BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan, masa nifas berangsur kurang lebih 6 minggu. Perawatan masa nifas dalam (SDKI 2007) penting baik untuk ibu maupun bayinya karena bisa mengatasi komplikasi yang timbul pasca persalinan dan untuk memberikan informasi penting kepada ibu tentang cara merawat diri dan bayinya (Saleha, 2009). Involusi uterus merupakan suatu proses dimana uterus akan mengalami pengecilan (involusi) secara berangsur-angsur dan kembali ke kondisi sebelum hamil atau pada keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009). Proses pemulihan kesehatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat penting bagi ibu setelah melahirkan. Sebab selama masa kehamilan dan persalinan telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi ligament-ligament bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus membesar, postur tubuh berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan berat badan pada masa hamil, serta terjadi bendungan pada tungkai bawah. Pada saat persalinan dinding panggul selalu teregang dan mungkin terjadi kerusakan pada jalan lahir, serta setelah persalinan otot-otot dasar panggul menjadi 1 2 longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil maupun bersalin (Sarwono, 2002). Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahanperubahan alat genital dalam keseluruhannya disebut involusi. Salah satu komponen involusio adalah penurunan fundus uteri. Di samping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi dan gangguan laktasi merupakan salah satu penyebab penurunan fundus uteri terganggu. Apabila proses involusi ini tidak berjalan dengan baik maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari, hal ini mungkin disebabkan karena ibu tidak mau menyusui, takut untuk mobilisasi atau aktifitas yang kurang (Hanifa, 2005). Menurut evidence based yang baru telah diperbaharui oleh WHO (world health organization) dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir satu jam pertama, salah satu dari pernyataan yaitu bayi harus mendapatkan kontak langsung dengan kulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (Ambarwati dan Wulandari, 2009). Menurut sumber data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pusdatin jakarta 2011 jumlah ibu nifas di indonesia sebanyak 4,830,609 jiwa, dan yang memperoleh kunjungan masa nifas dengan cakupan 73, 38%. Di negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa kritis baik bagi ibu 3 maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50% diantaranya terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirardjo, 2006). Masa nifas hari pertama adalah masa kritis yang rentan sekali terjadi perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah akibat berkurangnya kadar oksitosin yang di sekresi oleh kelenjar hipofise posterior, maka asuhan masa nifas pada masa ini sangat di perlukan. Salah satu merangsang oksitosin adalah dengan cara rangsangan pada puting atau menyusui. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama yang sebagian basar disebabkan karena perdarahan post partum (Abdul Bari, 2002). Menurut hasil Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Aceh tahun 2011 jumlah sasaran ibu nifas di provinsi Aceh sebanyak 100.486 jiwa, Berdasarkan data di RSUZA tahun 2012, diketahui jumlah ibu nifas tahun 2010-2011 yaitu ada 8725 orang. dan yang mengalami mastitis berjumlah 108 orang. Dimana hal ini berkaiotan dengan pemberian ASI seperti diketahui salah satu manfaat Air Susu Ibu (ASI) bagi sang bayi yang diberikan oleh ibu pada saat bayi berusia 0 – 2 tahun adalah untuk melindungi bayi terhadap infeksi seperti infeksi gastrointestinal, pernafasan dan virus (Dinkes Provinsi Aceh, 2011). Menurut survey yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin pada tanggal 21 Februari 2013, Terdapat 9743 ibu yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang diantaranya ibu hamil 8614 (88, 41%) dan ibu bersalin serta nifas 1129 (11,58%). Dengan persalinan normal 633 (56,06%) dan SC 496 (43,93%). 4 Menurut survey dengan cara wawancara ibu nifas, pada ibu nifas yang ada di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin sebanyak 10 ibu nifas, 8 diantaranya mengatakan tidak ada pengaruh yang dirasakan sehubungan menyusui dengan penurunan tinggi findus uteri. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Parrtum Di Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin banda Aceh. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh Inisiasi Menyusui Dini terhadap penurunan tinggi fundus uteri Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. b. Untuk mengetahui pengaruh Paritas terhadap penurunan tinggi fundus uteri Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 5 c. Untuk mengetahui pengaruh Usia terhadap penurunan tinggi fundus uteri Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Responden Bagi ibu Memberi pedoman bagi ibu atau masukan bahwa faktorfaktor yang dapat berfungsi untuk mempercepat involusio uterus. 2. Bagi peneliti Dapat menambah pengetahuan tentang Faktor-Faktor Ynag Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum. 3. Bagi institusi Dapat menambah kepustakaan atau literatur tentang Faktor-Faktor Ynag Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 1. Definisi Inisiasi Menyusui Dini Inisiasi Menyusui Dini adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri dapat menyusui segera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersama dengan kontak kulit antara bayi dengan kulit ibunya, bayi dibiarkan setidaknya selama satu jam di dada ibu, sampai dia menyusui sendiri (Depkes RI, 2008). Ibu yang melakukn inisiasi manyusui dini akan mempercepat involusi uterus karena pengaruh hormon oksitosin ditandai dengan rasa mules karena rahim yang berkontraksi (Praborini, A, 2008). 2. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini Manfaat ASI mencegah perdarahan setelah proses persalinan dan kelahiran. Dengan memberikan Inisiasi Menyusui Dini dari ibu kepada bayinya yang baru lahir maka hal ini yaitu memberikan ASI dan menyusui segera setelah melahirkan akan dapat mendorong terjadinya kontraksi rahim dan mencegah terjadinya perdarahan. Ini dapat membantu mempercepat proses kembalinya rahim ke posisi semula. Itu adalah salah satu manfaat ibu memberikan ASI bagi kesehatan dan juga pencegahan perdarahan post partum (Hamizan, 2012). 7 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan IMD Faktor Pendukung IMD Terdiri dari faktor internal dan eksternal, pengetahuan, sikap, pengalaman, dan persepsi ibu merupakan faktor internal sedangkan fasilitas kesehatan, petugas penolong persalinan, keluarga dan orang terdekat serta lingkungan merupakan faktor eksternal (Idris- 70publichealtd;scission.blogspot.com) a) Faktor Penghambat Roesli (2008), menyatakan faktor-faktor penghambat Inisiasi Menyusui Dini adalah adanya pendapat atau pesepsi ibu, masyarakat dan petugas kesehatan yang salah atau tidak benar tentang ibu kelelahan, kolostrum tidak keluar, bayi harus segera di bersihkan. B. Tinggi Fundus Uteri 1. Definisi Tinggi Fundus Uteri Penurunan tinggi fundus uteri atau Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali kebentuk asal. (Ramali, 2003). Derajat kesehatan ibu di Indonesia dewasa ini belum memuaskan dan optimal. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Penyebab kematian ibu sejak dulu tidak banyak berubah, yaitu perdarahan 8 (25%), terjadi pasca persalinan baik karena atonia uteri maupun sisa plasenta, eklamsia (12%), aborsi tidak aman (13%), sepsis (15%) dan partus macet (8%). Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dan di masa itu organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologi. Proses perubahan ini seharusnya berjalan normal namun kadang-kadang diperhatikan oleh ibu post partum atau bahkan mereka tidak mengetahuinya, sehingga dapat menimbulkan komplikasi nifas yang tidak terditeksi dini yang dapat mengakibatkan kematian ibu (Sarwono, 2008). C. Proses Involusi Uterus Menurut Sarwono (2008) 1. Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia Yaitu kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan aliran darah dialirkan ke buah dada sehingga peredaran darah ke buah dada menjadi lebih baik. Demikianlah dengan adanya hal-hal diatas, uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami otropi kembali kepada ukuran semula. 9 2. Autolisis Adalah penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hyperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang 10 kali dan menjadi 5 kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil, akan susut kembali mencapai keadaan semula. Faktor yang menyebabkan terjadinya autolisis apakah merupakan hormon atau enzim sampai sekarang belum diketahui, tetapi telah diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian di keluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah melahirkan ibu mengalami beser air kemih atau sering buang air kemih. 3. Aktifitas otot-otot Adalah adanya retraksi dan kontrksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembulu darah yang pecah karena adanya kontraksi dan retraksi yang terus-menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah di dalam uterus yang mengakibatkan jaringan-jaringan otototot tersebut menjadi lebih kecil. D. Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus adalah melalui 2 cara (Saleha, 2009) yaitu : 1. Kontraksi oleh ion kalsium. Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut kamodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion kalsium berkaitan dengan kalmoduli. Kombinasi kalmodulin ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan 10 myosin kinase yaitu enzim yang melakukan fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase. Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatanpelepasan kepala myosin dengan filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga mengghasilkan kontraksi otot uterus 2. Kontraksi yang disebabkan oleh hormon. Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi. Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada otot uterus. Dengan faktor-faktor diatas dimana antara 3 faktor itu saling mempengaruhi satu dengan yang lain, sehingga memberikan akibat besar terhadap jaringan otot-otot uterus, yaitu hancurnya jaringan otot yang baru, dan mengecilnya jaringan otot yang membesar. Dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran dan tempat semula. Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian bawah terlalu lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi 11 setelah tonus otot-otot kembali fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit. (Christin, 2005). William (2009) menjelaskan involusi sebagai berikut: Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun oleh suatu proses eksfoliasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta karena pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan kebawah endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stoma yang tersisa di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta. Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif, dan sebagai suatu ketetapan yang bijaksana sebagai bagian dari alam. Sebaiknya kesulitan besar akan dialami dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi dan trombin yang mengalami organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera mengubah banyak bagian dari mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi suatu masa jaringan parut dengan akibat bahwa setelah beberapa kehamilan tidak akan mungkin lagi untuk melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier reproduksi berakhir. E. Involusi Alat-Alat Kandungan 1. Uterus Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. (Sarwono, 2002). 12 Pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas symphisis. tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Tabel 2.1 Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi Infolusi Tinggi fundus uteri Berat uterus Bayi lahir Setinggi pusat 1000 Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 1 minggu Pertengahan simpisi pusa 500 2 minggu Tidak terba di atas simpisis 350 6 minggu Bertambah kecil 50 8 minggu Sebesar normal 30 Sumber (Prawirohardjo, 2002). 2. Bekas implantasi uteri Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Sarwono, 2002). 13 3. Lokia Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai berikut Muchtar (2007): a. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan. b. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan. c. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 714 pasca persalinan. d. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu. e. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. f. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya. 4. Servik Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk, semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri (Sarwono, 2002). 14 5. Ligamen-ligamen Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang mereggang sewaktu kehamilan dan persalinan setelah jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada hari ke 2 post partum sudah dapat diberikan fisioterapi (Sarwono, 2002). F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi involusi uterus (Sarwono, 2002) antara lain : 1. Mobilisasi dini Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil. 2. Status gizi Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum maka 15 pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi uterus. 3. Proses Laktasi Sesudah persalinan ibu disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya: menderita thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat, psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae, sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde. Dimana menyusui merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan mampu meningkatkan proses kontraksi uterus yang akhirnya memberikan dampak terhadap semakin cepatnya proses involusi uterus. Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi. 4. Usia Faktor usia, elastisitas otot uterus pada usia lebih 35 tahun ke atas berkurang. Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan 16 elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus. 5. Paritas Paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering tereggang memerlukan waktu yang lama. (Sarwono, 2002). Terjadi involusi uteri bervariasi pada ibu post partum multipara dan primipara. Pada multipara uterus teregang penuh dua kali lipat sehingga kontraksi uterus lebih kuat untuk menghasilkan involusi (Farrer, 2001). G. Pengukuran Involusi Uterus Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada situs plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan jumlah lochea (Varney, 2004). H. Perubahan Fisiologi Pada Ibu Nifas 1. Perubahan Sistem Reproduksi (Wulandari, 2008) a. Involusi Uteri 1) Pengertian Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. 17 2) Proses Involusi Uteri Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar padapada promotorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan berat uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. 3) Proses involusi uterus adalah sebagai berikut : a) Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterin. b) Attrofi Jaringan Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami attrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. c) Efek Oksitosin Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat mplantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. 18 2. Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara (Wulandari, 2008). : a. Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. b. Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. c. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba. I. Kerangka Teoritis Menurut Sarwono (2002) proses involusi dapat terjadi secra cepat atau lambat, faktor yang dapt mempengaruhi involusi uterus adalaha : mobilitas dini, status gizi, proses laktasi, usia, dan paritas. Untuk lebih jelas secara skematis kerangka teoritis penelitian ini dapat dilihat pada bagian dibawah ini: Sarwono 2002 - Mobilisasi dini - Status gizi - Proses laktasi - Usia - Partitas Percepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Gambar 2.1 Kerangka Teoritis 19 BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahanperubahan alat genital dalam keseluruhannya disebut involusi. Salah satu komponen involusi adalah penurunan fundus uteri. Di samping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi, umur, dan paritas merupakan salah satu penyebab penurunan fundus uteri terganggu (Sarwono 2002). Berdasarkan teori tersebut, maka secara skematis kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada bagian di bawah ini : Vaeriabel Independen Variabel Dependen Inisiasi Menyusui Dini Paritas Tinggi Fundus Uteri Usia Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Opersional 20 No Variabel Dependen 1 Tinggi Fundus Uteri Defenisi Operasional Penurunan tinggi fundus setelah 6 jam pasca persalinan Alat Ukur Hasil Ukur Mengukur penurunan Tinggi Fundus Uteri dalam cm dengan criteria; Tinggi: ≥ 2 cm Rendah:< 2 cm Centi Meter (metlin) Tinggi Rendah Membagikan kuesioner dengan kriteria: Kuesioner Cara Ukur Skala Ukur Ordinal Independen 1 Tindakan Inisiasi Menyusui pemberian ASI kepada Dini bayi IMD Tidak IMD Ordinal Ya, jika ibu IMD Tidak, jika ibu tidak IMD 2 Paritas Jumlah anak atau jumlah ibu melahirkan Membagikan kuesioner dengan kriteria: Ya, jika Kuesioner Ordinal Primipara Bukan Primipara primipara Tidak, jika bukan primipara 3 Usia Usia ibu pada saat penelitian dilakukan Membagikan kuesioner dengan kriteria : Elastisitas otot uterus jika Umur < 35 tahun Elastisitas otot uterus jika Umur ≥ 35 Kuesioner Ordinal Elastis Tidak Elastis 21 tahun C. Hipotesa Ha : Ada Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ha : Ada Pengaruh Paritas Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ha : Ada Pengaruh Usia Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 22 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat Analitik untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jenis penelitian adalah yang berusaha cross sectional, artinya mengumpulkan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut (Notoatmodjo, 2005). B. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas post partum pada saat penelitian di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin. 2. Sampel Jumlah sampel tersebut di tentukan dengan menggunakan rumus Lameshow dibawah ini. Keterangan : n: besar sampel z: derajat kemaknaan 95% (1,96) P: proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak di ketahui proporsinya, ditetapkan 5% (0,5). 23 d2: derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan : 10% (0,10). Q : (1-P). (Lameshow 1990) berdasarkan perhitungan rumus diatas maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut : orang Sehingga besar sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 38 sampel. Tehnik accidental sampling yaitu dilakukan dengan pengambilan responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat. (Notoadmodjo, 2005). Kriteria sampel yang diharapkan yaitu : ibu nifas yang bersedia menjadi respoden, bisa membaca dan menulis. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian 24 Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin. 2. Waktu penelitianp Penelitian ini telah dilakasanakan pada tanggal 21 Agustus s/d 25 Agustus 2013. D. Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung di peroleh dari responden dengan cara menyebarkan kuetioner yang berisi pertanyaan yang telah di sediakan dan selanjutnya oleh responden sesuai denngan petunjuk. Sedangkan data sekunder adalah data yang di tinjau dari laporan kunjungan atau buku register Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin. E. Instrumen Penelitian Adapun instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berjumlah 2 pertanyaan yang diantaranya 1 tentang menyusui, dan 1 pertanyaan tentang penurunan tinggi fundus uteri dengan menggunakan centimeter (metlin). F. Pengolahan Dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Data dalam penelitian ini akan di olah dengan cara (Purwanto, 1994): 25 a. Editing yaitu melakukan pengecekan kembali semua item pertnyaan telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang Lmungkin dapat menggangu pengolahan dat selanjutnya. b. Coding yaitu pemberian kode berupa nomor pada lembaran kuesioner untuk memudahkan pengolahan data. c. Transferring yaitu data yang telah di berkan kode di susun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terkhir untuk dimasukan ke dalam tabel sesuai dengan variabel yang telah di teliti. d. Tabulating yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiaptiap variabel yang di ukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. 2. Analisa data a. Analisa Univariat Analisa univariat yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi dan rata-rata. Hasil dari analisa ini berupa distribusi frekuensi dan presentase dari variabel. Selanjutnya analisa ini akan ditampilkan distribusi frekuensi dalam bentuk tabel. Untuk data demografi atau kriteria sampel dilakukan perhitungan presentase : Keterangan : P = persentase f = jumlah frekuensi n = jumlah responden 26 Kemudian peneliti akan menghitung distribusi frekuensi dan mencari persentasi pada setiap variabel dengan menggunakan komputer program SPSS. b. Analisa Bivariat Analisa bivariat yaitu untuk mengetahui data dalam bentuk tabel silang dengan melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, mengggunakan uji statistik chi-square. Dengan batas kemaknaan (α = 0,05). Data masing-masing subvariabel dimasukkan ke dalam tabel contingency, kemudian tabel-tabel contingency tersebut di analisa untuk membandingkan antara nilai P value dngan nilai alpha (0,05), dengan ketentuan : 1) Ha diterima dan Ho di tolak : Jika P value ≤ 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent. 2) Ha ditolak dan Ho diterima : Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent. Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square untuk program komputerisasi seperti SPSS adalah sabagai berikut : 1. Bila pada tabel kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Fisher Exact Test. 2. Bila pada tabel kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Continuity Correction 27 3. Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain, maka hasil yang digunakan adala Person Chi-Square 4. Bila pada tabel kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e) kurang dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga menjadi tabel kontigency 2x2 28 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh merupakan rumah sakit kelas A pendidikan dan Rumah sakit rujukan untuk provinsi daerah istimewa Aceh dengan SK Menkes RI No.233/Sk/IV/1983 tanggal 11 juni 1983, beralamat di jalan Teungku Daud Bereueh No.18 Banda Aceh, Memiliki luas area 196,480M2. Adapun batas letak Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Bandar Baru 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lambuk 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Keluharan Kuta Baro 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Keluran Beurawe B. Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanankan Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 21 Agustus s/d 25 Agustus 2013, maka dapat diperoleh sebagai berikut : 1. Analisa Univariat a. Tinggi Fundus Uteri 29 Tabel 5.1 Distibusi Frekuensi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No 1 2 Tinggi Fundus Uteri F (%) Tinggi Rendah 23 15 38 60,5 39,5 100 Total Sumber data primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden mayoritas pada kategori tinggi mengalami penurunan tinggi fundus uteri pada post partum yaitu sebanyak 23 responden (60,5%) b. Inisiasi Menyusui Dini Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Inisiasi Menyusui Dini Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No 1 2 Inisiasi Menyusui Dini IMD Tidak IMD Total F (%) 22 16 38 44,7 55,3 100 Sumber data primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden mayoritas pada kategori IMD yang ada inisiasi menyusui dini pada post partum yaitu sebanyak 22 responden (55,3%) c. Paritas Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Paritas Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 30 No 1 2 Paritas Primipara Bukan Primipara Total F (%) 16 22 38 42,1 57,9 100 Sumber data primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden mayoritas pada kategori bukan primipara yang paritas pada post partum yaitu sebanyak 22 responden (55,3%). d. Usia Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Usia Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No 1 2 Usia Elastisitas Otot Uterus Tidak Elastis Otot Uterus Total F (%) 29 9 38 76,3 23,7 100 Sumber Data Primer Diolah Tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden mayoritas pada kategori elastis yang usia pada post partum yaitu sebanyak 29 responden (76,3%) 2. Analisa Bivariat a. Pengaruh Iniasiasi Menyusui Dini dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Tabel 5.5 Pengaruh Iniasiasi Menyusui Dini dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin 31 Banda Aceh Tahun 2013 No 1 IMD IMD Tinggi Fundus Uteri Tinggi Rendah Total f % f % F % 18 81,8 4 18,2 22 100 2 Tidak IMD 5 31,2 11 Sumber data primer diolah tahun 2013 68,8 16 100 p value 0,005 Berdasarkan tabel 5.5 menujukkan bahwa dari 22 responden yang ada inisiasi menyusui dini ternyata sebanyak (81,8%) tinggi fundus uteri, sedangkan dari 16 responden yang tidak ada inisiasi menyusui dini ternyata sebanyak (68,4%) rendah fundus uteri. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,005. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh antara inisiasi menyusui dini dengan tinggi fundus uteri pada post partum. b. Pengaruh Paritas dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Tabel 5.6 Pengaruh Paritas dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No Paritas Tinggi Fundus Uteri p 32 Tinggi 1 2 Primipara Bukan Primipara Rendah % f f 15 % 83,3 3 16,7 8 40 12 60 Total F % 18 100 20 value 0,017 100 Sumber data primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 20 responden yang bukan pimipara pada paritas ternyata sebanyak (60%) rendah fundus uteri. Sedangkan dari 18 responden yang primipiara pada paritas ternyata sebanyak (83,3%) tinggi fundus uteri. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,017. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh antara paritas dengan tinggi fundus uteri pada post partum. c. Pengaruh Usia dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Tabel 5.7 Pengaruh Usia dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 No 1 Usia Elastisitas Otot Tinggi Fundus Uteri Tinggi Rendah Total F f % f % % 22 75,9 7 24,1 34 100 p value 0.001 33 Uterus <35 2 Tidak Elastis Otot Uterus ≥35 1 23 8 88,9 9 100 Sumber data primer diolah tahun 2013 Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 34 responden yang elastis pada usia ternyata sebanyak (75,9%) tinggi fundus uteri. Sedangkan dari 9 responden yang tidak elastis pada usia ternyata sebanyak (88,9%) rendah fundus uteri. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,001. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh antara usia dengan tinggi fundus uteri pada post partum. C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan tinggi fundus uteri terhadap usia pada post partum di rumah sakit umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 1. Pengaruh Iniasiasi Menyusui Dini dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Berdasarkan tabel 5.5 menujukkan bahwa dari 22 responden yang ada inisiasi menyusui dini ternyata sebanyak (81,8%) tinggi fundus uteri, 34 sedankan dari 16 responden yang tidak ada inisiasi menyusui dini ternyata sebanyak (68,4%) rendah fundus uteri. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,005. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh antara inisiasi menyusui dini dengan tinggi fundus uteri pada post partum. Menurut teori Cristina Ibrahim (2006) Ada pengaruh Inisiasi Menyusui Dini dengan penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post partum. Hal ini dimungkinkan ibu post partum ini melaksanakan inisiasi menyusui dini dengan segera dan sesuai dengan tehnik yang telah diajarkan. Penurunan TFU ini bisa terjadi dengan baik bila kontraksi dalam uterus baik dan continue (Cristina Ibrahim, 2006) Penelitian Wulandari (2007) tentang Hubungan Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lorkota Salatiga, dari 20 responden yang berada di BPS Anik S Mojosongo Surakarta yang memberikan IMD berjumlah 16 orang (80%), yang tidak memberikan IMD berjumlah 4 orang (20%), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden melaksanakan IMD sangat mempengaruhi terhadap penurunan TFU dengan p value 0,004. Peneliti berasumsi bahwa tidak semua pendapat yang menyatakan tentang adanya pengaruh yang besar antara penurunan tinggi fundus uteri dengan Inisiasi Menyusui Dini, karena apabila ibu ada melakukan Inisiasi Menyusui Dini semakin baik, tapi jika tidak ada seperti hal ibu yang 35 disebabkan oleh tidak adanya kolostrum atau ASI pertama maka tidak akan berakibat buruk pada penurunan tinggi fundus uteri. 2. Pengaruh Paritas dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 20 responden yang bukan pimipara pada paritas ternyata sebanyak (60%) rendah fundus uteri. Sedangkan dari 18 responden yang primipiara pada paritas ternyata sebanyak (83,3%) tinggi fundus uteri. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,017. Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh antara paritas dengan tinggi fundus uteri pada post partum. Menurut teori Farer (2001), Faktor paritas juga memiliki peranan yang cukup penting. Ibu primipara proses involusi uterus berlangsung lebih cepat. Sedangkan Semakin banyak jumlah anak maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya akan berkurang Penelitian Wulandari (2007) tentang Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lorkota Salatiga dari 20 responden diperoleh jumlah responden yang diberikan IMD dengan paritas primipara dan perubahan involusi yang dilihat dari TFU dan lochea mayoritas normal berjumlah 17 orang (85%). Berdasarkan hasil penelitian, responden yang dilakukan IMD 36 dengan paritas primipara didapatkan ada perubahan TFU dan pengeluaran lochea yang normal dengan p value 0,003. Peneliti berasumsi bahwa pendapat yang dikemukakan diatas benar, bahwa paritas juga mempengaruhi terhadap penurunan tinggi fundus uteri, karena semakin banyak seorang wanita melahirkan maka semakin lemah kerja atau fungsi reproduksi kembali keelastisitasnya seperti semula. 3. Pengaruh Usia dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post partum Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 34 responden yang elastis pada usia ternyata sebanyak (75,9%) tinggi fundus uteri. Sedangkan dari 9 responden yang tidak elastis pada usia ternyata sebanyak (88,9%) rendah fundus uteri. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,001 Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh antara usia dengan tinggi fundus uteri pada post partum. Menurut teori Farrer (2001), Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori (Varney H, 2000) yang menyebutkan bahwa penurunan tinggi fundus uteri dengan usia pada 37 post partum suatu pengaruh yang baik terhadap proses penyembuhan dan proses pemulihan kesehtan sebelum hamil. Oleh karena itu sangat penting pula perhatikan pengawasan terhadap tinggi fundus uteri, ibu yang paritasnya tinggi proses involusinya lebih lambat karena semakin sering hamil uterus juga sering kali mengalami regangan. Dalam teori ini juga dikatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi involusi uterus adalah gizi, usia, paritas, menyusui, dan senam nifas. Namun dalam lapangan involusi uterus juga dipengaruhi faktor pengetahuan, lingkungan, dan prilaku dimana dalam menunjang untuk mempercepat proses involusi uterus. Penelitian Wulandari (2007) tentang Hubungan Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Ibu Nifas di Puskesmas Sidorejo Lorkota Salatiga, dari 20 responden 16 orang (88,9%) usia tidak elastis tidak mengalami penurunan tinggi fundus uteri yang baik, 4 (11,1%) mengalami penurunan tinggi fundus uteri yang baik. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= value = 0,008 berarti ada pengaruh antara penurunan TFU terhadap usia. Peneliti berasumsi bahwa usia sangat erat kaitannya dengan penurunan tinggi fundus uteri, semakin tua umur seseorang maka semakin berkurang fungsi reproduksinya yang rata-rata dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah melahirkan lebih dari satu kali. 38 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Ada Pengaruh Inisiasi Menyusui Dini dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan p value 0,005. 2. Ada Pengaruh Paritas dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan p value 0,017. 3. Ada Pengaruh Usia dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan p value 0,001. B. Saran 1. Bagi Responden Bagi ibu agar menjadi pedoman atau masukan bahwa faktor-faktor Inisiasi Menyusui Dini, Usia, Paritas yang dapat berpengaruh untuk mempercepat involusio uterus dan penurunan tinggi fundus uteri. 2. Bagi peneliti Agar dapat menambah pengetahuan tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum. 3. Bagi institusi 39 Dapat menambah kepustakaan atau literatur tentang Faktor-Faktor Ynag Mempengaruhi Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Post Partum dan bermamfaat bagi penelitiselanjutnya. 40 DAFTAR PUSTAKA Abdul Bari, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan dan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; YBPSP. Ambrawati, R,E., Wulandari, D. 2009. Asuhan Kebidanan http://scholar.google.co.id/schol. (Diakses tanggal 15-2-2013). Nifas. Christina, 2005. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta: PUSDIKNAKES. Cristina, Ibrahim, 2006. Asuhan masa nifas. Bandung: Bina Pustaka Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2011. Profil Kesehatan Aceh. Banda Aceh. Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. EGC. Jakarta Hamizan, 2012. http://askep-net.blogspot.com/2012/09/manfaat-ibu-memberikanasi.html. (Diakses tanggal 17-7-2013). Hanifa, 2005. Ilmu Kebidanan, ED. 3. Jakarta: YBPSP. Notoadmodjo, S. (2005) Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. ___________, (2006) Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Praborini, A, 2008. Keajaiban Dari ASI. http:///www.koran-Jakarta.com (Diakses tanggal 18-7-2013). Purwanto, H. 1994. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ramali, A. (2003) Kamus Kedokteran, Jakarta. Roesli, U, 2008. Breast Feeding With Confidence. Jakarta : Alex Media Komputindo. Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Selemba Medika. 41 Sarwono, 2002. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta, YBP. _______, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendekia. Unicef, 2007. Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta : Depkes RI Verney, Helen. (2000) Buku Ajaran Kebidanan Edisi 2 Volume 1. Jakarta: EGC , 2004, Buku Ajaran Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC William, 2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkasan, Ed. 21. Jakarta: EGC. Wulandari, 2007. Hubungan inisiasi mneyusui dini terhadap penurunan tinggi fundus uteri ibu nifas, Salatiga: KTI