Perkembangan Individuasi dan Identitas

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Perkembangan
Sepanjang Hayat
Adolescence: Perkembangan Psikososial
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
TatapMuka
03
Kode MK
DisusunOleh
61095
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
Abstract
Kompetensi
Masa remaja merupakan masa transisi dari
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui
anak-anak menuju kedewasaan.
bagaimana perkembangan aspek-aspek
Perkembangan psikososial merupakan
psikososial yang terjadi pada tahap remaja.
salah satu aspek yang sangat unik dan
menjadi ciri khas pada remaja
Pembahasan
Selama masa remaja terjadi perubahan-perubahan yang dramatis, baik dalam fisik
maupun dalam kognitif. Perubahan-perubahan secara fisik maupun kognitif tersebut, ternyata
berpengaruh terhadap perubahan dalam perkembangan psikososial mereka. Dalam uraian
berikut, kita akan membahas beberapa aspek perkembangan psikososial yang penting selama
masa remaja ini.
Perkembangan Individuasi dan Identitas
Masing-masing kita memilih ide tentang identitas diri sendiri. Meskipun demikian,
untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang identitas itu tidaklah mudah. Hal
ini adalah karena identitas masing-masing orang merupakan suatu hal yang kompleks, yang
mencakup banyak kualitas dan dimensi yang berbeda-beda, yang lebih ditentukan oleh
pengalaman subjektif dari pada pengalaman objektif, serta berkembang atas dasar eksplorasi
sepanjang proses kehidupan (Dusek 1991 dalam Desmita, 2005).
Dalam psikologi, konsep identitas pada umumnya merujuk kepada suatu kesadaran
akan suatu kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil sepanjang
rentang kehidupan, sekalipun terjadi berbagai perubahan. Menurut Erikson, seseorang yang
sedang mencari identitas akan berusaha “menjadi seseorang” yang berarti berusaha
mengalami diri sendiri sebagai “AKU” yang bersifat sentral, mandiri dan unik yang
mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti menjadi
“seseorang” yang diterima dan diakui oleh orang banyak. Orang yang sedang mencari
identitas adalah orang yang ingin menentukan “siapakah atau apakah” yang diinginkan pada
masa mendatang. Bila mereka telah memperoleh identitas tersebut maka ia akan menyadari
cirri-ciri khas kepribadiannya, seperti kesukaan atau ketidaksukaannya, aspirasi, tujuan masa
depan yang antisipasi, dan lain-lain. Papalia dan Feldman (2008) sendiri mengartikan bahwa
identitas merupakan konsepsi koheren dari self, terdiri dari tujuan-tujuan, nilai, dan
keyakinan dimana seseorang berkomitmen terhadap hal itu.
Dalam konteks psikologi perkembangan, pembentukan identitas merupakan tugas
utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja.
Meskipun ini telah mempunyai akar-akarnya pada masa anak-anak, namun pada masa remaja
ia akan menerima dimensi baru karena berhadapan dengan perubahan-perubahan fisik,
kognitif dan relasional pada masa remaja ini, kesadaran akan identitas menjadi kuat.
2012
2
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Menurut Josselson, 1980 (dalam dalam Desmita, 2005), proses pencarian identitas proses
dimana seorang remaja mengembangkan suatu identitas personal yang unik, yang berbeda
dan terpisah dari orang lain disebut individuasi.
Teori Psikososial Erikson
Erikson adalah salah seorang teoritisi ternama dalam bidang perkembangan rentang
hidup. Salah satu sumbangannya yang terbesar dalam psikologi perkembangan adalah teori
psikososial tentang perkembangan. Dalam teori ini Erikson memnagi perkembangan manusia
berdasarkan kualitas ego dalam delapan tahap perkembangan yaitu:
1.
Kepercayaan vs ketidakpercayaan. (sejak lahir - 1 tahun).
2.
Otonomi vs rasa malu-malu dan ragu-ragu (masa anak-anak, usia 1-3 tahun).
3.
Inisiatif vs rasa bersalah (pada masa prasekolah usia 4-5 tahun).
4.
Ketekunan vs rasa rendah diri (pada masa sekolah dasar usia 6-11 tahun).
5.
Identitas dan kebingungan peran (masa remaja usia 12-20 tahun).
6.
Keintiman vs isolasi (pada masa awal dewasa usia 20-24 tahun).
7.
Generativitas vs stagnasi (masa pertengahan dewasa usia 25-65).
8.
Integritas ego vs keputusan (pada masa akhir dewasa usia 65 sampai mati).
Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang mengharuskan
individu menghadapi suatu krisis. Krisis ini bagi Erikson bukanlah suatu bencana, tetapi
suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi, yang mempunyai kutub
positif dan negatif. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, maka akan semakin sehat
perkembangannya (Santrock, 1995).
Selama masa ini, remaja mulai memiliki suatu perasaan tentang identitasnya sendiri,
suatu perasaan bahwa ia adalah manusia yang unik. Ia mulai menyadari sifat-sifat yang
melekat pada dirinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaanya, tujuan-tujuan yang diinginkan
tercapai dimasa mendatang, kekuatan hasrat untuk mengontrol kehidupannya sendiri.
Dihadapannya terbentang banyak peran baru dan status orang dewasa.
Akan tetapi, karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
disatu pihak, dan kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis dipihak lain, maka selama
tahap pembentukan identitas ini seorang remaja mungkin merasakan penderitaan paling
dalam dibandingkan pada masa-masa lain akibat kekacauan peranan-peranan atau kekacauan
identitas (identity confusion). Kondisi demikian menyebabkan remaja merasa terisolasi,
hampa, cemas dan bimbang. Mereka sangat peka terhadap cara-cara orang lain memandang
2012
3
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dirinya, akan menjadi mudah tersinggung dan merasa malu. Selama masa kekacauan identitas
ini tingkah laku remaja tidak konsisten dan tidak dapat diprediksikan. Pada satu saat mungkin
ia lebih tertutup terhadap siapa pun, karena takut ditolak, atau dikecewakan. Namun pada saat
lain ia mungkin ingin jadi pengikut atau pecinta, dengan tidak mempedulikan konsekuensikonsekuensi dari komitmennya (Hall & Lindzey, 1993).
Berdasarkan
kondisi
demikian,
maka
menurut
Erikson,
salah
satu
tugas
perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga
diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja yang
berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang
jelas tentang dirinya, menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya, penuh percaya diri,
tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu
mengantisipasi tantangan masa depan, serta mengenal perannya dalam masyarakat (Erikson,
1989).
Di
samping itu, Erikson juga menyebutkan bahwa selama masa-masa sulit yang
dialami remaja, ternyata ia berusaha merumuskan dan mengembangkan nilai kesetiaan
(komitmen), yaitu kemampuan untuk mempertahankan loyalitas yang didikrarkan dengan
bebas meskipun terdapat kontradiksi-kontradiksi yang tak terelakkan diantara sistem-sistem
nilai. Lebih jauh dijelaskannya bahwa komitmen merupakan fondasi yang menjadi landasan
terbentuknya suatu perasaan identitas yang bersifat kontinu.
Pandangan-pandangan kontemporer tentang pembentukan identitas pada prinsipnya
merupakan elaborasi dari teori psikososial Erikson. Di antaranya yang paling terkenal adalah
pandangan-pandangan James Marcia. Seperti halnya Erikson, Marcia juga percaya bahwa
pembentukan identitas merupakan tugas utama yang harus diselesaikan selama masa remaja.
Menurut Marcia, pembentukan identitas ini memerlukan adanya dua elemen penting, yaitu
eksplorasi (krisis) dan komitmen. Istilah “eksplorasi” menunjuk pada suatu masa dimana
seseorang berusaha menjelajahi berbagai alternatif pilihan, yang pada akhirnya bisa
menetapkan satu alternatif tertentu dan memberikan perhatian yang besar terhadap keyakinan
dan nilai-nilai yang diperlukan dalam pemilihan alternatif. Sedangkan istilah “komitmen”
menunjuk pada usaha membuat keputusan mengenai pekerjaan atau ideologi, serta
menentukan berbagai strategi untuk merealisasikan keputusan tersebut. Dengan perkataan
lain, komitmen adalah keputusan untuk membuat alternatif-alternatif tentang elemen-elemen
identitas dan secara langsung aktivitas diarahkan pada implikasi dari alternatif-alternatif
tersebut. Seseorang dikatakan memiliki komitmen bila elemen identitasnya berfungsi
2012
4
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mengarahkan tindakannya, dan selanjutnya tidak membuat perubahan berarti membuat
perubahan yang berarti terhadap elemen identitas tersebut (Marcia, 1993).
Dalam suatu studi empirik tentang perkembangan identitas selama masa remaja yang
didasarkan pada ide-ide Erikson, Marcia menginterviu aspek-aspek penting identitas (pilihan
pekerjaan, agama, dan sikap politik) dari siswa-siswa usia 8-22 tahun. Berdasarkan hasil
penelitian ini, Marcia mencatat bahwa pembentukan identitas merupakan suatu proses yang
sulit dan penuh tantangan. Dalam hal ini, Marcia (1980 dalam Desmita 2005), berdasarkan
mengklasifikasikan siswa dalam 4 kategori status identitas yang didasarkan pada dua
pertimbangan: (1) Apakah mereka mengalami suatu krisis identitas atau tidak, dan (2) Pada
tingkat mana mereka memiliki komitmen terhadap pemilihan pekerjaan, agama, serta nilainilai politik dan keyakinan. Keempat kategori itu adalah:
a.
Status 1: Identity diffusion (penyebaran identitas). Remaja belum mempunyai
pengalaman dalam suatu krisis, tetapi telah menunjukkan sedikit perhatian atau komitmen
terhadap pilihan pekerjaan, agama dan politik.
b.
Status 2: Identity Foreclosure (pencabutan identitas). Remaja dalam kategori ini telah
membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis. Sebelum waktunya, ia telah
melibatkan dirinya pada aspek-aspek penting dari identitas tanpa banyak mengalami konflik
atau krisis yang signifikan. Akibatnya, mereka mengalami kesulitan untuk mengetahhui apa
yang dicita-citakan oleh orang tua mereka terhadap dirinya dan apa yang menjadi cita-citanya
sendiri.
c.
Status 3: Identity Moratorium (penundaan identitas). Remaja dalam kategori ini
tengah berada dalam krisis, secara aktif berjuang membentuk komitmen-komitmen dan
mengikat perhatian terhadap hasil kompromi yang dicapai antara keputusan orang tua
mereka, harapan-harapan masyarakat dan kemampuan-kemampuan mereka sendiri.
Meskipun demikian, komitmen mereka hanya didefinisikan secara samar.
d.
Status 4: Identity achievement (pencapaian identitas). Remaja dalam kelompok ini
telah berpengalaman dan berhasil menyelesaikan suatu periode krisis mengenai nilai-nilai dan
pilihan-pilihan hidup mereka. Mereka juga telah memiliki komitmen terhadap suatu
pekerjaan, agama dan politik yang didasarkan pada pertimbangan dari berbagai alternatif dan
kebebasan relatif yang diberikan oleh orang tuanya.
Perkembangan Hubungan dengan Orang Tua
Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosial yang terjadi dalam perkembangan
remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasai orang tua-remaja. Salah satu ciri
2012
5
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang menonjol dari remaja yang mempengaruhi relasinya dengan orang tua adalah
perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik maupun psikologis. Karena remaja
meluangkan
lebih
sedikit
waktunya
bersama
orang
tua
dan
lebih
banyak
menghabiskan waktu untuk saling berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, maka mereka
berhadapan dengan bermacam-macam nilai dan ide-ide. Seiring dengan terjadinya perubahan
kognitif selama masa remaja, perbedaan ide-ide yang dihadapi sering mendorongnya untuk
melakukan pemeriksaan terhadap nilai-nilai dan pelajaran-pelajaran yang berasal dari orang
tua. Akibatnya, remaja mulai dan mempertanyakan dan menentang pandangan-pandangan
orang tua serta mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Orang tua tidak lagi dipandang
sebagai otoritas serba tahu.
Beberapa peneliti tentang perkembangan anak remaja menyatakan bahwa pencapaian
otonomi psikologis merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting dari masa
remaja. Akan tetapi, terdapat perbedaan mengenai tipe lingkungan keluarga yang lebih
kondusif bagi perkembangan otonomi ini. Sejumlah teoritis dan penelitian kontemporer
menyatakan bahwa otonomi yang baik berkembang dari hubungan orang tua yang positif dan
suportif. Menurut mereka, hubungan orang tua yang suportif memungkinkan untuk
mengungkapkan perasaan positif dan negatif, yang membantu perkembangan kompetensi
sosial dan otonomi yang bertanggung jawab.
Belakangan, para ahli perkembangan mulai menjelajahi peran keterikatan yang
aman (secure attachment) dengan orang tua terhadap perkembangan remaja. Mereka yakin
bahwa keterikatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial
dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri: harga diri, penyesuaian
emosional, dan kesehatan fisik. Misalnya remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dan
harmonis dengan orang tua mereka, memiliki harga diri dan kesejahteraan emosiaonal yang
lebih
baik.
Sebaliknya,
ketidakdekatan (detachment) emosional
dengan
orang
tua
berhubungan dengan perasaan-perasaan akan penolakan oleh orang tua yang lebih besar serta
perasaan lebih rendahnya daya tarik sosial dan romantik yang dimiliki diri sendiri (Santrock,
1995 dalam Desmita, 2005).
Dengan demikian, keterikatan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi
adaptif, yang menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat menjelajahi dan
menguasai lingkungan-lingkungan barudan suatu dunia sosial yang luas dengan cara-cara
yang sehat secara psikologis.
Begitu pentingnya faktor keterikatan yang kuat antara orang tua dan remaja dalam
menentukan arah perkembangan remaja, maka orang tua senantiasa harus menjaga dan
2012
6
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
mempertahankan keterikatan ini. Untuk mempertahankan keterikatan atau kedekatan orang
tua dengan anak remaja mereka, orang tua harus membiarkan mereka bebas untuk
berkembang tetapi dengan cara yang baik atau positif.
Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya
pengeruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk
berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Dalam suatu investigasi,
ditemukan bahwa anak berhubuungan dengan teman sebaya 10% dari waktunya setiap hari
pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahhun, dan lebih dari 40% pada usia antara 7-11 tahun
(Santrock, 1998 dalam Desmita, 2005).
Berbeda halnya dengan masa anak-anak, hubungan teman sebaya remaja lebih
didasarkan pada hubungan persahabatan. Menurut Bloss (1962 dalam Desmita, 2005),
pembentukan persahabatan remaja erat
kaitannya dengan perubahan aspek-aspek
pengendalian psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan juga pada
lawan jenis.
Pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan
remaja. Dalam psikologi perkembangan diketahui satu contoh betapa pentingnya teman
sebaya dalam perkembangan sosial remaja. Dua ahli teori yang berpengaruh, yaitu Jean
Piaget dan Harry Stack Sullivan, menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya anak
dan remaja belajar tentang hubungan timbal balik. Anak mempelajari prinsip-prinsip
kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Mereka juga
mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan teman sebayanya dalam rangka
memuluskan kehidupannya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan.
Sejumlah ahli lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap
perkembangan anak-anak remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman
sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan . disamping itu,
penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan problem kejahatan.
Sejumlah ahli juga teori juga telah menjelaskan bahwa budaya teman sebaya remaja
merupakan suatu bentuk kejahatan yang merusak nilai-nilai dan control orang tua. Lebih dari
itu, teman sebaya juga dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat-obatan (narkoba),
kenakalan, dan berbagai bentuk perilaku yang menyimpang.
2012
7
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perkembangan Seksualitas
Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah saat terjadinya
peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Terjadinya peningkatan perhatian
remaja terhadap kehidupan seksual ini sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan
fisik selama periode pubertas. Terutama kematangan-kematangan organ-organ seksual dan
perubahan-perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual
dalam diri remaja.
Walaupun mulai muncul pada masa kanak-kanak, orientasi seksual menjadi isu
penting pada masa remaja Orientasi seksual sendiri diartikan menjadi fokus ketertarikan
seksual, romantisme, dan kasih sayang yang muncul secara konsisten. Orientasi seksual
biasanya dibagi menjadi 3, yaitu heteroseksual, biseksual, atau homoseksual.
DaftarPustaka
Desmita.2005.Psikologi Perkembangan.PT.Remaja Rosda Karya.Bandung
Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. (2008). Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
2012
8
Perkembangan Sepanjang Hayat
Tenny Septiani Rachman, M. Psi
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download