PERBEDAAN PENANGANAN PERILAKU SISWA YANG MENGGANGGU DALAM PROSES PEMBELAJARAN KLASIKAL SEKOLAH MENENGAHOLEH GURU LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN Amirah Diniaty Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN Suska Riau Email: [email protected] Abstract: Female teacher tends to recognize irritating behavior of the pupils (Prilaku Siswa yang Menggangu/PSM) in learning process compared with male teacher. However, the difference is less significance. The most dominant form of PSM happening to the pupil is attention seeker in which the pupil talk in classroom during the learning process. Even though PSM is rare, it still requires an appropriate measure conducted by the teacher toward the PSM in order to lessen the frequency. The finding of this research shows that male teacher stricter than female teacher in handling PSM. Key words : Dissenting Perspectives, Irritating Pupils Behavior (PSM), Classical Learning Process, Male Teacher, Female Teacher. PENDAHULUAN dalam Pendidik yang dikenal sebagai guru di tingkat sekolah merupakan dasar sebuah dan menengah, tutorial langsung, cerita rakyat, upacara adat, dongeng, nyanyian, dan latihan kepada anak di lapangan (sawah, yang ladang) dan dilingkungan keluarga. Waktu menyelenggarakan pembelajaran bagi siswa. itu, sistem pendidikan langsung masih bisa Profesi ini dapat dilakukan oleh individu dilakukan, karena hampir semua orang dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan di dewasa di suatu masyarakat menguasai negara tidak muatan budaya yang harus dikuasai anak. adapersyaratan menjadi guru yang dibatasi Disisi lain anak mengamati dan belajar dari berdasarkan jenis kelamin.Persyaratan utama apa yang dilakukan menjadi guru adalah profesionalitas,sehingga lingkungan sosial mereka.2 laki-laki dan perempuan mempunyai status Perkembangan Indonesia, profesi bentuk karena dan kedudukan yang sama untuk profesi ini. teknologi orang dewasa di pengetahuan yang tumbuh pesat dan dan Jika kita lihat dari kebutuhan manusia masyarakat yang berkembang cepat dalam untuk mewariskan kebudayaan dan filsafat zaman moderen, menyebabkan tidak semua hidup masyarakat kepada generasi muda, orang maka proses pembelajaranmenjadi sebuah menguasai keharusan.1Namunkarena dimiliki anak, agar fungsional di masyarakat. faktor budaya, dewasa di muatan suatu budaya masyarakat yang perlu dulunya penyelenggara pembelajaran lebih Sehingga didominasi oleh kaum laki-laki. tersebut tidak lagi dilakukan,3dan begitu juga Kilas balik sejarah menggambarkan bahwa dulukegiatan pembelajaran dilakukan dengan sistem peran pendidikan pendidik tradisional dari kaum perempuan. Kenyataannya ini melahirkan 156 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... lembaga pendidikan formal seperti sekolah (mutu) dan ruangan tertentu yang disebut kelas semakin besar jumlah siswa dalam satu untuk proses pembelajaran, yang dikelola kelas, oleh guru laki-laki dan perempuan. pembelajaran. Mulyadi4 menegaskan, kelas merupakan sistem sosial dengan proses merupakan tempat semakin T’uu6menjelaskan, tidak efektif Sebaliknya kegiatan semakin kecil jumlah siswa dalam kelas, guru dapat memberikan perhatian penuh pada siswa. kelompok (group process) sebagai intinya. Jadi kelas pembelajaran. Oleh sebab itu seperti banyak konteks terjadinya sosial lainnya, setiap kelas berkemungkinan pendidikan atau lebih khususnya proses memiliki beberapa siswa yang terarah untuk pembelajaran, yang berisi sejumlah peserta tidak melibatkan diri dalam kegiatan kelas, didik yang berinteraksi dengan pendidikan dan dengan demikian menjadi kekuatan yaitu guru laki-laki dan perempuan untuk yang dapat menggangu.7Gangguan dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut. terbentang mulai dari siswa mengobrol Proses interaksi guru laki-laki dan perempuan dengan siswa dalam ketika mereka seharusnya mendengarkan guru atau menolak bergabung dengan pembelajaran di kelas, terjadi dinamis. Hasil kegiatan kelompok kecil sampai meneriaki penelitian guru Sri Sukarti5 menemukan dan menghentakkan perbedaan yang signifikan dari prestasi meninggalkan belajar siswa berdasarkan jenis kelamin guru; tentulah tidak diharapkan oleh guru dan laki-laki dan perempuan. Menurut Sri Sukarti siswa lainnya. Hasil riset8 menjelaskan kelas (2013), hal ini diduga karena guru laki-laki yang ribut sungguh-sungguh menghambat lebih dan aktivitas belajar siswa.Kelas yang bising lebih kesempatan dalam mengembangkan diri lanjut menghambat pembelajaran siswa yang dalam memiliki gejala kurang perhatian. banyak mempunyai mengajarnya waktu sementara guru perempuan sesuai dengan kondisinya harus ruangan. Selanjutnya siswa Gangguan kaki ini Arends9mengklasifikasi mampu membagi perannya dalam mengajar perilaku yang dan mengurus rumah tangganya. (selanjutnya disingkat PSM) mengganggu dari aspek Kenyataannya dalam pendidikan kita perorangan dan kelompok, yang merugikan banyak pembelajaran diselenggarakan guru siswa bersangkutan dan siswa lain, yaitu; (a) laki-laki dan perempuan dalam kelas-kelas di Mencari perhatian (attention-getting behaviors) sekolah yang jumlah siswanya melebihi berupa pelanggaran disiplin, (b) Mencari standar. Hal ini terjadi karena kebijakan yang kekuasaan (power-seeking behaviors) berupa ada baru untuk mencapai kuantitas (jumlah tingkah laku yang tidak pantas dilakukan siswa), belum pada pencapaian kualitas siswa saat pembelajaran klasikal, (c) Mencari 157 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 balas dendam (reverenge-seeking behavior) Pemberontakan siswa dan pencarian berupa respon langsung yang negatif, (d) perhatian merupakan bagian dari proses menampilkan ketidakmampuan yaitu dalam menjadi dewasa. bentuk sama sekali menolak untuk mencoba Berkenaan dengan itu guru laki-laki melakukan apapun karena yakin hanya dan perempuan dituntut mampu kegagalanlah yang menjadi bagiannya. menghadapi PSM dengan bijaksana saat Keempat tindakan individu itu akan pembelajaran klasikal berlangsung. Sehingga mengakibatkan terbentuknya pola tingkah tidak merugikan diri siswa bersangkutan dan laku yang sering dijumpai pada siswa yaitu: siswa lain, dan menjadikan perilaku siswa (1) Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah kembali positif dan berdisiplin. Dalam hal ini laku yang ekstrem, ambiguous untuk menjadi Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang superstar Pencegahan di membentuk kelasnya guru dan dengan berusaha vitalitas dan Kekerasan dan di Penanggulangan Lingkungan Tindakan Sekolah harus sepenuh hati, (2) Pola aktif destruktif yaitu dijadikan sebagai rambu-rambu sehingga pola tingkah laku yang diwujudkan dalam tidak ada tindakan kekerasan terhadap bentuk banyolan, suka marah, kasar dan siswa. Selain itu Peraturan Menteri Negara memberontak, (3) Pola pasif konstruktif yaitu Pemberdayaan pola yang menunjukkan kepada satu bentuk Perlindungan tingkah laku yang lambat dengan maksud Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan supaya selalu dibantu dan mengharapkan Sekolah Ramah Anak, menuntut guru harus perhatian, dan (4) Pola pasif destruktif yaitu memperlakukan pola mendidik bukan menghukum. tingkah laku yang menunjukkan Adapun faktor penyebab sebagian Siswa menurut Arends10adalah ;(1) beranggapan kegiatan Anak Menurut kemalasan (sifat malas) dan keras kepala. besar PSM Perempuan sekolah Republik siswa data dalam ikhtisar dan Indonesia konteks eksekutif strategi nasional penghapusan kekerasan terhadap anak tahun 2016-2020 Kementerian Pemberdayaan Perempuan membosankan dan tidak relevan, maka Perlindungan berusaha menjauhinya, (2) Kehidupan siswa sebanyak 84 persen siswa pernah mengalami di luar sekolah (keluarga dan masyarakat) kekerasan di sekolah.11 Lebih lanjut data menghasilkan dan ICRW tahun 2015 mendeskripsikan 45% di siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru sekolah, (3) Siswa terpenjara di dalam atau petugas sekolah merupakan pelaku sekolah yang memiliki disposisi otoriter yang kekerasan. emosional masalah yang menyebabkan psikologis mereka mereka tunjukkan memberontak, Anak dan (Kemen-PPPA), (4) 158 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... Prayitno12 menggambarkan bentuk kekerasan berupa hukuman guru Sayangnya, penafsiran yang lebih jauh atas dan menjadi tidak proposional tentang kesalahan siswa yang menjadikan sekolah ”perlunya hukuman” itu menimbulkan sebagai ”lembaga penghukuman” itu, di antaranya: ...dengan menyuruh mereka membersihkan kelas, mengepel lantai, melap kaca, menuliskan kata ”saya tidak akan berbuat itu lagi” sekian puluh kali. Atau yang lebih sadis seperti: disuruh lari berkeliling lapangan sekian kali putaran tanpa memakai sepatu dan baju; berdiri pada satu kaki sampai selesai jam pelajaran atau bahkan sampai menskor tindakan kekerasan terhadap peserta didik sampai dengan kondisi di luar batas kewajaran. Ajaran Islam sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang beliau katakan pada Aisyah (HR Muslim dikutip dalam Muhammad Nabil Kazhim,14 menjelaskan: Sesungguhnya Allah itu maha lembut dan mencintai kelembutan dan memberikan kepada kelemahlembutan apa yang tidak diberikannya atau tidak mengizinkan untuk sekolah. kepada kekerasan dan tidak juga kepada selainnya. Itu tidaklah efektif. Selain tidak relevan Hadis ini menegaskan bahwa hendaklah dengan materi pelajaran, kadang tidak dalam manusiawi, juga dapat menimbulkan menghindari pemberian hukuman fisik pada sikap negatif pada si pelaku. Proses peserta didik, karena kelemahlembutan lebih perbaikan diri tidak terjadi, sikap antipati utama dan baik. Sehubungan dengan itu atau bibit balas dendam mungkin justru Kazhim15 mengutip pendapat Umar Basyir ditumbuhkan. Att Thuwaibi mengatakan bahwa: Terkait dengan menjelaskan bahkan bahwa juga para itu Prayitno13 banyak pihak, pendidik (masih) berpendapat bahwa kekerasan terhadap peserta didik diperlukan dalam menyelenggarakan pendidikan Punishment adalah pintu negatif dalam pendidikan. Ia akan menggiring seseorang menuju kehancuran, sehingga dalam kecemasan, ketakutan, kegagalan. memukul Sesungguhnya anak dalam hidup dan kebiasaan mendidiknya pendidikan. Perlunya kekerasan dalam menunjukkan bahwa kita sebagai orang pendidikan dengan dewasa salah dalam memilih metode yang memposisikan ”hukuman sebagai alat tepat sehingga dapat menyentuh jiwa dan pendidikan”. Implikasi rumusan tersebut meluruskan perilakunya. ialah itu bahwa: dirumuskan ”jika pendidikan mau berhasil, pendidik perlu menerapkan hukuman terhadap peserta didik”. Kondisi real yang terjadi di lapangan menarik untuk diteliti dari aspek gender 159 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 yaitu bagaimana perbedaan penangananPSM seeking dalam ketidakmampuan, (2) Penanganan PSM oleh proses pembelajaran klasikal di behavior), sekolah menengah oleh guru laki-laki dan guru perempuan. membiarkan, menghukum, dan tegas yang Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah: (1) Apa saja bentuk menurut guru laki-laki dan kelas dengan indikator guru mendidik. PSM yang terjadi dalam proses pembelajaran klasikal di menampilkan Angket diisi dengan pilihan jawaban skala likert yaitu selalu, sering, jarang, perempuan? (2) Adakah perbedaan bentuk kadang dan tidak pernah. penanganan PSM oleh guru laki-laki dan pengumpulan data angket diolah dengan perempuan? statistik persentase Hasil sehingga tergambar;bentuk PSM menurut guru dan METODOLOGI PENELITIAN bentuk penanganannya yang dikelompokkan Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.Penelitian dilakukan di SMK berdasarkan jenis kelamin guru laki-laki dan perempuan.Untuk melihat perbedaan Kehutanan Pekanbaru. Data diambil dari 27 penanganan PSM antara gurulaki-laki dan orang guru yang terdiri dari guru laki-laki 13 perempuan dilakukan analisis uji-t. orang dan 14 orang guru perempuan pada tahun ajaran 2016/2017 secara random sampling dengan cara by incident yaitu guru HASIL PENELITIAN 1. Perbedaan Bentuk PSM Menurut Guru Laki-Laki dan Perempuan yang bersedia mengisi instrumen penelitian Hasil pengolahan angket melalui t- berupa angket dengan suka rela. Instrumen yang digunakan untuk test dengan program SPSS untuk melihat mengumpulkan data adalah angket yang perbedaan bentuk PSM yang terjadi disusun dengan indikator: (1) bentuk PSM dalam yaitu; guru laki-laki dan perempuan, adalah Mencari perhatian (attention-getting Membalas dendam pembelajaran menurut sebagai berikut: behaviors), Mencari kekuasaan (power-seeking behaviors), proses (reverengeTabel 1 Hasil uji t-test bentuk PSM menurut guru laki-laki dan perempuan Levene's Test for Equality of Variances F Sig. Independent Samples Test t-test for Equality of Means T Df Sig. Mean Std. Error (2- Differen Difference tailed ce 95% Confidence Interval of the Difference 160 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... ) Equal variance s Bentuk assumed PSM Equal variance s not assumed Lower Upper .121 .731 .323 25 .749 1.29121 3.99479 -6.93622 9.51864 .322 24.27 2 .750 1.29121 4.00967 -6.97945 9.56187 Hasil uji t-test ini menggambarkan levene’s perempuan dan guru laki-laki. test melihat perbedaan lebih spesifik dari dari p = 0.120 > 0,05 yang berarti data homogen. Hasil t-tes for equality of mean rerata diperoleh gambaran bahwa p= 0.749 dan perempuan dan laki-laki tentang bentuk PSM p=0750 > dari 0,05 yang berarti tidak ada dalam proses pembelajaran, dapat dilihat perbedaan dalam tabel berikut: bentuk PSM menurut guru means yang dimiliki dari Untuk guru Tabel 2 Perbedaan mean bentuk PSM menurut guru laki-laki dan perempuan Guru Bentuk PSM Group Statistics Mean Std. Deviation N Peremp uan Lakilaki Std. Error Mean 14 22.2143 9.87755 2.63989 13 20.9231 10.88165 3.01803 Data dalam tabel tersebut memperlihatkan Selanjutnya persentase bentuk PSM bahwa guru perempuan menilai bentuk PSM yang lebih tinggi dibandingkan dengan guru laki- perempuan dijelaskan perindikator sebagai laki berikut: (22.2143 > 209231). Guru perempuan diungkapkan guru laki-laki dan ternyata lebih merasakan adanya PSM terjadi a. Bentuk PSM kategori mencari perhatian di kelas dibandingkan dengan guru laki-laki. (attention-getting behaviors) dengan cara Namun perbedaan ini tidak signifikan. melanggar disiplin, digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 3 Bentuk PSM attention-getting behaviorssaat Pembelajaran di Kelas menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan 161 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 No Nomor item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 % JAWABAN GURU Sering Kadang Jarang Tdk Pernah L P L P L P L P 0 0 8 7 46 14 46 79 0 14 8 43 69 29 23 14 8 0 8 14 46 50 31 29 0 0 46 50 31 29 15 7 0 0 0 0 46 21 54 79 8 0 23 14 38 57 31 29 0 0 8 0 38 57 54 43 8 0 23 50 54 43 15 7 23 14 31 43 8 21 23 21 0 0 8 7 38 21 54 71 8 0 23 29 38 57 31 14 0 0 0 0 8 29 92 71 9. Siswa tidur saat jam Selalu L P 0 0 0 0 8 7 8 14 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan pelajaran berlangsung. L = guru laki-laki 10. Siswa keluar kelas tanpa izin P = guru perempuan 11. Siswa tidak mengerjakan tugas Bunyi pernyataan item nomor: 12. Siswa pulang sebelum jam pelajaran 1. Siswa berpakaian acak-acakan di kelas 2. Siswa yang datang terlambat ke kelas 3. 4. 5. 6. 7. 8. selesai Dari data di atas dapat dilihat bahwa saat jam pelajaran sudah dimulai guru laki-laki dan perempuan menemukan Siswa ribut meminjam alat tulis teman bentuk PSM no 4 yaitu siswa berbicara saat guru menerangkan materi pelajaran. dengan temannya saat guru menjelaskan Siswa berbicara dengan teman saat guru materi pelajaran, selalu terjadi di kelas. menjelaskan materi pelajaran Namun persentase jawaban guru laki-laki Siswa saling melempar benda dengan (8%) lebih sedikit dari persentase jawaban teman di hadapan guru yang sedang selalu guru perempuan (14%). Perilaku menjelaskan materi pelajaran. mengganggu Siswa bertanya dengan bahasa yang memancing siswa lain tertawa sehingga tidak dan mengganggu suasana pembelajaran, kadang- mengandung unsur negatif dari materi kadang terjadi. Selain itu ada data yang unik pelajaran sehingga menimbulkan reaksi yaitu menurut sebagian kecil (15%) guru laki- tertawa. laki, Siswa yang makan dalam kelas saat sementara kegiatan inti pembelajaran berlangsung. perempuan yang mengemukakan hal itu. baku/tidak benar siswa tersebut selalu tidak tidur ada dan perilaku dalam kelas, satupun guru Siswa melakukan tingkah laku aneh yang memancing siswa lain tertawa. 162 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... b. Bentuk PSM mencari kekuasaan (power- tabel berikut : seeking behaviors), digambarkan dalam Tabel 4 Bentuk Perilaku power-seeking behaviorssaat Pembelajaran di Kelas menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan No Nomor item 1 13 2 14-18 3 19 4 20 5 21 6 22 Keterangan : Selalu L P 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 L 0 8 0 0 0 0 Sering P 0 0 0 0 0 0 % JAWABAN GURU Kadang Jarang Tdk Pernah L P L P L P 8 0 38 43 54 57 15 7 31 29 46 64 0 14 46 29 54 57 15 7 62 50 23 43 0 7 38 64 62 29 8 0 8 21 84 79 22. Siswa meniru ucapan guru yang L = guru laki-laki menggangu. P = guru perempuan Persentase untuk jawaban selalu dari Bunyi pernyataan item nomor: bentuk 13. behaviorsini ternyata tidak ada (0%) menurut Siswa membantah guru. 14-18 Siswa laptop jenis power-seeking / guru laki-laki dan guru perempuan.Namun handphone saat guru menjelaskan ada guru laki-laki (8%) menyatakan perilaku materi pelajaran siswa menggunakan laptop atau handphone Siswa berjalan hilir mudik dalam saat guru menjelaskan materi pelajaran kelas. sering 20. Siswa mengganggu teman. jawaban guru perempuan (0%). 21. Siswa menyela pembicaraan guru c. 19. menggunakan perilaku tanpa izin. terjadi.Hal ini berbeda dengan Bentuk PSM yaitu membalas dendam (reverenge-seeking behavior), digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 5 Bentuk Perilaku reverenge-seeking behaviorsaat Pembelajaran di Kelas menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan No 1 2 3 4 Nomor item 23 24 25 26 L 0 0 0 0 Selalu P 0 0 0 0 L 0 0 0 0 Sering P 0 0 0 0 % JAWABAN GURU Kadang Jarang L P L P 8 7 38 36 0 0 8 7 0 0 0 7 0 0 23 14 Tdk Pernah L P 54 57 92 93 100 93 77 86 163 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 5 6 7 8 27 28 29 30 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 8 0 7 0 29 7 38 15 46 15 29 21 50 43 62 85 38 85 64 79 14 50 Keterangan 28. Siswa merusak benda milik teman. L = guru laki-laki 29. Siswa mengotori ruangan kelas P = guru perempuan 30. Siswa sengaja merusak perabotan yang ada dalam kelas Bunyi pernyataan item nomor: 23. Siswa berbicara atau bertindak keras pada teman Dari gambaran tabel di atas dapat dilihat bahwa 7% guru perempuan menyatakan 24. Siswa secara langsung menolak perintah guru siswa mengotori ruang kelas dan 8 % guru laki-laki menyatakan hal itu sering dilakukan 25. Siswa melakukan perlawanan pada guru baik secara fisik. siswa.Secara umum dari persentase jawaban guru laki-laki dan perempuan bentuk PSM 26. Siswa melawan perintah guru dengan kata-kata dalam kategori ini tidak banyak terjadi. d. 27. Siswa mengambil benda milik teman Bentuk PSM yaitu menampilkan ketidakmampuandigambarkan tanpa izin. dalam tabel berikut: Tabel 6 Bentuk Perilaku Siswa Menampilkan KetidakmampuanSaat Pembelajaran di Kelas menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan No 1 2 Nomor item 31-33 34 % JAWABAN GURU Sering Kadang Jarang L P L P L P 0 0 0 7 15 43 0 0 31 36 31 50 Selalu L P 0 0 0 0 Keterangan Data Tdk Pernah L P 85 50 38 14 dalam tabel di atas, L = guru laki-laki menunjukkan bahwa secara umum guru P = guru perempuan laki-laki maupun guru perempuan tidak Bunyi pernyataan item nomor: pernah menemukan bentuk PSM dengan 31-33. Siswa mengeluh tidak mampu menampilkan ketidakmampuan ini. mengerjakan tugas. 34. Siswa tidak mampu melakukan apa- 2. Penanganan PSMoleh guru apa yang disuruh guru 164 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... Pengolahan angket mengungkap SPSS menggunakan analisis t-test dapat perbedaan penanganan PSM oleh guru digambarkan sebagai berikut: laki-laki dan perempuan dengan program Tabel 7 Uji t-test penanganan PSM oleh guru laki-laki dan perempuan Independent Samples Test Levene's t-test for Equality of Means Test for Equality of Variances F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence (2- Differe Error Interval of the tailed nce Differe Difference ) nce Lower Upper Equal variances Penang assumed anan Equal PSM variances not assumed .447 .510 -.033 25 .974 -.13187 3.94642 -8.25968 7.99594 -.034 24.25 8 .973 -.13187 3.90864 -8.19437 7.93063 Hasil uji t-test ini menggambarkan levene’s dan guru laki-laki. test p = 0.510 > 0,05 yang berarti data spesifik dari dari rerata means yang dimiliki homogen. Hasil t-tes for equality of mean dari skor penanganan PSM oleh guru diperoleh bahwa p= 0.974 dan p=0.973 > dari perempuan dan laki-laki sebagaimana dapat 0,05 dilihat dalam tabel berikut: yang berarti tidak ada perbedaan Untuk melihat lebih penanganan PSM menurut guru perempuan Tabel 8 Perbedaan Mean Penanganan PSM oleh guru laki-laki dan guru perempuan Guru Penanganan PSM Peremp uan lakilaki Group Statistics N Mean Std. Deviation Std. Error Mean 14 102.7143 11.39790 3.04622 13 102.8462 8.83031 2.44909 Data dalam tabel tersebut memperlihatkan perempuan (102.8462 > 102.7143). Guru laki- bahwa guru laki-laki melakukan penanganan laki lebih tegas dalam menangani PSM PSM lebih tegas dibandingkan dengan guru 165 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 dibanding guru perempuan, namun perbedaan ini tidak signifikan. sekalipun akan ditemukan PSM. Kecenderungan naluriah yang terjadi pada siswa tersebut diistilahkan dengan “energi ANALISIS DAN REKOMENDASI liar” oleh Prayitno.17 PENELITIAN Dari Lebih jauh dijelaskan ”energi liar” hasil penelitian ini dapat disimpulkanperilaku siswa mengganggu (PSM) dalam proses individu pembelajaran klasikal memang terjadi, anggota masyarakat.18 Wujud PSM sebagai meskipun tidak dalam kategori sering atau ”energi liar” tersebut19seperti ”....berbuat banyak terjadi, gaduh meskipun guru sudah masuk kelas, harus ada penanganan terhadap PSM karena tidak memperhatikan guru yang sedang akan berlarut-larut dan mengganggu suasana menerangkan pelajaran dan sebagainya”. terjadi.Meskipun yang muncul dari kesenjangan dan guncangan sedikit atas pembelajaran. Ketika PSM tidak ditangani maka akan ada peningkatan frekuensi terjadinya di Hasil peristiwa yang masyarakat, penelitian dialami keluarga ini dan membuktikan bahwa baik guru laki-laki dan perempuan pada hakekatnya sama-sama mengharapkan Ternyata merasakan berbagai guru adanya perempuan PSM dalam lebih kondisi pembelajaran yang aktif, dinamis, proses proaktif, dan dikehendaki tanpa gangguan. pembelajaran dibandingkan dengan guru Penelitian laki-laki.Guru perempuan menilai bentuk Carter20menegaskan bahwa hasil belajar yang PSM lebih tinggi dibandingkan dengan guru optimal paling mungkin dicapai siswa di laki-laki kelas yang tertib. (22.2143 > 209231). Namun perbedaan ini tidak signifikan. A.G. Kounin dan Doyle dan Untuk mencapai tujuan pembelajaran, Temuan penelitian ini ditegaskan oleh baik guru laki-laki dan perempuan sama Hughes mengharapkan siswanya berpartisipasi aktif & E.H.Hughes16 bahwa perilaku siswa yang mengganggu (PSM) bisa melakukan terjadi dalam proses pembelajaran klasikal implementasi dinamika belajar yaitu berpikir dengan pendidik yang berbakat sekalipun, (B), merasa (M), bersikap (B), bertindak (B) karena adanya kecenderungan naluriah yang dan dapat menguat secara tak normal pada diri disingkat dengan istilah BMB3.21 Sehingga peserta didik ketika proses pembelajaran pembelajaran tidak saat khususnya sekolah menengah dapat menjadi pembelajaran oleh guru laki-laki maupun ujung tombak penentu pencapaian tujuan terkendali. Artinya baik lima kegiatan bertanggungjawab yang (B), terjadi sebagai selanjutnya di kelas, perempuan bahkan guru yang berbakat 166 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... pada jenjang pendidikan lanjutan yaitu mendiskusikan atau mengerjakan tugas lain, perguruan tinggi. Yamin22menegaskan: (3) Hal-hal yang terjadi secara cepat dalam Sekolah yang bisa menjadi harapan masa depan adalah ketika memberikan sebuah perspektif berbeda dalam melakukan sebuah kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Salah satu cara mengetahui apakah sekolah itu merupakan sebuah cerminan masa depan ialah dilihat dari proses yang terjadi dalam kelas. kelas; kejadian terjadi antar siswa seperti berdebat, mengeluh karena ada yang mencontek, bertengkar, yang semuanya itu membutuhkan respon cepat dari guru, (4) Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi dalam kelas; misalnya ada siswa yang tibatiba sakit, alarm kebakaran berbunyi, (5) Hanya ada sedikit privasi; kelas adalah Kenyataan dari hasil penelitian ini bahwa bentuk PSMmenurut guru laki-laki dan perempuan,dominan pada kategori attention-getting behaviors/mencari perhatian, seperti bicara dengan teman saat guru menjelaskan materi pelajaran dan melakukan tingkah laku aneh yang memancing siswa lain tertawa. Dalam hal ini Walter Doyle (1986) dalam Supriadi Darmawan23menjelaskan kelas memiliki merefleksikan & karakteristik kompleksitas dan yang potensi multideminsional; maksudnya kelas adalah setting untuk banyak aktivitas, mulai dari akademik seperti membaca, menulis, dan matematika, sampai aktivitas sosial, seperti bermain, berkomunikasi dengan teman dan berdebat. Guru harus mencatat jadwal dan membuat siswa menurutinya. Tugas diberikan guru dan dimonitor, dikoleksi, dan dievaluasi, (2) Aktivitas yang terjadi di kelas terjadi secara simultan; satu kelompok siswa mungkin mengerjakan tugas menulis, yang publik dimana siswa melihat bagaimana guru mengatasi masalah, melihat kejadian tidak terduga dan mengalami frustrasi, (6) Kelas punya sejarah; siswa dan guru (laki-laki dan perempuan) punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu sebelumnya. Alasan ini perlu dipahami dan disadari oleh guru laki-laki dan perempuan. bahwa lingkungan terjadinya problema yaitu:(1) Kelas adalah aktivitas tempat Ternyata guru laki-laki menangani PSM lebih tegas dibandingkan dengan guru perempuan, namun perbedaan ini tidak signifikan.Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa guru perempuan harus meningkatkan ketegasan dan menguasai strategi tindakan tegas yang mendidik (TTM) dalam menangani PSM.Guru perempuan harus memahami bahwa tegas yang dimaksud adalah tidak melihat siswa sebagai musuh, juga tidak menggunakan abrasif, sarkastik, gaya bermusuhan. Guru yang tegas tidak bereaksi dengan pasif, tidak konsisten, atau pemalu. Guru yang tegas percaya bahwa kelas lain 167 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 ibaratkan sebuah perusahaan, guru perempuan untuk melakukan tindakan memberikan pelayanan terbaik adalah demi malapraktik pendidikan seperti menghukum. kepentingan siswa.Mereka percaya bahwa “Menghukum siswa ingin memiliki keamanan pribadi dan tindakan psikologis yang mereka perolah dari guru penanganan PSM bagi guru laki-laki dan mereka yang sangat berkompeten dalam perempuan. yang dan kekerasan” bukan direkomendasikan bagi mengarahkan perilaku. Guru perempuan Prayitno24 menjelaskan guru dituntut dengan naluri keibuan yang dimilikinya akan untuk dapat “tegas dalam mendidik” siswa sanggup melakukan tindakan tegas yang yang mengganggu, bukan menghukumnya. mendidik tersebut. Perbedaan Tindakan guru yang tegas dalam Temuan bahwa penelitian perilaku ditunjukkan siswa menunjukkan mengganggu dalam yang pembelajaran ternyata tidak memicu guru laki-laki dan mendidik dengan tindakan tegas yang menghukum menurut Prayitno25sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 9 Perbedaan Tindakan Tegas Mendidik (TTM) dan Tegas Menghukum No 1 2 3 Aspek TTM Tegas yang Menghukum Energi dan Positif, kasih sayang, pengakuan, Negatif, menekankan landasan penerimaan dan kelembutan kekuasaan, kemarahan, pendidik tersinggung, merasa dirugikan Pandangan Peserta didik harus dicegah Peserta didik adalah orang pendidik terjerumus (lebih jauh/lebih muda yang belum banyak tentang dalam) kearah kesalahan yang pengalaman, harus patuh peserta didik merugikan dirinya dan objek yang boleh yang diperlakukan apa saja oleh melakukan pendidik tingkah laku menyimpan g Tujuan 1) Subjek pelaku menjadi tahu Membentuk kepatuhan mana yang salah dan mana bersyarat yang benar berkenaan dengan peristiwa yang dikenai TTM 2) Disadarkan bahwa dirinya sebenarnya mampu berbuat yang lebih baik dari pada melakukan perilaku menyimpang yang dikenai TTM itu 3) Merasa dihargai karena dirinya tidak direndahkan bahkan diarahkan bahwa dirinya itu 168 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... 4 Fungsi 5 Akibat bisa melakukan hal-hal yang lebih baik 4) Ikut memikirkan, merasakan, dan membangun sikap positif ketika diajak oleh pendidik membahas apa yang telah diperbuatnya sehingga perlu dilakukan TTM 5) Berkomitmen untuk melaksanakan perilaku yang lebih baik dan tidak mengulangi tindakan semula yang salah. Pemahaman, pengentasan dan Tanggapan dan pencegahan tingkah laku pengentasan tingkah laku menyimpang peserta didik, terjadi mengganggu dengan konformitas internalisasi tidak memberikan hukuman membabi buta. Kondisi positif : Kesenjangan, merasa 1. Tau salah dan benar dihina, direndahkan, cedera 2. Disadarkan bahwa mampu jasmaniah dan/ atau berbuat lebih baik dari pada rohaniah, menolak perilaku yang menyimpang dan/atau menjauhkan diri, 3. Merasa dihargai dan lebih baik dipecundangi hak-hak 4. Ikut memikirkan, merasakan pribadi, rusak hubungan dan membangun sikap positif pribadi antara peserta didik ketika diajak oleh pendidik dengan pendidiknya, 5. Berkomitmen untuk terjadi keonaran, dendam, melaksanakan perilaku yang dll. lebih baik dan tidak mengulangi (1) Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan Jika kita analisis lebih jauh lagi dalam konteks pendidikan cerdas-lemah, kaya-miskin, ketegasan normal-cacat, anak pejabat-anak buruh, (2) terhadap PSM oleh seorang pendidik baik itu Penerapan norma agama, sosial dan budaya guru perempuanberarti setempat,(3) Kasih sayang kepada murid, mengimplementasikan semua ajaran Allah memberikan perhatian bagi mereka yang dan lemah laki-laki Nabi Islam, perempuan, dan Muhammad SAW dalam dalam proses belajar karena menyiapkan generasi penerus, dan ini akan memberikan hukuman fisik maupun nonfisik mendukung program Sekolah Ramah Anak bisa menjadikan anak trauma,(4) Saling (SRA).ImplementasiPeraturan menghormati Negara Pemberdayaan Menteri dan murid, antar tenaga, kependidikan serta Indonesia antara tenaga kependidikan dan murid. Sistem SRA yaitu: Adapun metode pembelajaran yang harus sikap guru terhadap murid yang diatur yaitu; diterapkan guru adalah; (1) Terjadi proses Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014, Perempuan hak-hak anak, baik antar Republik 169 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 belajar sedemikian rupa sehingga peserta pendapat Umar Basyir didik merasakan senang mengikuti pelajaran, mengatakan bahwa: Att Thuwaibi tidak ada rasa takut, cemas dan was-was, peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif Punishment adalah pintu negatif dalam serta tidak merasa rendah diri karena pendidikan. Ia akan menggiring seseorang bersaing dengan teman peserta didik lain. menuju kehancuran, sehingga dalam kecemasan, ketakutan, Terkait dengan implementasi dan ketegasan yang mendukung sekolah ramah kegagalan. anak oleh guru laki-laki dan perempuan memukul seperti di atas, perlu diperhatikan aspek menunjukkan bahwa kita sebagai orang efektivitas prosedur pengubahan tingkah dewasa salah dalam memilih metode yang laku negatif tepat sehingga dapat menyentuh jiwa dan siswa menurut Jansen26 yaitu Sesungguhnya hidup anak dalam kebiasaan mendidiknya meluruskan perilakunya. harus: (a) mampu menyelesaikan masalah yang berulang-ulang, (b) berlaku untuk setiap orang, (c)sederhana dan dilakukan, (d) bisa diramalkan siswa tahu kapan akan terjadi dan (e) menempatkan siswa dalam keadaan emosional yang positif, tidak ketakutan, cemas apalagi tertekan. Berdasarkan aspek efektivitas ini, guru lakilaki dan perempuan dapat melihat tindakannya dalam menangani PSM, apakah berupa ketegasan dalam mendidik atau menghukum. Ketika memberikan hukuman, siswa berada pada posisi emosional yang tertekan, ketakutan sehingga tingkah laku negatif yang diharapkan berubah kearah Hal ini penting dipahami karena hukuman dalam pendidikan dilakukan, pendidik sudah terjebak dalam lingkaran kesalahan dan sulit mewujudkan harapan untuk membentuk perilaku positif siswa. Muh. Nabil Kazhim27 dengan itu Supriadi & Darmawan28 menguraikan manakala ada siswa yang menimbulkan gangguan atau menunjukkan ketidakacuhan maka guru dapat memberikan reaksi dalam bentuk teguran. Tindakan ini menyatakan bahwa ”ada guru bersama mereka”. Tindakan ini dilakukan dengan segera dan akan mencegah meluasnya tingkah laku yang mengganggu tersebut. Tindakan menegur secara verbal atau mengingatkan kepada siswa tersebut dilakukan secara efektif, dengan memperhatikan hal berikut: (a) Teguran harus jelas dan tegas dan ditujukan kepada positif tidak akan terjadi. ketika Terkait mudah mengutip siswa yang mengganggu, serta ditujukan untuk menghentikan mengganggunya, tingkah (b) laku Hindari teguran/peringatan yang kasar, menyakitkan atau mengandung unsur penghinaan, (c) Hindari teguran/mengingatkan yang 170 Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa..... bermuatan ejekan, atau ocehan yang 11 berkepanjangan. Bagaimanapun, perempuan guru dituntut dan 12 menjalankan 13 laki-laki harus tugasnya sebagai pendidik secara profesional yang ditunjukkan dengan melakukan 14 tindakan tegas yang mendidik pada pelaku PSM. Sehingga siswa yang memiliki 15 16 ”energiliar” saat pembelajaran berlangsung tidak dihukum atau dibiarkan, melainkan 17 dirubah perilakunya menjadi positif. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, dan jasanya tak terbalas dalam 18 19 20 mencerdaskan anak bangsa. Suksesnya guru merubah tingkah laku siswa ke arah yang positif dalam pembelajaran, akan menggambarkan kesuksesan sekolah dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Endnotes: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 21 22 23 24 25 Ansyar, Mohamad. 2015. Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenamedia Group. Hal 3 Ibid Ibid Mulyadi. 2009. Classroom Management. Malang: UIN Malang Press, hal. 4 Sri Sukarti ,( 2013). Isu Gender Dan Sertifikasi Guru Versus Prestasi Belajar Siswa .Jurnal Pendidikan, Volume 14, Nomor 1, Maret 2013, hal.38-43 T’uu, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Sisiwa. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Arends, Richard I. 2013.Belajar untuk Mengajar Edisi 9 Buku 1.Terjemahan oleh Made Feida Yulia. Jakarta: Salemba, hal. 199 Partin, L., Ronald. 2009. KIat Nyaman Mengajar di dalam Kelas. Jakarta: Indeks. hal. 44 Arends, Richard I.,2013, Op.Cit, hal. 207 Ibid, hal. 200 26 27 28 http://www. pikiran-rakyat com/pendidikan /2016/01/25) Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo, hal. 168 Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP Press, hal. 212) Kazhim, Muhammad Nabil. 2011. Sukses Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Solo: Samudra, hal. 44) Ibid, hal. 27 A.G. Hughes & E.H.Hughes. 2003 . Learning & Teaching Pengantar Psikologi pembelajaran Modern. Bandung: Nuansa, hal. 363) Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP Press, hal. 154). Ibid Prayitno. 2009. Op.Cit, hal. 167 Arends, Richard I. 2013.Belajar untuk Mengajar Edisi 9 Buku 1.Terjemahan oleh Made Feida Yulia. Jakarta: Salemba, hal. 191) Prayitno. 2014. Pembelajaran Melalui Pelayanan BK di Satuan Pendidikan. Padang: UNP Press. hal. 14 Yamin.Moh. 2012. Sekolah yang Membebaskan. Malang: Madani, hal. 160 Supriadi, Didi & Darmawan, Deni. 2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT Remadja Rosdakarya, hal. 163 Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP Press Ibid Jensen, Eric. 2010. Guru Super dan Super Teaching. Jakarta: PT. Indeks. hal. 214 Kazhim, Muhammad Nabil. 2011. Sukses Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Solo: Samudra, hal. 27) Supriadi, Didi & Darmawan, Deni. 2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT Remadja Rosdakarya, hal. 178 &180) DAFTAR PUSTAKA A.G. Hughes & E.H.Hughes. 2003 . Learning & Teaching Pengantar Psikologi pembelajaran Modern. Bandung: Nuansa. Arends, Richard I. 2013.Belajar untuk Mengajar Edisi 9 Buku 1.Terjemahan 171 marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016 oleh Made Salemba. Feida Yulia. Jakarta: Yamin.Moh. 2012. Sekolah yang Membebaskan. Malang: Madani. Colvin, Geoff. 2008. 7 Langkah Untuk Menyusun Rencana Disiplin Kelas Proaktif.Jakarta: PT. Indeks. Harley, Joan C & Sidney T Rowland. 2002. Behavior Modification for Teacher. Charles C Thomas Publisher Kazhim, Muhammad Nabil. 2011. Sukses Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Solo: Samudra McDonald, Emma S.dkk .2012. Pembelajaran yang Menyenangkan. Jakarta: Erlangga. Mulyadi. 2009. Classroom Management. Malang: UIN Malang Press. Prayitno dan Belferik Manulang. 2010.Pendidikan Berkarakter dalam Pembangunan Bangsa. Medan: PPs Universitas Negeri Medan. Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP Press. Sri Sukarti ,( 2013). Isu Gender Dan Sertifikasi Guru Versus Prestasi Belajar Siswa . Jurnal Pendidikan, Volume 14, Nomor 1, Maret 2013, 3843 Supriadi, Didi & Darmawan, Deni. 2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT Remadja Rosdakarya. Wardah, Fathiyah. (2012). “KPAI Imbau Pemerintah Lebih Serius Atasi Kekerasan Anak dalam Lingkup Pendidikan” (online). (http://m.voaindonesia.com/a/ 1562622.html) 172