GANGGUAN MINERAL DAN TULANG PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK: PATOFISIOLOGI DAN TATALAKSANA Laporan Kegiatan Simposium Pertemuan Ilmiah Ilmu Penyakit Dalam 2010 Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2010 kali ini diselenggarakan dari tanggal 2225 Juli 2010 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Simposium diadakan dari tanggal 23-25 Juli 2010. Laporan ini membahas tentang salah satu judul materi pada simposium yang berjudul “Update in Nephrology” dengan moderator Prof. dr. Wiguno Prodjodudjadi, SpPD, K-GH, PhD, yaitu “Gangguan Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik: Patofisiologi dan Tatalaksana” yang disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD, K-GH. Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal, seperti proteinuria, atau kelainan pada studi pencitraan. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2. Penyakit ginjal kronik terbagi dalam 5 stadium berdasarkan laju filtrasi glomerulus, seperti terlihat dalam tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronik Stadium Risiko Meningkat Fungsi Ginjal Normal Laju Filtrasi Glomerulus (mL/menit/1,73 m2) > 90 (terdapat faktor risiko) > 90 (terdapat kerusakan ginjal, proteinuria) 60-89 Stadium 1 Normal/meningkat Stadium 2 Penurunan ringan Stadium 3 Penurunan sedang 30-59 Stadium 4 Penurunan berat 15-29 Stadium 5 Gagal ginjal < 15 Gangguan mineral dan tulang pada penyakit ginjal kronik ialah suatu sindrom klinik yang terjadi akibat gangguan sistemik pada metabolisme mineral dan tulang pada penyakit ginjal kronik. Sindrom ini mencakup salah satu atau kombinasi dari hal berikut: 1. Kelainan laboratorium akibat gangguan metabolisme kalsium, fosfat, hormon paratiroid, dan vitamin D. 2. Kelainan tulang dalam hal turn over, mineralisasi, volume, pertumbuhan linear, atau kekuatannya. 3. Kalsifikasi vaskular atau jaringan lunak lain. Pada penyakit ginjal kronik, terjadi peninggian kadar fosfat serum, penurunan sintesis vitamin D, 1,25-dihydroxyvitamine D3, dan penurunan absoprsi kalsium di usus halus. Penurunan kadar 1,25-dihydroxyvitamine D3 dan kalsium serum merangsang pelepasan hormon paratiroid yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus, reabsorpsi kalsium di ginjal, dan pelepasan kalsium oleh tulang. Calcium-sensing receptor (CaR), yang terdapat pada permukaan sel utama kelenjar paratiroid merupakan regulator penting dalam homeostasis kalsium karena memiliki peran utama pada pengaturan sintesis dan sekresi hormon paratiroid. Pada penyakit ginjal kronik, penurunan kadar kalsium akan menurunkan aktivitas CaR yang mengakibatkan penurunan signaling through CaR dan peningkatan sintesis dan sekresi hormon paratiroid. Peningkatan sekresi hormon paratiroid akan melepaskan kalsium dari jaringan tulang dan akan meningkatkan ekskresi fosfat melalui ginjal. Komplikasi yang juga disebabkan oleh gangguan metabolisme mineral akibat penyakit ginjal kronik adalah peningkatan mortalitas kardiovaskular dan fraktur. Pilihan pengobatan awal pada pada penyakit ginjal kronik dengan gangguan mineral dan tulang bergantung pada kadar fosfor, kalsium, dan hormone paratiroid serum. Terapi yang diberikan disesuaikan dengan diagnosis dan hasil laboratorium saat itu. Pada penyakit ginjal kronik stadium 3-5 dianjurkan diet rendah fosfor 800-1000 mg/hari. Kadar fosfor serum dievaluasi setiap bulan setelah dimulai pemberian diet tersebut. Pada stadium 3-4, kadar fosfor dipertahankan pada angka normal (2,7-4,6 mg/dL), sedangkan pada stadium 5 diusahakan mendekati normal. Jika nilai laboratorium di luar normal, sebagai terapi awal dapat diberikan dosis rendah vitamin D dan suplemen kalsium selain diet rendah fosfor. Obat pengikat fosfat yang mengandung kalsium untuk mengendalikan kadar fosfor dapat diberikan jika kadar kalsium rendah atau normal. Jika kadar kalsium serum tinggi, diberikan obat pengikat fosfat tanpa kalsium, seperti sevelamer dan lantanum karbonat. Kalsimimetik dapat ditambahkan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan kadar hormon paratiroid > 300 pg/mL atau pada pasien dengan kadar hormon paratiroid 150-300 pg/mL tetapi kadar fosfor dan kalsium sulit dikendalikan. [Dimas Septiar, FKUI 2004]