berkerja dengan orang sulit di kawasan konservasi laut berau

advertisement
BERKERJA DENGAN ORANG SULIT
DI KAWASAN KONSERVASI LAUT BERAU
Oleh: Taufiq Hidayat
Beberapa kesempatan dalam perjalanan saya ikut serta di konservasi laut berau ini yang
sampai saat ini telah memasuki tahun ke 5 setelah ditetapkan pada tahun 2005 menjadi
Kawasan Konservasi Laut daerah. Ada banyak sekali stakeholdder yang sangat menentang
dengan konsep konservasi terutama yang disampaikan oleh LSM. Stakeholder di pemerintah
sendiri banyak yang tidak paham apa, bagaimana dan siapa yang berkepentingan atau yang
mendapatkan kauntungan dari konservasi ini. Kalau kita tanya pada mereka apa mereka masih
merasa bahwa sumberdaya laut berau masih tinggi, mereka semuanya mengakui bahwa telah
terjadi penurunan, karena banyak kawasan yang dulunya terdapat banyak ikan tetapi sekarang
sulit ditemukan atau sangat sedikit populasinya. Tetapi kalau ditanya apa mereka mau kawasan
laut berau di konservasi? semuanya takut menjawab dengan kata “ya”. Asumsi masyarakat
dilapangan kalau konservasi berarti berbicara tentang pembatasan kawasan, berarti
masyarakat tidak bebas menangkap ikan, berarti penghasilan mereka menjadi menurun, berarti
mereka kehilangan hak atas kawasan mereka dan berarti mereka akan kesulitan hidup dan
menghidupi keluarga mereka.
Tapi dari banyak stakehholder yang saya sempat datangi untuk berdiskusi selama 5
tahun ini. Sebagian besar mereka sadar konservasi itu penting dan sebenarnya perlu untuk
cepat dilakukan, tetapi bagaimana sebuah konservasi itu menjadi milik masyarakat, menjadi
penjamin kesejahteraan masyarakat bukan malah menyulitkan kehidupan nelayan. Banyak dari
mereka yang bertanya apa dan bagaimana caranya, tapi kembali saya jelaskan bahwa pilihan
satu satunya adalah membuat sebuah kawasan lindung oleh masyarakat sehingga kawasan itu
pulih dan menghasilkan ikan yang banyak lalu masyarakat dapat mengambil ikan disana dengan
aturan sendiri. Kami pemerintah akan selalu mendukung kegiatan seperti itu dan memberikan
bantuan pengawasan untuk melarang nelayan luar atau pendatang ke kawasan yang sudah
kampung tetapkan sebagai kawasan lindung.
Berikut ini adalah contoh kasus yang telah terjadi dilapangan saat komunikasi konservasi
kami sampaikan pada stakeholder dan masyarakat nelayan di pulau derawan dan pulau
balikukup.
Kegiatan Konsultasi Publik Rencana Pengembangan KKL di sebuah kampung di Pesisir
Berau. Kegiatan dimaksudkan untuk meminta masukan kepada kampung tersebut untuk
melengkapi penyusunan rencana strategis pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil
yang dilakukan di Kabupaten Berau. Kegiatan di fasilitasi oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan Jakarta Pusat. Kegiatan ini berkerjasama dengan Universitas Mulawarman yang
mendatangkan beberapa ahli di bidang perikanan untuk menganalisa antara kepentingan
nasional yang diwakili oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Pusat dengan keinginan
masyarakat lokal sehingga diharapkan dokumen Renstra pesisir dan pulau pulau kecil di
Kabupaten Berau dapat mengakomodir kepentingan masyarakat lokal dengan tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundang undangan yang ada. Masyarakat sendiri yang
mengikuti kegiatan ini dipimpin langsung oleh kepala kampung.
Permasalahan dengan sebuah kampung didalam kawasan konservasi laut berau. Saat
dilakukan koordinasi awal untuk minta fasilitasi kampung dalam rangka pelaksanaan kegiatan
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION NARRATIVE
1
ini kepala kampung menunjukkan respons yang kurang fositif dan cenderung Memaksa,
meledak-ledak, bahkan kasar. Menyerang sampai yang lain menyingkir atau menerima
pandangan mereka tentang kawasan. Terganggu oleh terlalu banyak diskusi atau obrolan
ramah-tamah berdasarkan pengelompokan orang orang sulit oleh Robert Bramson, Ph.D kepala
kampung ini termasuk kelompok Tank Sherman.
Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan
LSM yang cukup lama berbicara tentang konservasi di kawasan Laut Berau. Kepala kampung
menolak pemerintah yang akan melakukan konsultasi publik dan tidak mau untuk
mempersiapkan acara. Sejak lama kepala kampung sudah berkata tidak akan mau memfasilitasi
semua kegiatan LSM dalam bentuk apapun karena itu akan menyengsarakan masyarakat. Di
tatanan kampung seorang kepala kampung sangat dipatuhi oleh warganya karena itu semua
aparat kampung juga tidak mau membantu kegiatan. Bahkan surat yang disampaikan petugas
Dinas Kelautan dan Perikanan di tolak.
Saya dan beberapa teman termasuk pimpinan bidang ke kampung tersebut untuk
melakukan negosiasi di lapangan dengan kepala kampung sebelum dilaksanakan kegiatan
konsultasi yang dimaksud dengan alasan kunjungan adalah untuk melakukan pengamatan
terumbu karang di pula tersebut. Dua hari sebelum acara kami melakukan kunjungan
koordinasi ke rumah kepala kampung. Kami menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah murni
kegiatan pemerintah bukan titipan kepentingan LSM konservasi. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mencari tanggapan masyarakat tentang kondisi lapangan saat ini, permasalahan apa yang
sedang dihadapi berkaitan dengan konservasi dan tentang keinginan masyarakat untuk
pengembangan konservasi disekitar kawasan. Saya katakan kepada kepala kampung ini semua
untuk kepentingan pengembangan kampung dan apa serta bagaimana cara pemerintah
meningkatkan kesejahteraan kampung. Langkah yang mendekati strategi yang disarankan
Robert Bramson, Ph.D.
Hasil yang diperoleh. Pada akhirnya strategi ini berhasil untuk mendapatkan dukungan
dari kepala kampung dan masyarakat, walaupun dalam perjalanan diskusi sering disinggung
tentang masalah penyu, LSM dan konservasi yang menyengsarakan masyarakat. Materi utama
tentang pengelolaan pesisir dapat diterima dan masyarakat mau memberikan masukan untuk
penyempurnaan draft Renstra Pesisir Berau.
Kegiatan Konsultasi Publik tentang Kawasan konservasi di kampung lainnya dimana
kampung ini dikenal dengan para Pengebom ikan dan pemotas ikan. Kegiatan ini dilakukan
sekitar bulan mey tahun 2009. Kampung ini memang menjadi zona merah tentang penggunaan
alat dan bahan destruktif untuk menangkap ikan. Hal ini terjadi dikarenakan tiga pengusaha
utama yang mampu mengendalikan kawasan sehingga sampai dengan saat ini mereka masih
mampu dan biasa menggunakan peralatan destruktif tersebut. Walaupun pemerintah dan
aparat penegak hukum sudah sangat tahu siapa saja yang bermain dalam kegiatan ini tetapi lagi
lagi permasalahan jaringan dan kemampuan pendanaan yang menjadi hal utama sehingga
walaupun aparat tahu tetapi tidak ada yang berani secara frontal melakukan penindakan tegas.
Penyadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan bom. Ketika konsultasi publik
dilakukan semua peserta yang hadir yang sebagian besar adalah pengguna bom dan potas
mengatakan bahwa konservasi adalah kepentingan LSM, kepentingan asing, dan pemerintah
menjadi tamengnya. Mereka sangat peduli konservasi tetapi nelayan pendatang yang sering
menggunakan alat dan bahan yang merusak tersebut. Mengapa pemerintah tidak bisa
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION NARRATIVE
2
melarang nelayan luar mengambil ikan dikawasan mereka. Padahal kami yang turun ke pulau
balikukup ini sudah sangat tahu siapa aja yang bermain bahkan bagaimana jaringan hitam
peredaran alat dan bahan tersebut terjadi dilapangan.
Penolakan pengusaha pengebom ikan tentang kegiatan konservasi. Pengusaha ini juga
cenderung bersifat Memaksa, meledak-ledak, bahkan kasar. Dan sering melalkukan berbagai
cara untuk mengamankan usahanya. Berdasarkan pengelompokan orang orang sulit oleh
Robert Bramson, Ph.D kepala kampung ini termasuk kelompok Tank Sherman juga . yang kami
tahu sebagai aktor utama kegiatan destruktif fishing dikawasan ini tidak pernah datang dalam
setiap pertemuan yang kami lakukan. Bahkan kegiatan ini juga sempat diboikot dengan tidak
adanya peserta dan terpaksa kami harus mendatangi satu persatu masyarakat untuk ikut
kegiatan ini sehingga waktu pelaksanaan menjadi mundur dari yang dijadwalkan pagi baru
dapat dilaksanakan pada siang hari.
Tanggapan masyarakat yang mengikuti acara. Masyarakat yang ikut saling berdebat
tentang konservasi yang disampaikan. Bahkan saat menyinggung masalah destruktif fishing
hampir semua mengatakan bahwa itu pekerjaan orang luar kampung yang mengatasnamakan
kampung lokal ini.
Strategi yang dilakukan. Saya kemudian diluar waktu pertemuan mengumpulkan
beberapa teman teman kampung yang sebagian besar masih menggunakan bom dan potas
untuk sekedar berdiskusi santai. Saya sampaikan kepentingan konservasi adalah kepentingan
kalian semua, laut ini adalah laut kalian tempat kalian hidup dan menghidupi keluarga kalian
bagaimana rasanya bila laut ini sudah tidak menghasilkan lagi. Saya tanya pada mereka?
Kenapa masih menggunakan bom? Mereka menjawab “karena terikat hutang dengan
pengusaha!” Apa hasil bom sekarang masih banyak? Mereka menjawab” sudah tidak lagi” apa
kalian tahu bahwa karang itu hancur di bom? Mereka menjawab “ kami tahu” kalau karang
hancur apa ada ikannya? Mereka menjawab “tentu tidak”. Saya katakan bahwa kami kesini
adalah rasa tanggung jawab kami kepada laut ini kepada kalian masyarakat yang kami bina.
Kalau kalian menolak kami kami tetap bisa makan tapi kalau laut ini rusak ikannya habis kalian
bisa kalian mungkin akan sangat sulit untuk hidup. Kalau kalian ditangkap aparat atau mati
karena bom maka kami pemerintah malu karena berarti kami gagal membina kalian. Lalu kata
mereka dengan apa laut ini bisa pulih. Saya sampaikan laut ini bisa pulih kalau kita jaga
sebagian kawasan untuk bisa memperbaiki terumbu karangnya dan menghasilkan ikan kembali
tapi itu semua kembali kepada masyarakat sendiri. Mereka akhirnya bercerita tentang apa,
bagaimana, siapa, dimana dan bagaimana laut terkait permasalahan destruktif fishing ini.
Sepertinya teknik ini sesuai dengan berdasarkan pengelompokan orang orang sulit oleh Robert
Bramson, Ph.D kepala kampung ini termasuk kelompok Tank Sherman.
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION NARRATIVE
3
Download