Bambang Prasetyono PENDAHULUAN Filsafat pada saat itu masih berwujud ilmu pengetahuan yang masih global. Sehingga nantinya satu demi satu berkembang dan memisahkan diri menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Zaman Yunani terbagi menjadi 2 yaitu: periode Yunani kuno dan periode Yunani klasik. Periode Yunani kuno di isi oleh ahli fikir alam (Thales, Anoximondros, Pythagoras, Xenophanes, dan Democritos) sedangkan pada periode Yunani klasik di isi oleh ahli fikir seperti Socrotes, Plato, dan Aristoteles. Namun pemakalah di sini hanya akan membahas periode Yunani klasik. Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman kontemporer BAB I PEMBAHASAN • LATAR BELAKANG Ia lahir di Leontinoi, Sicilia. Namanya menjadi terkenal karena ajarannya dalam bidang retorika atau seni berpidato, dan ia memang sangat pandai berdebat. Gorgias adalah seorang filsuf yang termasuk sebagai kaum sofis. Di antara kaum Sofis, hanya Protagoras yang lebih terkenal darinya. Selain sebagai filsuf, ia terkenal di bidang retorika. Seperti kaum sofis lainnya, ia juga mengajar dan mengumpulkan murid-murid. Gorgias menulis sebuah buku berjudul “Tentang yang Tidak Ada atau Tentang Alam” (On Not Being or On Nature). Selain itu, ia juga menulis beberapa buku tentang retorika, yang mana hanya beberapa fragmen yang masih tersimpan. Dua karya yang diketahui ditulis oleh Gorgias adalah Encomium of Hellen dan Defence of Palamedes. • PEMIKIRAN TOKOH • Pertama, tidak ada yang ada; maksudnya, realitas itu tidak ada. Bukankah zeno juga pernah sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradoks. Kita harus mengatakan bahwa realitas itu tinggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta karena kontradikasi tidak dapat diterima (ingat rumus parmanides ), maka menurut gorgias , pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. • Kedua,bila sesuatu itu ada, ia tidak akan dapat diketahui. Ini di sebabkan oleh peng indraan itu tidak dapat dipercaya , pengindraan itu sumber ilusi . akal, menurut gorgias ,tidak juga mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah di kungkung oleh dilema sublektif . kita berpikir sesuai dengan kemauan ,ide kita,yang kita terapkan pada fenomena. Proses ini tidak akan menghasilkan kebenaran. • ketiga gorgias ialah, sekalipun realita itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beri tahukan kepada orang lain . di sini ia memperlihatkan kakurangan bahasa untuk mengamunikasikan pengetahuan kita itu . semantic modern mengatakan bahwa kata-kata tidak mempunyai pengertian absolut ,kata-kata hanya mempunyai pengetian relatif Manusia adalah mahluk yang sangat kompleks. Pada bagian sebelumnya kita sudah membicarakan hasrat dan keinginan yang secara sadar diketahui oleh manusia. Walaupun seringkali orang tidak dapat mengatur keinginan dan hasratnya, namun mereka mengetahui bahwa hasrat dan keinginan tersebut mempengaruhi pikiran dan tingkah laku mereka. Hasrat dan keinginan yang disadari ini dapat juga disebut sebagai konflik hasrat yang sinkronik (synchronic conflicts). Akan tetapi ada juga yang disebut sebagai konflik hasrat yang diakronik (diachronic conflicts). Hasrat yang bersifat diakronik adalah hasrat yang keberadaannya tidak disadari sepenuhnya, karena hasrat tersebut terus berubah seturut dengan berjalannya waktu. Hasrat itu berubah bersamaan dengan berubahnya pandangan seseorang akan diri dan dunianya. Misalnya Anda baru saja memperoleh uang tambahan. Hati Anda senang dan Anda menjadi ramah terhadap orang-orang sekitar Anda. Dunia seolah menjadi tempat yang ramah. Namun bayangkan misalkan Anda habis ditipu orang di dalam bisnis. Hati Anda marah dan sedih. Maka Anda mulai memaki-maki orang sekitar Anda. Dunia menjadi tempat yang jahat. Dalam suasana seperti itu, Anda perlu berhenti sejenak dari aktivitas, dan mulai mengambil jarak terhadap perasaan Anda sendiri, sehingga mendapatkan perspektif yang lebih netral dan menyeluruh. Sikap mengambil jarak ini disebut juga sebagai sikap reflektif. Dengan sikap reflektif Anda dapat terhindar dari sudut pandang sempit yang muncul akibat emosi, karena pada dasarnya tidak ada suatu kejadian yang sungguh jahat ataupun baik pada dirinya sendiri. Perspektif yang digunakan untuk memahami dan memaknai kejadian menentukan arti kejadian itu bagi Anda. Dengan bersikap reflektif Anda juga mampu menjaga jarak dari hasrat dan keinginan tidak teratur yang ada, sehingga dalam arti tertentu, sudut pandang Anda menjadi lebih obyektif. Sikap seperti inilah yang diperlukan untuk membuat keputusan atau penilaian yang membutuhkan pemikiran yang obyektif. Hidup manusia itu penuh dengan perubahan. Jika tidak mampu menjaga jarak dari perubahan yang terjadi, Anda akan hanyut di dalam perubahan itu, dan pada akhirnya kehilangan diri Anda sendiri. Seperti sudah disinggung sebelumnya, Plato pernah berpendapat bahwa individu yang baik adalah individu yang hidup dalam harmoni, baik di dalam dirinya maupun dalam dunia sosialnya. Individu tersebut utuh dalam arti bagian-bagian kepribadiannya berfungsi secara normal dan membentuk kesatuan jati diri yang jelas. Tanpa kesatuan itu orang akan terpecah kepribadiannya. Orang yang pecah kepribadiannya ini disebut Plato sebagai manusia demokratis (democratic man). Di dalam tulisan-tulisannya, Plato memang memandang demokrasi sebagai sesuatu yang buruk. Di dalam gejolak perubahan dunia yang terus berlangsung, orang memerlukan jati diri yang kuat, sehingga ia tidak terbawa arus. Jati diri yang jelas namun terbuka ini berakar pada tradisi panjang tentang kebijaksanaan. Kebijaksanaan membuat orang tetap tenang menghadapi segala sesuatu, termasuk peristiwa yang paling menakutkan sekalipun, karena ia bisa menjaga jarak dari emosi dan peristiwa yang dihadapinya. Tidak ada peristiwa yang pada dirinya sendiri murni jahat dan murni baik. Inilah kiranya yang menjadi pendapat salah seorang filsuf Jerman yang hidup lebih dari 500 tahun yang lalu, Spinoza. Baginya kejahatan dan kebaikan tidaklah bisa dinilai pada dirinya sendiri, karena itu merupakan bagian dari keharusan gerak takdir alam semesta. Dilihat secara parsial memang suatu kejadian bisa dianggap buruk. Namun dilihat dari kaca mata keseluruhan, kejadian itu biasanya mengabdi pada satu tujuan tertentu yang tidak diketahui sebelumnya, dan tujuan itu mungkin saja memiliki nilai kebaikan tertentu. Proses semacam itulah yang menjadi ciri dari gerak perubahan di dalam realitas. Dengan memahami itu secara tepat, orang bisa mencapai kebahagiaan dan ketenangan jiwa. BAB II PENUTUP Sofisme adalah sesat pikir yang sengaja dilakukan untuk menyesatkan orang lain, padahal si pemuka pendapat sendiri tidak sesat. Filsafat klasik adalah falsafah yang dibangunnya mampu menguasai sistem pengetahuan alam pikiran barat sampai sampai kira-kira selama dua ribu tahun. Adapun para filosuf filsafat klasik adalah Socrates 470-399 sM, Plato 428-348 sM, Aristoteles 384-322 dan pada masa merekalah pemikiran filsafat Yunani mencapai puncaknya.