BULETIN DISEASE EDISI VI (15 DESEMBER-14 JANUARI 2015) PENYAKIT TROPIS & ENDEMIK DI KOTA PALU SCHISTOSOMIASIS Definisi Schistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit infeksi parasit kronis yang disebabkan oleh cacing darah (Trematoda) dari genus Schistosoma. Epidemiologi Di seluruh dunia, lebih dari 200 juta orang menderita Schistosomiasis, 20 juta diantaranya menderita sakit berat, dan 120 juta menunjukkan tanda-tanda klinis. Serta menjadi ancaman bagi 500-600 juta orang di 74 negara berkembang. Pada tahun 2011 dilaporkan oleh WHO, ada 243 juta orang memerlukan pengobatan untuk schistosomiasis, dengan jumlah orang yang dilaporkan telah dirawat untuk schistosomiasis pada tahun 2011 adalah 28,1 juta. Secara global, ditemukan 200.000 kematian yang dikaitkan dengan schistosomiasis per tahun. Variasi dalam perkiraan prevalensi tergantung pada karakter fokus dari epidemiologi. Schitosomiasis tersebar di negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah. Di Asia, cacing ini tersebar di 7 negara, antara lain Jepang, Cina, Philipina, Indonesia, Malaysia, Kamboja, Laos dan Thailand. Di Asia, penyakit ini disebut schistosomiasis japonica atau dinamakan juga Oriental schistosomiasis atau penyakit Katayama atau penyakit demam keong yang disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum. Di Indonesia, penyakit ini baru ditemukan di lembah Lindu (Kec. Kulawi, Kab. Donggala) dan lembah NapuBesoa (Kec. Lore Utara, Kab. Poso) yang terletak di Sulawesi Tengah. Schistosomiasis masih menjadi ancaman bagi lebih dari 25.000 penduduk di kedua daerah endemis tersebut. Prevalensi Schistosomiasis di lembah Lindu pada tahun 2003 (0.64%) dan tahun 2004 (0,17%) memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Sementara di lembah Napu pada tahun 2003 (0.70%) dan tahun 2004 (1,71%) memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Pendpro HMPD Phylum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili Genus Species Sumber: sydney.edu.au Platyhelminthes Trematoda Digenea Prosostomata Strigeata Schistosomatidae Schistosoma Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma haematobium, Schistosoma mekongi Hospes Selain manusia, hospes definitif dari Schistosoma japonicum juga yakni anjing, tikus sawah (Rattus), kucing, sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, dan biri-biri. Hospes perantaranya adalah siput air tawar spesies Oncomelania nosophora, O. hupensis, O. formosana, O. hupensis lindoensis di Danau Lindu (Sulawesi Tengah) dan O. quadrasi. Symptom & Sign Penyakit schistosomiasis akut dapat ditandai dengan gejala demam (nokturna), malaise, mialgia, nyeri kepala, nyeri abdomen, batuk non produktif yang dapat terjadi sebelum ditemukannya telur di dalam feses dan akan mencapai puncaknya pada minggu ke 6-8 setelah infeksi. Telur dapat ditemukan di feses, urin, potongan rektum, atau biopsi jaringan lainnya. Sampel tinja diperiksa untuk mengetahui keberadaan telur parasit dengan menggunakan hapusan tebal Kato-Katz atau teknik rapid Kato. Saat ini, teknik Kato-Katz masih merupakan gold standard yang digunakan untuk diagnosis schistosomiasis. Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan eosinofilia dan infiltrat paru pada rontgen foto toraks. Kumpulan gejala ini dikenal sebagai sindroma Katayama dan sering terjadi pada orang yang terinfeksi pertama kali atau pada keadaan reinfeksi berat serkaria. Bertahun-tahun kemudian gejala dan tanda yang terjadi disebabkan oleh reaksi fibrotik terhadap telur; contohnya di hati (fibrosis hati dan hipertensi portal), paru (fibrosis paru), dan kandung kemih (dalam kasus S. haematobium ). Lesi yang mendesak ruang (space-occupying lesion) di otak dan korda spinalis dapat menyebabkan kejang. Pendpro HMPD Patogenesis & Patofisiologi Kelainan yang ditimbulkan oleh infeksi Schistosma japonicum sangat berhubungan dengan respon imun hospes terhadap antigen dari cacing dan telurnya. Respon imun hospes ini sendiri dipengaruhi oleh faktor genetik, intensitas infeksi, sensitisasi in utero terhadap antigen schistosoma dan status coinfeksi. Respon imun pada penderita schistosomiasis mempengaruhi perjalanan penyakit, antara lain menimbulkan perubahan patologi berupa pembentukan granuloma dan gangguan terhadap organ, mempunyai efek proteksi terhadap kejadian infeksi berat atau bahkan cacing schistosoma dapat bertahan selama bertahun – tahun meskipun hospes mempunyai respon imun yang kuat. Organ yang sering diserang adalah saluran pencernaan makanan dan hati. Pendpro HMPD Pencegahan Infeksi dicegah dengan mengenakan pakaian yang tepat saat bekerja di lapangan dan menghindari air yang terkontaminasi. Program pengendalian dengan membasmi siput, atau pengobatan massal, dapat mengendalikan penyakit ini jika tersedia sumber daya yang mencukupi, seperti yang telah dilakukan di Cina dan Jepang. Strategi pemberantasan schistosimiasis di Indonesia, yakni a) meningkatkan pemberantasan penyakit untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke daerah lain, b) metode intervensi, suatu kombinasi pengobatan penderita, pemberantasan keong, perbaikan sanitasi lingkungan, dan agroengineering yaitu mengeringkan daerah-daerah rawa yang merupakan fokus keong, c) mengadakan kerja sama lintas sektoral. Referensi: Dang, H., Xu, J., Li, S., Cao, Z., Huang, Y., Wu, C., Tu, Z., Zhou, X., 2014. ‘Monitoring the Transmission of Schistosoma japonicum in Potential Risk Regions of China, 2008-2012’. International Journal of Environmental Research and Public Health, 11: 2278-2287. Gillespie, S.H., Bamford, K.B., 2009. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi, Edisi 3. Erlangga, Jakarta. Hariyanto, M.E., 2007.’Pemanfaatan Air Sungai dan Infeksi Schistosoma Japonicum di Napu Poso Sulawesi Tengah Tahun 2006’. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 1 (5): 219-225. Natadisastra, D., Agoes, R., 2009. Parasitologi Kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. EGC, Jakarta. Olveda, D.U., Li, Y., Olveda R.M., Lam, A.K., Chau, T.N.P., Harn, D.A., Williams, G.M., Gray, D.J., Ross, A.G., 2013. ‘Bilharzia: Pathology, Diagnosis, Management and Control’. Tropical Medicine & Surgery, 1(4): 1-9. Rusjdi, S.R., 2011. ‘Schistosomiasis, Hubungan Respon Imun dan Perubahan Patologi’. Majalah Kedokteran Andalas, 35 (2): 83-90. Staf Pengajar Departemen Parasitologi, 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Edisi 4. FKUI, Jakarta. Pendpro HMPD