statistik LAPOR! akses data yang terbuka, kecuali data laporan
rahasia
Secara garis besar, dilihat dari sistem dan fitur yang dimiliki LAPOR!
sudah sangat mendukung perwujudan good governance. Namun, apabila dilihat
dari pengelolaan, terlepas dari fitur yang ada, beberapa prinsip masih belum
maksimal dalam implementasinya.
LAPOR! sebagai sebuah layanan aspirasi dan aduan masyarakat berangkat
dari ide besar membangun membangun partisipasi publik di dalam mengawasi
pembangunan dan pemerintah. Meskipun bukan pihak yang secara langsung
melakukan pembangunan, namun masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam
mengawasi dan memperbaiki kinerja aparatur negara. Sebuah pelaporan dan
aduan tampaknya adalah hal sepele, namun itu adalah sebuah bukti bahwa
masyarakat peduli dan punya partisipasi dalam pembangunan. LAPOR!
memfasilitasi partisipasi masyarakat melalui penyediaan sarana untuk bersuara
yang mudah diakses (accessable), partisipasif. Masyarakat mempunyai hak
bersuara dan berkontribusi pada pembangunan yang dapat difasilitasi oleh
LAPOR!.
Apabila di lihat dari sisi fitur di LAPOR!, partisipasi tergambar dari fitur di
LAPOR! seperti komentar dan beri dukungan. Selain itu, sebagai sebuah layanan
aspirasi dan pengaduan, LAPOR! juga mendukung prinsip layanan aduan yaitu
134
kesederhanaan dan aksesibilitas. LAPOR! dapat diakses tidak hanya dari satu
kanal saja tetapi 3 kanal yang memudahkan pengguna untuk berpartisipasi.
Selain itu, LAPOR! dinilai peneliti telah membantu terwujudnya
pengawasan publik. LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi membuka
peluang publik untuk mengawas dan tidak tinggal diam dalam memantau
pembangunan dan pelayanan publik. Posisi LAPOR! dalam pengawasan public ini
pun cukup objektif mengingat LAPOR! berperan sebagai jembatan penghubung,
bukan yang menerima dan mengambil tindak lanjut laporan. LAPOR! sebagai
layanan aspirasi dan aduan telah mengajak masyarakat untuk mengawasi kinerja
pemerintah. Pengawasan publik ini pun tercermin pada segi fitur. LAPOR!
memiliki timeline untuk memudahkan pengawasan dan pemantauan aduan. Selain
itu. LAPOR! juga tidak membatasi kategori aduan sehingga memperluas
kesempatan masyarakat mengawasi pemerintah dari berbagai lini.
Selain
itu,
LAPOR!
sebagai
layanan
aduan
dan
aspirasi
juga
mengedepankan transparansinya. Secara teknis LAPOR! menonjolkan prinsip
transparansi terutama dari fitur dan sistem yang dimiliki. Tetapi, harus diakui
bahwa pada pengelolaan aduan, prinsip transparansi belum sepenuhnya terpenuhi
karena ternyata pengelola melakukan suntingan, yang tidak dinotifikasikan secara
langsung (diberi tahu bahwa tulisannya disunting) kepada pelapor. Penyuntingan
ini memang tujuannya baik, namun sangat rawan mengubah makna dan pesan dari
masyarakat.
Selanjutnya melihat prinsip daya tanggap, profesionalisme serta efektivitas
dan efisiensi. Belum semua komponen pemerintah yang terlibat di LAPOR!
menunjukan profesionalismenya dalam menanggapi aduan masyarakat. Prinsip
pelayanan aduan yang responsive, efisien, dan cepat terbukti belum maksimal
dilihat dari masih banyaknya aduan yang terlambat ditanggapi dan melebihi
tenggat waktu. Belum lagi jumlah Kementrian, Lembaga dan Pemda yang
terhubung masih minim. Jumlah Kementrian, Lembaga dan Pemda yang
135
terhubung belum bisa membuat LAPOR! dikatakan mampu memfaslitasi seluruh
laporan masyarakat, seperti ekspektasi yang ditawarkan.
Bayangkan, ada ratusan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dan
LAPOR! hanya terhubung dengan 5 Pemda saja. Padahal, berdasarkan otonomi
daerah, Pemda memiliki kebebasan untuk mengelola daerahnya sehingga
menyebabkan birokrasi setiap daerah di Indonesia tidaklah sama. Padahal,
masalah yang ada di masyarakat bukan hanya masalah pemerintah pusat atau
kementrian. Justru, sebagai instansi yang paling dekat dengan masyarakat, Pemda
punya potensi permasalahan yang lebih banyak dan lebih dekat dengan publik. 5
Pemda saja tentu jumlah yang sangat kecil.
Kejanggalan muncul dari fakta sedikitnya Pemda dan lembaga pemerintah
yang terhubung dengan LAPOR!. LAPOR! merupakan bagian dari pemerintah,
LAPOR! pun adalah pemerintah itu sendiri, namun mengapa LAPOR! masih perlu
untuk bersusah payah menghubungkan pemerintah dengan dia? Seolah-olah
LAPOR! adalah bagian terpisah dari pemerintah. Bahkan LAPOR! harus berupaya,
bersosialisasi dan mempersuasi pemerintah daerah untuk ikut bergabung.
Kejanggalan ini pada awalnya muncul dari asumsi hambatan birokrasi
yang kemudian menghambat LAPOR! untuk menghubungkan dirinya dengan
seluruh komponen dan instansi pemerintahan. Asumsi itu muncul sebab, dilihat
dari kegiatan promosi yang dilakukan, untuk bisa terhubung dengan satu
Pemerintah Daerah saja, pengelola harus melakukan perijinan sosialisasi yang
bertingkat dengan tebusan demi tebusan. Padahal, LAPOR! membawa nama
Kantor Staf Presiden, yang posisinya berada di wilayah pemerintah pusat. Secara
logika, LAPOR! dapat lebih mudah untuk menghubungkan lembaga dan
pemerintah.
Ternyata, pemerintah telah melakukan upaya pengintegrasian semua
instansi ke sistem LAPOR! dalam bentuk Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2015. Peraturan
Menteri tersebut berisi roadmap pengembangan sistem pengelolaan pengaduan
136
pelayanan publik nasional. Di dalamnya diamanatkan bahwa setiap instansi kini
wajib memiliki dan mengelola layanan aduan yang efektif. Peraturan Menteri ini
berisi pula amanat 3 periode tahap yaitu tahun 2015, 2016 dan 2017.
Pada tahun 2015, ditargetkan bahwa setiap instansi harus memiliki layanan
aduan yang efektif dan memberikan tanggapan terhadap aduan masyarakat.
Barulah di tahun 2016, setiap instansi diwajibkan untuk terintegrasi baik secara
vertical maupun horizontal dari pusat hingga unit terkecil. LAPOR! menjadi
sarana pengintegrasian secara online yang diamanatkan di dalam Peraturan
Menteri ini.
Maka terjawab kejanggalan yang muncul dari minimnya keterhubungan
LAPOR! ini. Pemerintah memang sejak awal kemunculan LAPOR! di 2012 hingga
2015 belum menegaskan kepada seluruh instansi untuk bergabung terintegrasi
dengan LAPOR!. Barulah di tahun 2015 ini keseriusan pemerintah untuk
membangun layanan aspirasi dan pengaduan yang terintegrasi dibuktikan dengan
mengeluarkan peraturan tertulis amanat bagi seluruh instansi.
Di awal tahapan mengintegrasi pun tidak dipasang target pengintegrasian
seluruh instansi. Sebagai sebuah sistem baru, pengenalan sistem dan sosialisasi
juga perlu dilakukan sehingga periode pertama digunakan untuk membangun
pondasi masing-masing institusi. Barulah di tahun 2016 diharapkan seluruh
instansi dapat terintegrasi. Sehingga, untuk tahun ini LAPOR! memang sedang
dalam proses menyiapkan instansi untuk siap terintegrasi seluruhnya.
Selain itu sebagai layanan aspirasi dan aduan LAPOR! pun belum
memaksimalkan kesetaraan peluang. Meskipun LAPOR! merupakan layanan
berbasis media sosial yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia,
namun perlu diingat bahwa tidak semua masyarakat Indonesia mengakses internet
dan telepon seluler. Masih ada masyarakat yang tidak menggunakan telepon
genggam, smartphone dan internet yang suaranya pun perlu didengar. Para
pedagang kecil di pasar, penduduk pelosok yang kekurangan air, masyarakat
perbatasan yang belum mendapat fasilitas pendidikan layak, mereka pun perlu
137
difasilitasi suaranya. Meskipun LAPOR! membuka peluang bagi semua warga
negara, namun tidak semua orang dapat menangkap peluang yang sama.
Sebagai sebuah layanan aduan berbasis media sosial, LAPOR! sudah
berusaha memenuhi semua prinsip layanan adua dan good governance. Beberapa
prinsip sudah menonjol, namun masih banyak yang belum maksimal dan menjadi
PR bagi pengelola. Inisiatif untuk membuat layanan aduan yang inovatif ini patut
diapresiasi, namun masih banyak tantangan yang perlu dijawab. Terlalu cepat
untuk mengklaim sebagai layanan aduan terintegrasi nasional saat ini, apabila
kenyataan masih berkata bahwa lembaga dan pemerintah daerah yang terhubung
masih sangat minim. Meskipun begitu, proses menuju integrasi yang sedang
dijalani pun patut mendapat apresiasi dan dukungan. Terlalu cepat pula
mengklaim sebagai layanan aduan dan aspirasi yang efektif efisien, apabila
keefektifitasan dan efisiensi hanya dirasakan sebagian wilayah saja. Sebab,
pemerintah bukan hanya yang ada di pusat, masalah bukan hanya di pulau Jawa
dan masyarakat bukan hanya yang memiliki telepon genggam, smartphone dan
akses internet saja.
138
BAB V
Penutup
Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan
akan memberikan gambaran menyeluruh tentang temuan dan analisis atas masalah
utama penelitian yaitu pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi
dan pengaduan online. Kesimpulan juga mengulas mengenai kontribusi LAPOR!
dalam rangka membantu mewujudkan good governance di Indonesia. Pada bagian
ini juga akan dijabarkan kekuatan dan kekurangan selama proses penelitian agar
dapat digunakan sebagai bahan koreksi untuk peneliti dan dapat membantu
penelitian selanjutnya mengenai media sosial dan pemerintahan.
Pada bagian saran, peneliti akan berusaha memberikan rekomendasi
terkait dengan temuan dan analisis yang telah dilakukan. Rekomendasi dan
masukan diharapkan mampu memberi nilai tambah bagi penelitian dan
memberikan manfaat bagi pengembangan kajian Ilmu Komunikasi. Selain itu,
saran berupa rekomendasi dan masukan tersebut diharapkan dapat memberikan
manfaat pula bagi pembelajar, pengajar, serta pihak yang menggunakan penelitian
ini seperti pengelola LAPOR! dan pemerintah pada umumnya.
A. Kesimpulan
Pengelolaan komunikasi politik pemerintah kini tidak bisa dihindari lagi.
Seluruh elemen pengambilan keputusan di dalam pengelolaan negara perlu
dikelola hubungannya dengan baik. Di dalam otoritas politik modern seluruh
elemen negara perlu berkoordinasi dalam komunikasi yang korporatif guna
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good governance).
Pemerintah kini mulai membuka ruang partisipasi pada publik yang memang
semakin aktif dan kritis mengawasi pembangunan dan pelayanan publik.
Keinginan dari pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang
memberi ruang partisipasi masyarakat ini kemudian diejawantahkan menjadi
139
sebuah inisiatif program berupa penyediaan layanan aduan dan aspirasi rakyat.
Pada tahun 2012, pemerintah meluncurkan sebuah layanan aduan dan aspirasi
online berbasis media sosial yang diberi nama Layanan Aspirasi dan Pengaduan
Online Rakyat (LAPOR!).
LAPOR! merupakan sebuah layanan aspirasi dan aduan yang mengadopsi
dan berbasis layanan media sosial. Perencanaan LAPOR! diawali dengan analisa
permasalahan tantangan, perumusan tujuan dan analisa peluang. Bentuk
penggunaan media sosial dipilih sebagai model layanan aduan dan aspirasi online
didasari pertimbangan secara statistik penggunaan media sosial, psikografis
masyarakat dan juga geografis. Secara statistik, tingkat penggunaan media sosial
di Indonesia relatif tinggi. Secara psikografis masyarakat pun memiliki karakter
yang aktif berkomunikasi di dunia maya. Kondisi geografis Indonesia yang
berbentuk kepulauan dan berjarak dipisahkan bukit, gunung dan laut pun cocok
dirasa pemerintah cocok untuk diatasi permasalahan komunikasinya melalui
teknologi.
Pemerintah membangun sistem layanan aduan dan aspirasi online LAPOR!
dengan 3 pintu masuk penerimaan aduan dan aspirasi yaitu SMS, website dan
asplikasi pada smartphone. Masyarakat dapat mengajukan aduan dan aspirasi
melalui 3 pintu kemudian seluruh aduan dan aspirasi akan dikelola di satu sistem
dan dapat dipantau serta dikawal bersama-sama dalam sebuah sistem media sosial
hingga aduan tuntas ditanggapi dan ditindak lanjuti. Langkah membangun layanan
aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini dirasa dapat mendukung terwujudnya
partisipasi masyarakat yang juga merupakan poin kunci dalam penyelenggaraan
good governance.
Penelitian ini menggunakan Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun
2012 Mengenai Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah sebagai
tolak ukur didukung dengan Input/Output Model of IT Planning for Social Media
in Governemnt dari Dadashzadeh (2010) sebagai tolak ukur untuk melihat
140
pengelolaan media sosial yang dilakukan LAPOR!. Pengelolaan media sosial
terdiri dari langkah perencanaan, kegiatan media sosial, strategi media sosial,
pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. Dadashzadeh (2010) menambahkan
pada proses perencanaan pengelolaan media sosial oleh pemerintah, diperlukan
empat proses yang membedakannya dari pengelolaan media sosial pada umumnya
yaitu perencanaan nilai-nilai pelayanan publik, penentuan fokus, inventarisasi IT
dan peramalan teknologi yang akan datang.
Berdasarkan temuan di lapangan, pengelolaan media sosial LAPOR!
secara umum sudah memenuhi kelima tahapan tersebut. Hanya saja pada tahap
perencanaan LAPOR! tidak melakukan analisa POST. LAPOR! melakukan analisa
masalah dan peluang dalam bentuk lain. Analisa itu terdiri dari analisa
permasalahan dan tantangan, analisa peluang dan juga perumusan tujuan
pembuatan. Analisa permasalahan dan tantangan meliputi refleksi layanan aduan
dan aspirasi terdahulu, analisa kondisi masyarakat dan pemerintah dan analisa
kondisi geografis Indonesia. Analisa peluang berisi analisa terhadap pemanfaatan
teknologi. Sedangkan penetapan tujuan berorientasi pada visi dan misi
pemerintah. Meski tidak melakukan analisa unsur-unsur POST, namun analisa
yang dilakukan mengandung unsur-unsur POST itu sendiri.
Melalui penelitian ini, peneliti mengetahui bahwa di dalam mengelola
pesan aduan dan aspirasi masyarakat, ada campur tangan pengelola terhadap
pesan yang cukup besar. Pada tahapan pelaksanaan, LAPOR! melakukan
suntingan terhadap aduan yag maksud. Suntingan yang dilakukan sebatas
suntingan redaksional dan tata bahasa. Namun, peneliti menilai bahwa
penyuntingan yang dilakukan ini rawan mengalami perubahan makna.
Selain itu, langkah penyuntingan yang dilakukan LAPOR! tidak sejalan
dengan karakter media sosial itu sendiri. Media sosial merujuk pada Saxena
(2013) memiliki karakter konten yang user oriented tanpa adanya editor.
Maksudnya, konten yang ada di media sosial tidak mengalami editing dan berasal
dari pengguna media sosial itu sendiri. Pada LAPOR! konten yang ditampilkan
141
adalah konten yang telah mengalami editing oleh administrator. Peneliti dapat
menyimpulkan bahwa LAPOR! bukanlah media sosial seutuhnya, tetapi sebuah
layanan aduan dan aspirasi yang mengadopsi sistem media sosial.
Pada tahap evaluasi, LAPOR! melakukan evaluasi internal setiap 3 bulan
sekali kepada pengelolanya. Evaluasi dinilai dari capaian-capaian yang diraih
setiap divisi berdasarkan IKU dan target yang disusun di awal tahun. Selain itu,
LAPOR! mengirimkan laporan berkala pada Kementrian, Lembaga dan Pemda
terkait dengan statistik aduan. Pada kasus tertentu, LAPOR! akan menghubungi
KL dan Pemda terkait yang dirasa perlu mendapat teguran terkait kinerjanya.
Peneliti menyimpulkan bahwa pengelolaan media sosial LAPOR! yang
dilakukan oleh Kantor Staf Presiden sudah berupaya memenuhi prinsip-prinsip
good governance. Namun, belum semua dapat terepresentasi di dalam
pengelolaan. Beberapa prinsip seperti partisipasi dan pengawasan publik sangat
menonjol, tetapi ada beberapa prinsip seperti transparansi dan profesionalisme
yang belum menonjol.
Pengelolaan LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan pengaduan secara
keseluruhan telah mempertimbangkan nilai-nilai pelayanan publik, yang
membedakannya dengan pengelolaan media sosial biasa. Pengelolaan yang
berusaha mengedepankan kepentingan publik dan berusaha membawa perubahan
nyata bagi pembangunan patut diapresiasi meskipun aspirasi masyarakat belum
sepenuhnya dapat terwadahi.
Peneliti merasa terlalu cepat mengklaim LAPOR! sebagai layanan yang
terintegrasi secara nasional mengingat masih sangat minimnya jumlah Pemda dan
lembaga pemerintahan yang terhubung. Apabila ada keseriusan dari peemrintah
untuk mengelola layanan aduan maka seharusnya seluruh lembaga dan
pemerintah dapat terhubung. Pada kenyataannya, LAPOR! yang mengaku sebagai
pemerintah pun masih harus melakukan sosialisasi dan promosi terhadap
pemerintah itu sendiri.
142
B. Saran
Berdasarkan temuan dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah sebagai pengelola LAPOR!
Ide mewujudkan sebuah layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial
patut diapresiasi, namun sebaiknya ada keseriusan yang lebih di dalam mengelola
terutama dalam memfasilitasi seluruh lembaga, kementrian dan Pemda. Peneliti
menyarankan agar pemerintah segera mempercepat proses penghubungan seluruh
lembaga yang ada di sistem LAPOR!. Langkah ini sangat perlu dilakukan agar
LAPOR! bisa sepenuhnya menjadi tempat menyampaikan aduan dan aspirasi
masyarakat dari berbagai level permasalahan. Pemerintah perlu segera melakukan
pengintegrasian seluruh elemen pemerintahan yang ada.
Melalukan edukasi melalui penyampaian konten yang telah disunting juga
sebenarnya merupakan ide yang baik, namun pengelola perlu berhati-hati karena
penyuntingan sangatlah saran mengubah makna. Oleh karena itu, pengelola
sebaiknya lebih berhati-hati dan mempertimbangkan lagi cara menyunting yang
dilakukan. Pengelola harus memastikan bahwa suntingan tidak mengubah makna
komunikasi dari pelapor. Bagaimanapun juga pesan harus dapat sampai dengan
tepat kepada orang yang tepat pula. Semoga pemerintah dapat menjembatani
aduan masyarakat dengan tepat melalui layanan aduan dan aspirasi yang baik.
2. Bagi peneliti dengan tema serupa
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan
pelajaran dan refleksi bagi penelitian akan datang dengan tema serupa. Salah satu
keterbatasan penelitian ini ialah minimnya pra-riset yang dilakukan peneliti.
Objek penelitian LAPOR! mengalami masa transisi antara dua periode
pemerintahan, pengetahuan mengenai LAPOR! dahulu dan sekarang terhitung
minim karena pra-riset yang tidak maksimal. Oleh karena itu, bagi pembelajar
143
yang akan melakukan penelitian dengan tema serupa peneliti menyarankan untuk
melakukan pra-riset guna memastikan secara garis besar seluk beluk untuk
memudahkan melihat masalah.
Di dalam melakukan penelitian, peneliti memiliki keterbatasan waktu
wawancara yaitu hanya sebanyak 2 kali. Keterbatasan waktu tatap muka dengan
narasumber disiasati dengan mengamati pergerakan secara online dan mengirim
pertanyaan melalui email. Peneliti merasa 2 kali pertemuan dengan narasumber
adalah waktu yang sangat minim untuk menggali informasi. Oleh karena itu
apabila dilakukan penelitian selanjutnya maka peneliti menyarankan agar dapat
terlibat lebih dalam sehingga untuk melihat fenomena dari perspektif yang tidak
hanya di permukaan.
Selanjutnya, apabila hendak melakukan penelitian serupa peneliti
merekomendasikan peneliti untuk membaca banyak buku mengenai sistem
pemerintahan dan birokrasi, surat kabar, dan regulasi yang berkaitan dengan
pemerintahan yang diteliti. Peneliti merasa pengetahuan mengenai birokrasi dan
isu sosial sangat dibutuhkan untuk dapat mengelola informasi lebih dalam.
Terakhir, peneliti menyarakan untuk dilakukan lebih banyak penelitian
komunikasi di bidang pemerintahan terutama pemanfaatan new media. Peneliti
merasa menarik melihat fenomena new media kini marak digunakan oleh
pemerintah untuk mendekati generasi muda millennial.
144
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adiputra, Wisnu Martha (Ed). (2012). Media baru : Studi Teoritis & Telaah dari
perspektif Politik dan Sosiokultural. Yogyakarta: FISIPOL UGM.
Albaran, Alan B. (2013). The Social Media Industries. New York: Routledge.
Bang, Henrik P (Ed). (2003). Governance as social and political communication.
Manchester: Manchester University Press.
Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing
Among Five Tradition. London: SAGE Publications..
Dijk, Jose Van. (2013). The Culture of Connectivity: a Critical History of Social
Media. New York: Oxford University Press.
Dwiyanto, Agus, et al. (2003a). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi
Daerah. Yogyakarta: PSKK UGM.
Dwiyanto, Agus, , et al. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui
Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dwiyanto, Agus, et al. (2003b). Teladan dan Pantangan dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: PSKK UGM.
Flew, T. (2005). New media. New York: Oxford University Press.
Harvey, Kerric (Ed). (2014). Encyclopedia of Social Media and Politics. London:
SAGE.
Kooiman, Jan (Ed). (1993). Modern governance: new government society
interactions. London: SAGE.
L.Barker, Therese. (1999). Doing Social Research Third Edition. USA: Mc GrawHill International Edition Comp.Inc.
Lievrouw, L., dan Livingstone, S. (2006). Handbook of New Media: Social
Shaping and Social Consequences. Fully revised student edition. London:
Sage.
McLuhan, Marshall. (1990). Understanding Media: The Extention of Man.
London: Routlege.
McQuail, Denis. (2005).
London: Sage.
Mass
Communication
Theory
Fifth
Edition.
145
Moleong, Lexy J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Patton, M. Quinn. (2002). Qualitative Research and Evaluation Methods. London:
SAGE Publication.
Pavlik, John V. (1996). New Media Technology: Cultural and Commercials
Perspectives. Boston: Allyn and Bacon.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis.
Poerwandari. E.K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi UI.
Salim, Agus. (2006). Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogya: Tiara
Wacana.
Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Wyrwoll, Claudia. (2014). Social Media: Fundamentals, Models, and Ranking of
user-generated contet. Germany: Springer Vieweg.
Yin, Robert K. (2005). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Jurnal
Anderson, T. B. (2009). E-government as an anti-corruption strategy. Information
Economics and Policy, 21. (pp 201−210).
Ansori, M Achsan Isa, dkk. (2014). Effect of Social Media on Website City
Government in Indonesia. International Conference of Internet Studies.
Bertot, J. C., Jaeger, P. T., & Grimes, J. M. (2010). Crowd-sourcing
transparency: ICTs, social media, and government transparency initiatives.
The 11th Annual Digital Government Research Conference on Public
Administration Online: Challenges and Opportunities. (pp 51–58).
Bertot, John C & Paul T Jaeger dkk. (2010). Using ICTs to create a culture of
transparency: E-government and social media as openness and anticorruption tools for societies. Government Information Quarterly 27 (pp
264-271).
Bhatnagar, S. (2003). E-government and access to information. Global Corruption
Report 2003. Washington DC: Transparency International.
146
Bonson, Enrique, dkk. (2012). Local e-government 2.0: Social Media and
Corporate Transparency in Municipalities. Government Information
Quarterly ELSEVIER Journal vol. 29, issue 2. P.123-132.
Boyd, Danah. (2009). Social Media is Here to Stay..Now What?. Microsoft
Research Tech Fest. Washington: Redmond.
Chan-Olmsted, Sylvia M. dkk. User Perceptions of Social Media: A Comparative
Study of Perceived Characteristics and User Profiles by Social Media.
Online Journal of Communication and Media Technologies Vol. 3, Issue 4.
P.149-178.
Dadashzadeh, Mohammad. (2010). Social Media in Government: From eGovernment to e-Governance. Journal of Business&Economic Research.
November vol. 8 no.11. p.81-86.
Heeks, R. (2005). E-government as a carrier of context. Journal of Public Policy
25. p. 1−74.
Jaeger, P. T., Paquette, S., & Simmons, S. N. (2010). Information policy in
national political campaigns: A comparison of the 2008 campaigns for
President of the United States and Prime Minister of Canada. Journal of
Information Technology & Politics, 7. p. 1–16.
John Bertot C & Paul T Jaeger dkk. (2010). Using ICTs to create a culture of
transparency: E-government and social media as openness and anticorruption tools for societies. Government Information Quarterly 27. p.265.
Kavanaugh, Andrea L & Edward A. Fox, dkk. (2012). Social media use by
government: From the routine to the critical. Government Information
Quarterly 29. p. 480–491.
Kietzman, Jan H & Kristopher Hermkens, dkk. (2011). Social media? Get
serious! Understanding the functional building blocks of social media.
Business Horizons 54. p. 241—251.
Magro, Michael J. (2012). A Review of Social Media Use in E-Government.
Administrative Sciences ISSN. P. 2076-3387.
Mergel, I. (2013). A Framework for Interpreting Social Media Interactions in The
Public Sector. Government Information Quarterly vol. 30(4). p. 327-334.
Mickoleit, A. (2014). Social Media Use by Governments: A Policy Primer to
Discuss Trends, Identify Policy Opportunities and Guide Decision Makers.
OECD Working Papers on Public Governance No. 26. p. 1-70.
147
Montalvo, Roberto E. (2011). Social Media Management. International Journal of
Management & Information Systems – Third Quarter 2011 Vol. 15, No. 3.
p. 91-96.
Mrva-Montoya,Agata. (2012). Social Media: New Editing Tools or Weapons of
Mass Distraction?. Journal of Electronic Publishing‘s peer reviewers
Vol.15.
issue
1.
Retrieved
from
http://quod.lib.umich.edu/cgi/t/text/idx/j/jep/3336451.0015.103/--socialmedia-new-editing-tools-or-weapons-of-mass?rgn=main;view=fulltext#N10
diakses pada 12 Juni 2015 pukul 23.00 WIB.
Pathak, R. D., Naz, R., Rahman, M. H., Smith, R. F. I., & Agarwai, K. N. (2009).
E-governance to cut corruption in public service delivery: A case study of
Fiji. International Journal of Public Administration, 32. p. 415−437.
Roberto E Montalvo. (2011). Social Media Management. International Journal of
Management & Information Systems Third Quarter 2011 Vol. 15, No. 3.
p.91.
Scott, David Meerman. (2007). Social media debate. EContent 30, No. 10. p.64.
Shim, D. C., & Eom, T. H. (2008). E-government and anti-corruption: Empirical
analysis of international data. International Journal of Public
Administration, 31 p. 298−316.
Silfianti, Widya. (2011). Do Indonesian Province Website Rich and Popular?.
World of Computer Science and Information Technology Journal (WCSIT)
ISSN: 2221-0741. Vol. 1, No. 6. p.253-259.
Sylvia M. Chan-Olmsted, dkk. (2013). User Perceptions of Social Media: A
Comparative Study of Perceived Characteristics and User Profiles by Social
Media. Online Journal of Communication and Media Technologies Vol. 3,
Issue 4. P.149-178.
Trkman, M & Trkman P. (2009). A Wikis as Intranet: A Critical Analysis Using
the Delone and McLean Model. Online Information Review, 33(6). P. 10871102.
World Bank. (2004). Making services work for the poor: World Development
Report. Washington DC: Author.
Penelitian
Astrini. (2013). Media Baru dalam Kampanye Sosial: Studi Kasus Penggunaan
Twitter dan Blog dalam Kampanye Sahabat Lokananta. Yogyakarta: Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.
148
BDO. (2012). From Housing and Litter to Facebook and Twitter. BDO Local
Government.
Ermaya Widyastuti. (2012). Pengelolaan Media Sosial dalam Mendukung
Kampanye Pemasaran Mizone: Studi Deskriptif Pengelolaan Media Sosial
untuk Kampanye Pemasaran Program Mizone City Project 2012.
Yogyakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.
GovLoop. (2013). The Social Media Experiment in Government: Elements of
Excellence.
ICMA. (2011). E-Government 2011 Survey Summary.
OECD. (2013a). Government at a Glance 2013. Paris: OECD.
OECD. (2013b). Survey on Government use of Social Media. Paris: OECD.
Twiplomacy.
(2013).
Twiplomacy
Study
2013.
http://www.twiplomacy.com diakses 12 Juni 2015.
Twiplomacy. (2014). Twiplomacy Study 2014.
http://twiplomacy.com diakses 12 Juni 2015.
Retrieved
Akses
penuh
from
dalam
Online
Accenture. (2010). Accenture Public Service Value Governance Framework.
Retrieved
from
http://www.accenture.com/Global/Research_and_Insights/Institute_For_Pub
lic_Service_Value/AccentureFramework.htm. diakses pada 6 April 2015
pukul 03.49 wib.
Admin.
(2014).
Inisiatif
OGI.
Retrieved
from
http://www.opengovindonesia.org/inisiatif-ogi/ diakses pada 9 September
2015 pukul 20.08 WIB.
Admin.
(2014).
Mission
and
Goal.
Retrieved
from
http://www.opengovpartnership.org/about/mission-and-goals diakses pada 6
September 2015 pukul 22.19 WIB.
Admin. (2015). Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 3 tahun
2015.
Retrieved
from
http://www.blog.lapor.go.id/images/dasar_hukum/Permenpan_03_2015.pdf
diakses pada 9 September 2015 pukul 20.06 WIB.
Agrlesta, Dherl. (2014). Masyarakat Makin Kritis Terhadap Pemerintahan
Jokowi-JK.
Retrieved
from
http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/21/334746/masyarakat-makin-
149
kritis-terhadap-pemerintahan-jokowi-jk diakses pada 1 April 2015 pukul
10.38 wib.
Anonim. (2014). How Indonesians are Using ICT and Social Media for Disaster
Management. Retrieved from http://www.ictworks.org/2014/04/09/howindonesians-are-using-ict-and-social-media-for-disaster-management/
diakses pada 13 Juli 2015.
Holderness, Tomas dan Etienne Turpin. (n.d). White Paper-PetaJakarta.org:
Assessing the Role of Social Media for Civic Co-Management During
Monsoon
Flooding
in
Jakarta,
Indonesia.
Retrieved
from
http://petajakarta.org/banjir/en/research/ diakses pada 13 Juli 2015.
Indonesia‟s Love Affair with Social Media. (n.d). Retrieved from http://redwingasia.com/market-data/social-media-2/ diakses pada 6 April 2015 pukul
20.23 wib.
Kemp, Simon. (2015). Digital Social & Mobile in 2015, We are social
compendium of global digital statistic, Jan.2015. Retrieved from
http://wearesocial.sg/blog/2015/01/digital-social-mobile-2015/ diakses pada
6 April 2015 pukul 15.46 wib.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2013). Penguatan Peran Publik Melalui Media
Sosial oleh Basuki Tjahja Purnama, Jakarta. Retrieved from
http://acch.kpk.go.id/documents/10157/652898/Basuki+TjahajaSeminar+Humas+KPK+2013.pdf diakses pada 15 April 2015 pukul 3.42
wib.
Kosasih, Engkos. (2015). Tjahjo, "Pemerintahan Jokowi Terbuka Menerima
Kritikan dan Saran". Retrieved from http://m.galamedianews.com/bandungraya/6096/tjhjo--pemerintahan-jokowi-terbuka-menerima-kritikan-dansaran.html diakses pada 1 April 2015 pukul 11.17 wib.
Lukman, Enriko. (2015). The lastest number on web, mobile, and social media in
Indonesia
(Inphograpic).
Retrieved
from
https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-data-start-2015/ diakses
13 Juli 2015.
Markovic, Aleksandar M, Aleksandra Labus, Marko V, Bozidar R. (n.d). Using
social networks for improving e-government services. Retrieved from
http://www.nispa.org/files/conferences/2013/papers/201304082119210.Usin
g%20social%20networks%20for%20improving%20egovernment%20services.doc diakses pada 15 April 2015 pukul 16.00 wib.
Purwoko, Krisman. (2015). Menkominfo Ajak Humas Pemerintah Buat Akun
Twitter. Retrieved from http://www.harnas.co/2015/03/05/menkominfoajak-humas-pemerintah-buat-akun-twitter
150
Rahmanto, Yudhi. (2014). Yasonna: Pengaduan Masyarakat Langsung
Terintegrasi dengan DITJENPAS melalui SMS 1708. Retrieved from
http://regional.kompasiana.com/2014/11/24/yasonna-pengaduanmasyarakat-langsung-terintegrasi-dengan-ditjenpas-melalui-sms-1708705463.html diakses pada 1 April 2015 pukul 14.36 wib.
Ril. (2013). Tingkatkan Layanan Publik, Pemerintah Gunakan Media Sosial.
Retrieved
from
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=43584Tingkatkan-Layanan-Publik,-Pemerintah-Gunakan-Media-Sosial
diakses
pada 1 April 2015 pukul 14.38 wib.
Schonhardt, Sara. (2015). Sebangsa Puts an Indonesian Spin on Social Media.
Retrieved
from
http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/01/21/sebangsa-puts-anindonesian-spin-on-social-media/ diakses pada 2 April 2015 pukul 22.50
WIB.
Scott, David Meerman. (2007). Social media debate. Retrieved from
http://www.econtentmag.com/Articles/Column/After-Thought/SocialMedia-Debate-40186.htm diakses pada 6 April 2015 pukul 20.27 wib.
Sunil Saxena. (2013). 7 Keys Charateristics of Social Media. Retrieved from
http://www.easymedia.in/7-key-characteristics-of-social-media/
diakses
pada 6 April 2015 pukul 20.25 wib.
Syukro, Ridho. (2014). Ombudsman: Pengaduan Masyarakat terkait Pelayanan
Publik
Meningkat
350%.
Retrieved
from
http://www.beritasatu.com/nasional/230528-ombudsman-pengaduanmasyarakat-terkait-pelayanan-publik-meningkat-350.html diakses pada 1
april 2015 pukul 10.13 wib.
UKP-PPP. (n.d). Booklet LAPOR! 1: Pemanfaatan LAPOR! oleh Pemerintah.
Retrieved from https://www.lapor.go.id/assets/images/BookletLAPOR.pdf
diakses pada 5 Juni 2015 pukul 23.44 WIB.
Visi Misi pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. (n.d) Retrieved from
http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf diakses pada 1
April 2015 pukul 10.58 wib.
Wijaya, Ketut Krisna. (2015). Laporan Pengguna Website Media Sosial
Indonesia. Retrieved from https://id.techinasia.com/laporan-penggunawebsite-mobile-media-sosial-indonesia/ diakses pada 6 September 2015
pukul 18.45 WIB.
World Bank. (2010). Feedback Matters - Designing Effective Complaints
Handling Mechanisms (Demand for Good Governance “How To” Learning
151
Note Series) Social Development Department. Retrieved from
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&
cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAD&url=http%3A%2F%2Fsiteresources.
worldbank.org%2FEXTSOCIALDEVELOPMENT%2FResources%2FCH_
Systems_Final_04202010.docx&ei=3KmsVIbTJ8ySuASQ24GwAw&usg=
AFQjCNFfY3OfyuhPtIkyAeq6aWK5h7n4gg&sig2=km2Qq0bsVgLHGGte
edxflQ&bvm=bv.83134100,d.c2E diakses pada 6 April 2015 pukul 22.03
wib.
152
LAMPIRAN
Transkrip Wawancara
Narasumber
: Gibran (G), Project Leader LAPOR!
Tempat
: Ruang Rapat 3.3 Gedung Eks.UKP4 Jakarta
Tanggal
: 4 Juni 2015
Waktu
: 17.00 WIB
L: Mas, LAPOR! ini sebenarnya dikelola oleh siapa sih?
G: Dikelola oleh Kantor Staf Presiden, dari USK jadi KSP (Kantor Staf Presiden)
pemimpinnya tetep sama, pak Luhut. Terus baru kemudian baru dari februari,
maret, april, mei penataan dan sekarang strukturnya sudah terbentuk dan sudah
jalan. kamu lihat aja perpres 26 2015.
L: Oke mas. Saya penasaran dengan beberapa poin besar yaitu LAPOR!,
pengelola, cara mengelola dan relasinya dengan pemerintah. Pertama saya
penasaran mengapa LAPOR! harus dibuat padahal di lembaga lain sudah ada
layanan aspirasi sendiri ataupun pengaduan sendiri. Kenapa LAPOR! harus dibuat
dan diintegrasikan secara nasional?
G: Yak, kenapa LAPOR! ada? Jadi, pada intinya, sebenarnya Indonesia dari tahun
2012 sudah tergabung di gerakan Open Government Partnership. Kita 1 dari 8
negara pendiri yang menandatangai deklarasi keterbukaan pemerintah. Kita
sebenarnya inisiatif yang dibangun ini untuk mengejawantahkan komitmen itu
bahwa kita tidak hanya menandatangani tapi kita juga melakukan suatu inisitaif
perubahan yang bisa dilakukan di Indonesia khususnya. Nah kenapa kami coba
bangun sarana pengaduan? Padahal Lintang bilang tadi sebenarnya di KL-KL
sudah ada. Sebenarnya sempat ada assesment singkat dari pengelola tim dulu
waktu masih di UKP4 tentang sarana pengaduan saat ini. Yang sudah ada itu,
sebenarnya kalau dulu jaman orde baru atau jaman reformasi, orang itu kesulitan
153
kalau mau mengadu karena gak tahu dan gak ada sarananya. Apa sih sarananya?
Dulu paling cuma surat, pos dan lain-lain. Kalau sekarang beda lagi kasusnya.
Kalau sekarang sudah ada banyak sekali kanal-kanal aduan yang akhirnya justru
membingungkan masyarakat saking banyaknya. Contoh satu kementrian, kalau
dia sudah bagus sistemnya dia akan punya 1 call center yang jadi pusat layanan.
Tapi di beberapa kementrian, kementriannya punya dia punya misalkan 11 dirjen
atau berapa dirjen. Masing-masing dirjen punya telepon lagi kemudian di masing2
unit kerja punya kanal pengaduan lagi. Nah ini kan membingungkan masyarakat.
Masyarakat harus melapor ke channel yang begitu banyak dan dia gak tau ini
kewenangan siapa. Orang Indonesia itu gak mau tahu. Mereka tahunya anda
pemerintah dan saya mau mengadu. Dia gak peduli sebenarnya "oh ini saya
melapor ke dirjen A, ternyata kewenangan dirjen B" Lah ini biasanya kalau dulu,
lapornya langsung aja ke dirjen B. Dia nyuruh masyarakat, di pingpong
masyarakat. Itu gak ideal. Karena ada satu prinsip yang universal di dalam
pengelolaan pengaduan bahwa ketika masyarakat mengadu kemanapun aduannya
harusnya dia sampai ke yang berwenang. Ada prinsip namanya ―no wrong door
policy‖, yang sudah diterapkan secara universal di banyak negara maju. Ini yang
ingin kami atasi masalah ini dek.
Jadi soal tadi 1 tadi kebanyakan dan tidak terintegrasi. Harusnya, banyak itu boleh
tapi alangkah baiknya jika kita bisa menghubungkan satu sama lain. Jadi kalau
masyarakat tahunya itu yaudah itu. Kita harus punya hap nya. Nah makanya
LAPOR disetting sebagai hap. Jadi lapor ada bukan untuk menggantikan yang
sudah ada. Tapi kita coba menghubungkan.
L: berarti tiap kementrian tetap punya kanalnya masing-masing begitu?
G: Tetap punya kanalnya masing-masing dia punya 2 pilihan. 1, dia hubungkan
sistem exsisting-nya system to system. Kedua, dia tidak hubungkan system to
system tapi dia tetap kelola keduanya sebagai satu tanggung jawab yang sama.
Arahnya nanti adalah mengintegrasikan semuanya. Arahnya adalah pilihan yang
1, yang tadi saya sebutkan system to system. Itu sudah kita mulai. Di bidang
154
kesehatan BPJS kesehatan dan kementrian kesehatan sudah menghubungan sistem
to sistem. Jadi ketika aduan masuk lewat LAPOR! tentunya bisa kita teruskan.
Begitu juga sebaliknya, aduan masuk lewat kemenkes masuk juga ke sistem lapor.
Terbaca sama-sama sistemnya. Itu yang alasannya yang keberapa? Jadi 1 terlalu
banyak kanal pengaduan, menyulitkan masyarakat. Kemudian, yang kedua dari
yang banyak tersebut tidak terintegrasi sehingga askhirnya masyarakat merasa
dipersulit dipingpong. Tidak no wrong door policy. Ketiga, yang sudah ada
kebanyakang masing konvensional. Masih surat, masih SMS, mentok-mentok
SMS gateway dibalas mesin. Banyak yang kaya gitu. Yang udah ada canggih dikit
via website. Tapi website habis itu masuk email.
L: Gak dibuka?
G: Dibuka, cuma dia bukan sistem. Tapi dia hanya menampilkan kanal aduan di
web kita input masyarakat input, masuk ke email pejabat habis itu hilang.
Fenomena ini kayak kita melempar batu dilaut. Kita gak tau posisi batu itu
dimana. Nah ini tantangan selanjutnya yang ingin kami atasi adalah...dirangkum
aja ya ini nomer berapa nomer berapanya saya udah lupa. Ini kan proses lempar
batu di laut terjadi karena prosesnya tidak akuntabel tidak transparan makanya
kami wujudkan sistem lapor dengan setting yang transparan dan akuntabel.
Gimana sih caranya mewujudkan itu? Satu, kita buka statistik. Udah pernah lihat
belum Lintang? Statistik kementrian lembaga itu dibuka . Kemudian tracking ID
bisa dipantau terus sudah sampai mana proses pengaduan. Itu salah satu usaha
kami untuk membuka agar masyarakat bisa memonitor terus. Jadi ketika ngadu
dia bisa pantau terus sampai tuntas. Ketika kemntrian jawab ternyata bohong atau
ternyata dia tidak puas dia bisa menyanggah. Kalau ternyata benar, dia puas dia
bisa konfirmasi dan menyatakan kepuasan. Itu yang ingin kami jawab.
Tantangan selanjutnya. Indonesia itu negara kepulauan. Ada berapa, 17 ribu-an
pulau-sekian belas ribu pulau. Kondisinya negara kepulauan dengan kondisi
geografis yang bergunung-gunung, berbukit-bukit, berlaut-laut dan berpulaupulau. Kalau kita hanya mengandalkan kanal konvensional maka kita akan datang
155
ke kantor. Betapa rumitnya betapa tidak efisiennya hal tersebut dari segi waktu,
biaya, jarak ini kan luar biasa bagi masyakat indonesia. Sehingga ini harus kita
jawab.
Yang selanjutnya, birokrasinya berbelit. Kalau semakin dia tidak terbuka maka
potensi semakin berbelit-belit di birokrasi itu semakin besar. Kalau anda ngadu
belum selesai oh ini belum di disposisikan. Kita kirim surat misalnya ke mentri.
Mentri disposisi ke enselon 1,eselon 2, eselon 3 eselon 4 keburu meninggal. Itu
juga yang ingin jawab. Terus juga, kebingungan masyarakat.
Kami bangun lapor itu sistemnya terpadu sehingga mau kewenangan siapapun ada
cukup ngadu. Nanti ada admin yang maha tahu. Tuhan, nabi, admin nih levelnya.
Jadi admin yang akan menentukan. Saya bercanda ya. Tuhan, nabi, lain-lain baru
admin. Jadi intinya nanti ketika ada masalah tahunya lapor SIlahkan dilaporkan,
mau kewenangan siapa nanti akan dibantu oleh admin.
L: Itu kalau di lapor apapun permasalahannya dari pusat sampai desa bisa mas?
G: Yes, nanti kita ada masuk situ. Selama terkait kinerja dan program pemerintah
kita bisa tampung dan kawal. Nah soal kebingungan keweangan tadi. Orang itu,
gak tahu standar ngadu seperti apa. Admin yang akan pandu. Contoh soal jalan
rusak. Kadang orang ngomong "pak jalan daat mogot rusak tuh pak". Jalan Daan
Mogot kan berapa kilo tuh, panjang banget. Maka admin akan pandu dimana
letaknya. Dia akan tanya dimana letaknya, dia akan pandu. Itu namanya proses
verifikasi. Kemudian contoh saya mengurus setifikat tanah kok gak jadi2 ya. Ini
kan penting substansinya ada. Cuma kan gak jelas, belum lengkap. Kalau dia soal
tanah maka dia harus ngasih tahu ngurusnya kapan, di BPN mana, nomor
berkasnya berapa. "Pak agar bisa ditindak lanjuti, mohon lengkapi informasi 1
kantor mana anda mengurus. 2 kapan anda mengurus. 3 nomro berkas anda. Itu
yang akan dipandu oleh admin. Kita ingin memudahkan masyarakat.Yang
terakhir, adalah kondisi sosial kemasyarakatan orang indonesia. Mungkin lintang
tahu sendiri ya. Kayaknya lintang suka ngeritwit LAPOR deh di twitter? Iya kan?
Saya juga yang ngelola twitter. Orang indonesia ini kan kalau pak Kuncara
156
Ningrat sosiolog bilang orang indonesia ini orang yang sangat verbal. Suka
ngomong suka cerita suka curhat suka chit chat. Di fenomena modern kita lihat
sendiri di media sosial itu kan orang indonesia cerewet. Salah satu cuitan
terbanyak kan di indonesia. Contoh, terkait dengan kinerja pemerintah begitu
banyak orang yang ngomel di twitter. Pak mati listrik, @siapa. Padahal dia bukan
yang berwenang menindak lanjuti. Ini kan sayang kalau gak kita tampung kalau
gak ada sarana menyalurkan ke jalan yang benar. Makanya, daripada aduan
masyarakat tercecer di sosial media, yaudah kita bikin aja sarana ini. Itu alasanalasannya. Itu tantangan ya tadi,
Ini ada peluang. Peluangnya apa? Peluangnya adalah pemanfaatan teknologi di
Indonesia. Kami melihat saat ini, ini nih saya tunjukin aja datanya. Bisa diadu tapi
kalau ada yang lebih valid silahkan divalidasi sendiri.
Ini pertanyaan ya, Gimana suara masyarakat didengar, Kondisi ini banyak kita
temui. Mau ngadu mau ngadu kemana. Nih birokrasi kita begitu besar. Saat ini
pemda ada 559 kabupaten kota prov. Pemerintah pusat di bawah presiden aja udah
8oan kementrian lembaga. Itu baru dibawah presiden ya belum DPR, MA, KY dll.
Kemudian tadi yangs aya sampaikan kita temukan masalah-maslaah ini. Sulit
disalurkan, pengaduan tidak digubris, akses dll, Ini peluang yang kami lihat. Satusatunya yang menjawab itu adalah teknologi, menurut kami. Ini bisa kita
manfaatkan. Satu, jumlah pengguna ponsel kita salah satu yang terbesar di dunia
bahkan sudah lebih banyak daripada jumlah penduduknya. Internet itu meningkat
pesat tahun ini sudah ada 80juta penetrasi internet yang ada di indonesia. Twitter
dan facebook kita 5 besar dunia. Ini peluang, Sehingga dari sini kita coba
rumuskan kira-kira platform apa yang bisa kita gunakan. Oh ternyata yang15:17
yang paling pas 3 ini: website, SMS dan mobile apps. Yang manual gimana? tetep
kita terima. Tadi barusan hasna terima aduan manual. Kita input secara manual ke
sistem lapor. Tadi kita terima via surat. Jadi kita tidak mentang2 sudah IT oriented
lalu yang surat kita abaikan. Gak kayak gitu. Kalua ada kita terima Kita akan
digitalisasi. Yang twitter gimana tuh? Bulan ini insyaAllah kita akan tarik data
twitter. Kalau dia pakai hestek lapor ada twit-twitnya dianggap sistem sebagai
157
pengaduan. Maka nanti akan masuk ke halaman admin untuk disaring yang mana
yang bener-bener pengaduan.
L: Kalau bicara soal teknologi yang dipilih, web sms dan apps itu apakah ada
perbedaan untuk pemanfaatannya?
G: Sebenarnya tidak ada bedanya. Ini untuk menjangkau seluas-luasnya lapisan
masyarakat saja. Karena ketika kita gunakan teknologi saat ini yang paling banyak
digunakan menurut assesment kami adalah tiga ini.
Saya sampaikan ini dulu ya. Prinsip lapor itu apa. Prinsip lapor itu mudah,
terpadu, tuntas. Kenapa mudah? karena kami ingin seluas-luasnya mudah diakses
oleh masyarakat. Caranya gimana? Tentunya menghadirkan kanal yang ada di
kantong masyarakat. Nah kenapa 3 kanal itu yang dipilih? Satu, hampir semua
orang Indonesia sudah punya handphone. Ada dikantong masing-masing. Jadi
harapannya ketika mereka lihat jalan rusak: 1708 jalan rusak disini. Dia bisa
langsung lapor. Kalau yang udah hi-tech bisa pakai apps atau internet. Makanya
kita pilih channel itu. Kemudian, kemudahan ini kan untuk masyarakat. Yang buat
pemerintah itu mudah dikelola. Karena apa? Karena semua sudah IT oriented jadi
meskipun ini 3 channel yang berbeda tapi muaranya satu. Semuanya terkumpul di
sistem LAPOR!, dikelola di sistem LAPOR!. Alasannya itu, ingin semudahmudahnya membuat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dengan
mengawasi. Maka dengan semakin banyaknya channel yang terintegrasi maka
harapannya bisa semakin mudah digunakan oleh masyarakat. Karena kan kalau
kita bicara gerakan open gov kan partisipasi, kolaborasi, inovasi. Kalau ada
inovasi tanpa adanya kolaborasi gak jalan.
L: Mengenai pengelolaan LAPOR sebagai media sosial, dari sisi perencanaannya
apa saja pertimbangan yang diambil ? Maksudnya apakah ketika merencanakan
ada penyusunan strategi dan segala macam
G: Kita susun strategi tahunan. Kita punya target sih. Kalau visi kita sebenarnya
ada di blog: menjadi national complain handling system yang terhubung dengan
158
seluruh pemerintah di indonesia. Ada di blog.lapor.do.id. Kalau rencana kerja itu
kita susun per tahun. Kita punya IKU (indikator kerja utama), target-target kita
punya cuma tidak kita publish karena itu jadi bahan evaluasi internal buat kami
L: berarti setiap tahun di awal tahun ada perencanaan tahun ini mau kayak
gimana?
G: Yes, setiap tahun.
L: Apakah di akhir tahun ada evaluasinya?
G: Iya, 3 bulanan evaluasinya. Ini udah bulan 6 besok hari jumat malam kita
evaluasi. Kalau gak kayak gitu gak terukur nanti
L: Strategi itu di dalamnya termasuk untuk promosi juga kah mas?
G: Yak, jadi di lapor kita bagi jadi 3 ya pengelolanya. Ini pengelola inti, 3 ini. Ada
divisi administrasi, komunikasi dan teknis. 3 divisi inilah yang merumuskan
masing-masing rencana kerjanya seperti apa. Saya kebetulan bantu di komunikasi
dan administrasi disini. Jadi kalau IKU admin dan marcomm saya banyak terlibat.
Di komunikasi peran utamanya mempromosikan. Saat ini user LAPOR! hampir
300.000 padahal jumlah penduduk Indonesia 250.000.000 gitu. Selama ini kita
belum pernah menggunakan media mainstream, belum ada anggrannya. semoga
tahun ini ada. Jadi karena gak ada duit, kami gak mau berhenti dong. Kita gamau
gak ada anggaran gak jalan. Kita jalan dengan resource yang kita punya. Orang
kami punya 4 orang untungnya ada teman-teman mahasiswa dan fresh graduate
yang jadi relawan. Terus kemudian kita gak bisa ngiklan, kita punya socmed
yaudah pakai socmed. Itu tantangan. Ini kita loncat-loncat kali ya gapapa,
disarikan sendiri.
L: Mulai masuk proses dibalik sebuah laporan. Apa sih yang terjadi dibalik
sebuah laporan yang masuk? Seperti siapa yang mengurus, nanti laporan kami
diapakan. Karena ini penelitian saya berusaha objective, ketika lapor menyalurkan
aduan ke kementrian (pihak ketiga), apakah pesan yang kami laporkan akan
159
diubah dalam artian ada tambahan atau pengurangan dan penyesuaian dari pihak
lapor atau langsung disampaikan kepada pemerintah? Karena saat laporan
didisposisikan oleh pihak lapor kita tidak melihatnya, sedangkan kita bisa
memantau hanya perjalanan laporan kita. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik itu
mas?
G: Proses ya? Ini laporan masyarakat masuk, via web via sms apa via apps.
Kemudian masuk ke kami, ke sistem. Yang mengelola sistem adalah admin, mbak
Hasna cs. Tugas admin adalah satu, memandu atau jadi moderator lah ibaratnya.
Dia yang paling tahu ini kewenangan siapa, harus didisposisikan kemana. Yang
kedua, adalah memastikan kelengkapan substansi dan informasi di LAPOR. Kalau
dia belum lengkap maka kami akan korespondensi dengan lapor. "Tolong
tambahkan informasi nama blablabla". Kalau dia sudah melengkapi baru akan
kami disposisikan. Kalau dia tidak korporatif, laporan akan kita hapus. Setelah
dilakukan konfirmasi ya. Kecuali dia emang bener-bener gak jelas ya. Kadang kan
ada yang bilang "turunkan nurdin halid! turunkan jokowi!" Ini kan gak jelas ya
gak ada substansi pengaduan. Kecuali kalau misalkan "turunkan menteri
perdagangan. harga pasar di medan melambung tinggi (misalnya) tolong segera
dibenahi" Nah ini ada substansinya, ini kita terusin. Tapi ada juga yang ketiga
peran admin ini. Yang ketiga adalah menyunting. Laporan yang dikirmkan itu
bisa jadi berubah redaksinya tapi tidak akan berubah substansinya. Contoh,
Lintang lapor laporannya jelas dan lengkap tapi ada sumpah serapah dibawahnya,
nah ini kan kalimat terakhirnya gak perlu. Tugas admin adalah menghilangkan itu.
Ini fungsi edukasi yang ingin kita ajarkan ke masyarakat indonesia. Ketika dia
melihat lapor, dia akna melihat laporan yang sudah utuh dan bagus tampilannya.
Tidak ada lagi huruf alay, kata-kata kasar. Jadi ketika dia melihat oh ternyata
orang Indonesia kalau melapor itu jelas dan lengkap ya rapi ya bagus ya. Yang
tadinya singkatan ini mbak Hasna (admin) yang mengubah satu persatu. Tapi
karena kita dibantu teknologi kita jadi bisa lebih efisienlah daripada kita manual.
Jadi kalau kita cuma ibarat tukang pos, apa bedanya lapor dengan yang lain?
Justru kita ingin pastikan satu, kualitas. dua adalah, memonitor tindak lanjutnya.
160
Kami kirimkan reminder berkala ke kementrian terkait. Kami ingatkan, via SMS,
email. Kalau gak mempan kami telpon. Kalau gak mempan lagi kami kirim surat
ke mentrinya langsung biar dia kena tegur lah ibaratnya. Biar dia lebih aware
bahwa pengaduan masyarakat itu penting untuk ditindak lanjuti. Kalau misalkan
kita hanya jadi tukang pos, nerusin gak kita edit gak kita verifikasi bisa-bisa ada
fitnah ada sumpah serapah. Wah ini lapor jadi tempat orang fitnah berarti kan gak
enak kalau kita baca laporan singkatan semua. KL juga susah ngelihatnya. Dia
dapat laporan tapi singkatan semua. Gimana mau menindaklanjuti orang bacanya
aja bingung. Itu yang kami hindari, makanya tugas admin tadi sangat penting.
L: Setelah dari admin dilakukan penyesuaian redaksional kemudian laporan
langsung diteruskan ke pihak terkait. Siapa pihak yang dihubungi? Humas atau
pihak tertentu?
G: Jadi lapor itu sistemnya ada admin, ada penghubung. Admin itu kami.
Penghubung itu orang instansi. Kami hanya minta melalui surat diawal, mohon
sediakan minimal 2 orang penghubung di instansi Anda yang ditunjuk untuk
mengelola aduan yang kami kirimkan melalui lapor. Yang nunjuk mereka. Tapi
kebanyakan emang yang ditunjuk itu orang humas atau orang PPID, Pusdatim
atau ITJEN. Jadi ketika masuk ke kementrian PU misalkan, kita sudah punya
penghubung disana. Jadi kami kirim ke kemntrian PU, merekalah yang jadi
penjaga gawangnya. (Gibran menunjukan dasboard yang hanya bisa diakses oleh
admin). Ini rahasia dapur nih sistemnya seperti apa. Ini tampilan laporan
masyarakat itu sangat variatif ya, orang Indonesia memang sangat kreatif. Katakata kasarnya juga nambah terus. Tapi di sistem kami update terus. Jadi ada kalau
dia nemuin kata ini maka otomatis terhapus. Nih, ada yang cuma kayak gini
(menunjukan laporan), kayak gini, ada yang lengkap panjang kasih data
pendukung, ada yang cuma gini. Karakternya itu macem-macem. Misal ya,
laporan ini gak jelas sama sekali, maka kita akan delete. Artinya kalau di delete
berarti gak bisa di follow up lagi. Kalau dia jelas tapi belum lengkap maka kita
akan korespondensi kita akan follow up. Kalau dia via SMS kami akan telepon
atau kami sms balik. Kalau dia via email, kami akan email balik kasih daftar
161
pertanyaan yang harus dilengkapi. Kalau dia sudah lengkap, maka kita bisa
langsung disposisikan. Caranya gimana? Tinggal dilengkapi aja formulirnya. Ini
klasifikasi, topiknya apa, judulnya apa, lokasi, ini kewenangan siapa tinggal pilih
aja. Kenapa admin penting untuk tahu? Karena masyarakat di Indonesia itu
beragam, instansi yang bertanggung jawab juga beragam. Contoh paling simple
adalah jalan. Jalan itu kan ada banyak kewenangannya. Jalan nasional, itu
kewenangan kementrian PU. Jalan provinsi, kewenangan pemprov. Jalan
kabupaten kota kewenangan pemkab atau pemkot. Kalau kita ngadu soal jalan
nasional tapi ke pemkot, dia gak bisa tindak lanjuti. Makanya admin yang akan
pandu dia ini kewenangan siapa. Misal terkait BPN, salinan tinggal pilih aja kalau
ada yang terkait. Saya klik 'disposisikan', maka saat itu juga penghubung kita
yang ada di instansi ini akan dapat laporannya dan hitungan 5 hari kerja untuk
menjawab itu start. Kalau dia belum diliat merah, sudah direspon tapi belum
tuntas kuning, sudah tuntas hijau. Jelas gak ya prosesnya?
L: cukup jelas
G: Sudah pernah lihat mekanisme interaksinya seperti apa?
L: Iya saya pernah baca yang tidak diterima jadi PNS lalu mengajukan protes.
G: terus gimana tindak lanjutnya?
L: ya dia mengajukan bukti, lalu kementrian juga membalas dengan bukti, tapi
pengadu masih agak ngeyel
G: Nah, disitu tugas admin. Dia jadi moderator. Dia akan menentukan kalau
laporan masyarakat itu belum dijawab admin akan mengingatkan KL agar
menjawab. Kalau KL sudah menjawab tapi ternyata jawabannya tidak korporatif
maka kami akan tahan laporannya. Kami akan ingatkan kalau tidak dijawab jelas
dan lengkap maka laporan tidak akan jadi hijau. Kalau dia sudah jawab lengkap
jelas pelapornya ngeyel tok, admin yang akan menutup laporannya secara manual
dianggap selesai. Kita akan fair terhadap KL maupun masyarakat. Selama dia bisa
162
memberikan argumentasi yang jelas dan lengkap apalagi dilengkapi bukti kita
akan biarkan proses interaksi bergulir. Tapi ketika ada ngeyel-ngeyelan kita akan
tengahi.
L: Kalau misalnya kementrian tidak memberikan repson dalam 5 hari apakah ada
sanksi?
G: sebenarnya sangsi di UU pelayanan publik kan ada ya maksimal tindak lanjut
pengaduan itu 60 hari kerja. Jika tidak maka bisa masuk Ombudsman,
Ombudsman bisa memberikan rekomendasi yang memperingatkan untuk ditindak
lanjuti. Baca ya itu UU pelayanan publik sama UU Ombudsman. Saat ini belum
banyak ya diterapkan mekanisme sanksi itu. Kami ingin sebelum masuk ke
Ombudsman maka bisa diselesaikan dulu melalui lapor. Makanya kami kalau 5
hari kerja tidak ditindak lanjuti kami akan mengingatkan tapi gak satu persatu
laporan. Karena laporannya ada ribuan. Kami biasanya diakhir bulan, per tiga
bulan, per enam bulan kita kirm rekapitulasinya. Ini jumlahnya, ini statusnya. Kan
nanti dia akan melihat sendiri. Kami gak menghukum, kami bukan eksekutor
kami hanya fasilitator. Tapi akmi akan memancing gar pimpinannya aware
terhadap proses ini. Wah merah saya banyak, pasti dia akan langsung hubungi.
Bisa jadi dimarahin, banyak sih yang kayak gitu. Setelah dimarahi baru ini.
L: Itu bisa disebut evaluasi?
G: Bukan evaluasi, kita hanya memaparkan apa adanya. Apa sih status anda,
berapa jumlah. Kami biasanya setiap bulan kami kirimkan reminder ke pejabat
penghubung kami. Bulan kedua kami reminder lagi. Bulan ketiga belum berubah
kami kirim surat. Gak berubah juga kami akan undang kesini. Biasanya kalau
dipanggil kantor presiden kan ngeri-ngeri sedap gitu. Itu namanya kami namakan
proses debatle nacking. Jadi ada tahapannya pertama d sistem admin akan
intervensi. BIasnaya kalau belum dijawab admin akan masuk kesini. Yth
kementrian A mohon segera menindak lanjuti. Belum dijawab kami akan kirim
reminder bulanan. Gak dijawab kami akan telepon. Gak dijawab juga kami akan
163
kirim surat. Belum berubah akan kami undang. Itu proses, cuma perlakuannya gak
satu-satu. Kalau satu-satu habis waktu kita. Jadi kita overview lah.
L: Hambatan yang paling sering muncul di dalam mengelola lapor sbg media
sosial?
G: hambatan lapor secara umum aja ya.38:23Tantangan ya, satu adalah pengguna
LAPOR itu masih sedikit, 300.000. Padahal kami cita-citanya adalah digunakan
seluruh rakyat Indonesia. Ikut mengajak masyarakat untuk mengawasi programprogram pemerintah. Kita awasi langusng pemerintah. Kemudian yang kedua
adalah persebarannya juga belum merata. Rata-rata pengaduan masih dari Jawa.
Padahal banyak masalah-masalah ketimpangan yang ada diluar Jawa. Masalah
yang ketiga dari sisi masyarakat adalah cara dia menyampaikan laporan. Ada yang
menggunakan bahasa daerah, singkatan, ada yang bahasa alay. Ini cukup
memperpanjang proses. Meskipun admin siap-siap saja sebenernya untuk
membantu masyarakat. Tapi kan alangkah baiknya kalau masyarakat tahu 5W+1H
gitu kan. Itu dari segi masyarakat. Dari segi pemerintah, hambatan paling besar
adalah menjaga standar dan complience. Kita punya standar 5 hari kerja sudah
direspon, paling tidak initial response. Ada yang sudah baik, banyak juga yang
belum baik, belum mematuhi standar itu. Ini adalah tantangan terbesar sebenarnya
yang dihadapi. Kalau tantangan complience ini selesai sebenarnya LAPOR ini
bisa fokus mikirin pengembangan-pengembangan. Tapi ini masih belum selesai,
ini masih PR besar. Dan, karakteristik kementrian itu beda-beda. Ada yang
pemimpinnya aware. Bandung, walikotanya comment langsung di laporannya.
Artinya dia ngeliatin sistem itu. Tapi ada juga yang masa bodoh, dijawab kalau
sesempatnya aja. Ini beda-beda karakteristik pemeirintah. Dengan sistem yang
terbuka ini kami harapkan masyarakat bisa menilai langsung. Sehingga yang
masih belu aware bisa dalam tanda kutip kita tekan bareng-bareng. Sehingga
tekanan bukan hanya dari kami di kantor presiden, tapi masyarakat langsung. Dan
kita penilaiannya objektif, ini datanya ada semua disini.
164
L: Lalu, mengenai evaluasi pengelolaan LAPOR. Kalau misalnya di lapor, di
pengelola, aspek apa saja yang kemudian diperhatikan untuk evaluasi?
G: evaluasi buat?
L: Buat pengelolaan. Jadi kan tadi dibilang kalau misalnya ada evaluasi buat
pengelolanya, itu yang dievaluasi apa saja?
G: Yang dievaluasi IKU nya. IKU nya seperti apa ini saya kasih contoh sedikit ya
(sambil membuka daftar IKU - akses hanya oleh pengelola). Yang kita evaluasi
adalah apa yang kita targetlkan dan bagaimana kita mencapai target itu. Itu yang
kita evaluasi secara berkala. Karena patokan kita kan IKU ya indikator kerja
utama. Kita sukses ketika IKU ini bisa berjalan dengan baik. Ini contoh, ini belum
saya upgrade untuk triwulan kedua ya. Itemnya banyak, banyak sekali bahkan.
Contoh, ada beberapa IKU yang kami tetapkan dan jadi standar baku. IKU 1
outputnya 'public trust'. IKU 1.1 meningkatnya tingkat kepuasan masyarakat.
Maka cara mencapainya ada di rencana kerja. Contoh, misalkan untuk
meningkatkan kepuasan masyarakat kita ukur melalui survey berkala setiap
berapa bulan sekali. Ini kan ada targetnya nih. Misalkan ini satu. Kemudian output
2 'public participation'. Satu, meningkatnya presentase pengaduan yang layak
diteruskan. Artinya bukan hanya jumlahnya banyak tapi juga yang jelas dan
lengkap semakin banyak. Targetnya berapa sih? Berapa persen. Admin kami saat
ini baru 2 persen eh baru 4 persen. Jadi total kan kita ada 600.000 aduan dari 2012
sampai 2015. Tapi dari 600.000 itu hanya 80.000 yang bisa diteruskan. Ini kan
angkanya kecil sekali. Artinya lebih banyak laporan masyarakat itu tidak
konstrukstif, tidak jelas. Itu yang ingin kita tingkatkan. Gimana caranya? Ada di
rencana aksi. Caranya sosialisasi penggunaan LAPOR, sosialisasi cara melapor
yang baik dan benar. Itu ada di rencana kerja. Ini IKU nya. Yang ketiga 'public
engagement' ini berapa banyak laporan yang berhasil dituntaskan KLD. Oh kami
ingin ukur. Target kami 2015 60 persen, saat ini udah berapa ini yang kita ukur
tiga bulanan. Berkembang gak sih? Tercapai gak sih 60 persen target ini. Terus
kemudian kemudahan dan keterpaduan. Aspek keterpaduan kan berarti semakin
165
banyak lembaga yang terhubung dengan lapor. Target hari ini terhubung dengan
34 kementrian tambahan 5 lembaga sudah berapa? Oh ternyata sudah 90 persen.
Ini panduan kami untuk mengevaluasi diri. Intinya adalah, ada IKU yang jadi
acuan kami bekerja selama satu tahun. Yang kemudian kami jabarkan dalam
rencana aksi. Rencana aksi punya timeline dan punya target capaian setiap 3 bulan
itu. Survey lapor terbaru udah lihat kan? Salah satu bentuk ini kami. Survey data
pengguna user profiling.
Nih, profile pengguna lapor selama 3 bulan. Laki-laki sangat aktif mengawal
pemerintah. Perempuan..lagi masak ya? Enggak-enggak haha hanya 14 persen.
Usia, 31-45. Padahal selama ini kami mati-matian mengajak pemuda dan
mahasiswa dalam kampanye. Ternyata kemana nih mahasiswanya? Ini bahan
evaluasi kami juga jangan-jangan kami yang salah strategi. Penghasilan,
pendidikan, profesi, area.
L: Tentang pengelolanya sendiri mas, ini kan kantor staf presiden sekarang,
apakah ada bedanya jaman SBY dan Jokowi? dari sisi pengelolanya.
G: Dari sisi pengelolanya gak ada beda. Karena orang yang mengelola dulu
LAPOR di masa kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 sama. Ya saya-saya juga gitu
karena orangnya cuma segitu. Dan yang sekarang ditugaskan ya kami juga kami
lagi dipanggil lagi. Yang beda adalah di top level. Kalau dulu di UKP 4 ini
dibawah deputi 3 bidang pemanfaatan teknologi dan analisis informasi. Saat ini di
KSP dibawah Deputi 1, bidang monitoring dan evaluasi. Kalau pengelola harian
gak ada beda.
L: Pengelola hanya bertanggungjawab terhadap lapor saja atau ada yang lain?
G: Dulu jaman UKP 4, yes. Pengelola LAPOR hanya mengurusi LAPOR. Jadi
saya di hire sebagai pegawai UKP4 khusus menangani LAPOR. Kalau sekarang,
saya di hire sebagai pengawai KSP itu sebagai anggota tim dari kedeputian 1 yang
mengurus banyak hal. Monitoring dan evaluasi program prioritas, ngurus
teknologi monitoringnya, LAPOR hanya salah satu item. Jadi sekarang lebih
166
banyak dan lebih general. Kalau dulu kan fokus ya satu doang. Kalau sekarang
lebih general. Ya fokus juga, cuma banyak yang dikerjain gitu.
L: Berapa orang mas yang mengelola LAPOR?
G: Pengelola harian tetap empat. Pengelola harian magang relawan ada 11.
L: 11 itu dbagi-bagi lagi ke empat divisi?
G: dibagi ke empat divisi. Administrasi ngurus pengelolaan harian, yang jadi
admin yang mengawal prosesnya. Yang bikin analisisnya. Komunikasi public
relationsnya. Design ngurus desain. Teknis ngurus pengembangan dan
pengembangan sistem
L: Pengelola harian tetap 4 orang itu dibagi ke empat divisi satu-satu?
G: Saya ada banyak, desain, komunikasi, admin. Intinya sistem kerjanya matrix,
Walaupun ada pembagian kita terapkan sefkexibel mungkin tapi dengan tanggung
jawab yang jelas. ARtinya, gak mentang-mentang saya komunikasi saya gak
ngurus yang lain. Kalau saya ngurus komunikasi, siapa anggotanya ya magangers
komunikasi dan 3 teman saya yang lain. Gak kemudian sekat-sekat begitu karena
itu dalam birokrasi itu gak sehat. Dan ini kami pelajari dari UKP4. DI UKP4 tidak
ada jabatan struktural. Jabatan strukturalnya hanya kepala, deputi, bawahnya
matrix dengan tanggungjawab yang jelas tapi fleksibel. dan itu kami terapkan
sampai sekarang, tidak ada sekat dalam pengelola. Cuma pembagian
tanggungjawab saja. Kalau gak bareng-bareng kita 15 orang doang. Yang diurus
bukan cuma aduan mbak. Mulai dari pengembangan teknis, ada maslah kita yang
urus. Mau kerjasama dengan pihak lain MOU ya saya saya juga yang bikin. Saya
orang hukum tapi juga ngurusin IT. Memang orangnya gak ada dan kami gak
ingin beralasan mentang-mentang gak ada orang kita gak bisa berbuat hal-hal
yang bermanfaat. Kami pokoknya tadi dengan resource yang ada kami akan
melakukan sesuatu, itu prinsip kami lah pokoknya. Kalau kita nunggu anggaran
167
banyak ya dikit, emang kuota pegawai terbatas gitu. Kalau kita mau nunggu gak
bakal bisa. Kita jalanin sebisanya.
(Gibran mereview daftar pertanyaan) LAPOR secara singkat sarana aspirasi dan
pengaduan berbasis media sosial pertama yang berbasis mudah terpadu dan
tuntas untuk pengawasan program pembangunan dan pelayanan publik di
Indonesia. Kapan lapor dibuat? awalnya 2011 tapi terbatas penggunaannya, kami
hanya buka untuk pengawasan program prioritas nasional. Program prioritas
nasional adalah program yang dipantau oleh UKP4 atau sekarang oleh KSP. Dulu
kan masih UKP4. Kami buka secara terbatas, ternyata ekspektasi masyarakat gak
bisa dibendung. Ketika kita sudah buka kanal dia gak peduli mau program
prioritas kek gak prioritas kek pokok nya saya ada masalah saya maunya
diselesaikan, anda pemerintahnya. Melihat fenomena itu yaudah mulai 2012 2013
kami siapkan sistemnya kami kembangkan lagi agar bisa menerima aduan dari
seluruh masyarakat terkait dengan seluruh program selama terkait kinerja
pemerintah. Latar belakang tadi udah ya? Tantangan dan peluangnya.
Urgensi dalam membuat lapor kaitin aja sama open government index. Indikator
keterbukaan salah satunya adalah soal pengelolaan pengaduan. Ada cari versi
misalnya WJR world justice report. Soal OGI. Mengapa lapor dikategorikan
sebagai media sosial? Kamu cari sendiri. Saya justru dari penelitianmu gak tau ya
hasilnya seperti apa. Tapi kalau misalnya positif wah lapor beneran media sosial.
Karena kami kembangkan gak mau cuma teknis. Makanya survey lapor versi 3 itu
surveynya survey akademis ilmiah. Orang penelitian beneran soal itu. Haraoannya
kamu meneliti media sosial ini kami dapat hasil yang bisa dipertanggungjawabkan
secara akademis. Kalau ternyata belum sesuai gapapa justru itu masukan buat
kami. Kita bergerak berdasarkan data dan fakta. Aktivasi akun ada. Siapa yang
bisa mengakses lapor, siapa saja bisa. Selama dia punya kanal SMS website dll
tadi. Kalau dia manual pun kami terima. Fiturnya ada banyak. Ini ada fitur
statistik, kuesioner, opini kebijakan. Kalau saya sebagai admin bisa lebih lengkap,
tapi nanti di versi 3 juga lebih lengkap. Bisa dipantau sampai detil. Kalau
sekarang kan cuma ini ya umum-umum doang. Ni kita bisa pencarian cepat.
168
Misalkan isu BPJS. Kita mau cari selama 6 bulan ini isu BPJS paling banyak
dilaporkan apa sih? Kita cari berdasarkan keyword. Ini word cloud. Sampel misal
5000 aduan masyarakat. Tinggal klik. Paling banyak keyword BPJS yang muncul
apa sih? BPJS...cara, mendapatkan, ID, terus kemudian...Kita bisa lihat dia minta
informasi pembayaran kemudian kayak gini kayak gini. Ini yang lagi
dikembangin. Sosial media kalau di hestek lapor masuk sini. Admin yang bakal
milih beneran pengaduan atau bukan sih ini. Langsung dari twitter. Ini kami lagi
uji coba.
Kalau laporan sensitif ada fitur anonim ada fitur rahasia. Kalau anonim rahasia
laporan hanya bisa dilihat oleh instansi yang bertanggungjawab, tidak muncul ke
publik. Nama dia dirahasiakan. Kalau anonim saja dia muncul di publik tapi
username dan email tertutup. Kalau dia gak klik apa-apa yang muncul hanya ini.
Ini hanya bisa dilihat admin. Nomor telepon dan alamat email hanya bisa diakses
admin. Bahkan penghubung kita di kementrian gak bisa akses. Kadang ada yang
minta kami akan pertimbangkan. Urgen atau tidak. Kalau tidak kami gak akan
kasih. Atau kalau membahayakan pelapor kami gak akan.
Fitur disposisi digital kita tinggal pilih kewenangan siapa tinggal klik. Dalamnya
ada memo dll. Statistik kami paling lengkap karena kami disini super admin. Kita
bisa lihat. Jadinya kayak gini nih kalau sudah diolah. Kan kita punya statistik ini.
Ini eksekutif dashboard. Bisa diakses langsung pimpinan. Keliatan di KUMHAM
unit-unit eselon 1nya gimana statusnya. Jumlah laporan, laju verifikasi admin,
admin kita ukur juga. Jadi saya punya rapornya hasna saya punya. Adminnya
berapa hari kerja nih dalam menindaklanjuti laporan, status pengajuannya seperti
apa, laju penindaklanjutannya bagaimana. Jadi tidak hanya admin yang kita ukur
hari kerja dia menjawab tapi si KL juga. Ini, data yang sudah diolah. Preside
minta 'saya mau blusukan jalan darat mau ke Bengkulu, Lampung, Banten. APa
masalah yang ada disana?" Cari di LAPOR, ini kami sediakan. Ini yang kami
anggap perlu diketahui oleh presiden. Yang warna biru ini disampaikan waktu
beliau kunjungan bulan november. Atas bantuan pak Pratikno ini presiden bisa
minta kayak gini. Ini kita bisa bikin analisis bulanan dan mingguan. Kita bisa lihat
169
persebaran aduannya, isu prioritas nasional apa aja. Kan Jokowi bilang ketahanan
pangan kedaulatan pangan. Berarti dia sangat concern ke petani. Nih isu petani di
bulan ini. Nih BPJS pula. Ini mingguan. Kita bisa petakan lagi soal BPN. BPN
mana sih paling sering diaduin? NIh jawa barat, jakarta, banten, jatim. Statusnya
bagaimana. Apa isu topiknya. Ini sama ini. Ini topik ini dampak. BPJS pencarian
cepat dapat ini kita bisa petaka lebih dalam. Ini hasil ini jumlah. Ini statistik lapor
hari ini. PR. Ini tapi dari segini kita udah dapet perhari segini. Kalau nanti bisa
misalkan 600.000 1.000.000 user gatau nih jadi berapa. Sekarang 81 KL 5 pemda
44 BUMN. Kalau kita breakdown ke level unite kerja ada 800 lebih satuan kerja
di LAPOR. Saya berani klaim lapor adalah 64:48 sistem pemerintah yang punya
stakeholder terbesar saat ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat, ada
NGO di dalamnya. NGO mana yang sudah bergabung? Beberapa. Ini yang sudah
bergabung. 65:14 Publish What You Pay, ini NGO dia punya jaringan vokal poin
di seluruh Indonesia. Dia ingin mengawasi pertambangan dan energi di Indonesia.
Dia manfaatkan data lapor. Dia buka kanal aduan di websitenya. Kalau orang
ngadu kesitu otomatis didorong ke sistem LAPOR. Ditindaklanjuti, dikawal
melalui mekanisme LAPOR. Ini "Kawal Mentri" juga. Mungkin pernah dengar
laporpresiden.org yang baru dibikin oleh Ainun Kawal Pemilu. Mereka bingun
tapi bingung akhirnya cuma nampung-nampung doang, Yaudah, kita hubungin ke
LAPOR. Kita teruskan melalui mekanisme LAPOR kita kawal bareng-bareng. Ini
GENAP, gerakan nasional anti bullying.
L:Ini yang disampaikan ke kementrian secara berkala itu apa mas?
G: Surat, tapi dibelakangnya ada lampiran statistik. Kalau yang ini, analisis
bulanan mingguan, itu kita untuk konsumsi internal. Tapi saya lagi minta ijin biar
bisa diakses masyarakat juga.
L: Kenapa tidak disampaikan ke kementrian sekalian? Kenapa hanya di internal?
G: ini sebagai bahan. Jadi nanti pimpinan kami, tim decision review board kami
dikantor yang akan menentukan ini layak diestalasi gak sih misalkan dengan
170
pertemuan. Jadi mereka yang akan menentukan. Kalau cukup kita telepon ya
ngapain kita kasih kesana. Tapi kalau udah parah banget baru.
L: Saya kira setiap kementrian secara berkala diberi laporan tentang kementrian
mereka..
G: yang berkala biasanya 6 bulan tapi surat dan statistik. Kalau yang sangat detil
masih konsumsi internal kami. Nanti decision review board kami yang
menentukan apakah diekstalasi ke presiden, apa cukup sampai kepala staf, deputi
atau di pengelola lapor saja. Itu mereka yang menentukan. Ini bulan kemaren.
Isunya apa isunya? tunjangan guru gak cair, listrik belum masuk desa padahal ada
program elektrifikasi, dana PSKS kartu sejahtera KKS dipotong. Ini tipik
nawacita paling banyak reformasi birokrasi dan kemiskinan. Persebaran aduan di
setiap provinsi, apa topik yang urgent kami bold. Ini perkembangan LAPOR.
Kanal sudah ya...kita ada 3 tapi tidak menutup yang manual. Kemudian tidak
menutup call center sudah ada fiturnya, fitur input laporan manual. Jadi kalau call
center dia bisa input juga biar datanya terintegrasi. Kenapa kita pengen data
terintegrasi ada 2 tujuannya 68:39 Satu, kami ingin pengelolaan pengaduan
efisien. Dengan terintegrasi satu sama lain maka ini mencegah duplikasi
penanganan. Kita ingin dorong efisiensi. KEdua, kita ingin mendapatkan data
nasional. Semakin banyaknya lembaga yang terhubung dan mengintegrasikan
kanalnya maka kita bisa dapat satu data yang utuh, tidak terpisah-pisah. Ini juga
tidak menutuo kanla pengaduan lokal ya. Jadi dulu pak Ahok waktu dilantik
sudah terlanjur kirim 4 nomer BB-nya. Nomornya dihubungkan ke sistem kami.
Jadi ketika orang ngadu, selama BB itu terhubung ke internet langusng masuk ke
sistem kami. Jadi gak menggantikan yang sudah ada tapi kia ingin melengkapi
yang sudah ada. Ini siap pakai kok, gratis gak keluar biaya apa-apa. Tinggal punya
komitmen aja. Bandung gak keluar biaya apa-apa dia. Sampai hari ini jalan dan
efektif, karena pemimpinnya aware.
171
Aduan apa yang bisa disampaikan.. yang berkaitan program dan kinerja
pemerintah. Siapa yang bertanggungjawab mengelola? kantor staf presiden
kedeputian 1.
L: Mas, kalau kontennya kepolisian bisa?
G: Bisa tapi kalau proses hukum gak bisa. Contoh, pak saya mengalami kecurian.
Ngadunya jangan ke LAPOR, ke polisi. Ada mekanisme penegakan hukum ada
hal yang gak bisa kita ganggu gugat. Mekanisme penegakan hukum itu gak bisa
dicampuri apapun. Kalau KUHAP nya bilang gini, gabisa diganggu. Makanya
kalau soal hukum laporkan ke kepolisian, kan dia dapet noemer pengaduan ya
atau nomor laporan. Itu yang dijadikan bahan mengawal. Kalau gak
ditindaklanjutin tuh sebutin nomornya ke LAPOR. Contoh, pak saya mau laporin
kasus korupsi 20 M ini kita gak bisa. Laporin ke kejaksaan, kawal tindak
lanjutnya melalui LAPOR, initinya gitu. Tapi kalau masih penyalahgunaan
wewenang
belum
korupsi,
ya
korupsi
juga
tapi
penyalahgunaan
wewenang...contoh SPPD fiktif atau uang gaji dipotong kejadian dan bisa
ditindaklanjuti melalui LAPOR. Ini disalah satu kementrian, kepala balai...eselon
2 dia intinya minta ganti karena dia bisa kasih bukti pendukung banyak sekali. Dia
akhirnya kasih apresiasi. Terima kasih tindak lanjut..perjuangan kami berhasil atas
bantuan LAPOR. Ini prosesnya panjang sekali nih. Dari aduan kayak gini, bisa
melampirkan data pendukung, jawab,respon. Belum direspon dia kasih tanggepan.
Kami intervensi nih admin. Ingetin supaya KL memberikan jawaban. baru
dijawab ini. Kemudian, nih dia bisa kasih bukti-bukti. Ini ya, dugaan
penyalahgunaan wewenangnya ada 19. Ini kronologinya sangat lengkap, panjang
sekali, data pendukungnya sangat lengkap. Di dalam sini ada slip gaji yang
dipotong, absensi palsu...ini jadi bahan kita untuk tindak lanjut. Bagaimana
LAPOR berkoordinasi? Kenapa LAPOR sebagai stakeholder terbesar....Satu, dia
banyak 81 KL 5 pemda 44 BUMN. Kalau kita breakdown ada 800 lebih unit
kerja. Tidak hanya itu, masyarakat sekarang 300 ribu orang sudah terdaftar ikut
memantau jalannya pemerintahan. Harapannya bisa terus berkembang seiring
perkembangan teknologi dan upaya sosialisasi yang kami lakukan. Selain itu
172
melibatkan juga CSO yang tadi saya sebutkan. KEbanyakn sistem di
pemeirntahan kan berjalan masing-masing. Terus gak melibatkan pihak luar. Lah
kami ingin mengajak pihak luar. Kalau anda punya kanal aduan daripada bingung
kita dorong integrasi. Orang ngadu di kanal anda masuk dan kita proses di kanal
kami. Kita sama-sama untung kok. Masyarakat sama-sama dimudahkan.
Sangsi...sangsi tindakan kami serahkan sepenuhnya ke UU dan ke Kementrian
lembaga masing-maisng. Kami tidak dalam posisi menghukum kami hanya
memaparkan fakta apa adanya. Baik ya baik buruk ya buruk. Tapi kalau kita sebar
surat ya memancing-mancing juga. Kalau emang dia jelek ya berarti kita akan
arahkan untuk harapannya bisa menegur. Tapi intinya kita paparkan apa adanya.
Aduan yang paling sering muncul beda-beda setiap bulan macem-macem.
Karakter di Bandung paling banyak infrastruktur, di pusat kemiskinan karena soal
KKS KPS KIS kartu kartu sakti macem-macem beda-beda. Kan kalau yang
sekarang statistiknya simple ya dan masih sangat umum. Kalau yang di versi 3
bisa lebih ini....udah pernah liat? STatistiknya disana lengkap.
Apalagi ya? Kalau butuh informasi apa-apa kontak aja.Yang mengelola socmed
saya, yang bikin MOU saya, yang mengelola email saya, yang bikin blog saya,
orangnya gak ada untungnya temen-temen magang banyak membantu. Mereka ya
sambil belajar sambil bantuin kita. Kita kalau cuma 4 orang memang gak bisa
jalan. Ngadmin itu kita kan ada 3 hari kerja untuk satu laporan. Satu orang admin
itu rata-rata bisa 300-400 perhari, dan dia punya waktu 3 hari kerja. Itu aja udah
seharian kadang-kadang belum selesai. Kalau gak effortnya gede tapi ya
komitmen kami sesuai arahan pimpinan juga yaudah. Kan di Nawacita Presiden
masuk ya menjaring partisipasi publik, kedua menghadirkan negara. Kalau kita
hanya fisik kehadiran fisik ya presiden gak bisa hadir fisik disetiap lini
masyarakat. Harapannya dengan sistem ini dia bisa terbantu yang penting ada
masalah bisa selesai. Ya namanya usaha. Dan yang menjalankan sistem ini
kebetulan anak-anak muda semua. Tapi dengan suport senior-senior. Jadi decision
review board kami orang-orang yang sudah berpengalaman senior di
pemerintahan. Ada yang dari swasta. Mereka yang mendonrong kami. Ketika
173
kami butuh debatle making mereka yang akan tampil. Kami hanya mendukung
mereka, "pak ini datanya tolong pak dikomunikasikan biar ini selesai". Itu strategi
ya.
Transkrip Wawancara
Narasumber
: Miranti (Spesialis Administrator LAPOR!)
Tanggal
: 26 Agustus 2015
Waktu
: Pukul 20.00 WIB
Tempat
: Gedung B Kantor Eks UKP4, Jalan Veteran III Jakarta Pusat
Lintang
: Mbak, saya mau menanyakan tentang pengelolaan pesan di
LAPOR!, kemarin waktu wawancara dengan mas Gibran saya tahu ada
penyuntingan, itu seperti apa? Ingin lebih tau tentang proses pengolahan pesan sih
mbak.
Miranti
: Nah lintang jadi gini. Kalau misalnya di LAPOR! laporan
masyarakat memang kan bentuknya sangat beragam. Seperti yang kita tahu, tidak
semua masyarakat Indonesia sudah bisa memberikan laporan yang menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, lengkap informasinya. Itu tu masih jarang
gitu. Rata-rata bener-bener cuma kayak nih, contohnya orang di Bandung. Dia
ngomong "yah karakyatna pribados ngadu kamana Bandung juara" pakai bahasa
daerah. Nah yang kayka gini biasanya yang emang bener-bener pakai bahasa
daerah kita follow up minta tolong dia menyampaikan dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Itu khusus untuk bahasa daerah atau asing. Karena, di syarat
dan penggunaan LAPOR! sudah kita clear-kan syaratnya adalah sampaikan
laporan dengan bahasa Indonesia. Kalau bahasa Indonesianya alay atau banyak
singkatan, itu yang kita sunting. Kita perbaiki hingga ketika kementrian atau
lembaga membaca atau unit kerja terkait di Pemda membaca, mereka tidak perlu
lagi pusing dengan tata bahasa yang "jelimet". Jadi bener-bener nyampe nih
laporannya, oh itu masalahnya. Ngerti gitu. Karena kan kalau pakai bahasa alay
174
gitu-gitu suka bingung ya kayak "orangx" maksudnya "orangnya". Nah, mana ya..
aku contohin laporan terkait BPJS kesehatan.
Lintang
: Aku pengen tahu mbak seberapa jauh lapor melakukan
penyuntingan karena aku percaya kan kalau bahasa mengubah makna mbak.
Tentu ada kekhawatiran kalau ternyata penyuntingan yang dilakukan mengubah
makna. Seperti bahasa daerah, jatuh ngglebak itu kan jatuh ke belakang, tidak bisa
hanya dikatakan "jatuh" dalam bahasa Indonesia. Pengubahan itu kan bisa
mengubah maksud, makna pesan.
Miranti
: Ini, sekali lagi pokoknya kalau bahasa daerah semua itu di kita
juga tidak ada yang punya kemampuan bahasa daerah yang sangat luas seperti itu.
Jadi memang yang pertama untuk bahasa daerah kita tidak melakukan perubahan
apapun tapi kita followup pelapor mohon sampaikan dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, Laporannya nanti kita tunggu. Biasanya sih kalau seperti itu,
langsung di pelapor kirim laporan lagi tapi dengan bahasa Indonesia. Tapi ya
mungkin masih ada singkatan. Yang kedua, terkait tata bahasa. Kalau ada
singkatan tinggal kita perpanjang aja. Jadi kalau yg jadi yang. Dijln jadi di jalan.
Lintang
: Itu tujuannya dari pihak LAPOR! untuk apa?
Miranti
: Niatnya kita mengedukasi masyarakat Indonesia. Jadi ketika
mereka melaporkan suatu hal ke pemerintah mereka menggunakan bahasa
Indonesia yang mudah dipahami. Nah, kalau msialnya berdasarkan track record
yang ada, biasanya awalnya pakai bahasa yang bener-bener banyak singkatannya.
Kemudian saat kita ubah, pelapor akan menerima notifikasi sebenarnya.
Bagaimana perubahan yang dibuat oleh administrator.
Lintang
: Notifikasi hanya bisa dilihat pelapor?
Miranti
: Notifikasi dilihat oleh pelapor. Jadi gini, ketika laporan masuk
banyak singkatan atau kata alaynya, kita sunting bahasanya. Saat kita lakukan
disposisi atau penerusan ke kemtrian lembaga terkait, hasil suntingan akan
175
langsung ternotif ke pelapor dan kementrian lembaga. Kalau laporannya tidak
rahasia, bisa dibuka oleh publik. Tapi, publik tidak bisa melihat bagaimana
laporan dia yang sebelumnya. Kementrian lembaga juga tidak melihat bagaimana
laporan dia sebelumnya. Yang tahu laporannya berubah hanyalah si pemberi
pesan ini. Si pelapor ini memiliki hak sebenarnya. Jadi kan kita melakukan
penyuntingan bahasa ya, tepat seperti kata kamu tadi gimana kalau misalnya
penyuntingan tadi mengubah makna? Nah tapi dengan notifikasi tersebut
sebenarnya pelapor sudah ternotif bahwa laporannya berubah seperti itu apakah
dia menyetujuinya atau tidak sebenernya. Kalau mereka tidak menyetujuinya,
mereka pasti akan langsung mengemail balik, istilahnya, ke kita "kenapa laporan
saya disunting seperti ini?". Tapi sejauh ini berdasarkan pengalaman saya menjadi
administrator tidak pernah ada yang seperti itu. Malah kebanyakan masyarakat
yang tadinya laporannya penuh dengan singkatan, alay gitu, untuk laporan
selanjutnya setelah disunting kami mereka tu lebih tertata. Jadi benar-benar pakai
Yth kepada siapa, isi laporannya tu per paragraf dan jarang singkatan gitu.
Mungkin khilaf ya..yg kayak gitu. Sejauh ini sih gitu kalau sistemnya di kita
terkait penyuntingan bahasa.
Lintang
: Apa sih kriteria untuk menentukan ini harus diganti, ini tidak?
Miranti
: Oke, nah selain singkatan itu ada untuk kata-kata kotor. Kadang
kan masyarakat ketika mengalami masalah kan suka kebawa emosi ya. Jadi
mereka ikut melampirkan ke laporannya kayak "dasar *piiip*" gitu haha. Intinya
memaki-maki kementrian atau lembaganya. Nah yang seperti itu akan kita sunting
jadi "saya sangat tidak puas!" gitu. Intinya dalam memperhalus bahasa-bahasa
yang kasar atau yang sebaiknya istilahnya itu di publish kita mendidik orang
untuk mengucapkan kata-kata kotor gitu lho. Jadi makanya harus kita edit.
Lintang
: Pilihan kata pengeditnya ditentukan administrator?
Miranti
: Dari administratornya.
Lintang
: Terserah atau ada panduan?
176
Miranti
: Jadi selalu kalau misalnya untuk hal-hal yang sudah berbau
sifatnya kata-kata yang kotor seperti itu memang kita perlu ada penegasan di
dalam laporannya bahwa masyarakat merasa sangat tidak puas gitu. Jadi ada katakata "saya sangat tidak puas karena..gini gini gini", gitu. Jadi kata-kata kotor tadi
diganti dengan kata "saya sangat tidak puas". Itu penekanannya. Penggantian
kata-kata
kotor
tersebut
sudah
kita
sepakati
setiap
di
awal.
Jadi kan untuk di LAPOR! sendiri sistemnya saya, administrator sendiri, dibantu
teman-teman pemagang yang setiap 3 bulan berganti.
Lintang
: Administrator itu satu mbak Miranti doang atau ada yang lain?
Miranti
: Untuk di tim inti administrator di pusat yang emang bener-bener
sortir setiap laporan ini wewenang siapa itu ee saya, kemudian dibantu temanteman pemagang gitu. Nah teman-teman pemagang ini setiap per tiga bulan selalu
saya berikan pelatihan di satu minggu pertama. Kesepakatan-kesepakatan, cara
pengeditan dan lain-lain sudah ditraining di satu minggu pertama. Selain di tim
sini, beberapa kementrian lembaga atau pemda juga ada yang membantu kami.
Jadi kalau biasanya jika lapora untuk kementrian lembaga atau pemda sudah
banyak mereka akan inisiatif "yaudah kami bantu saja kami ikut jadi
administrator" seperti itu. Jadi ada nih beberapa kementrian lembaga pemda yang
sudah punya adminnya sendiri. Kamu bisa lihat disini ada pilihan kirim ke. Kirim
ke ini gunanya memberikan laporan ke teman-teman yang ada administratornya
sendiri di kementrian atau lembaga. Yang sudah ada itu, kementrian hukum dan
ham, kemudian seluruh pemda masing-masing sudah punya admnistrator sendiri,
pemkab Bojonegoro, Gorontalor, Indragiri Hulu, Kota Bandung, Prov. DKI
Jakarta. Itu sudah 5 pemda yang terhubung dengan kami. PT KAI juga punya
administrator sendiri dan Timsos KKS (TNP2K- Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan).
Lintang
: Berarti kalau aduannya tentang mereka, mereka yang akan
menyunting, mereka juga yang akan mendisposisikan? Berarti yang sudah punya
177
admin sendiri proses dari awal sampai terakhir mereka yang melakukan? Posisi
lapor dimana mbak kalau mereka sudah punya admin?
Miranti
: Kalau mereka punya admin sendiri mereka kan tetap mengelola di
sistem lapor. Saat pertama kami mereka mau jadi administrator, tim lapor yang di
pusat melakukan pelatihan. Pelatihan, kemudian kita itu di seminggu pertama
sama sistemnya seperti teman-teman pemagang. Kita lihat gimana suntingannya
mereka. Jika kurang baik masih belum sesuai EYD atau sangat merubah makna
itu akan kita notifikasi istilahnya ke mereka warning kok begini suntingannya
mohon diperbaiki sepetri ini. Jadi ketika mereka melakukan kesalahan dalam
penyuntingan, kita akan kasih contoh yang benarnya harusnya seperti ini. Jadi
intinya kita coba quality control sejak awal. Seperti itu. Nah, ee...setiap
kedepannya tapi lama-lama setelah satu minggu itu selesai mereka sudah mulai
bisa berjalan sendiri kita quality control hanya setiap 6 bulan sekali. 6 bulan sekali
kita akan melihat mencoba istilahnya mengevaluasi admin yang ada di masingmasing kementrian lembaga atau pemda ini. Karena kan LAPOR! ini masih terus
ini ya berkembang, terhubung, dengan ini kayak kalau kamu lihat disini BPJS dan
kawan-kawannya yang belum kami sebutkan ini itu sedang dalam tahap pelatihan
untuk menjadi admnistrator juga.
Lintang
: Administrator 9949 itu apa mbak?
Miranti
: Oh sorry kalau administrator 9949 ini di zamannya pak SBY. Jadi
sebelum ada LAPOR! itu nama kotak aduannya ke presiden 9949 sesuai tanggal
lahir pak SBY. Tapi sejak LAPOR! ada udah nih selesai. Cuma kan banyak
laporan yang masuk ke dia dulunya, masih kita rekap kita digitalisasi namanya.
Nah
setiap
kementrian
atau
lembaga
yang
sudah
disiapkan
kotak
administratornya, kotak nampung laporan, itu akan muncul disini. Jadi ini kayak
historynya dulu 9949 pernah ada gitu.
Lintang
: Kalau dia sudah punya admin sendiri dia sistemnya tetep sama
kan mbak? Sama semua?
178
Miranti
: Tetap.
Lintang
: Kenapa kok LAPOR! kepengen setiap lembaga punya
adminsitrator sendiri?
Miranti
: Oke, jadi ketika laporan masuk itu sebenarnya kita bukan hanya
melakukan penyuntingan bahasa. Kita juga meminta informasi yang lengkap
untuk bisa menindaklanjuti laporan. Nah karena itulah sebenarnya kita tu punya
impian
agar
masing-masing
kementrian
lembaga
atau
pemda
punya
administratornya sendiri karena kita gak cuma melakukan penyuntingan bahasa
namun pemenuhan informasi. Dan yang tahu yang paling tahu informasi apa saja
yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti laporan kan sebenarnya masing-masing
kementrian lembaga atau pemda. That's why itu kita serahkan kesana sebenarnya
impiannya.
Lintang
: Oh berarti kayak yang tahu kebutuhannya apa mereka gitu ya
Miranti
: Itu mereka, untuk mempercepat tindak lanjutnya nanti kan.
Lintang
: Itu goalnya semua punya administratornya?
Miranti
: Saat ini kita belum punya goal bahwa masing-masing harus punya
adminsitrator. Yang jadi PR LAPOR! sampai 2019 baru keterhubungan dulu nih
dengan berbagai pemda dan lembaga yang belum terhubung dengan LAPOR!.
Tapi jika mereka mau terhubung dulu tapi belum punya administrator itu tidak
apa-apa bagi kami. Karena memang PR di LAPOR! ini sampai saat ini
tanggungjawab kita ke masyarakat itu tidak enaknya ketika kita sudah state nih
bahwa kita eee layanan aspirasi dan pengaduan secara nasional. Tapi ternyata
ketika mereka memasukan laporan kita menjawab belum terhubung. Nah, itu sih
tanggungjawab kita saat ini meningkatkan keterhubungan dulu. Seiring
berjalannya meningkatkan keterhubungan, kita coba unutk approach temen-temen
kementrian atau lembaga untuk bisa ikut menjadi administrator. Tapi itu belum
jadi concern kita sejauh ini teman-teman dari pusat, saya dan teman-teman
179
pemagang masih bisa menghandle laporan tersebut agar bisa diteruskan ke
kementrian atau lembaga terkait. Tapi beda nih dengan yang pemda. Jadi kalau
pemda itu kan urusannya banyak sekali ya. Jadi istilahnya kayak di pusat saya
ngehandle saya mesti tahu semua wewenang kementrian atau lembaga. Begitu
pula dengan di daerah sebenarnya. Cakupannya juga sama luasnya seperti di pusat
hanya saja tingkatannya daerah. Jadi ketika pemda itu mau terhubung dengan
LAPOR! memang kita sudah mensyaratkan harus ada administrator dari pemda.
Harus.
Lintang
: kenapa mbak?
Miranti
: karena pemda itu sama luasnya dengan pusat. Istilahnya gini,
kalau misalnya di pusat itu Presiden dibantu kementrian lembaga terkait, sama
halnya dengan gubernur atau bupati atua walikota di daerah. Mereka juga punya
istilahnya dinas atau biro terkait. Dan yang mengetahuinya itu mereka. Karena
kan masing struktur, kalau pusat kan jelas ya bahwa pusat itu terdiri dari ini ini
ini. 34 kementrian terus berapa lembaga gitu, 158 lembaga. Tapi kalau misalnya
di daerah iu kan maisng-masing struktur organisasi diserahkan menjadi wewenang
daerah itu sendiri. Jadi misalnya Provinsi DKI Jakarta menganggap satuan
kerjanya adalah 5 kotanya, kemudian dinas-dinasnya, kemudian Biro, kemudian
ada BUMD e...ada RSUD gitu banyak unit kerjanya. Tapi misalnya di Jawa
Timur, itu tidak membawahi kota atau kabupaten di bawahnya tapi ya dinas saja
dengan BUMD nya atau RSUD di tingkat provinsi. Dinasnya sendiri antar daerah
tidak ada kesamaan satu sama lain. Jadi bisa saja di dinas untuk yang mengurus
pertamanan misalnya ya. Di DKI Jakarta masuk ke dinas tersendiri, dinas
pertamanan. Tapi di Kota Blitar misalnya itu masuk ke dinas lingkungan hidup.
Jadi dengan sangat beragamnya wewenang fungsi masing-masing dinas satuan
kerja yang ada dibawahnya memang sebaiknya Pemda punya administrator
sendiri yang sudah lebih mengerti daerahnya.
Lintang
: Goalnya sampai 2019 keterhubungan. Apakah udah pernah ada
yang lapor terus dari LAPOR! terpaksa bilang belum terhubung gitu?
180
Miranti
: Sudah banyak yang seperti itu. Memang karena kita baru
terhubung dengan 5 pemda, kita harus jujur ke masyarakat. Nah, jadi...sek sek.
Jadi ketika kita nemuin ada lembaga belum terhubung, kan kita belum dengan
seluruh lembaga ya dan pemda juga belum terhubung kita akan mengirimkan ini
ke pelapor. Jadi "Yth Pelapor, Laporan (judul laporannya apa) merupakan
wewenang (nama lebaga). Namun saat ini LAPOR! 1708 belum terhubung, Untuk
sementara laporan akan tersimpan hingga terhubung." Jadi kita janjikan bahwa
laporan tetap akan ditindaklanjuti ketika lapor sudah terhubung dengan lembaga
atau pemda tersebut. Nah tapi kan gini ya kita sebagai pelapor cuma dijawab
hanya sampai untuk sementara laporan akan disimpan gak puas. Pasti kayak yah
katanya nasional... Nah that's why kita berusaha mengakomodirnya dengan
menyampaikan kanal pengaduan yang bisa diakses. Jadi sebenarnya kan unutk
setiap lembaga atua pemda itu sudah diisyaratkan dengan UU Pelayanan Publik
unutk memiliki kanal pengaduan agar masyarakat bisa menyampaikan aspirasi
dan pengaduannya. Nah mereka sebenarnya sudah punya kanal sendiri, tapi
mereka tidak terintegrasi. Sedangkan di LAPOR! lapor sebagai SP4N tu
diamanatkan untuk bisa menyatukan kanal-kanal yang terpisah tersebut. Sehingga
ketika pelapor itu datang ke kanalanya LAPOR! ini tidak ada lagi penolakan. Kan
selama ini kalau based on conventional atau yang tidak terintegrasi seperti itu
ketika misalnya kamu nih menyampaikan laporan terkait misalnya jalanan rusak
daerah ke PU PERA. Kementrian PUPERA pasti setelah menerima keluhan kamu
cuma ngebaca dan cuma oh ini jalan daerah bukan wewenang kami, ditaruh aja
gak ditindak lanjuti. Kementrian PU PERA gak akan mengomunikasikan itu ke
Pemprov DKI Jakarta, misalnya. Tapi dengan adanya LAPOR!, sudah ada
administrator nih yang mengolah sebenarnya ini wewenang siapa. Dan kalau
terhubung bisa langsung diteruskan. Istilahnya masyarakat gak akan salah pintu
ketika melapor, pasti akan diteruskan.
Lintang
: Tapi nanti sampai dipintunya apakah akan ditindak lanjuti atau
tidak, lapor tidak bisa memantau kalau belum terhubung ya mbak?
181
Miranti
: Kalau belum terhubung kita gak bisa meneruskan ke pemdanya
terus ya kita cuma bisa ngasih tau ada kanalnya lho. Tapi ya kalau belum
terhubung LAPOR! gak bisa memantau. Nah, kita itu punya list channelnya
lembaga ataupun pemda yang belum terhubung. Jadi ketika masyarakat itu
istilahnya sudah berharap ditindaklanjuti via LAPOR! tapi LAPOR! belum
terhubung, sudah kita janjikan pasti akan disimpan hingga nanti terhubung akan
langsung kita kirim ke misalnya pemprov Banten bisa langsung kita kirim. Tapi
selama kita belum terhubung kita kasih tau nih bahwa masyarakat bisa
menyampaikan laporan langsung melalui apa kanalnya. Bisa datang ke kantor
pemerintahnya, atau via telpon atau via fax gitu. Sebenernya untuk Pemda sudah
ada semangatnya nih untuk menerima aspirasi dan pengaduan dari masyarakat.
Cuma, integrasinya saja secara nasional yang belum. Nah kalau misalnya yang
aku bilang keterhubungannya itu, LAPOR! itu tidak bersifat menggantikan kanal
yang sudah ada tapi diintegrasikan saja. Jadi pengelolaannya kalau misalnya yang
seperti ini kan misalnya nelpon nih ke 0254267117 ini, laporannya itu disimpan
oleh Pemprov Banten sendiri tapi tidak dipublikasi ke luar. Beda nih sama
LAPOR!. Ketika masuk ke kita, diteruskan ke unit terkait itu bisa dipantau oleh
masyarakat. Misal tindak lanjutnya gimana. Kalau yang ini kita benar-benar
menunggu info dari pemprov yang kadang juga gak akan inisiatif menghubungi
pelapornya. Bisa saja menunggu pelapor menghubungi dia balik. Jadi misalnya
kamu melaporkan hari ini. Terus kamu gak dapet-dapet kabar. Baru sebulan
kemudian nih kamu inget ah waktu itu ngelapor, mesti follow up lagi nih. Kurang
clear notifikasi sudah sampai mana proses tindak lanjut laporan tersebut. Tapi
kalau di LAPOR! kan semua bisa dipantau langsung.
Gibran
: Nah itu sama konsernmu. Kita nyunting itu tapi masih membuka
peluang masyarakat untuk memonitor.SUntingannya bener gak sih, karena kita
buat seterbuka mungkin sehingga ada check and balances antara pengelola dengan
masyarakat. Kalau dia lihat lho kok laporanku berubah. Kita akan langsung follow
up. Kita kan punya data laporan sebelum disunting dan sesudah disunting. Ntar
mbak Miranti supervisor admin akan lihat bener gak nih. Apa jangan-jangan
182
pelapornya yang salah, bisa jadi kan? Atau pelapornya yang memang dari awal
gak jelas tapi admin lupa memperjelas gitu juga.
Lintang
: dulu waktu saya tanya ke mas Gibran LAPOR! tetap menerima
laporan offline lalu didigitalisasi. Itu bagaimana prosesnya?
Miranti
: Jadi kamu bisa cek youtube LAPOR!. Disini udah ada nih proses
melapor...ada digitalisasi laporan masyarakat. Kayak gini, lihat di youtube.
(Miranti memutarkan video dari akun youtube LAPOR!).
Lintang
: Mbak statistik di web LAPOR! diupdate setiap apa?
Miranti
: Itu realtime tapi untuk grafisnya terupdate setiap jam 4 pagi.
Karena kalau statistik itu kalau setiap waktu di edit grafik dll terutama itu berat
untuk sistemnya. Yang kedua untuk memastikan, yaudah ketika mengambil data
sebelum jam 4 pagi itu berarti itu adalah grafik terupdate di hari sebelumnya.
Lintang
: Rata-rata tiap hari berapa laporan mbak?
Miranti
: Data hari ini udah di admin. Oh ini ini. Jadi di kita itu udah ada
nih recordnya untuk laporan masuk. Kita ada statistik sendiri say. Ini bisa dilihat
untuk bulan 8 ini rata-ratanya tiap hari 251 laporan yang masuk. Tapi ini fluktiatif
kalau kita lihat ke 2014 pas kemarin di bulan november, desember 568. Terus
pernah di 2013 bahkan perharinya tertinggi di 2013 2458 laporan bulan Juni Juli.
Ini lho kebijakan BBM ya mas? Juni Juli BBM naik pertama kali banyak tu
laporan masyarakat mohon bantuan sosialnya, jangan naikan BBM dan pokoknya
semua yang terkait BBM sering banget dilaporin masyarakat. Statistiknya 4923
laporan per hari.
Lintang
: Berapa orang yang mengurus aduan mbak?
Miranti
: Berapa orang ya? Tiga sama satu kayak akunya gitu. Empat orang
admin pusat dibantu sama temen-temen TNP2K yang Timsos itu. Tapi kan
memang kanalnya masuk dulu ke kita kita mesti kirim ke kirim ke gitu kan.
183
Lintang
: Kalau 2015 ini yang mengurus admin berapa orang?
Miranti
: Admin total disini saya saa 7 orang pemagang. Memang trennya
nambah karena semakin kesini kalau misalnya kita ngelihat ya dari tahun lalu
sampai sekarang, kasusnya sekarang ini walaupun lebih dikit tapi lebih beragam.
Jadi bener-bener hampr ke seluruh kementrian lembaga bisa kena. Terus laporanlaporan bukan lagi spam, lebih berisi ada substansinya terkait apa yang ingin
disampaikan masyarakat. Kalau dulu kan cuma "tingkatkan kinerja peemerintah!"
tapi gak jelas pemerintah yang mana nih. Kalau sekarang makin oke makin
banyak lampirannya juga. Kayak data dukungnya gitu-gitu. Misal yang tadi.
Terutama kasus - kasus yang sering hits dilaporin dan ada contoh-contohnya
mereka tu langsung ngasih bukti..bukti lagi. Terus biasanya panjang kayak gini.
Makin kesini makin bagus kok laporan masyarakat. Tinggal dikit-dikit diedit.
Tapi kan untuk mengerti substansinya agar lebih enak dan mudah dibaca kan
biasanya gini. Dear kita ganti Yth. Terus hari ini tanggal 10 Agustus..Yg kita edit
jadi yang. Gitu sih perubahannya. Nanti mungkin bisa aku kirim beberapa contoh
sebelum sesudah, sebelum sesudah. Kamu bisa lihat-lihat.
Lintang
: Aku mau tanya tentang fitur. Jadi kan ada 3 pihak yang punya
kepentingan mbak, pengelola, pemerintah, masyarakat. Pasti kan ada perbedaan
fitur yang bisa diakses. Kalau dari pengelola punya fitur apa saja dan fungsinya
apa?
Miranti
: Kalau untuk fitur pengelola sebenarnya banyak ya hahaha. Kalau
misalnya pengelola e..banyak sih fitur-fiturnya. Nih, intinya gambaran pengelola
tuh ini. Ini yang bisa diakses teman-teman administrator di pengelola. Kita bisa
lihat dashboard. Dashboard itu kita bisa lihat siapa saja user yang online.
Kemudian kita juga punya data analisa. Jadi misalnya kita masukan "BPJS
Kesehatan" periode 1 januari sampai hari ini terus kategorinya...misalnya ini. Kita
minta 1000 sampling. Kita bisa test. Ternyata, bisa kelihatan nih dari word cloud
ini yang masalah tuh bisa kelihatan iuran, kartu, pendaftaran. Masalah puskesmas,
rumah sakit, biaya, terus pasien, pelayanan kartu Faskes.. Intinya ini adalah data
184
misal sampling 100 laporan kata kunci yang paling sering ditemukan itu apa.
Semakin besar tanggalnya semakin bisa banyak sample data yang kita ambil,
semakin bisa terlihat masalah-masalah yang sering diadukan gitu. Ini untuk
warning aja berarti untuk BPJS banyak banget yang mengeluhkan tentang RS,
biaya seperti itu. Ini untuk halaman dasboard. Ada banyak banget banget sih
masih bisa discroll lagi. Nah, monitoring itu kita bisa lihat laporan terakhir masuk
itu dari siapa asalnya. Mana yang dari web, aplikasi di BB, aplikasi android
intinya semua channel yang kita punya. SMS kita bagi per provider. Terus kalau
LAPOR! connect ini chip yang kita pasang di nomor Pak Ahok waktu itu. Jadi dia
gak sengaja ngucapin nomornya, dibombardir dengan banyak laporan dari
masyarakat DKI Jakarta dia minta tolonglah yang masuk ke HPnya itu langsung
di forwardnya ke LAPOR!. Nah terus, kita juga bisa lihat lock service update
mingguan kapan, data collecting dilakukan terakhir kapan. Terus aktivitas terakhir
nih, disposisi, tindak lanjut. Disposisi oleh tadi siapa terakhir, tindak lanjut oleh
siapa, komentar oleh siapa. Ini kalau yang ini realtime pertanggal ini jam terakhir.
Aktivitas terakhir dilakukan oleh si Jul Akbar ini nih. Dia ngasih komentar jam
20.30. Terus ini jumlah laporan masuk per domainnya. Ada aktivitas adminnya
juga kita bisa ngelihat. Ini juga salah satu media kita monitoring admin-admin
yang
ada
di
masing-masing
KLD.
Media sosial, nah ini yang bagian laporan via Twitter yang baru itu. Jadi kalau
misalnya kita merasa apa yang ditag ke kita pakai tag LAPOR itu bagus
laporannya itu bisa langsung dimasukan gitu untuk di adminkan oleh tim
administrator. Jadi bisa kita pilih-pilih laporannya mana yang bisa dimasukan
kalau misalnya dia udah dimasukan akan hilang nih tanda centangnya, berubah
jadi strip. Itu artinya sudah dimasukan ke dalam sistem. Udah, tinggal isi-isi dll
laporkan udah langsung masuk halaman Twitter ke halaman approval.
Approval...sek biar kamu gak sakit mata. Nah ini approval pokoknya semua
laporan yang masuk dari masyarakat dari berbagai channelnya kita dari SMS
185
1708, website, aplikasi itu masuknya kesini. Nih keliatan ini dari web, ini dari
SMS.
Lintang
: Itu yang udah dikirim?
Miranti
: Ini yang laporan mentah dari masyarakat yang belum diedit. Nah
kalau laporannya belum lengkap itu akan masuk ke kotak pending. Ini yang
contohnya yang kalau pemda belum terhubung maka kita langsung tulis.
Keterangan pendingnya Pemkab Sukabumi. Tujuannya apa? Ketika kita udah
terhubung misalnya sama Sukabumi, kita tinggal cari Sukabumi lihat keterangan
pending nanti semuanya muncul khusus wewenangnya Sukabumi. Ini bisa kita
langsung check list semua terus kita kirim. Nah untuk disposisi itu yang sudah
kita edit bahasanya. Sudah edit bahasanya, sudah diteruskan ke kementrian atau
lembaga terkait untuk ditindaklanjuti. Nah star ini adalah e...ratingnya dari admin
sendiri untuk menilai seberapa OK laporan tersebut. Nih penjelasannya. Jadi
bintang 5 itu kalau laporannya sudah seusia EYD, informasinya lengkap terus
nambahin foto atua dokumen gitu. Kalau bintang 4 itu data dukungnya gak ada
lampirannya, cuma penyebutan aja. Bintang 3 udah sesuai EYD tapi masih perlu
di follow-up. Bintang 2 itu yang gak sesuai EYD tapi informasinya lengkap.
Lintang
: Itu harus diisi admin?
Miranti
: he em. Gunanya apa? Yang pertama kita ingin mengetahui
kesuksesan kita nih untuk mengedukasi masyarakat. Jadi misalnya bisa kelihatan
nanti track recordnya di masing-maisng pelapor itu. Misalnya kita centang 2,
untuk saat ini. Tapi tiba-tiba dilaporan selanjutnya dia 5. Berarti kan kita berhasil
untuk mencontohnya bagaimana laporan yang baik dan benar itu. Itu tujuan utama
kita ngelihat kemajuannya pelapor juga nih dalam memberikan laporan yang baik
dan benar. Terus yang kedua ini bisa dikaji lebih lanjut sebenarnya. Jadi misalnya
nih, kan disini kita bisa memberikan rating kemudian kita bisa memilih dia
berasal dari provinsi mana. Kalau ada keterangan tempatnya kan kita bisa
identifikasi areanya dia. Nah, kita bisa lihat nanti misal rating 2 kebanyakan ada
di daerah, misalnya, pedalaman Papua sana. Berarti kita bisa melihat nih dari cara
186
mereka menyampaikan laporan. Sebenarnya tingkat pendidikan disana janganjangan masih rendah jadi tidak mengerti penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Berarti bisa dianalisis lagi perlu ditingkatkan pendidikan disana. Toh
misalnya banyak laporan yang bahasanya kurang baik di daerah sekitaran Jawa,
yang Jawa mana nih misalnya Jawa Timur. Padahal kita lihat pendidikannya
sudah OK. Berarti kurang sosialisasinya nih cara meyampaikan laporan yang baik
dan benar disana. Seperti itu.. Nah ini untuk laporan terpilih.
Lintang
: Laporan terpilih itu maksudnya yang?
Miranti
: yang istilahnya terhangat di minggu tersebut dilihat dari substansi
isu tapi bukan masalah bahasanya. Kayak di agustus ini yang udah terpilih itu ini
aktivasi BPJS selalu tertunda. Istilahnya dari banyak yang melaporkan, kita
biasanya lihat nih pelapor yang ngelaporin itu kita pilih salah satunya untuk
diangkat jadi laporan terpilih gitu gitu. Kalau laporan sukses, itu laporan yang
tindak lanjutnya oke.
Lintang
: dari pihak KL?
Miranti
: dari pihak KL. Jadi tugas administrator di pusat itu selain yang
tadi,
menyunting
laporan,
memastikan
bahwa
laporan
lengkap
terus
meneruskannya ke KL, kita juga ngeliat kan tindak lanjutnya KL, melakukan
pengawasan. Nah, ketika melakukan pengawasan itu kita tidak hanya
mengevaluasi yang kinerjanya kurang tapi yang kinerjanya baik juga diapresiasi
dengan memasukan ke laporan sukses. Contohnya ini, jalan berhasil diperbaiki
kurang dari satu bulan setelah laporannya didisposisikan. Terus tiga hari berkas
seritifkat tanah selesai. Pungutan bandara dikembalikan. Terus ada lagi, jalan
mulus lagi, PKL berhasil ditertibkan. Ini yang gini-ginilah kita apresiasi juga
karena ketika kita masukan jadi laporan sukses akan ternotif juga kan ke KL yang
bersangkutan. Kebijakan ini kalau misalnya ini sebenarnya fiturnya masih baru
akan kita developt akan kita kembangkan, tapi ini untuk meminta opininya
masyarakat terkait kebijakan yang ingin dikeluarkan pemerintah. Misalnya
kemarin pas ada isu KPK versus Polri. Kita minta seperti ini. Menarik
187
pengusulan, terus jadi mengajukan ini pertanyaannya 'bagaimana pandangan Anda
mengenai keputusan Presiden tersebut? setuju tidak setuju'. Nah ini kita pasang di
website kita terus kita publish juga ke beberapa email atau SMS yang sudah
pernah
melapor
ke
sistem
lapor
ini.
Tab delete itu yang dihapus dari tab approval. Disini istilahnya bisa dilihat mana
yang dihapusnya karena apa. Ini untuk cek administrator tidak menghapus yang
sifatnya substantif yang sebenarnya ada isi laporannya tapi dihapus. Sebenarnya
juga memastikan bahwa yaudah memang administrator itu bekerja dengan baik,
yang bisa diteruskan akan diteruskan, yang tidak bisa baru dihapus.
Hold itu, laporan-laporan yang kita tahan karena belum ditindaklanjuti oleh si
KLD.
Lintang
: Bukan karena belum terhubung terus disimpan gitu?
Miranti
: Bukan, kalau yang belum terhubung tadi masuk di pending. Kalau
di ini sudah kita teruskan ke KLD tapi belum ditindaklanjuti. Nah yang seperti itu
perlu untuk terus kita awasi makanya kita hold. Nah ada lagi request tutup, intinya
kalau tadi kan kita hold tuh, kalau misal kita hold ketika KLD sudah menjawab
statusnya masih tidak akan tertutup karena sudah kita klik fitur hold itu. Nah
ketika dia sudah menjawab dia akan merequest untuk menutup. Tolong ditutup
laporan dengan tracking ID segini karena sudah kami jawab. Terus tab bukan
wewenang itu check and balance kalau misalnya kita udah meneruskan laporan ke
kementrian lembaga atau pemda terkait tapi kementrian lembaga atua pemda itu
bilang setelah nerima ini bukan wewenang kami kok harusnya. Dia bisa request
bahwa itu bukan wewenangnya. Nanti akan kita cek lagi apakah benar itu bukan
wewenang instansi. Pesan ini isinya itu komunikasinya administrator pengelola
dengan di pemerintah. Jadi isinya kayak chating-chatingannya diantara kita buat
yang butuh cepet tidak perlu request-request ini nih tutup atau bukan wewenang
tapi bisa langsung minta ke kita. Tuh ada minta penutupan laporan, disposisi,
substansinya sama jadi mohon salah satunya ditutup dan sebagainya. Nah, tab
data juga banyak cuma intinya adalah disini tempat kita ngeregistrasiin instansi
yang baru terhubung, pejabat yang baru terhubung gitu-gitu semua disini. Terus
188
sama apa sih? Ini buat token akses, ini buat yang sistem gitu-gitu. Report intinya
statistik laporan. Statistik jumlah laporan masuk, laporan yang approve, yang
belum approve, pending dan arsip berapa. Terus laju verifikasi gimana, usia
laporan gimana. Intinya ini statistik berdasar laporan yang sudah kita kelola baik
yang sudah diteruskan ke KL atau yang kita tahan atau yang kita delete.
Nah ini adalah yang tadi nih kan kita sudah ngasih bintang-bintang nih secara
total. Ini kan fitur bintang ini baru ya baru kita kembangkan di tahun ini untuk
melihat bahasa pelapor ada peningkatan gak sih? Dari tahun ke tahun pinginnya
gitu untuk kedepannya nanti. Untuk sekarang rata-rata ratingnya 3,48. Istilahnya
ya laporan masyarakat itu udah lumayan lah EYD nya tapi kurang lengkap
informasinya.
Kan
yang
membedakan
bintang
4
dengan
3
itu.
Ini banned. Jadi kita administrator kan udah kebiasa nih ngeliat laporan-laporan.
Nah kita secara otomatis akan melihat tren dari nomor tertentu apakah berisi
substansi laporan atau enggak. Kalau misalnya gak ada substansinya sama ini
ngelapor dan walaupun sudah diingatkan 'mohon menyampaikan laporan dengan
baik dan benar dengan isi substansi yang jelas' ternyata masih kebal juga
orangnya, nge SMS terus dengan bahasa-bahasa aneh, kita kategorikan dia nomer
yang perlu kita banned. Ini dia isi-isi laporannya. Transaksi uang haram dan lainlain, pokoknya gak ada hubungannya sama pemerintah deh. Cenderungnya
biasanya udah SARA atau kotor bahasanya. Junk ini khusus yang..jadi kita juga
untuk memudahkan administrator intinya di junk ini ada beberapa kata-kata yang
kita anggap sebagai perlu disortir. Intinya ini yang kata-kata kasar itu secara
otomatis laporannya kalau kebanyakan isinya kata kasar itu akan masuk ke junk
ini.
Lintang
: kalau masuk ke sini terus dia tidak akan ditindaklanjuti?
Miranti
: tidak akan ditindaklanjuti tapi akan langsung diberikan notifikasi
ke pelapor. Mohon maaf laporan anda tidak dapat diproses, silahkan melihat
syarat dan ketentuan penggunaan LAPOR!. Kita kasih linknya. Kita berusaha tetap
sopan ke pelapor-pelapor yang cenderung mengeluarkan kata kasar seperti itu.
Jadi gak bisa langusng di state karena kata-kata anda kasar. Jadi lebih baik kita
189
arahkan saja gimana sih contoh laporan yang bener itu, gimana sih syarat dan
ketentuan dalam melapor ke sistem LAPOR! ini.
Nah ini sms-pool. Cuma ngelihat row data aja sih. Terus SMS - SMS yang berasal
dari provider ini row datanya kayak apa rata-rata. Terus gabungan SMS yang ini
pokoknya anak-anak IT yang ngelola untuk ini. Operator 3 rata-rata kayak gini,
XL kayak apa. Categorise by provider lah. Udah itu, selesai. Ini baru tab yang
administrator untuk pengelolaan laporan masuk. Ada lagi kita bisa lihat
pengawasan di fitur-fitur yang didepan ini. Ada dashboard, kita bisa mantau
misalnya di badan ekonomi kreatif ada berapa laporan sih. Oh ternyata.
Lintang
: ini hanya bisa diakses admin?
Miranti
: enggak, buat semuanya ini juga kebuka untuk publik. Tapi yang
bisa ikut campur di dalam laporannya admin pusat. Jadi kayak misalnya dia belum
ditindaklanjuti sama sekali, padahal standar kita kan 5 hari kerja kalau lebih dari
itu maka kita akan kasih intervensi. Intinya kita menambahkan tindak lanjut di
dalam laporannya. Jadi Yth Kementrian atau pemda atau lembaga apa mohon
untuk segera memberika tindaklanjut terkait laporan ini. Kita bisa tambahin disini
semacam notifikasi reminder lah ke si KLD bahwa ada lho yang perlu
ditindaklanjuti. Takutnya kan mungkin dia skip atau gimana gitu. Statistik,
kebuka ke publik juga ini bisa dilihat. Gimana tindak lanjutnya, berapa yang
belum ditindak lanjuti, gitu sih. Bisa kamu coba lihat-lihat sendiri kamu masuk
sebagai pelapor pun akan terlihat tampilan seperti ini.
190
Download