UNESA Journal of Chemistry Vol. 3 No. 1 January 2014 PENENTUAN GEN PENYANDI 16S-rRNA BAKTERI KITINOLITIK DARI TAMBAK UDANG LAMONGAN DETERMINING OF 16S-rRNA GENE CHITINOLYTIC BACTERIAL FROM SHRIMP POND IN LAMONGAN Rio Widodo* dan Nuniek Herdyastuti Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural science State University of Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761 Corresponding author, tel/fax: 085859762550, [email protected] Abstrak. Tambak udang merupakan salah satu tempat yang berpotensi untuk mendapatkan bakteri kitinolitik. Isolat LA 21 merupakan bakteri kitinolitik dengan aktivitas tertinggi yang diperoleh dari tambak udang di Lamongan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan spesies isolate LA 21 berdasarkan gen 16S-rRNA. Isolat LA 21 ditentukan kekerabatannya dengan cara amplifikasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR), sequencing dengan metode Sanger, dan pembuatan phylogenetic tree berdasarkan data sequence dari NCBI. Hasil amplifikasi menunjukkan ukuran 1500 bp, dan berdasarkan phylogenetic tree isolat LA 21 mempunyai kekerabatan yang dekat dengan Bacillus sp AHBR 2 sebesar 97 %. Hasil ini mendukung analisis fisiologi dan morfologi yang menunjukkan bahwa isolat LA 21 termasuk kelompok Bacillus. Kata kunci: Bakteri kitinolitik, Identifikasi 16S-rRNA, Tambak udang Abstract. Shrimp pond was one of place that have potentian to be found chitinolytic bacterial. LA 21 isolate from shrimp pond in Lamongan had the highest chitinolytic activity. The aim of this research was determined species of LA 21 isolate based on 16S-rRNA. DNA extracted based cell lysis lysozyme method. Species of LA 21 isolate was determined using amplification by polymerase chain reaction (PCR), sequencing based on Sanger method, and phylogenetic tree of LA 21 gene and sequence data from NCBI. Measurement of DNA amplificated is 1500 bp, and phylogenetic tree describe LA 21 isolate was have highest relationship Bacillus sp AHBR 2 97 %. The result encouraged fisiology and morphology analyzed to describe LA 21 isolate is Bacillus. Keywords: Chitinolytic bacterial, Identification 16S-rRNA, Shrimp pond Adapun identifikasi secara molekular sistem filogenetik dapat menggunakan RNA ribosom (rRNA). Penggunaan 16S-rRNA pertama kali dilakukan oleh Carl Woese pada tahun 1970-an [2]. Tahapan dari identifikasi ini adalah isolasi DNA, amplifikasi menggunakan PCR, sequencing, dan pembentukan phylogenetic tree. Beberapa bakteri kitinolitik yang berhasil diidentifikasi menggunakan analisis 16S-rRNA yaitu: Streptomyces avermitilis dari tanah kebun jagung di Jepang [3], Bacillus cereus dan Bacillus sp dari tanah kebun cabe di Indonesia [4], Aeromonas hydrophila dan Aeromonas Punctata dari tanah kota Lucknow India [5]. PENDAHULUAN Bakteri kitinolitik merupakan bakteri penghasil enzim kitinase yang berperan dalam proses degradasi kitin menjadi N-asetilglukosamin. Bakteri kitinolitik banyak tersebar diberbagai jenis lingkungan diantaranya tanah, perairan, maupun hidup dalam organ mahluk hidup. Beberapa bakteri kitinolitik yang diketahui spesiesnya adalah Vibrio furnissi, Serratia marcescens, Bacillus circulans, Bacillus thuringensis subsp. pakistani dan Pseudomonas aeruginosa [1]. Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan bakteri kitinolitik dari tambak udang di Lamongan dan diperoleh isolat LA 21 yang merupakan bakteri kitinoitik aktivitas tertinggi. Bakteri yang telah diisolasi perlu diidentifikasi spesiesnya. Spesies mikroorganisme dapat ditentukan berdasarkan sistem klasifikasi fenetik klasik maupun secara molekular dengan sistem filogenetik. Prinsip dari sistem fenetik klasik berdasarkan pada kesamaan karakteristik fenotipik yang meliputi karakteristik morfologi (bentuk, ukuran koloni, dan reaksi pewarnaan), karakteristik fisiologi (kebutuhan CO 2, O2, vitamin, tes biokimia), karakteristik ekologi dan serologi. METODE PENELITIAN Alat: Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas yang umum digunakan, magnetic stirrer, autoklaf, shaker, sentrifugasi, water bath, perangkat PCR ABI Prism 9700, perangkat Applied Biosystems 3730XL Genetic Analyzer. 85 UNESA Journal of Chemistry Vol. 3 No. 1 January 2014 precipitation. Reagen yang digunakan adalah Big dye x-Terminator yang terdiri dari: Big dye x-Terminator solution dan Sam solution. Hasil cycle sequencing sebanyak 20 µL ditambah dengan 90 µL Sam solution dan 20 µL Big dye x-Terminator kemudian divortex 3 menit. Selanjutnya disentrifugasi 1000 rpm selama 2 menit, 2 kali. Sebanyak 14 µL campuran tersebut dimasukkan ke dalam plate record dan siap untuk dilakukan elektroforesis kapiler dengan menggunakan Capilarity Electrophoresis Genetic Analysis 3130 dari Applied Biosystem. Bahan: Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu isolat LA 21, yeast extract, tripton, EDTA, lizozim, universal primer 5’GGTTACTTGTTACGACTT-3’ (Uni B1) dan 5’AGAGTTTGATCTGGCTCAG-3’ (Bact F1) , dNTP, Taq DNA polymerase, Etidium Bromida, Red Safe flourecent kit, loading buffer, agarose, TBE. PROSEDUR PENELITIAN Isolasi DNA Bakteri Isolasi DNA dilakukan dengan lisis mikroorganisma menggunakan metode lisis lizozim [6]. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Penambahan lisozim pada isolasi DNA dimaksudkan untuk memotong peptidoglikan pada dinding sel bakteri [7]. Pada proses ekstraksi DNA tersebut ditambahkan EDTA dan SDS yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan lisis sel. EDTA berfungsi sebagai pengkhelat ion Mg2+ pada membran terluar sel, sehingga membran sel menjadi tidak stabil, selain itu EDTA juga berfungsi sebagai pengikat kofaktor enzim DNAse. SDS berfungsi untuk melarutkan lipid pada membran sel sehingga membran sel akan rusak. Penambahan campuran etanol dan kloroform berfungsi sebagai pelarut senyawa organik dan komponen lipid, sehingga DNA akan terpisah dengan komponen-komponen lain dalam proses ekstraksi DNA. Penambahan etanol absolut dingin berfungsi untuk mengikat air sehingga DNA akan mengalami pemekatan. Amplifikasi gen 16S-rRNA Amplifikasi gen 16S-rRNA dilakukan dengan menggunakan alat Polymerase Chain Reaction (PCR). Disiapkan master mix untuk setiap reaksi yang terdiri dari 5 µL buffer PCR 10x ; 2 µL primer Uni B1 5 µM; 2 µL primer BactF15 µM; 4 µL dNTP (mix) 10 mM; 11,5 µL MgSO4 70 mM; 0,5 µL Taq HF DNA polymerase 5 U/µL dan 24,5 µL aquabides. Pada master mix tersebut ditambahkan 2,5 µL DNA template sehingga total volume menjadi 50 µL. Kondisi reaksi PCR : siklus amplifikasi sebanyak 30 siklus dengan pre denaturasi pada suhu 95 ºC selama 5 menit, denaturasi: 95 ºC selama 1 menit; annealing: 55 ºC selama 1 menit; elongasi: 72 ºC selama 1 menit dan post elongasi 72 ºC selama 10 menit. Elektroforesis Agarose DNA Hasil PCR Proses elektroforesis diawali dengan membuat gel agarose 1% yang disiapkan dengan menimbang 0,4 g agarose dan larutkan dalam 40 mL TBE 1x (Tris base, asam borat 85 % dan 0,5 M EDTA pH 8), kemudian dilakukan elektroforesis [6]. Amplifikasi DNA PCR merupakan suatu cara untuk mengamplifikasi gen yang diketahui dari suatu DNA, dan melewati siklus berulang yaitu; denaturasi, annealing, dan elongasi. Berdasarkan Gambar 1 ukuran DNA hasil amplifikasi sebesar 1500 bp. Sequencing DNA Sequencing gen 16S-rRNA Reaksi sequencing menggunakan empat tabung terpisah yang masing-masing berisi primer, cetakan DNA, dNTP (dATP, dTTP, dGTP, dCTP), dan ddNTP yang berbeda pada tiap-tiap tabung. Reaksi polimerisasi akan terjadi dimasing-masing tabung dan akan berhenti pada saat suatu nukleotida berpasangan dengan ddNTP. Hal tersebut disebabkan ddNTP tidak memiliki gugus 3′-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5′-Posfat dNTP berikutnya untuk membentuk ikatan fosfodiester. Hasil dari berbagai reaksi ini menghasilkan fragmen DNA dengan berbagai ukuran. Fragmen-fragmen DNA tersebut dipisahkan dengan elektroforesis gel atau tabung kapiler. Molekul DNA yang mencapai ujung gel akan mengenai laser yang tersambung dengan detektor dan diteruskan analisisnya secara komputasi [6, 8, 9]. Basa nukleotida yang teridentifikasi oleh detektor adalah dideoksinukleotida terakhir pada tiap fragmen, dan terbentuk peak-peak basa nukleotida pada elektroferogram. Proses sequencing DNA terdiri dari 4 tahapan, yaitu cycle sequencing, pemurnian hasil cycle sequencing, elektroforesis kapiler dan analisis hasil elektroforesis. Hasil pemurnian PCR dilanjutkan dengan tahapan Cycle sequencing dengan sequencer ABI 310 menggunakan reagen ABI PRISM Big Dye Terminator v 3.1 Cycle Sequencing Kit. Komposisi reaksi untuk DNA template adalah: 2,0 µL Big Dye Terminator Ready Reaction Mix, 4,0 µL Buffer Big Dye, 1,0 µL Primer 3,2 pmol, 12 µL aquabides, sehingga total volume adalah 20 µL. Reagen-reagen tersebut dimasukkan dalam tabung PCR 0,2 mL dan dicampur rata dengan cara dispin. Kemudian tabung dimasukkan dalam mesin sequencing dengan kondisi initial denaturation 96 ºC selama 1 menit, dengan siklus 25 kali terdiri dari 96 ºC selama 10 detik, 50 ºC selama 5 detik dan 60 ºC selama 4 menit. Pemurnian hasil sequencing dilakukan dengan menggunakan metode Big dye x-Terminator 86 UNESA Journal of Chemistry Vol. 3 No. 1 January 2014 Penentuan Spesies Isolat LA 21 Sequence basa nukleotida dimasukkan dalam program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang terdapat pada situs www.ncbi.nlm.nih.gov untuk mendapatkan sequence alignment yang memiliki hubungan kekerabatan dengan isolat LA 21. Sequence alignment yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 1. Data sequence alignment tersebut digunakan untuk membuat phylogenetic tree isolat LA 21 seperti pada Gambar 2. Isolat LA 21 mempunyai tingkat kekerabatan terdekat dengan Bacillus sp AHBR 2 sebesar 97 %. Berdasarkan analisis morfologi dan fisiologi [10] menunjukkan bahwa isolat LA 21 merupakan bakteri Bacillus cereus dengan persentase 63,60 %. Apabila dipadukan kedua penelitian tersebut, maka berdasarkan analisis fisiologi, morfologi, dan 16S-rRNA dapat disimpulkan bahwa isolat LA 21 merupakan Bacillus sp yang kemudian disebut Bacillus sp LA 21. Gambar 1. Elektroforesis DNA Hasil Amplifikasi Tabel 1. Daftar Sequence Gene yang Memiliki Kemiripan dengan Isolat LA 21 No Bakteri 1 Bacillus sp. AHBR 2 2 Bacillus thuringiensis strain KUDC 1746 Bacillus thuringiensis strain KUDC 1742 Bacillus anthracis strain-Y11 Bacillus cereus strain ML 254 Bacillus sp. MML 1 Bacillus cereus strain BDU 8 Bacillus sp. FRC Y9-2 Bacillus sp. B-AS-16 Bacillus sp. DU 98 (2010) Bacillus sp. YY-13 Bacillus sp. CMJ 3-42RA Bacillus sp. TN 3D1a1 Bacillus cereus strainY111 Bacillus sp. SGE88 (2010) Bacillus sp. YXE 3-6 Isolat LA 21 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Panjang gen 16S-rRNA 1521 Query Cover 97 % 1460 95 % 1447 94 % 1381 92 % 1386 92 % 1339 1265 88 % 83 % 1385 1393 1246 92 % 92 % 82 % 1385 1375 92 % 92 % 1386 92 % 1368 91 % 1249 82 % 1250 1525 82 % 100 % Gambar 2. Phylogenetic tree isolat LA21 87 UNESA Journal of Chemistry Vol. 3 No. 1 January 2014 Penelitian lain tentang bakteri kitinolitik diperoleh beberapa bakteri yang tergolong dalam Bacillus, yaitu: Bacillus sp [4, 11, 12] dan Bacillus licheniformis [13]. Activity. Journal of Experimental Microbiology and Immunology (JEMI). Vol. 2:144-156. 8. Hobel, C. F. V.. et al. 2005. Investigation of The Microbial Ecology of Intertidal Hot Springs by Using Diversity Analysis of 16S rRNA and Chitinase Genes. Applied and Environmental Microbiology. p. 2771-2776. Vol. 71, No.5. PENUTUP Simpulan 9. Janda, J. Michael dan Abbott, Sharon L. 2007. 16S rRNA Gene Sequencing for Bacterial Identification in the Diagnostic Laboratory: Pluses, Perils, and Pitfalls. Journal of Clinical Microbiology, Sept. 2007, p. 2761–2764. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisis 16SrRNA isolat LA 21 merupakan Bacillus sp dan menunjukkan hubungan yang dekat dengan Bacillus sp. AHBR 2 dengan persentase 97 %. Selanjutnya isolat LA 21 disebut sebagai Bacillus sp LA 21. 10. Fauziah dan Herdyastuti, Nuniek. 2013. Uji Aktivitas Bakteri Kitinolitik dari Tambak Udang Di Lamongan dan Sidoarjo. UNESA Journal of Chemistry. Vol. 2, No. 1. Saran Perlu dilakukan identifikasi secara genetika pada bakteri kitinolitik dari tambak udang lain untuk mengetahui keragaman bakteri kitinolitik yang ada dilingkungan perairan. 11. Anuradha, V. dan Revathi, K. 2013. Purification and characterization of chitinase fromtwo Bacillus spisolated from crustacean shells. Journal of Microbiology and Biotechnology Research. 3 (3):160-167. DAFTAR PUSTAKA 1. Muharni dan Widjajanti, Hary. 2011. Skrining Bakteri Kitinolitik Antagonis Terhadap Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus ) dari Rizosfir Tanaman Karet. Jurnal Penelitian Sains. Volume 14 Nomer 1(D) 14112. 2. Woese, C.R.. 1987. Bacterial Evolution Microbiologycal Reviews. 51(2): 221-271. 12. Haliza, Winda dan Suhartono, Maggy Thenawidjaya. 2004. Karakteristik Kitinase Dari Mikrobia. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (1). 13. Suryanto, D., Munir, E., and Yurnaliza. 2005. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik: Keragaman Gen Kitinase pada Berbagai Jenis Bakteri dan Pemanfaatannya. Medan: Universitas Sumatera Utara. 3. Ikeda, seishi. et al. 2007. Analysis of Molecular Diversityof Bacterial Chitinase in The Maize Rhizosphere Using Culture Independent Method. Microbes Environ. Vol. 22 no. 1, 71-77. 4. Anindyaputri, Amaryllis. dkk. 2010. Chitinolytic Bacteria Isolated from Chili Rhizosphere: Chitinase Characterization and Its Application as Biocontrol for Whitefly (Bemisia tabaciGenn.). American Journal of Agricultural and Biological Sciences. 5 (4): 430435. 5. Kuddus Saima, M.. dan Roohi, I.Z. Ahmad. Isolation Of Novel Chitinolytic Bacteria and Production Optimization Of Extracellular Chitinase. Journal of Genetic Engineering and Biotechnology (2013)11,39–46. 6. Retnoningrum, D. S.. dkk. 2004. Kursus Identifikasi Mikroba dengan Cara Sekuensing Gen 16S rRNA/ 18S rRNA. Makalah disajikan pada Kursus Identifikasi Mikroba dengan Cara Sekuensing. Kelompok Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi ITB. Bandung, 1719 Maret 2004. 7. Chan, King Chon. et al. 2002. Microwave Treatment as a Substitute for EDTA in LysozymeMediated Bacterial Cell Lysis and its Effects on Bacterial Protein Release and Beta-Galactosidase 88