4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Aktivitas Antioksidan Tempe Purata hasil pengukuran aktivitas antioksidan tempe dapat dilihat dalam Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 Tabel 4.1 Purata Aktivitas Antioksidan Tempe Aktivitas Antioksidan (mek / gram) Purata ± SE W = 2,9754 x10-3 Aktivitas Antioksidan (mek/gram) Keterangan A B C D E 0,1043 ± 0,0047 0,1084 ± 0,0071 0,1139 ± 0,0041 0,1166 ± 0,0047 0,1197 ± 0,0053 (a) (b) (c) (c) (d) : A = tempe kedelai lokal : impor = 0% :100% B = tempe kedelai lokal : impor = 25% :75% C = tempe kedelai lokal : impor = 50% : 50% D = tempe kedelai lokal : impor = 75% : 25% E = tempe kedelai lokal : impor =100% : 0% Nilai yang diikuti dengan angka yang berbeda menunjukkan adanya beda kebermaknaan W = BNJ 5% 0 .125 0 .12 0 .115 0 .11 0 .10 5 0 .1 0 .0 95 0 .0 9 0 .0 85 0 .0 8 A B C D E Tempe Gambar 4.1 Histogram Aktivitas Antioksidan Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 diketahui bahwa purata aktivitas antioksidan tempe tertinggi adalah pada persentase kedelai lokal : impor = 20 100% : 0% sebesar 0,1197± 0,0053 mek / gram, diikuti dengan persentase kedelai lokal : impor = 75 % : 25%, 50% : 50% dan 25% : 75% secara berurutan sebesar 0,1166 ± 0,0047; 0,1139 ± 0,0041; dan 0,1084 ± 0,0071 mek/gram. Sedangkan purata terendah yaitu pada persentase kedelai lokal : impor = 0% : 100% yaitu sebesar 0,1043 ± 0,0047 mek / gram. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase kedelai lokal var. Grobogan dalam tempe, maka semakin besar pula nilai aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L Merr), salah satunya adalah flavonoid, dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan teridentifikasi adalah isoflavon (Pratt, 1992). Dari hasil penelitian Tepavcevic dkk, (2010) terhadap 20 varietas kedelai, menyatakan bahwa total isoflavon kedelai berkisar antara 1,45 sampai 4,59 mg/g berat kering. Biosintesis flavonoid secara alami diturunkan dari asam shikimat dan asam piruvat yaitu senyawa yang diturunkan dari karbohidrat (hasil fotosintesis tanaman) melalui glikolisis (Matsjeh, 2004). Berdasarkan biosintesanya flavon/isoflavon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder biasanya terbentuk setelah fase pertumbuhan logaritmik atau pada fase stasioner, sebagai akibat keterbatasan nutrien dalam medium pertumbuhannya. Keterbatasan nutrien dalam medium akan merangsang dihasilkannya enzim-enzim yang berperan untuk pembentukan metabolit sekunder dengan memanfaatkan metabolit primer guna mempertahankan kelangsungan hidup (Lucker, 1984 dalam Pawiroharsono, 2001). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak ketersediaan senyawa metabolit primer (terutama karbohidrat) serta keberadaan asam amino aromatik (protein) dalam suatu tumbuhan, maka potensi pembentukan senyawa metabolit sekunder juga semakin besar. Kedelai lokal var. Grobogan merupakan kedelai varietas unggul nasional yang mempunyai kadar protein biji sebesar 43,90% bk (Balitkabi, 2008) sedangkan Antarlina (2002) dalam Ginting (2009), menyatakan kadar protein biji kedelai impor hanya sebesar 35 – 36,80% bk. Widiastuti (2010) melaporkan bahwa tempe kedelai lokal mempuyai kadar karbohidrat dan protein masing- 21 masing sebesar 90,13 mg/g dan 17,40 % , nilai ini lebih besar dibanding tempe kedelai impor yang mempunyai kadar karbohidrat dan protein yaitu 87,60 mg/g dan 13,53%. Widyanti (2011) juga melaporkan bahwa subtitusi kedelai Grobogan 100% memberikan nilai karbohidrat dan protein masing-masing 4,11% dan 21,22%, sedangkan substitusi kedelai impor 100% memberikan nilai karbohidrat dan protein masing-masing sebesar 2,79% dan 17,37%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedelai Grobogan mampu meningkatkan kandungan protein dan karbohidrat tempe. Keberadaan senyawa metabolit primer (karbohidrat dan protein) dalam tempe kedelai lokal yang lebih besar dibanding dalam tempe kedelai impor menunjukkan bahwa tempe kedelai lokal mempunyai potensi membentuk senyawa metabolit sekunder (senyawa antioksidan) lebih banyak dibanding tempe kedelai impor. 4.2 Kadar Fenolik Total Tempe Purata hasil pengukuran kadar fenolik total tempe dapat dilihat dalam Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 Tabel 4.2 Purata Kadar Fenolik Total Tempe Kadar Fenolik Total (mg / gram) A B C D E Purata ± SE 4,3247 ± 0,2546 4,5969 ± 0,1639 4,7271 ± 0,1436 4,8770 ± 0,1909 4,9835 ± 0,2206 W = 0,1465 (a) (b) (bc) (cd) (d) Keterangan : A = tempe kedelai lokal : impor = 0% :100% B = tempe kedelai lokal : impor = 25% :75% C = tempe kedelai lokal : impor = 50% : 50% D = tempe kedelai lokal : impor = 75% : 25% E = tempe kedelai lokal : impor =100% : 0% Nilai yang diikuti dengan angka yang berbeda menunjukkan adanya beda kebermaknaan W = BNJ 5% 22 Kadar Fenolik Total (mg /gram) 5.15 5 4.85 4.7 4.55 4.4 4.25 4.1 3.95 3.8 3.65 3.5 A B C Tempe D E Gambar 4.2 Histogram Kadar Fenolik Total Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 diketahui bahwa purata kadar fenolik total tempe tertinggi adalah pada persentase kedelai lokal: impor = 100% : 0% sebesar 4,9835 ± 0,2206 mg/gram, kemudian diikuti dengan persentase kedelai lokal: impor yaitu 75 % : 25%, 50% : 50% dan 25% : 75%secara berurutan sebesar 4,8770 ± 0,1909 ; 4,7271 ± 0,1436; dan 4,5969 ± 0,1639 mg/gram, sedangkan purata terendah yaitu pada persentase kedelai lokal: impor = 0% : 100% yaitu sebesar 4,3247 ± 0,2546 mg /gram. Hasil ini menjelaskan bahwa semakin besar konsentrasi kedelai lokal var. Grobogan dalam tempe, maka semakin besar pula kadar fenolik total yang dihasilkan. Tepavcevic, dkk (2010) melaporkan bahwa kadar fenolik total dari 20 varietas kedelai yang telah diteliti bervariasi antara 2,13 sampai 3,45 mek asam galat / gram berat kering. Tempe kedelai lokal var. Grobogan mempunyai kandungan senyawa metabolit primer (karbohidrat dan protein) lebih besar daripada tempe kedelai impor (Widyanti, 2011). Hal ini menyebabkan tempe kedelai lokal var. Grobogan mempunyai potensi untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder, seperti senyawa fenolik lebih besar dibanding tempe kedelai impor. Semakin banyak ketersediaan senyawa metabolit primer (karbohidrat dan protein), semakin besar pula senyawa fenoliknya. Hal ini seiring dengan aktivitas antioksidannya. 23 4.3 Korelasi Kadar Fenolik Total dan Aktivitas Antioksidan Tempe Korelasi antara kadar fenolik total tempe terhadap aktivitas antioksidannya dapat dilihat pada Gambar 4.3 Gambar 4.3 Korelasi Kadar Fenolik Total terhadap Aktivitas Antioksidan Gambar 4.3 menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar fenolik total dengan aktivitas antioksidannya, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,986. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan r tabel (α = 5 %) yaitu 0,930. Hal ini menunjukkan korelasi yang nyata antara kadar fenolik dan aktivitas antioksidan, yang berarti bahwa senyawa fenolik dalam tempe memberikan kontribusi yang nyata terhadap aktivitas antioksidannya yang diukur berdasarkan kemampuan mereduksinya. 24