Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden ) Skripsi Anindita Lintang Pakuningjati 11/317429/SP/24633 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada 2015 Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden ) Skripsi Disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat guna memeroleh gelar Sarjana Ilmu Politik di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Disusun Oleh: Anindita Lintang P 11/317429/SP24633 Telah disetujui oleh, Rahayu S.IP, M.Si, M.A Dosen Pembimbing JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA i HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada pada: Hari : Jumat Tanggal : 16 Oktober 2015 Waktu : 11.00-12.30 WIB Tempat : Ruang Sidang Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada TIM PENGUJI Rahayu S.IP., M.Si., M.A ______________________ Ketua Penguji/ Dosen Pembimbing Lisa Lindawati S.IP., M.A _______________________ Penguji Samping I Wisnu Martha Adiputra S.IP., M.Si. ________________________ Penguji Samping II ii SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Anindita Lintang Pakuningjati Nomor Mahasiswa : 11/317429/SP/24633 Angkatan : 2011 Jurusan : Ilmu Komunikasi Judul Skripsi : Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden) Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah itu dan disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan penuh rasa tanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi apabila kemudian hari diketahui tidak benar. Yogyakarta, 4 November 2015 Yang membuat pernyataan, Anindita Lintang Pakuningjati iii KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbilalamin, penulisan skripsi ini akhirnya selesai dengan baik dan menyenangkan. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala pertolongan dan kemudahan yang diberikan dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi dengan judul ―Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden)‖ ini. Penulis menyadari di dalam menulis dan menyusun penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan perlu pembelajaran lebih banyak lagi untuk menyempurnakan. Oleh karena itu, diskusi berupa masukan, saran, dan kritik yang membangun diharapkan dapat diberikan pada penulis sebagai bekal di kemudian hari. Akhir kata, semoga saja penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada dunia pendidikan, penelitian dan sekaligus menjadi wujud pengabdian penulis kepada lingkungan, bangsa dan negara. Yogyakarta, 10 November 2015 Penulis, Anindita Lintang Pakuningjati iv “Percayalah hati, lebih dari ini pernah kita lalui. Jangan henti di sini.” - Float, sementara v Halaman Persembahan Bersama mereka, pengerjaan skripsi yang sulit tidak menjadi sesuatu yang mustahil. Terima kasih, kepada: Bapak dan Ibu. Bapak Amat Antono dan Ibu Arini Harimurti, atas pelajaran mandiri, kerja keras, doa, dukungan dan kepercayaan yang tidak putus pada bungsu nakal ini. Kakak-kakak saya, Anindya Putri Kusumajati dan Zen Ary Prasetyo, atas semangat dan refreshingnya. Dosen pembimbing saya, Mbak Rahayu atas bimbingan, diskusi, jawaban segala pertanyaan dan pertolongan sejak form 1 hingga saat ini. Dosen penguji 1 saya, mbak Lisa dan dosen penguji seminar saya mbak Gilang, atas diskusi, bantuan dan motivasinya. Juga dosen penguji 2 saya, mas Wisnu,atas semua kritik dan saran. Pengelola LAPOR!, mas Gibran dan mbak Miranti dkk, atas kemudahan, keramahan, kebaikan, dan diskusi selama saya ambil data. Agung Nugraha, atas bantuan diskusi, makalah dan jurnal good governance. Tanpa bertemu Agung rasanya skripsi ini jauh dari rampung. Mas Hendra, atas waktu menemani selama saya di Jakarta dan semangat dari setiap Whatsappnya. Zahra, atas tumpangan kos selama ambil data. Mas Bari, atas kesabaran menghadapi semua pertanyaan dan kebingungan administrasi. Yang selalu menemani disaat sehat dan sakit, ber-uang dan kere, sibuk dan selo, senang dan bête: Kenyal kental. Kurnia Hapsari, atas pinjaman laptop untuk revisi saat laptop saya hilang dicuri orang, dan tumpangan kos saat waktu luang. Putri Mahardika D, atas ajakan makan dan bermain setiap hari, hiburan ketika sedih, dan kuping ketika sambat. Rosyid Rizki Fauzi, atas kesediaan selalu ada, vi kebaikan menampung air mata, dan usaha mencari solusi atas permasalahan saya. Aditya Murti atas segala inisiatif ketika ada masalah dan kegiatan menyenangkan di waktu luang. Panca Nurtrijaya, atas kebaikan dan kengoyoan menolong. Ashief M Husna, atas tiket berpetualang ke Jakarta-Pattaya-Semarang-Kuala Lumpur-Seoul-Busan dan kota lainnya, Gold-silver-finalist dan segudang kekalahan, begadang, asap rokok, serta pelajaran berlapang dadanya. Kalian alasan terberat pergi dari Jogja, terima kasih atas segala bantuannya. Teman-teman bermain dan belajar: Hatching-hatching. Gusti Arirang, atas segala cerita, kebodohan dan bantuan selama di Jakarta dan Jogja. Tiara Anzani, atas bantuan bimbingan skripsi dan olah data, serta semua diskusi dewasanya. Puspa Wardani, atas segala waktunya dari makan, tidur, main, gossip dan macaknya. Febriana Nina, atas curhat, beauty class, dan lucu-lucuan yang dilakukan selama di Jogja maupun Jakarta. Ragil Ayu, atas main dan kerja, atas Stomp Out dan Dieng jam 1 malamnya. Nova, atas, olahraga, makan enak, dan diskusi politiknya. Rafi, atas semangat dan waktu ber-blanco juga aldannya. Sari, atas kosnya yang terbuka menyambut setiap datang. Sisil Siahaan, atas waktu-waktu makan, semangat dan pertolongan di saat-saat susah. Anak-anak mbak Yayuk: Ruth, Darin, Awanis, Inez, Nirmala, Mami, Ismy atas semangat dan informasi seputar skripsi selama ini. Percayalah, kalian berada di tangan yang tepat! KKN BL 10 atas 2 bulan untuk selamanya, tebakan goblok, dan tawa-tawanya. Kampus Fisipol UGM, atas ruang berkarya dan beromansa. SKKK Fisipol, atas keamanan, kenyamanan dan kekeluargaannya. Mas Rudi, atas bantuan proposal lomba, kesempatan seleksi mahasiswa berprestasi, dan bantuan saat kemalingan. Deadline UGM, atas pelajaran, piala, panggung dan segala brief. Kompas 2011, atas tawa, tangis, karya dan begadangnya. vii Buset Family Tegaldowo dan Tante Anik, atas semangat tiada henti untuk menyelesaikan skripsi ini dan reminder agar tidak stres menjalani masa kuliah. Keluarga Kos Putri Pakel 7A, Echa atas pinjaman baju sidang dan curhatnya. Sasa atas pinjaman baju, setrika, dan makan enaknya. Doppy Catur, atas bantuannya di semua brief lomba, dan nasihat serta masukannya yang selalu mendewasakan. I‟ll follow my heart, I promise. Naveda Herditya, atas hiburan, eskrim, dan gudegnya di saat hidup lesu. Rasyid Aulia, atas bullyan dan ejekannya yang membakar semangat. Ajeng Devita Martian, atas kehadirannya di waktu-waktu ambyar. Terima kasih sudah mengajari bagaimana menjadi teman yang baik. Ilham Galih Setiaji, atas tamparan, senyum dan tawanya di kedai kopi. Diani Desi dan Oxapisi Vidyandika, atas semua omongan liar, gosip, pelukan, dan semangat yang tiada putus. Dimas Galih, Putri FU dan Wanda Andreas, atas kesediaan menjadi tempat pulang yang menyenangkan. Yang memudahkan, menyenangkan dan membahagiakan, namun tidak dapat disebut satu per-satu. Anindita Lintang Pakuningjati, yang tidak menyerah meski semua tidak mudah. Allah SWT, yang selalu memberi perlindungan dalam hidup. Terima kasih atas segala rejeki, cobaan, dan kesempatan selama ini. viii Inti Sari Penelitian ini akan membahas mengenai pengelolaan media sosial LAPOR! untuk layanan aduan dan aspirasi masyarakat pada pemerintahan. LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) merupakan sebuah media sosial yang lahir karena kebutuhan jembatan komunikasi antara pemerintah dengan publik sebagai salah satu bentuk komunikasi politiknya. Pemerintah di era modern ini mengahadapi publik yang tidak lagi pasif saja namun lebih aktif dan proaktif mengawasi kinerjanya. Selama kurun waktu 2012 hingga 2014, Ombudsman mencatat terdapat peningkatan jumlah laporan pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik sebesar 350 persen. Peningkatan kritisme masyarakat ini merupakan sinyal positif pemerintah di dalam mencapai salah satu cita-citanya mewujudkan good governance atau pengelolaan pemerintah yang lebih baik. Media sosial kemudian hadir sebagai jawaban yang dinilai tepat atas kebutuhan jembatan komunikasi tersebut. Namun, ulasan mengenai pengelolaan media sosial sebagai media aduan dan aspirasi masyarakat belum banyak dilakukan. Apalagi, secara khusus LAPOR! merupakan sebuah media sosial aduan dan aspirasi yang terintegrasi secara nasional. Fenomena ini menjadi sebuah fenomena baru dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian ―Bagaimana Kantor Staf Presiden mengelola media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan pengaduan rakyat secara online?‖. Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus sedangkan, pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dengan pengelola LAPOR! dan pengumpulan data dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan media sosial sebagai layanan aspirasi dan aduan terintegrasi nasional guna mendukung terwujudnya good governance. Kata Kunci: media sosial, pengelolaan media sosial, good governance, complaint handling mecanism ix Abstract This research discusses about the management of social media named LAPOR! used for the aspiration and complaint handling system in government. LAPOR! (In bahasa stands for Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) is a social media which born due to a need of a medium for communication between government and the public as a form of its political communication. The modern government nowadays face an active public that will always give a huge attention and keep monitoring their government activity. From 2012 to 2014, Ombudsman noted that there was a high increasing of public‟s report about public services for about 350 percent. This incresing number of the public‟s critism shows a positive signal for the government to achieve their goal to make a good governance or a better governance‟s management. Social media is chosen as the best answer for the need of medium for communication there. On the other side, the discussion and review about the social media management as an aspiration and complaint handling system still rare. Moreover, LAPOR! is the first complaint handling system that integrated in national range. In brief, LAPOR! is a unique and new phenomena to be reasearched. This research will answer a research question which is “How the Presidential Staff Office manage the social media named LAPOR! as a medium for aspiration and complaint handling online system ?”. This research uses a case study metode and uses both deepinterview and documentary study to collect its data.The goal of this research is to know the management of social media as the medium for aspiration and complaint handling system to achieve a good governance. Keywords: social media, management of social media, good governance, complaint handling system x DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................v INTI SARI.............................................................................................................. ix ABSTRACT .............................................................................................................x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi BAB I .......................................................................................................................1 Pendahuluan .............................................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................3 C. Tujuan Penelitian .............................................................................................3 D. Manfaat Penelitian ...........................................................................................3 E. Kerangka Pemikiran .........................................................................................4 E.1 Media Sosial ...............................................................................................4 E.2 Pengelolaan Media Sosial dalam Pemerintahan .......................................10 E.3 Konsep Good Governance........................................................................20 E.4 Pengelolaan Media Sosial sebagai Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online untuk Mendukung Good Governance .................................................23 F. Kerangka Konsep ...........................................................................................28 G. Metodologi Penelitian ...................................................................................30 G.1 Sumber Data.............................................................................................33 xi G.2 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................33 G.3 Objek Penelitian .......................................................................................34 G.4 Limitasi Penelitian ...................................................................................34 G.5 Teknik Analisis Data................................................................................35 BAB II ....................................................................................................................37 A. Media Sosial dalam Komunikasi Politik Pemerintah ..............................37 B. Pemanfaatan Media Sosial oleh Pemerintah di Beberapa Negara dan Indonesia ............................................................................................................45 C. Partisipasi dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Media Sosial di Bidang Pemerintahan .........................................................................................52 D. Dampak pada Persoalan Sosial................................................................56 BAB III ..................................................................................................................62 A. Sejarah Kelahiran LAPOR! .....................................................................62 B. Pilihan Kanal ...........................................................................................68 C. Prinsip-prinsip Pengelola ........................................................................71 D. Tentang Pengelola ...................................................................................73 E. Alur Kerja LAPOR! ................................................................................76 BAB IV ..................................................................................................................83 A. B. Perencanaan LAPOR! .............................................................................83 1. Analisa Permasalahan dan Tantangan .....................................................84 2. Penetapan Tujuan ....................................................................................89 3. Analisa Peluang dan Penetapan Media....................................................90 4. Hasil Langkah Perencanaan ....................................................................91 Kegiatan Pengelola LAPOR! ..................................................................92 xii 1. Kegiatan Divisi Komunikasi ...................................................................93 2. Kegiatan Divisi Pemrograman ................................................................98 3. Kegiatan Divisi Administrasi ..................................................................98 C. Strategi LAPOR! .....................................................................................99 D. Pelaksanaan ...........................................................................................101 1. Penetapan khalayak dan implementasinya ............................................101 2. Menetapkan media yang digunakan dan melihat implementasinya ......108 3. Pelaksanaan pengunggahan pesan pada LAPOR!..................................115 4. Memantau percakapan pada aduan terdisposisi ....................................121 5. Interaksi dengan masyarakat dan pemerintah........................................124 6. Menganalisa aduan yang masuk ............................................................125 7. Merumuskan rekomendasi tindakan ......................................................126 8. Menyebarluaskan Kebijakan .................................................................127 E. Pemantauan – Evaluasi ..........................................................................128 F. Hambatan dan Tantangan Mengelola LAPOR! ....................................129 G. Analisis Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan pengaduan dalam Mewujudkan Good Governance ..........................................131 BAB V..................................................................................................................139 A. Kesimpulan ............................................................................................139 B. Saran ......................................................................................................143 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................145 LAMPIRAN .........................................................................................................153 xiii DAFTAR TABEL Tabel 1.1: Kategori Return on Investmen Pedoman Pengelolaan Media Sosial Instansi Pemerintah (2012) ....................................................................................18 Tabel 2.1 Most frequency government institutions tweeters 2014 .........................53 Tabel 2.2: Most followed government institutions on Twitter 2014 ......................54 Tabel 2.3 Most re-tweeted government institutions on Twitter 2014 ....................55 Tabel 4.1 : Jumlah Pengguna LAPOR! berdasarkan area laporan per AgustusSeptember 2015 ....................................................................................................105 Tabel 4.2. Implementasi Prinsip Good Governance pada LAPOR! .....................133 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1: Metode POST dalam Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah (2012) ..................................................................................................12 Gambar 2.1 perbandingan rata-rata pengikut akun pemimpin pemerintahan dengan institusi pemerintahan, dibagi ukuran populasi domestik .........................47 Gambar 2.2: Infografik Peringkat Media Sosial Terfavorit di Indonesia Januari 2015 ........................................................................................................................49 Gambar 2.3. Infografik Twitter Indonesia 2013 ....................................................50 Gambar 2.4 Salah satu twit BPBD Jakarta berkaitan dengan Peta Jakarta ...........58 Gambar 2.5 Salah satu status masyarakat yang membantu upaya recovery paska erupsi gunung Kelud ..............................................................................................59 Gambar 2.6 Tampilan dasboard media sosial Sebangsa .......................................60 Gambar 3.1: Infografis digital Indonesia ...............................................................67 Gambar 3.2: Annual growth digital statistic ..........................................................68 Gambar 3.3: Struktur Pengelola LAPOR! ..............................................................76 Gambar 3.4: Bagan Alur Kerja LAPOR! ...............................................................77 Gambar 4.1: Interface Akun Twitter LAPOR! @LAPOR1708 .............................94 Gambar 4.2: Interface Akun Facebook LAPOR! ...................................................94 Gambar 4.3: Interface Akun Youtube LAPOR! .....................................................95 Gambar 4.4: Poster Promosi Program Sosialisasi #Tanya .....................................96 Gambar 4.6: Salah satu sosialisasi offline LAPOR! di car free day Bundaran HI Jakarta ....................................................................................................................97 Gambar 4.7: Diskusi mahasiswa seusai presentasi LAPOR! di #VisitLAPOR oleh BEM Universitas YARSI .......................................................................................97 Gambar 4.8: Peta persebaran aduan LAPOR! berdasarkan wilayah pengguna selama 6 bulan terakhir (April-September 201) ...................................................103 xv Gambar 4.9: Tampilan Awal Halaman LAPOR! pada Akun Pengguna ..............109 Gambar 4.11: Aduan yang belum disunting ........................................................118 Gambar 4.12: Contoh aduan yang sudah disunting oleh administrator ...............118 Gambar 4.13: Tampilan Laporan yang Sudah Didisposisikan dan Ditampilkan ke Publik ...................................................................................................................122 Gambar 4.14: Tampilan Disposisi dan Tanggapan Lembaga Terkait..................122 Gambar 4.15: Tampilan Interaksi antara Lembaga Terkait dengan Pelapor .......123 Gambar 4.16: Contoh Komentar Pengguna Terhadap Sebuah Laporan ..............124 Gambar 4.17: Contoh interaksi berupa konfirmasi tindak lanjut yang sudah dijanjikan oleh lembaga terkait ............................................................................125 Gambar 4.18: Fitur Opini Kebijakan yang Mengusung Jajak Pendapat Dana Aspirasi DPR pada Bula Juni 2015 ......................................................................127 xvi DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1: Status Laporan Terdisposisi di LAPOR! per 10 September 2015 .......81 xvii DAFTAR BAGAN Bagan 1.1: Kerangka Konsep.................................................................................30 Bagan 4.1: Alur pengunggahan pesan oleh administrator ...................................115 xviii BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Di dalam mengelola negara, pemerintah memiliki kewajiban mengelola komunikasi dengan publiknya. Hal ini menjadi sangat penting di pemerintahan yang modern sebab pengelolaan komunikasi dengan publik adalah salah satu indikator kesuksesan pengelolaan pemerintahan. Komunikasi yang dilakukan dengan publik merupakan bagian dari komunikasi politik pemerintah. Komunikasi tersebut dikatakan sebagai komunikasi politik pemerintah sebab di pemerintahan yang modern kini, otoritas politik tidak lagi hanya terkait dengan hubungan subordinasi kontrol satu arah saja. Otoritas politik berkaitan juga dengan satu set jaringan komunikasi politik, dimana lembaga dan individu saling bertautan dalam beberapa hubungan timbal balik dan saling ketergantungan (Bang, 2003). Di dalam otoritas politik modern perlu adanya koordinasi menyeluruh antara pemerintah dengan publik yang kini semakin kritis pula dan tidak lagi hanya pasif menerima keadaan. Berdasarkan data dari Ombudsman, terjadi peningkatan jumlah laporan pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik sebesar 350 persen selama kurun waktu 2012 hingga 2014 (Syukro, 2014). Masyarakat kini tak lagi pasif dan lebih memiliki hasrat berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ini menunjukan sebuah indikasi positif mengenai cita-cita pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik atau dikenal sebagai good governance. Good governance merupakan kondisi pemerintahan yang menekankan pada peran semua elemen negara untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik (Dwiyanto, 2005). Guna mencapai kondisi tersebut, pemerintah kini berusaha memfasilitasi partisipasi masyarakat dengan membuat jembatan komunikasi antara pemerintah dengan publik. 1 Media sosial dipilih pemerintah sebagai jembatan komunikasi tersebut sebab kondisi masyarakat Indonesia saat ini sudah tidak asing lagi dengan media sosial. Menurut Global Digital Statistic “Digital, Social & Mobile in 2015” dari We are Social (2015), dari total populasi sebanyak 255,5 juta jiwa di Indonesia, sebesar 72 juta orang pengguna internet di Indonesia aktif mengakses media sosial. Sebanyak 62 juta jiwa aktif mengakses media sosial melalui mobile. Angka ini merupakan angka yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Sejak januari 2014, pertumbuhan angka pengguna aktif akun media sosial di Indonesia meningkat sebesar 16% sedangkan, pengakses aktif media sosial melalui mobile meningkat sebesar 19%. Kondisi ini merupakan peluang yang apabila dimanfaatkan dengan benar, mampu membuat media sosial menjadi salah satu jawaban efektif komunikasi politik pemerintah dengan masyarakatguna membangun pemerintahan yang lebih baik (good governance). Menanggapi kondisi tersebut, pada akhir tahun 2012 pemerintah membuat sebuah layanan aduan dan aspirasi online berbasis media sosial bernama LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). LAPOR! merupakan layanan pengaduan dan aspirasi berbasis media sosial pertama yang terpadu secara nasional di Indonesia. LAPOR! adalah inisiasi yang dibuat oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pembangunan (kini berubah menjadi Deputi I Kantor Staf Presiden). LAPOR! kini terhubung dengan 80 kementrian dan lembaga serta 5 pemerintah daerah dan BUMN.1 Melalui media sosial LAPOR! masyarakat Indonesia kini bisa melakukan melakukan pengaduan, menyampaikan aspirasi dan berkomunikasi langsung dengan pemerintah di bidang pembangunan. Melalui 3 kanalnya yaitu website www.lapor.go.id , aplikasi pada smartphone dan layanan sms 1708, LAPOR! menampung aspirasi dan pengaduan rakyat untuk kemudian didisposisikan ke lembaga terkait. LAPOR! mengusung prinsip mudah, terpadu dan tuntas dalam menyalurkan aspirasi dan aduan rakyat. Seluruhnya dimaksimalkan untuk dapat membangun komunikasi dua arah antara 1 Hingga oktober 2014 dan terus bertambah. 2 pemerintah dan juga rakyat melalui sarana media baru yaitu lebih spesifik, yaitu media sosial. Pemanfaatan media sosial untuk sarana partisipasi masyarakat ini merupakan hal yang menarik. Namun sayangnya, bagaimana pengelolaan yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden dalam memanfaatkan media sosial (LAPOR!) ini belum banyak pihak yang mengetahuinya. Fenomena pengelolaan media sosial sebagai sarana aspirasi dan aduan masyarakat, terlebih terintegrasi nasional, oleh pemerintah merupakan sebuah fenomena yang baru. Oleh karena itu, penelitian untuk melihat pengelolaan media sosial LAPOR! perlu dilakukan. Melihat sejauh apa media sosial dimanfaatkan untuk sarana aspirasi dan pengaduan rakyat serta kontribusinya dalam mewujudkan good governance di Indonesia menjadi menarik untuk ditelaah. B. Rumusan Masalah ―Bagaimana Deputi I Kantor Staf Presiden mengelola media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan pengaduan rakyat secara online?‖ C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pemanfaatan media sosial sebagai layanan aspirasi dan aduan terintegrasi nasional guna mendukung terwujudnya good governance. 2. Untuk mengetahui perencanaan dan implementasi pengelolaan media sosial LAPOR! D. Manfaat Penelitian 1. Akademis : a. Memberikan informasi konsep tentang pengelolaan media sosial sebagai sarana aspirasi dan pengaduan masyarakat. b. Menambah dan memberikan gambaran model baru pemanfaatan teknologi komunikasi terutama media sosial dalam pengelolaan pemerintahan. 3 2. Praktis : a. Penelitian ini dapat digunakan untuk melihat sejauh mana pengelolaan media sosial yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden dapat membantu mewujudkan good governance. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu evaluasi pengelolaan media sosial oleh Deputi I Kantor Staf Presiden. E. Kerangka Pemikiran E.1 Media Sosial Berbicara mengenai media sosial berarti kembali menengok fenomena perubahan media yang dikenal dengan media baru. McQuail (2005:136) meyampaikan pemikirannya mengenai media baru sebagai berikut: “Mass media have changed, certainly from the early-twentieth-century days of one-way, one directional, and undifferentiated flow to an undifferentiated mass. There are social and economics as well as technological reason for this shift, but it is real enough.” Beberapa poin kunci dari media baru diungkapkan McLuhan (1990:7) Pertama ialah digitality, yaitu perubahan seluruh proses media ke dalam bentuk digital. Kedua, interactivity yang dapat berarti dua pengertian yaitu adanya teknologi yang mampu memberi respon terhadap pengguna dan interaktivitas antar masing-masing pengguna. Ketiga, dispersal yang mengacu pada adanya desentralisasi proses produksi dan distribusi pesan serta menumbuhkan keaktifan dari individu. Kehadiran media baru inilah yang kemudian memunculkan satu dampak cukup besar yaitu kemunculan media sosial. Belakangan ini, media sosial banyak menjadi perbicangan di dunia komunikasi. Selain karena fakta jumlah penggunanya yang banyak, keunikan dari karakteristik sosial media dirasa sangat mendukung komunikasi di era perpindahan informasi yang sangat cepat ini. 4 Media sosial tidak seperti media pada umumnya. Terdapat 7 (tujuh) karakteristik dan keunikan utama yang membedakannya dari media konvensional (Saxena, 2013). Pertama, media sosial terbangun dari web space yang bisa diakses bebas oleh pengguna internet. Kedua, ada alamat web khusus atau alamat spesifik untuk dapat mengakses media sosial. Ketiga, media sosial memungkinkan pengguna membuat profil sebagai identitas penggunanya. Keempat, media sosial membuka konektivitas antar penggunanya. Kelima, media sosial memungkinkan setiap pengguna mengunggah informasi atau konten tanpa terikat ruang dan waktu. Jika pada media konvensional terdapat editor atau pengelola pesan, pada media sosial semua orang dapat menjadi sumber informasi. Keenam, media sosial memiliki potensi membangun percakapan, bahkan lebih dari dua orang, dibanding media konvensional. Terakhir, konten pada media sosial dapat ditelusur ulang dan diikuti oleh pengguna lain. Karakteristik dan keunikan inilah yang kemudian membuat media sosial menjadi marak digunakan dan dibicarakan saat ini. Bicara media sosial sebenarnya tidak hanya beberapa jejaring sosial yang sedang tren seperti Facebook, Twitter ataupun Instagram saja. Di dalam istilah non-teknologi, media sosial dapat didefinisikan sebagai cara orang berbagi ide, konten, pemikiran dan hubungan secara online (Scott, 2007). Media sosial merupakan representasi teknologi atau aplikasi yang digunakan orang untuk menciptakan ataupun menjaga jaringan sosial sites mereka (Albarran, 2013:2). Beberapa definisi media sosial dari ahli mengarah pada teknologi internet web 2.0. Media sosial dapat didefinisikan sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun berdasarkan ideologi dan pondasi teknologi dari Web 2.0 dan memungkinkan untuk menciptakan pertukaran konten antara penggunanya (Montalvo, 2011:91). Gould (1951) mendefinisikan media sosial sebagai berikut: “Social mediaare web based tools for interaction that, in addition to conversation, allow users to share content as photos, video, link to resources.” 5 Media sosial banyak didefinisikan merujuk kepada baik alat dan teknologi maupun konten yang dihasilkan. Media sosial tidak terbatas pada blogs, wikis, social networking sites, micro-blogging services dan multimedia sharing services. Media sosial sering diasosiasikan dengan konsep ―konten yang dihasilkan pengguna‖ (user-generated content), crowd sourcing, dan Web 2.0. Definisi lain mengenai media sosial diungkapkan Boyd (2009) yaitu: “Social media is the lastest buzzword in a long time of buzzword. It is often used to describe the collection of software that enables individuals and communities to gather, communicate, share, and in some cases collaborate or play. In tech circles, social media has replaced the earlier fave „social software‟. Academics still tend to prefer terms like „computemediated communication‟ or „compute-supported co-operative work‟ to describe the practices that emerge from these tools and the old skool academics might even categorize these tools as „groupwork‟ tools. Social media is driven by another buzzword:‟user-generated content‟ or content that is contributed by participants rather than editor. “ Eisenberg (dalam Olmsted, 2013) menyimpulkan media sosial dalam definisi yang lebih efektif dan mudah dipahami sebagai platform online untuk berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam konten digital. Ada dua poin penting yang akan digaris bawahi dalam media sosial yaitu kolaborasi dan partisipasi. Kolaborasi dan partisipasi dalam media sosial ditentukan oleh interaksi lingkungan penggunanya. Media sosial menyediakan kemampuan bagi pengguna untuk saling terkoneksi dan membentuk kelompok (community) untuk bersosialisasi, berbagi informasi dan mencapai tujuan tertentu. Media sosial juga dapat digunakan oleh penggunanya untuk membentuk ruang bicara dan memfasilitasi siapapun yang memiliki akses internet untuk mempublikasi informasi. Media sosial juga membentuk komunitas-komunitas online yang memungkinkan pengguna untuk membagikan sebanyak-banyaknya (dan juga seminimal mungkin) informasi personal yang dia inginkan. Hasilnya adalah 6 jumlah informasi yang sangat besar untuk dibagikan, dicari, dipromosikan atuapun diciptakan. Beberapa kesamaan dari berbagai definisi yang menjelaskan mengenai media sosial ialah adanya interaksi dan kemampuan share atau berbagi yang difasilitasi oleh internet melalui platform-platform baru. Keseluruhan menggambarkan bahwa media sosial merupakan sebuah patform yang mampu membentuk interaksi dan mampu memfasilitasi information sharing. Ada beberapa jenis dan tipe media sosial yang dikenal yaitu social network, bookmarking sites, social news, media sharing, micro blogging dan blog comments and forums. a. Social Network merupakan layanan yang dapat memfasilitasi orang berhubungan atau terkoneksi dengan mereka yang memiliki ketertarikan yang sama. Biasanya berisikan profil, beragam cara untuk saling berinteraksi satu sama lain (missal dengan fitur chat atau pesan), kemampuan membentuk grup dan sebagainya. Beberapa social network yang popular ialah facebook, twitter dan path. b. Bookmarking sites merupakan media sosial dengan layanan yang memungkinkan orang untuk menyimpan, mengatur dan mengorganisir link dari beragam web dan sumber lain dari internet. Biasanya media sosial ini memungkinkan kita untuk ―menandai‖ link untuk memudahkan dalam mencari dan membagikannya. c. Social news merupakan media sosial yang memungkinkan pengguna membuat dan membagikan artikel ataupun tulisan yang dapat diakses oleh pengguna lain (ataupun non pengguna). Pengguna lain dapat melakukan ―vote‖ terhadap tulisan yang telah dibagikan pengguna lainnya. d. Media sharing adalah media sosial yang dapat memungkinakan pengguna membagikan berbagai macam konten media (suara, gambar, audio-visual). Fitur lain dalam media sosial ini biasanya adalah fitur comment dan profil. Salah satu yang paling terkenal dari media sosial jenis ini adalah youtube. 7 e. Microblogging merupakan media sosial yang berfokus pada short update pengguna yang dapat diakses oleh pengguna lain yang telah melakukan subscribe atau dengan sengaja mengikuti akun milik pengguna lain. Salah satu bentuk media sosial ini yang paling popular ialah twitter. f. Blog comment and forum merupakan fitur yang biasanya merupakan bawaan dari sebuah forum online dan blog di internet. Fitur ini memungkinkan seseorang untuk berkomentar dan juga memungkinkan adanya sebuah percakapan dalam sebuah topik tertentu yang kemudian membuat setiap orang dapat saling berinteraksi satu dengan yang lain melalui pesan dalam kolom komentar. Kehadiran media sosial telah mengubah cara berkomunikasi masyarakat. Perubahan cara berkomunikasi dari konvensional ke media baru berupa media sosial ini tidak hanya terjadi pada level komunikasi antar individu. Ketika antar individu saling berinteraksi satu sama lain, maka sebenarnya bukan hanya level interaksi antar individu saja yang terkena dampaknya, melainkan juga interaksi antar kelompok. Kemunculan media sosial membuat interaksi antar individu yang tidak lagi terbatas membuka ruang publik yang lebih luas yang kemudian memungkinkan adanya interaksi kelompok di dalamnya. Fenomena pada Pemilu Presiden 2014 menjadi contoh bahwa media sosial membawa dampak perubahan interaksi tidak hanya di level individu melainkan juga di level yang lebih besar. Ketika Pemilu Presiden 2014 hanya membawa 2 calon pasangan presiden dan wakil presiden, maka sebagian besar masyarakat Indonesia kala itu pada masa kampanye seolah terbelah menjadi 2 kudu: Kudu Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Dua massa masing-masing kubu tidak hanya melakukan interaksi secara langsung melainkan secara virtual di dalam dunia maya melalui media sosial. Ramainya aksi saling berbalas melalui media sosial menunjukan aktivitas interaksi antara kelompok yang telah berubah semenjak kehadiran media sosial. Pesan dan informasi lebih cepat muncul sehingga aksi ―berbalas‖ antar pendukung masing-masing calon berjalan begitu cepat dan padat di media soial. 8 Visi misi hingga sejarah perjalanan karir masing-masing calon tidak lagi dipaparkan secara konvensional. Para pendukung masing-masing calon membangun kekuatan massanya melalui media sosial dan saling mempromosikan calonnya, yang pada akhirnya berujung pada aksi saling berbalas dengan kubu lawan. Interaksi kelompok pendukung Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta melalui media sosial ini menunjukan adanya perubahan interaksi kelompok di aspek politik yang diakibatkan oleh kehadiran dan pengaruh media sosial. Selain itu salah satu fenomena lain yang dapat menggambarkan bagaimana media sosial mengubah interaksi bukan hanya pada level individu tetapi pada level yang lebih besar ialah fenomena I Stand on the Right Side pada Pemilu 2014. Fenomena ini merupakan sebuah fenomena gerakan massif pendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Mereka menunjukan dukungannya melalui media sosial dengan cara mengganti profile picture akun media sosial dengan gambar angka 2 di sisi sebelah kiri (nomor pencalonan Jokowi) dan wajah mereka di sebelah kanan. Maksud dari gerakan ini ialah untuk menunjukan bahwa mereka berdiri di sisi yang benar (right side) sekaligus berdiri di posisi pasangan JokowiJK saat pemilihan di kartu suara. Pada kala itu, mendadak akun media sosial Twitter dan Facebook dibanjiri dengan banyak foto I Stand on The Right Side. Kelompok pendukung pasangan Jokowi-JK menunjukan besarnya dukungan melalui media sosial yang kemudian membuat sebuah interaksi antar pendukung yang massif. Kali ini, media sosial tidak hanya mengubah interaksi antar dua kelompok tetapi di dalam sebuah kelompok. Dukungan yang dahulu dikoar-koarkan melalui gerakan di jalan kini beralih ke media sosial. Kehadiran media sosial pun jika dilihat sejalan dengan konsep demokrasi yang berkembang saat ini dimana keterbukaan dan partisipasi menjadi salah satu poin penting. Meskipun rasanya masih jauh untuk mengatakan media sosial dapat membentuk atmosfer demokrasi yang utuh, tetapi media sosial menjadi salah satu jembatan atau fasilitas demokrasi saat ini. 9 Apabila media sosial sudah mampu mengubah cara komunikasi masyarakat dan sejalan dengan konsep demokrasi maka bidang pemerintahan pun tak ketinggalan ikut memanfaatkan media sosial. Pemerintah kini mulai membuka diri dan lebih jeli memanfaatkan kehadiran media sosial untuk membangun relasi antara pemerintah dengan masyarakat. Guna mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka, dan memfasilitasi masyarakat yang kini semakin kritis dan lebih terbuka semenjak kehadiran media sosial. E.2 Pengelolaan Media Sosial dalam Pemerintahan Di dalam pengelolaan media sosial, secara teknis pada dasarnya yang terpenting adalah mengatur perencanaan, aktivasi dan optimalisasi. Paramitha (dalam Ermaya, 2012) menjelaskan proses pengelolaan media sosial umumnya meliputi: 1. Perencanaan Perencanaan merupakan proses paling awal dari pengelolaan. Proses ini merupakan cara ataupun perbuatan untuk merancang konsep serta fondasi dari pengelolaan yang akan dilakukan. Ada dua pertanyaan yang harus dijawab yaitu Mengapa (Why) dan Siapa (Who). Pertanyaan Mengapa merupakan pertanyaan untuk merancang alasan perusahaan/lembaga membutuhkan strategi komunikasi melalui media sosial. Hal ini berkaitan dengan tujuan lembaga atau perusahaan dan juga pola interaksi masyarakat saat ini. Sedangkan pertanyaan Siapa digunakan untuk merancang target dari perusahaan/ lembaga yang akan dijadikan sasaran komunikasi melalui media sosial. Dua hal ini penting karena nantinya akan memengaruhi bentuk media sosial yang akan digunakan, konten yang akan dibangun dan jenis informasi apa yang akan dibagikan. Pada proses ini juga perlu dilakukan identifikasi tingkah laku masyarakat, ketertarikan dan kebutuhan masyarakat guna merancang sebuah bentuk pemanfaatan media sosial yang tepat. 10 2. Aktivasi dan Pengawasan Aktivasi dan pengawasan merupakan proses yang terjadi setelah dilakukan perencanaan atau perancangan yang sesuai dengan tujuan dan target audience. Proses ini merupakan praktik pelaksanaan dari pemanfaatan media sosial. Pada proses ini muncul dua pertanyaan yang perlu dijawab yaitu Apa (What) dan Bagaimana (How). Apa (What), merupakan pertanyaan untuk menjawab informasi apa yang akan disampaikan serta konten pembeda apa yang akan dibangun yang membedakannya dari penggunaan media sosial yang lain. Dengan kata lain, pada tahap ini perlu disiapkan konten yang siap untuk diluncurkan melalui media yang telah dipilih kepada target yang telah ditentukan. Selain itu, Bagaimana (How) cara tim mengelola dan menempatkan pesan-pesan kedalam media sosial juga perlu disiapkan pada proses ini. Maksudnya adalah melalui media apa pesan akan disampaikan kepada target audience. Seluruhnya disesuaikan dengan kebutuhan dari tujuan yang telah disusun diawal. 3. Optimalisasi Optimalisasi merupakan proses yang membantu kontinuitas jalannya pengelolaan. Pada proses ini dilakukan evaluasi konten dan identifikasi dari hasil pelaksanaan: apakah sudah mencapai tujuan. Biasanya pada proses untuk evaluasi agar dapat terukur digunakan Search Engine Optimization (SEO). SEO merupakan sebuah proses mendapatkan traffic atau memengaruhi visibilitas web/media sosial dalam mesin pencari gratis (biasa disebut free atau organic). SEO dapat digunakan untuk mengontrol dan mengevaluasi agar aktivasi media sosial dapat terus berjalan. Pada proses ini dilihat pula bagaimana traffic atau frekuensi aktivitas dan visbilitas agar dapat terus ditingkatkan sehingga pengelolaan dapat terus dilakukan. Namun, pada pengelolaan di pemerintahan, ada sedikit perbedaan dalam pengelolaannya. Diperlukan pendekatan yang berbeda untuk mengetahui trial and error dari media sosial pada pemerintahan. Selain karena tujuan penggunaannya 11 yang berbeda, aspek-aspek kelebihan dan juga efektifitas penggunaan media sosial pada bidang pemerintahan sedikit berbeda dengan bidang lain. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 Mengenai Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah. Di dalamnya dijelaskan terdapat beberapa langkah pengelolaan media sosial, yaitu: 1. Perencanaan Proses perencanaan ini secara sederhana dapat dilakukan dengan menerapkan metode POST (People-Objective-Strategy-Technology) yang merupakan empat elemen penting dalam merancang pengelolaan media sosial. KHALAYAK (PEOPLE) SASARAN (OBJECTIVE) STRATEGI (STRATEGY) TEKNOLOGI (TECHNOLOGY) Gambar 1.1: Metode POST dalam Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah (2012) Khalayak (people) adalah proses penetapan target komunikasi instansi dan juga perilaku online dari khalayak yang didasarkan pada segmentasi teknografis sosial. Sedangkan sasaran (objective) adalah penentujuan tujuan yang akan dicapai instansi misalnya mendengarkan aspirasi, memperoleh masukan, menyosialisasikan informasi ataupun membangun kesadaran khalayak. Selanjutnya strategi yaitu cara menentukan hubungan dengan khalayak. Strategi ini dapat disusun dari identifikasi identifikasi yang dilakukan terhadap khalayak dan kapabilitas IT yang dimiliki instansi. Terakhir, teknologi yang berarti penentuan aplikasi yang dibutuhkan. 12 Pada pengelolaan media sosial oleh pemerintah, yang membedakannya dengan pengelolaan media sosial lainnya ialah pada tahap perencanaan. Dadashzadeh (2010) membantu memberikan gambaran perencanaan pengelolaan meda sosial melalui Input/Output Model of IT Planning for Social Media in Governemnt. Proses perencanaan strategis penggunaan dan pengelolaan media sosial oleh pemerintah mencakup empat (4) proses yaitu perencanaan nilai-nilai pelayanan publik, penentuan fokus yang akan dibuat pengelola (agency), inventarisasi kemampuan IT dan peramalan perkembangan teknologi yang akan datang. Langkah paling awal dari proses perencanaan pengelolaan media sosial menurut Dadashzadeh ialah membuat perencanaan nilai-nilai pelayanan publik. Perencanaan nilai-nilai pelayanan publik menggambarkan tujuan yang akan dicapai serta latar belakang pembuatan. Perlu diingat bahwa pengelolaan media sosial pada pemerintahan semata-mata dibuat untuk kesejahteraan rakyat, sehingga harus menganut prinsip-prinsip pelayanan publik. Menurut Accenture‟s Public Service Value Governance Framework (dalam Dadashzadeh, 2010) nilainilai pelayanan publik dan peran media sosial dalam mewujudkannya harus memiliki empat prinsip yaitu: 1. Outcomes-Based Focus, pemanfaatan dan pengelolaan ini nantinya harus menghasilkan perbaikan nyata untuk kondisi sosial dan ekonomi warga. 2. Seimbang dalam mengedepankan keadilan, pemanfaatan dan pengelolaan ini semata guna melayani kepentingan umum dan menyediakan akses bagi semua warga negara. 3. Engagement to Co-Produce Public Value, dapat melibatkan, mendidik dan membantu warga untuk meningkatkan kualitas hidup dengan memanfaatkan pengalaman mereka sendiri (tanpa membuat warga bergantung pada pemerintah). 4. Meningkatkan akuntabilitas pemerintah, pemanfaatan dan pengelolaan ini harus dapat meningkatkan transparansi dan membuka kesempatan warga 13 negara memberikan feedback ketika pemerintah gagal memenuhi pelayanan publik yang sesuai. Langkah selanjutnya dari perencanaan adalah menentukan fokus yang akan dibuat oleh pengelola. Maksudnya adalah fokus masalah apa yang akan diselesaikan dengan pengelolaan media sosial. Fokus misalnya, memilih menggunakan IT atau media sosial sebagai kanal informasi, menggunakannya sebagai kanal aduan atau yang lainnya. Fokus yang dimaksud disini serupa dengan sasaran (objective) dalam metode POST. Setelah itu, langkah perencanaan lain adalah inventarisasi kemampuan IT. Inventarisasi kemampuan IT ini maksudnya adalah melihat kemampuan (strength) dan potensi yang dimiliki negara, di dalamnya termasuk dengan melihat sejauh mana pengelolaan IT yang telah dilakukan negara, kemampuan pengelola (sumber daya manusia), kesiapan infrastruktur IT yang dimiliki dan kemampuan warga negara menggunakan teknologi. Kemampuan untuk menggunakan teknologi media sosial oleh masyarakat dapat didasarkan pada data berikut (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer, 2010): 1) Akses ke teknologi (yang setidaknya memerlukan sebuah perangkat dan akses internet dengan kecepatan yang cukup untuk mendukung sosial konten media). 2) Perkembangan teknologi, program, dan ketersediaan akses layanan internet yang sama ke semua pengguna. 3) Informasi dan literasi untuk membuat masyarakat memahami jasa, sumber daya, dan program yang dibuat pemerintah. Inventarisasi ini perlu dilakukan agar apa yang dibuat nantinya tidak melampaui kemampuan dari negara sendiri dan dapat menjangkau masyarakat. Inventarisasi ini dapat dilakukan dengan membaca data di lapangan melalui penelitian ataupun survei-survei yang dapat menyuguhkan data terukur sebagai bahan pertimbangan. Inventarisasi kemampuan IT ini juga berarti membaca karakteristik penggunaan IT serta media sosial di masyarakat. Pengelola dapat melakukannya berdasar pada analisis lapangan dan pembacaan data-data penelitian. Misalnya 14 saja membaca data penggunaan telepon genggam, smartphone dan PC pada masyarakat. Data-data seperti tren media sosial yang paling banyak diakses dan kebiasaan konsumsi media juga bisa membantu dalam membaca karakteristik pengguna IT di masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar pengelola dapat menemukan dan melakukan pendekatan dengan cara yang tepat. Pendekatan yang tepat merupakan pendekatan yang sesuai dengan kemampuan, kesiapan dan kebutuhan masyarakat. Selanjutnya adalah melakukan peramalan atau perkiraan teknologi dan tren yang akan muncul. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat perkembangan teknologi sekarang melalui perspektif komunikasi dan IT. Perkembangan teknologi tersebut bisa didapatkan dari data-data di lapangan melalui penelitian dan analisa langsung. Misalnya saja dengan cara melihat perkembangan penggunaan media sosial, melihat jenis-jenis media sosial yang menjadi pilihan masyarakat ataupun membaca perkembangan dan kebutuhan teknologi global. Penting untuk membaca tren teknologi pada masyarakat agar dapat menyesuaikan diri serta memetakan peluang yang bisa dimanfaatkan. Apabila pengelola tidak membaca tren teknologi bisa saja terjadi kesalahan pemilihan media yang akan digunakan (ketinggalan jaman). 2. Kegiatan Media Sosial Kegiatan media sosial maksudnya ialah menentukan kegiatan yang terpadu dengan kegiatan instansi pemerintah secara menyeluruh. Kegiatan media sosial harus diselaraskan dengan kebijakan umum pemerintah yang tercermin dalam aktivitas media sosial tersebut. Untuk menjalankan kegiatan ini dibutuhkan penanggung jawab (administrator) pimpinan dari instansi yang bersangkutan atas nama pemimpin instansi. Penanggung jawab sepenuhnya bertanggungjawab atas segala aktivitas dalam media sosial ini. Namun, pelaksanaan pengelolaan seharihari dijalankan oleh tim dan petugas yang secara khusus dibentuk. 15 3. Strategi Media Sosial Proses selanjutnya adalah perancangan dan penyusunan pesan yang tepat untuk khalayak sasaran dan menyebarluaskanya pada media yang tepat. Pesan yang dimaksud disini adalah pesan dalam aktivitas media sosial dan juga pesanpesan pendukung yang akan bersifat sebagai sosialisasi media sosial. Strategi dibutuhkan untuk membuat jalannya aktivasi atau pelaksanaan media sosial menjadi lebih teratur dan dapat dikontrol. Penyusunan pesan disesuaikan dengan target yang telah disepakati di perencanaan sebelumnya. Penting untuk menyusun strategi atau pesan ini karena sangat berpengaruh terhadap ketertarikan warga dan jalannya aktivitas nanti. 4. Pelaksanaan Langkah-langkah pelaksanaan media sosial terdiri dari delapan elemen. Pertama ialah menetapkan khalayak sesuai segmentasi teknografis dan perencaaan yang telah dilakukan. Kedua, memilih dan membuat media sosial ataupun akun media sosial yang sesuai dengan khalayak. Ketiga, membuat dan mengunggah pesan. Pesan yang telah direncanakan dibuat dan diunggah, dimasukan kedalam media sosial. Keempat, Memantau percakapan yang terjadi. Melihat percakapan yang terjadi dan mengamatinya, langkah ini diperlukan untuk menjawab langkah kelima yaitu berinteraksi dengan khalayak. Menjawab komentar,masukan dan atau pertanyaan dari khalayak. Keenam, menganalisa dan menyarikan seluruh masukan khalayak sebagai umpan balik pembuat kebijakan. Pada tahap menganalisa dan menyarikan ini, saran, masukan dan partisipasi lain dari khalayak perlu dikategorikan dengan rapi dan jelas, tanpa mengurangi, menambah atau mengubah makna pesan sesungguhnya. Saran, komentar dan pertanyaan ini kemudian diteruskan untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan pengambil keputusan. Setelah itu, langkah ketujuh adalah memberikan rekomendasi tindak lanjut kegiatan, program atau solusi atas masukan dan atau keluhan masyarakat yang telah masuk dan diproses tadi. 16 Langkah terakhir atau kedelapan ialah menyebarluaskan kebijakan atau tindak lanjut yang telah dilakukan pemerintah kepada masyarakat luas. 5. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan media sosia juga dikenal dengan istilah penyimakan sosial (social listening). Kegiatan ini merupakan proses identifikasi dan penilaian mengenai persepsi khalayak terhadap isntansi dengan menyimak semua percakapan dan aktivitas yang ada di media sosial. Pemantauan ini digunakan untuk mengukur kecenderungan persepsi, opini dan sikap khalayak terhadap instansi. Misalnya saja media sosial dikelola oleh pemerintah pusat untuk menerima aduan dan aspirasi masyarakat. Melalui pemantauan media dapat dilihat isu-isu apa yang menjadi laporan atau aduan terfavorit. Kebutuhan apa yang dibutuhkan masyarakat dan bidang mana yang perlu mendapat perhatian lebih juga bisa dilihat dari aktivitas perbincangan di media sosial ini. Pemantauan ini dilakukan terus-menerus dan secara real time sehingga instansi pemerintah dapat memantau pergerakan naik atau turunnya kecenderungan persepsi, opini dan sikap khalayak terhadap instansi. Untuk mengukur tingkat feedback dan return of investment di media sosial, digunakan lima kategori pengukuran seperti dalam tabel berikut. 17 Tabel 1.1: Kategori Return on Investmen Pedoman Pengelolaan Media Sosial Instansi Pemerintah (2012) Jangkauan Jumlah tautan yang merujuk ke pesan yang disampaikan Jumlah feedback tentang pesan yang disampaikan Jumlah orang yang membicarakan pesan Jumlah partisipan yang baru Frekuensi dan Lalu Lintas Percakapan Pengaruh Percakapan dan Keberhasilan Jumlah kunjungan Pembahasan mengenai pesan/isi Jumlah pesan yang diklik pengguna Jumlah pengunjung Komentar tentang pesan Jumlah pesan yang diunduh khalayak Jumlah pengunjung yang kembali Jumlah share dan pesan yang dikirimkan pengguna Jumlah pesan yang diadopsi Dilihat dari segi non teknis, pengelolaan media sosial oleh pemerintah berusaha unutk mengelola informasi guna meningkatkan partisipasi warga negaranya. Kerja pemerintah di media sosial menawarkan beberapa peluang utama untuk teknologi (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer, 2010). Pengelolaan media sosial pemerintah menawarkan peluang-peluang sekaligus juga bermakna mengelola beberapa aspek sebagai berikut: a. Partisipasi demokratis dan keterlibatan: menggunakan teknologi media sosial untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan, membina dialog partisipatif dan memberikan suara dalam diskusi pengembangan kebijakan dan implementasi. b. Co-produksi, di mana pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengembangkan desain, dan memberikan layanan pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan, pengiriman, dan responsif. c. Kumpul daya solusi dan inovasi, mencari inovasi melalui pengetahuan umum dan bakat untuk mengembangkan solusi inovatif untuk masalah sosial skala besar. Untuk memudahkan crowdsourcing, data saham 18 pemerintah dan masukan lainnya sehingga masyarakat memiliki basis dasar yang untuk berinovasi. Ada beberapa contoh dari pemanfaatan media sosial untuk pemerintahan di Amerika Serikat. Salah satunya ialah U.S Customs and Immigration Service (USCIS). USCIS merupakan salah satu pemanfaatan media sosial dan teknologi dengan fokus pendekatan penanganan anti korupsi dan transparansi. Melalui USCIS, warga Amerika Serikat dapat memantau perkembangan proses aplikasi urusan imigrasi milik mereka secara online (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer, 2010). Selain itu, NASA tidak kalah dalam memanfaatkan IT dan media sosial. NASA menggunakan media sosial berbasis video sharing yaitu Youtube untuk mengkomunikasikan proyek-proyeknya dan menjelaskan pada warga negara pentingnya penjelajahan antariksa yang dilakukan Amerika (Dadashzadeh,2010). Sedangkan di Indonesia, beberapa kepala daerah dengan inisiatifnya memanfaatkan media sosial yang populer untuk lebih dekat dengan masyarakat. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (2013) menyampaikan penguatan peran publik melalui media sosial salah satunya adalah melalui aduan masyarakat di media sosial. Pemerintah DKI Jakarta mengoptimalkan media sosial untuk menjaring masukan, kritik dan saran yang dihadapi dan dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dibanding dengan Tokyo, London dan New York, warga Jakarta merupakan warga paling aktif melakukan perbincangan lewat jejaraing sosial (Purnama, 2013). Beragam kegiatan percakapan virtual dilakukan warga Jakarta, salah satunya adalah melakukan aduan dan keluhan. Aduan warga kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari bulan Januari 2013 hingga 27 November 2013 tercatatat sebanyak 12780 pengaduan. Pengaduan tersebut disalurkan melalui kanal kliping media, berita online, kanal media sosial LAPOR! 1708, akun Twitter @jakartagoid, akun Facebook Jakarta Goid, Email [email protected], SMS 32881818, Balai Warga dan juga aksi unjuk rasa langsung. 19 Dalam kanal LAPOR! 1708, nomor HP Wakil Gubernur 08119447282 terintegrasi dalam sistem LAPOR 1708. Melalui kanal aduan tersebut beragam aspirasi warga seperti usulan, ide, hingga pengaduan warga masuk. Jenis aduan yang disampaikan pun beragam, antara lain mengenai pelayanan administrasi kependudukan, jalanan macet, banjir, pedagang kaki lima bahkan hingga sandal yang hilang di RSUD dilaporkan melalui kanal tersebut. Selain kepala daerah, di Indonesia beberapa lembaga pemerintahan pun memanfaatkan media sosial. Berbagai akun milik lembaga pemerintahan (banyak memanfaatkan Twitter dan Facebook) bermunculan mulai dari PLN, Pertamina, Sekretaris Kabinet dan lain-lainnya. Akun media sosial ini digunakan utamanya untuk sosialisasi atau menyampaikan informasi dan program serta kebijakan serta mendengar keluhan dan aspirasi dari masyarakat. E.3 Konsep Good Governance Menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia sekitar tahun 1996, beberapa lembaga seperti UNDP dan World Bank memperkenalkan konsep dan istilah baru yang disebut good governance. Good governance atau good public governance menjadi kata yang banyak dibahas dalam diskusi selayaknya kata demokrasi. Kata governance banyak dibiarkan dalam bentuk aslinya karena sulit mencari padanan atau pengganti yang tepat pada konsep ini. Namun, banyak yang mengartikannya menjadi tata pemerintahan, penyelenggara negara ataupun penyelenggara saja (Dwiyanto, 2005). Dwiyanto (2005) mengungkapkan bahwa good governance merujuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance disini menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain yaitu LSM, perusahaan swasta dan juga warga negara, termasuk pula institusi non pemerintah di dalamnya. Pemerintah memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan 2 Saat itu Basuki Tjahja Purnama menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. 20 untuk mengikis krisis kepercayaan masyarakat dan meningkatkan legitimasi agar kebijakan dan tindakan cenderung lebih dipatuhi maysarakat. Pada good governance, pemerintah tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah lembaga pemerintah tetapi lebih kepada proses governing yang dilakukan secara kolaboratif antara lembaga pemerintah, lembaga semi pemerintah dan lembaga non pemerintah serta swasta yang berlangsung secara setara dan partisipasif. Meskipun begitu, peran pemerintah sebagai institusi tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Pemerintah tetap memiliki peran dalam mengelola negara dan publik. Yudhoyono (dalam Dwiyanto, 2005) menyatakan bahwa terdapat enam prinsip yang menjadi acuan pemerintah secara institusi menempatkan diri dalam melakukan kelola negara dan publik yaitu: a. Dalam kolaborasi yang dibangun, negara (pemerintah) tetap bermain sebagai figur kunci namun tidak boleh mendominasi. Kapasitas pemerintah pun hanya adalah mengkoordinasi bukan memobilisasi aktor-aktor pada institusi semi dan non-pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan publik. b. Kekuasaan negara bertransformasi dari ―kekuasaan atas‖ menjadi ―kekuasaan untuk‖ menyelenggarakan kepentingan, memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah publik. c. Peran aktor-aktor negara, NGO, swasta dan masyarakat lokal ialah saling menyeimbangkan-untuk tidak menyebut setara. d. Negara harus mendesain ulang struktur dan kultur organisasi agar siap dan mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnya guna menjalin sebuah kemitraan yang kokoh, otonom dan dinamis. e. Negara harus melibatkan seluruh pilar masyarakat dalam proses kebijakan mulai dari formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan serta penyelenggaraan layanan publik. 21 f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi, dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan kepentingan, pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah publik. Selain enam prinsip acuan pemerintah dalam menempatkan diri pada kelolala good governance tersebut,terdapat sepuluh prinsip good governance yaitu sebagai berikut: a. Partisipasi, warga memiliki hak dan mempergunakannya untuk menyampaikan pendapat, bersuara serta kontribusi lain dalam prses perumusan kebijakan publik baik secara langsung maupun tidak langsung. b. Penegakan hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa pengecualian, perlindungan hak asasi manusia dilindungi dan penegakan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. c. Transparansi berupa penyediaan informasi tentang aktivitas pemerintahan bagi publik, dijaminnya kemudahan dalam memeroleh informasi yang akurat dan memadai yang dapat diakses secara komprehensif setiap waktu. d. Kesetaraan peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk berpartisipasi, berkativitas dan berusaha. e. Daya tanggap, berupa responsifitas pengelola instansi publik terhadap aspirasi masyarakat. f. Wawasan ke depan, adanya visi misi dan strategi yang jelas dalam pengelolaan masyarakat. g. Akuntabilitas, adanya pertanggungjawaban pengelola negara, penentu kebijakan dan pengelola layana publik kepada warga. h. Pengawasan publik, warga dilibatkan dalam mengontrol seluruh kegiatan pemerintah, termasuk di dalamnya kegitaan pelayanan publik dan parlemen. i. Efektivitas dan efisiensi, terselenggaranya kegiatan instansi publik dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan 22 bertanggung jawab. Indikatornya ialah terwujudnya pelayanan yang mudah, cepat, tepat dan murah. j. Profesionalisme: tingginya kemampuan dan moral para pegawai pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan publik. Good governance dapat disimpulkan sebagai sebuah sistem administrasi yang melibatkan banyak pelaku, jaringan dan institusi di luar pemerintah untuk mengelola masalah dan kebutuhan publik. Setiap aktivitas melibatkan seluruh aktor (multi-stakeholders) dan membuka partisipasi aktif bagi seluruh aktor. Kini good governance menghadapi tantangan sekaligus peluang baru yaitu hadirnya teknologi, terutama media baru. Kehadiran media baru ini dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan good governance sebab media baru memberikan kemudahan-kemudahan untuk melibatkan partisipasi masyarakat. Media baru membuka jalan komunikasi langsung antara pemerintah dan masyarakat yang akan meningkatkan partisipasi sekaligus transparansi. Dilain sisi, keterbukaan ini akan meningkatkan pengawasan publik, yang berarti akan ―memaksa‖ pengelolaan pemerintah yang lebih baik lagi. Secara tidak langsung, kehadiran media baru saat ini memberi pengaruh positif bagi terwujudnya good governance. E.4 Pengelolaan Media Sosial sebagai Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online untuk Mendukung Good Governance Layanan aspirasi dan pengaduan hadir sebagai sarana membuka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan negara. Salah satu alasan yang mendorong dibuatnya layanan aspirasi dan pengaduan adalah langkah transparansi yang dilakukan pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan publik. Transparansi menjadi salah satu poin penting dalam menyelenggarakan negara. Di dalam sebuah pengelolaan negara, transparansi dapat memberikan dua hal: mendorong pengambilan keputusan yang lebih baik dan melakukan pengecekan pengambilan keputusan yang buruk. 23 Kehadiran layanan aspirasi dan pengaduan kini semakin didukung dengan kemajuan teknologi terutama new media. Di era kemajuan teknologi seperti saat ini, pemerintah ditutut untuk lebih cepat dan efektif mewadahi keluhan dan aspirasi masyarakat. Beruntung, new media hadir sebagai jawaban atas tuntutan tersebut. Melalui system pengaduan berbasis teknologi digital, akses menuju ke media pelayanan pengaduan aspirasi dapat dilakukan dengan lebih mudah. Kemajuan teknologi menghilangkan batasan ruang dan waktu di dalam interaksi masyarakat dan pemerintah melalui layanan aduan dan aspirasi. Setidaknya masyarakat dapat mengakses dan melakukan pengaduan kapanpun dan dimanapun. Salah satu kemajuan teknologi di era new media yang membuat layanan aduan dan aspirasi semakin mudah dilakukan adalah kehadiran media sosial. Media sosial membuat interaksi antara masyarakat dan pemerintah menjadi lebih mudah. Partisipasi masyarakat pun lebih terbuka dengan kehadiran media sosial. Pengawasan dan keterbukaan dapat lebih tampak dengan kemampuan dan fitur media sosial. Beberapa negara dan lembaga telah memanfaatkan media sosial sebagai media untuk layanan aduan dan aspirasi. Beberapa menggunakan media sosial yang telah ada dan popular seperti Facebook dan Twitter. Pemerintah menggunakannya untuk berinteraksi dan menerima keluhan maupun aspirasi masyarakat juga memantau opini public yang berkembang. Namun, kini pun telah hadir media sosial khusus untuk aduan dan aspirasi yang diberi nama LAPOR!. Kehadiran layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini adalah sebuah fenomena baru. Namun, layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial tetap harus memenuhi prinsip Complaint Handling Mecanism. World Bank (2010) menyatakan terdapat enam prinsip layanan pengaduan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Keadilan penanganan keluhan, tanpa memihak pihak tertentu dan dilakukan secara transparan. 24 2) Obyektifitas dan kemandirian: Complaint Handling Mechanism beroperasi secara independen dari semua pihak yang berkepentingan untuk menjamin adil, obyektif dan perlakuan tidak memihak kepada masing-masing kasus dugaan. Pejabat pengelola keluhan juga diberikan sarana dan kekuatan yang memadai untuk menyelidiki keluhan (misalnya saksi wawancara, catatan akses, dll). 3) Kesederhanaan dan aksesibilitas: Prosedur untuk mengajukan keluhan dan mencari tindakan haruslah sederhana sehingga masyarakat dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan. Selain itu dari sisi aksesibilitas, masyarakat diberikan berbagai pilihan kontak (tidak satu kanal saja) seperti minimal, nomor telepon (sebaiknya bebas pulsa), alamat email dan alamat pos. Complaint Handling Mechanism harus dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan, tanpa terikat jarak, waktu dan batasan komunikasi lain secara mudah. 4) Responsivitas dan efisiensi: Complaint Handling Mechanism perlu dirancang agar responsif terhadap kebutuhan semua pengadu. Para pejabat penanganan pengaduan juga harus dilatih untuk mengambil tindakan efektif dalam merespon dengan cepat keluhan dan saran. 5) Kecepatan dan proporsionalitas: Semua keluhan, sederhana atau kompleks, perlu mendapat perhatian yang berkelanjutan dan diselesaikan secepat mungkin. Tindakan yang diambil pada keluhan atau saran harus cepat, tegas dan konstruktif. 6) Partisipatif dan inklusi sosial: Berbagai macam pengguna Complaint Handling Mechanism termasuk anggota masyarakat, anggota kelompok rentan, masyarakat sipil dan media didorong untuk membawa keluhan dan komentar untuk menjadi perhatian otoritas pemberi layanan. Seluruh prinsip sistem aduan dan aspirasi tersebut sejalan dengan prinsip good governance. Apabila disinergikan maka sebuah layanan aduan dan aspirasi yang berbasis media sosial guna mewujudkan good governance sebaiknya mampu memenuhi prinsip-prinsip good governance. Beberapa cara untuk melihatnya 25 dapat dilakukan dengan melihat sistem dan fitur yang ada di sistem pengaduan dan aspirasi berbasis media sosial dengan prinsip good governance yaitu partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap, akuntabilitas, pengawasan public, efektivitas dan efisiensi serta profesionalisme. Pada prinsip partisipasi di good governance sebuah layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial dapat diukur dari penyediaan akses terbuka bagi masyarakat untuk berdialog dan memberi masukan. Secara fitur, langkah pemerintah memberikan ruang partisipasi kepada publik guna mendukung good governance dapat tercermin dari keterbukaan kanal bagi siapapun, termasuk kebebasan membuat aku atau user id. Selain itu, ketersediaan forum dialog dan kesempatan bagi public untuk memberi suara, termasuk memberi masukan untuk peningkatan kualitas kerja juga mencerminkan sebuah usaha membuka partisipasi. Selanjutnya, untuk melihat prinsip penegakan hukum sebuah media komunikasi milik pemerintah, dapat tercermin dari perlindungan hukum bagi warga yang melapor. Menjamin keamanan dan kerahasiaan aduan juga dibutuhkan. Salah satu caranya adalah menyediakan kolom message yang tertutup atau memberikan fitur anonym untuk melindungi identitias pelapor. Sebab, percuma apabila membuka sebuah kanal aduan tanpa perlindungan hukum. Apabila tidak ada maka kanal aduan itu bukanlah kanal efektif untuk menegakkan hukum pula. Prinsip ketiga yaitu transparansi dapat tercermin dari ketersediaan aktivitas yang terbuka. Jika dilihat dari sisi fitur pada media sosial, kanal aduan harus dapat menunjukan aktivitas baik pemerintah ataupun warga secara terbuka. Selain itu diwajibkan ada kontak dari pengelola yang bisa dihubungi oleh warga terlepas dari media sosial itu sendiri. Guna mengukur transparansi pun dapat dilihat dari sistem pengelolaannya misalnya dari frekuensi pengelola (admin) membalas pesan dari maysrakat. Seharusnya, setiap aduan atau aspirasi diberi tanggapan oleh pengelola untuk menjamin transparansi. 26 Kesetaraan peluang yang sama dalam prinsip good governance dapat tercermin dari bagaimana pengelola memberi ruang berpendapat masyarakat. Peluang disini maksudnya adalah setiap orang dan juga setiap laporan aduan. Bukan hanya pengguna yang tidak boleh dibatasi namun juga peluang setiap aduan untuk disampaikan. Tidak boleh ada batasan-batasan aduan yang boleh disampaikan biarpun sekecil apapun. Ketersediaan berbagai kanal untuk menampung aduan juga mencerminkan adanya kesetaraan peluang, sebab semakin beragam kanal akan memungkinkan semakin banyak lapisan masyarakat yang bisa mengajukan aduan dan aspirasi. Sedangkan untuk prinsip daya tanggap dapat dilihat dari bagaimana pengelola memberikan feedback. Setiap aduan harus diberikan tanggapan. Kedisiplinan dalam pemberiaan tanggapan juga dibutuhkan untuk mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengusung pemerintahan yang efektif. Lebih baik jika ada tenggat waktu yang pasti (deadline) untuk memberikan tanggapan. Sebab pemerintah harus bertindak cepat dalam mengelola aduan dan aspirasi, tidak boleh dibiarkan berlama-lama dan menggantungkan masyarakat. Prinsip wawansan ke depan berkaitan dengan visi misi dan prinsip yang diusung pengelola. Ada atau tidaknya acuan dalam menjalankan media sosial atau yang melandasi menjadi penting. Perlu diingat bahwa yang melandasi media sosial sebagai layanan aspirasi dan pengeduan haruslah sesuai dengan implementasinya. Tentunya, visi misi atau acuan dalam mengelola ini perlu diselaraskan dengan kepentingan masyarakat dan berorientasi untuk kemajuan pembangunan. Selanjutnya, prinsip akuntabilitas dan pengawasan publik dapat dilihat dari ketersediaan fitur kontak pengelola dan laporan berkala yang disampaikan pada publik. Laporan berkala dapat berupa laporan statistik ataupun laporan lain yang berkaitan dengan pengelolaan aduan yang telah dan akan dilakukan. Sedangkan prinsip efektivitas dan efisiensi serta profesionalitas dapat dilihat dari bagaimana pengelola berinteraksi dengan warga: cepat atau lambat, menjawab permasalahan 27 (sesuai konteks) atau tidak, melalui media apa (membalas melalui komentar atau e-mail) serta bagaimana mengkomunikasikan masalah dan solusi antara lembaga dan masyarakat. F. Kerangka Konsep Pengelolaan media sosial LAPOR! dan seberapa besar kontribusi media sosial LAPOR! yang dibuat pemerintah berperan dalam membantu mewujudkan good governance pada penelitian ini akan dilihat dari kerangka konsep berikut: Penelitian ini akan menggunakan 10 (sepuluh) prinsip good governance yang dikemukakan Dwiyanto (2005) sebagai cermin dalam melihat tolak ukur kondisi ideal dari good governance. Prinsip ini akan dilihat kesesuaiannya dengan pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai sebuah compalint handling system. Pengelolaan media sosial LAPOR! sendiri akan dikupas berdasarkan Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah yang dikeluarkan dalam Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012. Pada pengelolaan ini terdapat 5 (lima) poin yang akan dilihat: a. Perencanaan Tahap perencanaan LAPOR! akan dilihat melalui metode POST yang diperkaya dengan Input/Output Model of IT Planning for Social Media in Government (Dadashzadeh, 2010). Pada metode POST, elemen People (khalayak) dan Objective (sasaran) akan diperkaya dengan dua dari empat proses perencanaan milik Dadashzadeh yaitu perencanaan nilai-nilai pelayanan publik dan penentuan fokus yang akan dibuat. Sedangkan elemen Strategy dan Technology akan diperkaya dengan proses inventarisasi IT dan peramalan perkembangan teknologi yang akan datang. 28 b. Kegiatan Media Sosial Pada tahap kegiatan media sosial LAPOR! akan dilihat bagaimana pengelola menyusun rancangan kegiatan yang akan dilakukan. Akan disinggung mengenai apa saja yang dilakukan setiap bagian dalam pengelola dan bagaimana implementasi di lapangan. c. Strategi Pada tahap ini akan dilihat bagaimana LAPOR! membangun pesan-pesan yang disampaikan. Dalam kata lain, tahap ini akan melihat big idea di dalam pesan komunikasi yang dibawa LAPOR! d. Pelaksanaan Di dalam melihat pelaksanaan media sosial LAPOR! akan digunakan delapan elemen dalam langkah pelaksanaan seperti yang tertulis dalam kerangka pemikiran. Pada tahap ini secara deskriptif akan dijelaskan implementasi dari perencanaan yang dilakukan, termasuk di dalamnya tahapan / alur pesan dan interaksi yang ada di dalam LAPOR!. e. Pemantauan dan Evaluasi Tahapan ini akan melihat bagaimana LAPOR! menanggapi aduan-aduan yang masuk dan bentuk evaluasi internal. Selain itu juga akan dilihat hubungan LAPOR! dengan lembaga yang terhubung. Proses perencanaan hingga implementasi dari LAPOR! akan dicocokan dengan prinsip-prinsip good governance untuk melihat sejauh apa kontribusi LAPOR! sebagai dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Berikut adalah bagan dari pisau analisis penelitian ini: 29 Bagan 1.1: Kerangka Konsep Media sosial LAPOR! Prinsip good governance: 1. Partisipasi 2. Penegakan hukum 3. Transparansi 4. Kesetaraan peluang 5. Daya tanggap 6. Wawasan ke depan 7. Akuntabilitas 8. Pengawasan public 9. Efektivitas dan efisiensi 10. Profesionalisme Complain handling system: 1. Keadilan 2. Objektivitas dan kemandirian 3. Kesederhanaan dan aksesibilitas 4. Responsivitas dan efisiensi 5. Kecepatan dan proporsionalitas 6. Partisipasi dan inklusi sosial Pengelolaan media sosial oleh pemerintah Pedoman pemanfaatan media sosial instansi pemerintah: 1. Perencanaan 2. Kegiatan media sosial 3. Strategi media sosial 4. Pelaksanaan 5. Pemantaan dan evaluasi Input/output model of IT planning for social media in government: 1. Perencanaan nilainilai pelayanan publik 2. Penetuan focus yang akan dibuat 3. Inventarisasi IT 4. Peramalan perkembangan teknologi G. Metodologi Penelitian Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam penelitian sosial yang biasanya digunakan untuk mengemukakan gambaran dan atau 30 pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi. Menurut Guba dan Lincoln (1985:108) pendekatan kualitatif merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dengan latar alamiah dari suatu keutuhan (entity). Sejalan dengan hal itu, Poerwandari (1998) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang akan mengolah dan menghasilkan data bersifat deskriptif seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain-lain. Moleong (2004:131) pun mengungkapkan pernyataan yang tidak jauh berbeda yaitu pendekatan kualitatif tidak mengumpulkan data berupa angka, sehingga tujuan penelitian adalah penggambaran dalam, rinci dan tuntas mengenai realita empirik dibalik sebuah fenomena. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang langsung diarahkan pada setting serta individu-individu dan kelompok masyarakat dimana mereka berada, secara holistik; meliputi subjek penelitian (yang mungkin organisasi, kelompok, individu, teks atau artefak) dan tidak melakukan reduksi variabel dengan mengisolasi variabel-variabel tertentu (Pawito, 2007). Maksudnya, pendekatan kualitatif menganalisa tanpa mengurangi ataupun menambahkan (memberi eksperimen) pada objek dan hanya menampilkan kenyataan realitas. Di dalam kasus ini, pendekatan kualitatif dipakai untuk melihat bagaimana realitas pemanfaatan sosial media sebagai sarana pengaduan dan aspirasi oleh pemerintah melalui LAPOR! yang dikelola oleh Deputi I Kantor Staf Presiden sekaligus memberikan gambaran dan pemahaman mengenai manajemen pengelolan dan proses pengolahan pesan. Sedangkan metode yang akan digunakan untuk membedah penelitian ini ialah studi kasus. Secara umum studi kasus dapat diartikan sebagai metode penelitian untuk menyelidiki atau menganalisa suatu peristiwa, aktivitas ataupun program dalam jangka waktu tertentu. Yin (dalam Salim, 2006:119) lebih teknis mengartikan studi kasus sebagai berikut: 31 “…empirical inquiry that invertigates a contemporary phenomenon within its real-life content when the boundaries between phenomenon and context are not clearly evident, and in which multiple sources of evidence are used.” Patton (2002) menambahkan bahwa studi kasus adalah studi tentang suatu kekhususan dan kompleksitas sebuah kasus tunggal dan berusaha untuk mengerti kasus tersebut dalam konteks situasi dan waktu tertentu. Sedangkan Therese L.Baker (1999:321) memberikan definisi studi kasus sebagai berikut: “A case study is a research strategy which focus on a single organization, institution, event, decision, polling, or group (or possibly a multiple set).” Definisi lain dikemukakan Creswell (1998:36-37) mengenai studi kasus. Menurut Creswell, studi kasus ialah suatu eksplorasi dari sistem-sistem yang terkait (bounded system) atau kasus. Lebih lanjut Creswell mengemukakan karakteristik studi kasus yaitu pertama mengidentifikasi kasus untuk suatu studi. Kedua, kasus tersebut merupakan system yang terikat oleh waktu dan tempat. Ketiga, studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan data untuk memberikan gambaran detil dan mendalam mengenai respon dari suatu peristiwa. Terakhir, studi kasus akan ―menghabiskan waktu‖ waktu peneliti dalam menggambarkan konteks atau setting suatu kasus. Studi kasus dipilih untuk penelitian ini karena objek penelitian yang unik, spesifik dan kontemporer. LAPOR! Sebagai objek penelitian dinilai unik karena inisiatif untuk membangun partisipasi publik dan komunikasi dua arah dengan memanfaatkan sosial media yang terintegrasi secara nasional baru pertama kali dilakukan. LAPOR! Juga merupakan cikal bakal terwujudnya satu portal pengaduan terpadu nasional di Indonesia. Selain itu objek penelitian juga merupakan objek yang kontemporer karena baru dan sedang terjadi serta menjadi kajian yang tengah hangat dibicarakan karena berkaitan dengan good governance yang mulai digalakkan pemerintah. 32 G.1 Sumber Data Di dalam penelitian ini akan diambil dua sumber data yaitu sumber data primer dan data sekunder yang akan menentukan ketepatan data, kekayaan informasi serta kedalaman analisa dalam penelitian. a. Data Primer Data primer diambil dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan responden yang berkaitan dengan pengelolaan LAPOR!. Responden yang berkaitan maksudnya adalah posisi-posisi yang mengelola LAPOR! mulai dari perencanaan, aktivasi hingga optimalisasi. Wawancara dilakukan melalui dua cara yaitu melalui wawancara tatap muka dan online mengingat lokasi penelitian yang berjauhan dengan peneliti. b. Data Sekunder Data sekunder diambil dari dokumentasi studi pustaka, terbitan artikel pada web, majalah ataupun media lain. Selain itu data sekunder juga berasal dari output media-media pendukung LAPOR! seperti media promosi twitter dan booklet yang dikeluarkan rutin oleh pengelola. G.2 Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan kepada responden berkaitan dengan data yang ingin dikumpulkan peneliti. Patton dalam Poerwandari (1998) mengemukakan bahwa dalam sebuah proses wawancara diberlakukan sebuah pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus check list mengenai apakah aspek-aspek yang relevan tersebut telah dibahas atau dipertanyakan. 33 Pertanyaan yang akan diajukan merupakan pertanyaan terbuka dan bersifat mendalam. Maksudnya peneliti akan diperbolehkan mengeksplorasi pertanyaan untuk bisa menghasilkan data yang lebih dalam dan rinci dalam menggambarkan realitas yang akan disuguhkan. b. Dokumentasi Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi ini mencakup data-data tertulis yang dengan ijin terlebih dahulu dapat diakses dan digunakan untuk melengkapi hasil wawancara. Menurut Yin (2005:104), data tertulis yang mungkin dikumpulkan dalam penelitian adalah surat-surat,memorandum, pengumuman resmi, agenda kegiatan, kesimpulan rapat, berbagai laporan peristiwa, dokumen administratif organisasi, hasil penelitian dan evaluasi komunitas, serta kliping artikel yang muncul di media massa. Beberapa booklet dan laporan bulanan dari LAPOR! melalui blog resminya akan digunakan sebagai dokumentasi untuk data-data yang akan menguatkan hasil penelitian ini nantinya. Selain itu dokumentasi lain di media massa yang memungkinkan menjadi data pendukung juga akan disuguhkan. G.3 Objek Penelitian Media sosial LAPOR! Yang dikelola Deputi I Kantor Staf Presiden. Media sosial LAPOR! yang diaktifkan di tiga (3) kanal yaitu website, layanan SMS dan aplikasi pada smartphone akan dijadikan objek dari penelitian ini. G.4 Limitasi Penelitian Penelitian ini menghadapi keterbatasan atau limitasi penelitian berupa durasi waktu penelitian yang terbatas, sehingga belum cukup bisa menggambarkan keseluruhan dinamika pengelolaan yang terjadi. LAPOR! telah mengalami dua periode pemerintahan dan berubah induk pengelolaan, pada penelitian dengan waktu terbatas ini tidak bisa dijelaskan detil proses pengelolaan sejak awal terbentuk hingga sekarang. Keterbatasan waktu penelitian juga tidak memungkinkan penggambaran anatar dua periode yang dialami oleh LAPOR!. 34 Penelitian hanya dapat memberikan gambaran pengelolaan secara keseluruhan dan dinamika pengelolaan pada periode tertentu saja. G.5 Teknik Analisis Data Data yang telah diperoleh baik berupa transkrip wawancara dan dokumentasi lainnya akan dikumpulkan, diedit dan dikategorikan serta dicari kesesuaian polanya untuk dianalisa. Hasil analisis berupa intepretasi data akan dikaitkan dengan pemikiran yang sebelumnya dirumuskan. Yin (2005:140), apabila terdapat kesamaan pada kedua pola tersebut, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Lebih lanjut Yin (2005:140-158) mengemukakan tiga strategi dan teknik analisis dominan dalam menganalisa bukti (data) studi kasus, antara lain: 1. Penjodohan Pola Merupakan salah satu strategi yang palng diminati oleh peneliti studi kasus. Logika ini membandingkan pola yang didasarkan pada temuan empiris dengan pola yang diprediksi atau pola yang dipercaya sebagai keadaan ideal berdasar teori-teori. Apabila kedua pola ini semakin memiliki kesamaan berarti semakin menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan. 2. Pembuatan eksplanasi Merupakan tipe khusus penjodohan pola namun prosedurnya lebih sulit dan membutuhkan perhatian khusus. Pada strategi ini dibuat eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan untuk menganalisa sebuah studi kasus. Cara ini cocok dan relevan digunakan untuk kasus eksplanatori. Sedangkan untuk studi kasus eksploratori hanya bertujuan sebagai pengembang hipotesa. 35 3. Analisa deret waktu Strategi ini dilakukan secara langsung analog dengan analisa deret waktu pada eksperimen dan kuasi eksperimen. Biasanya digunakan oleh peneliti untuk mendapat hasil penelitian yang rinci sehingga menjadi landasan yang kuat bagi penarikan kesimpulan dari studi kasus. Hasil dari penelitian ialah berupa pembahasan menyeluruh mengenai pengelolaan media sosial LAPOR! untuk layanan aspirasi dan aduan online terintegrasi nasional. 36 BAB II Media Sosial dan Pemerintahan A. Media Sosial dalam Komunikasi Politik Pemerintah Kemajuan teknologi membawa istilah media baru hadir. Sebagai sebuah konsep yang tergolong baru, media baru atau new media merupakan konsep yang dipahami beragam. Beberapa definisi dan pemikiran muncul seiring dengan kajian-kajian dan pemahaman mengenai media baru semakin banyak dilakukan. Salah satu definisi media baru merujuk pada sebuah perubahan dalam proses produksi dan distribusi media (Rogers dalam Pavlik, 1996:2). Konsep ini tentunya merupakan sebuah konsep yang sangat luas. Konsep yang masih sangat luas itu kemudian dikerucutkan menjadi aplikasi mikroelektronik, komputer dan telekomunikasi yang menawarkan layanan baru atau peningkatan dari media lama (William dalam Lievrouw, 2006:206). Ron Rice, pakar teknologi komputer dan telekomunikasi, mendefinisikan new media sebagai komunikasi dan teknologi yang melibatkan kemampuan komputer (microprocessor or mainframe) yang memungkinkan atau menfasilitasi interaktivitas antar pengguna maupun antara pengguna dengan informasi (Rice and Associates, 1984:35). Beberapa definisi media baru tersebut digunakan sebagai gambaran untuk memahami media baru. Namun, selain defisini-definisi tersebut, beberapa poin kunci dapat mempermudah pemahaman mengenai media baru. Disampaikan oleh McLuhan (1990:7), terdapat tiga poin kunci dari media baru. Pertama ialah digitality, yaitu perubahan seluruh proses media ke dalam bentuk digital. Kedua, interactivity yang dapat berarti dua pengertian yaitu adanya teknologi yang mampu memberi respon terhadap pengguna dan interaktivitas antar pengguna. Ketiga, dispersal yang mengacu pada adanya desentralisasi proses produksi dan distribusi pesan serta menumbuhkan keaktifan dari individu. Media baru sendiri memiliki perbedaan beberapa karakter dengan media lama atau konvensional. William (1998) dalam Lievrouw dan Livingstone 37 (2006,206) mengidentifikasi tiga karakteristik media baru. Karakter media baru yang pertama ialah interactivity yaitu kemampuan menciptakan interaktivitas antara manusia dengan mesin dan antara pengguna satu dengan yang lain. Kedua, demassification yang maksudnya kontrol terhadap sistem komunikasi terletak pada pengguna, bukan pada produser media. Ketiga, asynchronicity atau karakter fleksibel dalam dimensi waktu. Karakter-karakter inilah yang diunggulkan sebagai kebaruan. Flew (2005:2) menambahkan lebih lanjut kebaruan media baru menjadi 4C yaitu computing and information technology, communication networks, digitalized media and information content, dan convergence. Kehadiran media baru, lebih lanjut sangat diidentikan dengan internet meskipun sebenarnya, dalam bentuk yang paling riil, internet adalah salah satu bentuk media baru (Adiputra, 2012). Selain itu, media baru juga diidentikan dengan platform-platform komunikasi online dalam internet yang dikenal dengan media sosial. Media sosial didefinisikan beragam oleh beberapa ahli. Eisenberg (dalam Chan-Olmsted, 2013) mendefinisikan media sosial sebagai platform online untuk berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam konten digital. Sedangkan definisi lain bagi media sosial ialah cara orang berbagi ide, konten, pemikiran dan hubungan secara online (Scott, 2007). Media sosial sangat erat kaitannya dengan internet, sebab media sosial lahir karena kelahiran internet sebelumnya. Media sosial dapat didefinisikan pula menjadi sebuah teknologi komunikasi yang mengubah komunikasi berbasis internet menjadi sebuah platform dialog yang interaktif (Montalvo, 2011). Media sosial kini telah menjadi bagian penting dari komunikasi masyarakat dunia. Lebih dari itu, media sosial kini menjadi elemen penting di dalam bidang pemerintahan. Pemerintah menggunakan media sosial salah satunya sebagai tools atau perangkat yang membantu komunikasi dengan masyarakat politik. 38 Masyarakat politik bukanlah istilah yang kemudian berhubungan spesifik dengan negara, pemerintah, partai politik atau bagian terpisah-pisah lainnya. Masyarakat politik merupakan keseluruhan bagian yang ada atau terdiri dari elemen-elemen pengambilan keputusan (Bang, 2003). Berarti, tidak hanya pelaku penyelenggaran negara, tetapi semua elemen yang ada di sebuah negara. Hubungan komunikatif yang dibangun guna memfasilitasi masyarakat politik tersebutlah yang kemudian dikenal dengan komunikasi politik pemerintah. Menjalin komunikasi politik pemerintah merupakan keharusan di dalam mengelola negara. Bang (2003) menambahkan bahwa komunikasi politik pemerintah harus memperhatikan komunikasi dengan seluruh elemen negara, bukan dengan satu otoritas politik saja sebab ada otoritas politik yang ada di masyarakat pada pemerintahan modern ini. Bentuk komunikasi politik pemerintah tersebut tidak semata komunikasi satu arah saja. Pada pemerintahan yang modern, masyarakat memiliki kapasitas politik lebih dari sekedar menjadi pihak pasif, melainkan dapat aktif berpartisipasi pada perumusan regulasi dan pengawasan (Kooiman, 1993). Oleh karena itu perlu komunikasi dua arah atau dialogis yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Media sosial dirasa mampu memfasilitasi kebutuhan tersebut dan menjadi jembatan kebutuhan komunikasi politik pemerintah dengan masyarakat. Mickoleit (2015) memberikan ringkasan mengenai potensi dari media sosial bagi pemerintah, yang sekaligus menjadi daya tarik yang membuat pemerintah menggunakan media sosial. Media sosial memiliki potensi untuk membangun kepercayaan antar institusi pemerintah dan juga mengembangkan serta meningkatkan responsifitas pemerintah terhadap masyarakat. Berikut beberapa peluang yang kemudian membuat pemerintah menggunakan media sosial: a) Media sosial mendukung proses yang berkaitan dengan kebijakan: membuat lebih terbuka, inklusif dan membuka partisipasi b) Media sosial memiliki kekuatan memberdayakan masyarakat 39 c) Memungkinkan pemerintah bekerja lebih efisien dalam merespon masyarakat: lebih interaktif dan responsif d) Media sosial mendukung trasparansi peemerintah dan usaha akuntabilitas e) Media sosial punya kemampuan meraih kelompok marjinal: ada beragam kanal tambahan yang memungkinkan media sosial untuk menyentuh lebih banyak kelompok f) Media sosial dekat dengan kelompok anak muda Selain yang disebutkan diatas, media sosial memiliki beberapa potensi dan kegunaan lain untuk pengelolaan pemerintahan. Potensi yang ada pada media sosial dapat dijelaskan dengan melihat beberapa jenis media sosial yang sudah ada untuk lebih aplikatif dan penjelasan yang efisien. Bonson (2012) menjelaskan beberapa potensi itu dimiliki media sosial dengan jenis blog, wikis, social networks dan media sharing platforms. Blog memiliki potensi sebagai media publikasi yang bersifat lebih privat dan berorientasi penulis, yang memungkinkan digunakan user sebagai kanal citizen journalism. Kanal blog dapat digunakan sebagai kanal untuk mewadahi opini dari berbagai stakeholders, masyarakat sipil, bahkan pegawai pemerintahan. Di dalam blog, user pun dapat melakukan interaksi melalui kolom comment yang dapat dimanfaatkan sebagai kanal diskusi untuk masalah-masalah di lingkungan sosial dan juga inisiatif ide-ide penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat dan pemerintah. Sedangkan wikis adalah jenis jaringan web yang memungkinkan pengguna untuk membagi dan mengklasifikasikan pengetahuan atau informasi ke dalam kategori general maupun tertentu. Wikis juga memungkinkan adanya koreksi secara real time oleh pengguna. Media sosial ini memiliki peluang dan potensi untuk berbagai macam tujuan misalnya untuk menyebarluaskan kekayaan kota. Pemerintah lokal juga dimungkinkan untuk memanfaatkan wikis untuk memulai dialog tentang program CSR atau proyek relevan lain. Di dalam kondisi tertentu, 40 wiki juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan relasi pemerintah dengan pegawai (Trkman & Trkman, 2009). Berbeda dengan wikis, social networks merupakan kanal yang memungkinkan pengguna terhubung dengan beberapa orang atau teman, membangun komunikasi melalui berbagi data, foto, audio dan teks. Social networks dapat dikategorikan sebagai web masa depan, bekerja sama dengan komunitas atau kelompok tertentu sehingga opini mereka dapat digunakan sebagai konten atau analisis informasi. Terakhir, media sharing platforms dengan fasilitas atau fitur berbaginya dapat dimanfaatkan pemerintah untuk membagi dokumen, foto, video ataupun audio kepada masyarakat. Kemampuan berbagi ini dapat mendukung keterbukaan pemerintah serta dapat digunakan untuk menampung evaluasi dan opini masyarakat. Penggunaan media sosial di bidang pemerintahan memiliki tujuan yang beragam dan berbeda-beda. Secara general, tujuan penggunaan media sosial di bidang pemerintahan disesuaikan dengan skala wilayah. Pemerintah menggunakan media sosial mulai dari wilayah global, nasional, regional hingga lokal. Terdapat beberapa contoh penggunaan media sosial di bidang pemerintahan berdasarkan wilayah. Pada wilayah global, salah satu contoh tujuan penggunaan media sosial ialah untuk meredakan kerusuhan dan pengolahan isu global. Sedangkan pada level nasional, media sosial digunakan misalnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Pemilu dan komunikasi bencana guna meningkatkan kesigapan menghadapi bencana. Pada level regional, media sosial banyak digunakan untuk tujuan antisipasi, pencegahan dan peringatan bencana. Sedangkan pada level lokal, media sosial dapat ditujukan untuk menciptakan social city dan kanal respon keadaan darurat. 41 Masing-masing negara sendiri memiliki tujuan dari penggunaan media sosial. Namun, secara general penggunaan media sosial di beberapa negara masih merupakan ‖laissez faire‖ atau bersifat eksperinmental, dibiarkan terjadi dan mengalir dengan sendirinya (Mickoleit, 2014). Namun, berdasarkan penelitian survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2013 (dalam Mickoleit, 2014), dari 25 negara 7 diantaranya memiliki strategi dan tujuan yang spesifik dalam menggunakan media sosial. Beberapa negara yang memiliki tujuan dan startegi yang spesifik terhadap penggunan media sosial diantaranya Australia, Austria, Belgia, Chile, Kolombia, Korea, dan Belanda. Chile menggunakan media sosial sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan dan memiliki strategi yang relatif spesifik. Media sosial pemerintah Chile, @Gobiemodechile, beranjak popular dengan followers lebih dari 550.000 atau setara dengan 3% populasi (Mickoleit, 2013:13). Guna memaksimalkan penggunaan media sosial, pemerintah Chile mengembangkan strategi proaktif media sosial dengan elemen-elemen kunci sebagai berikut: 1. Mengeluarkan edaran resmi pada tahun 2010 yang secara eksplisit mendorong penggunaan media sosial. 2. Pengintegrasian media sosial sebagai komponen utama dalam egovernment nasional tahun 2011-2014 dengan tiga pilar strategi yaitu pemerintah terbuka, dekat dengan konstituen dan efisien. 3. Mengeluarkan panduan digital (Guia Digital) yang menyediakan bantuan teknis dan strategis pada penggunaan teknologi baru di pemerintahan. Panduan yang diberikan meliputi informasi precondition, kapasitas dan kemampuan yang diperlukan untuk pemaksimalan penggunaan media sosial. Selain contoh diatas, beberapa negara menggunakan media sosial dengan tujuan sebagai kanal informasi. Amerika Serikat, misalnya. Di Amerika, media sosial merupakan bagian terintegrasi dari strategi pemerintahan guna membangun 42 hubungan dan koneksifitas dengan masyarakat. Tujuan penggunaan media sosial di Amerika ialah untuk mendistribusikan informasi. Informasi yang didistribusikan terbagi menjadi 2 yaitu informasi netral seperti data statistik dan informasi yang punya tujuan tertentu (misalnya: meningkatkan awareness terhadap isu tertentu) (OECD, 2013). Selain sebagai kanal informasi, media sosial juga digunakan beberapa negara sebagai media komunikasi dengan beragam pihak. Di Inggris, media sosial adalah bagian dari strategi digital mereka. Salah satu yang menjadi perhatian pemerintah Inggris adalah komunikasi eksternal melalui strategi digital. Tujuan penggunaan media sosial pada pemerintahan yang lain ialah untuk membangun engagement dan koneksifitas antara pemerintah dengan kelompok yang sulit terjangkau. Kelompok yang sulit dijangkau maksudnya adalah kelompok marginal ataupun kelompok apatis. Kelompok marginal bisa saja kelompok yang memiliki akses minim ke pemerintahan secara langsung. Sedangkan kelompok apatis adalah kelompok yang dengan sengaja menarik diri menjauh dari pemerintah, contohnya ialah kelompok anak muda. Masing-masing memang pemerintah memiliki kepentingan dan fokus tersendiri yang membuat penggunaannya menjadi berbeda-beda. Meskipun demikian, penggunaan media sosial di bidang pemerintahan pada dasarnya dapat membuat informasi dan pelayanan pemerintah menjadi lebih terbuka. Keterbukaan ini mengarah pada keberlangsungan interaksi dan dialog untuk menjawab tantangan pemerintahan di berbagai bidang. Salah satunya misalnya untuk mengumpulkan informasi faktual secara real time untuk penanganan krisis. Media sosial digunakan agar respon terhadap sebuah kriris bisa dilakukan lebih cepat. Magro (2012) melalui ringkasan penelitian mengenai penggunaan media sosial di pemerintahan mengungkapkan bahwa salah satu contoh dari penggunaan media sosial adalah untuk penanganan krisis saat terjadi bencana alam. 43 Di Amerika, pada tahun 2011 pertama kalinya media sosial digunakan alat koordinasi dan berbagi pengetahuan seputar bencana gempa bumi Haiti (Magro, 2012). The Centers of Diseas Control and Prevention di Amerika menggunakan Twitter untuk menyebarkan informasi tentang penyebaran penyakit. Di Australia, The Queensland Police Service mendemonstrasikan kekuatan media sosial selama terjadi bencana ketika Queensland dihantam banjir dan dinyatakan 90 persen wilayahnya terkena bencana akibat siklon tropis (Magro, 2012). The Police Service menggunakan Facebook, Twitter dan Youtube di Mei 2010. Bencana badai tersebut pertama menghantam pada 25 desember 2010 diikuti dengan banjir pada Januari 2011. Akun-akun media sosial digunakan untuk menyebarkan informasi terkait bencana tersebut. Hingga pada akhirnya, interaksi pada akun media sosial meningkat dan bahkan The Police Service mendapat pujian dari pemerintah, masyarakat dan media karena langkah yang mereka tempuh melalui media sosial selama bencana terjadi. Pada level lokal, di Blacksburg, Virginia, wilayah ini menggunakan beragam media, termasuk media sosial, untuk menghimpun informasi real time dan juga mendeteksi serta mengatasi krisis (Kavanaugh, 2012). Melalui kanal ―Blackburg Alerts‖, pemerintah wilayah Blackburg mengombinasikan penggunaan media sosial Twitter, Facebook, email dan SMS untuk menghimpun informasi dari warganya. Melalui inisiatif ini, Blacskburg menerima beberapa penghargaan atas kekayaan atau keberagaaman penggunaan media oleh pemerintah. Selain sebagai media penanganan krisis, beberapa negara menggunakan media sosial sebagai media untuk meningkatkan pelayanan dan komunikasi dengan masyarakat. Pemerintah mencoba memanfaatkan media sosial untuk menjangkau populasi yang sebelumnya belum terwakili dan terjangkau (Bertot, Jaeger & Hansen, 2012). Dalam kata lain, media sosial digunakan oleh pemerintah untuk mengumpulkan informasi dan aspirasi dari masyarakat. 44 Pengumpulan aspirasi dan informasi dari publik tersebut digunakan untuk mendukung proses administratif pelayanan publik. Bertot, Jaeger & Hansen (2012) menambahkan contoh sebagai gambaran dari penggunaan media sosial untuk menghimpun informasi dan aspirasi publik. Fix My Street dari Inggris salah satunya. Fix My Street merupakan pemanfaatan media sosial yang dikelola nonpemerintah, namun diintegrasikan dengan email dari perwakilan rakyat sehingga dilakukan laporan rutin dan berkala oleh pemerintah. Warga yang menemukan kerusakan fasilitas jalan dapat melapor dengan menyertakan bukti. Fix My Street akan mendisposisi dan ―menuntut‖ perwakilan rakyat untuk merespon dan memberikan feedback berupa tindakan nyata. Meskipun tidak dikelola langsung dibawah komando pemerintah Inggris, namun Fix My Street dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menghimpun informasi dari publik guna peningkatan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan beberapa contoh diatas, pemerintah memanfaatkan media sosial untuk menggiring e-perticipation dari masyarakat. Langkah ini ditempuh untuk lebih dekat dengan masyarakat dan tersedia wadah partisipasi bagi publik. Lebih lanjut, masyarakat diharapkan tidak hanya sekedar berpartisipasi namun berperan aktif dalam tata kelola pemerintahan. Penggunaan media sosial kini seperti menjadi sebuah urgensi di pemerintahan. Memang penggunaan media sosial di pemerintahan bukanlah suatu keharusan. Namun, di era media baru seperti ini pemerintah perlu melakukan cara-cara pendekatan yang tepat kepada masyarakat. Belum lagi, pemerintah memiliki kewajiban untuk tetap dekat dengan masyarakat. Tuntutan tersebut membuat pemerintah perlu berada, bahkan 24 jam setiap harinya, disekitar masyarakat. B. Pemanfaatan Media Sosial oleh Pemerintah di Beberapa Negara dan Indonesia Pemerintah menggunakan media sosial sebagai representasi diri/lembaga di dunia maya. Selain itu, fokus utama penggunaan media sosial di pemerintahan 45 ialah untuk sosialisasi atau menyampaikan informasi, program serta kebijakan. Tujuan lain memanfaatkannya ialah untuk mendengar keluhan dan aspirasi dari masyarakat. Fokus utama penggunaan media sosial di lembaga pemerintahan masa kini untuk mensosialisasikan atau menyampaikan informasi telah diuji beberapa survei. Salah satu survei dilakukan oleh US Public Authorities pada beberapa level pemerintahan untuk melihat penggunaan media sosial di pemerintahan. Hasil survei menunjukan bahwa 85% penggunaan media sosial di pemerintahan ialah untuk ―distribute information‖ atau menyalurkan informasi (GovLoop, 2013). Selain itu, pada tahun 2012 sebuah survei yang dilakukan oleh Government Authorities United Kingdom menemukan bahwa kegiatan dunia maya, terutama media sosial, yang dilakukan oleh dewan lokal adalah untuk komunikasi eksternal (BDO, 2012). Media sosial yang paling populer digunakan oleh lembaga pemerintah di beberapa negara ialah Twitter dan Facebook. Survei lain yang dilakukan OECD menunjukan bahwa Twitter digunakan 26 dari 34 negara anggota OED yang digunakan untuk populasi survei untuk merepresentasikan institusi tertinggi dalam negeri. Secara global, tiga dari empat negara menggunakan Twitter untuk merepresentasikan pemerintah di dunia maya. Sedangkan Facebook hampir sama populernya, namun dari 34 populasi survei, hanya 18 negara yang menggunakan Facebook untuk merepresentasikan negara di internet. Tidak hanya pemerintah pusat atau nasional saja yang memanfaatkan media sosial. Otoritas pemerintah daerah juga semakin terwakili oleh media sosial. Mickoleit (2013) memberikan gambaran mengenai pernyataan tersebut sebagai berikut: a. Di Amerika Serikat, dua pertiga dari kabupaten dan kota memiliki media sosial resmi sejak awal tahun 2011. Facebook merupakan saluran favorit digunakan lebih dari 90% wilayah diikuti dengan Twitter sekitar 70% dan 46 blog yang digunakan 20% dari pemerintah daerah Amerika Serikat (ICMA, 2011). b. Di Inggris, survei tahun 2012 melaporkan bahwa lebih dari 90% dari dewan lokal memiliki akun Twitter, lebih dari 80% memiliki Facebook dan lebih dari 50% memiliki akun Flickr untuk berbagi foto. Hanya 3% dari dewan lokal yang tidak memiliki media sosial sama sekali (BDO, 2012). Selain digunakan oleh institusi pemerintahan mulai dari level nasional hingga lokal, departemen lokal dan pejabat perseorangan juga menggunakan media sosial sebagai representasi diri mereka yang sangat kuat di dunia maya. Di Amerika sebuah sensus pada tahun 2012 menunjukan bahwa kurang lebih sekitar 700 departemen federal, agencies dan perwakilan rakyat memiliki kurang lebih 3000 halaman Facebook, 1000 akun Twitter, 700 kanal Youtube dan 500 halaman Flickr (Mergel, 2013). Namu, pemimpin politik secara individu ternyata lebih populer di media sosial dibandingkan dengan institusi yang mereka representasikan. Sebagai contoh, akun Facebook presiden Amerika, Barack Obama, memiliki penggemar 17 kali lebih banyak daripada akun White House. Akun Twitter Barack Obama pun 8 kali lebih banyak pengikutnya daripada akun White House. Rata-rata kepala pemerintahan secara individu memiliki paling tidak 4 kali pengikut lebih besar dari rata-rata akun media sosial institusinya. Gambar 2.1 perbandingan rata-rata pengikut akun pemimpin pemerintahan dengan institusi pemerintahan, dibagi ukuran populasi domestik Sumber: OECD calculations, based on Twiplomacy, 2014, and World Bank Population data for 2013 47 Sementara itu di Indonesia, pemerintah Indonesia juga mulai ikut memanfaatkan media sosial untuk menghadirkan pemerintah lebih dekat dengan masyarakat. Pada April 2001, pemerintah melalui Instruksi Presiden No.3 memberikan pedoman untuk pengembangan dan pemberdayaan ICT di masyarakat (Silfianti, 2011). Instruksi presiden tersebut mencakup 75 program atau rencana aksi yang diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kategori yaitu kerangka hukum dan kebijakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, infrastruktur dan aplikasi di pemerintahan dan sector swasta. Instruksi presiden saat itu guna mendukung implementasi e-government. Silfianti (2011) di dalam penelitiannya ―Do Indonesian Province Website Rich and Popular?‖ menerangkan bahwa pada saat itu pemerintah sendiri sudah memiliki roadmap berkaitan dengan persiapan mengimplementasikan egovernment kedalam 5 (lima) tahap. Kelima tahap itu ialah persiapan, peluncuran, aksi, pelaksanaan, partisipasi dan transformasi. Pada awalnya, penggunaan website adalah satu-satunya yang identik dengan pemanfaatan ICT oleh pemerintahan. Namun kini seiring berjalannya waktu, pemerintah tidak lagi hanya memanfaatkan website saja tetapi juga media sosial. Pemanfaatan media sosial pada pemerintahan ini dipicu fakta-fakta mengenai popularitas media sosial di Indonesia. Menurut Global Digital Statistic “Digital, Social & Mobile in 2015” dari We are Social (2015) 72 juta penduduk atau 28 persen dari populasi di Indonesia aktif mengakses media sosial. Pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia pun sejak Januari 2014 terus meningkat sebesar 16 persen. Kedekatan penduduk Indonesia dengan media sosial pun tidak hanya tampak dari jumlah pengguna dan pertumbuhan penggunanya melainkan juga dari intensitas waktu akses media sosialnya. Rata-rata setiap orang menghabiskan 2 jam 52 menit waktunya dalam sehari untuk mengakses media sosial di Indonesia. Berdasarkan data dari Facebook‟s Advertising Platform dan United States Census Bureau (TECHinASIA, 2104) Indonesia merupakan satu dari empat 48 negara dengan pertumbuhan pengguna Facebook terbesar. Tiga negara lainnya ialah India, Pakistan dan Nigeria. Sejak kehadirannya di tahun 2004, Facebook semakin menjadi salah satu kanal media sosial paling popular di masyarakat Indonesia (Ansori, 2014). Bersama dengan Twitter, yang muncul di tahun 2006, Facebook dan Twitter masuk menjadi 3 besar media sosial paling popular di Indonesia. Facebook diakses 14 persen pengguna media sosial di Indonesia. Sedangkan Twitter diakses pengguna sebesar 11 persen diikuti dengan media sosial lain seperti Facebook Messenger, Google+, Linkedin, Instagram, Skype, Pinterest dan LINE. (We are Social, 2015) Gambar 2.2: Infografik Peringkat Media Sosial Terfavorit di Indonesia Januari 2015 Sumber: https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-data-start-2015/ Perkembangan dan pertumbuhan media sosial di Indonesia bukanlah sebuah fenomena yang biasa. Banyak pihak yang melihat Indonesia sebagai sebuah kekuatan massa potensial di dunia media sosial. Massa potensial tersebut merupakan massa yang sangat aktif dan vokal di dunia maya. Dibanding dengan Tokyo, London dan New York misalnya, warga Jakarta merupakan warga paling aktif melakukan perbincangan lewat jejaring sosial (Purnama, 2013). Berdasarkan 49 infografik dari TECHinASIA yang diambil dari statistik SocialBakers dan Media Bistro (2013), pengguna Twitter dari Jakarta menyumbang 2,4% dari 10,6 miliar tweets seluruh dunia. Selain itu, negara Indonesia sendiri merupakan negara urutan ke-lima pengguna Twitter di dunia dibawah USA, Brazil, Jepang dan UK. Gambar 2.3. Infografik Twitter Indonesia 2013 Sumber:https://www.techinasia.com/indonesia-social-jakartainfographic/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=indonesia-socialjakarta-infographic Kondisi-kondisi mengenai kedekatan masyarakat dengan media sosial tersebut menarik pemerintah untuk memanfaatkannya. Salah satu bentuk ketertarikan pemerintah adalah dengan menghubungkan kanal resmi berupa website lembaga pemerintah dengan akun media sosial. Pengintegrasian website dengan media sosial ini harapannya akan dapat menjangkau lebih banyak orang untuk dirangkul pemerintah. Hanya saja, jumlah yang melakukan integrasi antara website pemerintah dengan media sosial masih juga belum banyak. Menurut penelitian ―Effect of Social Media on Website City Government in Indonesia‖ (2014), hanya 30% website resmi lembaga pemerintah yang mencantumkan akun media sosial mereka. Selebihnya antara website dengan media sosial tidak saling mendukung dan berjalan sendiri-sendiri. 50 Dilihat dari sisi media sosial sendiri pemerintah Indonesia terbukti cukup aktif. Mickoleit (2014) dalam tulisannya Social Media Use by Governments menyuguhkan rekap data statistic Twiplomacy tahun 2014 yang menunjukan pemerintah Indonesia masuk dalam 20 besar negara yang popular di Twitter. Melalui akun @IstanaRakyat, pemerintah Indonesia menerima rata-rata 51 kali re-tweets dari setiap tweet. Sedangkan untuk aktivitas pemerintah di media sosial sendiri, Indonesia pun tergolong tinggi. Bersama dengan 15 negara lain termasuk Meksiko, Kolombia, Ukraina, Amerika dan Chile, Indonesia masuk dalam 20 besar institusi negara yang memiliki frekuensi tinggi dalam megeluarkan tweets (Twiplomacy, 2014). Dua akun institusi pemerintah Indonesia yaitu @IstanaRakyat dan @setkabgoid masing-masing mengeluarkan lebih dari 10 tweets per hari. Akun Twitter Istana Untuk Rakyat (@IstanaRakyat) mengeluarkan rata-rata 13.37 tweets sehari sedangkan Sekretariat Kabinet (@setkabgoid) rata-rata mengeluarkan 13.21 tweets dalam satu hari. Kehadiran media sosial kini telah membentuk interaksi yang baru antara pemerintah dan masyarakat. Media sosial dinilai sebagai sarana yang lebih efisien dalam membangun relasi dengan masyarakat bagi pemerintah. Maka dari itu pemerintah semakin mendorong pemanfaatan media sosial. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara, yang mengajak humas pemerintah membuat akun media sosial untuk mnghilangkan sekat antara pemerintah dengan masyarakat (Purwoko, 2015). Pada pemerintahan demokratis seperti Indonesia ini, dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi, ketersediaan kanal komunikasi yang menghubungkan rakyat dengan penyelenggara negara. Kanal komunikasi ini penting sebab pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban untuk mendengarkan aspirasi warganya, sekaligus bertanggung jawab langsung pada warganya. Kanal terbuka akan memungkinkan pengawasan secara langsung, yang juga merupakan poin penting di dalam demokrasi. Media sosial, merupakan salah satu jawaban efisien untuk sarana atau kanal komunikasi yang terbuka yang dibutuhkan. 51 C. Partisipasi dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Media Sosial di Bidang Pemerintahan Setelah melihat bagaimana pemerintah diberbagai negara menggunakan media sosial, pertanyaan yang kemudian muncul ialah bagaimana masyarakat merespon penggunaan tersebut. Apakah masyarakat tertarik dan berpartisipasi? Tentu saja harapannya masyakarat tertarik dan berpartisipasi. Sebab, apabila pada kenyataannya masyarakat tidak tertarik dan berpartisipasi berarti tidak ada dukungan dari masyarakat. Padahal masyarakatlah target utama dari pemanfaatan ini. Beberapa institusi pemerintah di seluruh dunia memiliki pengikut atau massa di media sosial yang cukup besar (Mickoleit, 2015). Akun media sosial pemerintah Amerika @WhiteHouse dan akun @Number10Gov milik pemerintah Inggris menunjukan angka yang cukup tinggi untuk pengikutnya di Twitter. Dua akun itu berada di angka jutaan pengikut, juga dengan pengikutnya di Facebook. Namun, popularitas dan antusiasme warga sebenarnya tidak semata bisa diukur secara kuantitas. Sebab pengukuran dari sisi kuantitas semata menimbulkan banyak sisa pertanyaan seperti ―fake followers‖ dan ―fake likes‖. Bisa jadi angka pengikut pada media sosial yang tinggi tidak sepenuhnya karena antusiasme masyarakat yang tinggi pula. Maka, sebenarnya tidak ada cara yang benar-benar sempurna untuk mengukur kepopuleran media sosial dan antusiasme masyarakat. Tetapi, salah satu cara yang masih bisa digunakan untuk menggambarkannya adalah dengan mengomparasi aktivitas di media sosial pemerintah yang sudah ada baik dari sisi kepopuleran lewat followers dan likes juga dari sisi interaksinya. Maksudnya adalah melihat bagaimana keaktifan pemerintah di media sosial, dan mengomparasi dengan tingkat interaksinya. Sebab, keaktifan dari aktivitas media sosial memiliki korelasi untuk mendongkrak kepopuleran media sosial tersebut. Keaktivas media sosial pemerintah sangat beragam di seluruh dunia. Beberapa pemerintah menonjol dengan memberikan 70 tweets atau pesan dalam 52 satu hari, misalnya negara Meksiko dengan akun media sosial @PresidenciaMX dan @gobrep. Beberapa negara Amerika Latin memiliki frekuensi aktivitas di media sosial yang tinggi pula seperti Republik Dominic, Kolombia, Venezuela, Bolivia dan Ekuador. Berikut adalah tabel kalkulasi statistic negara-negara dengan frekuensi aktivitas Twitter yang tinggi, dilansir dari tulisan Mickoleit (2015) ―Social Media Use By Governments”. Tabel 2.1 Most frequency government institutions tweeters 2014 Sumber: Twiplomacy 2014 Sedangkan dari sisi interaksi, pertama dapat dilihat dari jumlah pengikut media sosial. Menurut Mickoleit (2015) data dari Twiplomacy (2014) dan World Bank (2013), setidaknya terdapat Sembilan negara yang akun media sosial institusinya memiliki pengikut paling banyak pada tahun 2014. 53 Tabel 2.2: Most followed government institutions on Twitter 2014 Sumber: Mickoleit‟s calculations based on Twiplomacy 2014 and World Bank population data 2013 Selain itu, untuk melihat antusiasme dan partisipasi masyarakat di berbagai negara dalam kegiatan media sosial pemerintah setidaknya dapat tercermin dari interaksi re-tweets. Re-tweets adalah kegiatan menyalin tweets untuk dibagikan kepada pengguna lain. Berikut adalah gambaran angka interaksi re-tweets yang terjadi di akun pemerintah beberapa negara. 54 Tabel 2.3 Most re-tweeted government institutions on Twitter 2014 Sumber: Twiplomacy 2014 Di Indonesia sendiri, kehadiran media sosial di pemerintahan Indonesia rupanya secara umum mendapat respon cukup positif dari masyarakat. Respon dikatakan cukup baik dilihat dari jumlah pengikut akun media sosial milik pemerintah. Beberapa daerah, terutama yang penetrasi internetnya tinggi, memiliki jumlah pengikut dengan jumlah yang banyak. Hanya saja, harus diakui bahwa masih ada beberapa akun media sosial milik pemerintah yang minim pengikut dan aktivitas karena keterbatasan infrastruktur dan juga tidak adanya aktivitas yang dilakukan pemerintah di akun tersebut. Beberapa akun media sosial kepala daerah di Indonesia mendapat banyak pengikut. Akun Twitter @Jokowi kini diikuti lebih dari 3 juta akun lainnya. Akun @Pak_JK pun mendapat jumlah pengikut lebih dari 1,6 juta akun. Sedangkan salah satu primadona pejabat media sosial, @ridwankamil memiliki pengikut lebih dari 1,18 juta. Akun-akun resmi lembaga pemerintahan memiliki pengikut yang lebih sedikit berkisar di angka ribuan, misalnya @BNBP_Indonesia yang hanya memiliki pengikut sebesar 49 ribu saja. 55 Hanya saja, pengikut akun media sosial yang jumlahnya cukup tinggi ini rata-rata masih berasal dari daerah perkotaan yang terpapar internet setiap hari. Terpapar internet disini maksudnya adalah warga terbiasa menggunakan internet sebagai salah satu media utama meraih informasi. Beberapa akun media sosial daerah kota atau kabupaten tidak seramai akun media sosial kepala daerah perkotaan. Partisipasi warga terhadap media sosial pemerintah tidak hanya bisa dilihat dari besarnya angka pengikut akun media sosial. Beberapa langkah nyata masyarakat ikut memanfaatkan media sosial untuk pengawasan pemerintah juga mencerminkan partisipasi. Media sosial di Indonesia sering digunakan untuk mendukung akuntabilitas pemerintah. Pada tahun 2012, Persatuan Pelajar Indonesia menggunakan Facebook dan Twitter untuk melaporkan pejabat yang diduga melakukan penghamburan uang dengan berbelanja di Berlin (Harvey, 2014: 671). Antusiasme dan partisipasi warga terhadap pemanfaatan media sosial bisa dilihat baik dari sisi kuantitas maupun beberapa kasus partisipasi yang terjadi. Di era digital seperti ini, beruntung masyarakat masih memiliki ketertarikan dan mau berpartisipasi. Apabila pemerintah dapat mengembangkannya jumlah pengikut tidak hanya akan menjadi sebatas angka, namun berpotensi untuk membuat pembangunan menjadi semakin baik lagi. D. Dampak pada Persoalan Sosial Penggunaan media sosial di pemerintahan bukanlah tanpa tujuan. Secara general, seluruh program pemerintah termasuk penggunaan media sosial ditujukan tentunya untuk membantu pembangunan menjadi lebih baik. Lebih spesifik, penggunaan media sosial ditujukan untuk menghadirkan negara lebih dekat dengan rakyat dan membangun partisipasi masyarakat. Di Chili, Fiji dan India, penggunaan media sosial dan teknologi di bidang pemerintahan telah menunjukan beberapa dampak perubahan positif, terutama 56 dalam hal mendukung kemajuan pembangunan. Di Chili, sistem e-procurement ChileCompra telah digunakan untuk memungkinkan pemerintah dan warga membandingkan biaya tawaran-ke dan jasa yang dibeli pemerintah (mirip dengan tender proyek di Indonesia). Lebih dari 500 tawaran harga jasa outsourcing dari lebih dari 6.000 penyedia disertakan di dalam sistem (Shim & Eom, 2008). Sistem ini berhasil menghemat sekitar $ 150 juta pertahun dengan mencegah inflasi yang diakibatkan korupsi oleh kontraktor dan pejabat. Guna mengurangi korupsi sistem ini diperluas di bisnis-bisnis kecil yang bisa berpartisipasi dalam proses penawaran pemerintah (Heeks, 2005). Selain itu, penggunaan teknologi dan media sosial di Fiji pun telah menunjukan hasil perubahan positif di persepsi publik terhadap korupsi pemerintah. Persepsi publik terhadap tingkat korupsi membaik dan ada kenaikan respon dari pemerintah terhadap kebutuhan dari masyarakat (Pathak, Naz, Rahman, Smith & Agarwai, 2009). Sedangkan di India, catatan properti pedesaan telah didigitalisasi secara online sehingga meningkatkan kecepatan dan pembaharuan akses. Secara bersamaan, langkah ini juga menghapus peluang bagi para pejabat lokal untuk menerima suap seperti yang sebelumnya merajalela (Bhatnagar, 2003). Salah satu sistem catatan tanah online di India, tepatnya di Karnataka, diperkirakan menyelamatkan 7 juta petani, 1,32 juta hari kerja dan Rs. 806 juta suap terhadap pejabat lokal dalam beberapa tahun pertama pemanfaatannya. Sebelum diberlakukan sistem ini, rata-rata pertukaran tanah membutuhkan Rs. 100 untuk suap. Sementara, penggunaan sistem ini hanya membutuhkan biaya Rs.2. (World Bank, 2004). Di Indonesia sendiri, penggunaan media sosial di kalangan pemerintahan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat juga sudah menunjukan beberapa dampak positif. Salah satu contoh dari kesusksesan pemanfaatan media sosialoleh pemerintah guna menanggulangi salah satu masalah sosial adalah Peta Jakarta. Peta Jakarta merupakan platform yang dikelola atau dipimpim oleh SMART 57 Infrastructure Facility bekerjasama dengan BPBD DKI Jakarta dan Twitter. Peta Jakarta memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mengumpulkan, memilah dan menampilkan informasi tentang banjir bagi warga Jakarta secara real time. Peta Jakarta merupakan platform yang konsepnya menyerupai Floodtags milik pemerintah Belanda. Proyek ini berjalan aktif pada Desember 2014 hingga Maret 2015. Selama proyek ini berlangsung, warga Jakarta dapat melaporkan lokasi banjir melalui media sosial Twitter yang kemudian terintegrasi dengan tampilan peta di Peta Jakarta (Holderness, TT). Gambar 2.4 Salah satu twit BPBD Jakarta berkaitan dengan Peta Jakarta Sumber: www.twitter.com/BPBDJakarta Peta Jakarta memudahkan pemerintah untuk mengetahui pemetaan banjir dan mempercepat proses penanggulangan. Selain itu, Peta Jakarta juga memudahkan warga Jakarta lain mengetahui daerah mana saja yang terkena banjir sehingga bisa menghindarinya untuk efisiensi perjalanan. Informasi dari media sosial yang dimanfaatkan pemerintah ini bisa menolong baik pihak pemerintah maupun warga sekaligus. Selain itu dari sisi masyarakat pun menunjukan dukungan dan dampak positif penggunaan media sosial di pemerintahan. Muncul beragam inisiatif dan dukungan dari masyarakat. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung penggunaan media sosial pemerintah tercermin di komunikasi 58 bencana. Salah satunya yaitu saat bencana erupsi gunung Kelud. Pada saat itu, masyarakat ikut ambil andil di dalam fase pemulihan melalui media sosial. Bantuan dari masyarakat ini memudahkan pemerintah dalam menanggulangi bencana. Tidak hanya membagi informasi seputar kebencanaan seperti @BNPB masyarakat ikut membantu dengan berinteraksi melalui media sosial. Partisipasi masyarakat tersebut tercermin dari bantuan masyarakat menginfokan kebutuhan logistik di tempat pengungsian. Beberapa pengguna Facebook ikut membantu menginfokan kebutuhan pengungsi seperti makanan, pakaian dan obat-obatan. Hal ini memudahkan kerja dari tim penanggulangan bencana sebab semakin banyak dan semakin luas indormasi tersebar, semakin besar peluang bantuan bertambah (ICTworks, 2014) Gambar 2.5 Salah satu status masyarakat yang membantu upaya recovery paska erupsi gunung Kelud Sumber: http://www.ictworks.org/2014/04/09/how-indonesians-are-using-ict-and-socialmedia-for-disaster-management/ Iniaiatif lain dan pemanfaatan media sosial yang dibuat oleh masyarakat adalah Sebangsa (One Nation), sebuah aplikasi media sosial untuk berbagi informasi dan keluhan kepada pihak pemerintah. Sebangsa memiliki interface yang hampir sama dengan Facebook, Twitter dan LINE, hanya saja interaksi di dalamnya berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia. Sebangsa merupakan inisiatif dari masyarakat, dimotori oleh Enda Nasution dan pada tahun 2014 mulai diluncurkan dalam masa uji coba. 59 Gambar 2.6 Tampilan dasboard media sosial Sebangsa Sumber:http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/01/21/sebangsa-puts-an-indonesianspin-on-social-media/ Salah satu fokus perhatian Sebangsa adalah penanganan kondisi darurat di Indonesia. Indonesia, tidak memiliki hotline darurat seperti 911 di Amerika Serikat, sehingga menimbulkan banyak kebingungan untuk bantuan ketika dibutuhkan. Sebangsa menyediakan fitur ―Sebangsa911‖ yang memungkinkan pengguna untuk melaporkan keadaan darurat, misalnya seperti banjir dan kebakaran, dan menyediakan link ke layanan darurat 24 jam seperti polisi, petugas medis, dan SAR. Di dalamnya terdapat fitur pelacakan dan tombol panik yang memungkinkan pengguna mengkategorikan berbagai macam keadaan darurat. Bahkan, disediakan fitur ―Supernatural‖ untuk menghubungan pengguna dengan pihak yang mampu menanggulangi keadaan darurat yang bernuansa mistis kedaerahan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung penggunaan media sosial oleh pemerintah guna mengatasi berbagai masalah sosial masih beragam. Tingkat partisipasi dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur terutama paparan internet masyarakat. Ada banyak cara partisipasi, mulai dari ikut serta dalam aktivitas media sosial pemerintah, hingga membangun inisiatif untuk membantu atau meringankan kerja pemerintah menjadi lebih baik. (Schonhardt, 2015). 60 Berdasarkan paparan mengenai manfaat penggunaan media sosial bagi masalah sosial sepertinya kita akan sepakat bahwa apabila dimanfaatkan dengan benar dan kreatif maka media sosial bisa digunakan sebagai salah satu kanal untuk memudahkan penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Pemerintah hanya perlu lebih jeli memanfaatkan setiap peluangnya. Meskipun begitu, masih ada banyak ―PR‖ bagi pemerintah. Sebab, permasalahan tidak hanya ada di perkotaan, yang memiliki akses internet dan media sosial yang baik. Permasalahan ada di seluruh wilayah Indonesia, dan perlu dipikirkan bagaimana penyelesaian terbaiknya. 61 BAB III Gambaran Umum LAPOR! A. Sejarah Kelahiran LAPOR! Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) diperkenalkan pemerintah sebagai sebuah aplikasi media sosial untuk melibatkan partisipasi publik dan meningkatkan interaksi dua arah antara masyarakat dan pemerintah dalam pengawasan program-program pembangunan. Melalui Booklet LAPOR! #1, pemerintah menginformasikan bahwa partisipasi dan interaksi dari masyarakat umum ini dijaring melalui penerimaan dan tindak lanjut aspirasi dan pengaduan yang terdokumentasi dalam sistem aplikasi LAPOR!. Laporan dapat kembali terarsip secara online dan dapat diakses dengan mudah secara online oleh publik melalui tampilan timeline. Di dalamnya publik pun dapat melakukan interaksi dengan pemerintah dalam rangka mengawasi pengaduan masyarakat. LAPOR! digunakan untuk dapat membantu berbagai lapisan masyarakat dalam memberikan aspirasi, opini, pengaduan hingga permintaan informasi serta menjadi media penyelesaian masalah yang dilaporkan. LAPOR! juga diklaim pemerintah berpotensi menjadi cikal bakal terwujudnya satu portal pengaduan nasional yang terintegrasi di Indonesia. Saat ini, LAPOR! merupakan insiatif pertama yang dibuat pemerintah untuk menghubungkan instansi-instansi yang ada di pemerintah dan mengelola aduan di dalam satu sistem. LAPOR! kini terhubung dengan 81 Kementrian dan Lembaga, 5 Pemda dan 44 BUMN. Hingga kini LAPOR! terus berupaya menghubungkan seluruh instansi pemerintah dengan sistemnya untuk mengelola aduan masyarakat. LAPOR! hingga kini terus berupaya menjembatani instansi pemerintah dalam menerima dan mengelola aduan masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan manager program LAPOR!, diketahui bahwa awal mula kemunculan LAPOR! bermula dari tahun 2011. Pada tahun 2011, Indonesia mendeklarasikan diri bergabung dengan Open Government 62 Partnership dan menjadi satu dari delapan negara pendiri deklarasi keterbukaan pemerintah. Tujuh negara lain pendiri Open Government Partnership ialah Brazil, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina, Norwegia, Meksiko dan Inggris. Open Government Partnership merupakan insiatif multilateral yang bertujuan untuk mengikat dan menguatkan komitmen pemerintah untuk mempromosikan transparansi, pemberdayaan masyarakat, memerangi korupsi dan memanfaatkan teknologi baru dalam memperkuat pemerintahan. OGP secara resmi diluncurkan pada tanggal 20 September 2011 dengan deklarasi yang dilakukan oleh 8 negara (Brazil, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina, Norwegia, Meksiko, Indonesia dan Inggris). OGP memiliki semangat kolaborasi multi-stakeholders dengan memaksimalkan pengawasan baik dari sisi pemerintah sendiri maupun dari masyarakat. Negara yang ingin menjadi anggota OGP harus mendukung deklarasi pemerintahan terbuka, memberikan rencana aksi dan bekomitmen untuk melakukan pelaporan progress negara kedepan. OGP memiliki visi untuk membuat lebih banyak pemerintah menjadi lebih transparan, akuntabel dan responsif terhadap masyarakatnya. Visi tersebut diikuti dengan terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang setara dengan peningkatan pelayanan yang diterima oleh masyarakat. Indonesia bergabung dengan OGP dan bergerak dengan nama Open Govenrment Indonesia (OGI). Keikutsertaan Indonesia dalam deklarasi OGP ini bermula dari keterbukaan informasi publik yang dinilai pemerintah membuat masyarakat Indonesia menjadi meningkat tingkat kritismenya. Masyarakat Indonesia kini lebih menyadari haknya dan mulai berkemauan untuk ikut serta dalam proses tata kelola pemerintah. Melihat kondisi tersebut, instansi publik haruslah siap beradaptasi dan berkomitmen meningkatkan kualitas kerjanya. Sejalan dengan hal di atas, ada dorongan untuk terciptanya pemerintahan yang lebih transparan dan masyarakat yang lebih partisipatif. Maka Indonesia memutuskan bergabung dengan gerakan bersama ini. Bergabungnya Indonesia ke OGP ini diharapkan membawa dampak positif. Pelayanan yang bersentuhan 63 langsung dengan kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi, diharapkan dapat menjadi lebih baik. Akuntabilitas anggaran, yang notabene berasal dari uang rakyat, juga diupayakan agar menjadi lebih jelas pertanggungjawabannya. Masyarakat dapat ikut serta berpartisipasi dalam pengawasan pembangunan, sehingga dapat ikut serta pula melakukan pembangunan negara. Langkah keikutsertaan Indonesia dalam Open Government Partnership tersebut kemudian diejawantahkan pemerintah dalam sebuah inisiatif program. Inisitif program yang dibuat ialah dengan membangun sarana pengaduan. Sarana pengaduan dipilih karena empat alasan dan peluang. Pertama, refleksi dan peninjauan sarana pengaduan selama ini. Selama ini, belum tersedia sarana pengaduan yang dapat menghubungkan keluhan masyarakat pada kementrian dan lembaga yang relevan. Masyarakat diadapkan pada sarana pengaduan yang beragam dan bervariasi. Ada beragam pintu pengaduan yang harus dikenali dan dimengerti oleh masyarakat untuk menyampaikan aduannya. Jika dicocokan dengan karakter masyarakat Indonesia, kondisi ini sangatlah tidak ideal. Karakter masyarakat Indonesia sampai saat ini masih belum menjadi masyarakat mandiri yang mencari informasi detil dan prosedur pengaduan sendiri. Kebanyakan masyarakat hanya merasa pemerintah perlu bertindak jika ada masalah, tidak peduli pihak pemerintahan yang mana yang sebaiknya menanggulangi. Apalagi banyaknya birokrasi semakin membuat masyarakat menjadi bingung dan kerumitan ketika ingin mengadu. Padahal, di dalam pengelolaan pengaduan universal terdapat prinsip No Wrong Door Policy yang mengharuskan kemanapun aduan masyarakat, aduan tersebut harus sampai ke pihak yang berwenang. Gibran, manajer program LAPOR!, memberikan contoh sederhana kebingungan masyarakat yang belum siap untuk mengadapi kanal birokrasi yang sangat banyak di Indonesia. 64 “Contoh paling gampang tentang jalan. Jalan itu ada banyak kewenangannya. Jalan nasional itu kewenangan kementrian PU, jalan provinsi itu kewenangan pemerintah provinsi, jalan kabupaten kota kewenangan Pemkab atau Pemkot. Kalau masyarakat mengadu soal jalan nasional ke Pemkot, tidak ditindaklanjuti.” (Wawancara Gibran, Kantor eks.UKP4, 6 Juni 2015). Pengetahuan masyarakat yang masih minim mengenai kewenangan dan tanggungjawab pemerintah membuat kebingungan terkadang muncul ketika ada yang ingin dikeluhkan. Itulah kondisi yang kemudian ingin dibantu oleh LAPOR! untuk diselesaikan. Kebingungan masyarakat tersebut perlu dibantu. Jangan sampai karena kebingungan tersebut akhirnya berakibat pada ketidakinginan masyarakat untuk mengadu dan menyampaikan aspirasinya. Kondisi kedua yang mendorong kemunculan layanan aduan ialah tidak terintegrasinya sarana pengaduan yang selama ini sudah ada. Aduan-aduan yang ada saat ini belum terintegrasi dan masih ―bertebaran‖ tanpa sebuah sistem yang rapi. Pemerintah memiliki keinginan untuk menghubungkan kanal-kanal yang sudah ada (bukan menggantikan) sehingga akan ada integrasi antar sistem yang memudahkan penanganan dan respon. Keinginan untuk mengintegrasikan antar sistem pengaduan oleh pemerintah ialah untuk mencapai dua tujuan. Pertama, pemerintah ingin mengelola pengaduan secara efisien dengan mencegah duplikasi penanganan. Apabila sistem terintegrasi satu sama lain maka kontrol terhadap aduan dapat lebih besar sehingga potensi penanganan ganda akan lebih kecil dan membuat kerja semakin efisien. Kedua, pemerintah ingin mendapatkan data nasional. Data nasional bisa beragam, mulai dari data permasalahan di kementrian, data pemetaan persebaran suatu masalah ataupun data mengenai daerah dengan masala yang paling sering dihadapi. ―Semakin banyaknya lembaga yang terhubung dan intergrasi kanalnya, maka kita dapat satu data yang utuh dan tidak terpisah-pisah.‖ ujar Gibran, project leader LAPOR!, pada kesempatan wawancara dengan peneliti. Data nasional ini nantinya dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan dan kebijakan. 65 Alasan lain yang melatarbelakangi kemunculan LAPOR! ialah kondisi sarana pengaduan yang telah ada saat ini yang kebanyakan masih menggunakan media konvensional. Media konvensial yang dimaksud disini adalah media konvensional untuk menyampaikan aduan seperti SMS, surat, surat pembaca di surat kabar dan website. Meskipun website sebenarnya tidak bisa disebut media konvensional lagi, namun di dalam website untuk sarana pengaduan belum ada sebuah sistem yang akuntabel dan transparan. Media konvensional seperti surat fisik, surat pembaca di surat kabar, SMS dan email website tidak cukup efektif untuk mewadahi aduan dan aspirasi negara kepulauan seperti Indonesia. Jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia yang berbukit-bukit, dipisahkan perairan dan juga jarak antar daerah yang jauh membuat media konvensional tidak efektif dari segi waktu, biaya dan jarak. Kondisi diperparah dengan keadaan birokrasi Indonesia yang berbelit. Birokrasi berbelit yang dimaksud adalah ada banyaknya jumlah lembaga di pemerintahan. Saat ini terdapat 559 pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi, 80-an kementrian lembaga di pemerintah pusat dibawah presiden, dan beragam lembaga lain seperti DPR, MK dan KY. Kondisi birokrasi yang berbelit dan bertingkat ini membutuhkan media yang efektif. Oleh karena itu, apabila mengandalkan media konvensional untuk sarana pengaduan masyarakat akan semakin tidak efektif. Selain itu, media konvensional juga tidak cukup representative. Di lain sisi, media baru cenderung lebih bersifat publik dan terbuka. Setiap orang dapat bergabung, berpartisipasi dan dilihat oleh orang lain setiap aktivitasnya. Sehingga baik pemerintah maupun masyarakat interaksinya akan dapat dipantau oleh publik. Kemampuan keterbukaan ini tidak dimiliki oleh media konvensional seperti surat dan e-mail di website. Alasan terakhir dari kelahiran LAPOR! ialah dari segi kondisi sosial kemasyarakatan orang Indonesia di media sosial. Masyarakat Indonesia yang berjumlah besar dan sangat heterogen menimbulkan beragamnya perspektif masyarakat. Salah satunya ialah perspektif mengenai kinerja pemerintah yang 66 dicurahkan melalui media sosial. Ada banyak pandangan, pemikiran dan juga gagasan yang dituangkan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menunjang kinerjanya. Apabila segala curahan perspektif masyarakat yang beragam tersebut tidak ditampung tentunya akan sangat disayangkan. Media sosial kemudian dirasa dapat memfasilitasi berbagai perspektif masyarakat yang ada sehingga tidak hanya terpendam tapi dapat dicurahkan dan dikelola oleh pemerintah. Selain pertimbangan empat permasalahan yang melatar belakangi tersebut, ada pula peluang yang dijadikan bahan pertimbangan keputusan pembuatan LAPOR! yaitu pemanfaatan teknologi di Indonesia. Pengguna ponsel di Indonesia jumlahnya merupakan salah satu yang terbesar di dunia, bahkan lebih banyak dari jumlah penduduknya. Sebanyak 308.2 juta masyarakat atau sekitar 121% dari jumlah penduduk menggunakan telepon genggam (TechinASIA, 2015). Penggunaan internet juga meningkat pesat dan pengguna media sosial pun menunjukan pertumbuhan yang mengesankan. Berdasarkan infografis yang dikeluarkan TechinASIA (2015), pengguna media sosial bertambah 16% sejak Januari 2014 hingga Januari 2015. Gambar 3.1: Infografis digital Indonesia (Sumber: https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial- indonesia/) 67 Gambar 3.2: Annual growth digital statistic Sumber: https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial- indonesia/ Oleh karena itu, keputusan membuat sarana pengaduan dirasa tepat sebagai inisiatif untuk membawa perubahan bagi Indonesia. Platform ataupun sistem yang dipilih berbasis media sosial dengan mengintegrasikan sistemnya secara nasional. Akhirnya, pada tahun 2012 LAPOR! resmi dibuat dan diluncurkan. B. Pilihan Kanal Pertimbangan permasalahan dan peluang berupa teknologi yang disampaikan diatas melatarbelakangi kemunculan LAPOR! yang kemudian mengarah pada keputusan pemilihan kanal-kanal untuk sistem aduan. Kanal-kanal yang dipilih oleh LAPOR! untuk menerima aduan hingga Juli 2015 ada 3 yaitu SMS, aplikasi pada smartphone dan juga website. Namun, LAPOR! tidak menutup kemungkinan menerima aduan offline. Pemilihan kanal ini didasari beberapa pertimbangan. Pertimbangan mendasar dalam memilih ketiga kanal itu ialah untuk menciptakan kemudahan baik untuk pemerintah maupun masyarakat. Dilihat dari sisi masyarakat, 68 pemilihan ketiga media itu didorong oleh fakta bahwa hampir semua orang di Indonesia memiliki telepon genggam. Pengguna telepon genggam di Indonesia termasuk tinggi. Berdasarkan infogarfik TechinASIA mengenai Digital Statistic Indonesia (2015) 121% dari populasi masyarakat Indonesia menggunakan telepon genggam. Jumlahnya bahkan melebihi jumlah populasi penduduknya sendiri. Pengelola LAPOR! melalui manajer programnya, Gibran, memberikan pandangannya mengenai fenomena telepon genggam di Indonesia yang kemudian melatarbelakangi alasan pemilihan kanal LAPOR!. “Hampir semua orang Indonesia sudah punya handphone dikantong masing-masing. Harapannya, ketika mereka lihat jalan rusak langsung SMS 1708 kalau ada jalan rusak disini dan dia bisa langsung lapor.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks.UKP4, 6 Juni 2015). Sementara dari sisi pemerintah, keputusan untuk memilih ketiga kanal yang berorientasi dan memanfaatkan teknologi ialah agar semua pesan bermuara di satu sistem. Teknologi memungkinkan pemerintah untuk dapat mengumpulkan pesan yang masuk melalui SMS, apps, maupun web pada sistem LAPOR! dengan lebih mudah.. Sistem LAPOR! pula yang akan mengelolanya dan mengantar pesan ke lembaga terkait sehingga lebih rapi, mudah dan tepat sasaran. Apabila menggunakan media konvensional seperti surat fisik yang tidak berorientasi teknologi tentunya akan sulit bagi pemerintah untuk bekerja secara efektif. Pemerintah perlu bekerja dua kali untuk menerima pesan dan mengelompokannya secara manual. Teknologi membantu mengelompokan pesan dengan lebih praktis. Pemilihan tiga kanal memiliki tujuan untuk merangkul semakin banyak orang untuk berpartisipasi. Tiga kanal diharapkan dapat merangkul masyarakat yang menggunakan masing-masing media. Selain itu, tiga kanal dibuka untuk semakin menghadirkan LAPOR! dekat dengan masyarakat. Selain pemilihan tiga kanal, ketiga kanal LAPOR! tersebut diintegrasikan secara nasional. Terdapat 2 tujuan mengintegrasikan data aduan secara nasional. Pertama, pengintegrasian data laporan dan aduan akan membuat pengelolaan pengaduan menjadi efsisien dan mencegah duplikasi penanganan. Apabila data 69 aduan tidak terintegrasi secara nasional akan sangat besar peluang ketidakjelasan penanganan yang dapat berujung pada ketidakefektifan kerja. Bisa saja lembaga A dan B menangani aduan yang sama tanpa koordinasi sebelumnya. Pengintegrasian data pengaduan ini dibuat agar tidak ada duplikasi dan kerja menjadi lebih efektif. Tujuan yang kedua ialah agar dapat diwujudkan dan didapatkannya data nasional. Semakin banyak kementrian, lembaga dan instansi pemerintah yang terhubung dan saling terintegrasi maka akan semakin banyak data yang terintegrasi pula. Data-data tersebut merupakan data yang berkaitan dengan keluhan masyarakat yang dapat diolah menjadi data statistik nasional. Data-data yang terintegrasi akan menghasilkan satu data yang utuh, tidak terpisah-pisah. Misalnya saja data mengenai Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Apabila instansi yang berkaitan dengan bidang kesehatan mulai dari yang terkecil hingga di pusat terhubung di satu sistem maka dapat dipetakan persoalan-persoalan apa yang paling banyak dikeluhkan masyarakat berkaitan dengan kesehatan. Dapat pula dipetakan permasalahan dari segi masalah misalnya daerah mana yang paling banyak mengalami masalah BPJS, daerah mana yang mengalami kekurangan infrastruktur dan juga lainnya. Di dalam sistem LAPOR! yang berbasis teknologi semua data akan terarsip dan dapat dilacak, dikelola dengan lebih mudah. Data-data yang didapatkan dari aduan ini disuguhkan secara realtime dalam Statistik LAPOR!. Statistik ini diletakan di website LAPOR! dan akan diperbaharui setiap harinya setiap pukul 04.00 WIB. Inventarisasi dan rangkuman data nasional ini dapat digunakan sewaktu-waktu oleh pemerintah ketika membutuhkan data untuk pertimbangan pengambilan kebijakan. Guna mencapai tujuannya tersebut pemerintah memaksimalkan tiga kanal yang sudah ada saat ini. Selain itu, pengelola LAPOR! pun terus mengembangkan kanalnya. Hingga Juli 2015, pengelola tengah melakukan pengembangan kanal melalui tagar atau hastag (#) Twitter. Selain itu pengelola juga menerima aduan 70 melalui kanal offline untuk didigitalisasi dan dimasukan ke dalam sistem aduan LAPOR!. C. Prinsip-prinsip Pengelola Di dalam mengelola sistem pengaduan nasional LAPOR! terdapat tiga prinsip yang diusung yaitu mudah, terpadu dan tuntas. Tiga prinsip ini yang selalu diupayakan LAPOR! dalam setiap langkah yang diambil. Prinsip ini diaplikasikan tidak hanya dalam sistem pengelolaan namun juga pada fitur-fitur LAPOR!. Prinsip mudah diusung LAPOR! untuk mengakomodir aksesibilitas semua lapisan masyarakat. Prinsip ini diimplementasikan di dalam tiga aspek. Pertama, melalui kanal yang dipilih dan dimanfaatkan LAPOR!. LAPOR! menggunakan tiga kanal utama yang mudah diakses masyarakat yaitu melalui SMS, website serta aplikasi mobile melalui Blackberry dan Android. Selain itu, LAPOR! juga tidak menutup aduan dan aspirasi melalui media konvensional seperti surat fisik dan telepon. LAPOR! akan membantu mendigitalisasi setiap aduan dan memberikan kemudahan pilihan akses bagi seluruh lapisan masyarakat. Kedua, LAPOR! memudahkan akses untuk membangun transparansi. Laporan-laporan masyarakat berikut dengan interaksinya terdokumentasi dengan baik dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendukung transparansi. Fitur lacak dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat untuk memudahkan pengawasan dan pengawalan terhadap aduannya. Kemudahan akses ini juga memungkinkan adanya diskusi publik tidak hanya dua arah, namun juga tiga arah antara pelapor, pemerintah dan masyarakat umum. Ketiga, LAPOR! memungkinkan adanya fitur penambahan data dukung. Data dukung digunakan untuk memberikan informasi pendukung yang menguatkan dan memperjelas laporan. Data dukung yang diberikan bisa berupa foto, video, rekaman audio maupun dokumen lain seperti surat, peraturan perundangan ataupun dokumen lainnya. Fitur ini memudahkan masyarakat untuk membuat laporannya semakin jelas dan membuktikan kebenaran aduan. Selain 71 pihak pelapor, pihak pemerintah pun dimudahkan dengan fitur tersebut. Sebab, tambahan data pendukung dapat memudahkan pemerintah mengetahui detil pelaporan yang berguna untuk memberikan penyelesaiaan masalah yang lebih baik. Selain itu prinsip kemudahan juga diimplementasikan pada kemudahan memberikan aduan melalui fitur laporan anonim dan laporan rahasia. Apabila masyarakat merasa bahwa laporannya berpotensi memberi ancaman pada dirinya, maka dia dapat menyembunyikan identitasnya melalui fitur anonim. Apabila masyarakat menganggap bahwa laporan yang dia berikan selain dapat memberikan ancaman juga bersifat sensitive, dia dapat memilik fitur anonim dan rahasia sehingga selain identitasnya dirahasiakan, laporannya pun hanya dapat diakses oleh pengelola dan lembaga terkait aduannya saja. Prinsip kedua LAPOR! adalah terpadu. Prinsip ini berkaitan dengan keterhubungan LAPOR! dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Saat ini LAPOR! terhubung dengan 80 kementrian dan dimanfaatkan 5 pemerintah daerah dalam mengelola aspirasi dan pengaduan masyarakat. LAPOR! mendisposisikan semua laporan dan aduan ke berbagai lembaga terkait yang semuanya terhubung di dalam sebuah sistem yang rapi. Prinsip terpadu ini dibuat oleh LAPOR! untuk memudahkan dan mengefektifkan komunikasi mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat SKPD dibawah pemerintah daerah. Prinsip terpadu juga dibuat untuk merapikan dan mengintegrasikan sistem pelayanan aduan secara nasional di Indonesia. Keterpaduan ini juga mendorong no wrong door policy, yaitu kejelasan disposisi laporan pada satu layanan aduan. Prinsip LAPOR! yang ketiga adalah tuntas. LAPOR! mengedepankan prinsip tuntas dalam menindaklanjuti aduan dan aspirasi yang masuk melaluinya. Pada tindak lanjut ini, LAPOR! berperan sebagai pengawal aduan dan moderator untuk koordinasi elektronik antar SKPD sehingga mempercepat koordinasi tindak lanjut pengaduan. Prinsip tuntas ini pun didukung dengan indicator status 72 penyelesaian setiap laporan pada aplikasinya. Masyarakat dapat pula memberikan dukungan maupun komentar pada setiap aduan sehingga semua pihak dapat bersama-sama mengawasi penuntasan setiap laporan. D. Tentang Pengelola Pengelola LAPOR! adalah unit yang menjalankan tugas dan fungsi keseharian pengelolaan induk LAPOR!. Pada awal terbentuknya, LAPOR! dikelola oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pembangunan. UKP-PPP merupakan lembaga bentukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir dan digantikan dengan pemerintahan presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla, Unit Kerja Presiden dibubarkan. Sebagai gantinya, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015, dibentuklah Kantor Staf Presiden. Kantor Staf Presiden dibentuk untuk memperkuat tugas dan fungsi Unit Staf Kepresidenan untuk meningkatkan kelancaran pengendalian programprogram prioritas nasional dan penyelenggaraan komunikasi politik kepresidenan. Selain itu, Kantor Staf Presiden juga memiliki tugas untuk melakukan pengelolaan isu-isu strategis. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015, di dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Staf Presiden memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden; b. Penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan; c. Percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional; d. Pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional; 73 e. Pengelolaan isu-isu strategis; f. Pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi; g. Penyampaian analisis data dan informasi strategis dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan; h. Pelaksanaan administrasi Kantor Staf Presiden; dan i. Pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden. Kantor Staf Presiden terdiri dari Kepala Staf Kepresidenan, Deputi dan Tenaga Profesional. Kepala Staf Kepresidenan mempunyai tugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden. Sedangkan Deputi ialah mereka yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Staf Kepresidenan. Deputi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Staf Presiden sesuai bidangnya. Selanjutnya, Tenaga Profesional ialah mereka yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Deputi. Tenaga Profesional terdiri dari: a. Tenaga Ahli Utama; b. Tenaga Ahli Madya; c. Tenaga Ahli Muda; dan d. Tenaga Terampil. Berikut adalah susunan kepengurusan Kantor Staf Presiden dan nama pejabat terkait per tanggal 2 September 2015: a. Kepala Staf Kepresidenan: Teten Masduki b. Deputi I Kepala Staf Kepresidenan: Darmawan Prasodjo c. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan: Yanuar Nugroho 74 d. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan: Purbaya Yudhi Sadewa e. Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan: Eko Sulistyo f. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan: Andogo Wiradi LAPOR! sendiri saat ini dipegang dan dikelola dibawah Deputi I Staf Kepresidenan Republik Indonesia. Struktur Pengelola LAPOR! bersifat matriksfungsional yang terdiri dari Spesialis Administrasi, Spesialis Komunikasi, dan Spesialis Pemrograman. Matriks-fungsional berarti setiap anggota pengelola tidak hanya menjalankan satu pekerjaan saja melainkan lebih fleksibel. Seorang pengelola dapat mengerjakan pekerjaan mulai dari pengembangan teknis hingga ke promosi dan lain-lainnya. Saat ini pengelola harian LAPOR! berjumlah 4 orang dibantu dengan 11 relawan magang. 11 relawan magang ini akan berganti setiap 3 bulan sekali dan mendapat training selama 1 minggu pertama setiap awal periodenya. Berdasarkan e-mail dari [email protected] kepada peneliti, berikut adalah susunan pengelola LAPOR! per tanggal 12 Agustus 2015: a. Manajer Program: M. M. Gibran Sesunan (Tenaga Ahli) b. Spesialis Administrasi: Miranti Benacorry (Tenaga Ahli) c. Spesialis Komunikasi: M. M. Gibran Sesunan (Tenaga Ahli) d. Spesialis Pemrograman: Ferdy Alfarizka, Yoyok Heru Suprapto (Tenaga Ahli) e. Crypto Task Force: Bagian Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Kantor Staf Presiden Setiap divisi (spesialis) akan merumuskan IKU (Indikator Kerja Utama) beserta dengan target-target kerja di awal tahun. IKU yang telah disusun akan dievaluasi implementasinya setiap 3 bulan. IKU setiap divisi nantinya akan 75 diturunkan menjadi rencana aksi kerja. Rencana aksi kerja merupakan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh pengelola setiap periodenya. Berikut adalah bagan dari pengelola LAPOR!: Gambar 3.3: Struktur Pengelola LAPOR! Sumber: http://blog.lapor.go.id/index.php/87-profil-pengelola E. Alur Kerja LAPOR! Alur kerja LAPOR! dimulai saat diterimanya laporan atau aduan melalui sistem di beragam kanal. Kanal-kanal yang digunakan LAPOR! ialah SMS, website dan apps pada smartphone. Namun, LAPOR! tidak menutup diri terhadap laporan atau aduan offline melalui surat. Apabila masuk aduan offline maka aduan akan di digitalisasi untuk masuk ke sistem yang dikelola oleh admin. Melalui ―booklet LAPOR!”, LAPOR! secara resmi menjelaskan alur aduan dari masyarakat masuk hingga ditanggapi oleh kementrian lembaga terkait dan 76 dinyatakan tuntas. Berikut adalah bagan untuk menggambarkan alur aduan yang masuk di LAPOR!: Gambar 3.4: Bagan Alur Kerja LAPOR! Sumber: Booklet LAPOR! 1 Di kegiatan pengelola, setelah aduan masuk maka administrator akan melakukan verifikasi laporan. Verifikasi dilakukan pertama untuk mengorganisir laporan. Mengorganisir laporan maksudnya adalah memisahkan laporan yang memang benar-benar merupakan sebuah laporan dengan pesan-pesan junk yang tidak mengandung substansi aduan maupun aspirasi. Apabila pesan tidak jelas substansinya, tidak mengandung substansi aduan, mengandung banyak kata-kata aneh dan melanggar SARA serta tidak bermakna maka pesan tersebut merupakan pesan yang dikategorikan dalam junk. Sedangkan apabila pesan mengandung 77 substansi aduan terhadap pelayanan publik dan pembangunan, laporan tersebut dapat diterima untuk diproses lebih lanjut. Verifikasi juga merupakan proses screening untuk menentukan apakah laporan dapat diteruskan untuk disposisi, non diposisi, atau tidak sesuai sehingga harus dihapus. Laporan yang dapat diteruskan disposisi ialah laporan yang menyangkut pembangunan. Maksudnya, laporan yang dapat dikelola oleh LAPOR! adalah laporan yang berkaitan dengan kinerja pemerintah dan pelayanan publik. Kinerja pemerintah dan pelayanan publik yang dapat dilaporkan oleh masyarakat adalah kinerja pemerintah dan pelayanan publik di segala level mulai dari instansi terkecil di level desa hingga di pemerintah pusat. Laporan non disposisi bersifat diskusi publik (bukan aduan pembangunan). Laporan ini tidak mengandung substansi aduan kepada instansi tertentu, namun lebih kepada pandangan pelapor terhadap sebuah isu publik. Pandangan ini dapat dijadikan pematik diskusi publik sehingga tidak perlu didisposisikan ke suatu lembaga. Sedangkan laporan gagal ialah laporan yang tidak memenuhi kriteria apapun ataupun laporan tindak kriminal yang seharusnya dilakukan di pelaporan kepolisian (missal: laporan kehilangan). Misalnya saja, pelapor melapor pada LAPOR! mengenai kasus pencurian yang dia alami. Kasus pencurian ini tidak bisa dikategorikan sebagai aduan yang dikelola LAPOR! sebab tidak ada substansi aduan kinerja pemerintah dan pelayanan publik disana. Aduan pencurian harus dilaporkan ke kepolisian dan mengikuti prosedur penanganan kepolisian. Namun, berbeda hal apabila pelapor melaporkan bahwa proses penanganan aduannya di kepolisian berbelit. Dia bisa melaporkan kinerja kepolisian dalam penanganan kasusnya apabila dia merasa ada yang tidak beres. Asal didukung dengan bukti yang kuat, LAPOR! dapat membantu mengelola dan mengawal aduannya. Seperti pernyataan Gibran, manajer program LAPOR!, berikut ini berkaitan dengan aduan gagal yang bersubstansi kepolisian. “Ada mekanisme penegakan hukum yang tidak bisa diganggu gugat. Mekanisme penegakan hukum itu tidak bisa dicampuri apapun. Jika KUHP bilang begitu, tidak bisa diganggu. Makanya kalau soal hukum laporkan ke polisi. Nanti kan dapat nomor pengaduan atau nomor 78 laporan, itu yang dijadikan bahan mengawal apabila laporan ke kepolisi tidak ditindaklanjuti.” (Wawancara Gibran, Gedung Eks.UKP4, 6 Juni 2015). Setelah pesan yang masuk terorganisir dan tersortir menjadi pesan yang benar-benar mengandung substansi aduan atua aspirasi, selanjutnya administrator akan melihat dan menentukan kecocokan lembaga yang dituju dengan isi aduan. Apabila masyarakat telah benar mengajukan aduan kepada instansi terkait, aduan akan diproses ke tahap selanjutnya. Namun, apabila masyarakat belum mengetahui instansi mana yang bertanggung jawab atas aduannya, administrator akan membantu mengarahkan. Guna menentukan instansi apa yang bertanggung jawab atas aduan tersebut administrator perlu melakukan pembacaan dan memahami substansi aduannya. Lembaga disesuaikan dengan kewenangan yang ada di substansi laporan. Apabila aduan sudah jelas dan instansinya sudah jelas, laporan akan masuk ke tahap selnajutnya. Namun, apabila belum jelas maka administrator akan melakukan follow up dengan pelapor untuk meminta informasi tambahan. Misalnya saja aduan mengenai sertifikat tanah tang tidak kunjung selesai. Apabila pelapor belum mencantumkan kantor BPN tempat dia mengurus setifikat maka informasi kantor itu akan dikonfirmasi oleh administrator. Konfirmasi dilakukan untuk meminimalisir ―salah pintu‖ aduan. Meskipun sudah memiliki pengetahuan mengenai kewenangan instansi, administrator terkadang juga salah mendisposisikan aduan. Setelah melalui serangkaian proses verifikasi tadi, laporan akan menjalani proses penyuntingan yang masih dikerjakan oleh administrator. Administrator akan melakukan penyesuaian yang bersifat redaksional tanpa mengubah substansi. Biasanya masih ada banyak masyarakat yang belum mengetahui redaksional dalam melakukan pelaporan. Beberapa laporan masih ditulis dengan bahasa daerah, yang tidak semua orang memahaminya, ataupun mengandung kalimat kasar. Kesalahan penulisan seperti singkatan dan umpatan pun akan diubah atau dihilangkan oleh admin agar tersusun sebuah laporan yang rapi, jelas dan mudah dipahami tanpa mengubah substansi. 79 Penyuntingan ini dilakukan untuk memperjelas substansi aduan dan memudahkan kementrian, lembaga atau Pemda membaca dan memahami pesan. Selain itu, penyuntingan dimaksudkan oleh pengelola untuk membuat laporan menjadi lebih rapi dan sopan ketika dibaca publik. Selain melakukan perubahan redaksional, sebelum mendisposisikan laporan admin akan melakukan pengecekan kelengkapan laporan kembali. Kelengkapan laporan atau aduan berkaitan dengan informasi yang terdapat di dalam aduan. Informasi yang kurang akan diminta oleh admin untuk dilengkapi agar laporan menjadi jelas. Misalnya saja ketika ada aduan mengenai sertifikat tanah yang tidak kunjung usai maka perlu ada nomor dokumen di BPN terkait, tanggal dimulainya prosedur balik nama dan beberapa informasi lainnya. Apabila aduan telah diverifikasi, disesuaikan redaksional dan lengkap informasinya maka selanjutnya aduan akan didisposisikan ke lembaga terkait. LAPOR! akan menghubungi Pejabat Penghubung dari instansi atau kementrian lembaga. Pejabat Penghubung adalah pihak yang ditunjuk oleh instansi untuk bertugas sebagai jembatan komunikasi antara LAPOR! dengan instansi. Biasanya Pejabat Penghubung berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang yang berasal dari humas atau PPID, Pusdatim atau Itjen. Pejabat Penghubung inilah yang bertugas menjaga ‗gawang‘ komunikasi sistem pelaporan di setiap instansi. Laporan yang didisposisikan akan diketahui oleh pelapor melalui notifikasi yang diberikan oleh administrator LAPOR!. Administrator akan menuliskan bahwa laporan sudah didisposisikan dan menyebutkan nama instansi yang menerima disposisi. Laporan tersebut akan masuk kedalam timeline di dashboard LAPOR! dan sudah dapat diakses oleh publik. Publik juga sudah dapat memberikan komentar dan dukungan apabila laporan sudah didisposisikan. Dari sisi instansi pemerintah, setelah laporan didisposisikan dan diterima, akan dilakukan perumusan tindak lanjut oleh lembaga terkait dalam pengawasan dari LAPOR!. Setiap instansi memiliki tenggat waktu untuk menanggapi aduan 80 sebanyak 5 hari kerja. Apabila lebih dari 5 hari kerja, pengelola melalui administrator akan memberikan notifikasi peringatan kepada instansi. Apabila instansi sudah merumuskan tanggapan dan tindak lanjutan, tindak lanjut terhadap aduan atau laporan tersebut akan dikomunikasikan kepada pelapor melalui sistem dalam bentuk notifikasi dan pesan di dinding percakapan. Instansi akan menulis balasan mereka, yang bisa dilengkapi dengan data-data pendukung pula. Laporan yang sudah terdisposisi oleh LAPOR! kepada lembaga terkait dibagi menjadi 3 kategori yaitu laporan yang belum ditanggapi, laporan yang berada dalam proses tanggapan dan laporan yang selesai. Data per 10 September 2015 menunjukan 79583 laporan, 48% laporan telah berhasil diselesaikan dan 41% laporan belum ditanggapi. Berikut diagram yang menggambarkan status laporan terdisposisi di LAPOR! pada 10 September 2015: Grafik 3.1: Status Laporan Terdisposisi di LAPOR! per 10 September 2015 Sumber: https://www.lapor.go.id/statistik/ Apabila laporan sudah ditanggapi oleh instansi, pengadu dapat mulai melakukan interaksi dengan instansi terkait melalui kolom reply. Disanalah akan terbangun interaksi antara lembaga terkait dan pelapor. Apabila aduan atau laporan telah tuntas ditindak lanjuti, maka admin akan menutup laporan dan laporan dianggap telah selesai. Namun apabila pelapor belum puas dengan jawaban instansi, dia bisa terus memberikan argument dan menanyakan seputar 81 tindak lanjut aduannya. Selama proses komunikasi tindak lanjut, pengguna dapat memberikan komentar begitu pula dengan lembaga terkait. Administrator LAPOR! berperan sebagai moderator diantara kedua belah pihak. Apabila terdapah satu pihak yang tidak korporatif dan cenderung sesuka hati, LAPOR! hadir menengahi. Laporan baru akan ditutup ketika telah terjadi kesepakatan dan kejelasan kasus aduan. Kejelasan ini bisa berupa tindak lanjut nyata dari penanganan aduan ataupun kesepakatan diantara diskusi antara instansi dengan pelapor. 82 BAB IV Implementasi Pengelolaan LAPOR! Pengantar Bab ini berisi temuan dari proses pengambilan dan pengumpulan data serta pemaparan analisa dari data yang sudah diperoleh. Pembahasan pada bab ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah penting yaitu bagaimana pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan aduan rakyat online yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden. Pada bab ini, akan dipaparkan implementasi pengelolaan mulai dari perencanaan sampai evaluasi dan juga hambatan-hambatan di dalam pengelolaan. Pembahasan ini juga akan memparkan implementasi fitur dari LAPOR! untuk memberikan jawaban atas kontribusi LAPOR! terhadap perwujudan good governance di Indonesia. Data yang disajikan merupakan data yang dikumpulkan peneliti melalui wawancara tatap muka sebanyak dua kali dengan dua narasumber. Wawancara pertama dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2015 di ruang rapat 3.3 lantai 3, Gedung Eks UKP4 Jakarta dengan Gibran, manajer program sekaligus anggota Deputi I Kantor Staf Presiden. Wawancara kedua dilakukan dengan Miranti, Spesialis Administrator LAPOR!, pada tanggal 26 Agustus 2015 di lantai 2 gedung B Eks UKP4, Jalan Veteran III Jakarta Pusat. Data yang dipaparkan lainnya didapatkan melalui wawancara online (e-mail), dokumen edaran resmi LAPOR!, data statistik di website, regulasi yang berkaitan dengan LAPOR! dan unggahan di blog. A. Perencanaan LAPOR! Perencanaan merupakan langkah penting di dalam menyusun sebuah pengelolaan media sosial. Pada objek penelitian LAPOR!, bentuk perencanaan bukan sekadar merencanakan memanfaatkan media sosial seperti kebanyakan pemanfaatan lainnya. Perencanaan sedikit berbeda dan lebih luas sebab 83 merencanakan LAPOR! pada dasarnya adalah merencanakan sebuah program pemerintah yang digunakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Perencanaan LAPOR! juga buka semata memanfaatkan media sosial yang sudah ada, tetapi lebih kepada merencanakan membangun sebuah sistem dari media sosial baru yang diharapkan mampu menjadi wadah aspirasi dan aduan nasional. Pengelola LAPOR! melakukan perencanaan dengan melakukan analisa dan pendekatan terhadap masalah, tantangan dan peluang. Analisa dan pendekatan yang dilakukan oleh LAPOR! tidak berdasar pada metode POST (people, objective, strategy, technology) yang spesifik melainkan berdasarkan analisa kondisi sosial kemasyarakatan dan juga refleksi keadaan dari sarana pengaduan di Indonesia sejak dahulu. 1. Analisa Permasalahan dan Tantangan Analisa ini dilakukan di awal kemunculan inisiatif ini di tahun 2011. Pada tahun 2011, Indonesia mendeklarasikan diri bergabung dengan Open Government Partnership atau deklarasi keterbukaan pemerintah. Deklarasi ini dibuat untuk membuat pemerintah negara-negara dunia lebih transparan, akuntabel dan responsif terhadap masyarakat. Visi OGP tersebut diikuti dengan terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang setara dengan peningkatan pelayanan publik yang diterima masyarakat. Pemerintah Indonesia kemudian mengejawantahkan komitmen transparansi, akuntabilitas dan responsitifas tersebut dalam sebuah inisiatif membuat layanan pengaduan dan aspirasi. Layanan aduan dan aspirasi ini direncanakan setelah dilakuka assessment oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Berdasarkan wawancara dengan manajer program LAPOR!, M. M Gibran Sesunan, terungkap tujuh hal yang mendasari keputusan membuat LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial. Pengelola memilih untuk membuat layanan aduan dan aspirasi berdasarkan analisa dan refleksi layanan aduan yang ada di Indonesia selama ini. 84 Pertama, dilihat dari segi jumlah layanan di Indonesia, ada ketidakseimbangan dan kondisi yang tidak efektif pada layanan aduan dan aspirasi di Indonesia selama ini. Pengelola merasa bahwa jumlah kanal pengaduan pemerintah yang ada di Indonesia saat itu terlalu banyak dari sisi jumlah. Dahulu saat masa orde baru dan reformasi, jumlah layanan untuk memberikan aspirasi dan pengaduan masih sedikit dan cenderung tidak representatif. Hal itu disebabkan minimnya sarana komunikasi pada masa itu. Media berkomunikasi untuk menyampaikan aspirasi dan aduan yang saat itu digunakan hanya berupa surat, pos dan dialog tatap muka. Pada masa itu kita bisa berkaca pada layanan aspirasi dan aduan ―Kotak Pos 5000‖ pada era Presiden Soeharto. Media yang populer saat itu belum beragam seperti sekarang sehingga terbatas pada media konvensional seperti surat pos. Berbeda dengan kondisi sekarang, layanan aduan menjadi sangat beragam dan sangat banyak jumlahnya. Kehadiran UU Pelayanan Publik menjadi salah satu alasan memicu munculnya banyak layanan aduan. “Setiap lembaga sebenarnya sudah diisyaratkan dengan UU Pelayanan Publik untuk memiliki kanal pengaduan agar masyarakat bisa menyampaikan aspirasi dan pengaduannya.” (Wawancara Miranti, Gedung B Kantor Eks.UKP4, 26 Agustus 2015). Hal ini membuat ada banyak layanan aduan dan aspirasi sehingga, menurut pengelola LAPOR!, bisa memicu kebingungan masyarakat. Kebingungan yang dimaksud ialah kebingungan harus melapor kepada siapa melalui kanal yang mana. Melihat kondisi tersebut, pengelola melihat bahwa ketidakterhubungan layanan aduan menjadi masalah kedua yang perlu diselesaikan. Pengintegrasian layanan aduan masyarakat dirasa perlu dibuat agar masyarakat tidak perlu merasa bingung dengan banyaknya pintu aduan di pemerintah. Terlebih, dalam mengelola aduan menurut Gibran ada prinsip universal yang harus dipegang yaitu ―no wrong door policy”. Maksudnya adalah setiap aduan masyarakat harus sampai kepada 85 yang berwenang dan tidak boleh diabaikan. Kondisi itu membuat pengelola merasa bahwa strategi pengintegrasian layanan aduan menjadi penting untuk dipersiapkan sebelum memutuskan meluncurkan layanan aduan dan aspirasi LAPOR!. Masalah dan tantangan ketiga yang dianalisis pada tahap perencanaan ialah kondisi media dari layanan aduan dan aspirasi saat itu. Pemerintah merasa bahwa layanan aduan dan aspirasi yang saat itu beredar di masyarakat kebanyakan masih berupa media yang konvensional dan tidak representatif. Saat itu media layanan aspirasi dan aduan masih terbatas pada surat, telepon, surat pembaca di surat kabar ataupun email di website instansi. Media-media tersebut dirasa belum bisa merepresentasikan masyarakat dan tidak efektif. Media seperti surat pos, telepon maupun email instansi tersebut bersifat privat dan tidak bisa dipantau sehingga rawan untuk tidak ditindak lanjuti. Kondisi media layanan aduan dan aspirasi yang masih privat ini kemudian memunculkan masalah keempat yang juga menjadi analisa pada tahapan perencanaan LAPOR!. Layanan aduan dan aspirasi yang masih menggunakan media konvensional dirasa pemerintah sebagai sebuah proses yang tidak akuntabel dan transparan, sehingga perlu untuk diselesaikan. Permasalahan kelima atau tantangan kelima yang perlu dijawab oleh pemerintah ialah kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Kondisi geografis Indonesia dengan gunung-gunung, bukit-bukit dan laut yang memisahkan antar pulau membutuhkan media yang efisien dan efektif. Apabila layanan aduan dan aspirasi hanya mengandalkan media konvensional maka dari segi waktu, biaya dan jarak akan sangat tidak efektif. Tantangan keenam yang perlu dijawab ialah kondisi sosial masyarakat dan juga kondisi birokrasi pemerintahan Indonesia. Diungkapkan Gibran, bahwa pengelola tim LAPOR! pada masa Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) melakukan assessment singkat dan melihat 86 bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki pengetahuan yang minim mengenai kewenangan pemerintah. “Orang Indonesia itu tidak mau tahu. Mereka hanya tahu Anda pemerintah dan saya mau mengadu” (Wawancara Gibran, Kantor Eks.UKP4, 4 Juni 2015). ―Ketidakmau tahuan‖ masyarakat sebenarnya bukan semata dikarenakan karakter masyarakat yang memang murni tidak mau tahu. Kondisi seperti itu muncul berkaitan dengan kondisi pemerintah Indonesia. Pada pemerintah Indonesia, birokrasi yang ada sangat besar bertingkat, berlapis dan beragam. Per bulan Juni 2015, berdasarkan data yang disampaikan pengelola LAPOR! melalui Gibran sebagai manajer program, saat ini terdapat kurang lebih 80 kementrian dan lembaga dibawah presiden pada pemerintah pusat. Jumlah tersebut belum termasuk dengan DPR, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan lembaga di bawahnya. Sedangkan untuk kondisi birokrasi di level provinsi, kabupaten dan kota saat ini terdapat 559 kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia. Setiap provinsi, kabupaten dan kota memiliki wewenang untuk mengatur struktur birokrasi diwilayahnya masing-masing yang membuat birokrasi di Indonesia menjadi sangat beragam. Unit kerja masing-masing wilayah berbeda dan masyarakat tidak serta merta mengerti tentang itu semua. Sehingga, apabila masyarakat menemukan ketidakberesan pembangunan, muncul potensi ketidakpahaman masyarakat mengenai wewenang dan tanggungjawab tindak lanjut. Oleh karena itu seolah-olah muncul pandangan bahwa masyarakat tidak mau tahu dengan birokrasi. Masyarakat seolah hanya butuh dan ingin permasalahan diselesaikan, namun tidak mengetahui siapa yang berwenang menyelesaikan masalah pembangunan tersebut. Sebenarnya persoalan ini lebih cenderung merupakan buntut dari kebingungan masyarakat yang tidak memahami betul kondisi birokrasi di Indonesia. 87 Selain birokrasi berlapis, bertingkat dan sangat luas tersebut, pihak pengelola LAPOR! yang dulu diinisiasi tim UKP4 berpendapat bahwa kondisi birokrasi pemerintah Indonesia sangatlah berbelit. Ada banyak lapisan yang harus ditembus sehingga membuat kinerja pemerintah menjadi cenderung lambat dan tidak efisien. Kondisi ini dilihat oleh pengelola LAPOR! sebagai kondisi yang perlu dijawab dengan sebuah inisiatif program yang tepat. Selain kondisi masyarakat yang seolah tidak mau tahu, kebingungan dan juga kondisi pemerintah dengan birokrasinya, kondisi sosial kemasyarakatan juga menjadi salah satu aspek yang diperhatikan oleh pengelola pada perencanaan LAPOR! terdahulu. Pengelola melihat masyarakat Indonesia sebagai orang yang sangat aktif berkomunikasi. “Orang Indonesia ini kalau Pak Kuncara Ningrat, sosiolog, adalah orang yang sangar verbal, suka mengobrol, cerita, dan chit-chat. Di fenomena modern kita lihat sendiri di media sosial itu orang Indonesia cerewet. Salah satu obrolan terbanyak dari Indonesia.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks. UKP4 Jakarta, 4 Juni 2015). Kondisi masyarakat yang senang berkomunikasi dan cenderung aktif berkomunikasi di media sosial ini yang kemudian membuat ada banyak topik yang dibahas oleh masyarakat. Salah satunya ialah topik mengenai pembangunan dan kinerja pemerintah. Obrolan dan pembahasan itu menimbulkan perspektif yang akan sangat disayangkan apabila tidak ditampung dan dikelola oleh pemerintah. Melihat kondisi tersebut maka dibutuhkan solusi atas masalah komunikasi yang terjadi diantara masyarakat dengan pemerintah secara nasional. Bukan hanya masyarakat dengan pemerintah dalam cakupan yang terbatas, namun pemerintah dari pusat hingga unit terkecil dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. 88 2. Penetapan Tujuan Selain melakukan analisa terhadap permasalahan dan tantangan, pengelola juga mempertimbangkan tujuan dari pembuatan sebagai salah satu bagian dari perencanaan. Sebab, pengelolaan media sosial LAPOR! ini dilakukan oleh pemerintah dan yang membedakannya dari pengelolaan media sosial lain ialah tujuan yang mendasarinya harus berorientasi membantu terwujudnya kesejahteraan rakyat. Ada dua yang ingin dicapai oleh LAPOR! yaitu terjaringnya aspirasi publik dan juga menghadirkan negara setiap waktu. Di dalam penyusunan perencanaan LAPOR! ini pengelola menginginkan adanya sebuah wadah penjaring aspirasi publik bagi masyakat. Suara dan perspektif masyarakat mengenai pembangunan dan kinerja pemerintah dirasa perlu untuk diwadahi guna mendukung kinerja pemerintah memajukan pembangunan Indonesia. Selain itu, partisipasi masyarakat juga merupakan salah satu prioritas pemerintah di dalam melakukan pengelolaan negara. Partisipasi tersebut dapat berupa aspirasi dan aduan yang disampaikan masyarakat. Oleh karena itu sarana pengaduan dirasa tepat untuk memfasilitasi keinginan dan tujuan dari pemerintah. Pengelola pun memiliki pandangan mengenai tujuan dari membangun sebuah sarana pengaduan dan aspirasi. Pengelola merasa bahwa perlu dibangun sebuah proses menampung aspirasi dan aduan yang transparan dan akuntabel. Proses yang akuntabel dan transparan dibutuhkan agar tidak terjadi proses ―lempar batu di laut‖. Maksudnya adalah agar masyarakat tahu kemana aduan dan aspirasinya sampai setelah diutarakan. Selain mengenai partisipasi masyarakat, tujuan dari inisiasi pembuatan LAPOR! ini juga dikarenakan adanya keinginan pemerintah menghadirkan negara di masyarakat. “Kalau kita hanya kehadiran fisik ya presiden tentu tidak bisa hadir secara fisik disetiap lini masyakarat.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks.UKP4, 4 Juni 2015). 89 Maka, diharapkan muncul sebuah gagasan dan inovasi yang bisa membantu menyelesaikan masalah di setiap lini masyakarat. Berdasarkan keinginan dan tujuan dari pemerintah tersebut pengelola merasa bahwa kebutuhan sebuah layanan aduan dan aspirasi bagi masyarakat menjadi patut diprioritaskan. Oleh karena itu, inisiasi pembuatan LAPOR! menjadi semakin kuat. 3. Analisa Peluang dan Penetapan Media Tahapan perencanaan yang dilakukan oleh LAPOR! selain menganalisa masalah dan tantangan, merumuskan tujuan berdasarkan pada visi pemerintah, juga dilakukan analisa peluang. Pemerintah melihat bahwa peluang yang bisa dimanfaatkan ialah teknologi. Teknologi adalah satu-satunya jawaban yang dirasa tepat untuk menjawab masalah dan tantangan yang dihadapi di ranah layanan aspirasi dan aduan. Teknologi bagi pengelola LAPOR! dipandang sebagai sebuah peluang yang besar dan dirasa merupakan jawaban yang paling tepat atas kebutuhan yang dihadapi. Pertama, jumlah pengguna ponsel di Indonesia yang termasuk salah satu terbesar di dunia. Jumlah angka penggunaan ponsel di Indonesia bahkan sudah melebihi jumlah penduduknya sendiri. Pengelola melihat fenomena ini sebagai fenomena yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk pemerintah. Kedua, penetrasi internet yang meningkat pesat. Pada tahun 2015, data yang dimiliki pengelola LAPOR! menyebutkan bahwa internet sudah menjangkau sebanyak lebih dari 80 juta jiwa. Angka ini pun dapat terus bertambah melihat tren digitalisasi yang saat ini semakin berkembang. Salah satu yang muncul dari pentrasi internet ini kemudian ialah media sosial. Media sosial seperti Twitter dan Facebook di Indonesia penggunanya masuk dalam 5 besar pengguna media sosial tersebut di dunia. Fakta-fakta berkaitan dengan teknologi seperti itu kemudian dimanfaatkan sebagai peluang oleh pengelola untuk menyusun perencanaan teknologi apa yang paling tepat untuk LAPOR!. 90 Berdasarkan kondisi dari penggunaan teknologi oleh masyarakat, pengelola mengambil keputusan untuk memanfaatkan beberapa kanal teknologi. Teknologi yang kemudian dirasa oleh pengelola tepat untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat tersebut ialah website, aplikasi smartphone dan SMS. Ketiganya dipilih agar mampu memfasilitasi masyarakat dalam mengadu dan beraspirasi semakin luas. Pengelola membuka kanal lebih dari satu untuk dapat membuka peluang partisipasi masyarakat yang lebih luas lagi. Ketiga kanal yang dimanfaatkan itu dimuarakan pada satu sistem di dalam website LAPOR! di www.lapor.go.id . Namun, pengelola mengaku bahwa meski berorientasi pada teknologi, LAPOR! juga tidak menutup kanal offline seperti surat dan telepon. Hanya saja, semua pesan akan didigitalisasi dan dialihkan ke sistem LAPOR! dengan tujuan pengelolaan yang lebih efisien. 4. Hasil Langkah Perencanaan Berdasarkan proses perencanaan yang sudah dilakukan pengelola merumuskan bahwa layanan aduan dan aspirasi yang terintegrasi berbasis media sosial untuk seluruh masyarakat Indonesia merupakan jawaban yang tepat bagi permasalahan Indonesia. Layanan itu didukung dengan tiga kanal yang telah diputuskan sebelumnya yaitu website, SMS dan aplikasi smartphone guna merangkul seluruh kalangan masyarakat. Keputusan menggunakan layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini lahir dari kombinasi pemikiran pada proses perencanaan mulai dari analisa permasalahan dan tantangan, rumusan tujuan dan analisa peluang. Jika ditinjau dari langkah perencanaan dari Pedoman Pemanfaaran Media Sosial Instansi Pemerintah dan Model of IT Planning for Social Media in Govenemnt (Dadashzadeh, 2010) proses perencanaan LAPOR! sesungguhnya tidak melakukan langkah perencanaan yang sesuai rujukan. Namun, secara garis besar telah memenuhi 4 elemen perencanaan yaitu analisa people, objective, strategy dan technology (POST). Perencanaan yang dilakukan juga sudah menjalankan empat proses perencanaan pengelolaan media sosial oleh pemerintah 91 yang dikemukakan oleh Dadashzadeh (2010). Keempat proses itu ialah perencanaan nilai-nilai pelayanan publik yang dimaknai LAPOR! sebagai transparansi dan akuntabilitas pada sistem, penentuan fokus yang dapat dilihat dari rencana membangun media sosial yang berfokus ke aduan masyarakat, inventarisasi IT yang dilakukan dalam bentuk analisa teknologi yang ada di masyarakat serta peramalan perkembangan teknologi dengan memantau perkembangan teknologi. Perbedaan dalam langkah perencanaan ini muncul karena setelah ditelaah, sebenarnya LAPOR! tidak membuat proses perencanaan pengelolaan media sosial semata. Namun, LAPOR! merencanakan untuk membangun sebuah inisiatif program sebagai solusi dan inisiasi bagi pemerintah atas permasalahan aduan yang ada di masyarakat. Sehingga, analisa yang ada pada perencanaan LAPOR! lebih berfokus pada refleksi layanan aduan yang ada di masyarakat. B. Kegiatan Pengelola LAPOR! Kegiatan media sosial yang dimaksud disini adalah menentukan kegiatan yang terpadu dengan kegiatan instansi pemerintah secara menyeluruh. Poin pembahasan ini berisi paparan bagaimana pengelola menyusun rancangan kegiatan yang akan dilakukan di dalam mengelola LAPOR!. Pada bahasan ini juga akan disinggung mengenai siapa saja yang terlibat dibalik layar sehingga akan didapatkan gambaran mengenai siapa yang merencanakan kegiatan dan apa kegiatan yang mereka rencanakan di dalam pengelolaan LAPOR!. LAPOR! merupakan bagian dari kegiatan pemerintah sehingga kegiatan atau rancangan kegiatannya selalu didasari dan diselaraskan dengan kebijakan umum pemerintah. Kegiatan yang disusun juga berorientasi pada Visi LAPOR! yaitu menjadi sistem pengelolaan aspirasi dan pengaduan masyarakat yang mudah diakses, terpadu, dengan seluruh institusi pemerintah, serta menjadi wadah partisipasi publik dalam pengawasan program pemerintah dan acuan utama dalam peningkatan kualitas pembangunan dan pelayanan publik di Indonesia. 92 Di dalam pengelolaan media sosial LAPOR!, pengelola dibagi menjadi tiga divisi yang masing-masing melakukan kegiatan yang berbeda, namun berada dalam koordinasi matriks-fungsional. Koordinasi matriks-fungsional maksudnya setiap anggota divisi dapat membantu mengerjakan kegiatan divisi lain jika dibutuhkan, namun tetap berada dalam sebuah koordinasi yang jelas. Ketiga divisi ini ialah divisi komunikasi, divisi pemrograman dan divisi administrasi. Ketiganya yang akan menyusun rencana kerja (kegiatan) setiap tahun. Ketiga divisi ini dibantu dengan seorang manajer program yang melakukan koordinasi dan bertanggungjawab atas seluruh kegiatan pengelola LAPOR!. 1. Kegiatan Divisi Komunikasi Divisi komunikasi memiliki kegiatan utama segala sesuatu yang berhubungan dengan mempromosikan LAPOR!. Promosi dilakukan bagi kepada masyarakat sebagai pengguna maupun kementrian, lembaga dan pemerintah daerah. Divisi komunikasi memiliki tugas untuk mengembangkan materi komunikasi, mempromosikan LAPOR! dan membina hubungan serta jejaring dengan masyarakat. Promosi yang dilakukan oleh LAPOR! saat ini hanya berkutat pada media sosial dan media tidak berbayar lain. Beberapa kanal berpromosi di media sosial yang dimiliki LAPOR! antara lain adalah akun Twitter, Youtube, Facebook dan Ask.fm. Selain itu LAPOR! juga menggunakan blog sebagai media berpromosinya. LAPOR! juga menggunakan promosi offline untuk mendukung sosialisasi yang dilakukan. Media tidak berbayar yang digunakan LAPOR! sebagai media promosi ialah kerja sama sosialisai di kampus, sosialisasi offline di car free day, kerja sama sosialisasi dalam berbagai talkshow dan seminar juga sosialisai ke kementrian, lembaga dan Pemda. LAPOR! tidak menggunakan media mainstream seperti iklan di televisi, radio dan media luar ruang sebagai media berpromosi karena limitasi finansial yang dimiliki. Twitter LAPOR! digunakan sebagai sarana promosi oleh divisi komunikasi. Melalui akun @LAPOR1708 divisi komunikasi terus berusaha 93 mengenalkan LAPOR!. Sebagai layanan aduan dan aspirasi yang tergolong baru, LAPOR! membutuhkan sosialisasi dengan masyarakat Indonesia. Salah satu media yang dirasa tepat untuk mempromosikan adalah Twitter karena kepopulerannya yang tinggi di masyarakat. Gambar 4.1: Interface Akun Twitter LAPOR! @LAPOR1708 Sumber: www.twitter.com/lapor1708 Selain menggunakan Twitter, LAPOR! juga menggunakan Facebook sebagai salah satu media berpromosi. Alasan penggunaan Facebook tidak jauh berbeda dengan alasan penggunaan Twitter. Selain karena kepopulerannya, media ini pun tidak berbayar sehingga dapat dimaksimalkan dengan dana minimal. Gambar 4.2: Interface Akun Facebook LAPOR! Sumber: www.facebook.com/layananpengaduanonlinerakyat 94 LAPOR! juga menggunakan akun Youtube untuk melakukan sosialisasi. Akun Youtube banyak digunakan sebagai media menyosialisasikan prosedurprosedur yang ada di LAPOR!. Selain itu juga digunakan sebagai media sosialisasi yang lebih detil mengenai penjelasan apa itu LAPOR! dan informasi lain yang dikemas dalam audio dan visual. Gambar 4.3: Interface Akun Youtube LAPOR! Sumber: www.youtube.com/lapor1708 Saat ini LAPOR! memiliki salah satu program promosi dan sosialisasi baru bernama #Tanya LAPOR!. Program ini merupakan program Tanya jawab seputar LAPOR! yang dilakukan di akun Ask.fm @Ayo_Lapor. Tanya jawab dilakukan setiap hari Jumat dan merupakan salah satu cara pengelola untuk menyosialisasikan LAPOR! kepada masyarakat. 95 Gambar 4.4: Poster Promosi Program Sosialisasi #Tanya Sumber: Dokumentasi divisi komunikasi Sosialisasi online terakhir, divisi komunikasi LAPOR! menggunakan blog sebagai sarana menyosisalisasikan perkembangan LAPOR!. Blog digunakan untuk menginformasikan lembaga apa saja yang kini terhubung, kegiatan apa saja yang dilakukan, kerjasama LAPOR! dan kegiatan lain. Beberapa kisah sukses laporan juga dipasang di blog. Blog digunakan untuk informasi yang lebih lengkap dan terbaru. Selain melakukan sosialisasi melalui media online, LAPOR! juga melakukan beberapa kegiatan promosi offline. Kegiatan promosi offline dilakukan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dan mencoba lebih dekat dengan masyarakat. Beberapa sosialisasi offline ini berupa pembukaan booth di tempattempat umum, presentasi di kampus dan juga presentasi di berbagai seminar dan diskusi. 96 Gambar 4.6: Salah satu sosialisasi offline LAPOR! di car free day Bundaran HI Jakarta Sumber: https://twitter.com/lapor1708/status/587089194180182016 Gambar 4.7: Diskusi mahasiswa seusai presentasi LAPOR! di #VisitLAPOR oleh BEM Universitas YARSI Sumber: https://twitter.com/lapor1708/status/506292428165246976 Saat ini LAPOR! memiliki kurang lebih 300.000 user. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250.000.000 jiwa. Usia LAPOR! yang masih baru bisa saja menjadi alasan masih minimnya jumlah pengguna LAPOR!. Sebagai sebuah inovasi baru, masih dibutuhkan sosialisasi yang lebih gencar untuk mengenalkan LAPOR! pada masyarakat. Disinilah tugas dan tanggung jawab divisi komunikasi Divisi 97 komunikasi bertugas untuk menyusun kegiatan yang paling tepat dan efisien untuk menarik lebih banyak pengguna. Kegiatan yang disusun pun harus dibuat dan disusun se-efisien mungkin dikarenakan keterbatasan dana. Pengelola hingga saat ini belum pernah menggunakan media mainstream seperti televisi, radio dan media luar ruang untuk beriklan. Kegiatan komunikasi lebih banyak dilakukan di media sosial. Kegiatan promosi offline lebih bersifat eventual dan presentasi di berbagai acara. 2. Kegiatan Divisi Pemrograman Divisi ini memiliki kegiatan yang bertanggungjawab pada sisi sistem LAPOR!. Kegiatannya mulai dari membangun, memelihara dan mengembangkan sistem dan aplikasi LAPOR!. Selain itu divisi ini memiliki kegiatan untuk menganalisis dan mengdokumentasikan alur dan fungsi teknis LAPOR!. 3. Kegiatan Divisi Administrasi Divisi ini memiliki peran dan kegiatan yang sangat penting karena sangat erat kaitannya dengan kegiatan di dalam interaksi media sosial LAPOR!. Divisi ini menyelenggarakan kegiatan pengelolaan aspirasi dan pengaduan, menganalisa partisipasi masyarakat dan pemerintah serta membuat analisis, kajian dan pelaporan berdasarkan data aspirasi dan pengaduan. Bisa dikatakan bahwa kegiatan interaksi dalam media sosial sangat ditentukan oleh kegiatan administrator di divisi ini. Kegiatan yang mereka lakukan memiliki efek langsung terhadap interaksi dan perpindahan pesan yang terjadi di LAPOR!. Kegiatan yang disusun oleh LAPOR! tersebut dibagi berdasarkan divisi yang ada di pengelola. Pada implementasi di lapangan, kegiatan tersebut saling berkaitan satu sama lain dan dikerjakan dengan sistem matriks. Setiap anggota dapat saling melakukan pekerjaan lain. Misalnya adalah kegiatan sosialisasi yang menjadi tanggung jawab divisi komunikasi, di dalam melakukan sosialisasi divisi administrasi ikut terlibat guna menjelaskan teknis-teknis pengelolaan aduan dan aspirasi. 98 Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola LAPOR! juga bersifat dinamis dan terbuka terhadap perubahan yang ada. Beberapa kegiatan disesuaikan dengan perubahan jaman dan tren yang sedang berkembang. Misalnya ialah kegiatan pengembangan kanal LAPOR! yang dilakukan pengelola dengan mengintegrasikan hastag Twitter dengan kanal dikarenakan banyaknya aduan yang disampaikan lewat Twitter. C. Strategi LAPOR! LAPOR! memiliki strategi yang mereka susun secara berkala setiap tahunnya. Strategi yang disusun meliputi baik dari sisi pengelolaan, teknis maupun sosialisai. Penyusunan strategi diikuti dengan target tahunan yang harus dicapai setiap divisi. Namun, sangat disayangkan peneliti tidak mendapat akses untuk melihat dan menunjukan target yang disusun oleh pengelola dikarenakan alasan kepentingan evaluasi internal. Peneliti pun memiliki keterbatasan menyuguhkan strategi setiap awal tahun dikarenakan data tersebut tidak dibuka untuk publik oleh pengelola. Namun, strategi-strategi tersebut kemudian diturunkan menjadi Indikator Kerja Utama (IKU) yang secara garis besar mengukur poin-poin berikut ini: 1. Indikator Kerja Utama Spesialis Pemrograman - Pengembangan fitur-fitur di LAPOR! - Optimalisasi aplikasi mobile 2. Indikator Kerja Utama Spesialis Komunikasi - Meningkatnya jumlah pengguna LAPOR! - Meningkatnya jumlah K/L yang sistem pengaduannya terhubung dengan LAPOR! 99 - Meningkatnya jumlah Pemda yang sistem pengaduannya terhubung dengan LAPOR! - Meningkatkan penggunaan data LAPOR! oleh masyarakat 3. Indikator Kerja Utama Spesialis Administrasi - Meningkatnya jumlah laporan yang layak didisposisikan dari total input laporan - Meningkatnya rata-rata pengaduan yang dituntaskan oleh seluruh K/L/D - Meningkatnya kecepatan rata-rata hari verifikasi laporan - Meningkatnya kecepatan rata-rata hari respons K/L - Meningkatnya jumlah rata-rata pengaduan yang dituntaskan oleh masing-masing K/L/D - Membuat analisis, kajian, dan pelaporan periodik dan khusus (sektoral) Penyusunan strategi dilakukan setiap awal tahun. Masing-masing divisi merumuskan indikator kerja utama (IKU) dan targetnya yang akan dievaluasi secara periodik setiap 3 bulan. IKU di atas berpengaruh terhadap kegiatan- kegiatan yang akan dilakukan oleh divisi setiap tahunnya. Strategi yang dibuat diupayakan dapat mencapai target-target berdasarkan indikator-indikator yang ada di atas. Strategi menggambarkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai keberhasilan diukur melalui indikator kerja tersebut. Secara garis besar strategi dan indikator yang disusun pengelola merupakan strategi dan indikator normatif yang sesuai dengan divisi masingmasing. Beberapa indikator disusun dengan spesifik seperti target peningkatan jumlah masyarakat yang berpartisipasi dan jumlah aduan yang layak diteruskan. Indikator juga mengandung ukuran kuantitas berupa target-target angka yang harus dicapai. Hanya saja, detil dari indikator tersebut tidak dibuka untuk publik. 100 D. Pelaksanaan Poin pelaksanaan memaparkan bagaimana implementasi dari perencanaan dan perumusan kegiatan yang sudah dilakukan LAPOR!. Tahap pelaksanaan dipaparkan dalam 8 elemen pelaksanaan yaitu penetapan khalayak, memilih dan membuat media sosial, membuat dan mengunggah pesan, memantau percakapan, berinteraksi dengan khalayak, menganalisa dan menyarikan masukan, memberikan rekomendasi tindakan, dan menyebarluaskan kebijakan. 1. Penetapan khalayak dan implementasinya Pada tahap perencanaan, LAPOR! dirumuskan sebagai sebuah layanan aduan dan aspirasi untuk seluruh masyrakat Indonesia. Pada implementasi di lapangan, ternyata LAPOR! tidak hanya memfasilitasi khalayak masyarakat saja, namun juga menjadikan pemerintah sebagai khalayaknya. Posisi pemerintah sebagai khalayak yang berusaha dihubungkan satu sama lain di dalam sistem LAPOR!. Sedangkan masyarakat adalah khalayak yang dipersuasi untuk berpartisipasi di dalam menyampaikan aspirasi dan aduan. Berdasarkan wawancara dengan spesialis komunikasi LAPOR!, didapatkan data bahwa saat ini LAPOR! terhubung dengan 81 Kementrian Lembaga, 5 Pemerintah Daerah dan 44 BUMN. M Gibran Sesunan, manajer program LAPOR!, pada kesempatan wawancara dengan peneliti mengungkapkan meskipun belum terhubung dengan seluruh kementrian lembaga dan pemda serta satuan kerja di Indonesia, LAPOR! merupakan sistem pemerintah yang memiliki stakeholders terbesar. “Sekarang ada 81 Kementrian Lembaga, 5 Pemerintah Daerah dan 44 BUMN. Kalau kita pecah ke level unit kerja ada 800 lebih satuan kerja di LAPOR!. Saya berani klaim LAPOR! adalah sistem pemerintah yang punya stakeholders terbesar saat ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat,dan juga NGO di dalamnya.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks UKP 4 Jakarta, 4 Juni 2015). 101 Sedangkan untuk sisi khalayak dari masyarakat, berdasarkan hasil wawancara dengan manajer program LAPOR!, Gibran (4 Juni 2015), pengguna LAPOR! sejak April hingga Juni (3 bulan terakhir dari waktu wawancara) kurang lebih 300.000 orang di seluruh Indonesia. Jumlah pengguna laki-laki lebih aktif mengakses LAPOR! ketimbang perempuan. Pengguna laki-laki lebih aktif mengaksesk, melakukan aduan dan berinteraksi ketimbang perempuan. Hanya 14 persen perempuan yang mengakses dan aktif berinteraksi di dalam LAPOR!. Sedangkan dilihat dari rentang usia, pengguna LAPOR! lebih banyak berada pada rentang usia 31-45 tahun. Usia ini merupakan usia dewasa dan usia yang aktif bekerja. Hal ini menunjukan bahwa rentang usia dewasa memiliki kecenderungan ketertarikan lebih tinggi untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pemerintah melalui penyampaian aduan dan aspirasi. Meskipun usia tersebut bukan usia yang tergolong baru terpapar internet (dibanding usia generasi millennial keahiran tahun 90-an) tetapi kepedulian terhadap pelayanan publik lebih tinggi. Bisa jadi karena pada usia bekerja orang telah hidup lebih mandiri dan lebih banyak berurusan dengan berbagai birokrasi sehingga apabila mengalami orang akan cenderung lebih merasa terganggu. Jika melihat perencanaan yang dilakukan dengan identifikasi permasalahan nasional dari sisi faktor manusia, telah ditetapkan bahwa layanan LAPOR! ditujukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. LAPOR! dirancang untuk memfasilitasi aduan dan aspirasi masyarakat Indonesia yang dahulu terbatas faktor geografis Indonesia yang berbukit dan berkepulauan. Berdasarkan data statistik di website LAPOR!, persebaran aduan yang berasal dari wilayah pengguna dapat dilihat pada peta berikut ini: 102 Gambar 4.8: Peta persebaran aduan LAPOR! berdasarkan wilayah pengguna selama 6 bulan terakhir (April-September 201) Sumber:https://www.lapor.go.id/map/index/peta-pengaduan-lapor-nasional.html 103 Selama 6 bulan terakhir, aduan yang masuk lebih banyak berasal dari pengguna yang tinggal di wilayah pulau Jawa. Kondisi ini terjadi bisa jadi karena infrastruktur komunikasi terutama internet lebih banyak tersedia di pulau Jawa. Pengguna di pulau Jawa yang memiliki infrastruktur komunikasi terutama internet yang baik bisa lebih banyak terpapar informasi mengenai LAPOR!. Selain itu, infrastruktur internet yang baik juga mendukung aduan masyarakat masuk ke LAPOR!. Di beberapa daerah di luar pulau Jawa, sinyal telepon genggam untuk berkomunikasi masih belum stabil. Sehingga, wajar apabila informasi seputar LAPOR! masih sedikit dan berimbas pada ketipangan jumlah aduan antara di pulau Jawa dengan di luar pulau Jawa. Pada peta diatas, bulatan berwarna ungu menunjukan angka yang semakin tinggi dibawahnya diikuti bulatan dengan warna merah, kuning dan paling sedikit biru. Pengguna LAPOR! yang aktif berpartisipasi selama 6 bulan terakhir berpusat di pulau Jawa. Daerah Jawa Barat, terutama wilayah Bandung dan sekitarnya memiliki jumlah aduan paling banyak yaitu 3760 aduan selama 6 bulan terakhir. Diikuti dengan wilayah perbatasan Sumatra Selatan dan Jawa Barat. Pada area tersebut, 1540 aduan tersebar selama 6 bulan terakhir. Wilayah lain yang angka aduannya tinggi ialah Jakarta. Di Jakarta, 898 aduan tersebar selama 6 bulan terakhir. Jawa Tengah menjadi wilayah lain yang memiliki persebaran aduan cukup besar yaitu 753 aduan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Papua, masih sangat sedikit pengguna yang berpartisipasi di dalam LAPOR!. Sebagai sebuah layanan aduan nasional, LAPOR! masih lebih banyak dimanfaatkan oleh pengguna di pulau pusat pemerintahan, yaitu pulau Jawa. Bahkan selama 6 bulan terakhir, sangat minim aktivitas yang terjadi di pulau terluar seperti Nusa Tenggara dan Maluku. Jumlah aduan di luar pulau Jawa berkisar antara 5 hingga 20 aduan selama 6 bulan terakhir. Jumlah yang sangat jauh dibanding kondisi aduan di pulau Jawa. Kesenjangan digital sangat tampak pada kondisi persebaran aduan LAPOR!. Infrastruktur komunikasi seperti jaringan telekomunikasi dan internet yang masih berpusat di pulau Jawa mengakibatkan persebaran hanya berpusat di 104 Jawa pula. Hanya segelintir yang tersebar di luar pulau Jawa. Masih belum meratanya fasilitas dan jaringan komunikasi terutama internet mengakibatkan adanya kesenjangan jumlah aduan yang masuk. Padahal, permasalahan dan aduan tidak hanya ada di pulau Jawa. Tetapi sangat disayangkan, kesenjangan digital membuat adanya kesenjangan aduan yang dapat tersampaikan. Selain melihat khalayak dan pengguna LAPOR! dari peta persebaran asal wilayah aduan selama 6 bulan terakhir, berikut adalah detil wilayah berdasarkan provinsi asal pengguna LAPOR! yang berpartisipasi selama 1 bulan terakhir. Data statistik pengguna LAPOR! selama bulan Agustus hingga September 2015 menunjukan pemetaan pengguna LAPOR! dari sisi geografis yang lebih spesifik yaitu provinsi. Berikut adalah jumlah khalayak pengguna LAPOR! yang aktif melakukan pelaporan dan aduan di dalam sistem LAPOR! selama satu bulan terakhir: Tabel 4.1 : Jumlah Pengguna LAPOR! berdasarkan area laporan per AgustusSeptember 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Area Nasional Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Banten Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumatera Selatan Bengkulu Sumatera Utara Belum Proses Selesai Total 98 24 54 300 281 82 46 409 65 18 7 5 104 59 8 8 76 18 1 0 245 95 16 13 1 0 0 1 0 11 0 11 0 3 0 3 5 5 2 12 105 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau Aceh Lampung Sumatera Barat Jambi Riau Bali Kalimantan Tengah 2 4 0 6 4 1 0 5 2 2 2 3 0 1 4 6 1 1 0 2 0 3 1 1 1 4 0 0 0 1 4 5 1 3 0 4 20 Kalimantan Utara 1 2 1 4 21 Kalimantan Timur 2 2 0 4 Kalimantan 0 2 1 3 Selatan Kalimantan 23 1 2 2 5 Barat Nusa 24 Tenggara 3 0 0 3 Timur Nusa 25 Tenggara 2 2 1 5 Barat Sulawesi 26 0 1 0 1 Tengah Sulawesi 27 0 1 0 1 Utara 28 Maluku Utara 2 0 0 2 Sulawesi 29 3 3 0 6 Selatan Sulawesi 30 5 1 0 6 Tenggara 31 Papua 2 0 0 2 32 Papua Barat 1 0 0 1 Sumber: https://www.lapor.go.id/statistik/baseonarea/statistik_area_laporan.html 22 106 Berdasarkan tabel diatas, secara wilayah LAPOR! selama bulan agustus hingga sepetember 2015 menerima aduan dan aspirasi dari hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia. 31 provinsi tercatat merupakan asal daerah aduan yang masuk ke sistem. Isu-isu yang diadukan sangat beragam dan berubah-ubah setiap waktunya, tergantung dengan periode waktu dan isu yang sedang hangat di masing-masing daerah. Tetapi, persebarannya belum merata di seluruh wilayah. Pengguna LAPOR! yang memberikan aduan masih terpusat di pulau Jawa. Aduan terbanyak periode bulan ini berasal dari pengguna yang berada di wilayah provinsi DKI Jakarta sebanyak 409. Wilayah yang memberikan aduan terbanyak selanjutnya adalah Jawa Barat dengan 245 aduan. Jawa Timur dan Banten juga menjadi wilayah asal aduan yang terbanyak. Sementara itu, jumlah pengguna yang memberikan aduan dan aspirasi yang berasal dari provinsi selain pulau Jawa sangatlah sedikit. Angkanya berkisar antara 1 hingga 10 aduan saja. Jumlah yang sangat jauh dibanding dengan jumlah aduan masuk yang berasal dari pengguna di pulau Jawa. Provinsi Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara hanya memberikan masing-masing 1 aduan selama 1 bulan belakangan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan, hanya provinsi Kalimantan Tengah yang penggunanya berkontribusi selama satu bulan ini yaitu sebanyak 4 aduan masuk. Provinsi Nusa Tenggara Timur pun masih sangat minim partisipasinya dengan 3 aduan yang masuk dari wilayahnya. Walaupun terdapat jarak angka yang sangat jauh antara jumlah aduan masuk yang berasal dari pengguna LAPOR! di pulau Jawa dan diluar pulau Jawa, tetapi ada anomali yang terjadi di Jawa. Daerah Istimewa Jogjakarta selama 1 bulan terakhir tercatat hanya mengirimkan 1 aduan dari penggunanya. Dibanding dengan wilayah lain di pulau Jawa, DIY sangatlah bertolak belakang kondisinya. Meskipun mengklaim sebagai layanan yang terintegrasi secara nasional, pengguna LAPOR! masih belum mencakup wilayah Indonesia secara merata. Kondisi ini bisa disebabkan banyak hal. Namun peneliti melihat bahwa mengingat usia LAPOR! yang masih muda, LAPOR! belum dikenal banyak oleh masyarakat 107 karena kurangnya sosialisasi. Apalagi disampaikan diawal bahwa LAPOR! tidak melakukan promosi di media mainstream melainkan bermain promosi online di media sosial. Bagi wilayah-wilayah terluar, akses infrastuktur untuk internet masih lebih sedikit daripada di pulau Jawa sehingga kemungkinan untuk mengakses informasi promosi LAPOR! masih terbatas. Selain itu, dari sisi khalayak pemerintah, LAPOR! juga belum merepresentasikan pemerintah secara menyeluruh. LAPOR! hanya mewakili beberapa lembaga dan jumlah pemerintah daerah yang terwakili sangatlah sedikit. Ada banyak daerah yang belum terfasilitasi aduannya yang berada di level pemerintah daerah karena keterbatasan keterhubungan LAPOR! dengan pemerintah. Tentunya kondisi itu mempengaruhi jumlah aduan yang dilakukan masyarakat. 2. Menetapkan media yang digunakan dan melihat implementasinya Pada perencanaan yang dilakukan, LAPOR! merancang untuk menggunakan 3 media sebagai media layanan aspirasi dan aduannya. Ketiga media itu ialah SMS, website dan aplikasi smartphone. Pengelola memilih tiga media tersebut dengan alasan membuka kanal seluas-luasnya untuk merangkul seluruh masyarakat. Pada implementasi, LAPOR! menggunakan 3 kanalnya yaitu website, SMS dan aplikasi smartphone. Ketiga media digunakan untuk membuka sebanyakbanyaknya pintu aduan dan aspirasi bagi masyarakat. Meskipun ada lebih dari satu kanal untuk menjadi pintu mengadu dan beraspirasi, semua aduan dan aspirasi ditampung di satu sistem LAPOR! dan dapat diakses melalui website dan juga aplikasi smartphone dalam interface media sosial LAPOR!. 108 Gambar 4.9: Tampilan Awal Halaman LAPOR! pada Akun Pengguna Sumber: www.lapor.go.id/dashboard Saat ini bahkan LAPOR! menambahkan satu lagi kanal aduannya yaitu dengan pengintegrasian media sosial Twitter. Apabila pengguna memberikan tweet dengan menggunakan hastag #Lapor maka tweet tersebut akan secara otomatis masuk ke sistem LAPOR! dan akan menjalani tahapan serta proses aduan yang sama dengan aduan lain. Pelaksanaan LAPOR! berarti meluncurkan dan mengaktifkan LAPOR! untuk dapat digunakan masyarakat melapor dan digunakan pemerintah untuk melakukan tindak lanjut dan tanggapan. Fakta dilapangan, ada banyak sekali fitur dan media yang dimanfaatkan oleh LAPOR! dalam melaksanakan pengelolaan, terutama tahap pelaksanaan. LAPOR! hanya bisa terlaksana apabila dari sisi masyarakat dan pemerintah mengaksesnya. Maksudnya, tidak hanya pemerintah yang memakai tetapi juga masyarakat. Berikut adalah fitur-fitur di lapangan yang bisa digunakan saat mengakses LAPOR!: a. Fitur yang dapat Diakses Masyarakat Tampilan website LAPOR! disini memiliki kemiripan dengan tampilan media sosial pada umumnya. Halaman dasbooard yang bisa diakses masyarakat di dalamnya tertera fitur notifikasi, profile dan logout, laporan, ditangapi dan 109 dukung serta nama dari pemilik akun. Fitur yang berada di sisi kanan tampilan website ini digunakan sebagai informasi akun pengguna yang tengah aktif mengakses. LAPOR! memiliki fitur utama untuk mengajukan laporan masyarakat yang berada pada halaman dashboard saat pengguna telah masuk ke akunnya. Pada saat mengunggah laporan, pengguna dapat memberikan data pendukung berupa audio, visual, maupun data dokumen lain. Selain itu dalam rangka mengajukan pelaporan, masyarakat dapat menggunakan dua fitur yaitu anonim dan rahasia. Apabila pengguna memilih menggunakan fitur anonim maka nama, username dan email akan tertutup dan hanya bisa dilihat oleh administrator. Sedangkan fitur rahasia membuat laporan tidak bisa diakses oleh publik dan hanya bisa diakses oleh instantsi terkait saja. Selain fitur untuk yang berkaitan dengan pelaporan, terdapat fitur statistik, kuesioner dan opini kebijakan. Fitur statistik memungkinkan pengguna untuk melihat statistik laporan yang masuk dalam periode tertentu dari sisi substansi maupun wilayah aduan. Fitur kuesioner digunakan sebagai fitur untuk membagikan kuesioner terbaru LAPOR! berkaitan dengan pengembangan dan juga kajian isu tertentu. Sedangkan opini kebijakan digunakan untuk melihat pandangan dan perspektif masyarakat terhadap sebuah kebijakan pemerintah. b. Fitur yang dapat diakses Pengelola dan Kementrian Lembaga Terkait Fitur yang dapat diakses oleh pengelola dan digunakan untuk mengelola aduan masyarakat berjumlah 20 fitur. 20 fitur tersebut hanya bisa diakses oleh pengelola inti dan juga pemagang yang menjadi administrator. Berikut adalah penjelasan dari fitur-fitur yang dapat diakses dan juga manfaatnya bagi pengelolaan aduan: 110 i. Dashboard Di dalam dashboard, pengelola dapat melihat pengguna yang sedang online pada saat itu. Di dalam dashboard juga terdapat Data Analisa yang terhubung dengan word cloud dan dapat digunakan untuk menganalisis tren aduan. ii. Monitoring Fitur ini memungkinkan pengelola untuk memantau laporan terakhir yang masuk dan melihat data laporan yang berasal dari media-media di LAPOR!. Pengelola dapat mengetahui laporan yang berasal dari website, SMS, dan melihat data provider yang digunakan untuk mengirim SMS LAPOR!. Selain itu pengelola juga dapat memantau laporan yang masuk melalui aplikasi smartphone yang dibagi menjadi dua yaitu yang berasal dari android dan blackberry. Fitur monitoring ini juga memungkinkan pengelola untuk melihat aktivitas terakhir mulai dari disposisi, tindak lanjut, komentar dan laporan yang terakhir ditutup. Fitur ini juga membantu pengelola untuk melihat jumlah laporan per-domain. Fitur monitoring juga merupakan salah satu media yang digunakan spesialis administrator pusat untuk melihat administrator-administrator lain. iii. Media Sosial Fitur ini merupakan fitur yang menjadi media laporan yang berasal dari Twitter dengan hastag #Lapor. Di dalam fitur Media Sosial, pengelola dapat memilih mana tweet yang mengandung substansi aduan dan mana yang bukan untuk dimasukkan ke sistem. iv. Approval Fitur ini menampung seluruh laporan yang masuk dari berbagai kanal seperti SMS, website, dan aplikasi smartphone. Seluruh laporan ini merupakan laporan mentah dari masyarakat yang belum menjalani tahapan pengunggahan. 111 v. Pending Fitur Pending digunakan untuk mewadahi laporan yang belum lengkap. Maksudnya, laporan belum dapat diproses dikarenakan ada yang belum dilengkapi misalnya ketidakterhubungan LAPOR! dengan Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait. Misalnya saja ketika sebuah aduan masuk ditujukan untuk Pemda yang belum terhubung. Laporan akan ditahan terlebih dahulu dan akan disampaikan ketika Pemda sudah dapat terhubung dengan sistem LAPOR!. vi. Disposition Fitur ini menampung laporan yang sudah melalui tahap penyuntingan oleh pengelola dan sudah diteruskan ke Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait untuk ditindak lanjuti. Di dalamnya ada star rating yang perlu diisi oleh administrator untuk menilai seberapa bagus laporan dinilai dari tata bahasa dan kelengkapan informasinya. Star Rating digunakan untuk melihat track record aduan seseorang. vii. Laporan Terpilih Laporan Terpilih merupakan fitur yang berisi laporan terhangat masyarakat dalam satu minggu berdasarkan substansinya. Laporan apa yang paling hangat diberikan masyarakat, salah satu aduan yang berkaitan dengan substansi itu diangkat oleh pengelola untuk ditunjukan pada publik di fitur ini. viii. Laporan Sukses Fitur ini berisikan laporan dan aduan masyarakat yang tindak lanjut oleh Kementrian atau Lembaganya berjalan baik. Pengelola memberikan apresiasi terhadap Kementrian/Lembaga yang kinerjanya baik dengan memasukan aduannya ke dalam Laporan Sukses. ix. Kebijakan Pemerintah Kebijakan Pemerintah merupakan fitur yang masih dibangun dan dikembangkan oleh pengelola. Fitur ini berguna untuk meminta opini masyarakat 112 terkait dengan kebijakan yang ingin dikeluarkan pemerintah. Hasil dari permintaan opini ini dipublikasi ke website dan dikirim ke beberapa nomor telepon dan alamat email yang pernah melapor ke LAPOR!. x. Delete Delete merupakan fitur yang berisikan aduan dan laporan yang dihapus oleh administrator dari fitut approval. Fitur ini juga digunakan untuk melakukan pengecekan administrator tidak menghapus aduan dan laporan yang berisi substansi pelaporan. xi. Hold Fitur hold berisi aduan yang ditahan karena belum ditindak lanjuti tetapi sudah diteruskan ke Kementrian / Lembaga terkait. Laporan yang seperti ini perlu mendapat pengawasan terus sehingga ditahan terlebih dahulu di fitur hold. Ketika ditahan di fitur hold, laporan tidak akan tertutup meskipun sudah ditindak lanjuti kecuali Kementrian / Lembaga terkait mengirimkan permintaan penutupan aduan. xii. Request Tutup Berisi permintaan penutupan aduan atau laporan yang sebelumnya ditahan di fitur hold. xiii. Bukan Wewenang Apabila Kementrian/Lembaga merasa bahwa aduan tersebut bukan wewenangnya, maka mereka dapat mengajukan konfirmasi yang menyatakan bahwa laporan itu bukan wewenangnya. Aduan nantinya akan masuk ke fitur ini dan dikonfirmasi ulang oleh administrator. xiv. Pesan Pesan merupakan fitur yang digunakan untuk komunikasi antara pengelola LAPOR! dengan Kementrian / Lembaga. Fitur ini merupakan fitur chatting pada 113 LAPOR!. Pesan digunakan saat dibutuhkan komunikasi yang lebih cepat tanpa melalui pengiriman request dan berkirim email antara pengelola dengan Kementrian/Lembaga. xv. Master Data Pengelola memiliki salah satu fitur yang menyimpan data-data master dari registratsi instant pemerintah. Fitur ini dikelola oleh spesialis IT LAPOR! dan digunakan sebagai token akses. xvi. Report Fitur ini berisikan statistik berdasarkan laporan yang sudah dikelola. Melalui fitur ini pengelola dapat mengetahui jumlah laporan masuk, approve, pending dan lainnya. Selain itu dapat dilihat bagaimana laju verifikasi dan usia laporan. xvii. Kualitas Bahasa Laporan Berisi rating dari kualitas aduan berdasarkan star rating yang diisi oleh administrator di awal. Saat ini di bulan Agustus 2015, rata-rata rating laporan masyarakat adalah 3,48. Angka ini berarti aduan masyarakat saat ini sudah banyak yang sesuai dengan EYD pada segi tata bahasa, namun belum cukup lengkap informasi yang disampaikan. xviii. Banned Di dalam banned terdapat nomor telepon, email maupun pengguna yang dirasa tidak pernah memberikan input yang sesuai substansinya dan terus menerus mengirimkan pesan. Laporannya biasanya berisikan pesan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pembangunan dan kinerja pemerintah. Kebanyakan aduan dan pengguna yang dimasukan ke fitur banned ini mengirimkan pesan-pesan berbau SARA dan tidak sesuai substansi. 114 xix. Junk Fitur ini merupakan fitur untuk memudahkan administrator dalam menyortir kata-kata dalam sebuah pelaporan. Apabila sebuah laporan mengandung terlalu banyak kata kasar, yang sudah dimasukan ke sistem oleh pengelola, maka secara otomatis akan masuk ek Junk. Pelapor akan secara otomatis mendapat email dari LAPOR! yang menyatakan bahwa laporan tidak dapat diproses. Pelapor diminta untuk melihat syarat dan ketentuan melapor yang disertakan dalam sebuah link pada email. xx. SMS Pull Fitur ini digunakan untuk melihat raw-data dari SMS-SMS yang masuk. Melalui fitur ini dapat dilihat SMS-SMS berdasarkan provider yang masuk. Seluruh fitur yang disebutkan diatas digunakan oleh pengelola untuk membantu pengelolaan aduan di media sosial LAPOR!. Bagaimana pengelola mengelola aduan akan dipaparkan di pembahasan poin selanjutnya. 3. Pelaksanaan pengunggahan pesan pada LAPOR! Pembahasan dan analisis poin ini akan menceritakan bagaimana pengelola LAPOR! melakukan pengunggahan pesan dari para pengguna dan mendisposisikannya ke lembaga terkait. Proses dari awal pesan masuk hingga terdisposisi akan digambarkan dalam bagan dan diceritakan apa saja yang terjadi di dalamnya dalam bentuk narasi. Berikut adalah gambaran alur mulai dari pesan masuk hingga terdisposisi: Laporan masuk Konfirmasi kelengkapan informasi Penyuntingan Disposisi Bagan 4.1: Alur pengunggahan pesan oleh administrator 115 Proses mengolah pesan untuk diunggah ke media sosial berupa disposisi ke lembaga terkait dimulai dari masuknya laporan masyarakat melalui kanal website, SMS dan aplikasi pada smartphone. Laporan masyarakat yang diunggah akan masuk ke sistem LAPOR! dan dapat diakses oleh administrator. Administrator inilah yang berperan unutk menjadi moderator pada percakapan yang akan terjadi antara lembaga terkait dengan masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan spesialis administrai LAPOR!, Miranti, terdapat tiga tugas administrator di dalam mengelola laporan masyarakat melalui LAPOR!. Pertama ialah memastikan kelengkapan subtansi dan informasi laporan masyarakat. Kedua, menyunting aduan masyarakat. Ketiga, memandu dan menjadi moderator aduan dari awal hingga selesai, di dalamnya ketika masyarakat dan lembaga berinteraksi. Tugas pertama ialah memastikan kelengkapan substansi dan informasi laporan sebelum didisposisikan atau diunggah ke publik dan lembaga terkait. LAPOR! memiliki syarat mengajukan aduan salah satunya ialah kelengkapan informasi dan subtansi pelaporan. Apabila laporan belum lengkap, maka dilakukan korespondensi. Sebagai contoh, pada kasus pelaporan pengurusan sertifikat tanah, masyarakat harus menyertakan dengan jelas daerah kantor BPN yang mengurus, nomor berkas, tanggal memasukan, dan informasi pendukung lain. Apabila informasi yang dibutuhkan sudah dilengkapi, laporan akan diteruskan. Namun, apabila pelapor tidak korporatif, laporan akan dihapus oleh administrator. “Kalau setelah dilakukan konfirmasi dia tidak korporatif, laporam akan kita hapus. Kecuali dia benar-benar tidak jelas. Terkadang ada yang melapor untuk menurunkan pejabat atau presiden tanpa alasan, ini kan tidak jelas ya tidak ada substansi pengaduannya.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks. UKP4, 4 Juni 2015). Setelah informasi dilengkapi dan laporan dapat diteruskan, tugas administrator selanjutnya adalah melakukan penyuntingan. Dijelaskan Miranti lebih lanjut, penyuntingan yang dilakukan ialah penyuntingan redaksional yang diklaim tidak mengubah makna. Ada beberapa aturan dan kesepakatan yang dibuat oleh pengelola berkaitan dengan penyuntingan laporan masyarakat. 116 Kesepakatan tersebut dikomunikasikan kepada semua administrator pada satu minggu pertama administrator mengemban tugasnya. Ada dua jenis tulisan yang disunting oleh pengelola LAPOR! berkaitan dengan tata bahasa yaitu apabila pelaporan menggunakan banyak singkatan dan juga apabila mengandung kata-kata kotor. Selain berkaitan dengan tata bahasa, penyuntingan juga dilakukan terhadap laporan yang menggunakan bahasa daerah. LAPOR! memiliki aturan dan syarat pengajuan laporan yaitu hanya menggunakan bahasa Indonesia. Laporan yang menggunakan bahasa daerah akan melalui proses penyuntingan berupa klarifikasi ke pelapor. Pelapor yang mengirimkan laporan dalam format bahasa daerah laporannya tidak akan dilakukan perubahan apapun pada laporannya, melainkan akan dihubungi oleh administrator kembali. Administrator akan meminta pelapor untuk menyampaikan laporan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setelah itu pengelola akan menunggu balasan dari pelapor atau menunggu laporan dikirim kembali dengan format bahasa Indonesia. Menurut pengakuan Miranti, spesialis administrator LAPOR!, berdasarkan pengalamannya mengelola aduan masyarakat, setelah dilakukan follow-up biasanya pelapor akan mengirimkan laporannya kembali dengan format bahasa Indonesia. Pengelola tidak melakukan suntingan terhadap bahasa daerah dikarenakan pengelola tidak memiliki kemampuan bahasa daerah yang luas. Sehingga, laporan dalam bahasa daerah harus diubah oleh pelapor menjadi bahasa Indonesia agar dimengerti maksud, tujuan dan substansinya. Sedangkan apabila laporan sudah menggunakan bahasa Indonesia namun mengandung singkatan, akan dilakukan suntingan terhadap laporan berupa memperpanjang singkatan yang ada di dalam laporan tersebut oleh administrator. Sebagai contoh, singkatan ―yg‖ akan diperpanjang menjadi ―yang‖, ―Jln.‖ Akan diperpanjang menjadi ―jalan‖. Perpanjangan singkatan akan dilakukan sesuai dengan pembacaan yang dilakukan oleh administrator. Selain itu apabila terdapat 117 istilah alay3 maka administrator akan mengubahnya ke bahasa Indonesia yang tepat ejaannya. Berikut adalah contoh suntingan tata bahasa yang dilakukan oleh administrator LAPOR!: Gambar 4.11: Aduan yang belum disunting Sumber: Data Administrator Gambar 4.12: Contoh aduan yang sudah disunting oleh administrator Sumber: Data Administrator Sedangkan untuk penyuntingan pada laporan yang mengandung kata-kata kotor, pengelola LAPOR! memiliki pandangan dan kesepakatan tersendiri. 3 Sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay" merupakan singkatan dari "anak layangan"atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. “Alay” diidentikan salah satunya dengan model penulisan menggunakan singkatan.. Biasanya gaya penulisan “Alay” memiliki ciri khas istilah seperti –nya yang disingkat menjadi –x dan lain sebagainya. 118 “Terkadang masyarakat ketika mengalami masalah suka terbawa emosi. Jadi mereka ikut melampirkan ke laporannya. Intinya memaki-maki kementrian atau lembaganya. Nah, yang seperti itu akan kita sunting menjadi saya sangat tidak puas. Intinya kita memperhalus bahasa-bahasa kasar.” (Wawancara Miranti, Gedung Eks.UKP4, 26 Agustus 2015). LAPOR! mengubah kata-kata yang dikategorikan LAPOR! sebagai kata kotor dan kasar menjadi ―saya sangat tidak puas‖. Pihak pengelola berpendapat bahwa kata-kata kotor menandakan adanya ketidakpuasan masyarakat sehingga perlu ditegaskan di laporan yang akan didisposisikan ke lembaga terkait. Penggantian kata kotor tersebut sudah disepakati sejak awal. Setelah laporan disunting oleh pengelola, pengelola akan melakukan disposisi laporan ke lembaga terkait yang dapat dilihat baik oleh pelapor, lembaga terkait maupun publik. Laporan yang didisposisikan ialah laporan yang sudah melalui tahap penyuntingan oleh pengelola. Sedangkan laporan original dari pelapor tidak bisa diakses dan diketahui oleh lembaga terkait maupun publik. Pihak yang dapat mengetahui dan melihat laporan original hanyalah pelapor dan administrator LAPOR!. Pelapor akan menerima notifikasi bahwa laporannya telah didisposisikan dan pelapor dapat melihat laporan yang didisposisikan tersebut. Pengelola LAPOR! mengklaim bahwa pemberian notifikasi disposisi tersebut merupakan langkah memberikan hak bagi pelapor untuk menyetujui ataupun tidak menyetujui suntingan yang telah dilakukan. Pihak pengelola berpendapat bahwa disana ada hak pelapor untuk menolak, memrotes dan mengklarifikasi suntingan yang dilakukan. Apabila pelapor merasa laporannya berubah substansi, tidak sesuai dengan yang ia maksudkan, maka ia dapat mengklarifikasi melalui fitur balasan. “..dengan notifikasi tersebut sebenarnya pelapor sudah ternotifikasi bahwa laporannya berubah seperti itu. Apakah dia menyetujui atau tidak? Jika mereka tidak menyetujuinya mereka pasti akan mengirim email konfirmasi „kenapa laporan saya disunting seperti itu?‟” (Wawancara Miranti, Gedung Eks. UKP4 Jakarta, 26 Agustus 2015). 119 Penyuntingan yang dilakukan oleh administrator dinilai hanyalah sebuah penyuntingan redaksional sebagai upaya edukasi untuk masyarakat. LAPOR! ingin mengedukasi masyarakat Indonesia dengan menampilkan laporan utuh dan layak untuk dibaca, tanpa penulisan alay dan kata-kata kasar. LAPOR! ingin mengedukasi masyarakat untuk memberikan laporan yang rapid an jelas. Gibran menambahkan bawah LAPOR! tidak ingin menjadi sekadar ―tukang pos‖ yang menghantarkan aduan dari masyarakat ke lembaga terkait, tetapi memastikan kualitas dari laporan tersebut baik. Di dalam pandangan peneliti, fenomena LAPOR! dengan alur pengunggahan laporan dan disposisinya yang melibatkan tahap penyuntingan membuat dua perspektif. Pertama ialah perspektif terhadap pengelolaan layanan aduan. Tindakan melakukan penyuntingan dengan maksud membuat kejelasan dan kerapian laporan merupakan keputusan yang baik. Hal tersebut bisa memang bisa membuat laporan menjadi lebih rapi dan jelas yang bisa berdampak ke penanganan yang dapat lebih cepat dilakukan. Namun, jika dilihat dari perspektif mengelola media sosial, penyuntingan yang dilakukan tidak sesuai dengan salah satu karakteristik media sosial yaitu kebebasan mengunggah informasi dan konten oleh pengguna. Di dalam media sosial seharusnya tidak ada gate keeper dan konten diserahkan pada user. Selain itu, jika melihatnya sebagai media sosial yang digunakan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Perubahan-perubahan dalam penyuntingan yang dilakukan dapat saja disadari atau tidak mengubah makna dari pesan yang ingin disampaikan masyarakat. Kita mengetahui bahwa bahasa mengubah makna. Setiap pilihan kata tidak semudah itu diubah dengan diksi yang lain sebab maknanya bisa saja berganti. Ide penyuntingan yang dilakukan terhadap kata-kata kotor memang baik, mengingat dari sisi edukasi menampilkan kata-kata kotor ke publik di dalam media yang diakses seluruh masyarakat bukanlah hal yang sepenuhnya bijak pula. Memang bagus, mengedukasi masyarakat menggunakan bahasa dan kata yang 120 sopan di dalam melakukan pengaduan. Namun, mengubah ekspresi dengan menetapkan ―saya sangat tidak puas‖ bukanlah keputusan yang sepenuhnya tepat. Sebab, apabila pengelola mengubah seluruh ―kata kotor‖ yang ada dengan ―saya sangat tidak puas‖ berarti pengelola telah melakukan generalisasi pesan. Padahal, penggunaan ―kata kotor‖ tersebut bukan saja menandakan ketidakpuasan. Bisa saja berupa ekspresi kemarahan, kejengkelan, kemuakan dan juga kekecewaan. Makna-makna seperti itu tidak bisa digeneralisasi dengan menyimpulkan bahwa pelapor sangat tidak puas. Peneliti berpandangan bahwa penyuntingan bisa saja secara tidak langsung mengubah makna. Perihal pemberian hak untuk mengubah, memprotes dan mengklarifikasi laporan yang sudah disunting, peneliti berpendapat bahwa langkah itu kurang tepat apabila dilakukan bersamaan dengan disposisi. Posisi laporan saat itu sudah terpublish, dan sudah diantarkan ke lembaga terkait. Pemberian notifikasi disposisi tidak bisa disamakan dengan notifikasi penyuntingan. Pandangan peneliti, tidak semua masyarakat akan secara otomatis melakukan pengecekan lagi. Sebagian masyarakat yang melakukan pelaporan sangat menantikan tanggapan lebaga terkait, maka ketika laporan sudah diajukan pada pelapor secara tidak sadar pelapor akan berfokus pada tanggapan lembaga terkait. Tidak jarang pelapor tidak lagi sensitif terhadap aduannya karena merasa aduannya sudah tersampaikan. Maka bisa saja muncul potensi pengadu tidak begitu menyadari aduannya berubah dan melakukan klarifikasi. Pada proses pengunggahan pesan ke media sosial, LAPOR! patut berhati-hati dengan proses penyuntingan yang dilakukan. Penyuntingan bisa menjadi sangat rawan mengubah makna, yang berarti mengubah pesan dari masyarakat, mengubah suara masyarakat pula. 4. Memantau percakapan pada aduan terdisposisi Setelah laporan melalui tahap penyuntingan, maka laporan tersebut sudah dapat diunggah ke publik sekaligus didisposisikan ke lembaga terkait. Apabila sudah terdisposisi, maka selanjutnya tampilannya akan seperti ini: 121 Gambar 4.13: Tampilan Laporan yang Sudah Didisposisikan dan Ditampilkan ke Publik Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya Laporan yang sudah disunting akan ditampilkan oleh pengelola kepada publik dan juga didisposisikan ke lembaga terkait. Di dalamnya masyarakat dan lembaga terkait dapat melakukan interaksi. Berikut adalah contoh tampilan dari disposisi dan interaksi yang dilakukan antara masyarakat dan lembaga terkait: Gambar 4.14: Tampilan Disposisi dan Tanggapan Lembaga Terkait Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya 122 Gambar 4.15: Tampilan Interaksi antara Lembaga Terkait dengan Pelapor Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya LAPOR! disana memposisikan diri sebagai pihak yang mendisposisikan pesan dan hanya memantau percakapan antara pelapor dengan lembaga terkait. Setelah laporan sudah selesai ditindaklanjuti dan pelapor sudah puas dengan jawaban dari lembaga terkait, LAPOR! akan menutup laporan tersebut. Percakapan yang terbangun di dalam sebuah laporan tidak hanya bisa diikuti oleh pelapor dan lembaga terkait. Pengguna lain juga bisa ikut memberikan komentar di dalamnya. Selain itu pengguna lain juga bisa memberikan dukungan terhadap sebuah laporan. Berikut adalah contoh dari komentar yang diberikan terhadap sebuah laporan: 123 Gambar 4.16: Contoh Komentar Pengguna Terhadap Sebuah Laporan Sumber: www.lapor.go.id/daftarlaporan Apabila di dalam sebuah laporan yang sudah didisposisikan dirasa diperlukan adanya moderator ataupun diperlukan intervensi karena salah satu pihak yang kurang korporatif, maka LAPOR! akan masuk ikut berinteraksi di dalamnya. 5. Interaksi dengan masyarakat dan pemerintah Interaksi yang dilakukan LAPOR! dapat berupa teguran dan klarifikasi terhadap lembaga terkait maupun kepada pelapor. Apabila lembaga terkait tidak kunjung memberikan tanggapan dalam 5 hari kerja sejak laporan didispoisiskan, maka LAPOR! akan memberikan komentar mendesak lembaga terkait untuk segera memberi tanggapan. LAPOR! juga bisa ikut berinteraksi apabila terjadi perubahan disposisi. Perubahan disposisi ini biasanya dilakukan ketika lembaga yang awalnya didisposisikan melakukan konfirmasi bahwa laporan tersebut bukan kewenangannya. Interaksi lain yang juga bisa dilakukan oleh LAPOR! ialah menanyakan tindaklanjut aduan di lapangan. Apabila lembaga terkait sudah membalas dan menjanjikan akan menindaklanjuti laporan, LAPOR! akan menanyakan dan menagih janji tindaklanjut tersebut. 124 Gambar 4.17: Contoh interaksi berupa konfirmasi tindak lanjut yang sudah dijanjikan oleh lembaga terkait Sumber: www.lapor.go.id/daftarlaporan Interaksi yang dilakukan oleh LAPOR! merupakan interaksi yang sifatnya memoderatori sebuah laporan. Apabila salah satu pihak cenderung pasif ataupun juga tidak korperatif, LAPOR! menjadi penengah disana. Apa yang dilakukan oleh LAPOR! dirasa baik untuk memfasilitasi dan membuat proses sebuah pelaporan dan aduan menjadi jelas muaranya. Interaksi yang dilakukan oleh LAPOR! pun dirasa tidak berlebihan dan hanya bersifat mengontrol agar tetap kondusif dan tuntas. Lagi pula, LAPOR! pun melakukan perlakuan yang sama terhadap lembaga dan masyarakat. Maksudnya, ketika masyarakat tidak korporatif, bersikeras namun tidak dapat memberikan argumen dan bukti yang jelas, LAPOR! pun melakukan teguran dan menutup kasus. Fungsi interaksi yang dilakukan LAPOR! lebih kepada menjaga kondusifitas dan ketuntasan aduan. 6. Menganalisa aduan yang masuk Di dalam menganalisa aduan yang masuk kedalam LAPOR!, pengelola membuat analisa mingguan dan bulanan. Data yang sudah diolah oleh pengelola dapat digunakan sebagai pelengkap data bagi kepentingan pemerintah. Sebagai 125 contoh, ketika Presiden akan melakukan blusukan ke Bengkulu, Lampung dan Banten, LAPOR! memberikan analisis permasalahan yang ada di wilayah tersebut. LAPOR! menyuguhkan persebaran aduan dan apa saja isu prioritas nasional. Analisa yang dilakukan memanfaatkan teknologi words cloud dan pencarian cepat. Pemerintah dapat memilih data apa yang diperlukan dan kurun waktu yang akan dilihat. Sistem akan menyuguhkan data berdasarkan keyword dan jumlah sampel aduan. Selain itu, pengelola LAPOR! juga dapat menganalisa kantor / lembaga yang paling sering mendapat aduan selama kurun waktu tertentu. 7. Merumuskan rekomendasi tindakan Semua analisa tersebut dijadikan data nasional yang terarsip rapi dan dapat digunakan oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan. LAPOR! tidak menyuguhkan rekomendasi tindakan yang sebaiknya diambil pemerintah atau kebijakan yang disarankan. LAPOR! hanya menyuguhkan data apa adanya kepada pemerintah guna mendukung pengambilan kebijakannya. Selain menyuguhkan data nasional yang sudah diolah berdasarkan dengan aduan masyarakat dalam kurun waktu tertentu, salah satu langkah lain untuk mendukung data bagi pemerintah ialah dengan membuka fitur Opini Kebijakan. Fitur ini membuka jajak pendapat yang diperuntukan bagi masyarakat berkaitan dengan isu-isu pembangunan dan kinerja pemerintah yang sedang hangat. Hasil dari opini dan jajak pendapat ini dapat disertakan sebagai data untuk memperkuat analisis pemerintah terhadap perencaan sebuah kebijakan. 126 Gambar 4.18: Fitur Opini Kebijakan yang Mengusung Jajak Pendapat Dana Aspirasi DPR pada Bula Juni 2015 Sumber: www.lapor.go.id/opinikebijakan 8. Menyebarluaskan Kebijakan LAPOR! di dalam pengelolaannya tidak memiliki fitur maupun tidak menjalankan fungsi sosialisasi kebijakan pemerintah. Posisi LAPOR! adalah sebagai kanal yang menampung aspirasi dan aduan masyarakat dan mengomunikasikannya ke lembaga terkait. LAPOR! hanya memfasilitasi lembaga terkait untuk memberikan konfirmasi maupun tanggapan dan tindak lanjut terhadap aduan masyarakat. Selain itu LAPOR! hanya menyuguhkan data nasional berdasarkan aduan masyarakat. Namun untuk sisi menyebarluaskan kebijakan, sejauh ini LAPOR! tidak melakukannya. Kebijakan yang diambil oleh lembaga berkaitan dengan aduan dikomunikasikan oleh lembaga terkait itu sendiri melalui LAPOR! dalam fitur percakapan dengan pelapor. Kebijakan yang dimaksud ialah kebijakan yang berkaitan langsung dengan sebuah aduan. Namun, apabila kemudian tiap lembaga 127 membuat kebijakan lain yang bersifat lebih makro, yang sifatnya tidak spesifik menanggapi sebuah aduan, lembaga itu sendiri yang akan menyebarluaskannya. LAPOR! hanya memfasilitasi interaksi yang berkaitan dengan aduan masyarakat. E. Pemantauan – Evaluasi Evaluasi yang dilakukan oleh LAPOR! di dalam pengelolaan media sosialnya dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan sekali. Evaluasi tersebut mengacu pada Indikator Kerja Utama (IKU) yang disusun diawal tahun. Pengelola LAPOR! tidak membuka akses IKU dan rencana kerja kepada publik maupun peneliti, tetapi memberikan beberapa contoh dari IKU, rencana kerja dan bagaimana mereka mengevaluasinya sebagai gambaran penelitian ini. Ada beberapa IKU yang ditetapkan sebagai standar baku misalnya adalah public trust. Salah satu poinnya ialah meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat. Salah satu cara evaluasi untuk mengukurnya adalah melalui survei berkala setiap beberapa bulan. Selain itu, output lain berupa public participation diukur dari presentasi aduan yang layak diteruskan. Angka yang ditetapkan oleh divisi administrator 4 persen, angka ini pada proses evaluasi dinilai sangat kecil dan sedang dalam upaya peningkatan bekerja sama dengan divisi komunikasi dalam sosialisasi. LAPOR! juga mengevaluasi dari sisi tindak lanjut aduan. Pada evaluasi pengelola mengukur berapa presentase aduan yang berhasil dituntaskan Kementrian, Lembaga ataupun Pemda. Target LAPOR! pada 2015, sebanyak 60% aduan yang masuk dapat dituntaskan oleh Kemntrian, Lembaga dan Pemda. Target-target lain yang dievaluasi ialah kemudahan dan keterpaduan yang diukur dari jumlah lembaga yang terhubung dengan LAPOR!. Selain melakukan evaluasi internal terhadap pengelola dan capaiancapaian yang sudah ditargetkan di awal, LAPOR! juga melakukan pemantauan dan ―evaluasi‖ terhadap lembaga yang terhubung. Bentuk evaluasi dan pemantauannya ialah berupa laporan berkala setiap 6 bulan. Laporan dikirim 128 dalam bentu statistik dan surat. Tetapi, laporan yang secara berkala disampaikan ke Kementrian, Lembaga dan Pemda adalah laporan garis besar saja. Laporan detil masih menjadi konsumsi internal pengelola dan akan ditentukan oleh decision review board apakah perlu diestalasi ke pejabat terkait atau tidak. Evaluasi rutin berupa laporan setiap 6 bulan tersebut didukung pula dengan evaluasi bulanan berupa reminder berkala. Reminder berkala ini digunakan sebagai monitoring untuk tindak lanjut. Reminder pertama melalui SMS dan email. Apabila Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait belum juga memberikan tindak lanjut maka akan ditelepon dan mendapat surat yang ditujukan langsung ke Mentri agar mendapat teguran dari atasan. Apabila hingga bulan kedua dan ketiga sejak reminder pertama belum juga memberikan tindak lanjut dan tanggapan, LAPOR! akan memanggil Kementrian / Lembaga terkait ke Kantor Staf Presiden. Langkah itu dinilai pengelola bukan semata-mata merupakan langkah evaluasi. Pihak pengelola LAPOR! menyebut langkah memberi peringatan bulanan dan juga memanggil itu sebagai bentuk keseriusan menangani aduan masyarakat dan menegur pihak terkait. Namun, peneliti melihat langkah tersebut juga merupakan langkah pemantauan dan juga salah satu cara pengelola mengevaluasi kerja Kementrian, Lembaga dan Pemda dalam mengelola aduan. F. Hambatan dan Tantangan Mengelola LAPOR! Di dalam mengelola LAPOR!, pengelola memiliki hambatan dan tantangan baik dari segi masyarakat Indonesia maupun dari pemerintah. Dari segi masyarakat Indonesia, muncul tantangan bagi pengelola yaitu masih minimnya pengguna dan juga persebaran aduan yang tidak merata. Secara umum pengguna LAPOR! masih sedikit berkisar antara 300.000 pengguna. Padahal, pengelola memiliki cita-cita LAPOR! digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, persebaran laporan yang belum merata juga menjadi tantangan bagi pengelola. Laporan masih berpusat di pulau Jawa. Padahal, ada banyak permasalahan yang 129 juga terjadi di luar pulau Jawa. Pengelola memiliki tantangan untuk mengajak lebih banyak masyarakat dan menyosialisasikan lebih luas mengenai LAPOR!. Tidak hanya tantangan, pengelola juga menghadapi hambatan dalam mengelola aduan masyarakat di LAPOR!. Bagi pengelola, cara penyampaian aduan masyarakat yang belum sesuai tata bahasanya merupakan sebuah hambatan tersendiri. Penggunaan bahasa daerah, penulisan dengan singkatan dan gaya menulis yang alay membuat proses penyampaian aduan menjadi panjang dan memakan waktu lebih lama. Meskipun begitu, administrator disiapkan untuk selalu siap membantu masyarakat. Selain dari sisi masyarakat, hambatan juga muncul dari sisi pemerintah. Hambatan terbesar dari sisi pemerintah ialah belum disiplinnya semua lembaga yang terhubung. Gibran mengungkapkan bahwa karakteristik setiap lembaga berbeda-beda sehingga cara menjaga performa lembaga menjadi PR tersendiri bagi pengelola. “Karakteristik kementrian itu beda-beda. Ada yang pemimpinnya aware. Bandung, walikotanya comment langsung di laporannya, artinya dia melihat sistem itu. Tapi ada juga yang masa bodoh, dijawab kalau sesempatnya aja. Ini beda-beda karakteristik pemerintah. Dengan sistem yang terbuka ini kami harapkan masyarakat bisa menilai langsung. Sehingga yang masih belum aware bisa dalam tanda kutip kita tekan bareng-bareng. Sehingga tekanan bukan hanya dari kami di kantor presiden, tapi masyarakat langsung.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks. UKP 4 Jakarta, 4 Juni 2015) Tantangan dari sisi pemerintah muncul dari belum terhubungnya semua kementrian, lembaga dan Pemda dengan LAPOR!. Ketidakterhubungan ini tentu saja menghambat LAPOR! sebab ketidakterhubungan ini juga berdampak pada jumlah aduan masyarakat. Apabila semakin banyak lembaga, kementrian dan Pemda yang terhubung bisa lebih banyak juga masyarakat yang akan menggunakan. Keterhubungan ini menjadi salah satu PR terbesar bagi LAPOR!. Sebagai layanan aduan dan aspirasi yang berniat untuk mengintegrasikan seluruh Indonesia, sebaiknya LAPOR! serius untuk menyelesaikan hambatan dan tantangan ketidakterhubungan ini. 130 G. Analisis Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan pengaduan dalam Mewujudkan Good Governance Melihat pengelolaan LAPOR! tidak bisa hanya semata dari sistem dan fiturnya. Keseluruhan langkah pengelolaan perlu di lihat untuk melihat kontribusinya dalam mewujudkan good governance. Pembahasan akan dimulai dengan mengupas karakteristik LAPOR! sebagai media sosial. Pengelola mengklaim LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan pengaduan yang berbasis media sosial. Saxena (2013) mengungkapkan tujuh karakteristik dan keunikan media sosial yang membedakannya dari media konvensional. Pertama, media sosial terbangun dari web space yang bisa diakses bebas oleh pengguna internet. Kedua, ada alamat web khusus yang digunakan untuk mengakses. Sebagai sebuah layanan aspirasi pengaduan berbasis media sosial, LAPOR! memiliki sebuah web space www.lapor.go.id yang dapat diakses oleh semua pengguna internet dan menjadi website rujukan semua kanalnya. Ketiga, media sosial memungkinkan pengguna membuat profil sebagai identitas dan keempat, media sosial membuka konektivitas antar penggunanya. Kelima, media sosial mempunyai potensi membangun percakapan. Keenam, konten media sosial dapat ditelusur ulang oleh pengguna lain. LAPOR! memiliki profil dan akun bagi masing-masing pengguna dan memiliki timeline yang menampilkan setiap laporan. Di dalam setiap laporan, terdapat kolom komentar yang dapat diisi oleh pengguna lain sebagai media berkomunikasi. Pengguna lain juga dapat melihat laporan-laporan terdahulu dengan kolom cari laporan dan juga timeline yang memuat semua laporan yang terpublikasi. Secara garis besar LAPOR! memenuhi dua poin utama dari media sosial yaitu kolaborasi dan partisipasi dimana LAPOR! dapat mempertemukan para pengguna unutk berinteraksi dan berkolaborasi di dalamnya. LAPOR! juga bisa menunmbuhkan partisipasi penggunanya. Namun, salah satu karakteristik media sosial, yang membedakannya dengan media tidak sesuai dengan LAPOR!. Media 131 sosial seharusnya memungkinkan setiap pengguna mengunggah informasi atau konten. Apabila pada media konvensional terdapat gate keeper atau editor konten, konten pada media sosial seluruhnya berasal dari pengguna, semua orang dapat menjadi sumber informasi. Pada pengelolaan LAPOR!, tidak semua konten yang dibuat oleh pengguna dapat ditampilkan di media sosial LAPOR!. Di dalam pengelolaan, terdapat administrator yang melakukan penyuntingan pesan dan memilih pesan mana yang layak ditampilkan atau tidak. Secara tampilan, fitur dan sistem keseluruhan memang LAPOR! menggunakan basis media sosial. Tampilan timeline, komentar dan potensi interaksinya sesuai dengan karakteristik media sosial. Namun, LAPOR! juga tidak lebih seperti media lain yang tidak memberikan kebebasan penuh pengguna mengunggah konten. Sehingga apabila diklaim sebagai sebuah media sosial, peneliti merasa LAPOR! belum sepenuhnya bisa dikatakan media sosial. LAPOR! lebih tepat dikatakan sebagai layanan aspirasi dan aduan yang mengadopsi dan berbasis pada media sosial. Selanjutnya ada dua cara yang digunakan peneliti untuk melihat kontribusi LAPOR! dalam mewujudkan good governance. Pertama ialah melihat keseusaian fitur (teknis) dengan prinsip good governance. Kedua, melihat implementasi prinsip good governance dan complain handling sytem didalam pengelolaan yang dilakukan LAPOR!. Guna memudahkan, berikut adalah tabel kaitan antara fitur LAPOR! dengan prinsip good governance: 132 Tabel 4.2. Implementasi Prinsip Good Governance pada LAPOR! Prinsip Good Governance Partisipasi Pengawasan Publik Fitur Pengelolaan Open Channel LAPOR! membuka partisipasi warga menyampaikan aspirasi dan aduannya Aktivasi Akun Melakukan survei guna membuka masukan pengembangan Forum Dialog Kolom Komentar Timeline Pembebasan Kategori Laporan Alamat kontak LAPOR! Transparansi Melakukan sosialisasi guna meningatkan partisipasi Membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan pembangunan Pesan terdispoisis hingga ditutup ditampilkan pengelola Admin membalas pesan yang diajukan masuk ke dalam sistem Kolom komentar Pengelola menerima kritik dan saran serta membalas kontak pengguna Ada editing pesan sebelum di disposisikan Tenggat Waktu Tindak Lanjut Masih banyak tanggapan yang melebihi tenggat waktu Notifikasi Evaluasi berkala internal, laporan berkala untuk lembaga terhubung Kesetaraan Peluang Akses terbuka Belum meratanya infrastruktur internet Efisiensi Disposisi otomatis oleh administrator Timeline Profesionalis me Efektivitas Penegakan hukum Daya Tanggap Minimnya keterhubungan lembaga dan Pemda Laporan sukses Laporan Anonim dan Rahasia Protected username Deadline disposisi dan tanggapan Fitur junk otomatis Pengelola menjamin kerahasiaan identitas pengguna fitur anonim dan rahasia Ada reminder dari pengelola kepada lembaga terhubung Pengelola menerima kritik dan saran berkaitan dengan LAPOR! 133 menghapus pesan yang tidak mengandung aduan (spam) Wawasan kedepan Opini publik Melakukan survei dan evaluasi serta uji coba materi Kontak pengelola Pengelola menampilkan kegiatan yang dilakukan di blog Statistik LAPOR! Pengelola membuat rekapan data nasional apabila diperlukan lembaga terkait Akuntabilitas Akuntabilitas Pegelola memberikan laporan berkala dan Statistik LAPOR! akses data yang terbuka, kecuali data laporan rahasia Secara garis besar, dilihat dari sistem dan fitur yang dimiliki LAPOR! sudah sangat mendukung perwujudan good governance. Namun, apabila dilihat dari pengelolaan, terlepas dari fitur yang ada, beberapa prinsip masih belum maksimal dalam implementasinya. LAPOR! sebagai sebuah layanan aspirasi dan aduan masyarakat berangkat dari ide besar membangun membangun partisipasi publik di dalam mengawasi pembangunan dan pemerintah. Meskipun bukan pihak yang secara langsung melakukan pembangunan, namun masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam mengawasi dan memperbaiki kinerja aparatur negara. Sebuah pelaporan dan aduan tampaknya adalah hal sepele, namun itu adalah sebuah bukti bahwa masyarakat peduli dan punya partisipasi dalam pembangunan. LAPOR! memfasilitasi partisipasi masyarakat melalui penyediaan sarana untuk bersuara yang mudah diakses (accessable), partisipasif. Masyarakat mempunyai hak bersuara dan berkontribusi pada pembangunan yang dapat difasilitasi oleh LAPOR!. Apabila di lihat dari sisi fitur di LAPOR!, partisipasi tergambar dari fitur di LAPOR! seperti komentar dan beri dukungan. Selain itu, sebagai sebuah layanan aspirasi dan pengaduan, LAPOR! juga mendukung prinsip layanan aduan yaitu 134 kesederhanaan dan aksesibilitas. LAPOR! dapat diakses tidak hanya dari satu kanal saja tetapi 3 kanal yang memudahkan pengguna untuk berpartisipasi. Selain itu, LAPOR! dinilai peneliti telah membantu terwujudnya pengawasan publik. LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi membuka peluang publik untuk mengawas dan tidak tinggal diam dalam memantau pembangunan dan pelayanan publik. Posisi LAPOR! dalam pengawasan public ini pun cukup objektif mengingat LAPOR! berperan sebagai jembatan penghubung, bukan yang menerima dan mengambil tindak lanjut laporan. LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan aduan telah mengajak masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah. Pengawasan publik ini pun tercermin pada segi fitur. LAPOR! memiliki timeline untuk memudahkan pengawasan dan pemantauan aduan. Selain itu. LAPOR! juga tidak membatasi kategori aduan sehingga memperluas kesempatan masyarakat mengawasi pemerintah dari berbagai lini. Selain itu, LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi juga mengedepankan transparansinya. Secara teknis LAPOR! menonjolkan prinsip transparansi terutama dari fitur dan sistem yang dimiliki. Tetapi, harus diakui bahwa pada pengelolaan aduan, prinsip transparansi belum sepenuhnya terpenuhi karena ternyata pengelola melakukan suntingan, yang tidak dinotifikasikan secara langsung (diberi tahu bahwa tulisannya disunting) kepada pelapor. Penyuntingan ini memang tujuannya baik, namun sangat rawan mengubah makna dan pesan dari masyarakat. Selanjutnya melihat prinsip daya tanggap, profesionalisme serta efektivitas dan efisiensi. Belum semua komponen pemerintah yang terlibat di LAPOR! menunjukan profesionalismenya dalam menanggapi aduan masyarakat. Prinsip pelayanan aduan yang responsive, efisien, dan cepat terbukti belum maksimal dilihat dari masih banyaknya aduan yang terlambat ditanggapi dan melebihi tenggat waktu. Belum lagi jumlah Kementrian, Lembaga dan Pemda yang terhubung masih minim. Jumlah Kementrian, Lembaga dan Pemda yang 135 terhubung belum bisa membuat LAPOR! dikatakan mampu memfaslitasi seluruh laporan masyarakat, seperti ekspektasi yang ditawarkan. Bayangkan, ada ratusan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dan LAPOR! hanya terhubung dengan 5 Pemda saja. Padahal, berdasarkan otonomi daerah, Pemda memiliki kebebasan untuk mengelola daerahnya sehingga menyebabkan birokrasi setiap daerah di Indonesia tidaklah sama. Padahal, masalah yang ada di masyarakat bukan hanya masalah pemerintah pusat atau kementrian. Justru, sebagai instansi yang paling dekat dengan masyarakat, Pemda punya potensi permasalahan yang lebih banyak dan lebih dekat dengan publik. 5 Pemda saja tentu jumlah yang sangat kecil. Kejanggalan muncul dari fakta sedikitnya Pemda dan lembaga pemerintah yang terhubung dengan LAPOR!. LAPOR! merupakan bagian dari pemerintah, LAPOR! pun adalah pemerintah itu sendiri, namun mengapa LAPOR! masih perlu untuk bersusah payah menghubungkan pemerintah dengan dia? Seolah-olah LAPOR! adalah bagian terpisah dari pemerintah. Bahkan LAPOR! harus berupaya, bersosialisasi dan mempersuasi pemerintah daerah untuk ikut bergabung. Kejanggalan ini pada awalnya muncul dari asumsi hambatan birokrasi yang kemudian menghambat LAPOR! untuk menghubungkan dirinya dengan seluruh komponen dan instansi pemerintahan. Asumsi itu muncul sebab, dilihat dari kegiatan promosi yang dilakukan, untuk bisa terhubung dengan satu Pemerintah Daerah saja, pengelola harus melakukan perijinan sosialisasi yang bertingkat dengan tebusan demi tebusan. Padahal, LAPOR! membawa nama Kantor Staf Presiden, yang posisinya berada di wilayah pemerintah pusat. Secara logika, LAPOR! dapat lebih mudah untuk menghubungkan lembaga dan pemerintah. Ternyata, pemerintah telah melakukan upaya pengintegrasian semua instansi ke sistem LAPOR! dalam bentuk Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2015. Peraturan Menteri tersebut berisi roadmap pengembangan sistem pengelolaan pengaduan 136 pelayanan publik nasional. Di dalamnya diamanatkan bahwa setiap instansi kini wajib memiliki dan mengelola layanan aduan yang efektif. Peraturan Menteri ini berisi pula amanat 3 periode tahap yaitu tahun 2015, 2016 dan 2017. Pada tahun 2015, ditargetkan bahwa setiap instansi harus memiliki layanan aduan yang efektif dan memberikan tanggapan terhadap aduan masyarakat. Barulah di tahun 2016, setiap instansi diwajibkan untuk terintegrasi baik secara vertical maupun horizontal dari pusat hingga unit terkecil. LAPOR! menjadi sarana pengintegrasian secara online yang diamanatkan di dalam Peraturan Menteri ini. Maka terjawab kejanggalan yang muncul dari minimnya keterhubungan LAPOR! ini. Pemerintah memang sejak awal kemunculan LAPOR! di 2012 hingga 2015 belum menegaskan kepada seluruh instansi untuk bergabung terintegrasi dengan LAPOR!. Barulah di tahun 2015 ini keseriusan pemerintah untuk membangun layanan aspirasi dan pengaduan yang terintegrasi dibuktikan dengan mengeluarkan peraturan tertulis amanat bagi seluruh instansi. Di awal tahapan mengintegrasi pun tidak dipasang target pengintegrasian seluruh instansi. Sebagai sebuah sistem baru, pengenalan sistem dan sosialisasi juga perlu dilakukan sehingga periode pertama digunakan untuk membangun pondasi masing-masing institusi. Barulah di tahun 2016 diharapkan seluruh instansi dapat terintegrasi. Sehingga, untuk tahun ini LAPOR! memang sedang dalam proses menyiapkan instansi untuk siap terintegrasi seluruhnya. Selain itu sebagai layanan aspirasi dan aduan LAPOR! pun belum memaksimalkan kesetaraan peluang. Meskipun LAPOR! merupakan layanan berbasis media sosial yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia, namun perlu diingat bahwa tidak semua masyarakat Indonesia mengakses internet dan telepon seluler. Masih ada masyarakat yang tidak menggunakan telepon genggam, smartphone dan internet yang suaranya pun perlu didengar. Para pedagang kecil di pasar, penduduk pelosok yang kekurangan air, masyarakat perbatasan yang belum mendapat fasilitas pendidikan layak, mereka pun perlu 137 difasilitasi suaranya. Meskipun LAPOR! membuka peluang bagi semua warga negara, namun tidak semua orang dapat menangkap peluang yang sama. Sebagai sebuah layanan aduan berbasis media sosial, LAPOR! sudah berusaha memenuhi semua prinsip layanan adua dan good governance. Beberapa prinsip sudah menonjol, namun masih banyak yang belum maksimal dan menjadi PR bagi pengelola. Inisiatif untuk membuat layanan aduan yang inovatif ini patut diapresiasi, namun masih banyak tantangan yang perlu dijawab. Terlalu cepat untuk mengklaim sebagai layanan aduan terintegrasi nasional saat ini, apabila kenyataan masih berkata bahwa lembaga dan pemerintah daerah yang terhubung masih sangat minim. Meskipun begitu, proses menuju integrasi yang sedang dijalani pun patut mendapat apresiasi dan dukungan. Terlalu cepat pula mengklaim sebagai layanan aduan dan aspirasi yang efektif efisien, apabila keefektifitasan dan efisiensi hanya dirasakan sebagian wilayah saja. Sebab, pemerintah bukan hanya yang ada di pusat, masalah bukan hanya di pulau Jawa dan masyarakat bukan hanya yang memiliki telepon genggam, smartphone dan akses internet saja. 138 BAB V Penutup Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan akan memberikan gambaran menyeluruh tentang temuan dan analisis atas masalah utama penelitian yaitu pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan pengaduan online. Kesimpulan juga mengulas mengenai kontribusi LAPOR! dalam rangka membantu mewujudkan good governance di Indonesia. Pada bagian ini juga akan dijabarkan kekuatan dan kekurangan selama proses penelitian agar dapat digunakan sebagai bahan koreksi untuk peneliti dan dapat membantu penelitian selanjutnya mengenai media sosial dan pemerintahan. Pada bagian saran, peneliti akan berusaha memberikan rekomendasi terkait dengan temuan dan analisis yang telah dilakukan. Rekomendasi dan masukan diharapkan mampu memberi nilai tambah bagi penelitian dan memberikan manfaat bagi pengembangan kajian Ilmu Komunikasi. Selain itu, saran berupa rekomendasi dan masukan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat pula bagi pembelajar, pengajar, serta pihak yang menggunakan penelitian ini seperti pengelola LAPOR! dan pemerintah pada umumnya. A. Kesimpulan Pengelolaan komunikasi politik pemerintah kini tidak bisa dihindari lagi. Seluruh elemen pengambilan keputusan di dalam pengelolaan negara perlu dikelola hubungannya dengan baik. Di dalam otoritas politik modern seluruh elemen negara perlu berkoordinasi dalam komunikasi yang korporatif guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good governance). Pemerintah kini mulai membuka ruang partisipasi pada publik yang memang semakin aktif dan kritis mengawasi pembangunan dan pelayanan publik. Keinginan dari pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang memberi ruang partisipasi masyarakat ini kemudian diejawantahkan menjadi 139 sebuah inisiatif program berupa penyediaan layanan aduan dan aspirasi rakyat. Pada tahun 2012, pemerintah meluncurkan sebuah layanan aduan dan aspirasi online berbasis media sosial yang diberi nama Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!). LAPOR! merupakan sebuah layanan aspirasi dan aduan yang mengadopsi dan berbasis layanan media sosial. Perencanaan LAPOR! diawali dengan analisa permasalahan tantangan, perumusan tujuan dan analisa peluang. Bentuk penggunaan media sosial dipilih sebagai model layanan aduan dan aspirasi online didasari pertimbangan secara statistik penggunaan media sosial, psikografis masyarakat dan juga geografis. Secara statistik, tingkat penggunaan media sosial di Indonesia relatif tinggi. Secara psikografis masyarakat pun memiliki karakter yang aktif berkomunikasi di dunia maya. Kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan berjarak dipisahkan bukit, gunung dan laut pun cocok dirasa pemerintah cocok untuk diatasi permasalahan komunikasinya melalui teknologi. Pemerintah membangun sistem layanan aduan dan aspirasi online LAPOR! dengan 3 pintu masuk penerimaan aduan dan aspirasi yaitu SMS, website dan asplikasi pada smartphone. Masyarakat dapat mengajukan aduan dan aspirasi melalui 3 pintu kemudian seluruh aduan dan aspirasi akan dikelola di satu sistem dan dapat dipantau serta dikawal bersama-sama dalam sebuah sistem media sosial hingga aduan tuntas ditanggapi dan ditindak lanjuti. Langkah membangun layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini dirasa dapat mendukung terwujudnya partisipasi masyarakat yang juga merupakan poin kunci dalam penyelenggaraan good governance. Penelitian ini menggunakan Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 Mengenai Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah sebagai tolak ukur didukung dengan Input/Output Model of IT Planning for Social Media in Governemnt dari Dadashzadeh (2010) sebagai tolak ukur untuk melihat 140 pengelolaan media sosial yang dilakukan LAPOR!. Pengelolaan media sosial terdiri dari langkah perencanaan, kegiatan media sosial, strategi media sosial, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. Dadashzadeh (2010) menambahkan pada proses perencanaan pengelolaan media sosial oleh pemerintah, diperlukan empat proses yang membedakannya dari pengelolaan media sosial pada umumnya yaitu perencanaan nilai-nilai pelayanan publik, penentuan fokus, inventarisasi IT dan peramalan teknologi yang akan datang. Berdasarkan temuan di lapangan, pengelolaan media sosial LAPOR! secara umum sudah memenuhi kelima tahapan tersebut. Hanya saja pada tahap perencanaan LAPOR! tidak melakukan analisa POST. LAPOR! melakukan analisa masalah dan peluang dalam bentuk lain. Analisa itu terdiri dari analisa permasalahan dan tantangan, analisa peluang dan juga perumusan tujuan pembuatan. Analisa permasalahan dan tantangan meliputi refleksi layanan aduan dan aspirasi terdahulu, analisa kondisi masyarakat dan pemerintah dan analisa kondisi geografis Indonesia. Analisa peluang berisi analisa terhadap pemanfaatan teknologi. Sedangkan penetapan tujuan berorientasi pada visi dan misi pemerintah. Meski tidak melakukan analisa unsur-unsur POST, namun analisa yang dilakukan mengandung unsur-unsur POST itu sendiri. Melalui penelitian ini, peneliti mengetahui bahwa di dalam mengelola pesan aduan dan aspirasi masyarakat, ada campur tangan pengelola terhadap pesan yang cukup besar. Pada tahapan pelaksanaan, LAPOR! melakukan suntingan terhadap aduan yag maksud. Suntingan yang dilakukan sebatas suntingan redaksional dan tata bahasa. Namun, peneliti menilai bahwa penyuntingan yang dilakukan ini rawan mengalami perubahan makna. Selain itu, langkah penyuntingan yang dilakukan LAPOR! tidak sejalan dengan karakter media sosial itu sendiri. Media sosial merujuk pada Saxena (2013) memiliki karakter konten yang user oriented tanpa adanya editor. Maksudnya, konten yang ada di media sosial tidak mengalami editing dan berasal dari pengguna media sosial itu sendiri. Pada LAPOR! konten yang ditampilkan 141 adalah konten yang telah mengalami editing oleh administrator. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa LAPOR! bukanlah media sosial seutuhnya, tetapi sebuah layanan aduan dan aspirasi yang mengadopsi sistem media sosial. Pada tahap evaluasi, LAPOR! melakukan evaluasi internal setiap 3 bulan sekali kepada pengelolanya. Evaluasi dinilai dari capaian-capaian yang diraih setiap divisi berdasarkan IKU dan target yang disusun di awal tahun. Selain itu, LAPOR! mengirimkan laporan berkala pada Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait dengan statistik aduan. Pada kasus tertentu, LAPOR! akan menghubungi KL dan Pemda terkait yang dirasa perlu mendapat teguran terkait kinerjanya. Peneliti menyimpulkan bahwa pengelolaan media sosial LAPOR! yang dilakukan oleh Kantor Staf Presiden sudah berupaya memenuhi prinsip-prinsip good governance. Namun, belum semua dapat terepresentasi di dalam pengelolaan. Beberapa prinsip seperti partisipasi dan pengawasan publik sangat menonjol, tetapi ada beberapa prinsip seperti transparansi dan profesionalisme yang belum menonjol. Pengelolaan LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan pengaduan secara keseluruhan telah mempertimbangkan nilai-nilai pelayanan publik, yang membedakannya dengan pengelolaan media sosial biasa. Pengelolaan yang berusaha mengedepankan kepentingan publik dan berusaha membawa perubahan nyata bagi pembangunan patut diapresiasi meskipun aspirasi masyarakat belum sepenuhnya dapat terwadahi. Peneliti merasa terlalu cepat mengklaim LAPOR! sebagai layanan yang terintegrasi secara nasional mengingat masih sangat minimnya jumlah Pemda dan lembaga pemerintahan yang terhubung. Apabila ada keseriusan dari peemrintah untuk mengelola layanan aduan maka seharusnya seluruh lembaga dan pemerintah dapat terhubung. Pada kenyataannya, LAPOR! yang mengaku sebagai pemerintah pun masih harus melakukan sosialisasi dan promosi terhadap pemerintah itu sendiri. 142 B. Saran Berdasarkan temuan dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah sebagai pengelola LAPOR! Ide mewujudkan sebuah layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial patut diapresiasi, namun sebaiknya ada keseriusan yang lebih di dalam mengelola terutama dalam memfasilitasi seluruh lembaga, kementrian dan Pemda. Peneliti menyarankan agar pemerintah segera mempercepat proses penghubungan seluruh lembaga yang ada di sistem LAPOR!. Langkah ini sangat perlu dilakukan agar LAPOR! bisa sepenuhnya menjadi tempat menyampaikan aduan dan aspirasi masyarakat dari berbagai level permasalahan. Pemerintah perlu segera melakukan pengintegrasian seluruh elemen pemerintahan yang ada. Melalukan edukasi melalui penyampaian konten yang telah disunting juga sebenarnya merupakan ide yang baik, namun pengelola perlu berhati-hati karena penyuntingan sangatlah saran mengubah makna. Oleh karena itu, pengelola sebaiknya lebih berhati-hati dan mempertimbangkan lagi cara menyunting yang dilakukan. Pengelola harus memastikan bahwa suntingan tidak mengubah makna komunikasi dari pelapor. Bagaimanapun juga pesan harus dapat sampai dengan tepat kepada orang yang tepat pula. Semoga pemerintah dapat menjembatani aduan masyarakat dengan tepat melalui layanan aduan dan aspirasi yang baik. 2. Bagi peneliti dengan tema serupa Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan pelajaran dan refleksi bagi penelitian akan datang dengan tema serupa. Salah satu keterbatasan penelitian ini ialah minimnya pra-riset yang dilakukan peneliti. Objek penelitian LAPOR! mengalami masa transisi antara dua periode pemerintahan, pengetahuan mengenai LAPOR! dahulu dan sekarang terhitung minim karena pra-riset yang tidak maksimal. Oleh karena itu, bagi pembelajar 143 yang akan melakukan penelitian dengan tema serupa peneliti menyarankan untuk melakukan pra-riset guna memastikan secara garis besar seluk beluk untuk memudahkan melihat masalah. Di dalam melakukan penelitian, peneliti memiliki keterbatasan waktu wawancara yaitu hanya sebanyak 2 kali. Keterbatasan waktu tatap muka dengan narasumber disiasati dengan mengamati pergerakan secara online dan mengirim pertanyaan melalui email. Peneliti merasa 2 kali pertemuan dengan narasumber adalah waktu yang sangat minim untuk menggali informasi. Oleh karena itu apabila dilakukan penelitian selanjutnya maka peneliti menyarankan agar dapat terlibat lebih dalam sehingga untuk melihat fenomena dari perspektif yang tidak hanya di permukaan. Selanjutnya, apabila hendak melakukan penelitian serupa peneliti merekomendasikan peneliti untuk membaca banyak buku mengenai sistem pemerintahan dan birokrasi, surat kabar, dan regulasi yang berkaitan dengan pemerintahan yang diteliti. Peneliti merasa pengetahuan mengenai birokrasi dan isu sosial sangat dibutuhkan untuk dapat mengelola informasi lebih dalam. Terakhir, peneliti menyarakan untuk dilakukan lebih banyak penelitian komunikasi di bidang pemerintahan terutama pemanfaatan new media. Peneliti merasa menarik melihat fenomena new media kini marak digunakan oleh pemerintah untuk mendekati generasi muda millennial. 144 DAFTAR PUSTAKA Buku Adiputra, Wisnu Martha (Ed). (2012). Media baru : Studi Teoritis & Telaah dari perspektif Politik dan Sosiokultural. Yogyakarta: FISIPOL UGM. Albaran, Alan B. (2013). The Social Media Industries. New York: Routledge. Bang, Henrik P (Ed). (2003). Governance as social and political communication. Manchester: Manchester University Press. Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Tradition. London: SAGE Publications.. Dijk, Jose Van. (2013). The Culture of Connectivity: a Critical History of Social Media. New York: Oxford University Press. Dwiyanto, Agus, et al. (2003a). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: PSKK UGM. Dwiyanto, Agus, , et al. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dwiyanto, Agus, et al. (2003b). Teladan dan Pantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: PSKK UGM. Flew, T. (2005). New media. New York: Oxford University Press. Harvey, Kerric (Ed). (2014). Encyclopedia of Social Media and Politics. London: SAGE. Kooiman, Jan (Ed). (1993). Modern governance: new government society interactions. London: SAGE. L.Barker, Therese. (1999). Doing Social Research Third Edition. USA: Mc GrawHill International Edition Comp.Inc. Lievrouw, L., dan Livingstone, S. (2006). Handbook of New Media: Social Shaping and Social Consequences. Fully revised student edition. London: Sage. McLuhan, Marshall. (1990). Understanding Media: The Extention of Man. London: Routlege. McQuail, Denis. (2005). London: Sage. Mass Communication Theory Fifth Edition. 145 Moleong, Lexy J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Patton, M. Quinn. (2002). Qualitative Research and Evaluation Methods. London: SAGE Publication. Pavlik, John V. (1996). New Media Technology: Cultural and Commercials Perspectives. Boston: Allyn and Bacon. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis. Poerwandari. E.K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI. Salim, Agus. (2006). Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogya: Tiara Wacana. Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Wyrwoll, Claudia. (2014). Social Media: Fundamentals, Models, and Ranking of user-generated contet. Germany: Springer Vieweg. Yin, Robert K. (2005). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Jurnal Anderson, T. B. (2009). E-government as an anti-corruption strategy. Information Economics and Policy, 21. (pp 201−210). Ansori, M Achsan Isa, dkk. (2014). Effect of Social Media on Website City Government in Indonesia. International Conference of Internet Studies. Bertot, J. C., Jaeger, P. T., & Grimes, J. M. (2010). Crowd-sourcing transparency: ICTs, social media, and government transparency initiatives. The 11th Annual Digital Government Research Conference on Public Administration Online: Challenges and Opportunities. (pp 51–58). Bertot, John C & Paul T Jaeger dkk. (2010). Using ICTs to create a culture of transparency: E-government and social media as openness and anticorruption tools for societies. Government Information Quarterly 27 (pp 264-271). Bhatnagar, S. (2003). E-government and access to information. Global Corruption Report 2003. Washington DC: Transparency International. 146 Bonson, Enrique, dkk. (2012). Local e-government 2.0: Social Media and Corporate Transparency in Municipalities. Government Information Quarterly ELSEVIER Journal vol. 29, issue 2. P.123-132. Boyd, Danah. (2009). Social Media is Here to Stay..Now What?. Microsoft Research Tech Fest. Washington: Redmond. Chan-Olmsted, Sylvia M. dkk. User Perceptions of Social Media: A Comparative Study of Perceived Characteristics and User Profiles by Social Media. Online Journal of Communication and Media Technologies Vol. 3, Issue 4. P.149-178. Dadashzadeh, Mohammad. (2010). Social Media in Government: From eGovernment to e-Governance. Journal of Business&Economic Research. November vol. 8 no.11. p.81-86. Heeks, R. (2005). E-government as a carrier of context. Journal of Public Policy 25. p. 1−74. Jaeger, P. T., Paquette, S., & Simmons, S. N. (2010). Information policy in national political campaigns: A comparison of the 2008 campaigns for President of the United States and Prime Minister of Canada. Journal of Information Technology & Politics, 7. p. 1–16. John Bertot C & Paul T Jaeger dkk. (2010). Using ICTs to create a culture of transparency: E-government and social media as openness and anticorruption tools for societies. Government Information Quarterly 27. p.265. Kavanaugh, Andrea L & Edward A. Fox, dkk. (2012). Social media use by government: From the routine to the critical. Government Information Quarterly 29. p. 480–491. Kietzman, Jan H & Kristopher Hermkens, dkk. (2011). Social media? Get serious! Understanding the functional building blocks of social media. Business Horizons 54. p. 241—251. Magro, Michael J. (2012). A Review of Social Media Use in E-Government. Administrative Sciences ISSN. P. 2076-3387. Mergel, I. (2013). A Framework for Interpreting Social Media Interactions in The Public Sector. Government Information Quarterly vol. 30(4). p. 327-334. Mickoleit, A. (2014). Social Media Use by Governments: A Policy Primer to Discuss Trends, Identify Policy Opportunities and Guide Decision Makers. OECD Working Papers on Public Governance No. 26. p. 1-70. 147 Montalvo, Roberto E. (2011). Social Media Management. International Journal of Management & Information Systems – Third Quarter 2011 Vol. 15, No. 3. p. 91-96. Mrva-Montoya,Agata. (2012). Social Media: New Editing Tools or Weapons of Mass Distraction?. Journal of Electronic Publishing‘s peer reviewers Vol.15. issue 1. Retrieved from http://quod.lib.umich.edu/cgi/t/text/idx/j/jep/3336451.0015.103/--socialmedia-new-editing-tools-or-weapons-of-mass?rgn=main;view=fulltext#N10 diakses pada 12 Juni 2015 pukul 23.00 WIB. Pathak, R. D., Naz, R., Rahman, M. H., Smith, R. F. I., & Agarwai, K. N. (2009). E-governance to cut corruption in public service delivery: A case study of Fiji. International Journal of Public Administration, 32. p. 415−437. Roberto E Montalvo. (2011). Social Media Management. International Journal of Management & Information Systems Third Quarter 2011 Vol. 15, No. 3. p.91. Scott, David Meerman. (2007). Social media debate. EContent 30, No. 10. p.64. Shim, D. C., & Eom, T. H. (2008). E-government and anti-corruption: Empirical analysis of international data. International Journal of Public Administration, 31 p. 298−316. Silfianti, Widya. (2011). Do Indonesian Province Website Rich and Popular?. World of Computer Science and Information Technology Journal (WCSIT) ISSN: 2221-0741. Vol. 1, No. 6. p.253-259. Sylvia M. Chan-Olmsted, dkk. (2013). User Perceptions of Social Media: A Comparative Study of Perceived Characteristics and User Profiles by Social Media. Online Journal of Communication and Media Technologies Vol. 3, Issue 4. P.149-178. Trkman, M & Trkman P. (2009). A Wikis as Intranet: A Critical Analysis Using the Delone and McLean Model. Online Information Review, 33(6). P. 10871102. World Bank. (2004). Making services work for the poor: World Development Report. Washington DC: Author. Penelitian Astrini. (2013). Media Baru dalam Kampanye Sosial: Studi Kasus Penggunaan Twitter dan Blog dalam Kampanye Sahabat Lokananta. Yogyakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM. 148 BDO. (2012). From Housing and Litter to Facebook and Twitter. BDO Local Government. Ermaya Widyastuti. (2012). Pengelolaan Media Sosial dalam Mendukung Kampanye Pemasaran Mizone: Studi Deskriptif Pengelolaan Media Sosial untuk Kampanye Pemasaran Program Mizone City Project 2012. Yogyakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM. GovLoop. (2013). The Social Media Experiment in Government: Elements of Excellence. ICMA. (2011). E-Government 2011 Survey Summary. OECD. (2013a). Government at a Glance 2013. Paris: OECD. OECD. (2013b). Survey on Government use of Social Media. Paris: OECD. Twiplomacy. (2013). Twiplomacy Study 2013. http://www.twiplomacy.com diakses 12 Juni 2015. Twiplomacy. (2014). Twiplomacy Study 2014. http://twiplomacy.com diakses 12 Juni 2015. Retrieved Akses penuh from dalam Online Accenture. (2010). Accenture Public Service Value Governance Framework. Retrieved from http://www.accenture.com/Global/Research_and_Insights/Institute_For_Pub lic_Service_Value/AccentureFramework.htm. diakses pada 6 April 2015 pukul 03.49 wib. Admin. (2014). Inisiatif OGI. Retrieved from http://www.opengovindonesia.org/inisiatif-ogi/ diakses pada 9 September 2015 pukul 20.08 WIB. Admin. (2014). Mission and Goal. Retrieved from http://www.opengovpartnership.org/about/mission-and-goals diakses pada 6 September 2015 pukul 22.19 WIB. Admin. (2015). Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 3 tahun 2015. Retrieved from http://www.blog.lapor.go.id/images/dasar_hukum/Permenpan_03_2015.pdf diakses pada 9 September 2015 pukul 20.06 WIB. Agrlesta, Dherl. (2014). Masyarakat Makin Kritis Terhadap Pemerintahan Jokowi-JK. Retrieved from http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/21/334746/masyarakat-makin- 149 kritis-terhadap-pemerintahan-jokowi-jk diakses pada 1 April 2015 pukul 10.38 wib. Anonim. (2014). How Indonesians are Using ICT and Social Media for Disaster Management. Retrieved from http://www.ictworks.org/2014/04/09/howindonesians-are-using-ict-and-social-media-for-disaster-management/ diakses pada 13 Juli 2015. Holderness, Tomas dan Etienne Turpin. (n.d). White Paper-PetaJakarta.org: Assessing the Role of Social Media for Civic Co-Management During Monsoon Flooding in Jakarta, Indonesia. Retrieved from http://petajakarta.org/banjir/en/research/ diakses pada 13 Juli 2015. Indonesia‟s Love Affair with Social Media. (n.d). Retrieved from http://redwingasia.com/market-data/social-media-2/ diakses pada 6 April 2015 pukul 20.23 wib. Kemp, Simon. (2015). Digital Social & Mobile in 2015, We are social compendium of global digital statistic, Jan.2015. Retrieved from http://wearesocial.sg/blog/2015/01/digital-social-mobile-2015/ diakses pada 6 April 2015 pukul 15.46 wib. Komisi Pemberantasan Korupsi. (2013). Penguatan Peran Publik Melalui Media Sosial oleh Basuki Tjahja Purnama, Jakarta. Retrieved from http://acch.kpk.go.id/documents/10157/652898/Basuki+TjahajaSeminar+Humas+KPK+2013.pdf diakses pada 15 April 2015 pukul 3.42 wib. Kosasih, Engkos. (2015). Tjahjo, "Pemerintahan Jokowi Terbuka Menerima Kritikan dan Saran". Retrieved from http://m.galamedianews.com/bandungraya/6096/tjhjo--pemerintahan-jokowi-terbuka-menerima-kritikan-dansaran.html diakses pada 1 April 2015 pukul 11.17 wib. Lukman, Enriko. (2015). The lastest number on web, mobile, and social media in Indonesia (Inphograpic). Retrieved from https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-data-start-2015/ diakses 13 Juli 2015. Markovic, Aleksandar M, Aleksandra Labus, Marko V, Bozidar R. (n.d). Using social networks for improving e-government services. Retrieved from http://www.nispa.org/files/conferences/2013/papers/201304082119210.Usin g%20social%20networks%20for%20improving%20egovernment%20services.doc diakses pada 15 April 2015 pukul 16.00 wib. Purwoko, Krisman. (2015). Menkominfo Ajak Humas Pemerintah Buat Akun Twitter. Retrieved from http://www.harnas.co/2015/03/05/menkominfoajak-humas-pemerintah-buat-akun-twitter 150 Rahmanto, Yudhi. (2014). Yasonna: Pengaduan Masyarakat Langsung Terintegrasi dengan DITJENPAS melalui SMS 1708. Retrieved from http://regional.kompasiana.com/2014/11/24/yasonna-pengaduanmasyarakat-langsung-terintegrasi-dengan-ditjenpas-melalui-sms-1708705463.html diakses pada 1 April 2015 pukul 14.36 wib. Ril. (2013). Tingkatkan Layanan Publik, Pemerintah Gunakan Media Sosial. Retrieved from http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=43584Tingkatkan-Layanan-Publik,-Pemerintah-Gunakan-Media-Sosial diakses pada 1 April 2015 pukul 14.38 wib. Schonhardt, Sara. (2015). Sebangsa Puts an Indonesian Spin on Social Media. Retrieved from http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/01/21/sebangsa-puts-anindonesian-spin-on-social-media/ diakses pada 2 April 2015 pukul 22.50 WIB. Scott, David Meerman. (2007). Social media debate. Retrieved from http://www.econtentmag.com/Articles/Column/After-Thought/SocialMedia-Debate-40186.htm diakses pada 6 April 2015 pukul 20.27 wib. Sunil Saxena. (2013). 7 Keys Charateristics of Social Media. Retrieved from http://www.easymedia.in/7-key-characteristics-of-social-media/ diakses pada 6 April 2015 pukul 20.25 wib. Syukro, Ridho. (2014). Ombudsman: Pengaduan Masyarakat terkait Pelayanan Publik Meningkat 350%. Retrieved from http://www.beritasatu.com/nasional/230528-ombudsman-pengaduanmasyarakat-terkait-pelayanan-publik-meningkat-350.html diakses pada 1 april 2015 pukul 10.13 wib. UKP-PPP. (n.d). Booklet LAPOR! 1: Pemanfaatan LAPOR! oleh Pemerintah. Retrieved from https://www.lapor.go.id/assets/images/BookletLAPOR.pdf diakses pada 5 Juni 2015 pukul 23.44 WIB. Visi Misi pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. (n.d) Retrieved from http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf diakses pada 1 April 2015 pukul 10.58 wib. Wijaya, Ketut Krisna. (2015). Laporan Pengguna Website Media Sosial Indonesia. Retrieved from https://id.techinasia.com/laporan-penggunawebsite-mobile-media-sosial-indonesia/ diakses pada 6 September 2015 pukul 18.45 WIB. World Bank. (2010). Feedback Matters - Designing Effective Complaints Handling Mechanisms (Demand for Good Governance “How To” Learning 151 Note Series) Social Development Department. Retrieved from https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4& cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAD&url=http%3A%2F%2Fsiteresources. worldbank.org%2FEXTSOCIALDEVELOPMENT%2FResources%2FCH_ Systems_Final_04202010.docx&ei=3KmsVIbTJ8ySuASQ24GwAw&usg= AFQjCNFfY3OfyuhPtIkyAeq6aWK5h7n4gg&sig2=km2Qq0bsVgLHGGte edxflQ&bvm=bv.83134100,d.c2E diakses pada 6 April 2015 pukul 22.03 wib. 152 LAMPIRAN Transkrip Wawancara Narasumber : Gibran (G), Project Leader LAPOR! Tempat : Ruang Rapat 3.3 Gedung Eks.UKP4 Jakarta Tanggal : 4 Juni 2015 Waktu : 17.00 WIB L: Mas, LAPOR! ini sebenarnya dikelola oleh siapa sih? G: Dikelola oleh Kantor Staf Presiden, dari USK jadi KSP (Kantor Staf Presiden) pemimpinnya tetep sama, pak Luhut. Terus baru kemudian baru dari februari, maret, april, mei penataan dan sekarang strukturnya sudah terbentuk dan sudah jalan. kamu lihat aja perpres 26 2015. L: Oke mas. Saya penasaran dengan beberapa poin besar yaitu LAPOR!, pengelola, cara mengelola dan relasinya dengan pemerintah. Pertama saya penasaran mengapa LAPOR! harus dibuat padahal di lembaga lain sudah ada layanan aspirasi sendiri ataupun pengaduan sendiri. Kenapa LAPOR! harus dibuat dan diintegrasikan secara nasional? G: Yak, kenapa LAPOR! ada? Jadi, pada intinya, sebenarnya Indonesia dari tahun 2012 sudah tergabung di gerakan Open Government Partnership. Kita 1 dari 8 negara pendiri yang menandatangai deklarasi keterbukaan pemerintah. Kita sebenarnya inisiatif yang dibangun ini untuk mengejawantahkan komitmen itu bahwa kita tidak hanya menandatangani tapi kita juga melakukan suatu inisitaif perubahan yang bisa dilakukan di Indonesia khususnya. Nah kenapa kami coba bangun sarana pengaduan? Padahal Lintang bilang tadi sebenarnya di KL-KL sudah ada. Sebenarnya sempat ada assesment singkat dari pengelola tim dulu waktu masih di UKP4 tentang sarana pengaduan saat ini. Yang sudah ada itu, sebenarnya kalau dulu jaman orde baru atau jaman reformasi, orang itu kesulitan 153 kalau mau mengadu karena gak tahu dan gak ada sarananya. Apa sih sarananya? Dulu paling cuma surat, pos dan lain-lain. Kalau sekarang beda lagi kasusnya. Kalau sekarang sudah ada banyak sekali kanal-kanal aduan yang akhirnya justru membingungkan masyarakat saking banyaknya. Contoh satu kementrian, kalau dia sudah bagus sistemnya dia akan punya 1 call center yang jadi pusat layanan. Tapi di beberapa kementrian, kementriannya punya dia punya misalkan 11 dirjen atau berapa dirjen. Masing-masing dirjen punya telepon lagi kemudian di masing2 unit kerja punya kanal pengaduan lagi. Nah ini kan membingungkan masyarakat. Masyarakat harus melapor ke channel yang begitu banyak dan dia gak tau ini kewenangan siapa. Orang Indonesia itu gak mau tahu. Mereka tahunya anda pemerintah dan saya mau mengadu. Dia gak peduli sebenarnya "oh ini saya melapor ke dirjen A, ternyata kewenangan dirjen B" Lah ini biasanya kalau dulu, lapornya langsung aja ke dirjen B. Dia nyuruh masyarakat, di pingpong masyarakat. Itu gak ideal. Karena ada satu prinsip yang universal di dalam pengelolaan pengaduan bahwa ketika masyarakat mengadu kemanapun aduannya harusnya dia sampai ke yang berwenang. Ada prinsip namanya ―no wrong door policy‖, yang sudah diterapkan secara universal di banyak negara maju. Ini yang ingin kami atasi masalah ini dek. Jadi soal tadi 1 tadi kebanyakan dan tidak terintegrasi. Harusnya, banyak itu boleh tapi alangkah baiknya jika kita bisa menghubungkan satu sama lain. Jadi kalau masyarakat tahunya itu yaudah itu. Kita harus punya hap nya. Nah makanya LAPOR disetting sebagai hap. Jadi lapor ada bukan untuk menggantikan yang sudah ada. Tapi kita coba menghubungkan. L: berarti tiap kementrian tetap punya kanalnya masing-masing begitu? G: Tetap punya kanalnya masing-masing dia punya 2 pilihan. 1, dia hubungkan sistem exsisting-nya system to system. Kedua, dia tidak hubungkan system to system tapi dia tetap kelola keduanya sebagai satu tanggung jawab yang sama. Arahnya nanti adalah mengintegrasikan semuanya. Arahnya adalah pilihan yang 1, yang tadi saya sebutkan system to system. Itu sudah kita mulai. Di bidang 154 kesehatan BPJS kesehatan dan kementrian kesehatan sudah menghubungan sistem to sistem. Jadi ketika aduan masuk lewat LAPOR! tentunya bisa kita teruskan. Begitu juga sebaliknya, aduan masuk lewat kemenkes masuk juga ke sistem lapor. Terbaca sama-sama sistemnya. Itu yang alasannya yang keberapa? Jadi 1 terlalu banyak kanal pengaduan, menyulitkan masyarakat. Kemudian, yang kedua dari yang banyak tersebut tidak terintegrasi sehingga askhirnya masyarakat merasa dipersulit dipingpong. Tidak no wrong door policy. Ketiga, yang sudah ada kebanyakang masing konvensional. Masih surat, masih SMS, mentok-mentok SMS gateway dibalas mesin. Banyak yang kaya gitu. Yang udah ada canggih dikit via website. Tapi website habis itu masuk email. L: Gak dibuka? G: Dibuka, cuma dia bukan sistem. Tapi dia hanya menampilkan kanal aduan di web kita input masyarakat input, masuk ke email pejabat habis itu hilang. Fenomena ini kayak kita melempar batu dilaut. Kita gak tau posisi batu itu dimana. Nah ini tantangan selanjutnya yang ingin kami atasi adalah...dirangkum aja ya ini nomer berapa nomer berapanya saya udah lupa. Ini kan proses lempar batu di laut terjadi karena prosesnya tidak akuntabel tidak transparan makanya kami wujudkan sistem lapor dengan setting yang transparan dan akuntabel. Gimana sih caranya mewujudkan itu? Satu, kita buka statistik. Udah pernah lihat belum Lintang? Statistik kementrian lembaga itu dibuka . Kemudian tracking ID bisa dipantau terus sudah sampai mana proses pengaduan. Itu salah satu usaha kami untuk membuka agar masyarakat bisa memonitor terus. Jadi ketika ngadu dia bisa pantau terus sampai tuntas. Ketika kemntrian jawab ternyata bohong atau ternyata dia tidak puas dia bisa menyanggah. Kalau ternyata benar, dia puas dia bisa konfirmasi dan menyatakan kepuasan. Itu yang ingin kami jawab. Tantangan selanjutnya. Indonesia itu negara kepulauan. Ada berapa, 17 ribu-an pulau-sekian belas ribu pulau. Kondisinya negara kepulauan dengan kondisi geografis yang bergunung-gunung, berbukit-bukit, berlaut-laut dan berpulaupulau. Kalau kita hanya mengandalkan kanal konvensional maka kita akan datang 155 ke kantor. Betapa rumitnya betapa tidak efisiennya hal tersebut dari segi waktu, biaya, jarak ini kan luar biasa bagi masyakat indonesia. Sehingga ini harus kita jawab. Yang selanjutnya, birokrasinya berbelit. Kalau semakin dia tidak terbuka maka potensi semakin berbelit-belit di birokrasi itu semakin besar. Kalau anda ngadu belum selesai oh ini belum di disposisikan. Kita kirim surat misalnya ke mentri. Mentri disposisi ke enselon 1,eselon 2, eselon 3 eselon 4 keburu meninggal. Itu juga yang ingin jawab. Terus juga, kebingungan masyarakat. Kami bangun lapor itu sistemnya terpadu sehingga mau kewenangan siapapun ada cukup ngadu. Nanti ada admin yang maha tahu. Tuhan, nabi, admin nih levelnya. Jadi admin yang akan menentukan. Saya bercanda ya. Tuhan, nabi, lain-lain baru admin. Jadi intinya nanti ketika ada masalah tahunya lapor SIlahkan dilaporkan, mau kewenangan siapa nanti akan dibantu oleh admin. L: Itu kalau di lapor apapun permasalahannya dari pusat sampai desa bisa mas? G: Yes, nanti kita ada masuk situ. Selama terkait kinerja dan program pemerintah kita bisa tampung dan kawal. Nah soal kebingungan keweangan tadi. Orang itu, gak tahu standar ngadu seperti apa. Admin yang akan pandu. Contoh soal jalan rusak. Kadang orang ngomong "pak jalan daat mogot rusak tuh pak". Jalan Daan Mogot kan berapa kilo tuh, panjang banget. Maka admin akan pandu dimana letaknya. Dia akan tanya dimana letaknya, dia akan pandu. Itu namanya proses verifikasi. Kemudian contoh saya mengurus setifikat tanah kok gak jadi2 ya. Ini kan penting substansinya ada. Cuma kan gak jelas, belum lengkap. Kalau dia soal tanah maka dia harus ngasih tahu ngurusnya kapan, di BPN mana, nomor berkasnya berapa. "Pak agar bisa ditindak lanjuti, mohon lengkapi informasi 1 kantor mana anda mengurus. 2 kapan anda mengurus. 3 nomro berkas anda. Itu yang akan dipandu oleh admin. Kita ingin memudahkan masyarakat.Yang terakhir, adalah kondisi sosial kemasyarakatan orang indonesia. Mungkin lintang tahu sendiri ya. Kayaknya lintang suka ngeritwit LAPOR deh di twitter? Iya kan? Saya juga yang ngelola twitter. Orang indonesia ini kan kalau pak Kuncara 156 Ningrat sosiolog bilang orang indonesia ini orang yang sangat verbal. Suka ngomong suka cerita suka curhat suka chit chat. Di fenomena modern kita lihat sendiri di media sosial itu kan orang indonesia cerewet. Salah satu cuitan terbanyak kan di indonesia. Contoh, terkait dengan kinerja pemerintah begitu banyak orang yang ngomel di twitter. Pak mati listrik, @siapa. Padahal dia bukan yang berwenang menindak lanjuti. Ini kan sayang kalau gak kita tampung kalau gak ada sarana menyalurkan ke jalan yang benar. Makanya, daripada aduan masyarakat tercecer di sosial media, yaudah kita bikin aja sarana ini. Itu alasanalasannya. Itu tantangan ya tadi, Ini ada peluang. Peluangnya apa? Peluangnya adalah pemanfaatan teknologi di Indonesia. Kami melihat saat ini, ini nih saya tunjukin aja datanya. Bisa diadu tapi kalau ada yang lebih valid silahkan divalidasi sendiri. Ini pertanyaan ya, Gimana suara masyarakat didengar, Kondisi ini banyak kita temui. Mau ngadu mau ngadu kemana. Nih birokrasi kita begitu besar. Saat ini pemda ada 559 kabupaten kota prov. Pemerintah pusat di bawah presiden aja udah 8oan kementrian lembaga. Itu baru dibawah presiden ya belum DPR, MA, KY dll. Kemudian tadi yangs aya sampaikan kita temukan masalah-maslaah ini. Sulit disalurkan, pengaduan tidak digubris, akses dll, Ini peluang yang kami lihat. Satusatunya yang menjawab itu adalah teknologi, menurut kami. Ini bisa kita manfaatkan. Satu, jumlah pengguna ponsel kita salah satu yang terbesar di dunia bahkan sudah lebih banyak daripada jumlah penduduknya. Internet itu meningkat pesat tahun ini sudah ada 80juta penetrasi internet yang ada di indonesia. Twitter dan facebook kita 5 besar dunia. Ini peluang, Sehingga dari sini kita coba rumuskan kira-kira platform apa yang bisa kita gunakan. Oh ternyata yang15:17 yang paling pas 3 ini: website, SMS dan mobile apps. Yang manual gimana? tetep kita terima. Tadi barusan hasna terima aduan manual. Kita input secara manual ke sistem lapor. Tadi kita terima via surat. Jadi kita tidak mentang2 sudah IT oriented lalu yang surat kita abaikan. Gak kayak gitu. Kalua ada kita terima Kita akan digitalisasi. Yang twitter gimana tuh? Bulan ini insyaAllah kita akan tarik data twitter. Kalau dia pakai hestek lapor ada twit-twitnya dianggap sistem sebagai 157 pengaduan. Maka nanti akan masuk ke halaman admin untuk disaring yang mana yang bener-bener pengaduan. L: Kalau bicara soal teknologi yang dipilih, web sms dan apps itu apakah ada perbedaan untuk pemanfaatannya? G: Sebenarnya tidak ada bedanya. Ini untuk menjangkau seluas-luasnya lapisan masyarakat saja. Karena ketika kita gunakan teknologi saat ini yang paling banyak digunakan menurut assesment kami adalah tiga ini. Saya sampaikan ini dulu ya. Prinsip lapor itu apa. Prinsip lapor itu mudah, terpadu, tuntas. Kenapa mudah? karena kami ingin seluas-luasnya mudah diakses oleh masyarakat. Caranya gimana? Tentunya menghadirkan kanal yang ada di kantong masyarakat. Nah kenapa 3 kanal itu yang dipilih? Satu, hampir semua orang Indonesia sudah punya handphone. Ada dikantong masing-masing. Jadi harapannya ketika mereka lihat jalan rusak: 1708 jalan rusak disini. Dia bisa langsung lapor. Kalau yang udah hi-tech bisa pakai apps atau internet. Makanya kita pilih channel itu. Kemudian, kemudahan ini kan untuk masyarakat. Yang buat pemerintah itu mudah dikelola. Karena apa? Karena semua sudah IT oriented jadi meskipun ini 3 channel yang berbeda tapi muaranya satu. Semuanya terkumpul di sistem LAPOR!, dikelola di sistem LAPOR!. Alasannya itu, ingin semudahmudahnya membuat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dengan mengawasi. Maka dengan semakin banyaknya channel yang terintegrasi maka harapannya bisa semakin mudah digunakan oleh masyarakat. Karena kan kalau kita bicara gerakan open gov kan partisipasi, kolaborasi, inovasi. Kalau ada inovasi tanpa adanya kolaborasi gak jalan. L: Mengenai pengelolaan LAPOR sebagai media sosial, dari sisi perencanaannya apa saja pertimbangan yang diambil ? Maksudnya apakah ketika merencanakan ada penyusunan strategi dan segala macam G: Kita susun strategi tahunan. Kita punya target sih. Kalau visi kita sebenarnya ada di blog: menjadi national complain handling system yang terhubung dengan 158 seluruh pemerintah di indonesia. Ada di blog.lapor.do.id. Kalau rencana kerja itu kita susun per tahun. Kita punya IKU (indikator kerja utama), target-target kita punya cuma tidak kita publish karena itu jadi bahan evaluasi internal buat kami L: berarti setiap tahun di awal tahun ada perencanaan tahun ini mau kayak gimana? G: Yes, setiap tahun. L: Apakah di akhir tahun ada evaluasinya? G: Iya, 3 bulanan evaluasinya. Ini udah bulan 6 besok hari jumat malam kita evaluasi. Kalau gak kayak gitu gak terukur nanti L: Strategi itu di dalamnya termasuk untuk promosi juga kah mas? G: Yak, jadi di lapor kita bagi jadi 3 ya pengelolanya. Ini pengelola inti, 3 ini. Ada divisi administrasi, komunikasi dan teknis. 3 divisi inilah yang merumuskan masing-masing rencana kerjanya seperti apa. Saya kebetulan bantu di komunikasi dan administrasi disini. Jadi kalau IKU admin dan marcomm saya banyak terlibat. Di komunikasi peran utamanya mempromosikan. Saat ini user LAPOR! hampir 300.000 padahal jumlah penduduk Indonesia 250.000.000 gitu. Selama ini kita belum pernah menggunakan media mainstream, belum ada anggrannya. semoga tahun ini ada. Jadi karena gak ada duit, kami gak mau berhenti dong. Kita gamau gak ada anggaran gak jalan. Kita jalan dengan resource yang kita punya. Orang kami punya 4 orang untungnya ada teman-teman mahasiswa dan fresh graduate yang jadi relawan. Terus kemudian kita gak bisa ngiklan, kita punya socmed yaudah pakai socmed. Itu tantangan. Ini kita loncat-loncat kali ya gapapa, disarikan sendiri. L: Mulai masuk proses dibalik sebuah laporan. Apa sih yang terjadi dibalik sebuah laporan yang masuk? Seperti siapa yang mengurus, nanti laporan kami diapakan. Karena ini penelitian saya berusaha objective, ketika lapor menyalurkan aduan ke kementrian (pihak ketiga), apakah pesan yang kami laporkan akan 159 diubah dalam artian ada tambahan atau pengurangan dan penyesuaian dari pihak lapor atau langsung disampaikan kepada pemerintah? Karena saat laporan didisposisikan oleh pihak lapor kita tidak melihatnya, sedangkan kita bisa memantau hanya perjalanan laporan kita. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik itu mas? G: Proses ya? Ini laporan masyarakat masuk, via web via sms apa via apps. Kemudian masuk ke kami, ke sistem. Yang mengelola sistem adalah admin, mbak Hasna cs. Tugas admin adalah satu, memandu atau jadi moderator lah ibaratnya. Dia yang paling tahu ini kewenangan siapa, harus didisposisikan kemana. Yang kedua, adalah memastikan kelengkapan substansi dan informasi di LAPOR. Kalau dia belum lengkap maka kami akan korespondensi dengan lapor. "Tolong tambahkan informasi nama blablabla". Kalau dia sudah melengkapi baru akan kami disposisikan. Kalau dia tidak korporatif, laporan akan kita hapus. Setelah dilakukan konfirmasi ya. Kecuali dia emang bener-bener gak jelas ya. Kadang kan ada yang bilang "turunkan nurdin halid! turunkan jokowi!" Ini kan gak jelas ya gak ada substansi pengaduan. Kecuali kalau misalkan "turunkan menteri perdagangan. harga pasar di medan melambung tinggi (misalnya) tolong segera dibenahi" Nah ini ada substansinya, ini kita terusin. Tapi ada juga yang ketiga peran admin ini. Yang ketiga adalah menyunting. Laporan yang dikirmkan itu bisa jadi berubah redaksinya tapi tidak akan berubah substansinya. Contoh, Lintang lapor laporannya jelas dan lengkap tapi ada sumpah serapah dibawahnya, nah ini kan kalimat terakhirnya gak perlu. Tugas admin adalah menghilangkan itu. Ini fungsi edukasi yang ingin kita ajarkan ke masyarakat indonesia. Ketika dia melihat lapor, dia akna melihat laporan yang sudah utuh dan bagus tampilannya. Tidak ada lagi huruf alay, kata-kata kasar. Jadi ketika dia melihat oh ternyata orang Indonesia kalau melapor itu jelas dan lengkap ya rapi ya bagus ya. Yang tadinya singkatan ini mbak Hasna (admin) yang mengubah satu persatu. Tapi karena kita dibantu teknologi kita jadi bisa lebih efisienlah daripada kita manual. Jadi kalau kita cuma ibarat tukang pos, apa bedanya lapor dengan yang lain? Justru kita ingin pastikan satu, kualitas. dua adalah, memonitor tindak lanjutnya. 160 Kami kirimkan reminder berkala ke kementrian terkait. Kami ingatkan, via SMS, email. Kalau gak mempan kami telpon. Kalau gak mempan lagi kami kirim surat ke mentrinya langsung biar dia kena tegur lah ibaratnya. Biar dia lebih aware bahwa pengaduan masyarakat itu penting untuk ditindak lanjuti. Kalau misalkan kita hanya jadi tukang pos, nerusin gak kita edit gak kita verifikasi bisa-bisa ada fitnah ada sumpah serapah. Wah ini lapor jadi tempat orang fitnah berarti kan gak enak kalau kita baca laporan singkatan semua. KL juga susah ngelihatnya. Dia dapat laporan tapi singkatan semua. Gimana mau menindaklanjuti orang bacanya aja bingung. Itu yang kami hindari, makanya tugas admin tadi sangat penting. L: Setelah dari admin dilakukan penyesuaian redaksional kemudian laporan langsung diteruskan ke pihak terkait. Siapa pihak yang dihubungi? Humas atau pihak tertentu? G: Jadi lapor itu sistemnya ada admin, ada penghubung. Admin itu kami. Penghubung itu orang instansi. Kami hanya minta melalui surat diawal, mohon sediakan minimal 2 orang penghubung di instansi Anda yang ditunjuk untuk mengelola aduan yang kami kirimkan melalui lapor. Yang nunjuk mereka. Tapi kebanyakan emang yang ditunjuk itu orang humas atau orang PPID, Pusdatim atau ITJEN. Jadi ketika masuk ke kementrian PU misalkan, kita sudah punya penghubung disana. Jadi kami kirim ke kemntrian PU, merekalah yang jadi penjaga gawangnya. (Gibran menunjukan dasboard yang hanya bisa diakses oleh admin). Ini rahasia dapur nih sistemnya seperti apa. Ini tampilan laporan masyarakat itu sangat variatif ya, orang Indonesia memang sangat kreatif. Katakata kasarnya juga nambah terus. Tapi di sistem kami update terus. Jadi ada kalau dia nemuin kata ini maka otomatis terhapus. Nih, ada yang cuma kayak gini (menunjukan laporan), kayak gini, ada yang lengkap panjang kasih data pendukung, ada yang cuma gini. Karakternya itu macem-macem. Misal ya, laporan ini gak jelas sama sekali, maka kita akan delete. Artinya kalau di delete berarti gak bisa di follow up lagi. Kalau dia jelas tapi belum lengkap maka kita akan korespondensi kita akan follow up. Kalau dia via SMS kami akan telepon atau kami sms balik. Kalau dia via email, kami akan email balik kasih daftar 161 pertanyaan yang harus dilengkapi. Kalau dia sudah lengkap, maka kita bisa langsung disposisikan. Caranya gimana? Tinggal dilengkapi aja formulirnya. Ini klasifikasi, topiknya apa, judulnya apa, lokasi, ini kewenangan siapa tinggal pilih aja. Kenapa admin penting untuk tahu? Karena masyarakat di Indonesia itu beragam, instansi yang bertanggung jawab juga beragam. Contoh paling simple adalah jalan. Jalan itu kan ada banyak kewenangannya. Jalan nasional, itu kewenangan kementrian PU. Jalan provinsi, kewenangan pemprov. Jalan kabupaten kota kewenangan pemkab atau pemkot. Kalau kita ngadu soal jalan nasional tapi ke pemkot, dia gak bisa tindak lanjuti. Makanya admin yang akan pandu dia ini kewenangan siapa. Misal terkait BPN, salinan tinggal pilih aja kalau ada yang terkait. Saya klik 'disposisikan', maka saat itu juga penghubung kita yang ada di instansi ini akan dapat laporannya dan hitungan 5 hari kerja untuk menjawab itu start. Kalau dia belum diliat merah, sudah direspon tapi belum tuntas kuning, sudah tuntas hijau. Jelas gak ya prosesnya? L: cukup jelas G: Sudah pernah lihat mekanisme interaksinya seperti apa? L: Iya saya pernah baca yang tidak diterima jadi PNS lalu mengajukan protes. G: terus gimana tindak lanjutnya? L: ya dia mengajukan bukti, lalu kementrian juga membalas dengan bukti, tapi pengadu masih agak ngeyel G: Nah, disitu tugas admin. Dia jadi moderator. Dia akan menentukan kalau laporan masyarakat itu belum dijawab admin akan mengingatkan KL agar menjawab. Kalau KL sudah menjawab tapi ternyata jawabannya tidak korporatif maka kami akan tahan laporannya. Kami akan ingatkan kalau tidak dijawab jelas dan lengkap maka laporan tidak akan jadi hijau. Kalau dia sudah jawab lengkap jelas pelapornya ngeyel tok, admin yang akan menutup laporannya secara manual dianggap selesai. Kita akan fair terhadap KL maupun masyarakat. Selama dia bisa 162 memberikan argumentasi yang jelas dan lengkap apalagi dilengkapi bukti kita akan biarkan proses interaksi bergulir. Tapi ketika ada ngeyel-ngeyelan kita akan tengahi. L: Kalau misalnya kementrian tidak memberikan repson dalam 5 hari apakah ada sanksi? G: sebenarnya sangsi di UU pelayanan publik kan ada ya maksimal tindak lanjut pengaduan itu 60 hari kerja. Jika tidak maka bisa masuk Ombudsman, Ombudsman bisa memberikan rekomendasi yang memperingatkan untuk ditindak lanjuti. Baca ya itu UU pelayanan publik sama UU Ombudsman. Saat ini belum banyak ya diterapkan mekanisme sanksi itu. Kami ingin sebelum masuk ke Ombudsman maka bisa diselesaikan dulu melalui lapor. Makanya kami kalau 5 hari kerja tidak ditindak lanjuti kami akan mengingatkan tapi gak satu persatu laporan. Karena laporannya ada ribuan. Kami biasanya diakhir bulan, per tiga bulan, per enam bulan kita kirm rekapitulasinya. Ini jumlahnya, ini statusnya. Kan nanti dia akan melihat sendiri. Kami gak menghukum, kami bukan eksekutor kami hanya fasilitator. Tapi akmi akan memancing gar pimpinannya aware terhadap proses ini. Wah merah saya banyak, pasti dia akan langsung hubungi. Bisa jadi dimarahin, banyak sih yang kayak gitu. Setelah dimarahi baru ini. L: Itu bisa disebut evaluasi? G: Bukan evaluasi, kita hanya memaparkan apa adanya. Apa sih status anda, berapa jumlah. Kami biasanya setiap bulan kami kirimkan reminder ke pejabat penghubung kami. Bulan kedua kami reminder lagi. Bulan ketiga belum berubah kami kirim surat. Gak berubah juga kami akan undang kesini. Biasanya kalau dipanggil kantor presiden kan ngeri-ngeri sedap gitu. Itu namanya kami namakan proses debatle nacking. Jadi ada tahapannya pertama d sistem admin akan intervensi. BIasnaya kalau belum dijawab admin akan masuk kesini. Yth kementrian A mohon segera menindak lanjuti. Belum dijawab kami akan kirim reminder bulanan. Gak dijawab kami akan telepon. Gak dijawab juga kami akan 163 kirim surat. Belum berubah akan kami undang. Itu proses, cuma perlakuannya gak satu-satu. Kalau satu-satu habis waktu kita. Jadi kita overview lah. L: Hambatan yang paling sering muncul di dalam mengelola lapor sbg media sosial? G: hambatan lapor secara umum aja ya.38:23Tantangan ya, satu adalah pengguna LAPOR itu masih sedikit, 300.000. Padahal kami cita-citanya adalah digunakan seluruh rakyat Indonesia. Ikut mengajak masyarakat untuk mengawasi programprogram pemerintah. Kita awasi langusng pemerintah. Kemudian yang kedua adalah persebarannya juga belum merata. Rata-rata pengaduan masih dari Jawa. Padahal banyak masalah-masalah ketimpangan yang ada diluar Jawa. Masalah yang ketiga dari sisi masyarakat adalah cara dia menyampaikan laporan. Ada yang menggunakan bahasa daerah, singkatan, ada yang bahasa alay. Ini cukup memperpanjang proses. Meskipun admin siap-siap saja sebenernya untuk membantu masyarakat. Tapi kan alangkah baiknya kalau masyarakat tahu 5W+1H gitu kan. Itu dari segi masyarakat. Dari segi pemerintah, hambatan paling besar adalah menjaga standar dan complience. Kita punya standar 5 hari kerja sudah direspon, paling tidak initial response. Ada yang sudah baik, banyak juga yang belum baik, belum mematuhi standar itu. Ini adalah tantangan terbesar sebenarnya yang dihadapi. Kalau tantangan complience ini selesai sebenarnya LAPOR ini bisa fokus mikirin pengembangan-pengembangan. Tapi ini masih belum selesai, ini masih PR besar. Dan, karakteristik kementrian itu beda-beda. Ada yang pemimpinnya aware. Bandung, walikotanya comment langsung di laporannya. Artinya dia ngeliatin sistem itu. Tapi ada juga yang masa bodoh, dijawab kalau sesempatnya aja. Ini beda-beda karakteristik pemeirintah. Dengan sistem yang terbuka ini kami harapkan masyarakat bisa menilai langsung. Sehingga yang masih belu aware bisa dalam tanda kutip kita tekan bareng-bareng. Sehingga tekanan bukan hanya dari kami di kantor presiden, tapi masyarakat langsung. Dan kita penilaiannya objektif, ini datanya ada semua disini. 164 L: Lalu, mengenai evaluasi pengelolaan LAPOR. Kalau misalnya di lapor, di pengelola, aspek apa saja yang kemudian diperhatikan untuk evaluasi? G: evaluasi buat? L: Buat pengelolaan. Jadi kan tadi dibilang kalau misalnya ada evaluasi buat pengelolanya, itu yang dievaluasi apa saja? G: Yang dievaluasi IKU nya. IKU nya seperti apa ini saya kasih contoh sedikit ya (sambil membuka daftar IKU - akses hanya oleh pengelola). Yang kita evaluasi adalah apa yang kita targetlkan dan bagaimana kita mencapai target itu. Itu yang kita evaluasi secara berkala. Karena patokan kita kan IKU ya indikator kerja utama. Kita sukses ketika IKU ini bisa berjalan dengan baik. Ini contoh, ini belum saya upgrade untuk triwulan kedua ya. Itemnya banyak, banyak sekali bahkan. Contoh, ada beberapa IKU yang kami tetapkan dan jadi standar baku. IKU 1 outputnya 'public trust'. IKU 1.1 meningkatnya tingkat kepuasan masyarakat. Maka cara mencapainya ada di rencana kerja. Contoh, misalkan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat kita ukur melalui survey berkala setiap berapa bulan sekali. Ini kan ada targetnya nih. Misalkan ini satu. Kemudian output 2 'public participation'. Satu, meningkatnya presentase pengaduan yang layak diteruskan. Artinya bukan hanya jumlahnya banyak tapi juga yang jelas dan lengkap semakin banyak. Targetnya berapa sih? Berapa persen. Admin kami saat ini baru 2 persen eh baru 4 persen. Jadi total kan kita ada 600.000 aduan dari 2012 sampai 2015. Tapi dari 600.000 itu hanya 80.000 yang bisa diteruskan. Ini kan angkanya kecil sekali. Artinya lebih banyak laporan masyarakat itu tidak konstrukstif, tidak jelas. Itu yang ingin kita tingkatkan. Gimana caranya? Ada di rencana aksi. Caranya sosialisasi penggunaan LAPOR, sosialisasi cara melapor yang baik dan benar. Itu ada di rencana kerja. Ini IKU nya. Yang ketiga 'public engagement' ini berapa banyak laporan yang berhasil dituntaskan KLD. Oh kami ingin ukur. Target kami 2015 60 persen, saat ini udah berapa ini yang kita ukur tiga bulanan. Berkembang gak sih? Tercapai gak sih 60 persen target ini. Terus kemudian kemudahan dan keterpaduan. Aspek keterpaduan kan berarti semakin 165 banyak lembaga yang terhubung dengan lapor. Target hari ini terhubung dengan 34 kementrian tambahan 5 lembaga sudah berapa? Oh ternyata sudah 90 persen. Ini panduan kami untuk mengevaluasi diri. Intinya adalah, ada IKU yang jadi acuan kami bekerja selama satu tahun. Yang kemudian kami jabarkan dalam rencana aksi. Rencana aksi punya timeline dan punya target capaian setiap 3 bulan itu. Survey lapor terbaru udah lihat kan? Salah satu bentuk ini kami. Survey data pengguna user profiling. Nih, profile pengguna lapor selama 3 bulan. Laki-laki sangat aktif mengawal pemerintah. Perempuan..lagi masak ya? Enggak-enggak haha hanya 14 persen. Usia, 31-45. Padahal selama ini kami mati-matian mengajak pemuda dan mahasiswa dalam kampanye. Ternyata kemana nih mahasiswanya? Ini bahan evaluasi kami juga jangan-jangan kami yang salah strategi. Penghasilan, pendidikan, profesi, area. L: Tentang pengelolanya sendiri mas, ini kan kantor staf presiden sekarang, apakah ada bedanya jaman SBY dan Jokowi? dari sisi pengelolanya. G: Dari sisi pengelolanya gak ada beda. Karena orang yang mengelola dulu LAPOR di masa kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 sama. Ya saya-saya juga gitu karena orangnya cuma segitu. Dan yang sekarang ditugaskan ya kami juga kami lagi dipanggil lagi. Yang beda adalah di top level. Kalau dulu di UKP 4 ini dibawah deputi 3 bidang pemanfaatan teknologi dan analisis informasi. Saat ini di KSP dibawah Deputi 1, bidang monitoring dan evaluasi. Kalau pengelola harian gak ada beda. L: Pengelola hanya bertanggungjawab terhadap lapor saja atau ada yang lain? G: Dulu jaman UKP 4, yes. Pengelola LAPOR hanya mengurusi LAPOR. Jadi saya di hire sebagai pegawai UKP4 khusus menangani LAPOR. Kalau sekarang, saya di hire sebagai pengawai KSP itu sebagai anggota tim dari kedeputian 1 yang mengurus banyak hal. Monitoring dan evaluasi program prioritas, ngurus teknologi monitoringnya, LAPOR hanya salah satu item. Jadi sekarang lebih 166 banyak dan lebih general. Kalau dulu kan fokus ya satu doang. Kalau sekarang lebih general. Ya fokus juga, cuma banyak yang dikerjain gitu. L: Berapa orang mas yang mengelola LAPOR? G: Pengelola harian tetap empat. Pengelola harian magang relawan ada 11. L: 11 itu dbagi-bagi lagi ke empat divisi? G: dibagi ke empat divisi. Administrasi ngurus pengelolaan harian, yang jadi admin yang mengawal prosesnya. Yang bikin analisisnya. Komunikasi public relationsnya. Design ngurus desain. Teknis ngurus pengembangan dan pengembangan sistem L: Pengelola harian tetap 4 orang itu dibagi ke empat divisi satu-satu? G: Saya ada banyak, desain, komunikasi, admin. Intinya sistem kerjanya matrix, Walaupun ada pembagian kita terapkan sefkexibel mungkin tapi dengan tanggung jawab yang jelas. ARtinya, gak mentang-mentang saya komunikasi saya gak ngurus yang lain. Kalau saya ngurus komunikasi, siapa anggotanya ya magangers komunikasi dan 3 teman saya yang lain. Gak kemudian sekat-sekat begitu karena itu dalam birokrasi itu gak sehat. Dan ini kami pelajari dari UKP4. DI UKP4 tidak ada jabatan struktural. Jabatan strukturalnya hanya kepala, deputi, bawahnya matrix dengan tanggungjawab yang jelas tapi fleksibel. dan itu kami terapkan sampai sekarang, tidak ada sekat dalam pengelola. Cuma pembagian tanggungjawab saja. Kalau gak bareng-bareng kita 15 orang doang. Yang diurus bukan cuma aduan mbak. Mulai dari pengembangan teknis, ada maslah kita yang urus. Mau kerjasama dengan pihak lain MOU ya saya saya juga yang bikin. Saya orang hukum tapi juga ngurusin IT. Memang orangnya gak ada dan kami gak ingin beralasan mentang-mentang gak ada orang kita gak bisa berbuat hal-hal yang bermanfaat. Kami pokoknya tadi dengan resource yang ada kami akan melakukan sesuatu, itu prinsip kami lah pokoknya. Kalau kita nunggu anggaran 167 banyak ya dikit, emang kuota pegawai terbatas gitu. Kalau kita mau nunggu gak bakal bisa. Kita jalanin sebisanya. (Gibran mereview daftar pertanyaan) LAPOR secara singkat sarana aspirasi dan pengaduan berbasis media sosial pertama yang berbasis mudah terpadu dan tuntas untuk pengawasan program pembangunan dan pelayanan publik di Indonesia. Kapan lapor dibuat? awalnya 2011 tapi terbatas penggunaannya, kami hanya buka untuk pengawasan program prioritas nasional. Program prioritas nasional adalah program yang dipantau oleh UKP4 atau sekarang oleh KSP. Dulu kan masih UKP4. Kami buka secara terbatas, ternyata ekspektasi masyarakat gak bisa dibendung. Ketika kita sudah buka kanal dia gak peduli mau program prioritas kek gak prioritas kek pokok nya saya ada masalah saya maunya diselesaikan, anda pemerintahnya. Melihat fenomena itu yaudah mulai 2012 2013 kami siapkan sistemnya kami kembangkan lagi agar bisa menerima aduan dari seluruh masyarakat terkait dengan seluruh program selama terkait kinerja pemerintah. Latar belakang tadi udah ya? Tantangan dan peluangnya. Urgensi dalam membuat lapor kaitin aja sama open government index. Indikator keterbukaan salah satunya adalah soal pengelolaan pengaduan. Ada cari versi misalnya WJR world justice report. Soal OGI. Mengapa lapor dikategorikan sebagai media sosial? Kamu cari sendiri. Saya justru dari penelitianmu gak tau ya hasilnya seperti apa. Tapi kalau misalnya positif wah lapor beneran media sosial. Karena kami kembangkan gak mau cuma teknis. Makanya survey lapor versi 3 itu surveynya survey akademis ilmiah. Orang penelitian beneran soal itu. Haraoannya kamu meneliti media sosial ini kami dapat hasil yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Kalau ternyata belum sesuai gapapa justru itu masukan buat kami. Kita bergerak berdasarkan data dan fakta. Aktivasi akun ada. Siapa yang bisa mengakses lapor, siapa saja bisa. Selama dia punya kanal SMS website dll tadi. Kalau dia manual pun kami terima. Fiturnya ada banyak. Ini ada fitur statistik, kuesioner, opini kebijakan. Kalau saya sebagai admin bisa lebih lengkap, tapi nanti di versi 3 juga lebih lengkap. Bisa dipantau sampai detil. Kalau sekarang kan cuma ini ya umum-umum doang. Ni kita bisa pencarian cepat. 168 Misalkan isu BPJS. Kita mau cari selama 6 bulan ini isu BPJS paling banyak dilaporkan apa sih? Kita cari berdasarkan keyword. Ini word cloud. Sampel misal 5000 aduan masyarakat. Tinggal klik. Paling banyak keyword BPJS yang muncul apa sih? BPJS...cara, mendapatkan, ID, terus kemudian...Kita bisa lihat dia minta informasi pembayaran kemudian kayak gini kayak gini. Ini yang lagi dikembangin. Sosial media kalau di hestek lapor masuk sini. Admin yang bakal milih beneran pengaduan atau bukan sih ini. Langsung dari twitter. Ini kami lagi uji coba. Kalau laporan sensitif ada fitur anonim ada fitur rahasia. Kalau anonim rahasia laporan hanya bisa dilihat oleh instansi yang bertanggungjawab, tidak muncul ke publik. Nama dia dirahasiakan. Kalau anonim saja dia muncul di publik tapi username dan email tertutup. Kalau dia gak klik apa-apa yang muncul hanya ini. Ini hanya bisa dilihat admin. Nomor telepon dan alamat email hanya bisa diakses admin. Bahkan penghubung kita di kementrian gak bisa akses. Kadang ada yang minta kami akan pertimbangkan. Urgen atau tidak. Kalau tidak kami gak akan kasih. Atau kalau membahayakan pelapor kami gak akan. Fitur disposisi digital kita tinggal pilih kewenangan siapa tinggal klik. Dalamnya ada memo dll. Statistik kami paling lengkap karena kami disini super admin. Kita bisa lihat. Jadinya kayak gini nih kalau sudah diolah. Kan kita punya statistik ini. Ini eksekutif dashboard. Bisa diakses langsung pimpinan. Keliatan di KUMHAM unit-unit eselon 1nya gimana statusnya. Jumlah laporan, laju verifikasi admin, admin kita ukur juga. Jadi saya punya rapornya hasna saya punya. Adminnya berapa hari kerja nih dalam menindaklanjuti laporan, status pengajuannya seperti apa, laju penindaklanjutannya bagaimana. Jadi tidak hanya admin yang kita ukur hari kerja dia menjawab tapi si KL juga. Ini, data yang sudah diolah. Preside minta 'saya mau blusukan jalan darat mau ke Bengkulu, Lampung, Banten. APa masalah yang ada disana?" Cari di LAPOR, ini kami sediakan. Ini yang kami anggap perlu diketahui oleh presiden. Yang warna biru ini disampaikan waktu beliau kunjungan bulan november. Atas bantuan pak Pratikno ini presiden bisa minta kayak gini. Ini kita bisa bikin analisis bulanan dan mingguan. Kita bisa lihat 169 persebaran aduannya, isu prioritas nasional apa aja. Kan Jokowi bilang ketahanan pangan kedaulatan pangan. Berarti dia sangat concern ke petani. Nih isu petani di bulan ini. Nih BPJS pula. Ini mingguan. Kita bisa petakan lagi soal BPN. BPN mana sih paling sering diaduin? NIh jawa barat, jakarta, banten, jatim. Statusnya bagaimana. Apa isu topiknya. Ini sama ini. Ini topik ini dampak. BPJS pencarian cepat dapat ini kita bisa petaka lebih dalam. Ini hasil ini jumlah. Ini statistik lapor hari ini. PR. Ini tapi dari segini kita udah dapet perhari segini. Kalau nanti bisa misalkan 600.000 1.000.000 user gatau nih jadi berapa. Sekarang 81 KL 5 pemda 44 BUMN. Kalau kita breakdown ke level unite kerja ada 800 lebih satuan kerja di LAPOR. Saya berani klaim lapor adalah 64:48 sistem pemerintah yang punya stakeholder terbesar saat ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat, ada NGO di dalamnya. NGO mana yang sudah bergabung? Beberapa. Ini yang sudah bergabung. 65:14 Publish What You Pay, ini NGO dia punya jaringan vokal poin di seluruh Indonesia. Dia ingin mengawasi pertambangan dan energi di Indonesia. Dia manfaatkan data lapor. Dia buka kanal aduan di websitenya. Kalau orang ngadu kesitu otomatis didorong ke sistem LAPOR. Ditindaklanjuti, dikawal melalui mekanisme LAPOR. Ini "Kawal Mentri" juga. Mungkin pernah dengar laporpresiden.org yang baru dibikin oleh Ainun Kawal Pemilu. Mereka bingun tapi bingung akhirnya cuma nampung-nampung doang, Yaudah, kita hubungin ke LAPOR. Kita teruskan melalui mekanisme LAPOR kita kawal bareng-bareng. Ini GENAP, gerakan nasional anti bullying. L:Ini yang disampaikan ke kementrian secara berkala itu apa mas? G: Surat, tapi dibelakangnya ada lampiran statistik. Kalau yang ini, analisis bulanan mingguan, itu kita untuk konsumsi internal. Tapi saya lagi minta ijin biar bisa diakses masyarakat juga. L: Kenapa tidak disampaikan ke kementrian sekalian? Kenapa hanya di internal? G: ini sebagai bahan. Jadi nanti pimpinan kami, tim decision review board kami dikantor yang akan menentukan ini layak diestalasi gak sih misalkan dengan 170 pertemuan. Jadi mereka yang akan menentukan. Kalau cukup kita telepon ya ngapain kita kasih kesana. Tapi kalau udah parah banget baru. L: Saya kira setiap kementrian secara berkala diberi laporan tentang kementrian mereka.. G: yang berkala biasanya 6 bulan tapi surat dan statistik. Kalau yang sangat detil masih konsumsi internal kami. Nanti decision review board kami yang menentukan apakah diekstalasi ke presiden, apa cukup sampai kepala staf, deputi atau di pengelola lapor saja. Itu mereka yang menentukan. Ini bulan kemaren. Isunya apa isunya? tunjangan guru gak cair, listrik belum masuk desa padahal ada program elektrifikasi, dana PSKS kartu sejahtera KKS dipotong. Ini tipik nawacita paling banyak reformasi birokrasi dan kemiskinan. Persebaran aduan di setiap provinsi, apa topik yang urgent kami bold. Ini perkembangan LAPOR. Kanal sudah ya...kita ada 3 tapi tidak menutup yang manual. Kemudian tidak menutup call center sudah ada fiturnya, fitur input laporan manual. Jadi kalau call center dia bisa input juga biar datanya terintegrasi. Kenapa kita pengen data terintegrasi ada 2 tujuannya 68:39 Satu, kami ingin pengelolaan pengaduan efisien. Dengan terintegrasi satu sama lain maka ini mencegah duplikasi penanganan. Kita ingin dorong efisiensi. KEdua, kita ingin mendapatkan data nasional. Semakin banyaknya lembaga yang terhubung dan mengintegrasikan kanalnya maka kita bisa dapat satu data yang utuh, tidak terpisah-pisah. Ini juga tidak menutuo kanla pengaduan lokal ya. Jadi dulu pak Ahok waktu dilantik sudah terlanjur kirim 4 nomer BB-nya. Nomornya dihubungkan ke sistem kami. Jadi ketika orang ngadu, selama BB itu terhubung ke internet langusng masuk ke sistem kami. Jadi gak menggantikan yang sudah ada tapi kia ingin melengkapi yang sudah ada. Ini siap pakai kok, gratis gak keluar biaya apa-apa. Tinggal punya komitmen aja. Bandung gak keluar biaya apa-apa dia. Sampai hari ini jalan dan efektif, karena pemimpinnya aware. 171 Aduan apa yang bisa disampaikan.. yang berkaitan program dan kinerja pemerintah. Siapa yang bertanggungjawab mengelola? kantor staf presiden kedeputian 1. L: Mas, kalau kontennya kepolisian bisa? G: Bisa tapi kalau proses hukum gak bisa. Contoh, pak saya mengalami kecurian. Ngadunya jangan ke LAPOR, ke polisi. Ada mekanisme penegakan hukum ada hal yang gak bisa kita ganggu gugat. Mekanisme penegakan hukum itu gak bisa dicampuri apapun. Kalau KUHAP nya bilang gini, gabisa diganggu. Makanya kalau soal hukum laporkan ke kepolisian, kan dia dapet noemer pengaduan ya atau nomor laporan. Itu yang dijadikan bahan mengawal. Kalau gak ditindaklanjutin tuh sebutin nomornya ke LAPOR. Contoh, pak saya mau laporin kasus korupsi 20 M ini kita gak bisa. Laporin ke kejaksaan, kawal tindak lanjutnya melalui LAPOR, initinya gitu. Tapi kalau masih penyalahgunaan wewenang belum korupsi, ya korupsi juga tapi penyalahgunaan wewenang...contoh SPPD fiktif atau uang gaji dipotong kejadian dan bisa ditindaklanjuti melalui LAPOR. Ini disalah satu kementrian, kepala balai...eselon 2 dia intinya minta ganti karena dia bisa kasih bukti pendukung banyak sekali. Dia akhirnya kasih apresiasi. Terima kasih tindak lanjut..perjuangan kami berhasil atas bantuan LAPOR. Ini prosesnya panjang sekali nih. Dari aduan kayak gini, bisa melampirkan data pendukung, jawab,respon. Belum direspon dia kasih tanggepan. Kami intervensi nih admin. Ingetin supaya KL memberikan jawaban. baru dijawab ini. Kemudian, nih dia bisa kasih bukti-bukti. Ini ya, dugaan penyalahgunaan wewenangnya ada 19. Ini kronologinya sangat lengkap, panjang sekali, data pendukungnya sangat lengkap. Di dalam sini ada slip gaji yang dipotong, absensi palsu...ini jadi bahan kita untuk tindak lanjut. Bagaimana LAPOR berkoordinasi? Kenapa LAPOR sebagai stakeholder terbesar....Satu, dia banyak 81 KL 5 pemda 44 BUMN. Kalau kita breakdown ada 800 lebih unit kerja. Tidak hanya itu, masyarakat sekarang 300 ribu orang sudah terdaftar ikut memantau jalannya pemerintahan. Harapannya bisa terus berkembang seiring perkembangan teknologi dan upaya sosialisasi yang kami lakukan. Selain itu 172 melibatkan juga CSO yang tadi saya sebutkan. KEbanyakn sistem di pemeirntahan kan berjalan masing-masing. Terus gak melibatkan pihak luar. Lah kami ingin mengajak pihak luar. Kalau anda punya kanal aduan daripada bingung kita dorong integrasi. Orang ngadu di kanal anda masuk dan kita proses di kanal kami. Kita sama-sama untung kok. Masyarakat sama-sama dimudahkan. Sangsi...sangsi tindakan kami serahkan sepenuhnya ke UU dan ke Kementrian lembaga masing-maisng. Kami tidak dalam posisi menghukum kami hanya memaparkan fakta apa adanya. Baik ya baik buruk ya buruk. Tapi kalau kita sebar surat ya memancing-mancing juga. Kalau emang dia jelek ya berarti kita akan arahkan untuk harapannya bisa menegur. Tapi intinya kita paparkan apa adanya. Aduan yang paling sering muncul beda-beda setiap bulan macem-macem. Karakter di Bandung paling banyak infrastruktur, di pusat kemiskinan karena soal KKS KPS KIS kartu kartu sakti macem-macem beda-beda. Kan kalau yang sekarang statistiknya simple ya dan masih sangat umum. Kalau yang di versi 3 bisa lebih ini....udah pernah liat? STatistiknya disana lengkap. Apalagi ya? Kalau butuh informasi apa-apa kontak aja.Yang mengelola socmed saya, yang bikin MOU saya, yang mengelola email saya, yang bikin blog saya, orangnya gak ada untungnya temen-temen magang banyak membantu. Mereka ya sambil belajar sambil bantuin kita. Kita kalau cuma 4 orang memang gak bisa jalan. Ngadmin itu kita kan ada 3 hari kerja untuk satu laporan. Satu orang admin itu rata-rata bisa 300-400 perhari, dan dia punya waktu 3 hari kerja. Itu aja udah seharian kadang-kadang belum selesai. Kalau gak effortnya gede tapi ya komitmen kami sesuai arahan pimpinan juga yaudah. Kan di Nawacita Presiden masuk ya menjaring partisipasi publik, kedua menghadirkan negara. Kalau kita hanya fisik kehadiran fisik ya presiden gak bisa hadir fisik disetiap lini masyarakat. Harapannya dengan sistem ini dia bisa terbantu yang penting ada masalah bisa selesai. Ya namanya usaha. Dan yang menjalankan sistem ini kebetulan anak-anak muda semua. Tapi dengan suport senior-senior. Jadi decision review board kami orang-orang yang sudah berpengalaman senior di pemerintahan. Ada yang dari swasta. Mereka yang mendonrong kami. Ketika 173 kami butuh debatle making mereka yang akan tampil. Kami hanya mendukung mereka, "pak ini datanya tolong pak dikomunikasikan biar ini selesai". Itu strategi ya. Transkrip Wawancara Narasumber : Miranti (Spesialis Administrator LAPOR!) Tanggal : 26 Agustus 2015 Waktu : Pukul 20.00 WIB Tempat : Gedung B Kantor Eks UKP4, Jalan Veteran III Jakarta Pusat Lintang : Mbak, saya mau menanyakan tentang pengelolaan pesan di LAPOR!, kemarin waktu wawancara dengan mas Gibran saya tahu ada penyuntingan, itu seperti apa? Ingin lebih tau tentang proses pengolahan pesan sih mbak. Miranti : Nah lintang jadi gini. Kalau misalnya di LAPOR! laporan masyarakat memang kan bentuknya sangat beragam. Seperti yang kita tahu, tidak semua masyarakat Indonesia sudah bisa memberikan laporan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, lengkap informasinya. Itu tu masih jarang gitu. Rata-rata bener-bener cuma kayak nih, contohnya orang di Bandung. Dia ngomong "yah karakyatna pribados ngadu kamana Bandung juara" pakai bahasa daerah. Nah yang kayka gini biasanya yang emang bener-bener pakai bahasa daerah kita follow up minta tolong dia menyampaikan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Itu khusus untuk bahasa daerah atau asing. Karena, di syarat dan penggunaan LAPOR! sudah kita clear-kan syaratnya adalah sampaikan laporan dengan bahasa Indonesia. Kalau bahasa Indonesianya alay atau banyak singkatan, itu yang kita sunting. Kita perbaiki hingga ketika kementrian atau lembaga membaca atau unit kerja terkait di Pemda membaca, mereka tidak perlu lagi pusing dengan tata bahasa yang "jelimet". Jadi bener-bener nyampe nih laporannya, oh itu masalahnya. Ngerti gitu. Karena kan kalau pakai bahasa alay 174 gitu-gitu suka bingung ya kayak "orangx" maksudnya "orangnya". Nah, mana ya.. aku contohin laporan terkait BPJS kesehatan. Lintang : Aku pengen tahu mbak seberapa jauh lapor melakukan penyuntingan karena aku percaya kan kalau bahasa mengubah makna mbak. Tentu ada kekhawatiran kalau ternyata penyuntingan yang dilakukan mengubah makna. Seperti bahasa daerah, jatuh ngglebak itu kan jatuh ke belakang, tidak bisa hanya dikatakan "jatuh" dalam bahasa Indonesia. Pengubahan itu kan bisa mengubah maksud, makna pesan. Miranti : Ini, sekali lagi pokoknya kalau bahasa daerah semua itu di kita juga tidak ada yang punya kemampuan bahasa daerah yang sangat luas seperti itu. Jadi memang yang pertama untuk bahasa daerah kita tidak melakukan perubahan apapun tapi kita followup pelapor mohon sampaikan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, Laporannya nanti kita tunggu. Biasanya sih kalau seperti itu, langsung di pelapor kirim laporan lagi tapi dengan bahasa Indonesia. Tapi ya mungkin masih ada singkatan. Yang kedua, terkait tata bahasa. Kalau ada singkatan tinggal kita perpanjang aja. Jadi kalau yg jadi yang. Dijln jadi di jalan. Lintang : Itu tujuannya dari pihak LAPOR! untuk apa? Miranti : Niatnya kita mengedukasi masyarakat Indonesia. Jadi ketika mereka melaporkan suatu hal ke pemerintah mereka menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami. Nah, kalau msialnya berdasarkan track record yang ada, biasanya awalnya pakai bahasa yang bener-bener banyak singkatannya. Kemudian saat kita ubah, pelapor akan menerima notifikasi sebenarnya. Bagaimana perubahan yang dibuat oleh administrator. Lintang : Notifikasi hanya bisa dilihat pelapor? Miranti : Notifikasi dilihat oleh pelapor. Jadi gini, ketika laporan masuk banyak singkatan atau kata alaynya, kita sunting bahasanya. Saat kita lakukan disposisi atau penerusan ke kemtrian lembaga terkait, hasil suntingan akan 175 langsung ternotif ke pelapor dan kementrian lembaga. Kalau laporannya tidak rahasia, bisa dibuka oleh publik. Tapi, publik tidak bisa melihat bagaimana laporan dia yang sebelumnya. Kementrian lembaga juga tidak melihat bagaimana laporan dia sebelumnya. Yang tahu laporannya berubah hanyalah si pemberi pesan ini. Si pelapor ini memiliki hak sebenarnya. Jadi kan kita melakukan penyuntingan bahasa ya, tepat seperti kata kamu tadi gimana kalau misalnya penyuntingan tadi mengubah makna? Nah tapi dengan notifikasi tersebut sebenarnya pelapor sudah ternotif bahwa laporannya berubah seperti itu apakah dia menyetujuinya atau tidak sebenernya. Kalau mereka tidak menyetujuinya, mereka pasti akan langsung mengemail balik, istilahnya, ke kita "kenapa laporan saya disunting seperti ini?". Tapi sejauh ini berdasarkan pengalaman saya menjadi administrator tidak pernah ada yang seperti itu. Malah kebanyakan masyarakat yang tadinya laporannya penuh dengan singkatan, alay gitu, untuk laporan selanjutnya setelah disunting kami mereka tu lebih tertata. Jadi benar-benar pakai Yth kepada siapa, isi laporannya tu per paragraf dan jarang singkatan gitu. Mungkin khilaf ya..yg kayak gitu. Sejauh ini sih gitu kalau sistemnya di kita terkait penyuntingan bahasa. Lintang : Apa sih kriteria untuk menentukan ini harus diganti, ini tidak? Miranti : Oke, nah selain singkatan itu ada untuk kata-kata kotor. Kadang kan masyarakat ketika mengalami masalah kan suka kebawa emosi ya. Jadi mereka ikut melampirkan ke laporannya kayak "dasar *piiip*" gitu haha. Intinya memaki-maki kementrian atau lembaganya. Nah yang seperti itu akan kita sunting jadi "saya sangat tidak puas!" gitu. Intinya dalam memperhalus bahasa-bahasa yang kasar atau yang sebaiknya istilahnya itu di publish kita mendidik orang untuk mengucapkan kata-kata kotor gitu lho. Jadi makanya harus kita edit. Lintang : Pilihan kata pengeditnya ditentukan administrator? Miranti : Dari administratornya. Lintang : Terserah atau ada panduan? 176 Miranti : Jadi selalu kalau misalnya untuk hal-hal yang sudah berbau sifatnya kata-kata yang kotor seperti itu memang kita perlu ada penegasan di dalam laporannya bahwa masyarakat merasa sangat tidak puas gitu. Jadi ada katakata "saya sangat tidak puas karena..gini gini gini", gitu. Jadi kata-kata kotor tadi diganti dengan kata "saya sangat tidak puas". Itu penekanannya. Penggantian kata-kata kotor tersebut sudah kita sepakati setiap di awal. Jadi kan untuk di LAPOR! sendiri sistemnya saya, administrator sendiri, dibantu teman-teman pemagang yang setiap 3 bulan berganti. Lintang : Administrator itu satu mbak Miranti doang atau ada yang lain? Miranti : Untuk di tim inti administrator di pusat yang emang bener-bener sortir setiap laporan ini wewenang siapa itu ee saya, kemudian dibantu temanteman pemagang gitu. Nah teman-teman pemagang ini setiap per tiga bulan selalu saya berikan pelatihan di satu minggu pertama. Kesepakatan-kesepakatan, cara pengeditan dan lain-lain sudah ditraining di satu minggu pertama. Selain di tim sini, beberapa kementrian lembaga atau pemda juga ada yang membantu kami. Jadi kalau biasanya jika lapora untuk kementrian lembaga atau pemda sudah banyak mereka akan inisiatif "yaudah kami bantu saja kami ikut jadi administrator" seperti itu. Jadi ada nih beberapa kementrian lembaga pemda yang sudah punya adminnya sendiri. Kamu bisa lihat disini ada pilihan kirim ke. Kirim ke ini gunanya memberikan laporan ke teman-teman yang ada administratornya sendiri di kementrian atau lembaga. Yang sudah ada itu, kementrian hukum dan ham, kemudian seluruh pemda masing-masing sudah punya admnistrator sendiri, pemkab Bojonegoro, Gorontalor, Indragiri Hulu, Kota Bandung, Prov. DKI Jakarta. Itu sudah 5 pemda yang terhubung dengan kami. PT KAI juga punya administrator sendiri dan Timsos KKS (TNP2K- Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan). Lintang : Berarti kalau aduannya tentang mereka, mereka yang akan menyunting, mereka juga yang akan mendisposisikan? Berarti yang sudah punya 177 admin sendiri proses dari awal sampai terakhir mereka yang melakukan? Posisi lapor dimana mbak kalau mereka sudah punya admin? Miranti : Kalau mereka punya admin sendiri mereka kan tetap mengelola di sistem lapor. Saat pertama kami mereka mau jadi administrator, tim lapor yang di pusat melakukan pelatihan. Pelatihan, kemudian kita itu di seminggu pertama sama sistemnya seperti teman-teman pemagang. Kita lihat gimana suntingannya mereka. Jika kurang baik masih belum sesuai EYD atau sangat merubah makna itu akan kita notifikasi istilahnya ke mereka warning kok begini suntingannya mohon diperbaiki sepetri ini. Jadi ketika mereka melakukan kesalahan dalam penyuntingan, kita akan kasih contoh yang benarnya harusnya seperti ini. Jadi intinya kita coba quality control sejak awal. Seperti itu. Nah, ee...setiap kedepannya tapi lama-lama setelah satu minggu itu selesai mereka sudah mulai bisa berjalan sendiri kita quality control hanya setiap 6 bulan sekali. 6 bulan sekali kita akan melihat mencoba istilahnya mengevaluasi admin yang ada di masingmasing kementrian lembaga atau pemda ini. Karena kan LAPOR! ini masih terus ini ya berkembang, terhubung, dengan ini kayak kalau kamu lihat disini BPJS dan kawan-kawannya yang belum kami sebutkan ini itu sedang dalam tahap pelatihan untuk menjadi admnistrator juga. Lintang : Administrator 9949 itu apa mbak? Miranti : Oh sorry kalau administrator 9949 ini di zamannya pak SBY. Jadi sebelum ada LAPOR! itu nama kotak aduannya ke presiden 9949 sesuai tanggal lahir pak SBY. Tapi sejak LAPOR! ada udah nih selesai. Cuma kan banyak laporan yang masuk ke dia dulunya, masih kita rekap kita digitalisasi namanya. Nah setiap kementrian atau lembaga yang sudah disiapkan kotak administratornya, kotak nampung laporan, itu akan muncul disini. Jadi ini kayak historynya dulu 9949 pernah ada gitu. Lintang : Kalau dia sudah punya admin sendiri dia sistemnya tetep sama kan mbak? Sama semua? 178 Miranti : Tetap. Lintang : Kenapa kok LAPOR! kepengen setiap lembaga punya adminsitrator sendiri? Miranti : Oke, jadi ketika laporan masuk itu sebenarnya kita bukan hanya melakukan penyuntingan bahasa. Kita juga meminta informasi yang lengkap untuk bisa menindaklanjuti laporan. Nah karena itulah sebenarnya kita tu punya impian agar masing-masing kementrian lembaga atau pemda punya administratornya sendiri karena kita gak cuma melakukan penyuntingan bahasa namun pemenuhan informasi. Dan yang tahu yang paling tahu informasi apa saja yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti laporan kan sebenarnya masing-masing kementrian lembaga atau pemda. That's why itu kita serahkan kesana sebenarnya impiannya. Lintang : Oh berarti kayak yang tahu kebutuhannya apa mereka gitu ya Miranti : Itu mereka, untuk mempercepat tindak lanjutnya nanti kan. Lintang : Itu goalnya semua punya administratornya? Miranti : Saat ini kita belum punya goal bahwa masing-masing harus punya adminsitrator. Yang jadi PR LAPOR! sampai 2019 baru keterhubungan dulu nih dengan berbagai pemda dan lembaga yang belum terhubung dengan LAPOR!. Tapi jika mereka mau terhubung dulu tapi belum punya administrator itu tidak apa-apa bagi kami. Karena memang PR di LAPOR! ini sampai saat ini tanggungjawab kita ke masyarakat itu tidak enaknya ketika kita sudah state nih bahwa kita eee layanan aspirasi dan pengaduan secara nasional. Tapi ternyata ketika mereka memasukan laporan kita menjawab belum terhubung. Nah, itu sih tanggungjawab kita saat ini meningkatkan keterhubungan dulu. Seiring berjalannya meningkatkan keterhubungan, kita coba unutk approach temen-temen kementrian atau lembaga untuk bisa ikut menjadi administrator. Tapi itu belum jadi concern kita sejauh ini teman-teman dari pusat, saya dan teman-teman 179 pemagang masih bisa menghandle laporan tersebut agar bisa diteruskan ke kementrian atau lembaga terkait. Tapi beda nih dengan yang pemda. Jadi kalau pemda itu kan urusannya banyak sekali ya. Jadi istilahnya kayak di pusat saya ngehandle saya mesti tahu semua wewenang kementrian atau lembaga. Begitu pula dengan di daerah sebenarnya. Cakupannya juga sama luasnya seperti di pusat hanya saja tingkatannya daerah. Jadi ketika pemda itu mau terhubung dengan LAPOR! memang kita sudah mensyaratkan harus ada administrator dari pemda. Harus. Lintang : kenapa mbak? Miranti : karena pemda itu sama luasnya dengan pusat. Istilahnya gini, kalau misalnya di pusat itu Presiden dibantu kementrian lembaga terkait, sama halnya dengan gubernur atau bupati atua walikota di daerah. Mereka juga punya istilahnya dinas atau biro terkait. Dan yang mengetahuinya itu mereka. Karena kan masing struktur, kalau pusat kan jelas ya bahwa pusat itu terdiri dari ini ini ini. 34 kementrian terus berapa lembaga gitu, 158 lembaga. Tapi kalau misalnya di daerah iu kan maisng-masing struktur organisasi diserahkan menjadi wewenang daerah itu sendiri. Jadi misalnya Provinsi DKI Jakarta menganggap satuan kerjanya adalah 5 kotanya, kemudian dinas-dinasnya, kemudian Biro, kemudian ada BUMD e...ada RSUD gitu banyak unit kerjanya. Tapi misalnya di Jawa Timur, itu tidak membawahi kota atau kabupaten di bawahnya tapi ya dinas saja dengan BUMD nya atau RSUD di tingkat provinsi. Dinasnya sendiri antar daerah tidak ada kesamaan satu sama lain. Jadi bisa saja di dinas untuk yang mengurus pertamanan misalnya ya. Di DKI Jakarta masuk ke dinas tersendiri, dinas pertamanan. Tapi di Kota Blitar misalnya itu masuk ke dinas lingkungan hidup. Jadi dengan sangat beragamnya wewenang fungsi masing-masing dinas satuan kerja yang ada dibawahnya memang sebaiknya Pemda punya administrator sendiri yang sudah lebih mengerti daerahnya. Lintang : Goalnya sampai 2019 keterhubungan. Apakah udah pernah ada yang lapor terus dari LAPOR! terpaksa bilang belum terhubung gitu? 180 Miranti : Sudah banyak yang seperti itu. Memang karena kita baru terhubung dengan 5 pemda, kita harus jujur ke masyarakat. Nah, jadi...sek sek. Jadi ketika kita nemuin ada lembaga belum terhubung, kan kita belum dengan seluruh lembaga ya dan pemda juga belum terhubung kita akan mengirimkan ini ke pelapor. Jadi "Yth Pelapor, Laporan (judul laporannya apa) merupakan wewenang (nama lebaga). Namun saat ini LAPOR! 1708 belum terhubung, Untuk sementara laporan akan tersimpan hingga terhubung." Jadi kita janjikan bahwa laporan tetap akan ditindaklanjuti ketika lapor sudah terhubung dengan lembaga atau pemda tersebut. Nah tapi kan gini ya kita sebagai pelapor cuma dijawab hanya sampai untuk sementara laporan akan disimpan gak puas. Pasti kayak yah katanya nasional... Nah that's why kita berusaha mengakomodirnya dengan menyampaikan kanal pengaduan yang bisa diakses. Jadi sebenarnya kan unutk setiap lembaga atua pemda itu sudah diisyaratkan dengan UU Pelayanan Publik unutk memiliki kanal pengaduan agar masyarakat bisa menyampaikan aspirasi dan pengaduannya. Nah mereka sebenarnya sudah punya kanal sendiri, tapi mereka tidak terintegrasi. Sedangkan di LAPOR! lapor sebagai SP4N tu diamanatkan untuk bisa menyatukan kanal-kanal yang terpisah tersebut. Sehingga ketika pelapor itu datang ke kanalanya LAPOR! ini tidak ada lagi penolakan. Kan selama ini kalau based on conventional atau yang tidak terintegrasi seperti itu ketika misalnya kamu nih menyampaikan laporan terkait misalnya jalanan rusak daerah ke PU PERA. Kementrian PUPERA pasti setelah menerima keluhan kamu cuma ngebaca dan cuma oh ini jalan daerah bukan wewenang kami, ditaruh aja gak ditindak lanjuti. Kementrian PU PERA gak akan mengomunikasikan itu ke Pemprov DKI Jakarta, misalnya. Tapi dengan adanya LAPOR!, sudah ada administrator nih yang mengolah sebenarnya ini wewenang siapa. Dan kalau terhubung bisa langsung diteruskan. Istilahnya masyarakat gak akan salah pintu ketika melapor, pasti akan diteruskan. Lintang : Tapi nanti sampai dipintunya apakah akan ditindak lanjuti atau tidak, lapor tidak bisa memantau kalau belum terhubung ya mbak? 181 Miranti : Kalau belum terhubung kita gak bisa meneruskan ke pemdanya terus ya kita cuma bisa ngasih tau ada kanalnya lho. Tapi ya kalau belum terhubung LAPOR! gak bisa memantau. Nah, kita itu punya list channelnya lembaga ataupun pemda yang belum terhubung. Jadi ketika masyarakat itu istilahnya sudah berharap ditindaklanjuti via LAPOR! tapi LAPOR! belum terhubung, sudah kita janjikan pasti akan disimpan hingga nanti terhubung akan langsung kita kirim ke misalnya pemprov Banten bisa langsung kita kirim. Tapi selama kita belum terhubung kita kasih tau nih bahwa masyarakat bisa menyampaikan laporan langsung melalui apa kanalnya. Bisa datang ke kantor pemerintahnya, atau via telpon atau via fax gitu. Sebenernya untuk Pemda sudah ada semangatnya nih untuk menerima aspirasi dan pengaduan dari masyarakat. Cuma, integrasinya saja secara nasional yang belum. Nah kalau misalnya yang aku bilang keterhubungannya itu, LAPOR! itu tidak bersifat menggantikan kanal yang sudah ada tapi diintegrasikan saja. Jadi pengelolaannya kalau misalnya yang seperti ini kan misalnya nelpon nih ke 0254267117 ini, laporannya itu disimpan oleh Pemprov Banten sendiri tapi tidak dipublikasi ke luar. Beda nih sama LAPOR!. Ketika masuk ke kita, diteruskan ke unit terkait itu bisa dipantau oleh masyarakat. Misal tindak lanjutnya gimana. Kalau yang ini kita benar-benar menunggu info dari pemprov yang kadang juga gak akan inisiatif menghubungi pelapornya. Bisa saja menunggu pelapor menghubungi dia balik. Jadi misalnya kamu melaporkan hari ini. Terus kamu gak dapet-dapet kabar. Baru sebulan kemudian nih kamu inget ah waktu itu ngelapor, mesti follow up lagi nih. Kurang clear notifikasi sudah sampai mana proses tindak lanjut laporan tersebut. Tapi kalau di LAPOR! kan semua bisa dipantau langsung. Gibran : Nah itu sama konsernmu. Kita nyunting itu tapi masih membuka peluang masyarakat untuk memonitor.SUntingannya bener gak sih, karena kita buat seterbuka mungkin sehingga ada check and balances antara pengelola dengan masyarakat. Kalau dia lihat lho kok laporanku berubah. Kita akan langsung follow up. Kita kan punya data laporan sebelum disunting dan sesudah disunting. Ntar mbak Miranti supervisor admin akan lihat bener gak nih. Apa jangan-jangan 182 pelapornya yang salah, bisa jadi kan? Atau pelapornya yang memang dari awal gak jelas tapi admin lupa memperjelas gitu juga. Lintang : dulu waktu saya tanya ke mas Gibran LAPOR! tetap menerima laporan offline lalu didigitalisasi. Itu bagaimana prosesnya? Miranti : Jadi kamu bisa cek youtube LAPOR!. Disini udah ada nih proses melapor...ada digitalisasi laporan masyarakat. Kayak gini, lihat di youtube. (Miranti memutarkan video dari akun youtube LAPOR!). Lintang : Mbak statistik di web LAPOR! diupdate setiap apa? Miranti : Itu realtime tapi untuk grafisnya terupdate setiap jam 4 pagi. Karena kalau statistik itu kalau setiap waktu di edit grafik dll terutama itu berat untuk sistemnya. Yang kedua untuk memastikan, yaudah ketika mengambil data sebelum jam 4 pagi itu berarti itu adalah grafik terupdate di hari sebelumnya. Lintang : Rata-rata tiap hari berapa laporan mbak? Miranti : Data hari ini udah di admin. Oh ini ini. Jadi di kita itu udah ada nih recordnya untuk laporan masuk. Kita ada statistik sendiri say. Ini bisa dilihat untuk bulan 8 ini rata-ratanya tiap hari 251 laporan yang masuk. Tapi ini fluktiatif kalau kita lihat ke 2014 pas kemarin di bulan november, desember 568. Terus pernah di 2013 bahkan perharinya tertinggi di 2013 2458 laporan bulan Juni Juli. Ini lho kebijakan BBM ya mas? Juni Juli BBM naik pertama kali banyak tu laporan masyarakat mohon bantuan sosialnya, jangan naikan BBM dan pokoknya semua yang terkait BBM sering banget dilaporin masyarakat. Statistiknya 4923 laporan per hari. Lintang : Berapa orang yang mengurus aduan mbak? Miranti : Berapa orang ya? Tiga sama satu kayak akunya gitu. Empat orang admin pusat dibantu sama temen-temen TNP2K yang Timsos itu. Tapi kan memang kanalnya masuk dulu ke kita kita mesti kirim ke kirim ke gitu kan. 183 Lintang : Kalau 2015 ini yang mengurus admin berapa orang? Miranti : Admin total disini saya saa 7 orang pemagang. Memang trennya nambah karena semakin kesini kalau misalnya kita ngelihat ya dari tahun lalu sampai sekarang, kasusnya sekarang ini walaupun lebih dikit tapi lebih beragam. Jadi bener-bener hampr ke seluruh kementrian lembaga bisa kena. Terus laporanlaporan bukan lagi spam, lebih berisi ada substansinya terkait apa yang ingin disampaikan masyarakat. Kalau dulu kan cuma "tingkatkan kinerja peemerintah!" tapi gak jelas pemerintah yang mana nih. Kalau sekarang makin oke makin banyak lampirannya juga. Kayak data dukungnya gitu-gitu. Misal yang tadi. Terutama kasus - kasus yang sering hits dilaporin dan ada contoh-contohnya mereka tu langsung ngasih bukti..bukti lagi. Terus biasanya panjang kayak gini. Makin kesini makin bagus kok laporan masyarakat. Tinggal dikit-dikit diedit. Tapi kan untuk mengerti substansinya agar lebih enak dan mudah dibaca kan biasanya gini. Dear kita ganti Yth. Terus hari ini tanggal 10 Agustus..Yg kita edit jadi yang. Gitu sih perubahannya. Nanti mungkin bisa aku kirim beberapa contoh sebelum sesudah, sebelum sesudah. Kamu bisa lihat-lihat. Lintang : Aku mau tanya tentang fitur. Jadi kan ada 3 pihak yang punya kepentingan mbak, pengelola, pemerintah, masyarakat. Pasti kan ada perbedaan fitur yang bisa diakses. Kalau dari pengelola punya fitur apa saja dan fungsinya apa? Miranti : Kalau untuk fitur pengelola sebenarnya banyak ya hahaha. Kalau misalnya pengelola e..banyak sih fitur-fiturnya. Nih, intinya gambaran pengelola tuh ini. Ini yang bisa diakses teman-teman administrator di pengelola. Kita bisa lihat dashboard. Dashboard itu kita bisa lihat siapa saja user yang online. Kemudian kita juga punya data analisa. Jadi misalnya kita masukan "BPJS Kesehatan" periode 1 januari sampai hari ini terus kategorinya...misalnya ini. Kita minta 1000 sampling. Kita bisa test. Ternyata, bisa kelihatan nih dari word cloud ini yang masalah tuh bisa kelihatan iuran, kartu, pendaftaran. Masalah puskesmas, rumah sakit, biaya, terus pasien, pelayanan kartu Faskes.. Intinya ini adalah data 184 misal sampling 100 laporan kata kunci yang paling sering ditemukan itu apa. Semakin besar tanggalnya semakin bisa banyak sample data yang kita ambil, semakin bisa terlihat masalah-masalah yang sering diadukan gitu. Ini untuk warning aja berarti untuk BPJS banyak banget yang mengeluhkan tentang RS, biaya seperti itu. Ini untuk halaman dasboard. Ada banyak banget banget sih masih bisa discroll lagi. Nah, monitoring itu kita bisa lihat laporan terakhir masuk itu dari siapa asalnya. Mana yang dari web, aplikasi di BB, aplikasi android intinya semua channel yang kita punya. SMS kita bagi per provider. Terus kalau LAPOR! connect ini chip yang kita pasang di nomor Pak Ahok waktu itu. Jadi dia gak sengaja ngucapin nomornya, dibombardir dengan banyak laporan dari masyarakat DKI Jakarta dia minta tolonglah yang masuk ke HPnya itu langsung di forwardnya ke LAPOR!. Nah terus, kita juga bisa lihat lock service update mingguan kapan, data collecting dilakukan terakhir kapan. Terus aktivitas terakhir nih, disposisi, tindak lanjut. Disposisi oleh tadi siapa terakhir, tindak lanjut oleh siapa, komentar oleh siapa. Ini kalau yang ini realtime pertanggal ini jam terakhir. Aktivitas terakhir dilakukan oleh si Jul Akbar ini nih. Dia ngasih komentar jam 20.30. Terus ini jumlah laporan masuk per domainnya. Ada aktivitas adminnya juga kita bisa ngelihat. Ini juga salah satu media kita monitoring admin-admin yang ada di masing-masing KLD. Media sosial, nah ini yang bagian laporan via Twitter yang baru itu. Jadi kalau misalnya kita merasa apa yang ditag ke kita pakai tag LAPOR itu bagus laporannya itu bisa langsung dimasukan gitu untuk di adminkan oleh tim administrator. Jadi bisa kita pilih-pilih laporannya mana yang bisa dimasukan kalau misalnya dia udah dimasukan akan hilang nih tanda centangnya, berubah jadi strip. Itu artinya sudah dimasukan ke dalam sistem. Udah, tinggal isi-isi dll laporkan udah langsung masuk halaman Twitter ke halaman approval. Approval...sek biar kamu gak sakit mata. Nah ini approval pokoknya semua laporan yang masuk dari masyarakat dari berbagai channelnya kita dari SMS 185 1708, website, aplikasi itu masuknya kesini. Nih keliatan ini dari web, ini dari SMS. Lintang : Itu yang udah dikirim? Miranti : Ini yang laporan mentah dari masyarakat yang belum diedit. Nah kalau laporannya belum lengkap itu akan masuk ke kotak pending. Ini yang contohnya yang kalau pemda belum terhubung maka kita langsung tulis. Keterangan pendingnya Pemkab Sukabumi. Tujuannya apa? Ketika kita udah terhubung misalnya sama Sukabumi, kita tinggal cari Sukabumi lihat keterangan pending nanti semuanya muncul khusus wewenangnya Sukabumi. Ini bisa kita langsung check list semua terus kita kirim. Nah untuk disposisi itu yang sudah kita edit bahasanya. Sudah edit bahasanya, sudah diteruskan ke kementrian atau lembaga terkait untuk ditindaklanjuti. Nah star ini adalah e...ratingnya dari admin sendiri untuk menilai seberapa OK laporan tersebut. Nih penjelasannya. Jadi bintang 5 itu kalau laporannya sudah seusia EYD, informasinya lengkap terus nambahin foto atua dokumen gitu. Kalau bintang 4 itu data dukungnya gak ada lampirannya, cuma penyebutan aja. Bintang 3 udah sesuai EYD tapi masih perlu di follow-up. Bintang 2 itu yang gak sesuai EYD tapi informasinya lengkap. Lintang : Itu harus diisi admin? Miranti : he em. Gunanya apa? Yang pertama kita ingin mengetahui kesuksesan kita nih untuk mengedukasi masyarakat. Jadi misalnya bisa kelihatan nanti track recordnya di masing-maisng pelapor itu. Misalnya kita centang 2, untuk saat ini. Tapi tiba-tiba dilaporan selanjutnya dia 5. Berarti kan kita berhasil untuk mencontohnya bagaimana laporan yang baik dan benar itu. Itu tujuan utama kita ngelihat kemajuannya pelapor juga nih dalam memberikan laporan yang baik dan benar. Terus yang kedua ini bisa dikaji lebih lanjut sebenarnya. Jadi misalnya nih, kan disini kita bisa memberikan rating kemudian kita bisa memilih dia berasal dari provinsi mana. Kalau ada keterangan tempatnya kan kita bisa identifikasi areanya dia. Nah, kita bisa lihat nanti misal rating 2 kebanyakan ada di daerah, misalnya, pedalaman Papua sana. Berarti kita bisa melihat nih dari cara 186 mereka menyampaikan laporan. Sebenarnya tingkat pendidikan disana janganjangan masih rendah jadi tidak mengerti penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berarti bisa dianalisis lagi perlu ditingkatkan pendidikan disana. Toh misalnya banyak laporan yang bahasanya kurang baik di daerah sekitaran Jawa, yang Jawa mana nih misalnya Jawa Timur. Padahal kita lihat pendidikannya sudah OK. Berarti kurang sosialisasinya nih cara meyampaikan laporan yang baik dan benar disana. Seperti itu.. Nah ini untuk laporan terpilih. Lintang : Laporan terpilih itu maksudnya yang? Miranti : yang istilahnya terhangat di minggu tersebut dilihat dari substansi isu tapi bukan masalah bahasanya. Kayak di agustus ini yang udah terpilih itu ini aktivasi BPJS selalu tertunda. Istilahnya dari banyak yang melaporkan, kita biasanya lihat nih pelapor yang ngelaporin itu kita pilih salah satunya untuk diangkat jadi laporan terpilih gitu gitu. Kalau laporan sukses, itu laporan yang tindak lanjutnya oke. Lintang : dari pihak KL? Miranti : dari pihak KL. Jadi tugas administrator di pusat itu selain yang tadi, menyunting laporan, memastikan bahwa laporan lengkap terus meneruskannya ke KL, kita juga ngeliat kan tindak lanjutnya KL, melakukan pengawasan. Nah, ketika melakukan pengawasan itu kita tidak hanya mengevaluasi yang kinerjanya kurang tapi yang kinerjanya baik juga diapresiasi dengan memasukan ke laporan sukses. Contohnya ini, jalan berhasil diperbaiki kurang dari satu bulan setelah laporannya didisposisikan. Terus tiga hari berkas seritifkat tanah selesai. Pungutan bandara dikembalikan. Terus ada lagi, jalan mulus lagi, PKL berhasil ditertibkan. Ini yang gini-ginilah kita apresiasi juga karena ketika kita masukan jadi laporan sukses akan ternotif juga kan ke KL yang bersangkutan. Kebijakan ini kalau misalnya ini sebenarnya fiturnya masih baru akan kita developt akan kita kembangkan, tapi ini untuk meminta opininya masyarakat terkait kebijakan yang ingin dikeluarkan pemerintah. Misalnya kemarin pas ada isu KPK versus Polri. Kita minta seperti ini. Menarik 187 pengusulan, terus jadi mengajukan ini pertanyaannya 'bagaimana pandangan Anda mengenai keputusan Presiden tersebut? setuju tidak setuju'. Nah ini kita pasang di website kita terus kita publish juga ke beberapa email atau SMS yang sudah pernah melapor ke sistem lapor ini. Tab delete itu yang dihapus dari tab approval. Disini istilahnya bisa dilihat mana yang dihapusnya karena apa. Ini untuk cek administrator tidak menghapus yang sifatnya substantif yang sebenarnya ada isi laporannya tapi dihapus. Sebenarnya juga memastikan bahwa yaudah memang administrator itu bekerja dengan baik, yang bisa diteruskan akan diteruskan, yang tidak bisa baru dihapus. Hold itu, laporan-laporan yang kita tahan karena belum ditindaklanjuti oleh si KLD. Lintang : Bukan karena belum terhubung terus disimpan gitu? Miranti : Bukan, kalau yang belum terhubung tadi masuk di pending. Kalau di ini sudah kita teruskan ke KLD tapi belum ditindaklanjuti. Nah yang seperti itu perlu untuk terus kita awasi makanya kita hold. Nah ada lagi request tutup, intinya kalau tadi kan kita hold tuh, kalau misal kita hold ketika KLD sudah menjawab statusnya masih tidak akan tertutup karena sudah kita klik fitur hold itu. Nah ketika dia sudah menjawab dia akan merequest untuk menutup. Tolong ditutup laporan dengan tracking ID segini karena sudah kami jawab. Terus tab bukan wewenang itu check and balance kalau misalnya kita udah meneruskan laporan ke kementrian lembaga atau pemda terkait tapi kementrian lembaga atua pemda itu bilang setelah nerima ini bukan wewenang kami kok harusnya. Dia bisa request bahwa itu bukan wewenangnya. Nanti akan kita cek lagi apakah benar itu bukan wewenang instansi. Pesan ini isinya itu komunikasinya administrator pengelola dengan di pemerintah. Jadi isinya kayak chating-chatingannya diantara kita buat yang butuh cepet tidak perlu request-request ini nih tutup atau bukan wewenang tapi bisa langsung minta ke kita. Tuh ada minta penutupan laporan, disposisi, substansinya sama jadi mohon salah satunya ditutup dan sebagainya. Nah, tab data juga banyak cuma intinya adalah disini tempat kita ngeregistrasiin instansi yang baru terhubung, pejabat yang baru terhubung gitu-gitu semua disini. Terus 188 sama apa sih? Ini buat token akses, ini buat yang sistem gitu-gitu. Report intinya statistik laporan. Statistik jumlah laporan masuk, laporan yang approve, yang belum approve, pending dan arsip berapa. Terus laju verifikasi gimana, usia laporan gimana. Intinya ini statistik berdasar laporan yang sudah kita kelola baik yang sudah diteruskan ke KL atau yang kita tahan atau yang kita delete. Nah ini adalah yang tadi nih kan kita sudah ngasih bintang-bintang nih secara total. Ini kan fitur bintang ini baru ya baru kita kembangkan di tahun ini untuk melihat bahasa pelapor ada peningkatan gak sih? Dari tahun ke tahun pinginnya gitu untuk kedepannya nanti. Untuk sekarang rata-rata ratingnya 3,48. Istilahnya ya laporan masyarakat itu udah lumayan lah EYD nya tapi kurang lengkap informasinya. Kan yang membedakan bintang 4 dengan 3 itu. Ini banned. Jadi kita administrator kan udah kebiasa nih ngeliat laporan-laporan. Nah kita secara otomatis akan melihat tren dari nomor tertentu apakah berisi substansi laporan atau enggak. Kalau misalnya gak ada substansinya sama ini ngelapor dan walaupun sudah diingatkan 'mohon menyampaikan laporan dengan baik dan benar dengan isi substansi yang jelas' ternyata masih kebal juga orangnya, nge SMS terus dengan bahasa-bahasa aneh, kita kategorikan dia nomer yang perlu kita banned. Ini dia isi-isi laporannya. Transaksi uang haram dan lainlain, pokoknya gak ada hubungannya sama pemerintah deh. Cenderungnya biasanya udah SARA atau kotor bahasanya. Junk ini khusus yang..jadi kita juga untuk memudahkan administrator intinya di junk ini ada beberapa kata-kata yang kita anggap sebagai perlu disortir. Intinya ini yang kata-kata kasar itu secara otomatis laporannya kalau kebanyakan isinya kata kasar itu akan masuk ke junk ini. Lintang : kalau masuk ke sini terus dia tidak akan ditindaklanjuti? Miranti : tidak akan ditindaklanjuti tapi akan langsung diberikan notifikasi ke pelapor. Mohon maaf laporan anda tidak dapat diproses, silahkan melihat syarat dan ketentuan penggunaan LAPOR!. Kita kasih linknya. Kita berusaha tetap sopan ke pelapor-pelapor yang cenderung mengeluarkan kata kasar seperti itu. Jadi gak bisa langusng di state karena kata-kata anda kasar. Jadi lebih baik kita 189 arahkan saja gimana sih contoh laporan yang bener itu, gimana sih syarat dan ketentuan dalam melapor ke sistem LAPOR! ini. Nah ini sms-pool. Cuma ngelihat row data aja sih. Terus SMS - SMS yang berasal dari provider ini row datanya kayak apa rata-rata. Terus gabungan SMS yang ini pokoknya anak-anak IT yang ngelola untuk ini. Operator 3 rata-rata kayak gini, XL kayak apa. Categorise by provider lah. Udah itu, selesai. Ini baru tab yang administrator untuk pengelolaan laporan masuk. Ada lagi kita bisa lihat pengawasan di fitur-fitur yang didepan ini. Ada dashboard, kita bisa mantau misalnya di badan ekonomi kreatif ada berapa laporan sih. Oh ternyata. Lintang : ini hanya bisa diakses admin? Miranti : enggak, buat semuanya ini juga kebuka untuk publik. Tapi yang bisa ikut campur di dalam laporannya admin pusat. Jadi kayak misalnya dia belum ditindaklanjuti sama sekali, padahal standar kita kan 5 hari kerja kalau lebih dari itu maka kita akan kasih intervensi. Intinya kita menambahkan tindak lanjut di dalam laporannya. Jadi Yth Kementrian atau pemda atau lembaga apa mohon untuk segera memberika tindaklanjut terkait laporan ini. Kita bisa tambahin disini semacam notifikasi reminder lah ke si KLD bahwa ada lho yang perlu ditindaklanjuti. Takutnya kan mungkin dia skip atau gimana gitu. Statistik, kebuka ke publik juga ini bisa dilihat. Gimana tindak lanjutnya, berapa yang belum ditindak lanjuti, gitu sih. Bisa kamu coba lihat-lihat sendiri kamu masuk sebagai pelapor pun akan terlihat tampilan seperti ini. 190