perbedaan penanganan perilaku siswa yang

advertisement
PERBEDAAN PENANGANAN PERILAKU SISWA YANG
MENGGANGGU DALAM PROSES PEMBELAJARAN KLASIKAL
SEKOLAH MENENGAHOLEH GURU LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Amirah Diniaty
Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN Suska Riau
Email: [email protected]
Abstract: Female teacher tends to recognize irritating behavior of the pupils (Prilaku Siswa yang
Menggangu/PSM) in learning process compared with male teacher. However, the difference is less
significance. The most dominant form of PSM happening to the pupil is attention seeker in which the pupil
talk in classroom during the learning process. Even though PSM is rare, it still requires an appropriate
measure conducted by the teacher toward the PSM in order to lessen the frequency. The finding of this
research shows that male teacher stricter than female teacher in handling PSM.
Key words :
Dissenting Perspectives, Irritating Pupils Behavior (PSM), Classical Learning Process,
Male Teacher, Female Teacher.
PENDAHULUAN
dalam
Pendidik yang dikenal sebagai guru di
tingkat
sekolah
merupakan
dasar
sebuah
dan
menengah,
tutorial
langsung,
cerita
rakyat, upacara adat, dongeng, nyanyian,
dan latihan kepada anak di lapangan (sawah,
yang
ladang) dan dilingkungan keluarga. Waktu
menyelenggarakan pembelajaran bagi siswa.
itu, sistem pendidikan langsung masih bisa
Profesi ini dapat dilakukan oleh individu
dilakukan, karena hampir semua orang
dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan di
dewasa di suatu masyarakat menguasai
negara
tidak
muatan budaya yang harus dikuasai anak.
adapersyaratan menjadi guru yang dibatasi
Disisi lain anak mengamati dan belajar dari
berdasarkan jenis kelamin.Persyaratan utama
apa yang dilakukan
menjadi guru adalah profesionalitas,sehingga
lingkungan sosial mereka.2
laki-laki dan perempuan mempunyai status
Perkembangan
Indonesia,
profesi
bentuk
karena
dan kedudukan yang sama untuk profesi ini.
teknologi
orang dewasa di
pengetahuan
yang
tumbuh
pesat
dan
dan
Jika kita lihat dari kebutuhan manusia
masyarakat yang berkembang cepat dalam
untuk mewariskan kebudayaan dan filsafat
zaman moderen, menyebabkan tidak semua
hidup masyarakat kepada generasi muda,
orang
maka proses pembelajaranmenjadi sebuah
menguasai
keharusan.1Namunkarena
dimiliki anak, agar fungsional di masyarakat.
faktor
budaya,
dewasa
di
muatan
suatu
budaya
masyarakat
yang
perlu
dulunya penyelenggara pembelajaran lebih
Sehingga
didominasi oleh kaum laki-laki.
tersebut tidak lagi dilakukan,3dan begitu juga
Kilas balik sejarah menggambarkan
bahwa dulukegiatan pembelajaran dilakukan
dengan
sistem
peran
pendidikan
pendidik
tradisional
dari
kaum
perempuan. Kenyataannya ini melahirkan
156
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
lembaga pendidikan formal seperti sekolah
(mutu)
dan ruangan tertentu yang disebut kelas
semakin besar jumlah siswa dalam satu
untuk proses pembelajaran, yang dikelola
kelas,
oleh guru laki-laki dan perempuan.
pembelajaran.
Mulyadi4
menegaskan,
kelas
merupakan sistem sosial dengan proses
merupakan
tempat
semakin
T’uu6menjelaskan,
tidak
efektif
Sebaliknya
kegiatan
semakin
kecil
jumlah siswa dalam kelas, guru dapat
memberikan perhatian penuh pada siswa.
kelompok (group process) sebagai intinya. Jadi
kelas
pembelajaran.
Oleh sebab itu seperti banyak konteks
terjadinya
sosial lainnya, setiap kelas berkemungkinan
pendidikan atau lebih khususnya proses
memiliki beberapa siswa yang terarah untuk
pembelajaran, yang berisi sejumlah peserta
tidak melibatkan diri dalam kegiatan kelas,
didik yang berinteraksi dengan pendidikan
dan dengan demikian menjadi kekuatan
yaitu guru laki-laki dan perempuan untuk
yang dapat menggangu.7Gangguan dapat
mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
terbentang mulai dari siswa mengobrol
Proses interaksi guru laki-laki dan
perempuan
dengan
siswa
dalam
ketika mereka seharusnya mendengarkan
guru
atau
menolak
bergabung
dengan
pembelajaran di kelas, terjadi dinamis. Hasil
kegiatan kelompok kecil sampai meneriaki
penelitian
guru
Sri
Sukarti5
menemukan
dan
menghentakkan
perbedaan yang signifikan dari prestasi
meninggalkan
belajar siswa berdasarkan jenis kelamin guru;
tentulah tidak diharapkan oleh guru dan
laki-laki dan perempuan. Menurut Sri Sukarti
siswa lainnya. Hasil riset8 menjelaskan kelas
(2013), hal ini diduga karena guru laki-laki
yang ribut sungguh-sungguh menghambat
lebih
dan
aktivitas belajar siswa.Kelas yang bising lebih
kesempatan dalam mengembangkan diri
lanjut menghambat pembelajaran siswa yang
dalam
memiliki gejala kurang perhatian.
banyak
mempunyai
mengajarnya
waktu
sementara
guru
perempuan sesuai dengan kondisinya harus
ruangan.
Selanjutnya
siswa
Gangguan
kaki
ini
Arends9mengklasifikasi
mampu membagi perannya dalam mengajar
perilaku
yang
dan mengurus rumah tangganya.
(selanjutnya disingkat PSM)
mengganggu
dari aspek
Kenyataannya dalam pendidikan kita
perorangan dan kelompok, yang merugikan
banyak pembelajaran diselenggarakan guru
siswa bersangkutan dan siswa lain, yaitu; (a)
laki-laki dan perempuan dalam kelas-kelas di
Mencari perhatian (attention-getting behaviors)
sekolah yang jumlah siswanya melebihi
berupa pelanggaran disiplin, (b) Mencari
standar. Hal ini terjadi karena kebijakan yang
kekuasaan (power-seeking behaviors) berupa
ada baru untuk mencapai kuantitas (jumlah
tingkah laku yang tidak pantas dilakukan
siswa), belum pada pencapaian kualitas
siswa saat pembelajaran klasikal, (c) Mencari
157
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
balas
dendam
(reverenge-seeking
behavior)
Pemberontakan
siswa
dan
pencarian
berupa respon langsung yang negatif, (d)
perhatian merupakan bagian dari proses
menampilkan ketidakmampuan yaitu dalam
menjadi dewasa.
bentuk sama sekali menolak untuk mencoba
Berkenaan dengan itu guru laki-laki
melakukan apapun karena yakin hanya
dan
perempuan
dituntut
mampu
kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
menghadapi PSM dengan bijaksana saat
Keempat tindakan individu itu akan
pembelajaran klasikal berlangsung. Sehingga
mengakibatkan terbentuknya pola tingkah
tidak merugikan diri siswa bersangkutan dan
laku yang sering dijumpai pada siswa yaitu:
siswa lain, dan menjadikan perilaku siswa
(1) Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah
kembali positif dan berdisiplin. Dalam hal ini
laku yang ekstrem, ambiguous untuk menjadi
Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang
superstar
Pencegahan
di
membentuk
kelasnya
guru
dan
dengan
berusaha
vitalitas
dan
Kekerasan
dan
di
Penanggulangan
Lingkungan
Tindakan
Sekolah
harus
sepenuh hati, (2) Pola aktif destruktif yaitu
dijadikan sebagai rambu-rambu sehingga
pola tingkah laku yang diwujudkan dalam
tidak ada tindakan kekerasan terhadap
bentuk banyolan, suka marah, kasar dan
siswa. Selain itu Peraturan Menteri Negara
memberontak, (3) Pola pasif konstruktif yaitu
Pemberdayaan
pola yang menunjukkan kepada satu bentuk
Perlindungan
tingkah laku yang lambat dengan maksud
Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan
supaya selalu dibantu dan mengharapkan
Sekolah Ramah Anak, menuntut guru harus
perhatian, dan (4) Pola pasif destruktif yaitu
memperlakukan
pola
mendidik bukan menghukum.
tingkah
laku
yang
menunjukkan
Adapun faktor penyebab sebagian
Siswa
menurut Arends10adalah ;(1)
beranggapan
kegiatan
Anak
Menurut
kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.
besar PSM
Perempuan
sekolah
Republik
siswa
data
dalam
ikhtisar
dan
Indonesia
konteks
eksekutif
strategi nasional penghapusan kekerasan
terhadap anak tahun 2016-2020 Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan
membosankan dan tidak relevan, maka
Perlindungan
berusaha menjauhinya, (2) Kehidupan siswa
sebanyak 84 persen siswa pernah mengalami
di luar sekolah (keluarga dan masyarakat)
kekerasan di sekolah.11 Lebih lanjut data
menghasilkan
dan
ICRW tahun 2015 mendeskripsikan 45%
di
siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru
sekolah, (3) Siswa terpenjara di dalam
atau petugas sekolah merupakan pelaku
sekolah yang memiliki disposisi otoriter yang
kekerasan.
emosional
masalah
yang
menyebabkan
psikologis
mereka
mereka
tunjukkan
memberontak,
Anak
dan
(Kemen-PPPA),
(4)
158
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
Prayitno12 menggambarkan bentuk
kekerasan
berupa
hukuman
guru
Sayangnya, penafsiran yang lebih jauh
atas
dan menjadi tidak proposional tentang
kesalahan siswa yang menjadikan sekolah
”perlunya hukuman” itu menimbulkan
sebagai ”lembaga penghukuman” itu, di
antaranya:
...dengan
menyuruh
mereka
membersihkan kelas, mengepel lantai,
melap kaca, menuliskan kata ”saya tidak
akan berbuat itu lagi” sekian puluh kali.
Atau yang lebih sadis seperti: disuruh lari
berkeliling lapangan sekian kali putaran
tanpa memakai sepatu dan baju; berdiri
pada satu kaki sampai selesai jam
pelajaran atau bahkan sampai menskor
tindakan kekerasan terhadap peserta
didik sampai dengan kondisi di luar
batas kewajaran.
Ajaran Islam sebagaimana hadis Nabi
Muhammad SAW yang beliau katakan pada
Aisyah
(HR
Muslim
dikutip
dalam
Muhammad Nabil Kazhim,14 menjelaskan:
Sesungguhnya Allah itu maha lembut dan
mencintai kelembutan dan memberikan kepada
kelemahlembutan apa yang tidak diberikannya
atau tidak mengizinkan untuk sekolah.
kepada kekerasan dan tidak juga kepada selainnya.
Itu tidaklah efektif. Selain tidak relevan
Hadis ini menegaskan bahwa hendaklah
dengan materi pelajaran, kadang tidak
dalam
manusiawi, juga dapat menimbulkan
menghindari pemberian hukuman fisik pada
sikap negatif pada si pelaku. Proses
peserta didik, karena kelemahlembutan lebih
perbaikan diri tidak terjadi, sikap antipati
utama dan baik. Sehubungan dengan itu
atau bibit balas dendam mungkin justru
Kazhim15 mengutip pendapat Umar Basyir
ditumbuhkan.
Att Thuwaibi mengatakan bahwa:
Terkait
dengan
menjelaskan
bahkan
bahwa
juga
para
itu
Prayitno13
banyak
pihak,
pendidik
(masih)
berpendapat bahwa kekerasan terhadap
peserta
didik
diperlukan
dalam
menyelenggarakan
pendidikan
Punishment adalah pintu negatif dalam
pendidikan. Ia akan menggiring seseorang
menuju
kehancuran,
sehingga
dalam
kecemasan,
ketakutan,
kegagalan.
memukul
Sesungguhnya
anak
dalam
hidup
dan
kebiasaan
mendidiknya
pendidikan. Perlunya kekerasan dalam
menunjukkan bahwa kita sebagai orang
pendidikan
dengan
dewasa salah dalam memilih metode yang
memposisikan ”hukuman sebagai alat
tepat sehingga dapat menyentuh jiwa dan
pendidikan”. Implikasi rumusan tersebut
meluruskan perilakunya.
ialah
itu
bahwa:
dirumuskan
”jika
pendidikan
mau
berhasil, pendidik perlu menerapkan
hukuman
terhadap
peserta
didik”.
Kondisi real yang terjadi di lapangan
menarik
untuk diteliti dari aspek gender
159
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
yaitu bagaimana perbedaan penangananPSM
seeking
dalam
ketidakmampuan, (2) Penanganan PSM oleh
proses
pembelajaran
klasikal
di
behavior),
sekolah menengah oleh guru laki-laki dan
guru
perempuan.
membiarkan, menghukum, dan tegas yang
Pertanyaan
penelitian
yang
ingin dijawab adalah: (1) Apa saja bentuk
menurut
guru
laki-laki
dan
kelas
dengan
indikator
guru
mendidik.
PSM yang terjadi dalam proses pembelajaran
klasikal
di
menampilkan
Angket diisi dengan pilihan jawaban
skala likert yaitu selalu, sering, jarang,
perempuan? (2) Adakah perbedaan bentuk
kadang
dan
tidak
pernah.
penanganan PSM oleh guru laki-laki dan
pengumpulan data angket diolah dengan
perempuan?
statistik
persentase
Hasil
sehingga
tergambar;bentuk PSM menurut guru dan
METODOLOGI PENELITIAN
bentuk penanganannya yang dikelompokkan
Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif.Penelitian
dilakukan
di
SMK
berdasarkan jenis kelamin guru laki-laki dan
perempuan.Untuk
melihat
perbedaan
Kehutanan Pekanbaru. Data diambil dari 27
penanganan PSM antara gurulaki-laki dan
orang guru yang terdiri dari guru laki-laki 13
perempuan dilakukan analisis uji-t.
orang dan 14 orang guru perempuan pada
tahun
ajaran
2016/2017
secara
random
sampling dengan cara by incident yaitu guru
HASIL PENELITIAN
1. Perbedaan Bentuk PSM Menurut Guru
Laki-Laki dan Perempuan
yang bersedia mengisi instrumen penelitian
Hasil pengolahan angket melalui t-
berupa angket dengan suka rela.
Instrumen yang digunakan untuk
test dengan program SPSS untuk melihat
mengumpulkan data adalah angket yang
perbedaan bentuk PSM yang terjadi
disusun dengan indikator: (1) bentuk PSM
dalam
yaitu;
guru laki-laki dan perempuan, adalah
Mencari perhatian (attention-getting
Membalas
dendam
pembelajaran
menurut
sebagai berikut:
behaviors), Mencari kekuasaan (power-seeking
behaviors),
proses
(reverengeTabel 1
Hasil uji t-test bentuk PSM menurut guru laki-laki dan perempuan
Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
Sig.
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
T
Df
Sig.
Mean Std. Error
(2- Differen Difference
tailed
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
160
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
)
Equal
variance
s
Bentuk assumed
PSM
Equal
variance
s not
assumed
Lower
Upper
.121 .731 .323
25
.749
1.29121
3.99479 -6.93622
9.51864
.322
24.27
2
.750
1.29121
4.00967 -6.97945
9.56187
Hasil uji t-test ini menggambarkan levene’s
perempuan dan guru laki-laki.
test
melihat perbedaan lebih spesifik dari dari
p = 0.120 > 0,05 yang berarti data
homogen. Hasil t-tes for equality of mean
rerata
diperoleh gambaran bahwa p= 0.749 dan
perempuan dan laki-laki tentang bentuk PSM
p=0750 > dari 0,05 yang berarti tidak ada
dalam proses pembelajaran, dapat dilihat
perbedaan
dalam tabel berikut:
bentuk
PSM
menurut
guru
means
yang
dimiliki
dari
Untuk
guru
Tabel 2
Perbedaan mean bentuk PSM menurut guru laki-laki dan perempuan
Guru
Bentuk
PSM
Group Statistics
Mean
Std.
Deviation
N
Peremp
uan
Lakilaki
Std. Error Mean
14
22.2143
9.87755
2.63989
13
20.9231
10.88165
3.01803
Data dalam tabel tersebut memperlihatkan
Selanjutnya persentase bentuk PSM
bahwa guru perempuan menilai bentuk PSM
yang
lebih tinggi dibandingkan dengan guru laki-
perempuan dijelaskan perindikator sebagai
laki
berikut:
(22.2143 > 209231). Guru perempuan
diungkapkan
guru
laki-laki
dan
ternyata lebih merasakan adanya PSM terjadi
a. Bentuk PSM kategori mencari perhatian
di kelas dibandingkan dengan guru laki-laki.
(attention-getting behaviors) dengan cara
Namun perbedaan ini tidak signifikan.
melanggar disiplin, digambarkan dalam
tabel berikut:
Tabel 3
Bentuk PSM attention-getting behaviorssaat Pembelajaran di Kelas
menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan
161
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
No
Nomor
item
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
% JAWABAN GURU
Sering
Kadang
Jarang
Tdk Pernah
L
P
L
P
L
P
L
P
0
0
8
7
46
14
46
79
0
14
8
43
69
29
23
14
8
0
8
14
46
50
31
29
0
0
46
50
31
29
15
7
0
0
0
0
46
21
54
79
8
0
23
14
38
57
31
29
0
0
8
0
38
57
54
43
8
0
23
50
54
43
15
7
23
14
31
43
8
21
23
21
0
0
8
7
38
21
54
71
8
0
23
29
38
57
31
14
0
0
0
0
8
29
92
71
9. Siswa tidur saat jam
Selalu
L
P
0
0
0
0
8
7
8
14
0
0
0
0
0
0
0
0
15 0
0
0
0
0
0
0
Keterangan
pelajaran
berlangsung.
L = guru laki-laki
10. Siswa keluar kelas tanpa izin
P = guru perempuan
11. Siswa tidak mengerjakan tugas
Bunyi pernyataan item nomor:
12. Siswa pulang sebelum jam pelajaran
1.
Siswa berpakaian acak-acakan di kelas
2.
Siswa yang datang terlambat ke kelas
3.
4.
5.
6.
7.
8.
selesai
Dari data di atas dapat dilihat bahwa
saat jam pelajaran sudah dimulai
guru laki-laki dan perempuan menemukan
Siswa ribut meminjam alat tulis teman
bentuk PSM no 4 yaitu siswa berbicara
saat guru menerangkan materi pelajaran.
dengan temannya saat guru menjelaskan
Siswa berbicara dengan teman saat guru
materi pelajaran, selalu terjadi di kelas.
menjelaskan materi pelajaran
Namun persentase jawaban guru laki-laki
Siswa saling melempar benda dengan
(8%) lebih sedikit dari persentase jawaban
teman di hadapan guru yang sedang
selalu guru perempuan (14%). Perilaku
menjelaskan materi pelajaran.
mengganggu
Siswa bertanya dengan bahasa yang
memancing siswa lain tertawa sehingga
tidak
dan
mengganggu suasana pembelajaran, kadang-
mengandung unsur negatif dari materi
kadang terjadi. Selain itu ada data yang unik
pelajaran sehingga menimbulkan reaksi
yaitu menurut sebagian kecil (15%) guru laki-
tertawa.
laki,
Siswa yang makan dalam kelas saat
sementara
kegiatan inti pembelajaran berlangsung.
perempuan yang mengemukakan hal itu.
baku/tidak
benar
siswa
tersebut
selalu
tidak
tidur
ada
dan
perilaku
dalam
kelas,
satupun
guru
Siswa melakukan tingkah laku aneh
yang memancing siswa lain tertawa.
162
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
b.
Bentuk PSM mencari kekuasaan (power-
tabel berikut :
seeking behaviors), digambarkan dalam
Tabel 4
Bentuk Perilaku power-seeking behaviorssaat Pembelajaran di Kelas
menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan
No
Nomor
item
1
13
2
14-18
3
19
4
20
5
21
6
22
Keterangan :
Selalu
L
P
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
L
0
8
0
0
0
0
Sering
P
0
0
0
0
0
0
% JAWABAN GURU
Kadang
Jarang
Tdk Pernah
L
P
L
P
L
P
8
0
38
43
54
57
15
7
31
29
46
64
0
14
46
29
54
57
15
7
62
50
23
43
0
7
38
64
62
29
8
0
8
21
84
79
22.
Siswa meniru ucapan guru yang
L = guru laki-laki
menggangu.
P = guru perempuan
Persentase untuk jawaban selalu dari
Bunyi pernyataan item nomor:
bentuk
13.
behaviorsini ternyata tidak ada (0%) menurut
Siswa membantah guru.
14-18 Siswa
laptop
jenis
power-seeking
/
guru laki-laki dan guru perempuan.Namun
handphone saat guru menjelaskan
ada guru laki-laki (8%) menyatakan perilaku
materi pelajaran
siswa menggunakan laptop atau handphone
Siswa berjalan hilir mudik dalam
saat guru menjelaskan materi pelajaran
kelas.
sering
20.
Siswa mengganggu teman.
jawaban guru perempuan (0%).
21.
Siswa menyela pembicaraan guru
c.
19.
menggunakan
perilaku
tanpa izin.
terjadi.Hal
ini
berbeda
dengan
Bentuk PSM yaitu membalas dendam
(reverenge-seeking behavior), digambarkan
dalam tabel berikut:
Tabel 5
Bentuk Perilaku reverenge-seeking behaviorsaat Pembelajaran di Kelas
menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan
No
1
2
3
4
Nomor
item
23
24
25
26
L
0
0
0
0
Selalu
P
0
0
0
0
L
0
0
0
0
Sering
P
0
0
0
0
% JAWABAN GURU
Kadang
Jarang
L
P
L
P
8
7
38
36
0
0
8
7
0
0
0
7
0
0
23
14
Tdk Pernah
L
P
54
57
92
93
100
93
77
86
163
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
5
6
7
8
27
28
29
30
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
8
0
7
0
29
7
38
15
46
15
29
21
50
43
62
85
38
85
64
79
14
50
Keterangan
28. Siswa merusak benda milik teman.
L = guru laki-laki
29. Siswa mengotori ruangan kelas
P = guru perempuan
30. Siswa sengaja merusak perabotan yang
ada dalam kelas
Bunyi pernyataan item nomor:
23. Siswa berbicara atau bertindak keras
pada teman
Dari gambaran tabel di atas dapat dilihat
bahwa 7% guru perempuan menyatakan
24. Siswa secara langsung menolak perintah
guru
siswa mengotori ruang kelas dan 8 % guru
laki-laki menyatakan hal itu sering dilakukan
25. Siswa melakukan perlawanan pada guru
baik secara fisik.
siswa.Secara umum dari persentase jawaban
guru laki-laki dan perempuan bentuk PSM
26. Siswa melawan perintah guru dengan
kata-kata
dalam kategori ini tidak banyak terjadi.
d.
27. Siswa mengambil benda milik teman
Bentuk
PSM
yaitu
menampilkan
ketidakmampuandigambarkan
tanpa izin.
dalam
tabel berikut:
Tabel 6
Bentuk Perilaku Siswa Menampilkan KetidakmampuanSaat Pembelajaran di Kelas
menurut Guru Laki-laki dan Guru Perempuan
No
1
2
Nomor
item
31-33
34
% JAWABAN GURU
Sering
Kadang
Jarang
L
P
L
P
L
P
0
0
0
7
15
43
0
0
31
36
31
50
Selalu
L
P
0
0
0
0
Keterangan
Data
Tdk Pernah
L
P
85
50
38
14
dalam
tabel
di
atas,
L = guru laki-laki
menunjukkan bahwa secara umum guru
P = guru perempuan
laki-laki maupun guru perempuan tidak
Bunyi pernyataan item nomor:
pernah menemukan bentuk PSM dengan
31-33.
Siswa
mengeluh
tidak
mampu
menampilkan ketidakmampuan ini.
mengerjakan tugas.
34.
Siswa tidak mampu melakukan apa-
2. Penanganan PSMoleh guru
apa yang disuruh guru
164
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
Pengolahan
angket
mengungkap
SPSS menggunakan analisis t-test dapat
perbedaan penanganan PSM oleh guru
digambarkan
sebagai
berikut:
laki-laki dan perempuan dengan program
Tabel 7
Uji t-test penanganan PSM oleh guru laki-laki dan perempuan
Independent Samples Test
Levene's
t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F
Sig.
t
df
Sig. Mean
Std.
95% Confidence
(2- Differe Error
Interval of the
tailed
nce
Differe
Difference
)
nce
Lower Upper
Equal
variances
Penang assumed
anan
Equal
PSM
variances
not
assumed
.447
.510 -.033
25
.974 -.13187 3.94642 -8.25968 7.99594
-.034
24.25
8
.973 -.13187 3.90864 -8.19437 7.93063
Hasil uji t-test ini menggambarkan levene’s
dan guru laki-laki.
test
p = 0.510 > 0,05 yang berarti data
spesifik dari dari rerata means yang dimiliki
homogen. Hasil t-tes for equality of mean
dari skor penanganan PSM oleh guru
diperoleh bahwa p= 0.974 dan p=0.973 > dari
perempuan dan laki-laki sebagaimana dapat
0,05
dilihat dalam tabel berikut:
yang berarti tidak ada perbedaan
Untuk melihat lebih
penanganan PSM menurut guru perempuan
Tabel 8
Perbedaan Mean Penanganan PSM oleh guru laki-laki dan guru perempuan
Guru
Penanganan
PSM
Peremp
uan
lakilaki
Group Statistics
N
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
14
102.7143
11.39790
3.04622
13
102.8462
8.83031
2.44909
Data dalam tabel tersebut memperlihatkan
perempuan (102.8462 > 102.7143). Guru laki-
bahwa guru laki-laki melakukan penanganan
laki lebih tegas dalam menangani PSM
PSM lebih tegas dibandingkan dengan guru
165
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
dibanding
guru
perempuan,
namun
perbedaan ini tidak signifikan.
sekalipun
akan
ditemukan
PSM.
Kecenderungan naluriah yang terjadi pada
siswa tersebut diistilahkan dengan “energi
ANALISIS
DAN
REKOMENDASI
liar” oleh Prayitno.17
PENELITIAN
Dari
Lebih jauh dijelaskan ”energi liar”
hasil
penelitian
ini
dapat
disimpulkanperilaku
siswa
mengganggu
(PSM)
dalam
proses
individu
pembelajaran
klasikal
memang
terjadi,
anggota masyarakat.18 Wujud PSM sebagai
meskipun tidak dalam kategori sering atau
”energi liar” tersebut19seperti ”....berbuat
banyak
terjadi,
gaduh meskipun guru sudah masuk kelas,
harus ada penanganan terhadap PSM karena
tidak memperhatikan guru yang sedang
akan berlarut-larut dan mengganggu suasana
menerangkan pelajaran dan sebagainya”.
terjadi.Meskipun
yang
muncul dari kesenjangan dan guncangan
sedikit
atas
pembelajaran. Ketika PSM tidak ditangani
maka
akan
ada
peningkatan
frekuensi
terjadinya
di
Hasil
peristiwa
yang
masyarakat,
penelitian
dialami
keluarga
ini
dan
membuktikan
bahwa baik guru laki-laki dan perempuan
pada hakekatnya sama-sama mengharapkan
Ternyata
merasakan
berbagai
guru
adanya
perempuan
PSM
dalam
lebih
kondisi pembelajaran yang aktif, dinamis,
proses
proaktif, dan dikehendaki tanpa gangguan.
pembelajaran dibandingkan dengan guru
Penelitian
laki-laki.Guru perempuan menilai bentuk
Carter20menegaskan bahwa hasil belajar yang
PSM lebih tinggi dibandingkan dengan guru
optimal paling mungkin dicapai siswa di
laki-laki
kelas yang tertib.
(22.2143
>
209231).
Namun
perbedaan ini tidak signifikan.
A.G.
Kounin
dan
Doyle
dan
Untuk mencapai tujuan pembelajaran,
Temuan penelitian ini ditegaskan oleh
baik guru laki-laki dan perempuan sama
Hughes
mengharapkan siswanya berpartisipasi aktif
&
E.H.Hughes16
bahwa
perilaku siswa yang mengganggu (PSM) bisa
melakukan
terjadi dalam proses pembelajaran klasikal
implementasi dinamika belajar yaitu berpikir
dengan pendidik yang berbakat sekalipun,
(B), merasa (M), bersikap (B), bertindak (B)
karena adanya kecenderungan naluriah yang
dan
dapat menguat secara tak normal pada diri
disingkat dengan istilah BMB3.21 Sehingga
peserta didik ketika proses pembelajaran
pembelajaran
tidak
saat
khususnya sekolah menengah dapat menjadi
pembelajaran oleh guru laki-laki maupun
ujung tombak penentu pencapaian tujuan
terkendali.
Artinya
baik
lima
kegiatan
bertanggungjawab
yang
(B),
terjadi
sebagai
selanjutnya
di
kelas,
perempuan bahkan guru yang berbakat
166
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
pada jenjang pendidikan lanjutan yaitu
mendiskusikan atau mengerjakan tugas lain,
perguruan tinggi. Yamin22menegaskan:
(3) Hal-hal yang terjadi secara cepat dalam
Sekolah yang bisa menjadi harapan
masa
depan
adalah
ketika
memberikan
sebuah
perspektif
berbeda dalam melakukan sebuah
kegiatan belajar mengajar dalam
kelas. Salah satu cara mengetahui
apakah sekolah itu merupakan
sebuah cerminan masa depan ialah
dilihat dari proses yang terjadi dalam
kelas.
kelas; kejadian terjadi antar siswa seperti
berdebat,
mengeluh
karena
ada
yang
mencontek, bertengkar, yang semuanya itu
membutuhkan respon cepat dari guru, (4)
Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi
dalam kelas; misalnya ada siswa yang tibatiba sakit, alarm kebakaran berbunyi, (5)
Hanya ada sedikit privasi; kelas adalah
Kenyataan dari hasil penelitian ini
bahwa bentuk PSMmenurut guru laki-laki
dan
perempuan,dominan
pada
kategori
attention-getting behaviors/mencari perhatian,
seperti bicara dengan teman saat guru
menjelaskan materi pelajaran dan melakukan
tingkah laku aneh yang memancing siswa
lain tertawa. Dalam hal ini Walter Doyle
(1986)
dalam
Supriadi
Darmawan23menjelaskan
kelas
memiliki
merefleksikan
&
karakteristik
kompleksitas
dan
yang
potensi
multideminsional; maksudnya kelas adalah
setting untuk banyak aktivitas, mulai dari
akademik
seperti
membaca,
menulis, dan matematika, sampai aktivitas
sosial,
seperti
bermain,
berkomunikasi
dengan teman dan berdebat. Guru harus
mencatat
jadwal
dan
membuat
siswa
menurutinya. Tugas diberikan guru dan
dimonitor, dikoleksi, dan dievaluasi, (2)
Aktivitas yang terjadi di kelas terjadi secara
simultan; satu kelompok siswa mungkin
mengerjakan
tugas
menulis,
yang
publik
dimana
siswa
melihat
bagaimana guru mengatasi masalah, melihat
kejadian
tidak
terduga
dan
mengalami
frustrasi, (6) Kelas punya sejarah; siswa dan
guru
(laki-laki
dan
perempuan)
punya
kenangan tentang apa yang terjadi di kelas
pada waktu sebelumnya. Alasan ini perlu
dipahami dan disadari oleh guru laki-laki
dan perempuan.
bahwa lingkungan
terjadinya problema yaitu:(1) Kelas adalah
aktivitas
tempat
Ternyata guru laki-laki menangani
PSM lebih tegas dibandingkan dengan guru
perempuan, namun perbedaan ini tidak
signifikan.Hasil
penelitian
ini
merekomendasikan bahwa guru perempuan
harus
meningkatkan
ketegasan
dan
menguasai strategi tindakan tegas yang
mendidik
(TTM)
dalam
menangani
PSM.Guru perempuan harus memahami
bahwa tegas yang dimaksud adalah tidak
melihat siswa sebagai musuh, juga tidak
menggunakan
abrasif,
sarkastik,
gaya
bermusuhan. Guru yang tegas tidak bereaksi
dengan pasif, tidak konsisten, atau pemalu.
Guru yang tegas percaya bahwa kelas
lain
167
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
ibaratkan
sebuah
perusahaan,
guru
perempuan
untuk
melakukan
tindakan
memberikan pelayanan terbaik adalah demi
malapraktik pendidikan seperti menghukum.
kepentingan siswa.Mereka percaya bahwa
“Menghukum
siswa ingin memiliki keamanan pribadi dan
tindakan
psikologis yang mereka perolah dari guru
penanganan PSM bagi guru laki-laki dan
mereka yang sangat berkompeten dalam
perempuan.
yang
dan
kekerasan”
bukan
direkomendasikan
bagi
mengarahkan perilaku. Guru perempuan
Prayitno24 menjelaskan guru dituntut
dengan naluri keibuan yang dimilikinya akan
untuk dapat “tegas dalam mendidik” siswa
sanggup melakukan tindakan tegas yang
yang mengganggu, bukan menghukumnya.
mendidik tersebut.
Perbedaan Tindakan guru yang tegas dalam
Temuan
bahwa
penelitian
perilaku
ditunjukkan
siswa
menunjukkan
mengganggu
dalam
yang
pembelajaran
ternyata tidak memicu guru laki-laki dan
mendidik
dengan tindakan tegas yang
menghukum
menurut
Prayitno25sebagaimana diuraikan dalam tabel
berikut:
Tabel 9
Perbedaan Tindakan Tegas Mendidik (TTM) dan Tegas Menghukum
No
1
2
3
Aspek
TTM
Tegas yang Menghukum
Energi dan Positif, kasih sayang, pengakuan, Negatif,
menekankan
landasan
penerimaan dan kelembutan
kekuasaan,
kemarahan,
pendidik
tersinggung,
merasa
dirugikan
Pandangan
Peserta didik harus dicegah Peserta didik adalah orang
pendidik
terjerumus
(lebih
jauh/lebih muda yang belum banyak
tentang
dalam) kearah kesalahan yang pengalaman, harus patuh
peserta didik merugikan dirinya
dan objek yang boleh
yang
diperlakukan apa saja oleh
melakukan
pendidik
tingkah laku
menyimpan
g
Tujuan
1) Subjek pelaku menjadi tahu Membentuk
kepatuhan
mana yang salah dan mana bersyarat
yang benar berkenaan dengan
peristiwa yang dikenai TTM
2) Disadarkan
bahwa
dirinya
sebenarnya mampu berbuat
yang lebih baik dari pada
melakukan
perilaku
menyimpang yang dikenai TTM
itu
3) Merasa dihargai karena dirinya
tidak
direndahkan
bahkan
diarahkan bahwa dirinya itu
168
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
4
Fungsi
5
Akibat
bisa melakukan hal-hal yang
lebih baik
4) Ikut memikirkan, merasakan,
dan membangun sikap positif
ketika diajak oleh pendidik
membahas apa yang telah
diperbuatnya sehingga perlu
dilakukan TTM
5) Berkomitmen
untuk
melaksanakan perilaku yang
lebih
baik
dan
tidak
mengulangi tindakan semula
yang salah.
Pemahaman, pengentasan dan Tanggapan
dan
pencegahan
tingkah
laku pengentasan tingkah laku
menyimpang peserta didik, terjadi mengganggu
dengan
konformitas internalisasi tidak memberikan hukuman
membabi buta.
Kondisi positif :
Kesenjangan,
merasa
1. Tau salah dan benar
dihina, direndahkan, cedera
2. Disadarkan
bahwa
mampu jasmaniah
dan/
atau
berbuat lebih baik dari pada rohaniah,
menolak
perilaku yang menyimpang
dan/atau menjauhkan diri,
3. Merasa dihargai dan lebih baik
dipecundangi
hak-hak
4. Ikut memikirkan, merasakan pribadi, rusak hubungan
dan membangun sikap positif pribadi antara peserta didik
ketika diajak oleh pendidik
dengan
pendidiknya,
5. Berkomitmen
untuk terjadi keonaran, dendam,
melaksanakan perilaku yang dll.
lebih baik dan tidak mengulangi
(1) Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan
Jika kita analisis lebih jauh lagi dalam
konteks
pendidikan
cerdas-lemah,
kaya-miskin,
ketegasan
normal-cacat, anak pejabat-anak buruh, (2)
terhadap PSM oleh seorang pendidik baik itu
Penerapan norma agama, sosial dan budaya
guru
perempuanberarti
setempat,(3) Kasih sayang kepada murid,
mengimplementasikan semua ajaran Allah
memberikan perhatian bagi mereka yang
dan
lemah
laki-laki
Nabi
Islam,
perempuan,
dan
Muhammad
SAW
dalam
dalam
proses
belajar
karena
menyiapkan generasi penerus, dan ini akan
memberikan hukuman fisik maupun nonfisik
mendukung program Sekolah Ramah Anak
bisa menjadikan anak trauma,(4) Saling
(SRA).ImplementasiPeraturan
menghormati
Negara
Pemberdayaan
Menteri
dan
murid, antar tenaga, kependidikan serta
Indonesia
antara tenaga kependidikan dan murid.
Sistem SRA yaitu:
Adapun metode pembelajaran yang harus
sikap guru terhadap murid yang diatur yaitu;
diterapkan guru adalah; (1) Terjadi proses
Perlindungan
Anak
Nomor 8 Tahun 2014,
Perempuan
hak-hak anak, baik antar
Republik
169
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
belajar sedemikian rupa sehingga peserta
pendapat
Umar
Basyir
didik merasakan senang mengikuti pelajaran,
mengatakan bahwa:
Att
Thuwaibi
tidak ada rasa takut, cemas dan was-was,
peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif
Punishment adalah pintu negatif dalam
serta tidak merasa rendah diri karena
pendidikan. Ia akan menggiring seseorang
bersaing dengan teman peserta didik lain.
menuju
kehancuran,
sehingga
dalam
kecemasan,
ketakutan,
Terkait
dengan
implementasi
dan
ketegasan yang mendukung sekolah ramah
kegagalan.
anak oleh guru laki-laki dan perempuan
memukul
seperti di atas, perlu diperhatikan aspek
menunjukkan bahwa kita sebagai orang
efektivitas prosedur pengubahan tingkah
dewasa salah dalam memilih metode yang
laku negatif
tepat sehingga dapat menyentuh jiwa dan
siswa menurut Jansen26 yaitu
Sesungguhnya
hidup
anak
dalam
kebiasaan
mendidiknya
meluruskan perilakunya.
harus: (a) mampu menyelesaikan masalah
yang berulang-ulang, (b) berlaku untuk
setiap
orang,
(c)sederhana
dan
dilakukan, (d) bisa diramalkan siswa tahu
kapan akan terjadi dan (e) menempatkan
siswa dalam keadaan emosional yang positif,
tidak ketakutan, cemas apalagi tertekan.
Berdasarkan aspek efektivitas ini, guru lakilaki
dan
perempuan
dapat
melihat
tindakannya dalam menangani PSM, apakah
berupa
ketegasan dalam mendidik atau
menghukum. Ketika memberikan hukuman,
siswa berada pada posisi emosional yang
tertekan, ketakutan sehingga tingkah laku
negatif yang diharapkan berubah kearah
Hal ini penting dipahami karena
hukuman
dalam
pendidikan
dilakukan, pendidik sudah terjebak dalam
lingkaran kesalahan dan sulit mewujudkan
harapan untuk membentuk perilaku positif
siswa.
Muh.
Nabil
Kazhim27
dengan
itu
Supriadi
&
Darmawan28 menguraikan manakala ada
siswa yang menimbulkan gangguan atau
menunjukkan ketidakacuhan maka guru
dapat memberikan reaksi dalam bentuk
teguran. Tindakan ini menyatakan bahwa
”ada guru bersama mereka”. Tindakan ini
dilakukan dengan segera dan akan mencegah
meluasnya tingkah laku yang mengganggu
tersebut. Tindakan menegur secara verbal
atau mengingatkan kepada siswa tersebut
dilakukan
secara
efektif,
dengan
memperhatikan hal berikut: (a) Teguran
harus jelas dan tegas dan ditujukan kepada
positif tidak akan terjadi.
ketika
Terkait
mudah
mengutip
siswa yang mengganggu, serta ditujukan
untuk
menghentikan
mengganggunya,
tingkah
(b)
laku
Hindari
teguran/peringatan yang kasar, menyakitkan
atau mengandung unsur penghinaan, (c)
Hindari
teguran/mengingatkan
yang
170
Amirah Diniaty, Perbedaan Penanganan Perilaku Siswa.....
bermuatan
ejekan,
atau
ocehan
yang
11
berkepanjangan.
Bagaimanapun,
perempuan
guru
dituntut
dan
12
menjalankan
13
laki-laki
harus
tugasnya sebagai pendidik secara profesional
yang
ditunjukkan
dengan
melakukan
14
tindakan tegas yang mendidik pada pelaku
PSM.
Sehingga
siswa
yang
memiliki
15
16
”energiliar” saat pembelajaran berlangsung
tidak dihukum atau dibiarkan, melainkan
17
dirubah perilakunya menjadi positif.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda
jasa,
dan
jasanya
tak
terbalas
dalam
18
19
20
mencerdaskan anak bangsa. Suksesnya guru
merubah tingkah laku siswa ke arah yang
positif
dalam
pembelajaran,
akan
menggambarkan kesuksesan sekolah dalam
mewujudkan tujuan pendidikan.
Endnotes:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
21
22
23
24
25
Ansyar, Mohamad. 2015. Kurikulum Hakikat,
Fondasi, Desain dan Pengembangan. Jakarta:
Kencana Prenamedia Group. Hal 3
Ibid
Ibid
Mulyadi. 2009. Classroom Management. Malang:
UIN Malang Press, hal. 4
Sri Sukarti ,( 2013). Isu Gender Dan Sertifikasi
Guru Versus Prestasi Belajar Siswa .Jurnal
Pendidikan, Volume 14, Nomor 1, Maret 2013,
hal.38-43
T’uu, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku
dan Prestasi Sisiwa. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia
Arends, Richard I. 2013.Belajar untuk Mengajar
Edisi 9 Buku 1.Terjemahan oleh Made Feida
Yulia. Jakarta: Salemba, hal. 199
Partin, L., Ronald. 2009. KIat Nyaman Mengajar
di dalam Kelas. Jakarta: Indeks. hal. 44
Arends, Richard I.,2013, Op.Cit, hal. 207
Ibid, hal. 200
26
27
28
http://www. pikiran-rakyat com/pendidikan
/2016/01/25)
Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis
Pendidikan. Jakarta: Grasindo, hal. 168
Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan
dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP
Press, hal. 212)
Kazhim, Muhammad Nabil. 2011. Sukses
Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Solo: Samudra,
hal. 44)
Ibid, hal. 27
A.G. Hughes & E.H.Hughes. 2003 . Learning &
Teaching Pengantar Psikologi pembelajaran
Modern. Bandung: Nuansa, hal. 363)
Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan
dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP
Press, hal. 154).
Ibid
Prayitno. 2009. Op.Cit, hal. 167
Arends, Richard I. 2013.Belajar untuk Mengajar
Edisi 9 Buku 1.Terjemahan oleh Made Feida
Yulia. Jakarta: Salemba, hal. 191)
Prayitno. 2014. Pembelajaran Melalui Pelayanan
BK di Satuan Pendidikan. Padang: UNP Press.
hal. 14
Yamin.Moh. 2012. Sekolah yang Membebaskan.
Malang: Madani, hal. 160
Supriadi, Didi & Darmawan, Deni. 2012.
Komunikasi
Pembelajaran.
Bandung:
PT
Remadja Rosdakarya, hal. 163
Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan
dalam Belajar dan Pembelajaran. Padang: UNP
Press
Ibid
Jensen, Eric. 2010. Guru Super dan Super
Teaching. Jakarta: PT. Indeks. hal. 214
Kazhim, Muhammad Nabil. 2011. Sukses
Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Solo: Samudra,
hal. 27)
Supriadi, Didi & Darmawan, Deni. 2012.
Komunikasi
Pembelajaran.
Bandung:
PT
Remadja Rosdakarya, hal. 178 &180)
DAFTAR PUSTAKA
A.G. Hughes & E.H.Hughes. 2003 . Learning
&
Teaching
Pengantar
Psikologi
pembelajaran
Modern.
Bandung:
Nuansa.
Arends, Richard I. 2013.Belajar untuk
Mengajar Edisi 9 Buku 1.Terjemahan
171
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
oleh Made
Salemba.
Feida
Yulia.
Jakarta:
Yamin.Moh. 2012. Sekolah yang Membebaskan.
Malang: Madani.
Colvin,
Geoff. 2008. 7 Langkah Untuk
Menyusun Rencana Disiplin Kelas
Proaktif.Jakarta: PT. Indeks.
Harley, Joan C & Sidney T Rowland. 2002.
Behavior Modification for Teacher.
Charles C Thomas Publisher
Kazhim, Muhammad Nabil. 2011. Sukses
Mendidik Anak Tanpa Kekerasan. Solo:
Samudra
McDonald, Emma S.dkk .2012. Pembelajaran
yang Menyenangkan. Jakarta: Erlangga.
Mulyadi. 2009. Classroom Management.
Malang: UIN Malang Press.
Prayitno
dan
Belferik
Manulang.
2010.Pendidikan
Berkarakter
dalam
Pembangunan Bangsa. Medan: PPs
Universitas Negeri Medan.
Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis
Pendidikan. Jakarta: Grasindo
Prayitno. 2013. Kaidah Keilmuan Pendidikan
dalam
Belajar
dan Pembelajaran.
Padang: UNP Press.
Sri Sukarti ,( 2013).
Isu Gender Dan
Sertifikasi Guru Versus Prestasi
Belajar Siswa . Jurnal Pendidikan,
Volume 14, Nomor 1, Maret 2013, 3843
Supriadi, Didi & Darmawan, Deni. 2012.
Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT
Remadja Rosdakarya.
Wardah, Fathiyah. (2012). “KPAI Imbau
Pemerintah Lebih Serius Atasi
Kekerasan Anak dalam Lingkup
Pendidikan”
(online).
(http://m.voaindonesia.com/a/
1562622.html)
172
Download